Buku Waris

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/17/2019 Buku Waris

    1/77

    1

    AYAT-AYAT WARIS

    ALLAH SWT berfirman"Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusakauntuk) anak-anakmu. Yaitu, bagian seorang anak laki-laki samadengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itusemuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka duapertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan ituseorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk duaorang ibu-bapak bagi masing-masingnya seperenam dari hartayang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak;

     jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan iadiwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapatsepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapasaudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang iabuat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. (Tentang) orang

    tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapadiantara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu.Ini adalah ketetapan dari Allah. SesungguhnyaAllah MahaMengetahui lagi Maha Bijaksana." (an-Nisa': 11)

    "Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yangditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyaianak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu

    mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudahdipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayarutangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamutinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu

  • 8/17/2019 Buku Waris

    2/77

    2

    mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapandari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yangkamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu. Jikaseseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan, yang tidakmeninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapimempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorangsaudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing darikedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutudalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat

    olehnya atau sesudah dibayar utangnya dengan tidak memberimudarat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikianitu sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah, dan Allah MahaMengetahui lagi Maha Penyantun." (an-Nisa': 12)

    "Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah).Katakanlah: 'Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah(yaitu): jika seorang meningal dunia, dan ia tidak mempunyai

    anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagisaudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yangditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai(seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyaianak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagikeduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yangmeninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara

    laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-lakisebanyak bagian dua orang saudara perempuan. Allahmenerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat.Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (an-Nisa': 176)

  • 8/17/2019 Buku Waris

    3/77

    3

    JUMLAH bagian yang telah ditentukan Al-Qur'an ada enammacam, yaitu setengah (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan(1/8), dua per tiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6).Kini mari kita kenali pembagiannya secara rinci, siapa saja ahliwaris yang termasuk ashhabul furudh dengan bagian yangberhak ia terima.

    A. Penjelasan

    Allah SWT melalui ketiga ayat tersebut --yang kesemuanyatermaktub dalam surat an-Nisa'-- menegaskan dan merinci

    nashih (bagian) setiap ahli waris yang berhak untukmenerimanya. Ayat-ayat tersebut juga dengan gamblangmenjelaskan dan merinci syarat-syarat serta keadaan orangyang berhak mendapatkan warisan dan orang-orang yang tidakberhak mendapatkannya. Selain itu, juga menjelaskan keadaansetiap ahli waris, kapan ia menerima bagiannya secara"tertentu", dan kapan pula ia menerimanya secara 'ashabah.

    Perlu kita ketahui bahwa ketiga ayat tersebut merupakan asasilmu faraid, di dalamnya berisi aturan dan tata cara yangberkenaan dengan hak dan pembagian waris secara lengkap.Oleh sebab itu, orang yang dianugerahi pengetahuan dan hafalayat-ayat tersebut akan lebih mudah mengetahui bagian setiapahli waris, sekaligus mengenali hikmah Allah Yang MahaBijaksana itu.

    Allah Yang Maha Adil tidak melalaikan dan mengabaikan haksetiap ahli waris. Bahkan dengan aturan yang sangat jelas dansempurna Dia menentukan pembagian hak setiap ahli warisdengan adil serta penuh kebijaksanaan. Maha Suci Allah. Dia

  • 8/17/2019 Buku Waris

    4/77

    4

    menerapkan hal ini dengan tujuan mewujudkan keadilan dalamkehidupan manusia, meniadakan kezaliman di kalanganmereka, menutup ruang gerak para pelaku kezaliman, sertatidak membiarkan terjadinya pengaduan yang terlontar dari hatiorang-orang yang lemah.

    Imam Qurthubi dalam tafsirnya mengungkapkan bahwa ketigaayat tersebut merupakan salah satu rukun agama, penguathukum, dan induk ayat-ayat Ilahi. Oleh karenanya faraidmemiliki martabat yang sangat agung, hingga kedudukannya

    menjadi separo ilmu. Hal ini tercermin dalam hadits berikut, dariAbdullah Ibnu Mas'ud bahwa Rasulullah saw. bersabda:

    "Pelajarilah Al-Qur'an dan ajarkanlah kepada orang lain, sertapelajarilah faraid dan ajarkanlah kepada orang lain.Sesungguhnya aku seorang yang bakal meninggal, dan ilmu inipun bakal sirna hingga akan muncul fitnah. Bahkan akan terjadidua orang yang akan berselisih dalam hal pembagian (hak yang

    mesti ia terima), namun keduanya tidak mendapati orang yangdapat menyelesaikan perselisihan tersebut. " (HR Daruquthni)

    Lebih jauh Imam Qurthubi mengatakan, "Apabila kita telahmengetahui hakikat ilmu ini, maka betapa tinggi dan agungpenguasaan para sahabat tentang masalah faraid ini. Sungguhmengagumkan pandangan mereka mengenai ilmu waris ini.

    Meskipun demikian, sangat disayangkan kebanyakan manusia(terutama pada masa kini) mengabaikan dan melecehkannya."1 Perlu kita ketahui bahwa semua kitab tentang waris yangdisusun dan ditulis oleh para ulama merupakan penjelasan danpenjabaran dari apa yang terkandung dalam ketiga ayat

  • 8/17/2019 Buku Waris

    5/77

    5

    tersebut. Yakni penjabaran kandungan ayat yang bagi kitasudah sangat jelas: membagi dan adil. Maha Suci Allah YangMaha Bijaksana dalam menetapkan hukum dan syariat-Nya.

    Di antara kita mungkin ada yang bertanya-tanya dalam hati,adakah ayat lain yang berkenaan dengan waris selain dariketiga ayat tersebut?

    Di dalam Al-Qur'an memang ada beberapa ayat yangmenyebutkan masalah hak waris bagi para kerabat (nasab),

    akan tetapi tentang besar-kecilnya hak waris yang mestiditerima mereka tidak dijelaskan secara rinci. Di antaranyaadalah firman Allah berikut:

    "Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapakdan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dariharta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit ataubanyak menurut bagian yang telah ditetaplan. " (an-Nisa': 7)

    "... Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itusebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yangbukan kerabat) di dalam Kitab Allah. Sesungguhnya Allah MahaMengetahui segala sesuatu." (al-Anfal: 75)

    "... Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu

    sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allahdaripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin,kecuali kalau kamu mau berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Adalah yang demikian itu telah tertulisdi dalam Kitab (Allah)." (al-Ahzab: 6)

  • 8/17/2019 Buku Waris

    6/77

    6

    Itulah ayat-ayat dalam Al-Qur'an yang berkenaan denganmasalah hak waris, selain dari ketiga ayat yang saya sebutkanpada awal pembahasan.

    Pada ayat kedua dan ketiga (al-Anfal: 75 dan al-Ahzab: 6)ditegaskan bahwa kerabat pewaris (sang mayit) lebih berhakuntuk mendapatkan bagian dibandingkan lainnya yang bukankerabat atau tidak mempunyai tali kekerabatan dengannya.Mereka lebih berhak daripada orang mukmin umumnya dankaum Muhajirin.

    Telah masyhur dalam sejarah permulaan datangnya Islam,bahwa pada masa itu kaum muslim saling mewarisi hartamasing-masing disebabkan hijrah dan rasa persaudaraan yangdipertemukan oleh Rasulullah saw., seperti kaum Muhajirindengan kaum Anshar. Pada permulaan datangnya Islam, kaumMuhajirin dan kaum Anshar saling mewarisi, namun justrusaudara mereka yang senasab tidak mendapatkan warisan.

    Keadaan demikian berjalan terus hingga Islam menjadi agamayang kuat, kaum muslim telah benar-benar mantapmenjalankan ajaran-ajarannya, dan kaidah-kaidah agama telahbegitu mengakar dalam hati setiap muslim. Maka setelahperistiwa penaklukan kota Mekah, Allah me-mansukh-kan(menghapuskan) hukum pewarisan yang disebabkan hijrah danpersaudaraan, dengan hukum pewarisan yang disebabkan

    nasab dan kekerabatan.

    Adapun dalam ayat pertama (an-Nisa': 7) Allah SWT dengantegas menghilangkan bentuk kezaliman yang biasa menimpadua jenis manusia lemah, yakni wanita dan anak-anak. Allah

  • 8/17/2019 Buku Waris

    7/77

    7

    SWT menyantuni keduanya dengan rahmat dan kearifan-Nyaserta dengan penuh keadilan, yakni dengan mengembalikan hakwaris mereka secara penuh. Dalam ayat tersebut Allah dengankeadilan-Nya memberikan hak waris secara imbang, tanpamembedakan antara yang kecil dan yang besar, laki-lakiataupun wanita. Juga tanpa membedakan bagian mereka yangbanyak maupun sedikit, maupun pewaris itu rela atau tidak rela,yang pasti hak waris telah Allah tetapkan bagi kerabat pewariskarena hubungan nasab. Sementara di sisi lain Allahmembatalkan hak saling mewarisi di antara kaum muslim yang

    disebabkan persaudaraan dan hijrah. Meskipun demikian, ayattersebut tidaklah secara rinci dan detail menjelaskan jumlahbesar-kecilnya hak waris para kerabat. Jika kita pakai istilahdalam ushul fiqh ayat ini disebut mujmal (global), sedangkanrinciannya terdapat dalam ayat-ayat yang saya nukilkanterdahulu (an-Nisa': 11-12 dan 176).

    Masih tentang kajian ayat-ayat tersebut, mungkin ada di antara

    kita yang bertanya-tanya dalam hati, mengapa bagian kaumlaki-laki dua kali lipat bagian kaum wanita, padahal kaumwanita jauh lebih banyak membutuhkannya, karena di sampingmemang lemah, mereka juga sangat membutuhkan bantuanbaik moril maupun materiil?

    Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu saya utarakan

    beberapa hikmah adanya syariat yang telah Allah tetapkan bagikaum muslim, di antaranya sebagai berikut:

    1. Kaum wanita selalu harus terpenuhi kebutuhan dankeperluannya, dan dalam hal nafkahnya kaum wanita wajib

  • 8/17/2019 Buku Waris

    8/77

    8

    diberi oleh ayahnya, saudara laki-lakinya, anaknya, atausiapa saja yang mampu di antara kaum laki-laki kerabatnya.

    2. Kaum wanita tidak diwajibkan memberi nafkah kepada siapapun di dunia ini. Sebaliknya, kaum lelakilah yangmempunyai kewajiban untuk memberi nafkah kepadakeluarga dan kerabatnya, serta siapa saja yang diwajibkanatasnya untuk memberi nafkah dari kerabatnya.

    3. Nafkah (pengeluaran) kaum laki-laki jauh lebih besardibandingkan kaum wanita. Dengan demikian, kebutuhankaum laki-laki untuk mendapatkan dan memiliki harta jauh

    lebih besar dan banyak dibandingkan kaum wanita.4. Kaum laki-laki diwajibkan untuk membayar mahar kepada

    istrinya, menyediakan tempat tinggal baginya, memberinyamakan, minum, dan sandang. Dan ketika telah dikaruniaianak, ia berkewajiban untuk memberinya sandang, pangan,dan papan.

    5. Kebutuhan pendidikan anak, pengobatan jika anak sakit(termasuk istri) dan lainnya, seluruhnya dibebankan hanya

    pada pundak kaum laki-laki. Sementara kaum wanitatidaklah demikian.

    Itulah beberapa hikmah dari sekian banyak hikmah yangterkandung dalam perbedaan pembagian antara kaum laki-laki --dua kali lebih besar-- dan kaum wanita. Kalau saja tidakkarena rasa takut membosankan, ingin sekali saya sebutkan

    hikmah-hikmah tersebut sebanyak mungkin. Secara logika,siapa pun yang memiliki tanggung jawab besar --hingga harusmengeluarkan pembiayaan lebih banyak-- maka dialah yanglebih berhak untuk mendapatkan bagian yang lebih besar pula.Kendatipun hukum Islam telah menetapkan bahwa bagian kaum

  • 8/17/2019 Buku Waris

    9/77

    9

    laki-laki dua kali lipat lebih besar daripada bagian kaum wanita,Islam telah menyelimuti kaum wanita dengan rahmat dankeutamaannya, berupa memberikan hak waris kepada kaumwanita melebihi apa yang digambarkan. Dengan demikian,tampak secara jelas bahwa kaum wanita justru lebih banyakmengenyam kenikmatan dan lebih enak dibandingkan kaumlaki-laki. Sebab, kaum wanita sama-sama menerima hak warissebagaimana halnya kaum laki-laki, namun mereka tidakterbebani dan tidak berkewajiban untuk menanggung nafkahkeluarga. Artinya, kaum wanita berhak untuk mendapatkan hak

    waris, tetapi tidak memiliki kewajiban untuk mengeluarkannafkah.

    Syariat Islam tidak mewajibkan kaum wanita untukmembelanjakan harta miliknya meski sedikit, baik untukkeperluan dirinya atau keperluan anak-anaknya (keluarganya),selama masih ada suaminya. Ketentuan ini tetap berlakusekalipun wanita tersebut kaya raya dan hidup dalam

    kemewahan. Sebab, suamilah yang berkewajiban membiayaisemua nafkah dan kebutuhan keluarganya, khususnya dalamhal sandang, pangan, dan papan. Hal ini sebagaimanaditegaskan dalam firman-Nya:

    "... Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepadapara ibu dengan cara yang ma'ruf ..." (al-Baqarah: 233)

    Untuk lebih menjelaskan permasalahan tersebut perlu sayaketengahkan satu contoh kasus supaya hikmah Allah dalammenetapkan hukum-hukum-Nya akan terasa lebih jelas dannyata. Contoh yang dimaksud di sini ialah tentang pembagian

  • 8/17/2019 Buku Waris

    10/77

    10

    hak kaum laki-laki yang banyaknya dua kali lipat dari bagiankaum wanita.

    Seseorang meninggal dan mempunyai dua orang anak, satulaki-laki dan satu perempuan. Ternyata orang tersebutmeninggalkan harta, misalnya sebanyak Rp 3 juta. Maka,menurut ketetapan syariat Islam, laki-laki mendapatkan Rp 2

     juta sedangkan anak perempuan mendapatkan Rp 1 juta.

    Apabila anak laki-laki tersebut telah dewasa dan layak untuk

    menikah, maka ia berkewajiban untuk membayar mahar dansemua keperluan pesta pernikahannya. Misalnya, iamengeluarkan semua pembiayaan keperluan pesta pernikahanitu sebesar Rp 20 juta. Dengan demikian, uang yang ia terimadari warisan orang tuanya tidak tersisa. Padahal, setelahmenikah ia mempunyai beban tanggung jawab memberi nafkahistrinya.

    Adapun anak perempuan, apabila ia telah dewasa dan layakuntuk berumah tangga, dialah yang mendapatkan mahar daricalon suaminya. Kita misalkan saja mahar itu sebesar Rp 1 juta.Maka anak perempuan itu telah memiliki uang sebanyak Rp 2

     juta (satu juta dari harta warisan dan satu juta lagi dari maharpemberian calon suaminya). Sementara itu, sebagai istri ia tidakdibebani tanggung jawab untuk membiayai kebutuhan nafkah

    rumah tangganya, sekalipun ia memiliki harta yang banyak danhidup dalam kemewahan. Sebab dalam Islam kaum laki-lakilahyang berkewajiban memberi nafkah istrinya, baik berupasandang, pangan, dan papan. Jadi, harta warisan anak

  • 8/17/2019 Buku Waris

    11/77

    11

    perempuan semakin bertambah, sedangkan harta warisan anaklaki-laki habis.

    Dalam keadaan seperti ini manakah di antara kaum laki-laki dankaum wanita yang lebih banyak menikmati harta dan lebihberbahagia keadaannya? Laki-laki ataukah wanita? Inilah logikakeadilan dalam agama, sehingga pembagian hak laki-laki duakali lipat lebih besar daripada hak kaum wanita.1 Tafsir al-Qurthubi, juz V, hlm. 56.

    B. Hak Waris Kaum Wanita sebelum IslamSebelum Islam datang, kaum wanita sama sekali tidakmempunyai hak untuk menerima warisan dari peninggalanpewaris (orang tua ataupun kerabatnya). Dengan dalih bahwakaum wanita tidak dapat ikut berperang membela kaum dansukunya. Bangsa Arab jahiliah dengan tegas menyatakan,"Bagaimana mungkin kami memberikan warisan (hartapeninggalan) kepada orang yang tidak bisa dan tidak pernah

    menunggang kuda, tidak mampu memanggul senjata, sertatidak pula berperang melawan musuh." Mereka mengharamkankaum wanita menerima harta warisan, sebagaimana merekamengharamkannya kepada anak-anak kecil.

    Sangat jelas bagi kita bahwa sebelum Islam datang bangsa Arabmemperlakukan kaum wanita secara zalim. Mereka tidak

    memberikan hak waris kepada kaum wanita dan anak-anak,baik dari harta peninggalan ayah, suami, maupun kerabatmereka. Barulah setelah Islam datang ada ketetapan syariatyang memberi mereka hak untuk mewarisi harta peninggalankerabat, ayah, atau suami mereka dengan penuh kemuliaan,

  • 8/17/2019 Buku Waris

    12/77

    12

    tanpa direndahkan. Islam memberi mereka hak waris, tanpaboleh siapa pun mengusik dan menentangnya. Inilah ketetapanyang telah Allah pastikan dalam syariat-Nya sebagai keharusanyang tidak dapat diubah.

    Ketika turun wahyu kepada Rasulullah saw. --berupa ayat-ayattentang waris-- kalangan bangsa Arab pada saat itu merasatidak puas dan keberatan. Mereka sangat berharap kalau sajahukum yang tercantum dalam ayat tersebut dapat dihapus(mansukh). Sebab menurut anggapan mereka, memberi

    warisan kepada kaum wanita dan anak-anak sangatbertentangan dengan kebiasaan dan adat yang telah lamamereka amalkan sebagai ajaran dari nenek moyang.

    Ibnu Jarir ath-Thabari meriwayatkan sebuah kisah yangbersumber dari Abdullah Ibnu Abbas r.a.. Ia berkata: "Ketikaayat-ayat yang menetapkan tentang warisan diturunkan Allahkepada RasulNya --yang mewajibkan agar memberikan hak

    waris kepada laki-laki, wanita, anak-anak, kedua orang tua,suami, dan istri-- sebagian bangsa Arab merasa kurang senangterhadap ketetapan tersebut. Dengan nada keheranan sambilmencibirkan mereka mengatakan: 'Haruskah memberiseperempat bagian kepada kaum wanita (istri) atauseperdelapan.' Memberikan anak perempuan setengah bagianharta peninggalan? Juga haruskah memberikan warisan kepada

    anak-anak ingusan? Padahal mereka tidak ada yang dapatmemanggul senjata untuk berperang melawan musuh, dan tidakpula dapat andil membela kaum kerabatnya. Sebaiknya kitatidak perlu membicarakan hukum tersebut. Semoga sajaRasulullah melalaikan dan mengabaikannya, atau kita meminta

  • 8/17/2019 Buku Waris

    13/77

    13

    kepada beliau agar berkenan untuk mengubahnya.' Sebagiandari mereka berkata kepada Rasulullah: 'Wahai Rasulullah,haruskah kami memberikan warisan kepada anak kecil yangmasih ingusan? Padahal kami tidak dapat memanfaatkanmereka sama sekali. Dan haruskah kami memberikan hak wariskepada anak-anak perempuan kami, padahal mereka tidakdapat menunggang kuda dan memanggul senjata untuk ikutberperang melawan musuh?'"

    Inilah salah satu bentuk nyata ajaran syariat Islam dalam

    menyantuni kaum wanita; Islam telah mampu melepaskankaum wanita dari kungkungan kezaliman zaman. Islammemberikan hak waris kepada kaum wanita yang sebelumnyatidak memiliki hak seperti itu, bahkan telah menetapkan merekasebagai ashhabul furudh (kewajiban yang telah Allah tetapkanbagian warisannya). Kendatipun demikian, dewasa ini masihsaja kita jumpai pemikiran yang kotor yang sengajadisebarluaskan oleh orang-orang yang berhati buruk. Mereka

    beranggapan bahwa Islam telah menzalimi kaum wanita dalamhal hak waris, karena hanya memberikan separo dari hak kaumlaki-laki.

    Anggapan mereka semata-mata dimaksudkan untukmemperdaya kaum wanita tentang hak yang mereka terima.Mereka berpura-pura akan menghilangkan kezaliman yang

    menimpa kaum wanita dengan cara menyamakan hak kaumwanita dengan hak kaum laki-laki dalam hal penerimaanwarisan.

  • 8/17/2019 Buku Waris

    14/77

    14

    Mereka yang memiliki anggapan demikian sama halnyamenghasut kaum wanita agar mereka menjadi pembangkangdan pemberontak dengan menolak ajaran dan aturan hukumdalam syariat Islam. Sehingga pada akhirnya kaum wanita akanmenuntut persamaan hak penerimaan warisan yang sama danseimbang dengan kaum laki-laki.

    Yang sangat mengherankan dan sulit dicerna akal sehat ialahbahwa mereka yang berpura-pura prihatin tentang hak wariskaum wanita, justru mereka sendiri sangat bakhil terhadap

    kaum wanita dalam hal memberi nafkah. Subhanallah! Sebagaibukti, mereka bahkan menyuruh kaum wanita untuk bekerjademi menghidupi diri mereka, di antara mereka bekerja diladang, di kantor, di tempat hiburan, bar, kelab malam, dansebagainya.

    Corak pemikiran seperti ini dapat dipastikan merupakanhembusan dari Barat yang banyak diikuti oleh orang-orang yang

    teperdaya oleh kedustaan mereka. Kultur seperti itu tidakmenghormati kaum wanita, bahkan tidak menempatkan merekapada timbangan yang adil. Budaya mereka memandang kaumwanita tidak lebih sebagai pemuas syahwat. Mereka sangatbakhil dalam memberikan nafkah kepada kaum wanita, danmengharamkan wanita untuk mengatur harta miliknya sendiri,kecuali dengan seizin kaum laki-laki (suaminya). Lebih dari itu,

    budaya mereka mengharuskan kaum wanita bekerja gunamembiayai hidupnya. Kendatipun telah nyata demikian, merekamasih menuduh bahwa Islam telah menzalimi dan membekukanhak wanita.

  • 8/17/2019 Buku Waris

    15/77

    15

    C. Asbabun Nuzul Ayat-ayat Waris

    Banyak riwayat yang mengisahkan tentang sebab turunnyaayat-ayat waris, di antaranya yang diriwayatkan oleh ImamBukhari dan Imam Muslim. Suatu ketika istri Sa'ad bin ar-Rabi'datang menghadap Rasulullah saw. dengan membawa keduaorang putrinya. Ia berkata, "Wahai Rasulullah, kedua putri iniadalah anak Sa'ad bin ar-Rabi' yang telah meninggal sebagaisyuhada ketika Perang Uhud. Tetapi paman kedua putri Sa'adini telah mengambil seluruh harta peninggalan Sa'ad, tanpameninggalkan barang sedikit pun bagi keduanya." Kemudian

    Rasulullah saw. bersabda, "Semoga Allah segera memutuskanperkara ini." Maka turunlah ayat tentang waris yaitu (an-Nisa':11).

    Rasulullah saw. kemudian mengutus seseorang kepada pamankedua putri Sa'ad dan memerintahkan kepadanya agarmemberikan dua per tiga harta peninggalan Sa'ad kepadakedua putri itu. Sedangkan ibu mereka (istri Sa'ad) mendapat

    bagian seperdelapan, dan sisanya menjadi bagian saudarakandung Sa'ad.

    Dalam riwayat lain, yang dikeluarkan oleh Imam ath-Thabari,dikisahkan bahwa Abdurrahman bin Tsabit wafat danmeninggalkan seorang istri dan lima saudara perempuan.Namun, seluruh harta peninggalan Abdurrahman bin Tsabit

    dikuasai dan direbut oleh kaum laki-laki dari kerabatnya. UmmuKahhah (istri Abdurrahman) lalu mengadukan masalah inikepada Nabi saw., maka turunlah ayat waris sebagai jawabanpersoalan itu.

  • 8/17/2019 Buku Waris

    16/77

    16

    Masih ada sederetan riwayat sahih yang mengisahkan tentangsebab turunnya ayat waris ini. Semua riwayat tersebut tidakada yang menyimpang dari inti permasalahan, artinya bahwaturunnya ayat waris sebagai penjelasan dan ketetapan Allahdisebabkan pada waktu itu kaum wanita tidak mendapat bagianharta warisan.

    D. Kajian terhadap Ayat-ayat Waris

    Pertama:Firman Allah yang artinya "bagian seorang anak lelaki sama

    dengan bagian dua orang anak perempuan," menunjukkanhukum-hukum sebagai berikut:1. Apabila pewaris (orang yang meninggal) hanya mempunyai

    seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan, makaharta peninggalannya dibagi untuk keduanya. Anak laki-lakimendapat dua bagian, sedangkan anak perempuan satubagian.

    2. Apabila ahli waris berjumlah banyak, terdiri dari anak laki-

    laki dan anak perempuan, maka bagian untuk laki-laki duakali lipat bagian anak perempuan.

    3. Apabila bersama anak (sebagai ahli waris) ada jugaashhabul furudh, seperti suami atau istri, ayah atau ibu,maka yang harus diberi terlebih dahulu adalah ashhabulfurudh. Setelah itu barulah sisa harta peninggalan yang adadibagikan kepada anak. Bagi anak laki-laki dua bagian,

    sedangkan bagi anak perempuan satu bagian.4. Apabila pewaris hanya meninggalkan satu anak laki-laki,maka anak tersebut mewarisi seluruh harta peninggalan.Meskipun ayat yang ada tidak secara sharih (tegas)menyatakan demikian, namun pemahaman seperti ini dapat

  • 8/17/2019 Buku Waris

    17/77

    17

    diketahui dari kedua ayat yang ada. Bunyi penggalan ayatyang dikutip sebelumnya (Butir 1) rnenunjukkan bahwabagian laki-laki adalah dua kali lipat bagian anakperempuan. Kemudian dilanjutkan dengan kalimat (artinya)"jika anak perempuan itu seorang saja, maka iamemperoleh separo harta". Dari kedua penggalan ayat itudapat ditarik kesimpulan bahwa bila ahli waris hanya terdiridari seorang anak laki-laki, maka ia mendapatkan seluruhharta peninggalan pewaris.

    5. Adapun bagian keturunan dari anak laki-laki (cucu pewaris),

     jumlah bagian mereka sama seperti anak, apabila sang anaktidak ada (misalnya meninggal terlebih dahulu). Sebabpenggalan ayat (artinya) "Allah mensyariatkan bagimutentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu",mencakup keturunan anak kandung. Inilah ketetapan yangtelah menjadi ijma'.

    Kedua:

    Hukum bagian kedua orang tua. Firman Allah (artinya): "Danuntuk dua orang ibu-hapak, bagi masing-masingnya seperenamdari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itumempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyaianak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunyamendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyaibeberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam."

    Penggalan ayat ini menunjukkan hukum-hukum sebagaiberikut:1.

     

    Ayah dan ibu masing-masing mendapatkan seperenambagian apabila yang meninggal mempunyai keturunan.

  • 8/17/2019 Buku Waris

    18/77

    18

    2. Apabila pewaris tidak mempunyai keturunan, maka ibunyamendapat bagian sepertiga dari harta yang ditinggalkan.Sedangkan sisanya, yakni dua per tiga menjadi bagianayah. Hal ini dapat dipahami dari redaksi ayat yang hanyamenyebutkan bagian ibu, yaitu sepertiga, sedangkan bagianayah tidak disebutkan. Jadi, pengertiannya, sisanyamerupakan bagian ayah.

    3. Jika selain kedua orang tua, pewaris mempunyai saudara(dua orang atau lebih), maka ibunya mendapat seperenambagian. Sedangkan ayah mendapatkan lima per enamnya.

    Adapun saudara-saudara itu tidaklah mendapat bagian hartawaris dikarenakan adanya bapak, yang dalam aturan hukumwaris dalam Islam dinyatakan sebagai hajib (penghalang).Jika misalnya muncul pertanyaan apa hikmah daripenghalangan saudara pewaris terhadap ibu mereka --artinya bila tanpa adanya saudara (dua orang atau lebih)ibu mendapat sepertiga bagian, sedangkan jika ada saudarakandung pewaris ibu hanya mendapatkan seperenam

    bagian? Jawabannya, hikmah adanya hajib tersebutdikarenakan ayahlah yang menjadi wali dalam pernikahanmereka, dan wajib memberi nafkah mereka. Sedangkan ibutidaklah demikian. Jadi, kebutuhannya terhadap harta lebihbesar dan lebih banyak dibandingkan ibu, yang memangtidak memiliki kewajiban untuk membiayai kehidupanmereka.

    Ketiga:Utang orang yang meninggal lebih didahulukan daripada wasiat.Firman Allah (artinya) "sesudah dipenuhi wasiat yang ia buatatau (dan) sesudah dibayar utangnya." Secara zhahir wasiat

  • 8/17/2019 Buku Waris

    19/77

    19

    harus didahulukan ketimbang membayar utang orang yangmeninggal. Namun, secara hakiki, utanglah yang mesti terlebihdahulu ditunaikan. Jadi, utang-utang pewaris terlebih dahuluditunaikan, kemudian barulah melaksanakan wasiat bilamemang ia berwasiat sebelum meninggal. Inilah yangdiamalkan Rasulullah saw..Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib: "Sesungguhnya kalian telahmembaca firman Allah [tulisan Arab] dan Rasulullah telahmenetapkan dengan menunaikan utang-utang orang yangmeninggal, lalu barulah melaksanakan wasiatnya."

    Hikmah mendahulukan pembayaran utang dibandingkanmelaksanakan wasiat adalah karena utang merupakankeharusan yang tetap ada pada pundak orang yang utang, baikketika ia masih hidup ataupun sesudah mati. Selain itu, utangtersebut akan tetap dituntut oleh orang yang mempiutanginya,sehingga bila yang berutang meninggal, yang mempiutangiakan menuntut para ahli warisnya.Sedangkan wasiat hanyalah suatu amalan sunnah yang

    dianjurkan, kalaupun tidak ditunaikan tidak akan ada orangyang menuntutnya. Di sisi lain, agar manusia tidak melecehkanwasiat dan jiwa manusia tidak menjadi kikir (khususnya paraahli waris), maka Allah SWT mendahulukan penyebutannya.

    Keempat:Firman Allah (artinya) "orang tuamu dan anak-anakmu, kamu

    tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat(banyak) manfaatnya bagimu." Penggalan ayat ini dengan tegasmemberi isyarat bahwa Allah yang berkompeten dan palingberhak untuk mengatur pembagian harta warisan. Hal ini tidakdiserahkan kepada manusia, siapa pun orangnya, cara ataupun

  • 8/17/2019 Buku Waris

    20/77

    20

    aturan pembagiannya, karena bagaimanapun bentuk usahamanusia untuk mewujudkan keadilan tidaklah akan mampumelaksanakannya secara sempurna. Bahkan tidak akan dapatmerealisasikan pembagian yang adil seperti yang telahditetapkan dalam ayat-ayat Allah.Manusia tidak akan tahu manakah di antara orang tua dan anakyang lebih dekat atau lebih besar kemanfaatannya terhadapseseorang, tetapi Allah, Maha Suci Dzat-Nya, Maha Bijaksanalagi Maha Mengetahui. Pembagian yang ditentukan-Nya pastiadil. Bila demikian, siapakah yang dapat membuat aturan dan

    undang-undang yang lebih baik, lebih adil, dan lebih relevanbagi umat manusia dan kemanusiaan selain Allah?

    Kelima:Firman Allah (artinya) "Dan bagimu (suami-suami) seperduadari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidakmempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, makakamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya

    sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudahdibayar utangnya. Para istri memperoleh seperempat hartayang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jikakamu mempunyai anak, maka para istri memperolehseperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhiwasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu." Penggalan ayat tersebut menjelaskan tentang hukum

    waris bagi suami dan istri. Bagi suami atau istri masing-masingmempunyai dua cara pembagian.

  • 8/17/2019 Buku Waris

    21/77

    21

    Bagian suami:1.  Apabila seorang istri meninggal dan tidak mempunyai

    keturunan (anak), maka suami mendapat bagian separodari harta yang ditinggalkan istrinya.

    2.  Apabila seorang istri meninggal dan ia mempunyaiketurunan (anak), maka suami mendapat bagianseperempat dari harta yang ditinggalkan.

    Bagian istri:1.  Apabila seorang suami meninggal dan dia tidak

    mempunyai anak (keturunan), maka bagian istri adalah

    seperempat.2.  Apabila seorang suami meninggal dan dia mempunyai

    anak (keturunan), maka istri mendapat bagianseperdelapan.

    Keenam:Hukum yang berkenaan dengan hak waris saudara laki-laki atausaudara perempuan seibu. Firman-Nya (artinya): "Jika

    seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan, yang tidakmeninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapimempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorangsaudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing darikedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutudalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat

    olehnya atau sesudah dibayar utangnya dengan tidak memberimudarat (kepada ahli waris). "

    Yang dimaksud ikhwah (saudara) dalam penggalan ayat ini (an-Nisa': 12) adalah saudara laki-laki atau saudara perempuan

  • 8/17/2019 Buku Waris

    22/77

    22

    "seibu lain ayah". Jadi, tidak mencakup saudara kandung dantidak pula saudara laki-laki atau saudara perempuan "seayahlain ibu". Pengertian inilah yang disepakati oleh ulama.

    Adapun yang dijadikan dalil oleh ulama ialah bahwa Allah SWTtelah menjelaskan --dalam firman-Nya-- tentang hak warissaudara dari pewaris sebanyak dua kali. Yang pertama dalamayat ini, dan yang kedua pada akhir surat an-Nisa'. Dalam ayatyang disebut terakhir ini, bagi satu saudara mendapatseperenam bagian, sedangkan bila jumlah saudaranya banyak

    maka mendapatkan sepertiga dari harta peninggalan dan dibagisecara rata.

    Sementara itu, ayat akhir surat an-Nisa' menjelaskan bahwasaudara perempuan, jika sendirian, mendapat separo hartapeninggalan, sedangkan bila dua atau lebih ia mendapat bagiandua per tiga. Oleh karenanya, pengertian istilah ikhwah dalamayat ini harus dibedakan dengan pengertian ikhwah yang

    terdapat dalam ayat akhir surat an-Nisa' untuk meniadakanpertentangan antara dua ayat.

    Sementara itu, karena saudara kandung atau saudara seayahkedudukannya lebih dekat --dalam urutan nasab-- dibandingkansaudara seibu, maka Allah menetapkan bagian keduanya lebihbesar dibandingkan saudara seibu. Dengan demikian, dapat

    dipastikan bahwa pengertian kata ikhwah dalam ayat tersebut(an-Nisa': 12) adalah 'saudara seibu', sedangkan untuk katayang sama di dalam akhir surat an-Nisa' memiliki pengertian'saudara kandung' atau 'saudara seayah'.

  • 8/17/2019 Buku Waris

    23/77

    23

    Rincian Beberapa Keadaan Bagian Saudara Seibu

    A.  Apabila seseorang meninggal dan mempunyai satu orangsaudara laki-laki seibu atau satu orang saudaraperempuan seibu, maka bagian yang diperolehnya adalahseperenam.

    B.  Jika yang meninggal mempunyai saudara seibu dua orangatau lebih, mereka mendapatkan dua per tiga bagian dandibagi secara rata. Sebab yang zhahir dari firman-Nya[tulisan Arab] menunjukkan adanya keharusan untukdibagi dengan rata sama besar-kecilnya. Jadi, saudara

    laki-laki mendapat bagian yang sama dengan bagiansaudara perempuan.

    Makna Kalaalah

    Pengertian kalaalah ialah seseorang meninggal tanpa memilikiayah ataupun keturunan; atau dengan kata lain dia tidakmempunyai pokok dan cabang. Kata kalaalah diambil dari kataal-kalla yang bermakna 'lemah'. Kata ini misalnya digunakan

    dalam kalimat kalla ar-rajulu, yang artinya 'apabila orang itulemah dan hilang kekuatannya'.

    Ulama sepakat (ijma') bahwa kalaalah ialah seseorang yangmati namun tidak mempunyai ayah dan tidak memilikiketurunan. Diriwayatkan dari Abu Bakar ash-Shiddiq r.a., iaberkata: "Saya mempunyai pendapat mengenai kalaalah.

    Apabila pendapat saya ini benar maka hanyalah dari Allahsemata dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Adapun bila pendapat inisalah, maka karena dariku dan dari setan, dan Allah terbebasdari kekeliruan tersebut. Menurut saya, Kalaalah adalah orangyang meninggal yang tidak mempunyai ayah dan anak. "

  • 8/17/2019 Buku Waris

    24/77

    24

    Ketujuh:Firman Allah (artinya) "sesudah dipenuhi wasiat yang dibuatolehnya atau sudah dibayar utangnya dengan tidak membebanimudarat (kepada ahli waris)". Ayat tersebut menunjukkandengan tegas bahwa apabila wasiat dan utang nyata-nyatamengandung kemudaratan, maka wajib untuk tidakdilaksanakan. Dampak negatif mengenai wasiat yangdimaksudkan di sini, misalnya, seseorang yang berwasiat untukmenyedekahkan hartanya lebih dari sepertiga. Sedangkan utangyang dimaksud berdampak negatif, misalnya seseorang yang

    mengakui mempunyai utang padahal sebenamya ia tidakberutang. Jadi, baik wasiat atau utang yang dapat menimbulkanmudarat (berdampak negatif) pada ahli waris tidak wajibdilaksanakan.

    Hukum Keadaan Saudara Kandung atau Seayah

    Firman Allah SWT dalam surat an-Nisa': 176 mengisyaratkanadanya beberapa keadaan tentang bagian saudara kandung

    atau saudara seayah.A.  Apabila seseorang meninggal dan hanya mempunyai satu

    orang saudara kandung perempuan ataupun seayah,maka ahli waris mendapat separo harta peninggalan, bilaternyata pewaris (yang meninggal) tidak mempunyaiayah atau anak.

    B.  Apabila pewaris mempunyai dua orang saudara kandung

    perempuan atau seayah ke atas, dan tidak mempunyaiayah atau anak, maka bagian ahli waris adalah dua pertiga dibagi secara rata.

    C.  Apabila pewaris mempunyai banyak saudara kandunglaki-laki dan saudara kandung perempuan atau seayah,

  • 8/17/2019 Buku Waris

    25/77

    25

    maka bagi ahli waris yang laki-laki mendapatkan dua kalibagian saudara perempuan.

    Apabila seorang saudara kandung perempuan meninggal, dan iatidak mempunyai ayah atau anak, maka seluruh hartapeninggalannya menjadi bagian saudara kandung laki-lakinya.Apabila saudara kandungnya banyak --lebih dari satu-- makadibagi secara rata sesuai jumlah kepala. Begitulah hukum bagisaudara seayah, jika ternyata tidak ada saudara laki-laki yangsekandung atau saudara perempuan yang sekandung.

    WARIS DALAM PANDANGAN ISLAM

    SYARIAT Islam menetapkan aturan waris dengan bentuk yangsangat teratur dan adil. Di dalamnya ditetapkan hakkepemilikan harta bagi setiap manusia, baik laki-laki maupunperempuan dengan cara yang legal. Syariat Islam juga

    menetapkan hak pemindahan kepemilikan seseorang sesudahmeninggal dunia kepada ahli warisnya, dari seluruh kerabat dannasabnya, tanpa membedakan antara laki-laki dan perempuan,besar atau kecil.

    Al-Qur'an menjelaskan dan merinci secara detail hukum-hukumyang berkaitan dengan hak kewarisan tanpa mengabaikan hakseorang pun. Bagian yang harus diterima semuanya dijelaskan

    sesuai kedudukan nasab terhadap pewaris, apakah dia sebagaianak, ayah, istri, suami, kakek, ibu, paman, cucu, atau bahkanhanya sebatas saudara seayah atau seibu.

  • 8/17/2019 Buku Waris

    26/77

    26

    Oleh karena itu, Al-Qur'an merupakan acuan utama hukum danpenentuan pembagian waris, sedangkan ketetapan tentangkewarisan yang diambil dari hadits Rasulullah saw. dan ijma'para ulama sangat sedikit. Dapat dikatakan bahwa dalamhukum dan syariat Islam sedikit sekali ayat Al-Qur'an yangmerinci suatu hukum secara detail dan rinci, kecuali hukumwaris ini. Hal demikian disebabkan kewarisan merupakan salahsatu bentuk kepemilikan yang legal dan dibenarkan AlIah SWT.Di samping bahwa harta merupakan tonggak penegakkehidupan baik bagi individu maupun kelompok masyarakat.

    A. Definisi Waris

    Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif)dari kata waritsa-yaritsu-irtsan-miiraatsan. Maknanya menurutbahasa ialah 'berpindahnya sesuatu dari seseorang kepadaorang lain', atau dari suatu kaum kepada kaum lain.Pengertian menurut bahasa ini tidaklah terbatas hanya padahal-hal yang berkaitan dengan harta, tetapi mencakup harta

    benda dan non harta benda. Ayat-ayat Al-Qur'an banyakmenegaskan hal ini, demikian pula sabda Rasulullah saw.. Diantaranya Allah berfirman:

    "Dan Sulaiman telah mewarisi Daud ..." (an-Naml: 16)"... Dan Kami adalah pewarisnya." (al-Qashash: 58)Selain itu kita dapati dalam hadits Nabi saw.:

    'Ulama adalah ahli waris para nabi'.

    Sedangkan makna al-miirats menurut istilah yang dikenal paraulama ialah berpindahnya hak kepemilikan dari orang yangmeninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang

  • 8/17/2019 Buku Waris

    27/77

    27

    ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yangberupa hak milik legal secara syar'i.

    Pengertian Peninggalan

    Pengertian peninggalan yang dikenal di kalangan fuqaha ialahsegala sesuatu yang ditinggalkan pewaris, baik berupa harta(uang) atau lainnya. Jadi, pada prinsipnya segala sesuatu yangditinggalkan oleh orang yang meninggal dinyatakan sebagaipeninggalan. Termasuk di dalamnya bersangkutan denganutang piutang, baik utang piutang itu berkaitan dengan pokok

    hartanya (seperti harta yang berstatus gadai), atau utangpiutang yang berkaitan dengan kewajiban pribadi yang mestiditunaikan (misalnya pembayaran kredit atau mahar yangbelum diberikan kepada istrinya).

    Hak-hak yang Berkaitan dengan Harta Peninggalan

    Dari sederetan hak yang harus ditunaikan yang ada kaitannyadengan harta peninggalan adalah:

    1.  Semua keperluan dan pembiayaan pemakaman pewarishendaknya menggunakan harta miliknya, dengan catatantidak boleh berlebihan. Keperluan-keperluan pemakamantersebut menyangkut segala sesuatu yang dibutuhkanmayit, sejak wafatnya hingga pemakamannya. Diantaranya, biaya memandikan, pembelian kain kafan,biaya pemakaman, dan sebagainya hingga mayit sampai di

    tempat peristirahatannya yang terakhir.

    Satu hal yang perlu untuk diketahui dalam hal ini ialahbahwa segala keperluan tersebut akan berbeda-beda

  • 8/17/2019 Buku Waris

    28/77

    28

    tergantung perbedaan keadaan mayit, baik dari segikemampuannya maupun dari jenis kelaminnya.

    2.  Hendaklah utang piutang yang masih ditanggung pewarisditunaikan terlebih dahulu. Artinya, seluruh hartapeninggalan pewaris tidak dibenarkan dibagikan kepadaahli warisnya sebelum utang piutangnya ditunaikanterlebih dahulu. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw.:"Jiwa (ruh) orang mukmin bergantung pada utangnyahingga ditunaikan."

    Maksud hadits ini adalah utang piutang yang bersangkutandengan sesama manusia. Adapun jika utang tersebut berkaitandengan Allah SWT, seperti belum membayar zakat, atau belummenunaikan nadzar, atau belum memenuhi kafarat (denda),maka di kalangan ulama ada sedikit perbedaan pandangan.Kalangan ulama mazhab Hanafi berpendapat bahwa ahliwarisnya tidaklah diwajibkan untuk menunaikannya. Sedangkan

     jumhur ulama berpendapat wajib bagi ahli warisnya untuk

    menunaikannya sebelum harta warisan (harta peninggalan)pewaris dibagikan kepada para ahli warisnya.

    Kalangan ulama mazhab Hanafi beralasan bahwa menunaikanhal-hal tersebut merupakan ibadah, sedangkan kewajibanibadah gugur jika seseorang telah meninggal dunia. Padahal,menurut mereka, pengamalan suatu ibadah harus disertai

    dengan niat dan keikhlasan, dan hal itu tidak mungkin dapatdilakukan oleh orang yang sudah meninggal. Akan tetapi,meskipun kewajiban tersebut dinyatakan telah gugur bagi orangyang sudah meninggal, ia tetap akan dikenakan sanksi kelakpada hari kiamat sebab ia tidak menunaikan kewajiban ketika

  • 8/17/2019 Buku Waris

    29/77

    29

    masih hidup. Hal ini tentu saja merupakan keputusan AllahSWT. Pendapat mazhab ini, menurut saya, tentunya bilasebelumnya mayit tidak berwasiat kepada ahli waris untukmembayarnya. Namun, bila sang mayit berwasiat, maka wajibbagi ahli waris untuk menunaikannya.

    Sedangkan jumhur ulama yang menyatakan bahwa ahli wariswajib untuk menunaikan utang pewaris terhadap Allahberalasan bahwa hal tersebut sama saja seperti utang kepadasesama manusia. Menurut jumhur ulama, hal ini merupakan

    amalan yang tidak memerlukan niat karena bukan termasukibadah mahdhah, tetapi termasuk hak yang menyangkut hartapeninggalan pewaris. Karena itu wajib bagi ahli waris untukmenunaikannya, baik pewaris mewasiatkan ataupun tidak.

    Bahkan menurut pandangan ulama mazhab Syafi'i hal tersebutwajib ditunaikan sebelum memenuhi hak yang berkaitan denganhak sesama hamba. Sedangkan mazhab Maliki berpendapat

    bahwa hak yang berhubungan dengan Allah wajib ditunaikanoleh ahli warisnya sama seperti mereka diwajibkan menunaikanutang piutang pewaris yang berkaitan dengan hak sesamahamba. Hanya saja mazhab ini lebih mengutamakan agarmendahulukan utang yang berkaitan dengan sesama hambadaripada utang kepada Allah. Sementara itu, ulama mazhabHambali menyamakan antara utang kepada sesama hamba

    dengan utang kepada Allah. Keduanya wajib ditunaikan secarabersamaan sebelum seluruh harta peninggalan pewarisdibagikan kepada setiap ahli waris.

  • 8/17/2019 Buku Waris

    30/77

    30

    3.  Wajib menunaikan seluruh wasiat pewaris selama tidakmelebihi jumlah sepertiga dari seluruh hartapeninggalannya. Hal ini jika memang wasiat tersebutdiperuntukkan bagi orang yang bukan ahli waris, sertatidak ada protes dari salah satu atau bahkan seluruh ahliwarisnya. Adapun penunaian wasiat pewaris dilakukansetelah sebagian harta tersebut diambil untuk membiayaikeperluan pemakamannya, termasuk diambil untukmembayar utangnya.

    Bila ternyata wasiat pewaris melebihi sepertiga dari jumlahharta yang ditinggalkannya, maka wasiatnya tidak wajibditunaikan kecuali dengan kesepakatan semua ahli warisnya.Hal ini berlandaskan sabda Rasulullah saw. ketika menjawabpertanyaan Sa'ad bin Abi Waqash r.a. --pada waktu itu Sa'adsakit dan berniat menyerahkan seluruh harta yang dimilikinyake baitulmal. Rasulullah saw. bersabda: "... Sepertiga, dansepertiga itu banyak. Sesungguhnya bila engkau meninggalkan

    para ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik daripadameninggalkan mereka dalam kemiskinan hingga meminta-mintakepada orang."

    4.  Setelah itu barulah seluruh harta peninggalan pewarisdibagikan kepada para ahli warisnya sesuai ketetapan Al-Qur'an, As-Sunnah, dan kesepakatan para ulama (ijma').

    Dalam hal ini dimulai dengan memberikan warisan kepadaashhabul furudh (ahli waris yang telah ditentukan jumlahbagiannya, misalnya ibu, ayah, istri, suami, dan lainnya),kemudian kepada para 'ashabah (kerabat mayit yang

  • 8/17/2019 Buku Waris

    31/77

    31

    berhak menerima sisa harta waris --jika ada-- setelahashhabul furudh menerima bagian).

    Catatan:Pada ayat waris, wasiat memang lebih dahulu disebutkandaripada soal utang piutang. Padahal secara syar'i, persoalanutang piutang hendaklah terlebih dahulu diselesaikan, barukemudian melaksanakan wasiat. Oleh karena itu,didahulukannya penyebutan wasiat tentu mengandung hikmah,diantaranya agar ahli waris menjaga dan benar-benar

    melaksanakannya. Sebab wasiat tidak ada yang menuntuthingga kadang-kadang seseorang enggan menunaikannya. Halini tentu saja berbeda dengan utang piutang. Itulah sebabnyawasiat lebih didahulukan penyebutannya dalam susunan ayattersebut.

    B. Derajat Ahli Waris

    Antara ahli waris yang satu dan lainnya ternyata mempunyai

    perbedaan derajat dan urutan. Berikut ini akan disebutkanberdasarkan urutan dan derajatnya:1. Ashhabul furudh. Golongan inilah yang pertama diberi

    bagian harta warisan. Mereka adalah orang-orang yangtelah ditentukan bagiannya dalam Al-Qur'an, As-Sunnah,dan ijma'.

    2. Ashabat nasabiyah. Setelah ashhabul furudh, barulah

    ashabat nasabiyah menerima bagian. Ashabat nasabiyahyaitu setiap kerabat (nasab) pewaris yang menerima sisaharta warisan yang telah dibagikan. Bahkan, jika ternyatatidak ada ahli waris lainnya, ia berhak mengambil seluruhharta peninggalan. Misalnya anak laki-laki pewaris, cucu dari

  • 8/17/2019 Buku Waris

    32/77

    32

    anak laki-laki pewaris, saudara kandung pewaris, pamankandung, dan seterusnya.

    3. Penambahan bagi ashhabul furudh sesuai bagian (kecualisuami istri). Apabila harta warisan yang telah dibagikankepada semua ahli warisnya masih juga tersisa, makahendaknya diberikan kepada ashhabul furudh masing-masing sesuai dengan bagian yang telah ditentukan. Adapunsuami atau istri tidak berhak menerima tambahan bagiandari sisa harta yang ada. Sebab hak waris bagi suami atauistri disebabkan adanya ikatan pernikahan, sedangkan

    kekerabatan karena nasab lebih utama mendapatkantambahan dibandingkan lainnya.

    4. Mewariskan kepada kerabat. Yang dimaksud kerabat di siniialah kerabat pewaris yang masih memiliki kaitan rahim --tidak termasuk ashhabul furudh juga 'ashabah. Misalnya,paman (saudara ibu), bibi (saudara ibu), bibi (saudaraayah), cucu laki-laki dari anak perempuan, dan cucuperempuan dari anak perempuan. Maka, bila pewaris tidak

    mempunyai kerabat sebagai ashhabul furudh, tidak pula'ashabah, para kerabat yang masih mempunyai ikatan rahimdengannya berhak untuk mendapatkan warisan.

    5. Tambahan hak waris bagi suami atau istri. Bila pewaris tidakmempunyai ahli waris yang termasuk ashhabul furudh dan'ashabah, juga tidak ada kerabat yang memiliki ikatanrahim, maka harta warisan tersebut seluruhnya menjadi

    milik suami atau istri. Misalnya, seorang suami meninggaltanpa memiliki kerabat yang berhak untuk mewarisinya,maka istri mendapatkan bagian seperempat dari hartawarisan yang ditinggalkannya, sedangkan sisanyamerupakan tambahan hak warisnya. Dengan demikian, istri

  • 8/17/2019 Buku Waris

    33/77

    33

    memiliki seluruh harta peninggalan suaminya. Begitu jugasebaliknya suami terhadap harta peninggalan istri yangmeninggal.

    6. Ashabah karena sebab. Yang dimaksud para 'ashabahkarena sebab ialah orang-orang yang memerdekakan budak(baik budak laki-laki maupun perempuan). Misalnya,seorang bekas budak meninggal dan mempunyai hartawarisan, maka orang yang pernah memerdekakannyatermasuk salah satu ahli warisnya, dan sebagai 'ashabah.Tetapi pada masa kini sudah tidak ada lagi.

    7. Orang yang diberi wasiat lebih dari sepertiga harta pewaris.Yang dimaksud di sini ialah orang lain, artinya bukan salahseorang dan ahli waris. Misalnya, seseorang meninggal danmempunyai sepuluh anak. Sebelum meninggal ia terlebihdahulu memberi wasiat kepada semua atau sebagiananaknya agar memberikan sejumlah hartanya kepadaseseorang yang bukan termasuk salah satu ahli warisnya.Bahkan mazhab Hanafi dan Hambali berpendapat boleh

    memberikan seluruh harta pewaris bila memang wasiatnyademikian.

    8. Baitulmal (kas negara). Apabila seseorang yang meninggaltidak mempunyai ahli waris ataupun kerabat --seperti yangsaya jelaskan-- maka seluruh harta peninggalannyadiserahkan kepada baitulmal untuk kemaslahatan umum.

    C. Bentuk-bentuk WarisA.  Hak waris secara fardh (yang telah ditentukan

    bagiannya).B.  Hak waris secara 'ashabah (kedekatan kekerabatan dari

    pihak ayah).

  • 8/17/2019 Buku Waris

    34/77

    34

    C.  Hak waris secara tambahan.D.  Hak waris secara pertalian rahim.

    Pada bagian berikutnya butir-butir tersebut akan saya jelassecara detail.

    D. Sebab-sebab Adanya Hak Waris

    Ada tiga sebab yang menjadikan seseorang mendapatkan hakwaris:

    1. Kerabat hakiki  (yang ada ikatan nasab), seperti keduaorang tua, anak, saudara, paman, dan seterusnya.

    2. Pernikahan, yaitu terjadinya akad nikah secara legal(syar'i) antara seorang laki-laki dan perempuan, sekalipunbelum atau tidak terjadi hubungan intim (bersanggama)antar keduanya. Adapun pernikahan yang batil atau rusak,tidak bisa menjadi sebab untuk mendapatkan hak waris.

    3. Al-Wala, yaitu kekerabatan karena sebab hukum. Disebut

     juga wala al-'itqi dan wala an-ni'mah. Yang menjadipenyebab adalah kenikmatan pembebasan budak yangdilakukan seseorang. Maka dalam hal ini orang yangmembebaskannya mendapat kenikmatan berupakekerabatan (ikatan) yang dinamakan wala al-'itqi. Orangyang membebaskan budak berarti telah mengembalikankebebasan dan jati diri seseorang sebagai manusia. Karena

    itu Allah SWT menganugerahkan kepadanya hak mewarisiterhadap budak yang dibebaskan, bila budak itu tidakmemiliki ahli waris yang hakiki, baik adanya kekerabatan(nasab) ataupun karena adanya tali pernikahan.

  • 8/17/2019 Buku Waris

    35/77

    35

    E. Rukun Waris

    Rukun waris ada tiga:1. Pewaris, yakni orang yang meninggal dunia, dan ahli

    warisnya berhak untuk mewarisi harta peninggalannya.2. Ahli waris, yaitu mereka yang berhak untuk menguasai

    atau menerima harta peninggalan pewaris dikarenakanadanya ikatan kekerabatan (nasab) atau ikatan pernikahan,atau lainnya.

    3. Harta warisan, yaitu segala jenis benda atau kepemilikanyang ditinggalkan pewaris, baik berupa uang, tanah, dan

    sebagainya

    F. Masalah al-Akdariyah

    Istilah al-akdariyah muncul karena masalah ini berkaitandengan salah seorang wanita dari bani Akdar.

    Sedangkan sebagian ulama mengatakan bahwa penyebutanmasalah ini dengan istilah al-akdariyah --yang artinya 'kotor'

    atau 'mengotori'-- disebabkan masalah ini cukup mengotorimazhab Zaid bin Tsabit (sosok sahabat yang sangat dipujiRasulullah akan kemahirannya dalam faraid, penj.). Dia pernahmenghadapi masalah waris dan memvonisnya denganmelakukan sesuatu yang bertentangan (menyimpang) darikaidah-kaidah faraid yang masyhur.

    Permasalahannya seperti berikut: bila seseorang wafat danmeninggalkan seorang suami, ibu, kakek, dan seorang saudarakandung perempuan. Apabila berpegang pada kaidah yang telahdisepakati seluruh fuqaha --termasuk di dalamnya Zaid binTsabit sendirimaka pembagiannya adalah dengan

  • 8/17/2019 Buku Waris

    36/77

    36

    menggugurkan hak saudara kandung perempuan. Sebab, suamimendapat setengah (1/2), bagian, ibu mendapat sepertiga (1/3)bagian, dan sisanya hanya seperenam (1/6) yang tidak lainsebagai bagian kakek yang tidak mungkin digugurkan --karenamerupakan haknya secara fardh. Oleh sebab itu, sudahsemestinya bagian saudara kandung perempuan digugurkankarena tidak ada sisa harta waris.

    Akan tetapi, dalam kasus ini Zaid bin Tsabit r.a. memvonisdengan menyalahi kaidah yang ada. Dia memberi saudara

    kandung setengah (1/2) bagian, dan menaikkan masalahnyadari enam (6) menjadi sembilan (9). Kemudian ia menyatukanhak saudara kandung perempuan dengan saham kakak, danmembaginya menjadi bagian laki-laki dua kali lipat bagianwanita. Setelah ditashih, masalahnya menjadi dua puluh tujuh(27), dan pembagiannya seperti berikut: suami mendapatsembilan (9) bagian, ibu enam (6) bagian, kakek delapan (8)bagian, dan saudara kandung perempuan empat (4) bagian.

    Dalam hal ini Imam Malik dan Imam Syafi'i mengikuti apa yangpernah dilakukan Zaid bin Tsabit, sehingga menjadikannyasebagai keputusan ijtihad dalam fiqih kedua imam tersebut.

    Berikut ini saya sertakan tabelnya, dari mulai yang sesuaidengan kaidah aslinya hingga setelah ditashih.

    Masalahnya adalah dari enam (6)

    Suami mendapat setengah (1/2) secara fardh 3

    Ibu mendapat sepertiga (1/3) secara fardh 2

  • 8/17/2019 Buku Waris

    37/77

    37

    Kakek mendapat seperenam (1/6) sisanya/fardh-nya 1

    Saudara kandung perempuan mahjub 0

    Adapun tabel setelah ditashih menurut al-akdariyah sepertiberikut:

    Masalahnya naik dari enam (6) menjadi dua puluh tujuh

    (27)

    Bagian suami menjadi 9

    Bagian ibu menjadi 6

    Bagian kakek menjadi 8

    Bagian saudara kandung perempuan menjadi 4

    Catatan Dalam masalah al-akdariyah ini sosok ahli waris mutlak tidakdapat diubah. Bila ada salah satu yang diubah, maka berartitelah keluar dari hukum tersebut. Wallahu a'lam.

    G. Penggugur Hak Waris

    Penggugur hak waris seseorang maksudnya kondisi yangmenyebabkan hak waris seseorang menjadi gugur, dalam hal iniada tiga:

    1. Budak

    Seseorang yang berstatus sebagai budak tidak mempunyai hak

    untuk mewarisi sekalipun dari saudaranya. Sebab segalasesuatu yang dimiliki budak, secara langsung menjadi miliktuannya. Baik budak itu sebagai qinnun (budak murni),mudabbar (budak yang telah dinyatakan merdeka jika tuannyameninggal), atau mukatab (budak yang telah menjalankan

  • 8/17/2019 Buku Waris

    38/77

    38

    perjanjian pembebasan dengan tuannya, dengan persyaratanyang disepakati kedua belah pihak). Alhasil, semua jenis budakmerupakan penggugur hak untuk mewarisi dan hak untukdiwarisi disebabkan mereka tidak mempunyai hak milik.

    2. Pembunuhan

    Apabila seorang ahli waris membunuh pewaris (misalnyaseorang anak membunuh ayahnya), maka ia tidak berhakmendapatkan warisan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullahsaw.:"Tidaklah seorang pembunuh berhak mewarisi harta orang

    yang dibunuhnya. "

    Dari pemahaman hadits Nabi tersebut lahirlah ungkapan yangsangat masyhur di kalangan fuqaha yang sekaligus dijadikansebagai kaidah: "Siapa yang menyegerakan agar mendapatkansesuatu sebelum waktunya, maka dia tidak mendapatkanbagiannya."

    Ada perbedaan di kalangan fuqaha tentang penentuan jenispembunuhan. Misalnya, mazhab Hanafi menentukan bahwapembunuhan yang dapat menggugurkan hak waris adalahsemua jenis pembunuhan yang wajib membayar kafarat.

    Sedangkan mazhab Maliki berpendapat, hanya pembunuhanyang disengaja atau yang direncanakan yang dapat

    menggugurkan hak waris. Mazhab Hambali berpendapat bahwapembunuhan yang dinyatakan sebagai penggugur hak warisadalah setiap jenis pembunuhan yang mengharuskan pelakunyadiqishash, membayar diyat, atau membayar kafarat. Selain itutidak tergolong sebagai penggugur hak waris.

  • 8/17/2019 Buku Waris

    39/77

    39

    Sedangkan menurut mazhab Syafi'i, pembunuhan dengansegala cara dan macamnya tetap menjadi penggugur hak waris,sekalipun hanya memberikan kesaksian palsu dalampelaksanaan hukuman rajam, atau bahkan hanya membenarkankesaksian para saksi lain dalam pelaksanaan qishash atauhukuman mati pada umumnya. Menurut saya, pendapatmazhab Hambali yang paling adil. Wallahu a'lam.

    3. Perbedaan Agama

    Seorang muslim tidak dapat mewarisi ataupun diwarisi oleh

    orang non muslim, apa pun agamanya. Hal ini telah ditegaskanRasulullah saw. dalam sabdanya:

    "Tidaklah berhak seorang muslim mewarisi orang kafir, dantidak pula orang kafir mewarisi muslim." (Bukhari dan Muslim)

    Jumhur ulama berpendapat demikian, termasuk keempat imammujtahid. Hal ini berbeda dengan pendapat sebagian ulama

    yang mengaku bersandar pada pendapat Mu'adz bin Jabal r.a.yang mengatakan bahwa seorang muslim boleh mewarisi orangkafir, tetapi tidak boleh mewariskan kepada orang kafir. Alasanmereka adalah bahwa Islam ya'lu walaayu'la 'alaihi (unggul,tidak ada yang mengunggulinya).

    Sebagian ulama ada yang menambahkan satu hal lagi sebagai

    penggugur hak mewarisi, yakni murtad. Orang yang telahkeluar dari Islam dinyatakan sebagai orang murtad. Dalam halini ulama membuat kesepakatan bahwa murtad termasuk dalamkategori perbedaan agama, karenanya orang murtad tidakdapat mewarisi orang Islam.

  • 8/17/2019 Buku Waris

    40/77

    40

    Sementara itu, di kalangan ulama terjadi perbedaan pandanganmengenai kerabat orang yang murtad, apakah dapatmewarisinya ataukah tidak. Maksudnya, bolehkah seorangmuslim mewarisi harta kerabatnya yang telah murtad?

    Menurut mazhab Maliki, Syafi'i, dan Hambali (jumhur ulama)bahwa seorang muslim tidak berhak mewarisi harta kerabatnyayang telah murtad. Sebab, menurut mereka, orang yang murtadberarti telah keluar dari ajaran Islam sehingga secara otomatisorang tersebut telah menjadi kafir. Karena itu, seperti

    ditegaskan Rasulullah saw. dalam haditsnya, bahwa antaramuslim dan kafir tidaklah dapat saling mewarisi.

    Sedangkan menurut mazhab Hanafi, seorang muslim dapat sajamewarisi harta kerabatnya yang murtad. Bahkan kalanganulama mazhab Hanafi sepakat mengatakan: "Seluruh hartapeninggalan orang murtad diwariskan kepada kerabatnya yangmuslim." Pendapat ini diriwayatkan dari Abu Bakar ash-Shiddiq,

    Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas'ud, dan lainnya.

    Menurut penulis, pendapat ulama mazhab Hanafi lebih rajih(kuat dan tepat) dibanding yang lainnya, karena harta warisanyang tidak memiliki ahli waris itu harus diserahkan kepadabaitulmal. Padahal pada masa sekarang tidak kita temuibaitulmal yang dikelola secara rapi, baik yang bertaraf nasional

    ataupun internasional.

    Perbedaan antara al-mahrum dan al-mahjub

    Ada perbedaan yang sangat halus antara pengertian al-mahrumdan al-mahjub, yang terkadang membingungkan sebagian

  • 8/17/2019 Buku Waris

    41/77

    41

    orang yang sedang mempelajari faraid. Karena itu, ada baiknyasaya jelaskan perbedaan makna antara kedua istilah tersebut.

    Seseorang yang tergolong ke dalam salah satu sebab dari ketigahal yang dapat menggugurkan hak warisnya, seperti membunuhatau berbeda agama, di kalangan fuqaha dikenal dengan istilahmahrum. Sedangkan mahjub adalah hilangnya hak warisseorang ahli waris disebabkan adanya ahli waris yang lebihdekat kekerabatannya atau lebih kuat kedudukannya. Sebagaicontoh, adanya kakek bersamaan dengan adanya ayah, atau

    saudara seayah dengan adanya saudara kandung. Jika terjadihal demikian, maka kakek tidak mendapatkan bagianwarisannya dikarenakan adanya ahli waris yang lebih dekatkekerabatannya dengan pewaris, yaitu ayah. Begitu juga halnyadengan saudara seayah, ia tidak memperoleh bagiandisebabkan adanya saudara kandung pewaris. Maka kakek dansaudara seayah dalam hal ini disebut dengan istilah mahjub.

    Untuk lebih memperjelas gambaran tersebut, saya sertakancontoh kasus dari keduanya.

    Contoh Pertama Seorang suami meninggal dunia dan meninggalkan seorangistri, saudara kandung, dan anak --dalam hal ini, anak kitamisalkan sebagai pembunuh. Maka pembagiannya sebagai

    berikut: istri mendapat bagian seperempat harta yang ada,karena pewaris dianggap tidak memiliki anak. Kemudiansisanya, yaitu tiga per empat harta yang ada, menjadi haksaudara kandung sebagai 'ashabah

  • 8/17/2019 Buku Waris

    42/77

    42

    Dalam hal ini anak tidak mendapatkan bagian disebabkan iasebagai ahli waris yang mahrum. Kalau saja anak itu tidakmembunuh pewaris, maka bagian istri seperdelapan, sedangkansaudara kandung tidak mendapatkan bagian disebabkan sebagaiahli waris yang mahjub dengan adanya anak pewaris. Jadi, sisaharta yang ada, yaitu 7/8, menjadi hak sang anak sebagai'ashabah.

    Contoh Kedua Seseorang meninggal dunia dan meninggalkan ayah, ibu, serta

    saudara kandung. Maka saudara kandung tidak mendapatkanwarisan dikarenakan ter- mahjub oleh adanya ahli waris yanglebih dekat dan kuat dibandingkan mereka, yaitu ayah pewaris.

    PEMBAGIAN WARIS MENURUT AL-

    QUR'AN

    A. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Setengah

    Ashhabul furudh yang berhak mendapatkan separo dari hartawaris peninggalan pewaris ada lima, satu dari golongan laki-laki dan empat lainnya perempuan. Kelima ashhabul furudhtersebut ialah suami, anak perempuan, cucu perempuanketurunan anak laki-laki, saudara kandung perempuan, dansaudara perempuan seayah. Rinciannya seperti berikut:

    1. 

    Seorang suami berhak untuk mendapatkan separo hartawarisan, dengan syarat apabila pewaris tidak mempunyaiketurunan, baik anak laki-laki maupun anak perempuan,baik anak keturunan itu dari suami tersebut ataupunbukan. Dalilnya adalah firman Allah:

  • 8/17/2019 Buku Waris

    43/77

    43

    "... dan bagi kalian (para suami) mendapat separo dariharta yang ditinggalkan istri-istri kalian, bila mereka(para istri) tidak mempunyai anak ..." (an-Nisa': 12)

    2.  Anak perempuan (kandung) mendapat bagian separoharta peninggalan pewaris, dengan dua syarat:a.  Pewaris tidak mempunyai anak laki-laki (berarti anak

    perempuan tersebut tidak mempunyai saudara laki-laki, penj.).

    b.  Apabila anak perempuan itu adalah anak tunggal.Dalilnya adalah firman Allah: "dan apabila ia (anak

    perempuan) hanya seorang, maka ia mendapatseparo harta warisan yang ada". Bila keduapersyaratan tersebut tidak ada, maka anakperempuan pewaris tidak mendapat bagian setengah.

    3.  Cucu perempuan keturunan anak laki-laki akan mendapatbagian separo, dengan tiga syarat:a.  Apabila ia tidak mempunyai saudara laki-laki (yakni

    cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki).

    b.  Apabila hanya seorang (yakni cucu perempuan dariketurunan anak laki-laki tersebut sebagai cucutunggal).

    c.  Apabila pewaris tidak mempunyai anak perempuanataupun anak laki-laki.

    Dalilnya sama saja dengan dalil bagian anak perempuan

    (sama dengan nomor 2). Sebab cucu perempuan dariketurunan anak laki-laki sama kedudukannya dengananak kandung perempuan bila anak kandung perempuantidak ada. Maka firman-Nya "yushikumullahu fiauladikum", mencakup anak dan anak laki-laki dari

  • 8/17/2019 Buku Waris

    44/77

    44

    keturunan anak, dan hal ini telah menjadi kesepakatanpara ulama.

    4.  Saudara kandung perempuan akan mendapat bagianseparo harta warisan, dengan tiga syarat:a.  Ia tidak mempunyai saudara kandung laki-laki.b.  Ia hanya seorang diri (tidak mempunyai saudara

    perempuan).c.  Pewaris tidak mempunyai ayah atau kakek, dan tidak

    pula mempunyai keturunan, baik keturunan laki-lakiataupun keturunan perempuan.

    Dalilnya adalah firman Allah berikut:"Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah).Katakanlah: 'Allah memberi fatwa kepadamu tentangkalalah (yaituj: jika seorang meninggal dunia, dan iatidak mempunyai anak dan mempunyai saudaraperempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan ituseperdua dari harta yang ditinggalkannya ...'" (an-Nisa':176)

    5.  Saudara perempuan seayah akan mendapat bagianseparo dari harta warisan peninggalan pewaris, denganempat syarat:

    a.  Apabila ia tidak mempunyai saudara laki-laki.b.  Apabila ia hanya seorang diri.c.  Pewaris tidak mempunyai saudara kandung

    perempuan.

    d.  Pewaris tidak mempunyai ayah atau kakak, dantidak pula anak, baik anak laki-laki maupunperempuan.

    Dalilnya sama dengan Butir 4 (an-Nisa': 176), dan hal initelah menjadi kesepakatan ulama.

  • 8/17/2019 Buku Waris

    45/77

    45

    B. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Seperempat

    Adapun kerabat pewaris yang berhak mendapat seperempat(1/4) dari harta peninggalannya hanya ada dua, yaitu suamidan istri. Rinciannya sebagai berikut:1.  Seorang suami berhak mendapat bagian seperempat

    (1/4) dari harta peninggalan istrinya dengan satu syarat,yaitu bila sang istri mempunyai anak atau cucu laki-lakidari keturunan anak laki-lakinya, baik anak atau cucutersebut dari darah dagingnya ataupun dari suami lain(sebelumnya). Hal ini berdasarkan firman Allah berikut:

    "... Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamumendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya É"(an-Nisa': 12)

    2.  Seorang istri akan mendapat bagian seperempat (1/4)dari harta peninggalan suaminya dengan satu syarat,yaitu apabila suami tidak mempunyai anak/cucu, baikanak tersebut lahir dari rahimnya ataupun dari rahim istrilainnya. Ketentuan ini berdasarkan firman Allah berikut:

    "... Para istri memperoleh seperempat harta yang kamutinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak ..." (an-Nisa': 12)Ada satu hal yang patut diketahui oleh kita --khususnyapara penuntut ilmu-- tentang bagian istri. Yang dimaksuddengan "istri mendapat seperempat" adalah bagi seluruhistri yang dinikahi seorang suami yang meninggal

    tersebut. Dengan kata lain, sekalipun seorang suamimeninggalkan istri lebih dari satu, maka mereka tetapmendapat seperempat harta peninggalan suami mereka.Hal ini berdasarkan firman Allah di atas, yaitu dengandigunakannya kata lahunna (dalam bentuk jamak) yang

  • 8/17/2019 Buku Waris

    46/77

    46

    bermakna 'mereka perempuan'. Jadi, baik suamimeninggalkan seorang istri ataupun empat orang istri,bagian mereka tetap seperempat dari harta peninggalan.

    C. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Seperdelapan

    Dari sederetan ashhabul furudh yang berhak memperolehbagian seperdelapan (1/8) yaitu istri. Istri, baik seorangmaupun lebih akan mendapatkan seperdelapan dari hartapeninggalan suaminya, bila suami mempunyai anak ataucucu, baik anak tersebut lahir dari rahimnya atau dari rahim

    istri yang lain. Dalilnya adalah firman Allah SWT:"... Jika kamu mempunyai anak, maka para istrimemperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkansesudah dipenuh, wasiat yang kamu buat atau (dan)sesudah dibayar utang-utangmu ..." (an-Nisa': 12)

    D. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Bagian Dua

    per Tiga

    Ahli waris yang berhak mendapat bagian dua per tiga (2/3)dari harta peninggalan pewaris ada empat, dan semuanyaterdiri dari wanita:1.  Dua anak perempuan (kandung) atau lebih.2.  Dua orang cucu perempuan keturunan anak laki-laki atau

    lebih.3.  Dua orang saudara kandung perempuan atau lebih.

    4.  Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih.Ketentuan ini terikat oleh syarat-syarat seperti berikut:1.

     

    Dua anak perempuan (kandung) atau lebih itu tidakmempunyai saudara laki-laki, yakni anak laki-laki daripewaris. Dalilnya firman Allah berikut:

  • 8/17/2019 Buku Waris

    47/77

    47

    "... dan jika anak itu semuanya perempuan lebih daridua, maka bagi mereka dua per tiga dari harta yangditinggalkan ..." (an-Nisa': 11)

    Ada satu hal penting yang mesti kita ketahui agar tidaktersesat dalam memahami hukum yang ada dalamKitabullah. Makna "fauqa itsnataini" bukanlah 'anakperempuan lebih dari dua', melainkan 'dua anakperempuan atau lebih', hal ini merupakan kesepakatanpara ulama. Mereka bersandar pada hadits Rasulullah

    saw. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan ImamMuslim yang mengisahkan vonis Rasulullah terhadappengaduan istri Sa'ad bin ar-Rabi' r.a. --sebagaimanadiungkapkan dalam bab sebelum ini.

    Hadits tersebut sangat jelas dan tegas menunjukkanbahwa makna ayat itsnataini adalah 'dua anakperempuan atau lebih'. Jadi, orang yang berpendapat

    bahwa maksud ayat tersebut adalah "anak perempuanlebih dari dua" jelas tidak benar dan menyalahi ijma' paraulama. Wallahu a'lam.

    2.  Dua orang cucu perempuan dari keturunan anak laki-lakiakan mendapatkan bagian dua per tiga (2/3), denganpersyaratan sebagai berikut:

    a.  Pewaris tidak mempunyai anak kandung, baik laki-lakiatau perempuan.b.

     

    Pewaris tidak mempunyai dua orang anak kandungperempuan.

  • 8/17/2019 Buku Waris

    48/77

    48

    c.  Dua cucu putri tersebut tidak mempunyai saudaralaki-laki.

    3.  Dua saudara kandung perempuan (atau lebih) akanmendapat bagian dua per tiga dengan persyaratansebagai berikut:a.  Bila pewaris tidak mempunyai anak (baik laki-laki

    maupun perempuan), juga tidak mempunyai ayahatau kakek.

    b.  Dua saudara kandung perempuan (atau lebih) itutidak mempunyai saudara laki-laki sebagai 'ashabah.

    c.  Pewaris tidak mempunyai anak perempuan, atau cucuperempuan dari keturunan anak laki-laki. Dalilnyaadalah firman Allah:

    "... tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, makabagi keduanya dua per tiga dari harta yang ditinggalkanoleh yang meninggal ..." (an-Nisa': 176)

    4.  Dua saudara perempuan seayah (atau lebih) akanmendapat bagian dua per tiga dengan syarat sebagai

    berikut:a.  Bila pewaris tidak mempunyai anak, ayah, atau

    kakek.b.  Kedua saudara perempuan seayah itu tidak

    mempunyai saudara laki-laki seayah.c.  Pewaris tidak mempunyai anak perempuan atau cucu

    perempuan dari keturunan anak laki-laki, atau

    saudara kandung (baik laki-laki maupun perempuan).

    Persyaratan yang harus dipenuhi bagi dua saudara perempuanseayah untuk mendapatkan bagian dua per tiga hampir samadengan persyaratan dua saudara kandung perempuan, hanya di

  • 8/17/2019 Buku Waris

    49/77

    49

    sini (saudara seayah) ditambah dengan keharusan adanyasaudara kandung (baik laki-laki maupun perempuan). Dandalilnya sama, yaitu ijma' para ulama bahwa ayat "... tetapi jikasaudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal ..." (an-Nisa': 176) mencakup saudara kandung perempuan dansaudara perempuan seayah. Sedangkan saudara perempuanseibu tidaklah termasuk dalam pengertian ayat tersebut.Wallahu a'lam.

    HAK WARIS ORANG YANG HILANG,TENGGELAM, DAN TERTIMBUN

    A. Definisi

    Al-mafqud dalam bahasa Arab secara harfiah bermakna 'hilang'.Dikatakan faqadtu asy-syai'a idzaa adha'tuhu (saya kehilanganbila tidak mengetahui di mana sesuatu itu berada). Kita juga

    bisa simak firman Allah SWT berikut:

    "Penyeru-penyeru itu berkata: 'Kami kehilangan piala raja, dansiapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahanmakanan (seberat) beban unta, dan aku menjaminterhadapnya." (Yusuf: 72)

    Sedangkan menurut istilah para fuqaha, al-mafqud berartiorang yang hilang, terputus beritanya, dan tidak diketahuirimbanya, apakah dia masih hidup atau sudah mati.

  • 8/17/2019 Buku Waris

    50/77

    50

    Hukum Orang yang Hilang

    Para fuqaha telah menetapkan beberapa hukum yangberkenaan dengan orang yang hilang/menghilang, di antaranya:istrinya tidak boleh dinikahi/dinikahkan, hartanya tidak bolehdiwariskan, dan hak kepemilikannya tidak boleh diusik, sampaibenar-benar diketahui keadaannya dan jelas apakah ia masihhidup atau sudah mati. Atau telah berlalu selama waktu tertentudan diperkirakan secara umum -- telah mati, dan hakim puntelah memvonisnya sebagai orang yang dianggap telah mati.

    Kadang-kadang bisa juga ditetapkan sebagai orang yang masihhidup berdasarkan asalnya, hingga benar-benar tampak dugaanyang sebaliknya (yakni benar-benar sudah mati). Yang demikianitu berdasarkan ucapan Ali bin Abi Thalib r.a. tentang wanitayang suaminya hilang dan tidak diketahui rimbanya. Ali berkata:"Dia adalah seorang istri yang tengah diuji, maka hendaknya diabersabar, dan tidak halal untuk dinikahi hingga ia mendapatkanberita yang meyakinkan akan kematian suaminya."

    B. Batas Waktu untuk Menentukan bahwa Seseorang

    Hilang atau Mati

    Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam masalah initerutama para ulama dari mazhab yang empat.

    Mazhab Hanafi berpendapat bahwa orang yang hilang dan tidak

    dikenal rimbanya dapat dinyatakan sebagai orang yang sudahmati dengan melihat orang yang sebaya di wilayahnya --tempatdia tinggal. Apabila orang-orang yang sebaya dengannya sudahtidak ada, maka ia dapat diputuskan sebagai orang yang sudah

  • 8/17/2019 Buku Waris

    51/77

    51

    meninggal. Dalam riwayat lain, dari Abu Hanifah, menyatakanbahwa batasnya adalah sembilan pulah tahun (90).

    Sedangkan mazhab Maliki berpendapat bahwa batasnya adalahtujuh puluh tahun (70). Hal ini didasarkan pada lafazh haditssecara umum yang menyatakan bahwa umur umat Muhammadsaw. antara enam puluh hingga tujuh puluh tahun.

    Dalam riwayat lain, dari Imam Malik, disebutkan bahwa istri dariorang yang hilang di wilayah Islam --hingga tidak dikenal

    rimbanya-- dibolehkan mengajukan gugatan kepada hakimguna mencari tahu kemungkinan-kemungkinan dan dugaanyang dapat mengenali keberadaannya atau mendapatkaninformasi secara jelas melalui sarana dan prasarana yang ada.Apabila langkah tersebut mengalami jalan buntu, maka sanghakim memberikan batas bagi istrinya selama empat puluhtahun untuk menunggu. Bila masa empat puluh tahun telah usaidan yang hilang belum juga diketemukan atau dikenali

    rimbanya, maka mulailah ia untuk menghitung idahnyasebagaimana lazimaya istri yang ditinggal mati suaminya, yaituempat bulan sepuluh hari. Bila usai masa idahuya, maka iadiperbolehkan untuk menikah lagi.

    Sedangkan dalam mazhab Syafi'i dinyatakan bahwa bataswaktu orang yang hilang adalah sembilan puluh tahun, yakni

    dengan melihat umur orang-orang yang sebaya di wilayahnya.Namun, pendapat yang paling sahih menurut anggapan ImamSyafi'i ialah bahwa batas waktu tersebut tidak dapat ditentukanatau dipastikan. Akan tetapi, cukup dengan apa yang dianggapdan dilihat oleh hakim, kemudian divonisnya sebagai orang

  • 8/17/2019 Buku Waris

    52/77

    52

    yang telah mati. Karena menurut Imam Syafi'i, seorang hakimhendaknya berijtihad kemudian memvonis bahwa orang yanghilang dan tidak lagi dikenal rimbanya sebagai orang yangsudah mati, sesudah berlalunya waktu tertentu --kebanyakanorang tidak hidup melebihi waktu tersebut.

    Sementara itu, mazhab Hambali berpendapat bahwa bila orangyang hilang itu dalam keadaan yang dimungkinkan kematiannyaseperti jika terjadi peperangan, atau menjadi salah seorangpenumpang kapal yang tenggelam-- maka hendaknya dicari

    kejelasannya selama empat tahun. Apabila setelah empat tahunbelum juga diketemukan atau belum diketahui beritanya, makahartanya boleh dibagikan kepada ahli warisnya. Demikian jugaistrinya, ia dapat menempuh masa idahnya, dan ia bolehmenikah lagi setelah masa idah yang dijalaninya selesai.

    Namun, apabila hilangnya orang itu bukan dalam kemungkinanmeninggal, seperti pergi untuk berniaga, melancong, atau untuk

    menuntut ilmu, maka Imam Ahmad dalam hal ini memiliki duapendapat. Pertama, menunggu sampai diperkirakan umurnyamencapai sembilan puluh tahun Sebab sebagian besar umurmanusia tidak mencapai atau tidak melebihi sembilan puluhtahun. Kedua, menyerahkan seluruhnya kepada ijtihad hakim.Kapan saja hakim memvonisnya, maka itulah yang berlaku.

    Menurut hemat penulis, pendapat mazhab Hambali dalam hal inilebih rajih (lebih tepat), dan pendapat inilah yang dipilih az-Zaila'i (ulama mazhab Hanafi) dan disepakati oleh banyakulama lainnya. Sebab, memang tidak tepat jika hal ini hanyadisandarkan pada batas waktu tertentu, dengan alasan

  • 8/17/2019 Buku Waris

    53/77

  • 8/17/2019 Buku Waris

    54/77

    54

    Sebagai contoh, seseorang wafat dan meninggalkan seorangsaudara kandung laki-laki, saudara kandung perempuan, dananak laki-laki yang hilang. Posisi anak laki-laki dalam hal inisebagai "penghalang" atau hajib hirman apabila masih hidup.Karena itu, seluruh harta waris yang ada untuk sementaradibekukan hingga anak laki-laki yang hilang telah muncul. Danbila ternyata telah divonis oleh hakim sebagai orang yang telahmeninggal, maka barulah harta waris tadi dibagikan untuk ahliwaris yang ada.

    Misal lain, seseorang wafat dan meninggalkan saudara kandunglaki-laki, saudara laki-laki seayah, dan dua saudara perempuanseayah. Posisi saudara kandung bila masih hidup adalah sebagaihaiib bagi seluruh ahli waris yang ada. Karenanya untuksementara harta waris yang ada dibekukan hingga hakikatkeberadaannya nyata dengan jelas.

    Sedangkan pada keadaan kedua, ahli waris yang ada berhak

    untuk menerima bagian yang paling sedikit di antara duakeadaan orang yang hilang (sebagai ahli waris yang hidup atauyang mati, atau mirip dengan pembagian hak waris banci).Maksudnya, bila ahli waris yang ada --siapa saja di antaramereka-- yang dalam dua keadaan orang yang hilang tadi samabagian hak warisnya, hendaknya ia diberi hak waris secarasempurna (tanpa dikurangi atau dilebihkan, atau tanpa ada

    yang dibekukan). Namun, bagi ahli waris yang berbeda bagianhak warisnya di antara dua keadaan ahli waris yang hilang tadi(yakni keadaan hidup dan matinya), maka mereka diberi lebihsedikit di antara kedua keadaan tadi. Namun, bagi siapa sajayang tidak berhak untuk mendapatkan waris dalam dua

  • 8/17/2019 Buku Waris

    55/77

    55

    keadaan orang yang hilang, dengan sendirinya tidak berhakuntuk mendapatkan harta waris sedikit pun.

    Sebagai contoh, seseorang wafat dan maninggalkan istri, ibu,saudara laki-laki seayah, dan saudara kandung laki-laki yanghilang. Dalam keadaan demikian, bagian istri adalahseperempat (1/4), ibu seperenam (1/6), dan sisanya (yakniyang seperenam) lagi untuk sementara dibekukan hingga ahliwaris yang hilang telah nyata benar keadaannya, atau telahdivonis sebagai orang yang sudah meninggal. Sedangkan

    saudara laki-laki yang sesyah tidak mendapat hak waris apapun.

    Dalam contoh tersebut, tampak ada penyatuan antara ahli warisyang tidak berbeda bagian warisnya dalam dua keadaan orangyang hilang --yaitu bagian istri seperempat (1/4)--dengan ahliwaris yang berbeda hak warisnya di antara dua keadaan ahliwaris yang hilang tadi, yaitu bagian ibu seperenam (1/6). Sebab

    bila ahli waris yang hilang tadi telah divonis hakim sebagaiorang yang telah meninggal, maka ibu akan mendapat bagiansepertiga (1/3).

    Contoh-contoh Kasus

    Seseorang wafat dan meninggalkan suami, saudara kandungperempuan, dan saudara kandung laki-laki yang hilang, maka

    pembagiannya sebagai berikut:

    Dalam hal ini kita harus memboat dua cara pembagian, yangpertama dalam kategori orang yang hilang tadi masih hidup,dan yang kedua dalam kategori sudah meninggal. Kemudian

  • 8/17/2019 Buku Waris

    56/77

    56

    kita menggunakan cara al-jami'ah (menyatukan) kedua caratadi. Dari sinilah kita keluarkan hak waris masing-masing,kemudian membekukan sisanya. Tabelnya sebagai berikut:

    4 7 8

    Anggapan msh. hdp. 2 8 Anggapan sdh. mati 6 7 56

    Suami 1/2 1 4 Suami 1/2 3 24

    yang dibekukan 4

    Sdr. kdg. pr 1 Sdr. kdg. pr 2 16

    yang dibekukan 9

    2/3

    Sdr. kdg. pr 1 1 Sdr. kdg. pr 2 16

    yang dibekukan 9

    Sdr. kdg. lk. hlg 1 Sdr. kdg. lk. hlg - -

    Misal lain: seseorang wafat dan meninggalkan istri, ibu, saudarakandung, dan cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki, makabagian masing-masing ahli waris itu seperti berikut:

    1 2

    Anggapan msh. hdp. 24 Anggapan sdh. mati 12 24

    Istri 1/8 3 Istri 1/4 3 6

    yang dibekukan 3

    Ibu 1/6 4 Ibu 1/3 4 8

    yang dibekukan 4

  • 8/17/2019 Buku Waris

    57/77

    57

    Sdr. lk. mahjub - Sdr.lk.kdg.'ashabah 5 10

    yang dibekukan 10

    Cucu lk. (hilang) 17 Cucu lk. (hilang)

    Jumlah yang dibekukan 17

    Contoh lain, seseorang wafat dan meninggalkan suami, cucuperempuan keturunan anak laki-laki, saudara kandungperempuan, dan anak laki-laki yang hilang, maka bagianmasing-masing seperti berikut:

    Anggapan msh. hdp. 4 Anggapan sdh. mati 4 4Suami 1/4 1 Suami 1/4 1 1

    Cucu pr.dr.anak.lk.(mahjub)

    - Cucu pr.dr.anak.lk. 1/2 2 2

    yang dibekukan 2

    Sdr.kdg.pr. (mahjub) - Sdr.kdg.pr. 'ashabah 1 1

    yang dibekukan 1

    Anak lk. (hilang) 3 Anak lk. (hilang) - -

    Contoh lain: seseorang wafat dan meninggalkan istri, saudaralaki-laki seibu, anak paman kandung (sepupu), dan cucuperempuan keturunan anak laki-laki. Maka rincianpembagiannya seperti berikut:

    Anggapan msh. hdp. 8 Anggapan sdh. mati 12 24Istri 1/8 1 Istri 1/4 3 6

    yang dibekukan 3

  • 8/17/2019 Buku Waris

    58/77

    58

    Sdr.lk.seibu (mahjub) - Sdr.lk. seibu 1/6 2 4

    yang dibekukan 4

    Sepupu. lk. 'ashabah 3 Sepupu. lk. 'ashabah 7 14

    yang dibekukan 5

    Cucu pr. (hilang) 4 Cucu pr. (hilang) - -

    yang dibekukan 12

    Demikianlah beberapa contoh tentang hak waris yang di antara

    ahli warisnya ada yang hilang atau belum diketahuikeadaannya.

    D. Hak Waris Orang yang Tenggelam dan Tertimbun

    Betapa banyak kejadian dan musibah yang kita alami dalamkehidupan di dunia ini. Sayangnya, sangat sedikit di antara kitayang mau mengambil i'tibar (pelajaran). Terkadang kejadiandan musibah itu tiba-tiba datangnya, tanpa diduga. Sehingga

    hal ini sering kali membuat manusia bertekuk lutut dan tidakberdaya, bahkan sebagian manusia berani melakukan hal-halyang menyimpang jauh dari kebenaran dalam menghadapinya.

    Hanya orang-orang mukmin yang ternyata tetap bersabardalam menghadapi musibah, ujian, dan cobaan, karena merekaselalu melekatkan kehidupannya dengan iman, dan berpegang

    teguh pada salah satu rukunnya --yaitu iman kepada qadha danqadar-Nya. Semua yang menimpa mereka terasa sebagaisesuatu yang ringan, sementara lisan mereka --jika menghadapimusibah-- senantiasa mengucapkan: "sesungguhnya kitaberasal dari Allah dan kepada-Nyalah kita kembali".

  • 8/17/2019 Buku Waris

    59/77

    59

    Begitulah kehidupan dunia yang selalu silih berganti.Kadangkadang manusia tertawa dan merasa lapang dada, tetapidalam sekejap keadaan dapat berubah sebaliknya. Olehkarenanya tidak ada sikap yang lebih baik kecuali berlaku sabardan berserah diri kepada-Nya. Perhatikan firman Allah SWTberikut:

    "... Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yangsabar; (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah,mereka mengucapLan 'Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'un.'" (al-

    Baqarah: 155-156)

    Bukan sesuatu yang mustahil jika dalam suatu waktu dua orangbersaudara bepergian bersama-sama menggunakan pesawatterbang atau kapal laut, lalu mengalami kecelakaan. Ataumungkin saja terjadi bencana alam yang mengakibatkan rumahyang mereka huni runtuh, sehingga sebagian anggota keluargamereka menjadi korban. Maka jika di antara mereka ada yang

    mempunyai keturunan, tentulah akan muncul persoalan dalamkaitannya dengan kewarisan. Misalnya, bagaimana carapelaksanaan pemberian hak waris kepada masingmasing ahliwaris?

    Kaidah Pembagian Waris Orang yang Tenggelam dan

    Tertimbun

    Kaidah yang berlaku dalam pembagian hak waris orang yangtenggelam dan tertimbun yaitu dengan menentukan mana diantara mereka yang lebih dahulu meninggal. Apabila hal initelah diketahui dengan pasti, pembagian waris lebih mudahdilaksanakan, yakni dengan memberikan hak waris kepada

  • 8/17/2019 Buku Waris

    60/77

    60

    orang yang meninggal kemudian. Setelah orang kedua (yangmeninggal kemudian) meninggal, maka kepemilikan harta waristadi berpindah kepada ahli warisnya yang berhak. Begitulahseterusnya.

    Sebagai contoh, apabila dua orang bersaudara tenggelamsecara bersamaan lalu yang seorang meninggal seketika danyang seorang lagi meninggal setelah beberapa saat kemudian,maka yang mati kemudian inilah yang berhak menerima hakwaris, sekalipun masa hidup yang kedua hanya sejenak setelah

    kematian saudaranya yang pertama. Menurut ulama faraid, halini telah memenuhi syarat hak mewarisi, yaitu hidupnya ahliwaris pada saat kematian pewaris.

    Sedangkan jika keduanya sama-sama tenggelam atau terbakarsecara bersamaan kemudian mati tanpa diketahui mana yanglebih dahulu meninggal, maka tidak ada hak waris di antarakeduanya atau mereka tidak saling mewarisi. Hal ini sesuai

    dengan kaidah yang telah ditetapkan oleh ulama faraidh yangmenyebutkan: "Tidak ada hak saling mewarisi bagi keduasaudara yang mati karena tenggelam secara bersamaan, dantidak pula bagi kedua saudara yang mati karena tertimbunreruntuhan, serta yang meninggal seketika karena kecelakaandan bencana lainnya."

    Hal demikian, menurut para ulama, disebabkan tidakterpenuhinya salah satu persyaratan dalam mendapatkan hakwaris. Maka seluruh harta peninggalan yang ada segeradibagikan kepada ahli waris dari kerabat yang masih hidup.

  • 8/17/2019 Buku Waris

    61/77

    61

    Sebagai contoh, dua orang bersaudara mati secaraberbarengan. Yang satu meninggalkan istri, anak perempuan,dan anak paman kandung (sepupu); sedangkan yang satunyalagi meninggalkan dua anak perempuan, dan anak laki-lakipaman kandung (sepupu yang pertama disebutkan). Makapembagiannya seperti berikut: istri mendapat seperdelapan(1/8) bagian, anak perempuan yang pertama setengah (1/2),dan sisanya untuk bagian sepupu sebagai 'ashabah.

    Adapun bagian kedua anak perempuan (dari yang kedua)

    adalah dua per tiga (2/3), dan sisanya merupakan bagiansepupu tadi sebagai 'ashabah.

    Misal lain, suami-istri meninggal secara bersamaan danmempunyai tiga anak laki-laki. Suami-istri itu masing-masingmempunyai harta. Kemudian sang istri pernah mempunyai anaklaki-laki dari suaminya yang dahulu, begitupun sang suami telahmempunyai istri lain dan mempunyai anak laki-laki. Maka

    pembagiannya seperti berikut:

    Harta istri yang meninggal untuk anaknya, sedangkan hartasuami yang meninggal seperdelapannya (1/8) merupakanbagian istrinya yang masih hidup, dan sisanya adalah untukanak laki-lakinya dari istri yang masih hidup itu. Kemudian,harta ketiga anak laki-laki, seperenamnya (1/6) diberikan atau

    merupakan bagian saudara laki-laki mereka yang seibu, dansisanya merupakan bagian saudara laki-lakinya yang seayahdengan mereka.

  • 8/17/2019 Buku Waris

    62/77

    62

    Pembahasan tentang hak waris-mewarisi bagi orang-orang yangmati tenggelam atau tertimbun reruntuhan atau musibahlainnya merupakan bagian terakhir dari buku ini. Semoga apayang saya lakukan dapat memberikan banyak manfaat bagipara penuntut ilmu faraid, amin. Allahlah yang memberi taufikdan petunjuk kepada kita, dan saya akhiri pembahasan inidengan pujian kepada Rabb semesta alam.

    HAK WARIS BANCI DAN WANITA

    HAMIL

    A. Definisi Banci

    Pengertian al-khuntsa (banci) dalam bahasa Arab diambil darikata khanatsa berarti 'lunak' atau 'melunak'. Misalnya, khanatsawa takhannatsa, yang berarti apabila ucapan atau cara jalanseorang laki-laki menyerupai wanita: lembut dan melenggak-lenggok. Karenanya dalam hadits sahih dikisahkan bahwa

    Rasulullah saw. bersabda:

    "Allah SWT melaknat laki-laki yang menyerupai wanita danwanita yang menyerupai laki-laki."

    Adapun makna khanatsa menurut para fuqaha adalah orangyang mempunyai alat kelamin laki-laki dan kelamin wanita

    (hermaphrodit), atau bahkan tidak mempunyai alat kelaminsama sekali. Keadaan yang kedua ini menurut para fuqahadinamakan khuntsa musykil, artinya tidak ada kejelasan. Sebab,setiap insan seharusnya mempunyai alat kelamin yang jelas,bila tidak berkelamin laki-laki berarti berkelamin perempuan.

  • 8/17/2019 Buku Waris

    63/77

    63

    Kejelasan jenis kelamin seseorang akan mempertegas statushukumnya sehingga ia berhak menerima harta waris sesuaibagiannya.

    Oleh karena itu, adanya dua jenis kelamin pada seseorang --atau bahkan sama sekal