Upload
bio-swadi-ghutama
View
21
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
iaosi
Citation preview
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS
Nama Mahasiswa : Catherina Oswari Tanda Tangan
NIM : 11-2014-328
Dr. Pembimbing : Dr. Lukman Muliadi, Sp.PD
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.S Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 45 tahun Status perkawinan : Menikah
Pendidikan : SMA Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh Djarum Alamat : Jati Kulon 05/01 Jati-Kudus
No CM : 404782 Tanggal masuk RS : 26 – 6 – 2015
Tanggal dikasuskan : 2 Juli 2015 Dokter yang memeriksa : Dr. Lukman Muliadi, Sp.PD
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis, tanggal 2 Juli 2015 Pukul 15.00 WIB
Keluhan Utama :
Bengkak pada kedua tangan dan kaki
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang kerumah sakit dengan keluhan bengkak pada kedua tangan dan kaki .
Keluhan dirasakan sejak 3 hari SMRS. Keluhan bengkak memang sudah lama dirasakan pasien
sejak 2 tahun yang lalu. Tetapi bengkak yang dirasakan hilang timbul. Bengkak sering timbul
1
terutama pada malam hari. Pasien juga merasakan sesak. Sesak yang dirasakan sejak 3 hari yang
lalu. Keluhan sesak memang sudah lama timbul sejak 2 tahun yang lalu. Sesak yang dirasakan
hilang timbul . Sesak timbul apabila pasien sedang kerja berat dan apabila pasien naik tangga
pasien juga merasakan sesak timbul. Sesak berkurang apabila pasien beristirahat. Sesak
dirasakan terutama malam hari dan pasien sering terbangun pada malam hari karena sesak.
Pasien lebih nyaman kalau tidur menggunakan 2 bantal. Keluhan sesak juga disertai dengan
keringat dingin. Keluhan mengi disangkal pasien. Pasien juga mengatakan sering nyeri dada kiri.
Nyeri dada kiri yang dirasakan pasien seperti tertimpa benda berat. Nyeri dada kiri menjalar ke
tangan kiri. Nyeri dada kiri yang dirasakan pasien lamanya kira-kira ±30 menit. Nyeri dada
timbul apabila pasien sedang stress dan kecapean. Pasien juga merasakan nyeri kepala seperti
diikat oleh tali. Nyeri kepala menyebar ke daerah kuduk. Pasien juga merasakan jantung seperti
berdebar-debar. Pasien juga mengeluh batuk, batuk dirasakan sering pada malam hari. Dahak
berwarna putih tidak ada darah. Aktivitas sehari-hari seperti jalan, naik tangga, bawa barang
berat terganggu. Untuk berjalan jauh pasien sudah tidak mampu lagi.
Pasien mengaku memiliki riwayat sakit jantung, tekanan darah tinggi dan kencing manis.
Pasien tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan . Pasien rutin minum obat
tekanan darah tinggi dan obat kencing manis. Tidak ada keluhan buang air besar. Pasien
mengaku bahwa berat badan menurun. Pasien mengeluh mual tapi tidak sampai muntah. Pasien
tidak demam .
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat sakit jantung, hipertensi dan diabetes mellitus. Pasien tidak memiliki
riwayat sakit alergi seperti asma, dan alergi makanan, obat.
Riwayat Penyakit Keluarga
Asma (-), alergi (-), TB (-), hipertensi (-), DM (-)
2
III. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah: 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit, ireguler, kuat angkat
Nafas : 28x/menit
Suhu : 35,6ºC (Axilla)
SaO2 : 97%
Berat badan : ± 70 kg
Tinggi badan : ± 165 cm
Kulit
Warna kulit pasien tampak baik, kelembapan kulit kering, tekstur kulit halus, suhu kulit
normotermi dengan pemeriksa, turgor kulit baik, tidak ditemukan luka pada kulit pasien,
petekie (-), ekimosis (-). Kuku jari kilauan cahaya baik, koilonychia nail (-), sianosis (-),
benjolan (+)
Kepala
Normocephali, tidak terdapat benjolan ataupun lesi, distribusi rambut merata warna hitam,
rambut mudah dicabut.
Mata
Pupil isokor dengan diameter 3mm/3mm, konjungtiva pucat +/+, sclera ikterik -/-, edema
palpebra -/-, refleks cahaya +/+
Hidung
Mukosa nasal merah muda, septum nasi tampak baik, sekret (-), konka tampak baik, nyeri
tekan sinus paranasalis (-).
3
Telinga
Ketajaman pendengaran baik terhadap suara, bentuk telinga normotia, pembengkakan (-/-),
serumen (-/-), cairan yang keluar (-/-).
Mulut
Simetris, bibir sianosis (-), bibir kering (-), gigi tanggal (-), tonsil T1-T1 tenang, faring
hiperemis (-), atrofi papil lidah (-), perdarahan gusi (-), stomatitis (-)
Leher
Trakea tidak ada deviasi, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid,
retraksi suprasternal (-), hipertrofi otot sternocleidomastoideus (-), JVP 5+3 cm H2O.
Thorax
Inspeksi : Bentuk thorax normal, pergerakan dinding dada pada keadaan statis dan dinamis
tampak simetris, tipe pernafasan abdominal torakal, pelebaran sela iga (-), spider
naevi (-), vena kolateral (-), tidak ada benjolan.
Palpasi : nyeri tekan pada thoraks (-)
Pulmo
Anterior Posterior
InspeksiPergerakan dinding dada simetris saat
statis dan dinamis
Pergerakan dinding dada simetris saat
statis dan dinamis.
Palpasi
Sela iga tidak melebar, vocal fremitus
normal dan simetris, nyeri tekan (-),
retraksi ICS V dan ICS VI
Sela iga tidak melebar, vocal fremitus
normal dan simetris, nyeri tekan (-),
retraksi (-)
Perkusi
Pulmo dextra dan sinistra sonor seluruh
lapang paru.
Batas paru hati (absolute)
linea midclavicularis dextra ICS V
Peranjakan hati : 2 jari dibawah batas paru
hati
Pulmo dextra dan sinistra sonor seluruh
lapang paru.
4
Auskultasi
Suara napas dasar vesikuler, suara
tambahan ronki (+), wheezing (-)
Suara napas dasar vesikuler, suara
tambahan ronki basah halus (+),
wheezing (-)
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V 1cm lateral linea midclavicularis sinistra.
Perkusi
Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
Batas kiri jantug:
ICS 2 linea parasternalis sinistra
ICS 3 1cm medial linea midclavicularis sinistra
ICS 4 linea midclavicularis sinistra
ICS 5 1cm lateral linea midclavicularis sinistra
Batas atas : ICS III linea sternalis sinistra
Kesan : Pinggang jantung mendatar
Auskultasi :
Katup aorta : A2 > P2, murmur (-)
Katup pulmona : P2 > A2, murmur (-) , splitting (-)
Katup trikuspid : T1 > T2, murmur (-)
Katup Mitral : Bising sistolik di katup mitral antara BJ I – II
dengan penjalaran ke lateral
5
Abdomen
Inspeksi : membuncit, benjolan (-), caput medusa (-), striae (-), tidak tampak
pelebaran vena.
Auskultasi : BU (+), peristaltic normal.
Palpasi : Supel, tidak teraba massa, tidak terdapat nyeri tekan.
Hati : Teraba 4 cm dibawah arcus costa , konsistensi lunak , tepi tumpul,
permukaan rata
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-), undulasi (-), nyeri ketok CVA (-), area
traube kosong
Genital : Tidak dilakukan
Colok Dubur : Tidak dilakukan
Ekstremitas :
Superior Inferior
Sianosis -/- -/-
Edema -/- -/-
Akral hangat +/+ +/+
Ekstremitas Dextra Sinistra
Superior
Otot : tonus Normotonus Normotonus
Otot : massa Eutrofi Eutrofi
Sendi Normal Normal
Gerakan Tidak terbatas Tidak terbatas
Kekuatan 5555 5555
6
Edema - -
Clubbing finger - -
CRT < 2 detik < 2 detik
Inferior
Otot : tonus Normotonus Normotonus
Otot : massa Eutrofi Eutrofi
Sendi Normal Normal
Gerakan Tidak terbatas Tidak terbatas
Kekuatan 5555 5555
Clubbing finger - -
Edema - -
CRT < 2 detik < 2 detik
2. Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap : Tanggal 26 Juni 2015
Darah lengkapHemoglobin 14.1 g/dl 14.0-18.0Eritrosit 5.31 jt/ul 4.5-5.9Hematokrit 43.9 % 40-52Trombosit 264 150-400Lekosit 10.6 % 4.0-12.0Limfosit 15.7% 25-40Monosit 6.7% 2-8Eosinofil 2.9 % 2-4Basofil 0,4 0-1MCH 26.6 pg 27.0-31MCHC 32.1 g/dl 33.0-37.0MCV 82.7 fL 79.0-99.0RDW 12.5 % 10.0-15.0MPV 9.8 fL 6.5-11.0PDW 11.2 % 10.0-18.0
Kimia darahKolesterol 95 mg/dL <= 200HDL cholesterol 15 mg/dl 27-67Kolesterol total 195 mg/dl <200LDL direct 45.2 mg/dl <150
7
Trigliserid 174 mg/dl < 160CKMB 19 u/L <24Urin acid 4.5 mg/dL 3.5-7.2
Gula darah Puasa 153 mg/dL 70-100 Gula darah 2 jam PP 169 mg/dL 150
X- Foto Torak tanggal 26 Juni 2015
Kesan :
Cardiomegali (LVE , LAD) Pulmo normal
8
EKG tanggal 26 Juni 2015
Kesan : ST elevasi anteroseptal
EKG tanggal 27 Juni 2015
Kesan: ST elevasi anteroseptal
9
EKG tanggal 29 Juni 2015
Kesan : Atrial fibrilasi
EKG tanggal 30 Juni 2015
Kesan : Atrial fibrilasi
10
EKG tanggal 1 Juni 2015
Kesan : Atrial fibrilasi
EKG tanggal 4 juni 2015
Kesan :
Normal sinus ritme
11
IV. Problem
1. Atrial Fibrilasi
2. Congestive heart failure NYHA III dengan Hipertensi
3. Diabetes Mellitus
Problem : Atrial fibrilasi
Assesment 1 : Mencari etiologi
o Initial Plan Diagnosis (IPDx)
- Pemeriksaan EKG serial
- Rontgen Thorax AP
- Ekokardiography
- Pemeriksaan fungsi tiroid
o Initial Plan Theraphy ( IPTx)
- Warfarin Na 1 X 2mg- CPG 1 X 75 mg- Aspirin 1 X 80 mg- Vit K 3 X 1
o Initial Plan Monitoring ( IPMx)
- TTV- Profil lipid- EKG
o Initial Plan Edukasi ( IPEx)
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakitnya serta
komplikasinya yang dapat timbul.
- Kurangi aktivitas berat dan hindari stress
Problem : Congestive heart failure
Assesment 2 : Mencari etiologio Initial Plan Diagnosis (IPDx)
- Elektrolit ( natrium , kalium , chloride , kalsium )- EKG- Echocardiografi
o Initial Plan Therapy ( IPTx)
- Ramipril 1 X 2,5 mg
- Bisoprolol ½ X 2,5 mg
- Digoxin 2 X ½ mg
12
o Initial Plan Monitoring ( IPMx )
- Keluhan pasien
- TTV
- EKG Ulang
- Ureum dan kreatinin
- Fungsi hati
o Initial Plan Edukasi ( IPEx)
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakitnya serta
komplikasinya yang dapat timbul.
- Kurangi aktivitas berat dan hindari stress
- Batasi asupan cairan dan kurangi konsumsi garam.
Problem : Diabetes Mellitus tipe II
Assasment 3 : Mencari komplikasi mikrovaskular dan mikrovaskular
o Initial Plan Diagnosis ( IPDx )
- GDP
- GDS
- HBA1c
- EKG
- Kolesterolol total
o Initial Plan Therapy ( IPTx)
- Sansulin N / Sansulin R
- Lantus 10 U
- Ketorolac
- Glimepirid 1 X 1 mg
- Metformin 3 X 500 mg
- Acarbose 3 X 50 mg
o Initial Plan Monitoring ( IPMx )
- Keluhan
- GDS
13
o Initial Plan Edukasi ( IPEx)
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakitnya serta
komplikasinya yang dapat timbul
- Menjelaskan kepada pasien porsi makan yang benar.
- Memberitahu kepada pasien cara hidup sehat.
Prognosis
– Ad Vitam : dubia ad malam
– Ad Functionam : dubia ad malam
– Ad Sanationam : dubia ad bonam
Follow up
Tanggal Follow up
3 Juli 2015 S : sesak sudah mulai berkurang, benjolan sudah berkurang, kepala masih
pusing,
O : KU : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
TTV : TD : 130/80, RR : 27x/menit, N : 80x/menit, S : 35,60C, SaO2 : 98%
SI -/-, CA +/+, JVP 5-2 cmH2O.
Paru :
Inspeksi : tidak tampak pelebaran sela iga dan massa.
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler, ronki basah di proksimal paru kanan dan kiri.
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V 1cm lateral linea
midclavicularis sinistra, kuat angkat.
Perkusi
Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
14
Batas atas : ICS III linea sternalis sinistra
Pinggang : Mendatar.
Batas kiri jantug:
- ICS 3 1cm medial linea midclavicularis sinistra
- ICS 4 linea midclavicularis sinistra
- ICS 5 1cm lateral linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : terdengar bising sistolik
Abdomen :
Inspeksi : tidak terlihat massa
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada pembesaran organ.
Perkusi : timpani area traube dan seluruh abdomen
Auskultasi : BU (+)
Hepatojugular refluks (-)
EKG : iskemia anteroseptal
A : Atrial Fibrilasi, CHF, DM
P : Warfarin Na 1 X 2mgCPG 1 X 75 mgAspirin 1 X 80 mgVit K 3 X 1Ramipril 1 X 2,5 mg
Bisoprolol ½ X 2,5 mg
Digoxin 2 X ½ mg
Ketorolac
Glimepirid 1 X 1 mg
Metformin 3 X 500 mg
Acarbose 3 X 50 mg
4 Juni 2015 S : Keluhan tidak ada
15
O : KU : Tidak tampak sakit
Kesadaran : compos mentis
TD : 130/80, RR : 23x/menit, N : 84x/menit, S : 35,4oC, SaO2 : 97 %
SI -/-, CA +/+, JVP 5-2 cmH2O.
Paru : Auskultasi : vesikuler, ronki basah di proksimal paru kanan dan kiri.
Jantung : Auskultasi : bising sistolik
Abdomen : Dalam batas normal
A : AF membaik, CHF perbaikan, hiperurisemia perbaikan, dislipidemia
perbaikan
P : Pasien pulang
16
PEMBAHASAN
Atrial Fibrilasi
a. Definisi
Atrial fibrilasi adalah suatu gangguan pada jantung (aritmia) yang ditandai dengan
ketidakteraturan irama denyut jantung dan peningkatan frekuensi denyut jantung, yaitu
sebesar 350-650 x/menit. Pada dasarnya atrial fibrilasi merupakan suatu takikardi
supraventrikuler dengan aktivasi atrial yang tidak terkoordinasi dan deteriorisasi fungsi
mekanik atrium. Keadaan ini menyebabkan tidak efektifnya proses mekanik atau pompa
darah jantung1,2,3.
b. Klasifikasi
Menurut AHA (American Heart Association), klasifikasi dari atrial fibrilasi
dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu1 :
a. AF deteksi pertama
Semua pasien dengan AF selalu diawali dengan tahap AF deteksi pertama. Tahap ini
merupakan tahapan dimana belum pernah terdeteksi AF sebelumnya dan baru
pertama kali terdeteksi.
b. Paroksismal AF
AF yang berlangsung kurang dari 7 hari atau AF yang mempunyai episode pertama
kali kurang dari 48 jam dinamakan dengan paroksismal AF. AF jenis ini juga
mempunyai kecenderungan untuk sembuh sendiri dalam waktu kurang dari 24 jam
tanpa bantuan kardioversi.
c. Persisten AF
17
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 7
hari. Berbeda dengan paroksismal AF, persisten AF perlu penggunaan dari
kardioversi untuk mengembalikan irama sinus kembali normal.
d. Kronik/permanen AF
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 7 hari. Pada permanen AF,
penggunaan kardioversi dinilai kurang berarti, karena dinilai cukup sulit untuk
mengembalikan ke irama sinus yang normal.
Gambar 6. Pola Klasifikasi Atrial Fibrilasi
Disamping klasifikasi menurut AHA (American Heart Association), AF juga
sering diklasifikasikan menurut lama waktu berlangsungnya, yaitu AF akut dan AF
kronik. AF akut dikategorikan menurut waktu berlangsungnya atau onset yang kurang
dari 48 jam, sedangkan AF kronik sebaliknya, yaitu AF yang berlangsung lebih dari 48
jam.
c. Etiologi
Etiologi yang terkait dengan AF terbagi menjadi beberapa faktor-faktor,
diantaranya adalah3,4 :
a. Peningkatan tekanan/resistensi atrium
1. Penyakit katup jantung
2. Kelainan pengisian dan pengosongan ruang atrium
3. Hipertrofi jantung
4. Kardiomiopati
18
5. Hipertensi pulmo (chronic obstructive pulmonary disease dan cor pulmonal
chronic)
6. Tumor intracardiac
b. Proses infiltratif dan inflamasi
1. Pericarditis/miocarditis
2. Amiloidosis dan sarcoidosis
3. Faktor peningkatan usia
c. Proses infeksi
1. Demam dan segala macam infeksi
d. Kelainan Endokrin
1. Hipertiroid
2. Feokromositoma
e. Neurogenik
1. Stroke
2. Perdarahan subarachnoid
f. Iskemik Atrium
1. Infark miocardial
g. Obat-obatan
1. Alkohol
2. Kafein
h. Keturunan/genetik
d. Tanda dan Gejala
Pada dasarnya AF, tidak memberikan tanda dan gejala yang khas pada perjalanan
penyakitnya. Umumnya gejala dari AF adalah peningkatan denyut jantung,
ketidakteraturan irama jantung dan ketidakstabilan hemodinamik. Disamping itu, AF juga
memberikan gejala lain yang diakibatkan oleh penurunan oksigenisasi darah ke jaringan,
seperti pusing, kelemahan, kelelahan, sesak nafas dan nyeri dada. Tetapi, lebih dari 90%
episode dari AF tidak menimbulkan gejala-gejala tersebut5,6.
e. Faktor Resiko
Beberapa orang mempunyai faktor resiko terjadinya AF, diantaranya adalah :
a. Diabetes Melitus
19
b. Hipertensi
c. Penyakit Jantung Koroner
d. Penyakit Katup Mitral
e. Penyakit Tiroid
f. Penyakit Paru-Paru Kronik
g. Post. Operasi jantung
h. Usia ≥ 60 tahun
i. Life Style
f. Patofisiologi
Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan multiple
wavelet reentry. Proses aktivasi lokal bisa melibatkan proses depolarisasi tunggal atau
depolarisasi berulang. Pada proses aktivasi lokal, fokus ektopik yang dominan adalah
berasal dari vena pulmonalis superior. Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari
atrium kanan, vena cava superior dan sinus coronarius. Fokus ektopik ini menimbulkan
sinyal elektrik yang mempengaruhi potensial aksi pada atrium dan menggangu potensial
aksi yang dicetuskan oleh nodus SA7,9,.
Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi yang
berulang dan melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi. Mekanisme multiple wavelet reentry
tidak tergantung pada adanya fokus ektopik seperti pada proses aktivasi lokal, tetapi lebih
tergantung pada sedikit banyaknya sinyal elektrik yang mempengaruhi depolarisasi. Pada
multiple wavelet reentry, sedikit banyaknya sinyal elektrik dipengaruhi oleh 3 faktor,
yaitu periode refractory, besarnya ruang atrium dan kecepatan konduksi. Hal ini bisa
dianalogikan, bahwa pada pembesaran atrium biasanya akan disertai dengan pemendekan
periode refractory dan penurunan kecepatan konduksi. Ketiga faktor tersebutlah yang
akan meningkatkan sinyal elektrik dan menimbulkan peningkatan depolarisasi serta
mencetuskan terjadinya AF7,8,9.
20
Gambar 7. A. Proses Aktivasi Lokal Atrial Fibrilasi dan B. Proses Multiple Wavelets Reentry Atrial
Fibrilasi
g. Penatalaksanaan
Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol ketidakteraturan
irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung dan menghindari/mencegah
adanya komplikasi tromboembolisme. Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan
yang dapat dilakukan untuk AF. Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri adalah suatu
tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama dan menurunkan
denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan
farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan elektrik (Electrical
Cardioversion)5.
a. Mencegah pembekuan darah (tromboembolisme)
Pencegahan pembekuan darah merupakan pengobatan untuk mencegah
adanya komplikasi dari AF. Pengobatan yang digunakan adalah jenis antikoagulan
atau antitrombosis, hal ini dikarenakan obat ini berfungsi mengurangi resiko dari
terbentuknya trombus dalam pembuluh darah serta cabang-cabang vaskularisasi.
Pengobatan yang sering dipakai untuk mencegah pembekuan darah terdiri dari
berbagai macam, diantaranya adalah :
1. Warfarin
Warfarin termasuk obat golongan antikoagulan yang berfungsi dalam proses
pembentukan sumbatan fibrin untuk mengurangi atau mencegah koagulasi.
21
Warfarin diberikan secara oral dan sangat cepat diserap hingga mencapai puncak
konsentrasi plasma dalam waktu ± 1 jam dengan bioavailabilitas 100%. Warfarin
di metabolisme dengan cara oksidasi (bentuk L) dan reduksi (bentuk D), yang
kemudian diikuti oleh konjugasi glukoronidasi dengan lama kerja ± 40 jam.
2. Aspirin
Aspirin secara irreversible menonaktifkan siklo-oksigenase dari trombosit (COX2)
dengan cara asetilasi dari asam amino serin terminal. Efek dari COX2 ini adalah
menghambat produksi endoperoksida dan tromboksan (TXA2) di dalam trombosit.
Hal inilah yang menyebabkan tidak terbentuknya agregasi dari trombosit. Tetapi,
penggunaan aspirin dalam waktu lama dapat menyebabkan pengurangan tingkat
sirkulasi dari faktor-faktor pembekuan darah, terutama faktor II, VII, IX dan X.
b. Mengurangi denyut jantung
Terdapat 3 jenis obat yang dapat digunakan untuk menurunkan peningkatan
denyut jantung, yaitu obat digitalis, β-blocker dan antagonis kalsium. Obat-obat
tersebut bisa digunakan secara individual ataupun kombinasi.
1. Digitalis
Obat ini digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan
menurunkan denyut jantung. Hal ini membuat kinerja jantung menjadi lebih
efisien. Disamping itu, digitalis juga memperlambat sinyal elektrik yang abnormal
dari atrium ke ventrikel. Hal ini mengakibatkan peningkatan pengisian ventrikel
dari kontraksi atrium yang abnormal.
2. β-blocker
Obat β-blocker merupakan obat yang menghambat efek sistem saraf
simpatis. Saraf simpatis pada jantung bekerja untuk meningkatkan denyut jantung
dan kontraktilitas jantung. Efek ini akan berakibat dalam efisiensi kinerja jantung.
3. Antagonis Kalsium
Obat antagonis kalsium menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung
akibat dihambatnya ion Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam intraseluler melewati Ca2+
channel yang terdapat pada membran sel.
c. Mengembalikan irama jantung
22
Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan
untuk menteraturkan irama jantung. Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri
adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama dan
menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu
pengobatan farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan elektrik
(Electrical Cardioversion).
1. Pharmacological Cardioversion (Anti-aritmia)
a. Amiodarone
b. Dofetilide
c. Flecainide
d. Ibutilide
e. Propafenone
f. Quinidine
2. Electrical Cardioversion
Suatu teknik memberikan arus listrik ke jantung melalui dua pelat logam
(bantalan) ditempatkan pada dada. Fungsi dari terapi listrik ini adalah
mengembalikan irama jantung kembali normal atau sesuai dengan NSR (nodus
sinus rhythm).
3. Operatif
a. Catheter ablation
Prosedur ini menggunakan teknik pembedahan dengan membuatan sayatan
pada daerah paha. Kemudian dimasukkan kateter kedalam pembuluh darah
utma hingga masuk kedalam jantung. Pada bagian ujung kateter terdapat
elektroda yang berfungsi menghancurkan fokus ektopik yang bertanggung
jawab terhadap terjadinya AF.
b. Maze operation
Prosedur maze operation hamper sama dengan catheter ablation, tetapi pada
maze operation, akan mengahasilkan suatu “labirin” yang berfungsi untuk
membantu menormalitaskan system konduksi sinus SA.
c. Artificial pacemaker
23
Artificial pacemaker merupakan alat pacu jantung yang ditempatkan di
jantung, yang berfungsi mengontrol irama dan denyut jantung.
Congestive Heart Failure
Definisi
Congestif heart failure adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam
jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrient
dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri.10
Epidemiologi
Gagal jantung merupakan suatu kondisi yang telah diketahui selama berabad-abad namun
penelitian epidemiologi sulit dilakukan karena tidak adanya definisi tunggal kondisi ini. Ketika
masih sedikit pemeriksaan jantung yang tersedia, definisi gagal jantung cenderung ke arah
patofisiologi , lalu kemudian definisi ditempatkan pada penekanan gagal jantung. Pemeriksaan
penunjang paling sering adalah ekokardiografi, dengan disfungsi ventrikel kiri biasanya
didefinisikan sebagai fraksi ejeksi < 30-45% pada kebanyakan survei epidemiologi.11
Sekitar 3-20 per 1000 orang pada populasi mengalami gagal jantung, dan prevalensinya
meningkat seiring pertambahan usia (100 per 1000 orang pada usia di atas 65 tahun), dan angka
ini akan meningkat dengan pertambahan usia populasi. Sekitar 100.000 pasien dirawat di rumah
sakit setiap tahun karena gagal jantung, merepresentasikan 5% dari semua perawatan medis dan
menghabiskan lebih dari 1% dana perawatan kesehatan nasional.11
Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4-2% dan meningkat pada usia yang lebih
lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Ramalan dari gagal jantung akan jelek bila dasar atau
penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Seperdua pasien gagal jantung akan meninggal dalam 4
tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaaan gagal jantung berat lebih dari 50% akan
meninggal dalam tahun pertama.10
24
Etiologi
Ada beberapa penyebab dimana fungsi jantung dapat terganggu. Yang paling sering
menyebabkan kemunduran dari fungsi jantung adalah kerusakan atau berkurangnya kontraktilitas
otot jantung, iskemik akut atau kronik, meningkatnya resistensi vaskuler dengan hipertensi, atau
adanya takiaritmia seperti atrial fibrilasi (AF). Penyakit jantung koroner adalah yang paling
sering menyebabkan penyakit miokard, dan 70% akan berkembang menjadi gagal jantung.
Masing -masing 10% dari penyakit jantung katup dan kardiomiopati akan menjadi gagal jantung
juga.12
Tabel 1. Penyebab gagal jantung
Jantung kiri primer
Penyakit jantung iskemik
Penyakit jantung
hipertensi
Penyakit katup aorta
Penyakit katup mitral
Miokarditis
Kardiomiopati
Amyloidosis jantung
Jantung kanan primer
Gagal jantung kiri
Penyakit pulmonari kronik
Stenosis katup pulmonal
Penyakit katup trikuspid
Penyakit jantung kongenital
(VSD,PDA)
Hipertensi pulmonal
Embolisme paru masif7
25
Gagal output rendah
Kelainan miokardium
Penyakit jantung iskemik
Kardiomiopati
Amyloidosis
Aritmia
Peningkatan tekanan
pengisian
Hipertensi sistemik
Stenosis katup
Semua menyebabkan
gagal ventrikel kanan
disebabkan penyakit paru
sekunder
Gagal output tinggi
Inkompetensi katup
Anemia
Malformasi arteriovenous
Overload volume plasma
Klasifikasi Gagal Jantung
Klasifikasi berbagai sindrom gagal jantung dibuat berdasarkan gambaran umum yang
mendominasi sindrom klinis secara keseluruhan. Hal ini bisa membantu diagnosis. Gagal jantung
akut secara garis besar sama dengan gagal jantung kiri dan disebabkan oleh kegagalan
mempertahankan curah jantung yang terjadi mendadak. Tidak terdapat cukup waktu untuk
terjadinya mekanisme kompensasi dan gambaran klinisnya didominasi oleh edema paru akut.3
Gagal jantung kronis secara garis besar sama dengan gagal jantung kanan. Curah jantung
menurun secara bertahap, gejala, dan tanda tidak terlalu jelas, dan didominasi oleh gambaran
yang menunjukkan mekanisme kompensasi. Yang membingungkan, sering terjadi gagal jantung
kiri dan kanan sekaligus, biasanya karena gagal jantung kiri kronis menyebabkan hipertensi
pulmonal sekunder dan gagal jantung kanan.12
26
Tabel 2. Klasifikasi menurut New York Heart Association.12
Klasifikasi Fungsional NYHA
(Klasifikasi berdasarkan Gejala dan Aktivitas Fisik)
Kelas I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari – hari tidak
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Kelas II Sedikit pembatasan aktivitas fisik. Berkurang dengan istirahat, tetapi
aktivitas sehari – hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Kelas III Adanya pembatasan yang bermakna pada aktivitas fisik. Berkurang dengan
istirahat, tetapi aktivitas yang lebih ringan dari aktivitas sehari – hari
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Kelas IV Tidak dapat melakukan aktivitas sehari – hari tanpa adanya kelelahan.
Gejala terjadi pada saat istirahat. Jika melakukan aktivitas fisik, keluhan
akan semakin meningkat.
Patofisiologi
Gagal jantung merupakan sindrom, walaupun penyebabnya berbeda-beda, namun bila
terjadi memiliki gejala, tanda, dan patofisiologi yang sama. Curah jantung yang tidak adekuat
menstimulasi mekanisme kompensasi yang mirip dengan respon terhadap hipovolemia.
Walaupun awalnya bermanfaat, pada ahirnya mekanisme ini menjadi maladaptif. Aktivasi
neurohumoral terjadi dengan peningkatan vasokonstriktor (renin, angiotensin II, katekolamin)
yang memicu retensi garam dan air serta meningkatkan beban ahir (afterload) jantung. Hal
tersebut mengurangi pengosongan ventrikel kiri (LV) dan menurunkan curah jantung, yang
menyebabkan aktivasi neuroendokrin yang lebih hebat, sehingga meningkatkan afterload dan
seterusnya, yang ahirnya membentuk lingkaran setan.10,13
Dilatasi ventrikel tergantung fungsi sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan
meningkatkan volume ventrikel. Jantung berdilatasi tidak efisien secara mekanis. Respon
terhadap jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk
27
meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah perifer dan
hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi
tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf
adrenergik.10,13
Kemampuan jantung untuk memompa darah guna memenuhi kebutuhan tubuh ditentukan
oleh curah jantung yang dipengaruhi oleh empar faktor yaitu: preload; yang setara dengan isi
diastolik akhir, afterload; yaitu jumlah tahanan total yang harus melawan ejeksi ventrikel,
kontraktilitas miokardium; yaitu kemampuan intrinsik otot jantung untuk menghasilkan tenaga
dan berkontraksi tanpa tergantung kepada preload maupun afterload serta frekuensi denyut
jantung.10,13
Dalam hubungan ini, penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa
(pump function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada beberapa keadaan
ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi
pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi
secara klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang ringan.10,13
Pada awal gagal jantung, akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan
aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin
vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan
tekanan darah yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah
jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah
arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral.10,13
Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah
sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung melalui hukum
Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan
hipertrofi/ dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung
yang tidak terkompensasi.10,13
Mekanisme yang menasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas
jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Konsep curah
28
jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO=HR X SV dimana curah jantung
(CO:Cardiac Output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) X volume sekuncup
(SF:Stroke Volume).10,13
Gambar 1. Patofisiologis.13
Frekuensi jantung adalah fungsi system saraf otonom. Bila curah jantung berkurang,
system saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung
bila mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka
volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri ntuk mempertahan curah janung.
Tapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung,
volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.13
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada
tiga faktor; preload; kontraktilitas dan afterload. Preload adalah sinonim dengan Hukum Starling
29
pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung
dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung. Kontraktilitas
mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan
dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium.13
Afterload mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan untuk memompa
darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh tekanan arteriole.13
Manifestasi Klinis Gagal Jantung
Tempat kongestif tergantung dari ventrikel yang terlibat :
1. Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri
Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya gangguan
pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan
akhir diastolik dalam ventrikel kiri dan volume akhir diastolik dalam ventrikel kiri meningkat.
Tanda dan gejala:
Dispnea: akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas,
dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan yang minimal atau sedang.
Ortopnea: kesulitan bernapas saat berbaring
Paroximal nokturna dispnea (terjadi bila pasien sebelumnya duduk lama dengan posisi
kaki dan tangan dibawah, pergi berbaring ke tempat tidur)
Batuk: biasa batuk kering dan basah yang menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah
banyak kadang disertai banyak darah.
Mudah lelah: akibat cairan jantung yang kurang, yang menghambat cairan dari
sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme.
Kegelisahan: akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas, dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.15
2. Disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
Gagal jantung kanan karena gangguan atau hambatan pada daya pompa ventrikel kanan
sehingga isi sekuncup ventrikel kanan menurun tanpa didahului oleh adanya gagal jantung kiri.
30
Tanda dan gejala:
Edema ekstremitas bawah atau edema dependen.
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas abdomen.
Anoreksia dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan status vena didalam rongga
abdomen.
Nokturna: rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi karena perfusi renal didukung oleh
posisi penderita pada saat berbaring.
Lemah: akibat menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan pembuangan produk
sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.
Bendungan pada vena perifer (jugularis)
Gangguan gastrointestinal (perut kembung, anoreksia dan nausea) dan asites.
Perasaan tidak enak pada epigastrium.15
Gagal Jantung Kongestif
Bila gangguan jantung kiri dan jantung kanan terjadi bersamaan. Dalam keadaan
gagal jantung kongestif, curah jantung menurun sedemikian rupa sehingga terjadi bendungan
sistemik bersama dengan bendungan paru.15
Tanda dan gejala:
Kumpulan gejala gagal jantung kiri dan kanan.15
Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Kriteria Framingham adalah kriteria epidemiologi yang telah digunakan secara luas.
Diagnosis gagal jantung kongestif mensyaratkan minimal dua kriteria mayor atau satu
kriteria mayor disertai dua kriteria minor, kriteria minor dapat diterima jika kriteria minor
tersebut tidak berhubungan dengan kondisi medis yang lain seperti hipertensi pulmonal,
PPOK, sirosis hati, atau sindroma nefrotik.14
31
Kriteria mayor :
1. Paroksismal nokturnal dispnea
2. Distensi vena leher
3. Ronki paru
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Gallop S3
7. Peninggian tekanan vena jugularis
8. Refluks hepatojugular
9. Penurunan berat badan ≥4,5kg dalam 5 hari terapi16
Kriteria minor
1. Edema ekstremitas
2. Batuk malam hari
3. Dispnea d’effort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7. Takikardi (>120/menit)16
Pemeriksaan Fisik
Tekanan darah dan Nadi
Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi pada HF ringan, namun biasanya
berkurang pada HF berat, karena adanya disfungsi LV berat. Tekanan nadi dapat berkurang atau
menghilang, menandakan adanya penurunan stroke volume. Sinus takikardi merupakan tanda
32
nonspesifik disebabkan oleh peningkatan aktivitas adrenergik. Vasokonstriksi perifer
menyebabkan dinginnya ekstremitas bagian perifer dan sianosis pada bibir dan kuku juga
disebabkan oleh aktivitas adrenergik berlebih. Pernapasan Cheyne-Stokes disebabkan oleh
berkurangnya sensitivitas pada pusat respirasi terhadap tekanan PCO2. Terdapat fase apneu,
dimana terjadi pada saat penurunan PO2 arterial dan PCO2 arterial meningkat. Hal ini merubah
komposisi gas darah arterial dan memicu depresi pusat pernapasan, mengakibatkan hiperventilasi
dan hipokapnia, diikuti rekurensi fase apnea. Pernapasan Cheyne-Stokes dapat dipersepsi oleh
keluarga pasien sebagai sesak napas parah (berat) atau napas berhenti sementara.15,16
Jugular Vein Pressure
Pemeriksaan vena jugularis memberikan informasi mengenai tekanan atrium kanan.
Tekanan vena jugularis paling baik dinilai jika pasien berbaring dengan kepala membentuk sudut
300. Tekanan vena jugularis dinilai dalam satuan cm H2O (normalnya 5-2 cm) dengan
memperkirakan jarak vena jugularis dari bidang diatas sudut sternal. Pada HF stadium dini,
tekanan vena jugularis dapat normal pada waktu istirahat namun dapat meningkat secara
abnormal seiring dengan peningkatan tekanan abdomen (abdominojugular reflux positif).15,16
Ictus cordis
Pemeriksaan pada jantung, walaupun esensial, seringkali tidak memberikan informasi
yang berguna mengenai tingkat keparahan. Jika kardiomegali ditemukan, maka apex cordis
biasanya berubah lokasi dibawah ICS V (interkostal V) dan/atau sebelah lateral dari
midclavicular line, dan denyut dapat dipalpasi hingga 2 interkosta dari apex.15,16
Suara jantung tambahan
Pada beberapa pasien suara jantung ketiga (S3) dapat terdengar dan dipalpasi pada apex.
Pasien dengan pembesaran atau hypertrophy ventrikel kanan dapat memiliki denyut Parasternal
yang berkepanjangan meluas hingga systole. S3 (atau prodiastolic gallop) paling sering
ditemukan pada pasien dengan volume overload yang juga mengalami takikardi dan takipneu,
dan seringkali menandakan gangguan hemodinamika. Suara jantung keempat (S4) bukan
indicator spesifik namun biasa ditemukan pada pasien dengan disfungsi diastolic. Bising pada
regurgitasi mitral dan tricuspid biasa ditemukan pada pasien.15,16
Pemeriksaan paru
Ronchi pulmoner (rales atau krepitasi) merupakan akibat dari transudasi cairan dari ruang
intravaskuler kedalam alveoli. Pada pasien dengan edema pulmoner, rales dapat terdengar jelas
33
pada kedua lapangan paru dan dapat pula diikuti dengan wheezing pada ekspirasi (cardiac
asthma). Jika ditemukan pada pasien yang tidak memiliki penyakit paru sebelumnya, rales
tersebut spesifik untuk CHF. Perlu diketahui bahwa rales seringkali tidak ditemukan pada pasien
dengan CHF kronis, bahkan dengan tekanan pengisian ventrikel kiri yang meningkat, hal ini
disebabkan adanya peningkatan drainase limfatik dari cairan alveolar. Efusi pleura terjadi karena
adanya peningkatan tekanan kapiler pleura dan mengakibatkan transudasi cairan kedalam rongga
pleura. Karena vena pleura mengalir ke vena sistemik dan pulmoner, efusi pleura paling sering
terjadi dengan kegagalan biventrikuler. Walaupun pada efusi pleura seringkali bilateral, namun
pada efusi pleura unilateral yang sering terkena adalah rongga pleura kanan.15,16
Pemeriksaan hepar dan hepatojugular reflux
Hepatomegali merupakan tanda penting pada pasien CHF. Jika ditemukan, pembesaran
hati biasanya nyeri pada perabaan dan dapat berdenyut selama systole jika regurgitasi trikuspida
terjadi. Ascites sebagai tanda lanjut, terjadi sebagai konsekuensi peningkatan tekanan pada vena
hepatica dan drainase vena pada peritoneum. Jaundice, juga merupakan tanda lanjut pada CHF,
diakibatkan dari gangguan fungsi hepatic akibat kongesti hepatic dan hypoxia hepatoseluler, dan
terkait dengan peningkatan bilirubin direct dan indirect.15,16
Edema tungkai
Edema perifer merupakan manifestasi cardinal pada CHF, namun tidak spesifik dan
biasanya tidak ditemukan pada pasien yang diterapi dengan diuretic. Edema perifer biasanya
sistemik dan dependen pada CHF dan terjadi terutama pada daerah Achilles dan pretibial pada
pasien yang mampu berjalan. Pada pasien yang melakukan tirah baring, edema dapat ditemukan
pada daerah sacral (edema presacral) dan skrotum. Edema berkepanjangan dapat menyebabkan
indurasi dan pigmentasi ada kulit.15,16
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana gagal jantung telah
mengganggu fungsi-fungsi organ lain seperti : hati, ginjal dan lain-lain. Pemeriksaan hitung
darah dapat menunjukan anemia, karena anemia ini merupakan suatu penyebab gagal
jantung output tinggi dan sebagai faktor eksaserbasi untuk bentuk disfungsi jantung lainnya.15
34
Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi/Rontgen.
Pada pemeriksaan rontgen dada ini biasanya yang didapatkan bayangan hilus paru
yang tebal dan melebar, kepadatan makin ke pinggir berkurang, lapangan paru bercak-
bercak karena edema paru, pembesaran jantung, cardio-thoragic ratio (CTR) meningkat,
distensi vena paru.15
b. Pemeriksaan EKG.
Dari hasil rekaman EKG ini dapat ditemukan kelainan primer jantung ( iskemik,
hipertrofi ventrikel, gangguan irama ) dan tanda-tanda faktor pencetus akut ( infark
miocard, emboli paru ).15
c. Ekhokardiografi.
Pemeriksaan ini untuk mendeteksi gangguan fungsional serta anatomis yang menjadi
penyebab gagal jantung.15
Penatalaksanaan
A. Terapi non farmakologi
a. Diet : Pasien gagal jantung dengan diabetes, dislipidemia atau obesitas harus diberi
diet yang sesuai untuk menurunkan gula darah, lipid darah, dan berat badannya.
Asupan garam harus dibatasi menjadi 1-2 g /hari, 2 g/hari (ringan) atau 1 g/hari
(berat). Restriksi cairan maksimal 1,5-2 L/hari. 1,5L/hari (ringan) dan 1L/hari
(berat).
b. Berhenti merokok dan konsumsi alcohol.
c. Aktivitas fisik olahraga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda dianjurkan
untuk pasien gagal jantung yang stabil (NYHA kelas II-III) dengan intensitas yang
nyaman bagi pasien.
d. Istirahat : dianjurkan untuk gagal jantung akut atau tidak stabil.
e. Bepergian : hindari tempat-tempat tinggi dan tempat-tempat yang sangat panas atau
lembab.16
35
B. Terapi farmakologis
Algoritme
Tabel 1. Terapi obat menurut status fungsional pasien
Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors
ACE-Inhibitors sekarang dipakai sebagai dasar (cornerstone) terapi untuk penderita dis-
fungsi sistolik, dengan tidak memandang beratnya gejala. Tetapi dengan pertimbangkan side
effects seperti simtomatik hipotensi, perburukan fungsi ginjal, batuk dan angioedema, maka
terdapat hambatan pada pemakaiannya baik underprescribing maupun underdosing obat
tersebut, khususnya pada orang-orang tua. Pada penelitian klinik menunjukkan bahwa hal
yang menimbulkan ketakutan-ketakutan tersebut tidak ditemui, dikarenakan obat tersebut
diberikan dengan dosis yang rendah dan dititrasi pelahan sampai mencapai dosis target
memberi hasil yang efektif sehingga ACE-inhibitor umumnya dapat ditolerir dengan baik.11
b.
36
ACE inhibitor diindikasikan pada semua pasien gagal jantung sistolik, tanpa
memandang beratnya simptom.
Awali pengobatan dengan dosis yang rendah dan dititrasi sampai dosis
maksimum yang dapat ditoleris dalam 3-4 minggu.
Nasehati pasien yang sedang memakai ACE inhibitor, bahwa mungkin
mengalami batuk-batuk; keadaan ini terjadi pada 15% sampai 20% pasien
yang memakai ACE inhibitors.
Sebelum mengawali pengobatan dan selama serta setelah titrasi, periksa
Natrium ,Kalium dan Creatinine serum.
Waspada terhadap dapat terjadinya ’first-dose hypotension’ pada
hiponatremia, dosis diuretika yang tinggi, hipotensi (tekanan darah sistolik
<100 mmHg) sebelum meng-awali terapi ACE inhibitor.
Tabel 2. Pemakaian ACE inhibitor pada Pasien CHF15
β Receptor Blockers
Hampir semua pengobatan ’standard’ penderita gagal jantung, mempunyai mekanisme
kerja memperbaiki hemodinamika dan simptomatik secara akut. Efek segera dari β-bloker
sebaliknya dapat memperburuk hemodinamik, kadang-kadang menyebabkan peburukan gejala
yang berat, makanya sudah sejak lama pemakaian obat ini dikontraindikasikan pada pasien-
pasien CHF. Meskipun demikian, bukti-bukti bahwa pemberian secara kronik dari β-bloker
memperbaiki fungsi jantung dan menurunkan morbiditas serta mortalitas pasien CHF.
Sesungguhnya bukti-bukti pemakaian β-bloker pada pasien CHF yang ditunjukkan pada banyak
randomized controlled trials jauh lebih banyak daripada dengan trial-trial ACE inhibitor.15
Tiga β-bloker yang akhir-akhir ini di approved untuk pengobatan gagal jantung di
Australia, yaitu bisoprolol, carvedilol dan slow-release metoprolol succinate. Setiap jenis obat
tersebut telah menunjukkan penurunan mortalitas dan hospitalisasi pasien CHF seperti
ditunjukkan pada suatu trial besar placebo-controlled. Manfaat seperti ini tidak selalu
ditampakkan pada pemakaian β-bloker lain. Cardevilol atau Metoprolol European Trial
(COMET), membandingkan carvedilol dan standard-release metoprolol tartrate, didapat hasil
survival yang lebih baik pada pasien-pasien yang mendapat carvedilol.15
Anti trombotik
Pada gagal jantung kronik yang disertai fibrilasi atrium, riwayat fenomena tromboemboli,
bukti adanya thrombus yang mobile, pemakaian antikoagulan sangat diajurkan. Pada gagal
jantung kronik dengan penyakit jantung koroner, dianjurkan pemakaian antiplatelet. Aspirin
harus dihindari pada perawatan rumah sakit berulang dengan gagal jantung yang memburuk.15
37
Sebagai acuan praktis dari ESC guidelines 2005, strategi pemilihan kombinasi obat pada
berbagai keadaan gagal jantung secara sistematis dapat dilihat dalam gambar berikut :
Gambar 3. ESC guidelines
Diabetes Mellitus Tipe II
Penegakan Diagnosa
DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Guna penentuan diagnosis DM,
pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik
dengan bahan darah plasma vena, sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.17
2.3.1 Anamnesis
38
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu
dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini:
- Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya.
- Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.17
2.5 Langkah-langkah Diagnostik DM
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200
mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO).
Langkah-langkah dan gangguan toleransi glukosa. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi
kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke
dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu
(GDPT). 17
39
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa
plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula
darah 2 jam < 140 mg/dL.8
Etiologi
Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes Mellitus/NIDDM. Pada
penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masuk
ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan
berkurangnya sekresi insulin pada glukosa bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta
40
pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa. Onset DM tipe ini terjadi
perlahan-lahan karena itu gejalanya asimtomatik. Adanya resistensi yang terjadi perlahan-lahan
akan mengakibatkan sensitivitas reseptor akan glukosa berkurang.17
Patofisiologi
Pada DM tipe II, disposisi genetik juga berperan penting. Namun terdapat defisiensi
insulin relatif pasien tidak mutlak bergantung pada suplai insulin dari luar. Pelepasan insulin
dapat normal atau bahkan meningkat, tetapi organ target memiliki sensitifitas yang berkurang
terhadap insulin. Ketidakseimbangan antara suplai dan pengeluaran energi meningkatkan
konsentrasi asam lemak di dalam darah. Hal ini selanjutnya akan menurunkan penggunaan
glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya, terjadi resistensi insulin yang memaksa untuk
meningkatan pelepasan insulin. Akibat regulasi menurun pada reseptor, resistensi insulin
semakin meningkat. Penyebab yang lebih penting adalah adanya disposisi genetic yang
menurunkan sensitifitas insulin. Sering kali, pelepasan insulin selalu tidak pernah normal.
Beberapa gen telah di identifikasi sebagai gen yang menigkatkan terjadinya obesitas dan DM
tipe II. Diantara beberapa factor, kelaian genetic pada protein yang memisahkan rangkaian di
mitokondria membatasi penggunaan substrat. Jadi, diabetes tipe II cenderung menyebabkan
hiperglikemia berat tanpa disertai gangguan metabolisme lemak.17
Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan morbiditas dan
mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2 target utama, yaitu: 1. menjaga
agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal 2. mencegah atau meminimalkan
kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes. The American Diabetes Association (ADA)
merekomendasikan beberapa parameter yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan
penatalaksanaan diabetes (Tabel 2).11
Tabel 2 . Target Penatalaksanaan Diabetes Parameter Kadar Ideal Yang Diharapkan
Parameter Kadar ideal yang diharapkan
Kadar glukosa darah puasa
Kadar glukosa plasma puasa
Kadar glukosa darah saat tidur
80-120mg/dl
90-130mg/dl
100-140mg/dl
41
(bedtime blood glucose)
Kadar glukosa plasma saat tidur
(bedtime plasma glucose)
Kadar insulin
Kadar HbA1c
Kadar kolesterol HDL
110-150mg/dl
<7%
<7mg/dl
>45mg/dl (pria)
42
Daftar Pustaka
1. "Atrial Fibrillation (for Professionals)". American Heart Association, Inc. 2008-12-04.
Archived from the original on 2009-03-28.
2. Friberg J, Buch P, Scharling H, Gadsbphioll N, Jensen GB. (2003). "Relationship
between left atrial appendage function and left atrial thrombus in patients with
nonvalvular chronic atrial fibrillation and atrial flutter".Circulation Journal 67 (1): 68–72.
3. Narumiya T, Sakamaki T, Sato Y, Kanmatsuse K ( January 2003). “Relationship between
left atrial appendage function and left atrial thrombus in patient with nonvalvular chronic
atrial fibrillation and atrial flutter”. Circulation Journal 67.
4. Sanfilippo AJ, Abascal VM, Sheehan M, Oertel LB, Harrigan P, Hughes RA dan
Weyman AE (1990). "Atrial enlargement as a consequence of atrial fibrillation A
prospective echocardiographic study" . Circulation 82 (3): 792–7.
5. Nasution SA, Ismail D. 2006. Fibrilasi Atrial. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalaml. Ed.3.
Jakarta. EGC, 1522-27.
6. Wattigney WA, Mensah GA, Croft JB (2002). "Increased atrial fibrillation mortality:
United States, 1980-1998". Am. J. Epidemiol. 155 (9): 819–26.
7. Blackshear JL, Odell JA (February 1996). "Appendage obliteration to reduce stroke in
cardiac surgical patients with atrial fibrillation". Ann. Thorac. Surg. 61 (2): 755–9.
8. Wolf PA, Dawber TR, Thomas HE, Kannel WB (1978). "Epidemiologic assessment of
chronic atrial fibrillation and risk of stroke: the Framingham study". Neurology 28 (10):
973–7.
9. Harrison (2000). Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13. EGC: 1418-
87.
10. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Ilmu penyakit dalam.
Jakarta: Internal Publishing; 2009. h. 1521-24.
11. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. Kardiologi. Edisi ke-4. Jakarta:
Erlangga; 2003. h. 80.
12. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006. h. 150-2.
13. Anthony S. Fauci. Harrison’s internal medicine. 17th Edition. USA: McGraw – Hill;
2008. p 1129-34.
43
14. Rilantono LI, Baraas F, Karo SK. Buku ajar kardiologi. Jakarta : FKUI; 2004.h.115-135
15. Sudoyo AW, Setioyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jilid II. Edisi 5. Jakarta : Interna Publishing; 2009.h.1583-1596
16. Soemasto AS, Amelz H, Junadi P, Mansyur M, Saleh CA. Kapita selekta kedokteran.
Jakarta : Media Aesculapius;2014.h.742-748
17. Price Sylvia dan M W Lorraine. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Melitus. Dalam
Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2013.h. 1260-64.
44