CARA MENDIAGNOSIS VIRU1

Embed Size (px)

Citation preview

CARA MENDIAGNOSIS VIRUSA. PARPOVIRUS Satu-satunya parvovirus yang dikenal pathogen untuk manusia, parvovirus B19. 1. Gambaran klinis Penyakit manusia yang disebabkan oleh parvovirus B19 Sindrom Pejamu atau Keadaan Gambaran Klinis Gejala seperti flu Penyakit kelima Anak-anak Dewasa Ruam kutaneus, gambaran khas pipi ditampar Artralgia-artritis Krisis aplastik transien Aplasia sel darah merah murni Hidrops fetalis 2. Diagnosis Laboratorium Uji reaksi rantai polymerase, pemeriksaan hibridasi ekstrak jaringan atau serum, dan hibridasi in situ jaringan yang terfiksasi. DNA B19 telah dideteksi dalam serum, sel darah, sampel jaringan, dan sekresi pernapasan. 3. Mikroskopik 4. Isolasi dan Identifikasi Isolasi virus tidak digunakan untuk mendeteksi virus. Virus sulit tumbuh. 5. Uji Serologi Uji deteksi antibodi idasarkan pada antigen parvovirus rekombinasi yang dihasilkan in vitro menggunakan system ekspresi bakulovirus atau bacterial digunakan untuk mengukur antibodi. Uji deteksi antigen dapat mengidentifikasi virus bertiter tinggi pada sampel klinis. Imunohistokimia telah digunakan untuk mendeteksi antigen B19 dalam jaringan janin dan sumsum tulang. Hemolisis yang mendasari Anemia akut berat

Imunodefisiensi

Anemia kronik

Janin

Anemia fatal

B. ADENOVIRUS Sekitar 1/3 dari 49 serotipe manusia yang dikenal menyebabkan sebagian besar kasus penyakit pada manusia. 1. Gambaran klinis Penyakit manusia yang umumnya disebabkan oleh adenovirus 1-7 di dunia Sindrom Pejamu atau Keadaan Gambaran Klinis Bayi Penyakit pernapasan Anak-anak Calon tentara Infeksi mata Anak-anak Dewasa Anak-anak Penyakit pencernaan Dewasa AIDS Hemoragik akut Terutama anak laki-laki Penyakit lain Imunokompromais Transplantasi Infeksi biasa-berat Pneumonia, hepatitis adenovirus, adenovirus miokardium. 2. Diagnosis Laboratorium Uji reaksi rantai polimerase ( PCR ) dapat digunakan untuk mendiagnosis infeksi adenovirus pada sampel jaringan dan cairan tubuh. 3. Mikroskopik Mikroskop electron digunakan dalam deteksi adenovirus enterik 4. Isolasi dan Identifikasi Sampel sebaiknya dikumpulkan dari tempat yang terkena pada awal penyakit untuk mengoptimalkan isolasi virus. Isolasi virus pada kultur sel memerlukan sel manusia. Sel ginjal embrionik manusia primer paling rentan tetapi biasanya tidak tersedia. Falur sel epitel manusia yang diketahui seperti HEp-2, HeLa, dan KB, sensitif tetapi sulit dipertahankan tanpa degenerasi selama 28 hari, taitu waktu yang diperluka untuk mendeteksi beberapa isolat alami yang tumbuh lambat. Perkembangan efek Gastroenteritis Batuk, kongesti hidung, demam, dan nyeri tenggorok. (pneumonia) Konjungtivitis Keratokonjungtivitis epidemik

sitopatik tertentu sel bengkak yang membulat dan berkelompok menunjukan adanya adenovirus dalam kultur yang diinokulasi. Adenovirus menyebabkan peningkkatan glikolisis dalam sel sehingga medium pertumbuhan cenderung sangat asam pada kultur yang terinfeksi. Isolat dapat diidentifikasi sebagai adenovirus dengan uji imunofluoresensi yang menggunakan antihekson dan sel yang terinfeksi. 5. Uji Serologi Uji HI dan Nt mengukur antigen spesifik tipe dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi serotipe spesifik. ELISA Uji aglutinasi lateks Uji CF C. HERPESVIRUS Herpesvirus yang menginfeksi manusia adalah virus herpes simpleks tipe 1 dan 2, virus varisela-zoster, sitomegalovirus, virus Epstein-Barr, herpesvirus manusia 6 dan 7, serta herpes virus yang menyebabkan sarcoma Kaposi. a. Herpes Simpleks 1. Gambaran klinis Penyakit manusia yang disebabkan oleh Herpes simpleks tipe 1 dan 2 Sindrom Pejamu atau Keadaan Gambaran Klinis Gingivostomatitis, demam, nyeri tenggorok, lesi Penyakit orofaring Anak umur 1-5 tahun dewasa vesicular dan ulseratif, edema, limfadenopati submandibula, anoreksia, dan malaise. Faringitis dan tonsilitis Keratitis dendritik / ulkus Keratokonjungtivitis kornea / vesikel pada kelopak mata Keratitis rekuren Lesi vesikuloulseratif, Herpes genital IMS demam, malaise, disuria, limfadenopati inguinal

Jari dokter gigi dan petugas rumah sakit ( herpetic Infeksi kulit whitlow ) Badan pegulat ( herpes gladiatorum ) Ensefalitis Lesi setempat dikulit, mata dan mulut Ensefalitis dengan atau tanpa terkenanya kulit Herpes neonatus Bayi baru lahir setempat Penyakit diseminata yang mengenai banyak organ, termasuk system saraf pusat Lesi herpes dapat Imunokompromais Malnutrisi Infeksi berat Transplantasi Keganasan hematologi AIDS menyebar dan menyerang mukosa saluran pernapasan, esophagus, dan usus. Anak malnutrisi rentan terkena diseminata yang fatal. Eksema / luka bakar

2. Diagnosis Laboratorium Uji PCR dapat digunakan untuk mendeteksi virus dan bersifat sensitif serta spesifik. Metode sitologi yang cepat adalah dengan mewarnai goresan yang diperoleh dari dasar vesikel ( misalnya dengan pewarnaan Giemsa ). 3. Mikroskopik Dari hasil pewarnaan ditemukan adanya sel raksasa berinti banyak. 4. Isolasi dan Identifikasi

Isolasi dari lesi herpes dan juga dapat ditemukan dalam apusan tenggorok, cairan serebrospinalis, dan tinja. Inokulasi biakan jaringan digunkan untuk isolasi virus. Agen kemudian diidentifikasi dengan uji Nt atau pewarnaan imunofluoresensi dengan antiserum spesifik. Penentuan tipe isolate HSV dapat dilakukan menggunakan antibodi monoclonal atau analisis endonuklease restriksi DNA virus tetapi hanya berguna untuk studi epidemiologi. 5. Uji Serologi Uji Antibodi Uji Antigen HSV-1 dan HSV-2 b. Varisela-Zoster 1. Gambaran klinis Sindrom Pejamu atau Keadaan Terutama anak-anak Varisela ( cacar air ) Dewasa Imunokompromais Gambaran Klinis Inkubasi 10-21 hari Malaise dan demam, ruam. Pneumonia Varisela Nyeri hebat di daerah kulit / Zoster ( ruam saraf ) Dewasa Imunokompromais mukosa yang dipersyarafi oleh satu / lebih kompleks saraf dan ganglia sensorik. Pneumonia 2. Diagnosis Laboratorium Pewarnaan imunofluoresensi dapat memperlihatkan antigen virus intraselular. Pewarnaan apusan kerokan atau bilasan dasar vesikel ( apusan Tzanck ). 3. Mikroskopik Dari hasil pewarnaan trlihat sel raksasa berinti banyak. 4. Isolasi dan Identifikasi Virus dapat diisolasi dari cairan vesikel pada awal perjalanan penyakit yang menggunakan kultur sel manusia dalam 3-7 hari. 5. Uji Serologi Peningkatan titer antibodi spesifik dapat dideteksi dengan berbagai tes, termasuk antibodi fluoresensi, aglutinasi lateks, dan immunoassay enzim. c. Sitomegalovirus 1. Gambaran klinis

Sindrom

Pejamu atau Keadaan

Gambaran Klinis Malaise, mialgia, demam

Mononukleosis infeksius

Normal

lama, kelainan fungsi hati, dan llimfositosis. Pneumonia Varisela Pneumonia Pneumonia interstitial ( resipien transplatasi sumsum tulang ) Leukopenia (resipien transplatasi organ padat ) Bronkiolitis obliterans (resipien transplatasi paru ) Aterosklerosis graft (resipien transplatasi jantung ) Diseminata ( AIDS ) Korioretinitis ( kebutaan progresif ) Retradasi pertumbuhan intrauterine, ikterus, hepatosplenomegali, trombositopenia, mikrosefali, dan retinitis.

Infeksi

Imunokompromais

Infeksi kongenital dan perinatal

Perempuan Bayi

2. Diagnosis Laboratorium Pemeriksaan PCR dirancang untuk mendeteksi virus yang bereplikasi, bukan genom virus laten. 3. Mikroskopik 4. Isolasi dan Identifikasi Fibroblas manusia digunakan untuk usaha isolasi virus. Virus dapat ditemukan dari bilasan tenggorok dan urin. Pada kultur biasanya diperlukan 2-3 minggu

untuk gambaran perubahan sitologi yang terdiri dari focus kecil sel transluen, membengkak dengan inklusi intranuklear besar. Virus tetap terkait sel. 5. Uji Serologi Pemeriksaan antibody IgG dan IgM sitomegalovirus. d. Epstein-Barr 1. Gambaran klinis Sindrom Pejamu atau Keadaan Gambaran Klinis Nyeri kepala, demam, malaise, lelah, dan nyeri tenggorok. Mononukleosis infeksius Khas, pembesaran keleb\njar getah bening dan limfa, swasirna, peningkatan jumlah leukosit , didominasi oleh limfosit. Hairy leukoplakia pada mulut Limfoma burkitt (tumor rahang ) Karsinoma nasofaring ( kanker sel epitel ) Penyakit limfoproliferatif 2. Diagnosis Laboratorium Hibridasi asam nukleat merupakan cara yang paling sensitive dalam mendeteksi EBV pada bahan dari pasien. 3. Mikroskopik 4. Isolasi dan Identifikasi EBV dapat di isolasi dari saliva, darah perifer, atau jaringan limfoid dengan imortalisasi limfosit manusia normal, biasanya diperoleh dari darah tali pusat. Kultur limfosit B yang ditransformasi secara spontan dari DNA EBV atau pasien yang terinfeksi virus juga mungkin dilakukan. 5. Uji Serologi HIV dan transplantasi Kutil pada lidah

Anak dan dewasa muda Sering pada laki-laki berasal dari China Defisiensi imun

Uji deteksi antibody EBV meliputi uji ELISA, imunnoblot assay, dan uji imunofluoresensi tidak langsung yang menggunakan sel limfoid positif EBV. Uji aglutinasi heterofil yang kurang spesifik dapat digunakan mendiagnosis EBV. Uji spot yang tersedia bebas sangat memudahkan. e. Herpesvirus 6, 7, 8 manusia 1. Gambaran klinis Herpesvirus manusia Eksantema subitum ( Awal masa kanak-kanak 6 Pasien transplantasi dan selama kehamilan roseola infantum / penyakit keenam Demam tinggi, ruam kulit, kejang. Ensefalitis 7 Kanak-kanak IMS, jalur nonseksual ( 8 secret oral ) Transplantasi organ Sarcoma Kaposi Infeksi persisten Pejamu atau Keadaan Gambaran Klinis

D. POXVIRUS Yang menyerang manusia mencakup virus variola ( agen penyebab cacar ), dan vaksinia ( lesi terlokalisasi; digunakan untuk vaksin cacar. 1. Gambaran klinis Sindrom Cacar Gambaran Klinis Inkubasi 10-14 hari Awitan, demam, malaise, eksantema.

2. Diagnosis Laboratorium Antigen virus dapat dideteksi dengan gel agar presipitasi pada bahan yang dikumpulkan dari lesi kulit. Tersedia pemeriksaan PCR yang spesifik untuk berbagai poxvirus dan dapat digunakan untuk deteksi dan identifikasi. 3. Mikroskopik

Pemeriksaan langsung bahan klinis dengan mikroskop electron digunakan untuk identifikasi cepat partikel virus ( sekitat 1 jam ) dan dengan mudah dapat membedakan ifeksi poxvirus dengan cacar air ( herpes virus ). 4. Isolasi dan Identifikasi Lesi kulit adalah specimen pilihan untuk isolasi virus. Isolasi virus dilakukan dengan inokulasi cairan vesikel ke membran karioalantoik embrio ayam. Selama 2-3 hari, bintik vaksinia berukuran besar dengan pusat nekrotik sedangkan bintik variola berukuran jauh lebih kecil. Kultur sel juga dapat digunakan untuk isolasi virus. Sel primata manusia dan bukan manusia adalah yang paling rentan. Orthopoxvirus tumbuh baik dalam sel yang dikultur. 5. Uji Serologi Deteksi antibodi dapat dipergunkan untuk memperkuat diagnosis, yaitu dengan pemeriksaan HI, Nt, ELISA, RIA, atau imunofluoresensi. E. VIRUS HEPATITIS 1. Gambaran klinis Gambaran epidemiologi dan klinis hepatitis virus tipe A, B, dan C Hepatitis virus Hepatitis virus Hepatitis virus tipe A Periode inkubasi Distribusi usia utama Insiden musim 10-15 hari ( ratarata 25-30 hari ) Anak, dewasa muda Sepanjang tahun tapi cenderung memuncak pada musim gugur Jalur infeksi Ditemukannya virus Darah 2 minggu sebelumnya sampai 1 minggu Beberapa bulan sampai tahun Beberapa bulan sampai tahun Terutama fekaloral Terutama parenteral Terutama parenteral Sepanjang tahun Sepanjang tahun tipe B 50-180 hari ( ratarata 60-90 hari ) 15-29 tahun, bayi tipe C 15-160 hari ( ratarata 50 hari ) Sepanjang tahun

setelah ikterus Tinja 2 minggu sebelumnya sampai 2 minggu setelah ikterus Urine Saliva, semen gambaran klinis dan laboratorium Awitan Demam >38C Durasi kenaikan aminotransferase Immunoglobulin ( kadar IgM ) Komplikasi Angka mortalitas ( kasus ikterik ) HBsAg Imunitas Homolog Heterolog Durasi Imunoglobulin intramuscular ( IG, gamaglobulin, ISG ) Ya Tidak Mungkin seumur hidup Secara teratur mencegah ikterus Ya Tidak Mungkin seumur hidup Mencegah ikterus hanya bila immunoglobulin mempunyai potensi cukup untuk melawan HBV Hepatitis virus tipe D bergantung pada infeksi HBV yang terjadi bersamaan. 2. Diagnosis Laboratorium ? Mungkin tidak Tidak ? Tidak ada Ada Tidak ada Jarang, tidak ada kronisitas < 0,5% Meningkat Normal sampai sedikit meningkat Kronisitas 5-10% ( 95% neonatus ) < 1-2% 0,5-1% Normal sampai sedikit meningkat Kronisitas 70-90% Mendadak Sering 1-3 minggu Perlahan Kurang sering 1-6+ bulan Perlahan Kurang sering 1-6+ bulan Jarang Jarang ( saliva ) Tidak ada Sering ada Mungkin tidak ada Ada ( saliva ) Tidak ada Mungkin tidak ada

Uji serologi : uji antibodi, uji antigen menggunakan EIA atau ELISA, PCR untuk DNA virus. 3. Mikroskopik 4. Isolasi dan Identifikasi 5. Uji Serologi Interpretasi penanda serologi HAV, HCV, dan HDV pada pasien hepatitis. Hasil Pemeriksaan Interpretasi igM anti-HAV positif igG anti-HAV positif Anti-HCV positif Anti-HDV positif, HBsAg positif Anti-HDV positif, IgM anti-HBc positif Anti-HDV positif, IgM anti-HBc negatif Infeksi HAV akut Infeksi HAV lama Infeksi HCV baru atau lama Infeksi HDV Koinfeksi HDV dan HBV Superinfeksi HDV pada infeksi HBV kronik

Interpretasi penanda serologi HBV pada pasien dengan hepatitis. Hasil Pemeriksaan Interpretasi HBsAg Anti-HBs Anti-HBc Positif Negatif Negatif Infeksi HBV akut awal. Konfirmasi diperlukan untuk menyingkirkan reaksi nonspesifik Infeksi HBV, akut maupun kronik. Bedakan Positif ( ) Positif dengan IgM anti-HBc. Tentukan tingkat aktivitas replikatif ( infektivitas ) dengan HBeAg atau DNA HBV. Negatif Positif Positif Menunjukan infeksi HBV yang lalu dan kekebalan terhadap hepatitis B. Kemungkinannya mencakup : infeksi HBV dimasa lalu; pembawa HBv kadar rendah; Negatif Negatif Positif periode jendela ( window ) antara hilangnya HBsAg dan munculnya anti-HBs; atau reaksi positif palsu atau nonspesifik. Periksa dengan

IgM anti-HBc, periksa dengan vaksin HBsAg, atau keduanya. Bila ada, anti-HBe membantu memvalidasi reaktivitas anti-HBc. Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif Agen infeksius lain, cedera toksik terhadap hati, atau penyakit saluran empedu. Respon tipe vaksin.

F. PICORNAVIRUS ( GRUP ENTEROVIRUS & RHINOVIRUS ) a. Grup Enterovirus a) Poliomielitis 1. Gambaran klinis Sindrom Gambaran Klinis Demam, malaise, lelah, nyeri kepala, mual, Poliomielitis abortif muntah, konstipasi, dan nyeri tenggorok dalam berbagai kombinasi. Poliomielitis nonparalisis ( meningitis aseptik ) Poliomielitis paralisis Atrofi otot pascapoliomielitis progresif 2. 3. 4. Diagnosis Laboratorium Mikroskopik Isolasi dan Identifikasi Virus dapat ditemukan dari apusan tenggorok yang diambil segera setelah awitan penyakit daan dari apusan rectum atau sampel tinja yang dikumpulkan dalam jangka waktu lama. Specimen sebaiknya tetap beku selama penghantaran ke laboratorium. Biakan sel manusia atau monyet diinokulasi, diinkubasi, dan diobservasi. Efek sitopatogenik tampak dalam 3-6 hari. Suatu virus isolasi diidentifikasi dan ditentukan jenisnya dengan neutralisasi menggunakan antiserum spesifik. 5. Uji Serologi Kekakuan dan nyeri di punggung serta leher.

Paralisis flaksid, inkoordinasi.

Rekrudesensi paralisis dan pelemahan otot

Pemeriksaan titer antibodi. b) Coxsackievirus 1. Gambaran klinis Sindrom Pejamu atau Keadaan Gambaran Klinis Demam, malaise, nyeri Neurologi ( meningitis aseptik ) kepala, mual, nyeri abdomen, kelemahan otot ringan ( poliomyelitis paralisis ) Herpangina, awitan demam, nyeri tenggorok mendadak, faring biasanya Kulit dan mukosa Sering terjadi pada anak hiperemik dan vesikel kecil diskret. Penyakit tangan-kaki-danmulut, ulserasi faring dan oral serta ruam vesikular. Penyakit jantung dan otot Okular Pleurodinia Miokarditis Konjungtivitis hemoragik akut Salesma

Infeksi pernapasan

Gastrointestinal

Anak

Diare Penyakit demam yang tidak diketahui Penyakit generalisata

Lain-lain Bayi

Diabetes mellitus tipe 1 Sindrom kelelahan kronik Sindrom vesikular babi

2. Diagnosis Laboratorium Uji reaksi rantai reverse transciptase-polimerase untuk mendeteksi asam nukleat.

3. Mikroskopik 4. Isolasi dan Identifikasi Diisolasi dari pasien atau selama wabah epidemic dan biakan di dalam sel. 5. Uji Serologi Uji antibodi serum dideteksi dan dititrasi dengan tekhnik imunofluoresensi. c) Echovirus 1. Gambaran Klinis Sindrom Pejamu atau Keadaan Bayi Gambaran Klinis Diare Meningitis aseptic Anak yang lebih muda Ruam Konjungtivitis, kelemahan otot, dan spasme 2. Diagnosis Laboratorium Pemeriksaan deteksi asam nukleat, seperti reaksi rantai polymerase. 3. Mikroskopik 4. Isolasi dan Identifikasi Isolasi virus dari apusan tenggorok, tinja, apusan rektal, cairan serebrospinal. Jika diisolasi dari biakan jaringan, agen diuji dengan kelompok antiserum berbeda terhadap enterovirus. 5. Uji Serologi Uji serologi tidak praktis -karena banyak tipe virus yang berbeda- kecuali bila virus diisolasi dari pasien atau selama wabah penyakit klinis yang khas. Antibodi penghambat hemaglutinasi dan penetral bersifat spesifik tipe dan dapat menetap selama bertahun-tahun. b. Rhinovirus 1. Gambaran klinis Sindrom Salesma Pejamu atau Keadaan Dewasa ( 1-2 kali setiap tahun ) Gambaran Klinis Bersin, obstruksi hidung, sekret hidung, dan nyeri

Infeksi

tenggorok; gejala lain meliputi nyeri kepala, batuk ringan, malaise, dan rasa seperti menggigil. 2. Diagnosis Laboratorium 3. Mikroskopik 4. Isolasi dan Identifikasi 5. Uji Serologi G. ROTAVIRUS, & CALICIVIRUS a. Rotavirus 1. Gambaran klinis Sindrom Pejamu atau Keadaan Bayi dan anak Diare Dewasa Gambaran Klinis Diare encer, demam, nyeri abdomen, dan muntah, yang menimbulkan dehidrasi. gastroenteritis

2. Diagnosis Laboratorium Menentukan genotip asam nukleat rotavirus dari spesimen feses dengan PCR merupakan metode deteksi yang paling sensitive. 3. Mikroskopik 4. Isolasi dan Identifikasi 5. Uji Serologi Uji IEM, uji aglutinasi lateks, atau ELISA. b. Calicivirus

1. Gambaran klinis Sindrom Pejamu atau Keadaan Gambaran Klinis Gastroenteritis nonbacterial; diare, mual, Virus Norwalk Dewasa muntah, demam ringan, kram abdomen, nyeri kepala, dan malaise. 2. Diagnosis Laboratorium PCR reverse transcriptase, 3. Mikroskopik mikroskop elektron sering digunakan untuk mendeteksi partikel virus dalam sediaan feses. 4. Isolasi dan Identifikasi 5. Uji Serologi Identifikasi menggunakan IEM, ELISA. H. PENYAKIT VIRUS YANG DITULARKAN OLEH ARTROPODA ( ARBOVIRUS ) DAN RODENTIA a. Arbovirus Ensefalitis togavirus dan flavivirus Gambaran klinis Inkubasi 4-21 hari Awitannya mendadak berupa nyeri kepala berat, demam dan mengigil, mual dan muntah, nyeri generalisata, serta malaise. Dalam 24-48 jam, Inkubasi 3-6 hari. Demam, menggigil, nyeri kepala, pusing, mialgia, dan nyeri punggung, mual, muntah, dan bradikardia. Inkubasi 2-7 hari. Demam, malaise, menggigil, dan nyreri kepala, nyeri punggung, sendi, otot, dan bola mata, mialgia, nyeri tulang dalam, ruam, biasanya membesarnya Demam kuning Dengue

timbul rasa ngantuk yang nyata, stupor, kebingungan mental, tremor, kejang, dan koma.

kelenjar getah bening, leucopenia. Sindrom beratdemam berdarah dengue Sindrom syok dengue

Diagnosis laboratorium

Virus di temukan di dalam darah, cairan cerebrospinal, kulit, specimen jaringan.

Virus ditemukan dalam darah.

Metode PCR untuk identifikasi.

Mikroskopik Isolasi identifikasi

memerlukan tindakan pengamana biologis yang memadai untuk menghindari infeksi laboratorium. Tumbuh pada jalur umum, seperti vero, BHK, HeLa, dan MRC-5

Specimen jaringan dengan pemeriksaan imunohisto-kimia, penangkapan antigen ELISA, dan tes PCR. Isolasi virus dengue sulit.

dan Isolasi virus

Uji serologi

Deteksi antibodi dan pemeriksaan PCR. Tes HI ELISA

Deteksi antibodi, uji ELISA, tes HI.

Antibody penghambat dan antibody hemaglutinasi Antibody homotipik titernya lebih tinggi daripada antibody heterotipik.

b. Demam berdarah yang ditularkan oleh rodentia

Sindrom Penyakit bunyavirus Demam berdarah dengan sindrom ginjal ( virus hantaan )

Gambaran klinis Nefritis interstitial

Pejamu atau keadaan

Diagnosis laboratorium

Sindrom pulmonal hantavirus

Demam prodromol, mialgia, dan gejala lain termasuk batuk, sakit kepala, mual dan muntah diikuti oleh edema paru progresif cepat.

Dewasa

Uji PCR

Arenavirus

Demam lassa

Demam yang sangat tinggi, ulkus mulut, nyeri otot hebat, ruam kulit dengan perdarahan, pneumonia, kerusakan jantung dan ginjal.

Demam berdarah Amerika Selata

Sindrom neurologi, depresi kekebalan humoral dan seluler

Koriomeningitis limfositik

Demam, menggigil, malaise, nyeri dan sakit tenggorok.

Tes ELISA atau tes IF untuk uji antibodi.

Filovirus

Demam berdarah Afrika ( virus Marburg dan Ebola )

Demam, nyeri kepala, nyeri tenggorok, serta nyeri otot, diikuti oleh nyeri abdomen, muntah, diare, dan ruam, dengan perdarahan internal maupun eksternal.

Tes ELISA untuk uji antigen virus. Isolat virus segar dapat dibiakan di dalam lapisan sel seperti lapisan sel monyet Vero dan MA-104. Uji PCR.

I.

ORTHOMIXOVIRUS ( VIRUS INFLUENZA ) 1. Gambaran klinis Influenza terutama menyerang saluran napas bagian atas. Virus ini memiliki resiko yang berat pada orang tua, orang yang sangat muda, dan orang dengan kondisi medis yang melatarbelakangi seperti kelainan paru, ginjal, atau jantung, diabetes, atau kanker. Sindrom Influenza tanpa Pejamu atau Keadaan Anak Gambaran Klinis Menggigil, nyeri kepala

komplikasi

Dewasa

serta batuk kering, yang segera diikuti oleh demam tinggi, nyeri otot generalisata, malaise dan anoreksia

Orang tua dan orang yang Pneumonia sangat lemah, terutama yang disertai penyakit kronik. Sindrom reye Anak usia 2-16 tahun Dewasa

2. Diagnosis Laboratorium Karakteristikklinis infeksi pernapasan oleh virus dapat disebabkan oleh berbagai virus yang berbeda. Akibatnya diagnosis influenza berdasar pada isolasi virus, identifikasi antigen virus atau asam nukleat virus didalam sel pasien, atau respons imunologi spesifik yang terlihat pada pasien. 3. Mikroskopik 4. Isolasi dan Identifikasi Bilasan hidung, hasil kumur, and apusan tenggorok merupakan specimen terbaik untuk isolasi virus dan sebaiknya diambil dalam 3 hari setelah gejala muncul. Sampel disimpan pada suhu 4C sampai dilakukan inokulasi pada biakan sel, karena pembekuan dan pencairan mengurangi kemungkinan untuk menemukan virus. Namun, bila waktu penyimpanan lebih dari 5 hari, sampel harus dibekukan pada suhu -70C. Secara klasik, telur berembrio dan sel ginjal monyet primer merupakan metode isolasi terpilih untuk virus influenza, meskipun beberapa lapis sel yang kontinu dapat digunakan. Biakan sel yang telah diinokulasi diinkubasi dalam keadaan tidak ada serum, yang dapat mengandung factor penghambat virus nonspesifik, dan jika terdapat tripsin, yang membelah dan mengaktivasi HA, sehingga virus ynag sedang bereplikasi akan menyebar keseluruh biakan. Biakan sel dapat diuji untuk mngetahui adanya virus dengan cara hemadsorpsi 3-5 hari setelah inokulasi, atau cairan biakan dapat diperiksa untuk virus setelah 5-7 hari

dengan cara hemaglutinasi. Jika hasilnya negative, dibuat sel pada kultur yang segar. Sel ini mungkin diperlukan karena isolat virus primer sering sulit tumbuh atau tumbuh lambat. Isolat virus dapat diidentifikasi dengan cara inhibisi hemaglutinasi, suatu prosedur yang memungkinkan penentuan tipe dan subtype virus influenza secara cepat. Untuk melakukan hal ini, harus digunakan sera rujukan untuk strain prevalensi baru. Hemaglutinasi oelh isolate baru akan dihambat oleh antiserum terhadap subtype homolog. Untuk diagnosis cepat, kultur sel pada gelas objek di dalam rangka vial dapat diinokulasi dan diwarnai 1 atau 2 hari kemudian dengan akumulasi antibody monoclonal terhadap agen pernapasan. Hasil positif dipastikan dengan menggunakan antibody fluoresensi tunggal. Identifikasi antigen virus secara langsung mungkin dilakukan pada sel yang tereksfoliasi di dalam aspirat hidung dengan menggunakan antibody fluoresen. Tes ini cepat tetapi tidak sesensitif isolasi virus, tidak memberikan rrincian lengkap mengenai strain virus , dan tidak menghasilkan isolate yang dapat dikenali. Tes cepat berdasarkan deteksi RNA influenza di dalam specimen klinis dengan menggunakan PCR juga mungkin dliakukan. 5. Uji Serologi Uji HI, ELISA. J. PARAMIKSOVIRUS DAN VIRUS RUBELA a. Paramiksovirus a) Parainfluenza Gambaran klinis Anak kecil : rhinitis dan faringitis, sering disertai demam dan bronchitis ringan, infeksi primer : laringotrakeitis dan croup hingga bronkiolitis dan pneumonia (Bayi dibawah 6 bulan). Bayi usia 6 bulan sampai 18 bulan : croup atau laringotrakeobronkitis. Komplikasi : otitis media Anak-anak dan orang dewasa dengan imunokompomais rentan terhadap infeksi berat.

Diagnose laboratorium

Metode deteksi antigen berguna untuk diagnosis cepat. Diagnosis definitive berdasarkan isolasi virus dari specimen yang sesuai. Deteksi asam nukleat menggunakan pemeriksaan PCR.

mikroskopik Isolasi dan identifikasi

Bilas hidung adalah specimen yang baik untuk isolasi virus. Cairan lavase bronkoalveolar dan jaringan paru juga telah digunakan. Sel primer ginjal monyet merupakan isolasi virus parainfluenza yang paling sensitive, tetapi sel tersebut sulit didapatkan. Garis sel ginjal monyet yang kontinu, LLC-MK2, cocok digunakan sebagai alternatif. Inokulasi sampel yang tepat ke dalam kultur sel penting untuk keberhasilan isolasi virus karena infektivitas virus segera menurun jika specimen klinis disimpan. Untuk diagnosis cepat, sampel diinokulasi pada sel yang tumbuh pada penutupselubung vial dan disentrifugasi ( 30 menit pada 700 x g )dan kultur diinkubasi. 24-72 jam selanjutnya, sel difksasi dan diuji dengan imunofluoresensi menngunakan antibody monoclonal. Jika diinginkan, kumpulan antibody terhadap berbagai virus pernapasan dapat digunakan, diikuti oleh pencocokan sampel positif spesifik dengan antibody individu. Virus parainfluenza tumbuh lambat dan sangat sedikit menimbulkan efek sitopatik. Cara lain untuk mendeteksi adanya virus adalah dengan melakukan hemadsorpsi menggunakan eritrosit hamster. Tergantung pada jumlah virus , diperlukan inkubasi selama 10 hariatau lebih

sebelum kultur menjadi hemadsorpsi positif. Uji serologi Respon antibody dapat diukur dengan menggunakan uji Nt, HI, atau ELISA. Identifikasi langsung antigen virus dari sel nasofaring, reagen imun yang sangat spesifik sangat penting jika dibutuhkan identifikasi serotype spesifik.

b) Sinsitium respirasi Gambaran klinis Bayi : selesma hingga pneumonia, sampai bronkiolitis pada bayi yang sangat muda. Diagnose laboratorium Deteksi asam nukleat menggunakan pemeriksaan PCR. mikroskopik Isolasi dan identifikasi Diisolasi dari sekret nasal. Jenis sel heteroploid manusia HeLa dan HEp-2 adalah isolasi virus yang paling sensitive. Deteksi antigen pada sel yang terinfeksi menggunakan antiserum tertentu dan uji imunofluoresensi. Uji serologi Antibody serum dapat diperiksa dengan berbagai cara imunofluoresensi, ELISA dan uji Nt

c) Metapneumovirus Gambaran klinis Secara umum gejala mirip dengan infeksi virus sinsitium respirasi Diagnose laboratorium mikroskopik Isolasi dan identifikasi Uji serologi Uji PCR -

d) Virus gondong

Gambaran klinis

Mayoritas infeksi pada anak < 2 tahun Khas : pembengkakan kelenjar liur Malaise, anoreksia, pembesaran kelenjar parotis,. Meningitis aseptic, meningoensefalitis.

Diagnose laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak rutin digunakan untuk menegakan diagnosis kasus yang khas. Namun, gondong kadang-kadang dapat disalah artikan dengan pembesaran parotis akibat supurasi, snsitifitas obat, tumor, dll. Pada kasus tanpa parotitis ( khususnya pada meningitis aseptic ), laboratorium dapat membantu dalam menegakkan diagnosis.

mikroskopik Isolasi dan identifikasi

Sampel : saliva, cairan serebrospinal, urine yang beberapa hari diambil setelah timbulnya infeksi ( dalam urine sampai dengan 2 minggu ). Sel ginjal monyet disukai untuk isolasi virus. Deteksi antigen pada sel yang terinfeksi menggunakan antiserum tertentu dan uji imunofluoresensi.

Uji serologi

ELISA dan uji HI

e) Virus campak ( Rubeola ) Gambaran klinis Diagnose laboratorium Didiagnosis berdasarkan latar belakang klinis; diagnosis laboratorium mungkin diperlukan pada kasus campak atipikal atatu termodifikasi. mikroskopik Dari hasil isolasi ditemukan sel raksasa multikuleus yang mengandung badan inklusi ( intranuklear dan intrasitoplasmik ) Isolasi dan identifikasi Apusan nasofaring dan konjungtiva, sampel darah, sekret pernapasan, serta urine yang

diambil dari pasien selama masa demam. Sel ginjal monyet atau manusia atau jenis sel limfoblast (B95-a) optimal untuk isolasi. Uji serologi ELISA, tes HI, uji Nt

f) Virus nipah dan virus hendra Gambaran klinis Diagnose laboratorium mikroskopik Isolasi dan identifikasi Uji serologi ensefalitis -

b. Virus rubela ( campak Jerman ) Rubella postnatal Gambaran klinis Malaise, demam ringan, ruam morbiliformis, artralgia dan artritis Sindrom rubella kongenital Trias klasik : katarak, kelainan jantung serta tuli. Dapat menunjukan gejala retradasi mental, ruam, hepatosplenomegali, ikterus, dan meningoensepalitis yang bersifat sementara. Diagnose laboratorium Diagnosis tidak dapat dipercaya karena banyak infeksi virus menimbulkan gejala yang serupa. Diagnosis tertentu berdasarkan pemeriksaan laboratorium spesifik ( isolasi virus atau adanya serokonversi ) mikroskopik Isolasi dan identifikasi Apusan nasofaring atau tenggorok yang diambil 6 Diisolasi dari berbagai organ dan dari jenis sel yang -

hari sebelum dan sesudah awitan ruam merupakan sumber virus yang baik. Barbagai jenis sel yangberasal dari monyet atau kelinci dapat digunakan. Antigen virus dapat dideteksi melalu imunofluoresensi 3-4 hari pasca inokulasi. Uji serologi Tes HI, tes ELISA

berbeda dari bayi yang terinfeksi in utero.

-

K. KORONA VIRUS ( SARS ) Gambaran klinis selesma pada orang dewasa dan biasanya tanpa demam. Keluarnya sekret hidung dan malaise, demam, menggigil, nyeri kepala, pusing, batuk dan nyeri tenggorok, sesak napas. Diagnose laboratorium mikroskopik Isolasi dan identifikasi Pemeriksaan PCR di dalam sekresi pernapasan dan di dalam sampel feses. Pemeriksaan sampel feses menggunakan mikroskop elektron Isolasi didalam sel kultur sulit dilakukan, namun dapat ditemukan dari specimen orofaring dengan menggunkan sel ginjal monyet. Uji serologi Uji ELISA dan hemaglutinasi

L. RABIES, INFEKSI VIRUS LAMBAT, & PENYAKIT PRION a. Rabies Gambaran klinis Masa inkubasi khasnya 1-2 bulan Fase prodormal : demam, malaise, mual dan muntah, nyeri tenggorok, anoreksia, fotofobia. Fase neurologis akut ; tanda-tanda disfungsi system saraf pusat sperti gugup, cemas, halusinasi, serta perilaku aneh, hidrofobia, spasme, peningkatan saliva serta perspirasi, dilatasi pupil, lakrimasi.

Diagnose laboratorium

Pada jaringan yang terinfeksi dapat dideteksi dengan pewarnaan imunofluoresensi atau imunoperoksidase menggunakan antibody monoclonal antirabies. Pemeriksaan PCR reverse transcription.

mikroskopik

Ditemukan badan Ngeri pada sel otak atau medulla spinalis.

Isolasi dan identifikasi

Jaringan yang tersedia diinokulasi secara intraserebral ke dalam mencit yang masih menyusui : ensefalitis dan kematian. System saraf pusat pada hewan yang diinokulasi diperiksa untuk mencari badan negri dan antigen rabies.

Uji serologi

Antibody serum dapat dideteksi menggunakan imunofluoresensi dan uji Nt

b. Infeksi virus lambat, & penyakit prion Sindrom Infeksi virus lambat Visna Panensefalitis sklerosa subakut Leukoensefalopati multifocal progresif Penyakit prion Scrapie Gambaran Klinis Pada domba Orang dewasa muda, disebabkan oleh virus campak Akibat infeksi oligodendrosit oleh poliomavirus Pembetukan plak amiloid pada system saraf pusat hewan yang terinfeksi. Ensefalopati spongiform bovin dan varian baru penyakit CreutzfeldtJakob Penyakit kuru dan Creutzfeldt-Jakob klasik Suatu penyakit yang menyerupai scrapie, penyakit sapi gila Homgenat otak, demensia progresif, ataksia, mioklonus. Penyakit yang menyerupai Chronic wasting disease scrapie. Ditemukan pada rusa.

Tidak ada bukti ditularkan kepada manusia. Penyakit alzheimer Adanya plak amiloid.

M. AIDS dan Lentivirus Gambaran klinis Gejala infeksi HIV akut tidak spesifik meliputi fatigue, ruam, nyeri kepala, mual, serta keringat malam. AIDS ditandai dengan penekanan sistem imun yang menonjol dan berkembangnya berbagai infeksi oportunistik berat atau neoplasma yang tidak umum ( khususnya sarcoma Kaposi ). Gejala yang lebih serius pada orang dewasa sering didahului oleh gejala prodromal ( diare dan dwindling ) yang dapat meliputi fatigue, malaise, penurunan berat badan, demam, sesak napas, diare kronik, bercak putih pada lidah ( hairy leukoplakia, dan kandidiasis oral ), serta limfadenopati. Gejala penyakit pada saluran cerna dari esophagus hingga kolon merupakan penyebab utama kelemahan. Tanpa pengobatan, jarak antara infeksi primer HIV dan gambaran pertama penyakit klinis biasanya lama pada orang dewasa , berkisar 810 tahun. Kematian terjadi sekitar 2 tahun kemudian. Plasma viral load Jumlah HIV di dalam darah ( viral load ) merupakan nilai prognostic yang bermakna. Terjadi replikasi virus dan kematian sel terus menerus pada seiap pasien dan kadar virus pada kondisi stabil di dalam darah bervariasi pada setiap individu. Kadar ini mencerminkan jumlah total sel yang terinfeksi secara produktif dan perkembangan ukuran rata-rata. Diketahui bahwa perhitungan tunggla plasma viral load sekitar 6 bulan setelah infeksi dapat memperkirakan resiko perkembangan AIDS yang akan terjadi pada seseorang beberapa tahun kemudian. Namun, data terbaru menunjukan perbedaan gender pada parameter ini pada perempuan, viral load kurang dapat meramalkan perkembangan AIDS. Kadar RNA

HIV plasma dapat ditentukan dengan menggunakan berbagai pemeriksaan komersial yang tersedia. Plasma viral load tampaknya merupakan predictor terbaik hasil klinis jangka panjang, sedangkan jumlah limfosit CD4 merupakan predictor terbaik risiko jangka pendek perkembangan penyakit oportunistik. Perhitungan plasma viral load merupakan elemen penting dalam menentukan efektivitas pengobatan obat antiretrovirus. AIDS pada anak Respon neonates yang terinfeksi berbeda dari yang terlihat pada orang dewasa yang terinfeksi HIV. AIDS pada anak yang didapat dari ibu yang terinfeksi biasanya terlihat dengan gejala klinis pada usia 2 tahun; kematian terjadi 2 tahun kemudian.neonatus terutama rentan terhadap efek kerusakan HIV karena sistem imun belum terbentuk ketika terjadi infeksi primer. Temuan klinis antara lain termasuk pneumonitis limfoid interstitial, pneumonia kandidiasis oral berat, ensefalopati, wasting, limfadenopati generalisata, sepsis bacterial, hepatosplenomegali, diare, dan retardasi pertumbuhan. Anak dengan infeksi HIV-1 yang didapat pada masa perinatal jika tidak diobati - memiliki prognosis yang sangat buruk. Kecepatan perkembangan penyakit yang tinggi terjadi pada beberapa tahun pertama kehidupan. Kadar HIV-1 plasma load yang tinggi muncul untuk memperkirakan bayi yang berisiko mengalami perkembangan penyakit yang cepat. Pola replikasi virus pada bayi berbeda dengan pola replikasi pada orang dewasa. Kadar load RNA virus umumnya rendah saat lahir, menunjukan infeksi didapat tidak lama setelah kelahiran; kadar RNA kemudian meningkat dalam 2 bulan pertama kehidupan diikuti oleh penurunan lambat hingga usia 24 bulan, menandakan sistem imun imatur memiliki kesulitan terhadap infeksi. Persentase kecil pada bayi ( 5% ) memperlihatkan infeksi HIV sementara, menunjukan bahwa beberapa bayi dapat menghilangkan virus.

Kelainan neurologis Disfungsi neurologis sering terjadi pada orang yang terifeksi HIV. Empat puluh hingga 90 % pasien memiliki gejala neurologis, dan banyak ditemukan pada saat otopsi memiliki abnormalitas neuropatologi. Beberapa sindrom neurologis berbeda yang sering terjadi antara lain adalah ensefalitis subakut, mielopati vacuolar, meningitis aseptic, dan neuropath perifer. Kompleks demensia AIDS, sindrom neurologis yang paling sering, timbul sebagai manifestasi lanjut pada 25 65 % pasien AIDS dan ditandai dengan gangguan ingatan, ketidakmampuan berkonsentrasi, apatis, retardasi psikomotor, serta perubahan kepribadian. Penyakit neurologis lain yang berhubungan dengan infeksi HIV antara lain toksoplasmosis, kriptokokosis, limfoma primer sistem saraf pusat, dan yang diinduksi oleh leukoenselopati virus JC multifokalprogresif. Masa pertahanan rata-rata dari awitan demensia berat biasanya kurang dari 6 bulan. Pasien AIDS anak juga menunjukkan abnormalitas neurologis. Kelainan ini meliputi kejang, gangguan perkembangan perilaku milestone yang progresif, ensefalopati, gangguan deficit perhatian, serta kelambatan perkembangan. Ensefalopati HIV dapat terjadi pada 12 % anak, biasanya disertai defisiensi imun yang jelas. Pathogen bacterial menonjol pada AIDS anak sebagai penyebab tersering meningitis. Infeksi oportunsitik Penyebab utama morboditas dan mortalitas diantara pasien dengan stadium lanjut infeksi HIV adalah infeksi oportunistik, yaitu infeksi berat yang diinduksi oleh agenyang jarang menyebabkan penyakit serius pada individu yang imunikompeten. Infeksi oportunistik biasanya tidak terjadi pada pasien yang terinfeksi HIV hingga jumlah sel T CD4 turun dari kadar normal sekitar 1000 sel/l menjadi kurang dari 200 sel/l. ketika pengobatan terhadap beberapa pathogen oportunistik umum terbentuk dan penatalaksanaan pasien

AIDS memungkinkan ketahanan yang lebih lama, spectrum infeksi oportunistik mengalami perubahan. Infeksi oportunistik yang paling sering pada pasien AIDS yang ridak diobati antara lain adalah sebagai berikut : (1) Protozoa : Toxoplasma gondii, Isopora belli, spesies cryptosporidium. (2) Fungi neoformans, (3) Bakteri Mycobacterium Nocardia (4) Virus simpleks, virus streptococcus. : Cytomegalovirus, varicella-zoster, virus herpes virus adenovirus, : Candida albicans, immites, Cryptococcus Histoplasma

Coccidioides :

capsulatum, Pneumocystis jiroveci. Mycobacterium spesies avium-intracelullare, monocytogenes, spesies salmonella, tuberculosis, Listeria

asteroides,

poliomavirus JC, virus hepatitis B, virus hepatitis C. Koinfeksi oleh virus DNA dapt menimbulkan ekspresi HIV pada sel secara in vitro. Infeksi herpes virus umum terjadi pada pasien AIDS dan cytomegalovirus diketahui menghasilkan protein yang berfungsi sebagai reseptor kemokin dan dapat membantu HIV menginfeksi sel. Retinitis cytomegalovirus merupakan komplikasi ocular AIDS berat yang paling sering terjadi. Kanker Pasien AIDS menunjukan predsposisi yang nyata terhadap perkembangan kanker, akibat lain supresi imun. Kanker yang berkaitan dengan AIDS antara lain limfoma non-Hodgkin ( jenis sistem saraf pusat dan sistemik ), sarcoma Kaposi, kanker serviks, kanker anogenital, serta limfoma Hodgkin. Limfoma merupakan keganasan sel poliklonal B; DNA virus EB terutama ditemukan pada kelompok limfoma Burkitt dan keganasan pada sistem susunan saraf pusat ( tetapi idak ditemukan pada sebagian besar limfoma sistemik ). Poliomavirus SV40 terdeteksi pada beberapa limfoma non-Hodgkin. Limfoma

Burkitt 1.000 kali lebih sering ditemukan pada pasien AIDS daripada populasi umum. Sarcoma Kaposi merupakan tumor vascular yang dianggap berasal dari endotel yang terdapat dikulit, membran mukosa, kelenjar getah bening, dan organ visera. Sebelum jenis keganasan ini di observasi pada pasien AIDS, sarcoma Kaposi dianggap merupakan kanker yang sangat jarang. Sarcoma Kaposi saat ini 20.000 kali lebih sering pada pasien AIDS yang tidak diobati daripada di populasi umum.sarkoma Kaposi terkait herpes virus, atau HHV8, tampaknya berhubungan sebagai penyebab kanker. Kanker anogenital pata terjad akibat koinfeksi oleh papilomavirus manusia. Pemberian obat antiretrovirus yang efektif menyebabkan penurunan timbulnya sarcoma Kaposi secara bermakna tetapi memiliki efek yang kecil pada insiden limfoma non-Hodgkin pada individu yang terinveksi HIV. Diagnose laboratorium mikroskopik Isolasi dan identifikasi Pemeriksaan amplifikasi seperti tes RT-PCR, DNA PCR, dan bDNA, tes RNA-HIV-1 HIV dapat dibiakan dari limfosit didalam darah perifer ( dan kadang-kadang dari specimen dari tempat lain ). Jumlah sel terinfeksi yang bersirkulasi bervariasi sesuai stadium penyakit. Titer virus yang lebih tinggi ditemukan di dalam plasma dan di dalam sel darah perifer pasien AIDS bila dibandingkan dengan individu asimtomatik. Besarnya viremia plasma terlihat lebih sesuai dengan stadium klinis infeksi HIV daripada adanya antibody apapun. Teknik isolasi virus yang paling sensitive adalah dengan membiakan sampel uji dengan sel mononuclear darah perifer yang tidak terinfeksi dan distimulasi oleh mitogen. Isolat HIV pertama tumbuh sangat lambat bila dibandingkan dengan strain didapat dari laboratorium. Pertumbuhan virus dideteksi dengan memeriksa kultur cairan permukaan setelah kira-kira 7-14 hari untuk aktifitas reverse

transcriptase virus atau antigen spesifik virus. Sebagian besar orang dengan antibodi HIV-1 positif akan memiliki virus yang dapat dibiakan dari sel darah mereka. Namun, teknik isolasi virus sangat memakan waktu dan tenaga serta terbatas pada penelitian saja. Teknik amplifikasi PCR lebih sering digunakan untuk deteksi virus pada specimen klinis. Uji serologi Waktu rata-rata untuk serokonversi setelah infeksi HIV adalah 3-4 minggu. Sebagian besar individu memiliki antibody yang terdeteksi dalam 6-12 minggu setelah infeksi, sedangkan semuanya akan positif dalam 6 bulan. Alat periksa tersedia secara komersial untuk mengukur antibody dengan menggunakan enzyme-linked immunoassay ( EIA ). Jika dilakukan dengan benar, uji ini memiliki sensitivitas dan spesifikasi hingga melebihi 98%. Bila pemeriksaan antibody berdasarkan EIA digunakan untuk skrining populasi dengan prevalensi infektif HIV yang rendah ( misalnya,donor darah ), tes positif pada sampel serum harus dikonfirmasi dengan tes ulangan. Jika tes ulangan EIA reaktif, tes konfirmasi dilakukan untuk menyingkirkan hasil EIA positif palsu. Pemeriksaan konfirmasi yang digunakan secara luas adalah teknik Western blot yang dapat medeteksi antibody terhadap protein HIV dengan berat molekul spesifik. Antibody terhadap protein inti virus p24 atau glikoprotein selubung gp41, gp120, atau gp160 adalah antibody yang paling sering terdeteksi. Pola respon terhadap antigen virus spesifik berubah sepanjang waktu seiring dengan perkembangan pasien menjadi AIDS. Antibody terhadap glikoprotein selubung (gp41, gp120, gp160) dipertahankan, tetapi antibody tersebut digunakan untuk melawan penurunan protein Gag (p17, p24, p55). Penurunan anti p24 dapa menandakan dimulainya tanda-tanda klinis dan penanda perkembangan imunologi lain.

Uji cepatdan sederhan untuk mendeteksi antibody HIV tersedia untuk digunakan di laboratorium yang telah dipersiapkan untuk melakukan tes EIA. Uji yang sederhana ini berdasarkan prinsip reaksi aglutinasi atau imunodot. Sebagian besar individu mengalami serokonversi dalam 2 bulan setelah terpajan dengan virus. Infeksi HIV selama lebih dari 6 bulan tanpa respon antibody yang dapat dideteksi sangat jarang terjadi.