126

BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS
Page 2: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

1ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007

SUSUNAN PENGURUSBULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN

Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan MoneterBank Indonesia

PelindungPelindungPelindungPelindungPelindungDewan Gubernur Bank Indonesia

Dewan EditorDewan EditorDewan EditorDewan EditorDewan EditorProf. Dr. Anwar Nasution

Prof. Dr. Miranda S. GoeltomProf. Dr. Insukindro

Prof. Dr. Iwan Jaya AzisProf. Iftekhar HasanDr. M. Syamsuddin

Dr. Perry WarjiyoDr. Halim Alamsyah

Dr. Iskandar SimorangkirDr. Solikin M. JuhroDr. Haris Munandar

Dr. Andi M. Alfian Parewangi

Pimpinan EditorialPimpinan EditorialPimpinan EditorialPimpinan EditorialPimpinan EditorialDr. Perry Warjiyo

Dr. Iskandar Simorangkir

Direktur EksekutifDirektur EksekutifDirektur EksekutifDirektur EksekutifDirektur EksekutifDr. Andi M. Alfian Parewangi

SekretariatSekretariatSekretariatSekretariatSekretariatToto Zurianto, MBA

MS. Artiningsih, MBA

Buletin ini diterbitkan oleh Bank Indonesia, Direktorat Riset Ekonomidan Kebijakan Moneter. Isi dan hasil penelitian dalam tulisan-tulisandibuletin ini sepenuhnya tanggung jawab para penulis dan bukanmerupakan pandangan resmi Bank Indonesia.

Kami mengundang semua pihak untuk menulis pada buletin inipaper dikirimkan dalam bentuk file ke Direktorat Riset Ekonomi danKebijakan Moneter, Bank Indonesia Gedung Sjafruddin Prawiranegara Lt. 20;Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta Pusat, email : [email protected]

Buletin ini diterbitkan secara triwulan pada bulan April, Juli, Oktober danJanuari, bagi yang ingin memperoleh terbitan ini dapat menghubungiSeksi Publikasi - Bagian Administrasi, Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter,Bank Indonesia Gedung Sjafruddin Prawiranegara Lt. 2; Jl. M.H. Thamrin No. 2,Jakarta Pusat, telp. (021) 381-8206. Untuk permohonan berlangganan:telp. (021) 3818202, fax. (021) 3802283, email: [email protected].

Page 3: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

BULETIN EKONOMI MONETERDAN PERBANKAN

Volume 14, Nomor 2, Oktober 2011

Analisis Triwulanan: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

Triwulan III - 2011

Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia

Apakah Perkembangan Finansial Meredam atau Memperbesar Dampak Suatu Kejutan?

Meily Ika Permata, Ibrahim, Hidayah Dhini Ari

Bank Capital Inflows, Institutional Development and Risk: Evidence from Publicly -

Traded Banks in Asia

Wahyoe Soedarmono

Competitive Conditions in Banking Industry: An empirical Analysis of the Consolidation,

Competition and Concentration in the Indonesia Banking Industry between 2001

and 2009

Tri Mulyaningsih, Anne Daly

Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis

Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa

113

151

109

135

187

Page 4: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS
Page 5: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

109ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2011

ANALISIS TRIWULANAN:Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,

Triwulan III - 2011

Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada tanggal 11 Oktober 2011

memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 6,50%. Bank Indonesia juga

akan tetap menempuh langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah khususnya dari dampak

gejolak pasar keuangan global. Keputusan ini diambil sejalan dengan keyakinan Bank Indonesia

bahwa inflasi pada akhir tahun ini maupun tahun depan akan berada di bawah 5%. Selain itu,

langkah-langkah tersebut ditempuh sebagai antisipasi untuk memitigasi dampak penurunan

kinerja ekonomi dan keuangan global terhadap kinerja perekonomian Indonesia. Ke depan,

Dewan Gubernur akan terus mencermati perkembangan ekonomi dan keuangan global serta

menempuh respons suku bunga serta bauran kebijakan moneter dan makroprudensial lainnya

untuk memitigasi potensi penurunan kinerja perekonomian Indonesia tersebut dengan tetap

mengutamakan pencapaian sasaran inflasi, yaitu 5%±1% pada tahun 2011 dan 4,5%±1%

pada tahun 2012.

Dewan Gubernur terus mewaspadai tingginya risiko dan ketidakpastian di pasar keuangan

global serta kecenderungan menurunnya kinerja perekonomian global akibat permasalahan

utang dan fiskal di Eropa dan AS. Perhatian terutama ditujukan pada dampak jangka pendek

melalui jalur finansial berupa melemahnya bursa saham, meningkatnya indikator risiko utang,

dan tekanan pembalikan arus modal portofolio (capital reversals) oleh investor global dari

emerging economies, termasuk Indonesia. Sementara itu, kinerja perekonomian global terindikasi

melemah seperti tercermin pada perlambatan kegiatan produksi dan penjualan ritel yang disertai

dengan tingkat keyakinan konsumen yang melemah di negara maju dan koreksi sejumlah

harga komoditas internasional. Di sisi lain, tekanan inflasi mulai mereda, meski inflasi negara

emerging markets masih relatif tinggi sehingga terjadi pergeseran respons kebijakan moneter

ke arah netral atau akomodatif. Ke depan, secara keseluruhan Dewan Gubernur melihat

kecenderungan menurunnya pertumbuhan ekonomi negara maju, melambatnya volume

perdagangan dunia, dan menurunnya harga komoditas global. Sementara itu di sektor keuangan,

tingginya ekses likuiditas global dan persespi resiko investor masih akan mendorong tetap

Page 6: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

110 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

derasnya aliran modal asing masuk ke negara-negara emerging economies, termasuk Indonesia,

baik dalam bentuk PMA maupun investasi portofolio.

Dewan Gubernur menilai bahwa fundamental ekonomi dan perbankan nasional tetap

kuat di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap prospek ekonomi dunia. Pertumbuhan

ekonomi pada triwulan IV 2011 diperkirakan akan lebih tinggi, terutama didukung oleh konsumsi

dan kegiatan investasi sehingga secara keseluruhan tahun 2011 dapat mencapai 6,6%. Sejauh

ini, dampak gejolak ekonomi global lebih dirasakan di pasar keuangan, sementara sektor riil

relatif belum terpengaruh. Namun, perekonomian global yang melemah diperkirakan akan

memengaruhi kinerja ekonomi domestik pada tahun 2012, baik melalui dampaknya pada pasar

keuangan maupun terhadap kegiatan perdagangan internasional. Pertumbuhan ekonomi

domestik tahun 2012 diprakirakan berada di sekitar 6,2%-6,7%. Pertumbuhan tersebut

ditopang oleh konsumsi yang tetap kuat dan investasi yang meningkat, namun ekspor akan

menghadapi tekanan. Secara sektoral, seluruh sektor ekonomi diprakirakan akan tumbuh

dengan baik. Sektor-sektor yang diprakirakan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi

ke depan, antara lain sektor industri; sektor perdagangan, hotel dan restoran; dan sektor

transportasi dan komunikasi.

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV 2011 diprakirakan akan kembali

surplus setelah mengalami tekanan akibat terjadinya aliran modal keluar pada triwulan

sebelumnya. Secara keseluruhan tahun 2011, NPI diprakirakan akan tetap mencatat surplus

yang cukup besar. Surplus NPI ini diprakirakan akan tetap berlangsung pada tahun 2012 terutama

didukung oleh surplus transaksi modal dan finansial yang terus meningkat, baik dalam bentuk

investasi portofolio maupun investasi langsung. Sejalan dengan itu, cadangan devisa pada

akhir September 2011 tercatat sebesar 114,5 miliar dolar AS, atau setara dengan 6,5 bulan

impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Jumlah cadangan devisa tersebut lebih

dari cukup untuk mendukung kestabilan nilai tukar rupiah.

Nilai tukar rupiah pada triwulan III 2011 mengalami tekanan, khususnya pada bulan

September 2011. Pada triwulan III 2011, nilai tukar rupiah melemah 2,42% (ptp) menjadi

Rp8.790 per dolar AS dengan volatilitas yang meningkat. Namun, pelemahan nilai tukar rupiah

tersebut masih sejalan dengan pergerakan nilai tukar mata uang negara kawasan. Tekanan

terhadap rupiah antara lain dipengaruhi oleh meningkatnya faktor risiko global akibat

kekhawatiran terhadap prospek ekonomi dunia. Selain itu, meningkatnya permintaan valas

untuk memenuhi pembayaran impor turut menekan nilai tukar rupiah. Ke depan, Bank Indonesia

akan terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah guna mendukung terpeliharanya kestabilan

makroekonomi.

Page 7: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

111ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2011

Tekanan inflasi terus menurun. Inflasi IHK pada triwulan III 2011 tercatat sebesar 1,89%

(qtq) atau 4,61% (yoy), lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan

tekanan inflasi ini berasal dari kelompok volatile food dan administered prices seiring dengan

membaiknya pasokan, turunnya harga komoditas pangan internasional dan minimalnya

kebijakan Pemerintah terkait harga komoditas strategis. Sementara itu, tekanan kelompok inti

di luar kenaikan harga emas juga relatif terjaga baik karena kebijakan apresiasi nilai tukar pada

periode sebelumnya dan masih cukup memadainya pasokan dalam merespons permintaan.

Dengan perkembangan tersebut, inflasi pada tahun 2011 diyakini akan lebih rendah dari 5%.

Tahun 2012, inflasi akan tetap terkendali dan diprakirakan di bawah 5% seiring dengan

terjadinya koreksi harga komoditas global dan melemahnya perekonomian dunia.

Stabilitas sistem perbankan tetap terjaga dengan fungsi intermediasi yang membaik

meskipun terjadi gejolak pasar keuangan akibat pengaruh global. Stabilitas industri perbankan

masih tetap terjaga dengan baik sebagaimana tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal

(CAR/Capital Adequacy Ratio) yang berada jauh di atas minimum 8% dan rendahnya rasio

kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%. Sementara itu, penyaluran

kredit untuk pembiayaan kegiatan perekonomian terus berlanjut, tercermin pada pertumbuhan

kredit yang mencapai 23,8% (yoy) hingga akhir September 2011. Bank Indonesia terus berupaya

menjaga stabilitas sistem perbankan dan mendorong fungsi intermediasi dengan tetap

memperhatikan prinsip kehati-hatian dengan mendorong ke arah pertumbuhan kredit produktif

sehingga perekonomian nasional tetap dapat mencapai pertumbuhan yang optimal di tengah

kondisi perekonomian global yang masih diliputi ketidakpastian.

Kehandalan dan efisiensi sistem pembayaran turut membantu capaian kinerja

makroekonomi Indonesia. Dukungan sistem pembayaran terhadap kinerja perekonomian

Indonesia terlihat dari ketersediaan Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-

RTGS), Bank Indonesia-Scripless Security Settlement System (BI-SSSS) serta Sistem Kliring Nasional

Bank Indonesia (SKNBI) yang mencapai 100%. Selain itu, kehandalan sistem pemrosesan Alat

Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) dan Uang Elektronik yang diselenggarakan oleh

pihak di luar Bank Indonesia juga tetap terjaga. Bank Indonesia juga tetap mampu memenuhi

kebutuhan uang kartal meskipun terdapat kenaikan permintaan uang kartal oleh masyarakat

secara signifikan selama Ramadhan dan libur Idul Fitri yang lalu.

Page 8: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

112 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

halaman ini sengaja dikosongkan

Page 9: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

113Apakah Perkembangan Finansial Meredam atau Memperbesar Dampak Suatu Kejutan?

APAKAH PERKEMBANGAN FINANSIAL MEREDAM ATAUMEMPERBESAR DAMPAK SUATU KEJUTAN?

Meily Ika PermataIbrahim

Hidayah Dhini Ari 1

This paper analyzes the role of financial development on economic output in Indonesia. Using

vector autoregressive method, the results confirm the positive impact of financial development on output

growth. The interaction between the financial development and the shock either in financial or real sector

shows that the financial development has a positive role to dampen the negative impact of the shock on

the output growth, while strengthen the positive one. Another variable on the model, which significantly

affect the output growth are excess money, term of trade, and the price. Compare to these variables, the

marginal effect of financial development on output is smaller.

Keywords: Financial development, shock, output volatility, VAR.

JEL Classification: E44, O16

1 Meily Ika Pertama ([email protected]), Ibrahim ([email protected]) and Hidayah Dhini Ari ([email protected]) are researchers in EconomicResearch Bureau, Directorate of Economic and Monetary Policy Research. The author thanks to Dr. Noer Azzam, Dr. Perry Warjiyo, Dr.Iskandar Simorangkir and other colleagues in DKM for the excellent input and suggestion.

Abstract

Page 10: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

114 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

I. PENDAHULUAN

Stabilitas makroekonomi merupakan salah satu syarat perlu bagi kesinambungan

pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, upaya untuk memahami sumber-sumber instabilitas

kondisi makroekonomi merupakan salah satu tantangan yang senantiasa mendapatkan

perhatian penting dalam ranah ilmu ekonomi.

Peran sektor finansial dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi telah lama menjadi

subyek penelitian, khususnya sejak Schumpeter (1912).2 Sejak itu, studi yang dilakukan

untuk menguji kaitan antara perkembangan sektor finansial dan pertumbuhan ekonomi

terus dilakukan. Berdasarkan kajian terhadap berbagai penelitian yang telah dilakukan,

hubungan antara perkembangan sektor finansial dan pertumbuhan ekonomi cenderung

tidak konklusif.

Beberapa pandangan meyakini bahwa perkembangan sektor finansial akan mendorong

pertumbuhan (diawali oleh Schumpeter, 1911 dan Gurley dan Shaw, 1955) karena sektor

finansial dapat mengatasi permasalahan dalam kendala pembiayaan, berkontribusi pada

pengalokasian sumber dayasecara lebih efisien, menyalurkan pembiayaan serta berbagai

aktivitas lain yang terkait dengan risk sharing dan inovasi finansial,medium bagi transmisi

kebijakan moneter (Cecchetti dan Krause, 2001 dan Krause dan Rioja, 2006), mengatasi

permasalahan ketidaksempurnaan di pasar dana (imperfect capital market) (Bernanke dan

Gertler (1989), Greenwald dan Stiglitz (1993) serta Kiyotaki dan Moore (1997).Pengembangan

sektor finansial diyakini juga bahwa berperan positif dalam menurunkan volatilitas variabel-

variabel makroekonomi (Dynan, Elmendorf dan Sichel (2006), Denizer, Iyigun, dan Owen

(2002), Harvey dan Lundblad (2006),Aghion et. al (2005), Aghion et. al (2009), Cecchetti,

Lagunes dan Krause (2006), serta Mendicino (2007)).

Namun, Bacchetta dan Caminal (2000), Easterly et al. (2002) dan Kuneida (2008),

menunjukkan bahwa kendala dalam pembiayaan (financial constraint) dapat menjadi faktor

yang menahan atau justru memperparah dampak kejutan yang terjadi di perekonomian.

Sementara itu, Lopez dan Spiegel (2002), Denizer et al. (2002), Silva (2002), dan Tharavanji

(2007) justru menemukan hubungan negatif antara perkembangan sektor finansial dan

volatilitas pertumbuhan ekonomi. Peneliti lain seperti, Tiryaki (2003), Beck (2006) & Guryal

et al. (2007) tidak menemukan hubungan yang signifikan antara sektor finansial dan volatilitas

pertumbuhan.

2 Schumpeter, J.A., 1911. The Theory of Economic Development.Cambridge, Mass: HarvardUniversity Press.

Page 11: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

115Apakah Perkembangan Finansial Meredam atau Memperbesar Dampak Suatu Kejutan?

Grafik 1. Volatilitas OutputBeberapa Negara Berkembang dan Maju

Berdasarkan gambaran di atas, dirasakan suatu kebutuhan untuk melakukan pengujian

empiris tentang peran sektor finansial dalam stabilitas makroekonomi, khususnya pertumbuhan

PDB, di Indonesia. Sebagai salah satu negara berkembang dengan sektor finansial yang masih

terus berkembang, kajian terhadap peran sektor finansial dalam konteks stabilitas makroekonomi

diharapkan dapat membantu arah perumusan kebijakan moneter yang lebih tepat. Apabila

dibandingkan dengan beberapa negara maju, volatilitas output di beberapa negara emerging

secara umum terlihat lebih tinggi, kecuali mulai periode krisis global (Grafik 1). Sementara itu,

apabila dibandingkan dengan beberapa negara emerging, volatilitas output Indonesia pascakrisis

1997 terlihat relatif lebih kecil.

Secara eksplisit, paper ini mengidentifikasi hubungan antara peran sektor finansial dan

volatilitas output di Indonesia. Indikator yang digunakan untuk mengukur perkembangan sektor

finansial adalah rasio kredit kepada sektor swasta terhadap GDP. Ukuran ini lazim digunakan

dalam penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya. Pemahaman mengenai hubungan

antara perkembangan sektor finansial dalam peranannya terhadap stabilitas makroekonomi

diharapkan dapat menjadi suatu bahan masukan yang berharga dalam memformulasikan

kebijakan moneter yang lebih baik.

Bagiankeduadari paper ini mengulas teori dan tinjauan literatur, bagian ketiga mengulas

metodologi dan model empiris yang digunakan, sementara hasil dan analisis diuraikan pada

bagian keempat. Kesimpulan, implikasi dan rekomendasi kebijakan akan diberikan pada bagian

penutup.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

1994

Q4

1995

Q3

1996

Q2

1997

Q1

1997

Q4

1998

Q3

1999

Q2

2000

Q1

2000

Q4

2001

Q3

2002

Q2

2003

Q1

2003

Q4

2004

Q3

2005

Q2

2006

Q1

2006

Q4

2007

Q3

2008

Q2

2009

Q1

2009

Q4

China Indonesia BrazilThailand EU USA

Page 12: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

116 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

II. TEORI

Pandangan bahwa perkembangan sektor finansial akan mendorong pertumbuhan (diawali

oleh Schumpeter, 1911 dan Gurley dan Shaw, 1955) disebabkan karena sektor finansial dapat

mengatasi permasalahan dalam kendala pembiayaan. Selain itu, keberadaan sektor finansial

berkontribusi pada pengalokasian sumber daya, baik finansial maupun nonfinansial, secara

lebih efisien. Semakin dalam dan berkembangnya sektor finansial mampu meredam volatilitas

dalam perekonomian, melalui kemampuannya dalam menyalurkan pembiayaan serta berbagai

aktivitas lain yang terkait dengan risk sharing dan inovasi finansial.

Kontribusi sektor finansial dalam menstabilkan kondisi makroekonomi secara umum juga

terjadi melalui kemampuannya untuk menjadi medium bagi transmisi kebijakan moneter

(Cecchetti dan Krause, 2001 dan Krause dan Rioja, 2006). Bernanke dan Gertler (1989),

Greenwald dan Stiglitz (1993) serta Kiyotaki dan Moore (1997) menghasilkan studi yang

mengkorfimasi pandangan di atas, dengan menunjukkan bahwa sektor finansial berkontribusi

mengatasi permasalahan ketidaksempurnaan di pasar dana (imperfect capital market), dan

dengan demikian mengurangi volatilitas output di perekonomian.

Dynan, Elmendorf dan Sichel (2006) dan Denizer, Iyigun, dan Owen (2002) serta Beakaert,

Harvey dan Lundblad (2006) menyajikan hasil studi yang menunjukkan bahwa pengembangan

sektor finansial berperan positif dalam menurunkan volatilitas variabel-variabel makroekonomi.

Aghion et. al (2005) dan Aghion et. al (2009) mengkonfirmasi bahwa kendala dalam pembiayaan

kredit berkontribusi memperbesar dampak kejutan di perekonomian melalui pilihan terhadap

jenis investasi yang dilakukan pelaku usaha. Cecchetti, Lagunes dan Krause (2006) serta

Mendicino (2007) membuktikkan bahwa kredit konsumsi berperan positif dalam mengatasi

kendala likuiditas di tingkat rumah tangga sehingga dapat membantu menurunkan volatilitas

pertumbuhan ekonomi.

Namun, Bacchetta dan Caminal (2000) menunjukkan bahwa kendala dalam pembiayaan

(financial constraint) dapat menjadi faktor yang menahan atau justru memperparah dampak

kejutan yang terjadi di perekonomian, tergantung pada jenis kejutan yang terjadi di

perekonomian. Senada dengan Bacchetta dan Caminal, Easterly et al. (2002) dan Kuneida

(2008) menemukan sifat hubungan antara perkembangan sektor finansial dan pertumbuhan

ekonomi yang cenderung nonlinear. Dalam hal ini, perkembangan sektor finansial akan

menurunkan volatilitas makroekonomi sampai pada titik tertentu, namun melewati titik tersebut

kredit ke sektor swasta yang terlalu banyak justru akan meningkatkan volatilitas.

Sementara itu, Lopez dan Spiegel (2002), Denizer et al. (2002), Silva (2002), dan Tharavanji

(2007) justru menemukan hubungan negatif antara perkembangan sektor finansial dan volatilitas

Page 13: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

117Apakah Perkembangan Finansial Meredam atau Memperbesar Dampak Suatu Kejutan?

pertumbuhan ekonomi. Yang lebih menarik, Tiryaki (2003), Beck (2006) dan Guryay et al.

(2007) tidak menemukan hubungan yang signifikan antara sektor finansial dan volatilitas

pertumbuhan.

Berdasarkan beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari model di atas, maka terlihat

bahwa hubungan antara perkembangan finansial dan volatilitas output akan bersifat ambigu

(tidak konklusif). Sifat hubungan tersebut akan tergantung pada kejutan yang muncul di

perekonomian, apakah berasal dari sektor riil atau moneter, dan bagaimana suatu perekonomian

merespon kejutan yang muncul tersebut.

Salah satu model sederhana tentang perkembangan sektor keuangan dibangun oleh

Bacchetta dan Caminal (2000), dan kemudian dikembangkan dan dimodifikasi oleh Beck (2006).

Dasar pemikiran model dibangun dari asumsi perekonomian yang terdiri dari konsumen

(consumers) dan pengusaha (entrepreneurs). Setiap pengusaha memiliki akses yang sama

terhadap teknologi produksi, yang diwakili oleh f (k), dengan f (0) = 0, f ‘(k) > 0, dan f “ (k) <

0. Meskipun setiap pengusaha memiliki akses yang sama terhadap teknologi produksi, pada

dasarnya pengusaha memiliki tingkat kekayaan (wealth) b yang berbeda-beda. Sebanyak β

rasio dari pengusaha adalah pengusaha dengan kekayaaan tinggi (High). Dan sebanyak (1- β)

rasio dari pengusaha adalah dengan kekayaan rendah (Low). High diasumsikan dapat memenuhi

kebutuhan pembiayaan investasinya dan memiliki kelebihan dana yang disimpan di bank dan

mendapat tingkat bunga rD. High diasumsikan tidak memiliki kendala pembiayaan di pasar

finansial, dan dengan demikian maksimisasi profit High tercapai pada :

(1)

Sementara itu, Low memiliki keterbatasan pembiayaan sehingga harus meminjam dana

dengan tingkat bunga rD. Adanya assymetric information dan potensi moral hazard

menyebabkan Low dikenakan agency cost ϕ. Dengan kondisi ini, maksimisasi profit Low

tercapai pada :

(2)

Dengan demikian, marginal produktivitas relatif antara High dan Low adalah sebagai

berikut :

(3)

Page 14: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

118 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

Semakin besar perbedaan antara rL dan rD serta ϕ, maka semakin tinggi rasio kH / kL dan

semakin besar perbedaan marginal produktivitas antara Low dan High. Semakin tinggi ϕ,

semakin besar efek realokasi dana antara High dan Low. Realokasi dana ini akan mempengaruhi

produktivitas agregat dan akhirnya output perekonomian secara keseluruhan.

Pihak intermediari finansial, dalam hal ini bank, diasumsikan bekerja dalam kondisi

persaingan sempurna, tanpa biaya, dan hanya memegang aset dalam bentuk pemberian

kredit. Meskipun demikian, deposito dikenakan peraturan reserve requirement dari otoritas

moneter, yaitu τ. Dengan demikian, kredit yang mampu diberikan bank kepada Low adalah

sebesar (1-τ ) dikalikan dengan deposito dari High. Kenaikan dengan demikian akan

menurunkan dana yang tersedia untuk dipinjamkan kepada Low, dan sebaliknya. Agregat

total pinjaman dari bank dengan demikian adalah :

(4)

(5)

dimana bH adalah dana internal yang dimiliki High dan kH adalah tingkat investasi yang diinginkan

High. Sedangkan kL dan bL masing-masing adalah tingkat investasi yang diinginkan dan dana

internal Low. Adapun dana internal Low diasumsikan sangat kecil sehingga tidak bisa memenuhi

tingkat investasi yang diinginkan.

Selanjutnya, dengan asumsi tidak adanya kemungkinan gagal bayar, maka rasio dari rL

dan rD hanya dipengaruhi oleh besarnya reserve requirement, τ , sehingga :

Dengan adanya assymetric information yang menghasilkan agency cost, maka Low secara

natural akan selalu dihadapkan pada kondisi tingkat investasi yang sub-optimal. Hal ini berarti

tingkat investasi yang mampu dilakukan akan selalu dibawah yang diinginkan. Agency cost

dalam hal ini dinyatakan sebagai berikut :

dimana ω adalah fungsi dari sejumlah parameter teknologi yang bersifat eksogen. Hal ini

berarti bahwa agency cost merupakan fungsi negatif linear dari rasio antara dana internal

yang dimiliki dan tingkat investasi yang diinginkan Low. Semakin besar dana internal yang

Page 15: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

119Apakah Perkembangan Finansial Meredam atau Memperbesar Dampak Suatu Kejutan?

dimiliki, maka agency cost yang dibebankan bank kepada Low akan semakin kecil. Selanjutnya

berdasarkan ini, maka :

(6)

Persamaan (6) menunjukkan bahwa Low akan dihadapkan pada kondisi credit-constrained,

sehingga tingkat investasi yang mungkin dicapai akan dibawah yang diinginkan. Tingkat investasi

Low akan menurun dengan kenaikan rL, ω, dan rasio leverage .

Berdasarkan persamaan-persamaan di atas, maka marjinal produktivitas dari High dan

Low selanjutnya dapat dijabarkan dalam persamaan berikut :

(7)

Dengan demikian, kondisi market clearing di pasar finansial adalah sbb :

Berdasarkan (7) dan (8) dapat terlihat bahwa investasi relatif kL / kH akan meningkat

sejalan dengan meningkatnya rasio bL / kL dan relatif rasio dana internal bL / bH serta menurunnya

agency cost ω dan reserve requirement τ .

Berdasarkan persamaan-persamaan di atas maka diperoleh beberapa interpretasi hasil

sebagai berikut :

1) Dampak dari kejutan yang terjadi pada sektor riil akan lebih besar pada kondisi assymetric

information di pasar dana. Dampak itu akan makin besar sejalan dengan kenaikan pada

agency cost ω. Hal ini terlihat pada persamaan (7) dimana investasi yang dilakukan High

akan lebih besar dari Low, sehingga menyebabkan marjinal produktivitas di Low lebih tinggi

daripada High. Perbedaan marjinal produktivitas tersebut akan makin besar dengan semakin

tingginya agency cost, suatu kondisi yang terdapat pada kondisi pasar dana yang diwarnai

assymetric information. Dengan makin besarnya perbedaan marginal produktivitas, maka

dampak dari kejutan kepada output perekonomian akan lebih besar.

2) Dampak dari kejutan yang berasal dari kebijakan moneter yang berpengaruh pada supply

of loanable funds akan berdampak lebih kecil pada kondisi dimana terdapat assymetric

(8)

Page 16: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

120 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

xt = A

0 + A

1 x

t-1 + A

2 x

t-2 + .... + A

p x

t-p + e

t

information di pasar dana. Pelonggaran kebijakan moneter berupa penurunan tingkat reserve

requirement τ, akan menaikkan jumlah ketersediaan loanable loan yang pada akhirnya

akan menurunkan rL. Meskipun demikian, penurunan tingkat bunga akan menaikkan

leverage dan akhirnya agency cost bagi Low. Hal ini pada akhirnya akan mengurangi sebagian

dari dampak positif penurunan reserve requirement. Sementara itu, turunnya agency cost

sebagai dampak dari semakin berkembangnya sektor finansial akan semakin menguatkan

dampak positif penurunan reserve requirement ke output.

Inilah dasar hipotesis yang akan di uji dalam paper ini.

III. METODOLOGI

Penelitian ini akan menggunakan pendekatan ekonometrik guna menguji testable

hypothesis dengan memanfaatkan metode vector auto regression (VAR). Metode VAR ini

digunakan untuk melakukan pengujian dengan kasus Indonesia.

Model VAR merupakan suatu analisis fungsi linear dari pergerakan data di masa lampau

yang dilakukankumpulanvariabel (variabel endogen) dalam suatu periode waktu yang sama

(t=1,...,T). Suatu model VAR (p) dapat direpresentasikan dalam persamaan sebagai berikut :

dimana et merupakan vektor dari error term yang memenuhi kondisi standar; E(e

t) = 0, dan

E(et e’

t) = Ω .

Model VAR sangat sering digunakan dalam analisa makroekonomi. Namun demikian,

meskipun pendekatan VAR mempunyai keunggulan dalam memodelkan dynamic behaviour

dari variabel ekonomi dan forecasting, namun tak sedikit kritik yang ditujukan terhadap VAR

berkaitan dengan pendekatannya yang cenderung bersifat atheoretical, dimana tidak adanya

restriksi dalam struktur lag model VAR diasosiasikan sebagai tidak adanya struktur yang

mendasari keterkaitan setiap variable dalam system VAR tersebut. Hal ini akan menimbulkan

kesulitan dalam menginterpretasikan hasil.

Model teoritis yang diuraikan sebelumnya telah memberikan hipotesis yang akan diuji.

Namun pengujian yang akan dilakukan tidak didasarkan pada bentuk reduced forms yang

langsung diturunkan secara ekplisit dari model di atas, melainkan lebih bersifat empiris dan

ditetapkan secara ad hoc dengan tujuan agar dapat mengakomodir beberapa variabel kontrol

yang tidak tertangkap secara eksplisit dalam model.

Page 17: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

121Apakah Perkembangan Finansial Meredam atau Memperbesar Dampak Suatu Kejutan?

Beberapa variabel yang akan diikutsertakan dalam model adalah perkembangan PDB

Riil dan pergerakan harga, guna menggambarkan volatilitas variabel makroekonomi. Selain itu

diikutkan juga variabel di sektor riil dan moneter.Untuk sektor riil sebagai contoh dapat

digunakan variabel terms of trade, sementara untuk sektor moneter dapat digunakan

perkembangan excess money. adalah ukuran untuk perkembangan sektor finansial, yang dalam

hal ini rasio kredit terhadap PDB. Sementara itu untuk menangkap adanya market imperfection/

assymetric information akan digunakan variable yang dapat menjelaskan adanya resiko seperti

spread suku bunga kredit dan SBI.

Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data triwulanan dengan Periode

triwulan pertama tahun 1997 sampai dengan triwulan kedua tahun 2010. Adapun rincian

data yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. PDB Riil : yang menggambarkan perkembangan output/pertumbuhan ekonomi

2. IHK : yang menggambarkan pergerakan harga

3. TOT : yang mewakili shock dari sektor riil

4. Excess Money : yang mewakili shock dari sektor moneter

5. Kredit/PDB : yang dipakai sebagai ukuran untuk perkembangan sektor finansial

6. Spread Suku Bunga SBI dan Kredit : yang menggambarkan besarnya resiko akibat adanya

market imperfection/assymetric information

IV. HASIL DAN ANALISIS

Secara umum, pergerakan indikator makroeknomi Indonesia pada awal periode

pengamatan mengalami volatilitas yang relatif besar. Periode krisis tahun 1998 yang

menyebabkan pertumbuhan ekonomi terkontraksi lebih dari 13,1% dan inflasi yang melonjak

mencapai 69,8% diikuti oleh berbagai indikator lainnya seperti rasio kredit terhadap PDB,

excess money, dan indikator risiko yang diwakili oleh indikator selisih suku bunga kredit dengan

SBI (Grafik 5). Volatilitas berbagai indikator tersebut semakin membaik sejalan dengan

membaiknya pengelolaan moneter.

Page 18: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

122 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

Dari hasil pengamatan lebih detil dengan melihat pergerakan standard deviasi indikator

makroekonomi dan finansial diperoleh gambaran pergerakan yang lebih jelas. Secara umum,

gambaran volatilitas indikator PDB dengan variabel lainnya bergerak searah. Korelasi volatilitas

pertumbuhan dengan rata-rata kredit/PDB mencapai 81% serta korelasi antara volatilitas

pertumbuhan & volatilitas inflasi sebesar 78% (Grafik 6). Volatilitas dalam gambar tersebut di

hitung dengan cara moving standard deviation selama tiga tahun untuk masing-masing

indikator yang kemudian di hitung korelasi dari pasangan indikator yang diamati. Berdasarkan

hipotesa awal adanya hubungan yang bergerak searah tersebut, dilakukan pengolahan data

dengan menggunakan metode VAR.

Grafik 2.Perkembangan Indikator Utama

Grafik 3.Pertumbuhan Finansial (dln FD)

Grafik 4.Excess Money

Grafik 5. Spread Suku Bunga Kredit-SBI

-20

0

20

40

60

80

PDB

Inflasi

1997Mar

1998Mar

1999Mar

2000Mar

2001Mar

2002Mar

2003Mar

2004Mar

2005Mar

2006Mar

2007Mar

2008Mar

2009Mar

2010Mar

1997Mar

1998Mar

1999Mar

2000Mar

2001Mar

2002Mar

2003Mar

2004Mar

2005Mar

2006Mar

2007Mar

2008Mar

2009Mar

2010Mar

0,4

0,2

0,0

-0,2

-0,4

-0,6

-0,8

-0,10

-0,12

1997Mar

1998Mei

1999 2000 2001Jul

2003Sep

2004Mar

2005Mei

2006Jul

2007Sep

2008Nov

2010Jan

40

30

20

10

0

-10

-20

-30Nov Jan

1997Mar

1998Mar

1999Mar

2000Mar

2001Mar

2002Mar

2003Mar

2004Mar

2005Mar

2006Mar

2007Mar

2008Mar

2009Mar

2010Mar

20

10

0

-10

-20

-30

-40

-50

Page 19: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

123Apakah Perkembangan Finansial Meredam atau Memperbesar Dampak Suatu Kejutan?

Estimasi VAR diawali dengan melakukan stationary test terhadap setiap variabel dengan

menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF) unit root test. Hasil uji indikator pengamatan

menunjukkan bahwa variabel PDB dan IHK adalah non stationer pada level (tabel 1). Berdasarkan

hasil uji unit root test, tersebut variabel- variabel yang dipilih untuk diikutsertakan dalam model

VAR dalam kajian ini adalah dLnPDB, dLnIHK, dLnTOT, dLnFD, pertumbuhan risiko dan dan

pertumbuhan excess money.

Grafik 6.Perkembangan Keterkaitan Indikator Utama

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

10,00

1990Mar

1990Mei

1992Jul

1993Sep

1994Nov Mar Mei Jul Sep NovJan

1996 1997 1998 1999 2000 2001Mar Mei Jul Sep NovJan

2003 2004 2005 2006 2007 2008Jan

2010

Average of Credit/GDP (3 years)

Rolling StDev of GDPGrowth (3 years -yoy) (RHS)

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

10,00

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

35,00Rolling StDev of Inflation(3 years - yoy)

Rolling StDev of GDPGrowth (3 years -yoy) (RHS)

1990 1991 1992 1994 1995 1997 1999 2000 2001 2002 2004 2005 2006 2007 2009 20101996Apr Jul Okt Jan AprJanApr Jul OktJanApr Jul OktJanJun SepMar

Tabel 1.Hasil Uji Unit Root Test

Variabel Level (P-value)

PDB 1.0000dLnPDB 0.0967Pertumbuhan PDB 0.0943IHK 0.8050dLnIHK 0.0006Inflasi 0.3043TOT 0.0258dLnTOT 0.0020Pertumbuhan TOT 0.0057FD 0.0163dLnFD 0.0024Pertumbuhan FD 0.2049Risk 0.0000Pertumbuhan Resiko 0.0000Pertumbuhan Excess Money 0.0002

Page 20: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

124 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

Optimum lag order untuk prosedur VAR menunjukkan hasil yang mixed. Berdasarkan

Schwartz Information Criteria lag yang optimal adalah 1, sementara Akaike Information

Criteria dan Hannan Quinn Information Criteria menghasilkan lag optimal 6. Namun demikian,

order lag 6 tidak dipilih dalam prosedur kajian ini mengingat jumlah observasi variabel hanya54.

Kajian ini juga tidak mengikuti Schwart optimum lag dengan lag order 1, melainkan menetapkan

penggunaan lag order 2 untuk dapat lebih baik mencakup dinamika variabel. Berdasarkan uji

Lag Structure, diketahui bahwa estimasi VAR dengan lag order 2 bersifat stabil (stasioner)

karena semua roots lebih kecil daripada 1 dan berada di dalam unit circle (Grafik 7).

Grafik 7.AR Roots Graph

Tabel 2.VAR Granger Causality/Block Exogeneity Wald Tests

ExcludedExcludedExcludedExcludedExcluded Chi-sqChi-sqChi-sqChi-sqChi-sq dfdfdfdfdf ProbabilityProbabilityProbabilityProbabilityProbability

DLNIHK 17.48 2 0.000DLNTOT 11.80 2 0.003EXCMON 8.52 2 0.014DLNFD 9.53 2 0.009GRISK 1.09 2 0.580AllAllAllAllAll 56.7356.7356.7356.7356.73 1010101010 0.0000.0000.0000.0000.000

Hasil Granger Causality/Block Exogeneity Test menunjukkan bahwa secara bersamaan

variabel pergerakan harga/inflasi, perkembangan TOT, pergerakan excess money, perkembangan

finansial dan pergerakan resiko merupakan variabel penjelas pergerakan PDB (Tabel 2). Namun

demikian, secara individu variabel perkembangan resiko kurang dapat menjelaskan pergerakan

Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial

-1,5

-1,0

-0,5

0,0

0,5

1,0

1,5

-1,5 -1,0 -0,5 0,0 0,5 1,0 1,5

Page 21: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

125Apakah Perkembangan Finansial Meredam atau Memperbesar Dampak Suatu Kejutan?

PDB, namun tetap dipertahankan dalam model, mengingat variabel resiko menjadi variabel

kontrol yang menggambarkan besarnya resiko akibat adanya market imperfection/assymetric

information.

4.1. Dampak Terhadap Pertumbuhan PDB

Dari hasil impulse response mengenai dampak berbagai variabel terhadap PDB, terlihat

bahwa perkembangan finansial berperan positif dalam meningkatkan pertumbuhan PDB dan

signifikan pada triwulan 2 (Grafik 8). Sementara itu, terlihat bahwa kenaikan inflasi akan

menurunkan pertumbuhan PDB secara signifikan selama 4 triwulan atau selama 1 tahun dari

triwulan 2 sampai dengan triwulan 5. Peningkatan TOT juga secara signifikan akan menurunkan

PDB selama 2 triwulan yaitu dari triwulan 2 sampai dengan triwulan 3. Selain itu, peningkatan

excess money juga akan berdampak menurunkan PDB dan signifikan pada triwulan 2. Namun

demikian, dampak peningkatan resiko akibat adanya market imperfection/assymetric

information terhadap PDB cenderung tidak signifikan.

Grafik 8. Dampak Shock Inflasi, Perkembangan TOT, Pertumbuhan Excess Money,Perkembangan Finansial dan Perubahan Resiko Terhadap Pertumbuhan PDB

Response of DLNPDB to NonfactorizedOne Unit DLNIHK Innovation

-.8

-.6

-.4

-.2

.0

.2

.4

.6

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Accumulated Response of DLNPDB to NonfactorizedOne Unit DLNIHK Innovation

-3

-2

-1

0

1

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24-.5

-.4

-.3

-.2

-.1

.0

.1

.2

.3

Response of DLNPDB to NonfactorizedOne Unit DLNTOT Innovation

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Accumulated Response of DLNPDB to NonfactorizedOne Unit DLNTOT Innovation

-1,2

-0,8

-0,4

0,0

0,4

Page 22: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

126 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

Grafik 8. Dampak Shock Inflasi, Perkembangan TOT, Pertumbuhan Excess Money,Perkembangan Finansial dan Perubahan Resiko Terhadap Pertumbuhan PDB (lanjutan)

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of DLNPDB to NonfactorizedOne Unit EXCMON Innovation

-.004

-.003

-.002

-.001

.000

.001

.002

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Accumulated Response of DLNPDB to NonfactorizedOne Unit EXCMON Innovation

-.024

-.020

-.016

-.012

-.008

-.004

.000

.004

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24-.08

-.04

.00

.04

.08

.12

.16

Response of DLNPDB to NonfactorizedOne Unit DLNFD Innovation

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Accumulated Response of DLNPDB to NonfactorizedOne Unit DLNFD Innovation

-.4

-.2

.0

.2

.4

.6

.8

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24-.000008

-.000006

-.000004

-.000002

.000000

.000002

.000004

.000006

Response of DLNPDB to NonfactorizedOne Unit GRISK Innovation

Jika dilihat secara akumulasi, kenaikan inflasi, peningkatan TOT dan pertumbuhan excess

money akan berdampak menurunkan pertumbuhan PDB. Sementara itu, secara akumulasi

perkembangan finansial akan berdampak terhadap kenaikan PDB. Secara kumulatif, kenaikan

perkembangan finansial sebesar 1% akan menyebabkan tambahan kenaikan PDB sebesar 2,4%

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24-.00002

-.00001

.00000

.00001

.00002

.00003

Accumulated Response of DLNPDB to NonfactorizedOne Unit GRISK Innovation

Page 23: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

127Apakah Perkembangan Finansial Meredam atau Memperbesar Dampak Suatu Kejutan?

dalam kurun waktu 2,5 tahun (Gambar 9). Sebaliknya, penurunan perkembangan finansial

sebesar 1% akan menyebabkan terjadinya akumulasi penurunan PDB sebesar 2,4% dalam

kurun waktu 2,5 tahun.

Lebih lanjut, dengan analisa variance decomposition, terlihat bahwa perkembangan excess

money, perkembangan TOT dan pergerakan harga merupakan variabel yang berperan besar

dalam menjelaskan pergerakan PDB dalam jangka panjang masing-masing sebesar 27%, 11%

dan 9% (Tabel 3). Sementara perkembangan finansial hanya berkontribusi sekitar 2,6%.

Sedangkan faktor resiko hanya berkontribusi kurang dari 1%.

Grafik 9. Dampak Perkembangan FinansialTerhadap Pertumbuhan PDB

Kumulatif Peningkatan PDB %0,30

0,20

0,10

0,00

-0,10

-0,20

-0,30

Shock Peningkatan 1% Perkembangan Finansial

Shock Penurunan 1% Perkembangan Finansial

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

1 0,026 100,000 0,00 0,000 0,000 0,000 0,000 2 0,033 81,750 5,535 11,579 0,623 0,438 0,075 3 0,040 70,384 8,575 13,504 6,495 0,374 0,669 4 0,044 62,215 9,940 12,844 13,955 0,423 0,622 5 0,046 56,466 10,170 11,625 20,609 0,574 0,555 6 0,048 52,796 9,954 10,869 24,969 0,876 0,536 7 0,049 50,784 9,659 10,685 27,004 1,308 0,560 8 0,049 49,859 9,440 10,822 27,481 1,800 0,598 9 0,050 49,475 9,314 10,998 27,326 2,262 0,624 10 0,050 49,281 9,249 11,078 27,129 2,629 0,633

Period S.E. DLNPDB DLNIHK DLNTOT EXCMON DLNFD GRISK

Tabel 3.Variance Decomposition of DLNPDB

Page 24: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

128 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

4.2. Dampak Terhadap Inflasi

Perkembangan finansial dan peningkatan resiko akibat adanya market imperfection/

assymetric information tidak signifikan dalam mempengaruhi inflasi. Faktor yang signifikan

dalam mempengaruhi inflasi adalah peningkatan TOT yang secara signifikan akan menaikkan

inflasi selama 5 triwulan yaitu dari triwulan 2 sampai dengan triwulan 6. Selain itu, peningkatan

excess money juga akan berdampak menurunkan PDB dan signifikan selama 11 triwulan yaitu

dari triwulan 2 sampai dengan triwulan 12. Hasil impulse response yang memperlihatkan

akumulasi dampak, menunjukkan bahwa peningkatan TOT dan pertumbuhan excess money

akan berdampak meningkatkan inflasi.

Grafik 10.Dampak Shock Pertumbuhan PDB, Perkembangan TOT, Pertumbuhan Excess Money,

Perkembangan Finansial dan Perubahan Resiko Respons Terhadap Inflasi

-2

-1

0

1

2

3

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of DLNIHK to NonfactorizedOne Unit DLNPDB Innovation

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24-8

-4

0

4

8

12

Accumulated Response of DLNIHK to NonfactorizedOne Unit DLNPDB Innovation

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of DLNIHK to NonfactorizedOne Unit DLNTOT Innovation

-0,8

-0,4

0,0

0,4

0,8

1,2

Cumulated Response of DLNIHK to NonfactorizedOne Unit DLNTOT Innovation

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24-2

-1

0

1

2

3

Page 25: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

129Apakah Perkembangan Finansial Meredam atau Memperbesar Dampak Suatu Kejutan?

Grafik 10.Dampak Shock Pertumbuhan PDB, Perkembangan TOT, Pertumbuhan Excess Money,Perkembangan Finansial dan Perubahan Resiko Respons Terhadap Inflasi (lanjutan)

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of DLNIHK to NonfactorizedOne Unit EXCMON Innovation

-.008

-.004

.000

.004

.008

.012

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24-.01

.00

.01

.02

.03

.04

.05

.06

Accumulated Response of DLNIHK to NonfactorizedOne Unit EXCMON Innovation

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24-.3

-.2

-.1

.0

.1

.2

Response of DLNIHK to NonfactorizedOne Unit DLNFD Innovation

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24-1,6

-1,2

-0,8

-0,4

0,0

0,4

0,8

1,2

Accumulated Response of DLNIHK to NonfactorizedOne Unit DLNFD Innovation

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24-.000012

-.000008

-.000004

.000000

.000004

.000008

.000012

.000016

Response of DLNIHK to NonfactorizedOne Unit GRISK Innovation

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24-.00008

-.00006

-.00004

-.00002

.00000

.00002

.00004

.00006

Accumulated Response of DLNIHK to NonfactorizedOne Unit GRISK Innovation

Page 26: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

130 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

Hasil analisa variance decomposition untuk inflasi menunjukkan bahwa perkembangan

excess money, perkembangan TOT dan pergerakan PDB merupakan variabel yang berperan

besar dalam menjelaskan pergerakan inflasi dalam jangka panjang masing-masing sebesar

33%, 21% dan 19% (Tabel 4). Sementara perkembangan finansial dan faktor resiko hanya

berkontribusi kurang dari 1 %.

1 0,021 22,875 77,125 0,000 0,000 0,000 0,000 2 0,032 42,434 38,577 17,416 1,221 0,058 0,293 3 0,040 39,753 33,418 18,054 8,582 0,047 0,146 4 0,045 29,168 32,137 22,651 15,769 0,164 0,111 5 0,048 23,780 31,123 21,890 22,814 0,171 0,202 6 0,049 21,424 28,777 19,244 30,189 0,189 0,177 7 0,051 20,988 26,287 18,068 34,240 0,197 0,221 8 0,052 20,345 25,022 18,978 35,073 0,197 0,385 9 0,053 19,593 25,173 20,268 34,112 0,209 0,646 10 0,053 19,030 25,862 20,954 33,133 0,216 0,804

Period S.E. DLNPDB DLNIHK DLNTOT EXCMON DLNFD GRISK

Tabel 4.Variance Decomposition of DLNIHK

4.3. Dampak Interaksi antara Perkembangan Finansial dengan Shock yangTerjadi di Sektor Riil (TOT) dan Moneter (Excess Money)

Hasil impulse response yang menggabungkan interaksi antara shock di sektor riil dan

moneter dengan perkembangan finansial menunjukkan bahwa perkembangan finansial

mempunyai peranan positif dalam meredam dampak kejutan yang berpengaruh negatif terhadap

pertumbuhan (Grafik 11 dan 12). Sebaliknya, perkembangan finansial akan membantu

meningkatkan dampak kejutan yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Secara kumulatif, kenaikan TOT sebesar 1% akan menurunkan PDB sebesar 0.4% dalam

waktu 4 tahun, namun apabila pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan perkembangan

finansial sebesar 1%, maka dampak kumulatif terhadap penurunan PDB dalam kurun waktu 4

tahun akan cenderung lebih kecil yaitu hanya sebesar 0,17%. Sebaliknya, apabila terjadi

penurunan TOT sebesar 1%, maka secara kumulatif akan memberikan tambahan kenaikan

PDB dalam kurun waktu 4 tahun sebesar 0.4%. Namun apabila penurunan TOT sebesar 1%

tersebut disertai dengan peningkatan perkembangan finansial sebesar 1% maka dampak

kumulatif peningkatan PDB selama kurun waktu 4 tahun akan lebih tinggi lagi yaitu sebesar

0,64%.

Page 27: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

131Apakah Perkembangan Finansial Meredam atau Memperbesar Dampak Suatu Kejutan?

Grafik 11. Dampak Interaksi Shock Perkembangan TOT danPerkembangan Finansial Terhadap Pertumbuhan PDB

Secara kumulatif, pertumbuhan 1% excess money akan menurunkan PDB sebesar 1%

dalam waktu 2 tahun, namun apabila pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan

perkembangan finansial sebesar 1%, maka dampak kumulatif terhadap penurunan PDB dalam

kurun waktu 2 tahun akan cenderung lebih kecil yaitu hanya sebesar 0,75%. Sebaliknya, apabila

Kumulatif Peningkatan PDB %

-0,8

-0,6

-0,4

-0,2

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Shock Peningkatan 1% TOT yang disertai dengan Peningkatan 1% Perkembangan FinansialShock Peningkatan 1% TOTShock Penurunan 1% TOT yang disertai dengan Peningkatan 1% Perkembangan FinansialShock Penurunan 1% TOT

Grafik 12. Dampak Interaksi Shock Perkembangan Excess Moneydan Perkembangan Finansial Terhadap Pertumbuhan PDB

Kumulatif Peningkatan PDB %

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20-1,50

-1,00

-0,50

0,00

0,50

1,00

1,50

Shock Peningkatan 1% Excess Money yang disertai dengan Peningkatan 1% Perkembangan Finansial

Shock Peningkatan 1% Excess Money

Shock Penurunan 1% Excess Money yang disertai dengan Peningkatan 1% Perkembangan Finansial

Shock Penurunan 1% Excess Money

Page 28: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

132 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

terjadi penurunan 1% excess money, maka secara kumulatif akan menaikkan PDB dalam kurun

waktu 2 tahun sebesar 1%. Namun apabila penurunan 1% excess money tersebut disertai

dengan peningkatan perkembangan finansial sebesar 1% maka dampak kumulatif peningkatan

PDB selama kurun waktu 2 tahun akan lebih tinggi lagi yaitu sebesar 1,25%.

V. KESIMPULAN

Perkembangan finansial dan pertumbuhan ekonomi mempunyai hubungan yang positif,

dimana semakin meningkatnya perkembangan finansial akan berdampak positif terhadap

pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, dampak dari peningkatan resiko akibat adanya market

imperfection/assymetric information cenderung tidak signifikan terhadap PDB.

Interaksi antara shock di sektor riil dan moneter dengan perkembangan finansial

menunjukkan bahwa perkembangan finansial mempunyai peranan positif dalam meredam

dampak kejutan yang berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan. Sementara itu, dampak

kejutan yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi akan semakin dikuatkan.

Beberapa faktor yang berpengaruh penting dalam pergerakan pertumbuhan dalam jangka

panjang adalah perkembangan excess money, perkembangan TOT dan pergerakan harga.

Sementara itu meskipun perkembangan finansial mempunyai peranan positif dalam

perkembangan pertumbuhan ekonomi namun kontribusinya cenderung tidak terlalu besar

dibanding faktor di atas. Perkembangan finansial dan peningkatan resiko akibat adanya market

imperfection/assymetric information tidak signifikan dalam mempengaruhi inflasi sejalan dengan

temuan bahwa perkembangan finansial dan faktor resiko tidak berkontribusi besar dalam

menjelaskan pergerakan inflasi dalam jangka panjang.

Page 29: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

133Apakah Perkembangan Finansial Meredam atau Memperbesar Dampak Suatu Kejutan?

DAFTAR PUSTAKA

Bacchetta, Philippe & Ramon Caminal (2000), ≈Do capital market imperfections exacerbate

output fluctuations?∆. European Economic Review, No. 44, pp. 449-468.

Beck, Thorsten, Mattias Lundberg & Giovanni Majnoni (2006), ≈Financial Intermediary

Development and Growth Volatility : Do Intermediaries Dampen or Magnify Shocks?∆. Journal

of International Money and Finance, Volume 25, Issue 7, pp. 1146-1167.

Enders, Walter (2004), Applied Econometric Time Series, Wiley Series in Probability and Statistics.

John Wiley & Sons, Inc.

Greene, William H. (2008), Econometric Analysis. Prentice Hall.

Guryay, Erdal, okan Veli Safakli & Behiye Tuzel. (2007). ≈Financial Development and Economic

Growth: Evidence from Nothern Cyprus∆. International Research Journal of Finance and

Economics, Issue 8.

Kuneida, Takuma (2008). ≈Financial Development and Volatility of Growth Rates : New

Evidence∆. MPRA Paper No. 11341.

Schumpeter, J.A. (1911),The Theory of Economic Development, Cambridge, Mass. Harvard

University Press.

Stock, J.H. dan M.W. Watson (2001), ≈Vector Autoregression∆.Journal of Economic Perspectives,

15, 4.

Page 30: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

134 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 31: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

135Bank Capital Inflows, Institutional Development and Risk: Evidence from Publicly - Traded Banks in Asia

BANK CAPITAL INFLOWS,INSTITUTIONAL DEVELOPMENT AND RISK:

EVIDENCE FROM PUBLICLY - TRADED BANKS IN ASIA

Wahyoe Soedarmono1

This paper examines the relationship between bank capital inflows and financial stability. Using a

sample of publicly-traded commercial banks in Asia over the 2002-2008 period, the empirical results

show that higher capital inflows in banking markets measured by the share of foreign liabilities in banking

reduces systematic risk, but increases bank-specific risk and total risk. A deeper investigation further

suggests that an increase in total risk and bank-specific risk is driven by strong institutional development.

Specifically, higher foreign liabilities in banking exacerbate bank-specific risk and total risk in countries

with greater economic freedom. Hence, the reinforcement of prudential regulations is necessary to

overcome bank-specific risk and total risk, particularly when the countries move to a more liberal economic

environment.

1 The author holds a PhD in Economics, specialized in Banking and Finance, from the University of Limoges, France. He currently servesas an economic policy analyst at the World Bank Office in Jakarta. The views expressed in this paper is the author»s and do not reflectthose of the World Bank. The author can be contacted through the following email: [email protected] [email protected]

Abstract

JEL Classification JEL Classification JEL Classification JEL Classification JEL Classification : G21, G28, G38

Keywords: Banking Globalization, Economic Freedom, Capital Market Measures of Risk

Page 32: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

136 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

I. PENDAHULUAN

Dampak partisipasi asing terhadap risiko perbankan, khususnya melalui jalur kepemilikan

atau penetrasi bank asing ke dalam pasar domestik, telah banyak dibahas pada literatur

perbankan terdahulu. Namun, sebagai dampak dari krisis finansial yang terjadi di negara maju

akhir-akhir ini, globalisasi finansial yang semakin meningkat di Asia kembali menyiratkan

pentingnya menganalisis lebih dalam bagaimana partisipasi asing yang bersumber dari negara

maju tersebut berdampak pada stabilitas finansial melalui jalur selain kepemilikan bank atau

penetrasi bank asing. Sebagai contoh, meningkatnya partisipasi asing pada perbankan akibat

globalisasi finansial dapat berupa meningkatnya kehadiran manajer-manajer asing dalam

perbankan domestik, meningkatnya permintaan dari konsumen asing yang membutuhkan

pelayanan dari perbankan domestik, atau meningkatnya utang-utang asing akibat aliran modal

asing yang masuk.

Makalah ini adalah penelitian pertama yang menganalisis hubungan antara partisipasi

asing dan stabilitas perbankan di Asia melalui jalur globalisasi finansial, dimana mitra asing

dapat memainkan peran dalam mempengaruhi perilaku dan risiko perbankan. Peran asing

tersebut dapat diamati dari tingkat liabilitas terhadap pihak asing (foreign liabilities) di dalam

suatu pasar perbankan. Semakin tinggi tingkat liabilitas perbankan terhadap pihak asing berarti

bahwa ruang bagi pihak asing untuk mempengaruhi kinerja bank semakin terbuka dan

berdampak pada stabilitas perbankan secara signifikan. Foreign liabilities yang tinggi juga dapat

dihubungkan dengan inovasi teknologi yang lebih baik di dalam perbankan, sehingga bank-

bank tersebut dapat mengakses pembiayaan dari pasar keuangan internasional dan

mendapatkan kepercayaan asing untuk memberikan utang.

Meskipun demikian, tingginya foreign liabilities dapat menyebabkan perbankan menjadi

lebih rentan terhadap depresiasi nilai tukar sebagaimana yang terjadi pada krisis Asia 1997.

Sahminan (2007) menganalisis industri perbankan Indonesia dan menunjukkan bahwa bank-

bank dengan rasio aset dalam mata uang asing (foreign currency asset) terhadap foreign liabilities

yang lebih tinggi, memang memiliki exposure yang lebih kecil terhadap depresiasi nilai tukar,

sehingga memiliki risiko insolvensi yang juga lebih rendah pada saat terjadi krisis.

Makalah ini berada dalam kerangka acuan Sahminan (2007), namun dengan fokus dan

metode analisis yang berbeda. Fokus penelitian ini adalah pada peran foreign liabilities pada

industri perbankan secara keseluruhan (agregat) dalam mempengaruhi stabilitas perbankan.

Sedangkan Sahminan (2007) melihat dari aspek risiko perbankan sebagai dampak dari depresiasi

nilai tukar dengan mempertimbangkan tingat foreign liabilities di masing-masing institusi

perbankan. Lebih lanut, makalah ini memiliki tiga kontribusi.

Page 33: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

137Bank Capital Inflows, Institutional Development and Risk: Evidence from Publicly - Traded Banks in Asia

Pertama, analisis di dalam makalah ini menggunakan kerangka lintas-negara dan berfokus

pada periode setelah krisis Asia 1997, sementara Sahminan (2007) berfokus pada industri

perbankan Indonesia pada periode sebelum krisis Asia 1997. Kedua, aktivitas perbankan saat

ini telah berkembang pesat dan tidak hanya berupa aktivitas intermediasi (simpan-pinjam),

melainkan juga aktivitas-aktivitas yang memiliki keterkaitan erat dengan investasi dan

perdagangan di pasar finansial. Oleh karena itu, makalah ini mempertimbangkan berbagai

risiko berdasarkan data-data dari pasar finansial, sehingga tidak hanya berfokus pada indikator

risiko berbasis neraca bank semata. Ketiga, makalah ini menambahkan analisis terkait dampak

perkembangan institusional (institutional development) dalam mempengaruhi relasi antara

globalisasi dan stabilitas perbankan.

Perkembangan institusional memang telah menjadi suatu dimensi yang penting dalam

menarik partisipasi asing, khususnya melalui penguatan perlindungan terhadap para

pemegang saham dan kebebasan menjalankan aktivitas bisnis di suatu negara. Dalam

konteks Asia, perkembangan institusional juga memainkan peran penting saat krisis Asia

1997, dimana Furman dkk (1998) menunjukkan bahwa negara-negara dengan kualitas

institusional yang lemah adalah negara yang paling terkena dampak paling dalam akibat

krisis Asia 1997.

Penelitian ini menggunakan sampel bank-bank terbuka dari tujuh negara di Asia selama

periode 2002-2008. Negara-negara yang dipilih sebagai sampel adalah negara yang memiliki

data globalisasi perbankan, dan mereka yang mendapatkan perhatian khusus karena

kapasitasnya meningkatkan aliran modal asing masuk (foreign capital inflows) dalam satu dekade

terakhir, dan juga dalam keterbukaannya dalam mengizinkan partisipasi asing dalam perbankan

domestik. Negara-negara tersebut adalah India, Indonesia, Hong Kong, Jepang, Korea Selatan,

Thailand, dan Filipina. Makalah ini disusun sebagai berikut. Bagian 2 memberikan penjelasan

tentang data dan variabel yang digunakan di dalam studi ini, serta statistik deskriptif yang

terkait. Bagian 3 menguraikan hipotesis dan metodologi yang digunakan dalam analisis. Bagian

4 mendiskusikan hasil empiris terkait relasi antara globalisasii finansial, perkembangan

institusional, dan risiko perbankan. Bagian 5 memberikan kesimpulan dan rekomendasi

kebijakan.

II. LANDASAN TEORI

Berkenaan dengan hubungan antara partisipasi pihak asing dan stabilitas bank, literatur

umumnya berfokus pada hubungan langsung akibat meningkatnya kepemilikan asing pada

perbankan.

Page 34: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

138 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

Demirgüc-Kunt dan Detregiache (1998) menemukan bahwa keberadaan bank-bank asing

mengurangi kemungkinan terjadinya krisis perbankan. Detregiache dan Gupta (2004) juga

mencatat bahwa keberadaan bank-bank asing memberikan efek stabilisasi pasar pada saat

sebelum dan ketika krisis finansial terjadi.

Levy-Yeyati dan Micco (2007) lebih lanjut menunjukkan suatu hubungan positif antara

penetrasi bank asing dan stabilitas finansial di Amerika Latin. Di negara-negara berkembang di

Eropa Tengah dan Timur, Dinger (2009) menemukan bahwa keberadaan bank-bank asing

mengurangi risiko likuiditas secara agregat.

Bank-bank asing memang telah terbukti memiliki posisi yang lebih baik dibandingkan

dengan bank-bank domestik tanpa partisipasi asing sama sekali. Bank-bank asing mempunnyai

inovasi teknologi dan manajemen risiko yang lebih baik, serta akses yang lebih luas ke pasar

finansial (Berger dkk., 2001; Bonin dkk., 2005). Meskipun demikian, terdapat pula bukti empiris

bahwa bank-bank domestik lebih baik daripda bank-bank asing sebab bank-bank domestik

tidak mengalami bias kultural (home-bias) yang dapat menimbulkan masalah-masalah keagenan

antara karyawan asing dengan karyawan lokal (agency problem) akibat perbedaan budaya

kerja. Bank-bank asing juga cenderung mengalami masalah terkait dengan regulasi setempat,

dimana regulasi tersebut tidak selalu harmonis dengan regulasi di negara asal mereka(Berger

dkk., 2001; Lensink dan Naaborg, 2007).

Dampak partisipasi asing juga dapat dilihat dari tingkat kompetisi di dalam pasar

perbankan. Jeon dkk. (2011) mengambil sampel bank-bank di Asia dan Amerika Latin dan

menunjukkan bahwa kepemilikan asing pada perbankan meningkatkan kompetisi dalam pasar

perbankan. Sementara, hasil empiris terkait dampak partisipasi asing melalui jalur kompetisi

bank, terhadap stabilitas finansial belum menemukan sebuah konsensus. Dengan menggunakan

data bank-bank komersial dari negara-negara berkembang sepanjang periode 1999-2005, Ariss

(2010) menemukan bahwa semakin tinggi kekuatan pasar bank, semakin rendah risiko dan

semakin tinggi efisiensi laba dari bank-bank, meskipun kekuatan pasar yang tinggi mengurangi

efisiensi biaya. Sebaliknya, Soedarmono dkk (2011a) berfokus pada industri perbankan Asia

dan menemukan bahwa bank-bank pada pasar yang kurang kompetitif, cenderung memiliki

risiko insolvensi yang tinggi dikarenakan rasio kecukupan modal tidak mencukupi untuk menekan

efek moral hazard bank.

Di dalam makalah ini, digunakan tiga variabel dependen untuk mengukur stabilitas bank

berdasarkan indikator-indikator dari pasar finansial. Indikator tersebut adalah risiko total (TRISK),

risiko sistematik (BETA) dan risiko idiosyncratic (SRISK). Indikator-indikator tersebut didasarkan

pada model market return sebagai berikut 2.

2 Hasil tidak ditampilkan dalam makalah ini, namun dapat diminta melalui penulis.

Page 35: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

139Bank Capital Inflows, Institutional Development and Risk: Evidence from Publicly - Traded Banks in Asia

dimana pi,t

dan pm (j),t

masing-masing adalah harga saham harian bank dan indeks pasar total.

Dalam menyusun persamaan (1), dipertimbangkan pula kriteria khusus untuk menjamin

reliabilitas sampel, dimana beberapa bank dihapus dari sampel bila jumlah hari perdagangannya

kurang dari 70% dari total jumlah hari-hari perdagangan pasar finansial dimana mereka

beroperasi.

Selama periode 2002-2008, persamaan (1) diestimasi dengan menerapkan metode Panel

Least Squares secara tahunan agar mendapatkan Persamaan (1) untuk tiap bank i per tahun.

Kemudian dari persamaan-persamaan tahunan tersebut, TRISK didefinisikan sebagai standar

deviasi tahunan dari pengembalian saham harian bank selama periode 2002-2008, dimana

pengukuran pengembalian saham harian bank dinyatakan dengan ri,j,t

. Sedangkan, BETA

merupakan risiko sistematik atau koefisien β (beta) tahunan yang diperoleh dari Persamaan

(1). Risiko sistematik merupakan suatu risiko yang terkait dengan risiko pasar finansial secara

keseluruhan dan dengan demikian, sering dirujuk sebagai risiko pasar atau risiko yang tidak

dapat didiversifikasi (non-diversifiable risk). Terakhir, SRISK (idiosyncratic risk) merupakan risiko

institusi bank secara invidivual atau risiko yang dapat didiversifikasi melalui beberapa manajemen

risiko pada tingkat institusional di dalam bank. SRISK dihitung dari komponen sesatan (residual)

tahunan yang diperoleh dari Persamaan (1) yang diestimasi tahun per tahun. SRISK adalah

komponen ε sebagaimana yang ditampilkan pada Persamaan (1).

Sementara, variabel independen yang menjadi fokus dalam makalah ini adalah tingkat

globalisasi finansial dalam perbankan, dan derajat kebebasan ekonomi sebagai proxy

perkembangan institusional. Globalisasi finansial dapat dilihat pada bagian posisi investasi

internasional (International Investment Position) dari International Financial Statistics. Secara

khusus, globalisasi finansial direpresentasikan oleh BLIAB atau rasio liabilitas internasional pada

sektor perbankan secara agregat terhadap total liabilitas internasional di suatu negara. BLIAB

(1)

Dimana ri,j,t

adalah pengembalian saham bank i pada negara j dan pada hari t, sementara

r mj,t

adalah tingkat imbal hasil pasar secara harian yang dihitung berdasarkan indeks gabungan

pada pasar domestik di negara j. Sedangkan ri,j,t

, dan r mj,t

dirumuskan sebagai berikut:

(2)dan

Page 36: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

140 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

yang lebih tinggi menandakan adanya partisipasi asing yang lebih besar dalam sektor perbankan

domestik. Sementara, derajat kebebasan ekonomi dinilai dengan indeks Economic Freedom

(FREEDOM) yang berasal dari Heritage Foundation. FREEDOM merupakan suatu indeks gabungan

dari 10 indikator yang mengurutkan kebijakan pada wilayah perdagangan, keuangan

pemerintah, intervensi pemerintah, kebijakan moneter, aliran modal dan investasi asing,

perbankan dan keuangan, gaji dan harga, hak-hak terkait perlindungan kepemilikan, regulasi

dan pencegahan aktivitas pasar gelap. Skor indeks berada pada interval 0 dan 1, dimana skor

yang lebih tinggi mengindikasikan kebijakan yang lebih kondusif untuk mendorong kompetisi

dan keterbukaan ekonomi.

Beberapa variabel kontrol juga dipertimbangkan di dalam penelitian ini. Pertama, rasio

total pinjaman ke total aset (LOAN) dipertimbangkan untuk memperhitungkan tingkat

transparansi suatu bank (bank opacity). Bank dengan LOAN yang lebih besar cenderung rentan

terhadap masalah informasi asimetris antara bank dengan peminjam dan demikian, LOAN

cenderung berhubungan positif terhadap risiko bank. Kedua, rasio total dana pihak ketiga

terhadap total aset (DEPO) juga dipertimbangkan sebagai variabel kontrol, karena dana pihak

ketiga adalah salah satu sumber utama risiko bank, terutama ketika mekanisme disiplin pasar

tidak berjalan baik. Ketiga, rasio penyisihan aktiva produktif (loan loss reserves) terhadap total

pinjaman bruto (LLR) dimasukkan juga sebagai variabel kontrol sebagai proxy dari risiko kredit.

LLR cenderung berhubungan positif dengan risiko total, risiko sistematik, atau risiko spesifik

bank (Agusman dkk, 2008). Sejalan dengan Agusman dkk. (2008), dipertimbangkan pula rasio

ekuitas terhadap total aset (EQTA) dan rasio aset likuid terhadap total aset (LIQUIDITY), masing-

masing sebagai proxy risiko daya ungkit (leverage risk) dan risiko likuiditas. EQTA dan LIQUIDITY

diharapkan berhubungan positif dengan stabilitas bank atau berhubungan negatif dengan

risiko-risiko finansial perbankan.

III. METODOLOGI

Makalah ini pada dasarnya menguji dua hipotesis. Pertama, makalah menguji apakah

terdapat hubungan antara globalisasi perbankan dan stabilitas perbankan. Dan kedua, makalah

melihat lebih dalam apakah hubungan antara keduanya dipengaruhi oleh perkembangan

institusional dimana bank-bank tersebut beroperasi.

Kedua hipotesis tersebut secara berurutan dapat ditampilkan pada Persamaan (3) dan (4)

berikut.

Page 37: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

141Bank Capital Inflows, Institutional Development and Risk: Evidence from Publicly - Traded Banks in Asia

(3)

(4)

RISK terdiri atas TRISK, BETA dan SRISK, sementara Control mewakili sekelompok variabel

kontrol sebagaimana dijelaskan di atas. Indeks i, j, dan s masing-masing merepresentasikan

indeks bank, negara, dan tahun.

Pertama-tama, TRISK, BETA dan SRISK dihitung terlebih dahulu sebagaimana dijelaskan

pada Bagian II di atas. Pada langkah kedua, ketiga variabel tersebut dimasukkan ke dalam

Persamaan (3) dan (4) sebagai variabel dependen yang akan diestimasi melalui model regresi

efek tetap (fixed-effect regression) dengan BLIAB sebagai variabel independen utama di samping

sejumlah variabel-variabel kontrol. Pada akhirnya, langkah ketiga mengulangi langkah kedua,

namun pada langkah ketiga ditambahkan variabel interaksi antara BLIAB dan FREEDOM sebagai

variabel independen.

Makalah ini menggunakan data pada tataran individual bank dan data agregat pada

tataran negara. Untuk data pada tataran bank, indikator-indikator finansial diambil dari Bank

Scope Fitch IBCA selama periode 2002-2008. Sampel awal terdiri dari 189 bank komersial

terbuka pada tujuh negara Asia. Sementara itu, data globalisasi perbankan sebagai data agregat

pada tataran negara berasal dari International Financial Statistics. Sedangkan, data

perkembangan institusional (Economic Freedom) berasal dari Heritage Foundation.

Untuk membuat Persamaan (1) dalam rangka menghitung TRISK, BETA, dan SRISK

digunakan harga saham bank harian dan indeks pasar total harian selama 2002-2008 yang

berasal dari Thomson Datastream International.

Sebelum memulai analisis regresi, semua nilai yang kurang dari nol dan lebih dari 1

untuk LLR, EQTA dan LIQUIDITY telah dihapuskan. Pada Tabel 1, kami menampilkan

statistik deskriptif dari semua variabel yang telah representatif untuk digunakan dalam

penelitian ini.

Page 38: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

142 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

Tabel 1.Statistik Deskriptif

TRISK 0.024158 0.022083 0.135767 0.00037 0.01215 1181

BETA 0.832851 0.876176 1.967998 -0.28694 0.403701 1181

SRISK 0.020088 0.01783 0.134859 0.000369 0.011475 1181

BLIAB 0.191862 0.182324 0.396951 0.021616 0.111458 1323

LOAN 0.58088 0.600438 0.886473 0.032652 0.1294 1219

DEPO 0.867947 0.889310 0.970079 0.073737 0.096575 1225

LLR 0.034881 0.02017 0.80149 5.00E-05 0.05337 1135

EQTA 0.068095 0.05796 0.57868 0.00009 5.089816 1226

LIQUIDITY 0.042605 0.001 0.57 0.0001 0.101373 916

FREEDOM 0.629607 0.637 0.90 0.512 0.094772 1820

Variables Mean Median Maximum Minimum Std.Dev. Obs.

Sumber : Perhitungan penulis dari berbagai sumber data

Catatan:TRISK merupakan indikator risiko total diukur dengan standar deviasi tahunan dari pengembalian saham bankharian. BETA merupakan koefisien beta tahunan dari model market return standar. SRISK merupakan komponensesatan tahunan pada model market return dari data harian. BLIAB merupakan proporsi agregat dari foreign liabilitiespada sektor perbankan terhadap seluruh total foreign liabilities di suatu negara. LOAN merupakan rasio total pinjamanterhadap total aset. DEPO merupakan rasio total dana pihak ketiga terhadap total aset. LLR merupakan rasio penyisihanaktiva produktif terhadap total pinjaman bruto. EQTA merupakan rasio total ekuitas terhadap total aset. LIQUIDITYmerupakan rasio aset likuid terhadap total aset. FREEDOM merupakan indeks Economic Freedom yang diambil dariHeritage Foundation.

IV. HASIL DAN ANALISIS

4.1. Hasil Empiris

Tabel 2 menunjukkan hubungan antara foreign liabilities dalam perbankan dan risiko

total (TRISK). Dapat terlihat bahwa foreign liabilities yang lebih tinggi dalam perbankan cenderung

memperburuk risiko total. Hasil empiris bersifat robust terhadap berbagai modifikasi variabel

kontrol yang ditampilkan pada model 1 hingga model 6. Lebih lanjut, pada model 7 terlihat

bahwa dampak positif foreign liabilities terhadap risiko total tergantung pada perkembangan

institusional. Lebih tepatnya, hanya pada negara-negara dengan kebebasan ekonomi yang

lebih luas, hubungan positif antara globalisasi perbankan dan risiko total dapat bertahan positif.

Sebaliknya, negara-negara dengan kebebasan ekonomi yang rendah, foreign liabilities pada

sektor perbankan justru menurunkan risiko total.

Page 39: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

143Bank Capital Inflows, Institutional Development and Risk: Evidence from Publicly - Traded Banks in Asia

Tabel 2.Hubungan antara globalisasi perbankan, kebebasan ekonomi dan total risiko

BLIAB 0.0129*** 0.0131*** 0.0135*** 0.0101*** 0.0081** 0.0143*** -0.3622***(2.083) (2.152) (2.215) (2.606) (2.142) (3.499) (-4.369)

LOAN -0.0275*** -0.0258*** -0.0195 -0.0194 -0.0212 -0.0321***(-5.048) (-4.643) (-1.443) (-1.451) (-1.242) (-4.421)

DEPO -0.0125* 0.0061 -0.0148 -0.0093 -0.0126(-1.655) (0.6927) (-1.431) (-0.7805) (-1.179)

LLR 0.0559*** 0.0562*** 0.0541*** 0.0505***(3.901) (4.504) (4.316) (5.147)

EQTA -0.0627*** -0.0667*** -0.0698***(-2.909) (-2.738) (-3.735)

LIQUIDITY 0.0161 0.0172**(1.565) (2.464)

FREEDOM -0.0354(-1.079)

BLIAB*FREEDOM 0.5964***(4.944)

Obsevation 1181 1118 1118 1043 1043 859 859Adj R-square 0.42 0.42 0.42 0.44 0.45 0.44 0.51

ExplanatoryVar.

Sumber: Perhitungan penulis.

Dependent Var. : TRISK

Model 1 Model 2 Model 3 Model 4 Model 5 Model 6 Model 7

Catatan:TRISK merupakan indikator risiko total diukur dengan standar deviasi tahunan dari pengembalian saham bank harian.BLIAB merupakan proporsi agregat dari foreign liabilities pada sektor perbankan terhadap seluruh total foreign liabilitiesdi suatu negara. LOAN merupakan rasio total pinjaman terhadap total aset. DEPO merupakan rasio total dana pihakketiga terhadap total aset. LLR merupakan rasio penyisihan aktiva produktif terhadap total pinjaman bruto. EQTAmerupakan rasio total ekuitas terhadap total aset. LIQUIDITY merupakan rasio aset likuid terhadap total aset. FREEDOMmerupakan indeks Economic Freedom yang diambil dari Heritage Foundation. Model diestimasi dengan model regresiefek tetap (Panel Fixed Effect) dengan mempertimbangkan standar kesalahan White»s heteroscedasticity-consistent.Komponen konstan dimasukkan tapi tidak dilaporkan di dalam tabel. ***,**,* mengindikasikan tingkat signifikansimasing-masing sebesar 1%, 5% dan 1%. Angka dalam kurung adalah nilai t-test.

Tabel 3 menunjukkan dampak foreign liabilities bank (BLIAB) terhadap risiko sistematik

(BETA). Dengan mengestimasi berbagai spesifikasi model seperti yang ditampilkan pada model

1 hingga model 6, terlihat bahwa foreign liabilities bank memiliki efek stabilisasi dalam hal

menurunkan risiko sistematik. Namun, hubungan antara foreign liabilities bank dan risiko

sistematik tidak lagi bermakna ketika kami memperhitungkan peran perkembangan institusional

seperti yang ditunjukkan pada model 7. Kebebasan ekonomi pada akhirnya tidak berpengaruh

terhadap hubungan antara globalisasi bank dan risiko sistematik.

Page 40: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

144 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

Dalam kaitannya tetang hubungan antara foreign liabilities bank (BLIAB) dan risiko spesifik

bank (SRISK), Tabel 4 memperlihatkan temuan empiris untuk sejumlah spesifikasi model. Foreign

liabilities yang lebih tinggi dalam perbankan meningkatkan risiko idiosyncratic, namun sekali

lagi hubungan ini tergantung pada kebebasan ekonomi. Hanya pada negara-negara dengan

kebebasan ekonomi yang lebih luas, foreign liabilities dalam perbankan memperburuk risiko

spesifik bank. Penjelasan terhadap hasil terebut dapat berupa bahwa ketika kebebasan ekonomi

meningkat, foreign liabilities di dalam bank mungkin berlebihan, dikarenakan bank-bank

tersebut mendapatkan kebebasan yang lebih luas untuk menaikkan pendanaan dari pasar

Tabel 3.Hubungan antara globalisasi perbankan, kebebasan ekonomi dan risiko sistematik

BLIAB -1.984*** -2.032*** -2.041*** -2.129*** -2.163*** -2.161*** -3.105(-11.689) (-11.924) (-11.972) (-12.319) (-12.493) (-11.786) (-1.335)

LOAN -0.6573*** -0.6977*** -0.5690*** -0.5684*** -0.4779** -0.4672**(-4.303) (-4.485) (-3.161) (-3.164) (-2.381) (-2.297)

DEPO 0.2874 0.1649 -0.1927 -0.2190 -0.2168(1.361) (0.6918) (-0.6684) (-0.7301) (-0.7216)

LLR -0.2086 -0.2051 -0.1372 -0.0799(-0.7807) (-0.7693) (-0.515) (-0.2903)

EQTA -1.073** -1.109** -1.153**(-2.197) (-2.134) (-2.198)

LIQUIDITY -0.1841 -0.1932(-0.9408) (-0.9849)

FREEDOM -0.6407(-0.6964)

BLIAB*FREEDOM 1.245(0.3679)

Obsevation 1181 1118 1118 1043 1043 859 859Adj R-square 0.61 0.61 0.61 0.62 0.62 0.64 0.64

ExplanatoryVar.

Sumber: Perhitungan penulis.

Dependent Var. : BETA

Model 1 Model 2 Model 3 Model 4 Model 5 Model 6 Model 7

Catatan:

BETA merupakan koefisien beta tahunan dari model market return standar. BLIAB merupakan proporsi agregat dari foreignliabilities pada sektor perbankan terhadap seluruh total foreign liabilities di suatu negara. LOAN merupakan rasio total pinjaman

terhadap total aset. DEPO merupakan rasio total dana pihak ketiga terhadap total aset. LLR merupakan rasio penyisihan aktiva

produktif terhadap total pinjaman bruto. EQTA merupakan rasio total ekuitas terhadap total aset. LIQUIDITY merupakan rasio

aset likuid terhadap total aset. FREEDOM merupakan indeks Economic Freedom yang diambil dari Heritage Foundation. Model

diestimasi dengan model regresi efek tetap (Panel Fixed Effect) dengan mempertimbangkan standar kesalahan White»sheteroscedasticity-consistent. Komponen konstan dimasukkan tapi tidak dilaporkan di dalam tabel. ***,**,* mengindikasikan

tingkat signifikansi masing-masing sebesar 1%, 5% dan 1%. Angka dalam kurung adalah nilai t-test.

Page 41: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

145Bank Capital Inflows, Institutional Development and Risk: Evidence from Publicly - Traded Banks in Asia

internasional. Oleh karena itu, negara-negara dengan kebebasan ekonomi yang lebih besar

dapat lebih rentan terhadap depresiasi nilai tukar yang pada akhirnya memperburuk risiko

spesifik bank.

Temuan-temuan pada makalah ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sahminan

(2007), dimana terdapat hubungan positif antara depresiasi nilai tukar dan risiko insolvensi

untuk bank-bank dengan proporsi kewajiban terhadap pihak asing yang lebih tinggi. Bahwa

hanya risiko idiosinkrasi yang memainkan peran yang bermakna dalam menangkap instabilitas

bank di Asia (Agusman dkk, 2008), temuan kami juga konsisten dengan Agusman dkk. tersebut.

Tabel 4. Hubungan antara globalisasi perbankan, kebebasanekonomi dan risiko idiosinkrasi (risiko spesifik bank)

BLIAB 0.0221*** 0.0212*** 0.0216*** 0.0174*** 0.0157*** 0.0201*** -0.1618**(3.969) (3.945) (4.019) (3.204) (2.896) (3.228) (-2.098)

LOAN -0.0362*** -0.0344*** -0.0295*** -0.0294*** -0.0331*** -0.0386***(-7.515) (-7.027) (-5.197) (-5.227) (-4.876) (-5.719)

DEPO -0.0125 0.0054 -0.0128 -0.0082 -0.0099(-1.885) (0.7135) (-1.416) (-0.810) (-0.9901)

LLR 0.0546*** 0.0548*** 0.0524*** 0.0503***(6.489) (6.555) (5.817) (5.519)

EQTA -0.0545*** -0.0589*** -0.0602***(-3.558) (-3.347) (-3.462)

LIQUIDITY 0.0131** 0.0136**(1.969) (2.099)

FREEDOM -0.0141(-0.4608)

BLIAB*FREEDOM 0.2894**(2.579)

Obsevation 1181 1118 1118 1043 1043 859 859Adj R-square 0.47 0.49 0.49 0.52 0.52 0.51 0.53

ExplanatoryVar.

Sumber : Perhitungan penulis.

Dependent Var. : SRISK

Model 1 Model 2 Model 3 Model 4 Model 5 Model 6 Model 7

Catatan :RISK indikator risiko spesifik bank (idiosyncratic risk) yang merupakan komponen sesatan tahunan dari model market returnharian. BLIAB merupakan proporsi agregat dari foreign liabilities pada sektor perbankan terhadap seluruh total foreign liabilitiesdi suatu negara. LOAN merupakan rasio total pinjaman terhadap total aset. DEPO merupakan rasio total dana pihak ketiga

terhadap total aset. LLR merupakan rasio penyisihan aktiva produktif terhadap total pinjaman bruto. EQTA merupakan rasio

total ekuitas terhadap total aset. LIQUIDITY merupakan rasio aset likuid terhadap total aset. FREEDOM merupakan indeks

Economic Freedom yang diambil dari Heritage Foundation. Model diestimasi dengan model regresi efek tetap (Panel FixedEffect) dengan mempertimbangkan standar kesalahan White»s heteroscedasticity-consistent. Komponen konstan dimasukkan

tapi tidak dilaporkan di dalam tabel. ***,**,* mengindikasikan tingkat signifikansi masing-masing sebesar 1%, 5% dan 1%.

Angka dalam kurung adalah nilai t-test.

Page 42: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

146 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

Secara khusus, risiko sistematik dalam makalah ini bukan merupakan sebuah sumber instabilitas

yang penting akibat foreign liabilities bank yang lebih tinggi, tanpa memandang tingkat

perkembangan institusional negara. Secara keseluruhan, temuan empiris mengindikasikan

bahwa investor pada negara-negara dengan kebebasan ekonomi yang lebih tinggi lebih

terpengaruhi oleh risiko total dan risiko spesifik bank.

Melihat variabel kontrol, portofolio peminjaman bank yang (LOAN) berhubungan negatif

dengan risiko total, risiko sistematik, dan maupun risiko spesifik bank. Hal ini menyarankan

bahwa aktivitas peminjaman bank bukanlah sumber instabilitas. Hasil ini berlawanan dengan

sifat alami portofolio kredit. Agaknya, bank-bank Asia cenderung mengalami masalah managerial

entrenchment dimana manajer bank-bank cenderung mengarahkan bank-bank untuk menjadi

lebih stabil, dengan menahan portofolio peminjaman berisiko yang lebih sedikit (Bris dan Cantale,

2004; Soedarmono dkk, 2011b). Dana pihak ketiga (DEPO) juga nampaknya bukan merupakan

sumber instabilitas. Sejalan dengan Agusman dkk (2008), rasio loan loss reserves (LLR)

berhubungan positif dengan risiko total dan risiko spesifik bank. Sementara itu, hubungan

antara kapitalisasi bank (EQTA) dan RISK juga memenuhi tanda yang diharapkan. Rasio kapital

bank yang lebih tinggi mengurangi risiko total, risiko sistematik dan risiko spesifik bank.

4.2. Uji Robustness

Dalam rangka memastikan lebih lanjut akan ketahanan dan kemampuan model dalam

memprediksi hubungan antara independen dan dependen variabel, robustness checks perlu

dilakukan2. Pertama, telah diperlihatkan bahwa Model 6 dan 7 dari Tabel 2, 3 dan 4, model

kehilangan jumlah observasi ketika LIQUDITY masuk sebagai variabel kontrol. Untuk memastikan

bahwa hasil empiris diperoleh bukan akibat bias observasi, LIQUIDITY dikeluarkan dari kontrol

variabel dan mengestimasi kembali Model 6 dan 7 pada masing-masing kasus untuk melihat

dampak pada TRISK, BETA, dan SRISK. Namun, spesifikasi ini tidak mengubah hasil empiris

yang telah didiskusikan pada Bagian 4.1. Kedua, dikarenakan bahwa sampel bank dalam makalah

ini berasal dari negara-negara dengan tingkat lingkungan makroekonomi yang berbeda, makalah

ini kemudian mempertimbangkan pengaruh perkembangan ekonomi dan tingkat inflasi untuk

mengontrol perbedaan kinerja perekonomian masing-masing negara. Dengan kata lain, produk

domestik bruto (PDB) riil per kapita dan tingkat inflasi (INF), dimasukkan sebagai variabel kontrol.

Secara keseluruhan, hasil empiris tidak mengubah hubungan antara globalisasi perbankan,

kebebasan ekonomi dan stabilitas finansial sebagaimana yang diukur dengan risiko total, risiko

sistematik dan risiko spesifik bank.

Page 43: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

147Bank Capital Inflows, Institutional Development and Risk: Evidence from Publicly - Traded Banks in Asia

V. KESIMPULAN

Setelah krisis Asia 1997, globalisasi finansial di perbankan Asia dalam bentuk FDI dan

kepemilikan asing, yang mengikuti pertumbuhan aliran modal asing yang memasuki negara-

negara Asia akibat krisis kredit 2008 dan krisis utang eropa 2010, memerlukan pemahaman

lebih lanjut apakah tidak partisipasi asing dalam perbankan berdampak pada stabilitas finansial.

Kemudian, peningkatan partisipasi asing sebenarnya juga menunjukkan bahwa negara-negara

Asia telah berada dalam posisi yang lebih baik dalam hal perkembangan institusional. Namun,

belum terdapat penelitian yang menganalisis partisipasi asing dan perkembangan institusional

terhadap stabilitas finansial dalam konteks Asia.

Makalah ini berusaha untuk mengisi ruang tersebut dengan menganalis dampak dari

partisipasi asing terhadap stabilitas finansial melalui saluran selain dari partisipasi asing yang

umumnya digunakan dalam literatur sebelumnya, seperti kepemilikan asing pada bank,

masuknya bank asing, atau kompetisi bank. Dalam makalah saat ini, dipertimbangkan indikator

partisipasi asing yang diukur secara agregat dengan rasio

foreign liabilities dalam perbankan dari seluruh foreign liabilities total di suatu negara.

Dengan menggunakan sampel bank-bank komersial terbuka pada tujuh negara-negara Asia

saat 2002-2009, hasil empiris menunjukkan bahwa foreign liabilities dalam perbankan

menurunkan risiko sistematik, namun memperburuk risiko spesifik bank dan risiko total. Namun,

analisis lebih jauh menunjukkan bahwa temuan ini hanya terjadi untuk negara-negara dengan

kebebasan ekonomi yang lebih luas. Dengan demikian, penguatan regulasi prudensial untuk

perbankan yang berada dalam lingkungan dengan kebebasan ekonomi lebih besar sangat

diperlukan, sebab bank-bank dalam lingkungan tersebut cenderung lebih mudah memperoleh

pendanaan dari pasar finansial internasional. Pada akhirnya, risiko spesifik bank dan risiko total

dapat dikurangi, kegagalan bank dapat dicegah, dan risiko sistemik akibat kegagalan bank

dapat dihindarkan.

Page 44: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

148 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

DAFTAR PUSTAKA

Agusman, A., Monroe, G.S., Gasbarro, D., Zumwalt, J.K., 2008. Accounting and capital market

measures of risk: Evidence from Asian banks during 1998-2003. Journal of Banking and

Finance 32, 480-488

Ariss, R.T., 2010. On the implications of market power in banking: Evidence from developing

coutnries. Journal of Banking and Finance 34 (4), 765-775

Augier, L., Soedarmono, W., 2011. Intermédiation financière, croissance et effet de seuil. Revue

Economique (forthcoming)

Bautista, C., Rous, P., Tarazi, A., 2009. The determinants of bank stock return»s co-movements

in East Asia.»Economics Bulletin 29(3), 1596-1601

Berger, A.N., DeYoung, R., Genay, H., Udell, G.F., 2001. Globalization of financial institutions:

Evidence from cross-border banking performance. Federal Reserve Bank of Chicago, Working

paper 1999-25

Bonin, J.P., Hasan,I.,Wachtel, P., 2005. Bank performance, efficiency and ownership in transition

countries.Journal of Banking and Finance29, 31-53

Bris, A., Cantale, S., 2004. Bank capital requirement and managerial self-interest. Quarterly

Review of Economics and Finance 44, 77-101.

Demirgüc-Kunt, A., Detregiache, E., 1998.The determinants of banking crises in developing

and developed countries.IMF Staff Papers 45 (1).

Detregiache, E., Gupta, P., 2004. Foreign banks in emerging market crises: Evidence from

Malaysia, IMF Working Paper 04/129

Dinger, V., 2009. Do foreign-owned banks affect banking system liquidity risk?

Journal of Comparative Economics 37, 647-657

Furman, Jason., Joseph E. Stiglitz, Barry P. Bosworth, Steven Radelet. 1998. Economi crisis :

evidence and insights from Asia, Brookings Papers on Economic Activity, Number 2, pages

1-135

Jeon, B.N., Olivero, M.P., Wu, J., 2011. Do foreign banks increase competition? Evidence from

emerging Asian and Latin American banking markets. Journal of Banking and Finance 35,

856-875

Lensink, R.,Naaborg, L., 2007. Does foreign ownership foster bank performance. Applied

Financial Economics17, 881-885

Page 45: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

149Bank Capital Inflows, Institutional Development and Risk: Evidence from Publicly - Traded Banks in Asia

Levy-Yeyati, E., Micco, A., 2007. Concentration and foreign penetration in Latin American

banking sectors: Impact on competition and risk. Journal of Banking and Finance 31, 1633-

1647

Sahminan, S., 2007.Effects of exchange rate depreciation on commercial bank failures in

Indonesia. Journal of Financial Stability 3, 175-193

Soedarmono, W., Machrouh, F., Tarazi, A., 2011a. Bank market power, economic growth and

financial stability: Evidence from Asian banks. Journal of Asian Economicsdoi: 10.1016/

j.asieco.2011.08.003.

Soedarmono, W., Rous, P., Tarazi, A., 2011b. Bank capital and self-interest managers: Evidence

from Indonesia. LAPE Working Paper, Université de Limoges

Page 46: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

150 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

halaman ini sengaja dikosongkan

Page 47: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

151Competitive Conditions in Banking Industry: An empirical Analysis of the Consolidation, Competition andConcentration in the Indonesia Banking Industry between 2001 and 2009

COMPETITIVE CONDITIONS IN BANKING INDUSTRY:AN EMPIRICAL ANALYSIS OF THE CONSOLIDATION,

COMPETITION AND CONCENTRATION INTHE INDONESIA BANKING INDUSTRY BETWEEN 2001 AND 2009

Tri Mulyaningsih 1

Anne Daly

Few large banks dominate the Indonesia banking industry. Furthermore, in the past ten years,

there were a series of mergers and acquisitions in the banking market. The facts cause implications on

competition. In this paper, we examine these issues exploiting an unconsolidated annual financial report

of all commercial banks between 2001 and 2009. The Panzar-Rose method is employed to examine the

banks behavior in competition. Estimates indicate that banks in all three subsamples, large; medium-sized

and small are working in a monopolistically competitive market. The analysis of market concentration

supports the conventional view that concentration impairs competition. The study shows that the most

competitive market was the medium-sized banks because it was least concentrated. In contrast, the large

market was more concentrated thus it was less competitive. The consolidation policies driven by the

Central Bank reduced market concentration because mergers and acquisitions were mostly conducted by

the medium-sized and small banks. Further the improvement of market share distribution and the

increasing capacity of the merging banks enhanced competition in the Indonesia banking industry.

Keywords: Banking, market competition, market structure

JEL Classification: D43, G21

1 Tri Mulyaningsih is Doctoral Student, Faculty of Business and Government, University of Canberra (Corresponding author:[email protected]). Anne Daly is Professor in Economics, Faculty of Business and Government, University of Canberra;([email protected]).

Abstract

Page 48: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

152 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

I. PENDAHULUAN

Industri perbankan Indonesia mengalami perubahan structural pada tahun 1990 dimana

jumlah bank meningkat secara sifnifikan. Perubahan struktur pasar ini didorong oleh deregulasi

kebijakan sector perbankan pada era 1980-an. Melalui deregulasi Paket Oktober 1988,

pemerintah meringankan persyaratan untuk masuk ke industri perbankan; jumlah modal

minimum yang dipersyaratkan diturunkan dan juga adanya kemudahan untuk mendapatkan

ijin pelaksanaan penukaran valas (McLeod, 1999). Selain itu, ketika lisensi sudah dipegang,

maka seluruh cabang secara otomatis diperbolehkan menyediakan jasa forex.

Tabel 1.Kebijakan Mikro Perbankan di Indonesia 1983 - 1997

Tahun Kebijakan

Menghilangkan kontrol atas suku bunga deposito bank pemerintah dan tingkat pinjamanpada perbankan.

1. Membuka industri perbankan untuk bank swasta dan joint venture baru dengancara menurunkan persyaratan modal minimum.

2. Menghilangkan restriksi dan memberikan kemudahan seperti pembukaan cabangbaru, kemudahan pinajman antar bank, dan membolehkan bank untuk mendisianproduk deposito mereka.

1. Memperbolehkan investor asing untuk membeli saham perbankan domestk yangtercatat pada bursa saham.

2. Secara parsial melakukan privatisasi dengan memperbolehkan bank pemerintah untuklisting di pasar modal.

Regulasi KembaliRegulasi KembaliRegulasi KembaliRegulasi KembaliRegulasi Kembali

1. Mengontrol kembali peminjaman yang dapat diberikah oleh bank.2. Meningkatkan kontrol dalam hal penerbitan surat berharga oleh perbankan;3. Meningkatkan pengawasan atas lembaga keuangan non bank;4. Memperketat ijin pembukaan cabang baru.5. Mengenakan denda bagi bank yang melakukan ekspansi lebih cepat dari yang

diperbolehkan;6. Meningkatkan rasio cadangan minimum dan memperketat aturan prudensial

perbankan.

DeregulasiDeregulasiDeregulasiDeregulasiDeregulasi

Juni 1983

Oktober 1988

Februari 1992

1995-1997

Sumber: McLeod (1999, p. 293-295) and Chua, BH (2003)

Setelah serangkaian deregulasi di era 1980-an, otoritas memutuskan untuk memperlambat

ekspansi industri perbankan. Pada tahun 1995 dan 1996, bank sentral memperkenalkan

beberapa kebijakan yang berkaitan dengan aspek prudensial perbankan. McLeod (1999, p.281-

Page 49: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

153Competitive Conditions in Banking Industry: An empirical Analysis of the Consolidation, Competition andConcentration in the Indonesia Banking Industry between 2001 and 2009

285) menjelaskan bawa selama periode tersebut, Bank Indonesia kembali meregulasi industri

perbankan dengan mengontrol kembali pinjaman bank (pada tahun 1995); meningkatkan

kontrol dalam hal penerbitan surat berharga oleh perbankan (Agustus 1995); meningkatkan

pengawasan atas lembaga keuangan non bank (Desember 1995); memperketat ijin pembukaan

cabang baru (Juni 1996), Meningkatkan rasio cadangan minimum dan memperketat aturan

prudensial perbankan (April 1997). Lebih lanjut, krisis keuangan 1997 telah mempertegas

pentingnya restrukturisasi perbankan dan juga peningkatan aspek prudensial.

Konsolidasi dimulai pada bulan Desember 1997. Krisis keuangan 1997 menyebabkan

distress bagi industri perbankan. Dalam rangka peningkatan kinerja bank pemerintah, bank

sentral memutuskan memerger beberapa bank-bank pemerintah. Otoritas juga menutup 23

bank pada tahun 1997. Kebijakan likuidasi ini berkontribusi dalam mengurangi jumlah bank.

Proses konsolidasi ini dilanjutkan dengan memeperkenalkan Arsitektur Perbankan Indonesia

(API) pada Januari 2004. Pada dasarnya kebijakan ini mendorong bank untuk mencapai skala

ekonomi dan mempercepat penciptaan sistem perbankan yang sehat.

Tabel 2.Kebijakan Mikro Perbankan periode 1997 - 2010

Tahun Kebijakan

1. Likuidasi 23 bank.

2. Rekapitalisasi bank.

3. Merger 4 bank pemerintah menjadi Bank Mandiri

Privatisasi bank-bank yang di-bailout dibawah skema Indonesia BankingRestructuring Agency (IBRA)

Pembuatan Arsitektur Perbankan Indonesia (API)

Serangkaian merger dan konsolidasi perbankan dilakukan untuk memenuhi SinglePresence Policy dan kebutuhan modal minimum.

KonsolidasiKonsolidasiKonsolidasiKonsolidasiKonsolidasi

1997

2003

2004

2004 - 2010

Sumber: Chua, BH (2003) dan Central Bank of Indonesia (2010)

Arsitektur perbankan menyediakan arah bagi pengembangan sistem perbankan Indonesia

dalam kurun waktu 10 tahun kedepan. Kebijakan ini ditujukan untuk menciptakan struktur

perbankan yang kuat, sehat dan efisien. Untuk mencapai tujuan ini, bank sentral membuat 6

pilar yakni; menciptakan industri perbankan yang sehat, merumuskan sistem regulasi perbankan

Page 50: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

154 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

yang efektif berdasarkan standar internasional; meningkatkan fungsi monitoring bank sentral

berdasarkan standar internasional; menciptakan industri perbankan yang kuat, kompetitif

dengan pengelolaan usaha yang baik; mewujudkan infrastuktur yang baik untuk mendukung

penciptaan system perbankan yang sehat; dan meningkatkan proteksi dan pemberdayaan

konsumen (Bank Indonesia, 2010).

Kami menduga bahwa paling tidak terdapat 2 kebijakan dibawah API yang secara langsung

berpengaruh terhadap struktur dan tingkat kompetisi perbankan di Indonesia. Pertama adalah

jumlah modal minimum yang diatur dengan Peraturan Bank Indonesia No. 10/15/PBI/2005.

Kebijakan kedua adalah kebijakan kepemilikan tunggal (single presence policy) yang tertuang

pada Peraturan Bank Sentral No.8/16/PBI/2006.

Dibawah API, bank harus meningkatkan modal untuk mencapai skala usaha. Modal yang

lebih besar memungkinkan bank mempertahankan usaha dan resiko serta melakukan

pengembangan teknologi serta peningkatan kapasitas penyaluran kredit. Modal dapat berupa

modal yang bersumber dari investor (paid-in capital) dan modal yang terungkap (disclosed).

Berdasarkan peraturan ini, semua bank termasuk yang dibuat oleh pemerintah daerah harus

memiliki modal minimum sebesar Rp100 milyar sebelum 31 Desember 2010, atau Bank Indonesia

Gambar 1.Visi Kebijakan Arsitektur Perbankan Indonesia 2014

Modal(Triliun)

Bank Mikro Bank Usaha Terbatas

Bank dengan Fokus tertentu

Perusahaan Ritel Lain-lain

BankNasional

50

0.1

10

BankInternasional

Lokal

Sumber: Bank Sentral Indonesia, (2010), Arsitektur Perbankan Indonesia, www.bi.go.id

Page 51: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

155Competitive Conditions in Banking Industry: An empirical Analysis of the Consolidation, Competition andConcentration in the Indonesia Banking Industry between 2001 and 2009

akan mengenakan serangkaian restriksi kepada bank yang bersangkutan. Dalam rangka

meningkatkan modal, bank diperbolehkan menerima tambahan modal dari pemilik lama,

melakukan merger, atau diakuisisi oleh bank yang lebih besar, atau menjual saham pada pasar

modal. Dalam 10 atau 15 tahun kedepan, bank sentral merencanakan menurunkan jumlah

bank menjadi sekitar 60 buah, terdiri dari 2-3 bank internasional, 3-5 bank nasional dan 30-50

bank spesialis (Bank Indonesia, 2010).

Kebijakan kepemilikan tunggal dilakukan untuk mengatur ulang struktur kepemlikan

bank. Kebijakan ini merujuk pada kondisi dimana satu pihak merupakan pemilik saham terbesar

dalam satu bank. Regulasi ini diterapkan bagi pemegang saham lebih dari 25%, atau kurang

dari 25% namun dapat mengontrol bank. Dengan aturan ini, maka harus ada penyesuaian

struktur kepemilikan dengan cara mentransfer sebagian atau semua kepemlikan hanya ke satu

bank. Dengan demikian, mereka menjadi pemegang saham terbesar hanya pada satu bank

saja. Lebih lanjut, bank-bank dengan pemilik yang sama, didorong untuk melakukan merger,

paling tidak membuat Holding Company Bank.

Studi ini bertujuan untuk melakukan penilaian terhadap dampak kebijakan konsolidasi

perbankan terhadap kondisi pasar. Kebijakan konsolidasi ini dimulai sejak krisis keuangan 1997

dan dilanjutkan dengan pembentukan API pada Januari 2004. Tabel 3 menunjukkan bahwa

sejumlah merger dan akusisi dilakukan selama rentang 1997 √ 2010. Satu merger bank besar

dilakukan oleh Bank Niaga dan Bank Lippo untuk memenuhi kebijakan kepemilikan tunggal.

Selain itu, juga terdapat 7 buah merger yang dilakukan oleh bank berukuran sedang dan 7

merger oleh bank berukuran kecil.

Serangkaian merger dan akuisi ini jelas menurunkan jumlah bank. Hal ini memunculkan

isu penting antara lain apakah jumlah bank yang lebih sedikit ini telah menurunkan atau malah

meningkatkan konsentrasi industri perbankan. Selain itu juga menarik untuk menganalisis

dampak konsolidasi tersebut terhadap tingkat kompetisi perbankan.

Page 52: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

156 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

Table 3.Daftar Merger dan Akuisis antara tahun 2000 - 2010

Kategori Bank Bank yang Merger

PT Bank Niaga

PT Bank Lippo

Bank Dai-Ichi Kanggo

Bank IBJ Indonesia

Bank Bali

Bank Artha Media

Bank Universal

Bank Prima Express

Bank Patriot

PT Bank Sumitomo Mitsuo

Indonesia

Sakura Swadarma Bank

UFJ Indonesia Bank

Tokai Lippo Bank

UFJ Indonesia

PT Bank of Tokyo

Mitsubishi

Bank Hagakita

Bank Haga

Bank Rabobank Duta

Bank Buana

Bank UOB Indonesia

Bank Pikko

Bank CIC

Bank Danpac

Bank Artha Graha

Bank Inter-pacific Tbk.

Commonwealth Indonesia

Artha Niaga Kencana

Bank Multicor

Bank Windu Kentjana

Bank Harmoni

International

Bank Index Selindo

Bank Haga

Bank Hagakita

Bank OCBC

Bank NISP

Bank Besar

Bank ukuran

sedang

Bank kecil

Sumber: Banks» Annual Financial Report Published by the Central Bank of Indonesia

No Tahun Nama Bank yang Tebentuk

1

1

2

3

4

5

6

7

1

2

3

4

5

6

7

2008

2000

2001

2001

2001

2006

2008

2010

2001

2001

2004

2005

2007

2007

2008

2008

2009

PT Bank CIMB Niaga Tbk

PT Bank Mizuho Indonesia

PT Bank Permata Tbk

PT Bank Sumitomo Mitsuo Indonesia

UFJ Indonesia Bank

PT Bank of Tokyo Mitsubishi UFJ Ltd.

PT Bank Rabobank International

Indonesia Bank

PT Bank UOB Buana Tbk

PT Bank Mutiara Tbk

PT Bank Artha Graha International

Tbk

PT Bank Commonwealth

PT Bank Windu Kentjana

International Tbk.

PT Bank Index Selindo

Rabobank Duta Bank

PT Bank OCBC-NISP Tbk

Page 53: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

157Competitive Conditions in Banking Industry: An empirical Analysis of the Consolidation, Competition andConcentration in the Indonesia Banking Industry between 2001 and 2009

II. TEORI

Banyak studi yang menganalisis dampak konsolidasi terhadap tingkat konsentrasi dan

kompeitisi. Beberapa lainnya membahas kaitan antara tingkat konsentrasi dan kompetisi.

Terdapat 2 pendekatan terkait dengan isu ini yakni pendekatan struktural dan non-struktural

(Bikker dan Haaf, 2002).

Menurut pendekatan pertama, terdapat hubungan langsung antara struktur pasar, perilaku

perusahaan dan kinerja industri. Pendekatan ini berdasarkan pendekatan tradisional structure-

conduct-performance (SCP). Pendekatan kedua non struktural, sebagaimana dijelaskan oleh

Shaffer (1994a), kondisi yang kompetitif seperti harga yang efisien dapat dicapai dalam kondisi

pasar yang tidak terkonsentrasi maupun yang terkonsentrasi sehingga hubungan antara struktur

pasar dan kinerja adalah tidak linear. Pandangan ini menyarankan untuk lebih fokus pada

competitive conduct dari bank ketimbang pada struktur pasarnya (Biker dan Haaf, 2002).

2.1. Pendekatan Struktural

Dasar dari pendekatan tradisional SCP dibangun oleh Manson (1939). Dia menyimpulkan

bahwa lebih sedikit perusahaan di pasar akan mendorong pasar yang tidak kempetitif, tercermin

dari harga yang lebih tinggi dan jumlah barang yang lebih sedikit, seperti kondisi pasar

monopolistik. Lebih jauh, pasar yang terkonsentrasi akan menghasilkan kinerja kompetitif yang

lebih rendah dimana rasio harga terhadap biaya akan lebih besar, dan mengorbankan

kesejahteraan konsumen. Jumlah perusahaan yang lebih kecil juga dapat mendorong mereka

untuk bekerjasama dengan saingan mereka. Kolusi ini yang akan meningkatkan harga, jauh

lebih besar dari biaya marjinal (Yeyati dan Micco, 2003b).

Pada sisi lain, kompetisi pasar akan menghasilkan kondisi efisien dimana biaya marjinal

akan sama dengan harga. Meningkatnya jumlah perusahaan akan mendorong kondisi yang

lebih kompetitif dengan menurunkan harga dan tingkat keuntungan yang lebih sedikit. Lebih

lanjut, pendekatan SCP percaya bahwa pasar yang kompetitif karena tingkat konsentrasi yang

rendah, akan memberikan kesejahteraan bagi konsumen yang lebih besar (Shaffer, 1994a).

Perusahaan yang efisien akan dapat memproduksi output yang lebih besar pada tingkat harga

yang lebih rendah.

Bain (1951) menguji hipotesa SCP untuk indusri di Amerika Serikat selama periode 1936-

1940. Ia mengkonfirmasi hipotesa SCP tersebut. Dengan menggunakan uji skor Z, dia

membandingkan profit antara group perusahaan dengan tingkat konsentrasi yang tinggi dan

yang rendah. Dia menemukan bahwa keuntungan pada perusahaan dengan tingkat konsentrasi

Page 54: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

158 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

penjualan yang tinggi, secara rata-rata lebih besar dibandingkan pada group dengan tingkat

konsentrasi yang rendah.

Calem dan Carlino (1991) menemukan korelasi yang kuat antara konsentrasi pasar dengan

kinerja pada industri perbankan. Bain menggunakan profit untuk mengukur kinerja pasar,

sementara Calem dan Carlino menggunakan harga. Kesimpulan mereka mendukung

pendekatan SCP tradisional bahwa tingkat konsentrasi pasar dapat berkontribusi pada perilaku

kolusif. Lebih jauh, penelitian ini mengklaim bahwa pasar yang terkonsentrasi tidak efisien

karena harga lebih besar dari biaya marjinal, dan juga tidak adil karena pasar yang terkonsentrasi

menghasilkan profit yang lebih tinggi dengan biaya yang dibebankan ke konsumen (Berger

dan Hanna, 1989).

Pendekatan struktural sudah menjadi dasar dari kebijakan antitrust di berbagai negara.

Departemen Kehakiman AS mengacu pada pandangan ini dengan mempertahankan kebijakan

eksplisit yang menentang merger antara perusahaan yang saling bersaing yang menimbulkan

tingkat konsentrasi yang lebih tinggi dari threshold (Shaffer, 1994b). Undang-undang No.5

tahun 1999 menganut pendekatan struktural untuk menentukan tindakan perusahaan yang

melawan hukum berdasarkan dampaknya terhadap tingkat persaingan usaha. Hukum ini berlaku

untuk seluruh sektor. Lebih jauh, berdasarkan Peraturan Pemerintah No.28/ 1999 pasal 8(2),

bank yang melakukan merger tidak boleh memiliki aset melebihi 20% dari total aset perbankan.

Angka 20% ini dijadikan threshold.

2.2. Pendekatan Non Struktural

Argumen Pertama bertentangan dengan pandangan tradisional SPC dari Demzet (1973)

dan Pelzman (1977). Menurut mereka, sumber konsentrasi adalah efisiensi dan bukan kekuatan

pasar. Temuan mereka diberi nama hipotesis Efisiensi √ Struktur. Mereka menjelaskan bahwa

perbedaan efisiensi lintas perusahaan dalam suatu pasar dapat menciptakan market share yang

berbeda dan tingkat konsentrasi yang tinggi. Perbedaan efisiensi dapat berasal dari manajemen

dan teknologi produksi yang lebih baik (Neuberger, 1977).

Manson secara eksplisit mengasumsikan bahwa tingkat konsentrasi pasar mendorong

perusahaan untuk meningkatkan harga. Dengan demikian ketika harga meningkat lebih besar

dibandingkan biaya marjinal, dianggap sebagai kondisi yang kurang efisien. Shaffer (1994b)

mengatakan bahwa harga yang lebih rendah bukan indikator yang baik untuk mengukur efisiensi

pasar. Dia mempertahankan ide tersebut dengan menjelaskan bahwa efisiensi yang lebih besar

diantara perusahaan besar dalam pasar yang kompetitif, cenderung mendorong harga yang

lebih rendah, dan bukan lebih tinggi.

Page 55: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

159Competitive Conditions in Banking Industry: An empirical Analysis of the Consolidation, Competition andConcentration in the Indonesia Banking Industry between 2001 and 2009

SCP mengasumskan hubungan satu arah antara struktur, perilaku dan kinerja. Dengan

demikian, struktur pasar mempengaruhi perilaku perusahaan yang akhirnya mempengaruhi

kinerja pasar. Hubungan kausalitas menjadi tidak jelas karena keputusan perusahaan untuk

memasuki pasar mungkin dipengaruhi oleh ekspektasi tingkat kompetisi pasar (Vesalla, 1995).

Pendekatan non struktural menyatakan bahwa baik struktur pasar maupun perilaku

perusahaan bersifat endogen karena terdapat feedback dari perilaku terhadap struktur pasar.

Lebih lanjut, kinerja perusahaan dapat mempengaruhi keputusan perusahaan untuk masuk

ke pasar.

Pendekatan non struktural menyatakan bahwa profit merupakan indikator yang lemah

atas kekuatan pasar. Vesalla (1995) menyatakan bahwa kekuatan pasar dan profit tidak harus

berkorelasi positif. Perusahaan monopolis cenderung kurang efisien dan mempengaruhi

keuntungan perusahaan, dan perilaku inefisiensi ini justru akan menurunkan keuntungan.

Setelah perkembangan ini, beberapa peneliti mencoba menggunakan Learner Index untuk

mengukur kinerja pasar. Shaffer (1994b) mengevalusi penggunaan Learner Index dan

menemukan bahwa indeks ini lemah dalam menunjukkan kesejahteraan sosial karena keterkaitan

antara indeks dan total kesejahteraan tidak bersifat monotonic. Penurunan jumlah perusahaan

dapat mengurangi surplus konsumen namun dapat meningkatkan surplus produsen. Dengan

demikian, merger dapat meningkatkan total surplus jika dampak terhadap peningkatan surplus

produsen lebih besar dari penurunan surplus konsumen. Lebih lanjut, Shaffer menyarankan

pengukuran struktur biaya sebagai dampak kebijakan konsolidasi; dalam hal ini apakah struktur

biaya menjadi lebih efisien atau tidak.

Argumen pendekatan non struktural menyatakan bahwa hubungan antara konsentrasi

dan kompetisi adalah tidak linear karena tergantung pada berbagai faktor. Teori contestable

market yang dicetuskan Baumol et.al (1982) dirujuk oleh beberapa peneliti untuk menjelaskan

penetapan harga yang kompetitif pada pasar yang terkonsentrasi. Karakteristik utama dari

teori contestable market ini adalah kebebasan untuk masuk dan keluar dari pasar. Dalam pasar

seperti ini, perusahaan yang masuk akan menarik pelanggan dengan harga yang lebih rendah

dan masih tetap dapat menutupi biaya entry; dan ketika perusahaan lama membalas dengan

menurunkan harga, maka dia akan meninggalkan pasar. Karena terdapat kebebasan untuk

masuk ke dan keluar dari pasar, maka pasar dapat menciptakan harga yang kompetitif karena

perusahaan yang tidak efisien akan keluar dan digantikan dengan yang lebih efisien.

Pendekatan non struktural berfokus pada informasi yang diperoleh dari perilaku kompetitif

perusahaan. Mereka percaya bahwa dalam mempelajari pasar, kita harus berkonsentrasi pada

perilaku perusahaan daripada konsentrasi pasar. Dalam hal kompetisi, Panzar dan Rose (1987)

Page 56: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

160 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

mengembangkan model berdasarkan struktur biaya perusahaan2. Metode ini mencoba

membedakan tingkat kompetisi pasar dengan melihat hubungan antara pendapatan dengan

perubahan harga input. Mereka memberikan implikasi terukur yang dapat diuji terkait dengan

perilaku maksimisasi profit perusahaan. Model ini fokus pada penjumlahan elastisitas input

dari persamaan pendapatan yang sudah tereduksi (reduced form). Elastisitas ini menangkap

efek pergerakan proporsional dari biaya marginal, biaya rata-rata dan biaya total bahkan ketika

data biaya ini sendiri tidak tersedia.

Pendekatan ini menyimpulkan bahwa pada pasar monopoli, elastisitas akan bernilai negatif

karena kenaikan harga input akan meningkatkan biaya marjinal, menurunkan output

keseimbangan dan akhirnya mengurangi pendapatan; akibatnya elastisitas akan bernilai nol

atau negatif (Bikker dan Haaf, 2002). Dalam kondisi persaingan sempurna, nilai elastisitas adalah

satu karena biaya rata-rata akan bergerak secara proporsional dengan harga input.

Banyak studi yang sudah menggunakan metode Panzar-Rose (PR) untuk mengukur

dampak kebijakan konsolidasi terhadap kompetisi pada industri perbankan. Awal era 1980-an,

deregulasi suku bunga deposito pada beberapa negara berkembang telah meningkatkan

kompetisi dan menggiring pada gelombang merger dan akuisisi. Shaffer (1982), Molyneux et

al (1994), Bikker and Haaf (2002) dan Bandt dan Davis (2000) menganalisa dampak konsolidasi

perbankan terhadap tingkat kompetisi di wilayah AS dan negara Eropa.

Konsolidasi di perbankan AS hampir sepenuhnya digiring oleh pasar, sebagaimana merger

yang dianggap sebagai satu jalan untuk meningkatkan diversifikasi, efisiensi serta kekuatan

pasar, (Shaffer, 1994). Dengan menggunakan sampel bank di beberapa negara bagian AS

selang periode 1979-1980, Shaffer (1982) membuktikan bahwa pasar perbankan bersifat

kompetitif. Studi ini menemukan bahwa hampir di setiap pasar, uji signifikansi atas elastisitas

menolak adanya kekuatan pasar.

Lebih lanjut, perbankan Eropa juga menghadapi perubahan struktural setelah implementasi

pasar bersama Eropa, termasuk pasar keuangan. Dalam kondisi itu, tidak ada batasan sama

sekali untuk memasuki pasar anggota negara lain (Molyneux et.al., 1994). Molyneux meneliti

dampak konsolidasi terhadap tingkat persaingan pada periode awal implementasi, dengan

fokus periode 1986-1989. Hasilnya mirip dengan Shaffer (1982) bahwa lingkungan yang

kompetitif pada industri perbankan terpelihara dengan baik. Kondisi monopolistic competition

ditemukan di Jerman, Inggris, Perancis dan Spanyol. Meskipun demikian, kondisi pasar perbankan

di Itali memiliki bentuk monopoli atau diduga berbentuk oligopoli variasi jangka pendek.

2 Panzer, J.C., Rose, J.N., (1987) mengembangkan ukuran tingkat kompetisi berdasarkan perilaku bank. Statik-H menunjukkan elastisitasharga input terhadap pendapatan bank.

Page 57: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

161Competitive Conditions in Banking Industry: An empirical Analysis of the Consolidation, Competition andConcentration in the Indonesia Banking Industry between 2001 and 2009

Data yang lebih baru digunakan oleh Bandt dan Davis (2000). Hampir sama dengan

temuan Molynuex et.al. (1994). Mereka mengukur tingkat kompetisi lintas beberapa kelompok

bank yakni besar, sedang dan kecil selama periode 1992-1996. Menurut mereka, bank-bank

besar di Jerman dan Perancis bekerja dalam kondisi monopolistic competition, sementara bank

yang lebih kecil berbentuk monopoli. Untuk Italia, baik bank kecil dan besar berada dalam

kondisi pasar monopoli.

Dengan sampel negara yang lebih besar, Bikker dan Haaf (2002) menginvestigasi perilaku

kompetisi perbankan di 23 negara maju selang periode 1989-1998. Pasar perbankan di 23

negara ini diindikasikan berbentuk monopolistic competition. Temuan ini didukung oleh De

Band dan Davis (2000) dimana kompetisi diantara bank besar lebih kuat dibandingkan kelompok

bank sedang dan kecil.

Terdapat sedikit studi yang dilakukan untuk negara berkembang, dan Gelos dan Roldos

(2002), Claessens dan Laeven (2004), dan Yeyati dan Micco (2007) merupakan beberapa

diantaranya. Penelitian tentang perilaku bank di negara berkembang menjadi penting karena

kondisinya berbeda dengan pasar yang sudah mapan. Negara Amerika Latin juga mengalami

konsolidasi dengan jumlah merger dan akuisisi yang signifikan. Konsolidasi ini dimulai oleh

pemerintah melalui bank sentral dan selanjutnya mengikuti kekuatan pasar. Gelos dan Roldos

menjelaskan bahwa tiga bank umum di Brazil memulai konsolidasi untuk meningkatkan daya

saing mereka. Di Argentina, lima bank besar memperoleh market share yang signifikan melalui

kombinasi antara pertumbuhan organik dan akuisisi.

Konsolidasi terbukti meningkatkan konsentrasi pada pasar Amerika Latin.Meskipun

demikian, pasar yang terkonsentrasi ini tidak mendorong kondisi kompetitif. Kesimpulan ini

diperoleh oleh Gelos dan Roldon, Claessnes dan Laeven serta Yeyati dan Micco.Prinsip contestable

market mungkin dapat menjelaskan situasi ini. Menghilangkan restriksi untuk masuk ke pasar,

menjamin lingkungan yang kompetitif (Classens dan Laeven, 2004).

Pada sisi lain, konsolidasi yang didorong oleh pemerintah sebagaimana yang terjadi di

negara Asia, terlihat memberikan hasil yang berbeda. Bukannya peningkatan konsentrasi,

gelombang merger dan akuisisi ini justru menurunkan tingkat konsentrasi (Gelos dan Roldos,

2002). Terkait dengan kompetisi, tingkat konsentrasi yang lebih rendah ini dapat dianggap

sebagai kompetitif.

Ilustrasi temuan-temuan di atas jelas mendukung pandangan non-struktural bahwa

hubungan antara konsentrasi, perilaku dan kinerja pasar tidak berhubungan linear. Konsolidasi

ini sendiri dengan berbagai variasi bentuk kebijakan, dapat menyebabkan peningkatan atau

justru penurunan tingkat konsentrasi pasar. Lebih lanjut, kompetisi dalam pasar yang

terkonsentrasi dapat diperoleh dengan mengurangi hambatan untuk masuk ke pasar.

Page 58: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

162 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

2.3. Pendekatan Panzar dan Rose

Sebagaimana telah diilustrasikan sebelumnya, kita tidak dapat bergantung pada informasi

struktur pasar untuk menentukan tingkat kompetisi pada pasar perbankan. Kemungkinan

kesimpulan berbaga studi yang membuktikan adanya hubungan linear antara struktur pasar

dan kompetisi, adalah menyesatkan. Lebih lanjut, Bikker dan Haaf (2002) membuktikan bahwa

indeks konsentrasi seperti concentration ratio (CR) dan Herfindahl-Hirschman Index (HHI)

tampaknya berhubungan terbalik dengan jumlah perusahaan. Negara dengan jumlah bank

yang sedikit, cenderung memiliki tingkat konsentrasi yang lebih tinggi.

Dalam upaya mengukur tingkat kompetisi pasar, studi ini menggunakan metode yang

digunakan oleh Panzar dan Rose (1987). Metode ini didasarkan pada bentuk reduksi dari

persamaan penerimaan, dengan menggunakan data pendapatan perusahaan dan harga.

Metode ini menilai perilaku kompetitif bank untuk menentukan struktur pasar. Metode Panzar-

Rose menghitung penjumlahan elastisitas pendapatan terhadap harga input. Jumlah ini diberi

symbol H (Vesalla, 1995). Nilai elastisitas ini mengandung informasi tentang perilaku bank

yang akan menentukan struktur pasar.

Properti H memungkinkan secara empiris membedakan proses pembentukan harga dalam

teori persaingan tidak sempurna untuk perbankan Indonesia, yakni apakah dari monopoli/

kolusi sempurna, kompetisi monopolistik atau dari persaingan sempurna (Bikker dan Raaf,

2002).

Model empiris Panzar-Rose ini mengasumsikan bahwa bank memiliki fungsi pendapatan

dan biaya yang berbentuk log linear,

(1)

Dimana OUT adalah output, n adalah jumlah bank, FIP adalah harga input dan EXIRevenue

dan EXICost

masing-masing menunjukkan variabel yang mempengaruhi penerimaan dan fungsi

biaya bank. Pendekatan aplikasi empiris Panzar dan Rose mengasumsikan fungsi log-linear

marginal cost untuk bank i (Bikker and Haaf, 2002).

(2)

Page 59: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

163Competitive Conditions in Banking Industry: An empirical Analysis of the Consolidation, Competition andConcentration in the Indonesia Banking Industry between 2001 and 2009

Selanjutnya, model Rose Panzar mengasumsikan maksimisasi keuntungan masing-masing

bank. Bank yang memaksimalkan keuntungan ini akan berproduksi pada level dimana marginal

cost sama dengan marginal revenue, menghasilkan nilai ekuilibrium untuk output:

Dalam analisis empiris, bentuk reduksi dari persamaan pendapatan ini yang digunakan

(Bikker dan Haaf, 2002, p.2196):

Dimana, TIR adalah rasio pendapatan bunga terhadap neraca total, AFR adalah harga

pendanaan; HALE adalah biaya tenaga kerja (tingkat upah); PCE adalah harga dari pengeluaran

modal; OI adalah rasio dari pendapatan lain terhadap neraca total, dan BSF adalah faktor-

faktor spesifik bank yang bersifat eksogen, seperti komponen risiko, perbedaan deposit mix

dan ukuran aset riil bank (Yeyati dan Micco, 2007, p.1637) .

Dalam kondisi ini, H menunjukkan jumlah dari elastisitas pada persamaan reduksi

penerimaan yang digambarkan oleh faktor harga.

(5)

Tingkat persaingan menentukan nilai dari H, apakah monopoli/kolusi sempurna,

persaingan monopolistik atau persaingan sempurna. Di bawah ini adalah rumus untuk

menghitung H, di mana H adalah jumlah elastisitas, yang terdiri dari elastisitas pendapatan

terhadap perubahan biaya pendanaan ( β ), elastisitas pendapatan terhadap perubahan

pengeluaran sumber daya manusia ( γ ) dan elastisitas pendapatan terhadap perubahan harga

modal ( δ ).

Panzar dan Rose membuktikan bahwa dengan monopoli, kenaikan harga input akan

meningkatkan marginal cost, mengurangi output ekuilibrium dan kemudian mengurangi

pendapatan; maka H akan menjadi nol atau negatif (Bikker dan Haaf, 2002). Dengan kata lain,

(6)H = β + γ + δ

(3)

(4)

Page 60: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

164 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

pasar di mana terdapat kekuatan monopoli akan menghasilkan hubungan negatif antara kedua

variabel, karena pendapatan kotor akan bergerak berlawanan arah dari perubahan unit cost

(Vesala, 1995).

Hasil yang sama juga ditemukan dalam persaingan monopolistik tanpa adanya ancaman

entry, yaitu dengan jumlah bank yang tetap. Pasar terdiri dari beberapa bank, namun ada

hambatan untuk memasuki pasar, sehingga jumlah bank tidak berubah. Vesalla (1995)

membuktikan bahwa di pasar seperti tersebut H adalah nol atau negatif, mirip dengan temuan

Rose-Panzar di pasar monopoli.

Dalam menganalisis persaingan monopolistik, pendekatan Panzar-Rose didasarkan pada

analisis statika komparatif dari model kesimbangan persaingan monopolistis Chamberlinian

(Bikker dan Haaf, 2002). Dalam kasus model persaingan monopolistik, dimana produk bank

dianggap sebagai substitusi yang sempurna satu sama lain, model Chamberlinian menghasilkan

solusi kompetisi yang sempurna, karena elastisitas permintaan mendekati tak terhingga (Bikker

& Haff: 2002: hal 2195). Dalam pasar kompetitif sempurna, peningkatan harga input akan

meningkatkan rata-rata biaya secara proporsional. Keluarnya beberapa bank akan meningkatkan

permintaan yang dihadapi oleh bank-bank yang tersisa, yang menyebabkan kenaikan harga

dan pendapatan yang setara dengan kenaikan biaya (Bikker dan Haaf, 2002). Akhirnya, nilai H

di pasar persaingan sempurna adalah sama dengan satu.

Gambar 2.H dalam Persaingan Sempurna

P1AC

P1

P0

y* y

AC1 (W1)

AC0 (W0)

Page 61: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

165Competitive Conditions in Banking Industry: An empirical Analysis of the Consolidation, Competition andConcentration in the Indonesia Banking Industry between 2001 and 2009

Dalam kasus model persaingan monopolistik dimana terdapat diferensiasi produk, maka

nilai H akan positif tetapi kurang dari satu. Seperti ditunjukkan pada gambar 3, persaingan

monopolistik merupakan kasus antara kondisi pasar monopoli dan persaingan sempurna.

Persaingan monopolistik menghasilkan «kapasitas berlebih» di mana output yi* diproduksi

pada biaya rata-rata (titik A) yang lebih tinggi daripada biaya rata-rata minimum (titik B).

Selain itu, harga pi* melebihi marginal cost (MC), dibandingkan dengan solusi kompetitif pc

(Vesalla, 1995).

Gambar 3.Keseimbangan Free entry (Chamberlinian) Pasar Monopolistik

P1AC

P1

P0

y* y

AC1 (W1)

AC0 (W0)

Bank dalam ekuilibrium Chamberlinian tidak terlepas dari kekuatan pasar tetapi mereka

tidak dapat memperoleh keuntungan supernormal, karena harga sama dengan biaya rata-rata

(Vesalla, 1995). Oleh karena itu, nilai dari H dalam kondisi ini adalah positif tetapi kurang dari

satu. Ini berarti perubahan harga input positif mempengaruhi pendapatan tetapi kurang dari

satu.

Model ini lebih konsisten dengan pengamatan bahwa bank cenderung untuk melakukan

diversifikasi dengan serangkaian variasi kualitas produk dan iklan, meskipun layanan inti yang

mereka sediakan sesungguhnya homogen (Vesalla, 1995, hlm 50). Diferensiasi produk sangat

penting untuk menciptakan permintaan yang tidak begitu elastis (Tirole, 1988). Jika produk

kurang terdiferensiasi, maka kekuatan menentukan pasar akan kecil sehingga nilai H akan

Page 62: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

166 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

lebih tinggi. Tingginya biaya untuk beralih (switching) juga merupakan sumber kekuatan pasar.

Pemegang rekening bank menanggung switching cost yang tinggi untuk berpindah dari satu

bank ke bank yang lainnya. Jika pelanggan merencanakan untuk berpindah bank, maka mereka

harus membuat nomor rekening baru. Ini mengisyaratkan banyak dokumen. Selain itu,

pelanggan harus menginformasikan tentang perubahan hubungan bisnis mereka (Canoy et.al,

2001).

Akhirnya, di pasar oligopoli, nilai H dapat juga bernilai positif, yakni ketika terdapat

interaksi strategis antara sejumlah bank dengan jumlah yang tetap (Bikker dan Haaf, 2002).

Namun, dalam kasus kolusi yang sempurna dalam oligopoli, metode Rose dan Panzar

menghasilkan nilai negatif untuk H, mirip dengan model monopoli.

Tabel 4.Ringkasan Kekuatan Diskrimminasi

Lingkungan yang kompetitif

Keseimbangan Monopoli: masing-masing bank beroperasi secara independen dan

maksimisasi keuntungan layaknya di bawah kondisi monopoli ( H adalah fungsi menurun

dari elastisitas permintaan ) atau kartel sempurna.

Keseimbangan persaingan monopolistikdengan kondisi free entry ( H merupakan fungsi

menaikdari elastisitas permintaan ).

Persaingan sempurna. Ekuilibrium free entry dengan utilisasi kapasitas penuh yang efisien.

Nilai H

H < 0

0 < H < 1

H = 1

Sumber: Bikker dan Haaf (2002, p. 2195)

Ada lima asumsi yang perlu diterapkan dalam metode Panzar-Rose. Pertama, bank

diperlakukan sebagai perusahaan dengan produk tunggal yang bertindak sebagai perantara

keuangan. Oleh karena itu bank menghasilkan pendapatan bunga dengan menggunakan

dana, tenaga kerja dan modal sebagai input (De Bandt dan Davis, 2000). Kedua, kita harus

mengasumsikan bahwa harga input yang lebih tinggi tidak berhubungan dengan kualitas

layanan yang lebih tinggi yang menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi. Gelos dan Roldós

(2001) menjelaskan bahwa jikalaupun ada korelasi, mungkin ada bias dalam menafsirkan H.

Asumsi ketiga adalah bahwa pasar berada dalam kondisi ekuilibrium dalam jangka panjang.

Asumsi keempat dan kelima mempertimbangkanbank sebagai lembaga yang memaksimalkan

laba dan mereka biasanya memiliki fungsi pendapatan dan biaya (Gelos dan Roldós, 2002,

hal 13-14)

Page 63: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

167Competitive Conditions in Banking Industry: An empirical Analysis of the Consolidation, Competition andConcentration in the Indonesia Banking Industry between 2001 and 2009

Tabel 5.Spesifikasi Variabel

Rasio pendapatan bunga terhadap total aset tahunan

Rasio pengeluaran bunga terhadap total deposito tahunan

Rasio pengeluaran upah dan gaji terhadap total aset tahunan

Rasio pengeluaran lain terhadap aset tetap

Rasio pendapatan lain (pendapatan operasional dan non-operasional) terhadap

total aset

Ekuitas dibagi dengan total aset

Pinjaman dibagi dengan total aset

Rasio deposito interbank terhadap total deposito

Rasio demand deposit terhadap total deposito dan pembiayaan jangka pendek

TIR (pendapatan)

AFR (tk. pendanaan)

HALE (tingkat upah)

PCE (tk. modal)

OI (Pendapatan lain)

EQ (resiko modal)

LO (resiko pinjaman)

BDEP (deposit mix)

DDC (deposit mix)

VariabelVariabelVariabelVariabelVariabel Spesifikasi VariabelSpesifikasi VariabelSpesifikasi VariabelSpesifikasi VariabelSpesifikasi Variabel

3. METODOLOGI

3.1. Model Empiris

Dalam mengukur persaingan di pasar perbankan Indonesia antara 2001 dan 2009, kami

akan menggunakan model regresi untuk menghitung bentuk reduksi persamaan pendapatan

berikut. Dalam persamaan berikut, empat variabel penjelas diluar tanda kurung mewakili faktor

spesifik bank.

(7)

Tabel lima memberikan informasi yang detail tentang spesifikasi variabel. Dijelaskan

jugadefinisi dan proksi yang digunakan untuk mengukur setiap variabel.

Penelitian ini akan menggunakan regresi panel, khususnya fixed effect model (FEM). Ada

beberapa alasan yang mendasari penerapan model regresi panel, pertama, karena penerapan

regresi cross section secara implisit mengasumsikan bahwa semua bank memiliki akses ke faktor

pasar yang sama maka dari itu mereka hanya berbeda dalam skala operasi (De Bandt dan

Davis, 2000, hal 1050). Dengan kata lain, regresi cross section tidak mampu menangkap dinamika

lintas waktu variable ke dalam model.

Vesalla (1995) menyimpulkan bahwa sulit untuk melakukan pengujian inferensial atas

perubahan tingkat kompetisi dari waktu ke waktu jika kita bergantung pada estimasi H dengan

Page 64: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

168 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

menggunakan regresi cross section untuk setiap tahunnya. Beberapa studi seperti Vesalla (1995)

dan Yeyati dan Micco (2003) menyarankan untuk pengkonsolidasian data individu bank menjadi

kumpulan data panel. Estimasi yang disurvei akan menghasilkan perkiraan H yang lebih akurat

karena pengujian dapat dilakukan terhadap perilaku bank-bank dari waktu ke waktu.

Pertimbangan kedua adalah bahwa studi ini juga akan mengeksplorasi hubungan antara tingkat

konsentrasi dan persaingan sepanjang waktu. Oleh karena itu kami menekankan dimensi yang

dinamis, yang tidak dapat dimasukkan dalam regresicross section (Yeyati dan Micco, 2003a).

Manfaat ketiga dari penggunaanmetode regresi panel bergantung pada kemampuan untuk

menangkap penentu pendapatan bank yang tidak berubah lintas waktu. Penerapan Fixed effect

model memungkinkan dimasukkannya efek tetap bank yang dapat digunakan untuk mengontrol

heterogenitas antara bank yang tidak termasuk dalam model. Fixed effect modelmemungkinkan

untuk memasukkan kondisi spesifik bank yang dapat digunakan untuk mengontrol heterogenitas

antar bank yang tidak tertangkap dalam model. Ini dilakukan oleh dengan memperkenalkan

intersep yang berbeda lintas bank untuk menangkap variabel bank tertentu yang tidak tertangkap

secara eksplisit dalam spesifikasi regresi (De Bandt dan Davis, 2000).

Untuk melihat dampak dari kebijakan konsolidasi terhadap perilaku bank, penelitian ini

menguji perubahan pada koefisien input harga. Mengacu kepadaGelos dan Roldós (2002)

pengujian dapat dilakukan dengan membagi periode pengamatan menjadi dua sub-periode

dan dengan menginteraksikan input variabel harga (ln (AFR), ln (HALE) dan ln (PCE)) dengan

variabel dummy yang bernilai satu pada sub-periode kedua. Variabel interaksi akan menunjukkan

apakah kebijakan konsolidasi secara signifikan mengubah perilaku bank; jika variabel interaksi

menghasilkan nilai-nilai yang signifikan, maka akan nampak patahan struktural dalam hubungan

statistik antara pendapatan dan harga input (Gelos dan Roldós, 2002, hal 15). Selain itu, nilai

variabel interaksi akan menentukan arah perubahan tingkat persaingan. Jika mereka positif,

kita dapat menyimpulkan bahwa konsolidasi telah meningkatkan persaingan atau justru

sebaliknya. Lebih lanjut jika H-statistik adalah positif dan bernilai antara 0 dan 1 dan secara

kumulatif nilai variabel interaksi positif, maka ini mengisyaratkan sebuah kompetisi yang lebih

kuat (Vesala, 1995, hlm 56)3.

Periode pertama adalah 2001-2003 dan periode kedua dimulai dari tahun 2004. Penelitian

ini memilih 2004 sebagai tahun terjadinya patahan struktural karena mulai dari 2004, Bank

Sentral Indonesia secara resmi memberlakukan proses konsolidasi dengan memperkenalkan

kebijakan Arsitektur Perbankan Indonesia (API).

3 Merujuk kepada Bikker dan Haaf (2002, p. 2203). Mereka menjelaskan bahwa hasil Vesala (1995) mengimplikasikan interpretasiH-statistik antara 0 and 1 adalah pengukuran level kompetisi yang kontinu. Selanjutnya Bikker dan Haaf (2002) menggambarkannilai H yang lebih tinggi dapat digunakan sebagai indikasi tingkat kompetisi yang lebih kuat (hal. 2203).

Page 65: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

169Competitive Conditions in Banking Industry: An empirical Analysis of the Consolidation, Competition andConcentration in the Indonesia Banking Industry between 2001 and 2009

Salah satu asumsi berdasarkan metode Panzar dan Rose adalah pasar berada dalam kondisi

keseimbangan (Claessens dan Laeven, 2003). Kita harus menguji apakah asumsi ini terpenuhi.

Mengacu pada beberapa studi, pengujian keseimbangan pasar harus dapat memvalidasi bahwa

statistik Panzar-Rose dapat memberikan hasil yang akurat (De Bandt dan Davis, 2000).

Untuk menguji keseimbangan, beberapa studi mencoba sebuah pengujian apakah harga

input berkaitan dengan pendapatan industri. Di sini, kita akan memodifikasi bentuk reduksi

persamaan penerimaan dengan mengganti variabel dependen dengan rasio laba bersih terhadap

total aset sebagai variabel endogen (De Bandt dan Davis, 2000).

(8)

Ekuilibrium didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana nilai ekuilibrium E-statistik adalah

nol. E-statistik didefinisikan sebagai penjumlahan dari β, γ, dan δ. Selanjutnya, kita dapat

menggunakan F-test untuk memastikan signifikansi statistik uji apakah E = 0 (Claessens dan

Laeven, 2003).

3.2. D a t a

Data diperoleh dari Bank Indonesia yang terdiri dari neraca tahunan (unconsolidated)

dan laporan pendapatan bank-bank komersial. Sampel tersebut terdiri dari kurang lebih 128

bank untuk setiap tahun, namun jumlah sampel untuk setiap tahunnya bervariasi. Variasi tahunan

pada jumlah bank disebabkan oleh merger, akuisisi, likuidasi bank dan masuknya bank-bank

baru selama periode observasi. Dalam kasus merger dan akuisisi, database hanya menyimpan

data dari lembaga baru yang biasanya merupakan bank yang lebih besar.

Tabel 6 memberikan informasi detail tentang jumlah bank untuk setiap kategori. Menurut

database, Bank Sentral membagi bank komersial menjadi enam kategori. Saat ini Indonesia

memiliki 4 bank milik negara, 68 bank swasta lokal yang terdiri dari bank-bank dengan layanan

valuta asing dan yang tidak. Meskipun Bank Sentral telah mengelompokkan 68 bank-bank ke

bank lokal, sebenarnya beberapa dari mereka dibeli oleh investor luar negeri selama kebijakan

privatisasi pada 1990-an. Ada 20 bank patungan, di mana pemiliknya adalah investor asing

dan lokal. Ada 11 bank asing yang biasanya merupakan cabang-cabang dari bank asing. Terakhir,

terdapat 25 bank regional yang biasanya beroperasi di provinsi mereka. Para pemegang saham

bank-bank daerah adalah pemerintah provinsi dan kotamadya.

Page 66: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

170 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

Dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya di Asia Tenggara, jumlah

bank di Indonesia lebih banyak. Namun, pasar terkonsentrasi menjadi beberapa bank besar

yang mendominasi. Neraca bank menunjukkan bahwa rata-rata 3 dari 113 bank mengontrol

lebih dari empat puluh persen industri antara 2001 dan 2009. Informasi statistik deskriptif

tentang distribusi aset dan modal mendukung gagasan tentang pasar yang sangat

terkonsentrasi ini. Tabel 7 menggambarkan distribusi aset dan ekuitas dari semua bank

pada 2009. Untuk aset, seperempat pasar didominasi oleh bank tunggal yang adalah Bank

Mandiri dengan aset 370 trilyunRupiah dan ekuitas lebih dari 35 triliun rupiah. Aset Bank

Mandiri adalah 15 kali lebih besar dari rata-rata dan ekuitasnya 17 kali lebih besar dari

rata-rata.

Tabel 6.Ukuran Sampel

4

39

29

20

11

25

128

Bank Pemerintah

Bank Swasta - Valuta asing

Bank Swasta - Tidak melayani valuta asing

Bank Patungan

Bank Asing

Bank Daerah

Total

Tipe Bank (berdasarkan kategorisasi Bank Sentral)Tipe Bank (berdasarkan kategorisasi Bank Sentral)Tipe Bank (berdasarkan kategorisasi Bank Sentral)Tipe Bank (berdasarkan kategorisasi Bank Sentral)Tipe Bank (berdasarkan kategorisasi Bank Sentral) Jumlah BankJumlah BankJumlah BankJumlah BankJumlah Bank

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, 2009, Bank Sentral Indonesia

Tabel 7.Statistik Deskriptif Aset dan Ekuitas di Tahun 2009 (dalam Juta Rupiah)

StatisticsStatisticsStatisticsStatisticsStatistics AssetAssetAssetAssetAsset EquityEquityEquityEquityEquity

Mean

Median

Q4 (100% data)

Q3 (75% data)

Q2 (50% data)

Q1 (25% data)

Skewness

Kurtosis

Jarque-Bera

Probability of JB

22.158.195

3.978.396

370.310.994

13.356.445

3.923.234

1.523.057

4,44

23,26

2.242,80

0,00

2.267.144

547.938

35.108.769

1.370.931

539.862

164.954

4,16

21,00

1.803,03

0,00

Page 67: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

171Competitive Conditions in Banking Industry: An empirical Analysis of the Consolidation, Competition andConcentration in the Indonesia Banking Industry between 2001 and 2009

Karena bentuk distribusi pasar condong ke kanan (positively skewed), maka median adalah

ukuran tendensi sentral yang dipilih. Tabel 7 menunjukkan bahwa semua statistik yangtidak

mendukung kondisi distribusi normal data. Nilai-nilai kemiringan baik untuk aset dan ekuitas,

menunjukkanbentuk distribusi yang condong ke kanan. Nilai JB positif dan berbeda dari satu

secara signifikan,menunjukkan bahwa data menolak asumsi normalitas. Mengacu pada data,

setengah dari bank (56 bank) memiliki ekuitas kurang dari 550 miliar rupiah. Selain itu, lebih

dari 66 persen (85 bank) memiliki ekuitas kurang dari 1.371 miliar rupiah. Di sisi lain, terdapat

porsi yang sangat kecil √yakni kurang dari 1 persen atau hanya 7 bank, yang memiliki ekuitas

lebih dari 10 miliar.

Angka-angka di atas akan digunakan untuk menghitung break point untuk membagi

sampel berdasarkan ukuran. Pembagian sampel menjadi kelompok bank besar, menengah dan

kecil penting untuk mengamati perilaku riil bank dalam bersaing dengan bank lain dalam kategori

mereka. Bank-bank besar diasumsikan bekerja di tingkat nasional bahkan internasional,

sementara bank-bank berkecil fokus pada industri lokal atau spesifik dan sering tidak memiliki

pelanggan di luar pangsa pasar mereka.

4 Kategorisasi berdasarkan data perbankan Indonesia 2009.

Tabel 8.Tiga Kategori Bank Berdasarkan Nilai Ekuitas

KategoriKategoriKategoriKategoriKategori Ekuitas (IDR)Ekuitas (IDR)Ekuitas (IDR)Ekuitas (IDR)Ekuitas (IDR) Ukuran Sampel Ukuran Sampel Ukuran Sampel Ukuran Sampel Ukuran Sampel 44444

> 10 trilliun

1 - 10 trilliun

< 1 trilliun

7

36

70

113113113113113

Bank Besar

Bank Menengah

Bank Kecil

TotalTotalTotalTotalTotal

Nilai ekuitas pada tahun 2009 akan digunakan sebagai dasar untuk membagi sampel

menjadi bank besar, menengah, dan kecil. Bank-bank besar adalah mereka dengan ekuitas

lebih dari 10 triliun rupiah. Bank menengah bekerja dengan modal dari 1 sampai 10 triliun

rupiah.Yang terakhir, bank-bank kecil adalah yang ekuitasnya kurang dari 1 triliun rupiah. Dalam

hal jumlah bank, kategori bank kecil mendominasi pasar, namun pasar dikendalikan oleh

kelompok yang lebih besar.

Page 68: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

172 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

IV. HASIL DAN ANALISIS

4.1. Kompetisi Pada Industri Perbankan

Temuan dalam paper ini robust dengan penggunaan dua pengukuran pendapatan yang

berbeda sehubungan dengan tingkat persaingan di industri perbankan Indonesia. Beberapa

studi menggunakan rasio pendapatan bunga terhadap aset total untuk mengukur pendapatan

bank. Bikker dan Haaf (2002) menjelaskan bahwa proksi ini lebih konsisten dengan asumsi

yang mendasari metode Panzar dan Rose, di mana bank-bank diasumsikan menjadi perusahaan

produk tunggal yang bertindak sebagai perantara keuangan. Oleh karena itu bisnis utama

bank adalah intermediasi keuangan.

Di sisi lain, De Bandt dan Davis (2000) berpendapat bahwa sebagai respon terhadap

kompetisi yang semakin ketat, bank-bank meningkatkan minat mereka terhadap kegiatan non-

pendapatan bunga - termasuk pendapatan manajemen aset, reksa dana dan asuransi (hal.

1047). Mereka mengusulkan untuk menggunakan kedua pengukuran pada rasio pendapatan

bunga terhadap aset dan rasio total pendapatan terhadap aset sebagai metode validasi untuk

menguji apakah model tersebut kuat.

Secara keseluruhan kedua spesifikasi menghasilkan hasil yang serupa. Namun spesifikasi

pendapatan bunga menunjukkan beberapa koefisien yang lebih besar. Kami memilih untuk

menggunakan proksi pertama karena industri perbankan Indonesia masih sangat bergantung

pada pendapatan berbasis bunga. Data dari laporan keuangan tahunan dari semua bank

antara 2001 dan 2009 menunjukkan 88 persen dari pendapatan bank «itu berasal dari

pendapatan bunga. Oleh karena itu proksi pertama akan melihat potret nyata dari persaingan

di industri perbankan Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga memasukkan penghasilan lainnya

yang berarti penghasilan yang berasal dari kegiatan non-bunga juga merupakan salah satu

variabel penjelas untuk melihat pertumbuhan tren pendapatan berbasis non-bunga pada

pendapatan bank.

Salah satu asumsi kritis dengan metode Panzar-Rose adalah apakah pengamatan berada

dalam ekuilibrium jangka panjang. Seperti dijelaskan pada bagian sebelumnya, kami telah

melakukan tes ekuilibrium dengan menggunakan regresi dari bentuk reduksi persamaan

pendapatan dengan mengganti variabel dependen dengan pendapatan ekuitas. Kami

menerapkan metode yang diperkenalkan oleh Claessens dan Laeven (2003) untuk menurunkan

Return on Asset (ROA). Karena ROA dapat digunakan dengan nilai yang (negatif) kecil, mereka

menyarankan untuk menghitung variabel dependen ROA dengan menggunakan rumus Ln

(1 + ROA) (hal. 11). Estimasi menunjukkan bahwa gabungan koefisien β, γ dan δ tidak secara

signifikan berbeda dari nol (silakan lihat lampiran untuk hasil estimasi yang lengkap). Oleh

Page 69: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

173Competitive Conditions in Banking Industry: An empirical Analysis of the Consolidation, Competition andConcentration in the Indonesia Banking Industry between 2001 and 2009

karena itu, metode Panzar-Rose cocok untuk mengukur persaingan di pasar perbankan Indonesia

antara 2001 dan 2009.

Model Panzar-Rose telah diterapkan untuk sekitar 128 bank antara 2001 dan 2009.

Redundant test digunakan untuk menguji apakah penggunaan intercept yang berbeda untuk

setiap unit cross section untuk mengukur heterogenitas lintas bank adalah signifikan. Uji F-

terestriksi dan uji χ2 untuk fixed effect terbukti. Mereka memperlihatkan bahwa fixed effect

model lebih handal memperlihatkan informasi tentang apa yang berkontribusi terhadap

perbedaan lintas bank, (Lihat Lampiran).

Table 9.Hasil Empiris dengan menggunakan Fixed effect model Pendapatan Bunga sebagai Variabel

Dependen, Seluruh Bank between 2001 dan 2009

Tingkat Pendanaan

Tingkat Upah

Harga Modal

Resiko Pinjaman

Resiko Modal

Deposito Mix -

Permintaan Deposito

Deposit Mix -

Deposito Interbank

Pendapatan Lain

Jumlah Pengamatan

R2

H (kompetisi)H (kompetisi)H (kompetisi)H (kompetisi)H (kompetisi)

Struktur PasarStruktur PasarStruktur PasarStruktur PasarStruktur Pasar

Seluruh Bank Bank Besar Bank Menengah Bank Kecil

a) Nilai F test menunjukkan bahwa H tidak secara signifikan berbeda dari 0 dan 1 (level confidence 99%) Nilai dalamkurung adalah t-statistic;

*** Signifikan pada 99% confidence level;** signifikan pada95% confidence level;* signifikan padat 90% confidence level

0.46***

(34.74)

0.21***

(11.52)

0.02

(1.50)

0.45***

(14.04)

0.002

(0.19)

0.03***

(2.06)

-0.001

(-0.60)

-0.008

(-0.83)

892

0.89

0.69a0.69a0.69a0.69a0.69a

KompetisiKompetisiKompetisiKompetisiKompetisi

MonopolistikMonopolistikMonopolistikMonopolistikMonopolistik

0.49***

(18.56)

0.08***

(2.53)

0.01

(0.40)

0.17

(1.20)

0.18***

(2.68)

0.025

(0.81)

-0.021***

(-2.17)

0.04

(1.54)

63

0.94

0.59a0.59a0.59a0.59a0.59a

KompetisiKompetisiKompetisiKompetisiKompetisi

MonopolistikMonopolistikMonopolistikMonopolistikMonopolistik

0.51***

(28.52)

0.26***

(10.10)

0.03***

(2.12)

0.52***

(11.51)

0.10***

(4.02)

0.007

(0.33)

-0.003

(-0.97)

-0.022

(-1.64)

309

0.94

0.80a0.80a0.80a0.80a0.80a

KompetisiKompetisiKompetisiKompetisiKompetisi

MonopolistikMonopolistikMonopolistikMonopolistikMonopolistik

0.46***

(24.50)

0.19***

(7.50)

0.018

(0.88)

0.457***

(9.41)

-0.028

(-1.83)

0.02

(1.29)

0.001

(0.40)

-0.010

(-0.77)

520

0.87

0.66a0.66a0.66a0.66a0.66a

KompetisiKompetisiKompetisiKompetisiKompetisi

MonopolistikMonopolistikMonopolistikMonopolistikMonopolistik

Page 70: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

174 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

Tabel 9 menyediakan informasi lengkap tentang hasil estimasi persamaan bentuk reduksi

pendapatan. H-statistik untuk semua bank adalah 0,69. Uji F menunjukkan bahwa nilai secara

signifikan berbeda dari nol sehingga menolak hipotesis bentuk pasar monopoli. Hal ini juga

secara signifikan berbeda dari satu, sehingga juga menolak hipotesis persaingan sempurna.

Berdasarkan ini, kami dapat menyimpulkan bahwa sektor perbankan bekerja pada persaingan

monopolistis. Perubahan faktor harga akan meningkatkan pendapatan kurang dari proporsional

karena produk terdiferensiasi dan biaya switching tinggi. Selanjutnya, kompetisi telah meningkat

dari waktu ke waktu. Kesimpulan ini didasarkan pada perbandingan antara temuan kami dengan

studi yang dilakukan oleh Classens dan Laeven (2003). Menurut mereka, dari 1994 sampai

2001, nilai H-statistik untuk perbankan Indonesia adalah 0,62.

Analisis antar kelompok memberikan pemahaman pasar yang lebih luas. H-statistik yang

bervariasi dari 0,59-0,80 menunjukkan bahwa pasar perbankan di semua kelompok bekerja

dalam bentuk persaingan monopolistik. Kelompok bank besar adalah pasar paling tidak

kompetitif, dengan H-statistik 0,59. Kelompok bank menengah adalah pasar yang paling

kompetitif. H-statistik untuk kelompok bank menengah cukup tinggi (0,80), dan itu sebanding

dengan pasar perbankan di negara maju dan berkembang lainnya seperti Bank Amerika Latin

(Yeyati dan Micco, 2007). Hal ini cukup mengejutkan karena di negara lain termasuk Eropa,

pasar perbankan bank yang lebih besar lebih kompetitif dibandingkan dengan bank-bank kecil

yang biasanya melayani pasar lokal (Bikker dan Haaf, 2002).

Seperti yang diperkirakan, deposito atau dana adalah input yang paling penting. Koefisien

untuk tingkat pendanaan adalah kontributor utama dari elastisitas. Angka ini konsisten di

seluruh kelompok yang berbeda. Sumber daya manusia merupakan input utama kedua di

industri perbankan. Tanda koefisien juga positif menunjukkan bahwa kenaikan tingkat upah

ditransmisikan ke pendapatan. Input penting selanjutnya adalah modal. Koefisien pada harga

modal bernilai kecil, dan dalam beberapa estimasi, mereka tidak signifikan.

Risiko kredit adalah penjelas penting dari pola pendapatan. Koefisien positif untuk risiko

kredit mengimplikasikan bank dengan proporsi pinjaman yang lebih tinggi di neraca mereka

menghasilkan pendapatan bunga yang lebih tinggi per aset rupiah. Kesimpulan yang sama

juga berlaku pada variabel risiko modal. Koefisien bernilai positif bagi bank-bank besar dan

menengah. Jadi untuk bank yang lebih besar, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi proporsi

ekuitas terhadap aset maka akan semakin tinggi pendapatan. Variabel deposito campuran

tidak signifikan dalam menjelaskan pergerakan pendapatan, kecuali proporsi deposito antar

bank terhadap total simpanan pada pasar bank-bank besar. Tanda koefisien yang negatif

menunjukkan bahwa semakin besar porsi deposito antar bank terhadap total deposito, maka

semakin kecil pendapatan .

Page 71: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

175Competitive Conditions in Banking Industry: An empirical Analysis of the Consolidation, Competition andConcentration in the Indonesia Banking Industry between 2001 and 2009

4.2. Kompetisi dan Struktur Pasar

Bagian ini akan menjelaskan hubungan antara konsentrasi dan persaingan. Penelitian ini

menggunakan dua jenis tipe indeks yang sering diterapkan sebagai proksi konsentrasi pasar.

Indeks pertama disebut rasio konsentrasi k-bank ( CRk ) yang mengambil pangsa pasar dari k

bank terbesar di pasar, dan mengabaikan bank-bank yang tersisa. Indeks kedua adalah indeks

Herfindahl-Hirschman (HHI), yang mengambil saham pasar sebagai bobot, dan menekankan

pentingnya bank yang lebih besar dengan memberi mereka bobot yang lebih besar daripada

bank kecil (Bikker dan Haaf, 2002)5.

Pengukuran konsentrasi ini dapat dianggap akurat untuk mengukur konsentrasi pasar,

karena semua proksi menghasilkan hasil yang serupa. Data menunjukkan bahwa pasar

perbankan di Indonesia menjadi kurang terkonsentrasi. Temuan ini mengejutkan. Berbeda

dengan negara maju di mana konsolidasi meningkatkan konsentrasi6 pasar, perubahan kebijakan

justru mengurangi konsentrasi di pasar perbankan Indonesia.

Temuan kami selaras dengan studi yang dilakukan oleh Gelos dan Roldós (2002). Mereka

berpendapat bahwa konsolidasi tidak meningkatkan konsentrasi pasar di negara-negara Asia

5 Dibawah ini adalah formula untuk menghitung konsentrasi rasio (CR) danindeks Herfindahl-Hirschman dimana s adalah pangsapasar bank.

6 Silahkan lihat De Bandt dan Davis (2000) dan Bikker dan Haaf (2002).

Gambar 4.Konsentrasi Perbankan dengan Menggunakan

Empat Pengukuran yang Berbeda, Seluruh Bank, 2001 √ 2009

0,7

0,6

0,5

0,4

0,3

0,2

0,1

02001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

CR3CR4CR5HHI

CRk = Σk sii = 1 HHI = Σm s

i2

i = 1

Page 72: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

176 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

karena perubahan struktural sebagian besar didorong oleh pemerintah. Sementara di negara-

negara maju dan pasar yang lebih matang negara-negara berkembang di Amerika Latin, merger

dan akuisisi didorong oleh pasar.

Dalam pasar tersebut, persaingan ketat memaksa bank-bank besar untuk bergabung

untuk meningkatkan daya saing mereka. Sebaliknya, merger dan akuisisi di perbankan Indonesia,

kebanyakan dilakukan oleh bank-bank menengah dan kecil dalam rangka untuk mematuhi

kebijakan kepemilikan tunggal dan kebutuhan modal minimum. Konsolidasi ini meningkatkan

skala ekonomi bank yang bergabung. Namun tidak meningkatkan konsentrasi industri karena

merger didominasi oleh bank-bank kecil dan menengah. Ini menyiratkan bahwa konsolidasi di

pasar perbankan Indonesia ini tidak menciptakan pasar lebih terkonsentrasi tetapi meningkatkan

distribusi pangsa pasar.

Dalam kasus bank-bank besar, aturan kepemilikan telah secara efektif mengurangi

konsentrasi dengan berkonsolidasinya PT Bank Niaga Tbk. dan Bank Lippo pada tahun 2008.

Pangsa pasar bank merger, PT. CIMB Niaga, meningkat sekitar 3 persen. Merger ini secara

signifikan mengurangi konsentrasi pasar karena bank yang baru bergabung tersebut bukan

merupakan tiga bank besar. Oleh karena itu sebagai bagian dari meningkatnya penggabungan

bank, distribusi pangsa pasar berubah di mana saham terbesar tiga bank menurun dari 74

persen pada tahun 2001 menjadi 66 persen pada 2009.

Merger dan akuisisi di pasar bank-bank menengah dan kecil bertujuan untuk

meningkatkan kinerja bank setelah krisis ekonomi tahun 1997 atau untuk menyesuaikan diri

dengan kebijakan single presence dan kebutuhan modal minimum. Ada tujuh merger dalam

Tabel 10.Konsentrasi Perbankan antar Group 2001 - 2009

Seluruh Bank Bank Besar Bank Menengah Bank Kecil

20012001200120012001 0,47 0,10 0,74 0,24 0,30 0,06 0,35 0,05

20022002200220022002 0,46 0,10 0,74 0,23 0,30 0,06 0,30 0,04

20032003200320032003 0,45 0,09 0,73 0,22 0,27 0,05 0,30 0,04

20042004200420042004 0,42 0,08 0,71 0,21 0,26 0,05 0,29 0,05

20052005200520052005 0,38 0,07 0,67 0,20 0,25 0,05 0,33 0,05

20062006200620062006 0,36 0,06 0,65 0,17 0,23 0,05 0,29 0,05

20072007200720072007 0,37 0,07 0,64 0,18 0,23 0,04 0,30 0,05

20082008200820082008 0,37 0,06 0,64 0,18 0,23 0,04 0,32 0,06

20092009200920092009 0,39 0,07 0,66 0,18 0,24 0,05 0,28 0,05

Rata-rata 0,0,0,0,0,4141414141 0,0,0,0,0,0808080808 0,0,0,0,0,6969696969 0,0,0,0,0,2020202020 0,0,0,0,0,2626262626 0,0,0,0,0,0505050505 0,0,0,0,0,3131313131 0,0,0,0,0,0505050505

CR3CR3CR3CR3CR3 HHIHHIHHIHHIHHI CR3CR3CR3CR3CR3 HHIHHIHHIHHIHHI CR3CR3CR3CR3CR3 HHIHHIHHIHHIHHI CR3CR3CR3CR3CR3 HHIHHIHHIHHIHHITahun

Page 73: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

177Competitive Conditions in Banking Industry: An empirical Analysis of the Consolidation, Competition andConcentration in the Indonesia Banking Industry between 2001 and 2009

kategori bank-bank menengah antara tahun 2001 dan 2009. Jumlah bank dalam kelompok

kecil juga berkurang. Konsolidasi bank-bank kecil di pasar didominasi oleh likuidasi bank dengan

kinerja yang buruk dan konsolidasi untuk mematuhi kebijakan Kebutuhan Modal Minimum.

Silahkan lihat tabel 3 untuk daftar rinci merger antara 2001 dan 2009.

Dibandingkan dengan bank-bank besar, bank-bank menengah dan kecil memiliki tingkat

konsentrasi yang jauh lebih rendah. Mereka memiliki distribusi pangsa pasar yang lebih baik,

karena tiga bank terbesar dalam kelompok tersebut hanya mengontrol kurang dari 35 persen

pangsa pasar.

Analog dengan bank besar, tingkat konsentrasi untuk bank menegah dan bank kecil

juga berkurang. Tetapi jika kita membandingkan nilai perubahan konsentrasi, perubahan tingkat

konsentrasi bank menengah dan bank kecil relatif kecil, terutama jika kita merujuk pada indeks

Herfindahl-Hirschman. Informasi dari konsentrasi dan persaingan pasar pada bank menengah

dan bank kecil membantu dalam memahami fenomena ini. Pasar bank-bank menengah dan

kecil sangat kompetitif dan kurang terkonsentrasi, sehingga merger dan akuisisi hanya sedikit

mengurangi konsentrasi pasar.

Ada konsistensi antara konsentrasi dan persaingan pasar dalam tiga kelompok yang

berbeda. Bank-bank besar memiliki tingkat persaingan terendah karena pasar lebih terkonsentrasi

(CR3rata-rata

= 0,69; HHIrata-rata

= 0,20). Di sisi lain, pasar bank menengah adalah yang paling

kompetitif karena lebih terkonsentrasi (CR3rata-rata

= 0,26; HHIrata-rata

= 0,05). Bank-bank kecil juga

bekerja di lingkungan yang cukup kompetitif karena setiap bank memiliki pangsa yang kecil

dari total pasar (CR3rata-rata

= 0,31; HHI rata-rata

= 0,05).

Hasil fixed effect model yang menggunakan variabel interaksi untuk semua bank

menunjukkan bahwa gelombang kedua konsolidasi melalui pengenalan Arsitektur Perbankan

Tabel 11. Hasil Empiris dengan menggunakan Metode Efek Tetap dengan Variabel Interaksi(Seluruh Bank antara 2001 dan 2009)

Rincian

H (Level Kompetisi)

∆H (Setelah Kebijakan Konsolidasi 2004)

Significance test on ∆H , F test¡

Uji pada perubahan H

Struktur Pasar

N (Jumlah Pengamatan)

0.68

0.027

3.5074240.0615*

Tidak dapat menolak peningkatan H-statistics

Persaingan Monopolistik

892

Catatan: *** signifikan padat 99% confidence level; ** signifikat pada 95% confidence level;* Signifikan pada 90% confidence level

Page 74: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

178 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

Indonesia meningkatkan nilai dari H-statistik. Peningkatan terjadi sekitar 0,027 dari 0,68

pada periode pertama sampai 0,70 pada periode kedua. Uji signifikansi dengan menggunakan

uji F menunjukkan bahwa peningkatan persaingan signifikan pada tingkat kepercayaan 90

persen. Hasilnya menegaskan bahwa kebijakan konsolidasi meningkatkan persaingan di

industri perbankan Indonesia. Kebijakan konsolidasi efektif untuk mendorong bank-bank

menengah dan kecil untuk bergabung dalam rangka untuk memenuhi kewajiban penyediaan

modal minimum dan kebijakan single presence. Secara signifikan ini meningkatkan skala

ekonomi bank yang bergabung dan memiliki kapasitas yang lebih besar untuk bersaing dengan

bank lain. Selanjutnya merger bank kecil meningkatkan distribusi pangsa pasar. Peningkatan

distribusi pangsa pasar mengurangi konsentrasi pasar dan meningkatkan kompetisi.

V. KESIMPULAN

Ada beberapa temuan menarik dalam studi ini. Pertama, data menunjukkan bahwa

struktur pasar perbankan Indonesia cukup rentan. Dibandingkan dengan negara-negara Asia

Timur, jumlah bank di Indonesia lebih besar. Namun, pasar terkonsentrasi pada beberapa bank.

Bank-bank besar mengontrol pangsa pasar yang substansial. Di sisi lain, ada lebih dari setengah

bank-bank berskala kecil dengan modal kurang dari 1 triliun rupiah. Selain itu, konsentrasi

pasar pada kelompok bank besar jauh lebih tinggi daripada di bank-bank kecil.

Kedua, pasar perbankan menjadi kurang terkonsentrasi selama pelaksanaan kebijakan

konsolidasi. Temuan ini menunjukkan bahwa kebijakan konsolidasi di Indonesia memiliki pola

yang sama dengan yang diterapkan di negara-negara Asia lainnya. Sebaliknya, konsolidasi

kebijakan di negara Amerika Latin dan negara-negara maju lainnya meningkatkan konsentrasi

pasar. Seperti dijelaskan oleh Gelos dan Roldós (2002), kebijakan konsolidasi yang didorong

oleh pasar akan meningkatkan konsentrasi. Di sisi lain, kebijakan konsolidasi di Indonesia

didorong oleh otoritas pemerintahan melalui likuidasi bank, merger bank milik negara dan

pemberlakuan Arsitektur Perbankan Indonesia. Mereka telah secara efektif mendorong bank-

bank menengah dan kecil untuk berkonsolidasi. Hal ini meningkatkan distribusi pangsa pasar

dan mengurangi konsentrasi pasar.

Ketiga, selama pelaksanaan kebijakan konsolidasi, industri perbankan bekerja pada bentuk

pasar persaingan monopolistis. H-statistik adalah 0,69. Jika kita bandingkan dengan nilai H-

data statistik pada 1994-2001 yang dihitung oleh Claessen dan Laven (2003), kompetisi telah

meningkat dari waktu ke waktu. Analisis persaingan sub-kelompok menunjukkan bahwa bank-

bank besar bekerja di pasar paling tidak kompetitif sedangkan bank menengah bekerja di

Page 75: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

179Competitive Conditions in Banking Industry: An empirical Analysis of the Consolidation, Competition andConcentration in the Indonesia Banking Industry between 2001 and 2009

pasar yang paling kompetitif. Pola persaingan perbankan di Indonesia berbeda dengan negara-

negara maju di mana bank-bank besar lebih kompetitif (Bikker dan Haaf, 2002).

Temuan berikutnya adalah membahas dampak dari kebijakan konsolidasi pada persaingan.

Estimasi menunjukkan bahwa industri perbankan menjadi lebih kompetitif dalam periode kedua

dari pelaksanaan kebijakan konsolidasi. Meningkatnya skala ekonomi bank yang bergabung

dan peningkatan distribusi pangsa pasar meningkatkan kompetisi.

Akhirnya studi ini menunjukkan bahwa pasar yang terkonsentrasi memberikan kontribusi

pada lingkungan yang kurang kompetitif. Ini mungkin merupakan alasan mengapa bank-bank

besar di Indonesia bekerja di pasar yang kurang kompetitif dibandingkan bank-bank kecil.

Bank-bank besar memiliki kekuatan monopoli yang memungkinkan mereka untuk berperilaku

monopolis atau oligopolis.

Page 76: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

180 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

DAFTAR PUSTAKA

Bain, Joe E. (1951). Relation of Profit Rate to Industri Competition: American Manufacturing,

1936 √ 1940. The Quarterly Journal of Economics 65.hal. 293-324

Bain, Joe E. (1956). Barriers to New Competition. Cambridge. Mass: Harvard University Press.

Berger, Allen N., dan Timothy H. Hannan. (1989). The Price-Concentration Relationship in

Banking. Review of Economics and Statistics 71.Hal.291-99.

Bikker, Jacob A., dan Katharina Haaf. (2002). Competition, concentration, dan their relationship:

An empirical analysis of the banking industri. Journal of Banking and Finance 26.hal. 2191-

2214.

Boumol, William, John C. Panzar, dan Robert D. Willig.(1982). Contestable Markets and the

Theory of Industri Structure. San Diego: Harcourt Brace Jovanovich.

Buletin Bisnis. (2007). Daftar Akuisis dan Merger Bank di Indonesia. Retrieved from website:

http://buletinbisnis.wordpress.com/2007/12/11/daftar-akuisisi-dan-merger-bank-di-

indonesia/.

Calem, Paul, dan Gerald Carlino. (1991). The Concentration/ Conduct Relationship in Bank

Deposit Market. Review of Economics and Statistics 73.hal. 268-76.

Canoy, Marcel, Machiel van Dijk, dan Jan Lemmen. (2001). Competition and Stability in Banking.

CPB Netherland Bureau for Economic Analysis. Netherland.

Bank Sentral Indonesia.(2010). Arsitektur Perbankan Indonesia. dikutip dari website:

www.bi.go.id.

Aturan Bank Sentral Indonesia Republik Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008 Tentang Kebutuhan

Modal Minimum

Aturan Bank Sentral Indonesia Republik Indonesia Nomor 8/16/PBI/2006 Tentang Kebijakan

Single Presence.

Central Bank of Indonesia.(2009). Indonesia Banking Statistics 2009.

Chan, Donald, Christopher Schumacher, dan David Tripe.(2007). Bank Competition in New

Zealand and Australia.Finsia_MCFS.The Melbourne Center for Financial Studies. Retrieved

from website: http://www.melbournecentre.com.au/

Chua, H.B. (2003). FDI in financial sector: the experience of ASEAN countries over the last

decade, in CGFS (2004), the Central Bank paper submitted by Working Group members.

Retrieved from website: www.bis.org/publ/cgfs22mas.pdf

Page 77: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

181Competitive Conditions in Banking Industry: An empirical Analysis of the Consolidation, Competition andConcentration in the Indonesia Banking Industry between 2001 and 2009

Claessens, Stijn, Asli Demirhuc-Kunt, dan Harry Huizinga.(1998). How Does Foreign Entry

Affect the Domestic Banking Market. Policy Research Working Paper. The World Bank.

Claessens, Stijn, dan Luc, Laeven. (2004). What Drives Bank Competition? Some International

Evidence.World Bank Policy Research Paper. No.3113, August.

De Bandt, O., dan Davis, E.P., (2000). Competition, contestability and market structure in

European banking sectors on the eve of EMU. Journal of Banking and Finance 24, 1045√

1066.

Demsetz, Harold. 1973. Industry Structure, Market Rivalry, and Public Policy. Journal of Law

and Economics 16 (April).hal. 1-10.

Gelos, Gaston., R dan Jorge Roldos. (2002). Consolidation and Market Structure in Emerging

Market Banking Systems.IMF Working Paper WP/02/186.

Legislation number 5/ 1999 Regarding the Indonesian Competition Regulation

Legislation of Republic of Indonesia Number 7/1998 Regarding Banking Sector.

McLeod, Ross. (1999). Control and competition: Banking deregulation and re-regulation in

Indonesia. Journal of the Asia Pacific Economy, No 4(2), p. 258-297.

Molyneux, Phillip, John Thornton, dan D. Michael Llyod-Williams.(1991). Competition and

Market Contestability in Japanese Commercial Banking.Mimeo. Washington, D,C.

International Monetary Fund.

Molyneux, Phillip, John Thornton, dan D. Michael Llyod-Williams.(1994). Competition condition

in European Banking. Journal of Banking and Finance 18. hal.445-459.

Nathan, Ali, dan Edwin H. Neave. (1989). Competition and Contestability in Canada»s Financial

System: Empirical Results. Canadian Journal of Economics 22 (June).Hal.576-94.

Nueberger, Doris. (1997). Structure, Conduct and Performance in Banking Markets.University

Rostock, Working Paper No. 12.

Panzer, John C., dan James N. Ross. (1987). Testing for ≈Monopoly Equilibrium∆. The Journal

of Industrial Economics.hal.443-456.

Pelzman, Samuel. (1977). The Gains and Losses from Industrial Concentration. Journal of Law

and Economics 20.hal. 229-63.

Shaffer, Sherrill. (1982). A Nonstructural Test for Competition in Financial Markets. Proceedings

of a Conference on Bank Structure and Competition (Federal Reserve Banks of Chicago)

on May. hal.225-43.

Shaffer, Sherrill. (1994a). Bank Competition in Concentrated Market.Business Review.March/

April.

Shaffer, Sherrill. (1994b). Structure, Conduct, Performance, and Welfare.Review of Industrial

Organization 9.hal. 435-450.

Page 78: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

182 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

Tirole, J. (1987). The Theory of Industrial Organization.MIT Press, Cambridge, MA.

Vesala. (1995). Testing Competition in Banking: Behavioral Evidence from Finland. Bank of

Finland Studies Working Paper No. E1.

Yeyati, Eduardo, Levy dan Micco, Alejandro. (2003a). Concentration and Foreign Penetration

in Latin American Banking Sectors: Impact on Competition and Risk. Inter-American

Development Bank.Retrieved from website: http://www.oecd.org/dataoecd.

Yeyati, Eduardo Levy dan Micco Alejandro.(2003b). Banking Competition in Latin America.

Latin-American Competition Forum. Retrived from website: http://www.oecd.org/dataoecd.

Yeyati, Eduardo, Levy dan Micco, Alejandro. (2007). Concentration and Foreign Penetration in

Latin American Banking Sectors: Impact on Competition and Risk. Journal of Banking and

Finance 31.hal. 1633-1647.

Page 79: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

183Competitive Conditions in Banking Industry: An empirical Analysis of the Consolidation, Competition andConcentration in the Indonesia Banking Industry between 2001 and 2009

Appendix A.Spesifikasi Alternatif, Hasil Empiris Model Panel dengan Fixed Effect, Total Pendapatan

sebagai Variabel Dependen (Seluruh Bank antara 2001 dan 2009)

Tingkat Pendanaan

Tingkat Upah

Harga Modal

Resiko Pinjaman

Resiko Modal

Deposito Mix -

Permintaan Deposito

Deposit Mix -

Deposito Interbank

Pendapatan Lain

Jumlah Observasi

R2

H (Competition)H (Competition)H (Competition)H (Competition)H (Competition)

Seluruh Bank Bank Besar Bank Menengah Bank Kecil

a) Nilai F test menunjukkan bahwa H tidak secara signifikan berbeda dari 0 dan 1 (level confidence 99%) Nilai dalamkurung adalah t-statistic;

*** Signifikan pada 99% confidence level;** signifikan pada 95% confidence level;* signifikan pada 90% confidence level

0.43***

(35.05)

0.17***

(10.30)

0.067***

(5.32)

0.39***

(13.34)

0.037***

(3.10)

0.03***

(2.61)

-0.005***

(-2.52)

0.12***

(13.19)

892

0.87

0.660.660.660.660.66aaaaa

0.43***

(19.02)

0.065***

(2.13)

0.01

(0.58)

0.08

(0.66)

0.16***

(2.69)

0.04

(1.22)

-0.022***

(-2.66)

0.16***

(7.85)

63

0.94

0.510.510.510.510.51aaaaa

0.40***

(23.65)

0.21***

(8.91)

0.04***

(2.60)

0.41***

(10.50)

0.09***

(4.00)

0.001

(0.08)

-0.008***

(-2.55)

0.15***

(11.90)

309

0.93

0.650.650.650.650.65aaaaa

0.46***

(29.85)

0.14***

(6.93)

0.05***

(3.01)

0.41***

(10.21)

0.02

(1.52)

0.02

(1.63)

-0.003

(-1.26)

0.08***

(7.48)

520

0.86

0.660.660.660.660.66aaaaa

Page 80: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

184 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

Appendix B.Uji Ekuilibrium √ Return on Asset

sebagai variable dependen

Tingkat Pendanaan

Tingkat Upah

Harga Modal

Resiko Pinjaman

Resiko Modal

Deposito Mix - Permintaan Deposito

Deposit Mix - Deposito Interbank

Pendapatan Lain

Jumlah Observasi

R2

H (Kompetisi)H (Kompetisi)H (Kompetisi)H (Kompetisi)H (Kompetisi)

Uji EkuilibriumUji EkuilibriumUji EkuilibriumUji EkuilibriumUji Ekuilibrium

F testF testF testF testF test

ρρρρρ (1,742) (1,742) (1,742) (1,742) (1,742)

Seluruh Bank

H = 0 tak dapat ditolak (level confidence 99.9%)Nilai dalam tanda kurung adalah t-statistik.

-0.067

(-1.55)

0.16

(2.63)

-0.074

(-1.52)

-0.70

(-6.16)

0.004

(0.095)

0.093

(2.06)

-0.028

(-3.26)

0.19

(5.61)

862

0.75

0.0240.0240.0240.0240.024aaaaa

0.0720.0720.0720.0720.072

0.7890.7890.7890.7890.789

Page 81: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

185Competitive Conditions in Banking Industry: An empirical Analysis of the Consolidation, Competition andConcentration in the Indonesia Banking Industry between 2001 and 2009

Appendix D.Hasil Empiris Fixed Effect Modeldengan Dummy Waktu

Seluruh Bank antara 2001 dan 2009

Tingkat Pendanaan

Tingkat Upah

Harga Modal

Resiko Pinjaman

Resiko Modal

Deposito Mix -

Permintaan Deposito

Deposit Mix -

Deposito Interbank

Pendapatan Lain

Jumlah Observasi

R2

H (Kompetisi)

Seluruh Bank Bank Besar Bank Menengah Bank Kecil

a) Nilai F test menunjukkan bahwa H tidak secara signifikan berbeda dari 0 dan 1 (level confidence 99%) Nilai dalamkurung adalah t-statistic;

*** Signifikan pada 99% confidence level;** signifikan pada 95% confidence level;* signifikan pada 90% confidence level

0.43***

(24.73)

0.23***

(12.62)

0.028***

(2.1)

0.42***

(12.70)

0.016

(1.25)

0.0009

(0.069)

0.00045

(0.178)

-0.0004

(0.177)

892

0.90

0.69a

0.53***

(9.62)

0.033

(0.61)

-0.0025

(-0.063)

0.0008

(0.0061)

0.21***

(2.30)

0.03

(0.77)

-0.028***

(-2.75)

0.064

(1.66)

63

0.95

0.55a

0.41***

(17.87)

0.28***

(9.96)

0.06***

(3.34)

0.40***

(9.51)

0.19***

(6.73)

-0.046

(-1.94)

0.0005

(0.124)

-0.042***

(-2.82)

309

0.94

0.76a

0.48***

(17.61)

0.18***

(7.18)

0.015***

(0.76)

0.46***

(9.15)

-0.024

(-1.56)

0.011

(0.62)

0.002

(0.70)

-0.015

(0.70)

520

0.87

0.68a

Appendix C.Uji RedundantModel Fixed Effect

F-test

df (degree of freedom)

χ2 statistics

df (degree of freedom)

Jumlah Observasi

Seluruh Bank Bank Besar Bank Menengah Bank Kecil

H = 0 adalah (level confidence 99.9%)

13.73

(112;771)

978.28

(112)

892

9.42

(6;48)

49.04

(6)

63

20.27

(35;265)

NA

(NA)

309

9.42

(69;442)

470.23

(69)

520

Page 82: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

186 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 83: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

187Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis

RELATIVE EFFECTIVENESS OF INDONESIAN POLICY CHOICESDURING FINANCIAL CRISIS1

Tumpak Silalahi2 and Tevy Chawwa3

The objective of this paper is to review the impact of crisis and policy measures taken during the

crisis, to evaluate the effectiveness of those measures and to analyze the exit strategy in Indonesia. The

econometric model was used to evaluate the impact of monetary and fiscal policy to economic output

using quarterly data from 1990 - 2010. The result shows that monetary and fiscal policies have significant

impact to economic output. In the short run the changes in real GDP is significantly affected by changes

in real monetary supply in the previous three quarter and real fiscal expenditures. The lesson learned from

this research among other are that cooperation and coordination among the policy makers and the timely

responses are very important in tackling the crisis; an effective conventional monetary policy in normal

times may become less effective in a crisis thus unconventional monetary policy indeed necessary as

timely policy response and the improvement for more timely disbursement of government expenditure is

important to increase the effectiveness of this policy to stimulate economic output. Moreover, several

Indonesian exit strategy and policies to face future challenges are very important to reach the ultimate

objective of sustainable economic growth while maintaining macroeconomic stability.

1 This is a collaborative research project with several central banks coordinated by SEACEN Research and Training Centre.2 Associate Senior Economist at Directorate of Economic Research and Monetary Policy - Bank Indonesia, email : [email protected] Junior Economist at Directorate of Economic Research and Monetary Policy - Bank Indonesia, email : [email protected] . The views

expressed in this paper are those of the authors and do not reflect the views of Bank Indonesia

Abstract

JEL Classification: E52, E62, E63

Keywords: monetary policy, fiscal policy, financial sector policy, global financial crisis.

Page 84: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

188 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

I. PENDAHULUAN

Sebelum krisis global, khususnya selama tahun 2007, harapan optimis tentang

perekonomian Indonesia merupakan pola pikir yang umum bagi para forecaster. Harapan ini

didukung oleh berbagai indikator makroekonomi yang menunjukkan prestasi luar biasa dari

perekonomian Indonesia pada tahun 2007 setelah krisis Asia pada tahun 1997. Tren

pertumbuhan PDB Indonesia terus meningkat sejak tahun 2005 dan untuk pertama kalinya

setelah krisis, pertumbuhan PDB mencapai lebih dari 6% pada tahun 2007. Pada dasarnya,

pertumbuhan pada tahun 2007 didorong oleh konsumsi domestik yang kuat dan permintaan

eksternal yang menyebabkan surplus neraca berjalan. Selain itu, sentimen positif disertai dengan

imbal hasil yang menarik pada investasi portofolio rupiah yang membantu mendorong arus

masuk modal. Pergeseran dana ke aset pasar berkembang berkontribusi pada apresiasi positif

mata uang di kawasan itu. Surplus neraca berjalan saat ini dan kenaikan arus masuk modal

portofolio pada tahun 2007 telah meningkatkan cadangan mata uang asing Indonesia sampai

13% dari PDB atau cukup untuk menutupi impor barang dan jasa untuk rata-rata tujuh bulan.

Pasar finansial Indonesia dan lembaga keuangan juga dalam kondisi lebih kuat didasarkan

pada indikator keuangan. Pelajaran dari krisis 1997 menghasilkan implementasi yang cukup

ketat dari peraturan prudensial di sektor korporasi dan perbankan sebagai akibat dari yang

memimpin industri perbankan Indonesia menjadi lebih sehat dengan dasar yang lebih kuat

untuk menyerap berbagai guncangan dalam perekonomian. Permintaan tekanan pada tahun

2007 relatif tinggi ditunjukkan oleh output gap yang positif, meskipun masih jauh di bawah

output gap pada tahun 1996. Selain itu, pemerintah telah mencoba untuk mengurangi

ketergantungannya pada utang luar negeri, baik jangka pendek dan jangka panjang. Semua

perbaikan ini mengakibatkan Indonesia telah dinilai sebagai negara berisiko rendah dan mencapai

skor ICRG (International Country Risk Guide) tertinggi sejak tahun 1997.

Pada tahun 2007, kebijakan fiskal ditargetkan menjaga stabilitas harga untuk energi dan

kebutuhan pokok, sementara juga memberikan stimulus ekonomi. Meningkatnya harga minyak

dunia dalam kombinasi dengan lifting target bawah minyak domestik menyebabkan tekanan

yang cukup besar dalam defisit anggaran pemerintah. Dalam kebijakan moneter, sikap BI dapat

dibagi menjadi 2 periode, periode penurunan suku bunga BI (Januari-Juli 2007) dan periode

pergerakan datar ditingkat kebijakan suku bunga (Agustus-November 2007). Bank Indonesia

juga menerapkan kebijakan nilai tukar yang fleksibel, yang memungkinkan rupiah untuk bergerak

sejalan dengan fundamental ekonomi. Untuk mengelola volatilitas dalam rupiah, Bank Indonesia

melakukan intervensi pasar valuta asing pada skala terbatas. Meskipun banyak perbaikan, seperti

koordinasi fiskal dan moneter yang lebih baik, diperkenalkan untuk memperkuat efektivitas

pilihan kebijakan di Indonesia, gangguan dari guncangan eksternal seperti kenaikan komoditas/

Page 85: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

189Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis

harga minyak dan guncangan internal seperti kegagalan panen atau peristiwa musiman

merupakan faktor penting yang mempengaruhi kondisi makroekonomi Indonesia.

Krisiskeuangan globalpada tahun 2008 telahmembalikkanpola pikiroptimissebelumnya

dari para peramalekonomi. Tekanan likuiditas global telah menyebabkan arus keluar modal

portofolio jangka pendek besar-besaran diikuti dengan penurunan kinerja pasar keuangan

Indonesia. Disektor riil, yang mencerminkan masukan dari perlambatan global, terjadi penurunan

ekspor dan berdampak tidak langsung terhadap pendapatan rumah tangga dan sektor swasta,

yang menyebabkan penurunan konsumsi dan investasi Indonesia. Akibatnya, pertumbuhan

PDB Indonesia pada 2009 menurun menjadi 4,5% (yoy).

Beberapa langkah kebijakan diterapkan di sektor moneter, fiskal dan finansial untuk

menangani krisis keuangan global. Bank Indonesia telah menerapkan kebijakan moneter

yang akomodatif dalam rangka untuk menjaga pencapaian pertumbuhan yang cukup

setidaknya dengan mempertahankan likuiditas pasar keuangan yang difasilitasi oleh inflasi

yang relatif rendah. Tingkat suku bunga kebijakan turun pada bulan Desember 2008 dengan

maksud untuk menurunkan suku bunga kredit bank. Beberapa langkah-langkah kebijakan

moneter yang tidak konvensional seperti penyempitan koridor suku bunga deposito dan

fasilitas pinjaman juga telah diambil untuk mengatasi masalah likuiditas. Di sisi fiskal,

pemerintah memberikan respon kebijakan untuk menjaga permintaan domestik dengan

beberapa stimulus fiskal dan kebijakan perdagangan. Ada juga koordinasi antara Departemen

Keuangan, Bank Sentral dan lembaga lain dalam rangka menjaga stabilitas keuangan dan

makroekonomi.

Dengan latar belakang ini, paper ini bertujuan untuk meninjau langkah-langkah

kebijakan yang diambil selama krisis, mengevaluasi efektivitas dan menganalisis strategi

penyelesaian untuk mencapai tujuan akhir dari pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan

dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi di Indonesia. Pada gilirannya ini diharapkan

untuk membuat kontribusi untuk sebuah evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas langkah-

langkah kebijakan dalam ekonomi SEACEN. Untuk menangani isu-isu yang luas di media

cetak, dua metodologi digunakan, pertama, dengan analisis deskriptif menggunakan statistik

sederhana dan grafis, dan kedua, dengan model ekonometrik untuk menganalisis efektivitas

relatif dari pilihan-pilihan kebijakan. Bagian kedua dari paper ini mengulas teori dan kondisi

empiris dampak krisis, bagian ketiga membahas metodologi yang digunakan, sementara

bagian keempat membahas hasil dan analisis. Kesimpulan akan diberikan pada bagian akhir

dan menutup uraian dari paper ini.

Page 86: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

190 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

II. TEORI

Sebagai perekonomian terbuka yang kecil, Indonesia tidak bisa kebal dari dampak

guncangan eksternal. Integrasi di sektor keuangan telah menempatkan banyak negara terutama

untuk perekonomian terbuka, menghadapi risiko penularan. Sebuah studi empiris oleh Santoso

et.al. (2009 ) menunjukkan bahwa Indonesia memiliki hubungan penularan dengan beberapa

negara di Asia, seperti Jepang, Taiwan, Korea, Hong Kong dan India. Pasar keuangan domestik

bergerak erat dengan gerakan di pasar keuangan global. Penelitian juga menunjukkan bahwa

tidak ada pengaruh penularan langsung antara bursa saham Indonesia dan indeks Dow Jones

dan indeks NASDAQ. Jadi, jika Indonesia terpengaruh oleh krisis global, bukan efek langsung

dari pasar AS tetapi lebih kepada efek tidak langsung dari pasar modal di Asia yang memiliki

hubungan langsung dengan pasar modal AS. Selanjutnya, penelitian menunjukkan bahwa

Indonesia lebih merupakan shock absorber ketimbang transmitter, khususnya berkaitan dengan

negara maju (Jepang, Australia, Jerman, Inggris dan AS).

Di sektor riil, ekspor Indonesia juga dipengaruhi oleh kondisi eksternal. Penelitian

oleh Kurniati et al (2008) menunjukkan bahwa ekspor Indonesia yang paling sensitif

terhadap pertumbuhan ekonomi Singapura (1,19), diikuti oleh AS (0,84), Jepang (0,81)

dan China (0,3).

Terkait dengan krisis keuangan global saat ini, Kurniati dan Permata (2009) menemukan

bahwa kejutan dalam penghindaran risiko global (global risk aversion) mempunyai dampak

negatif yang cepat terhadap aliran modal ke Indonesia, terutama dari investasi portofolio yang

menyebabkan depresiasi rupiah. Dampak melalui saluran keuangan pada variabel keuangan

bersifat sementara dan relatif pulih lebih cepat (self-market correction). Efek putaran kedua

krisis global terjadi melalui saluran perdagangan. Kejutan negatif dari pertumbuhan PDB AS

menyebabkan penurunan kontemporer pada ekspor Indonesia yang selanjutnya berakibat pada

penurunan pertumbuhan PDB domestik riil, arus modal dan depresiasi rupiah. Dampak pada

ekspor tampaknya persisten dan perlu respon kebijakan dari yang berwewenang.

Efektivitas kebijakan moneter tergantung pada lingkungan ekonomi domestik dan

gangguan dari guncangan eksternal. Studi yang dilakukan oleh Arifin (1998) yang menganalisis

efektivitas kebijakan suku bunga untuk stabilisasi rupiah selama krisis 1997/1998 di Indonesia

menyimpulkan bahwa kebijakan suku bunga efektif untuk stabilisasi rupiah hanya jika tidak

ada gangguan dari faktor non-ekonomi lainnya, seperti rumor negatif, mobilisasi dan kerusuhan

masa. Dengan demikian, kebijakan tingkat suku bunga menjadi kurang efektif untuk

mengurangi tingkat inflasi karena inflasi juga dipengaruhi oleh tekanan faktor penawaran seperti

produksi dan distribusi.

Page 87: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

191Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis

Penelitian yang dilakukan oleh Simorangkir dan Adamanti (2010) meneliti dampak dari

stimulus fiskal dan pemotongan suku bunga pada perekonomian Indonesia selama krisis

keuangan global dengan menggunakan pendekatan Financial Computable General Equilibrium

(FCGE). Hasil simulasi menunjukkan bahwa kombinasi dari ekspansi fiskal dan ekspansi moneter

meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia secara efektif. Dibandingkan dengan efektivitas

hanya ekspansi fiskal tanpa ekspansi kebijakan moneter atau hanya ekspansi moneter tanpa

ekspansi fiskal, maka kombinasi dari dua kebijakan ini akan lebih efektif.

Hasil lain dari paper ini menunjukkan bahwa melihat ke dalam komponen PDB, kombinasi

dari ekspansi fiskal dan moneter memiliki efek multiplier yang besar, mendorong permintaan

agregat melalui peningkatan konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor dan impor.

Sementara itu, dari sisi produksi, kombinasi ekspansi fiskal dan moneter memiliki efek positif

pada peningkatan produksi semua sektor ekonomi. Efek ini berasal dari insentif fiskal (pajak

yang lebih rendah, bea masuk rendah, dll) dalam meningkatkan investasi. Selain itu, peningkatan

permintaan agregat juga mendorong perusahaan untuk meningkatkan produksi mereka. Paper

ini juga menemukan bahwa pelonggaran stimulus fiskal dan moneter secara institusional telah

meningkatkan pendapatan dan daya beli rumah tangga miskin dan kaya di daerah pedesaan

dan perkotaan. Peningkatan ini pada gilirannya mendorong konsumsi semua jenis rumah tangga

yang lebih tinggi.

Beberapa penelitian lain yang terkait dengan efektivitas kebijakan fiskal selama krisis

mencatat bahwa hal yang penting untuk diperhatikan ketika pemerintah memberikan stimulus

fiskal adalah: (i) koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dan (ii) kemampuan pemerintah

daerah dan pusat untuk mencairkan uang dengan cepat. Untuk mencapai ini, proses pengadaan

dan praktek administrasi yang rumit perlu disederhanakan dan dibuat lebih transparan.

Survei yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian SMERU pada tahun 2009 menyelidiki

peran program Jaring Pengaman Sosial dan Program Stimulus Fiskal (terutama infrastruktur

dan program padat karya) dalam memitigasi dampak krisis keuangan global (GFC) dan

menemukan bahwa:

- Terdapat beberapa masalah yang terkait dengan pelaksanaan program-program Jaring

pengaman sosial yang mengganggu efektivitasnya:(i) sebagian pejabat pemerintah daerah

kurang memiliki informasi spesifik tentang dampak GFC terhadap masyarakat, (ii) tidak ada

sistem informasi mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tersedia secara hirarkis,

periodik dan sistematis, (iii) kurang responsif terhadap perubahan harga atau tanda-tanda

lain dari krisis.

Page 88: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

192 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

- Terkait dengan program stimulus fiskal (FSP), beberapa masalah yang terjadi yaitu: (i)

Pemerintah pusat tidak mensosialisasikan FSP secara formal kepada pemerintah daerah, (ii)

Tidak ada hubungan antara tingkat dampak GFC dan alokasi dana untuk daerah, (iii) Tidak

ada hubungan antara sektor yang terkena dampak dan proyek-proyek sektor yang didanai,

(iv) Terdapat peran penting dari pemerintah pusat untuk menginformasikan pemerintah lokal

tentang ketersediaan proyek yang akan didanai, (v) Dana yang dialokasikan ke daerah juga

tergantung pada peran aktif dari upaya pemerintah daerah untuk melobi pemerintah pusat.

Masalah ini juga menunjuk pada analisis Yudo et.al. (2009) tentang program jaring

pengaman sosial, yang dikenal sebagai JPS (Jaring Pengaman Sosial) yang diperkenalkan

pemerintah Indonesia untuk menanggapi krisis 1997/1998. Evaluasi program anti-kemiskinan

yang meliputi keamanan pangan, pekerjaan dan pemeliharaan pendapatan, dan menyediakan

akses terhadap pendidikan dan kesehatan menunjukkan bahwa dalam banyak kasus terjadi

salah sasaran dan juga terdapat variasi tingkat efektivitas lintas program dan wilayah. Hal ini

menunjukkan bahwa beberapa kabupaten lebih baik daripada yang lain dalam melaksanakan

program umum nasional, yang mengisyaratkan perlunya perbaikan besar dalam pelaksanaan

program, khususnya dalam menargetkan penerima manfaat dari program tertentu dan

peningkatan cakupan dalam kelompok-kelompok sasaran. Penelitian lebih lanjut menegaskan

kembali kesimpulan awal bahwa terdapat heterogenitas kinerja baik lintas program maupun

lintas wilayah. Hal ini bisa terjadi karena desain diprogram, alokasi anggaran di seluruh program

dan wilayah, dan kapasitas daerah untuk mengimplementasikan program. Satu pelajaran utama

yang dapat ditarik dari penilaian ini adalah bahwa penargetan membutuhkan bimbingan

administrasi yang rinci dan juga keterlibatan masyarakat jika keduanya dapat efektif dan dapat

diterima secara sosial dan politik. Terlebih, penargetan administrasi yang statis, tidak akan

mampu mendata rumah tangga miskin yang baru atau yang terkena shok.

Sebagai bagian dari ekonomi pasar yang berkembang, Indonesia dipengaruhi oleh krisis

keuangan global yang mengakibatkan mendadak berhentinya aliran modal ke negara-negara

pasar berkembang dan penurunan pertumbuhan ekonomi global. Dampak indikator

makroekonomi dapat dikelompokkan ke dalam efek putaran pertama dan kedua yang dijelaskan

pada bagian berikut.

2.1 Efek Bagian Pertama Krisis Keuangan Global

2.1.1 Dampak Terhadap BOP dan Pergerakan Nilai Tukar

Selama kuartal III Tahun 2008, perkembangan ekonomi global memberikan tekanan pada

keseimbangan pembayaran Indonesia. Prospek pesimis untuk ekonomi global pada tahun 2008

Page 89: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

193Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis

ditandai oleh lembaga-lembaga internasional yang diperkuat pesimisme di kalangan pelaku

pasar. Investor melihat prospek suram dan risiko lebih tinggi pada penempatan dana dipasar

yang sedang berkembang, termasuk Indonesia. Persepsi risiko tinggi terhadap pasar Indonesia

dapat terlihat pada indikator seperti Credit Default Swap (CDS) dan Bond Yield Government

yang meningkat secara signifikan (Grafik 1 dan 2). Kemudian, dalam rangka untuk menghindari

risiko, investor memindahkan dana mereka ketempat yang aman dalam bentuk US Treasuries.

Grafik 1.CDS (Credit Default Swap)

Sebuah sentimen negatif yang disebabkan oleh turbulensi di pasar keuangan global

memicu gelombang arus keluar modal seperti yang terlihat pada Grafik 3. Pada saat itu, investor

asing mengurangi kepemilikan mereka atas sekuritas pemerintah Indonesia sebesar Rp4,4 triliun

atau sekitar US$ 387 juta. Perilaku investor asing untuk mengakhiri investasi portofolio mereka

kemudian diikuti oleh investor domestik menarik aset mereka dan tindakan ini membawa

investasi portofolio pada triwulan IV-2008 mengalami net outflow. Selanjutnya, para agen

domestik memindahkan account mereka dari dalam ke bank luar negeri dan beberapa dari

mereka gagal mendapatkan pembiayaan luar negeri yang baru sebagaimana ditunjukkan oleh

komponen investasi lain yang tercatat defisit. Defisit peningkatan investasi lain juga dapat

dijelaskan dengan garis kredit perusahaan yang lebih tinggi, yang didorong oleh permintaan

valuta asing korporasi yang besar untuk membayar impor pada tahun 2008. Sebaliknya, investasi

langsung masih tercatat sebagai surplus bersih karena kegiatan akuisisi bank domestik oleh

investor asing.

Krisis keuangan global juga melemahkan kinerja neraca berjalan Indonesia pada kuartal

I sampai kuartal IV tahun 2008 (Grafik 4). Eskalasi dalam defisit neraca berjalan ini terutama

Grafik 2.Hasil Saham Pemerintah

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

2008 2009 2010

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun

Sumber : Bloomberg

5

10

15

20

251 YR

5YR

10YR

2008 2009 2010

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun

Sumber : Bloomberg

Page 90: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

194 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

disebabkan penurunan ekspor akibat kontraksi ekonomi global dan jatuhnya harga komoditas

ekspor. Transfer berjalan terpengaruh oleh remitansi pekerja yang juga menurun meskipun

tetap positif. Pada tahun 2008, transfer masuk dari remitansi pekerja menghasilkan surplus

US$ 5,2 miliar kemudian menurun menjadi US$ 4,8 miliar pada 2009.

Menurunnya BOP pada gilirannya memicu depresiasi nilai tukar yang kuat disertai dengan

volatilitas tinggi. Tekanan permintaan untuk mata uang asing yang berasal dari aliran modal

portofolio asing dan penurunan penawaran mata uang asing karena turunnya ekspor juga

menyebabkan tekanan depresiasi besar pada nilai tukar. Tekanan penurunan juga dialami oleh

mata uang regional yang melemah akibat dari efek spillover turbulensi eksternal. Selain itu,

Grafik 3.Neraca Keuanganl/Modal

Grafik 4.Neraca Berjalan

Grafik 5.Pergerakan Nilai Tukar

bn US$

-6,0

-4,0

-2,0

0,0

2,0

4,0

6,0

Mar Jun Sep Dec Mar Jun Sep Dec Mar Jun2008 2009 2010

Portfolio Investment Direct Investment

Other Investment Capital Account Balance (Quarterly)

Sumber : Bank Indonesia

bn US$

2009 :10,75

2008 :0,13

-2,0

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

12,0CA Balance (Quarterly)

CA Balance (Annual)

Mar Jun Sep2008

Des Mar Jun Sep2009

Des Mar Jun2010

Sumber : Bank Indonesia

November :Policy governing thepurchase of foreign

currency through bank

8000

8500

9000

9500

10000

10500

11000

11500

12000

12500

13000October :

- Several exchange ratestabilization policy : RR

Ratio, Daily BalancePosition, FX Swap tenor,

Foreign currency provision-Policy governing

lowering rupiah RR ratio

December :Policy governing the

transaction of foreigncurrency against

rupiah & prohibition ofstructured product

transaction

2008

Sumber : Bank Indonesia

Jan Feb MarApr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

2009Jan Feb MarApr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb MarApr Mei Jun

2010

Page 91: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

195Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis

efek samping dari kebijakan Bank Indonesia dalam menurunkan persyaratan rasio cadangan

juga memberikan efek kelebihan likuiditas rupiah di pasar dan menyebabkan rupiah terdepresiasi.

Perkembangan ini menyebabkan Rupiah jatuh kelevel terendah Rp12.400 per US$ pada bulan

November 2008 (Grafik 5).

Bank Indonesia merespon dengan mengeluarkan serangkaian kebijakan untuk mengurangi

tekanan dan mencegah volatilitas nilai tukar rupiah yang berlebihan, seperti kebijakan stabilisasi

nilai tukar, kebijakan yang mengatur pembelian valuta asing melalui bank, kebijakan yang

mengatur transaksi valuta asing terhadap rupiah dan larangan produk transaksi yang terstruktur.

Kebijakan ini akan dibahas secara rinci pada bagian berikutnya.

2.1.2 Dampak Terhadap Pasar Saham

Perilaku investor untuk menarik dana mereka dari negara-negara berkembang selama

krisis global menyebabkan jatuhnya indeks pasar saham dari pasar berkembang termasuk

Indonesia. Jatuhnya harga komoditas pertambangan dan pertanian di pasar dunia juga

mempengaruhi indeks pasar saham secara berlawanan. Bursa Efek Indonesia (BEI) terus menurun

tajam dan ditutup pada 1,355 saat akhir periode 2008, turun 50,64% dibandingkan dengan

triwulan II 2008 (Grafik 6). Dengan kinerja buruk ini, Bursa Efek Indonesia ditempatkan pada

level 5 di Asia dan Pasifik, setelah Vietnam, Shanghai, Shenzhen dan Mumbai.

Kinerja yang mengecewakan dari BEI telah menyebabkan jatuhnya volume dan nilai

transaksi di pasar saham terutama dikuartal keempat tahun 2008 (Grafik 7). Jumlah perusahaan

yang sudah memegang izin prinsip untuk mengeluarkan saham juga memutuskan untuk

menunda emisi saham mereka.

Grafik 6.Indeks Bursa Saham Jakarta

Grafik 7.Nilai dan Volume Perdagangan

1000

1500

2000

2500

3000

3500

Sumber : CEIC

2008 2009 2010Jan FebMarAprMei Jun Jul Ags SepOkt NovDesJan FebMarAprMei Jun Jul Ags SepOkt NovDesJan FebMarAprMei Jun

0

50.000

100.000

150.000

200.000

250.000

300.000Trading Volume (mn)

Trading Value (IDR bn)

2008

Jan FebMarApr Mei Jun Jul Ags SepOkt NovDes

2009

Jan FebMarApr Mei Jun Jul Ags SepOkt NovDes

2010

Jan FebMarApr Mei Jun

Sumber : CEIC

Page 92: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

196 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

Untuk menghindari jatuh lebih lanjut dikinerja pasar saham, pemerintah memutuskan

untuk menghentikan perdagangan BEI pada tanggal 9 dan 10 Oktober 2008, menerbitkan

peraturan tentang pembelian kembali, larangan short selling dan perdagangan marjin terbatas.

Kebijakan-kebijakan ini dimaksudkan untuk memberikan waktu bagi investor untuk berpikir

rasional di tengah gejolak pasar finansial yang disebabkan oleh krisis.

2.1.3 Dampak Terhadap Likuiditas Pasar

Tekanan keuangan global juga menyebabkan kekurangan likuiditas dipasar uang domestik,

yang tercermin dalam laju yang lebih lambat dari pertumbuhan uang sempit (M1) dan broad

money (M2) (Grafik 8). Pada triwulan IV-2008 rata-rata pertumbuhan M1 dan M2 lebih lambat

sebesar 1,5% (yoy) dan 14,9% (yoy), menurun dari 19,9% (yoy) dan 17,2% (yoy) pada triwulan

sebelumnya.

Persepsi yang kuat dari ketatnya likuiditas perbankan dan spillover dari kondisi global

juga tercermin dalam premi peningkatan likuiditas, yang semakin melebar untuk tenor yang

lebih panjang. Dengan kondisi yang ketat di pasar uang, beberapa bank yang biasanya memasok

likuiditas, kini meninjau ulang garis kredit dan batas kredit kepada rekananan mereka. Hal ini

mengakibatkan distribusi likuiditas yang lebih tidak merata dan menyebabkan kecenderungan

pasar yang lebih besar untuk tersegmentasi, karena hilangnya kepercayaan dalam transaksi.

Pergerakan suku bunga antar bank masih di atas suku bunga kebijakan (BI rate) selama Juli-

Oktober 2008, bersamaan dengan volume transaksi yang berkurang drastis dan peningkatan

selisih suku bunga overnight tertinggi dan yang terendah (Grafik 9). Setelah kondisi ini, bank

dengan posisi jangka panjang di pasar uang lebih memilih untuk mengalihkan likuiditas mereka

ke Bank Indonesia untuk investasi jangka pendek.

Grafik 8. Pertumbuhan M1 dan M2 Grafik 9. Volume Pasar Antar Bank per hari

%

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

2008 2009 2010Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun

Sumber : IFS, IMF

M2 Growth (yoy)

M1 Growth (yoy)

Billion Rp

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

Jan FebMarAprMei Jun Jul Ags SepOkt NovDesJan FebMarAprMei Jun Jul Ags SepOkt NovDesJan FebMarAprMei Jun

2008 2009 2010

Sumber : Bank Indonesia

Page 93: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

197Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis

2.1.4 Dampak Terhadap Lembaga-Lembaga Keuangan

Dampak krisis keuangan pada lembaga-lembaga keuangan Indonesia tidak separah di

negara lain karena bank-bank di Indonesia dan juga lembaga keuangan nasional tidak

terpengaruh besar akibat dari subprime mortgage. Salah satu faktor penyumbang dalam hal

ini adalah karakteristik dari bank-bank dan lembaga keuangan Indonesia, yang masih bersandar

pada instrumen investasi konvensional. Faktor lain adalah peningkatan kualitas pengawasan

disektor perbankan dan lembaga keuangan non-perbankan sebaik di pasar modal. Pelajaran

dari krisis Asia 1997 telah menyebabkan Bank Indonesia untuk memperkuat struktur perbankan

Indonesia di bawah Arsitektur Perbankan Indonesia sebagai bagian dari sektor keuangan.

Lagi pula, bank-bank dengan disiplin tinggi dalam mengikuti prinsip kehati-hatian, telah

membatasi eksposur mereka terhadap masalah-masalah yang lebih besar terkait dengan

produk derivatif.

Namun, likuiditas yang ketat di pasar uang membuat sulit bagi bank untuk mengelola

dananya. Pada bulan Oktober 2008, tiga bank pemerintah mengusulkan dukungan likuiditas

dari pemerintah sebesar Rp15 triliun (sekitar US$ 1,36 miliar). Bank kecil dan menengah juga

mempunyai masalah lebih berat akibat penyetor pemindahan dana penyetor ke bank yang

lebih besar karena adanya kekhawatiran kemungkinan likuidasi bank seperti yang dialami pada

tahun 1997. Saat itu, bank bersaing untuk menarik deposito dengan menawarkan suku bunga

deposito yang tinggi. Akibatnya, suku bunga kredit juga meningkat. Kondisi ini menyebabkan

penurunan kinerja bank seperti yang ditunjukkan oleh Rasio Kecukupan Modal (CAR) dan

Kredit Bermasalah (NPL) (Grafik 10).

..

Grafik 10.Kinerja Bank Komersial

%%

2,5

2,7

2,9

3,1

3,3

3,5

3,7

3,9

4,1

Sumber : CEIC

14

15

16

17

18

19

20

21CAR (RHS)

NPL Ratio

2008 2009 2010Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun

Page 94: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

198 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

2.2 Efek Bagian Kedua dari Krisis Keuangan Global

2.2.1 Dampak Terhadap Ekspor

Melemahnya permintaan global dan keterpurukan harga komoditas dunia memperburuk

pendapatan ekspor Indonesia secara signifikan, khususnya pada quarter I tahun 2009 (Grafik

11). Pertumbuhan ekspor menurun drastis ke -18.73% (yoy) dari 13.64% (yoy) pada kuarter

yang sama di Tahun 2008 (Grafik 12).

Grafik 11. Ekspor dan Impor Grafik 12. Pertumbuhan Ekspor (yoy)

Sekalipun ada pergeseran dalam tujuan pokok ekspor Indonesia ke China sejak 5 tahun

yang lalu, tetapi pasar Jepang dan Amerika masih menjadi tujuan utama ekspor Indonesia.

Awal krisis tahun 2007, berdasarkan negara tujuan, proporsi ekspor Indonesia ke Jepang sebesar

21,71% dan ke Amerika sebesar 10,67% dari total ekspor (Grafik 13). Tujuan berikutnya adalah

Singapura (9,65%), China (8,89%) dan Korea Selatan (6,97%). Implikasi dari konsentrasi ini

merupakan akibat beberapa perlambatan pertumbuhan ekonomi di tujuan ekspor besar yang

dialami pada krisis global yang berdampak buruk terhadap ekspor Indonesia.

Tidak seperti negara maju lainnya yang ekspornya didominasi oleh peralatan elektronik

dan perlengkapan kantor, struktur ekspor Indonesia didominasi oleh minyak dan gas

sebagaimana halnya produksi industri berteknologi rendah. Jadi, sektor utama khususnya minyak,

gas alam, nilai komoditas pertambangan dan pertanian ini yang banyak memiliki proporsi yang

besar dalam ekspor Indonesia. Ketergantungan pada sektor primer ini membuat ekspor Indonesia

lebih mudah terpengaruh oleh kejutan eksternal khususnya fluktuasi pada harga komoditas

internasional.

bn US$

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

30,0

35,0

40,0ImportExport

2008 2009 2010Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun

Sumber : IFS, IMF

-25

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q22008 2009 2010

13,64 12,36 10,63

1,99

-18,73-15,52

-7,79

3,67

19,99

14,60

Sumber : IFS, IMF

Page 95: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

199Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis

Pertumbuhan volume ekspor di seluruh sektor utama mengalami penurunan (Grafik 14).

Pertumbuhan ekspor dari sektor pertambangan tiap tahun menurun dengan tajam dari 47.83%

pada 2006 ke 7.98% pada 2007 dan menjadi -0.43% pada 2008. Pertumbuhan sektor pertanian

dan manufaktur terus negatif pada 2009, tetapi ekspor sektor pertambangan berubah positif

dan mencatat pertumbuhan sebesar 13,79%.

2.2.2 Dampak Terhadap Sektor Industri, Pengangguran dan Kemiskinan

Jatuhnya ekspor selama krisis memberikan pengaruh yang buruk pada sektor tradable.

Selama kuarter I tahun 2008 sampai kuarter III tahun 2009, pertumbuhan sektor manufaktur

menurun dari rata-rata di atas 4% ke 1,5% (yoy) sejalan dengan penurunan ekspor produk

Grafik 13. Negara TujuanEkspor Indonesia pada 2007

Grafik 14. PertumbuhanVolume Eksporberdasarkan Sektor

Grafik 15 Volume Penurunan Ekspordalam Subsektor Manufaktur 2008

Grafik 16 Volume Penurunan Ekspordalam Subsektor Manufaktur 2009

Japan, 21.71%

China,8,89%South Korea,

6,97%

Malaysia,4,68%

India,4,54%

Australia,3,12%

Thailand,2,81%

Netherlands,2,53%

Taiwan,2.39%

Germany,2,13%

Others, 19,92%

USA,10,67%

Singapore,9,65%

Agriculture, Hunting And Fishing

Mining And Quarrying

Manufacturing

%

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Sumber : Bank Indonesia

Other Non-Metallic Mineral Products

Chemicals And Chemical Products

Wood And Of Products Of Wood And

Office, Accounting And Computing

Coke, Refined Petroleum Products

Furniture

Textiles

Basic Metals

Rubber And Plastics Products

%-35 -30 -25 -20 -15 -10 -5 0

-31%-22%

-21%

-14%

-13%

-9%

-8%

-8%

-6%

Sumber : Bank Indonesia

Machinery And Equipment N.E.C.Motor Vehicles, TrailersChemicals And Chemical ProductsOther Transport EquipmentWearing Apparel; Dressing And DyeingFabricated Metal ProductsBasic MetalsElectrical Machinery And ApparatusMedical, Precision And OpticalFurnitureTanning And Dressing Of LeatherPaper And Paper ProductsOther Non-Metallic Mineral ProductsTobacco Products

%-50 -40 -30 -20 -10 0

-44.25%-36,20%

-25,90%-25,07%

-21,66%-19,85%-19,40%

-11,50%-9,54%-9,03%

-6,30%-3,99%-2,77%-1,83%

Sumber : Bank Indonesia

Page 96: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

200 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

manufaktur. Subsektor yang terkena dampak mendalam pada 2008 adalah produk non-logam

lainnya, produk bahan kimia dan produk kayu, yang volume ekspornya menurun sebesar 20 √

30% dari tahun sebelumnya. Pada 2009, volume ekspor pada perlengkapan dan kendaraan

bermotor menurun sebesar 44% dan 36% dibandingkan dengan ekspor tahun 2008 (Grafik

15 dan 16).

Kemunduran kinerja sektor tradable pada saatnya menyebabkan penurunan serapan

kerja. Tekanan dari krisis global mendorong beberapa perusahaan membuat perubahan dalam

operasi dan menaikkan efisiensi bisnisnya. Akibatnya, beberapa pabrik ditutup atau mulainya

pemberhentian karyawan, yang menyebabkan penurunan daya beli pada tahun 2008. Menurut

Departemen Transmigrasi, jumlah pekerja yang secara temporer diberhentikan sebanyak 10.306

sampai Desember 2008. Analisis Bank Indonesia yang menggunakan Tabel Output Input

Indonesia menunjukkan bahwa untuk setiap 1% penurunan ekspor Indonesia mengakibatkan

0,42% pengurangan pekerjaan industri (Tabel 1).

Tabel 1.Dampak Kemunduran Ekspor terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

Skenario

Sumber: Indonesia Economic Outlook, Januari 2008

Penyerapan Tenaga Kerja (%)

Semua Sektor Sektor Industri

Total ekspor menurun sebesar 1%

Ekspor Agrikultur menurun sebesar 1 %

Ekspor tambang menurun sebesar 1 %

Ekspor Manufaktur turun sebesar 1 %

-0.166

-0.009

-0.005

-0.091

-0.416

-0.001

-0.002

-0.400

Merosotnya sektor yang memiliki ketergantungan ekspor saat krisis keuangan global,

memberikan tekanan yang signifikan terhadap tingkat kesejahteraan. Dampak penurunan pada

jam kerja dan pemecatan di beberapa perusahaan menyebabkan banyak rumah tangga yang

kehilangan pendapatannya. Selain itu, pendapatan petani di sektor pusat mulai menderita

pada Oktober 2008, mengikuti jatuhnya harga komoditas. Tekanan inflasi yang tinggi pada

2008 juga membuat penurunan tingkat gaji riil untuk para pekerja. Untungnya, pertumbuhan

ekonomi pada kuartal III tahun 2008 membantu perbaikan di berbagai indikator kesejahteraan

seperti kemiskinan dan pengangguran. Program pemerintah dirancang untuk memberantas

pengangguran, seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) untuk memberikan

bantuan, pembayaran Kredit Usaha Rakyat (KUR), Gerakan Pengurangan Pengangguran dan

distribusi Bantuan Langsung Tunai juga terlihat mempunyai beberapa pengaruh positif dalam

peningkatan indikator kesejahteraan.

Page 97: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

201Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis

Pertanian 6,44 4,81 3,25 5,12 4,83 5,91 2,95 3,29 4,61 4,13 3,00 3,08

Pertambangan dan Galian (1,62) -0,37 2,32 2,43 0,68 2,61 3,37 6,20 5,22 4,37 3,08 3,77

Manufaktur 4,28 4,23 4,31 1,85 3,66 1,50 1,53 1,28 4,16 2,11 3,70 4,29

Listrik, Gas dan Air Bersih 12,34 11,77 10,41 9,34 10,92 11,25 15,29 14,47 13,99 13,78 8,18 4,76

Konstruksi 8,20 8,31 7,76 5,88 7,51 6,25 6,09 7,73 8,03 7,05 7,05 7,18

Perdagangan, Hotel dan Restoran 6,75 7,68 7,59 5,47 6,87 0,63 -0,02 -0,23 4,17 1,14 9,36 9,63

Transportasi dan Komunikasi 18,12 16,57 15,64 16,12 16,57 16,78 17,03 16,45 12,22 15,53 11,92 12,91

Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan 8,34 8,66 8,60 7,42 8,24 6,26 5,33 4,90 3,77 5,05 5,34 6,10

Jasa 5,52 6,51 6,95 5,93 6,23 6,70 7,19 6,04 5,69 6,40 4,62 5,25

PDB 6,21 6,30 6,25 5,27 6,01 4,53 4,08 4,16 5,43 4,55 5,69 6,17

20102008 2009

Q1 Total Q1 Q2Q2 Q3 Q3 Q4 Total Q1 Q2Q4

2.2.3 Pengaruh pada Pertumbuhan GDP

Penurunan pada ekspor, semakin buruknya pada produksi dan pendapatan yang lebih

rendah secara serentak tercermin pada penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia dari

6.3% ditahun 2007 ke 6.0 di tahun 2008 dan 4.55% di tahun 2009.Dibandingkan negara

lain di dunia, kinerja GDP Indonesia selama krisis secara relatif luar biasa. Pertumbuhan GDP

di tahun 2009 adalah yang ke tiga terbesar di dunia setelah China dan India. Prestasi ini di

dukung oleh kinerja dari beberapa sektor yang tak terkait dengan perkembangan eksternal

seperti elektrisitas, gas dan kebutuhan air, konstruksi, transportasi dan komunikasi, dan sektor

jasa. Pertumbuhan pada sektor listrik, gas dan air bersih mencapai 13,78% dan pertumbuhan

pada sektor transportasi dan komunikasi mencapai 15,53%, secara berturut - turut (Tabel 2).

Pada sisi permintaan, ekspansi ekonomi pada tahun 2009 di dorong oleh permintaan domestik

yang kuat, terutama konsumsi rumah tangga dan pemerintah yang tumbuh sebesar 6,21%

(Tabel 3).

Tabel 2.Pertumbuhan GDP Growth pada Sektor (% yoy)

Tabel 3.Pertumbuhan GDP Pada Sisi Permintaan

20102008 2009

Q1 Total Q1 Q2Q2 Q3 Q3 Q4 Total Q1 Q2Q4

Konsumsi 5,47 5,49 6,34 6,42 5,94 7,28 6,27 5,44 5,91 6,21 2,52 3,12

Investasi 13,88 12,16 12,30 9,40 11,86 3,46 2,37 3,24 4,18 3,32 12,45 10,13

Ekspor 13,64 12,36 10,63 1,99 9,53 -18,73 -15,52 -7,79 3,67 -9,70 19,99 14,60

Impor 17,99 16,11 11,10 -3,73 10,00 -24,42 -21,04 -14,67 1,62 -14,97 22,60 17,74

PDB 6,21 6,30 6,25 5,27 6,01 4,53 4,08 4,16 5,43 4,55 5,69 6,17

Sumber: Bank Indonesia

Sumber: Bank Indonesia

Page 98: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

202 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

2.3. Perbandingan antara Krisis Tahun 1997/1998 dan Krisis Tahun 2007/2008

Selama sepuluh tahun terakhir, Indonesia dan kebanyakan negara Asia lainya telah

mengalami dua krisis keuangan. Yang pertama adalah krisis Asia yang terjadi di tahun 1997

dan yang kedua yaitu krisis yang dikenal sebagai krisis keuangan global yang terjadi 10 tahun

berikutnya di tahun 2008. Dalam hal skala dan besaran, terdapat kesamaan antara kedua krisis

tersebut. Perhitungan durasi, amplitudo, skala dan slope kerugian kumulatif akan menunjukan

gambaran kedua kejadian tersebut.4

Dibandingkan krisis tahun 1997/1998, pengaruh krisis 2007/2008 terhadap sektor riil

relatif lebih kecil. Pada krisis tahun 1997/1998 crisis, pertumbuhan GDP terus mengalami

penurunan selama 8 triwulan dengan total sebesar -28,53%. Faktanya pertumbuhan GDP

pada saat itu negatif selama 5 triwulan. Pada krisis 2008/2009, penurunan pertumbuhan GDP

hanya terjadi selama 3 triwulan dengan amplitudo sebesar 2,16%.

4 Penjelasan lebih mengenai persamaan dan perbedaan krisis tahun 1997 dan krisis tahun 2008 dapat dilihat pada lembar lampiran.

Tabel 4.Durasi, Periode, Amplitude, Slope dan Kerugian Kumulatif pada Krisis Saat Ini dan Krisis

Sumber: CEIC, dihitung

1997/1998 Crisis 2008/2009 Crisis

Economic Growth Recession (% yoy)Duration 8 quarters 3 quarters

Period Q1 1997 √ Q4 1998 Q4 2008 √ Q2 2009

Amplitude 28,53% 2,2%

Slope 4% 0,72%

Cummulative Losses 115,16% 4,86%

Domestic Credit Growth (% yoy)Duration 4 quarters 4 quarters

Period Q3 1998 √ Q2 1999 Q4 2008 √ Q3 2009

Amplitude 150,4% 25,2%

Slope 37,6% 6,3%

Cummulative Losses 370,8% 56,8%Stock Prices (Index)

Duration 5 quarters 4 quartersPeriod Q3 1997 √ Q3 1998 Q1 2008 √ Q4 2008

Amplitude 448 1390

Slope 90 348

Cummulative Losses 1411 2999

Page 99: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

203Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis

Sebagaimana di indikasikan oleh kerugian kumulatif, pengaruh dari krisis finansial saat

ini pada kredit domestik lebih kecil dari pada krisis pada tahun 1997/1998. Gambar menunjukan

bahwa kerugian kumulatif adalah masing-masing 370,8% dan 56,8%. Meskipun durasi

penurunan kredit hampir sama yakni selama 4 triwulan, amplitudo krisis tahun 2008/2009

lebih kecil (25,2%) dari pada krisis tahun 1997/1998 (150,4%).

Pada pasar uang, meski secara absolut pengaruh krisis saat ini lebih besar terhadap indeks

pasar saham yang menurun 1390 poin, namun secara relatif persentase penurunan tersebut

lebih rendah (50,6%) daripada krisis pada tahun 1997 (61,9%). Begitu juga dengan durasi-nya

yang lebih pendek.

Grafik 17c. Puncak dan PalungIndeks Bursa Saham

Grafik 17a. Puncak dan PalungPertumbuhan PDB

Grafik 17b. Puncak dan PalungPertumbuhan Kredit

Sumber: CEIC,diperkirakan

Sumber: CEIC,diperkirakan Sumber: CEIC,diperkirakan

GDP Growth Indonesia (yoy)%

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

Dec-96, 10.28%

Dec-98, -18.26%

Dec-99, 5.36%

Jun-09, 4.08%

Jun-10, 6.17%Sep-08, 6.25%

Mar Jul NovMarJul NovMarJul NovMarJul NovMarJul NovMarJul NovMarJul Nov MarJul NovMarJul NovMarJul Nov MarJul NovMarJul NovMarJul NovMarJul NovMarJul NovMar

1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

%

Mar Jul NovMarJul NovMarJul NovMarJul NovMarJul NovMarJul NovMarJul Nov MarJul NovMarJul NovMarJul Nov MarJul NovMarJul NovMarJul NovMarJul NovMarJul NovMar

1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

-80,0

-60,0

-40,0

-20,0

0,0

20,0

40,0

60,0

80,0

100,0Jun-98, 90.5%

Jun-99, -59.9%

Sep-08, 34.8% Sep-099.6%

Mar Jul NovMarJul NovMarJul NovMarJul NovMarJul NovMarJul NovMarJul Nov MarJul NovMarJul NovMarJul Nov MarJul NovMarJul NovMarJul NovMarJul NovMarJul NovMar

1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

Jun-97, 725

Sep-98, 276

Dec-07, 2,746

Dec-08, 1,355

Page 100: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

204 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

III. METODOLOGI

Dalam menganalisis efektifitas kebijakan moneter dan fiskal terhadap pertumbuhan

ekonomi, kita menggunakan prosedur 2 langkah estimasi Engle and Granger yang

memungkinkan pengujian kointegrasi dan spesifikasi Error Correction Model (ECM) secara

eksplisit.

Model empiris pada paper ini dimaksudkan untuk menguji hubungan pertumbuhan

ekonomi dengan kebijakan moneter, kebijakan fiskal dan variabel kontrol lainya.

(1)

Dimana Y adalah ukuran aktivitas ekonomi, MP, adalah kebijakan moneter, FP ukuran

kebijakan fiskal dan Z adalah variabel kontrol lain yang dapat mempengaruhi aktifitas ekonomi.

Pada akhirnya, bentuk umum dari spesifikasi Error Correction Model (ECM) pada paper ini

adalah:

(2)

Dimana:

Y = variabel bergantung/dependen (economic output)

X = variable bebas/independen, terdiri dari variabel moneter, variabel fiskal, dan variabel

kontrol lainya.

ECM = sisa/residuals dari bentuk persamaan jangka panjang

n = jumlah variable penjelas pada model

p = jumlah lag yang digunakan untuk mewakili dinamika berjalan pendek

pada model

Terdapat beberapa variabel yang dapat digunakan sebagai proxy aktifitas ekonomi,

kebijakan fiskal, kebijakan moneter, dan variabel kontrol sebagaimana diurakan pada tabel

dibawah. Kita menggunakan data triwulan dari tahun 1990 Q1 hingga 2010 Q2. Untuk

menangkap efek periode krisis finansial terhadap efektifitas pilihan - pilihan kebijakan, kami

menambahkan variabel interaksi dari dummy resesi dan variabel √ variabel kebijakan. Beberapa

variabel diatur untuk seasonalitas menggunakan metode sensus X12.

Page 101: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

205Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis

IV. HASIL DAN ANALISIS

4.1. Hasil Empiris

Untuk melihat karakteristik runtut waktu dari setiap variabel , kami menggunakan metode

Augmented Dickey-Fuller (ADF) danPhillips Perron (PP). Pendekatan PP ini lebih sesuai

dibandingkan ADF karena data menunjukan patahan struktural/structural break sebagai effek

dari krisis 1997/1998. Baik tes ADF dan PP mengindikasikan kebanyakan series bersifat non-

stasioner dalam level, kecuali keseimbangan fiskal, saldo primer, suku kebijakan, dan neraca

berjalan. Namun first-differencing series tersebut menghilangkan komponen non-stasioner

dalam semua kasus dan hipotesis nol yang menyatakan non stasioner dapat ditolak pada tingkat

signifikansi 5%, mengindikasikan bahwa semua variabel dapat terintegrasi pada I(1). Dengan

demikian, langkah pengujian untuk hubungan ko-intergrasi hanya akan dilakukan dengan I(1).

Tabel 5.Daftar Variabel

Pertumbuhan

Fiskal

Moneter

Efek Inflasi

Sektor eksternal

Dummy resesi

IFS, estimasi staff

IFS

BI

BI

BI

1.1.4.1.1.1

BI

IFS

IFS

BI

IFS, estimasi staff

BI

IFS

IFS

Ter estimasi

Ter estimasi

Pembelanjaan pemerintah -

pembayaran bunga

Sebelum Q3 2005, kami

menggunakan SBI 1 bulan

sebagai proksi untuk suku

bunga kebijakan

Q1 1997 √ Q4 1998

Q4 2008 √ Q2 2009

Indikator Variabel Sumber Catatan

GDP Riil

GDP Nominal

Keseimbangan fiskal

Pendapatan pemerintah

Pembelanjaan pemerintah

Pembelanjaan primer

Saldo Primer

M1

M2

Suku bunga Kebijakan

Penurun GDP/ GDP

Deflator

CPI

Exchange RateCurrent Account BalanceResesi 1997/1998

Resesi 2008/2009

Catatan :Semua variabel dalam logaritma, kecuai keseimbangan fiskal, saldo primer, neraca berjalan (karena terdiri dari nilai-nilai negatif) dan dummy resesi (biner 1/0)

Page 102: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

206 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

Merunut pada metode two step Engle and Granger, pada langkah selanjutnya kami

mengestimasi hubungan ekuilibrium jangka panjang antar variabel dengan menggunakan uji

stasioner terhadap galat, menggunakan nilai kritis untuk uji ko-integrasi Engle - Granger yang

disajikan pada Enders (2004). Setelah mengestimasi beberapa model alternatif, ditemukan

persamaan ko-integrasi yang paling baik sebagai berikut:5

5 RM1_SA di definisikan sebagai real seasonally adjusted M1 yang sebanding dengan nominal M1/ Deflator GDP . RGE_SAdidefinisikan sebagai pembelanjaan pemerintah yang sebanding dengan nominal pembelanjaan pemerintah /GDP Deflator.Nilaidi dalam ( ) menunjukan standar error. *** signifikan padaα = 1%, ** signifikan padaα = 5%, * signifikan padaα = 10%. Kamimenyadari bahwa mungkin terdapat hubungan endogenitas antara RM1_SA dan GDP_SA, namun untuk sejalan denganmetodologi yang disetujui, kami mengasumsikan hanya terdapat hubungan satu jalur/one-way relationshipantara mereka danmenggunakan ECM. Untuk uji robust, kami juga menggunakan VECM dan menemukan hubungan jangka panjang antara variabeltersebut.

Tabel 6.Uji Stasioneritas untuk Variabel

t-stat p-values t-stat p-values t-stat p-values t-stat p-valuesReal GDP RGDP -2.631 0.268 -2.139 0.032 I(1) -2.327 0.415 -8.320 0.000 I(1)Nominal GDP NGDP -2.038 0.572 -5.929 0.000 I(1) -2.117 0.529 -5.491 0.000 I(1)

Real GDP_Adjusted RGDP_SA -2.214 0.475 -5.216 0.000 I(1) -1.921 0.634 -5.159 0.000 I(1)Nominal GDP_Adjusted NGDP_SA -1.913 0.639 -1.957 0.049 I(1) -1.869 0.661 -2.939 0.004 I(1)Fiscal Balance FB -4.231 0.006 -6.526 0.000 I(0) -9.025 0.000 -29.488 0.000 I(0)Government Revenue GR 5.943 1.000 -17.544 0.000 I(1) 2.972 0.999 -42.299 0.000 I(1)Government Expenditure GE 5.327 1.000 -20.666 0.000 I(1) 2.100 0.991 -36.833 0.000 I(1)Primary Expenditure PRIM_GE 5.137 1.000 -20.657 0.000 I(1) 1.976 0.988 -42.757 0.000 I(1)Primary Balance PB -5.436 0.000 -6.289 0.000 I(0) -7.132 0.000 -26.702 0.000 I(0)Fiscal Balance_Adjusted FB_SA -3.074 0.003 -12.525 0.000 I(0) -8.552 0.000 -20.894 0.000 I(0)Government Revenue_Adjusted GR_SA 4.040 1.000 -15.234 0.000 I(1) 3.211 1.000 -15.292 0.000 I(1)Government Expenditure_Adjusted GE_SA 3.562 1.000 -10.192 0.000 I(1) 4.154 1.000 -18.761 0.000 I(1)Primary Expenditure_Adjusted PRIM_GE_SA 4.400 1.000 -11.337 0.000 I(1) 3.046 0.999 -18.449 0.000 I(1)Primary Balance_Adjusted PB_SA -1.843 0.063 -12.502 0.000 I(0) -7.297 0.000 -23.681 0.000 I(0)

M1 M1 -2.348 0.404 -1.880 0.058 I(1) -2.369 0.393 -7.610 0.000 I(1)M2 M2 -0.933 0.947 -8.250 0.000 I(1) -0.933 0.947 -8.248 0.000 I(1)M1_Adjusted M1_SA -1.496 0.823 -3.371 0.001 I(1) -1.641 0.768 -5.250 0.000 I(1)M2_Adjusted M2_SA -0.864 0.955 -6.885 0.000 I(1) -0.941 0.946 -3.738 0.000 I(1)Policy Rate PR -3.265 0.020 -7.633 0.000 I(0) -3.000 0.039 -7.646 0.000 I(0)GDP Deflator GDPDEFL -2.125 0.524 -4.443 0.000 I(1) -1.871 0.661 -4.293 0.000 I(1)GDP Deflator_Adjusted GDPDEFL_SA -2.271 0.444 -3.798 0.000 I(1) -1.849 0.672 -3.798 0.000 I(1)CPI CPI -2.402 0.376 -3.049 0.003 I(1) -2.208 0.478 -4.278 0.000 I(1)Exchange Rate ER -1.845 0.673 -5.637 0.000 I(1) -1.221 0.899 -6.479 0.000 I(1)Current Account Balance CAB -3.021 0.003 -11.764 0.000 I(0) -3.021 0.003 -16.024 0.000 I(0)GDP US USGDP -0.215 0.992 -2.199 0.028 I(1) -0.249 0.991 -3.144 0.002 I(1)GDP Japan JPGDP 1.014 0.917 -3.321 0.001 I(1) 1.351 0.955 -16.482 0.000 I(1)

Variables AbbreviationADF Test Result Phillips Perron Test Result

Level 1st difference Level ofintegration

Level 1st difference Level ofintegration

RGDP_SA = 5.13 + 0.88 RM1_SA + 0.20 RGE_SA

(0.05)*** (0.03) *** (0.25) ***

R2 = 0.94

(3)

Page 103: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

207Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis

Nilai kritis dari pengujian unit rootresidual persamaan ini adalah -6.61,dan dengan nilai

kritis uji Engle - Granger Cointegration untuk 2 variabel yakni -4.123 pada signifikansi1%,

maka variable GDP riil, M1 riil dan pembelanjaan pemerintah riil dikatakan ter ko-integrasi.

Kami selanjutnya berganti pada model jangka pendek dengan mekanisme koreksi

kesalahan:

(4)

Dimana X terdiri dari M1 riil, pembelanjaan pemerintah riil dan variabel kontrol lain,

sementara itu ECM adalah residual/sisa dari persamaan (3). Untuk mengidentifikasi dampak

dari krisis, kami juga menggunakan variabel dummy resesi CR97 dan CR08 dan variabel interaksi

antara resesi di tahun dan ukuran √ ukuran kebijakan. Secara umum diantara beberapa kombinasi

kami menemukan model terbaik sebagai berikut:

Tabel 7.Model Koreksi Kesalahan

M1 Riil(-3)

Pembelanjaan Pemerintah Riil

ECM(-1)

Nilai Tukar (-1)

Inflasi(-1)

Krisis 1997

Krisis 2008

M1 Riil(-3) *Krisis 2008

Pembelanjaan Pemerintah Riil * Krisis 2008

Konstanta

R2

DW-Stat

SIC

0.06

0.03

-0.07

-0.05

-0.29

-0.01

0.01

0.14

0.08

0.02

0.66

1.98

-5.40

1.83

3.80

-2.04

-3.00

-5.47

-2.04

0.75

0.51

0.42

11.36

6

8

10

Variabel Dependen : GDP Riil

*** signifikan pada α = 1%, ** signifikan pada α = 5%, * signifikan pada α = 10%

Koefisien t-stat

*

***

**

***

***

**

3

4

5

***

7

9

11

Hasil √ hasil empiris menunjukan bahwa GDP Riil ter ko-integrasi dengan M1 riil dan√

belanja fiskal riil. Mengacu pada informasi ini, dikembangkan sebuah model koreksi kesalahan

Page 104: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

208 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

yang sebelumnya telah ditunjukkan terspesifikasi relatif lebih baik dan secara parsimoni dapat

mewakili set data.

Dari model √ model koreksi kesalahan, kita dapat menyimpulkan bahwa pada jangka

pendek, perubahan pada GDP riil sangat dipengaruhi secara signifikan oleh belanja fiskal riil

dan perubahan moneter riil. Perubahan GDP riil sebelumnya tidak signifikan untuk

mempengaruhi perubahan GDP riil. Krisis di tahun 1997 menurunkan GDP riil secara signifikan,

sementara itu efek krisis di tahun 2008/2009 tidak signifikan. Model tersebut menunjukan

bahwa pada periode krisis di tahun 2008, pengaruh perubahan M1 dan belanja fiskal terhadap

output secara relatif serupa dengan pengaruh pada periode normal. Meskipun begitu, kedua

variabel tersebut masih signifikan dalam mempengaruhi outuput meskipun dalam periode krisis.

Hasil tersebut juga menunjukkan error term yang terdefinisikan dengan baik, dan

mengindikasikan umpan balik sebesar 7% dari diseqilibrium triwulan sebelumnya dari pasokan

uang jangka panjang dan belanja fiskal terhadap aktifitas ekonomi. Untuk mengevaluasi kinerja

model, kami melakukan beberapa prakiraan sampel dan membandingkan hasilnya dengan

data aktual. Hasilnya cukup baik sebagaimana ditunjukan oleh grafik 20. The root mean square

error (RMSE) pada prakiraan hanya sebesar 0,01.

Grafik 18.Evaluasi Model

Efektifitas relatif dari kebijakan-kebijakan yang dilakukan, ditentukan oleh ukuran dari

sumbangan instrument kebijakan yang dilaksanakan tersebut untuk membatasi dampak atas

kondisi yang memburuk, dalam rangka mendapatkan hasil positif yang lebih besar. Sementara

beberapa ekonom berpendapat bahwa kebijakan moneter sebaiknya berada pada garis pertama

dalam pertahanan selama turbulensi, yang lain menentang dan menyatakan bahwa kebijakan

12,2

12,4

12,6

12,8

13,0

13,2

13,4

1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010

LRGDP_SAF LRGDP_SA

Page 105: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

209Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis

fiskal memiliki peran yang lebih penting terutama ketika ukuran kebijakan moneter konvensional

tidak cukup untuk mengatasi kerugian pada output dalam kondisi ekonomi yang melemah.

Meskipun tidak secara spesifik mengacu periode krisis, hasil estimasi menunjukkan bahwa

lag yang dibutuhkan oleh kebijakan moneter relatif lebih cepat dibandingkan kebijakan fiskal

(tabel 6); ini menunjukan bahwa pengaruh kebijakan fiskal terhadap GDP lebih cepat daripada

kebijakan moneter.

Hasil ini sejalan dengan Elmendorf and Furman (2008) yang menyatakan bahwa kunci

keuntungan potensial stimulus fiskal dibandingkan stimulus moneter, adalah bahwa dia dapat

meningkatkan aktifitas ekonomi dengan lebih cepat, dan stimulus fiskal yang di implementasikan

secara langsung dan benar, dapat menyediakan daya pendorong ekonomi jangka pendek yang

lebih besar dibandingkan kebijakan moneter.

4.2. Analisis

Pada model empiris diatas, kami menggunakan M1 untuk indikator kebijakan moneter

dan pembelanjaan pemerinah riil untuk indikator kebijakan fiskal. Sementara itu, setelah

penerapan Inflation Targeting Framework (ITF), pada Juli 2005, Bank Indonesia telah mengubah

fokus operasi moneter kepada tingkat suku bunga jangka pendek, menggantikan target operasi

jumlah uang beredar.

Pada level operasi ITF, stance kebijakan moneter tercermin pada suku bunga kebijakan

(BI rate) yang diharapkan dapat mempengaruhi suku bunga pasar uang dan selanjutnya terhadap

suku bunga deposito dan suku bunga kredit dalam sistem perbankan. Pada tingkatan yang

lebih awal dari penerapannya, suku bunga BI dimaksudkan hanya tercermin pada tingkat diskon

surat berharga Bank Indonesia berternor satu bulan (SBI 1 bulan). Sejak akhir Januari 2008,

beberapa langkah bertahap telah dilakukan untuk lebih mem-fokuskan pada pengaturan suku

bunga pasar jangka pendek sekitar level suku bunga BI. Efektif sejak 9 Juni, 2008, BI telah

secara resmi mengganti target operasi dari suku bunga SBI 1 bulan ke suku bunga overnight

pasar uang antar bank (PUAB O/N). Perubahan pada tingkat suku bunga ini akan mempengaruhi

output dan inflasi.

Selain suku bunga kebijakan tersebut, terdapat juga beberapa instrumen moneter yang

digunakan dalam mengendalikan agregat permintaan dekonomi. Mengingat hal tersebut, pada

bagian ini, analisis kebijakan moneter dan kebijakan fiskal yang telah dilakukan akan di perluas,

tidak hanya M1 dan pembelanjaan pemerintahan. Karena nilai tukar juga signifikan dalam

mempengaruhi output, akan ada analisis mengenai kebijakan devisa.

Page 106: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

210 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

4.2.1 Kebijakan Moneter

Bank Indonesia mengambil serangkaian kebijakan sebagai respon terhadap ketidakstabilan

keuangan global. Pada umumnya kebijakan moneter ditentukan dengan mempertimbangkan

keadaan ekonomi dan karakteristik makroekonomi. Sebagaimana ditunjukan oleh gambar

dibawah, selama periode Januari 2008 hingga November 2008, Bank Indonesia meningkatkan

suku bunga kebijakan dari 8% ke 9.50% dalam rangka meredam tekanan naiknya IHK. Meski

tekanan dari sudut pandang stabilitas keuangan lebih tinggi sebagaimana ditunjukan oleh

tinginya suku bunga overnight, suku bunga bank dan tingkat yield dari surat berharga

pemerintah yang meningkat karena kurangnya likuiditas global pada saat itu. Meski demikian,

saat itu BI memutuskan untuk meningkatkan suku bunga kebijakan terkait kekhawatiran pada

inflasi. Sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi, inflasi juga menurun selama tahun

2008 √ 2009. Untuk itu, suku bunga kebijakan, juga diturunkan sejak Desember 2008.

Lebih jauh, sebagai respon terhadap krisis finansial global, Bank Indonesia mengambil

bebarapa kebijakan untuk mengatasi isu likuiditas dalam sektor finansial. Akibat, diumumkannya

kebangkrutan Lehman Brothers pada September 2008, pasar antar bank meroket tajam dari

6.98% ke nilai 9.37% Q-1 hingga Q-III 2008. Selain itu, volume transaksi Rupiah antar bank

menurun 41% selama periode tersebut dikarenakan jatuhnya kepercayaan pasar terhadap

institusi perbankan. Tujuan utama dari kebijakan non-konvensional tersebut sebagai mana

ditunjukkan pada Tabel 4 adalah untuk membawa suku bunga antar bank agar konvergen

menuju tingkat suku bunga kebijakan. Dalam rangka mengurangi guncangan yang berlebihan

di pasar keuangan antar bank, koridor suku bunga dipersempit pada 4 September 2008 dan

pada 16 September 2008.

Seperti halnya pada bank sentral lain, Bank Indonesia juga merespon masalah likuiditas

dalam sektor keuangan dengan mengurangi reserve requirement, diikuti dengan penyediaan

fasilitas likuiditas dalam rangka mengalirkan dana pada pasar uang. Selanjutnya, terdapat

koordinasi antara bank sentral dan pemerintah untuk mengatasi isu kepercayaan dan juga

menjawab ledakan harga asset. Beberapa kebijakan juga telah diambil untuk mengatasi isu

kepercayaan dan juga menjawab ledakan harga aset. Penjelasan kebijakan √ kebijakan yang

diambil oleh √ Bank Indonesia selama krisis global dapat dilihat pada lembar lampiran.

a. Evaluasi Kebijakan Suku Bunga

Terdapat perbedaan yang signifikan antara pergerakan suku bunga kebijakan saat krisis

tahun 1997/1998 dengan krisis yang baru saja terjadi. Mengantisipasi tekanan inflasi yang sangat

tinggi pada krisis tahun 1997/1998 (hampir 83% pada Q-IV 1998), bank sentral meningkatkan

Page 107: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

211Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis

3-A

pr-0

8

O/N

inte

rban

k ra

te re

plac

ed th

e 1

mon

thSB

I rat

e as

the

oper

atio

nal t

arge

t- F

asbi

Cor

ridor

: BI

Rat

e - 3

00 b

psRe

po C

orrid

or :

BI R

ate

+ 30

0 bp

s

16-S

ep-0

8

Fasb

i Cor

ridor

: BI

Rat

e - 1

00 b

psRe

po C

orrid

or :

BI R

ate

+ 10

0 bp

s

4-Se

p-08

Fasb

i Cor

ridor

: BI

Rat

e - 2

00 b

psRe

po C

orrid

or :

BI R

ate

+ 30

0 bp

s

23-S

ep-0

8

Expa

ndin

g tim

e pe

riod

ofFT

O fr

om 1

4 da

ys to

3 m

onth

4-D

es-0

8

Fasb

i Cor

ridor

: BI

Rat

e - 5

0 bp

sRe

po C

orrid

or :

BI R

ate

+ 50

bps

9-D

es-0

8

- Ope

n w

indo

w re

po o

f 2-1

4da

y te

nure

Jan-

08

Feb-

08M

ar-0

8A

pr-0

8M

ay-0

8Ju

n-08

Jul-0

8A

ug-0

8Se

p-08

Oct

-08

Nov

-08

Dec

-08

Dec

-08

Dec

-08

BI R

ate

9.25

%

Oct

-08

- Nov

-08

BI R

ate

9.50

%

Sep-

08BI

Rat

e9.

25%

Aug

-08

BI R

ate

9%

Jul-0

8BI

Rat

e8.

75%

Jun-

08BI

Rat

e8.

5%

May

-08

BI R

ate

8.25

%

Jan-

08 -

Apr

-08

BI R

ate

8%

14-O

ct-0

8

Low

erin

g Re

serv

e Re

quire

men

tRu

piah

Dep

osit

to 7

.5%

Fore

ign

Dep

osit

to 1

%

23-O

ct-0

8

Low

erin

g Re

serv

e Re

quire

men

tRu

piah

Dep

osit

to 5

%

Apr

-09

Ope

n w

indo

w re

po o

f 1 m

onth

tenu

re

Sep-

09

Ope

n w

indo

w re

po o

f 3 m

onth

tenu

re

Oct

-09

Impl

emen

tatio

n of

2.5

% s

econ

dary

rese

rve

requ

irem

ent

Jan-

09D

ec-0

8

Feb-

09M

ar-0

9A

pr-0

9M

ay-0

9Ju

n-09

Jul-0

9A

ug-0

9Se

p-09

Oct

-09

Nov

-09

Dec

-09

Jan-

09Fe

b-09

Mar

-09

Apr

-09

May

-09

Jun-

09Ju

l-09

Aug

-09

- Dec

-09

BI R

ate

8.75

%BI

Rat

e8.

25%

BI R

ate

7.75

%BI

Rat

e7.

50%

BI R

ate

7.25

%BI

Rat

e7.

00%

BI R

ate

6.75

%BI

Rat

e6.

50%

Gam

bar

1K

ebija

kan

Mo

net

er P

ada

Tah

un

200

8 d

an 2

009

Page 108: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

212 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

suku bunga SBI secara signifikan ke nilai 68% dan secara bertahap menurunkan ke 11,03%

pada Q-I 2000. Pada sisi lain, sebelum krisis 2008 terjadi, tekanan inflasi tidak terlalu tinggi,

dan meskipun begitu, suku bunga kebijakan dinaikan hingga 9,25%. Pada saat itu, kebijakan

BI untuk meningkatkan suku bunga kebijakan pada triwulan II, III dan IV tahun 2008 sangat

bertentangan dengan bank sentral lainya di negara lain yang justru menurunkan suku bunga

Grafik 19aPuncak Pergerakan Suku Bunga

Krisis 1997/1998 Krisis 2008/2009

Policy Rate (%)Duration 6 kuartal lebih dari 6 kuartal

Period Q4 1998 √ Q1 2000 Q1 2009 √ Q2 2010 (belum meningkat)

Amplitude 57.73% 2.75%

Slope 10% 0.46%

Lending Rate (%)Duration 9 kuartal lebih dari 6 kuartal

Period Q4 1998 √ Q4 2000 Q1 2009 √ Q2 2010

Amplitude 18.1% 2.0%

Slope 2.0% 0.3%

Inflation (% yoy)Duration 6 kuartal 5 kuartal

Period Q4 1998 - Q1 2000 Q4 2008 - Q4 2009

Amplitude 83.6% 9.36%

Slope 13.9% 1.9%

Tabel 8.Durasi, Periode, Amplitude dan Slopedari Suku Bunga dan Inflasi

Sumber : CEIC, diperkirakan

Grafik 19bPuncak Pergerakan Inflasi

Mar Jul NovMarJul NovMarJul NovMarJul NovMarJul NovMarJul NovMarJul Nov MarJul NovMarJul NovMarJul Nov MarJul NovMarJul NovMarJul NovMarJul NovMarJul NovMar

1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

0

10

20

30

40

50

60

70

80Policy Rate

Working Capital Lending RateSep-98, 68.76

Mar-00, 11.03Dec-08, 9.25 Jun-10, 6.5

Sep-98, 35.7

Dec-00, 17.65Dec-08, 15.22 Jun-10, 13.26

Mar Jul NovMarJul NovMarJul NovMarJul NovMarJul NovMarJul NovMarJul Nov MarJul NovMarJul NovMarJul Nov MarJul NovMarJul NovMarJul NovMarJul NovMarJul NovMar

1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

%

-10,0

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

70,0

80,0

90,0Sep-98, 82.4%

Mar-00, -1.2%Sep-0812.1% Dec-09

2.8%

Page 109: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

213Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis

mereka untuk mengatasi isu likuiditas dan mengurangi aktifitas ekonomi. BI memulai mengurangi

suku bunga kebijakannya secara bertahap pada QI 2009 dan bertahan pada nilai 6,5% hingga

sekarang.

Selama kedua periode krisis tersebut, besarnya penurunan suku bunga pinjaman rata-

rata sektor perbankan, ternyata lebih kecil daripada penurunan suku bunga BI. Hal ini terefleksi

pada spread suku bunga pinjaman dan BI rate. Dari perspektif mikro bank, terdapat beberapa

faktor yang menyumbang terhadap pergerakan tingkat pinjaman termasuk biaya dari dana

dan resiko premi yang condong meningkat selama krisis, dan profit margin. Sebuah studi

sebelumnya menunjukan bahwa penurunan agregat biaya dana perbankan tahun 2009 condong

lebih lambat daripada penurunan suku bunga BI. Lebih lanjut, resiko premi pada ekonomi pada

saat itu masih dianggap tinggi dan terdapat indikasi bahwa industri perbankan lebih suka

mempertahankan profit margin. Kesemua ini berkontribusi dalam mengurangi efektifitas

pengaruh kebijakan suku bunga terhadap tingkat suku bunga pinjaman.

Tabel 9.Rata- Rata Selisih BI Rate dengan Suku Bunga Pinajaman Selama Periode Ekspansi

Non - Krisis Krisis

Q2 1996 - Q1 1997

6,12 %6,12 %6,12 %6,12 %6,12 %

Q1 2006 - Q4 2006

4,29 %4,29 %4,29 %4,29 %4,29 %

Q2 1999 - Q1 2000

8,23 %8,23 %8,23 %8,23 %8,23 %

Q1 2009 - Q4 2009

7,41 %7,41 %7,41 %7,41 %7,41 %

b. Evaluasi Penurunan Cadangan Minimum

Kebijakan cadangan minimal dipergunakan untuk menyediakan likuiditas Rupiah yang

lebih banyak dalam sistem perbankan untuk mengimbangi desakan likuiditas dan mengurangi

volatilitas di pasar antar bank. Pengaruhnya dapat dilihat pada suku bunga pasar antar bank

yang menurun setelah pengumuman kebijakan tersebut. Volatilitas suku bunga antar bank

juga berkurang. Sebagaimana diukur melalui standar deviasi, selama periode 1 bulan sebelum

penerapan kebijakan, volatilitas suku bunga antar bank adalah 0,22% dan berkurang menjadi

0,08% setelah penerapan kebijakan tersebut.

Volume transaksi antar bank juga meningkat meskipun peningkatannya lebih rendah

dan pengaruhnya tidak tiba √ tiba layaknya suku bunga. Salah satu alasan peningkatan yang

lebih rendah pada transaksi pasar antar bank adalah ekspansi pada fine tuning operation yang

dilakukan bank sentral pada saat itu, yang meningkatkan akses terhadap likuiditas dari sentral

bank, dengan demikian mengurangi kebutuhan peminjaman dari pasar antar bank. Hal ini

Page 110: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

214 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

juga di dukung oleh perubahan fasilitas likuiditas untuk bank komersil dari bank sentral, yang

aksesnya lebih luas dan lebih lama dibandingkan fasilitas inter-day biasa. Alasan lain pada saat

itu adalah untuk mengurangi pembayaran pinjaman oleh bank komersil yang sejalan dengan

permintaan kredit yang lebih rendah dikarenakan krisis global dan meskipun kebutuhan yang

lebih rendah untuk meminjam dana.

Perlu dicatat bahwa terdapat efek samping dari kebijakan ini. Meningkatnya pasokan

rupiah telah membawa naiknya peredaran uang di pasar (M0), dan hal ini dapat menyebabkan

depresiasi terhadap Rupiah.

c. Evaluasi Penyempitan Koridor Suku Bunga untuk Standing DepositFacility/ Lending Facility (Repo)

Kebijakan ini di arahkan untuk mengurangi volatilitas yang merebak di pasar uang antar

bank dan meningkatkan kredibilitas Bank Indonesia. Semakin rendahnya spread suku bunga

antar bank dan suku bunga kebijakan, mengindikasikan semakin tingginya derajat kredibilitas

bank sentral.

Dari grafik 22, kita dapat melihat bahwa setelah pengaturan koridor yang pertama dan

kedua, penyebaran suku pasar antar bank dan suku kebijakan relatif lebih tinggi dan hal tersebut

kontradiktif dengan tujuan dari kebijakan tersebut. Salah satu alasan bisa saja meningkatnya

tekanan likuiditas karena persepsi resiko yang lebih tinggi pada bulan September menyusul

kebangkrutan dari Lehman Brother. Sementara itu pengaturan ketiga berhasil mengurangi

spread suku bunga (Tabel 10). Sebagai perbandingan, praktek yang paling baik pada penyebaran

ini di beberapa negara ITF yaitu sekitar 20 bps.

Grafik 20. Suku Bunga Pasar Antar Bank Grafik 21. Volume Transaksi Pasar Antar Bank

Lowering RRPolicy, 23 Oct '08

8,80

9,00

9,20

9,40

9,60

9,80

10,00

10,20

2008

1Aug

11Aug

21Aug

31Aug

10Sep

20Sep

30Sep

10Oct

20Oct

30Oct

9Nov

19Nov

29Nov

9Des

19Des

29Des

Sumber : Bank Indonesia

Billion Rp

Lowering RRPolicy, 23 Oct '08

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

2008

1Aug

11Aug

21Aug

31Aug

10Sep

20Sep

30Sep

10Oct

20Oct

30Oct

9Nov

19Nov

29Nov

9Des

19Des

29Des

Page 111: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

215Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis

4.2.2 Kebijakan Fiskal

Seperti negara √ negara lainya, Indonesia meluncurkan kebijakan fiskal sebagai kebijakan

counter-cyclical untuk melawan melambatnya efek langsung pada agregat permintaan. Dalam

rangka mengurangi pengaruh krisis yang baru saja terjadi, pemerintah Indonesia mengambil

sepuluh langkah untuk tujuan stabilitas perekonomian dan menyelamatkan anggaran negara.

Sebagai tambahan, pemerintah menawarkan paket stimulus fiskal sebesar Rp.73,3 triliun atau

US$7,56 milliar (2,6% dari GDP) dengan tujuan sebagai berikut,

a. Mempertahankan daya beli rumah tangga untuk menjaga pertumbuhan konsumsi diatas 4%.

b. Meningkatkan kekuatan dan daya saing sektor riil untuk menghindari lebih banyaknya PHK

perkerja .

c. Pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan perdagangan.

d. Menciptakan kesempatan kerja bagi penganggur/pekerja yang di PHK, dengan meluncurkan

proyek infrastruktur pada karya.

e. Perlindungan sosial dan penurunan kemiskinan yang anggarannya telah diputuskan tahun 2009.

Grafik 22. Koridor Suku Bunga (%)

Tabel 10.Penyebaran Suku Kebijakan dan Suku Pasar Interbank

Periode Penyebaran

1 bulan sebelum pengaturan pertama

1 bulan setelah pengaturan pertama

1 bulan setelah pengaturan kedua

1 bulan sebelum pengaturan ketiga

1 bulan setelah pengaturan ketiga

9.08 bps

11.72 bps

27.42 bps

35.57 bps

17.59 bps

Catatan

Lebih tinggi

Lebih tinggi

Ω

Lebih tinggi

Catatan: pertama : 4 September 2008; kedua : 16 September 2008; ketiga : 4 Desember 2008Sumber: Bank Indonesia, diperkirakan dari data harian

Adjustment of Corridor ofOvernight Interest Rate

Adjustment ofCorridor of O/N

Interest Rate

5,0

6,0

7,0

8,0

9,0

10,0

11,0

12,0

13,0

2 0 0 8

1Aug

11Aug

21Aug

31Aug

10Sep

20Sep

30Sep

10Oct

20Oct

30Oct

9Nov

19Nov

29Nov

9Des

19Des

29Des

Interbank O/N RateBI RateOperational Corridor

Sumber : Bank Indonesia

Page 112: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

216 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

Meski pada periode krisis realisasi keseimbangan fiskal pada akhir 2008 mengalami

peningkatan secara signifikan dengan defisit yang kecil. Pada tahun 2009, karena stimulus

fiskal dan rendahnya penerimaan pemerintah karena melambatnya perekonomian, membuat

defisit fiskal yang lebih tinggi yaitu 1,6% dari GDP (Grafik 23). Berdasarkan pada komponennya,

belanja terbesar pemerintah pada tahun 2008 dan 2009 adalah untuk transfer ke daerah dan

subsidi (Grafik 24).

Grafik 23.Operasi Keuangan Negara

Grafik 24.Total Komponen Pembelanjaan

1 43.0 20.5 47.7%1)

Reductions in Income Tax Rates 32 18 56.3%1)

Lower Corporate Tax Rate 18.5 12.8 69.2%1)

Lower Personal Income Tax Rate 13.5 5.2 38.5%1)

Income tax-free band raised to IDR 15.8 million 11 2.5 22.7%1)

2 13.3 3.7 27.8%1)

VAT on oil/gas exploration, cooking oil 3.5 2.5 71.4%1)

Import duties on raw materials and capital goods 2.5 0.3 12.0%1)

Payroll tax 6.5 0.1 1.5%1)

Geothermal tax 0.8 0.8 100.0%1)

3 17 14.0 82.2%Reduced price for automotive diesel 2.8 2.8 100.0%1)

Discounted electricity billing rates for industrial users 1.4 1 71.4%1)

Additional infrastructure expenditures+subsidies+government equity injection 12.2 10.18 83.4%2)

Upscaling of Community Block Grants (PNPM) 0.6 n/a73.3 38.2 52.1%

Notes : 1) Realization until October 2009, more updated data is not available2) Realization until December 2009

Plan Realization

(IDR Trillion) (IDR Trillion)Tax Savings

Tax/Import Duty Subsidies for Business/Targeted Households

Pro-business/Jobs subsidies + budget expenditures

TOTAL

DescriptionNo% of

Realization

Tabel 11.Rencana dan Realisasi Stimulus Fiskal

Sumber: Departemen Keuangan dan sumber lain

% of GDP% of GDP

-2,00

-1,50

-1,00

-0,50

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010*0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

-1,0%

-0,5%

-0,9%

-1,3%

-0,1%

-1,6% -1,6%

1,7% 1,8% 1,5% 0,8% 1,7% 0,1% 0,3%

Fiscal Balance Primary BalanceExpenditure (RHS) Revenue (RHS)

Poly, (Fiscal Balance)

Sumber : Kementerian Keuangan

% of GDP

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Transfer to Region Other Routines Social AssistanceCapital Expenditure Subsidy Interest PaymentMaterial Personnel Total Expenditure

5,7% 5,4% 6,8% 6,4% 5,9% 5,5%

2,7% 1,2%

1,6%1,6% 1,5% 1,3%

4,0% 4,4%3,2%

3,8% 5,6%2,9%

2,7% 2,4%2,4% 2,0%

1,8%

1,7%

2,3% 2,0%2,2%

2,3% 2,3%

2,3%

18,6% 18,4%20,0% 19,2% 19,9%

17,1%

Sumber : Kementerian Keuangan

Page 113: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

217Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis

Keberhasilan pemerintah memperoleh kondisi fiskal yang berkelanjutan pada tahun 2008

disebabkan oleh, (1) selama sepuluh tahun terakhir, kebijakan fiskal telah mengurangi rasio

utang publik. (ii) Pemerintah telah mengambil langkah-langkah yang signifikan untuk

mengurangi subsidi bahan bakar yang memungkinkan untuk meningkatkan pengeluaran baik

di tingkat pemerintah pusat dan daerah. (iii) Pemerintah telah meningkatkan total pengeluaran

untuk pendidikan.

Namun, dalam kasus Indonesia, permasalahan stimulus fiskal terjadi di mana kemampuan

pemerintah daerah untuk dapat menyelesaikan anggaran mereka tepat pada waktunya sangat

terbatas. Oleh karena itu, paket stimulus tersebut tidak digunakan secara optimal seperti yang

7 SILPA: Sisa Lebih Pembiayaan dan Anggaran tahun lalu

Tabel 12.Prinsip Evaluasi Stimulus Fiskal Efektif

Prinsip Penjelasan

Tepat Waktu

Ditargetkan

Sementara

Meskipun pemerintah segera memberi instruksi untuk FS,ada permasalahn yang menyebabkan penundaanpelaksanaan pencairan dana.Pengeluaran pemerintah itu sebagian besar disalurkan padaQ-4 (Grafik 26). Ini akan lebih baik jika pencairan di setiapkuartal cukup seimbang. Jadi dalam hal prinsip-prinsip tepatwaktu, stimulus fiskal Indonesia adalah kurang efektif

Proporsi terbesar dari FS adalah pengurangan pajak. Hal inibisa menstimulus output ekonomi dari investasi dan secaratidak langsung akan meningkatkan lapangan kerja dan upah.Kemudianakan ada peningkatan dalam konsumsi dan outputekonomi.Selain itu, pengeluaran besar di infrastruktur akan baikkarena meningkatkan pertumbuhan yang berkelanjutanjangka panjang dan bukan hanya jangka pendek.Dengan demikian dari prinsip-prinsip yang ditargetkan,stimulus fiskal Indonesia cukup efektif.

Sumber dana untuk stimulus fiskal berasal dari kelebihanpenggunaan anggaran (SILPA 7) tahun 2008 dan utang.Dana dari kelebihan penggunaan anggaran tidak akanmempengaruhi anggaran pemerintah berikutnya tetapipenggunaan utang, dalam jangka panjang dapatmempengaruhi defisit anggaran.Selain itu, defisit rencana anggaran tahun 2010 masih relatiftinggi (1,6% PDB) (Tabel 15). Jadi dari prinsip-prinsipsementara, stimulus fiskal di Indonesia cukup efektif

Langkah Untuk Stimulus Fiskal Indonesia

FS tidak seharusnya diberlakukansecara prematur, tertunda terlalulama, atau terdiri dari pemotonganpajak atau peningkatan pengeluaranyang akan memakan waktu terlalulama untuk dilakukan atau untukmeningkatkan produksi

Pemotongan pajak dan kenaikanbelanja harus diarahkan sehinggadapat memberikan manfaat yangbesar bagi orang-orang yang palingterkena dampak negatif dariperlambatan ekonomi

FS seharusnya tidak meningkatkandefisit anggaran dalam jangkapanjang

Page 114: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

218 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

dapat di intepretasikan dari data bulan Oktober dan Desember 2009 yang menunjukkan bahwa

hanya 52,1% dari rencana stimulus fiskal yang dapat diwujudkan. Kurangnya sosialisasi,

pengeluaran yang hemat, dan implementasi regulasi yang lambat menyebabkan rendahnya

penyerapan dari stimulus fiskal tersebut. Jadi, untuk meningkatkan efektivitas kebijakan fiskal,

diperlukan suatu konfigurasi standar prosedur operasi yang efektif dan mudah dipahami untuk

pelaksanaan kebijakan fiskal, baik di daerah maupun pusat.

Untuk menganalisis efektivitas kebijakan fiskal dalam meningkatkan kegiatan ekonomi

setelah krisis bukanlah hal yang mudah, sehingga kami mencoba untuk mengadopsi evaluasi

stimulus fiskal (FS) berdasarkan prinsip-prinsip Elmendorf dan Furman (2008) sebagai

berikut:

Grafik 25.Pengeluaran Pemerintah Triwulanan

Grafik 26.Penerimaan Pajak versus Perubahan PDB

Tabel 13.Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Anggaran Pemerintah

PeriodeJumlah Fiskal Dalam%

dari PDB

1990-1996 Rata-rata

1997-1998 Rata-rata

1999

2001-2008 Rata-rata

2009

2010 Perkiraan

0,26%

-1,45%

-2,84%

-1,16%

-1,56%

-1,59%

Jumlah Primer Dalam% dari PDB

2,05%

1,13%

1,05%

1,92%

0,12%

0,28%

Sumber: Kementrian Keuangan

0

100000

200000

300000

400000

90 92 94 96 98 00 02 04 06 08 10

Q1Q2Q3Q4

Sumber : CEIC

Trillion Rp

-

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

2003 2004 2005 2005 2007 2008 2009 2010*

Change of Tax Revenue (yoy)

Change of GDP (yoy)

Page 115: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

219Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis

4.2.3 Kebijakan Devisa

Untuk menghindari penurunan nilai tukar dari rupiah yang lebih rendah, Bank Indonesia

memperkenalkan langkah-langkah kebijakan fiskal seperti FX swap tenor yang diperluas,

mengeluarkan aturan mengenai pembelian devisa oleh bank, dll (rincian dapat dilihat pada

Appendix). Langkah-langkah kebijakan devisa cukup efektif untuk mengurangi guncangan

nilai tukar selama krisis. Walaupun nilai mata uang Rupiah melemah secara terus menerus

setelah diberlakukannya beberapa kebijakan devisa di bulan Oktober dan November 2008

dikarenakan adanya aliran modal keluar secara besar-besaran, guncangan nilai tukar menjadi

relatif lebih kecil setelah dikeluarkannya kebijakan baru.

Grafik 27Dampak dari Kebijakan Devisa

4.2.4 Kondisi Ekonomi Indonesia setelah Krisis

Banyak pekembangan yang terjadi pada ekonomi Indonesia selama 2009 dan 2010 yang

meningkatkan optimisme atas sustainabilitas proses pemulihan ekonomi. Kinerja ekonomi yang

positif mencakup peningkatan indikator-indikator resiko, kinerja di pasar saham, neraca,

penguatan Rupiah, dan pertumbuhan ekonomi yang cukup baik.

Pertumbuhan ekonomi di triwulan II pada thaun 2010 meningkat sebesar 6,17% yang

lebih tinggi 2,07% poin dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada triwulan yang sama di

tahun sebelumnya. Dari sisi permintaan, kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi

adalah permintaan domestik khususnya yang berasal dari investasi sebesar 2,35% dan konsumsi

sebesar 2,06%. Dari perspektif sektoral, kontributor terbesar adalah sektor Transportasi dan

Tabel 14. Guncangan DevisaSetelah Berlakunya Kebijakan

1 weekbefore

1 weekafter

15 October's policies 94.58 69.61 Lower

13 November's policies 349.90 244.21 Lower

16 December's policies 338.22 73.40 Lower

Std Deviation of Rp/US$FX Policies Result

- Abolishing the limit of dailybalance position of short term

foreign loan- Foreign Exchange Provision for

Domestic Corporation- The extension of FX Swap tenor

Regulation governingthe purchase ofForeign Exchangeby Banks

Prohibition ofstructured

producttransaction

8000

8500

9000

9500

10000

10500

11000

11500

12000

12500

13000

2 0 0 8

1Aug

11Aug

21Aug

31Aug

10Sep

20Sep

30Sep

10Oct

20Oct

30Oct

9Nov

19Nov

29Nov

9Des

19Des

29Des

Sumber : CEIC, diperkirakan

Page 116: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

220 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

Komunikasi (1,13%); Perdagangan, Hotel, dan Restoran (1,61%) dan sektor Manufaktur

(1,12%).

Indikasi bahwa pemulihan global berproses lebih cepat dari perkiraan telah meningkatkan

optimisme terhadap masa depan ekonomi Indonesia. Optimisme tersebut juga didukung oleh

pemulihan ekonomi domestik yang lebih cepat dan juga bertahan dari dampak krisis global.

Meningkatnya optimisme terhadap gambaran ekonomi Indonesia juga didukung oleh naiknya

peringkat Indonesia yang dilakukan oleh agen pemeringkat internasional di awal tahun 2010.

Kondisi positif ini mendukung hasil empiris dari penelitian ini dimana kebijakan moneter dan

fiskal memberikan dampak yang signifikan terhadap output.

Akan tetapi, ada beberapa tantangan untuk perkembangan ekonomi Indonesia. Dari sisi

eksternal, tantangan tersebut utamanya berhubungan dengan dampak dari strategi-strategi

negara maju dalam merespon krisis global, termasuk pelonggaran moneter dan trend ekspansi

fiskal, polarisasi tren perdagangan global dan ketimpangan yang cukup besar dalam kinerja

ekonomi global.

Dari sisi domestik, tantangan yang paling utama berkaitan dengan beberapa isu yang

dapat mengganggu efektifitas kebijakan moneter, seperti likuiditas bank yang berlebihan,

dominasi arus masuk modal jangka pendek dalam struktur arus modal masuk, potensi

penggelembungan harga aset, pasar modal yang tidak stabil, dan serangkaian permasalahan

struktural pada sektor riil.

Tabel 15. Kontribusi SektoralTerhadap Pertumbuhan PDB 2010

Tabel 16. Kontribusi dari sisi PermintaanTerhadap Pertumbuhan PDB

Q1 Q2

Pertanian 0,42 0,43Pertambangan dan Galian 0,25 0,31Manufaktur 0,97 1,12Listrik, Gas dan Air Bersih 0,06 0,04Konstruksi 0,45 0,45Perdagangan, Hotel dan Restoran 1,55 1,61Transportasi dan Komunikasi 1,02 1,13Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan 0,52 0,58Jasa 0,44 0,50

PDB 5,69 6,17

S e k t o r2010

Q1 Q22010

Permintaan

Konsumsi 1,65 2,06Investasi 2,82 2,35Ekspor (net) 1,18 0,42Ekspor 7,85 6,02Impor 6,67 5,60Statistic Discrepancy 0,04 1,34

PDB 5,69 6,17

Sumber: Bank Indonesia

Page 117: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

221Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis

V. KESIMPULAN

Indonesia telah terpengaruh oleh dampak dari tertahannya aliran modal di negara-negara

emerging ekonomi dan mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi akibat krisis keuangan

global. Paper ini telah mengidentifikasi dampak putaran pertama dan kedua dari krisis terhadap

indikator makroekonomi. Pelajaran pertama dari krisis yang terjadi baru-baru ini adalah Indonesia

sebagai negara berkembang secara jelas telah menunjukkan efektifitas dari kebijakan moneter,

fiskal, dan kebijakan sektor keuangan yang telah membantu pemulihan ekonomi Indonesia.

Indonesia dan beberapa negara Asia telah mengalami dua krisis keuangan selama 10 tahun

terakhir ini. Krisis Asia yang pertama terjadi pada tahun 1997, yang mengakibatkan reformasi

yang begitu signifikan pada kebijakan dan institusi di sektor keuangan. Namun, pada krisis

kedua di 10 tahun berikutnya yang dikenal sebagai krisis global yang terjadi di tahun 2008,

reformasi yang terjadi tergolong lebih kecil dan tidak signifikan dibandingkan krisis pertama.

Pelajaran kedua adalah kerjasama dan koordinasi yang lebih erat antar para pembuat

kebijakan sangat penting dalam mengidentifikasi dan menangani tantangan yang ditimbulkan

oleh krisis global. Selaku otoritas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan kebijakan moneter

yang akomodatif untuk mendukung pertumbuhan yang cukup moderat dengan inflasi yang

relatif rendah. Kebijakan suku bunga mulai diluncurkan pada Desember 2008 dengan maksud

untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit bank. Beberapa langkah dan kebijakan moneter

yang tidak konvensional juga telah diambil untuk mengatasi masalah likuiditas. Di sisi fiskal,

pemerintah berupaya menjaga permintaan domestik dengan beberapa stimulus fiskal dan

kebijakan perdagangan. Ada juga koordinasi antar Departemen Keuangan, Bank Sentral dan

lembaga lainnya dalam rangka mempertahankan pasar keuangan dan stabilitas makroekonomi.

Langkah-langkah kebijakan yang diambil selama krisis telah dirumuskan secara tepat

waktu dengan tujuan akhir pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan tetap menjaga

stabilitas makroekonomi di Indonesia. Berdasarkan model koreksi error, kami menyimpulkan

bahwa dalam jangka pendek perubahan GDP riil secara signifikan dipengaruhi oleh perubahan

penawaran uang riil pada kuartal ketiga sebelumnya dan pengeluaran fiskal yang riil. Ini

menunjukkan bahwa dampak kebijakan fiskal terhadap PDB relatif lebih cepat daripada kebijakan

moneter.

Merujuk pada kesimpulan dari penelitian ini, implikasi kebijakan yang harus diperhatikan

di masa depan adalah sebagai berikut:

1. Kerjasama dan koordinasi antar pembuat kebijakan dan respon yang tepat waktu sangat

penting dalam mengatasi krisis. Dengan demikian, dalam menangani krisis, kebijakan

Page 118: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

222 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

moneter tidak bisa berdiri sendiri tetapi membutuhkan koordinasi dengan kebijakan fiskal

dan kebijakan di sektor lainnya.

2. Kebijakan moneter konvensional yang efektif dalam kondisi normal dapat menjadi kurang

efektif dalam krisis karena tingginya tingkat ketidakpastian terutama tekanan yang berasal

dari luar. Dengan demikian, kebijakan moneter yang khusus memang diperlukan sebagai

respon kebijakan yang tepat waktu.

3. Sehubungan dengan kebijakan fiskal, pencairan pengeluaran pemerintah yang lebih tepat

waktu sangat penting untuk meningkatkan efektivitas kebijakan ini agar dapatmerangsang

output perekonomian.

Page 119: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

223Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis

Arifin, Syamsul, (1998), ≈Effectiveness of Interest Rate Policy for Rupiah Stability during Crisis,

Bank Indonesia Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, December 1998. (Available on

Bahasa).

Bank Indonesia, Indonesian Economic Outlook 2009-2014, ≈Global Financial Crisis dan the

Impact on Indonesian Economy∆

Enders, Walter, (2004), ≈Applied Econometric Time Series∆, John Wiley & Sons, Inc, USA

Elmendorf, Douglas dan Furman Jason, (2008), ≈If, When, How: A Primer on Fiscal Stimulus∆,

Bookings Institution, The Hamilton Project Strategy Paper

Kurniati Y, et all, (2008), ≈Sensitivity of Mainstay Export Commodities to Slowing Trading Partner

Growth dan Changing International Prices∆, Bank Indonesia Research Notes: October.

(Available on Bahasa)

Kurniati Y dan Meily Ika Permata, (2009), ≈Transmission of External Shock to Indonesian

Economy∆.Bank Indonesia Working Paper.(Available on Bahasa).

Santoso et all, (2009), ≈Impact of Contagion Risk on the Indonesian Capital Market∆.∆Bank

Indonesia Financial Stability Report No 12: March.

Simorangkir, Iskdanar dan JustinaAdamanti, (2010), ≈The Role of Fiscal Stimulus dan Monetary

Easing in Indonesian Economy during Global Financial Crisis: Financial Computable General

Equilibrium Approach∆, Presented at Call for Papers - EcoMod2010, Istanbul, July 7-10,

2010.

Yehoue, Etienne B et all, (2009), ≈ Unconventional Central Bank Measures for Emerging

Economies∆. IMF Working Paper No. 09/226

Yudo, Teguhet all, (2009), ≈The Impact Of The Global Financial Crisis On Indonesia»s Economy∆.

Centre for Strategic dan International Studies (CSIS)

Bank Indonesia (2008) Economic Report On Indonesia. Bank Indonesia Annual Publication

Bank Indonesia (2009) Economic Report On Indonesia. Bank Indonesia Annual Publication

DAFTAR PUSTAKA

Page 120: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

224 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

APPENDIX

Catatan : * dihitung menggunakan metode HP Filter yang menggunakan data tahunan PDB riil dalam miliar rupiahSumber : IFS, CEIC, Bank Indonesia dan estimasi staf

69,22

4,64

19,30

70,50

2.745,83

6,3%

BB -

5,60%

10.852

Indikator

Rasio Pinjaman terhadap Deposito Bank

Kredit macet %

Rasio Kecukupan Modal Bank

ICRG

Indeks harga Saham

Pertumbuhan PDB (yoy)

S & P Rating

Inflasi

Output Gap*

1996 1997

109,26

11,82

70,00

637,43

7,8%

5,12%

149.293

Tabel A. 1 Indikator Kunci: Mengukur Kerentanan EkonomiTerhadap Guncangan Resesi Eksternal √ 1997/98 dan 2008/09

432.04

118.01

54.74

85.26

7.10

7.70

10.49

147.51

141.18

Ω

27.49

113.69

2.8

3.3

-5.5

-

27%

13%

20%

-

-

2.4%

34.1%

32.7%

Ω

6.4%

26.3%

0.7%

0.8%

-1.3%

Indikator

PDB (nominal)

Ekspor Barang dan Jasa

Cadangan Devisa

Impor Barang dan Jasa

Rata-rata impor bulanan

Impor Bulanan Yang Terpenuhi

Saldo Rekening Koran

Total Hutang Pemerintah

Hutang Luar Negeri

Komposisi kewajiban Eksternal

Jangka Pendek

Jangka Panjang

Debt Service Payment (asing)

Keseimbangan Primer

Defisit Fiskal

1996 1997

US $ Miliar % dari PDB US $ Miliar % dari PDB

227.37

50.19

17.82

44.24

3.69

4.83

-7.80

Ω

110.17

Ω

22.03

88.14

2.82

4.55

1.73

Ω

22%

8%

19%

-

-

-3%

Ω

48%

Ω

9.7%

38.8%

1.24%

2.00%

0.76%

Page 121: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

225Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis

Table A. 2 Persamaan dan Perbedaan antara Krisis 1997/1998dan Krisis Global 2008 di Indonesia

Persamaan

Keduanya merupakan konsekuensi darikrisis ekonomi global, karena salingketergantungan ekonomi dan keuanganantara negara-negara;Dampak krisis menyebabkan turunnya nilairupiah terhadap mata uang asing;Dampak krisis akan mempengaruhi sektorekonomi yang mengakibatkan kerugianbagi masyarakat

Perbedaan

krisis 1998 adalah krisis multi dimensiantara ekonomi, politik, sosial, ideologi,pertahanan dan keamanan, sementara itukrisis global cenderung disebabkan olehkrisis keuangan dan ekonomi;krisis 1998 dimulai dari krisis mata uangBath-Thail dan sedangkan krisis globaldimulai dari akibat dari Sub-Prime Mort-gage di AmerikaSerikat;1998 Krisis ekonomi menyebabkan aksianarkis masyarakat sedangkan krisis globaltidak;krisis 1998 menyebabkan penuntutanperubahan kepemimpinan negara,sedangkan krisis global tidak;Fokus kebijakan moneter pada tahun 1998krisis adalah pengetatan, sementara dalamkrisis global adalah pengenduran.

Page 122: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

226 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

Table A. 3Kebijakan Moneter ysng Diambil Selama Krisis Keuangan 2008 - 2009

Kebijakan

Tingkat suku bunga kebijakan meningkat hingga9.25 % pada September 2008

BI Rate meningkat menjadi9,5% (Oktober danNovember2008),menurun menjadi 9,25%(Desember2008) dan kemudian menurun secarabertahap menjadi 6,75% pada bulan Juli 2009Menurunkan Reserve Requirement untuk matauang Rupiah dari 9,1% menjadi 7,5% yang terdiridari 5% cadangan primer (cadangan kas) dan 2,5%(23Oktober 2008) cadangan sekunderMenurunkan Reserve Requirement untuk matauang asing dari 3% menjadi 1% (23 Oktober 2008)

Hasil

Untuk mencegah tekanan inflasi seperti efekputaran kedua dari kenaikan harga BBM danmakanan serta harga dibarang-barang lain.Untuk mempertahankan momentum bisnis ditengah pelambatan ekonomi global sambilmenjaga stabilitas makroekonomi

Untuk menyediakan lebih banyak likuiditas rupiahdi sistem perbankan

Untuk meningkatkan ketersediaan likuiditas USDuntuk digunakan oleh bank-bank dalam transaksimereka dengan pelanggan.

Kebijakan Moneter Konvensional

Kebijakan Hasil

Kebijakan Moneter Tidak Konvensional

Mempersempit koridor suku bunga untuk StaandingDeposit Facilities (Fasbi) untuk BI Rate-200bps (dari BIRate-300bps dan mempertahankan Fasilitas Pinjaman(Repo) pada BI Rate+300bps (4 September 2008)Mempersempit koridor suku bunga untuk StandingDeposit Facilities (Fasbi) untuk BI Rate - 100 bps danFasilitas Pinjaman (Repo) untuk BI Rate + 100 bps (16September 2008)Memperpanjang periode waktu untuk operasi FineTuning dari 14 hari sampai 3 bulan (23 September 2008)Perubahan Peraturan mengenai Fasilitas Likuiditas bagiBank Umum (18 November 2008).

Fasilitas Open Standing (repo) tenor 2-14 hari (9Desember 2008)Peraturan tentang Fasilitas Likuiditas Bank PerkreditanRakyat (BPR) (10 Desember 2008)

Mempersempit koridor suku bunga untuk StandingDeposit Facilities (Fasbi) untuk BI Rate - 50 bps danFasilitas Pinjaman (Repo) untuk BI Rate + 50 bps (4Desember 2008)Open Window repo 1 bulan (FTE) (17 April 2009)

• Untuk mengurangi volatilitas yang berlebihan di pasaruang antar bank.

Untuk mengurangi tekanan berlebihan dipasar Uangantar Bank dan menjaga kecukupan likuiditas diIndustri Perbankan dengan baik.

Untuk menyediakan fleksibilitas yang lebih luas bagimanajemen likuiditas dipasar uang antar bankUntuk memperlancar pengoperasian sistempembayaran yang didukung oleh agunan bernilaitinggi dan likuidUntuk memberikan akses lebih luas kepadabankdengan menawarkan pendanaan denganhorison waktu lebih lama dibandingkan fasilitaspendanaan harian (inter day)Untuk memungkinkan agar bank yang menderitakesulitan likuiditas untuk solven dan menghindaridampak sistemikUntuk memfasilitasi kebutuhan likuiditas jangkapanjang bankUntuk memberikan kesempatan yang sama bagi bankpedesaan untuk memanfaatkan fasilitas pendanaanjika terjadi kekurangan likuiditas jangka pendekUntuk mengatasi masalah segmentasi di pasar uangantar bank

Untuk memfasilitasi kebutuhan likuiditas jangkapanjang bank

Page 123: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

227Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis

Table A. 4Kebijakan Yang Diambil Untuk Isu Kepercayaan dan Lonjakan Harga Aset

Kebijakan Bersama

Melaksanakan pembelian kembali ObligasiPemerintah dan mempersiapkan Programpembelian kembali saham perusahaan miliknegara

Memperbolehkan penggunaan alternatif teknikevaluasi surat berharga seperti arus kas terdiskontodisamping marked to market value (siaran persbersama -Bank Indonesia, Bapepam - LK danIkatan Akuntan).Memperbolehkan bank komersial untuk menukarportofolio obligasi dari kategori tersedia dandiperdagangkan ke kategori held to maturity.

Mempertahankan tingkat cadangan devisa yangcukup.

Menempatkan beberapa pembatasan short sellingdi pasar modal. Pembatasan pembelian mata uangasing tanpa mendasari transaksi hingga US $100,000 untuk mencegah terjadinya spekulasi

Melarang perdagangan pada produk bankterstruktur / produk derivatif yang memberikankesempatan bagi nasabah bank untuk membelimata uang asing termasuk deposito mata uangdana yang dapat ditarik kembali.

Hasil

Untuk mengurangi persepsi risiko yang tinggidiportofolio keuangan Indonesia yang dapatmendistorsi mekanisme transmisi kebijakanmoneter, Menteri Keuangan telah membeli kembaliObligasi senilai IDR41 miliar (US $ 3.890.000)Pemerintah menggunakan dana pemerintah direkening bank sentral.

Untuk memberikan kepercayaan pasar untuk obligasipemerintah terutama ketika tidak ada harga pasaryang tersedia.Untuk meminimalkan dampak guncangan KeuanganIndonesia dengan memberikan kesempatan kepadabank komersial untuk mengatur kategori portofolio.

Untuk mendukung rupiah dan lebih berfokus padapencegahan gerakan rupiah yang terlalu besar.

Untuk mengurangi persepsi risiko yang tinggi

Untuk mengurangi spekulasi dan volatilitas nilai tukaryang diharapkan.

Page 124: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

228 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

Table A. 5Kebijakan Devisa

Kebijakan Bersama

Menghapus batas harian posisi saldo pinjaman luarnegeri jangka pendek (13 Oktober 2008)

Penyediaan Valuta Asing untuk Korporasi Domestikmelalui Bank (15 Oktober 2008)

Perpanjangan tenor FX Swap dari maksimal 7 harimenjadi maksimal 1 bulan (15Oktober 2008)

Peraturan yang mengatur pembelian Valuta Asingoleh Bank (13 November 2008).

Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia tentangTransaksi Derivatif (larangan transaksi structuredproduct) (16 Desember 2008)

Koordinasi dengan Bank Sentral lainnya, seperti:- Penandatanganan Kesepakatan Swap Mata

Uang (BCSA) antara Bank Indonesia dan BankRakyat China (23 Maret 2009)

- Penandatanganan perjanjian untuk peningkatanjumlah Bilateral Swap Arrangements maksimumantara Jepang dan Indonesia dalam Chiang MaiInitiative (6 April 2009)

Hasil

Untuk mengurangi tekanan pembelian USD dikarenakan transfer rekening rupiah ke rekeningmata uang asing oleh nasabah asing.

Untuk meningkatkan jaminan dalam memenuhipermintaan mata uang asing oleh perusahaan-perusahaan dalam negeri

Untuk memenuhi permintaan sementara matauang USD dan dalam rangka memberikan waktupenyesuaian yang lebih panjang bagi bank/pelakupasar sebelum benar-benar menyesuaikankomposisi portofolio mereka

Untuk mendukung keseimbangan kondisi pasokandan permintaan valuta asing di pasar domestikUntuk mengakomodir tekanan yang berlebihanpada nilai tukar rupiahUntuk mengurangi pembelia nmata uang asinguntuktujuan spekulatifUntuk mendukung tindakan kehati-hatian bankmelalui Prinsip Mengenal Nasabah (KYC).

Untuk meminimalkan transaksi spekulatif valutaasing

Untuk meningkatkan perdagangan dan investasilangsung antar kedua negaraUntuk membantu menyediakan likuiditas jangkapendek untuk stabilisasi pasar keuangan danmembantu Indonesia mengatasi ketatnya likuiditasinternasional

Page 125: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

PETUNJUK PENULISAN

1. Naskah harus merupakan karya asli penulis (perorangan, kelompok atau institusi) yang tidak

melanggar hak cipta. Naskah yang dikirimkan, belum pernah diterbitkan dan tidak sedang

dikirimkan ke penerbit lain pada waktu yang bersamaan. Hak cipta atas naskah yang diterima,

TETAP menjadi hak penulis.

2. Setiap naskah yang disetujui untuk diterbitkan, akan mendapatkan kompensasi finansial

sebesar Rp 2.500.000,-.

3. Naskah dapat dikirimkan dalam bentuk softcopy (file). Sangat disarankan untuk mengirimkan

softcopy anda ke:

[email protected] (Cc. to: [email protected].)

Jika tidak memungkinkan, file tersebut dapat disimpan dalam disket atau CD dan dikirimkan

melalui pos ke alamat redaksi berikut:

BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN

Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, Bank Indonesia

Gedung B, Lt. 20, JI. M. H. Thamrin No.2

Jakarta Pusat, INDONESIA Telpon: 62-21-3818202, Fax: 62-21-3800394

4. Naskah dibatasi.+ 25 halaman berukuran A4, spasi satu (1), font Times New Roman dengan

ukuran font 12.

5. Persamaan matematis dan simbol harap ditulis dengan mempergunakan Microsoft Equation.

6. Setiap naskah harus disertai abstraksi, maksimal satu (1) halaman ukuran A4. Untuk naskah

yang ditulis dalam bahasa Indonesia, abstraksi-nya ditulis dalam Bahasa Inggris, dan

sebaliknya.

7. Naskah harus disertai dengan kata kunci (Keyword) dan dua digit nomor Klasifikasi Journal

of Economic Literature (JEL). Lihat klasifikasi JEL pada, http:// www.aeaweb.org/journal/

jel_class_system.html.

8. Naskah ditulis dengan penyusunan BAB secara konsisten sebagai berikut,

Page 126: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · Relative Effectiveness of Indonesian Policy Choices during Financial Crisis Tumpak Silalahi, Tevy Chawwa 113 151 109 135 187. ANALISIS

230 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2011

I. JUDUL BAB

I.1. Sub Bab

I.1.1. Sub Sub Bab

9. Rujukan dibuat dalam footnote (catatan kaki) dan bukan endnote.

10.Sistem referensi dibuat mengikuti aturan berikut,

a. Publikasi buku:

John E. HankeJohn E. HankeJohn E. HankeJohn E. HankeJohn E. Hanke dan Arthur G. ReitschArthur G. ReitschArthur G. ReitschArthur G. ReitschArthur G. Reitsch, (1940), Business Forecasting, PrenticeHall, New

Jersey.

b. Artikel dalam jurnal:

Rangazas, Peter.Rangazas, Peter.Rangazas, Peter.Rangazas, Peter.Rangazas, Peter. ≈Schooling and Economic Growth: A King-Rebelo Experiment with

Human Capital∆, Journal of Monetary Economics, Oktober 2000,46(2), hal. 397-416.

c. Artikel dalam buku yang diedit orang lain: Frankel, Jeffrey A.Frankel, Jeffrey A.Frankel, Jeffrey A.Frankel, Jeffrey A.Frankel, Jeffrey A. dan Rose, Andrew K.Rose, Andrew K.Rose, Andrew K.Rose, Andrew K.Rose, Andrew K.

≈Empirical Research on Nominal Exchange Rates∆, dalam Gene Grossman dan Kenneth

Rogoff, eds., Handbook of International Economics. Amsterdam: North-Holland, 1995,

hal. 397-416.

d. Kertas kerja (working papers):

Kremer, MichaelKremer, MichaelKremer, MichaelKremer, MichaelKremer, Michael dan Chen, DanielChen, DanielChen, DanielChen, DanielChen, Daniel. ≈Income Distribution Dynamics with Endogenous

Fertility∆. National Bureau of Economic Research (Cambridge, MA) Working Paper

No.7530, 2000.

e. Mimeo dan karya tak dipublikasikan: Knowles, JohnKnowles, JohnKnowles, JohnKnowles, JohnKnowles, John. ≈Can Parental Decision Explain

U.S. Income Inequality?∆, Mimeo, University of Pennsylvania, 1999.

f. Artikel dari situs WEB dan bentuk elektronik lainnya: Summers, RobertSummers, RobertSummers, RobertSummers, RobertSummers, Robert dan HestonHestonHestonHestonHeston, Alan

W. ≈Penn World Table, Version 5.6∆ http:// pwtecon.unpenn.edu/, 1997.

g. Artikel di koran, majalah dan periodicals sejenis: Begley, Sharon.Begley, Sharon.Begley, Sharon.Begley, Sharon.Begley, Sharon. ≈Killed by Kindness∆,

Newsweek, April 12, 1993, hal. 50-56.

11.Naskah harus disertai dengan biodata penulis, lengkap dengan alamat, telepon, rekening

Bank dan e-mail yang dapat dihubungi. Disarankan untuk menulis biodata dalam bentuk

CV (curriculum vitae) lengkap.