91

Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana
Desain-PC
Stamp
Page 2: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

BUKU REFERENSI

BENCANA TANAH LONGSOR

Penyebab dan Potensi Longsor

Page 3: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4 Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Pembatasan Pelindungan Pasal 26 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku terhadap: i. Penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk pelaporan

peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan informasi aktual; ii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan penelitian

ilmu pengetahuan; iii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan pengajaran,

kecuali pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan Pengumuman sebagai bahan ajar; dan

iv. Penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran.

Sanksi Pelanggaran Pasal 113 1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Page 4: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

BUKU REFERENSI

BENCANA TANAH LONGSOR

Penyebab dan Potensi Longsor

Dr. Muzani, M.Si.

Page 5: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

BUKU REFERENSI BENCANA TANAH LONGSOR PENYEBAB DAN POTENSI LONGSOR

Muzani

Desain Cover : Rulie Gunadi

Sumber :

www.shutterstock.com

Tata Letak : Titis Yuliyanti

Proofreader :

Avinda Yuda Wati

Ukuran : xii, 77 hlm, Uk: 15.5x23 cm

ISBN :

978-623-02-2174-3

Cetakan Pertama : Januari 2021

Hak Cipta 2021, Pada Penulis

Isi diluar tanggung jawab percetakan

Copyright © 2021 by Deepublish Publisher All Right Reserved

Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini

tanpa izin tertulis dari Penerbit.

PENERBIT DEEPUBLISH (Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA)

Anggota IKAPI (076/DIY/2012)

Jl.Rajawali, G. Elang 6, No 3, Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman Jl.Kaliurang Km.9,3 – Yogyakarta 55581

Telp/Faks: (0274) 4533427 Website: www.deepublish.co.id www.penerbitdeepublish.com E-mail: [email protected]

Page 6: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., Tuhan

Yang Maha Esa, karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan

hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan buku referensi yang

berjudul Bencana Tanah Longsor, Penyebab dan Potensi Longsor.

Dalam beberapa tahun terakhir, intensitas terjadinya bencana

gerakan tanah di Indonesia semakin meningkat, dengan sebaran

wilayah bencana semakin luas. Wilayah kota Sukabumi salah satu

yang sering dilanda bencana longsor. Curah hujan yang cukup

tinggi setiap tahunnya, berkisar antara 2. 415 mm–3. 982 mm

dengan hari hujan sejumlah 173 hingga 212 hari dalam setahun

(Statistik daerah Kota Sukabumi, 2018) memicu mudahnya terjadi

bencana longsor di daerah-daerah yang bertopografi berbukit

seperti Kota Sukabumi. Upaya penanggulangan bencana sangat

diperlukan untuk mengurangi dampak bencana. Untuk itu perlu

masyarakat mengetahui seputar tanah longsor, baik penyebab

maupun sebaran wilayah longsor serta wilayah yang rentan

terhadap longsor. Penulisan buku ini adalah hasil penelitian

tentang bencana longsor di Sukabumi Provinsi Jawa Barat. Buku ini

diharapkan dapat memberi tambahan referensi buat bidang

kebencanaan khususnya dan geografi pada umumnya. Pada bagian

pembahasan buku ini mengambil contoh penelitian yang dilakukan

di wilayah Sukabumi, Jawa Barat. Pada penentuan penyebab utama

dari longsor, digunakan metode AHP. Untuk penentuan wilayah

rentan longsor digunakan pendekatan spasial. Sehingga hasil

penelitiannya dilengkapi dengan peta rawan longsor di wilayah

penelitian. Penulis berharap buku ini bermanfaat baik pada dunia

Page 7: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

vi

kampus, dan masyarakat luas umumnya. Kami yakin masih banyak

kekurangan dalam penulisan buku ini, oleh karena itu kritik dan

saran dari para pembaca sangat kami harapkan. Akhir kata, semoga

Allah Swt. senantiasa memberkahi kita semua. Wallahualam.

Tangerang Selatan

Penulis

Page 8: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

vii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... v

DAFTAR ISI ........................................................................................ vii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................. ix

DAFTAR TABEL .................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 1

1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................. 10

1.3. Tujuan Penelitian ............................................................... 11

BAB II METODOLOGI ................................................................ 12

2.1. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................... 12

2.2. Metode Penelitian .............................................................. 13

2.3. Teknik Analisis Data ......................................................... 14

BAB III TINJAUAN PUSTAKA .................................................... 18

3.1. Tanah Longsor ................................................................... 19

3.2. Faktor Penyebab Longsor ................................................. 20

3.3. Kerentanan (Vulnerability) ................................................. 21

3.4. Sistem Informasi Geografis (SIG) ..................................... 23

3.5. Analytical Hierarchy Process (AHP) ................................... 23

3.6. AHP dalam Kajian Kerentanan Tanah Longsor .............. 27

BAB IV PEMBAHASAN ................................................................ 33

4.1. Gambaran Umum Wilayah Kota Sukabumi ................... 33

4.2. Kondisi Fisik Kota Sukabumi ........................................... 35

Page 9: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

viii

4.3. Perhitungan Metode AHP (Analytical Hierarchy

Process) ................................................................................ 50

4.4. Analisis Hasil Pembobotan Faktor Penyebab

Longsor ............................................................................... 66

4.5. Membuat Peta Potensi Bencana Longsor ......................... 67

BAB V SIMPULAN........................................................................ 73

BAB VI DAFTAR PUSTAKA ........................................................ 74

PROFIL PENULIS ............................................................................... 77

Page 10: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Grafik Kejadian Bencana 5 Tahun Terakhir

di Provinsi Jawa Barat .................................................. 4

Gambar 1.2. Peta Lokasi Penelitian Kota Sukabumi, Jawa

Barat .............................................................................. 5

Gambar 1.3. Grafik Kejadian Bencana 10 Tahun Terakhir

di Kota Sukabumi ......................................................... 6

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian Kota Sukabumi Jawa

Barat ............................................................................ 12

Gambar 3.1. Diagram alur kerangka pemikiran ........................... 32

Gambar 4.1. Peta Administrasi Kota Sukabumi Provinsi

Jawa Barat ................................................................... 34

Gambar 1. Peta Topografi Kota Sukabumi Provinsi

Jawa Barat ................................................................... 36

Gambar 2. Peta Keberadaan Sesar Kota Sukabumi

Provinsi Jawa Barat .................................................... 37

Gambar 3. Peta Geologi Kota Sukabumi Provinsi Jawa

Barat ............................................................................ 40

Gambar 4. Peta Jenis Tanah Kota Sukabumi Provinsi

Jawa Barat ................................................................... 44

Gambar 5. Peta Penggunaan Lahan Kota Sukabumi

Provinsi Jawa Barat .................................................... 47

Page 11: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

x

Gambar 6. Peta Penggunaan Lahan Kota Sukabumi

Provinsi Jawa Barat .................................................... 49

Gambar 4.2. Matriks Keputusan Ternormalisasi Ahli 1 ................ 52

Gambar 4.3. Hasil Pembobotan Faktor Penyebab Longsor

Menurut Ahli 1 ........................................................... 52

Gambar 4.4. Matriks Keputusan Ternormalisasi Ahli 2 ................ 54

Gambar 4.5. Hasil Pembobotan Faktor Penyebab Longsor

Menurut Ahli 2 ........................................................... 55

Gambar 4.6. Matriks Keputusan Ternormalisasi Ahli 3 ................ 57

Gambar 4.7. Hasil Pembobotan Faktor Penyebab Longsor

Menurut Ahli 3 ........................................................... 57

Gambar 4.8. Matriks Keputusan Ternormalisasi ahli 4 ................. 60

Gambar 4.9. Hasil Pembobotan Faktor Penyebab Longsor

Menurut Ahli 4 ........................................................... 60

Gambar 4.10. Struktur Hierarki ........................................................ 62

Gambar 4.11. Matriks Keputusan Ternormalisasi ........................... 63

Gambar 4.12. Grafik Hasil Pembobotan Faktor Penyebab

Longsor ........................................................................ 64

Gambar 4.13. Peta Potensi Bencana Tanah Longsor Kota

Sukabumi Jawa Barat ................................................. 72

Page 12: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Daftar Kejadian dan Korban Bencana Tanah

Longsor 2003-2005 ............................................................ 3

Tabel 1.2. Daftar Kejadian dan Korban Bencana Tanah

Longsor 5 Tahun Terakhir di Kota Sukabumi ............... 7

Tabel 1.3. Rekapitulasi Kejadian Tanah Longsor di Kota

Sukabumi Berdasarkan Catatan Media Massa ............... 8

Tabel 2.1. Matriks Perbandingan Berpasangan (Saaty,

1991) ................................................................................. 16

Tabel 2.2. Indeks Konsistensi Acak (Saaty, 1991) .......................... 16

Tabel 3.1. Faktor-Faktor Pemicu Terjadinya Tanah

Longsor ............................................................................ 21

Tabel 3.2. Matriks Perbandingan Berpasangan (Pairwise

Comparison Matrix) (Saaty, 1991) .................................... 25

Tabel 3.3. Skala Perbandingan Berpasangan.................................. 25

Tabel 4.1. Luas Wilayah per Kecamatan di Kota

Sukabumi tahun 2017..................................................... 33

Tabel 4.2. Komposisi Formasi Geologi Kota Sukabumi ................ 38

Tabel 4.3. Kemiringan Lereng Kota Sukabumi .............................. 41

Tabel 4.4. Jenis Tanah di Kota Sukabumi ....................................... 42

Tabel 4.5. Penggunaan Lahan Kota Sukabumi .............................. 45

Tabel 4.6. Curah Hujan Kota Sukabumi ......................................... 48

Page 13: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

xii

Tabel 4.7. Kriteria-kriteria penyebab longsor ................................ 61

Tabel 4.8. Persentase Bobot Parameter Penyebab Longsor ........... 65

Tabel 4.9. Bobot Parameter Penyebab Longsor Kota

Sukabumi ......................................................................... 69

Tabel 4.10. Klasifikasi Potensi Longsor Kota Sukabumi ................. 70

Page 14: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang sering

mengalami bencana hidrometeorologi, yaitu bencana gerakan tanah

yang disebabkan karena perubahan iklim dan cuaca, salah satunya

adalah bencana gerakan tanah. Bencana gerakan tanah atau dikenal

sebagai tanah longsor merupakan fenomena alam yang dikontrol

oleh kondisi geologi, curah hujan dan pemanfaatan lahan pada

lereng. Dalam beberapa tahun terakhir, intensitas terjadinya

bencana gerakan tanah di Indonesia semakin meningkat, dengan

sebaran wilayah bencana semakin luas. Hal ini disebabkan oleh

makin meningkatnya pemanfaatan lahan yang tidak berwawasan

lingkungan pada daerah rentan gerakan tanah, serta intensitas

hujan yang tinggi dengan durasi yang panjang, ataupun akibat

meningkatnya frekuensi kejadian gempa bumi (Risiko Bencana

Indonesia, 2016).

Secara umum, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana

Geologi (2015) menyampaikan bahwa tanah longsor memiliki

beberapa gejala yang dapat diamati secara visual di antaranya:

terjadi setelah hujan, timbul retakan-retakan pada lereng yang

sejajar dengan arah tebing, bangunan yang mulai retak, pohon atau

tiang listrik yang miring, serta muncul mata air baru. Meskipun

indikasi kerentanan longsor dapat diamati, namun jarang dapat

diantisipasi dengan tepat, sehingga korban jiwa masih terjadi.

Penyebab tanah longsor secara alamiah meliputi morfologi

Page 15: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

2

permukaan bumi, penggunaan lahan, litologi, struktur geologi,

curah hujan dan kegempaan. Selain faktor alamiah, longsor juga

disebabkan oleh faktor aktivitas manusia yang mempengaruhi

bentang alam seperti kegiatan pertanian, pembebanan lereng,

pemotongan lereng dan penambangan (Somantri, 2008).

Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan

Umum dalam Peraturan Menteri No. 22 tahun 2007 dalam

Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor

menjelaskan; “Secara geografis sebagian besar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berada pada kawasan rawan bencana

alam, dan salah satu bencana alam yang sering terjadi adalah

bencana longsor. Sejalan dengan proses pembangunan

berkelanjutan perlu diupayakan pengaturan dan pengarahan

terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan prioritas utama

pada penciptaan keseimbangan lingkungan. Salah satu upaya yang

diambil adalah melalui pelaksanaan penataan ruang yang berbasis

mitigasi bencana alam agar dapat ditingkatkan keselamatan dan

kenyamanan kehidupan dan penghidupan masyarakat terutama di

kawasan rawan bencana longsor. ”

Upaya penanggulangan bencana dengan menganalisis

kerentanan bencana penting untuk dilakukan. Analisis kerentanan

berkembang dan digunakan dalam berbagai sektor. Pada bencana

alam, analisis kerentanan merupakan komponen dari analisis risiko

bencana, dengan salah satu tujuannya untuk perencanaan sebagai

dasar penetapan prioritas kegiatan. Penetapan indikator kerentanan

memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

kerentanan, di tingkat individu, masyarakat, wilayah dan institusi

(Djuaridah, 2009).

Page 16: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

3

Tabel 1.1. Daftar Kejadian dan Korban Bencana Tanah Longsor

2003-2005

No Propinsi Jumlah

kejadian

Korban jiwa RH RR RT

LPR (ha)

JL (m)

MD LL

1 Jawa Barat

77 166 108 198 1751 2290 140 705

2 Jawa Tengah

15 17 9 31 22 200 1 75

3 Jawa Timur

1 3 - - 27 - 70 -

4 Sumatera Barat

5 63 25 16 14 - 540 60

5 Sumatera Utara

3 126 - 1 40 8 - 80

6 Sulawesi Selatan

1 33 2 10 - - - -

7 Papua 1 3 5 - - - - -

Jumlah 103 411 149 256 1854 2498 751 920

Sumber: https://www.esdm.go.id/

Berdasarkan Tabel 1 tampak bahwa kejadian bencana dan

jumlah korban tanah longsor di Provinsi Jawa Barat lebih besar

dibandingkan dengan Provinsi lainnya. Hal demikian disebabkan

oleh faktor geologi, morfologi, curah hujan dan jumlah penduduk

serta kegiatannya.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016) mencatat

sebanyak 2. 425 kejadian bencana gerakan tanah sepanjang tahun

2011 hingga 2015, dengan lokasi kejadian terbesar di berbagai

wilayah Indonesia. Kejadian tanah longsor terbanyak dijumpai di

Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Barat dan

Kalimantan Timur. Bencana tanah longsor tersebut telah

mengakibatkan 1. 163 jiwa meninggal, 112 orang hilang, 973 orang

Page 17: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

4

terluka dan sekitar 48. 191 orang mengungsi (Risiko Bencana

Indonesia, 2016).

Provinsi Jawa Barat termasuk salah satu daerah yang

memiliki potensi tinggi untuk terjadinya bencana, dari 26

kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, 19 di antaranya berada

dalam kelas risiko tinggi (Indeks Risiko Bencana Indonesia, 2013).

Berikut bencana yang sering terjadi di Provinsi Jawa Barat 5 tahun

terakhir ini:

Sumber: http://dibi.bnpb.go.id/

Gambar 1.1. Grafik Kejadian Bencana 5 Tahun Terakhir di Provinsi

Jawa Barat

Berdasarkan grafik di atas bencana yang sering terjadi 5

tahun terakhir ini yaitu tanah longsor, Hal ini disebabkan oleh

topografi wilayahnya yang berbukit dan bergunung, juga tingginya

kepadatan penduduk mencapai 1. 140 jiwa per km persegi yang

menimbulkan tekanan terhadap ekosistem. Indeks risiko bencana

Page 18: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

5

tanah longsor Provinsi Jawa Barat dengan kelas risiko tinggi antara

lain Sukabumi, Bogor, Garut, Bandung, Cianjur, Tasikmalaya,

Ciamis, Subang, Majalengka, Sumedang, Kuningan, Purwakarta.

Dilihat dari aspek demografinya, daerah tersebut merupakan

kawasan padat penduduk (Indeks Risiko Bencana Indonesia, 2013).

Daerah kajian penelitian ini adalah Kota Sukabumi. Berikut

merupakan peta lokasi penelitian:

Sumber: INA Geospasial

Gambar 1.2. Peta Lokasi Penelitian Kota Sukabumi, Jawa Barat

Wilayah Kota Sukabumi merupakan lereng selatan dari

Gunung Gede dan Gunung Pangrango, yang berada pada

ketinggian 584 meter di atas permukaan laut pada bagian selatan

770 meter di atas permukaan laut bagian utara. Sedangkan di

Page 19: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

6

bagian tengah mempunyai ketinggian rata-rata 650 meter dari

permukaan laut. Bentuk bentangan alam Kota Sukabumi berupa

perbukitan bergelombang dengan sudut lereng beragam (Statistik

daerah Kota Sukabumi, 2018).

Wilayah Kota Sukabumi didominasi oleh kemiringan lereng

0-2% dan 2-15%. Luas daerah dengan kemiringan lereng 0-

2%mencapai 2228,795 ha atau sekitar 45,59% dari total luas kota

dan kemiringan lereng 2-15% mencapai 2553. 219 ha atau sekitar

52,22% dari total luas kota (Statistik daerah Kota Sukabumi, 2018).

Sumber: http://dibi.bnpb.go.id/

Gambar 1.3. Grafik Kejadian Bencana 10 Tahun Terakhir

di Kota Sukabumi

Berdasarkan grafik tersebut terdapat beberapa bencana yang

berpotensi terjadi di Kota Sukabumi, yaitu tanah longsor, puting

beliung, banjir, kekeringan, gelombang pasang, kebakaran hutan

dan gempa bumi. Tanah longsor merupakan jenis bencana terbesar

Page 20: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

7

ke 3 (Tiga) setelah bencana banjir dan puting beliung

(http://dibi.bnpb.go.id/).

Kota Sukabumi memiliki curah hujan yang cukup tinggi

setiap tahunnya, jumlah curah hujan yang turun berkisar antara 2.

415 mm–3. 982 mm dengan hari hujan sejumlah 173 hingga 212 hari

dalam setahun (Statistik daerah Kota Sukabumi, 2018) hal tersebut

memicu mudahnya terjadi bencana longsor di daerah-daerah yang

bertopografi berbukit seperti Kota Sukabumi. Upaya

penanggulangan bencana sangat diperlukan untuk mengurangi

dampak bencana. Berikut Daftar kejadian dan korban bencana

tanah longsor 5 tahun terakhir di Kota Sukabumi:

Tabel 1.2. Daftar Kejadian dan Korban Bencana Tanah Longsor

5 Tahun Terakhir di Kota Sukabumi

No Tahun Terdampak Korban

jiwa RRB RRS RRR PD KS PI MD LL

1 2019 134 1 3 5 7 3 1 0 0

2 2018 106 19 3 31 1 0 0 0 0

3 2017 428 0 3 25 22 38 1 0 0

4 2016 2,286 1 0 495 306 187 4 4 15

5 2015 272 15 0 130 63 15 3 0 20

Jumlah 3,226 36 9 686 399 243 9 4 35

Sumber: http://dibi.bnpb.go.id/

Keterangan: MD : Meninggal dunia LL : Luka-luka RRB : Rumah rusak berat RRS : Rumah rusak sedang RRR : Rumah rusak ringan PD : Pendidikan KS : Kesehatan PI : Peribadatan

Page 21: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

8

Dua kecamatan di Kota Sukabumi yang sering mengalami

bencana longsor adalah Kecamatan Cikole dan Kecamatan Baros

dibandingkan dengan 5 Kecamatan lainnya. Hal tersebut

berdasarkan hasil pemantauan langsung di lapangan dan

perhitungan BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan

Geofisika) serta unsur lainnya (Pasukan Reaksi Cepat

Penanggulangan Bencana, 2018).

Wilayah Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi, Jawa Barat

Paling Rentan diterjang berbagai bencana. Data Badan

Penanggulangan Bencana Daerah merinci puluhan bencana yang

menerjang Kecamatan Cikole terdiri dari 11 kali kebakaran, 6 kali

banjir, 20 kali tanah longsor, sekali angin topan dan 8 kali cuaca

ekstrem. Total kerugian akibat terjangan bencana itu mencapai Rp.

990. 650. 000. Dari 20 kali kejadian bencana tanah longsor di

Wilayah Kecamatan Cikole pada tahun 2017, kerugian mencapai

Rp. 302 juta, kalau ditotalkan mencapai Rp. 990 juta lebih (Kepala

Unsur Pelaksana BPBD). Bencana di Kecamatan Cikole lebih

dititikberatkan pada retakan tanah yang dapat berakibat longsor.

Karena wilayah kecamatan ini memiliki titik longsor dengan

kecuraman yang tinggi di sekitar pemukiman warga masyarakat.

Tabel 1.3. Rekapitulasi Kejadian Tanah Longsor di Kota Sukabumi

Berdasarkan Catatan Media Massa

Tanggal Keterangan

tanah longsor

Tempat kejadian

Dampak Sumber

Kerugian material

Korban jiwa

Media Massa Tanggal

terbit Tanggal

akses

06/12/2018

meluapnya air sungai

sehingga merendam sejumlah

rumah, tebing

longsor yang

Kel. Subang-

jaya

Beberapa di

antaranya rusak karena

tertimpa material

tanah

- Mediaindonesia. com

07/12/ 2018

04/4/ 2019

Page 22: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

9

Tanggal Keterangan

tanah longsor

Tempat kejadian

Dampak Sumber

Kerugian material

Korban jiwa

Media Massa Tanggal

terbit Tanggal

akses

materialnya

menimpa rumah warga

serta menutup akses jalan,

tanah ambles dan jalan

ambles di sejumlah

titik.

longsor

21/2/

2019

Longsor

lahan terjadi setelah hujan

deras dari siang sampe

sore

Kaban-

dungan, Kelurahan

Selabatu, Kecamatan

Cikole, Kota Sukabumi

2 unit

rumah rusak

sedang

- REPUBLIKA.

CO. ID

22/2/

2019

04/4/

2019

13/1/

2019

Sungai

Cileles meluap yang

merendam permukiman hingga

ketinggian 50 sentimeter

Kelurahan

Kebonjati, Kecamatan

Cikole, Kota Sukabumi

- - Kompas. com 14/1/

2019

04/4/

2019

Sumber: Akses Internet (2019)

Hal ini menunjukkan bahwa daerah ini memiliki wilayah

yang rentan terhadap bencana tanah longsor. Berangkat dari

masalah kerentanan tanah longsor yang dihadapi masyarakat Kota

Sukabumi, maka penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor

yang mempengaruhi tingkat kerentanan masyarkat terhadap tanah

longsor dan menentukan tingkat kerentanan tanah longsor di Kota

Sukabumi. Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam

meminimalkan risiko bencana akibat tanah longsor

Page 23: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

10

Kerentanan tanah longsor dapat dikaji dengan metode

heuristis (analisis pembobotan faktor penyebab tanah longsor),

statistis (analisis data tanah longsor secara statistik), deterministis

(analisis stabilitas lereng dengan pemodelan), ataupun dengan

kombinasi beberapa metode tersebut (Van Wasten, 1993). Salah satu

metode untuk mengkaji kerentanan tanah longsor yang banyak

digunakan adalah Analytical Hierarchy Process (AHP). Pembobotan

faktor yang terbaik menurut BNPB (2012) yaitu menggunakan

AHP. Metode AHP merupakan metode pengambilan keputusan

dengan menguraikan masalah multi faktor dan multi kriteria yang

kompleks menjadi suatu hierarki. Dengan hierarki, permasalahan

yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompok

permasalahan yang lebih kecil sehingga permasalahan akan tampak

lebih terstruktur dan sistematis.

Dengan menggunakan metode ini, parameter penentu

kerentanan tanah longsor dapat diolah secara sistematis untuk

menentukan tingkat kerentanan tanah longsor di daerah penelitian.

Dengan perhitungan perbandingan matriks berpasangan, maka

bobot masing-masing parameter penentu kerentanan tanah longsor

dapat dengan mudah diperoleh. Selain itu, penilaian subjektif dapat

dikontrol dengan adanya syarat perbandingan nilai konsistensi

(consitency ratio). Dapat mempengaruhi tingkat kerentanan tanah

longsor di Kota Sukabumi.

Dengan mempertimbangkan latar belakang tersebut, maka

penulis melakukan penelitian “Analisis Kerentanan Bencana Tanah Longsor di Kota Sukabumi”.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana tingkat potensi bencana tanah longsor di Kota Sukabumi, Jawa

Barat?”.

Page 24: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

11

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dibuatnya penelitian ini adalah menentukan faktor-

faktor penyebab longsor di Kota Sukabumi dan menentukan

tingkat potensi tanah longsor di Kota Sukabumi berdasarkan

analisis spasial.

Page 25: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

12

BAB II

METODOLOGI

2.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian yang berjudul “Analisis Kerentanan Bencana

Tanah Longsor di Kota Sukabumi Menggunakan Metode AHP

(Analytical Hierarchy Process)” ini dilaksanakan pada bulan Juni

2019 di Kota Sukabumi, Provinsi Jawa Barat.

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian Kota Sukabumi Jawa Barat

Page 26: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

13

2.2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

deskriptif dengan pendekatan survei. Populasi dalam penelitian ini

adalah Kota Sukabumi. Sampel dalam penelitian ini seluruh

kecamatan yang berada di Kota Sukabumi yaitu sejumlah 7

kecamatan. Pada dasarnya penelitian ini menggunakan data

sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari instansi

terkait, yaitu sebagai berikut:

2.1. Jenis dan Sumber Data yang Dibutuhkan

No. Nama Data Jenis Data Sumber

1 Data Curah Hujan

Sekunder Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)

2 Data Jenis Tanah

Sekunder Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)

3 Data Tutupan Lahan

Sekunder Dinas Tata Ruang Kota Sukabumi

4 Data Penggunaan Lahan

Sekunder Dinas Tata Ruang Kota Sukabumi

5 Data Kemiringan Lereng

Sekunder Badan Informasi Geospasial (BIG)

6 Data geologi Sekunder Badan Informasi Geospasial (BIG)

7 Data kepadatan penduduk

Sekunder Badan Pusat Statistik (BPS)

Sedangkan data primer diperoleh dari hasil observasi

langsung ke lokasi penelitian guna mengamati objek secara

langsung di lapangan, selain melakukan observasi juga dilakukan

wawancara (wawancara stakeholders) dengan melakukan pengisian

kuesioner. Kemudian dilakukan perhitungan bobot setiap

Page 27: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

14

parameter penyebab longsor menggunakan Metode AHP dan besar

pengaruh dari setiap parameter terhadap kejadian longsor.

Sehingga diperoleh bobot dari masing-masing parameter atau

kriteria yang digunakan dalam penelitian.

Kuesioner yang digunakan mengandung beberapa parameter

kerawanan longsor. Parameter tersebut akan dibuat suatu

klasifikasi berdasarkan referensi atau sesuai dengan atribut peta.

Perbandingan berpasangan dibuat dengan membandingkan

klasifikasi yang telah ditentukan, lalu penentuan bobot dilakukan

oleh responden dengan kriteria yaitu pihak-pihak yang dianggap

mengetahui dan memahami karakteristik wilayah penelitian,

khususnya yang berhubungan dengan tanah longsor di Kota

Sukabumi.

2.3. Teknik Analisis Data

Proses analisis data dibagi menjadi 2 yaitu analisis atribut dan

analisis keruangan. Atribut adalah proses pemberian atribut atau

informasi pada suatu peta

1. Klasifikasi

Klasifikasi yang dimaksud adalah pembagian kelas dari

masing-masing peta digital. Penskoran adalah pemberian skor pada

peta digital masing-masing parameter yang berpengaruh terhadap

longsor, dengan didasarkan atas pertimbangan pengaruh masing-

masing parameter terhadap kerentanan longsor. Penentuan Skor

untuk masing-masing parameter didasarkan atas pertimbangan,

seberapa besar pengaruh suatu parameter dibandingkan dengan

parameter yang lainnya terhadap kejadian longsor di Kota

Sukabumi.

Page 28: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

15

2. Menentukan Faktor Bencana Longsor Berdasarkan Metode

Analytical Hierarchy Process (AHP)

Dalam pemberian harkat untuk masing-masing parameter

dikelompokkan berdasarkan pengaruhnya terhadap kejadian

longsor. Harkat yang paling tinggi adalah yang paling besar

pengaruhnya terhadap terjadinya longsor. Harkat yang paling

rendah adalah yang paling kecil pengaruhnya terhadap terjadinya

longsor.

a. Mendefinisikan masalah dan menetapkan tujuan.

b. Menyusun masalah dalam struktur hierarki. Menyusun

prioritas untuk tiap elemen masalah pada tingkat hierarki.

Proses ini menghasilkan bobot elemen terhadap pencapaian

tujuan, sehingga elemen dengan bobot tertinggi memiliki

prioritas penanganan. Langkah pertama pada tahap ini

adalah menyusun perbandingan berpasangan yang

ditransformasikan dalam bentuk matriks, sehingga matriks

ini disebut matriks perbandingan berpasangan

c. Melakukan pengujian konsistensi terhadap perbandingan

antar elemen yang didapatkan pada tiap tingkat hierarki.

Konsistensi perbandingan ditinjau dari perbandingan matriks

dan keseluruhan hierarki untuk memastikan bahwa urutan

prioritas yang dihasilkan didapatkan dari suatu rangkaian

perbandingan yang masih berada dalam batas-batas

preferensi yang logis. Setelah melakukan perhitungan bobot

elemen, selanjutnya adalah melakukan pengujian konsistensi

matriks. Untuk melakukan perhitungan ini diperlukan

bantuan tabel Random Index (RI) yang nilainya untuk

matriks dapat dilihat pada Tabel 2. 1 Dengan tetap

menggunakan matriks pada Tabel 2. 2.

Page 29: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

16

Tabel 2.1. Matriks Perbandingan Berpasangan (Saaty, 1991)

C 𝐴1 𝐴 2 ... 𝐴𝑛 𝐴1 𝑎11 𝑎12 ... 𝑎1𝑛 𝐴 2 𝑎21 𝑎22 ... 𝑎2𝑛

: : : ... : 𝐴𝑚 𝑎𝑚1 𝑎𝑚2 ... 𝑎𝑚𝑛

Tabel 2.2. Indeks Konsistensi Acak (Saaty, 1991)

N 1 2 3 4 5 6

RI 0 0 0. 58 0. 9 1. 12 1. 24

Pendekatan yang digunakan dalam pengujian konsistensi

matriks perbandingan adalah:

1) Menghitung nilai bobot prioritas tiap parameter dengan

membagi nilai awal matriks dengan jumlah kolomnya dan

Selanjutnya menjumlahkan barisnya.

2) Menghitung nilai Eigen (dengan melakukan pembagian

antara bobot prioritas tiap parameter dengan jumlah

parameter yang digunakan).

3) Mencari nilai Eigen maksimal menjumlahkan seluruh

perkalian jumlah baris pada matriks awal dengan bobot atau

nilai Eigen setiap parameter.

4) Mencari nilai Consistency Index (CI)

CI =–N/(N-1).................... (1)

dengan N adalah jumlah parameter dalam matriks

5) Mencari nilai Consistency Ratio (CR)

CR= CI/R.......................... (2)

Suatu matriks perbandingan disebut konsisten jika nilai CR < 0,10.

Page 30: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

17

3. Analisis Spasial

Analisis spasial dilakukan dengan menumpangsusunkan

peta-peta digital setelah diperoleh bobot masing-masing parameter

terhadap kerentanan longsor melalui AHP. Analisis spasial akan

dilakukan untuk menghasilkan zonasi tingkat kerentanan bencana

tanah longsor. Peta-peta digital yang akan ditumpang susunkan

dengan memasukkan setiap bobotnya adalah peta curah hujan, peta

kemiringan lereng, peta jenis tanah, kepadatan penduduk, peta

penggunaan dan tutupan lahan.

Page 31: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

18

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) Tahun 2013,

bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan

masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau faktor non

alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya

korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan

dampak psikologis. Sementara bencana alam sendiri didefinisikan

sebagai bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian

peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa

bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan

dan tanah longsor. Beberapa hal yang berkaitan dengan bencana

(IRBI, 2013):

Bahaya/ancaman (hazard) adalah satu situasi atau kejadian

atau peristiwa yang mempunyai potensi dapat menimbulkan

kerusakan, kehilangan jiwa manusia, atau kerusakan

lingkungan.

Risiko (risk) adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat

bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang

dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya

rasa aman, jumlah orang mengungsi, kerusakan atau

kehilangan harta dan infrastruktur, dan gangguan kegiatan

masyarakat secara sosial dan ekonomi.

Kerentanan (vulnerability) adalah suatu kondisi yang

ditentukan oleh faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial,

Page 32: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

19

ekonomi, dan lingkungan yang mengakibatkan menurunnya

kemampuan dalam menghadapi bahaya (hazard).

Kemampuan/kapasitas (capacity) adalah penguasaan

terhadap sumber daya, teknologi, cara, dan kekuatan yang

dimiliki masyarakat, yang memungkinkan mereka untuk

mempersiapkan diri, mencegah, menjinakkan,

menanggulangi, mempertahankan diri dalam menghadapi

ancaman bencana, serta dengan cepat memulihkan diri dari

akibat bencana.

3.1. Tanah Longsor

Skempton dan Hutchinson (1969), tanah longsor atau gerakan

tanah didefinisikan sebagai gerakan menuruni lereng oleh massa

tanah dan atau batuan penyusun lereng tersebut. Menurut Arsyad

(1989: 31) Longsor terjadi sebagai akibat meluncurnya suatu

volume di atas suatu lapisan agak kedap air yang jenuh air. Dalam

hal ini lapisan terdiri dari tanah liat atau mengandung kadar tanah

liat tinggi dan juga dapat berupa lapisan batuan seperti napal liat

(clay shale) setelah jenuh air akan bertindak sebagai peluncur.

Cruden dan Varnes (1996) mengklasifikasikan pergerakan

lereng berdasarkan materialnya yang dibagi menjadi batuan, tanah,

dan debris. Batuan adalah material kasar yang terikat dan berada

pada lapisan bawah. Tanah adalah material yang lebih dari 80%-

nya berukuran kurang dari 2mm, sedangkan debris mengandung

material kasar yang 20-80% dari partikelnya berukuran lebih dari

2mm.

Tanah longsor dapat menimbulkan kerusakan yang cukup

besar. Namun bahaya dan risiko terhadap longsor dapat

diminimalisir dengan adanya manajemen risiko yang baik,

berkelanjutan, dan informasi yang akurat tentang kejadian longsor.

Penggunaan pemetaan tingkat kerentanan longsor merupakan

Page 33: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

20

salah satu kunci penting untuk mengurangi risiko tersebut, baik

untuk pribadi, umum, pemerintah, sampai peneliti (Shahabi dan

Hashim, 2015).

3.2. Faktor Penyebab Longsor

Cruden dan Varnes (1996) menyebutkan bahwa faktor

penyebab longsor dibagi menjadi 2 kelompok yaitu faktor

penyebab dan faktor pemicu. Faktor penyebab antara lain

kemiringan lereng, jenis batuan dan jenis tanah. Hujan deras,

aktivitas seismik seperti erupsi gunung api dan gempa bumi

termasuk kedalam faktor pemicu.

Menurut Goenadi et al. (2003), faktor pemicu terjadinya

longsor dikelompokkan menjadi dua, yakni faktor yang bersifat

tetap (statis), dan faktor yang bersifat mudah berubah (dinamis).

Faktor pemicu yang bersifat dinamis ini mempunyai pengaruh

yang cukup besar karena kejadian tanah longsor sering dipicu oleh

adanya perubahan gaya atau energi akibat perubahan faktor yang

bersifat dinamis. Yang termasuk ke dalam kategori faktor pemicu

dinamis ini adalah curah hujan dan penggunaan lahan. Pada

kelompok faktor pemicu yang bersifat dinamis sebenarnya ada

faktor kegempaan. Namun karena daerah penelitian tidak terlalu

luas, maka seluruh daerah penelitian dapat dianggap mempunyai

tingkat faktor kegempaan yang sama. Selanjutnya, faktor pemicu

terjadinya tanah longsor yang bersifat statis dibagi lagi ke dalam

dua kelompok, yaitu faktor batuan (jenis litologi penyusun dan

struktur geologi), dan faktor (sifat fisik) tanah. Secara lebih rinci,

faktor-faktor tersebut di atas disajikan dalam tabel 3. 1di bawah ini:

Page 34: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

21

Tabel 3.1. Faktor-Faktor Pemicu Terjadinya Tanah Longsor

No Faktor Penyebab Parameter

1 Faktor Pemicu Dinamis

Kemiringan Lereng

Curah Hujan

Penggunaan Lahan (Aktivitas Manusia)

2 Faktor Pemicu Statis Jenis Batuan dan Struktur Geologi

Kedalaman Solum Tanah

Permeabilitas Tanah

Tekstur Tanah

Sumber: Goenadi et al. (2003)

3.3. Kerentanan (Vulnerability)

Kerentanan (vulnerability) adalah suatu kondisi yang

ditentukan oleh faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial,

ekonomi, dan lingkungan yang mengakibatkan menurunnya

kemampuan dalam menghadapi bahaya (hazards) (IRBI, 2013).

Berdasarkan BAKORNAS PB (2007) bahwa kerentanan

(vulnerability) adalah sekumpulan kondisi atau suatu akibat

keadaan (faktor fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan) yang

berpengaruh buruk terhadap upaya-upaya pencegahan dan

penanggulangan bencana. Kerentanan ditujukan pada upaya

mengidentifikasi dampak terjadinya bencana berupa jatuhnya

korban jiwa maupun kerugian ekonomi dalam jangka pendek,

terdiri dari hancurnya pemukiman infrastruktur, sarana dan

prasarana serta bangunan lainnya, maupun kerugian ekonomi

jangka panjang berupa terganggunya roda perekonomian akibat

trauma maupun kerusakan sumber daya alam lainnya.

Penentuan tingkat kerentanan longsor didasarkan atas

perhitungan indikator dan parameter yang mempengaruhi

kerentanan longsor. Adapun indikator dan parameter tersebut

dalam Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana

Page 35: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

22

(Perka BNPB) No. 2 Tahun 2012, masing-masing indikator tersebut

adalah:

- Kerentanan sosial, parameternya meliputi: kepadatan

penduduk, rasio jenis kelamin, rasio kemiskinan, rasio

penyandang disabilitas, dan rasio kelompok umur rentan

(lanjut usia dan balita).

- Kerentanan ekonomi, parameternya meliputi: lahan produktif

dan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB).

- Kerentanan fisik, parameternya meliputi: hutan lindung,

hutan alam, dan hutan bakau/mangrove

Selain itu, Paimin et al. (2009) juga menambahkan terdapat 2

variabel/ faktor penentu kerentanan longsor, yaitu: faktor alami

dan faktor manajemen. Faktor alami di antaranya: 1) curah hujan

harian kumulatif 3 hari berturutan, 2) kemiringan lahan, 3) geologi/

batuan, 4) keberadaan sesar/ patahan/ gawir, 5) kedalaman tanah

sampai lapisan kedap; sedangkan dari faktor manajemen di

antaranya: 1) penggunaan lahan, 2) infrastruktur, 3) kepadatan

permukiman.

Soeters dan Van Westen (1996) mengatakan bahwa ada 5

kelompok dataset yang umum digunakan untuk menilai kerentanan

longsor sebagai berikut:

1. Geomorfologi, misalnya data sub-unit geomorfologi dan

bentuk lahan.

2. Topografi dan morfologi, misalnya data lapangan seperti

kemiringan, aspek, dan kelengkungan lereng.

3. Geologi, misalnya data litologi dan batuan penyusun.

4. Penggunaan lahan.

5. Hidrologi, misalnya data drainase, daerah tangkapan air, dan

curah hujan.

Page 36: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

23

3.4. Sistem Informasi Geografis (SIG)

Menurut Murayama dan Estoque (2010), definisi SIG dibagi

menjadi dua, yaitu definisi secara fungsional dan definisi

berdasarkan komponennya. Berdasarkan fungsinya, sistem

informasi geografis (SIG) adalah sistem yang digunakan untuk

melakukan input, menyimpan, memanipulasi, menganalisis dan

menampilkan data, sedangkan berdasarkan komponennya, SIG

didefinisikan sebagai kumpulan dari perangkat keras, lunak, data

geografis, dan prosedur yang terorganisir untuk melakukan

pengambilan, penyimpanan, analisis, tampilan, serta output dari

data geografis. Dalam analisis rawan longsor penerapan SIG sangat

penting, selain mempermudah dalam memperoleh data, SIG dapat

bekerja pada skala dan wilayah yang luas.

3.5. Analytical Hierarchy Process (AHP)

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) pertama kali

dikenalkan oleh Thomas L. Saaty pada periode 1971-1975 (Latifah,

2005). Metode ini dipandang dapat membantu menyelesaikan

masalah rumitnya pengambilan keputusan akibat beragamnya

kriteria. Metode ini mengurai masalah multi faktor dan multi

kriteria yang kompleks kedalam suatu hierarki. Menurut Saaty

(1993), hierarki merupakan representasi dari sebuah permasalahan

yang kompleks dalam suatu struktur multi level di mana level

pertama adalah tujuan, yang diikuti level: faktor, kriteria,

subkriteria, dan seterusnya hingga level terkecil dan alternatif yang

dipandang sebagai solusi untuk memecahkan masalah tersebut.

Dengan hierarki masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam

kelompok-kelompok kemudian diatur menjadi suatu bentuk

hierarki sehingga permasalahan tampak lebih terstruktur dan

sistematis (Syaifullah, 2010). Metode ini banyak digunakan untuk

memecahkan masalah karena menggunakan struktur hierarki,

Page 37: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

24

sehingga masalah dapat dipilah-pilah lagi kedalam kriteria dan

sub-subkriteria tertentu, sampai batas tidak dapat dipecah lagi.

Selain itu metode ini memperhitungkan validitas sampai batas

toleransi inkonsistensi berbagai macam kriteria dan alternatif yang

dipilih oleh pengambil keputusan.

Secara umum terdapat tiga prinsip dalam menyelesaikan

persoalan menggunakan metode AHP yaitu decomposition,

comparative judgement, dan synthesis of priority (Hafiyusholeh, 2009).

a. Decomposition (dekomposisi)

Setelah mendefinisikan persoalan, maka dilakukan

decomposition, yaitu memecahkan persoalan yang utuh menjadi

unsur-unsur yang lebih sederhana. Dengan kata lain, permasalahan

tersebut dibuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan

umum, dilanjutkan dengan kriteria-kriteria, kemudian subkriteria

dengan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria

yang paling bawah. Untuk mendapatkan hasil yang akurat,

pemecahan juga dapat dilakukan terhadap unsur-unsur sampai

tidak mungkin dilakukan pemecahan lagi.

b. Comparative judgement (penilaian melalui perbandingan)

Prinsip ini mengandung arti bahwa penilaian tentang

kepentingan relatif dua unsur pada suatu tingkat tertentu dalam

kaitannya dengan tingkat atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari

AHP karena ia akan berpengaruh terhadap prioritas unsur-unsur.

Agar tampak lebih terstruktur, hasil dan penilaian ini disajikan

dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan (Pairwise

Comparison Matrix) (Saleh dan Tatang Tiryana, 2007). Contoh

matriks perbandingan berpasangan dapat dilihat pada Tabel.

Page 38: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

25

Tabel 3.2. Matriks Perbandingan Berpasangan

(Pairwise Comparison Matrix) (Saaty, 1991)

C 𝐴1 𝐴2 ... 𝐴𝑛 𝐴1 𝑎11 𝑎12 ... 𝑎1𝑛 𝐴2 𝑎21 𝑎22 ... 𝑎2𝑛

: : : ... : 𝐴𝑚 𝑎𝑚1 𝑎𝑚2 ... 𝑎𝑚𝑛

Sumber: Saleh dan Tatang Tiryana (2007)

Agar diperoleh skala yang baik ketika pembandingan dua

unsur, pemecah masalah harus memiliki pemahaman yang baik

tentang unsur-unsur yang dibandingkan dan relevansinya terhadap

kriteria atau tujuan yang akan dicapai. Adapun skala dasar yang

digunakan untuk membandingkan unsur-unsur yang ada oleh

Saaty (1991) dirangkum dalam Tabel 2. 3.

Tabel 3.3. Skala Perbandingan Berpasangan

Skala Unsur yang dibandingkan

1 3 5 7 9 2,4,6,8

Equally important (sama penting) Moderately more important (sedikit lebih penting) Strongly more important (lebih penting) Very strongly more important (sangat penting) Extremely more important (mutlak lebih penting) Intermediate values (nilai yang berdekatan)

Sumber: (BNPB, 2012)

c. Synthesis of priority (sintesis prioritas)

Dari setiap matriks perbandingan berpasangan (PC) yang

telah dibuat, kemudian dicari Eigen Vektornya untuk mendapatkan

bobot prioritas. Bobot prioritas tersebut menggambarkan besar

bobot masing-masing unsur matriks, semakin besar bobot prioritas

Page 39: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

26

yang diperoleh, maka semakin dipandang layak unsur matriks

tersebut untuk dijadikan solusi dari masalah yang ingin

dipecahkan. Bobot tersebut tentunya perlu di teliti kembali apakah

sudah konsisten dan dapat digunakan sebagai suatu pemecahan

masalah dengan melakukan perhitungan rasio konsistensi

(consistency ratio).

Tahapan proses pengambilan keputusan dengan metode

AHP (Hafiyusholeh, 2009) adalah sebagai berikut:

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang

diinginkan

Pertama kali yang perlu dilakukan adalah menentukan

masalah yang ingin dipecahkan, memahami secara jelas dan

mendetail. Dari masalah tersebut kemudian ditentukan solusi yang

mungkin cocok bagi masalah tersebut. Solusi dari masalah

mungkin berjumlah lebih dari satu. Solusi tersebut nantinya yang

akan diproses pada tahapan selanjutnya.

2. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan

umum, dilanjutkan dengan sub tujuan, kriteria dan

kemungkinan alternatif pada tingkatan kriteria.

Setelah ditentukan solusi-solusi untuk masalah yang ingin

dipecahkan, kemudian solusi-solusi tersebut dipecah-pecah sampai

batas terkecil sampai tidak mungkin lagi dilakukan pembagian.

Kemudian semua solusi, kriteria, dan sub-sub kriteria disusun

secara sistematis kedalam suatu hierarki.

3. Membuat matriks PC yang menggambarkan kontribusi

relatif setiap unsur terhadap masing-masing tujuan atau

kriteria yang setingkat di atasnya.

Matriks yang digunakan merupakan matriks sederhana.

Perbandingan dilakukan berdasarkan penilaian dan pengambilan

keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen

Page 40: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

27

dibandingkan dengan elemen lain. Untuk mengawali proses

perbandingan berpasangan dipilih sebuah kriteria dari level paling

atas hierarki misalnya A dan kemudian dari level di bawahnya

diambil elemen yang akan dibandingkan misalnya A1, A2, A3, dan

seterusnya.

4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh

ketetapan seluruhnya sebanyak n x [(n–1)/2] buah, dengan

banyaknya unsur yang dibandingkan.

Hasil dari perbandingan masing-masing elemen akan berupa

angka dari 1 sampai 9 yang menunjukkan perbandingan tingkat

kepentingan suatu elemen. Apabila suatu elemen dalam matriks

dibandingkan dengan dirinya sendiri maka hasil perbandingan

diberi nilai 1. Skala 9 telah terbukti dapat diterima dan dapat

membedakan intensitas antar elemen. Hasil perbandingan tersebut

disisikan pada sel yang kolom yang bersesuaian dengan elemen

yang akan dibandingkan.

5. Menghitung bobot prioritas dengan menguji

konsistensinya.

Untuk memperoleh bobot prioritas maka dilakukan

perhitungan Eigenvector masing-masing matriks yang telah dibuat.

Bobot prioritas tersebut menggambarkan bobot dari masing-masing

solusi yang telah ditentukan sebelumnya. Solusi dengan bobot

prioritas terbesar merupakan solusi terbaik di antara solusi-solusi

lain yang telah dirumuskan. Meskipun demikian, tidak selamanya

perhitungan bobot prioritas tersebut konsisten, sehingga perlu

dilakukan evaluasi konsistensi, solusi tersebut dianggap konsisten

apabila hasil perhitungan rasio konsistensi (CR) adalah < 0,1.

3.6. AHP dalam Kajian Kerentanan Tanah Longsor

AHP merupakan salah satu metode pembobotan dalam kajian

kerentanan tanah longsor. Dalam penelitian ini, metode AHP

Page 41: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

28

digunakan untuk menghitung bobot setiap parameter penentu

kerentanan tanah longsor yang digunakan. Bobot prioritas masing-

masing variabel dan parameter kerentanan tanah longsor

menggambarkan bobot variabel dan parameter tersebut terhadap

kerentanan tanah longsor di daerah yang dikaji.

Penggunaan metode AHP pada kajian kerentanan telah

banyak digunakan sebelumnya. Komac (2005) mengatakan bahwa

metode ini digunakan untuk menguraikan faktor-faktor penyebab

tanah longsor, dan dapat mengalkulasi bobot masing-masing faktor

dengan lebih transparan, artinya nilai bobot pada masing-masing

faktor diperoleh melalui perhitungan matematis yang jelas.

Penghitungan nilai bobot secara matematis dan diakhiri dengan

pengujian konsistensi membuat metode AHP dipandang lebih

efektif dibanding dengan metode –metode penentuan kerentanan

tanah longsor sebelumnya.

Nilai bobot yang diperoleh dari perhitungan menggunakan

AHP kemudian digunakan untuk menghitung indeks kerentanan

tanah longsor. Indeks ini merupakan hasil jumlah total dari

perkalian antara setiap variabel dengan bobot parameter penentu

kerentanan tanah longsor.

A. Penelitian Relevan

Nama Peneliti Judul Metode Hasil Penelitian

Agustina, Emiliya (2015) Universitas

Negeri Yogyakarta

Penentuan Tingkat

Kerentanan Tanah

Longsor (Landslide) di

Kecamatan Loano

Kabupaten

Deskriptif Kuantitatif

Hasil penelitian: 1) Tingkat kerentanan tanah longsor di Kecamatan Loano, Kabupaten Purworejo terdiri dari dua kelas, yaitu sedang dan tinggi, 2) (a) Daerah dengan tingkat kerentanan sedang memiliki luas 2. 454,3677 Ha dan Desa Sedayu memiliki

Page 42: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

29

Nama Peneliti Judul Metode Hasil Penelitian

Purworejo Menggunakan

Sistem Informasi Geografi

tingkat kerentanan sedang yang paling luas yaitu 392,5890 Ha, (b) Daerah dengan tingkat kerentanan tinggi memiliki luas 2. 663,9428 Ha dan Desa Loano memiliki tingkat kerentanan tinggi yang paling luas yaitu 271,3004 Ha. 3) Mitigasi untuk mencegah bahaya longsor dapat dilakukan sebelum dan sesudah terjadi tanah longsor. Mitigasi sebelum terjadi tanah longsor antara lain sosialisasi berupa peringatan kepada masyarakat. Mitigasi sesudah terjadi longsor antara lain membangun batu sender atau dinding batu pada tebing sungai, pembangunan batu sender pada tebing yang rentan atau pernah terjadi longsor, pembuatan terasering untuk melandaikan lereng, penanaman tumbuhan dengan larikan-larikan dan pemanfaatan jerami untuk menutup tanah.

Faridah, Wida (2015)

Universitas Pendidikan Indonesia

Tingkat Kerentanan

Bencana Longsor di Kecamatan Sukahening Kabupaten

Tasikmalaya

Eksploratif Hasil Penelitian: 1) Potensi longsor di Kecamatan Sukahening terbagi ke dalam tiga klasifikasi, yaitu daerah potensi longsor rendah seluas 12%, daerah potensi longsor sedang seluas 32%, dan daerah potensi longsor tinggi seluas 56%. 2) Tingkat kerentanan bencana longsor di Kecamatan Sukahening diklasifikasikan menjadi dua zonasi, yaitu daerah dengan

Page 43: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

30

Nama Peneliti Judul Metode Hasil Penelitian

tingkat kerentanan sedang seluas 14% dan daerah dengan tingkat kerentanan tinggi seluas 86% yang tersebar di seluruh desa yang ada di Kecamatan Sukahening.

Hidayah, A. et al.

(2017) Universitas Hasanuddin

Makassar

Analisis Rawan

Bencana Longsor

menggunakan Metode AHP (Analitycal Hierarchy Process)

Kuantitatif: Survei

Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan tentang lingkungan hidup pada masyarakat di permukiman kelurahan Salembaran Jaya tergolong pada penilaian cukup baik dengan rentang skor sebesar 68,36%, serta penilaian akan perilaku hidup bersih di kalangan masyarakat menunjukkan skor sebesar 55,10% tergolong cukup baik. Perilaku masyarakat dalam menjaga kebersihan permukiman dengan skor tertinggi pada indikator “pelibatan tokoh masyarakat” yakni sebesar 27,55%.

Wiki Indra Kurniawan (2018)

Universitas Negeri Jakarta

Analisis Kerentanan

Bencana Tsunami di Kecamatan

Ambal Kabupaten Kebumen

Jawa Tengah

Deskriptif Tingkat kerentanan tsunami di Kecamatan Amdal, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah

Sumber: Penelitian (2019)

Page 44: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

31

B. Kerangka Berpikir

Kerentanan terhadap tanah longsor tentunya perlu diketahui

untuk mengurangi adanya kerugian-kerugian yang ditimbulkan

oleh bencana tanah longsor tersebut. Kerentanan tanah longsor

dapat diprediksi dengan berbagai metode salah satunya adalah

Analytical Hierarchy Process (AHP). Dalam aplikasinya untuk

analisis kerentanan tanah longsor, metode AHP digunakan sebagai

alat untuk menentukan bobot pada masing-masing indikator

penentu kerentanan tanah longsor. Hal ini dikarenakan masing-

masing indikator memiliki tingkat kepentingan atau kontribusi

yang berbeda-beda dalam penilaian kerentanan longsor. Penentuan

bobot tersebut dinilai lebih efektif karena nilai bobot diperoleh

berdasarkan perhitungan matematis. Bobot yang diperoleh

kemudian dihitung untuk mendapatkan indeks kerentanan tanah

longsor. Hasil dari perhitungan tersebut masih berupa angka-

angka, oleh karena itu untuk memperoleh hasil maksimal maka

perlu bantuan SIG untuk menyajikan data tersebut secara spasial.

Dengan menggunakan bantuan SIG, maka distribusi keruangan

daerah rawan longsor dapat disajikan, sehingga penanganan dan

antisipasi terhadap bencana tanah longsor dapat dilakukan secara

tepat sasaran.

Untuk mengetahui tingkat kerentanan bencana tanah longsor,

dibutuhkan parameter yang menjadi dasar penelitian. Parameter

tersebut di antaranya adalah: curah hujan, kemiringan lereng, jenis

tanah dan penggunaan lahan, tutupan lahan dan faktor geologi.

Perhitungan parameter akan di-overlay agar diketahui tingkat

kerentanan tanah longsor pada setiap wilayah. Setelah dilakukan

penyesuaian dengan teknik overlay maka akan menghasilkan peta

tingkat kerentanan tanah longsor di Kota Sukabumi, Jawa Barat.

Secara skematis kerangka penelitian ini disajikan dalam

Gambar 2.1.

Page 45: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

32

Gambar 3.1. Diagram alur kerangka pemikiran

Tutupan lahan

Kota Sukabumi, Jawa Barat

Curah hujan

Jenis

tanah

Kemiringan lereng

Tingkat kerentanan tanah longsor

Overlay

Faktor Kerentanan Longsor

Scoring menggunakan AHP

Penggunaan lahan

Geologi

Page 46: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

33

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Wilayah Kota Sukabumi

Kota Sukabumi terletak di bagian selatan tengah Jawa Barat

pada koordinat 106°45’50” Bujur Timur dan 106°45’10” Bujur Barat, 6°49’29” Lintang Utara dan 6°50’44” Lintang Selatan, terletak di kaki Gunung Gede dan Gunung Pangrango yang ketinggiannya

584 meter di atas permukaan laut. Kota Sukabumi mempunyai

batas-batas wilayah administratif sebagai berikut:

a. Sebelah Utara: Kecamatan Sukabumi (Kabupaten Sukabumi)

b. Sebelah Selatan: Kecamatan Nyalindung (Kabupaten

Sukabumi)

c. Sebelah Barat: Kecamatan Cisaat (Kabupaten Sukabumi)

d. Sebelah Timur: Kecamatan Sukaraja (Kabupaten Sukabumi)

Secara administrasi Kota Sukabumi dibagi menjadi 7 (tujuh)

kecamatan, terdiri dari 33 (tiga puluh tiga) Kelurahan. Adapun

kecamatan–kecamatan yang dimaksud dapat dilihat pada tabel 4. 1

Tabel 4.1. Luas Wilayah per Kecamatan di Kota Sukabumi

tahun 2017

No Kecamatan Luas (km2) Persentase (%) 1 Baros 6,11389 12,74

2 Lembursitu 8,89763 18,54

3 Cibeureum 8,7739 18,28

4 Citamiang 4,040 8,42

5 Warudoyong 7,5983 15,83

Page 47: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

34

No Kecamatan Luas (km2) Persentase (%) 6 Gunungpuyuh 5,49579 11,45

7 Cikole 7,0828 14,76

Jumlah 48,00231 100

Sumber: Monografi Kecamatan

Gambar 4.1. Peta Administrasi Kota Sukabumi Provinsi Jawa Barat

Page 48: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

35

4.2. Kondisi Fisik Kota Sukabumi

Kondisi fisik Kota Sukabumi itu sendiri terdiri dari Topografi,

geologi, kemiringan lereng, jenis tanah, penggunaan lahan, curah

hujan dan keberadaan sesar, penjelasannya sebagai berikut:

1. Topografi

Topografi lokasi penelitian diperoleh dari data sekunder

digital elevation model (DEM)/SRTM USGS dengan resolusi 90

meteran. Data sekunder tersebut diolah dengan menggunakan

software Arc GIS 10. 3.

Gambar 1 menunjukkan bahwa telah menghasilkan Kontur

topografi setiap 85,75 meter. Topografi tertinggi di lokasi penelitian

ini adalah 619–702 meter, wilayah ini berada pada lereng Gunung

Gede dan Gunung Pangrango dan wilayah ini meliputi Kecamatan

Cikole, Kecamatan Gunung Puyuh dan Kecamatan Cibeureum.

Topografi 456– 507 meter terdapat di wilayah Kecamatan

Citamiang, Kecamatan Lembursitu, Kecamatan Baros dan

Kecamatan Warudoyong. Topografi 561–619 meter terdapat juga di

wilayah Kecamatan Cikole, Kecamatan Gunung Puyuh, Kecamatan

Warudoyong, Kecamatan Cibeureum dan Kecamatan Citamiang.

Sedangkan kontur topografi terendah yaitu sekitar 359–456 meter

dan hanya terdapat di wilayah Kecamatan Lembursitu. Adapun

peta topografi Kota Sukabumi dapat dilihat pada gambar 1.

Page 49: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

36

Gambar 1. Peta Topografi Kota Sukabumi Provinsi Jawa Barat

2. Keberadaan Sesar

Sesar Cimandiri ini merupakan sesar geser aktif yang terletak

di bagian barat dari provinsi Jawa Barat. Sebagai sesar aktif, sesar

Cimandiri ini bergerak dengan kecepatan geser 4-6 mm per tahun.

Di Kabupaten Sukabumi, sesar ini terbagi menjadi 5 segmen, yaitu

Page 50: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

37

segmen Cimandiri Pelabuhanratu-Citarik, Citarik-Cadasmalang,

Ciceureum-Cirampo, Cirampo-Pegleseran, dan Pegleseran-

Gandasoli. Adapun peta keberadaan sesar Kota Sukabumi dapat

dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Peta Keberadaan Sesar Kota Sukabumi

Provinsi Jawa Barat

Page 51: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

38

3. Geologi

Berdasarkan struktur geologinya, Kota Sukabumi didasari

oleh sejumlah formasi seperti tampak pada Tabel 4. 2.

Tabel 4.2. Komposisi Formasi Geologi Kota Sukabumi

NO SIMBOL FORMASI KETERANGAN

1 Tomr Formasi Rajamandala

Napal tufan, lempung napalan, batu pasir dan lensa-lensa batu

gamping mengandung fosil globigerina oligocaenica, globigerina

praebullaides, orbulina, lapidocyclina, dan spiroclypeus

2 Tom1 Anggota Batugamping

FormasiRajamandala

Batu gamping terumbu koral dengan sejumlah fosil

lithothamnium, lapidocyclina sumatrensis dan

lapidocyclina(eulepidina) ephippioides

3 Qvg Batuan gunungapi gunung gede

Breksi tufan dan lahar, andesit dengan oligoklas-andesit, piroksen

dan banyak sekali horenblenda, tekstur seperti trakhit, umumnya

lapuk sekali

4 Qa Aluvium Lempung, lanau, kerikil dan kerakal; terutama endapan sungai

termasuk pasir dan kerikil endapan pantai sepanjang Teluk

Pelabuhan Ratu.

5 Tmjt Anggota Tuf dan Breksi Formasi

Jampang

Batupasir tuf dasitan, tuf andesit, tuf batu apung, dan breksi

andesit/dasit tufan gampingan dan batu lempung napalan.

Sumber: Pengolahan data 2019

Page 52: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

39

Tabel menunjukkan bahwa litologi di Kota Sukabumi ini

sangat beragam, terutama tersusun oleh Formasi Rajamandala

(Tomr), anggota Batugamping Formasi Rajamandala (Tom1),

Batuan Gunung Api Gunung Gede (Qvg), Aluvium (Qa), Anggota

Tuf dan Breksi Formasi Jampang (Tmjt). Formasi Rajamandala

(Tomr) merupakan napal tufan, lempung napalan, batu pasir dan

lensa-lensa batu gamping mengandung fosil globigerina oligocaenica,

globigerina praebullaides, orbulina, lapidocyclina, dan spiroclypeus.

Anggota Batugamping Formasi Rajamandala (Tom1) merupakan

batu gamping terumbu koral dengan sejumlah fosil lithothamnium,

lapidocyclina sumatrensis dan lapidocyclina(eulepidina) ephippioides.

Batuan Gunung Api Gunung Gede (Qvg) merupakan breksi tufan

dan lahar, andesit dengan oligoklas-andesit, piroksen dan banyak

sekali horenblenda, tekstur seperti trakhit, umumnya lapuk sekali.

Aluvium (Qa) merupakan lempung, lanau, kerikil dan kerakal;

terutama endapan sungai termasuk pasir dan kerikil endapan

pantai sepanjang Teluk Pelabuhan Ratu. Anggota Tuf dan Breksi

Formasi Jampang (Tmjt) merupakan batu pasir tuf dasitan, tuf

andesit, tuf batu apung, dan breksi andesit/dasit tufan gampingan

dan batu lempung napalan. Adapun peta geologi Kota Sukabumi

dapat dilihat pada gambar 3.

Page 53: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

40

Gambar 3. Peta Geologi Kota Sukabumi Provinsi Jawa Barat

Page 54: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

41

4. Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng di dalam penelitian merupakan data

sekunder yang diperoleh dari hasil pengolahan data topografi.

Kemiringan lereng yang dimiliki wilayah penelitian ini cukup

bervariasi sehingga mempengaruhi terjadinya bencana longsor.

Lokasi yang berbukit-bukit memiliki tingkat kemiringan lereng

yang tinggi. Data kemiringan lereng ini diklasifikasikan menjadi 5

kelas berdasarkan tingkat kemiringan lereng yaitu, datar, landai,

agak curam, curam dan sangat curam seperti pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Kemiringan Lereng Kota Sukabumi

NO KEMIRINGAN LERENG LUAS

% Keterangan (Ha) Persentase %

1 0-8% Datar 419,95 9%

2 8-15% Landai 626,13 13%

3 15-25% Agak Curam 873,21 18%

4 25-45% Curam 1. 235,42 25%

5 >45% Sangat Curam 1. 732,11 35%

JUMLAH 4. 886,82 100%

Sumber: Pengolahan data 2019

Tabel menunjukkan bahwa wilayah kemiringan lereng

dengan kondisi topografi (datar) 0–8 % terdapat di Kota Sukabumi

bagian tengah dengan luas wilayah mencapai 419,95 ha dan

dimanfaatkan untuk lahan pemukiman. Untuk kemiringan lereng

8–15 % (landai) juga terdapat di Kota Sukabumi bagian tengah

dengan luas wilayah 626,13ha.

Untuk kemiringan lereng 15-25 % (agak curam) terdapat di

Kota Sukabumi bagian barat dengan luas wilayah 873,21 ha. Untuk

kemiringan lereng 25-45% (curam) terdapat di Kota Sukabumi

bagian barat dan timur dengan luas wilayah keseluruhan mencapai

Page 55: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

42

1. 235,42 ha. Secara umum daerah Kota Sukabumi didominasi oleh

kelas kemiringan lereng dengan kondisi topografi sangat curam (>

40 %) dengan luasan mencapai 35% dengan luas wilayah

keseluruhan mencapai 1. 732,11 ha dari luas Kota Sukabumi.

Adapun peta kemiringan lereng Kota Sukabumi dapat dilihat pada

gambar...

5. Jenis Tanah

Klasifikasi parameter jenis tanah di Kota Sukabumi yang

digunakan untuk menjadi data sekunder diperoleh dari peta jenis

tanah dengan skala 1:250. 000 sumber data dari Kementerian

Pertanian tahun 2018. Skala peta jenis tanah ini sangat kecil

sehingga tingkat akurasi data dan informasi tentang jenis tanah ini

masih sangat umum. Berdasarkan pada gambar peta jenis tanah

Kota Sukabumi, maka jenis tanah di daerah tersebut terdiri dari 4

jenis tanah dan luas masing-masing jenis tanahnya dinyatakan

dalam Tabel 4. 4.

Tabel 4.4. Jenis Tanah di Kota Sukabumi

Jenis Tanah Luas (Ha) Persentase %

Latosol 1. 054,62 22%

Andosol 830,01 17%

Grumusol 2. 906,74 59%

Padzolik 95,45 2%

Jumlah 4. 886,82 100%

Sumber: Pengolahan data 2019

Tabel menunjukkan bahwa variasi jenis tanah di Kota

Sukabumi ini sangat beragam, Jenis tanah yang mendominasi Kota

Sukabumi yaitu jenis tanah grumusol dengan persentase terbesar

yaitu 59% yang meliputi seluruh wilayah Kota Sukabumi yang

Page 56: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

43

terdapat diwilayah Kecamatan Lembursitu, Kecamatan

Warudoyong, Kecamatan Citamiang, Kecamatan Gunung Puyuh,

Kecamatan Cibeureum dan Kecamatan Baros dengan luas

keseluruhan mencapai 2. 906,74 ha. Untuk jenis tanah andosol

sebanyak 17% terdapat di wilayah Kota Sukabumi yang meliputi

wilayah Kecamatan Lembursitu, Kecamatan Warudoyong,

Kecamatan Gunung Puyuh, Kecamatan Cikole dan juga sedikit

terdapat di Kecamatan Citamiang dan Kecamatan Baros dengan

luas keseluruhan mencapai 830,01 ha. Untuk Jenis tanah latosol

sebanyak 22% yang meliputi wilayah Kecamatan Cibeureum,

Kecamatan Warudoyong, Kecamatan Gunung Puyuh dan

Kecamatan Cikole dengan luas keseluruhan mencapai 1. 054,62 ha,

yang paling banyak terdapat jenis tanah ini yaitu di Kecamatan

Cibeureum dan jenis tanah yang terakhir dengan persentase

terendah 2% yaitu jenis tanah Padzolik yang meliputi wilayah

Kecamatan Citamiang dan Kecamatan Cibeureum dengan luas

95,45 ha. Adapun peta tanah Kota Sukabumi dapat dilihat pada

gambar 4.

Page 57: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

44

Gambar 4. Peta Jenis Tanah Kota Sukabumi Provinsi Jawa Barat

Page 58: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

45

6. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan yang terjadi di Kota Sukabumi

dipengaruhi oleh faktor alami maupun faktor non alami. Secara

alami faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan Kota

Sukabumi antara lain kemiringan lereng, jenis tanah, curah hujan,

kandungan air tanah dan sebagainya, sedangkan faktor non alami

yang mempengaruhi penggunaan lahan yaitu aktivitas yang terjadi

di masyarakat, mata pencaharian, jumlah penduduk dan sebaran

penduduk.

Pemanfaatan lahan saat ini di wilayah Kota Sukabumi secara

garis besar dapat dikelompokkan menjadi lahan terbangun dan

lahan non terbangun. Lahan non terbangun meliputi lahan sawah,

ladang, semak belukar, hutan kering, tanah kosong dan kebun.

Lahan sawah menempati urutan pertama terbesar pemanfaatan

lahan non terbangun di wilayah Kota Sukabumi. Lahan terbangun

meliputi lahan pemukiman, sarana dan prasarana perkotaan,

bangunan-bangunan dan gedung-gedung. Lahan pemukiman

menempati urutan pertama terbesar lahan terbangun Kota

Sukabumi.

Tabel 4.5. Penggunaan Lahan Kota Sukabumi

Penggunaan lahan Luas (Ha) Persentase %

Tanah Kosong 35,78 1%

Hutan Kering 159,84 3%

Semak Belukar 517,36 11%

Pemukiman 1. 917,34 39%

Empang 48,49 1%

Gedung/Bangunan 69,69 1%

Kebun 150,57 3%

Ladang 90,76 2%

Sawah 1. 896,99 39%

Jumlah 4. 886,82 100%

Sumber: Pengolahan data 2019

Page 59: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

46

Tabel menunjukkan hasil analisis terhadap data penggunaan

lahan di lokasi penelitian maka diketahui bahwa penggunaan lahan

untuk fungsi budidaya lebih besar dibandingkan dengan

penggunaan lahan untuk fungsi lindung. Penggunaan lahan untuk

kawasan budidaya yang meliputi penggunaan lahan pemukiman,

sawah, gedung-gedung, ladang, kebun, semak belukar, tanah

kosong dan empang teridentifikasi dengan persentase keseluruhan

mencapai 97% yang didominasi oleh penggunaan lahan untuk

pemukiman dan sawah, sehingga untuk luas penggunaan lahan

kawasan budidaya ini total keseluruhan mencapai 4. 726,98 ha dari

total luas Kota Sukabumi, dengan total masing-masing luas

penggunaan lahan yaitu untuk penggunaan lahan pemukiman

sebesar 39% dengan luas 1. 917,34 ha, penggunaan lahan sawah

sebesar 39% dengan luas 1. 896,99 ha, penggunaan lahan

gedung/bangunan sebesar 1% dengan luas 69,69 ha, penggunaan

lahan ladang sebesar 2% dengan luasan 90,76 ha, penggunaan lahan

kebun sebesar 3% dengan luas 150,57 ha, penggunaan lahan semak

belukar sebesar 11% dengan luas 517,36 ha, penggunaan lahan

tanah kosong sebesar 1% dengan luas 35,78 ha dan untuk

penggunaan lahan empang sebesar 1% dengan luas 48,49ha.

Sementara penggunaan lahan untuk fungsi lindung sebagian

besar masih berupa hutan yang terbagi berdasarkan fungsi dan

pemanfaatannya sebanyak 3% dengan luas keseluruhan 159,84 ha

dari total luas Kota Sukabumi. Adapun peta penggunaan lahan

Kota Sukabumi dapat dilihat pada gambar 5.

Page 60: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

47

Gambar 5. Peta Penggunaan Lahan Kota Sukabumi

Provinsi Jawa Barat

Page 61: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

48

7. Curah Hujan

Nilai curah hujan rata-rata tahunan di Kota Sukabumi

dominan berada di antara 2. 500 mm–3. 000 mm. Beberapa di

daerah Kota Sukabumi yang memiliki intensitas curah hujan

tertinggi yaitu terdapat di Kecamatan Gunung Puyuh dan

Kecamatan Cikole yaitu sekitar 3000–3500 mm. Sementara tingkat

intensitas curah hujan tahunan dengan intensitas curah hujan 2500–3000 mm berada di sebagian besar daerah Kecamatan Warudoyong,

Kecamatan Baros, Kecamatan Cibeureum, Kecamatan Lembursitu

dan Kecamatan Citamiang.

Tabel 4.6. Curah Hujan Kota Sukabumi

Intensitas Curah Hujan (mm)

Luas (Ha)

Persentase %

2500 - 3000 mm 3. 981,18 81%

3000 - 3500 mm 905,64 19%

Jumlah 4. 886,82 100%

Sumber: Pengolahan data 2019

Tabel menunjukkan bahwa intensitas curah hujan di Kota

Sukabumi sebesar 81% berada di antara 2. 500–3. 000 mm per tahun

yang mendominasi seluruh kecamatan di Kota Sukabumi ini

dengan luas keseluruhan mencapai 3. 981,18 ha. Sedangkan curah

hujan dengan intensitas 3. 000–3. 500 mm per tahun sebesar 19%

dari luas keseluruhan dengan luas 905,64 ha terdapat di wilayah

Kecamatan Gunung Puyuh dan Kecamatan Cikole yang merupakan

wilayah kecamatan dengan intensitas curah hujan tertinggi di

daerah Kota Sukabumi. Adapun peta Curah Hujan Kota Sukabumi

dapat dilihat pada gambar 6.

Page 62: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

49

Gambar 6. Peta Curah Hujan Kota Sukabumi Provinsi Jawa Barat

Page 63: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

50

4.3. Perhitungan Metode AHP (Analytical Hierarchy Process)

Pembobotan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian

longsor dilakukan dengan analisis AHP (Analytical Hierarchy

Process). Analisis ini dilakukan dengan mengelompokkan beberapa

parameter seperti kemiringan lereng, curah hujan, jenis tanah,

penggunaan lahan, keberadaan sesar dan geologi. Prinsip kerja

AHP adalah menyederhanakan suatu masalah kompleks menjadi

bagian-bagiannya dan menatanya dalam suatu hierarki atau

peringkat. Input awal untuk matriks perbandingan dalam metode

ini digunakan dengan menentukan skor masing-masing faktor

yang digunakan. Proses skoring ini diberikan berdasarkan

pengaruh terhadap longsor, semakin tinggi skornya maka semakin

tinggi pengaruh faktor tersebut terhadap bahaya longsor.

Dari permasalahan yang ada dalam menentukan faktor-faktor

penyebab terjadinya bencana tanah longsor di Kota Sukabumi,

berdasarkan tingkat kepentingan parameter atau kriteria-kriteria

yang ditentukan oleh tenaga ahli guna menentukan faktor utama

penyebab longsor Kota Sukabumi.

Menurut ahli 1, dalam membandingkan keenam parameter

penyebab longsor yaitu kemiringan lereng, curah hujan, jenis tanah,

penggunaan lahan, keberadaan sesar dan geologi, berpendapat

bahwa parameter kemiringan lereng dan curah hujan diberi skala 5

yang dianggap bahwa parameter curah hujan lebih penting

daripada parameter kemiringan lereng yang berpengaruh terhadap

terjadinya longsor di Kota Sukabumi.

Parameter kemiringan lereng dan jenis tanah diberi skala 3

yang dianggap bahwa parameter kemiringan lereng sedikit lebih

penting daripada parameter jenis tanah. Parameter kemiringan

lereng dan penggunaan lahan diberi skala 5 yang dianggap bahwa

parameter kemiringan lereng lebih penting daripada parameter

penggunaan lahan. Parameter kemiringan lereng dan keberadaan

Page 64: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

51

sesar diberi skala 3 yang dianggap bahwa parameter keberadaan

sesar sedikit lebih penting daripada parameter kemiringan lereng.

Parameter kemiringan lereng dan geologi diberi skala 1 yang

dianggap bahwa kedua parameter tersebut sama pentingnya dan

mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap terjadinya

bencana longsor.

Parameter curah hujan dan jenis tanah diberi skala 9 yang

dianggap bahwa parameter curah hujan mutlak penting daripada

parameter jenis tanah. Parameter curah hujan dan penggunaan

lahan diberi skala 5 yang dianggap bahwa parameter curah hujan

lebih penting daripada parameter penggunaan lahan. Parameter

curah hujan dan keberadaan sesar diberi skala 3 yang dianggap

bahwa parameter curah hujan sedikit lebih penting daripada

parameter keberadaan sesar. Parameter curah hujan dan geologi

diberi skala 1 yang dianggap bahwa kedua parameter tersebut

sama pentingnya dan mempunyai pengaruh yang sama besar

terhadap terjadinya bencana longsor.

Parameter jenis tanah dan penggunaan lahan diberi skala 3

yang dianggap bahwa parameter penggunaan lahan sedikit lebih

penting dari pada parameter jenis tanah. Parameter jenis tanah dan

keberadaan sesar diberi skala 3 juga yang dianggap bahwa

parameter keberadaan sesar sedikit lebih penting daripada

parameter jenis tanah. Parameter jenis tanah dan geologi diberi

skala 7 yang dianggap bahwa parameter geologi sangat penting

atau jelas lebih mutlak penting daripada parameter jenis tanah.

Parameter penggunaan lahan dan keberadaan sesar diberi

skala 5 yang dianggap bahwa parameter keberadaan sesar lebih

penting dari pada parameter penggunaan lahan. Parameter

penggunaan lahan dan geologi diberi skala 5 yang dianggap bahwa

parameter geologi lebih penting daripada parameter penggunaan

lahan.

Page 65: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

52

Parameter keberadaan sesar dan geologi diberi skala 2 yang

dianggap bahwa kedua parameter ini memiliki kepentingan yang

sama. Adapun matriks keputusan kriteria- kriteria penyebab

bencana longsor tersebut dapat dilihat pada gambar 4. 2 dan hasil

pembobotannya dapat dilihat pada Gambar 4. 3.

Gambar 4.2. Matriks Keputusan Ternormalisasi Ahli 1

Gambar 4.3. Hasil Pembobotan Faktor Penyebab Longsor

Menurut Ahli 1

Gambar 4. 3 menunjukkan bahwa telah didapatkan hasil skor

dari masing-masing parameter penyebab longsor dengan nilai

inkonsistensi yang dihasilkan pada daerah Kota Sukabumi yaitu 0.

10 yang kurang dari 0,1. Nilai ini menunjukkan bahwa nilai bobot

yang didapatkan dalam metode ini dianggap konsisten karena

memenuhi prinsip AHP di mana konsistensi rasio harus kurang

dari 10% atau 0,1. Sehingga dapat dikatakan bahwa masukan dari

ahli 1 konsisten. Berdasarkan keenam faktor yang digunakan dalam

penelitian ini, masing-masing memiliki parameter yang memiliki

prioritas.

Page 66: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

53

Hasil perhitungan bobot dari ahli 1 diperoleh bobot dari

setiap parameter penyebab bencana tanah longsor yaitu parameter

curah hujan dengan nilai bobot 367, parameter keberadaan sesar

bobot 223, geologi bobot 197, kemiringan lereng bobot 126,

penggunaan lahan bobot 51 dan jenis tanah dengan bobot 36.

Kriteria yang memiliki kepentingan paling tinggi menurut ahli 1

adalah parameter curah hujan. Parameter curah hujan ini

merupakan parameter dengan nilai peranan paling besar dalam

mempengaruhi terjadinya longsor dengan nilai bobot sebesar 367.

Menurut ahli 2, dalam membandingkan keenam parameter

penyebab longsor yaitu kemiringan lereng, curah hujan, jenis tanah,

penggunaan lahan, keberadaan sesar dan geologi, berpendapat

bahwa parameter kemiringan lereng dan curah hujan diberi skala 5

yang dianggap bahwa parameter curah hujan lebih penting

daripada parameter kemiringan lereng yang berpengaruh terhadap

terjadinya longsor di Kota Sukabumi.

Parameter kemiringan lereng dan jenis tanah diberi skala 3

yang dianggap bahwa parameter kemiringan lereng sedikit lebih

penting daripada parameter jenis tanah. Parameter kemiringan

lereng dan penggunaan lahan diberi skala 5 yang dianggap bahwa

parameter kemiringan lereng lebih penting daripada parameter

penggunaan lahan. Parameter kemiringan lereng dan keberadaan

sesar diberi skala 2 yang dianggap bahwa kedua parameter tersebut

memiliki kepentingan yang sama. Parameter kemiringan lereng

dan geologi diberi skala 3 yang dianggap bahwa parameter

kemiringan lereng sedikit lebih penting daripada parameter

geologi.

Parameter curah hujan dan jenis tanah diberi skala 5 yang

dianggap bahwa parameter curah hujan lebih penting daripada

parameter jenis tanah. Parameter curah hujan dan penggunaan

lahan diberi skala 3 yang dianggap bahwa parameter curah hujan

Page 67: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

54

sedikit lebih penting daripada parameter penggunaan lahan.

Parameter curah hujan dan keberadaan sesar diberi skala 3 yang

dianggap bahwa parameter curah hujan sedikit lebih penting

daripada parameter keberadaan sesar. Parameter curah hujan dan

geologi diberi skala 3 juga yang dianggap parameter curah hujan

sedikit lebih penting daripada parameter geologi.

Parameter jenis tanah dan penggunaan lahan diberi skala 2

yang dianggap bahwa kedua parameter tersebut memiliki

kepentingan yang sama. Parameter jenis tanah dan keberadaan

sesar diberi skala 5 yang dianggap bahwa parameter keberadaan

sesar lebih penting daripada parameter jenis tanah. Parameter jenis

tanah dan geologi diberi skala 3 yang dianggap bahwa parameter

geologi sedikit lebih penting daripada parameter jenis tanah.

Parameter penggunaan lahan dan keberadaan sesar diberi

skala 5 yang dianggap bahwa parameter keberadaan sesar lebih

penting dari pada parameter penggunaan lahan. Parameter

penggunaan lahan dan geologi diberi skala 3 yang dianggap bahwa

parameter geologi sedikit lebih penting daripada parameter

penggunaan lahan.

Parameter keberadaan sesar dan geologi diberi skala 2 yang

dianggap bahwa kedua parameter ini memiliki kepentingan yang

sama. Adapun matriks keputusan tingkat kepentingan kriteria-

kriteria tersebut dapat dilihat pada gambar 4. 4.

Gambar 4.4. Matriks Keputusan Ternormalisasi Ahli 2

Page 68: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

55

Gambar 4.5. Hasil Pembobotan Faktor Penyebab Longsor

Menurut Ahli 2

Gambar 4. 5 menunjukkan bahwa dapat diketahui hasil skor

dari masing-masing parameter penyebab longsor dengan nilai

inkonsistensi yang dihasilkan pada daerah Kota Sukabumi yaitu 0.

09 yang kurang dari 0,1. Nilai ini menunjukkan bahwa nilai bobot

yang didapatkan dalam metode ini dianggap konsisten karena

memenuhi prinsip AHP di mana konsistensi rasio harus kurang

dari 10% atau 0,1. Sehingga dapat dikatakan bahwa masukan dari

ahli 2 konsisten. Berdasarkan keenam faktor yang digunakan dalam

penelitian ini, masing-masing memiliki parameter yang memiliki

prioritas.

Hasil perhitungan bobot dari ahli 2 diperoleh bobot dari

setiap parameter penyebab bencana tanah longsor yaitu parameter

curah hujan dengan nilai bobot 401, parameter keberadaan sesar

bobot 217, kemiringan lereng bobot 167, geologi bobot 110, jenis

tanah bobot 56 dan penggunaan lahan dengan bobot 49. Kriteria

yang memiliki kepentingan paling tinggi menurut ahli 2 adalah

parameter curah hujan. Parameter curah hujan ini merupakan

parameter dengan nilai peranan paling besar dalam mempengaruhi

terjadinya longsor dengan nilai bobot sebesar 401.

Menurut ahli 3, dalam membandingkan keenam parameter

penyebab longsor yaitu kemiringan lereng, curah hujan, jenis tanah,

penggunaan lahan, keberadaan sesar dan geologi, berpendapat

bahwa parameter kemiringan lereng dan curah hujan diberi skala 2

Page 69: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

56

yang dianggap bahwa parameter curah hujan dan parameter

kemiringan lereng memiliki kepentingan yang sama dalam

mempengaruhi terjadinya bencana longsor di Kota Sukabumi.

Parameter kemiringan lereng dan jenis tanah diberi skala 1

yang dianggap bahwa kedua parameter tersebut sama pentingnya

dan mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap terjadinya

bencana longsor. Parameter kemiringan lereng dan penggunaan

lahan diberi skala 6 yang dianggap bahwa parameter kemiringan

lereng sedikit penting daripada parameter penggunaan lahan.

Parameter kemiringan lereng dan keberadaan sesar diberi skala 5

yang dianggap bahwa parameter kemiringan lereng lebih penting

daripada parameter keberadaan sesar. Parameter kemiringan

lereng dan geologi diberi skala 3 yang dianggap bahwa parameter

kemiringan lereng sedikit lebih penting daripada parameter

geologi.

Parameter curah hujan dan jenis tanah diberi skala 3 yang

dianggap bahwa parameter curah hujan sedikit lebih penting

daripada parameter jenis tanah. Parameter curah hujan dan

penggunaan lahan diberi skala 6 yang dianggap bahwa parameter

curah hujan sedikit penting daripada parameter penggunaan lahan.

Parameter curah hujan dan keberadaan sesar diberi skala 6 juga

yang dianggap bahwa parameter curah hujan sedikit penting

daripada parameter keberadaan sesar. Parameter curah hujan dan

geologi diberi skala 5 yang dianggap bahwa parameter curah hujan

lebih penting daripada parameter geologi.

Parameter jenis tanah dan penggunaan lahan diberi skala 5

yang dianggap bahwa parameter jenis tanah lebih penting daripada

parameter penggunaan lahan. Parameter jenis tanah dan

keberadaan sesar diberi skala 5 juga yang dianggap bahwa

parameter jenis tanah lebih penting daripada parameter keberadaan

Page 70: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

57

sesar. Parameter jenis tanah dan geologi diberi skala 3 yang

dianggap bahwa parameter jenis tanah sedikit lebih penting

daripada parameter geologi.

Parameter penggunaan lahan dan keberadaan sesar diberi

skala 3 yang dianggap bahwa parameter penggunaan lahan sedikit

lebih penting daripada parameter keberadaan sesar. Parameter

penggunaan lahan dan geologi diberi skala 6 yang dianggap bahwa

parameter geologi sedikit penting daripada parameter penggunaan

lahan.

Parameter keberadaan sesar dan geologi diberi skala 3 yang

dianggap bahwa parameter geologi sedikit lebih penting daripada

parameter keberadaan sesar. Adapun matriks keputusan tingkat

kepentingan kriteria-kriteria tersebut dapat dilihat pada gambar 21.

Gambar 4.6. Matriks Keputusan Ternormalisasi Ahli 3

Gambar 4.7. Hasil Pembobotan Faktor Penyebab Longsor

Menurut Ahli 3

Gambar 4. 7 menunjukkan bahwa telah didapatkan hasil skor

dari masing-masing parameter penyebab longsor dengan nilai

Page 71: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

58

inkonsistensi yang dihasilkan pada daerah Kota Sukabumi yaitu 0.

10 yang kurang dari 0,1. Nilai ini menunjukkan bahwa nilai bobot

yang didapatkan dalam metode ini dianggap konsisten karena

memenuhi prinsip AHP di mana konsistensi rasio harus kurang

dari 10% atau 0,1. Sehingga dapat dikatakan bahwa masukan dari

ahli 3 konsisten. Berdasarkan keenam faktor yang digunakan dalam

penelitian ini, masing-masing memiliki parameter yang memiliki

prioritas.

Hasil perhitungan bobot dari ahli 3 diperoleh bobot dari

setiap parameter penyebab bencana tanah longsor yaitu parameter

curah hujan dengan nilai bobot 318, kemiringan lereng bobot 288,

jenis tanah bobot 201, geologi bobot 109, penggunaan lahan bobot

47 dan parameter keberadaan sesar memiliki bobot 36. Kriteria

yang memiliki kepentingan paling tinggi menurut ahli 3 adalah

parameter curah hujan. Parameter curah hujan ini merupakan

parameter dengan nilai peranan paling besar dalam mempengaruhi

terjadinya longsor dengan nilai bobot sebesar 318.

Menurut ahli 4, dalam membandingkan keenam parameter

penyebab longsor yaitu kemiringan lereng, curah hujan, jenis tanah,

penggunaan lahan, keberadaan sesar dan geologi, berpendapat

bahwa parameter kemiringan lereng dan curah hujan diberi skala 1

yang dianggap bahwa kedua parameter tersebut sama pentingnya

dan mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap terjadinya

bencana longsor di Kota Sukabumi.

Parameter kemiringan lereng dan jenis tanah juga diberi skala

1 yang dianggap bahwa kedua parameter tersebut sama pentingnya

dan mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap terjadinya

bencana longsor. Parameter kemiringan lereng dan penggunaan

lahan diberi skala 5 yang dianggap bahwa parameter kemiringan

lereng lebih penting daripada parameter penggunaan lahan.

Page 72: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

59

Parameter kemiringan lereng dan keberadaan sesar diberi skala 7

yang dianggap bahwa parameter kemiringan lereng sangat penting

atau jelas lebih mutlak penting daripada parameter keberadaan

sesar. Parameter kemiringan lereng dan geologi juga diberi skala 7

yang dianggap bahwa parameter kemiringan lereng sangat penting

atau jelas lebih mutlak penting daripada parameter geologi.

Parameter curah hujan dan jenis tanah diberi skala 1 yang

dianggap bahwa kedua parameter tersebut sama pentingnya dan

mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap terjadinya

bencana longsor. Parameter curah hujan dan penggunaan lahan

diberi skala 5 yang dianggap bahwa parameter curah hujan lebih

penting daripada parameter penggunaan lahan. Parameter curah

hujan dan keberadaan sesar diberi skala 7 yang dianggap bahwa

parameter curah hujan sangat penting atau jelas lebih mutlak

penting daripada parameter keberadaan sesar. Parameter curah

hujan dan geologi juga diberi skala 7 yang dianggap bahwa

parameter curah hujan sangat penting atau jelas lebih mutlak

penting daripada parameter geologi.

Parameter jenis tanah dan penggunaan lahan diberi skala 5

yang dianggap bahwa parameter jenis tanah lebih penting daripada

parameter penggunaan lahan. Parameter jenis tanah dan

keberadaan sesar diberi skala 7 yang dianggap bahwa parameter

jenis tanah sangat penting atau jelas lebih mutlak penting daripada

parameter keberadaan sesar. Parameter jenis tanah dan geologi juga

diberi skala 7 yang dianggap bahwa parameter jenis tanah sangat

penting atau jelas lebih mutlak penting daripada parameter geologi.

Parameter penggunaan lahan dan keberadaan sesar diberi

skala 5 yang dianggap bahwa parameter keberadaan sesar lebih

penting dari pada parameter penggunaan lahan. Parameter

penggunaan lahan dan geologi diberi skala 3 yang dianggap bahwa

Page 73: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

60

parameter geologi sedikit lebih penting daripada parameter

penggunaan lahan.

Parameter keberadaan sesar dan geologi diberi skala 2 yang

dianggap bahwa kedua parameter ini memiliki kepentingan yang

sama. Adapun matriks keputusan tingkat kepentingan kriteria-

kriteria tersebut dapat dilihat pada gambar 4. 8.

Gambar 4.8. Matriks Keputusan Ternormalisasi ahli 4

Gambar 4.9. Hasil Pembobotan Faktor Penyebab Longsor

Menurut Ahli 4

Gambar 4. 9 menunjukkan bahwa telah didapatkan hasil skor

dari masing-masing parameter penyebab longsor dengan nilai

inkonsistensi yang dihasilkan pada daerah Kota Sukabumi yaitu 0.

09 yang kurang dari 0,1. Nilai ini menunjukkan bahwa nilai bobot

yang didapatkan dalam metode ini dianggap konsisten karena

memenuhi prinsip AHP di mana konsistensi rasio harus kurang

dari 10% atau 0,1. Sehingga dapat dikatakan bahwa masukan dari

ahli 4 konsisten. Berdasarkan keenam faktor yang digunakan dalam

Page 74: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

61

penelitian ini, masing-masing memiliki parameter yang memiliki

prioritas.

Hasil perhitungan bobot dari ahli 4 diperoleh bobot dari

setiap parameter penyebab bencana tanah longsor yaitu parameter

curah hujan dengan nilai bobot 282, kemiringan lereng bobot 282,

jenis tanah bobot 282, parameter keberadaan sesar memiliki bobot

71, geologi bobot 47, dan penggunaan lahan bobot 36. Kriteria yang

memiliki kepentingan paling tinggi menurut ahli 4 adalah

parameter kemiringan lereng, curah hujan dan jenis tanah. Ketiga

parameter tersebut merupakan parameter dengan nilai peranan

paling besar dalam mempengaruhi terjadinya longsor dengan nilai

bobot yang sama yaitu sebesar 282.

Dari permasalahan yang ada dalam menentukan faktor-faktor

penyebab terjadinya bencana tanah longsor di Kota Sukabumi,

berdasarkan tingkat kepentingan parameter atau kriteria-kriteria

yang ditentukan oleh keempat tenaga ahli guna menentukan faktor

utama penyebab longsor Kota Sukabumi dapat dilihat pada

tabel 17.

Tabel 4.7. Kriteria-kriteria penyebab longsor

Kriteria Keterangan

Curah Hujan Parameter curah hujan lebih berpengaruh dari parameter yang lainnya

Kemiringan Lereng Parameter kemiringan lereng berpengaruh terhadap longsor sama dengan parameter curah hujan tetapi lebih penting daripada jenis tanah, penggunaan lahan, keberadaan sesar dan geologi

Penggunaan Lahan Parameter penggunaan lahan sedikit lebih penting daripada parameter geologi

Keberadaan Sesar Parameter keberadaan sesar memiliki pengaruh sama dengan geologi tetapi lebih penting daripada jenis tanah

Page 75: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

62

Kriteria Keterangan

Jenis Tanah Parameter jenis tanah mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap terjadinya bencana longsor dengan penggunaan lahan

Geologi Parameter geologi dengan keberadaan sesar sama-sama memiliki pengaruh terhadap terjadinya longsor

1. Hierarki

Gambar 4.10. Struktur Hierarki

2. Penentuan Prioritas

Dalam menggantikan asumsi, penilaian kriteria dilakukan

melalui perbandingan berpasangan. Skala yang digunakan adalah

skala 1 sampai 9. Hasil perbandingan dari masing - masing

parameter pada matriks perbandingkan berupa angka dari 1, 2, 3, 4,

5, 6, 7, 8 dan 9 yang merupakan perbandingan tingkat kepentingan

suatu parameter. Ketika suatu parameter dalam matriks

dibandingkan dengan parameter itu sendiri maka hasil

perbandingannya adalah 1. Sedangkan nilai 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9

Penentuan faktor utama

penyebab longsor

Penentuan potensi bencana

tanah longsor Kota Sukabumi

Geologi Penggunaan

lahan Kemiringan

lereng Jenis tanah

Curah hujan

Keberadaan Sesar

Page 76: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

63

bergantung pada seberapa berpengaruh parameter tersebut

terhadap bahaya longsor. Semakin besar nilai matriks

perbandingannya maka dianggap semakin berpengaruh terhadap

tingkat bahaya longsor.

3. Menghitung bobot tiap kriteria

Pada perhitungan untuk memperoleh bobot kriteria-kriteria

yaitu dengan cara menjumlahkan hasil dari perhitungan matriks

ternormalisasi. Kemudian hasil tersebut dibagi dengan jumlah

kriteria-kriteria yang ada.

4. Perkalian tiap nilai perbandingan kriteria dengan bobot

Setelah mendapatkan nilai bobot, perkalian tiap nilai

perbandingan kriteria dengan bobot dilakukan untuk memperoleh

nilai total dari kriteria-kriteria.

5. Uji konsistensi

Hasil perkalian tiap nilai perbandingan dengan bobot

dijumlahkan. Setelah selesai melakukan penjumlahan, pembagian

dengan bobot dilakukan guna mendapatkan nilai inkonsistensi.

Hasil penentuan prioritas, perhitungan bobot tiap kriteria,

perkalian tiap nilai perbandingan kriteria dengan bobot dan hasil

uji konsistensi dapat dilihat pada gambar4. 11.

Gambar 4.11. Matriks Keputusan Ternormalisasi

Page 77: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

64

Gambar 26 menunjukkan bahwa dari hasil perhitungan bobot

didapat nilai 0. 08 dari CR<= 0. 1, maka prioritas di atas sudah

konsisten. Karena memenuhi prinsip AHP di mana konsistensi

rasio harus kurang dari 10% atau 0,1. Sehingga dapat dikatakan

bahwa masukan dari para ahli konsisten.

Gambar 4.12. Grafik Hasil Pembobotan Faktor Penyebab Longsor

Gambar 4. 12 menunjukkan bahwa telah didapatkan hasil

skor dari masing-masing parameter penyebab longsor dengan nilai

inkonsistensi yang dihasilkan pada daerah Kota Sukabumi yaitu 0.

08 yang kurang dari 0,1. Nilai ini menunjukkan bahwa nilai bobot

yang didapatkan dalam metode ini dianggap konsisten karena

memenuhi prinsip AHP di mana konsistensi rasio harus kurang

dari 10% atau 0,1. Sehingga dapat dikatakan bahwa masukan dari

para ahli konsisten.

Hasil perhitungan bobot dari para ahli diperoleh bobot dari

setiap parameter penyebab bencana tanah longsor yaitu parameter

curah hujan dengan nilai bobot 330 persentase sebesar 35%,

kemiringan lereng bobot 294 dengan persentase sebesar 25%,

penggunaan lahan bobot 128 dengan persentase sebesar 14%,

parameter keberadaan sesar memiliki bobot 94 dengan persentase

sebesar 10%, geologi bobot 87 dengan persentase sebesar 9%, dan

jenis tanah dengan bobot 67 dengan persentase sebesar 7%.

Page 78: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

65

Berdasarkan keenam faktor yang digunakan dalam penelitian

ini, masing-masing memiliki parameter yang memiliki prioritas.

Parameter yang paling berpengaruh adalah parameter curah hujan

merupakan parameter dengan nilai peranan paling besar dalam

mempengaruhi terjadinya longsor dengan nilai bobot 330 dengan

persentase sebesar 35%.

Tabel 4.8. Persentase Bobot Parameter Penyebab Longsor

Parameter Penyebab Longsor

Bobot Parameter Persentase %

Curah Hujan 330 35%

Kemiringan Lereng 234 25%

Penggunaan lahan 128 14%

Keberadaan Sesar 94 10%

Geologi 87 9%

Jenis Tanah 67 7% Jumlah 940 100%

Sumber: Hasil Penelitian 2019

Tabel 4. 8 menunjukkan bahwa hasil pengolahan data dengan

menggunakan masukan para ahli, diperoleh bobot dari setiap

parameter penyebab terjadinya longsor. Parameter curah hujan

memiliki peranan paling besar dibandingkan dengan parameter

kemiringan lereng, penggunaan lahan, keberadaan sesar, geologi,

dan jenis tanah dalam mempengaruhi penyebab terjadinya bencana

longsor dengan persentase 35%. Parameter kemiringan lereng

memiliki persentase sebesar 25% dalam mempengaruhi terjadinya

longsor yang merupakan parameter terpenting kedua setelah

parameter curah hujan.

Parameter penggunaan lahan memiliki persentase sebesar

14% dalam mempengaruhi terjadinya longsor yang merupakan

Page 79: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

66

parameter terpenting ketiga setelah parameter kemiringan lereng.

Parameter keberadaan sesar memiliki persentase sebesar 10%

dalam mempengaruhi terjadinya bencana longsor yang merupakan

parameter terpenting keempat setelah penggunaan lahan.

Parameter yang memiliki kepentingan paling akhir yaitu keadaan

geologi dan jenis tanah dengan persentase sebesar 9% untuk

parameter geologi dan 7% untuk parameter jenis tanah.

4.4. Analisis Hasil Pembobotan Faktor Penyebab Longsor

Berdasarkan pembobotan yang dilakukan, terjadinya bencana

longsor di Kota Sukabumi banyak disebabkan oleh bertambahnya

berat beban pada lereng yang dapat berasal dari alam itu sendiri

yaitu faktor curah hujan, antara lain air hujan yang berinfiltrasi ke

dalam tanah di bagian lereng yang terbuka (tanpa penutup

vegetasi) menyebabkan kandungan air dalam tanah meningkat,

tanah menjadi jenuh, sehingga berat volume tanah bertambah dan

beban pada lereng semakin berat. Selain itu pekerjaan timbunan di

bagian lereng tanpa memperhitungkan beban lereng dapat

menyebabkan lereng menjadi bahaya longsor.

Pengaruh hujan dapat terjadi di bagian lereng-lereng yang

terbuka akibat aktivitas mahluk hidup terutama berkaitan dengan

budaya masyarakat saat ini dalam memanfaatkan alam berkaitan

dengan pemanfaatan lahan (tata guna lahan) kurang

memperhatikan pola- pola yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

Penebangan hutan yang seharusnya tidak diperbolehkan tetap saja

dilakukan sehingga lahan-lahan pada kondisi lereng dengan

geomorfologi yang sangat miring, menjadi terbuka dan lereng

menjadi penyebab terjadinya longsor.

Kebiasaan masyarakat dalam mengembangkan pertanian/

perkebunan tidak memperhatikan kemiringan lereng, pembukaan

Page 80: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

67

lahan-lahan baru di lereng-lereng bukit menyebabkan permukaan

lereng terbuka tanpa pengaturan sistem tata air (drainase) yang

seharusnya dan bentuk-bentuk teras bangku pada lereng tersebut

perlu dilakukan untuk mengerem laju erosi. Bertambahnya

penduduk menyebabkan perkembangan perumahan ke arah

daerah perbukitan (lereng-lereng bukit) yang tidak sesuai dengan

peruntukan lahan (tata guna lahan), menimbulkan beban pada

lereng semakin bertambah berat. Faktor lain yang berpengaruh

adalah disebabkan oleh faktor kemiringan lereng yang sangat terjal

yang memiliki keterkaitan kuat dengan kondisi geologi antara lain

jenis tanah, tekstur (komposisi) dari pada tanah pembentuk lereng

sangat berpengaruh terjadinya longsor.

4.5. Membuat Peta Potensi Bencana Longsor

Data sekunder yang telah didapatkan dari berbagai instansi

berupa data parameter penyebab longsor di antaranya yaitu data

kemiringan lereng, curah hujan, penggunaan lahan, keberadaan

sesar, jenis tanah dan keadaan geologi. Dari data tersebut kemudian

dibuat peta masing-masing tiap parameter penyebab longsor,

kemudian dilakukan skoring pada masing-masing data atribut

parameter. Proses pengisian skor seperti pada tabel yang telah

ditentukan berdasarkan pengaruh terhadap penyebab longsor, di

mana skor 4 diberikan kepada data atribut parameter yang

memiliki pengaruh besar terhadap bencana longsor di Kota

Sukabumi. Selanjutnya, setelah proses skoring dan pembobotan

dilakukan dalam perangkat lunak ArcGIS.

a. Skoring

1. Pemberian Skor Parameter Jenis Tanah

Data Atribut Jenis Tanah Skor

Latosol 4

Andosol 3

Page 81: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

68

Data Atribut Jenis Tanah Skor

Grumusol 3

Padzolik 3

Sumber: Pengolahan Data 2019

2. Pemberian Skor Parameter Penggunaan Lahan

Data Atribut Penggunaan Lahan Skor

Tanah Kosong 1

Hutan Kering 1

Semak Belukar 3

Pemukiman 4

Empang 4

Gedung/Bangunan 4

Kebun 2

Ladang 2

Sawah 4

Sumber: Pengolahan Data 2019

3. Pemberian Skor Parameter Geologi

Data Atribut Geologi Kota Sukabumi Skor

Formasi Rajamandala 3

Anggota Batugamping Formasi Rajamandala 2

Batuan gunungapi gunung gede 4

Aluvium 3

Anggota Tuf dan Breksi Formasi Jampang 3

Sumber: Pengolahan Data 2019

4. Pemberian Skor Parameter Curah Hujan

Data Atribut Curah Hujan Kota Sukabumi Skor

2500 - 3000 mm 4

3000 - 3500 mm 4

Sumber: Pengolahan Data 2019

Page 82: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

69

5. Pemberian Skor Parameter Kemiringan Lereng

Data Atribut Kemiringan Lereng Skor

0-8% 1

8-15% 1

15-25% 2

25-45% 3

>45% 4

Sumber: Pengolahan Data 2019

b. Pembobotan

Pembobotan adalah pemberian bobot pada masing-masing

parameter yang berpengaruh terhadap terjadinya bencana longsor.

Pembobotan di sini berdasarkan perhitungan menggunakan

metode AHP.

Tabel 4.9. Bobot Parameter Penyebab Longsor Kota Sukabumi

Kriteria Bobot

Curah Hujan 0,330

Kemiringan Lereng 0,234

Penggunaan Lahan 0,128

Keberadaan Sesar 0,94

Geologi 0,87

Jenis Tanah 0,67

Sumber: Pengolahan Data 2019

Perkalian Skor dengan Bobot

Untuk menentukan nilai dari parameter yang baru, maka

diperlukan persamaan matematis dengan cara menggabungkan

antara skoring dan pembobotan.

Persamaannya yaitu:

X= Wi * Vi

Page 83: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

70

Keterangan:

X = Nilai Potensi Longsor W = Bobot Parameter-i

V = Skor tiap data atribut parameter ke-i

Sehingga nilai tersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan

tingkatannya dengan menganalisis menggunakan teknik overlay

(tumpang susun) peta.

Analisis Spasial

Analisis spasial dilakukan dengan melakukan overlay

(tumpang susun) dari setiap faktor penyebab terjadinya longsor

menggunakan perangkat komputer GIS. Berdasarkan hasil analisis

spasial, maka daerah yang berpotensi longsor tersebar hampir di

seluruh daerah Kota Sukabumi. Umumnya hampir seluruh

kejadian longsor ini terjadi di kawasan pemukiman masyarakat

yang derajat kemiringannya sangat tinggi. Tentunya selain derajat

kemiringannya yang tinggi, daerah longsor ini umumnya memiliki

batuan dan jenis tanah yang labil terutama pada saat hujan.

Tabel 4.10. Klasifikasi Potensi Longsor Kota Sukabumi

Kelas Potensi Longsor Luas Ha Persentase %

Rendah 320,00 7%

Sedang 1. 689,83 35%

Tinggi 2. 876,99 59%

Jumlah 4. 886,82 100%

Sumber: Pengolahan Data 2019

Tabel tersebut dihitung berdasarkan luas area Kota Sukabumi

dalam ArcGIS. Dengan memasukkan koordinat dan geometri,

didapatkan luas area Kota Sukabumi dan luas area daerah longsor

dengan perhitungan metode AHP.

Page 84: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

71

Berdasarkan tabel di atas, dapat dikatakan bahwa daerah

Kota Sukabumi ini memiliki potensi tinggi untuk terjadinya

bencana longsor. Untuk potensi longsor dengan kelas tinggi

memiliki nilai 59% dengan total luas keseluruhan mencapai 2.

876,99 ha. Untuk potensi longsor dengan kelas sedang sebesar 35%

dengan luas 1. 689,83 ha dan untuk potensi longsor dengan kelas

terendah memiliki nilai paling kecil yaitu sebesar 7% dengan luas

320,00 ha.

Perbedaan luas daerah yang berpotensi longsor di Kota

Sukabumi dipengaruhi oleh beberapa parameter yang digunakan

yaitu parameter curah hujan, kemiringan lereng, jenis tanah,

geologi, penggunaan lahan dan keberadaan sesar. Di setiap

kawasan di Kota Sukabumi, pengaruh setiap parameter ini

berbeda-beda. Akan tetapi umumnya kejadian longsor di Kota

Sukabumi sangat dipengaruhi oleh tingkat intensitas curah hujan

yang sangat tinggi pada keadaan lahan yang sudah dibuka oleh

masyarakat pada daerah dengan keadaan derajat kemiringan lereng

yang cukup tinggi.

Page 85: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

72

Gambar 4.13. Peta Potensi Bencana Tanah Longsor Kota Sukabumi

Jawa Barat

Page 86: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

73

BAB V

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor utama

penyebab terjadinya bencana longsor di Kota Sukabumi dengan

menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) dan

penentuan daerah berpotensi longsor di Kota Sukabumi dengan

analisis spasial, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan persepsi para ahli terhadap 6 (enam) faktor yang

mempengaruhi penyebab longsor di Kota Sukabumi faktor

curah hujan mendapatkan bobot tertinggi yaitu 0,330 dan

parameter yang memperoleh skor terkecil adalah parameter

jenis tanah dengan bobot 0,067.

2. Hasil analisis berdasarkan pembobotan menggunakan

metode AHP mengenai kejadian bencana longsor di Kota

Sukabumi menunjukkan bahwa pengaruh parameter curah

hujan sebesar 35%, parameter kemiringan lereng 25%,

penggunaan lahan 14%, keberadaan sesar 10%, keadaan

geologi 9% dan jenis tanah 7%.

3. Luas tingkat potensi bencana longsor di Kota Sukabumi yaitu,

untuk potensi longsor dengan kelas tinggi memiliki nilai 59%

dengan total luas keseluruhan mencapai 2. 876,99 ha. Untuk

potensi longsor dengan kelas sedang sebesar 35% dengan luas

1. 689,83 ha dan untuk potensi longsor dengan kelas terendah

memiliki nilai paling kecil yaitu sebesar 7% dengan luas

320,00 ha.

Page 87: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

74

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: Institut Pertanian

Bogor.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2018. Kabupaten Sukabumi Dalam Angka

2018, Sukabumi: BPS.

Bakornas Penanggulangan Bencana. 2007. Pengenalan Karakteristik

Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia. Direktorat

Mitigasi Lahar BAKORNAS PB: Jakarta.

BNPB, 2008. Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana.

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana

Nomor 4 Tahun 2008.

______, 2012. Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana. Peraturan

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 02

Tahun 2012.

Cruden DM, Varnes DJ. 1996. Landslide Type and Processes. Landslide:

Investigation and Mitigation. 247: 36-7.

Departemen Pekerjaan Umum. 2007. Peraturan Menteri Pekerjaan

Umum Nomor: 22/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Penataan

Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor. Jakarta: Dinas PU RI.

Djuaridah, Anik. 2009. Indeks Kerentanan Sosial Ekonomi untuk

Bencana Alam di Wilayah Indonesia. Yogyakarta: Universitas

Negeri Yogyakarta

Goenadi. 2003. Konservasi lahan terpadu daerah rawan bencana

longsoran di Kabupaten Kulonprogo. Daerah Istimewa

Yogyakarta.

Page 88: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

75

Hafiyussholeh, M. 2009. Pengaruh Gangguan Pada Matriks Pairwise

Comparison Terhadap Rasio Konsistensi dan Pembalikan

Dominasi dalam Analytical Hierarchy Process. Thesis. Bandung:

ITB

IRBI, 2013. Indeks Risiko Bencana Indonesia. 2013.

Komac, M. 2005. A Landslide Susceptibility Model Using the Analytical

Hierarchy Process Method and Multivariate Statistics in

Perialpine Slovenia. Journal of Geomorphology (2006) 74 Page 17-

28.

Latifah, S. 2005. Prinsip-Prinsip Dasar Analytical Hierarchy proces.

SumateraUtara: Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara.

Murayama Y, Estoque RC. 2010. Foundamentals of Geographic

Information System Japan (JP): University of Tsukuba.

Paimin, Sukresno dan Pramono, I. B. 2009. Teknik Mitigasi Banjir dan

Tanah Longsor. Balikpapan: Tropenbos International

Indonesia Programme.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. 2015. Prakiraan

Wilayah Potensi Terjadi Gerakan Tanah/Tanah Longsor dan

Banjir Bandang di Seluruh Indonesia. Bandung: ESDM,

Kementrerian.

Saaty, T. L. 1988, Decision Making for Leader, The Analytical Hierarchy

Process for Decisionsin Complex World, RWS Publikations 4922

Ellsworth Avenue Pittsburgh, USA.

Saleh, M. B dan Tatang Tiryana. 2007. Technique Pengambilan

Keputusan dengan Metode AHP. Fakultas Kehutanan IPB.

Bogor.

Shabibi H, Hashim. 2015. Landslide Susceptibility Mapping Using GIS-

based Statistical Models and Remote Sensing Data in Tropical

Environment. Scientific Reports. Malaysia (MY): Universiti

Teknologi Malaysia.

Page 89: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

76

Skempton, A. W., and Hutchinson. 1969. Stability of Natural Slope

and Embankment Foundations. In Slope Stability and

Stabilization Methods, 1996, Abramson, et. al. New York.

Soeters R, Van Westen CJ. 1996. Slope Stability Recognition, Analysis,

and Zonation Application of Geographical Information System to

Landslide Hazard Zonation. Di dalam: Landslides: Investigation

and Mitigation. Washington DC (US): National Academy

Press. 129-177.

Somantri, L. 2008. Kajian Mitigasi Bencana Longsor Lahan dengan

Menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh. Padang, 22–23

Nopember 2008, 10 hlm.

Syaifullah. 2010. Pengenalan Metode Analytical Hierarchy Process.

http://Syaifullah08. wordpress. com/.

Van Westen, C. J. 1993. Aplication of Geographic Information System to

Landslide Hazard Zonation. The Netherlands, Enschede: ITC

Publication.

http://bpbd. sukabumikota.go.id/, diakses pada 26 November

2018

http://dibi. bnpb. go.id/dibi/, diakses pada 26 November 2018

http://inarisk. bnpb.go.id/pdf/Buku%20RBI_Final_low.pdf, Risiko

Bencana Indonesia, 2016 diakses pada 26 November 2018.

http://investasi. sukabumikab.go.id/investasi. html, diakses pada

26 November 2018.

https://www.bnpb. go. id/uploads/24/buku-rbi.pdf, diakses pada

November 2018

https://www.esdm. go.id/, diakses pada 15 Mei 2019

Page 90: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

77

PROFIL PENULIS

Dr. Muzani, M.Si.

Penulis dilahirkan di Kota Solok, Provinsi Sumatera Barat. Pendidikan sekolah dasar sampai sekolah menengah atas ditempuh di Kota Solok. Penulis merupakan dosen di Program Studi Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta. Menyelesaikan pendidikan S-1 pada Fachbereich Geowissenschaft (Geologie) di Technische Universitaet, Berlin, Jerman. Pendidikan S-2 pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut di IPB dan S-3 pada program studi yang sama di IPB. Saat ini, selain sebagai dosen tetap di Program Studi Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta, penulis juga mengajar di Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta. Selain mengajar, penulis juga melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat serta publikasi ilmiah pada bidang geografi kebencanaan, geologi, dan pengelolaan sumberdaya. Latar belakang pendidikan di bidang kebumian membuat penulis sering menjadi narasumber pada berbagai pelatihan yang diadakan oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta dalam pembinaan siswa Kontingen DKI Jakarta pada ajang Olimpiade Sains tingkat Nasional bidang Geografi dan Kebumian. Sebagai dosen pada bidang Pendidikan Geografi membawa penulis juga aktif menjadi instruktur nasional pada sertifikasi guru-guru bidang geografi. Karya penulis dalam bentuk buku ajar yang sudah ber-ISBN telah diterbitkan, antara lain (1) Geologi, (2) Mineralogi, (3) Gunung Sinabung, dan (4) Mitigasi Bencana. Selain itu, penulis juga sudah membuat lebih dari 10 hak cipta pada bidang kebencanaan.

Page 91: Buku Referensi Bencana Tanah Longsor Penyebab dan Potensi …sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Buku_Referensi... · 2021. 3. 29. · Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana
Desain-PC
Stamp