61
PRESENTASI KASUS TETRAPARESE ET CAUSA HIPOKALEMIA ET CAUSA SUSPEK RELAPS SINDROMA NEFROTIK PENYUSUN : HENZA AYU PRIMALITA 030.09.110 BOY SANDY SUNARDHI 030.09.048 PEMBIMBING : dr. RINA RAHARDIANI, Sp. A KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK 0

CASE ANAK

  • Upload
    audyody

  • View
    11

  • Download
    3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

case

Citation preview

PRESENTASI KASUS

TETRAPARESE ET CAUSA HIPOKALEMIA ET CAUSA SUSPEK RELAPS SINDROMA NEFROTIKPENYUSUN :

HENZA AYU PRIMALITA030.09.110BOY SANDY SUNARDHI

030.09.048PEMBIMBING :

dr. RINA RAHARDIANI, Sp. AKEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT TNI AL DR. MINTOHARDJO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 27 OKTOBER 2014 3 JANUARI 2014KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RSAL MINTOHARDJO

Dokter Pembimbing: dr. Rina Rahardiani, Sp.A

Tanda tangan : Nama Mahasiswa: Henza Ayu PrimalitaNIM

: 030.09.110I. IDENTITAS

PASIENNama

: An. AR

Suku Bangsa:JawaPalembangUmur

: 12 tahun 11 bulan

Agama

: IslamJenis Kelamin: Laki-laki

Pendidikan: Kelas 2 SMPAlamat

: Komplek TNI-AL Blok AA 3A no.35

JonggolORANG TUA/ WALIAYAHNama

: Tn. DY

Agama

: IslamTgl lahir (Umur): 40 Tahun

Pendidikan: SMASuku Bangsa: Palembang

Pekerjaan: Militer (Pelda)Alamat

: Komplek TNI AL Blok AA 3A no.35Gaji : Rp 2-3juta

JonggolIBUNama

: Ny. ME

Agama

: IslamUmur

: 40 tahun

Pendidikan: SMASuku bangsa: Jawa

Pekerjaan: IRTAlamat

: Komplek TNI AL Blok AA 3A no.35Gaji : -

Jonggol

Hubungan dengan orang tua : anak kandungII. ANAMNESISDilakukan alloanamnesis dengan ibu pasien, pada tanggal 11 November 2014, pukul 17.00 WIB.KELUHAN UTAMAKelemahan pada kedua tungkai bawah sejak 2 hari SMRSKELUHAN TAMBAHAN

Kelemahan pada kedua tungkai atas sejak 1 hari SMRSRIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT

Pasien datang ke IGD RSAL dengan keluhan kelemahan pada kedua tungkai bawah sejak 2 hari SMRS. Kelemahan kedua tungkai dimulai dari kaki kemudian menjalar naik sampai ke paha. Awalnya pasien masih dapat berjalan namun sejak 1 hari SMRS, pasien sama sekali tidak bisa berjalan sehingga harus digotong oleh orang tuanya. Pasien juga merasakan kelemahan pada kedua tungkai atas dimulai dari tangan lalu menjalar ke lengan sejak masuk rumah sakit. Rasa kesemutan pada ekstremitas bawah diakui oleh pasien, disertai rasa nyeri pada kedua paha jika kaki digunakan untuk menapak. Pasien mengalami diare 2 minggu SMRS, diare cair disertai ampas berwarna kuning, tidak ditemukan adanya lendir maupun darah. Pasien mengalami diare selama 1 minggu. Dalam sehari BAB >3x kira-kira sebanyak setengah gelas aqua. Intake makanan selama diare berkurang. Pasien sempat berobat ke balai pengobatan di sekitar rumahnya, mendapatkan obat dan keluhan berkurang. Pasien menyangkal adanya keluhan demam, batuk-pilek, muntah ataupun sesak. BAK selama pasien diare tidak ada masalah, lancar, jumlah cukup banyak, dalam sehari 4x, warna kuning jernih, tidak ada nyeri saat BAK. Dikatakan bahwa pasien tidak terlalu menyukai buah ataupun sayuranRIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien memiliki riwayat penyakit sindroma nefrotik sejak 6 tahun yang lalu

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN KEHAMILANPerawatan AntenatalRutin memeriksa kehamilan pada saat hamil sampai dengan melahirkan.

Penyakit KehamilanTidak ada penyakit kehamilan

KELAHIRAN

Tempat KelahiranRumah Sakit Marinir, Cilandak

Penolong PersalinanBidan

Cara PersalinanSpontan

Masa Gestasi38 minggu

Riwayat kelahiranBerat Badan : 3000 gram

Panjang Badan Lahir : 49 cmLingkar kepala : (orang tua lupa)Langsung menangis: langsung menangisAPGAR score : 9-10

Kelainan bawaan : --

RIWAYAT PERKEMBANGANPertumbuhan gigi pertama: 7 bulanPsikomotorTengkurap : 4bulanDuduk

: 6bulanBerdiri

: 9bulanBerceloteh: 10bulanBerjalan

: 13bulanBaca dan tulis: 5 tahunGangguan Perkembangan : tidak ada gangguan perkembanganKesan Perkembangan

: tumbuh kembang baikRIWAYAT IMUNISASIVAKSINDASAR (umur)ULANGAN (umur)

BCG1 bulan-----

DPT/ DT2 bulan4 bulan6 bulan---

Polio0 bulan4 bulan6 bulan---

Campak-9 bulan----

Hepatitis B0 bulan1 bulan6 bulan---

MMR-15 bulan----

TIPA------

Kesan : Imunisasi dasar pada pasien sudah lengkap, tidak booster karena orang tua lalaiRIWAYAT MAKANANUmur (Bulan)ASI/ PASIBUAH/ BISKUITBUBUR SUSUNASI TIM

0 2ASI ---

2 4ASI---

4 6ASI---

6 8ASI+Susu Formula-

8 10 ASI+Susu Formula

10-12ASI+Susu Formula

Kesan: pasien mendapat ASI eksklusif, dan mendapat makanan yang diberikan sesuai umurJENIS MAKANANFREKUENSI DAN JUMLAHNYA

Nasi/ pengganti3x/hari

Sayur3x/hari

Daging2x/minggu

Ayam 4x/minggu

Telur3x/minggu

Ikan3x/minggu

Tahu-

Tempe-

Susu (merek/ takaran)Dancow 1x/hari

Kesan: makanan yang dikonsumsi oleh pasien cukup bergiziRIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA

PENYAKITKETERANGANPENYAKITKETERANGAN

Infeksi Saluran nafas-Morbili-

Otitis-Parotitis-

Radang Paru-Demam Berdarah-

Tuberculosis-Demam Tifoid-

Kejang-Cacingan-

Ginjal+ Sindrom Nefrotik sejak usia 6 tahunAlergi-

Jantung-Kecelakaan-

Darah-Operasi-

RIWAYAT KELUARGADATA CORAK PRODUKSI

Anak keUmurJenis KelaminStatus/Keterangan

1 (pasien)12 tahunLaki-lakiSakit

28 tahun 5 bulanLaki-lakiSehat

DATA KELUARGA

AYAH/ WALIIBU/ WALI

Perkawinan ke-11

Umur saat menikah28 tahun28 tahun

Kosanguinitas--

Keadaan kesehatan/

penyakit bila adaSehatSehat

Riwayat Penyakit dalam Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit yang sama pada saat ini.DATA PERUMAHAN

Kepemilikan rumah: Rumah milik sendiriKeadaan rumah:

Rumah 2 lantai dengan 2 kamar tidur, 1 kamar tidur di lantai 1 dan 1 kamar tidur di lantai 2, 1 ruang tamu, 1 kamar mandi, dan dapur. Sirkulasi udara di dalam rumah cukup baik, cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah melalui jendela-jendela yang dibuka tiap pagi sampai sore hari. Untuk mandi dan mencuci, memakai air PAM. Untuk masak dan minum, memakai air isi ulang.

Keadaan lingkungan:

Rumah berada didalam kompleks perumahan. Aliran got terbuka dan lancar, tidak bau, tempat pembuangan sampah jauh dari rumah dan tertutup rapat, sampah rumah tangga diambil 2 kali seminggu oleh petugas kebersihan. Cukup banyak motor yang lalu lalang di depan lingkungan rumah, tetapi asap tidak sampai ke rumah.Kesan: Kondisi rumah dan lingkungan tempat tinggal sekitar cukup baikIII.PEMERIKSAAN FISIK

Tanggal : 11 November 2014 Pukul

: 17.00 WIBPEMERIKSAAN UMUMKeadaan Umum: Tampak sakit sedangKesadaran

: Compos mentis

Vital sign : Nadi : 80x/menit, reguler, volume cukup, equalitas sama kanan kiri Suhu: 36.50C RR: 20 x/menit TD: 138/91mmHgData Antropometri: BB: 33kg

TB : 139,5cmLingkar kepala: -

Lingkar dada

: -Lingkar lengan atas: -Status Gizi

: BB/U: dari tabel NCHS didapatkan berat ideal menurut usia 12 tahun 11 bulan adalah 44,5 kg, berat badan pasien saat ini 33 kg. BB/TB2: dari perhitungan BMI pasien didapatkan hasil 16,92 kg/m2, berdasarkan tabel NCHS, BMI menurut usia pasien seharusnya 18,2 kg/m2. PEMERIKSAAN SISTEMATISKEPALABentuk dan ukuran

: NormocephaliRambut dan kulit kepala: Warna hitam, rambut halus, kulit kepala bersih, rambut tidak

mudah dicabutMata

: Palpebra tampak oedem, konjungtiva tidak tampak pucat,

kornea jernih, sklera putih, pupil bulat isokor, RCL +/+

RCTL +/+, mata cekung (-)Telinga

: Normotia, sekret -/-, serumen -/-, Hidung

: Normosepti, sekret -/-, deviasi septum (-), nafas cuping

hidung (-)Bibir

: Warna merah mudaMulut

: Mukosa mulut lembabGigi-geligi

: hygiene baik, caries (-) Lidah

: normoglotia, lembab, tidak ada papil atrofi, lidah tidak kotorTonsil

: T1-T1 tenang, hiperemis (-) kripta (-) detritus (-)Faring

: hiperemis (-) sekret (-)LEHER : tidak teraba kelenjar getah bening dan tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid, trakea ditengahTHORAKSDinding thoraksI : bentuk dada datar, simetris kanan dan kiri dalam keadaan statis dan dinamisPARUI : Pergerakan dada simetris kanan dan kiri, tidak ada bagian yang tertinggal, tidak terdapat retraksiP : Vocal fremitus sama di kedua lapang paruP: Sonor di seluruh lapang paru Batas paru kanan-hepar : setinggi ICS V linea midklavikularis dextra Batas paru kiri-gaster: setinggi ICS VII linea axillaris anteriorA: Suara nafas vesikuler, ronkhi basah halus -/-. Wheezing (-/-)JANTUNGI : Ictus cordis tidak terlihatP : Ictus cordis teraba pada linea midclavicularis sinistra setinggi ICS IVP : Batas kanan jantung : linea parasternalis dextra setinggi ICS III, IV, V Batas kiri jantung : line midklavikularis sinistra setinggi ICS V Batas atas jantung : linea parasternalis sinistra setinggi ICS IIA: Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)ABDOMENI : bentuk datar, simetris, tidak tampak pelebaran venaA : Bising usus (+)P : supel, tidak teraba massa, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit normal, nyeri tekan epigastrium (-)

P: timpaniANUSTidak ada kelainanGENITALJenis kelamin laki-lakiANGGOTA GERAKAkral hangat dan terdapat oedem pada ekstremitas bawah (tungkai bawah kanan-kiri)KULITWarna kulit sawo matang, kelembapan baik, tidak ada efloresensi bermakna.

KELENJAR GETAH BENINGTidak teraba kelenjar getah bening di preaurikular, retroaurikular, oksipitalis, submandibula, submental, cervicalis anterior dan posterior, supraklavikula, infraklavikula, axillaris dan inguinalis. PEMERIKSAAN NEUROLOGISRefleks fisiologis : Biceps -/- , Triceps -/- , Patella -/- , Achilles -/-Refleks patologis : Babbinsky -/- , Chaddok -/- , Schaeffer -/- , Gordon -/- , Oppenheim -/-

Tanda rangsang meningeal (-)IV.PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Darah Tepi (tanggal 11/11/2014)

PEMERIKSAANHASILNILAI RUJUKAN

Leukosit13.700/L5.000-10.000/L

Eritrosit4.000.000/L

4,6-6,2 juta/L

Hemoglobin10,6 g/dL11,8-15 g/dL

Hematokrit31%42-48%

Trombosit498.000/L150.000-450.000/L

LEDMenyusul40 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. 6,9Epidemiologi

Pada anak-anak (< 16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi minimal (75%-85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6 tahun saat diagnosis dibuat dan laki-laki dua kali lebih banyak daripada wanita. Pada orang dewasa paling banyak nefropati membranosa (30%-50%), umur rata-rata 30-50 tahun dan perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1. Kejadian SN idiopatik 2-3 kasus/100.000 anak/tahun sedangkan pada dewasa 3/1000.000/tahun. 6,9ANATOMI

Ginjal merupakan organ yang berbentukseperti kacang, terdapat sepasang (masing- masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.

Korteks : yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.

Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus, lengkung Henle dan tubulus pengumpul (ductus colligent).

Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal

Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks.

Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.

Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix minor.

Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.

Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.

Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara calix major dan ureter.

Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinari

Gambar 1. Anatomi ginjal

Etiologi Sebab yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. 6 Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi: I. Sindrom nefrotik bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema semasa neonates. Pencangkokan pada masa neonatus telah dicoba, tapi tidak berhasil. Prognosisnya buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupanya. 6II. Sindroma nefrotik primer/ idiopatik

Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsy ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskopik elektron, terbagi dalam empat golongan yaitu: 51. Kelainan minimal

Dengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal, sedangkan dengan mikroskop elektron tampak foot processus sel epitel berpadu. Dengan cara imunofluorosensi ternyata tidak terdapat IgG atau immunoglobulin beta-1C pada dinding glomerulus.

Golongan ini lebih banyak terdapat pada anak daripada orang dewasa. Prognosisnya juga lebih baik dibandingkan dengan golongan lain.

2. Nefropati membranosa

Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak. Prognosis kurang baik.

3. Glomerulonefritis proliferative

a. Glomerulonefritis proliferative eksudatif difus

Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang timbul setelah infeksi dengan streptococcus yang berjalan progresif dan pada sindrom nefrotik. Prognosis jarang baik, tetapi kadang-kadang terdapat penyembuhan setelah pengobatan lama.

b. Dengan penebalan batang lobular

Terdapat proliferasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular.

c. Dengan bulan sabit

Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel simpai ( kapsular ) dan visceral. Prognosis buruk.

d. Glomerulonefritis membranoproliferatif

Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membrana basalis di mesangium. Titer globulin beta-1C atau beta-1A rendah

4. Glomerulosklerosis fokal segmental

Pada kelainan ini yang menyolok sklerosis glomerulus. Sering disertai dengan atrofi tubulus. Prognosis buruk. 6Tabel 1. Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer3

Kelainan minimal (KM) Glomerulosklerosis (GS) Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) Glomerulosklerosis fokal global (GSFG) Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD) Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif Glomerulonefritis kresentik (GNK) Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP) GNMP tipe I dengan deposit subendotelial GNMP tipe II dengan deposit intramembran GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial Glomerulopati membranosa (GM) Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)

Sumber : Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik.Buku Ajar Nefrologi Anak.

III. Sindrom nefrotik sekunder

Disebabkan oleh: 6 Malaria kuartana atau parasit lain

Penyakit kolagen seperti lupus erimatosus diseminata, purpura anafilaktoid.

Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, thrombosis vena renalis.

Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, racun oak, air raksa.

Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif hipokomplementikPATOFISIOLOGI Ada empat gejala utama pada sindrom nefrotik. Yaitu: proteinuria, hipoproteinemia, edema, dan hiperlipidemia. 3,4 Proteinuria dan hipoproteinemia

Proteinuria terjadi akibat adanya perubahan pada kapiler gomerulus dan pada umumnya tergantung pada jenis lesinya. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus (MBG) mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada sindroma nefrotik, kedua mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu. Selain itu, konfigurasi molekul protein juga menentukan lolos tidaknya protein melalui MBG. Akibat proteinuria yang masif, maka bisa menyebabkan terjadi hipoproteinuria dalam intravaskuler. 3,4

Pada SNKM didapatkan penurunan klirens protein bermuatan netral tapi peningkatan klirens protein bermuatan negatif seperti albumin. sehingga dianggap bahwa proses ini adalah akibat hilangnya barier muatan negatif. Heparan sulfat proteoglikan yang terdapat pada lamina rara eksterna dan interna menyebabkan timbulnya muatan negatif dan merupakan penghalang utama terhadap keluarnya molekul bermuatan negatif seperti albumin. Penurunan heparan sulfat proteoglikan dengan heparitinase menyebabkan terjadinya albuminuria. Pada sel epitel terdapat terdapat sialoprotein glomerulus, suatu polianion yang memberikan muatan negatif pada sel epitel. Pada SNKM jumlah sialoprotein kembali normal setelah pemberian steroid, sedangkan pada SN akibat proliferatif glomerulonefritis atau diabetes melitus, klirens molekul kecil menurun dan klirens molekul besar meningkat, hal ini menunjukan adanya perubahan pada pori baik ukuran, jumlah ataupun keduanya.

Edema

Edema merupakan gejala kardinal pada SN. Mekanisme terjadinya edema dapat dijelaskan melalui dua teori, yaitu Teori Underfill dan Overfill/overflow. Teori Underfill adalah teori klasik mengenai pembentukan edema, yakni menurunnya tekanan onkotik intravaskular yang menyebabkan cairan merembes ke ruang interstitial. Dengan meningkatnya permeabilitas glomerulus, albumin akan keluar dan kemudian menimbulkan albuminuria dan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia menyebabkan menurunnya tekanan onkotik koloid plasma intravaskular. Keadaan ini menyebabkan meningkatnya cairan transudat melewati dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial yang menyebabkan edema. Sebagai akibat dari pergeseran cairan ini, volume plasma total dan volume darah arteri dalam peredaran menurun dibanding dengan volume sirkulasi efektif. Menurunnya volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha tubuh untuk menjaga volume dan tekanan intravaskular agar tetap normal dan dapat dianggap sebagai peristiwa kompensasi sekunder. Retensi cairan yang secara terus menerus menjaga volume plasma selanjutnya akan mengencerkan protein plasma dan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma dan akhirnya mempercepat gerak cairan masuk ke ruang interstisial. Keadaan ini akan terus memperberat edema sampai terdapat keseimbangan hingga edema stabil.

Teori overflow/overfill menunjukkan meningkatnya volume plasma dengan tertekannya aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron. Retensi natrium renal dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak bergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraselular. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat dari perpindahan cairan ke dalam ruang interstisial. Teori ini dapat menerangkan adanya volume plasma yang tinggi dengan kadar renin plasma dan aldosteron yang menurun sekunder terhadap hipervolemia.1,3,4 Hiperlipidemia

Sekurang-kurangnya ada dua factor yang memberikan sebagian penjelasan: 3,41. Hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk lipoprotein

2. Katabolisme lemak menurun, karena penurunan kadar lipoproetein lipase plasma, system enzim utama yang mengambil lemak dari plasma.

MANIFESTASI KLINIK Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah edema, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal edema sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya edema menjadi menyeluruh dan masif (anasarka). 3,6,7Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai edema muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada penderita dengan edema hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Edema biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada pasien SNKM. 9

Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan sembab masif yang disebabkan sembab mukosa usus. Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh karena sembab dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani.,9

Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik. 3,6,9

Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur. Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik. 3,6PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain: 21. Urinalisis dan bila perlu biakan urin.

2. Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau ratio protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari.

3. Pemeriksaan darah

Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis, trombosit, hematokrit, LED)

Kadar albumin dan kolestrol plasma.

Kadar ureum, kreatinin, serta klirens kreatinin.

Kadar complemen C3DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.1. Anamnesis

Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata, perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.92. Pemeriksaan fisik.

Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan hipertensi. 9 3. Pemeriksaan penunjang

Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai hematuria. Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl), hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal. 9PENATALAKSANAAN

Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus. Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak dengan sindrom nefrotik digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel berikut: 2Table 2. Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom nefrotik 2

Remisi Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-turut

Kambuh Proteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-turut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi

Kambuh tidak seringKambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12 bulan

Kambuh sering Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal, atau 4 kali kambuh pada setiap periode 12 bulan

Responsif-steroid Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja

Dependen-steroid Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid, atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan

Resisten-steroid Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi prednison 60 mg/m2/hari selama 4 minggu

Responder lambat Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa tambahan terapi lain

Nonresponder awal Resisten-steroid sejak terapi awal

Nonresponder lambat Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya responsif-steroid

PROTOKOL PENGOBATAN 9,10.

International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari (2mg/kgBB/hari) dengan dosis maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar 40 mg/m2/hari (2/3 dosis penuh) secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu setelah itu pengobatan dihentikan.

Sebelum pengobatan steroid di mulai, dilakukan pemeriksaan uji mantoux. Bila hasilnya negatif diberikan profilaksis INH bersama steroid, dan bila hasilnya positif diberikan obat anti tuberkulosis (OAT).

I. Sindrom nefrotik serangan pertama 8,91. Perbaiki keadaan umum penderita

a. Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal. Batasi asupan natrium sampai 1 gram/hari, secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dalam makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.

b. Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin konsentrat

c. Berantas infeksi

d. Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka. Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. biasanya furosemid 1 mg/kgBB/kali, bergantung pada beratnya edema dan respons pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hidroklortiazid (25-50 mg/hari). Selama pengobatan diuretic perlu dipantau kemungkinan hipokalemia, alkalosis metabolic, atau kehilangan cairan intravascular berat Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.

Dengan demikian edukasi terhadap penderita dan orang tuanya menjadi sangat penting. Pengobatan hipertensi diawali dengan inhibitor ACE-i (Angiotensin Converting Enzyme inhibitors), ARB (Angiotensin Receptor Blocker), CCB (Calcium Channel Blockers), atau antagonis adrenergik, hingga tekanan darah anak di bawah persentil 90. Pada semua pasien rawat jalan SN dengan pengobatan steroid, maka harus dilakukan pemantauan tekanan darah setiap 6 bulan sekali.Terapi ACE-i dan ARB telah banyak digunakan untuk mengurangi proteinuria. Cara kerja kedua obat ini dalam menurunkan ekskresi protein di urin melalui penurunan tekanan hidrostatis untuk mengubah permeabilitas glomerulus. ACE-i juga memiliki efek renoprotektor melalui penurunan sintesis transforming growth factor (TGF)-1 dan plasminogen activator inhibitor (PAI)-1 yang keduanya merupakan sitokin penting yang berperan dalam terjadinya glomerulosklerosis. Golongan ACE-i yang dapat digunakan antara lain captopril 0,3 mg/kgBB diberikan 3xsehari, enalapril 0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, lisinopril 0,1 mg/kgBB dosis tunggal. Golongan ARB yang dapat digunakan hanya losartan 0,75 mg/kgBB dosis tunggal.2. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu waktu 14 hari.II. Sindrom nefrotik kambuh (relapse) 9 Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse ditegakkan

Perbaiki keadaan umum penderita

1. Sindrom nefrotik kambuh tidak sering

Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali dalam masa 12 bulan. Induksi Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu Rumatan

Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, prednison dihentikan. 2. Sindrom nefrotik kambuh sering

adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali dalam masa 12 bulan

Induksi

Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu

Rumatan

Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.

III. Sindrom nefrotik resisten steroid 2Pada pasien yang sering relaps dengan kortikosteroid atau resisten terhadap kortikosteroid dapat digunakan terapi lain dengan siklofosfamid atau klorambusil. Siklofosfamid memberi remisi yang lebih lama daripada kortikosteroid (75% selama 2 tahun) dengan dosis 2-3 mg/kg bb/hari selama 8 minggu. Efek samping siklofosfamid adalah depresi sumsum tulang, infeksi, alopesia, sistitis hemoragik dan infertilitas bila diberikan lebih dari 6 bulan. Klorambusil diberikan dengan dosis 0,1-0,2 mg/kg bb./hari selama 8 minggu. Efek samping klorambusil adalah azoospermia dan agranulositosis.Indikasi pemulangan pasien dirawat: 2 Edema anasarka menghilang

Nafsu makan baik.

Proteinuria negatif pada 3 kali pemeriksaan selama 1 minggu

Indikasi klinis untuk pemberian albumin adalah :

Klinis hipovolemia

Gejala edema

Sebuah albumin serum yang rendah saja tidak indikasi untuk albumin intravena.Jika ada bukti hipovolemia, berikan 1 g / kg albumin 20% (5ml/kg) selama 4 - 6 jam. Berikan 2mg/kg dari furosemid iv pada pertengahan infus. Jika klinis syok memberikan 10ml/kg albumin 4,5%. Anak-anak harus dimonitor selama infus albumin.

KOMPLIKASI 1. Kelainan koagulasi dan timbulnya trombosis.

Secara ringkas, kalaina hemostatik pada SN dapat timbul drai 2 mekanisme yang berbeda:

Peningkatan permeabilitas glomerulus mengakibatkan : meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein dalam urin seperti antitrombin III, plasminogen dan antiplasmin.

Aktivasi sitem emostatik didalam ginjal dirangsang oleh fator jaringan monosit dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler glomerulus yang selanjutnya mengakibatkan pembentukan fibrin dan agregasi trombosit. 12. Hipertensi merupakan salah satu komplikasi dari SN yang dapat ditemukan baik pada awitan penyakit ataupun dalam perjalanan penyakit akibat toksisitas steroid. Pemberian steroid jangka panjang sendiri dapat menimbulkan efek samping yang signifikan terhadap penderita. Dengan demikian edukasi terhadap penderita dan orang tuanya menjadi sangat penting. Pengobatan hipertensi diawali dengan inhibitor ACE-i (Angiotensin Converting Enzyme inhibitors), ARB (Angiotensin Receptor Blocker), CCB (Calcium Channel Blockers), atau antagonis adrenergik, hingga tekanan darah anak di bawah persentil 90. Pada semua pasien rawat jalan SN dengan pengobatan steroid, maka harus dilakukan pemantauan tekanan darah setiap 6 bulan sekali.3. Pertumbuhan abnormal dan malnutrisi.

Penyebab utama retardasi pertumbuhan pada pasien SN yang tidak diberikan kortikosteroid adalah malnutrisi protein,

kurang nafsu makan sekunder, hilangnya protein dalam urin, dan malabsorbsi karena edema saluran gastrointestinal. Sekarang penyebab utamanya adalah pengobatan kortikosteroid. Pengobatan kortikosteroid dosis tinggi dan waktu lama dapat memperlambat maturasi tulang dan terhentinya pertumbuhan linier. 14. Infeksi

Beberapa penyebab meningkatnya kerentanan terhadap infeksi adalah: 1 Kadar imunoglobulin yang rendah

Defisiensi protein secara umum.

Hipofungsi limfa

Akibat pengobatan imunosupresif

PROGNOSIS

Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut : 9 Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.

Disertai oleh hipertensi.

Disertai hematuria

Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder

Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal

Pengobatan yang terlambat, diberikan setelah 6 bulan dari timbulnyaa gambaran klinis

Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.92. GANGGUAN GINJAL AKUT (GnGA)

Acute Kidney Injury dibagi menjadi pre-renal injury, intrinsic renal disease, termasuk kerusakan vaskular, dan uropati obstruktif. Beberapa penyebab GnGA, termasuk nekrosis korteks dan trombosis vena renalis, lebih sering terjadi pada neonatus. Sedangkan HUS lebih sering terjadi pada anak lebih usia 1 sampai 5 tahun, dan RPGN umumnya lebih sering terjadi pada anak lebih besar dan remaja. Dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan laboratorium seperti urinalisis dan radiografi dapat menentukan penyebab dari GnGA.1,12,13a. Pre-renal Injury

Pre-renal Acute Kidney Injury terjadi ketika aliran darah menuju ginjal berkurang, dihubungkan dengan kontraksi volum intravaskular atau penurunan volum darah efektif. Seperti diketahui pada pre-renal injury secara intrinsik ginjal normal, dimana volum darah dan kondisi hemodinamik dapat kembali normal secara reversibel. Keadaan pre-renal injury yang lama dapat menimbulkan intrinsic GnGA dihubungkan dengan hipoksia/iskemia acute tubular necrosis (ATN). Perubahan dari pre-renal injury menjadi intrinsic renal injury tidak mendadak.1,14

Ketika perfusi ginjal terganggu, terjadi relaksasi arteriol aferen pada tonus vaskular untuk menurunkan resistensi vaskular ginjal dan memelihara aliran darah ginjal. Selama terjadi hipoperfusi ginjal, pembentukan prostaglandin vasodilator intrarenal, termasuk prostasiklin, memperantarai terjadinya vasodilatasi mikrovasular ginjal untuk memelihara perfusi ginjal.

Pemberian inhibitor siklooksigenase seperti aspirin atau obat anti inflamasi non steroid dapat menghambat terjadinya mekanisme kompensasi dan mencetuskan insufisiensi ginjal akut.1,12

Ketika tekanan perfusi ginjal rendah, dengan akibat terjadi stenosis arteri renalis, tekanan intraglomerular berusaha untuk meningkatkan kecepatan filtrasi, yang diperantarai oleh peningkatan pembentukan angiotensin II intrarenal sehingga terjadi peningkatan resistensi eferen arteriolar. Pemberian inhibitor angiotensin-converting enzyme pada kondisi ini dapat menghilangkan tekanan gradien yang dibutuhkan untuk meningkatkan filtrasi dan mencetuskan terjadinya acute kidney injury.1,15

Pre-renal injury dihasilkan dari hipoperfusi ginjal berhubungan dengan kontraksi volum dari perdarahan, dehidrasi, penyakit adrenal, diabetes insipidus nefrogenik atau sentral, luka bakar, sepsis, sindrom nefrotik, trauma jaringan, dan sindrom kebocoran kapiler. Penurunan volum darah efektif terjadi ketika volum darah normal atau meningkat, namun perfusi ginjal menurun berhubungan dengan penyakit seperti gagal jantung kongestif, tamponade jantung, dan sindrom hepatorenal. Walaupun pre-renal injury disebabkan oleh penurunan volum atau penurunan volum darah efektif, koreksi dari gangguan penyerta akan memulihkan fungsi ginjal kembali normal.15

Beberapa penilaian dari parameter urin, termasuk osmolalitas urin, konsentrasi natrium urin, fraksi ekskresi natrium, dan indeks gagal ginjal dapat digunakan untuk membantu membedakan pre-renal injury dengan GnGA oleh karena hipoksia/iskemia yang disebut juga vasomotor nephropathy dan atau acute tubular necrosis. Tubulus renalis bekerja dengan baik pada pre-renal injury dan mampu untuk mengubah garam dan air, sedangkan pada vasomotor nephropathy, tubulus bersifat ireversibel dan tidak mampu untuk mengubah garam dengan baik. Selama pre-renal injury, tubulus berespon terhadap penurunan perfusi ginjal dengan mengubah natrium dan air sehingga osmolalitas urin > 400-500 mosmol/l. Natrium urin < 10-20 mEq/l, dan fraksi ekskresi dari natrium < 1%.15b. Intrinsic renal disease- Hypoxic/ishemic acute kidney injury

Pada hypoxic/ischemic GnGA ditandai oleh vasokonstriksi lebih awal diikuti oleh patchy tubular necrosis. Penelitian terkini menduga bahwa vaskularisasi ginjal berperan penting pada acute injury dan chronic injury, dan sel endotel telah diidentifikasi sebagai target dari kelainan ini. Aliran darah kapiler peritubular telah diketahui abnormal selama reperfusi, dan juga terdapat kehilangan fungsi sel endotel normal yang dihubungkan dengan gangguan morfologi perikapiler peritubular dan fungsinya. Mekanisme dari kerusakan sel pada Hypoxic/ishemic acute kidney injury tidak diketahui, tetapi pengaruh terhadap endotel atau pengaruh nitrit oksida pada tonus vaskular, penurunan ATP dan pengaruh pada sitoskeleton, mengubah heat shock protein, mencetuskan respon inflamasi dan membentuk oksigen reaktif serta molekul nitrogen yang masing-masing berperan dalam terjadinya kerusakan sel.1,15

Nitrit oksida merupakan vasodilator yang diproduksi dari endothelial nitric oxide synthase (eNOS), dan nitrit oksida membantu mengatur tonus vaskular dan aliran darah ke ginjal. Penelitian terkini menduga bahwa kehilangan fungsi normal eNOS mengikuti kejadian ischemic/hypoxic injury yang mencetuskan vasokonstriksi. Berlawanan dengan hal tersebut, peningkatan aktifitas inducible nitric oxide synthase (iNOS) bersamaan dengan kejadian hypoxic/ischemic injury, dan iNOS membantu terjadinya pembentukan oksigen reaktif dan molekul nitrogen. Inducible nitric oxide synthase, bersamaan pembentukan metabolit toksik nitrit oksida termasuk peroxynitrate, telah diketahui sebagai perantara tubular injury pada hewan percobaan dengan acute kidney injury.15,16

Nitrit oksida merupakan vasodilator yang diproduksi dari endothelial nitric oxide synthase (eNOS), dan nitrit oksida membantu mengatur tonus vaskular dan aliran darah ke ginjal. Penelitian terkini menduga bahwa kehilangan fungsi normal eNOS mengikuti kejadian ischemic/hypoxic injury yang mencetuskan vasokonstriksi. Berlawanan dengan hal tersebut, peningkatan aktifitas inducible nitric oxide synthase (iNOS) bersamaan dengan kejadian hypoxic/ischemic injury, dan iNOS membantu terjadinya pembentukan oksigen reaktif dan molekul nitrogen. Inducible nitric oxide synthase, bersamaan pembentukan metabolit toksik nitrit oksida termasuk peroxynitrate, telah diketahui sebagai perantara tubular injury pada hewan percobaan dengan acute kidney injury.15,16- Nephrotoxic acute kidney injury

Obat-obatan yang dihubungkan dengan kejadian acute kidney injury, saat ini dihubungkan dengan toxic tubular injury, termasuk antibiotik golongan aminoglikosida,media kontras intravaskular, amfoterisin B, obat kemoterapi seperti ifosfamid dan cisplatin, asiklovir, dan asetaminofen. Nefrotoksisitas karena amoniglikosida ditandai dengan non oliguria GnGA, dengan urinalisis menunjukkan abnormalitas urin minimal. Insidensi dari nefrotoksisitas karena aminoglikosa dihubungkan dengan dosis dan lama penggunaan dari antibiotik serta fungsi ginjal yang menurun berhubungan dengan lama penggunaan aminoglikosa. Etiologi kejadian tersebut dihubungkan dengan disfungsi lisosom dari tubulus proksimal dan perbaikan fungsi ginjal akan tercapai jika pemakaian antibiotik dihentikan. Namun, setelah penghentian pemakaian antibiotik aminoglikosida, kreatinin serum dapat meningkat dalam beberapa hari, hal ini dihubungkan dengan berlanjutnya kerusakan tubular dengan kadar aminoglikosida yang tinggi pada prenkim ginjal. Cisplatin, ifosfamid, asiklovir, amfoterisin B, dan asetaminofen juga bersifat nefrotoksik dan mencetuskan terjadinya acute kidney injury.12,16- Acute interstitial nephritis

Acute interstitial nephritis (AIN) dapat menyebabkan gagal ginjal sebagai hasil reaksi terhadap obat atau dihubungkan dengan acute interstitial nephritis idiopatik. Anak dengan AIN terdapat gejala rash, demam, artralgia, eosinofilia, dan piuria dengan atau tanpa eosinofiluria. Obat-obatan yang dihubungkan dengan terjadinya AIN termasuk metisilin dan golongan penisilin lainnya, simetidin, sulfonamid, rifampin, obat anti inflamasi non-steroid, dan proton pump inhibitors. Acute interstitial nephritis yang dihubungkan dengan obat anti inflamasi non-steroid dapat ditandai dengan proteinuria bermakna serta mencetuskan sindrom nefrotik. Penanganan spesifik yaitu penghentian obat tersebut yang menyebabkan AIN.15,16

KESIMPULAN

Sindroma nefrotik adalah suatu penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia.Menurut etiologinya sindrom nefrotik dibagi menjadi sindrom nefrotik bawaan, sindrom nefrotik sekunder, sindrom nefrotik idiopatik, dan glomerulosklerosis fokal segmental.Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda klinis, seperti edema, oliguria, proteinuria, hiperkolesteronemia dan. hipoalbuminemia. Terapi yang digunakan untuk sindrom nefrotik : bed rest, diet protein rendah garam, antibiotok bila ada indikasi, diuretik, kortikosteroid, dan pungsi asites bila ada indikasi vital. Komplikasi dari sindrom nefrotik adalah : infeksi, malnutrisi, thrombosis. Prognosisnya umum baik. 8DAFTAR PUSTAKA1. Alatas, Husein, Prof., dkk.. Buku Ajar Nefrologi Anak . Edisi 2. Jakarta. IDAI. 2002, hal 381-4222. Alatas, Husein, Prof., dkk. Konsensus Penatalaksanaan Sindrom Nefrotik idiopatik pada anak . Jakarta :Badan Penerbit IDAI. 2005.3. Behrman, Kliegemen, Jenson. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. EGC.Jakarta:1996

4. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI pp. 381-426.

5. Noer MS, 1997. Sindrom Nefrotik. In: Putra ST, Suharto, Soewandojo E, editors. Patofisiologi Kedokteran. Surabaya : GRAMIK FK Universitas Airlanggap. 137-46.6. Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. Patofisiologi- Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Ed. 6. EGC. Jakarta:2005

7. Noer MS. Sindroma Nefrotik Idiopatik. Dalam : Kompendium Nefrologi Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2011

8. http://idai.or.id/wp-content/uploads/2013/02/TATA-LAKSANA-SINDROM-NEFROTIK-IDIOPATIK-PADA-ANAK.pdf9. Wuhl E, Trivelli A, Picca S et al. Strict blood-pressure control and progression of renal failure in children. N Engl J Med 2009; 361: 16391650

10. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus Tatalaksana Sindroma Nefrotik Idiopatik pada Anak. Edisi kedua. 2012.

11. Eric P Cohen, Eric P.. 2010. Nephrotic syndrome. http://www.emedicine.com/244631-overview.htm. Diakses pada 3 Januari 2011.12. Andreoli SP. Acute kidney Injury in children. Pediatr Nephrol (2009) 24:253-26313. Strazdins V, Watson AR, Harvey B. Renal replacement therapy for acute renal failure in children: European Guidelines. Pediatr Nephrol. 2004 February; 19(2): 199207.14. Andreoli SP. Acute renal failure in the newborn. Semin Perinatol (2004) 28;112-12315. Myjak BL. Serum and Urinary Biomarkers of Acute Kidney Injury. Blood Purif 2010; 29: 357-365. DOI:10.1159/000309421.

16. Whyte DA, Fine RN. Acute renal failure in children. Pediatr. Rev 2008;29;299-307.0