Upload
novitasari-effendi
View
10
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
A. Pendahuluan
Teori belajar Humanisme memandang bahwa perilaku manusia
ditentukan oleh faktor internal dirinya dan bukan oleh kondisi lingkungan ataupun
pengetahuan. Menurut teori belajar humanisme, aktualisasi diri merupakan
puncak perkembangan individu. Kebermaknaan perwujudan dirinya itu bahkan
bukan saja dirasakan oleh dirinya sendiri, tetapi juga oleh lingkungan sekitarnya.
Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan
manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus
berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-
baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut
pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Bagi penganut teori humanistik, proses belajar harus berhulu dan
bermuara pada manusia itu sendiri. Teori ini sangat menekankan pentingnya “isi”
dari proses belajar. Dalam kenyataannya teori ini lebih banyak berbicara tentang
pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata
lain teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal
daripada belajar apa adanya, seperti apa yang biasa kita amati dalam
keseharian. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuannya untuk
“memanusiakan manusia” mencapai aktualisasi diri dan sebagainya dapat
tercapai (Hamzah B. Uno, 2006) .
Dari penjelasan di atas maka tujuan utama para pendidik adalah membantu
siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu
untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu
dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Para ahli
humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah :
1. Proses pemerolehan informasi baru,
2. Personalia informasi ini pada individu.
Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain
adalah: Arthur W. Combs, Abraham Maslow dan Carl Rogers. Adapun dalam
makalah ini akan lebih fokus membahas teori belajar humanistik dalam
pandangan Carl Rogers yang meliputi:
a. Biografi Carls Rogers
b. Pandangan Carls Rogers
1
c. Konsep Prinsip Pandangan Carls Rogers
d. Teori Carl Rogers
e. Peran Teori Carl Rogers Terhadap Pengembangan
f. Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa
B. Pembahasan
a. Biografi Carls Rogers
Carl Rogers lahir pada tanggal 8 januari
1902, di oak park, Illionis, sebuah daerah
pinggiran Chicago. Ia anak keempat dari enam
bersaudara. Ayahnya adalah insinyur teknik sipil
yang sukses. Ibunya adalah seorang ibu rumah
tangga pemeluk Kristen yang taat. Semenjak
kecil, Rogers nampak cerdas ia sudah bisa
membaca sebelum usia TK, maka dari itu ia tidak
perlu masuk TK lagi namun langsung masuk SD.
Saat berusia 12 tahun, keluarganya pindah ke sebuah daerah pertanian
30 mil sebelah timur Chicago. Rogers masuk University of Wisconsin mengambil
jurusan pertanian. Kemudian ia beralih mempelajari agama dan bercita-cita
menjadi pendeta. Dia pernah dipilih menjadi salah satu dari 10 mahasiswa yang
mendapat kesempatan menghadiri Konferensi Mahasiswa Kristen sedunia di
Beijing 6 bulan lamanya. Atas keikutsertaanya dan berdasarkan pengalamannya
yang baru ini bisa memperluas pemikirannya, akhirnya ia mulai meragukan
beberapa pandangan yang menjadi dasar agama. Selama kuliah ia mengenal
gadis bernama Helen Elliot. Meski pertemanannya sempat ditentang oleh
orangtuanya, setelah lulus Rogers tetap tetap menikahi Helen. Kemudian mereka
pindah ke kota New York dan mengajar di Union Theological Seminary, sebuah
institusi keagamaan liberal yang cukup terkenal.
Pada saat memberikan kuliah, Rogers menyarankan agar mahasiswanya
membuat diskusi kelas dengan tema “Kenapa saya mau jadi pendeta?” dia
menyatakan, “kalau anda sebagai mahasiswa tidak ingin kehilangan pekerjaan,
jangan ambil kelas dengan pembahasan seperti ini.” Ternyata hasilnya mereka
menganggap alasan mereka sudah berdasarkan teks-teks keagamaan.Sungguh
dramatis, ternyata Rogers sempat kehilangan keyakinan terhadap agama, ini
2
tentu saja merupakan persoalan psikologis pada dirinya. Oleh karena itu Rogers
kemudian masuk ke program Psikologi Klinis di Columbia University dan
menerima gelar Ph.D tahun 1931. Lalu melakukan praktik di Lembaga
Masyarakat Rochester untuk mencegah kekerasan terhadap anak-anak.
Pada tahun 1940 dia menjabat profesor penuh di Negara bagian Ohio.
Tahun 1942 ia menulis buku pertamanya, berjudul counseling and psychoterapy.
Tahun 1945 ia diundang untuk mendirikan pusat konseling di University of
Chicago. Saat bekerja disinilah bukunya yang sangat terkenal Client-centered
Therapy diterbitkan, yang memuat garis besar teori terapinya. Bentuk terapi ini
sangat terkenal di Amerika Serikat, dan digunakan dalam usaha memperbaiki
kepribadian manusia dalam berbagai situasi.
Tahun 1957 ia kembali mengajar di University of Wisconsin. Pada saat itu
terjadi konflik internal dalam fakultas psikologi, dan Rogers merasa sangat
kecewa dengan sistem pendidikan tinggi yang dia tangani. Tahun 1967 dengan
senang hati ia menerima posisi sebagai peneliti di La Jolla, California. Di sini dia
memberikan terapi, ceramah-ceramah, dan menulis karya-karya ilmiah sampai
akhir hayatnya ditahun 1987.
Titik balik kehidupan Rogers, pada tahun 1920, saat Rogers berusia 18
tahun, ia singgah di Peking Cina, sebagai seorang delegasi untuk konferensi
mahasiswa kristen Internasioanal. Selama persinggahan kurang lebih 6 bulan,
terjadi perubahan-perubahan penting pada dirinya. Di sana, ia mengalami
sesuatu yang akan menentukan bentuk dan hakikat dari pendekatannya
terhadap kepribadian. Sebelumnya, pendidikan Rogers bercirikan agama Kristen
fundamentalis yang ketat dan tak suka berkompromi dengan suatu tekanan pada
tingkah laku moral yang tepat dan kebajikan kerja keras. Ajaran-ajaran agama
dari orangtuanya sangat mempengaruhinya sepanjang kanak-kanak dan masa
remajaan tidak goyah ketika ia memasuki perguruan tinggi. Karena itu, meski
awalnya ia kuliah di bidang pertanian, lalu akhirnya memutuskan dalam tahun
kedua untuk mengabdikan kehidupannya bagi ‘karya-karya Kristen’ dengan
menjadi seorang pendeta.
Tahun 1921, Rogers dipilih lagi untuk mengahadiri Konferensi Federasi
Mahasiswa Kristen Sedunia di Cina. Konferensi itu membuka wawasannya
dalam banyak aspek. Dia menemukan suatu bagian penting dalam
perjalanannya ke sisi lain dari dunia. Rogers yang pada masa SMA-nya agak
3
terisolasi, kini berubah secara drastis menjadi terbuka kepada orang-orang dari
bermacam latar belakang intelektual dan kultural yang ide-ide dan penampilan
serta bahasa mereka yang semula asing baginya. Di Cina, ketika ia berbicara
delegasi-delegasi mahasiswa lain, dia mulai terpengaruh oleh ide-ide mereka.
Kepercayaan-kepercayaan fundamentalisnya yang kuat serasa ditembus,
dilemahkan, dan akhirnya dibuang.
Rogers mencatat pikiran-pikiran dan perasaan-perasaannya pada waktu
itu dalam suatu catatan harian. Dia mengirim salah satu salinannya kepada
kekasihnya, Helen dan salinan lainnya kepada orangtuanya. Dari hari ke hari, dia
terus mencatat dan mengirim pikirannya itu yang bertambah lama bertambah
banyak. Di rumah, orangtuanya menjadi sangat khawatir terhadap isi suratnya
yang panjang., tetapi Rogers tidak mengetahui apa-apa akan bahaya yang
disebabkannya. Hal ini karena jawaban surat dari orangtuanya di Amerika Serikat
terlambat dia terima. Keterlambatan itu lamanya dua bulan, sebelum reaksi
orangtuanya terhadap surat yang pertama sampai kepadanya. Salah satu akibat
dari pengalaman Rogers mengikuti konferensi di Cina adalah putusnya ikatan-
ikatan agama dan intelektual dengan orangtuanya, dan munculnya kesadaran
bahwa ia merasa merdeka. Di dalam tulisannya “Autobiography” Rogers
mengatakan, “saya dapat berpikir menurut pikiran-pikiran saya sendiri, sampai
kepada kesimpulan-kesimpulan saya sendiri, dan menjadi saksi terhadap
kepercayaan saya sendiri.” Kebebasan yang baru diperoleh ini, serta perasaan
keyakinan dan arah yang diberikannya menyebabkan ia sadar bahwa akhirnya
seseorang harus berdasar pada pengalamannya sendiri. Kepercayaan dan
keyakinan akan pengalaman diri sendiri menjadi sendi pendekatan Rogers
terhadap kepribadian.
b. Pandangan Rogers
Pandangan rogers secara esensial disusun oleh persepsi. Bagi rogers
objek utama dari kajian psikologi adalah manusia dan dunia yang dipandang oleh
manusia itu. Oleh karena itu, menueurt Rogers kerangka fenomenologis internal
dari referensi individual akan membentuk dasar psikologi yang tepat. Yang dapat
dikaji terutama oleh hukum-hukum yang mengatur persepsi. Rogers memandang
manusia sebagai bentuk-bentuk dari konsep dirinya (self concept) dan
pengalaman di satu sisi, dan interpretasinya tentang stimulus lingkungan pada
4
sisi yang lain. Inilah tingkatan kongruensi antara faktor-faktor tersebut yang
mempengaruhi perluasan aktualisasi diri yang terjadi.
Rogers beragumentasi bahwa perubahan-perubahan dalam persepsi diri
dan persepsi atas realitas menghasilkan perubahan yang serentak dalam
perilaku dan hal itu memberikan kondisi psikologis tertentu bagi seseorang
sehingga mempunyai kapasitas untuk mereorganisasi bidang persepsinya.,
termasuk bagaimana mereka memandang diri mereka sendiri. Hal yang sangat
penting adalah ancaman terhadap konsep diri, sebab diri biasanya menolak
memasukkan pengalaman yang tidak konsisten dengan fungsinya. Maka Rogers
berpendapat bahwa ketika diri dipandang bebas dari ancaman serangan, maka
diri mungkin akan menjawab persepsi yang bertolak dan mengintegrasikannya
kembali diri dalam cara yang sedemikian rupa hingga menjadi bagian darinya.
Ia menganggap terapi sebagai suatu proses yang di dalam individu
memiliki kesempatan untuk mengorganisasi kembali dunia subjektifnya (the
subjective world), dan untuk mengintegrasikan dan mengaktualisasikan diri.
Dengan demikian, ia memandang proses utama dari terapi adalah memfasilitasi
pengalaman individu untuk menjadi individu yang lebih otonom, spontan, percaya
diri. Meskipun demikian, ketika desakan potensi aktualisasi diri, ada dalam diri
seseorang, Rogers menyatakan bahwa kondisi-kondisi yang dapat memfasilitasi
perkembangannya terdapat pada hubungan seseorang dengan ahli terapi, dan
terjadi melalui hubungan yang dekat, hangat secara emosional dan saling
pengertian dimana individu bebas dari ancaman dan memiliki kebebasan untuk
menjadi “diri yang sesungguhnya”.
Saya sapat menetapkan keseluruhan hipotesis dalam satu kalimat,
sebagai berikut: Jika saya dapat melakukakan suatu jenis hubungan tertentu,
orang lain akan menemukan dalam dirinya kapasitas untuk tumbuh, dan
berubah, serta perkembangan pribadi akan terjadi. (Rogers, 1961, hlm.33).
Jenis hubungan yang dimaksud oleh rogers ini memiliki tiga kualitas
khusus yang penting, pertama adalah antusias atau kemurnian dari para ahli
terapi. Untuk mencapai hal itu ahli terapi harus sadar perasaanya sendiri, sejauh
yang mungkin dilakukan, dan tidak menunjukkan sikap kepura-puraan, jika
mungkin dapat mengekspresikan berbagai sikap dan perasaan. Kondisi kedua
dari hubungan terapeutik adalah memandang positif kondisi yang tidak sama
(unconditional positiv regard) kepada klien, memberi harga dan nilai kepada
5
seseorang sebagai seorang individu yang terlepas dari kondisinya, perilaku dan
perasaan, respek terhadap seseorang, dan penerimaan terhadap seseorang
karena kebenaran yang dimilikinya. Kondisi ketiga dari hubungan itu adalah
pengertian empatis atau mendengarkan secara tulus keinginan yang terus
meenerus untuk memahami perasaan dan makna pribadi yang dialami
seseorang.
Jadi hubungan bermanfaat ini dicirikan sikap keterbukaan saya, dalam hal
ini perasaan saya adalah tampak jelas, karena penerimaan terhadap orang lain
ini sebagai orang yang terpisah dengan nilai kebenaran miliknya sendiri dan
dengan pengertian empatis yang mendalam yag memungkinkan saya melihat
dunia pribadinya melalui tatapan matanya. Pada saat kondisi-kondisi ini tercapai,
saya menjadi kawan bagi klien saya, menemaninya dalam ketakutan mencari
dirinya sendiri, kini dia merasakan bebas melakukannya.
c. Konsep prinsip Pemikiran Rogers
Adapun penjelasan konsep masing-masing prinsip tersebut adalah
sebagai berikut:a.
1. Hasrat untuk Belajar
Menurut Rogers, manusia mempunyai hasrat alami untuk
belajar. Hal ini terbukti dengan tingginya rasa ingin tahu anak apabila
diberi kesempatan untuk mengeksplorasi lingkungan. Dorongan ingin
tahu untuk belajar ini merupakan asumsi dasar pendidikan humanistik.
Di dalam kelas yang humanistik anak-anak diberi kesempatan dan
kebebasan untuk memuaskan dorongan ingin tahunya, untuk
memenuhi minatnya dan untuk menemukan apa yang penting dan
berarti tentang dunia di sekitarnya.
2. Belajar yang Berarti
Belajar akan mempunyai arti atau makna, apabila apa yang
dipelajari relevan dengan kebutuhan dan maksud anak. Artinya, anak
akan belajar dengan cepat apabila yang dipelajari mempunyai arti
baginya.
3. Belajar Tanpa Ancaman
Belajar mudah dilakukan dan hasilnya dapat disimpan dengan
baik apabila berlangsung dalam lingkungan yang bebas ancaman.
Proses belajar akan berjalan lancar manakala murid dapat menguji
6
kemampuannya, dapat mencoba pengalaman-pengalaman baru atau
membuat kesalahan-kesalahan tanpa mendapat kecaman yang
bisaanya menyinggung perasaan
4. Belajar atas Inisiatif Sendiri
Belajar akan paling bermakna apabila hal itu dilakukan atas
inisiatif sendiri dan melibatkan perasaan dan pikiran si pelajar. Mampu
memilih arah belajarnya sendiri sangatlah memberikan motivasi dan
mengulurkan kesempatan kepada murid untuk “belajar bagaimana
caranya belajar” (to learn how to learn ). Tidaklah perlu diragukan
bahwa menguasai bahan pelajaran itu penting, akan tetapi tidak lebih
penting daripada memperoleh kecakapan untuk mencari sumber,
merumuskan masalah, menguji hipotesis atau asumsi, dan menilai
hasil.
Belajar atas inisiatif sendiri memusatkan perhatian murid baik
pada proses maupun hasil belajar. Belajar atas inisiatif sendiri juga
mengajar murid menjadi bebas, tidak bergantung, dan percaya pada
diri sendiri. Apabila murid belajar atas inisiatif sendiri, ia memiliki
kesempatan untuk menimbang-nimbang dan membuat keputusan,
menentukan pilihan dan melakukan penilaian. Dia menjadi lebih
bergantung pada dirinya sendiri dan kurang bersandar pada penilaian
pihak lain.Di samping atas inisiatif sendiri, belajar juga harus
melibatkan semua aspek pribadi, kognitif maupun afektif.
Rogers dan para ahli humanistik yang lain menamakan jenis
belajar ini sebagai whole-person-learning belajar dengan seluruh
pribadi, belajar dengan pribadi yang utuh. Para ahli humanistik
percaya, bahwa belajar dengan tipe ini akan menghasilkan perasaan
memiliki (feeling of belonging ) pada diri murid. Dengan demikian,
murid akan merasa terlibat dalam belajar, lebih bersemangat
menangani tugas-tugas dan yang terpenting adalah senantiasa
bergairah untuk terus belajar.
5. Belajar dan Perubahan
Prinsip terakhir yang dikemukakan oleh Rogers ialah bahwa
belajar yang paling bermanfaat ialah belajar tentang proses belajar.
Menurut Rogers, di waktu-waktu yang lampau murid belajar mengenai
7
fakta-fakta dan gagasan-gagasan yang statis. Waktu itu dunia lambat
brerubah, dan apa yang diperoleh di sekolah sudah dipandang cukup
untuk memenuhi tuntutan zaman. Saat ini perubahan merupakan fakta
hidup yang sentral. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi selalu maju dan
melaju. Apa yang dipelajari di masa lalu tidak dapat membekali orang
untuk hidup dan berfungsi baik di masa kini dan masa yang akan
dating. Dengan demikian, yang dibutuhkan saat ini adalah orang yang
mampu belajar di lingkungan yang sedang berubah dan akan terus
berubah
d. Teori Carl Rogers
Teori Rogers didasarkan pada prinsip humanistik bahwa jika orang diberi
kebebasan dan dukungan emosional untuk bertumbuh, mereka bisa berkembang
menjadi manusia yang berfungsi secara penuh. Tanpa kesamaaan atau
pengarahan, tetapi didorong dengan lingkungan yang menerima dan memahami
situasi terapeutik, orang akan memecahkan masalahnya sendiri dan berkembang
menjadi jenis individu yang mereka inginkan.
Rogers mengatakan bahwa tiap-tiap dari individu memiliki dua self/diri. Diri yang
kita rasakan sendiri (“I” atau “me” yang merupakan persepsi kita tentang diri kita
sesungguhnya “real self”) dan diri kita yang ideal/diinginkan “ideal self” (yang kita
inginkan). Rogers (1961) megajarkan bahwa masing-masing dari kita adalah
korban dari conditional positive regard (memberikan cinta, pujian, dan
penerimaan jika individu mematuhi norma orang tua atau norma sosial) yang
orang lain tunjukkan kepada kita. Kita tidak bisa mendapatkan cinta dan
persetujuan orang tua atau orang lain kecuali bila mematuhi norma sosial dan
aturan orang tua yang keras.
Kita diperintahkan untuk melakukan apa yang harus kita lakukan dan kita
pikirkan. Kita dicela, disebutkan nama, ditolak, atau dihukum jika kita tidak
menjalani norma dari orang lain. Sering kali kita gagal, dengan akibat kita
mengembangkan penghargaan diri yang rendah, menilai rendah diri sendiri, dan
melupakan siapa diri kita sebenarnya.
Rogers mengatakan bahwa jika kita memiliki citra diri yang sangat buruk
atau berperilaku buruk, kita memerlukan cinta, persetujuan, persahabatan, dan
dukungan orang lain. Kita memerlukan unconditional positive regard (memberi
dukungan dan apresiasi individu tanpa menghiraukan perilaku yang tak pantas
8
secara sosial), bukan karena kita pantas mendapatkannya, tapi karena kita
adalah manusia yang berharga dan mulia. Dengan itu semua, kita bisa
menemukan harga diri dan kemampuan mencapai ideal self kita sendiri. Tanpa
unconditional positive regard kita tidak dapat mengatasi kekurangan kita dan tak
dapat menjadi orng yang berfungsi sepenuhnya.
Rogers mengajarkan bahwa individu yang sehat adalah individu yang
berfungsi sepenuhnya, yaitu yang telah mencapai keselarasan antara diri yang
nyata (real self) dan diri yang dicita-citakan (ideal self). Jika ada penggabungan
antara apa yang orang rasakan tentang bagaimana dirinya dan apa yang mereka
inginkan, mereka mampu menerima dirinya menjadi diri sendiri dan hidup
sebagai diri sendiri tanpa konflik.
1. Pendekatan Rogers Terhadap Kepribadian
Tema pokok pemikiran Rogers adalah suatu refleksi tentang apa
yang dipelajarinyan mengenai dirinya pada rentang usia 18-20 tahun:
bahwa seseorang harus bersandar pada pengalamannya sendiri tentang
dunia, karena hanya itulah kenyataan yang dapat diketahui oleh seorang
individu. Harus dipahami bahwa Rogers bekerja dengan individu-individu
yang terganggu yang mencari bantuan untuk mengubah kepribadian
mereka. Untuk merawat pasien-pasien ini (yang selanjutnya disebut
Rogers sebagai klien), dia mengembangkan suatu metode trapi yang
menempatkan tanggung jawab utama terhadap perubahan kepribadian
pada klien, bukan pada ahli terapi (seperti biasa dilakukan oleh penganut
Freud). Oleh karena itu, pendekatannya disebut “terapi yang berpusat
pada klien” (client-centered therapy).
Metode ini menganggap bahwa individu yang terganggu memiliki
suatu tingkat kemampuan kesadaran tertentu, dan mengatakan kepada
kita banyak hal tentang pandangan Rogers mengenai kodrat manusia.
Menurut Roger, manusia yang rasional dan sadar, tidak terkontrol oleh
peristiwa-peristiwa masa kanak-kanak karena masa itu sudah lewat
seperti pembiasaan akan kebersihan buang air kecil atau buang air besar,
penyapihan yang lebih cepat atau pengalaman-pengalaman seks
sebelum waktunya.
Hal-hal ini tidak menghukum atau membelenggu kita untuk hidup
dalam konflik dan kecemasan yang tidak dapat dikontrol. Masa sekarang
9
dan bagaimana kita memandangnya bagi kepribadian yang sehat adalah
jauh lebih penting daripada berlarut-larut mengingat masa lampau. Akan
tetapi Rogers mengemukakan bahwa pengalaman-pengalaman masa
lampau dapat mempengaruhi cara bagaimana kita memandang masa
sekarang yang pada gilirannya mempengaruhi tingkat kesehatan
psikologis kita. Jadi, pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak adalah
penting, tetapi fokus Rogers tetap pada apa yang terjadi terhadap
seseorang hari ini, saat sekarang, bukan pada apa yang terjadi waktu
lampau
2. Motivasi Orang yang Sehat adalah Aktualisasi
Menurut Rogers dorongan adalah ‘satu kebutuhan fundamental’.
Rogers menempatkan suatu dorongan dalam sistemnya tentang
kepribadian, meliputi pemeliharaan, mengaktualisasikan, dan
meningkatkan semua segi individu. Kecenderungan ini dibawa sejak lahir
dan meliputi komponen-komponen pertumbuhan fisiologis danpsikologis,
meskipun selama tahun-tahun awal kehidupan, kecenderungan tersebut
lebih terarah kepada segi-segi fisiologis. Baginya tidak ada segi
pertumbuhan dan perkembangan manusia beroperasi secara terlepas
dari kecenderungan aktualisasi ini.
Aktualisasi bisa berbuat jauh lebih banyak daripada
mempertahankan organisme, aktualisasi juga memudahkan dan
meningkatkan pematangan dan pertumbuhan.
Contohnya jika bayi bertambah besar, organ-organ tubuh dan
proses-proses fisiologis menjadi semakin kompleks dan berdiferensiasi
karena bayi tersebut fisiknya mulai berfungsi dalam arah-arah yang
kompleks. Proses pematangan ini mulai dengan perubahan-perubahan
dalam ukuran dan bentuk dari bayi yang baru lahir sampai pada
perkembangan sifat-sifat jenis kelamin sekunder pada masa remaja.
Rogers berpendapat, bahwa kecenderungan untuk aktualisasi
sebagai suatu tenaga pendorong adalah jauh lebih kuat daripada rasa
sakit dan perjuangan, serta setiap dorongan yang ikut menghentikan
usaha untuk beerkembang. Rogers percaya bahwa segi kecenderungan
aktualisasi ini dapat ditemukan dalam semua makhluk yang hidup.
10
Binatang-binatang, pohon-pohon, dan bahkan ganggang laut memilikinya,
sebagaimana dilukiskan Rogers dalam gaya puitis:
“Di sini dalam ganggang laut yang serupa pohon palm, terdapat
kegigihan hidup, dorongan hidup untuk maju, kemampuan untuk masuk
ke dalam suatu lingkunagn yang benar- benar bermusuhan dan tidak
hanya mempertahankan dirinya, tetapi juga menyesuaikan diri,
berkembang, dan menjadi dirinya sendiri.”
Intinya, aktualisasi diri akan dibantu atau dihalangi oleh
pengalaman dan belajar, khususnya dalam masa kanak-kanak. Agaknya,
‘konvergensi’ merupakan ‘potret’ yang dapat mewakili gambaran
perkembangan ini, karena individu tumbuh tidak semata-mata
‘berselimutkan tabula rasa’, tetapi dalam perkembangannya faktor
‘lingkungan’ (environment) juga memiliki andil yang besar.
3. Perkembangan Diri
Rogers mengilustrasikan perkembangan diri manusia seperti
berikut:
Ketika individu masih kecil, sebagai anak-anak ia mulai
membedakan atau memisahkan salah satu segi pengalamannya dari
pengalaman yang lain. Segi ini adalah ‘diri’ dan itu digambarkan dengan
bertambahnya penggunaan kata ‘aku’ dan ‘kepunyaanku’. Anak itu
mengembangkan kemampuan untuk membedakan antara apa yang
menjadi milik atau bagian dari dirinya dan semua benda lain yang dilihat,
didengar, diraba, dan diciumnya ketika dia mulai membentuk suatu
lukisan dan gambar tentang siapa dia. Dengan kata lain, anak itu
mengembangkan suatu ‘pengertian diri’ atau self concept. Sebagai
bagian dari self concept, anak itu juga menggambarkan dia akan menjadi
siapa atau ingin menjadi siapa.
Cara-cara khusus bagaimana ‘diri’ itu berkembang dan apakah dia
akan menjadi sehat atau tidak, tergantung pada cinta dan kasih sayang
yang diterima anak itu di masa kecil. Penerimaan cinta ini utamanya dari
ibu, dan dari bapak, tetapi bisa juga dari pengasuhan orang dewasa lain,
misalnya pengasuh bayi, kakek nenek, atau pembantu. Pada waktu ‘diri’
itu berkembang, anak itu juga belajar membutuhkan cinta. Rogers
menyebut kebutuhan ini sebagai ‘penghargaan positif’ atau positive
11
regard. Positive regard merupakan suatu kebutuhan yang bisa memaksa
dan merembes, dimiliki oleh semua manusia, setiap anak terdorong untuk
mencari ‘penghargaan positif’.
4. Karakteristik aktualisasi-diri
Ada 3 hal penting menurut Rogers jika seseorang ingin
memahamin aktualisasi-diri. Yaitu :
1. Aktualisasi-diri berlangsung terus menerus
2. Aktualisasi-diri merupakan suatu proses yang sukar
3. Aktualisasi-diri menjadikan orang menjadi diri mereka sendiri
Hal pertama, Rogers meyakini bahwa kepribadian yang sehat itu
bukan merupakan suatu keadaan dari ada, melainkan suatu peroses,
atau ‘suatu arah bukan suatu tujuan’. Aktualisasi diri berlangsung terus,
meruoakan suatu kondisi yang selesai atau statis. Tujuannya yakni
orientasi ke masa depan, atau menarik individu ke depan, yang
selanjutnya mendiferensasikan dan mengembangkan segala segi dari
‘diri’.
Hal kedua, aktualisasi-diri itu merupakan suatu proses yang sukar
dan kadang kadang menyakitkan. Aktualisasi-diri merupakan suatu ujian,
rintangan, dan cambuk yang muncul terus menerus terhadap semua
kemampuan seseorang. Menurut Rogers, “aktualisasi-diri merupakan
keberanian untuk ada”. hal ini berarti, “seseorang meluncurkan diri sendiri
sepenuhnya kedalam arus kehidupan”.
Hal ketiga, bahwa orang orang yang mengaktualisasikan diri,
mereka benar-benar menjadi diri mereka sendiri. Mereka tidak
bersembunyi di belakang topeng-topeng , yang berpura pura menjadi
sesuatu yang bukan diri mereka, atau menyembunyikan sebagian diri
mereka. Mereka mengetahui bahwa mereka dapat berfungsi sebagai
individu-individu dalam sanksi-sanksi dan garis-garis pedoman yang jelas
dari masyarakat.
5. Orang yang berfungsi sepenuhnya
Menurut rogers ada 5 sifat orang yang berfungsi sepenuhnya.
Yaitu :
12
a. Adanya keterbukaan pada pengalaman
Seseorang yang tidak terhambat oleh syarat-syarat penghargaan,
bebas untuk mengalami semua perasaan dan sikap. Tidak satu pun yang
harus dilawan karna tidak ada satupun yang mengancam. Jadi,
keterbukaan pada pengalaman adalah lawan dari sikap defensif. Setiap
pendirian dan perasaan yang berasal dari dalam dan dari luar
disampaikan ke sistem syaraf organisme tanpa rintangan.
b. Berada dalam kehidupan eksistensial
Orang yang berfungsi sepenuhnya, senantiasa hidup dalam
momen kehidupan. Setiap pengalaman dirasakan segar dan baru.
Sesuatu yang dialami seperti sebelumnya belum pernah ada, kemudian
direspon dengan cara yang tidak persis sama. Maka dalam setiap momen
kehidupan selalu ada kegembiraan, karena setiap pengalaman dapat
tersingkap secara segar.
c. Adanya kepercayaan terhadap organisme diri sendiri
Prinsip ini mungkin paling baik dipahami dengan menunjuk pada
pengalaman rogers sendiri . Dia menyatakan “ Apabila aktivitas seakan-
akan berharga maka aktivitas itu perlu dilakukan. Sebaliknya , jika suatu
aktivitas dirasa tidak berharga maka aktivitas itu tidak perlu dilakukan.
Saya telah belajar bahwa seluruh perasaan organisme saya terhadap
suatu situasi lebih dapat dipercaya dari pada pikiran saya “
d. Memiliki perasaan bebas
Rogers percaya semakin seseorang sehat secara psikologis,
maka semakin ia mengalami kebebasan untuk memilih dan bertindak.
Orang yang sehat dapat memilih dengan bebas tanpa adanya paksaan
atau rintangan antara alternatif pikiran dan tindakan.
e. Senantiasa kreatif
Semua orang yang berfungsi sepenuhnya sangat kreatif.
Mengingat sifat-sifat yang mereka miliki, sukar untuk melihat bagaimana
seandainya kalau orang ini tidak demikian kreatif. Menurut rogers orang-
orang yang terbuka sepenuhnya kepada semua pengalaman, yang
percaya akan organisme mereka sendiri, yang fleksibel dalam keputusan
dan tindakannya, ialah orang-orang yang akan mengungkapkan diri
mereka dalam produk-produk yang kreatif ,serta kehidupan yang kreatif
13
dalam semua bidang kehidupannya. Mereka bertingkah laku spontan,
senantiasa berubah ,bertumbuh dan berkembang sebagai respons atas
stimulus – stimulus kehidupan yang beraneka ragam di sekitar mereka.
E. Peran Teori Terhadap Pengembangan
Teori ini mengajarkan orang untuk percaya pada diri sendiri dan
menerima tanggungjawab untuk pengembangan potensi penuhnya. Humanis
juga menekankan bahwa orang memiliki kebutuhan manusia ysng nyata yang
harus terpenuhi untuk pertumbuhan dan perkembangan. Rogers membedakan
dua tipe belajar yaitu:
1. Kognitif (kebermaknaan)
2. Experiential (pengalaman atau signifikansi)
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah
pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar.
Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya.
Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan
dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan
dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar
tentang proses.
Dalam bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-
prinsip dasar humanistic yang penting diantaranya ialah:
a) Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami
b) Belajar yang signifikan terjadi apbila materi pelajaran dirasakan murid
mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
c) Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai
dirinya sendiri dianggap mengancam dan cenderung untuk
ditolaknya.
d) Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah
dirasakan dan diasimiliasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu
semakin kecil.
14
e) Apabila ancaman terhadap diri siswa redah, pengalaman dapat
diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah
proses belajar.
f) Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g) Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar
dan ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
h) Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan siswa seutuhnya, baik
perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan
hasil yang mendalam dan lestari.
i) Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih
mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan
mengeritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan
cara kedua yang penting.
j) Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini
adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang
terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri
sendiri mengenai proses perubahan itu (Tadjab, 1994)
Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru
yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck (1975),
mereka meneliti kemampuan para guru untuk menciptakan kondisi yang
mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif.
Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah:
1) Merespon perasaan siswa
2) Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang
sudah dirancang
3) Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
4) Menghargai siswa
5) Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6) Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk
memantapkan kebutuhan segera dari siswa)
7) Tersenyum pada siswa
f. Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama
proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran
15
guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa
sedangkan guru memberikan motivasi kesadaran mengenai makna belajar dalam
kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan
mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai
proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri,
mengembngkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri
yang bersifat negatif.Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya
daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah:
1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas.
2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang
bersifat jelas, jujur dan positif.
3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk
belajar atas inisiatif sendiri.
4. Mendorong siswa untuk peka, berpikir kritis, memaknai proses
pembelajaran secara mandiri.
5. Siswa didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih
pilihannya sendiri, melakukan apa yang diinginkannnya dan
menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan.
6. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran
siswa, tidak menilai secara normative tetapi mendorong siswa untuk
bertanggung jawab atas segala resiko perbuatan atau proses
belajarnya
7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan
kecepatannya
8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi
siswa.
Pembelajaran berdasarkan teori humanistic ini cocok untuk diterapkan
untuk materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati
nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari
keberhasilan aplikasi iini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif
dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan
sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh
pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab
16
tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin,
atau etika yang berlaku.
C. Kesimpulan
Carl Ransom Rogers (8 Januari 1902 - 4 Februari 1987) adalah seorang
psikolog Amerika yang berpengaruh di antara para pendiri psikologi dengan
pendekatan humanistik. Rogers secara luas dianggap sebagai salah satu pendiri
penelitian psikoterapi. Carl Rogers adalah seorang psikolog yang terkenal
dengan pendekatan terapi klinis yang berpusat pada klien (client centered).
Rogers kemudian menyusun teorinya dengan pengalamannya sebagai terapis
selama bertahun-tahun. Teori Rogers mirip dengan pendekatan Freud, namun
pada hakikatnya Rogers berbeda dengan Freud karena Rogers menganggap
bahwa manusia pada dasarnya baik atau sehat. Dengan kata lain, Rogers
memandang kesehatan mental sebagai proses perkembangan hidup alamiah,
sementara penyakit jiwa, kejahatan, dan persoalan kemanusiaan lain dipandang
sebagai penyimpangan dari kecenderungan alamiah.Teori Rogers didasarkan
pada suatu "daya hidup" yang disebut kecenderungan aktualisasi.
Kecenderungan aktualisasi tersebut diartikan sebagai motivasi yang menyatu
dalam setiap diri makhluk hidup dan bertujuan mengembangkan seluruh
potensinya semaksimal mungkin. Jadi, makhluk hidup bukan hanya bertujuan
bertahan hidup saja, tetapi ingin memperoleh apa yang terbaik bagi
keberadaannya. Dari dorongan tunggal inilah, muncul keinginan-keinginan atau
dorongan-dorongan lain yang disebutkan oleh psikolog lain, seperti kebutuhan
untuk udara, air, dan makanan, kebutuhan akan rasa aman dan rasa cinta, dan
sebagainya. Selain itu, Carl R. Rogers adalah seorang ahli psikologi humanistik
yang gagasan-gagasannya berpengaruh terhadap pikiran dan praktek psikologi
di semua bidang, baik klinis, pendidikan, dan lain-lain. Lebih khusus dalam
bidang pendidikan, Rogers mengutarakan pendapat tentang prinsip-prinsip
belajar yang humanistik, yang meliputi hasrat untuk belajar, belajar yang berarti,
belajar tanpa ancaman yang humanistik, yang meliputi hasrat untuk belajar,
belajar yang berarti, belajar tanpa ancaman, belajar atas inisiatif sendiri, dan
belajar untuk perubahan.
17
Daftar Pustaka
B. Uno, Hamzah. 2006. Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Palmer, J.A. (editor). 2003. 50 Pemikir Pendidikan. Dari Piaget Sampai Masa Sekarang. (terjemahan : Farid Assifa). Yogyakarta : Penerbit Jendela.
Soemanto, Wasty. 1998. Psikologi Pendidikan, Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. Jakarta: Rieneka Cipta.
Aus Nasiban, Ladisi. 2004. Para Psikolog Terkemuka Dunia. Jakarta:
Grassindo.MIF
Baihaqi. 2008. Psikologi Pertumbuhan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
George Boeree. 2008. Personality Theories: Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia. Yogyakarta: Prismasophie.
http://rohman-makalah.blogspot.com/2008/07/teori-belajar-akhmad-sudrajat-
m.html
18