227

Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan

Citation preview

Page 1: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua
Page 2: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN

LINGKUNGAN BERKELANJUTAN Penguatan Program Pencegahan Kebakaran Hutan

dan Lahan (Karhutla) Berbasis Masyarakat

Page 3: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN

LINGKUNGAN BERKELANJUTAN Penguatan Program Pencegahan Kebakaran Hutan

dan Lahan (Karhutla) Berbasis Masyarakat

Penulis:

Suwondo

Iskandar Arnel

Hanan Khairu. A

Arneliwati

Zuli Laili Isnaini

Adhy Prayitno

Haris Gunawan

Arifudin

Susilawati

Editor: Almasdi Syahza, Suwondo dan Haris Gunawan

Sampul dan tata letak: Rudy Haryanto

Diterbitkan oleh UR Press, Juli 2015

Alamat penerbit

Badan Penerbit Universitas Riau

UR Press Jl. Pattimura No. 9 Gobah Pekanbaru 28132

Riau, Indonesia

Telp. (0761) 22961, Fax. (0761) 857397 Email: [email protected]

Anggota IKAPI

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang Mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku

ini tanpa izin tertulis dari penerbit

Cetakan Kedua: Juli, 2015

ISBN 987-979-792-590-1

Page 4: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla i

Berbasis Masyarakat

KATA PENGANTAR

Bencana kebakaran hutan dan lahan merupakan permasalahan

serius yang harus dihadapi bangsa Indonesia hampir setiap

tahun pada musim kemarau, khususnya di Provinsi Riau.

Kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau jauh lebih sulit

untuk ditangani, hal ini disebabkan oleh penyebaran api yang

terjadi di dalam lapisan tanah gambut.

Buku ini disajikan untuk memberi gambaran menyeluruh tentang

berbagai upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang

diintegrasikan melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN)

Kebangsaan 2015 dengan Universitas Riau Sebagai tuan rumah.

Penyajian dalam buku ini diawali dengan uraian mengenai

problematika kebakaran hutan dan lahan. Pentingnya

pengendalian karhutla dan berbagai upaya pencegahan karhutla

ditampilkan dalam bab berikutnya. Konsep tersebut dirangkai

dengan pemaparan rinci tentang kebakaran hutan dan lahan

dari sudut pandang berbagai disiplin ilmu. Materi-materi tersebut

dikemas secara sistematis dalam sembilan bab. Penyusunan dan

penerbitan buku materi ini merupakan upaya Lembaga Penelitian

dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Riau (LPPM UR)

Page 5: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla ii

Berbasis Masyarakat

dalam rangka menyukseskan pelaksanaan KKN Kebangsaan

2015.

Tim editor menyampaikan terima kasih kepada semua pihak

yang telah memberikan masukan dan bantuan hingga selesainya

penyusunan buku ini. Akhirnya, kami berharap semoga buku ini

dapat memberikan kontribusi terhadap upaya penguatan

program pencegahan Kebakaran hutan dan lahan, khususnya di

Provinsi Riau.

Pekanbaru, Juli 2015

Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE., MP

Page 6: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla iii

Berbasis Masyarakat

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii

PENCEGAHAN KARHUTLA MELALUI KULIAH KERJA

NYATA MAHASISWA (SUWONDO) ....................................................... 1

Problematika Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) .... 1

Peran Perguruan Tinggi dalam Penguatan Program

Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) .................................... 4

Implementasi KKN Mahasiswa dalam Pencegahan

Kebakaran Hutan dan Lahan ............................................................ 6

DESEKULERISASI PEMAHAMAN DAN PEMANFAATAN HUTAN

DAN LAHAN (ISKANDAR ARNEL) ............................................................. 9

Pendahuluan .................................................................................................. 9

Tinjauan Konseptual................................................................................. 12

Program Kerja Desekulerisasi Pemahaman dan

Pemanfaatan Hutla ................................................................................... 21

PERSPEKTIF KABUT ASAP DALAM PANDANGAN MEDIS

DAN PENANGANAN KEGAWATDARURATAN MEDIS SAAT

BENCANA KABUT ASAP (HANAN KHAIRU. A) ................................ 31

Latar Belakang ............................................................................................. 31

Page 7: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla iv

Berbasis Masyarakat

Tujuan ................................................................................................................. 32

Indikator Pelaksanaan.............................................................................. 33

MASALAH PSIKOLOGIS DAN SOSIAL PADA BENCANA

KABUT ASAP SERTA PENATALAKSANAANNYA

(ARNELIWATI) ................................................................................................ 35

Pendahuluan ................................................................................................... 35

Pengertian Trauma .................................................................................... 37

Penyebab Trauma....................................................................................... 38

Jenis dan Sifat Trauma ......................................................................... 38

Tahap-Tahap yang Dapat Dilakukan dalam Pemulihan

Rasa Percaya Diri ....................................................................................... 41

MENGENAL NEGERI MELAYU MELALUI PENGETAHUAN

LOKALNYA DALAM MENJAGA DAN MERAWAT LINGKUNGAN

(ZULI LAILI ISNAINI) ..................................................................................... 43

Pendahuluan ................................................................................................... 43

Selayang Pandang “Riau” Dan Melayu ........................................ 45

Adat Orang Melayu Riau ....................................................................... 49

Masyarakat Melayu Dalam Pengelolaan Lingkungan ......... 51

Bagaikan Aur dengan Tebing, Perumpamaan

dalam Pengelolaan Ekologi .................................................................. 54

Pemberdayaan Masyarakat melalui Siskamling ...................... 59

Kegiatan Di Lapangan Bagi Mahasiswaan ................................. 62

MENCEGAH KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

(ADHY PRAYITNO) .............................................................................................. 65

Pendahuluan ................................................................................................... 65

Sifat-Sifat Hutan dan Lahan ............................................................... 66

Kebakaran Hutan dan Lahan Terkendali ................................... 68

Mengatasi Kebakaran Hutan dan Lahan .................................... 71

Proses Pengendalian dan Pemadaman Kebakaran Hutan

Page 8: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla v

Berbasis Masyarakat

dan Lahan ....................................................................................................... 72

Proses Pencegahan, Pengendalian dan

Pemadaman Kebakaran Hutan dan Lahan .............................. 73

Operasional Pengendalian yang Bersifat Pencegahan..... 74

Operasional Pencegahan yang Bersifat Penanggulangan

dan Pemadaman ........................................................................................ 75

PERBAIKAN LAHAN GAMBUT BEKAS TERBAKAR

DENGAN PEMBASAHAN DAN PENANAMAN VEGETASI ASLI

(HARIS GUNAWAN) ........................................................................................... 79

Tujuan ................................................................................................................ 79

Keluaran ........................................................................................................... 81

Teknis Pelaksanaan Rewetting .......................................................... 81

Penanaman Vegetasi Asli Setelah Rewetting .......................... 95

Teknik Penanaman .................................................................................... 98

INISIASI DAN OPTIMALISASI KELEMBAGAAN MASYARAKAT

DESA DALAM PENCEGAHAN KARHUTLA (ARIFUDIN) .................. 101

Pendahuluan .................................................................................................. 101

Penguatan Kelembagaan Desa ......................................................... 103

Pembentukan Desa Dan Sekolah Siaga Bencana ............... 107

Sistem Pelaporan Dini Kebakaran .................................................. 109

Penyusunan Rencana Strategis Desa .......................................... 113

Penyusunan Peraturan Desa .............................................................. 119

Fasilitasi Pengembangan Ragam Komoditi Dan

Usaha Ekonomi ........................................................................................... 123

Pemberdayaan Masyarakat Peduli Api ........................................ 128

PEMBELAJARAN PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN

LAHAN PADA PENDIDIKAN DASAR DAN

MENENGAH (SUSILAWATI) ............................................................................ 133

Pendahuluan .................................................................................................. 133

Page 9: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla vi

Berbasis Masyarakat

Peran Pendidikan Dalam Penanggulangan Karhutla........... 137

Lingkungan Pendidikan Yang Berperan Dalam

Pembentukkan Diri Anak ........................................................................ 141

Pencegahan Karhutla Dalam Kurikulum Muatan Lokal .... 144

Pencegahan Karhutla Dalam Program

Pengembangan Diri .................................................................................... 147

Pendekatan Pembelajaran Dalam Pencegahan Karhutla . 149

LAMPIRAN .......................................................................................................... 159

Page 10: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 1

Berbasis Masyarakat

PENCEGAHAN KARHUTLA MELALUI

KULIAH KERJA NYATA MAHASISWA

Dr. Suwondo, M.Si

PROBLEMATIKA KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Kebakaran hutan dan lahan menjadi topik utama dalam menjaga

ketahanan sumberdaya alam. Kebakaran hutan didefinisikan

sebagai sesuatu yang bersifat alami maupun perbuatan manusia

yang menyebabkan terjadinya proses penyalahan serta

pembakaran bahan bakar hutan dan lahan (Syaufina, 2008).

Permasalahan karhutla telah berdampak terhadap berbagai

sektor kehidupan. Diantaranya adalah gangguan aktivitas sehari-

hari, hambatan transportasi, kerusakan ekologis, penurunan

pariwisata, dampak politik, ekonomi dan gangguan kesehatan

(Tauconni, 2003). Dampak terjadinya karhutla dapat

dikategorikan menjadi empat yaitu: (a) Dampak Terhadap

Ekologis dan Kerusakan Lingkungan; (b) Dampak Terhadap

Sosial, Budaya dan Ekonomi; (c) Dampak Terhadap Hubungan

Antar Negara; dan (d) Dampak terhadap Perhubungan dan

Pariwisata.

Page 11: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 2

Berbasis Masyarakat

Dampak terhadap komponen ekologis dan kerusakan lingkungan

diketahui dengan terjadinya penurunan berbagai kualitas

lingkungan dan keanekaragaman dalam ekosistem. Hal ini

terbukti tercemarnya udara oleh gas CO dan CO2 akibat

pembakaran kutan dan lahan, hilangnya sejumlah spesies flora

dan fauna, ancaman erosi, perubahan fungsi pemanfaatan dan

peruntukan lahan, penurunan kualitas air dan lain sebagainya.

Dampak Sosial, Budaya dan Ekonomi dapat meliputi hilangnya

sejumlah mata pencaharian masyarakat yang tinggal di

pinggiran dan sekitar hutan. Asap yang ditimbulkan dari

kebakaran tersebut sedikit banyak mengganggu aktivitasnya

yang secara otomatis juga ikut mempengaruhi penghasilannya.

Bahkan pada pascakebakaran dampak karhutla masih dirasakan

oleh masyarakat seperti kehilangan sejumlah areal dimana ia

biasa mengambil hasil hutan. Dampak terhadap hubungan antar

negara disebabkan oleh permasalahan asap sebagai

pencemaran udara yang ditimbulkan dari kebakaran.

Pencemaran udara yang melewati batas administrasi menjadi

permasalahan hubungan antara negara menjadi terganggu.

Dampak terhadap perhubungan dan pariwisata disebabkan oleh

tebalnya asap yang mengganggu transportasi udara. Sehingga

menimbulkan keengganan wisatawan untuk berada di tempat

yang dipenuhi asap.

Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi dengan bencana

karhutla terbesar di Indonesia. Pada tahun 2014 luas lahan

kebakaran di Provinsi Riau mencapai 302.279,43 Ha yang

tersebar pada 12 Kabupaten/Kota.

Terdapat berbagai penyebab terjadinya Karhutla. Faktor alam

penyebab terjadinya karhutla meliputi berbagai fenomena yang

terjadi tanpa adanya campur tangan manusia. Berbagai

Page 12: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 3

Berbasis Masyarakat

fenomena tersebut diantaranya adalah: (a) Sambaran petir, petir

memiliki energi yang berubah menjadi percikan api yang apabila

terkena pada dedaunan dan kayu kering dapat menimbulkan

titik api yang lebih besar sehingga menyebabkan kebakaran; (b)

benturan longsuran batu, pergesekan antar beberapa buah batu

akan menimbulkan energi yang dapat berubah menjadi percikan

api; (c) singkapan gambut, batu bara dan/atau daun kering

yang terpapar oleh suhu tinggi yang ekstrim; (d) fenomena

perubahan siklus iklim El-Nino yeng lebih lama dan ekstrim,

fenomena ini akan menimbulkan kekeringan panjang dengan

suhu yang tinggi. Sehingga akan meningkatkan potensi

terjadinya karhutla.

Penyebab dari faktor alam memiliki potensi karhutla yang relatif

kecil. Faktor penyebab utama karhutla adalah ulah tangan dan

kecerobohan manusia. Diantaranya adalah sebagai berikut: (a)

Sistem perladangan tradisional dari penduduk setempat yang

berpindah-pindah; (b) Pembukaan hutan oleh para pemegang

Hak Pengusahaan Hutan (HPH) untuk insdustri kayu maupun

perkebunan kelapa sawit; (c) Kecerobohan dengan merokok dan

membuang puntung rokok di hutan; (d) Membiarkan bara api

setelah berkemah, dan lain sebagainya.

Fenomena karhutla menjadi salah satu permasalahan lingkungan

hidup yang sangat kompleks. Berbagai upaya pencegahan dan

perlindungan karhutla telah dilakukan termasuk mengefektifkan

berbagai perangkat hukum. Namun hingga saat ini upaya

tersebut masih dianggap belum memberikan hasil yang optimal.

Hal ini disebabkan sebagian besar karhutla yang terjadi

disebabkan oleh unsur kesengajaan. Laporan BNPB (2014)

menyebutkan bahwa lebih dari 90% hutan dan lahan sengaja

dibakar. Pembakaran hutan dan lahan merupakan cara yang

Page 13: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 4

Berbasis Masyarakat

murah dan mudah untuk mempersiapkan lahan yang siap

ditanami kembali oleh masyarakat lokal. Kondisi ini cukup

mengkhawatirkan, mengingat permasalahan karhutla sudah

semestinya menjadi tanggung jawab bersama dengan melibatkan

seluruh masyarakat lokal.

Kecenderungan terhadap minimnya pengetahuan/pemahaman

tentang bahaya karhutla dan pentingnya pengelolaan hutan dan

lahan, menjadi salah satu permasalahan hingga berbagai upaya

pencegahan dan perlindungan karhutla sulit terrealisasi.

Olehsebab itu perlu upaya secara komprehensif untuk

menanamkan nilai-nilai pengetahuan dalam upaya pencegahan

karhutla kepada masyarakat lokal disekitar lokasi rawan

Karhutla.

PERAN PENDIDIKAN TINGGI DALAM PENGUATAN PROGRAM

PENCEGAHAN KARHUTLA

Perguruan Tinggi memiliki kewajiban menyelenggarakan

pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Hal ini

tertuang dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional. Berdasarkan tridharma

tersebut, seharusnya perguruan tinggi dapat menjadi jawaban

dalam setiap problematika yang terjadi pada lingkungan,

termasuk Karhutla.

Pendidikan/pengajaran sebagai suatu proses pengubahan sikap

dan tata laku seseorang atau kelompok melalui upaya

pengajaran dan pelatihan. Pendidikan harus diselaraskan dengan

nilai-nilai yang terjadi di lingkungan, agar disatu sisi pendidikan

mampu menjawab dan memberikan sebuah solusi terhadap

berbagai persoalan yang terjadi dalam lingkungan. Dimana

Page 14: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 5

Berbasis Masyarakat

lingkungan merupakan tempat berpijak bahkan merupakan

tempat kita untuk mengasah diri, baik secara sikap, intelektual

maupun tindakan. Pendidikan juga mempunyai peranan penting

untuk menciptakan sistem yang bisa mengantarkan pada

sebuah kesadaran akan makna pentingnya sebuah lingkungan

(Muljono, 2001).

Berdasarkan fungsi penelitian, setiap perguraun tinggi memiliki

kewajiban dalam melakukan kajian-kajian atau telaah terhadap

pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan. Kajian tersebut

dilakukan melalui berbagai bidang ilmu secara komprehensif.

Sehingga hasil penelitian dapat dijadikan sebagai acuan untuk

pengendalian karhutla.

Gambar 1. Keterkaitan pelaksanaan Tridharma Perguruan

Tinggi

Page 15: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 6

Berbasis Masyarakat

Upaya pengabdian kepada masyarakat dilakukan sebagai upaya

dalam penerapan pengamalan ilmu pengetahuan, teknologi, dan

seni (Ipteks) secara langsung kepada masyarakat. Masyarakat

yang dimaksud mencakup seluruh lapisan dan komponen

masyarakat. Kegiatan pengabdian dapat dilakukan oleh Dosen

maupun mahasiswa.

IMPLEMENTASI KKN MAHASISWA DALAM PENCEGAHAN

KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

KKN merupakan salah satu wujud Tri Dharma Perguruan Tinggi

dengan pemberian pengalaman belajar dan bekerja kepada para

mahasiswa tentang penerapan dan pengembangan ilmu dan

teknologi di luar kampus. Dalam KKN mahasiswa belajar

mengaitkan antara dunia akademik-teoritik dengan dunia

empirik-praktis bagi pemecahan permasalahan masyarakat agar

masyarakat mampu memberdayakan dirinya untuk menolong

diri mereka sendiri (to help people to help themselves).

KKN mahasiswa di Perguruan Tinggi bertujuan mengembangkan

kepribadian mahasiswa, pemberdayaan masyarakat dan

pengembangan institusi dalam pelaksanaanya tidak lepas dari

prinsip-prinsip dasar seperti empati-partisipatif, interdisipliner,

komprehensif-komplementatif, realistis-pragmatis dan

environmental development. Mengacu pada prinsip-prinsip

tersebut, maka diharapkan mahasiwa KKN mampu

mengidentifikasi permasalahan yang ada di masyarakat secara

cermat dan bersama masyarakat menyusun langkah

penyelesaiannya sesuai dengan sumber daya yang dimiliki.

Dengan harapan, masyarakat mampu berswadaya, berswakelola,

dan berswadana dalam pembangunan.

Page 16: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 7

Berbasis Masyarakat

Dalam pelaksanaanya, program-program KKN yang dilaksanakan

selalu berorientasi kepada pelibatan masyarakat secara luas.

Untuk itu para mahasiswa dan pengelola KKN harus mampu

mengadakan pendekatan sosio-kultural terhadap masyarakat

sehingga lebih kooperatif dan partisipatif.

Mahasiswa sebagai kaum intelektual diharapkan dapat berperan

sebagai “agen” perubahan dan pemimpin untuk pembangunan

di masa yang akan datang. Mahasiswa dipandang memiliki peran

strategis untuk ikut terlibat dalam mengimplementasikan

program penendalian Karhutla terutama dalam hal pendekatan

kepada masyarakat. Mereka diharapkan dapat memberikan

pencerahan dan merubah pola pikir masyarakat terutama dalam

hal pengendalian kebakaran hutan. Momen yang dianggap tepat

melakukan kegiatan sosialisasi ini adalah di saat mahasiswa

tersebut melaksanakan KKN sebelum mereka menyelesaikan

kuliah dan benar-benar terjun di masyarakat.

Program - program kegiatan dalam KKN yang direncanakan

pada dasarnya bertumpu pada permasalahan dan kebutuhan

nyata di lapangan, dapat dilaksanakan sesuai dengan daya

dukung sumber daya yang tersedia di lapangan, dan

memberikan manfaat bagi masyarakat, baik dalam jangka

pendek maupun jangka panjang. Adapun prinsip pelaksanaan

KKN antara lain:

1. Co-creation (gagasan bersama): KKN dilaksanakan

berdasarkan pada tema pencegahan kebakaran dan

lahan yang merupakan gagasan bersama antara

perguruan tinggi, pemerintah, mitra kerja dan masyarakat

setempat.

2. Co-financing/co-funding (dana bersama): Pendanaan

KKN seharusnya menjadi upaya bersama antara

Page 17: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 8

Berbasis Masyarakat

mahasiswa, universitas, Pemerintah Daerah, mitra kerja

dan masyarakat setempat, disesuaikan dengan tema dan

program yang telah disepakati.

3. Sustainability (berkesinambungan): KKN dilaksanakan

secara berkesinambungan berdasarkan suatu tema dan

program yang sesuai dengan tempat dan target tertentu.

4. KKN dilaksanakan berbasis riset (Research based

Community Services).

Dalam pelaksanaan program Kukerta, ada beberapa strategi

yang dilaksanakan antara lain: (1) melibatkan seluruh unsur

masyarakat yang terkait dan dibangun komitmen bersama; (2)

melakukan diskusi (focus group discussion) dengan beberapa

stakeholder yang terkait; (3) membuat perencanaan yang

matang; (4) menyusun rencana kerja yang riil; (5)

mengkomunikasikan program kerja utama, pendukung dan

tambahan kepada DPL; (6) melakukan lokakarya mini untuk

menjaring aspirasi dan kebutuhan yang diharapkan masyarakat.

Page 18: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 9

Berbasis Masyarakat

DESEKULERISASI PEMAHAMAN DAN

PEMANFAATAN HUTAN DAN LAHAN

Iskandar Arnel

PENDAHULUAN

Dalam periode 50 tahun (1950-2000) Indonesia kehilangan 64.8

juta dari 162 juta hektar tutupan hutan yang dimilikinya.

Klimaksnya terjadi pada era 80-an dan 90-an, yaitu tahun-tahun

“keajaiban ekonomi” yang menggegarkan dengan slogan Lepas

Landas demi merealisasikan “Bangunlah jiwanya, bangunlah

badannya, untuk Indonesia Raya”. Pertanyaannya, berapa juta

hektar hutan lagi yang sudah diratakan dalam 15 tahun terakhir

(2000-2015)? Apakah Negeri Merah Putih yang berlambang

burung garuda ini sudah mencapai hasil pembangunan yang

seimbang melalui pengorbanan 40% lebih tutupan hutannya?

Riau sendiri terlibat secara intens dalam proyek di atas sejak

tahun 1997. Bisa dipastikan bahwa dalam 18 tahun terakhir ini

lingkungan dan ekosistem di Bumi Lancang Kuning mengalami

goncangan dan kerusakan massal yang kontinu. Fakta

menunjukkan betapa jutaan kubik kayu pilihan berlalu-lalang

Page 19: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 10

Berbasis Masyarakat

dengan bebas di jalanan dan perairannya, dan jutaan hektar

hutan lagi ditebang dan dibakar untuk membuka lahan-lahan

perkebunan sawit dan pemukiman penduduk. Konsekwensi- nya,

bencana api dan asap yang melanda secara serentak dan

dalam skala yang teramat besar menyuguhkan berbagai teror

yang mengerikan tidak hanya bagi kehidupan, kesehatan dan

ekonomi, melainkan juga bagi mental, pendidikan, iklim sosial-

kemasyarakatan, dan harga diri bangsa.

Sejak dahulu masyarakat di provinsi Riau termasuk dalam

kategori komunitas yang agamis (mayoritas Muslim) dan

berbudaya. Kedua unsur ini begitu melekat dalam kesehari-

harian penduduknya sehingga melahirkan berbagai bentuk

kearifan lokal yang berpengaruh terhadap sikap dan cara

mereka dalam berhubungan dengan hutan dan lahan

(selanjutnya disingkat dengan hutla) dan dalam pemanfaatan

hasil-hasil alam. Bisa dipastikan bahwa selama berada dalam

bayang-bayang agama dan budaya ini hutla merupakan sahabat

ekosistem dan kehidupan yang dihargai. Akan tetapi memasuki

tahun 1990-an keharmonisan ini ternoda karena sang sahabat

mulai dilirik sebagai lumbung emas yang siap diperjual-belikan

demi meningkatkan status ekonomi dan sosial masyarakat

setempat, daerah dan negara.

Secara ideologis, suatu perubahan biasanya dilatarbelakangi

oleh perubahan paradigma tentang sesuatu yang membuat

seseorang atau masyarakat itu berubah. Jadi, bukan oleh

sesuatunya, melainkan oleh perubahan pola pikir tentang

sesuatu itu. Pertanyaannya, apakah yang mengganti posisi

kearifan agama dan budaya dalam kesadaran sebagian

masyarakat Riau di kantong-kantong hutla sehingga mereka

menjadi begitu fenomenal dengan kebuasan dan kerakusannya

Page 20: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 11

Berbasis Masyarakat

dalam menyikapi dan memanfaatkan hutla di daerahnya masing-

masing?.

Jawabannya tidak bisa dilepaskan dari pengaruh pola dan gaya

hidup materalistis yang sejak tahun 1970-an mulai dijajakan

secara leluasa dan kontinu di provinsi ini. Gaji besar serta

fasilitas dan kenyaman hidup yang dipertontonkan secara

mencolok oleh perusahan-perusahan minyak di Riau melalui

kehidupan sosial pegawai-pegawainya bisa dinobatkan sebagai

kontributor utamanya. Ini dipertegas oleh kehadiran media

massa seperti koran, majalah dan televisi yang sejak tahun

1980-an secara bertahap menyerbu pertahanan kearifan agama

dan budaya tentang pola dan gaya hidup yang sehat dan

selamat (dunia-akhirat).

Dalam timbangan filsafat, pola dan gaya hidup yang seperti ini

merupakan salah satu ciri utama kehidupan sekuler. Berasal

dari bahasa Latin saeculum, kata sekuler yang berkonotasi

waktu (sekarang) dan tempat (dunia) ini memang kental dengan

prinsip “yang penting sekarang dan di sini”, bukan “yang nanti

dan di sana (akhirat)” (al-Attas, 1993, 16-17). Target utamanya

adalah memberi kebebasan kepada manusia untuk melakukan

apapun yang disukainya dengan cara, pertama dan utama,

mengenyahkan pengaruh agama dan metafisika dari pikiran dan

bahasa (Puerson dalam Cox, 1965, 2) tentang aktivitas duniawi,

yaitu dua aspek yang dalam pandangan sekuler divonis sebagai

pemasung waktu dan ruang gerak manusia.

Warna sekuler yang dilarutkan dalam pola dan gaya kehidupan

masyarakat Riau, terutama dalam hubungannya dengan

pemanfaatan hutla, telah menyeret mereka ke berbagai masalah

yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Ibarat virus, maka

Page 21: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 12

Berbasis Masyarakat

fenomena yang sudah berjalan puluhan tahun ini harus segera

diberi obat penawar sehingga tidak berlarut-larut. Oleh karena

peristiwa ini dibidani oleh pemikiran, maka antidot yang

ditawarkan adalah dengan melakukan desekulerisasi

pemahaman masyarakat Riau tentang hutla dan

pemanfaatannya.

TINJAUAN KONSEPTUAL

Makna Desekulerisasi Pemahaman dan Pemanfaatan Hutla

Desekulerisasi adalah lawan dari sekulerisasi. Selain dari

gambaran tentang sekulerisme yang telah disebutkan secara

sekilas di atas, Cox secara lebih terperinci menambahkan bahwa

sekulerisme juga merupakan pemikiran yang bertujuan (1965, 2

dan 17; al-Attas, 17): Membersihkan dunia dari unsur-unsur

pemahaman agama dan yang menyerupai pemahaman agama

tentang dunia itu sendiri, membuang worldview (pandangan

tentang realitas) yang bersifat tertutup, meng- hancurkan mitos-

mitos supranatural dan simbol-simbol suci, “defatali- sasi

sejarah”, penemuan manusia bahwa dia ditinggalkan dengan

dunia di tangannya dan bahwasanya dia tidak lagi boleh

menyalahkan nasib atau marah atas apa yang telah

dilakukannya. ...; [ini adalah] orang yang memalingkan

perhatiannya dari dunia yang akan datang ke dunia ini dan

pada saat ini.

Kata “agama” di kutipan di atas merujuk pada semua agama

yang dikenal manusia, walaupun harus diakui bahwa tidak

semua agama cocok dengan gambaran yang diberikan oleh

Cox. Islam, misalnya, tidak memiliki faham yang kaku tentang

dunia, jauh dari worldview yang tertutup, serta menentang

Page 22: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 13

Berbasis Masyarakat

segala bentuk mitos yang dikenal dalam sejarah manusia. Oleh

karena itu, sejauh menyangkut tentang agama Islam, maka tidak

satupun dari butiran-butiran tersebut yang bisa dicirikan

kepadanya. Satu-satunya yang bisa dikaitkan padanya adalah

doktrin tentang nasib. Akan tetapi perlu dicatat bahwa ajaran

yang satu ini tidak sama dengan yang tersirat dari kutipan di

atas karena nasib dalam Islam juga memiliki sisi-sisi dinamis

dan kreatif, yang karenanya manusia harus

mempertanggungjawabkan semua perbuatan- nya kelak di hari

akhirat. Atas pertimbangan ini, maka seorang Muslim tidak perlu

memalingkan perhatiannya dari akhirat untuk kemudian

difokuskan pada kehidupan dunia ini saja.

Namun demikian fakta menunjukkan bahwa faham ini telah

banyak menyeret kaum Muslimin untuk ikut-ikutan

mengaminkannya. Bukan suatu rahasia bahwa di tengah-tengah

umat Islam pun pengabaian terhadap ajaran dan pesan agama

demi kesenangan atau keuntungan sesaat sudah sering terjadi.

Dalam hal ini, keterlibatan mereka dalam kerusakan hutla hanya

merupakan salah satu contoh yang terlalu jelas untuk diabaikan.

Desekulerisasi yang diterapkan dalam konteks Kukerta

Kebangsaaan pada tahun 2015 ini diarahkan pada upaya-upaya

yang bisa mengikis pengaruh pemikiran sekuler dalam

memahami dan memanfaatkan hutla, yang secara konseptual

dibangun dengan cara:

1. Mengembalikan perspektif masyarakat tentang dunia

sebagaimana yang difahami dalam konteks Islam.

2. Menepis pandangan yang menuding worldview Islam

tentang realitas sebagai pandangan yang tertutup.

Page 23: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 14

Berbasis Masyarakat

3. Menghancurkan mitos-mitos yang ditawarkan oleh

propaganda kesenangan dan keuntungan sesaat dalam

berinteraksi dengan lingkungan hidup.

4. Mengembalikan pemahaman yang Islami tentang

dinamika nasib kehidupan, sehingga permasalahan

duniawi bisa diselesaikan dengan cara-cara yang sehat

dan tidak merusak.

Islam sebagai Key Concept dalam Desekulerisasi Pemahaman dan

Pemanfaatan Hutla

Tidak satupun agama yang menolak desekulerisasi pemahaman

dan pemanfa- atan hutla, apalagi Islam. Jika diperhatikan

dengan saksama, agama ini bahkan mendoktrinkan keberadaan

hutla sebagai sesuatu yang tidak lepas dari Kemahatahuan Allah

SWT tentang siklus alam dan manfaat yang ditimbul- kannya

bagi keberlangsungan alam itu sendiri, khususnya kehidupan

manusia. Dari sudut ini, hutla bisa diproyeksikan sebagai salah

satu bentuk Kasih Sayang Allah ‘Azza wa Jalla kepada sekalian

makhluk. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika agama ini

mewajibkan setiap pemeluknya untuk menjaga dan

memanfaatkan hutla secara cerdas dan berpatutan.

Berdasarkan ini, maka Islam bisa diposisikan sebagai salah satu

konsep kunci dalam mengentaskan sekulerisasi pemahaman dan

pemanfaatan hutla yang sudah terlanjur menggurita dengan

mengupayakan, khususnya, para decision makers dan

masyarakat yang bermukim di kantong-kantong hutla menjadi

insan-insan konservator alami, bukan bayaran. Kebijakan ini

sangat beralasan karena sampai sekarang umat Islam,

khususnya di provinsi Riau, masih memiliki kesadaran beragama

(ber-Tuhan) yang kuat. Jika bisa diperluas hingga memasukkan

Page 24: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 15

Berbasis Masyarakat

pemahaman dan pengapresiasian dimensi Hubungan Tuhan-

Hutla-Kehidupan (khususnya manusia dan ekosistem) ke dalam

bagiannya, maka kesadaran ini akan menjadi primary source

yang efektif dan ekonomis dalam melahirkan sikap, upaya dan

tindakan riil guna mengantisipasi kerusakan sekaligus

memperbarui hutla.

Tinjauan Dalil

Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap upaya

pelestarian sekaligus kepatutan pemanfaatan alam. Sejumlah

ayat-ayat Qur’an, yaitu Q.S. al-Mulk [67]: 3, al-Rūm [30]: 40-45,

dan al-A‘rāf [7]: 56, adalah bukti yang kuat betapa secara

doktrinal agama ini begitu peduli terhadap keseimbangannya

sehingga bisa dinikmati secara berpatutan. Jika disesuaikan

dengan konteks misi yang diterapkan dalam Kukerta

Kebangsaan pada tahun 2015 ini, maka susunan dan redaksi

terjemahan ayat-ayat tersebut berbunyi sebagai berikut:

1. [Maha Suci Allah] yang telah menciptakan tujuh langit

yang berlapis-lapis (ṭibāqan). Kamu sekali-kali tidak akan

melihat sesuatu yang tidak seimbang (tafāwut) dalam

ciptaan Tuhan yang Mahapemurah. Lihatlah berkali-kali,

tampakkah olehmu sesuatu yang tidak se- imbang

(fuṭūr)? (Q.S. al-Mulk [67]: 3)

2. Allah-lah yang menciptakan kamu (khalaqakum), kemu-

dian memberimu rezki (razaqakum), kemudian memati-

kanmu (yumītukum), dan kemudian menghidupkanmu

[kembali] (yuḥyīkum). Adakah di antara yang kamu

sekutukan [dengan Allah] itu dapat berbuat sesuatu dari

yang demikian itu? Mahasuci dan Mahatinggilah Dia dari

apa yang mereka persekutukan. (Q.S. al-Rūm [30]: 40)

Page 25: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 16

Berbasis Masyarakat

3. Telah muncul (ẓahara) kerusakan (al-fasād) di darat (al-

barr) dan di laut (al-baḥr) disebabkan oleh perbuatan

tangan-tangan (aydī) manusia, [yang karenanya Allah]

merasakan kepada mereka sebahagian dari [akibat]

perbuatan mereka agar mereka kembali [pada jalan yang

benar] (yarji‘ūn). (Q.S. al-Rūm [30]: 41)

4. Katakanlah, “Berjalanlah kamu di muka bumi dan lihatlah

akibat (‘āqibaḧ) [yang ditimbulkan oleh per- buatan]

orang-orang yang terdahulu: sebagian besar mereka

adalah orang-orang yang musyrik (musyrikūn).” (Q.S. al-

Rūm [30]: 42)

5. Dan janganlah kamu membuat kerusakan (lā tufsidū) di

muka bumi (al-arḍ) sesudah [Allah] memperbaikinya

(iṣlāḥihā), dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut

(khawfan) [tidak akan diterima] dan rasa harap (ṭama‘an)

[agar diterima], sesungguhnya rahmat Allah (raḥmat)

amat dekat (qarīb) kepada orang-orang yang berbuat

baik (al-muḥsinīn). (Q.S. al-A‘rāf [7]: 56)

6. Oleh karena itu, hadapkanlah wajahmu (fa-aqim wajha-

ka) pada ketentuan yang lurus (al-dīn al-qayyim)

sebelum datang hari (yaitu: waktu kehancuran) yang

tidak dapat ditolak [kedatangannya]: pada hari itu

mereka terpisah-pisah. (Q.S. al-Rūm [30]: 43)

7. Siapa yang mengingkari (kafara) [perintah ini], maka dia

sendirilah yang akan menanggung [akibat] kekufurannya

itu; dan siapa yang beramal saleh (‘amila ṣāliḥan), maka

[sebenarnya] mereka menyiapkan tempat yang menye-

nangkan bagi diri mereka sendiri. (Q.S. al-Rūm [30]: 44)

8. [Yang sedemikian itu] agar Allah memberi ganjaran dari

karunia-Nya kepada orang-orang yang percaya dan ber-

Page 26: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 17

Berbasis Masyarakat

amal saleh. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-

orang yang ingkar. (Q.S. al-Rūm [30]: 45)

Jika diperhatikan dengan saksama, maka kesimpulan dari ayat-

ayat tersebut menyatakan bahwa 1) Allah menciptakan segala

sesuatu secara seimbang dan tidak rusak; 2) Dia yang telah

menciptakan manusia, memberinya rezeki, kemudian

mematikannya, dan meng- hidupkannya kembali demi

mempertanggungjawabkan karunia yang telah diberikan-Nya; 3)

derita dan azab yang dialami manusia adalah karena ulah

tangan mereka sendiri; 4) agar tidak mengalami penderita- an

dan azab tersebut, maka (a) manusia harus belajar dari akibat

yang telah ditimbulkan oleh kebodohan dan kedegilan orang-

orang terdahulu, (b) tidak merusak tatanan dan mengancurkan

manfaat hutla yang sudah diperbaiki Allah, (c) berdoa dengan

penuh rasa takut dan harap kepada-Nya dalam menyikapi hutla,

dan (d) selalu mengikuti ketentuan yang lurus (jelas lagi benar)

dalam berinteraksi dengan hutla sehingga selamat dari

kehancuran yang merugikan semua pihak; 5) orang yang

mengikari ketentuan di atas akan menerima padah, dan yang

berbuat baik akan memperoleh ganjaran berupa tempat

kehidupan yang menye- nangkan.

Dasar Konseptual

Dalam ontologi Islam dikatakan bahwa alam adalah semua yang

selain Allah SWT (mā siwā Allāh). Menyangkut eksistensi alam

itu sendiri, sufi seperti Ibn ‘Arabī menjelaskan bahwa alam

semesta merupakan manifestasi eksternal (al-tajallī al-syuhūdī)

dari semua al-Asmā’ al-Ḥusnā (Nama-Nama Allah yang Baik),

atau aktualisasi eksternal dari imej-imej yang terdapat dalam

Kesadaran-Nya (Ibn ‘Arabī, 1946, 120-121). Dikarenakan manusia

Page 27: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 18

Berbasis Masyarakat

diciptakan untuk menghambakan diri kepada-Nya, sedangkan

penghambaan itu sendiri merupakan ibadah- nya kepada-Nya,

maka setiap sikap dan perbuatan manusia terhadap alam—baik

maupun buruk—dinilai sebagai salah satu cara dalam

penghambaan dirinya.

Relasi sikap dan perbuatan manusia dengan alam sebagai salah

satu perwujudan ibadahnya kepada Allah didukung oleh analisis

se- mantik tentang kata “alam”. Berasal dari bahasa Arab ‘ālam,

kata ini berasal dari akar kata ‘-L-M yang darinya muncul kata

kerja ‘alima (mengetahui) dan kata benda ‘ilm (ilmu;

pengetahuan). Tinjauan semantis yang sederhana ini

menunjukkan bahwa kedua kata ‘ālam dan ‘ilm dalam bahasa

Arab memiliki hubungan yang tidak terpisah- kan sampai ke

tingkat di mana alam disebut sebagai aktualisasi ilmu dan oleh

karenanya teratur, sedangkan ilmu disebut sebagai prinsip yang

melatarbelakangi konstruksi sekalian alam.

Pertanyaannya, ilmu siapakah yang berfungsi sebagai prinsip

dan yang mengaktualkan diri sebagai alam? Jawaban terhadap

perta- nyaan ini bisa ditelusuri melalui doktrin asmā’ wa ṣifāt

Allāh yang terkandung dalam akidah Islam. Sebagaimana

diketahui, Allah juga dikenal dengan Nama al-‘Alīm, yaitu Zat

yang Mahamengetahui, tidak hanya disebabkan oleh

ketidakterhinggaan pengetahuan yang dimiliki-Nya yang meliputi

ilmu tentang yang gaib dan yang nyata (‘ālim al-ghayb wa al-

syahādaḧ), melainkan juga karena Hakikat Diri-Nya yang

merupakan sumber sekalian ilmu.

Dengan demikian, maka di satu sisi alam dalam perspektif Islam

adalah manifestasi eksternal dari ilmu Allah dan, di sisi lain,

‘alāmaḧ (tanda; alamat)—kata yang juga berasal dari akar kata

Page 28: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 19

Berbasis Masyarakat

‘-L-M seperti kata ‘ilm—akan keberadaan-Nya. Ini menjelaskan

mengapa tidak satu kejadian atau peristiwa pun di alam

semesta ini yang luput dari pengetahuan-Nya. Dalam Qur’an

kedetailan ilmu-Nya ini digam- barkan dengan sedemikian rupa

hingga ke konteks di mana tidak satu biji pun yang jatuh dalam

kegelapan bumi atau tidak sesuatu pun yang basah maupun

kering melainkan Dia mengetahuinya dengan saksama (Q.S. al-

An‘ām [6]: 59).

Sinonim dengan kata “alam” adalah kata “makhluk”. Dalam

bahasa Arab, terma makhlūq (jmk. makhlūqāt) berasal dari akar

kata Kh-L-Q dengan kata kerja khalaqa (mencipta). Sebagaimana

lazimnya suatu kata kerja, yang satu ini pun mewajibkan adanya

subjek dan objek, yaitu khāliq yang dalam konteks ini difahami

sebagai Allah, Sang Pencipta, dan makhlūq, sekalian alam.

Penghayatan yang mendalam terhadap kata Khāliq dan makhlūq

akan mendapati betapa keduanya berada dalam suatu

kemestian hubungan timbal-balik yang baik dan kondusif, yang

dalam bahasa agama disebut dengan akhlāq (jmk. khuluq), suatu

kata yang juga berasal dari akar kata yang sama dengan

khalaqa. Maksudnya, pencip- taan (kun) yang dilakukan Allah

SWT selalu men-jadi (fa yakūnu) dengan baik (akhlak!) karena

Hakikat Diri-Nya sebagai Kebaikan Absolut, sehingga tidak

satupun di antara ciptaan-Nya yang men-jadi secara asal jadi,

berantakan, dan sia-sia. Jika ditanyakan mengapa setiap orang

selalu menghargai akhlak positif seperti kejujuran, ketulusan,

kebaikan dan kemuliaan, dan membenci kebalikannya seperti

kebohongan, keterpaksaan, kejahatan dan kehinaan, jawaban-

nya adalah akhlak itu sendiri merupakan suasana yang inheren

dengan keberadaannya.

Page 29: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 20

Berbasis Masyarakat

Dari tinjauan onotologis dan etika di atas bisa disimpulkan

bahwa alam tidak hanya berfungsi sebagai lokus bagi

manifestasi ilmu Allah, melainkan juga sebagai wadah bagi

aplikasi akhlak antara Allah dan makhluk dan sebaliknya, serta

antara sesama makhluk. Makanya, dalam berinteraksi dengan

yang lain, termasuk dengan hutla, seseorang diperingatkan

Rasulullah s.a.w. agar sentiasa berakhlak dengan akhlak-akhlak

yang telah dicontohkan Allah SWT.

تخـخلقوا بأخخالخقأ للاأ

“Berakhlaklah kamu dengan akhlak Allah”

Berdasarkan konteks yang pembahasan di atas, bisa

disimpulkan bahwa hutla dalam kapasitasnya sebagai bagian

dari alam adalah, pertama, manifestasi dari ilmu Allah dan,

kedua, diciptakan-Nya secara akhlaki. Konsekwensinya, realitas

hutla harus dihargai dan semua kebutuhan manusia yang

tersedia di dalamnya harus diambil dengan cara-cara yang

merefleksikan penghargaan itu, yaitu dengan tetap menjaga

kelestariannya dan menjamin keseimbangan ekosistem yang

dikandungnya sehingga tidak merusak pada jati diri keberadaan

hutla itu sendiri.

Tujuan Desekulerisasi Pemahaman dan Pemanfaatan Hutla

Dari pemaparan di atas, maka desekulerisasi pemahaman dan

pemanfaatan hutla yang diprogramkan ter- hadap masyarakat

yang terdapat di sekitar lokasi-lokasi Kukerta Kebangsaan pada

tahun 2015 ini bertujuan:

1. Membangun kesadaran bahwa hutla memiliki aspek

ketuhanan (rubūbiyyaḧ) karena hakikat yang mengikat

Page 30: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 21

Berbasis Masyarakat

dirinya sebagai manifestasi eksternal dari al-Asmā’ al-

Ḥusnā.

2. Memperluas wawasan tentang manfaat hutla bagi

manusia dan tentang kesalingtergantungan antara

manusia dan hutla.

3. Menumbuhkan sikap bahwa hutla bukanlah sumber daya

alam yang bisa diperlakukan seenaknya, apalagi demi

memenuhi selera pasar yang tidak mengenal batas.

4. Membudayakan keyakinan dan komitmen bahwa:

a. Orang-orang yang menjaga, melestarikan dan

memanfa- atkan hutla secara sepatutnya demi

kemaslahatan hidup adalah para pahlawan agama

dan kehidupan serta pem- bela kemanusiaan,

bangsa dan negara. Oleh karena itu mereka harus

dimuliakan, dicontoh dan dibela baik secara

pribadi maupun bersama-sama (keluarga dan

masyarakat).

b. Para perusak hutla adalah musuh agama dan

kehidupan serta penjahat kemanusiaan, bangsa

dan negara. Oleh karena itu mereka harus selalu

diawasi dan sepak terjangnya diantisipasi,

dihadapi, dan kalau perlu di- lawan baik secara

individual maupun komunal (keluarga dan

masyarakat).

PROGRAM KERJA DESEKULERISASI PEMAHAMAN DAN

PEMANFAATAN HUTLA

Aktualisasi dari program desekulerisasi pemahaman dan

pemanfaatan hutla perlu diwujudkan secara terorganisir dengan

mempertimbangkan semua langkah-langkah strategis dan variasi

kegiatan yang menarik, sesuai dengan situasi dan kondisi di

Page 31: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 22

Berbasis Masyarakat

lapangan. Dengan ini diharapkan visi dan misi Kukerta

Kebangsaaan pada tahun 2015 ini tidak terjerumus dalam

ketidakteraturan dan terlaksana secara asal jadi sehingga

tampak bodoh dan sia-sia di mata masyarakat. Kekhawatiran

yang seperti ini pernah disinggung oleh ‘Alī bin Abī Ṭālib r.a.

dalam salah satu pernyataannya yang terkenal, yaitu:

الـحخق بأالخ نأظخام يـخغـلأبه البخـاطأل بأنأظخام

“Kebenaran yang tidak dikelola dengan baik

[akan selalu] dikalahkan oleh kebatilan yang tertata rapi”.

Untuk memudahkan dan memperjelas operasional di lapangan,

setiap kelompok Kukerta Kebangsaan perlu mengidentifikasikan

kelompok-kelompok masyarakat yang menjadi target

garapannya, mendesain kegiatan-kegiatan yang mempunyai

relevansi antara program desekulerisasi pemahaman dan

pemanfaatan hutla pada kukerta tahun ini dengan kondisi dan

persiapan di lapangan, serta menyusun time schedule beserta

penanggungjawabnya/ pelaksana masing-masing sehingga

semua yang telah disepakati berjalan dengan baik. Berikut

adalah ilustrasi sederhana yang bisa dipedomani dan/atau

dikembangkan di masing-masing lokasi Kukerta Kebangsaan

tahun 2015.

Kelompok Masyarakat yang Menjadi Target Operasional

Pembagian kelompok masyarakat yang menjadi sasaran program

desekuleri- sasi pemahaman dan pemanfaatan hutla merupakan

suatu keniscayaan dalam rangka pemetaan dan memudahkan

identifikasi muatan materi desekulerisasi yang akan disampaikan.

Page 32: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 23

Berbasis Masyarakat

Sebagai gambaran umum, masyarakat di lokasi kukerta bisa

dibagi menjadi 5 kelompok berikut:

1. Kelompok dewasa putera (bapak-bapak dan para

pemuda)

2. Kelompok dewasa puteri (ibu-ibu dan para pemudi)

3. Kelompok remaja A (tingkat MA/SMA/sederajat)

4. Kelompok remaja B (tingkat MTs/SMP/sederajat)

5. Kelompok anak-anak (MI/SD/sederajat)

Pengelompokan ini perlu dilakukan secara menyeluruh—dari

tingkat MI/SD sederajat sampai orang tua—mengingat program

desekulerisasi pemahaman dan pemanfaatan hutla merupakan

program dengan aplikasi yang berkelanjutan sehingga

memerlukan kader-kader dari kalangan masyarakat itu sendiri.

Bentuk Kegiatan

Program desekulerisasi pemahaman dan pemanfaatan hutla

perlu disiasati secara kreatif dan rasional sehingga tampil

secara mengesankan dengan materi-materi yang mudah

ditangkap dan difahami oleh kelompok-kelompok yang menjadi

target operasional tersebut di atas (nomor 3.1). Di antara

karakteristik kegiatan yang perlu dilirik adalah kegiatan tersebut

bisa menjadi wadah penyampaian pesan-pesan program

desekulerisasi, mudah, terjangkau, dan murah-meriah. Beberapa

kegiatan yang patut untuk dipertimbangkan adalah sebagai

berikut:

1. Silaturahmi setiap kelompok kukerta kepada tokoh-tokoh

masyarakat (Camat, kepala Desa/RW, Kepala Dusun/RT

dan perangkat-perangkatnya), ninik-mamak (para datuk

dan bundo kanduang), alim ulama (buya, kiai, mursyid

tarekat, ustaz/ah), kaum cerdik-pandai (guru, cendekia),

Page 33: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 24

Berbasis Masyarakat

dan tokoh-tokoh pemuda (LKMD dan sejenisnya)

setempat dalam rangka memperkenal- kan diri seraya

menumbuhkan rasa nyaman, mutual respect dan mutual

turst di antara peserta kukerta dengan mereka.

Topik pembicaraan silaturahmi diarahkan pada

pencapaian desa/dusun dan masyarakatnya, tantangan

dan hambatan dalam pengembangan masyarakat,

harapan mereka kepada peserta kukerta, dan kegiatan-

kegiatan yang perlu diselenggarakan oleh peserta

kukerta. Termasuk yang penting dikemukakan adalah

kemungkinan diberikannya kesempatan bagi peserta

kukerta untuk mengisi dan/atau mengadakan kegiatan

wirid mingguan yang disebutkan setelah ini. Program

desekulerisasi itu sendiri tidak perlu dibicarakan pada

kesempatan ini karena hanya akan menimbulkan pro dan

kontra yang bisa berbuntut pada penola- kan atau

disrespect terhadap kehadiran peserta kukerta.

2. Mengisi dan/atau mengadakan kegiatan wirid mingguan:

a. Khutbah Jumat (+ 30 menit)

b. Wirid Majelis Taklim (+ 60 menit bakda salat Jumat

atau + 45 menit antara waktu Magrib dan Isyak)

c. Wirid Umum (+ 45 menit antara waktu Magrib dan

Isyak)

d. Wirid Remaja untuk para siswa/siswi

MA/SMA/sede- rajat (+ 45 menit antara waktu

Magrib dan Isyak)

e. Wirid Remaja untuk para siswa/siswi

MTs/SMP/sede- rajat (+ 45 menit antara waktu

Magrib dan Isyak)

Page 34: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 25

Berbasis Masyarakat

f. Didikan Subuh untuk para siswa/siswi

MI/SD/sederajat (+ 60 menit bakda salat Subuh

pada hari Ahad)

Kegiatan-kegiatan ini perlu “direbut” atau diciptakan di

setiap lokasi kukerta karena merupakan corong yang

efektif, mudah, dan murah-meriah guna menyampaikan

pesan-pesan yang tersirat dari visi-misi Kukerta

Kebangsaan tahun 2015, khusus- nya program

desekulerisasi (+ 285 menit per minggu untuk semua

kelompok masyarakat).

Untuk mengoptimalkan penyampaian pesan-pesan

program desekulerisasi, materi wirid bisa

dikonsentrasikan pada ayat-ayat Qur’an yang disebutkan

dalam 2.2.1 nomor 1 s.d. 8 di atas, seperti pemahaman

makna, teori, konsep, sejarah, aplikasi atau dampak dari

kata-kata kunci yang disebutkan dalam terjemahan ayat-

ayat Qur’an tersebut, yaitu kata-kata bahasa Arab yang

telah ditransliterasikan. Oleh karena itu, kelompok

kukerta di masing-masing lokasi perlu mengadakan kerja

sama dengan kepala desa/RW dan/atau kepala

dusun/RT, pengurus mesjid/ musala atau lembaga

dakwah setempat agar selama masa kukerta acara-acara

keagamaan di masjid/musala diisi oleh peserta Kukerta

Kebangsaan.

3. Menyelenggarakan kegiatan perlombaan sempena HUT

RI ke 70, seperti:

a. Perlombaan Syarhil Qur’an (campuran; tingkat

SLTP dan SLTA) di masing-masing lokasi kukerta.

b. Perlombaan pidato (putera dan puteri; tingkat SD,

SLTP dan SLTA) di masing-masing lokasi kukerta.

Page 35: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 26

Berbasis Masyarakat

c. Kegiatan muḥāsabaḧ (evaluasi diri) di masing-

masing lokasi kukerta.

d. Kegiatan outbond gabungan (2-3 lokasi kukerta)

selama 1 atau 2 hari untuk siswa/siswi SLTA.

Kegiatan-kegiatan ini bertujuan ganda. Pertama, untuk

meng-himpun warga di mesjid/musala, misalnya, agar

bisa melihat penampilan seraya mendengarkan pesan-

pesan desekulerisasi (huruf c) dari anak-anak mereka

sendiri (huruf a dan b). Kedua, untuk mengkader

siswa/siswi MA/SMA/sederajat sebagai corong

program desekulerisasi bahkan setelah peserta kukerta

pulang ke kampung halamannya masing-masing.Perlu

diperha- tikan bahwa demi optimalisasi kesan dari

pesan-pesan Kukerta Kebangsaan ditekankan agar

setiap kegiatan ini diarahkan pada tema-tema yang

konstruktif terhadap upaya-upaya, misalnya, antisipasi

perusakan hutla, konservasi hutla, atau pemanfaatan

hutla secara sepatutnya.

Jadwal Kegiatan

Estimasi waktu pelaksanaan kegiatan tersebut di atas tergambar

dari tabel berikut:

Tabel. 1. Estimasi waktu pelaksanaan

NO. KEGIATAN WAKTU PESERTA

1 Silaturahmi 3 hari pertama

kukerta

Pemuka

masyarakat

2 Khutbah Jumat

Sejak Jumat

pertama

setelah silatu-

rahmi sampai

Umum (pria)

Page 36: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 27

Berbasis Masyarakat

NO. KEGIATAN WAKTU PESERTA

jumat terakhir

kukerta

3 Wirid Umum Sejak jadwal

pertama

setelah silatu-

rahmi sampai

hari ke 2

terakhir ku-

kerta

Umum

4 Wirid Majelis

Taklim Ibu-ibu

5 Wirid Remaja

A MA/SMA/sederajat

6 Wirid Remaja

B MTs/SMP/sederajat

7 Didikan Subuh

Sejak hari

Ahad pertama

setelah sila-

turahmi

MI/SD/sederajat

8 Perlombaan

Syarhil Qur’an

15, 16 dan 17

Agustus 2015

Campuran; ingkat

SLTP dan SLTA

9 Perlombaan

pidato

Putera dan puteri;

tingkat SD, SLTP

dan SLTA

10 Kegiatan

muḥāsabaḧ Umum

11

Kegiatan

outbond

gabungan

22-23 Agustus

2015 MA/SMA/sederajat

ن تـخفخاوت مخا تـخرخى فأ الذأي خخلخقخ سخبعخ سخخاوخات طأبخاقا خخلقأ الرحخنأ مأعأ البخصخرخ هخل ن فطور فخارجأ تـخرخى مأ

[Maha Suci Allah] yang telah menciptakan tujuh langit yang

berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak akan melihat sesuatu yang

tidak seimbang (tafāwut) dalam ciptaan Tuhan yang

Mahapemurah. Lihatlah berkali-kali, tampakkah olehmu sesuatu

yang tidak seimbang? (Q.S. al-Mulk [67]: 3)

Page 37: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 28

Berbasis Masyarakat

ن شرخ ل مأ تـكم ث يـحيأيكم هخ لخقخكم ث رخزخقخكم ث يأيـ كخآئأكم من يـخفعخـل للا الذأي خخانخه وخ تـخعخالخ عخمايشرأكـونخ و مأن ذخالأكم م أن شخىء سبحخ

Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezki,

kemudian mematikanmu, dan kemudian menghidupkan- mu

[kembali]. Adakah di antara yang kamu sekutukan [dengan Allah]

itu dapat berbuat sesuatu dari yang demikian itu? Maha- suci

dan Mahatinggilah Dia dari apa yang mereka persekutukan. (Q.S.

al-Rūm [30]: 40)

خ الذأى ظخهخرخ الفخسخاد فأ البـخر أ وخ البخحرأ بأخا كخسخبخت أخيدأى النـاسأ لأيذأيـقخـهم بـخ ععـونخ لـوا لخعخلـهم يـخرجأ عخمأ

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh

perbuatan tangan-tangan manusi, [yang karenanya Allah]

merasakan kepada mereka sebahagian dari [akibat] perbuatan

mereka agar mereka kembali [pada jalan yang benar]. (Q.S. al-

Rūm [30]: 41)

روا فأ الخرضأ فخانظروا كخيفخ كخانخ عخاقأبخة الذأينخ مأن قـخبل يـ كخانخ أخكثـرهم قل سأ مشرأكأيخ

Katakanlah, “Berjalanlah kamu di muka bumi dan lihatlah akibat

yang ditimbulkan [oleh perbuatan] orang-orang yang terdahulu:

sebagian besar mereka adalah orang-orang yang musyrik.” (Q.S.

al-Rūm [30]: 42)

على

ج

قلى

ج

Page 38: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 29

Berbasis Masyarakat

حأ دوا فأ الخرضأ بـخعدخ إأصالخ عا إأن رخحختخ اللأ هخا وخادعوه وخلخ تـفسأ وفا وخطخمخ خخنأيخ قخرأيب مأنخ المحسأ

Dan janganlah kamu membuat kerusakan (lā tufsidū) di muka

bumi sesudah [Allah] memperbaikinya, dan berdoalah kepada-

Nya dengan rasa takut [tidak akan diterima] dan rasa harap

[agar diterima], sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada

orang-orang yang berbuat baik. (Q.S. al-A‘rāf [7]: 56)

تـأيخ يـخوم ل مخرخد لخه مأنخ للاأ يـخومخـئأذ وفخأخقأم وخجهخكخ لألد أينأ القخـي أمأ مأن قـخبلأ أخن يخ يـخصدعـونخ

Oleh karena itu, hadapkanlah wajahmu kepada agama yang

lurus (Islam) sebelum datang dari Allah suatu hari yang tidak

dapat ditolak (kedatangannya): pada hari itu mereka terpisah-

pisah. (Q.S. al-Rūm [30]: 43)

ه ومخن كخفخرخ فـخعخلخـيهأ كفره م يخدخ هأ ـونخ وخ مخن عخملخ صخالـأصا فخألخنـفسأ

Siapa yang mengingkari [perintah ini], maka dia sendirilah yang

akan menanggung [akibat] kekufurannya itu; dan siapa yang

beramal saleh, maka [sebenarnya] mereka menyiapkan tempat

yang menyenangkan bagi diri mereka sendiri. (Q.S. al-Rūm [30]:

44)

ـلـوا الصـالـأحخاتأ مأن افأرأينخ وإأنه ى هأ فخضلأ لأيخجزأيخ للا الذأينخ ءخامخـنـوا وخ عخمأ لخ يأب الكخ[Yang sedemikian itu] agar Allah memberi ganjaran dari karunia-

Nya kepada orang-orang yang percaya dan beramal saleh.

على

على

Page 39: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 30

Berbasis Masyarakat

Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang ingkar. (Q.S.

al-Rūm [30]: 45)

DAFTAR PUSTAKA

al-Attas, Syed Muhammad Naquib. Islam and Secularism. Kuala

Lumpur: ISTAC, 1993.

Cox, Harvey. The Secular City. New York, 1965.

Ibn ‘Arabī. Fuṣūṣ al-Ḥikam. Diedit dan disyarah oleh Abū al-‘Alā

‘Affīfī. Berirut: Dār Iḥyā’ al-Kutub al-‘Arabiyyaḧ, 1365/1946.

Page 40: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 31

Berbasis Masyarakat

PERSPEKTIF KABUT ASAP DALAM

PANDANGAN MEDIS DAN PENANGANAN

KEGAWATDARURATAN MEDIS SAAT

BENCANA KABUT ASAP

Hanan Khairu. A

LATAR BELAKANG

Sejak tahun 1997, Propinsi Riau setiap tahunnya dilanda oleh

bencana kabut asap. Di tahun 2014, lebih kurang 2 bulan

Propinsi Riau diliputi oleh kabut asap yang timbul akibat

kebakaran hutan dan lahan. Kabut asap ini mengandung

berbagai polutan yang dapat menimbulkan berbagai penyakit

khususnya di saluran napas seperti infeksi saluran napas akut

hingga kanker paru walaupun sistem pernapasan sebenarnya

telah dilengkapi oleh berbagai mekanisme pertahanan.

Kabut asap mengandung berbagai bahan polutan seperti bahan

partikulat (PM), karbon monoksida (CO), nitrogen dioksida (NO2),

sulfur dioksida (SO2), dan ozone (O3). Menurut Panduan dari

WHO tentang Kualitas Udara, paparan kronik bahan partikulat

(PM) diketahui dapat meningkatkan resiko terkena penyakit

Page 41: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 32

Berbasis Masyarakat

kardiovaskular dan pernapasan termasuk kanker paru.1 Bahan

partikulat (PM) juga dihubungkan dengan meningkatnya kematian

bayi dan janin.2 Karbon monoksida (CO) merupakan gas yang

mudah berikatan dengan hemoglobin dan menggantikan ikatan

oksigen dengan hemoglobin.3 Tingginya kadar ozone (O3) dapat

menyebabkan gangguan pernapasan, memicu asma,

menurunkan fungsi paru, dan menyebabkan penyakit paru.

Paparan jangka panjang nitrogen dioksida (NO2) menyebabkan

timbulnya gejala bronchitis pada anak penderita asma. Sulfur

dioksida (SO2) menyebabkan iritasi pada mata, peradangan

pada saluran napas, penyakit jantung, memperberat asma, dan

mempermudah terkena infeksi saluran napas.1 Partikel zat

berbahaya seperti metan dan CO2 dari asap pembakaran hutan

memberikan efek jangka pendek paparan asap kebakaran hutan

dan lahan mengakibatkan pusing, batuk dan iritasi mata dan

kulit. Efek jangka panjang adalah membuat sel-sel otak manusia

tidak berkembang semestinya, sehingga berpotensi menimbulkan

cacat di otak, alias idiot pada masayarakat.4 Selain itu,

masyarakat di sekitar kebakaran hutan dan lahan beresiko

terkena luka bakar termasuk trauma inhalasi. Jelaslah bahwa

kabut asap menimbulkan berbagai efek buruk terhadap

kesehatan.

TUJUAN

Agar mahasiswa mampu mengidentifikasi dampak kebakaran

hutan dan lahan terhadap kesehatan masyarakat di tempat

kuliah kerja nyata termasuk kegawatdaruratan medis yang

timbul serta mampu memberikan solusi untuk mencegah dan

menangani dampat tersebut.

Page 42: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 33

Berbasis Masyarakat

INDIKATOR PELAKSANAAN

No Indikator Terlaksana

Ya Tidak

1 Mahasiswa mampu melakukan

identifikasi dampak kesehatan kabut

asap

2 Mahasiswa mampu melakukan

identifikasi kegawatdaruratan medis

yang timbul akibat kabut asap

3 Mahasiswa mampu melakukan

Sosialisasi dampak kesehatan kabut

asap termasuk kegawatdaruratan

medis yang ditemukannya

4 Mahasiswa mampu menemukan

metode pencegahan dampak

kesehatan kabut asap

5 Mahasiswa melakukan Sosialisasi dan

melatih masyarakat untuk melakukan

pencegahan dampak kesehatan kabut

asap

6 Mahasiswa mampu berkoordinasi

dengan dengan Dinas Kesehatan/

Puskesmas/ Puskesmas Pembantu

dalam melakukan sosialisasi,

pencegahan dan penanganan dampak

kesehatan kabut asap

DAFTAR PUSTAKA

World Health Organization. WHO Air quality guidelines for

particulate matter, ozone, nitrogen dioxide, and sulfur

dioxide, Global Update 2005. Switzerland: WHO Press;

2006. p.8-19

Page 43: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 34

Berbasis Masyarakat

Jayachandran S. Air quality and infant mortality during

Indonesia’s massive wildfires in 1997. Berkeley: UCLA;

2005.

Price SA, Wilson LM. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses

penyakit. Edisi keempat. Jakarta: EGC; 1995.

Brauer M. Health impacts of biomass air pollution. Kuala Lumpur:

The University of British Columbia; 1998.

Page 44: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 35

Berbasis Masyarakat

MASALAH PSIKOLOGIS DAN SOSIAL PADA

BENCANA KABUT ASAP SERTA

PENATALAKSANAANNYA

Arneliwati

PENDAHULUAN

Propinsi Riau dalam beberapa tahun telah mengalami bencana

alam berupa kabut asap yang berasal dari kebakaran hutan di

berbagai kabupaten di Propinsi Riau. Sampai saat ini bencana

ini masih terus berlangsung dan menimbulkan dampak berupa

penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada

masyarakat. Ada juga yang mengalami masalah psikologis pada

masyarakat yang tinggal di daerah kawasan hutan atau lahan

yang terbakar

Kabut asap mengandung berbagai bahan polutan seperti

particulat matter (PM), karbon monoksida (CO), nitrogen

dioksida (NO2), sulfur dioksida (SO2), dan ozone (O3). Menurut

Panduan dari WHO tentang Kualitas Udara, paparan kronik

particulat matter (PM) diketahui dapat meningkatkan resiko

terkena penyakit kardiovaskular dan pernapasan termasuk

Page 45: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 36

Berbasis Masyarakat

kanker paru. Particulat matter (PM) juga dihubungkan dengan

meningkatnya kematian bayi dan janin. Karbon monoksida (CO)

merupakan gas yang mudah berikatan dengan hemoglobin dan

menggantikan ikatan oksigen dengan hemoglobin. Tingginya

kadar ozone (O3) dapat menyebabkan gangguan pernapasan,

memicu asma, menurunkan fungsi paru, dan menyebabkan

penyakit paru. Paparan jangka panjang nitrogen dioksida (NO2)

menyebabkan timbulnya gejala bronchitis pada anak penderita

asma. Sulfur dioksida (SO2) menyebabkan iritasi pada mata,

peradangan pada saluran napas, penyakit jantung, memperberat

asma, dan mempermudah terkena infeksi saluran napas.

Jelaslah bahwa kabut asap menimbulkan berbagai masalah baik

secara fisik maupun psikologis terhadap kesehatan.

Masalah yang timbul secara sosial dan psikologis, seperti

kekhawatiran akan berlanjutnya kebakaran hutan dan lahan

yang juga berari berlanjutnya kondisi udara tercemar yang mau

tak mau harus dihirup oleh masyarakat, rasa kehilangan yang

mendalam terhadap harta benda (kebun) dan sumber mata

pencaharian utama seringkali menimbulkan kesedihan, trauma

yang berkepanjangan, dan guncangan jiwa. Bisa dibayangkan,

kebun (kelapa sawit dan lainnya) yang dirawat setiap hari

selama bertahun-tahun, dana yang sudah dikeluarkan untuk

kebutuhan perawatan kebun, dan sumber kehidupan utama

(ekonomi) harus hilang dalam waktu sesaat.

Bencana asap kebakaran hutan dan lahan ini juga sangat

memberikan masalah negatif bagi pertumbuhan dan

perkembangan janin/bayi dan anak-anak. Dampak ini mulai dari

masalah kesehatan secara fisik hingga menghambat dan

mengganggu perkembangan kecerdasan dan mental anak. Udara

untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi/anak tercemar,

Page 46: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 37

Berbasis Masyarakat

anak kehilangan kesempatan bermain di luar rumah, di sekolah,

dan kehilangan waktu belajar di sekolah. Kondisi trauma

terutama bagi anak-anak yang langsung berada di lokasi

terjadinya kebakaran akan terbawa selama masa tumbuh

kembangnya, bahkan bisa sangat mempengaruhi pembentukan

karakter, sifat dan pola pola perilaku tertentu yang nantinya

bisa menghambat proses kreatif dan proses produktif di usia

dewasanya. Pada anak-anak yang mengalami trauma pasca

bencana dibutuhkan pemulihan segera guna menghambat

mekanisme internalisasi pengalaman buruk akibat bencana

dalam alam ketidaksadaran mereka.

PENGERTIAN TRAUMA

Trauma adalah cedera fisik atau emosional. Secara medis,

“trauma” mengacu pada cedera serius atau kritis, luka, atau

syok. Dalam psikiatri, “trauma” memiliki makna yang berbeda

dan mengacu pada pengalaman emosional yang menyakitkan,

menyedihkan, atau mengejutkan, yang sering menghasilkan efek

mental dan fisik berkelanjutan. Trauma merupakan reaksi fisik

dan psikis yang bersifat stress buruk akibat suatu peristiwa,

kejadian atau pengalaman spontanitas/secara mendadak (tiba-

tiba), yang membuat individu mengejutkan, kaget, menakutkan,

shock, tidak sadarkan diri, dsb –yang tidak mudah hilang begitu

saja dalam ingatan manusia. James Drever (1987) mengatakan

trauma adalah setiap luka, kesakitan atau shock yang terjadi

pada fisik dan mental individu –yang berakibat timbulnya

gangguan serius. Sarwono (1996), melihat trauma sebagai

pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan dan meninggalkan

bekas (kesan) yang mendalam pada jiwa seseorang yang

mengalaminya. Dari dua pendapat ini, dapat dianalisis bahwa

trauma merupakan suatu kondisi yang tidak menyenangkan atau

Page 47: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 38

Berbasis Masyarakat

buruk yang datang secara spontanitas dan merusak seluruh

sendi/fungsi pertahanan kejiwaan individu, sehingga membuat

individu tidak berdaya dalam mengendalikan dirinya.

PENYEBAB TRAUMA

Secara umum, kondisi trauma yang dialami individu disebabkan

oleh berbagai situasi dan kondisi, di antaranya:

1. Peristiwa atau kejadian alamiah (bencana alam), seperti

gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, angin topan,

dsb.

2. Pengalaman dikehidupan sosial ini (psiko-sosial), seperti

pola asuh yang salah, ketidak adilan, penyiksaan (secara

fisik atau psikis), teror, kekerasan, perang, dsb.

3. Pengalaman langsung atau tidak langsung, seperti

melihat sendiri, mengalami sendiri (langsung) dan

pengalaman orang lain (tidak langsung), dsb.

JENIS DAN SIFAT TRAUMA

Dalam kajian psikologi dikenal beberapa jenis trauma sesuai

dengan penyebab dan sifat terjadinya trauma, yaitu trauma

psikologis, trauma neurosis, trauma psikosis, dan trauma

diseases.

Trauma Psikologis

Trauma ini adalah akibat dari suatu peristiwa atau pengalaman

yang luar biasa, yang terjadi secara spontan (mendadak) pada

diri individu tanpa berkemampuan untuk mengontrolnya (loss

control and loss helpness) dan merusak fungsi ketahanan

mental individu secara umum. Ekses dari jenis trauma ini dapat

menyerang individu secara menyeluruh (fisik dan psikis).

Page 48: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 39

Berbasis Masyarakat

Trauma Neurosis

Trauma ini merupakan suatu gangguan yang terjadi pada saraf

pusat (otak) individu, akibat benturan-benturan benda keras atau

pemukulan di kepala. Implikasinya, kondisi otak individu

mengalami pendarahan, iritasi, dsb. Penderita trauma ini

biasanya saat terjadi tidak sadarkan diri, hilang kesadaran, dsb,

yang sifatnya sementara.

Trauma Psychosis

Trauma psikosis merupakan suatu gangguan yang bersumber

dari kondisi atau problema fisik individu, seperti cacat tubuh,

amputasi salah satu anggota tubuh, dsb. ––yang menimbulkan

shock dan gangguan emosi. Pada saat-saat tertentu gangguan

kejiwaan ini biasanya terjadi akibat bayang-bayang pikiran

terhadap pengalaman/ peristiwa yang pernah dialaminya, yang

memicu timbulnya histeris atau fobia.

Trauma Diseases

Gangguan kejiwaan jenis ini oleh para ahli ilmu jiwa dan medis

dianggap sebagai suatu penyakit yang bersumber dari stimulus-

stimulus luar yang dialami individu secara spontan atau

berulang-ulang, seperti keracunan, terjadi pemukulan, teror,

ancaman, dsb.

Sementara itu, kondisi trauma (traumatic) yang dialami orang

(anak, remaja dan dewasa), juga mempunyai sifatnya masing-

masing sesuai dengan pengalaman, peristiwa atau kejadian yang

menyebabkan rasa trauma, yaitu ada trauma yang bersifat

ringan, sedang/menengah dan trauma berat. Kondisi trauma

yang ringan, biasanya perkembangannya tidak berlarut-larut,

mudah diatasi dan hanya dalam batas waktu tertentu saja serta

Page 49: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 40

Berbasis Masyarakat

penanganannya tidak membutuhkan waktu lama, demikian pula

halnya dengan kondisi trauma yang bersifat sedang atau

menengah. Namun, jika keadaan trauma yang dialami individu

bersifat berat, ini biasanya agak sulit ditangani dan

membutuhkan waktu yang lama dalam penyembuhan. Adapun

konseling yang akan diterapkan dalam kasus ini adalah harus

dilakukan secara kontinyu, penuh kesabaran, penuh keikhlasan

dan betul-betul ada kesadaran dari para profesional (orang-

orang yang terlatih) untuk menanganinya secara baik.

Peristiwa bencana asap yang terjadi setiap tahun, menyebabkan

banyak trauma baik secara fisik maupun psikologis. Masyarakat

yang mengalami langsung bencana asap ini tidak sedikit

mengalami perasaan cemas dan berujung pada traumatis.

Trauma maupun depresi pada korban bencana Asap dapat

disebabkan oleh beberapa hal, mulai dari perasaan cemas saat

terjadi kebakaran di lahan masyarakat. rasa cemas karena

kehilangan harta benda, maupun ketakutan ditinggalkan oleh

orang-orang terdekat, seperti keluarga dan teman. Tekanan

psikologis tersebut bertambah parah dirasakan karena dialami

secara masal. Pengalaman traumatis ini akan berdampak negatif

pada kepribadian seseorang, mulai dari stres yang ringan,

seperti menjadi orang yang peragu dalam berbuat sesuatu,

hingga dampak yang terberat yaitu mengalami depresi yang

berkepanjangan dan berujung pada sikap keputusasaan yang

dapat mendorong diri untuk mengakhiri hidup. Keragu-raguan

dalam bertindak disebabkan oleh rasa takut mengalami peristiwa

yang sama. Ketakutan karena trauma dapat menjalar ke

berbagai hal yang bersangkutan dengan peristiwa buruk yang

dialaminya. Rasa takut tersebut akan mendorong individu untuk

menghindari sumber yang diasosiasikan sebagai sumber

Page 50: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 41

Berbasis Masyarakat

ketakutan. Hal tersebut akan menyebabkan individu sulit untuk

mengembangkan dirinya (Faturochman, n.d.). Menurut Qibtiyah

(2010) ancaman trauma dan stress yang hebat ini disebut post

trauma stress disorder dan diperkirakan muncul dalam waktu

tiga atau empat bulan setelah kejadian dan diperkirakan

membutuhkan waktu pemulihan hingga enam bulan.

Trauma pada korban kebakaran hutan atau bencana asap perlu

diatasi agar individu dapat kembali berkembang seperti sedia

kala, tanpa perlu dibebani ketakutan. Oleh karenanya, pemulihan

pasca bencana tidak hanya pada sisi materi saja yang

dibutuhkan, melainkan juga pada sisi mental.

TAHAP-TAHAP YANG DAPAT DILAKUKAN DALAM PEMULIHAN

RASA PERCAYA DIRI

1. Pemulihan rasa percaya diri dengan indikasi keberanian

untuk tampil. Pada tahap ini individu diajak bermain

bersama dalam kelompok dengan tujuan menimbulkan

kesibukan yang menghibur agar individu tidak hanya

memikirkan bencana yang telah dialami.

2. Peningkatan kesadaran untuk menerima dampak

bencanna dengan indikasi kemampuan individu untuk

berekspresi. Melalui tahap ini, perasaan individu

diharapkan dapat menjadi lebih baik dengan

mengekspresikan perasaan.

3. Membangun optimise melalui pengenalan potensi diri

dan lingkungan. Pada tahap ini, individu diajak

menceritakan kembali pengalamannya dalam

menyelamatkan diri dari bencana dan pemberian makna

dibalik bencana yang dialami.

Page 51: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 42

Berbasis Masyarakat

4. Penyembuhan secara khusus dan intensif bagi individu

yang masih mengalami trauma berat. Penyembuhan

dapat dilakukan langsung oleh psikolog atau melalui

orang-orang terdekat dengan menciptakan suasana yang

menyenangkan.

Terapi dasar seperti ini dapat dilakukan pada korban bencana

agar diharapkan setiap individu memiliki motivasi untuk tetap

mengembangkan potensi dirinya. Individu juga diharapkan dapat

memaknai sisi positif yang dapat dipelajari dari setiap masalah

yang dihadapinya. Pemulihan korban bencana asap memerlukan

kerja sama dari berbagai pihak. Pemulihan secara materi dengan

perbaikan infrastruktur, bantuan dana, pangan, dan sandang

serta pemulihan mental dengan pendekatan korban harus

dilakukan secara sinergis. Pemulihan mental melalui pendekatan

psikologis penting dilakukan agar korban bencana mampu

mengatasi trauma dan depresi yang dihadapinya. Peran psikolog

diperlukan agar individu yang menjadi korban bencana dapat

bangkit dari keterpurukannya untuk dapat lebih mengembangkan

potensi dirinya tanpa perlu dihantui rasa takut dan tertekan.

Page 52: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 43

Berbasis Masyarakat

MENGENAL NEGERI MELAYU MELALUI

PENGETAHUAN LOKALNYA DALAM MENJAGA

DAN MERAWAT LINGKUNGAN

Zuli Laili Isnaini

PENDAHULUAN

KKN Kebangsaan bertema Kebencanaan Lahan dan Hutan yang

dilaksanakan pada tanggal 1-31 Agustus 2015 oleh Universitas

Riau merupakan suatu bentuk kepedulian dan aksi social

akademisi tingkat universitas terhadap kendisi-kondisi yang

terjadi di Indonesia, khususnya di Provinsi Riau. Melalui kegiatan

KKN Kebangsaan ini diharapkan menimbulkan rasa memiliki,

perduli, dan empati terhadap keadaan social, lingkungan, serta

keperdulian untuk berbagi ilmu dan belajar kepada masyarakat

tempatan melalui aksi social berdasarkan ilmu yang telah

dipelajari di tingkat universitas. Mahasiswa sebagai agen

perubah dan sumber daya penerus dan penegak bangsa

berkewajiban untuk tidak hanya memahami kondisi namun juga

diharapkan mampu memberikan sumbangsih bagi kemajuan dan

perkembangan negeri.

Page 53: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 44

Berbasis Masyarakat

Terjadinya kebakaran lahan dan hutan di Indonesia merupakan

bencana yang telah terjadi sejak hampir dua puluh tahun lalu.

Sebagian besar bencana kebakaran hutan dan lahan diakibatkan

oleh ulah manusia. Hal ini dipaparkan pada kuliah umum

menanggapi terjadinya tragedi bencana kebakaran lahan di Riau

(bulan Februari-Maret 2014) oleh BNPB di Universitas Riau, April

2014 disebutkan 99% bencana kebakaran di Indoesia

merupakan ulah manusia. Kebakaran tersebut disebabkan oleh

lajunya diforestasi yang semakin besar tiap tahunnya. Sejak

maraknya penebangan liar, pembukaan industry perkebunan dan

logging tanpa menyentuh nilai-nilai lingkungan sesuai

pengetahuan tempatan berakibat pada kerusakan ekologi

lingkungan dan budaya. Maka tidak berlebihan bila KKN

Kebangsaan oleh Universitas Riau, sebagai universitas di negeri

Lancang Kuning, Negeri Melayu Negeri Bertuah, mengambil tema

“Kebencanaan Karhutla” sebagai tema yang diusung.

Hiromitsu (2009) mengemukakan bahwa terdapat dua factor

penyebab utama kebakaran hutan, pertama mengeringnya

bahan gambut yang mudah terbakar di musim kering dan kedua

meningkatnya jumlah api. Sebaran titik panas di tahun 2006 di

dalam kawasan APL (eks-HPH, lahan sisa pencadangan,

perusahaan tidak aktif dan izinnya belum dicabut). Riau

merupakan salah satu provinsi yang mengalami tingkat

kebakaran yang terus menerus sejak tahun 1997, dan kejadian

bencana kebakaran luar biasa terjadi pada bulan Februari-Maret

2014 yang mengakibatkan lumpuhnya ekonomi, pendidikan,

sector transportasi, hingga kesehatan.

Berbagai wacana dan aksi dalam menanggulangi kebencanaan

serta tindakan nyata pemadaman juga telah dilakukan, terutama

secara tehnis dari sisi ilmu pengetahuan, namun permasalahan

Page 54: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 45

Berbasis Masyarakat

yang dilihat dari tinjaun sosio-antropologis belum banyak

tersentuh, maka bab ini, pengenalan lingkungan dari sisi ini

akan dikemukakan.

SELAYANG PANDANG “RIAU” DAN MELAYU

Toponomi kata Riau1 memiliki beberapa arti, salah satunya

dikemukakan oleh Hasan Junus, seorang budayawan Riau yang

masih memiliki pertalian darah dengan raja-raja Riau Lingga

memberikan tiga pengertian asal kata “riau”. Kata riau yang

pertama bermula dari penamaan orang Portugis, kata “rio”

berarti sungai. Kedua kemungkinan berasal dari tokoh Sinbad

al-Bahar dalam kitab Alfu Laila Wa laila yang menyebut riahi

untuk menunjukkan suatu tempat di pulau Bintan. Selanjutnya

yang ketiga berasal dari penuturan rakyat Riau, “rioh” atau

“riuh” yang mengacu pada suatu tempat di hulu Sungai Carang

di Pulau Bintan yang sangar ramai dan hiruk-pikuk orang yang

selanjutnya menjadi sebuah negeri baru sebagai pusat kerajaan

Bintan. Puji Astuti dalam Hamidi (2010) menuliskan Sejarah

pembukaan Negeri Baru Bernama Riau, terjadi pada 27

September 1673 yang merupakan amanah dari Sultan Johor

Abdul Jalil Syah (1623-1677) kepada Laksmana Abdul Jamil.

Selanjutnya, tahun 1722 tepatnya tanggal 4 Oktober dinobatkan

seorang sultan pertama Riau bernama Sultan Sulaiman Badrul

Alamsyah. Nama Riau menjadi satu dari empat kerajaan utama,

yakni Riau, Lingga, Johor, dan Pahang. Keempat daerah tersebut

kemudian terbagi menjadi dua akibat Perjanjian London 1824,

yakni Riau dan Lingga masuk wilayah Indonesia sedangkan

Johor dan Pahang di wilayah Malaysia sekarang. Pembagian

1 Lihat Jagad Melayu dalam Lintas Budaya, karya UU. Hamidi (2010).

Page 55: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 46

Berbasis Masyarakat

tersebut menjadikan Riau dan Lingga menjadi daerah yang

dikenal dengan kerajaan Riau-Lingga.

Provinsi Riau saat ini sedikitnya terdiri dari 4 kerajaan Melayu

besar yaitu Kerajaan Pelalawan (1530-1879), Kerajaan Inderagiri

(1658-1838), Kerajaan Siak (1723-1858), dan Kerajaan Riau

Lingga 1824-1923). Namun dalam perkembangannya, Lingga

masuk ke dalam provinsi Riau Kepulauan (Kepri) setelah

mengalami pemekaran dengan adanya Provinsi Riau (daratan)

yang beribukota di Pekanbaru, sedangkan Tanjung Pinang

merupakan ibukota Provinsi Riau Kepulauan sejak tahun 2001.

Istilah Melayu sendiri mulai dikenal sejak kira-kira 644 Masehi

saat terjadi interaksi dengan bangsa Cina yang kemudian

sebutan Mo-lo-yu merupakan suatu kerajaan yang salah satu

utusannya mengirimkan hasil bumi kepada kaisar Cina. Asal dari

nenek moyang melayu juga beragam, yang UU Hamidi (2010:

4) sebutkan berasal dari suku Dravida India, Mongolia, campuran

Dravida dengan Aria yang kawin dengan ras Mongoloid dan

kemudian secara bertahap datang ke wilayah di Nusantara.

Selain itu, Riau juga identic dengan empat sungai besar yang

dimilikinya, dengan karakteristik budaya, peradaban, masyarakat,

serta adat yang dimiliki tiap-tiap daerah yang dialiri empat

sungai tersebut. Empat sungai besar tersebut mewakili ekologi

dan masyarakat Riau yang dinamakan batang Kampar, batang

Kuantan, batang Siak, dan batang Rokan.

Pengertian orang Melayu dibedakan Melayu tua (proto Melayu)

yang datang di nusantara sekitar 3000-2500 SM. Diantara proto

Melayu tersebut adalah orang Talang Mamak, Sakai, Petalangan,

dan Suku Laut. Kesan yang ditampilkan oleh proto ini sangat

memegang tinggi adat-istiadat, tradisi, dan budaya

tradisionalnya. Pemegang kepemimpinan adat adalah Patih,

Page 56: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 47

Berbasis Masyarakat

Batin, dan Datuk Kaya. Sementara itu, dalam pemikiran yang

masih tradisional dan naturalditentukan oleh factor-faktor alam

yang memunculkan adanya dukun, bomo, pawing, dan

kemantan. Perkampungan yang ditinggali berada berada di jauh

masuk ke dalam daratan atau jauh dari pesisir (pantai). Hal ini

dikarenakan mereka menjaga kelestarian alam, adat, dan tradisi

(resam), jauh dari para pendatang. Begitu pula dalam

pernikahan, sedikit adanya percampuran dengan Melayu muda

dan suku bangsa lainnya sebelum memeluk islam.

Deutro Melayu tiba di nusantara pada tahun 300-250 SM dan

mendiami daerah pantai dan sungai-sungai besar. Selain itu

mereka lebih terbuka terhadap suku bangsa lain, selain karena

tinggal di daerah yang selalu ramai dikunjungi para pendatang.

Hal ini dipermudah karena jalur lalu lintas masa itu merupakan

jalur air melalui sungai dan lautan sebagai lintasan

perekonomian melalui perdagangan. Pernikahan antar suku

bangsa sering terjadi pada Melayu muda sehingga penyerapan

budaya-budaya lain lebih diterima yang berakibat terhadap

mudahnya perubahan system social, budaya, dan system nilai.

Maka islam lebih mudah untuk dipeluk oleh orang Melayu muda

sejak kedatangannya melalui jalur laut, sehingga membentuk

kerajaan-kerajaan islam yang berada di pesisir pantai. Hal ini

menimbulkan perubahan kepemimpinan dengan nama sultan

dan raja sebagai pemegang kendali kerajaan, ulama sebagai

cerdik pandai dalam hal keagamaan dan pemangku adat bagi

yang mengetahui ilmu tradisi daerah tempatan.

Persamaan antara melayu muda dan tua tetap ada meskipun

perbedaan-perbedaan diantara keduanya tidaklah sedikit. Salah

satu hal yang sangat mudah diketahui persamaan itu yakni,

mereka sama-sama tinggal dan hidup di daerah yang dekat

Page 57: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 48

Berbasis Masyarakat

dengan air, yakni rimba belantara yang dilalui anak-anak sungai,

sekitar parit (sungai kecil),sungai, tebing pantai, dan laut. Orang

melayu dalam tradisinya menampakkan dan menampilkan

budaya perairan dan maritime dengan ditandai sampan, rakit,

perahu, jalur, kapal, titian, kepiawaian berenang, memancing,

alat pancing, perkakas penangkap ikal seperi lukah, jala, dan

kail. Hal ini dibuktikan dengan komunitas di daerah orang Sakai

dan Petalangan.

Orang Sakai meskipun tidak tinggal di pinggiran sungai Siak

yang lebar, panjang, dan dalam namun mereka tinggal di

daerah-daerah yang dekat dengan anak-anak sungai dan tasik.

Begitu pula dengan orang Petalangan yang akan menyebarkan

padi ke rawa-rawa yang 6 bulan kemudian padi akan di panen

juga akan menetap di dekat aliran anak sungai, meskipun jauh

dari Batang Kampar (Sungai Kampar). Maka rawa yang

merupakan tempat yang tergenang air merupakan satu kesatuan

ekologi masyarakat Melayu. Rawa tempat ikan-ikan dapat hidup

dan beranak-pinak untuk kebutuhan hidup masyarakat yang

berada di sekitarnya. Berbagai macam ikan hidup di air-air yang

berada di rawa gambut dan mineral. Diantaranya ikan gabus,

patin, dan lele yang merupakan ikan yang dikonsumsi oleh

masyarakat Melayu dalam memenuhi protein untuk tubuh.

Masyarakat Melayu sangat identik dengan makan ikan, baik ikan

dari sungai atau air tawar maupun ikan laut. Terlebih di rawa

gambut yang mampu menampung dan menyimpan air dalam

waktu yang lama, terlebih saat musim kering, berbagai ikan

hidup dan berkembang biak dengan baik karena terdapat nutrisi.

Maka gambut sendiri akan memberikan tempat yang aman bagi

hidup ikan-ikan di Melayu Riau khususnya yang mampu dijadikan

konsomsi utama masyarakat Riau. Bila rawa dan gambut

Page 58: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 49

Berbasis Masyarakat

kekeringan, maka akan terjadi kerusakan ekologi yang tentunya

menjadikan runtuhnya keseimbangan makhluk hidup baik flora

dan fauna yang tinggal pada ekosistem tersebut. Hal ini akan

berakibat pada rusaknya keseimbangan alam dan makna

masyarakat melayu yang terdiri dari proto tua dan muda yang

sangat identic dengan budaya air. Maka lahan yang sengaja

dikeringkan dengan tujuan pembukaan industrialisasi melalui

kanalisai merupakan bentuk dari pengrusakan ekologi di tanah

Melayu Riau, karena pada prinsipnya budaya air merupakan

budaya masyarakat tempatan Melayu Riau.

ADAT ORANG MELAYU RIAU

Terdapat empat adat pada konsep tradisi Riau. Pertama adalah

adat sebenar adat atau adat yang datang dari hukum Allah

yang dikenal dengan syarak (hukum islam). Adat ini tidak dapat

digantikan oleh hukum manusia dan pemikiran manusia yang

tidak akan dapat diganggu gugat, sehingga dikenal dengan tidak

akan layu dianjak, tidak akan mati diinjak (Hamidi, 2010:71).

Selanjutnya adalah adat yang mengatur norma manusia, yang

dibuat oleh leluhur masyarakat sendiri. Salah satu pembuat adat

ini yang dikenal dengan adat yang diadatkan adalah Datuk

Demang Lebar Daun dan Raja Sang Sapurba. Namun adat yang

dibuat oleh sang bijak ini dapat berubah sesuai dengan waktu

dan zaman, maka meskipun tetap terjaga dan lestari namun

akan mengalami penambahan dan pengurangan dalam

memberikan solusi yang lebih bijak seperti “Raja tidak menghina

rakyat, rakyat tidak durhaka kepada raja” .

Leluhur melayu tua Suku Laut membuat adat mengenai

pembagian hasil hutan dan laut yakni bagi anak negeri yang

mengambil hasil hutan dan laut sebatas untuk keperluan sendiri

Page 59: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 50

Berbasis Masyarakat

(tidak diperdagangkan ) tidak akan pungutan untuk adat, namun

bila dihunakan untuk perdagangan berlaku “adat sepuluh satu”.

Ini bermaksud bila telah mengambil sepuluh maka diserahkan

satu kepada lembaga adat. Sedangkan pada hasil burung laying-

layang berlaku sepuluh lima yang berarti akan diserahkan untuk

pembangunan surau atau diberikan pada masalah social

setengah dari hasil yang didapat.

Pada Datuk Demang Serail, lelugur Melayu Petalangan membuat

adat dalam pemagian hasil madu lebah, dua dua satu. Dua

bagian untuk tukang panjat sialang (kemantan dan

pembantunya), dua untuk ulayat tempat sialang berada, dan

satu untuk ulama atau pemimpin di tempatan. Hukuman juga

diterapkan bagi yang menebang pohon sialang dengan tanpa

alas an yang jelas, maka didenda dengan kain putih sepanjang

pohon sialang yang ditebangnya.

Berbeda halnya dengan leluhur kerajaan Siak, Laksmana Raja

di laut adat mengenai daerah selat dan laut yang berhubungan

dengan menangkap ikan terubuk. Juga Datuk Perpatih yang

membuat adat persukuan bahwa pemangku adat adalah

penghulu, monti dan hulubalang berdasarkan garis persukuan.

Pusako jatuh pada mamak, turun pada kemenakan (matriakat)

yang menyebabkan pernikahan antar suku, karena dianggap

pernikahan sesame suku adalah perkawinan satu saudara.

Berbeda dengan Datuk Ketumanggungan, membuat asas

pergantian pemimpin berdasarkan garis darah (patriakat) sesuai

Pusako turun pada anak, sesuai dengan hukum syarak.

Selanjutnya leluhur dari Melayu Kuantan Singgigi membuat adat

beternak dan berladang supaya tidak terjadi persengketaan dan

berjalan harmonis.

Page 60: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 51

Berbasis Masyarakat

Adat yang teradat merupakan hasil keputusan musyawarah yang

dijadikan sebagai adat dan aturan. Adat ini tertuang pada

aturan budi pekerti yang mengatur perilaku dan bahasa.

Diantaranya termasuk dalam berkomunikasi memiliki 4 aturan

sopan-santun. Pertama kata kata ang dimaksudkan untuk

menghormati dan meninggikan martabat orang-orang tua

disebut kata mendaki. Selanjutnya kata melereng yakni adab

berbicara sevara tidak langsung dengan panggilan gelar, atau

dengan kata perlambangan dengan maksud menghormati orang.

Ketiga adalah kata mendatar yaitu adab berbicara dengan

teman sebaya, namun harus disesuaikan dengan kondisi dan

waktu, yakni meliputi gaya jenaka, kiasan, dan terus-terang, dan

yang terakhir kata menurun merupakan adab berbahasa kepada

orang yang lebih muda dengan tujuan memberikan petunjuk,

anjuran, dan pesan kehidupan yang lebih mulia.

Satu bentukan aturan adat yang telah terangkum pada adat

dan kemasyarakatan di atas, merupakan suatu nilai dan

pengetahuan yang dimiliki oleh orang atau puak melayu Riau.

MASYARAKAT MELAYU DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Menurut Hamidi, ajaran islam di tanah Melayu Riau mengakui

adanya penjaga manusia bernama malaikat, begitupun dalam

pengetahuan local masyarakat melayu masih terpola bahwa

setiap makhluk hidup seperti pohon, binatang, hutan belantara

dihuni oleh bunian (sebagsa makhluk halus). Adapun nama-nama

penghuninya makhluk tersebut adalah bunian penghuni hutan

belantara, binatang liar dan burung oleh makhluk halus yang

bernama sekodi, mambang penunggu pepohonan, dan tanah

oleh jembalang. Dari pengetahuan local mengenai makhluk-

makhluk penunggu flora dan fauna tersebut menyebabkan

Page 61: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 52

Berbasis Masyarakat

masyarakat melayu Riau enggan dan takut untuk mengambil

sesukanya, apalagi sampai merusak alam lingkungan. Untuk

mengatur dalam pengelolaan alam dan lingkungan hidup

diperlukan para pemuka dan pemimpin secara adat yang

mampu dijadikan panutan yang kemudian termanifestasikan

melalui cerita-cerita tentang kekuatan gaib yang akan

mengganggu manusia yang akan merusak kehidupan flora dan

fauna. Hal itu menyebabkan tempat tertentu menjadi bertuah

atau memiliki kekuatan gaib yang akhirnya menjadi terjaga

sebagai tempat terlarang.

Pada pembagian lahan dan hutan Melayu Riau memiliki empat

tata ruang, yakni: (1) rimba larangan atau simpanan, (2) tanah

kebun dan peladangan, (3) rimba kepungan sialang, dan tanah

perkarangan. Rimba simpanan merupakan rimba yang dibiarkan

lestari dan tidak diperkenankan oleh siapapun untuk

menjadikannya tempat produksi, berladang, dan kebun. Tempat

ini yang dijadikan sebagai simpanan berbagai macam bentuk

kayu tempatan yang akan tumbuh lestari di jaga oleh adat,

sehingga hanya boleh diambil sekedarnya untuk kepentingan

yang berskala kecil dengan diketahui oleh lembaga maupun

adat. Maka, saat diambil kayu dan sebagainya dari rimba

tersebut ada aturan yang dipandu dengan bidal kayu ditebang

kayu, rimba ditebang diganti rimba.

Tanah kebun dan ladang merupakan tanah produksi yakni untuk

menghasilkan berbagai jenis makanan dan bahan baku yang

dapat digunakan untuk jual beli (modal). Kebun digunkan untuk

menanam lada, kelapa, getah, gambir, tembakau, dan cengkih

dan di peladangan ditanami padi, sayuran, jagung, dan

sebagainya. Tanah pekarangan berfungsi untuk menanam pohon

buah-buahan, seperti pisang, papaya, ubi, dan tanaman obat-

Page 62: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 53

Berbasis Masyarakat

obatan. Pekarangan berada di sebelah rumah orang melayu

tinggal. Ke-empat adalah hutan kepungan sialang yang dijadikan

sebagai batas ladang dan kebun, batas perkampungan, atau

gugusan hutan sepanjang sungai. Pohon sialang dapat

digunakan untuk tempat tinggal lebah madu yang bersarang

yang selanjutnya dugunakan bagi kemaslahatan masyarakat

tempatan, dengan pembagian dua bagian bagi persukuan

tempat sialang berada, dua bagian untuk tukang panjat, dan

satu bagian untuk pemuka adat.

Gambar 1. Pengelolaan Ruang Melayu Riau

Pengelolaan ruang pada masyarakat melayu yang terdiri atas,

perkampungan (tempat masyarakat tinggal) kemudian sekeliling

tempat tinggal warga terdapat area pancahan yang digunakan

untuk menanam cabe, sayuran, dan palawija. Setelah area

pancahan, terdapat hutan produksi milik persukuan atau adat

yang didalamnya juga terdapat pohon Sialang tempat hidup

Page 63: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 54

Berbasis Masyarakat

lebah untuk diambil madunya. Pohon Sialang juga dahulu

dijadikan penanda perbatasan dengan desa lainnya. Hutan

lindung dikenal pula oleh masyarakat adat Melayu Riau sebagai

hutan simpanan. Di tempat tersebut, warga hanya boleh

mengambil hasil hutan sekedarnya untuk kebutuhan hidup

semata, tetapi dilarang untuk mengambil hasil hutan untuk

dijual-belikan. Adat mengatur tegas warga yang mengambil hasil

hutan untuk kepentingan ekonomi.

Pada periode sekarang, pembagian ruang atau wilayah desa-

desa adat yang digambarkan seperti di atas, sudah mulai jarang

ada, meskipun di beberapa desa juga masih dapat ditemui,

salah satunya bernama Desa Merbau. Kepungan Sialang

(beberapa pohon masih diwariskan kepada turunan persekutuan

mereka sebagai tambahan ekonomi, dan barang siapa diketahui

menebang pohin Sialang akan di denda sebesar 500 juta rupiah,

itu merupakan hukum adat yang diterapkan oleh persukuan

yang akhirnya mampu diadopsi oleh masyarakat tempatan

sebagai bentung aturan penjagaan lingkungan. Dalam cara

memanen madu pada pohon Sialang memiliki aturan, yakni

dilakukan di malam hari dan menggunakan asap sebagai cara

pengusiran lebah, serta masih disisakannya sarang supaya lebah

yang pergi saat pemanenan akan kembali lagi di pagi hari.

Aturan ini merupakan pengetahuan lokal yang mampu dijadikan

usaha keberlanjutan dalam pengelolaan hasil hutan produksi

persukuan, melalui keberadaan pohon Sialang.

BAGAIKAN AUR DENGAN TEBING, PERUMPAMAAN DALAM

PENGELOLAAN EKOLOGI

Masyarakat melayu memiliki perumpamaan yang terpatri untuk

memperlihatkan kedekatan antara aur dengan tebing, hal ini

Page 64: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 55

Berbasis Masyarakat

menunjukkan bahwa sungai di Riau memiliki arti penting. Maka,

secara sadar masyarakat akan menjaga tebing-tebing yang

terdapat di sungai karena arti penting dari sungai tersebut.

Pemaknaan aur sendiri merupakan penghalang bagi runtuhnya

tebing yang akhirnya membuat rusaknya suangai. Pada tehnologi

dan pengetahuan local masyarakatnya, orang melayu zaman

dahulu menanam pohon rumbia di pinggir sawah mereka yang

digunakan untuk menjaga keberadaan air, terlebih saat musim

kemarau. Begitu pula rawa atau tasik-tasik dibiarkan apa adanya

sebagai tempat ikan untuk hidup dan berkembang biak, sehingga

masyarakat akan tetap menggunakan sumber daya yang ada di

dalamnya, termasuk berbagai ikan dan jenis flora-fauna yang

berada disekitarnya.

Ekosistem gambut sendiri tidak terlepas dari ekologi Riau,

begitupula dengan pemaknaan gambut bagi masyarakatnya.

Gambut bagi masyarakat melayu Riau, dahulu dijadikan benteng

ruang yang memisahkan antara sungai atau laut dengan

daratan yang tidak digunakan untuk kegiatan produksi, selain

ekologi gambut sulit untuk digunakan untuk produksi karena

pembukaan lahan gambut memerlukan modal yang besar. Hal

itu dikarenakan gambut selalu basah, tergenang air, sehingga

dibiarkan sebagai tempat hidup dan berkembang bermacam ikan

endemik. Lain halnya sekarang ini, gerak pesatnya industry

perkebunan dan laju berkembangan penduduk disertai kegiatan

migran membuat lahan mineral semakin menyempit. Perebutan

sumber daya merengsek ekologi rawa yang dijadikan lahan-

lahan industry dan produksi, baik skala besar maupun rumah

tangga. Namun disayangkan, pengetahuan lokal masyarakat

melayu Riau tidak dimiliki oleh pembuka lahan-lahan di Riau

akhir-akhir ini, terlebih yang berada di ekosistem gambut.

Page 65: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 56

Berbasis Masyarakat

Gambut yang sejatinya harus selalu basah dipaksa untuk

dikeringkan melalui parit-parit yang dibuat secara rapi. Hutan

dan lahan yang sejatinya lestari dengan keanekaragaman hayati

menjadi pepohonan yang seragam dengan tujuan kemakmuran.

Berbagai macam pohon kayu yang menjulang tinggi dengan

ribuan daun-daun yang berguguran mampu menampung air

hujan dan tanah yang akan selalu basah, tumpukan dedaunan

kering mampu dijadikan penahan air hujan supaya tidak

langsung diserap bumi. Itulah bentuk penjagaan lingkungan dari

pengetahuan lokal masyarakat Riau terhadap ekologi gambut.

Dahulu, masyarakat Melayu Riau membuka lahan untuk dijadikan

sebagai ladang dengan menggunakan teknologi dan

pengetahuan tempatan, meskipun dengan cara membakar.

Namun dengan catatan, luas lahan hanya digunakan untuk

kepentingan satu keluarga yang rata-rata ¾ ha sampai satu

kapling atau seukuran 2 ha. Saat menentukan luas ladang yang

ingin dibuka, satu keluarga akan membuat pelandangan atau

lorong guna mengantisipasi merembetnya api. Sebelum

dilakukan pembakaran, si pembuka ladang akan mengundang

warga yang memiliki lahan di sebelah lahan yang akan mereka

buka. Kemudian antara satu lahan/ladang dengan lahan

berikutnya diberi jarak sepanjang 4-6 meter guna membatasi

api merembet keluar dari lahan yang akan dibuka. Batas yang

disebut pelandangan, yaitu ruang yang dibersihkan dari berbagai

macam pohon dengan ditebang terlebih dahulu dengan beliung

(semacam kapak), dibersihkan dari berbagai kayu, daun, sampai

gambut (bila ada) dan apapun yang dapat dijadikan media api

menjalar. Setelah bersih baru lahan yang akan dibuka dibakar

dengan catatan dijaga/ditunggu oleh si pembakar maupun

pemilik lahan yang berada disebelah lahan tersebut berada. Hal

Page 66: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 57

Berbasis Masyarakat

itu akan mengurangi resiko terjadinya api yang menjalar keluar

lahan yang sedang di bakar.

Kini kondisi tersebut sudah berbeda, pembukaan lahan untuk

dijadikan lahan produksi yang melibatkan capital (pemodal) lokal

ataupun luar membuat pengetahuan lokal menjadi hilang.

Pembukaan lahan yang sangat luas oleh korporasi tanpa melihat

kondisi lingkungan alam menjadikan rusaknya ekologi.

Pembukaan lahan dengan cara membakar tanpa pelandangan

dan penjagaan oleh si pemilik, pekerja, maupun warga sekitar

merupakan permasalahan akut di Riau yang menjadi akibat

karlahut. Terlebih melalui pembakaran mampu memangkas

pengeluaran modal bila dibandingkan dengan menggunakan alat

dan tehnologi modern. Selain itu, metode dengan cara

membakar membuat lebih efisien dari segi tenaga (sumber daya

manusia) dan sisi waktu.

Permasalahan lainnya, para pemodal hanya menginstruksikan

karyawannya yang juga bukan merupakan warga tempatan

(migran) yang tidak mengetahui kultur budaya dan social

tempatan, sehingga tidak memiliki pengetahuan lokal dalam

membuka lahan secara alami. Belum lagi pembukaan lahan

berskala besar oleh korporasi yang tidak hanya berada di tanah

mineral saja, namun di tanah gambut, sehingga diperlukan

pengeringan lahan melalui pembuatan kanal-kanal supaya

kandungan air menjadi sedikit. Itulah sebabnya gambut di Riau

khususnya, mudah terbakar saat terjadi musim kering. Bukan

karena akibat alam dan puntung rokok yang jatuh, namun

dikarenakan puntung rokok yang jatuh di gambut yang telah

kering yang menyebabkan kebakaran terjadi. Secara substansi

lingkungan gambut yang sejatinya lembab, berair, basah telah

berubah menjadi kering. Maka perilaku manusia dengan

Page 67: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 58

Berbasis Masyarakat

rekayasa-rekayasa yang terjadi adalah faktor penyebab

terjadinya kebakaran di Riau, khususnya di lahan dan ekologi

gambut.

Gambar 2.a. Pembukaan Lahan oleh Masyarakat Melayu Riau

Warna hijau merupakan lahan yang dibuka dengan cara dibakar,

sedangkan warna putih merupakan pelandangan/lorong yang

telah dibersihkan dari pepohonan, rumput, gambut, dan lainnya

yang mampu menjadi media untuk jalannya api. Pelandangan

dijadikan batas yang mengelilingi lahan yang di bakar supaya

tidak akan mengenai lahan atau hutan sekitarnya.

Page 68: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 59

Berbasis Masyarakat

Gambar 2.b. Pembukaan Lahan oleh Masyarakat Melayu Riau

Biasanya saat warga akan membuka lahan yang akan dijadikan

tempat produksi, mereka akan melakukan secara bersama

dengan warga yang juga akan membuka lahan. Hal ini akan

lebih membuat kerja pembukaan lahan lebih efisien dari segi

tenaga dan penjagaan api. Pada gambar di atas suatu keluarga

A, B, dan C akan membuka ladang, maka masing-masing akan

menentukan luas lahan yang akan mereka buka, kemudian

secara bersamaan di waktu dan hari yang telah ditentukan,

bersama-sama membuat pelandangan dan menjaga api supaya

tidak menjalar melewati pelandangan. Hal lainnya yang perlu

diperhatikan adalah, pembukaan lahan tidak dilakukan di saat

musim kering.

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI SISKAMLING

Sebagai usaha penanggulangan kebakaran dibutuhkan peran

serta masyarakat tempatan untuk berpartisipasi dalam

penjagaan lingkungan desa dan lahan supaya tidak terjadi

kebakaran. Salah satunya dengan pembentukan Siskamling Desa

Page 69: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 60

Berbasis Masyarakat

dan Masyarakat Peduli Api (MPA). Pembentukan siskamling

karlahut ditingkat RW atau RT dirasa lebih optimal, mengingat

kawasan desa yang luas juga jarak antardusun tanpa akses

transportasi dan komunikasi yang memadai. Tiap rumah tangga

berperan untuk menjaga lingkungan desa dan lahan masing-

masing dari karlahut. Desa membentuk kelompok-kelompok

siskamling untuk tiap RT/RW tergantung luas wilayahnya, yang

terdiri dari 10 orang untuk mengawasi lingkungan perumahan

rakyat sampai lahan perkebunan. Selain itu siskamling juga

diharapkan untuk menjaga lingkungan/kawasan di lahan-lahan

lain yang dekat dengan perumahan masyarakat dan juga lahan

mereka, hutan konvensi, hutan produksi, dan hutan lindung. Hal

itu dikarenakan beberapa tempat tersebut rawan dengan

kebakaran. Maka pembentukan siskamling di tingkat desa perlu

melibatkan segala aspek dan stakeholder, termasuk elit desa,

pemerintahan daerah, masyarakat, dan pihak swasta dengan

tanggung-jawab dan porsinya masing-masing.

Adanya perluasan lahan produksi oleh masyarakat baik lokal

maupun para migran baik yang memiliki modal besar maupun

korporasi dengan cara membakar diperlukan pengawasan

masyarakat tempatan, sehingga melalui siskamling oleh

masyarakat tempatan akan menghilangkan kegiatan pembakaran

dalam membuka lahan. Hal ini diperkuat oleh adanya penguatan

secara hukum sesuai dengan UU no 32 tahun 2009 tentang

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, pasal 108

"melakukan pembakaran lahan dengan cara membakar, diancam

pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun

dan denda paling sedikit 3 miliar rupiah paling banyak 10 miliar

rupiah. Serta KHUP pasal 187 "dengan sengaja pembakaran,

diancam pidana penjara 12 tahun". Peran masyarakat melalui

Page 70: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 61

Berbasis Masyarakat

kelembagaan desa seperti elit desa, PKK, Karang taruna,

perkumpulan keagamaan, dan lembaga Adat, juga pemimpin

keagamaan mampu dijadikan sarana dan agen perubah

sekaligus monitor setiap kegiatan pencegahan kebakaran. Desa

membuat early warning system (EWS) dengan menggunakan

teknik kelokalannya seperti pembuatan kentongan sebagai tanda

saat terjadinya Karlahut dan Siskamling, sehingga masyarakat

akan segera mengetahui dan bersama-sama memadamkan.

Penggunaan kentongan sebagai EWS karena jaringan

telekomunikasi serta signal handphone merupakan kendala

dalam mentransfer informasi terjadinya Karlahut.

Keterlibatan semua aspek dan stakeholder juga merupakan

langkah rekayasa social dalam pengurangan Karlahut. Pada

pembagian kerja, masyarakat adalah pelaku atau petugas

Siskamling, elit desa pemberi pengarahan dan aturan kerja

siskamling, peran pemerintah daerah adalah mengevaluasi,

memonitor, serta menerima pengaduan bentuk-bentuk

pelanggaran yang terjadi di lapangan, yang akan meneruskan

ke pihak berwajib (polisi), sedangkan pihak swasta memberikan

bantuan secara materil dalam bentuk peralatan kegiatan

poskamling serta turut serta menjadi bagian dari petugas

siskamling. Peran swasta (capital/ korporasi) juga sangat besar

terhadap penanggulangan karlahut karena dibutuhkan kerja-

sama yang baik dan transparan dengan masyarakat yang

berada di kawasan lahan industrinya. Pemberian pelatihan-

pelatihan berbasis pengetahuan lokal dan sumberdaya tempatan

juga perlu diterapkan untuk masing-masing desa rawan Karlahut,

mengingat setiap kawasan memiliki karakteristik social-budaya,

sumber daya lokal yang berbeda, namun hal yang juga sangat

diperhatikan adalah pelatihan pekerjaan non-pertanian seperti

Page 71: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 62

Berbasis Masyarakat

kerajinan, makanan, perikanan, dan ekowisata berbasis

masyarakat, sebagai substitusi pekerjaan non-pertanian yang

masih kurang di tempat-tempat rawan karlahut.

KEGIATAN DI LAPANGAN BAGI MAHASISWA

1. Mampu mengidentifikasi keberadaan desa dan kampung

yang berdekatan dengan sungai, anak sungai, tasik,

lahan mineral dan gambut.

2. Mampu mengidentifikasi keberadaan pengetahuan lokal,

aturan adat, hutan simpanan, pepohonan endemic,

perikanan endemic, serta sumber daya alam lain yang

dimiliki.

3. Mampu mengidentifikasi batas-batas desa dengan

wilayah konsesi, hutan industry, hutan produksi, dengan

lahan milik penduduk tempatan, lahan milik pemodal luar

masyarakat tempatan, dan milik perusahaan.

4. Mampu mengidentifikasi selama 10 tahun terakhir

penyebab terjadinya kebakaran yang terjadi di desa

tempatan.

5. Mampu mengidentifikasi keberagaman pekerjaan

masyarakat desa tempatan, khususnya di bidang

pertanian dan bergaman pekerjaan perkebunan.

6. Mampu mengidentifikasi bentuk-bentuk pekerjaan

masyarakat tempatan selain pekerjaan pertanian yang

ada di desa tempatan.

7. Mampu mengidentifikasi pendapatan masyarakat

tempatan dalam satu bulan (diperoleh dari hasil

pekerjaan pertanian/non-pertanian/ buruh/ dll).

8. Mampu mengidentifikasi peran masyarakat dan segala

kelembagaan desa dalam pencegahan Karlahut.

Page 72: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 63

Berbasis Masyarakat

9. Mampu mengidentifikasi hal-hal adaptif masyarakat desa

tempatan dalam usaha ketahanan terhadap bencana

Karlahut.

DAFTAR PUSTAKA

Hamidi, UU. 2010. Jagad Melayu. Unri Press.

Page 73: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 64

Berbasis Masyarakat

Page 74: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 65

Berbasis Masyarakat

MENCEGAH KEBAKARAN HUTAN

DAN LAHAN

Adhy Prayitno

PENDAHULUAN

Peristiwa kebakaran adalah bentuk bencana yang dapat terjadi

kapan saja dan dimana saja. Kebakaran hutan dan lahan

demikian pula. Lahan gambut adalah contoh lahan yang mudah

terbakar khususnyanya pada kondisi kering. Daerah Riau

dengan persentase luas lahan gambutnya mencapai 46,1 % dari

keeluruhan luas wilayahnya menjadi salah satu propinsi di

Indonesia yang sangat rawan kebakaran. Fakta menunjukkan

bahwa sejak tahun 1997 sampai 2014 atau selama 17 tahun

telah terjadi kebakaran hutan dan lahan yang bersifat tahunan

dan menimbulkan banyak kerugian materil dan nonmateril.

Upaya sudah banyak dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah

untuk mengatasi, menaggulangi bencana kebakaran hutan dan

lahan selama ini. Upaya tersebut mulai memperlihatkan hasil

nyata, dimana pada waktu yang sama hari ini pada tahun lalu

Page 75: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 66

Berbasis Masyarakat

dan tahun-tahun sebelumnya telah terjadi bencana kebakaran

yang bersifat masif. Ada kebakaran yang terjadi karena

memang bencana alam, tetapi tidak sedikit bencana kebakaran

hutan dan lahan karena kegiatan manusia yang tak terkendali,

seperti pada pembukaan lahan untuk perteanian dan

perkebunan juga pada pembukaan lahan untuk hutan komersial

HTI. Pada peristiwa terakhir, para pengusahaan kebun dan HTI

proses pembakaran dilakukan secara serampangan sehingga

peristiwa dan bencana kebakaran meluas tak terkendali ke

lahan-lahan diluar rencana mereka. Pada tulisan ini saya

sajikan pengetahuan praktis tentang cara mencegah kebakaran

hutan dan lahan berbasis pengalaman dan pengetahuan atau

kearifan lokal yang insyaAllah dapat di adopsi dan di terapkan

dalam kegiatan pencegahan kebakaran dan kegiatan

pengendalian dan pemdaman kebakaran yang sedang terjadi.

SIFAT-SIFAT HUTAN DAN LAHAN

Hutan alam tropis adalah hutan yang heterogen memiliki

karakteristik kawasan dengan vegetasi yang beragaram dan

vegetasi tumbuh sangat rapat. Kondisi ffisik dan morfologi hutan

sangat lembah baik pada musim kemarau terlebih pada musim

hujan. Hutan tropis memiliki peran strategis dalam pengendalian

cuaca harian dan iklim tahunan. Hutan memiliki peran mengatur

tata air tanah, sifat menahan dan melepas air tanah ke anak-

anak sungai dan cekungan-cekungan lembah. Sifat hutan dan

lahan semakin bersifat basah dan berair untuk kawasan hutan

pada lahan-lahan gambut, lebih lagi pada kawasn gambut dalam

yang secara alami tidak pernah kering. Akar pepohonan dan

tumbuhan hutan membentuk rongga udara dan porositas tanah

yang secaara alami memiliki kemampuan menyimpan air yang

lebih besar dibandingkan dengan lahan yang tidak tertutup

Page 76: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 67

Berbasis Masyarakat

vegetasi atau hutan. Formasi akar-akar tumbuhan pada lahan

atau kawasan hutan membentuk sistem lumbung air sehingga

curah hujan yang tinggi sekalipun tidak akan menimbulkan banjir

karena sifat tanah yang mampu menyerap dan menyimpan air

dalam volume sangat besar. Pada kawasan lahan gambut lebih

dinamis lagi karena lapisan gambut bersifat dinamis ketika

menerima curah hujan yang tinggi. Lapisan gambut akan

mengembang membentuk kubah air. Sifat gambut yang dinamis

dapat mengembang dan menyusut bergantung pada volume

air datang. Kubah air (water dome) adalah bentuk cadangan

air di hutan lahan gambut dan kondisi ini yang menjadikan ciri

spesifik hutan lahan gambut.

Empat dekade yang lalu dan masa sebelumnya, ketika aktifitas

manusia beleum menyentuh kawasan hutan Riau, apatah lagi

hutan rawa gambut, peristiwa kebakaran tidak pernah melanda

negeri ini. Alam hutan tropis tanah rendah dan pesisir sangat

indah dan kaya. Hutan adalah sumber bahan pangan, nutrisi

dan bahan obat bagi semua makhluk hidup dan masyarakat

tempatan. Ekosistem hutan rawa tropis membuat decak kagum

para botanist, ecologist, dan peneliti dunia. Hutan yang kaya

dengan ragam hayati Riau mulai terusik sejak pemerintah (Regim

Suharto) memberi ijin HTI. Hutan alam ayang ada di babat

habis diganti dengan HTI pulp pada akhir tahun 1970-an masuk

tahun 1980. Sepuluh tahun kemudian efek dari kebijakan mulai

terasa, dimulai dari peristiwa banjir yang secara berkala tahunan

melanda kawasan-kawasan aliran sungai dan pesisir. Morfologi

hutan berubah total, erosi terjadi disebagian daerah aliran

sungai. Keadaaan hutan semakin rusak ketika kegiatan illegal

loging terjadi pada era tahun 1990, pemberian HPH yang

serampangan adalah bentukillegal loging yang legal. Kebakaran

Page 77: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 68

Berbasis Masyarakat

hutan masif pertama kali terjadi pada tahun 1997. Sifat-sifat

hutan alam sekarang sudah sangat berbeda. Hutan telah

berubah juga kemampuannya dalam mengatur sistem tata air

tanah. Hutan Riau yang tersisi secara fakta kurang dari 2 juta

hektar meskipun dalam laporan resmi pemerintah saat ini masih

bersisa kira-kira 2,5 juta hektar. Hutan yang tersisi ini sebaiknya

harus dijaga agar tidak punah dan secara bertahap di perbaiki

kondisinya sebagai warisan buat generasi masa depan. Kita

semua, pemerintah, masyarakat, dunia usaha, mahasiswa dan

para pemuda mempunyai tanggung jawab sebaga penjaga-

penjaga, pengawal dan pemelihara hutan dari berbagai ancaman

dan kerusakan termasuk bencana kebakaran.

KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN TERKENDALI

Kegiatan pembakaran hutan sudah berlangsung sejak lama yaitu

ketika penduduk tempatan melakukan pembukaan ladang untuk

bercocok tanam. Membakar adalah cara paling mudah dan

paling murah untuk membersihkan lahan setelah pohon-pohon

di kawasan yang akan dibuat perladangan ditebang. Meskipun

demikian penduduk tempatan melakukan pembakaran lahan

dengan cara yang bijak dan terkendali serta dalam kawasan

yang sangat terbatas. Meskipun proses pembersihan lahan

dengan cara membakar telah dilakukan sejak beratus tahun dan

berpuluh tahun lalu, peristiwa kebakaran hutan yang luas dan

menimbulkan bencana baru terjadi pada tujuh belas tahun

belakangan ini. Pada masa sekarang kegiatan pembakaran

lahan dilakukan secara ceroboh dan serampangan sehingga

menimbulkan bencana dan berakhir pada kerugian dalam sekala

yang luas dan multi aspek.

Pada masa dahulu ketika penduduk tempatan akan mekukan

pembakaran hasil penebangan pohon untuk tujuan pembersihan

Page 78: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 69

Berbasis Masyarakat

lahan yang dilakukan adalah musyawarah bersama semua

anggota masyarakat tentang mekanisme membakar. Dalam

musyawarah itu disepakati jadwal membakar lahan. Umumnya

setiap kepala keluarga membuka lahan garapan antara 2 ha

sampai 5 ha. Jika ada 20 kepala keluarga, kawasan lahan yang

di buka bisa mencapai 40 ha sampai hampir 100 ha.

Pembakaran lahan yang cukup luas itu dilakukan bertahap

dalam waktu beberapa hari dan dilakuan secara bersama.

Prosesnya begitu berhati-hati dengan memperhatikan dan

memperhitungkan resiko buruk yang dapat terjadi. Proses

pembakaran dilakukan dengan mengetahui arah angin, waktu

membakar dan bentangan bebas biomassa sebagai pembatas

dengan hutan dihitung secara cermat. Ketika berbagai

perhitungan dan pertimbangan diputuskan, maka semua

penduduk harus sudah siap. Mereka membentuk beberpa

kelompok dimana masing-masing kelompok memiliki tugas yang

berbeda. Ada kelompok yang bertugas membakar, ada yang

bertugas menjaga dan mengawasi daerah yang sedang dibakar

dengan kawasan hutan, ada yang bertugas memutus gerakan

api ketika api mulai liar dan menjalar kekawasan lain yang

harus dilindungi. Perladangan berpindah yang dilakukan

penduduk tempatan dilakukan dalam bentuk pengulangan pada

kawasan yang sama pada kurun 10 tahun sampai 15 tahun.

Sejak pengetahuan dan kesadaran hidup menetap terbangun,

bersamaan dengan kegiatan menanam padi, penduduk juga

mulai menanam tanaman pohon-pohon kayu yang bernilai

ekonomi seperti karet, kopi dan pohon buah-buahan. Sehingga

secara berangsur penduduk tempatan mengakhiri kegiatan

berlandang berpindah. Namun sayang, ketika masyarakat

tempatan mengakhiri kegiatan membakar lahan untuk berladang

berpindah, banyak kaum pendatang memulai kegiatan yang

Page 79: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 70

Berbasis Masyarakat

hampir sama tetapi dengan cara yang serampangan dan tidak

bijak. Kerusakan kawasan lahan menjadi semakin parah ketika

pemilik modal besar melakukan eksploitasi masif terhadap hutan

kita dengan menimbulkan kebakaran yang tak terkendali dan

berkepanjangan setiap tahun.

MENCEGAH KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Hutan tropis tanah rendah yang di dalamnya termasuk kawasan

hutan rawa gambut secara natural tidak mudah terbakar dan

tidak akan terbakar jika tidak sengaja dibakar. Mengapa

demikian?, karena hutan tropis, hutan rawa gambut adalah

hutan yang selalu basah sepanjang tahun. Namun dewasa ini

ketika eksploitasi hutan dilakukan secara masif, pembuatan

kanal-kanal dikawasan gambut dengan sengaja untuk tujuan

tertentu yang jelas untuk proses pengeringan lapisan gambut,

maka bencana kebakaran sangat mudah terjadi terutama pada

musim kemarau.

Berikut langkah-langkah praktis yang merupakan bagian dari

beberapa upaya yang dilakukan melalui pendekatan sosial (Bab

materi yang lain) adalah sebagai berikut.

1. Mengenali kondisi kawasan lahan dan hutan disekitar

pemukiman dalam kondisi tidak terlalu kering.

2. Memastikan bahwa kawasan lahan yang berbatas dengan

jalan tidak dibiarkan menjai kawasan yang terbuka dalam

artian tidak memiliki tutupan berupa pohon atau

tumbuhan.

3. Pada kawasan-kawasan terbuka khususnya yang

berbatasan dengan jalan sebaiknya di lakukan

penghijauan. Replanting tanaman yang selalu basah

seperti pohon pisang, sagu, nipah dan tanaman basah

Page 80: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 71

Berbasis Masyarakat

lainnya dapat memperkecil resiko kebakaran khususnya

dimusim kemarau.

4. Pada area dimana ada aliran anak air sebaiknya

dilakukan penyekatan untuk menaikkan permukaan air

dan manjadikan lahan disepanjang aliran anak air

menjadi lembab dan basah. Penyekatan dapat dilakukan

secara permanen dalam bentuk pintu-pintu air atau

pemyekatan temporer dengan karung-karung pasir yang

dapat dibuka tutup.

5. Membangun rasa kepedulian masyarakat tempatan di

kawasan sekitar hutan tentang kebakaran dan perlu ada

penyadaran dan pelatihan bagi penduduk untuk peduli

pada hutan khususnya terhadap bencana kebakaran.

6. Ronda keliling (Masyarakat Peduli Api / MPA).

7. Posko kebakaran setempat diwadahi oleh pemerintah

desa atau kecamatan.

8. Melakukan penanaman pohon-pohon kayu rawa pada

kawasan-kawasan kritis dan terbuka.

Itu adalah beberapa langkah dan upaya untuk mencegah atau

meminimalisir bencana kebakaran hutan dan lahan. Namun

demikian, sering kita dihadapkan pada peristiwa kebakaran

hutan yang telah membesar dan menjalar kesegala penjuru.

Peristiwa ini tidak dapat dihindari dan harus dilakukan tindakan

sepontan, cermat, tepat dan cepat.

MENGATASI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Petunjuk kerja pemadaman

A. Persiapan

Pembentukan kelompok kerja

Briefing tugas masing-masing regu dan anggota regu

Page 81: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 72

Berbasis Masyarakat

Peralatan yang harus disiapkan dan dibawa ke kawasan

pemadaman

Skema proses tindakan pengendalian bencana insitu

(medan aksi)

Sistem komunikasi dan koordinasi lapangan yang

disepakati

Penentuan titik koordinasi lapangan

Penentuan titik penempatan masing-masing regu (Paling

sedikit tiga titik) mengurung kawasan terbakar.

Waktu koordinasi dan waktu limit

Kendali aksi dan supervisory lapangan

Tindakan P3K dan evakuasi terhadap korban jika ada

Penentuan jalur evakuasi.

B. Proses Pemadaman dan pengendalian.

Ketika peristiwa kebakaran sudah terjadi, maka tindakan

pemadaman secara langsung sangat tidak efektif dan juga

menimbulkan resiko yang amat besar. Langkah pemadaman

dilakukan secara tidak langsung yaitu memutus perambatan

atau penjalaran nyala api (Gambar 1).

PROSES PENGENDALIAN DAN PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN

DAN LAHAN

Ketika peristiwa kebakaran sudah terjadi, maka tindakan

pemadaman secara langsung sangat tidak efektif dan juga

menimbulkan resiko yang amat besar. Langkah pemadaman

selanjutnya dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan cara

memutus perambatan atau penjalaran nyala api

U

Page 82: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 73

Berbasis Masyarakat

Gambar 1. Denah Situasi Posisi Pengendalian Kebakaran Hutan

dan Lahan

PROSES PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN PEMADAMAN

KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Tiga kata kunci pada bagian ini yaitu: “pencegahan,

pengendalian dan pemadaman”.

Pencegahan dilakukan secara berkelanjutan. Berkalunjutan

artinya dilakukan secara terus menerus melalui satu sitem yang

terpola dan terprogram. Penjelasan tentang ini boleh merujuk

pada materi yang disusun oleh “Besri Nasrul, Ariefuddin dkk.

2005”, atau panduan “kegiatan PSB, 2014” pada beberapa

program yang telah dilakukan pada beberapa saat yang lalu.

Pola yang dilakukan adalah berbasis pada pendekatan soasial

budaya, keterlibatan masyarakat secara langsung dalam

menjaga lingkungannya, khususnya peristiwa kebakaran lahan

gambut, pembentukan sistem pemantauan keliling kawasan oleh

Page 83: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 74

Berbasis Masyarakat

“Kelompok Masyarakat Peduli Api (KMPA)” panduannya cukup

jelas.

Pengendalian dilakukan secara stratejik terstruktur dan terpola

pada kondisi situasional. Ada 2 bentuk pola operasional

pengendalian kebakaran:

Operasi Pengendalian yang bersifat pencegahan sebelum

peristiwa kebakaran terjadi

Operasi Pengendalian yang bersifat penanggulangan

ketika peristiwa kebakaran telah sedang terjadi

Stratejik yang dimaksud adalah bahwa dalam setiap tindakan

operasianal yang dilakukan harus cermat, cepat dan tepat.

Cermat artinya bahwa tindakan operasional pencegahan

dilakukan dengan hati-hati dan memperhitungkan berbagai

aspek negatif yang dapat terjadi dengan resiko paling minimal.

Cepat artinya bahwa tindakan operasional dilaksanakan secara

cepat tidak birokratif, tanggap situasional dan penuh semangat.

Agar tindakan operasional cepat dapat dilakukan, maka anggota

tim yang ada harus selalu siap pada kondisi apapapun ( must

be ready any time). Tepat artinya bahwa tindakan yang diambil

harus tepat dan jitu. Tepat bukan hanya pengendalian

dikakukan pada daerah yang tepat, pada waktu yang tepat,

metoda dan prosedur yang tepat, tetapi juga peralatan yang

dipersiap-gunakan, utilitas yang disiapkan dan pembagian tugas

anggota harus tepat pula.

OPERASIONAL PENGENDALIAN YANG BERSIFAT PENCEGAHAN

Operasi ini dilakukan pada situasi dimana probabilitas/

kemungkinan besar peristiwa kebakaran dapat terjadi

disembarang lokasi yang masuk dalam peta daerah rentan atau

Page 84: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 75

Berbasis Masyarakat

rawan terbakar khususnya pada musim kemarau. Langkah yang

dilakukan adalah rewetting, menaikkan permukaan air tanah

(Ground Water Level). Penyekatan aliran- aliran anak air, anak

sungai, kanal buatan. Secara bersamaan melakukan

penenanaman pohon berkayu basah (pohon punak) dan pohon-

pohon kayu tempatan (indegenous species) pada kawasan-

kawasan kritis dan terbuka lahan gambut. Operasional

dilakukan dengan melibatkan semua komponen masyarakat

bersinergi dengan program pencegahan bencana kebakaran

hutan dan lahan yang telah ada.

OPERASIONAL PENCEGAHAN YANG BERSIFAT PENANGGULANGAN

DAN PEMADAMAN

Operasi ini dilakukan pada situasi peristiwa kebakaran telah

sedang terjadi pada suatu kawasan. Konsep pencegahan

bertujuan agar bencana kebakaran yang telah sedang terjadi

tidak meluas kekawasan lain. Konsep yang digunakan adalah

penanggulangan. Tindakan dilakukan dalam dua bentuk yaitu

strategi perlindungan kawasan dekat peristiwa kebakaran yang

sedang terjadi dan tindakan isolasi kawasan yang seang

terbakar dengan memutus akses penjalaran api. Operasi

pencegahan penaggulangan kebakaran hutan dan lahan menjadi

fokus bahasan pada tulisan bagian ini.

Prosedur pencegahan penanggulangan dan pemadaman

1. Persiapan

Pengenalan terhadap kawasan terbakar melalui peta

wilayah atau foto satelit yang dapat diakses real

time, data dari BMKG atau Lembaga lain atau

melalui Google Earth atau Google Map. (Misalnya

Page 85: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 76

Berbasis Masyarakat

Gambar Denah pada lembar terdahulu sebagai

model).

Konsolidasi dan kordinasi kelompok/tim operasi

pengendalian, penanggulangan kebakaran

(panduan/manual operasi lapangan “perlu

penjelasan”).

- Kelompok garis depan

- Kelompok pendukung

- Kelompok garis belakang

Peta lapangan

Perlengkapan operasi

Briefing ketua kelompok dan pengendali lapangan

2. Kegiatan lapangan

Kelompok garis depan:

mengambil posisi dan secepat mungkin melakukan

hal-hal berikut:

tindakan lokalisir dan isolasi area terbakar dengan

jarak minimal 200 meter dari kawasan sedang

terbakar di atas arah angin dan minimum 300 meter

di bawah arah angin.

Pemutusan koneksi dengan pembersihan vegetasi

antara area yang dilokalisir dengan area sekitarnya

minimal 10 meter bergantung tinggi pepohonan

pada kawasan terbakar.

Pembasahan daerah bebas vegatasi lingkaran

isolasi.

Pembasahan vegetasi sekeliling area lingkaran

isolasi

Monitoring dan tindakan pemadaman jika terjadi

lompatan api dari kawasan terbakar ke area zona

pencegahan.

Page 86: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 77

Berbasis Masyarakat

Kelompok pendukung:

menetapkan posko lapangan pada jarak kurang

lebih 300 meter dari garis isolasi dan melakukan

tugas/kegiatan berikut:

menegakkan tenda lapangan, membuat jalan

evakuasi, membuat jalur hubung antar posko

lapangan pada beberapa titik keliling area bencana

(lihat denah).

Menetapkan titik konsolidasi kordinasi antar regu

garis depan

Penyiapan dukungan logistik, fasilitas P3K dan

bantuan medis.

Melakukan pemantauan dan komunikasi kontinyu

dengan kelompok garis depan dan kelompok garis

belakang serta Pusat kendali operasi.

Kelompok garis belakang:

pada status stand by di Pos Utama atau Pusat

Kendali Operasi (PKO) bertugas berikut:

mempersiapkan keperluan dan suplay logistik

lapangan.

Kendaraan evakuasi,

transport supplai logistik dan material, utilitas

lapangan

Dll. yang bersifat sangat urgen dan strategis

3. Standar kelengkapan operasi personal anggota

kelompok

Sturdy Shoes (sepatu lapangan)

Helm tahan benturan

Masker

Atribut atau pakaian berwarna menyolok

Google glas (kaca mata google)

Page 87: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 78

Berbasis Masyarakat

Page 88: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 79

Berbasis Masyarakat

PERBAIKAN LAHAN GAMBUT BEKAS

TERBAKAR DENGAN PEMBASAHAN DAN

PENANAMAN VEGETASI ASLI

Haris Gunawan

TUJUAN

Tujuan yang ingin dicapai setelah membaca materi dalam bab

ini adalah saudara mampu:

1. Menjelaskan konsep dasar pencegahan kebakaran

gambut melalui pembasahan gambut (Rewetting)

2. Mengidentifikasi prioritas lokasi lahan gambut yang akan

diperbaiki dengan mempertimbangkan berbagai aspek

seperti: karakteristik biofisik-hidrologi gambut bekas

terbakar, tingkat kerusakannya, dan kebutuhan pelibatan

masyarakat desa

3. Menjelaskan tahapan dan teknik dalam pembasahan

gambut

4. Menjelaskan konsep pemulihan lahan gambut bekas

terbakar dengan penggunaan vegetasi asli hutan gambut

basah dengan pelibatan partisipasi aktif mayarakat desa

Page 89: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 80

Berbasis Masyarakat

Tujuan perbaikan lahan gambut bekas terbakar dengan

rewetting, secara lebih luas bermaksud:

1. Sebagai penguatan program perluasan pembangunan

sekat kanal sebagai salah satu strategi penting

pencegahan kebakaran hutan dan lahan di Gambut

(KARHUTLA).

2. Meningkatkan kesiap-siagaan masyarakat terkait upaya

pencegahan kebakaran hutan dan lahan gambut di

seluruh kabupaten dan kota rawan Karhutla dilingkungan

Provinsi Riau.

3. Menguatkan tekad bersama semua pihak terkait dengan

tercapainya komitemen bebas asap mulai tahun 2015.

4. Memperluas upaya perbaikan tata air pada ekosistem

rawa gambut melalui peningkatan jumlah sekat kanal

yang dibangun.

5. Meningkatkan capaian-capaian yang telah ada dalam

kaitannya terhadap upaya pencegahan KARHUTLA.

Tujuan yang diperluas dari kegiatan penanaman vegetasi asli

dilahan gambut bekas terbakar yang telah

dibasahkan/dilembabkan antara lain:

1. Pengembangan pengetahuan dan menganalisi berbagai

teknik penanaman vegetasi asli pada berbagai tingkat

kerusakan lahan gambut bekas terbakar.

2. Pengembangan pengetahuan dan menganalisi berbagai

perlakuan teknik penyediaan material anakan berbagai

jenis pohon yang akan digunakan untuk kegiatan

rehabilitasi ekologi.

3. Mendesain pelibatan masyarakat disekitar lahan gambut

bekas terbakar pada setiap tahapan kegiatan

penanaman vegetasi asli.

Page 90: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 81

Berbasis Masyarakat

4. Pengembangan vegetasi asli sebagai alternatif manfaat

ekonomi dan perbaikan lingkungan pada lahan gambut

bekas terbakar.

KELUARAN

1. Terbangunnya sekat kanal, tumbuhnya jenis-jenis pohon

asli dengan multi manfaat lingkungan, sosial dan

ekonomi.

2. Terbentuknya kelembagaan tingkat desa yang

mempunyai pengetahuan, keterampilan dan kepeduliaan

dalam pembangunan dan pemeliharaan sekat kanal

sehingga lahan gambut tetap basah dan tidak mudah

ter-dibakar.

3. Tersedianya kecukupan air dikanal-kanal dalam

mempermudah upaya pemadaman saat terjadi

KARHUTLA, terutama pada musim kemarau panjang.

4. Terbangunnya model kerjasama berbagai pihak dalam

melakukan aksi nyata dan segera dalam kaitannya

pencegahan kebakaran dan penanggulanan KARHUTLA

secara menyeluruh.

5. Terbangunnya rasa peduli masyarakat sehingga dapat

meningkatkan peran serta dalam upaya pencegahan

karhutla, dan tercapainya komitemen bebas asap mulai

tahun 2015.

6. Tersedianya informasi dan percontohan awal penanaman

vegetasi asli hutan rawa gambut sebagai alternatif

TEKNIS PELAKSANAAN REWETTING

Pembasahan kembali dengan teknik penyekatan atau blocking

adalah kegiatan-yang bertujuan untuk menahan air di dalam

kanal dengan membuat sekat di dalamnya. Dengan adanya

Page 91: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 82

Berbasis Masyarakat

penyekatan air gambut tidak terlepas ke sungai, laut atau ke

lokasi lain disekitarnya sehingga gambut akan tetap dapat

dipertahankan sebagai suatu ekosistem lahan basah, artinya

gambut tetap lembab meskipun pada musim kemarau

sebagaimana sifatnya semula (Suryadiputra et al, 2005).

Tahapan-tahapan dalam rangka penyekatan kanal di lahan

gambut meliputi tahap pra-konstruksi, tahap konstruksi, tahap

pasca konstruksi (Modifikasi dari Buku Panduan Penyekatan Parit

dan Saluran di Lahan Gambut Bersama Masyarakat oleh

Suryadiputra et al, 2005).

Adapun tahapan-tahapan teknis pembangunan sekat kanal

antara lain:

Tahap Pra-Konstruksi

Tahapan ini meliputi: (a) Kegiatan sosialisasi/pendampingan; (b)

Penetapan lokasi kanal yang akan disekat; (c) Status

kepemilikan lahan; (d) Dimensi fisik kanal; (e) Jumlah dan tipe

sekat; (f) Identifikasi bahan/materi; serta (g) Analisa biaya.

(a) Kegiatan sosialisasi dan pendampingan

Tujuan sosialisasi dan pendampingan agar masyarakat, tokoh

masyarakat baik formal dan informal, pemilik kebun di sekitar

lokasi kanal, memahami tujuan dan manfaat kegiatan

penyekatan. Meskipun diperlukan waktu yang cukup lama untuk

masyarakat dapat memahami hal tersebut. Oleh karena itu

dalam tahapan ini diperlukan kehati-hatian dan kesabaran.

Modal sosial yang cukup sangat menentukan dalam mendesain

langkah selanjutnya dan menentukan keberhasilan dari

pembangunan sekat kanal. Masyarakat harus betul-betul

menerima dan bekerjasama dalam merealisasikannya. Hal yang

Page 92: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 83

Berbasis Masyarakat

juga perlu diperhatikan lokasi dimana sekat kanal akan

dibangun, seperti tetap mempertimbangkan ekohidrotopograhy

dari hamparan gambut. Dalam kegiatan sosialisasi juga

dijelaskan tipe konstruksi, tahapan kegiatan dan mekanisme

penyekatan, dampak yang ditimbulkan serta rencana kegiatan

pemeliharaan dan pemantauan. Mempertimbangkan penggunaan

material/bahan lokal yang mudah didapatkan, menjadi

pertimbangan. Karena biasanya lokasi sekat kanal jauh dari

tersedianya bahan/material yang dapat digunakan untuk

pembangunan sekat kanal.

(b) Penetapan lokasi Sekat kanal

Sebelum kegiatan fisik penyekatan dilakukan maka lokasi kanal

harus diketahui terlebih dahulu dan hal-hal berikut perlu

diperhatikan:

1. Catat lokasi yang akan disekat (gambarkan denah lokasi,

posisi terhadap sungai dan tataguna lahan di

sekitarnya);

2. Apakah kanal tersebut masih berfungsi (sebutkan

fungsinya!, misalnya apakah untuk irigasi atau drainase

lahan sawah/pertanian/perkebunan, media transportasi

kayu hasil tebangan legal maupun ilegal, sarana

transportasi masyarakat luas, dan sebagainya);

3. Identifikasi jarak antara kanal yang akan disekat dengan

lokasi desa/pemukiman masyarakat. Hal demikian untuk

mempertimbangkan keterlibatan masyarakat dalam

kegiatan penyekatan dan antisipasi biaya; Antisipasi akan

adanya penolakan kegiatan penyekatan oleh masyarakat

sekitarnya, penolakan bisa berupa pengrusakan sekat

kanal setelah dibangun, tidak berpartisipasi dalam

Page 93: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 84

Berbasis Masyarakat

kegiatan pembangunan penyekat, provokasi terhadap

pihak-pihak lain untuk menggagalkan kegiatan tersebut,

dan sebagainya;

4. Identifikasi dampak yang mungkin dapat ditimbulkan

(misalnya terhadap aspek sosial ekonomi, ekologis, dan

sebagainya);

5. Apakah akses menuju lokasi kanal yang akan disekat

mudah dijangkau (sebutkan fasilitas transportasi yang

ada, misal melalui jalan darat, air, dan sebagainya) dan

berapa lama waktu yang diperlukan untuk menuju lokasi.

Hal demikian penting diketahui untuk menetapkan biaya

transportasi yang akan dikeluarkan.

(c) Jumlah dan dimensi fisik kanal

Jumlah dan sebaran

Kegiatan penyekatan tidak hanya dimaksudkan untuk sekedar

menahan air di dalam kanal, tapi memiliki tujuan yang lebih

luas, yaitu memperbaiki kondisi ekologis lokasi di sekitarnya

bahkan ke lokasi yang lebih jauh. Untuk mencapai tujuan

demikian, maka jumlah dan sebarannya sebelum dilakukan

penyekatan perlu diketahui (bisa menggunakan citra landsat lalu

diperkuat dengan pembuktian/groundtruthing di lapangan).

Dengan mengetahui sebaran kanal di suatu wilayah akan

membantu kita untuk mengambil suatu keputusan tentang

prioritas kanal mana saja yang tepat untuk ditutup sehingga

sekat akan lebih berdampak positif terhadap lingkungan

sekitarnya akan nampak secara nyata. Selain meminimalkan

dampak yang merugikan, seperti lahan gambut terendam dan

banjir yang kemungkinan berdampak terhadap tanaman

Page 94: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 85

Berbasis Masyarakat

pertanian/kehutanan dilahan gambut. Antisipasi dan

pertimbangan perlu dilakukan, termasuk desain sekat kanal yang

mudah untuk dibuka jika aliran air dan debit air melimpah pada

musim penghujan.

Dimensi ukuran

Dimensi ukuran fisik kanal (meliputi: panjang, lebar,

kedalaman, jarak antar saluran) penting diketahui untuk

menetapkan jenis dan banyaknya materi/bahan penyekat yang

akan digunakan. Disamping itu, kemiringan lahan juga harus

diketahui untuk menentukan berapa banyak jumlah sekat yang

akan dibangun pada ruas saluran. Makin miring/curam suatu

saluran pada lahan gambut, maka jumlah sekat yang akan

dibangun semakin banyak. Perlu diketahui kanal utama di

gambut dalam ataupun kubah gambut. Bila memungkinkan bisa

dilakukan penyekatan kanal secara permanen dilokasi kubah

gambut yang masih mempunyai tegakan hutan baik alami

maupun sekunder. Terutama kubah gambut didalam kawasan

hutan konservasi ataupun hutan lindung yang dikelola oleh

Pemerintah ataupun pihak swasta.

(d) Jumlah dan jenis sekat kanal

Jumlah sekat kanal

Jumlah sekat kanal untuk satu ruas saluran disesuaikan dengan

kemiringan (slopes)/tofografi lahan gambut, tinggi muka air

tanah yang diharapkan untuk naik dan kecepatan aliran air di

dalam saluran. Semakin tinggi air tanah dapat dinaikkan di

lahan gambut, maka semakin kecil peluang lahan di sekitarnya

untuk terbakar. Jika sekat terdapat pada lahan gambut yang

memiliki kemiringan tajam/curam (yaitu dari hilir menuju ke

Page 95: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 86

Berbasis Masyarakat

kubah gambut), maka aliran air yang ditimbulkan ke bagian hilir

akan cepat. Pada kondisi semacam ini sebaiknya jumlah sekat

kanal yang dibangun lebih banyak dan jarak antar sekat tidak

terlalu jauh (sekitar 100-200m/sekat kanal).

Kegiatan sekat kanal sebaiknya dimulai dari bagian hulu dan

dilakukan menjelang musim kemarau. Ruang yang terdapat antar

sekat dapat juga digunakan sebagai penyimpan/tandon air,

misalnya sebagai sekat bakar yang dapat mencegah

berpindahnya api dari satu sisi saluran ke sisi yang lain. Atau

jika dipandang perlu, ruang ini dapat juga digunakan untuk

kegiatan budidaya perikanan, yaitu sebagai kolam-kolam BEJE

seperti yang terdapat di Kalimantan Tengah.

Tipe/jenis sekat kanal

Untuk melaksanakan kegiatan penyekatan kanal di suatu lokasi,

tipe/jenis sekat kanal yang akan dipakai sangat tergantung

pada kondisi biofisik lapangan yang ada. Namun paling tidak

ada empat jenis sekat yang dapat diusulkan untuk digunakan

yaitu (1) sekat papan/kayu, (2) sekat dengan bahan pengisi, (3)

sekat plastik dan (4) sekat geser. Secara ringkas akan

diuraikan empat jenis penyekat tersebut sebagai berikut:

1. Sekat papan (Plank dam)

Sekat papan dapat terbuat dari bahan papan kayu keras (misal:

Meranti, atau Punak, atau jenis kayu keras lainnya yang telah

banyak berhasil dipakai di beberapa lokasi di masa lalu di

Kalimantan. Untuk memblok aliran air kanal yang cukup besar

(untuk saluran dengan ukuran kedalaman lebih dari 1 meter

dan lebar diatas 2 meter).

2. Sekat isi (Composite dam)

Page 96: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 87

Berbasis Masyarakat

Sekat isi terbuat dari dua buah atau lebih penyekat (dari papan

kayu atau kayu balok/gelondongan), yang diantara sisinya

setelah dilapisi lembaran plastik atau geotekstil, diisi dengan

bahan material gambut, pasir atau tanah mineral yang

dibungkus dengan karung-karung bekas (disarankan yang tidak

mudah rapuh jika terkena hujan dan panas, bahan geotextile

sangat dianjurkan).Bahan isian gambut, pasir atau tanah mineral

ini berfungsi sebagai pendukung struktur sekat agar sekat kanal

menjadi lebih kuat dan tahan terhadap tekanan air. Lapisan

bagian atas dari sekat ini dapat juga dipergunakan sebagai

jembatan penyeberangan atau jalur lalu lintas pejalan kaki atau

ditanami tumbuhan penguat sekat.

3. Sekat geser (slices)

Sekat geser merupakan pintu air yang dapat dikendalikan guna

mengatur debit aliran air sungai atau muka air tanah dan dapat

juga digunakan untuk mengatur aliran yang keluar dari suatu

saluran. Sekat geser terdiri dari dua lembar papan dengan

ketebalan masing-masing 2 - 5 cm (atau plat besi) yang dapat

digerakkan secara naik-turun melalui tali yang dilengkapi dengan

kerekan dan pipa PVC untuk membuang kelebihan air dari

bagian atas. Lembaran papan kayu yang digunakan untuk

membuat sekat geser harus dipilih dari bahan yang keras, kuat

dan tahan air (atau bisa juga menggunakan lembaran plat besi)

dan ditempatkan/dijepit di tengah-tengah antara dua tiang

balok.

Pergerakan naik-turunnya papan-papan ini disesuaikan dengan

tinggi air yang dikehendaki.Apabila tinggi air di dalam saluran

dan di dalam tanah ingin dinaikkan, maka kedua papan diatur

posisinya sedemikian rupa sehingga tutupan bidang muka air

Page 97: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 88

Berbasis Masyarakat

vertikal (luas penampang saluran) menjadi luas (besar), hal ini

diharapkan terjadi pada musim kemarau. Sedangkan pada

musim hujan dimana debit air yang ada pada saluran relatif

besar, maka kedua papan diposisikan di tengah-tengah dan

saling berhimpitan, sehingga air dari dalam saluran tetap dapat

mengalir keluar melalui celah bagian atas dan bawah papan

geser tersebut. Atau keduanya dihimpitkan pada posisi

menyentuh lantai saluran sehingga hanya separuh dari tinggi

air dalam saluran yang terlepaskan.

4. Sekat Plastik (Plastic dam)

Sekat plastik merupakan salah satu jenis sekat yang dapat

mengatur jumlah debit air yang mengalir pada suatu saluran,

sehingga tinggi muka air sebelum sekat akan naik dan akan

mengakibatkan kenaikan air tanah. Kelebihan debit air pada

saluran akan dialirkan/dibuang melalui saluran pembuangan

(spillway) yang ada di bagian tengah atas dari sekat tersebut.

Pengaturan letak saluran pembuangan disesuaikan dengan tinggi

muka air dalam kanal yang diinginkan, terutama di musim

kemarau dimana debit di dalam saluran relatif kecil. Sekat

plastik umumnya terbuat dari lembaran papan plastik yang

kedap air (impermeable). Secara ekonomis biaya sekat plastik

ini lebih mahal dari pada sekat kayu karena bahan ini susah

didapat disekitar lokasi dan jika ada mahal harganya, akan

tetapi sekat plastik mempunyai umur yang lebih lama.

5. Sekat beton semen

Sekat beton semen dianjurkan dibangun dilokasi-lokasi yang

langsung berhadapan dengan muara sungai atau pantai. Dimana

luapan air asin yang masuk ke kanal dapat mempengaruhi

produktifitas tanaman masyarakat dan kerusakan lebih jauh

Page 98: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 89

Berbasis Masyarakat

lahan gambut. Sekat kanal permanen dari beton semen

dikerjakan dengan mempertimbangkan biaya dan waktu, serta

manfaat yang diharapkan. Pengalaman di Desa Sungai Tohor,

Kecamatan Tebing Tinggi Timur, dimana sekat kanal permanen

dibangun menggunakan balok-balok beton dari semen. Sekat

kanal tipe ini, sangat direkomendasikan, meskipun tujuan lebih

kepada penghambatan intrusi air asin dan tersedianya air

dikanal-kanal sebagai air cadangan kalau terjadi kebakaran

lahan gambut disekitarnya.

Tahap Konstruksi

Setelah semua langkah-langkah yang tercantum pada tahap pra-

konstruksi terpenuhi, maka langkah berikutnya adalah

melakukan kegiatan penyekatan saluran. Berikut ini adalah

urutan kegiatan yang perlu dilaksanakan antara lain:

(a) Langkah-langkah persiapan

Tahapan ini meliputi tugas-tugas persiapan yang di dalamnya

termasuk: perolehan data, pembuatan disain, kajian analisis

dampak lingkungan (jika diperlukan), kegiatan penyekatan

saluran, perawatan dan pemantauan serta evaluasi. Terlepas

dari kegiatan konstruski penyekatan saluran yang sarat dengan

hal-hal keteknikan, maka kegiatan pendukung lainnya (seperti

kajian tentang sifat tanah, hidrologi, limnologi, keanekaragaman

hayati, kehutanan dan sebagainya) juga harus

dipersiapkan/mendapat perhatian awal yang memadai. Kajian

terhadap parameter-parameter ini akan sangat membantu dalam

mempersiapkan disain teknis dari sekat kanal yang akan

dibangun serta untuk memantau sejauh mana kegiatan

penyekatan tersebut nantinya berpengaruh terhadap kondisi

lingkungan di sekitarnya. Melibatkan masyarakat tempatan yang

Page 99: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 90

Berbasis Masyarakat

lebih paham terhadap kondisi lingkungannya, sangat diperlukan.

Pengetahuan lokal masyarakat tempatan dapat memberikan

jaminan efektivitas sekat kanal yang akan dibangun.

Pengetahuan masyarakat dapat bermanfaat dalam program ini.

(b) Bahan-bahan/materi yang digunakan

Materi/bahan-bahan sekat harus disesuaikan dengan

karakteristik hidrologis serta ukuran saluran yang akan ditutup.

Untuk itu perlu dibuatkan daftar/tabel yang berisikan nama-

nama bahan dan alat yang mesti disiapkan untuk dibawa ke

lapangan, dan ada individu yang bertanggung jawab untuk itu.

Bahan-bahan ini sebaiknya telah disiapkan di sekitar kanal yang

akan ditutup sebelum hari H pelaksanaanya, dimana sejumlah

masyarakat akan dilibatkan untuk menutup saluran. Kelengkapan

bahan-bahan yang akan digunakan hendaknya dicek terlebih

dahulu dan alat-alat yang akan digunakan harus berada dalam

kondisi baik dan siap pakai. Untuk meyakinkan bahwa seluruh

peralatan tersebut tidak tertinggal, maka sebaiknya sebuah

daftar alat dipersiapkan.

(c) Penetapan waktu penyekatan

Kegiatan penyekatan saluran sebaiknya dilaksanakan pada

musim kemarau. Pada musim kemarau, debit air di dalam

saluran pada umumnya kecil, sehingga memudahkan kegiatan

operasional pembangunan sekat di lapangan. Namun demikian,

jika akses menuju lokasi saluran hanya dapat ditempuh melalui

jalur sungai, maka musim kemarau akan mempersulit

transportasi para pekerja maupun bahan/materi untuk

membangun sekat. Untuk mengatasi hambatan semacam ini,

maka dapat diatasi dengan mengangkut bahan-bahan penyekat

pada musim hujan dan melakukan kegiatan penyekatannya pada

Page 100: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 91

Berbasis Masyarakat

musim kemarau. Ataupun memanfaatkan bahan-bahan yang

potensial bisa digunakan disekitar lokasi dimana sekat kanal

akan dibangun. Selain hambatan alam seperti disebutkan di

atas, jadwal waktu pelaksanaan penyekatan saluran. Sebaiknya

penetapan waktu kegiatan penyekatan kanal bersama

masyarakat direncanakan jauh hari sebelumnya dan dengan

melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, lembaga swadaya

masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat sebagai fasilitator

kegiatan.

(d) Kegiatan penyekatan kanal

Kegiatan ini meliputi: pembersihan lokasi penyekatan kanal,

membangun pondok untuk para pekerja (jika sekat yang

dibangun besar), pemasangan tiang-tiang dan pondasi dasar

dari kayu/balok, pemasangan papan/balok sekat lalu

melapisinya dengan lembar plastik/geotekstil dan pemasangan

pengancing (brancing) sekat. Untuk jenis sekat isi, perlu

dilakukan pengisian diantara dua lapis sekat yang dibangun

dengan tanah mineral/gambut yang dibungkus dengan karung

plastik berganda dengan bahan yang kuat (misal: bahan

geotextile). Karena sifat lahan gambut sangat gembur, padahal

tekanan air di dalam saluran yang disekat nantinya akan sangat

kuat (terutama pada saluran yang berukuran lebar > 3 m), maka

untuk mencegah kebocoran atau rusaknya sekat disarankan

sbb:

1. Balok penguat yang dipasang melintang di dalam kanal,

juga tiang papan yang dipasang tegak harus menembus

lapisan gambut jauh ke samping kiri-kanan kanal ke

darat (disarankan sekurangnya 2 meter dari kedua tepi

saluran). Tiang vertikal harus ditancapkan ke lantai kanal

Page 101: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 92

Berbasis Masyarakat

hingga menembus lapisan tanah mineral di bawahnya.

Hal ini untuk mencegah kerusakan sekat akibat tekanan

air melalui pinggiran maupun bawah sekat.

2. Pada bagian tengah sekat harus dibuatkan saluran

pembuang (spillway). Saluran ini harus mampu

membuang kelebihan air di musim hujan tapi masih

cukup mampu menahan air pada bagian hulunya di

musim kemarau. Jadi, ukuran spillway dibuat tidak terlalu

dalam (kedalaman 30 cm dari permukaan sekat sudah

memadai).

3. Diantara 2 buah sekat yang dibangun di dalam saluran

dapat dibangun beberapa parit buntu dengan kedalaman

sekitar 30 cm dan kemiringannya menuju ke kiri & kanan

lahan berhutan (ke darat). Tujuannya adalah untuk

mengurangi tekanan air pada sekat, sehingga sekat tidak

mudah rusak dan juga agar lahan gambut disekitar

saluran yang ditabat menjadi basah sehingga api (jika

terjadi kebakaran) akan sulit menjalar ke lahan gambut

(hutan) sekitarnya.

4. Penanaman vegetasi di atas timbunan sekat sangat

dianjurkan agar sekat menjadi lebih kuat.

5. Penanaman tanaman air di perairan sekitar sekat (bagian

hulu dan hilir sekat) juga dapat dilakukan untuk

melindungi sekat dari lajunya aliran air.

6. Membuat kanal-kanal kecil yang berfungsi mengalirkan

air dari kanal yang telah disekat, sehingga aliran air

kelateral atau kesamping dapat menjangkau lebih jauh,

gambut kering menjadi lebih basah atau lembab.

Page 102: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 93

Berbasis Masyarakat

Sehingga lahan gambut tidak mudah ter ataupun

dibakar.

Tahap Pasca Konstruksi

Kegiatan pasca konstruksi meliputi perawatan dan pemantauan

terhadap kanal yang telah disekat. Partisipasi masyarakat secara

swadaya akan dengan sendirinya dilakukan bila sekat kanal

yang dibangun telah melalui tahapan-tahapan yang selalu

diketahui dan diterima oleh masyarakat. Terutama masyarakat

tempatan yang telah mempunyai kelembagaan desa. Dapat

menyepakai mekanisme bagaimana perbaikan-perbaikan sekat

dengan dana yang berasal dari desa ataupun dari iuran

masyarakat yang langsung mendapatkan manfaat dari

terbangunnya sekat kanal. Sekat kanal milik masyarakat

sebaiknya perawatan dan pemantauan terhadap penyekat

dilakukan oleh masyarakat yang bersangkutan dengan

arahan/bimbingan dari pihak instansi teknis terkait. Kanal yang

telah disekat baik dengan menggunakan bahan bahan

sederhana/lokal yang diperoleh dari sekitar lokasi (misal papan

kayu, balok, tanah mineral/gambut, dan sebagainya) maupun

dengan bahan-bahan lain yang diperoleh dari toko (plat besi,

plastik, dan sebagainya), seluruhnya memerlukan perawatan

Sekat-sekat kanal ini, terutama yang terbuat dari bahan

sederhana, pada bagian tepinya mudah mengalami penggerusan

oleh air saat musim hujan/banjir dan/atau dirusak oleh

binatang maupun manusia yang tidak menginginkan adanya

sekat tersebut. Air gambut yang bersifat asam dapat bersifat

korosif terhadap materi sekat yang terbuat dari bahan logam.

Pengalaman membangun sekat kanal bersama masyarakat di

Desa Tanjung Leban, Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten

Page 103: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 94

Berbasis Masyarakat

Bengkalis, barangkali dapat menjadi model ditempat lain.

Dengan menggunakan teknik yang mudah dipahami oleh

masyarakat lokal dan bahan-bahan lokal yang tersedia di desa

dan sekitar desa, selain itu penggunaan biaya yang cukup

efisien tergantung dari dalam dan lebarnya saluran yang akan

di sekat (Gambar 1). Meskipun harus dipertimbangkan pemilihan

bahan-bahannya, karena akan berpengaruh terhadap berapa

lama bertahan sekat yang dibuat.

Gambar 1. Pembuatan Sekat kanal; (a) Sekat Kanal di saluran

kecil; (b) Sekat Kanal disaluran lebih lebar

Teknik sederhana penyekatan kanal ataupun saluran-saluran air,

menjadi lebih efektif untuk cadangan air saat musim kemarau

tiba, mempermudah pemadaman bila terjadi kebakaran, karena

sumber-sumber air dapat dengan cepat di temukan. Teknik

penyekatan ini mempunyai sistem sederhana dalam mengatur

ketinggian muka air yang secara otomatis terjadi pengaturan

jika debit air berubah di saluran atau kanal yang disekat.

Meskipun demikian, penggunaan karung dan terpal plastik yang

lebih tahan haruslah dipertimbangkan.Pengalaman masyarakat

(a) (b)

Page 104: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 95

Berbasis Masyarakat

dengan penggunaaan bahan-bahan yang telah dicoba hanya

dapat bertahan sekitar dua tahun. Penggunaan bahan-bahan

yang lebih mempunyai daya tahan lama, seperti penggunaan

geotextil perlu dipertimbangkan jika dana cukup tersedia dalam

kegiatan penyekatan. Pembangunan sekat kanal dalam bentuk

permanen dan non permanen perlu dipertimbangkan, sesuai

dengan berbagai pertimbangan, seperti adanya luapan air asin.

Seperti yang dikerjakan di Sungai Tohor (Gambar 2).

Gambar 2. (a) Sekat Kanal Permanen, dan (b) Sekat Kanal

non permanen

PENANAMAN VEGETASI ASLI SETELAH REWETTING

Setelah sekat kanal dibangun, pengaruh muka air tanah gambut

disekitarnya akan naik dan mengalir lebih jauh dari pinggir

saluran yang disekat. Hal ini dapat dicirikan dengan basahnya

lahan gambut di sekitar saluran. Kondisi demikian selain dapat

mencegah terbakarnya gambut, juga lahan gambut telah siap

untuk dilakukan penanaman, terutama dengan jenis tanaman

asli yang adaftif dengan suasana basah atau tergenang.

Kegiatan menanam jenis-jenis pohon asli hutan rawa gambut

(a) (b)

Page 105: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 96

Berbasis Masyarakat

selain diharapkan dapat mengembalikan fungsi ekologis lahan

gambut juga diharapkan dikemudian hari dapat menjadi

”tabungan pohon/kayu” bagi masyarakt di sekitarnya. Meskipun

perlu dipertimbangkan sistem tumpang sari atau agroforestry

dengan jenis-jenis tanaman yang dapat mengasilkan dalam

jangka pendek seperti nenas dan tanaman karet.

Kegiatan penanaman vegetasi asli pada lahan gambut bekas

terbakar telah dikerjakan dalam kurun waktu empat tahun

terakhir ini di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu,

Kabupaten Bengkalis Riau. Jenis-jenis pohon asli hutan rawa

gambut sangat menjanjikan untuk digunakan dalam kegiatan

penanaman dalam area yang lebih luas. Tingkat survival semua

jenis anakan pohon berkisar antara 75,3% sampai 100%.

Spesies pohon dengan survival tertinggi adalah Palaquium

sumatranum (100%) dan Cratoxylon arborescens (100%), diikuti

oleh Tetramerista glabra (96,3%) dan Palaquium burckii (88,2%),

tingkat survival terendah yaitu Dyera lowii (75,3%). Laju

pertumbuhan tertinggi adalah Cratoxylon arborescens diikuti

Tetramerista glabra, Dyera lowii, dan Palaquium sumatranum

(Gambar 3).

Penanaman jenis-jenis pohon selain diupayakan untuk tujuan

konservasi juga didesain memberikan manfaat ekonomi,

terutama untuk meningkatkan partsipasi masyarakat tempatan.

Sukses dari kegiatan penanaman haruslah dipahami sebagai

salah satu komponen penting yaitu kepedulian dan peran serta

aktif masyarakat meningkat. Masyarakat tempatan memahami

lahan gambut bekas terbakar dapat kembali dimanfaatkan,

tetapi tidak hanya dengan jenis tanaman pertanian yang selama

ini dikembangkan, tetapi mempertimbangkan jenis-jenis asli yang

memang adaftif dengan lahan gambut lembab atau basah

Page 106: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 97

Berbasis Masyarakat

seperti jenis pohon Dyera lowii (penghasil getah), Palaquium

sumatranum (buah dan biji digunakan untuk membuat minyak

goreng), Shorea uliginosa (prospek bioetanol) dan Callophylum

lowii (prospek biodiesel).

Gambar 3. Penanaman jenis-jenis pohon asli hutan rawa

gambut digunakan untuk kegiatan pemulihan gambut bekas

terbakar (Lokasi eksperimen di desa Tanjung Leban, Kec. Bukit

Batu, Kabupaten Bengkalis, Riau).

Penanaman jenis-jenis pohon asli hutan rwa gambut telah

dikerjakan di Kalimantan dan Jambi. Pemilihan jenis-jenis pohon

asli menjadi penting dalam kegiatan rehabilitasi. Terutama jenis-

jenis pohon yang tumbuh di lahan gambut basah. Berikut ini

adalah jenis-jenis tanaman asli yang dapat ditanam di sekitar

saluran yang telah di tabat (Wibisono et al, 2005):

1. Jelutung rawa (Dyera loowi)

2. Pulai (Alstonia pneumatophora)

3. Meranti rawa (Shorea sp.)

4. Terentang (Campnosperma macrophylum)

5. Tumih (Combretodatus rotundatus)

Page 107: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 98

Berbasis Masyarakat

6. Keranji (Dialium hydnocarpoides)

7. Punak (Tetramesitra glabra)

8. Resak (Vatica sp.)

9. Rengas (Melanoorhoea walichii)

10. Belangeran (Shorea belangeran)

11. Ramin (Gonystylus bancanus)

12. Durian hutan (Durio carinatus)

13. Kempas (Koompassia lalaccensis)

TEKNIK PENANAMAN

Teknik penanaman vegetasi asli di lahan gambut bekas terbakar,

perlu memperttimbangkan beberapa hal antara lain:

1. Kondisi hidrologis lahan gambut bekas terbakar,

misalnya menggali informasi terlebih dahulu, seberapa

lama lahan gambut kering dan seberapa lahan gambut

tergenang, dan seberapa dalam tergenangnya.

2. Persiapkan anakan/bibit yang sudah dikondisikan dan

siap ditanam, dengan kriteria bibit vegetasi adalah

sesuai dengan kondisi gambut yang basah atau lembab.

Biasanya sulit mendapatkan bibit-bibit tersebut. Maka

bisa dilakukan pembelian di desa-desa yang mempunyai

kegiatan pembibitan anakan pohon asli hutan rawa

gambut, misalnya: Desa Temiang, Kecamatan Bukit Batu,

Bengkalis. Ataupun dapat mengambil anakan pohon

hutan rawa gambut disekitar desa, dimana masih

terdapat hutan-hutan alaminya.

Teknik Line Planting

Line akan dipasang diarah barat-timur dengan lebar yang

ditentukan sehubungan dengan ketinggian dasar (5-10 m).

Kemudian jarak antara garis yaitu 5-10 m, dan jenis pohon

Page 108: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 99

Berbasis Masyarakat

didaerah tersebut telah dipilih untuk penanaman. Jenis-jenis

yang bisa ditanam dengan sistem ini yaitu Shorea spp,

Gonytylus bancanus, Callophylum lowii, Palaquium sumatranum,

Tetramerista glabra dan Cratoxylon arborescens.

Teknik Gap Planting

Ukuran dari Gap bervariasi, dengan mempertimbangkan kondisi

tutupan lokasi penanaman. Pembuatan gap dapat berukuran

adalah 10 m x 10 m. Vegetasi asli yang dapat ditanam antara

lain: Jelutung (Dyera lowii), Palaquium sumatranum, Palaquium

burckii, Callophyllum lowii, Cratoxylon arboresecens,

Tetrameristra glabra, Madhuca motleyana, Xylophia ferruginea,

Vatica rassak, dan Paratocarpus trianda). Metoda penanaman

yang dapat diterapkan yaitu (Gambar 4).

1. Metoda normal planting, yaitu digali lubang pada tanah

gambut, kemudian bibit ditanami pada lubang tersebut.

2. Metoda Hill planting, tanah gambut merupakan akumulasi

sebagai bukit dan bibit ditanam di bukit ini.

Gambar 4. Metode Normal dan Hill Planting

Page 109: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 100

Berbasis Masyarakat

DAFTAR PUSTAKA

Suryadiputra, I N.N., Alue Dohong, Roh, S.B. Waspodo, Lili

Muslihat, Irwansyah R. Lubis, Ferry Hasudungan, dan Iwan

T.C. Wibisono. 2005. Panduan Penyekatan Parit dan

Saluran di Lahan Gambut Bersama Masyarakat. Proyek

Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia.

Wetlands International – Indonesia Programme dan

Wildlife Habitat Canada. Bogor.

Wibisono, I.T.C., Labueni S dan I N.N. Suryadiputra. 2005.

Panduan Rehabilitasi dan Teknik Silvikultur di Lahan

Gambut. WI-IP/PHKA.

Page 110: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 101

Berbasis Masyarakat

INISIASI DAN OPTIMALISASI KELEMBAGAAN

MASYARAKAT DESA DALAM PENCEGAHAN

KARHUTLA

Arifudin

PENDAHULUAN

Kejadian kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), khususnya pada

lahan gambut yang menghasilkan asap, menjadi persoalan yang

sangat menghawatirkan ditinjau dari semua aspek: kesehatan;

ekonomi; pendidikan; dan hubungan internasional. Salah satu

upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan persoalan ini adalah

melalui gerakan masyarakat yang dilakukan secara massif dan

sistematif. Masyarakat yang tinggal pada lahan gambut dapat

berperan aktif melalui serangkaian aktifitas yang bertujuan

memperkuat kapasitas masyarakat dalam mencegah terjadinya

kejadian Karhutla.

Terpenuhinya kapasitas masyarakat dapat dilakukan melalui

Pendampingan oleh pihak ketiga. Pihak ketiga tersebut, dapat

berasal dari berbagai pihak yang memiliki kemampuan untuk

melakukan Pendampingan kepada masyarakat. Universitas Riau

Page 111: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 102

Berbasis Masyarakat

memiliki kemampuan dalam melakukan kegiatan Pendampingan,

dengan menempatkan program kuliah kerja nyata (Kukerta)

tematik pencegahan Karhutla. Dimana mahasiswa menjadi orang

ketiga yang berfungsi sebagai pendamping masyarakat. Dalam

kontek ini, masyarakat adalah subjek yang merencanakan

kegiatan, melaksanakan kegiatan, mengevaluasi kegiatan, dan

merasakan manfaat dari kegiatan yang dilakukan. Sedangkan

mahasiswa itu sendiri sebagai pendamping masyarakat yang

menjalankan peran fasilitator kegiatan pencegahan karhutla.

Berikut disajikan beberapa aktifitas pendampingan dalam

kegiatan pencegahan Karhutla dilahan gambut yang meliputi

beberapa kegiatan: (1) Penguatan Kelembagan Penanggulangan

Karhutla di Desa; (2) Pembentukan Desa dan Sekolah Siaga

Bencana; (3) Pembuatan Informasi Peringatan Dini; (4)

Penyusunan Rencana Strategis Desa; (5) Penyusunan Peraturan

Desa; (6) Diversifikasi Mata Pencaharian Masyarakat; (7) dan

Pemberdayaan Masyarakat Peduli Api. Sebagian besar materi

dari konsep yang digunakan dalam pencegahan Karhutla ini,

diadopsi dari buku yang berjudul Pencegahan Kebakaran Hutan

dan Lahan Berbasis Desa di Areal Gambut, Edisi ke-2 (2014),

yang disusun bersama oleh Anna Sylviana Kartika (Kemenhut

RI), Isbanu (BBKSDA Riau), Besri Nasrul (Unri), Arifudin (Unri),

Robinson (Unila/Kementrian Pertanian), dan Maswadi (UNTAN)

yang diterbitkan oleh Kementrian Kehutanan c.q Direktorat

Pengendalian Kebakaran Hutan bekerjasama dengan Japan

Internasional Corporate Agency (JICA).

Page 112: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 103

Berbasis Masyarakat

PENGUATAN KELEMBAGAAN DESA1

Latar Belakang

Potensi kelembagaan desa, dapat dimanfaatkan sebagai modal

sosial dalam pendampingan kelembagaan yang terkait dengan

tujuan pencegahan Karhutla. Cara untuk mengetahui potensi

kelembagaan dalam pelaksanaan pendampingan desa adalah

dengan inventarisasi keberadaan kelompok dan sumber daya

manusia kelompok tersebut. Inventarisasi kelompok desa

merupakan kegiatan pengumpulan data terkait dengan potensi

kelompok, kelompok, dan permasalahan kelompok desa yang

sudah ada. Setelah dilakukan inventarisasi kelompok dan

sumberdaya manusia yang ada di desa, dapat dilanjutkan

dengan pengembangan kelembagaan desa sesuai dengan

potensi setiap lembaga. Kegiatan ini menjadi kegiatan awal yang

dapat dilakukan oleh mahasiswa.

Tujuan

Tujuan inventarisasi kelompok desa adalah untuk melihat

keadaan dari kelembagaan yang sudah terbentuk di masyarakat

dan peluang untuk pengembangannya.

Manfaat

Memudahkan mahasiswa untuk menentukan langkah-langkah

dalam kegiatan Pendampingan melalui pengaktifan kelompok-

kelompok yang terdapat di desa.

1 diadopsi dari buku Panduan Pencegahan Kebakarakan Hutan Dan Lahan Berbasis Desa di Arela Gambut , Seri-5:Rencana Pencegahan Kebakaran Melalui Pengaktifan Kelompok

Page 113: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 104

Berbasis Masyarakat

Pelaksanaan Pendampingan

Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam pemdapingan

penguatan kelembagaan adalah, sbb:

a) Menentukan informan kunci seperti Kades, Sekdes, BPD,

tokoh pemuda.

b) Mengindentifikasi dan menganalisis kelompok desa yang

formal atau informal berdasarkan profil desa atau

sumber lainnya bersama Aparat Desa, BPD, dan LPM:

‐ Nama-nama kelompok desa dan bidangnya (bidang

ekonomi, sosial, agama dll)

‐ Alamat kelompok desa (RW, RT)

‐ Daftar nama ketua/pengurus masing-masing

kelompok desa.

c) Setelah mendapatkan profil kelompok desa,

kelompokkanlah sesuai dengan tujuan program

Pendampingan pada Tabel 6.1.

Tabel 6.1. Jenis Kelompok berdasarkan aktifitas

JENIS KELOMPOK

BERDASARKAN AKTIFITAS CONTOH KELOMPOK

Formal Aparat Pemerintahan Desa,

Badan Permusyawaratan

Desa (BPD), Lembaga

Pemberdayaan Masyarakat

(LPM)

Ekonomi dan Pertanian Koperasi Unit Desa (KUD),

Arisan, Lembaga Keuangan

Mikro Pedesaan (LKMP),

Kelompok Usaha Bersama

(KUB), Simpan Pinjam

Perempuan (SPP), Kelompok

Tani, Gabungan Kelompok

Tani (Gapoktan)

Page 114: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 105

Berbasis Masyarakat

JENIS KELOMPOK

BERDASARKAN AKTIFITAS CONTOH KELOMPOK

Adat dan Suku Lembaga Adat Melayu

(LAM), Laskar Melayu Riau,

Ikatan Masyarakat Sunda,

Ikatan Masyarakat Jawa

Keagamaan Wirid, Yasinan, Ikatan

Remaja Masjid.

Sosial dan lingkungan Siskamling, Masyarakat

Peduli Api (MPA)

d) Setelah tersusun profil kelompok, lakukan kunjungan rumah

berdasarkan nama-nama pengurus kelompok tersebut.

e) Saat wawancara dengan pengurus kelompok sampaikan

bahwa akan dilakukan Focus Group Discussion (FGD)

bersama pengurus tersebut mengatur topik, waktu, tempat,

dan calon peserta. Setelah wawancara dilaksanakan, tim

mahasiswa menyusun:

‐ Evaluasi kegiatan wawancara dan hasil wawancara

‐ Tugas dan peran dalam FGD (fasilitator, notulen,

motivator, nara sumber)

‐ Materi FGD berdasarkan Potensi, masalah, dan harapan

masyarakat.

‐ Jadwal Kegiatan Wawancara dan FGD

‐ Peralatan dalam pelaksanaan (plano, spidol, kertas, dll)

f) Lakukanlah FGD setelah melakukan wawancara terhadap

masing-masing pengurus kelompok, masyarakat dan aparat

desa, sehingga waktu dan topik bahasan tidak tumpang

tindih. Libatkan pengurus kelompok, masyarakat, dan aparat

desa dalam menyusun tema FGD.

Page 115: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 106

Berbasis Masyarakat

Tabel 6.2. Topik Wawancara dan FGD Kelembagaan

TOPIK WAWANCARA TOPIK FGD

‐ Kelompok (ketua, sekretaris,

bendahara, anggota) dan tahun

berdirinya

‐ Jadwal keseharian

‐ Aktif atau tidak pengurus

kelompok desa

‐ Bagaimana hubungan kelompok

desa dengan masyarakat

‐ Manfaat Kelompok untuk

masyarakat

‐ Potensi pengembangan

kelompok desa menurut

masyarakat

‐ Masalah yang dihadapi

kelompok desa menurut

masyarakat

‐ Kegiatan yang dilakukan

kelompok (rencana kerja)

‐ Aturan main kelompok (AD/ART,

peraturan kelompok),

‐ Harapan dan masukan tentang

aktivitas kelompok desa oleh

pengurus kelompok, masyarakat,

tokoh masyarakat, aparat desa

(RW, RT, Kadus)

‐ Asumsi/tanggapan pengurus

kelompok, masyarakat, tokoh

masyarakat, aparat desa (RW,

RT, Kadus) tentang hubungan

aktivitas kelompok desa dengan

tujuan kegiatan Pendampingan

misalnya PLTB.

‐ Jenis-jenis lembaga

yang ada di desa.

‐ Aktif atau tidak

pengurus kelompok

desa

‐ Manfaat kelompok

desa untuk

masyarakat

‐ Rencana kerja

kelompok

‐ Aturan main kelompok

desa(AD/ART)

‐ Potensi pengembangan

kelompok desa

menurut masyarakat,

aparat desa

‐ Masalah yang dihadapi

kelompok desa

menurut masyarakat,

aparat desa

‐ Harapan dan masukan

tentang aktivitas

kelompok desa oleh

aparat desa

‐ Koordinasi kegiatan

kelompok desa dengan

aparat desa

Page 116: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 107

Berbasis Masyarakat

PEMBENTUKAN DESA DAN SEKOLAH SIAGA BENCANA

Latar Belakang

Kemampuan Desa dalam manajemen bencana pada umumnya

masih lemah, khususnya dalam pengendalian Karhutla. Hal ini

disebabkan oleh lemahnya kelembagaan desa, sumberdaya

manusia dan sarana dan prasarana dalam pengendalian

karhutla. Pada umumnya masyarakat menuntut ketersediaan alat

pemadam kebakaran hutan dan lahan yang lebih memfokuskan

pada pemadaman. Padahal dalam kejadian bencana asap,

kegiatan pencegahan kebakaran karhutla lebih penting daripada

pemadaman itu sendiri. Oleh sebab itu perlu membentuk desa

yang siap bencana dan juga penyiapan kesadaran dini melalui

kegiatan pendidikan disekolah-sekolah melalui kurikulum mulai

sejak dini (PAUD), hingga sekolah menengah atas (SMA).

Tujuan

Menyiapkan kapasitas desa dan sekolah (PAUD, SD, SMP dan

SMA) dalam menghadapi bencana asap yang disebabkan oleh

karhutla

Manfaat

Kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana asap.

Pembentukan Desa Siaga Bencana

Pembentukan desa siaga bencana dapat dilakukan sinergis

dengan penguatan kelembagaan Desa. Setelah didapatkan data

potensi lembaga, maka mahasiswa dapat melakukan

pendampingan Desa dalam mengahadapi bencana. Hal ini dapat

dilakukan dengan tahapan pelaksanaan, sbb:

1. Mahasiswa dapat melakukan sosialisasi dampak bencana

dari berbagai aspek yang meliputi, dampak terhadap

Page 117: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 108

Berbasis Masyarakat

kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan hubungan

internasional.

2. Mahasiswa mendampingi kegiatan identifikasi peran

masing-masing lembaga untuk menghadapi bencana.

Sebagai contoh, peran pemerintah desa dan BPD dalam

menyusun rencana strategis dan peraturan desa dan

Peran kelompok tani sebagai Masyarakat Peduli Api.

3. Mahasiswa dapat membantu daftar kebutuhan desa dari

pencegahan, peringatan dini karhutla, dan kebutuhan jika

terjadi karhutla.

4. Mahasiswa dapat membantu penyiapan lokakarya peran

Desa dalam mengahadapi bencana dengan

mendatangkan pembicara dari ahli, baik dari dinas

terkait, maupun perguruan tinggi.

Pembentukan Sekolah Siaga Bencana

Kesadaran akan bahaya bencana karhutla dapat ditanamkan

melalui pendidikan sekolah. Sekolah adalah lembaga strategis

yang menjadi sasaran bagi mahasiswa untuk melakukan

kegiatan pemberian pemahaman tentang dampak kesalahan

dalam mengelola lingkungan. Kegiatan yang dapat dilakukan

oleh mahasiswa pada setiap sekolah adalah, sbb:

1. Mahasiswa dapat melakukan sosialisasi dampak bencana

asap yang disebabkan oleh karhutla bersama guru-guru

yang ada pada setiap tingkatan sekolah (PAUD, TK, SD,

SMP, dan SMA)

2. Membuat semacam game-game menarik dan kreatif yang

dapat menumbuhkan kesadaran akan lingkungan

3. Membuat perlombaan dalam bentuk kompetisi yang

kreatif dengan tema-tema lingkungan. Sebagai contoh

lomba pidato, lomba poster dengan tema Karhutla.

Page 118: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 109

Berbasis Masyarakat

4. Mahasiswa dapat mendampingi guru-guru bidang ilmu

pengetahuan alam untuk memasukkan materi karhutla

kedalam kurikulum yang akan diajarkan.

SISTEM PELAPORAN DINI KEBAKARAN2

Latar Belakang

Sistem Pelaporan Dini Kebakaran (SPDK), yaitu sistem pelaporan

yang relevan dengan pencegahan kebakaran secara terpadu.

Diharapkan keluaran SPDK dapat dipergunakan oleh pranata

(masyarakat, aparat desa, pemerintah daerah, dan pusat) untuk

mendukung dan merencanakan upaya pencegahan kebakaran

yang efektif, efisien, memadai dan tepat sasaran. Mekanisme

pelaksanaan SPDK dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:

a) SPDK menggunakan kearifan lokal misalnya melalui

media pengeras suara, kentongan, tiang listrik, kepada

seluruh masyarakat yang berada di sekitar lokasi

kejadian kebakaran.

b) SPDK menggunakan media misalnya pesan elektronik

(short message service) atau menelepon (on call) kepada

nomor terpusat, pembentukan sekretariat bersama,

penjagaan pintu masuk lokasi rawan kebakaran, dll.

Tujuan

Adapun tujuan dari SPDK adalah: (1) Untuk memberikan

pelaporan yang efektif dan cepat kepada elemen

desa/kecamatan/kabupaten melalui SPDK; (2) Untuk

memberikan pelaporan kepada masyarakat.

2 Diadopsi dari buku pencegahan kebakaran hutan dan lahan berbasis Desa di Areal Gambut, Seri 4: Pelaksanaan Pencegahan kebakaran melalui Tata Kelola Lahan

Page 119: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 110

Berbasis Masyarakat

SPDK dengan Siskamling

SPDK dengan Sistem Keamanan Lingkungan (Siskamling)

merupakan upaya memadamkan kejadian kebakaran kecil di

tingkat desa. Sistem ini menggunakan kearifan lokal melalui

media sarana yang tersedia di tingkat desa misalnya kentongan,

bendera, tiang listrik, dan media lainnya untuk pemberitahuan

kepada seluruh masyarakat yang berada disekitar daerah

kebakaran.

Gambar 1. Mekanisme dan Alur Bagan SPDK dengan

Siskamling

Masyarakat yang lahannya terbakar atau melihat kebakaran

hutan/lahan langsung memadamkan dengan alat yang ada dan

segera membunyikan kentongan atau alat lainnya untuk

mendapatkan bantuan tenaga pemadaman dari masyarakat

sekitarnya.

a) Pengeras suara. Pengeras suara merupakan pilihan untuk

mengkomunikasikan kondisi kerawanan atau bahaya

kebakaran dalam wilayah sangat terbatas. Dengan

pengeras suara, pesan kesiagaan dapat diulang-ulang

serta isi pesan diperkuat lewat media lain (bendera).

Sebagai sebuah pilihan, cara komunikasi ini hendaklah

memanfaatkan prasarana yang sudah ada sehingga tidak

perlu disediakan khusus. Di tingkat desa mungkin dapat

dipergunakan pengeras suara yang ada di masjid, di

sekolah atau di kantor desa, atau tiang listrik.

Masyarakat

atau Kelompok

Masyarakat

Kentongan,

Bendera, tanda

lainnya

Seluruh

Masyarakat

desa

Page 120: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 111

Berbasis Masyarakat

b) Kentongan. Kentongan adalah alat komunikasi

tradisional yang cukup akrab dengan kehidupan

masyarakat di Indonesia baik di perkotaan maupun

pedesaan. Kesesi pesan yang disampaikan lewat

kentongan hendaknya tidak terlalu banyak, misalnya

cukup hanya mengingatkan jika bahaya kebakaran

semakin dekat dan mengancam pemukiman sehingga

tindakan penanggulangan dapat dilaksanakan saat itu

juga.

SPDK dengan Sistem Nomor Terpusat

SPDK dengan Sistem Nomor Terpusat dilakukan menggunakan

media telepon. Telepon dapat dikatakan merupakan sarana

telekomunikasi paling dasar dan tersedia hampir pada semua

masyarakat. Lewat jaringan telepon berbagai informasi dapat

dikomunikasikan dengan mudah. Informasi yang berisi saran

tindak juga dengan mudah disampaikan. Kategori telepon

mencakup telepon genggam dan telepon satelit (Inmarsat), yang

walaupun mobilitasnya tinggi, tapi manfaatnya terbatas akibat

mahalnya biaya koneksi.

Masyarakat atau kelompok masyarakat yang mengetahui

langsung terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan menggirim

pesan (SMS) atau menelepon ke nomor khusus. Nomor ini

merupakan milik publik sehingga nomornya singkat, mudah

diingat, dan bebas biaya. Untuk mencegah penyalahgunaan

maka mekanisme SPDK mengikuti alur pemadaman kebakaran

di Indonesia, yaitu tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi,

dan pusat. Masing-masing tingkatan mempunyai sistem nomor

terpusat sesuai dengan otoritas wilayahnya (Gambar 6.2).

Page 121: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 112

Berbasis Masyarakat

Nomor Terpusat

Desa

Nomor Terpusat

Kecamatan

Nomor Terpusat

Kabupaten

Nomor Terpusat

Provinsi

Nomor Terpusat

Nasional

Masyarakat

Camat Bupati Gubernur Menko

Kesra/

Kemenhut

Kepala

Desa

Gambar 2. Mekanisme dan Alur Bagan SPDK dengan Nomor

Terpusat

Masyarakat yang lahannya terbakar atau melihat kebakaran

secara langsung dapat memadamkan dengan alat yang ada dan

segera mengirim pesan atau menelepon kepada Kepala Desa

melalui nomor terpusat desa. Kepala Desa memerintahkan MPA

memadamkan kejadian kebakaran. Apabila kebakaran tidak

dapat dipadamkan, Kepala Desa mengirim pesan atau

menelepon kepada Camat melalui nomor terpusat kecamatan

dan Camat memerintahkan seluruh Regu Pemadam Kecamatan

(RPK) dengan dibantu MPA dari desa lain pemadaman. Apabila

kebakaran tidak dapat dipadamkan, Camat mengirim pesan atau

menelepon kepada Bupati (Satlakdarkarhutla) melalui nomor

terpusat kabupaten. Bupati mengirim pesan atau menelepon

kepada kepada Gubernur (Pusdarkarhutla) melalui nomor

terpusat provinsi. Gubernur mengirim pesan atau menelepon

kepada Menteri melalui nomor terpusat nasional.

SPDK Sistem Ronda Anti Api

SPDK dengan Sistem Ronda Anti Api merupakan gerakan sosial

penanggulangan bersama terhadap kebakaran hutan dan lahan.

Komunitas masyarakat desa dapat dikelompokan menjadi

Page 122: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 113

Berbasis Masyarakat

penduduk asli dan pendatang. Komunitas ini perlu

dipertimbangkan sebagai unit komunitas yang berhak

mendapatkan operasional dan keuntungan dari upaya

pencegahan kebakaran hutan dan lahan dalam rencana

pembangunan desa.

Rangkaian kegiatan inovasi pengembangan sistem ronda anti

api:

a) Pengembangan partisipasi masyarakat

b) Pengembangan partisipasi kebijakan politik pembangunan

c) Pengembangan kapasitas MPA.

Tugas masyarakat sebagai tim ronda anti api:

a) Isi absen

b) Ronda di sekitar pemukiman, ladang, kebun, dan lahan

tidur

c) Isi buku catatan ronda

PENYUSUNAN RENCANA STRATEGIS DESA3

Latar Belakang

Penyusunan rencana strategis (Renstra) desa merupakan bagian

tidak terpisahkan dari pembangunan desa. Dalam pembangunan

desa dibutuhkan perencanaan yang terukur dan sistematis.

Renstra ini memberikan arahan yang jelas tentang pembangunan

yang akan dilakukan sesuai dengan potensi yang dimiliki.

Penyusunan Renstra juga memudahkan pemerintah desa dalam

menyusun program tahunan, jangka menengah dan jangka

panjang. Khusus untuk desa-desa yang tergolong rawan

3 Diadopsi dari buku pencegahan kebakaran hutan dan lahan berbasis Desa di Areal Gambut Seri-5:Rencana Pencegahan kebakaran melalui Pengaktifan Kelompok

Page 123: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 114

Berbasis Masyarakat

kebakaran, Renstra yang disusun harus memuat arahan tentang

permasalahan, potensi, dan pemecahan kebakaran hutan dan

lahan

Tujuan

Kegiatan ini bertujuan agar desa mempunyai Renstra dengan

memperhatikan permasalahan kebakaran lahan dan hutan.

Manfaat

Dengan adanya Renstra, pemerintah desa/kelompok mempuyai

arahan yang jelas tentang kegiatan pembangunan yang akan

dilaksanakan berdasarkan potensi yang dimiliki.

Tahapan Pelaksanaan

Berikut tahapan pelaksanaan pendampingan penyusunan

Renstra yang dapat dilakukan oleh mahasiswa.

1. Pembentukan Tim Renstra

Pembentukan tim renstra dilaksankan berdasarkan surat

keputusan (SK) kepala desa. Pihak-pihak yang terlibat adalah

sbb:

a) Ketua Tim : Kepala Desa

b) Anggota :

‐ Ketua Badan Permusyawaratan Desa dan

anggota

‐ Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat

‐ Kepala Dusun/Ketua Rukun Warga/Ketua

Rukun Tetangga

‐ Tokoh Agama/Tokoh Adat

‐ Tokoh Pemuda

Page 124: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 115

Berbasis Masyarakat

2. Pengarahan dan Pemberian Pemahaman tentang Renstra

oleh Mahasiswa.

Bagaimana cara melakukannya?

a) Mahasiswa dapat membawa contoh renstra desa ditempat

lain yang sudah memasukkan pentingnya pencegahan

kebakaran hutan dan lahan.

b) Mahasiswa dapat mendatangkan nara sumber dari

perguruan tinggi, kecamatan, ataupun orang yang

mengerti dan meberikan pemahaman tentang Renstra

c) Mahasiswa menjelaskan pengertian dan bagaimana cara

menyusun renstra yang baik.

3. Pembagian Tugas Tim Renstra

Bagaimana dan apa saja tugasnya?

a) Mahasiswa dapat mengarahkan pembagian tugas bidang

tim Renstra sesuai dengan minat dan keahlian dari Tim

Renstra

b) Setiap Bidang diarahkan untuk menyusun

Isu-isu (masalah) strategis Desa, adalah masalah utama

yang menjadi penghambat pembangunan seperti

kebakaran lahan gambut (dapat digunakan data

penggalian informasi dan potensi yang telah

diidentifikasi dan dilokakaryakan pada tahap awal

kegiatan)

Tujuan Strategis, adalah upaya-upaya pemecahan

masalah yang yang akan dicapai dari kegiatan yang

dilakukan

Kegiatan Utama, aktifitas untuk memecahkan masalah

yang dapat dilakukan.

Page 125: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 116

Berbasis Masyarakat

Indikator Keberhasilan, adalah hal-hal yang digunakan

bahwa upaya yang telah dilakukan sudah untuk

menunjukkan keberhasilan

4. Rapat Pleno Pertama

Pleno pertama adalah pendampingan terhadap

Penyusunan Visi dan Misi Desa sebagai acuan Tim Renstra

Apa itu visi dan misi?

Visi Desa adalah pernyataan yang berorientasi ke masa depan

tentang apa yang diharapkan oleh Desa, sedangkan Misi Desa

adalah deskripsi mengenai tugas, kewajiban, tanggung jawab,

dan rencana tindakan yang dirumuskan sesuai dengan visi yang

harus digunakan untuk pembangunan Desa. Dalam kegiatan ini,

Mahasiswa membantu menjelaskan apa yang dimaksud dengan

visi dan misi.

5. Rapat Komisi

Bagaimana cara melakukannya?

Rapat komisi dilakukan per bidang sesuai dengan tim yang telah

dibentuk. Apa saja komisinya? Komisi yang dibentuk sesuai

dengan kebutuhan dan kepentingan desa. Seperti apa

contohnya?

a) Komisi A: Bidang Pendidikan, Kesehatan, Sosial, Budaya

dan Perempuan

b) Komisi B: Bidang Keamanan dan Kebakaran Lahan dan

Hutan

c) Komisi C: Bidang Ekonomi

d) Komisi D: Bidang Keagamaan, dll.

Diskusi Setiap komisi dapat dilakukan secara terpisah di waktu

yang berbeda jika Mahasiswa harus mendampingi setiap diskusi

dari setiap komisi. Jika tidak bisa membagi waktu Mahasiswa

Page 126: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 117

Berbasis Masyarakat

harus dapat memberikan pengarahan dan maksud dari

komponen renstra yang disusun.

6. Rapat Pleno kedua

Hasil dari setiap pembahasan komisi-komisi yang ada harus

disampaikan dalam rapat pleno untuk koordinasi dari setiap

rencana strategis yang akan dilakukan.

7. Menetapkan Renstra

Menetapkan Renstra sebagai peraturan desa yang harus

dipedomani dalam penyusunan usulan program tahunan yang

akan dilaksanakan.

Tabel 3. Contoh Renstra Bidang Kebakaran Lahan dan Hutan,

Desa Dayun, Siak

No

Masalah

(isu

strategis)

Tujuan

strategis

Indikator

Keberhasilan Kegiatan Utama

1 - Tidak

adanya

alat

pemadam

kebakara

n

- Terbatas

nya

sumber

air

Menyediaka

n dan

pengadaan

peralatan

pemadam

kebakaran

Tahun 2009-

2010 ada

mesin air

kapasitas 150

rpm dan

penambahan

selang 500 m

Permohonan

bantuan alat

melalui

pembuatan

proposal ke

instansi

pemerintah

daerah,

perusahaan

swasta dan BUMN

2 Kurangnya

kesadaran

dan

pemaham

an

tentang

bahaya

Mengajak

masyarakat

untuk sadar

akan

bahaya dan

dampak

Masyarakat

desa

khususnya

yang memiliki

lahan sadar

- Sosialisasi dan

Pendampingan

dalam bentuk

leaflet/ poster

- Usaha ekonomi

alternatif

- PLTB

Page 127: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 118

Berbasis Masyarakat

No

Masalah

(isu

strategis)

Tujuan

strategis

Indikator

Keberhasilan Kegiatan Utama

dan

dampak

negatif

kebakaran

negatif dari

kebakaran

akan bahaya

kebakaran

- Pendataan lahan

tidur

3 Kurangnya

perhatian

dari

perusahaa

n yang

ada di

Desa

Dayun

terhadap

kebakaran

Mengajak

pihak

perusahaan

berpartisipa

si

Pihak swasta

(BOB dan

kontraktornya

) ikut dalam

upaya

pencegahan

kebakaran

- Penandatanganan

MOU kerja sama

perusahaan

dengan desa

untuk

pencegahan

kebakaran

4 Belum

terbentukn

ya

organisasi

MPA

Membentuk

organisasi

masyarakat

peduli api

di tingkat

desa

Terbentuknya

masyarakat

peduli api

Pembentukan MPA

dari unsur petani

yang tergabung

dalam kelompok

tani, dan pemilik

lahan

kosong/tidur

5 Belum

tersedia

standar

operasion

al

prosedur

kebakaran

Pembuatan

standar

operasional

prosedur

kebakaran

Adanya

Standar

operasional

prosedur dan

telah

disosialisasika

n

Pembuatan

standar

operasional

prosedur dan di-

SK-kan oleh

kepala desa

Dayun

6 Kurangnya

sosialisasi

dan

peranan

dari

Meminta

pihak/dinas

terkait

untuk

proaktif dan

Pihak/instansi

pemerintah

memberikan

kontribusi

dalam

- Sosialisasi dinas

terkait terhadap

dampak

kebakaran

Page 128: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 119

Berbasis Masyarakat

No

Masalah

(isu

strategis)

Tujuan

strategis

Indikator

Keberhasilan Kegiatan Utama

instansi

pemerinta

h terkait

tentang

pencegah

an

dampak

kebakaran

berperan

serta

(peduli)

dalam

pencegahan

kebakaran

pencegahan

dampak

kebakaran

- Pemanfaatan

lahan tidur

dengan

pangan/perkebun

an/ kehutanan

- Pengembangan

usaha perikanan,

peternakan, atau

usaha non lahan

- Pemanfaatan

hasil dan limbah

pertanian menjadi

produk yang

bernilai ekonomi

PENYUSUNAN PERATURAN DESA4

Latar Belakang

Peraturan desa tentang tata kelola lahan merupakan salah satu

upaya efektif dalam pencegahan Karhutla. Pada umumnya

masyarakat tidak tahu dan tidak paham tentang peraturan

perundang-undangan terkait kebakaran baik berbentuk Undang-

Undang, Peraturan Pemerintah, maupun Peraturan Daerah. Untuk

itu, dalam pelaksanaan pedampingan dibutuhkan sebuah aturan

yang mudah dipahami oleh masyarakat desa dan mengikat

dimana peraturan desa tersebut dibuat (pemilik lahan dari

dalam dan luar desa). Peraturan tersebut tidak boleh

bertentangan dengan peraturan perundangan yang ada di

atasnya.

4 Diadopsi dari buku pencegahan kebakaran hutan dan lahan berbasis Desa di Arela Gambut, Seri-3: Rencana Pencegahan Kebakaran melalui Tata kelola Lahan

Page 129: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 120

Berbasis Masyarakat

Penyusunan peraturan desa harus melibatkan seluruh unsur

masyarakat: aparat pemerintah desa, tokoh-tokoh adat, tokoh-

tokoh agama, kelompok masyarakat (kelompok tani), dan

masyarakat. Dengan cara seperti itu diharapkan masyarakat

paham, merasa memiliki, dan patuh pada perdes yang telah

disusun dan ditetapkan.

Tujuan

Tujuan penyusunan aturan desa adalah agar desa-desa rawan

kebakaran memiliki aturan tentang pencegahan kebakaran desa

Manfaat

Terdapatnya aturan desa yang jelas dan tertulis tentang

pencegahan kebakaran hutan dan lahan.

Tahapan Pelaksanaan

Berikut adalah tahapan pelaksanaan yang dapat dijalankan oleh

mahasiswa dalam pendampingan penyusunan peraturan desa

tentang tata kelola lahan dan larangan pembukaan lahan

dengan cara membakar, sbb:

1. Pendekatan Kepada Tokoh-Tokoh Masyarakat

Pendekatan kepada Kepala Dusun, Ketua RW, Ketua RT, dan

tokoh-tokoh kunci masyarakat dengan membawa bahan-bahan

untuk membantu penyusunan aturan desa. Lakukan juga

wawancara mendalam untuk menggali informasi tentang aturan

adat, kearifan lokal masyarakat yang pernah ada.

2. Diskusi Kelompok Terarah

Melakukan diskusi kelompok terarah dengan tokoh-tokoh

masyarakat tentang pentingnya aturan desa, kearifan lokal

dalam upaya penyelamatan lingkungan hidup.

Page 130: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 121

Berbasis Masyarakat

3. Membuat Kesepakatan Waktu

Membuat pendekatan dengan Kepala Desa dan BPD untuk

membahas aturan desa. Mahasiswa membantu menyusun

tahapan yang dapat melibatkan masyarakat dengan

keterwakilannya di BPD. Kesepakatan waktu ini bermanfaat agar

mempunyai target waktu penyelesaian penyusunan aturan desa.

4. Menetapkan Tim Aturan Desa

Menurut aturan yang berlaku, penyusunan aturan desa

merupakan tugas dari BPD. Sehingga Tim Peraturan Desa sangat

diutamakan dari unsur BPD bersama dengan perangkat desa.

Namun untuk memunculkan rasa memiliki bagi masyarakat

terutama dalam tata kelola lahan, sebaiknya melibatkan tokoh

masyarakat tani yang biasanya terwadahi dalam kelompok tani.

Keterlibatan tokoh tani, sebaiknya sebagai nara sumber.

5. Pendampingan Penyusunan Draf Aturan Desa

Biasanya masyarakat desa mengalami kendala dalam menyusun

kata-kata, struktur bahasa. Oleh sebab itu Mahasiswa dapat

melakukan Pendampingan dalam penyusunan kata-kata,

struktur dan substansi yang ada dalam aturan desa. Perhatikan

semua pendapat, saran dan masukan dari tim peraturan desa.

Mahasiswa membantu merumuskan dalam bentuk kata-kata

yang mereka pahami. Kemudian sampaikan kembali kepada

mereka, apakah yang dimaksud sesuai dengan apa yang ditulis.

Lakukan cek silang kepada semua anggota tim, hingga terjadi

kesepakatan isi dari aturan desa.

Isi Aturan Desa:

a) Cara-cara membuka lahan gambut yang harus dilakukan

b) Larangan pembukaan lahan gambut dengan cara

membakar

Page 131: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 122

Berbasis Masyarakat

Box 1. Contoh isi aturan desa.

a) Setiap orang dapat membuka lahan dan pekarangan

pada lokasi baru baik di dalam wilayah desa Dayun

sesuai dengan hukum yang berlaku dengan

memperhatikan Rencana Tata Ruang Desa.

b) Setiap orang dapat membuka lahan dan pekarangan

pada lahan yang pernah digarap sebelumnya yang

dibuktikan surat penguasaan tanah atau hak-hak

lainnya yang diakui oleh masyarakat setempat

c) Pembukaan lahan dan pekarangan dilakukan dengan

cara PLTB.

d) Setiap pemilik dan pengelola lahan yang memiliki lahan

0-2 ha, apabila melakukan lahan memiliki ijin tertulis

dari kepala desa

e) PLTB dapat dilakukan dengan beberapa cara:

‐ pembukaan lahan dengan melakukan penebangan

atau pembabatan belukar atau pohon-pohon kecil

secara manual dan hasilnya dimasukkan dalam alat

Blower (mesin pencacah) untuk dijadikan sebagai

pupuk organik

‐ pembukaan lahan dengan sistem penumbangan

menggunakan sistem pancang dan tanam

(menggunakan alat beko). Pembukaan lahan dengan

cara ini disebut juga dengan sistem pancang tanam

‐ Bertahap dalam membuka lahan baik secara pribadi

maupun bersama-sama dengan sistem gotong

royong/arisan.

‐ Dalam pembukaan lahan 0-2 ha wajib melakukan

penumpukan gulma sisa pembukaan lahan dengan

sistem lajur dan tidak boleh dibakar

‐ Lahan gambut yang memiliki kedalaman > 3 m tidak

boleh diusahakan atau dikelola karena tidak

ekonomis dan termasuk kawasan lindung gambut.

‐ Sanksi bagi yang melanggar:

Page 132: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 123

Berbasis Masyarakat

Contoh sanksi perdes Desa Dayun:

a) Dikenakan denda ganti rugi tanaman sesuai banyaknya

tanaman atau pohon yang ada dilahan lokasi kebakaran

yang disesuaikan dengan luasnya.

b) Pihak Desa melaporkan kepada pihak yang berwajib

untuk diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

6. Lokakarya Desa Untuk Menetapkan Peraturan Desa

Untuk menetapkan sekaligus memperkenalkan aturan desa

kepada seluruh masyarakat desa, maka harus dilakukan

pertemuan tingkat desa dalam bentuk lokakarya. Lokakarya ini

mengundang tokoh-tokoh masyarakat, seperti Ketua-Ketua RT

dan RW, Kepala Dusun, Kontak Tani. Lokakarya bermanfaat

dalam memperkenalkan, mendapatkan masukan agar aturan

desa yang telah dibuat dipahami dan diketahui oleh masyarakat.

Setelah itu BPD mengesahkan aturan desa dengan persetujuan

dari Kepala Desa.

7. Sosialisasi Aturan Desa

Banyak bentuk sosialiasi yang dapat dilakukan di dalam aturan

desa seperti ditingkat Desa, Dusun, Rukun Warga, hingga Rukun

Tetangga.

FASILITASI PENGEMBANGAN RAGAM KOMODITI DAN USAHA

EKONOMI5

Latar Belakang

Fasilitasi pengembangan ragam komoditi dan usaha ekonomi

(pertanian ramah lingkungan) merupakan kegiatan membantu

masyarakat agar dapat memberdayakan diri mereka sendiri,

5 Diadopsi dari buku Pencegahan Kebakaran Hutan Dan Lahan Berbasis Desa di Areal Gambut, seri 6 Pelaksanaan Pencegahan Kebakaran Melalui Pengaktifan Kelompok

Page 133: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 124

Berbasis Masyarakat

mendengarkan dan menjawab kebutuhannya, atau memberikan

dukungan kepada masyarakat dan kelompok masyarakat.

Kaitannya dengan fasilitasi pengembangan ragam komoditi dan

usaha ekonomi yaitu membantu petani/masyarakat dalam

memilih komoditi yang tepat untuk menunjang usaha

ekonominya.

Bertani di lahan gambut menghadapi banyak kendala antara

lain ketebalan gambut, rendahnya kesuburan tanah, PH tanah

yang sangat masam, tergenang pada musim hujan dan

kekeringan saat kemarau, serta rawan kebakaran. Kunci

keberhasilan pertanian di lahan gambut adalah bertani secara

bijak atau yang dinamakan pertanian ramah lingkungan dengan

memperhatikan faktor-faktor pembatas yang dimikinya. Ada 10

langkah bijak pertanian ramah lingkungan di lahan gambut,

yaitu:

1) Mengenali dan memahami tipe dan perilaku lahan

(menggunakan teknik peta desa atau kalender musim);

2) Memanfaatkan dan menata lahan sesuai dengan

tipologinya dengan tidak merubah lingkungan secara

drastis;

3) Menerapkan sistem tata air yang dapat menjamin

kelembaban tanah/mencegah kekeringan di musim

kemarau dan banjir di musim hujan;

4) Tidak melakukan pembukaan lahan dengan cara bakar.

5) Bertani secara terpadu dengan mengkombinasikan

tanaman semusim dan tanaman tahunan, ternak, dan

ikan;

6) Memilih varietas yang toleran dan sesuai permintaan

pasar;

Page 134: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 125

Berbasis Masyarakat

7) Menggunakan bahan amelioran seperti kompos dan

pupuk kandang untuk memperbaiki kualitas lahan;

8) Mengolah tanah secara minimum dalam kondisi tanah

yang berair atau lembab;

9) Menggunakan pupuk mikro bagi budidaya tanaman

semusim;

10) Melakukan penanaman tanaman tahunan di lahan

gambut tebal didahului dengan pemadatan dan

penanaman tanaman semusim untuk meningkatkan daya

dukung tanah.

Tujuan

Kegiatan fasilitasi pengembangan ragam komoditi dan usaha

ekonomi bertujuan membantu sebuah masyarakat ataupun

kelompok masyarakat sehingga dapat berhasil melaksanakan

usahatani yang lebih beragam dengan tetap mempertahankan

kearifan lokal sebagai jaminan pencegahan kebakaran.

Manfaat

1. Bertambahnya wawasan masyarakat tentang komoditas

yang bisa diusahakan

2. Membantu solusi alternatif mengembangkan potensi

pertanian ramah lingkungan di lahan gambut.

3. Meningkatnya pendapatan petani dari kegiatan pertanian

ramah lingkungan dilahan gambut

Pelaksanaan

Langkah-langkah kegiatan fasilitasi pengembangan ragam

komoditi dan usaha ekonomi (pertanian ramah lingkungan)

melalui:

Page 135: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 126

Berbasis Masyarakat

1. Lakukan diskusi baik secara perorangan mapun

berkelompok dengan FGD terkait dengan pemilihan

komoditi yang tepat pada lahan gambut

2. Mendampingi petani untuk menentukan komoditi yang

sesuai untuk lahan gambut baik itu tanaman pangan,

hortikultura, perkebunan, kehutanan, perikanan dan

peternakan

3. Membatu petani dalam penentuan komoditi yang

mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan pemasaran

yang baik dan komoditi tersebut bisa diolah menjadi

produk

4. Mendampingi dalam penentuan jenis tanaman untuk tiap

kelompok dalam upaya mengurangi tingkat persaingan

antara kelompok tani, disamping itu pula dapat menjaga

harga agar tetap tinggi utamanya pada saat panen raya.

5. Mendampingi petani untuk menentukan jadwal tanam

secara bersama untuk menghindari terjadinya surplus

dan menjatuhkan harga dan kompetisi tidak sehat antara

petani.

6. Mengembangkan pola tanam yang disesuaikan dengan

pengaturan tata letak tanaman berdasarkan rancangan

teknis pengelolaan lahan petani setempat

7. Mendampingi petani menyusun rencana kegiatan

usahatani yang akan diusahakan;

8. Mendampingi petani merencanakan kebutuhan sarana

dan prasarana pertanian;

9. Membantu petani menyusun rencana pembiayaan

meliputi antara lain: sarana produksi pertanian untuk

usaha budidaya (tanaman pangan, hortikultura,

perkebunan dan peternakan) bagi anggota tani;

Page 136: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 127

Berbasis Masyarakat

10. Mendorong petani untuk dapat menjalin

kerjasama/kemitraan usaha dengan pengusaha

pengolahan/ perdagangan hasil pertanian, dan penyedia

peralatan;

11. Membantu petani dalam mengembangkan kemampuan

anggota tani dalam pengolahan produk pertanian seperti

pembuatan dodol nanas, nata de pina dari olahan

nanas.

Salah satu konsep yang dapat diterapkan pada kegiatan

Pendampingan fasilitasi pengembangan variasi ekonomi adalah

melalui pertanian terpadu dan ramah lingkungan. Konsep ini

mengntegrasikan antara kegiatan pertanian, perikanan dan

peternakan, dan pengolah hasil. Dengan demikian tidak ada

materi yang terbuang dalam alur kegiatan pertanian seperti

yang tergambarkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Konsep sistem pertanian terpadu tanpa limbah

Page 137: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 128

Berbasis Masyarakat

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PEDULI API (MPA)6

Latar belakang

Pencegahan kebakaran hutan dan lahan dengan penguatan

kelembagaan sosial di masyarakat dapat dilakukan melalui

pembentukan MPA, yang pada dasarnya dapat berfungsi sebagai

lembaga sosial dan menjadi penghalang sosial (social barrier)

melalui pencegahan dini kebakaran. Secara sadar dan

terprogram lembaga sosial ini melakukan upaya-upaya

pencegahan kebakaran lahan dan hutan. Penekanan kegiatan

MPA sebagai lembaga sosial terfokus pada upaya-upaya

pencegahan, seperti sosialisasi bahaya kebakaran, peningkatan

wawasan upaya dini pencegahan kebakaran hutan, pelatihan

Pengelolaan Lahan Tanpa Bakar.

Box 2. Pemahaman tentang MPA

Masyarakat Peduli Api (MPA) merupakan relawan (masyarakat)

yang sukarela dan ikhlasmembantu menjaga lingkungan dari

bahaya kebakaran (bukan dibayar atau honor).

Tugas MPA:

1) Menjadi mitra dalam upaya pencegahan (penyuluhan

dilingkungan tempat tinggal, keluarga, kerabat)

2) Melakukan patroli swadaya dilingkungan tempat tinggal

(ronda)

3) Membantu MA dalam pemadaman kebakaran

4) Melaporkan kejadian kebakaran hutan dan lahan melalui ketua

regu, RT, RW kepada Pemerintah Daerah dan BKSDA/MA.

Sesuai dengan mandat dari permenhut: P 12/MENHUT-II/2009

pasal 5, 6 (kegiatan kemitraan dan masyarakat), maka Kementerian

Kehutanan sejak 2006-2011 telah membentuk MPA sebanyak 9.550

orang, yang tersebar di beberapa provinsi (yaitu Sumatera Utara,

6 Diadopsi dari buku pencegahan kebakaran hutan dan lahan berbasis Desa di Arela Gambut Seri-7, Rencana dan Pelaksanaan Pencegahan Kebakaran Tahap Lanjutan

Page 138: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 129

Berbasis Masyarakat

Sumatera Barat, Riau Dan Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera

Selatan, Lampung, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,

Yogyakarta, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan

Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Nusa

Tenggara Barat). Pembentukan MPA disesuai kebutuhan

lokal/daerah.

Pembentukan lembaga MPA masih memiliki kendala. Hal ini

dapat dilihat dari kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa

anggota MPA tidak mempunyai ikatan emosional dengan lahan

yang rawan kebakaran. Tidak adanya Pendampingan secara

berkelanjutan terhadap lembaga ini juga menjadi kendala utama

terjadi kevakuman kegiatan dan ketidakpedulian MPA terhadap

kebakaran. Sehingga dibutuhkan solusi yang tepat untuk

menjadikan MPA yang mempunyai ikatan emosional dengan

lahan yang rawan kebakakaran, didampingi oleh tenaga

penyuluh sebagai perpanjangan tangan pemerintah, dan mandiri

dalam hal anggaran. Pengalaman lapangan program

Pendampingan pencegahan kebakaran hutan dan lahan (PHKA

Kemenhut-JICA) menunjukkan bahwa kelompok yang paling tepat

menjadi MPA adalaha kelompok tani.

Pendampingan Kelompok Tani

Dari beberapa lembaga yang ada di masyarakat, kelompok tani

merupakan lembaga yang paling tepat sebagai MPA. Kelompok

tani adalah kumpulan petani yang tumbuh berdasarkan

keakraban dan keserasian, serta kesamaan kepentingan dalam

memanfaatkan sumber daya pertanian untuk bekerja sama

meningkatkan produktivitas usahatani dan kesejahteraan

anggotanya.

Kelompok Tani dapat berkumpul secara bebas sesuai dengan

kebutuhan dan kondisi anggotanya, misal berdasarkan komoditi

Page 139: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 130

Berbasis Masyarakat

pertanian seperti kelompok tanaman sawit, berdasarkan

kepemilikan lahan usaha tani yang berdekatan, atau

berdasarkan atas dasar kepentingan yang sama seperti

kelompok tani pertanian organik. Berdasarkan Peraturan Menteri

Pertanian No. 273/KPTS/OT.160/4/2007 tentang Pedoman

Pembinaan Kelembagaan Tani, Kelompok Tani dapat berfungsi

sebagai media belajar, unit produksi dan unit ekonomi. Sebagai

media belajar, inovasi-inovasi dari luar yang ingin diperoleh

petani akan lebih mudah difasilitasi, secara bersama-sama,

teroganisir dan terencana kelompok tani mengadakan pelatihan-

pelatihan yang dibutuhkan. Sebagai unit produksi, petani secara

berkelompok dapat mengusahakan secara bersama-sama usaha

taninya, sesuai peran dan keahlian anggota kelompok tani,

sehingga dihasilkan produksi yang jauh lebih baik. Sebagi unit

ekonomi, kelompok tani memutar modal yang dimiliki anggota

kelompok melalui pengelolaan koperasi kelompok tani, sehingga

keuntungan yang diperolah menjadi keuntungan bersama.

Kelompok tani dapat bergabung kedalam organisasai yang lebih

besar yang biasa disebut dengan Gabungan Kelompok Tani

(GaPokTan). Biasanya dalam 1 Desa akan terdapat beberapa

kelompok tani dan 1 GaPokTan, setiap tokoh dari Kelompok

Tani dapat menjadi Kontak Tani, yang berkumpul dalam wadah

Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA). Saat ini KTNA sudah

mempunyai struktur hirarkis dari tingkat Desa, Kecamatan,

Kabupaten, Propinsi, dan Nasional. Kondisi ini menguntungkan

bagi pemerintah untuk mengorganisir kelompok tani.

Tujuan

Adapun tujuan dari Pendampingan kelompok tani adalah sbb:

a) Membentuk kelompok tani yang beraktiftas atas dasar

kebutuhan kelompok

Page 140: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 131

Berbasis Masyarakat

b) Menjadikan kelompok tani sebagai Masyarakat Peduli Api

c) Keberdayaan ekonomi masyarakat melalui kelompok tani.

Manfaat

Kelompok tani berfungsi sebagai kontrol sosial yang kuat

terhadap kejadian kebakaran hutan dan lahan.

Tahapan Pelaksanaan

Berikut disajikan tahapan pelaksanaan pendampingan kelompok

tani yang dapat dilakukan oleh mahasiswa, sbb:

1. Penelusuran keberadaan kelompok tani yang ada

Biasanya pada masyarakat pertanian sudah banyak dibentuk

kelompok tani. Mahasiswa dapat menelusuri kelompok tani yang

telah ada dengan menemui tokoh-tokoh tani desa. Untuk

wilayah yang cukup luas dapat melakukan penelusuran per

dusun. Biasanya pembentukan kelompok tani, terkait dengan

bantuan yang pernah ada kepada petani. Baik bantuan dari

pemerintah maupun dari pihak swasta. Adapun kegiatan yang

harus dilakukan:

Mencatat nama kelompok tani dan pastikan seperti apa

bentuk kelompok tani yang ada tersebut.

Jika belum ada, dorong masyarakat untuk membentuk

kelompok tani.

Fokuskan pada kelompok tani-kelompok tani yang

lokasinya berdekatan dengan wilayah rawan kebakaran

lahan dan berpotensi untuk dikembangkan.

2. Identifikasi permasalahan Kelompok Tani

Setelah memastikan kelompok tani yang ada, identifikasi

permasalahan kelompok tani dengan melakukan wawancara

mendalam dan diskusi kelompok terah dengan pengurus

Page 141: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 132

Berbasis Masyarakat

kelompok. Kegiatan ini dapat dilakukan pada setiap kelompok

masyarakat pertanian yang ada. Biasanya untuk petani dilahan

gambut lebih senang berkelompok pada lahan yang berdekatan.

3. Pendampingan penguatan kelompok tani

Penyusunan struktur pengurus kelompok tani dan Anggaran

Dasar/Anggaran Rumah Tangga. Pembentukan pengurus dapat

diserahkan sepenuhnya kepada anggota kelompok tani.

Mahasiswa memberikan komposisi kepengurusan kelompok tani

yang ideal. Keanggotaan kelompok tani yang ideal berjumlah

15-25 orang. Kelompok tani yang ada dapat berkumpul lagi ke

dalam Gapoktan.

4. Penyusunan program-program kelompok tani

Penyusunan program kelompok tani dilakukan oleh pengurus

kelompok tani dengan melibatkan seluruh anggota. Mahasiswa

dapat memberikan masukan-masukan terkait dengan program

kerja secara umum. Kegiatan penyusunan program dapat

ditekankan pada penentuan pola tanam dan pemasaran hasil

secara kolektif. Mahasiswa memperhatikan pola kebiasan-

kebiasaan petani dalam membuka lahan, sehingga bisa

diarahkan pada PLTB.

5. Pelatihan-pelatihan teknis pertanian

Kegiatan-kegiatan pelatihan yang menunjang peningkatan

produktivitas hasil pertanian. Kegiatan pelatihan pertanian

merupakan salah satu uapaya dalam memecahkan persoalan

yang dihdapi petani. Mahasiswa bersama-sama dengan penyuluh

pertanian dapat mendatangkan ahli dari dinas terkait dan

perguruan tinggi untuk memberikan pelatihan.

Page 142: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 133

Berbasis Masyarakat

PEMBELAJARAN PENCEGAHAN

KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

PADA PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

Susilawati, M.Pd.1

PENDAHULUAN

Provinsi Riau merupakan wilayah yang kaya akan sumber

alamnya, salah satunya dipenuhi dengan kwasan hutan.

Kawasan tersebut kemudian dimanfaatkan dan dipetakan

sebagai kawasan hutan konservasi, lindung dan produksi. Data

neraca Sumber Daya Hutan Provinsi Riau Tahun 2012

menyebutkan bahwa kawasan seluas 7.127.237 ha terbagi

menjadi kawasan yang berfungsi sebagai hutan produksi (HP),

hutan produksi terbatas (HPT), konservasi, hutan lindung (HL)

dan hutan produksi konservasi (HPK).

Kawasan hutan yang sangat luas inilah yang kemudian memicu

terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Setiap tahun

di wilayah Riau dan sekitarnya, masyarakat harus menghirup

asap yang ditimbulkan karhutla. Hak setiap orang untuk

menghirup udara segar terampas sebagai dampak yang paling

1 Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Suska Riau

Page 143: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 134

Berbasis Masyarakat

dirasakan dari peristiwa Karhutla. Hotspot atau titik panas yang

terpantau pada citra satelit NOAA 18, pada Februari 2014

mencapai titik 2.208 titik, sedangkan pada Maret 2014 sampai

dengan 23 Maret 2014 mengalami penurunan ke 1.398 titik.

Kualitas udara pun menunjukkan pada kondisi berbahaya di

hampir seluruh wilayah Riau pada Maret 2014. Sementara itu,

pada tanggal 26 Januari 2015, BMKG memprediksi terdapat 6

titik api di wilayah Riau dan yang terbanyak terdapat di

Kabupaten Siak. Dapat dibayangkan yang menjadi korban dari

bencana Karhutla tersebut bukan hanya masyarakat Riau yang

berjumlah jutaan jiwa, tetapi juga beberapa provinsi berada di

sekitar, beserta Negara tetangga yang dilewati oleh angin yang

berhembus.

Gambar 1. Peta sebaran hotspot dan curah hujan di wilayah

Riau pada 1 April 2014. (Sumber: Pusdatinmas BNPB)

Page 144: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 135

Berbasis Masyarakat

Permasalahan pemadaman api dan asap di Riau ini disebabkan

karena tanaman gambut yang memiliki karakterisktik khusus.

Data Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau

menyebutkan luas lahan gambut di provinsi Riau mencapai 56%

dari luas daratan atau sekitar 4,09 juta hektar. Gambut sangat

mendapatkan perhatian dunia karena sangat berkontribusi

dalam pengurangan dampak perubahan iklim. Gambut memiliki

nilai yang sangat penting untuk kehidupan masyarakat. Gambut

berperan dalam kehidupan antara lain dalam keseimbangan

ekosistem, kestabilan iklim global, dan bermanfaat untuk sumber

air yang berasal dari curah hujan.

Namun pada kenyataan hal ini sangat kontraproduktif dimana

para oknum sengaja membakar gambut untuk keperluan lahan

produksi. Permasalahan karhutla ini dipicu oleh upaya-upaya

perluasan lahan dan hutan untuk pemanfaatan secara ekonomi

baik oleh perorangan, kelompok, dan perusahaan. Sebagaimana

yang diungkapkan oleh Kepala Pusat Data, Informasi dan

Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho Kebakaran

hutan dan lahan yang terjadi di wilayah Riau disebabkan oleh

unsur kesengajaan. Lebih dari 90% hutan dan lahan sengaja

dibakar. Pembakaran hutan dan lahan merupakan cara yang

murah dan mudah untuk mempersiapkan lahan yang siap

ditanami kembali. Pembakaran lahan memang salah cara

tradisional yang dilakukan oleh masyarakat lokal. Beliau

menegaskan bahwa modus pembakaran hutan dan lahan di Riau

adalah efisiensi. pembukaan lahan dilakukan dengan membakar

membutuhkan biaya sekitar Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu per

hektar, sedangkan dengan peralatan pengolah lahan bisa

mencapai Rp 4 juta hingga Rp 5 juta per hektar.

Kebakaran di Riau selama bulan Januari hingga Maret 2014,

yang menghabiskan lebih dari 176.000 ha. lahan, terutama

terjadi pada dataran rendah pesisir dan tepian hutan rawa

gambut (Gambar 2). Sekitar 24 persen daerah yang terbakar

Page 145: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 136

Berbasis Masyarakat

merupakan semak-semak rawa (bekas penebangan hutan),

sementara sekitar 22 persen berada pada hutan rawa sekunder.

Perbandingan dengan peta sistem lahan menunjukkan bahwa

143.000 ha. daerah yang terbakar merupakan lahan yang

digolongkan sebagai lahan gambut. Penelitian lebih lanjut

dengan menggunakan peta izin penggunaan hutan menunjukkan

bahwa 1.300 ha. lahan yang terbakar adalah hutan lindung yang

dapat digunakan, dan 68.500 ha. merupakan lahan untuk hutan

industri, dan 30.000 ha. merupakan daerah dengan izin

perkebunan kelapa sawit. Analisis ini konsisten dengan pola

yang tercatat sebelumnya dengan kebakaran yang mulai dari

daerah tepi hutan dataran rendah dan perkebunan di mana

perluasan perkebunan dapat berlangsung.

Gambar 2. Lahan Terbakar di Riau menurut Penggunaan Lahan

(peta daerah terbakar dan anatomi daerah yang terpengaruh

kebakaran)

Karhutla tahun ini kembali menarik perhatian, hal tersebut

menjadi isu nasional karena karhutla ini tidak hanya terjadi di

wilayah Riau tetapi juga di 9 provinsi lain di Indonesia.

Keterlibatan semua pihak dalam penangan masalah karhutla

Page 146: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 137

Berbasis Masyarakat

menjadi sangat signifikan. Salah satu unsur yang mengambil

perannya adalah perguruan tinggi. Melalui program KKN

Kebangsaan Tahun 2015 yang mengambil tema “ Pengelolaan

Lingkungan Berkelanjutan: Penguatan Program Pencegahan

Karhutla Berbasis Masyarakat” merupakan salah satu bentuk

kepedulian dari Univeristas Riau, UIN Suska Riau dan Univeristas

anggota BKS PTN Wilayah Barat untuk membantu dan

memperkuat program pemerintah daerah setempat dalam

penanggulangan karhutla khususnya di Provinsi Riau.

Dari enam program yang ditawarkan, salah satu program yang

akan dibahas dalam modul ini adalah pembelajaran pencegahan

karhutla pada pendidikan dasar dan menengah. Sebagaimana

program dari BNPB dalam menanggulangi bencana terkait cuaca

dan iklim yaitu karhutla adalah perlindungan masyarakat

terhadap bencana dimulai sejak Pra bencana, pada saat dan

pasca bencana, secara terencana, terpadu, dan terkoordinasi.

Hal ini secara terintegrasi dapat dilakukan dalam proses

pendidikan, baik di pendidikan formal maupun informal.

PERAN PENDIDIKAN DALAM PENANGGULANGAN KARHUTLA

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat 1

menyebutkan bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spriritual keagamaa,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

Negara. Dari pengertian tersebut pendidikan merupakan upaya

untuk mencetak generasi muda yang mempunyai akhlak mulia

dan keterampilan-keterampilan yang dapat bermanfaat bagi

dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan

bukan hanya melahirkan seseorang yang mempunyai

Page 147: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 138

Berbasis Masyarakat

kecerdasan berfikir sehingga hanya menguntungkan dirinya

sendiri, namun juga seseorang yang mempunyai kepedulian

akan lingkungan sekitar yang berdampak pada kehidupan orang

banyak.

Sikap peduli terhadap lingkungan salah satunya dapat

ditunjukkan pada kepedulian generasi muda terhadap karhutla

yang terjadi di daerah mereka. Jika pelaksanaan pendidikan

benar-benar berjalan sebagaimana mestinya dan menanamkan

konsep cinta lingkungan maka generasi muda di masa yang

akan datang dapat mengatasi permasalahan karhutla dengan

sendirinya atau bisa jadi dapat meminimalisisr terjadinya

karhutla. Karena penerapan pengetahuan, sikap dan

keterampilan ke dalam sistem pendidikan merupakan salah

satu sumber dan penyebar informasi yang efektif kepada

masyarakat.

Dengan memperhatikan konsep pendidikan dan tujuan

pendidikan nasional, maka sangat tepat penekanan pencegahan

karhutla dalam program pendidikan yang dilaksanakan.

Sebagaimana pernyataan yang diajukan oleh Kofi Annan,

Sekretaris Jendral PBB, 2005:

“Setelah terjadinya suatu bencana, para penguasa

pemerintahan, pengusaha, kelompok masyarakat dan individu

harus mempertanyakan apakah tindakan-tindakan yang tepat,

misalnya peringatan dini, telah dilakukan untuk menyelamatkan

jiwa dan harta benda. Kaum muda juga harus didorong untuk

mempelajari hal ini di sekolah, universitas, dan melalui jaringan-

jaringan komunitas. Dengan berpartisipasi dalam kegiatan-

kegiatan pendidikan, terlibat dalam pelatihan pemetaan risiko

komunitas, dan berbagi pengalaman mengenai praktek yang

baik, kaum muda dapat belajar seumur hidupnya, dan

membantu membuat komunitas yang lebih tahan terhadap

bencana.”

Page 148: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 139

Berbasis Masyarakat

Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa cara mengatasi

bencana yang terjadi di daerah masing-masing perlu adanya

pencegahan sejak dini terutama pemberian pemahaman dan

sikap sejak usia sekolah dasar dan pembekalan keterampilan

lebih lanjut yang dilakukan di setiap jenjang pendidikan secara

berkelanjutan. Sehingga pendidikan adalah sarana penting bagi

komunitas lokal di berbagai belahan dunia untuk berkomunikasi,

memberikan motivasi, terlibat, dan juga untuk mengajar.

Kesadaran dan pembelajaran mengenai risiko dan bahaya

karhutla harus dimulai sejak dini, dan diteruskan ke generasi

selanjutnya. Melalui International Strategy for Disaster Reduction

(ISDR), UNESCO mendukung riset dan pengembangan keahlian,

serta berkontribusi aktif dalam membangun sebuah masyarakat

yang tangguh. Pada Konferensi Pengurangan Risiko Bencana di

Kobe, Jepang tahun 2005, pendidikan dimasukkan dalam

pernyataan akhir dan disebutkan dalam Kerangka Aksi 2005-

2015 sebagai salah satu dari lima prioritas aksi. Pendidikan

bersinggungan dengan pengurangan risiko bencana pada tiga

titik: 1) Infrastruktur: membangun sekolah-sekolah dan

organisasi pendidikan lain sehingga aman dan tahan terhadap

ancaman bencana; 2) Usaha-usaha pengendalian dampak

bencana di sekolah dan organisasi pendidikan yang lain; dan

3) Pengintegrasian manajemen risiko bencana ke dalam kegiatan

pendidikan.

Kesadaran akan pentingnya pencegahan karhutla dan bahaya

yang disebabkan oleh karhutla dapat ditumbuhkan, baik di

sekolah maupun di luar sekolah, melalui pemberian informasi,

pendidikan, kegiatan-kegiatan komunikatif dan usaha-usaha

peningkatan kesadaran lainnya. Semua usaha ini haruslah

memasukkan pengetahuan lokal dan tradisional dalam

penanggulangan karhutla sesuai dengan karakteristik daerah

masing-masing. Pendidikan tentang pencegahan karhutla ini

dapat dimulai sejak kecil sehingga bisa berakar dengan kuat

dan berkelanjutan di dalam masyarakat. Pemahaman yang

diperoleh di sekolah dapat disebarluaskan ke lingkungan

Page 149: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 140

Berbasis Masyarakat

pendidikan dalam skala yang besar. Cita-cita membangun dan

mengembangkan komunitas peduli lingkungan terhadap karhutla

dapat diterima sebagai produk pendidikan yang melahirkan

kesadaran dan perilaku yang ditunjang oleh proses

pelembagaan dalam sistem yang lebih luas untuk bersama-sama

membangun budaya keselamatan (safety) dan ketangguhan

(resillience).

Memasukkan unsur pencegahan, penanggulangan karhutla

dalam pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu usaha

dalam pendidikan yang dilaksanakan secara sederhana agar

masyarakat mengenal, memahami, dan bersikap produktif saat

terjadi karhutla. Melalui pendidikan, masyarakat dituntun agar

lebih mengenal lingkungan tempat tinggal sehari-hari, termasuk

potensi terjadinya karhutla. Selain itu, masyarakat juga diberi

kesempatan untuk memahami, bahwa ukuran bahaya karhutla

bukan peristiwanya, tetapi dampak yang diderita oleh

masyarakat. Masyarakat juga diberi pemahaman faktor-faktor

penyebab karhutla, termasuk aktivitas masyarakat yang

mendorong terjadinya karhutla. Masyarakat diberdayakan agar

secara mandiri mampu mengantisipasi karhutla, dan secara

mandiri menyusun prosedur sederhana jika terjadi karhutla,

disesuaikan dengan latar belakang lingkungannya.

Melalui pendidikan tentang pencegahan karhutla juga diharapkan

mendorong masyarakat bersikap produktif saat terjadi karhutla.

Bersikap produktif artinya, masyarakat secara profesional

mengelola sumber daya yang dimiliki dan berbagai macam

bantuan yang datang. Masyarakat diberdayakan dalam

mengelola bantuan agar tidak menumpuk di satu tempat.

Masyarakat dapat menentukan prioritas kemana bantuan

didistribusikan ke tempat-tempat strategis. Tujuannya, agar

bantuan tidak salah sasaran.

Ketiga hal tersebut merupakan harapan yang sifatnya ideal.

Ideal dalam artian kita membayangkan masyarakat dengan

segala kepanikan yang menimpa masih mampu berfikir jernih

Page 150: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 141

Berbasis Masyarakat

sehingga dapat mensikapi kondisi darurat dengan langkah

sistematis. Situasi itu sangat berat terwujud jika kita bandingkan

dengan kondisi nyata masyarakat. Sejujurnya kita harus

mengakui pada saat bencana, sikap dominan masyarakat adalah

pasrah, putus asa, dan sensitif. Masyarakat tidak tahu apa yang

harus dilakukan, dan justru sering bertindak kontra produktif,

sehingga pengendalian penanganan bencana akhirnya harus

dipegang pihak luar, baik oleh pemerintah maupun lembaga

swadaya masyarakat. Namun, terlepas dari itu semua,

pencegahan karhutla dalam proses pendidikan secara

berkelanjutan tetap merupakan hal yang sangat penting agar

penenaman konsep, sikap, dan keterampilan telah tertanam

dengan sangat baik dalam diri masing-masing individu sehingga

meminimalisir kemungkinan munculnya sikap acuh dan putus

asa terhadap lingkungan.

LINGKUNGAN PENDIDIKAN YANG BERPERAN DALAM

PEMBENTUKKAN DIRI ANAK

Manusia sepanjang hidupnya selalu akan menerima pengaruh

dari tiga lingkungan pendiidkan yang utama yakni keluarga,

sekolah, dan masyarakat. Sebagaimana yang diajukan oleh Ki

Hajar Dewantara dan menyebut ketiga lingkungan tersebut

sebagai tripusat pendidikan.

Pertama, keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua,

bersifat informal, yang pertama dan utama dialami oleh anak

serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati orang tua

bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi, dan

mendidik anak agar tumbuh dan berkembang dengan baik.

Pendidikan keluarga berfungsi sebagai pengalaman pertama

masa kanak-kanak; menjamin kehidupan emosional anak,

menanamkan dasar pendidikan moral, memberikan dasar

pendidikan sosial; dan meletakkan dasar-dasar pendidikan

agama bagi anak-anak.

Page 151: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 142

Berbasis Masyarakat

Kedua, sekolah; Tidak semua tugas mendidik dapat

dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga, terutama dalam

hal ilmu pengetahuan dan berbagai macam keterampilan. Oleh

karena itu dikirimkan anak ke sekolah. Sekolah bertanggung

jawab atas pendidikan anak-anak selama mereka diserahkan

kepadanya. Karena itu sebagai sumbangan sekolah sebagai

lembaga terhadap pendidikan, diantaranya sebagai berikut:

Sekolah membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-kebiasaan

yang baik serta menanamkan budi pekerti yang baik; Sekolah

memberikan pendidikan untuk kehidupan di dalam masyarakat

yang sukar atau tidak dapat diberikan di rumah; Sekolah melatih

anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan seperti membaca,

menulis, berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu lain sifatnya

mengembangkan kecerdasan dan pengetahuan; Di sekolah

diberikan pelajaran etika, keagamaan, estetika, membenarkan

benar atau salah, dan sebagainya.

Ketiga, masyarakat; dalam konteks pendidikan, masyarakat

merupakan lingkungan lingkungan keluarga dan sekolah.

Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai

ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari

asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah.

Dengan demikian, berarti pengaruh pendidikan tersebut

tampaknya lebih luas. Corak dan ragam pendidikan yang dialami

seseorang dalam masyarakat banyak sekali, ini meliputi segala

bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan

pengertia-pengertian (pengetahuan), sikap dan minat, maupun

pembentukan kesusilaan dan keagamaan.

Setiap pusat pendidikan dapat berpeluang memberikan

kontribusi yang besar dalam ketiga kegiatan pendidikan, yakni:

(1) pembimbingan dalam upaya pemantapan pribadi yang

berbudaya, (2) pengajaran dalam upaya penguasaan

pengetahuan, dan (3) pelatihan dalam upaya pemahiran

keterampilan. Interkoneksi yang baik antara ketiga lingkungan

pendidikan tersebut dapat menciptakan keperibadian yang

Page 152: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 143

Berbasis Masyarakat

mantap dan matang terhadap segala aspek kehidupan salah

satunya adalah pencegahan karhutla.

Terkait pada pencegahan karhutla melalui proses pendidikan di

sekolah, terdapat strategi penting yang harus diperhatikan

dalam pengembangannya, yaitu:

a. Interdisiplin dan menyeluruh (holistik); pembelajaran untuk

pembangunan berkelanjutan terkandung dalam keseluruhan

kurikulum, tidak (harus) sebagai mata pelajaran yang

terpisah.

b. Berorientasi nilai; nilai dan prinsip bersama yang mendasari

pembangunan berkelanjutan menjadi norma yang dianut.

Namun dapat diperiksa, didebat, diuji, dan diterapkan

dengan adaptasi yang diperlukan.

c. Mengembangkan pemikiran kritis dan pemecahan masalah:

membentuk kepercayaan diri dalam mengungkapkan dilema

dan tantangan pembangunan berkelanjutan.

d. Multimetode; pendekatan yang di dalamnya memungkinkan

pengajar dan pembelajar bekerja bersama untuk

mendapatkan pengetahuan dan memainkan peran dalam

membentuk lingkungan pendidikan mereka.

e. Pembuatan keputusan yang partisipatoris dimana peserta

belajar ikut serta memutuskan bagaimana mereka akan

belajar.

f. Pengaplikasian; pengalaman pembelajaran terintegrasi dalam

keseharian kehidupan pribadi dan profesional.

g. Sesuai secara lokal; membicarakan persoalan lokal dan juga

persoalan global dengan bahasa-bahasa yang paling umum

digunakan oleh pembelajar. Konsep-konsep dengan tepat

disampaikan dalam budaya lokal.

Dalam hal pengintegrasian program pencegahan karhutla dalam

rangka memberikan pemahaman kepada peserta didik ke dalam

proses pembelajaran, ada beberapa alternatif yang dapat

dilakukan. Melalui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Page 153: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 144

Berbasis Masyarakat

berbasiskan kompetensi. pendidikan untuk pencegahan karhutla

dapat diajarkan melalui:

a. muatan lokal dengan memberikan keleluasaan untuk memilih

muatan lokal yang relevan dan diperlukan oleh sekolah yang

bersangkutan;

b. pengembangan diri;

c. integrasi dengan mata pelajaran lain, dan

d. program sekolah.

PENCEGAHAN KARHUTLA DALAM KURIKULUM MUATAN LOKAL

Muatan lokal merupakan bagian dari struktur dan muatan

kurikulum yang terdapat pada standar isi di dalam KTSP.

Keberadaan mata pelajaran muatan lokal merupakan bentuk

penyelenggaraan pendidikan yang tidak terpusat, sebagai upaya

agar penyelenggaraan pendidikan di masing-masing daerah lebih

meningkatkan relevansinya terhadap keadaan dan kebutuhan

daerah yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan upaya

peningkatan mutu pendidikan nasional sehingga keberadaan

kurikulum muatan lokal mendukung dan melengkapi kurikulum

nasional.

Pengembangan kurikulum muatan lokal dapat meliputi lingkup

kedaan dan kebutuhan daerah serta lingkup isi/jenis muatan

lokal. Keadaan daerah adalah segala sesuatu yang terdapat di

daerah tertentu yang pada dasarnya berkaitan dengan

lingkungan alam, lingkungan sosial ekonomi, dan lingkungan

sosial budaya. Kebutuhan daerah adalah segala sesuatu yang

diperlukan oleh masyarakat di suatu daerah, khususnya untuk

kelangsungan hidup dan peningkatan taraf kehidupan

masyarakat tersebut, yang disesuaikan dengan arah

perkembangan daerah serta potensi daerah yang bersangkutan.

Berdasarkan lingkup isi/jenis muatan lokal, dapat berupa:

bahasa daerah, bahasa inggris, kesenian daerah, keterampilan

dan kerajinan aerah, adat istiadat, dan pengetahuan tentang

Page 154: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 145

Berbasis Masyarakat

berbagai cirri khas lingkungan alam sekitar, serta hal-hal yang

dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan.

Dalam mengembangkan kurikulum muatan lokal harus

mempertimbangkan keadaan dan kebutuhan daerah yang dapat

diketahui dari rencana pembangunan daerah, pengembangan

ketenagakerjaan, dan aspirasi masyarakat mengenai pelestarian

alam dan pengembangan daerahnya serta konservasi alam dan

pemberdayaannya. Jika berdasarkan hasil pertimbangan tersebut

pencegahan karhutla merupakan skala prioritas di suatu daerah

maka dapat dijadikan muatan lokal. Tahapan yang dilakukan

berikutnya adalah menentukan fungsi dan susunan atau

komposisi muatan lokal, mengidentifikasi bahan kajian muatan

lokal, menentukan mata pelajaran muatan lokal, dan

mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar

serta silabus, dengan mengacu pada standar isi yang ditetapkan

oleh BSNP. Sehingga muatan lokal antar daerah tidak harus

seragam, seperti yang ada pada sebagian besar sekolah di

Provinsi Riau, muatan lokal cenderung Arab Melayu, karena

disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing. Bahkan

bisa jadi keseluruhan aspek kebutuhan daerah dijadikan satu

mata pelajaran yang saling keterpaduan atau tematik.

Melihat kondisi sekolah pada saat ini, maka yang dapat

dilakukan terhadap kurikulum yang ada adalah:

a. Menganalisis mata pelajaran muatan lokal yang ada di

sekolah. Apakah masih layak dan relevan mata pelajaran

muatan lokal diterapkan di sekolah?

b. Apabila mata pelajaran muatan lokal yang diterapkan di

sekolah tetrsebut masih layak digunakan maka kegiatan

berikutnya adalah merubah mata pelajaran muatan lokal

tersebut ke dalam SK dan KD.

c. Apabila mata pelajaran muatan lokal yang ada tidak layak

lagi untuk diterapkan, maka sekolah bisa menggunakan

mata pelajaran muatan lokal dari sekolah lain atau tetap

menggunakan mata pelajaran muatan lokal yang ditawarkan

Page 155: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 146

Berbasis Masyarakat

oleh dinas atau mengembangkan muatan lokal yang labih

sesuai.

Salah satu mata pelajaran muatan lokal yang sudah banyak

dikembangkan terkaitan dengan pelestarian alam dan lingkungan

adalah Mata Pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup. Meskipun

nama mata pelajaran sama, namun pengembangan SK dan KD

pada setiap mata pelajaran muatan lokal tergantung pada

kondisi daerah. Sebagai contoh, pendidikan lingkungan hidup di

Kota Pekanbaru lebih menekankan pada kebersihan dan

keindahan lingkungan, pada aspek masalah sampah, selokan

yang mampat, dan lain-lain, maka untuk daerah seperti yang

terdapat pada Kabupaten Siak yang merupakan salah satu

daerah yang rawan karhutla, maka lebih menekankan pada

pencegahan dan penanganan karhutla yang disesuaikan dengan

kebudayaan lokal.

Hal ini tentu tidak mudah dilakukan oleh sekolah, karena harus

merumuskan semuanya, sedangkan sekolah masih terbatas dari

segi SDM yang dapat mengembangkannya. Sekolah dapat

berkolaborasi dengan stakeholder terkait seperti perguruan

tinggi yang dapat memberikan bimbingan dan banuan teknis

dalam mengidentifikasi dan menjabarkan keadaan, potensi dan

kebutuhan lingkungan ke dalam komposisi jenis muatan lokal;

menentukan lingkup masing-masing bahan kajian/pelajaran; dan

menentukan metode pengajaran yangs esuai dengan tingkat

perkembangan peserta didik dan jenis bahan kajian/pelajaran.

Proses ini dapat dilakuan secara bertahap dan berkelanjutan

sehingga dihasilkan kurikulum mata pelajaran yang benar-benar

mengakomodir kebutuhan daerah secara penuh.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka melalui kegiatan KKN

Kebangsaan, mahasiswa yang merupakan perpanjangan tangan

dari perguruan tinggi dapat membantu sekolah dalam mereviuw

kurikulum muatan lokal dengan cara membuat program evaluasi

kurikulum muatan lokal dengan melibatkan dinas pendidikan

Page 156: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 147

Berbasis Masyarakat

setempat, forum KKG atau MGMP, dosen ahli pada perguruan

tinggi, dan komite sekolah. Program tersebut dapat dirancang

dalam bentuk pelatihan, workshop, maupun focus group

discussion. Dimana hasil akhir dari program tersebut adalah

apakah pencegahan karhutla dapat dijadikan kurikulum muatan

lokal tersendiri.

PENCEGAHAN KARHUTLA DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN

DIRI

Program pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di

luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum

sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri merupakan

upaya pembentukkan watak dan kepribadian peserta didik yang

dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan

dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar,

dan pengembangan karir, seta kegiatan ekstrakurikuluer. Tema

pencegahan karhutla dapat dimasukkan dalam komponen

pengembangan diri berupa kegiatan ekstrakurikuluer.

Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata

pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu

pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi,

bakat, dan minat melalui kegiatan yang secara khusus

diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan

yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/madrasah.

Kegiatan ekstrakurikuler ini berfungsi untuk:

a. Pengembangan, yaitu untuk mengembangkan kemampuan

dan kreativitas peserta didik sesuai dengan potensi, bakat,

dan minat mereka.

b. Sosial, yaitu untuk mengembangkan kemampuan dan rasa

tanggung jawab sosial peserta didik.

c. Rekreatif, yaitu untuk mengembangkan suasana rileks,

menggembirakan dan menyenangkan bagi peserta didik yang

menunjang proses perkembangan.

Page 157: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 148

Berbasis Masyarakat

d. Persiapan karir, yaitu untuk mengembangkan kesiapan karir

peserta didik.

Jenis kegiatan ekstrakurikuler yang dapat dikembangkan

diantaranya adalah:

a. Krida, meliputi kepramukaan, latihan dasar kepemimpinan

siswa (LDKS), palang merah remaja (PMR), pasukan pengibar

bendera pusaka (Paskibra).

b. Karya ilmiah, meliputi kegiatan ilmiah remaja (KIR), kegiatan

penguasaan keilmuan dan kemampuan akademik, penelitian.

c. Latihan/lomba keberbakatan/prestasi, meliputi

pengembangan bakat olahraga, seni, dan budaya, cinta

alam, jurnalistik, teater, keagamaan.

d. Seminar, lokakarya, dan pameran/bazar, dengan substansi

antara lain karir, pendidikan, kesehatan, perlindungan HAM,

keagamaan, seni budaya.

Melalui kegiatan ekstrakurikuler, terbukti ampuh memberikan

keterampilan kepada siswa. Sekolah perlu mewajibkan siswa

mengikuti salah satu kegiatan esktrakurikuler. Agar kegiatan

tidak membosankan, maka pihak sekolah perlu melibatkan pihak

lain agar kemasan kegiatan ekstrakurikuler tersebut lebih

menarik dan menyenangkan. Melalui kegiatan ekstrakurikuler,

pembelajaran wawasan karhutla juga dapat dilaksanakan melalui

kegiatan berkala berupa simulasi bencana yang dilaksanakan

oleh sekolah bekerjasama dengan Badan Penganggulangan

Bencana Daerah setempat. Penyertaan lembaga tersebut penting

karena secara prosedural, kegiatan mitigasi bencana dan

sejenisnya membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang

spesifik, dan badan penanggulangan bencana adalah salah satu

institusi yang layak diajak kerja sama. Pihak BNPBD juga dapat

melaksanakan sosialisasi bencana ke sekolah-sekolah, baik atas

undangan sekolah maupun inisiatif institusi melalui kegiatan

terjadwal.

Page 158: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 149

Berbasis Masyarakat

Mahasiswa KKN Kebangsaan Tahun 2015 dapat mengambil

peran pada kegiatan ekstrakurikuler sekolah baik sebagai

penggagas, jika di sekolah tersebut belum memiliki kegiatan

ekstrakurikuler; sebagai penguatan kegiatan ekstrakurikuler yang

ada, dalam hal ini mahasiswa dapat berkoordinasi dengan pihak

sekolah terutama guru pembina untuk melakukan pemantapan

terhadap kegiatan ekstrakurikuler yang ada. Kegiatan ini dapat

dilakukan dengan cara mengevaluasi sasaran kegiatan,

substansi kegiatan, pelaksana kegiatan dan pihak-pihak terkait,

serta keorganisasiaannya, waktu dan tempat, serta sarana.

Tema pencegahan karhutla dapat dimasukkan pada kegiatan

ekstrakurikuler seperti pramuka, KIR, cinta alam (Sispala), atau

dalam bentuk mading sekolah. Menimbang waktu dan efektifitas

program maka dapat dipilih salah satu program yang ada

namun menghasilkan produk yang bermanfaat dan tahan lama

bagi sekolah.

PENDEKATAN PEMBELAJARAN DALAM PENCEGAHAN KARHUTLA

Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar

nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa

kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus

pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:

1. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia

Kelompok mata pelajaran ini dimaksudkan untuk membentuk

peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia yang

mencakup etika, budi pekerti atau moral sebagai perwujudan

dari pendidikan agama.

2. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian

Kelompok mata pelajaran ini dimaksudkan untuk

peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik akan

status, hak dan kewajibannya dalam kehidupan

bermasyarakat,berbangsa mata pelajaran ini dimaksudkan

Page 159: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 150

Berbasis Masyarakat

untuk peningkatan kesadaran dan bernegara serta

peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia.

3. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi

Kelompok mata pelajaran ini dimaksudkan untuk mengenal,

menyikapi dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan

teknologi serta menanamkan kebiasaan berpikir dan

berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri.

4. Kelompok mata pelajaran estetika

Kelompok mata pelajaran ini dimaksudkan untuk

meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan dan

kemampuan mengapresiasikan keindahan dan harmoni.

Kemampuan mengapresiasi dan mengekspresikan keindahan

serta harmoni mencakup apresiasi dan ekspresi baik dalam

keindahan individual sehingga mampu menikmati dan

mensyukuri hidup maupun dalam kehidupan kemasyarakatan

sehingga mampu menciptakan kebersamaan yang harmonis.

5. Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga dan kesehatan

Kelompok mata pelajaran ini dimaksudkan untuk

meningkatkan potensi fisik serta menanamkan sportivitas

dan kesadaran hidup sehat.

Dalam kelompok mata pelajaran tersebut di atas maka pada

prinsipnya tema pencegahan karhutla dapat dintegrasikan pada

setiap mata pelajaran yang ada dalam kelompok mata

pelajarannya. Seperti, pada mata pelajaran sains, PKn, IPS,

Agama pada jenjang SD/MI, mata pelajaran Geografi, Biologi,

PKn, Agama, pada jenjang SMP/MTs dan SMA/MA.

Pembelajaran wawasan karhutla pada siswa SD/MI berbeda

dengan siswa SMP/MTs, hal tersebut disebabkan usia kedua

tingkat tersebut berbeda. Siswa SD/MI mempunyai

kecenderungan bermain, sehingga pembelajaran wawasan

karhutla harus didominasi dengan kegiatan bermain, atau

menggunakan media yang menarik bagi siswa. Salah satu media

yang dapat dimanfaatkan guru untuk mendorong pemahaman

siswa terhadap karhutla adalah menggunakan komik. Komik

Page 160: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 151

Berbasis Masyarakat

yang dimaksud adalah gambar-gambar lucu yang di dalamnya

memuat ilustrasi karhutla yang terjadi di dearah setempat.

Komik juga memuat informasi langkah-langkah apa saja yang

dapat dilakukan siswa jika menghadapi karhutla. Dengan

gambar-gambar lucu tersebut, informasi dan pengetahuan akan

terbangun secara mandiri, dan diharapkan siswa SD/MI lebih

memahami cara pencegahan karhutla, bahaya karhutla, dan

penangan terhadap karhutla.

Pada siswa SMP/MTs, dominasi bermain siswa relatif berkurang,

maka guru dapat melaksanakan pembelajaran yang mampu

menjembatani dunia bermain siswa dengan mendorong siswa

berpikir lebih tajam dalam menghadapi karhutla, maka

pembelajaran yang dapat dilaksanakan adalah melalui

pembelajaran kooperatif. Secara umum pembelajaran kooperatif

bertujuan mendorong terwujudnya komunikasi yang aktif

diantara peserta didik di semua tingkatan. Pada pembelajaran

ini peserta didik diberi ruang untuk berkomunikasi dengan teman

dalam satu kelas atau rombel melalui kelompok masing-masing.

Guru juga dapat melaksanakan pembelajaran di luar kelas

dengan mengajak siswa mengunjungi lokasi-lokasi yang ada

hubungannya dengan masalah karhutla. Lokasi yang dikunjungi

tidak harus jauh, cukup di sekitar sekolah, yang penting adalah

adanya arus informasi yang masuk ke pengetahuan siswa

sehingga siswa memahami makna wawasan karhutla.

Simulasi karhutla juga dapat dilaksanakan di SD/MI dan

SMP/MTs. Untuk keperluan tersebut guru kelas atau guru mata

pelajaran harus menjalin kerjasama dengan guru lain dan pihak

sekolah. Guru perlu mempersiapkan simulasi dengan baik, baik

tema, peralatan, dan prosedur yang harus ditempuh siswa ketika

menghadapi karhutla. Melalui simulasi tersebut, seolah-olah

siswa berhadapan dengan kejadian yang sesungguhnya, dan

siswa diajari bagaimana mereka harus bertindak, bersikap, dan

bagaimana agar mereka tetap aman dalam situasi tersebut.

Page 161: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 152

Berbasis Masyarakat

Setelah selesai simulasi, guru dapat menjelaskan mengapa siswa

harus melaksanakan simulasi.

Implementasi pembelajaran wawasan karhutla juga dapat

dilaksanakan pada mata pelajaran Geografi di tingkat SMA/MA.

Berdasarkan Permendiknas RI Nomor 22 tahun 2006 disebutkan

bahwa Geografi merupakan ilmu untuk menunjang kehidupan

sepanjang hayat dan mendorong peningkatan kehidupan.

Lingkup bidang kajiannya memungkinkan manusia memperoleh

jawaban atas pertanyaan dunia sekelilingnya yang menekankan

pada aspek spasial, dan ekologis dari eksistensi manusia.

Bidang kajian geografi meliputi bumi, aspek dan proses yang

membentuknya, hubungan kausal dan spasial manusia dengan

lingkungan, serta interaksi manusia dengan tempat. Sebagai

suatu disiplin integratif, geografi memadukan dimensi alam fisik

dengan dimensi manusia dalam menelaah keberadaan dan

kehidupan manusia di tempat dan lingkungannya.

Mata pelajaran Geografi membangun dan mengembangkan

pemahaman peserta didik tentang variasi dan organisasi spasial

masyarakat, tempat dan lingkungan pada muka bumi. Peserta

didik didorong untuk memahami aspek dan proses fisik yang

membentuk pola muka bumi, karakteristik dan persebaran

spasial ekologis di permukaan bumi. Selain itu peserta didik

dimotivasi secara aktif dan kreatif untuk menelaah bahwa

kebudayaan dan pengalaman mempengaruhi persepsi manusia

tentang tempat dan wilayah.

Pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperoleh dalam

mata pelajaran Geografi diharapkan dapat membangun

kemampuan peserta didik untuk bersikap, bertindak cerdas, arif,

dan bertanggungjawab dalam menghadapi masalah sosial,

ekonomi, dan ekologis. Pada tingkat pendidikan dasar mata

pelajaran Geografi diberikan sebagai bagian integral dari Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS), sedangkan pada tingkat pendidikan

menengah diberikan sebagai mata pelajaran tersendiri.

Page 162: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 153

Berbasis Masyarakat

Implementasi pembelajaran wawasan karhutla pada mata

pelajaran ini dapat dilaksanakan oleh guru melalui beberapa

skenario. Skenario pertama, guru mengambil salah satu

kompetensi dasar yang mengandung materi karhutla. Contoh KD

yang mengandung materi karhutla pada mata pelajaran Geografi

di SMA/MA adalah: a) menganalisis dinamika dan

kecenderungan perubahan litosfer dan pedosfer serta

dampaknya terhadap kehidupan di muka bumi, b) menganalisis

atmosfer dan dampaknya terhadap kehidupan di muka bumi,

c) menganalisis hidrosfer dan dampaknya terhadap kehidupan

di muka bumi. Melalui KD tersebut, guru dapat memberi

penugasan kepada siswa menginventarisir potensi bencana di

Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun terakhir melalui

bermacam-macam sumber pustaka. Siswa juga diwajibkan

mendeskripsikan faktor penyebab terjadinya bencana di

Indonesia. Melalui penugasan tersebut, guru mendorong siswa

mendeskripsikan potensi bencana di Indonesia dan upaya yang

dapat dilakukan masyarakat dalam menghadapi bencana yang

dihadapi. Penugasan dapat bersifat individu atau kelompok.

Langkah berikutnya dalam kegiatan penugasan adalah

presentasi kelompok atau individu di depan kelas untuk

mendapatkan tanggapan dari siswa lain.

Kegiatan pembelajaran berikutnya yang dapat dilaksanakan

adalah bersama-sama menyusun langkah-langkah mitigasi

bencana. Siswa secara berkelompok menyusun mitigasi bencana

sesuai dengan pembagian yang telah dilakukan, misalnya ada

kelompok yang menyusun mitigasi gempa, banjir, kebakaran,

tanah longsor, dan bencana lain. Setelah siswa berhasil

menyusun, maka langkah berikutnya adalah mensimulasikan

rencana yang telah disusun. Tujuannya adalah agar siswa lebih

menghayati makna kejadian bencana yang terjadi, dan

diharapkan pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap

bencana lebih terbuka.

Page 163: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 154

Berbasis Masyarakat

Selain mata pelajaran tersebut, guru dapat menginternalisasikan

nilai-nilai cinta lingkungan pada hampir semua mata pelajaran.

Seperti pada mata peajaran agama, dimana adanya larangan

merusak lingkungan di muka bumi, penyebab kerusakan di muka

bumi adalah karena ulah manusia, dan perintah Nabi

Muhammad untuk menanam pohon; pada mata pelajaran

Bahasa Indonesia, dapat mengedepankan wacana karhutla untuk

topik membaca, membuat kalimat, atau membuat prosa seperti

puisi dan naskah drama . Sehingga amanah untuk

mengintegrasikan tema karhutla dalam setiap mata pelajaran

adalah tugas semua guru mata pelajaran.

Agar pelaksanaan pembelajaran terintegrasi karhutla ini pada

setiap mata pelajaran guru harus memiliki perencanaan yang

matang dengan mempertimbangkan karakteristik peserta didik,

materi ajar, media yang digunakan, kemampuan guru, dan

strategi pembelajaran yang digunakan. Guru harus dapat

memilih pendekatan/strategi/metode yang cocok sehingga

pembelajaran berdampak pada proses perubahan tingkah laku

siswa pada aspek kogintif, afektif dan psikomotor. Berikut

disajikan alternatif stretegi pembelajaran yang dapat diterapkan

di setiap jenjang pendidikan:

a. Metode diskusi

Guru dapat memberikan masalah karhutla terkait dengan

penyebab, pencegahan dan penanggulangan, serta dampak

karhutla bagi masyarakat. Masalah ini didiskusikan siswa

dalam kelompoknya dengan menggunakan berbagai

referensi. Hasil diskusi tersebut dipresentasikan dan dibahas

dalam diskusi klasikal. Pada akhir kegiatan pembelajaran,

guru tetap memberikan penyamaan persepsi tentang hasil

diskusi.

b. Metode role play

Guru dapat membuat naskah tentang karhutla. Siswa diminta

untuk membaca naskah tersebut. Guru menugaskan

sebagian siswa untuk mengambil peran pada naskah yang

dibuat untuk dimainkan sedangkan siswa yang lainnya

Page 164: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 155

Berbasis Masyarakat

mengamati peran yang dimainkan dan memberikan

pendapat atas apa yang diperhatikannya.

c. Metode simulasi

Guru membuat simulasi pemadaman kebakaran secara

sederhana, dengan memanfaatkan alat dan bahan yang ada

di sekitar sekolah, sedangkan yang melakukan simulasi

adalah siswa, guru hanya berperan sebagai pengarah.

Kegiatan ini dapat dilakakukan di halaman sekolah. Selama

siswa melakukan simulasi, guru juga dapat memberikan

pengetahuan tentang bagaimana sikap dalam menghadapi

karhutla.

d. Metode kunjungan lapangan

Guru dapat mengajak siswa ke tempat yang rawan terjadinya

kebakaran atau ke daerah yang telah terjadi kebakaran. Hal

ini dilakukan jika dirasa memungkinkan. Siswa dapat

memberikan pendapatnya tentang apa yang diamati dan

menyususn laporan kunjungannya. Metode ini dirasa lebih

cocok diterapkan pada siswa SMA/MTs, karena

mempertimbangkan lokasi dan kehati-hatian di lokasi

kunjungan.

e. Metode proyek

Dengan metode proyek, siswa secara individual atau secara

berkelompok ditugaskan mengerjakan sebuah proyek dengan

menerapkan berbagai kompetensi yang terkait secara

terpadu untuk menghasilkan sebuah produk atau hasil karya

yang nyata dan tuntas. Sebagai contoh proyek yang dapat

ditugaskan kepada siswa SD adalah membuat maket peta

bumi kabupaten yang rawan terjadinya karhutla, untuk siswa

SMP dapat diberikan proyek penghijauan di suatu daerah

dengan mempertimbangkan tanaman lokal, dan siswa SMA

dapat diberikan proyek membuat produk sederhana untuk

pemadaman kebakaran, mengahadapi bahaya asap,

mengatasi lahan akibat kebakaran, dan sebagainya.

Page 165: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 156

Berbasis Masyarakat

Banyak alternatif metode yang dapat digunakan guru dalam

mengintegrasikan tema karhutla dalam pembelajaran. Namun hal

yang paling penting adalah guru harus benar-benar matang

dalam merencanakan, dan memiliki kemampuan untuk

menerapkannya. Karena keberhasilan mengajar dari sisi guru

dapat dilihat dari ketepatan guru dalam memilih bahan ajar,

media dan alat pengajaran, serta menggunakannya dalam

kegiatan pembelajaran dalam suasana yang menggairahkan,

menyenangkan, dan menggembirakan, sehingga peserta didik

dapat menikmati proses pembelajaran tersebut dengan

memuaskan. Sedangkan dari sisi siswa keberhasilan mengajar

dapat dilihat dari timbulnya keinginan yang kuat pada diri setiap

siswa untuk belajar mandiri yang mengarah pada terjadinya

peningkatan baik pada sisi kognitif, efektif dan psikomotor.

Berdasarkan kajian di atas, maka peran mahasiswa KKN

Kebangsaan Tahun 2015 dalam mengintegrasikan tema karhutla

dalam pembelajaran adalah:

a. Membantu guru dalam menyusun rencana pelaksanaan

pembelajaran pada SK dan KD tertentu yang terkait tema

karhutla.

b. Menjadi model dalam mengimplementasikan metode

pembelajaran yang cocok dengan tema karhutla.

c. Membantu guru dalam membuat bahan ajar yang

komunikatif dengan tema karhutla.

d. Membantu guru mengidentifikasi media, alat peraga, dan

lokasi yang mendukung penerapan metode pembelajaran.

e. Membantu guru merancang evaluasi pembelajaran agar

mengukur tujuan pembelajaran sesuai dengan kegiatan

pembelajaran yang telah dirancang.

f. Memberi masukkan kepada guru terkait variasi metode

pembelajaran.

Pencegahan karhutla dalam pendidikan yang ditawarkan di atas

telah selaras sebagaimana strategi integrasi yang diketengahkan

oleh SC-DRR, yaitu:

Page 166: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 157

Berbasis Masyarakat

a. Integrasi di dalam mata pelajaran, muatan lokal dan ekstra

kurikuler yang sudah ada dalam kurikulum yang sedang

berjalan.

b. Menyelenggarakan kurikulum baru berbasis tema karhutla

yang mencakup/mengakomodasi penyelenggaraan mata

pelajaran, muatan lokal dan/atau kegiatan ekstra kurikuler.

Apapun bentuk kegiatan yang dilakukan atau dipilih untuk

menanamkan konsep, sikap dan keterampilan terkait karhutla,

namun tetap harus mempertimbangkan tantangan, hambatan

dan peluang yang ada. Berikut disajikan contoh analisis peluang

dan tantangan terhadap berbagai pilihan yang ada.

Page 167: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 158

Berbasis Masyarakat

Sumber: Naskah Akademik Pengarusutamaan Pengurangan

Risiko Bencana (PRB) di dalam Sistem Pendidikan Nasional

Konsorsium Pendidikan Bencana

DAFTAR PUSTAKA

Abdorrakhman Gintings, 2008, Esensi Praktis Belajar dan

Pembelajaran, Bandung: Humaniora.

Abuddin Nata, 2009, Perspektif Islam tentang Strategi

Pembelajaran, Jakarta: Kencana.

BNPB, 2014, Lapora Utama: Karhutla Riau ini Pembakaran bukan

Kebakaran, Majalah, Gema BNPB, Vol. 5., No. 1.

Muh. Sholeh, 2012, Karakteristik Bencana di Indonesia dan

Implementasi Pembelajaran Wawasan Kebencanaan di

Sekolah, Semarang: Jurusan Geografi FIS Universitas

Negeri Semarang.

The World Bank, Laporan Perkembangan Triwulanan

Perekonomian Indonesia, Juli 2014, Jakarta.

Tim Gugus Tugas KPB, 2009, Naskah Akademik

Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) di

dalam Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Konsorsium

Pendidikan Bencana.

Tim Pustaka Yustisia, 2007, Panduan Penyususnan KTSP

Lengkap untuk SD, SMP, SMA, Jakarta: Pustaka Yustisia.

Page 168: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 159

Berbasis Masyarakat

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

PERLINDUNGAN HUTAN DAN

KONSERVASI ALAM

NOMOR : P.2/IV-SET/2014

Page 169: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 160

Berbasis Masyarakat

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

NOMOR : P.2/IV-SET/2014

TENTANG

PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN

MASYARAKAT PEDULI API

DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI

ALAM,

Menimbang :

a. bahwa berdasarkan Pasal 36, Pasal 37 dan Pasal 38

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 12/Menhut-II/2009

tentang Pengendalian Kebakaran Hutan, diatur pembentukan

dan pembinaan masyarakat peduli api;

b. bahwa untuk mendukung pelaksa-naan kegiatan sebagaimana

dimak-sud pada huruf a, perlu kejelasan mekanisme

pembentukan dan pembinaan masyarakat peduli api;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

pada huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan Peraturan Direktur

Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam tentang

Pembentukan dan Pembinaan Masyarakat Peduli Api.

Mengingat :

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 12/Menhut-II/2009

tentang Pengendalian Kebakaran Hutan

Page 170: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 161

Berbasis Masyarakat

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN

KONSERVASI ALAM TENTANG PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN

MASYARAKAT PEDULI API

BAB I

KETENTUAN UMUM

Bagian Kesatu

Pengertian

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan

lahan yang berisi sumber daya alam hayati yang didominasi

pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang

satu dengan lain tidak dapat dipisahkan.

2. Hutan konservasi adalah hutan dengan ciri khas tertentu

yang mempunyai fungsi pokok pengawetan

keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

3. Lahan adalah suatu hamparan ekosistem daratan yang

peruntukannya untuk usaha dan atau kegiatan ladang dan

atau kebun bagi masyarakat.

4. Kebakaran hutan adalah suatu keadaan dimana hutan

dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan

atau hasil hutan yang menimbulkan kerugian ekonomis dan

atau nilai lingkungan.

Page 171: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 162

Berbasis Masyarakat

5. Pengendalian kebakaran hutan adalah semua usaha

pencegahan, pemadaman, penanganan pasca kebakaran

hutan dan penyelamatan.

6. Pencegahan kebakaran hutan adalah semua usaha,

tindakan atau kegiatan yang dilakukan untuk mencegah

atau mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan.

7. Pemadaman kebakaran hutan adalah semua usaha,

tindakan atau kegiatan yang dilakukan untuk menghilangkan

atau mematikan api yang membakar hutan.

8. Penanganan pasca kebakaran hutan adalah semua usaha,

tindakan atau kegiatan yang meliputi inventarisasi,

monitoring dan evaluasi serta koordinasi dalam rangka

menangani suatu areal setelah terbakar.

9. Sarana dan prasarana adalah peralatan dan fasilitas yang

digunakan untuk mendukung pengendalian kebakaran

hutan.

10. Masyarakat adalah orang seorang, kelompok orang,

termasuk masyarakat hukum adat atau Badan Hukum.

11. Manggala Agni adalah regu pengendali kebakaran hutan

yang personilnya berasal dari Pegawai Negeri Sipil dan

masyarakat yang telah diberikan pembekalan pengendalian

kebakaran hutan.

Page 172: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 163

Berbasis Masyarakat

12. Masyarakat Peduli Api yang selanjutnya disebut MPA adalah

masyarakat yang secara sukarela peduli terhadap

pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang telah

dilatih/diberi pembekalan serta dapat diberdayakan untuk

membantu kegiatan pengendalian kebakaran hutan.

13. Patroli adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh

Manggala Agni dan semua pihak dalam rangka pencegahan

dan pemadaman kebakaran hutan dan lahan.

14. Patroli pencegahan adalah upaya mobilisasi petugas oleh

dua orang atau lebih ke suatu lokasi untuk kegiatan

pencegahan dan mengetahui secara dini terjadinya

kebakaran hutan dan lahan dengan menggunakan sarana

sesuai dengan kondisi setempat sehingga ancaman bahaya

kebakaran dapat dicegah sedini mungkin.

15. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang diserahi

tugas dan tanggungjawab di bidang Perlindungan Hutan

dan Konservasi Alam.

16. Unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan adalah wilayah

pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya

yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.

17. Unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan melliputi Kesatuan

Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP), Kesatuan Pengelolaan

Hutan Konservasi (KPHK), Kesatuan Pengelolaan Hutan

Lindung (KPHL).

18. Desa sasaran adalah desa yang telah ditetapkan untuk

direncanakan pelaksanaan kegiatan pembentukan MPA.

Page 173: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 164

Berbasis Masyarakat

Bagian Kedua

Tujuan

Pasal 2

Tujuan penyusunan peraturan ini yaitu sebagai pedoman dan

arahan dalam pelaksanaan pembentukan dan pembinaan MPA

agar dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

Bagian Ketiga

Ruang Lingkup

Pasal 3

Ruang lingkup peraturan ini, meliputi:

a. pembentukan;

b. organisasi;

c. sarana dan prasarana;

d. pembinaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan; dan

e. pembiayaan.

BAB II

PEMBENTUKAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 4

(1) Pembentukan MPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3

huruf a, didahului dengan penetapan desa sasaran, meliputi

desa yang berbatasan dengan kawasan hutan, rawan

kebakaran lahan dan berpotensi meluas ke hutan dan atau

yang ditetapkan oleh Kepala Unit atau Kesatuan

Pengelolaan Hutan sebagai desa sasaran.

Page 174: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 165

Berbasis Masyarakat

(2) Pembentukan MPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

dilakukan melalui tahapan kegiatan:

a. perencanaan;

b. persyaratan;

c. pembekalan; dan

d. penetapan.

Bagian Kedua

Perencanaan

Pasal 5

(1) Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2)

huruf a, meliputi kegiatan sosialisasi program kepada

masyarakat di wilayah desa sasaran atau kecamatan.

(2) Kegiatan sosialisasi program sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), dilaksanakan terhadap masyarakat di wilayah:

a. desa sasaran; dan

b. calon anggota MPA.

Bagian Ketiga

Persyaratan

Pasal 6

(1) Persyaratan calon anggota MPA sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b:

a. warga negara indonesia;

b. masyarakat yang bertempat tinggal dan atau memiliki

lahan garapan di desa sasaran yang berbatasan

langsung dengan kawasan hutan;

Page 175: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 166

Berbasis Masyarakat

c. sehat jasmani dan rohani;

d. berusia minimal 17 tahun;

e. dapat membaca dan menulis secara aktif;

f. berkelakuan baik;

g. mendaftarkan diri sebagai tenaga relawan;

h. membuat surat pernyataan sebagai tenaga relawan; dan

i. mengikuti pembekalan bidang pengendalian kebakaran

hutan.

(2) Calon anggota MPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

harus berasal dari desa sasaran yang berada dalam satu

kecamatan.

(3) Calon anggota MPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

diusulkan oleh perangkat desa atau kecamatan yang

membawahi desa sasaran.

(4) Jumlah calon anggota MPA sebagaimana dimaksud pada

ayat (3), paling sedikit 2 (dua) regu yang beranggotakan

masing-masing 15 (lima belas) orang dalam 1 (satu) kali

pembentukan.

(5) Format surat pernyataan sebagai tenaga relawan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h, sebagaimana

lampiran I peraturan ini.

Bagian Keempat

Pembekalan

Pasal 7

(1) Calon anggota MPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6,

harus mengikuti pembekalan teknis.

(2) Pembekalan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

dilaksanakan paling sedikit selama 2 (dua) hari dengan

materi 16 (enam belas) jam mata pelajaran.

Page 176: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 167

Berbasis Masyarakat

(3) Materi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terdiri atas

teori dan praktek yang meliputi 8 (delapan) jam mata

pelajaran dan 8 (delapan) jam praktek.

(4) Materi teori dan praktek sebagaimana dimaksud pada ayat

(3), disampaikan melalui metode ceramah, diskusi dan

simulasi yang dilakukan fasilitator dari:

a. Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan;

b. Unit Pelaksana Teknis; atau

c. Lembaga terkait yang membidangi Kebakaran.

(5) Fasilitator sebagaimana dimaksud pada ayat (4), harus

memiliki:

a. kemampuan mengajar, menguasai materi yang diajarkan

baik teori maupun praktek;

b. pengalaman yang cukup di bidang yang akan diajarkan;

dan

c. kemampuan menerapkan berbagai metoda mengajar dan

mengevaluasi proses pembelajaran.

(6) Materi teori dan praktek sebagaimana dimaksud pada ayat

(3), mengikuti silabus sebagaimana lampiran II dan III

peraturan ini.

Bagian Kelima

Penetapan

Pasal 8

(1) Penetapan anggota MPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal

4 ayat (2) huruf d, dilakukan dengan ketentuan:

a. telah mengikuti pembekalan teknis MPA yang dibuktikan

dengan Surat Keputusan Bersama antara Kepala Unit

Pelaksana Teknis atau Kesatuan Pengelolaan Hutan dan

Camat yang membawahi desa sasaran;

Page 177: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 168

Berbasis Masyarakat

b. diberikan sertifikat sebagai bukti telah lulus mengikuti

pembekalan kebakaran hutan dan lahan; dan

c. memiliki kartu anggota yang diberikan pada saat

penetapan.

(2) Format kartu anggota dan sertifikat sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf b dan huruf c, sebagaimana lampiran

IV dan V peraturan ini.

BAB III

ORGANISASI

Pasal 9

(1) Organisasi anggota MPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal

3 huruf b, terdiri atas kelompok atau regu, dipimpin oleh

ketua dan sekretaris yang ditunjuk dan disepakati oleh para

anggotanya.

(2) Kelompok atau regu sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

bertugas ikut aktif membantu Unit Pelaksana Teknis atau

Kesatuan Pengelolaan Hutan serta Manggala Agni dalam

melaksanakan kegiatan pencegahan, pemadaman dan

penanganan pasca kebakaran hutan dan lahan.

(3) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kelompok

atau regu juga bertugas. melakukan kegiatan antara lain:

a. memberikan informasi kepada personil unit atau Kesatuan

Pengelolaan Hutan terkait kejadian kebakaran dan atau

pelaku pembakaran;

b. menyebarluaskan informasi peringkat bahaya kebakaran

hutan dan lahan;

c. melakukan penyuluhan secara mandiri atau bersama-

sama dengan petugas unit atau Kesatuan Pengelolaan

Hutan;

Page 178: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 169

Berbasis Masyarakat

d. melakukan pertemuan secara rutin dalam rangka

penguatan kelembagaan.

(4) Kelompok atau regu sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

berkedudukan di sekretariat kantor desa setempat atau

lokasi yang disepakati.

Pasal 10

Anggota MPA, dapat diberikan penghargaan apabila:

a. berpartisipasi aktif secara mandiri dalam upaya pencegahan

kebakaran hutan dan penyuluhan kepada masyarakat;

b. menggalang masyarakat dalam rangka meningkatkan

kesadaran untuk tidak melakukan pembakaran, memberikan

informasi secara cepat kepada manggala agni sebagai

upaya peringatan dini;

c. ikut aktif membantu manggala agni dalam pemadaman

kebakaran hutan dan lahan.

Pasal 11

(1) Keanggotaan MPA berakhir, apabila:

a. mengundurkan diri;

b. meninggal dunia; atau

c. diberhentikan.

(2) Pemberhentian keanggotaan MPA sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf c, dilakukan apabila:

a. tidak aktif dalam kegiatan organisasi dalam waktu selama

6 (enam) bulan berturut-turut;

b. melakukan tindak pidana; dan

c. melanggar tata tertib organisasi yang telah disepakati.

Page 179: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 170

Berbasis Masyarakat

BAB IV

SARANA DAN PRASARANA

Pasal 12

(1) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal

3 huruf c, dapat berupa alat tulis, GPS, peta, kompas, papan

tulis, komputer, alat komunikasi, peralatan tangan dan

mekanik.

(2) Selain sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), juga dapat berupa kentongan, pengeras suara di

masjid, bendera, papan informasi desa, maupun papan

peringkat bahaya kebakaran.

(3) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat

(2), sebagaimana lampiran VI dan VII peraturan ini.

BAB V

PEMBINAAN, MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN

Bagian Kesatu

Pembinaan

Pasal 12

(1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d,

dilakukan dalam bentuk pemberian motivasi, pengetahuan

dan keterampilan pengendalian kebakaran hutan konservasi

dan lahan.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan

oleh Unit Pelaksana Teknis atau Kesatuan Pengelolaan

Hutan, dengan mekanisme:

a. pertemuan rutin dalam rangka penguatan kelembagaan;

dan

Page 180: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 171

Berbasis Masyarakat

b. pelatihan (inhouse training) pengendalian kebakaran

hutan dan lahan secara bertahap dan

berkesinambungan.

Bagian Kedua

Monitoring dan Evaluasi

Pasal 13

(1) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal

3 huruf d, dilakukan secara berjenjang oleh Unit Pelaksana

Teknis atau Kesatuan Pengelolaan Hutan.

(2) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), dilakukan untuk:

a. mengetahui progres, realisasi serta permasalahan yang

dihadapi oleh MPA;

b. mengetahui efektifitas kegiatan pengendalian kebakaran

hutan dan lahan oleh MPA; dan

c. mengetahui dampak terhadap peningkatan ekonomi, serta

kelestarian fungsi hutan dan lingkungan.

Bagian Ketiga

Pelaporan

Pasal 14

(1) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d,

dapat berupa data dan informasi antara lain meliputi

kondisi, jumlah dan kegiatan.

(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

disampaikan oleh Unit Pelaksana Teknis atau Kesatuan

Pengelolaan Hutan kepada Direktur Jenderal setiap 6

(enam) bulan.

Page 181: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 172

Berbasis Masyarakat

BAB VI

PEMBIAYAAN

Pasal 15

Pembiayaan pembentukan MPA dapat bersumber dari dana

Pemerintah atau Pemerintah Daerah atau sumber dana lain yang

tidak mengikat.

BAB VII

PENUTUP

Pasal 16

Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta

pada tanggal : 19 Mei 2014

DIREKTUR JENDERAL,

Ir. SONNY PARTONO, MM

NIP. NIP. 19550617 198103 1 008

Page 182: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 173

Berbasis Masyarakat

LAMPIRAN I : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN

HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

NOMOR : P. 2/IV-SET/2014

TANGGAL : 19 Mei 2014

TENTANG : PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN

MASYARAKAT PEDULI API SURAT PERNYATAAN

SEBAGAI TENAGA RELAWAN/SUKARELA

Nama : .......................................................

Warga Negara : .......................................................

Penduduk Asli/Pendatang : .......................................................

Agama : .......................................................

Pekerjaan : .......................................................

Alamat lengkap : .......................................................

No Tlp/Hp : .......................................................

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Bersedia menjadi tenaga sukarela Masyarakat Peduli

Api/MPA di Desa …. Kecamatan….. Kabupaten….

Provinsi….

2. Bersedia membantu Manggala Agni, BBKSDA/BBTN,

BKSDA/BTN dalam kegiatan pencegahan, pemadaman

dan penanganan paska kebakaran.

3. Bersedia melaksanakan tugas sesuai dengan kewajiban

MPA secara mandiri atau kelompok.

Demikian, surat pernyataaan ini dibuat dengan sebenarbenarnya.

Desa, ............................. 20 ..........

Meterai Rp 6000

ttd

Nama lengkap

Page 183: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 174

Berbasis Masyarakat

LAMPIRAN II : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

NOMOR : P. 2/IV-SET/2014

TANGGAL : 19 Mei 2014

TENTANG : PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN

PEMBINAAN MASYARAKAT PEDULI API

MATERI TEORI DAN PRAKTEK PEMBEKALAN TEKNIS CALON

ANGGOTA MPA 16 JPL (2 HARI)

MATERI TEORI BAHASAN POKOK JPL

Gambaran

Umum

Praktek

Pengendalian

Kebakaran

Hutan

dan Lahan

a. Kebakaran hutan dan lahan di

Indonesia, dampak dan upaya

pengendalian.

b. Kebijakan Pengendalian Kebakaran

Hutan dan Lahan (peraturan

perundangan terkait kebakaran

hutan dan lahan serta penerapan

sanksi)

1

Teknik Dasar

Pencegahan

Kebakaran

Hutan

dan Lahan

a. Teori dasar kebakaran hutan dan

lahan (segitiga api, sumber api,

type kebakaran, jenis bahan

bakaran,dll)

b. Uji remas daun tunggal

c. Pembuatan sekat bakar bagi lahan

masyarakat.

d. Pengenalan SPBK/Sistem Peringkat

Bahaya Kebakaran dan rambu-

rambu kebakaran

3

Dasar-dasar

PLTB

(Pembukaan

Lahan

Tanpa Bakar)

a. Pemanfaatan bahan bakaran untuk

pembuatan kompos organik dan

briket arang

2

Page 184: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 175

Berbasis Masyarakat

MATERI TEORI BAHASAN POKOK JPL

Teknik Dasar

Pemadaman

Kebakaran

Hutan

dan Lahan

a. Pengenalan peralatan pemadaman

kebakaran hutan dan lahan

(prosedur penggunaan, mobilisasi,

dan pemeliharaan peralatan)

b. Sistem informasi kejadian

kebakaran

c. Teknik pemadaman (pemadaman

langsung, tidak langsung dan

moping up)

2

Pencegahan

Kebakaran

Hutan dan

Lahan

a. Pembuatan sekat bakar

b. Uji remas daun tunggal

c. Pembuatan rambu-rambu SPBK

2

PLTB a. Pembuatan kompos organik dan

pembuaan briket arang

2

Simulasi

Pemadaman

kebakaran

hutan

dan lahan

a. Penggunaan peralatan tangan

untuk pemadaman dini kebakaran

hutan dan lahan

b. Simulasi sistem informasi kejadian

kebakaran hutan dan lahan

c. Simulasi pemadaman kebakaran

hutan dan lahan

4

Page 185: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 176

Berbasis Masyarakat

LAMPIRAN III : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN

HUTAN DAN KONSERVASI ALAM.

NOMOR : P. 2/IV-SET/2014

TANGGAL : 19 Mei 2014

TENTANG : PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN

PEMBINAAN MASYARAKAT PEDULI API

NO MATERI

PELAJARAN

POKOK

BAHASAN

INDIKATOR

KEBERHASILAN

METODA

DAN ALAT

BANTU

A. MATERI PELATIHAN

1 Gambaran

Umum

Pengendalian

Kebakaran

Hutan dan

Lahan

a. Kebakaran

hutan dan

lahan di

Indonesia,

dampak dan

upaya

pengendalian.

b. Kebijakan

Pengendalian

Kebakaran

Hutan dan

Lahan

(peraturan

perundangan

terkait

kebakaran

hutan dan

lahan serta

penerapan

sanksi)

Setelah mengikuti

pelajaran ini peserta

diharapkan mampu;

Mampu

menjelaskan

tentang penyebab

kebakaran hutan

dan lahan

Mampu

menjelaskan

dasar hukum,

pemberian sanksi

bagi pelaku

kebakaran hutan

dan lahan

a. Ceramah,

Tanya

jawab,

diskusi

b. LCD,

Laptop

2 Teknik Dasar

Pencegahan

Kebakaran

Hutan dan

Lahan

a. Teori dasar

kebakaran

hutan dan

lahan

(segitiga api,

sumber api,

Setelah mengikuti

pelajaran ini peserta

diharapkan mampu :

Mampu

menjelaskan teori

dasar kebakaran

a. Ceramah,

Tanya

jawab,

diskusi.

b. LCD,

Laptop,

Page 186: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 177

Berbasis Masyarakat

NO MATERI

PELAJARAN

POKOK

BAHASAN

INDIKATOR

KEBERHASILAN

METODA

DAN ALAT

BANTU

type

kebakaran,

jenis bahan

bakaran,dll)

b. Uji remas

daun kering

c. Pembuatan

sekat bakar

bagi lahan

masyarakat.

d. Pengenalan

SPBK/Sistem

PerIngkat

Bahaya

Kebakaran

Dan rambu-

rambu

kebakaran

Mampu

menjelaskan

tentang indicator

bahan bakaran

yang mudah

terbakar

Mampu menyusun

Peta Desa Rawan

Kebakaran secara

partisipatif. Mampu

menggunakan

peralatan

perpetaan dan

groundchek

hotspot

White

board,

spidol

3 Dasar-Dasar

PLTB /

Pembukaan

Lahan Tanpa

Bakar

a. Pemanfaatan

Bahan

bakaran

untuk

pembuatan

kompos

organik dan

briket arang

Setelah mengikuti

pelajaran ini peserta

diharapkan mampu:

Mampu mengolah

lahan yang akan

ditanami tanpa

bakar dengan

mengolah daun,

serasah, ranting

menjadi kompos

dan briket arang

serta rumah abu

a. Ceramah,

Tanya

jawab,

diskusi

b. LCD,

Laptop,

4 Teknik Dasar

Pemadaman

kebakaran

Hutan dan

Lahan

a. Pengenalan

peralatan

pemadaman

kebakaran

hutan dan

lahan

Setelah mengikuti

pelajaran ini peserta

diharapkan mampu:

Mampu

menggunakan

a. Ceramah,

Tanya

jawab,

diskusi

b. LCD,

Laptop,

Page 187: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 178

Berbasis Masyarakat

NO MATERI

PELAJARAN

POKOK

BAHASAN

INDIKATOR

KEBERHASILAN

METODA

DAN ALAT

BANTU

(prosedur

penggunaan,

mobilisasi

dan

pemeliharaan

peralatan

b. Sistem

informasi

kejadian

kebakaran,

c. Tehnik

pemadaman

(pemadaman

langsung,

tidak

langsung dan

moping up)

peralatan

pemadaman

Mampu melakukan

pemadaman

dengan berbagai

teknik pemadaman

(pemadaman

langsung, tidak

langsung dan

moping up)

Mampu

melaksanakan

kerjasama dalam

Tim/Regu dan

lintas sektoral

Mampu

mengkomunikasikan

dan memberikan

informasi kejadian

kebakaran

Alat,

peraga

B PRAKTEK LAPANGAN

1 Pencegahan

Kebakaran

Hutan dan

Lahan

a. Praktek

pembuatan

sekat bakar

b. Praktek Uji

remas daun

tunggal

c. Pembuatan

rambu-rambu

SPBK

Setelah mengikuti

praktek ini peserta

diharapkan mampu

mengidentifikasikan

indikator bahan

bakaran yang

mudah terbakar

a. Praktek,

Bimbingan

b. Perlengk-

apan,

Praktek

c. Lokasi,

Praktek

2 PLTB Praktek

pembuatan

kompos organik

dan briket

arang

Setelah mengikuti

praktek ini peserta

diharapkan mampu

mempraktekan

pemanfaatan

dan pengolahan

a. Praktek,

Bimbing

an

b. Perleng-

kapan

Praktek,

Page 188: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 179

Berbasis Masyarakat

NO MATERI

PELAJARAN

POKOK

BAHASAN

INDIKATOR

KEBERHASILAN

METODA

DAN ALAT

BANTU

lahan yang akan

dibuka (serasah,

ranting tanaman,

dedaunan) sebagai

bahan baku kompos

organic dan briket

arang

mesin

cacah

dan

mesin

penceta

k

c. Briket

d. Lokasi

3 Simulasi

Pemadaman

kebakaran

hutan dan

lahan

a. Penggunaan

peralatan

tangan untuk

pemadaman

dini

kebakaran

hutan dan

lahan

b. Simulasi

system

informasi,

kejadian

kebakaran

hutan dan

lahan

c. Simulasi

pemadaman

kebakaran

hutan dan

lahan

Setelah mengikuti

praktek ini peserta

diharapkan mampu

dan mahir

menggunakan

peralatan

pemadaman

kebakaran,

penyampaian

informasi serta

koordinasi dalam

dan luar Tim/Regu

a. Praktek,

Bimbing

an

b. Perlengk

apan

Praktek

c. Lokasi

Praktek

Page 189: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 180

Berbasis Masyarakat

LAMPIRAN IV : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN

HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

NOMOR : P. 2/IV-SET/2014

TANGGAL : 19 Mei 2014

TENTANG : PERATURAN PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN

DAN PEMBINAAN MASYARAKAT PEDULI API

Page 190: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 181

Berbasis Masyarakat

LAMPIRAN V : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

NOMOR : P. 2/IV-SET/2014

TANGGAL : 19 Mei 2014

TENTANG : PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN

PEMBINAAN MASYARAKAT PEDULI API

Page 191: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 182

Berbasis Masyarakat

LAMPIRAN VI : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN

HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

NOMOR : P. 2/IV-SET/2014

TANGGAL : 19 Mei 2014

TENTANG : PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN

PEMBINAAN MASYARAKAT PEDULI API

PERALATAN TANGAN (HAND TOOLS)

PEMADAMAN KEBAKARAN

Page 192: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 183

Berbasis Masyarakat

LAMPIRAN VII : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN

HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

NOMOR : P. 2/IV-SET/2014

TANGGAL : 19 Mei 2014

TENTANG : PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN

PEMBINAAN MASYARAKAT PEDULI API

PERALATAN MEKANIK

PEMADAMAN KEBAKARAN

DIREKTUR JENDERAL,

Ir. SONNY PARTONO, MM

NIP. 19550617 198103 1 008

Page 193: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 184

Berbasis Masyarakat

Page 194: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 185

Berbasis Masyarakat

CONTOH PERATURAN DESA (PERDES)

TENTANG PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM

SECARA LESTARI

Page 195: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 186

Berbasis Masyarakat

PERATURAN DESA TITI AKAR

Nomor :

TENTANG

PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM SECARA LESTARI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA DESA TITI AKAR

Menimbang : a. Bahwa dengan semakin terbatasnya

potensi sumberdaya pesisir dan laut desa

untuk menjamin terselenggaranya

kehidupan dan pembangunan yang

berkelanjutan serta terpeliharanya fungsi

lingkungan hidup akibat dari usaha

pemanfaatan pesisir dan laut oleh

masyarakat dan atau nelayan desa/luar

desa, maka wilayah pesisir dan laut

sebagai penyediaan sumberdaya

perikanan laut serta wilayah daratan

pesisir sebagai wilayah penyanggah perlu

dilindungi

b. Bahwa dalam rangka menjamin

pelestarian lingkungan hidup (darat, laut

dan udara), maka setiap orang

berkewajiban untuk menjaga, mengawasi

dan memelihara lingkungan hidup yang

dijamin oleh hukum dan perundang-

undangan yang berlaku

Page 196: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 187

Berbasis Masyarakat

c. Bahwa dalam rangka kebijaksanaan

pemerintah dalam pelestarian

sumberdaya alam dan lingkungan hidup,

maka perlindungan kawasan pesisir dan

laut desa perlu dituangkan dalam suatu

Peraturan Desa sebagai masyarakat

sadar hukum dan sadar lingkungan hidup

Mengingat : 1. Undang-undang Dasar 1945 Pasal 4 ayat

(1) dan Pasal 33 ayat (33)

2. Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, Pasal 5 ayat 2

3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah

4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999

tentang Perimbangan Keuangan Pusat

dan Daerah

5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990

tentang Konservasi Sumberdaya Alam

dan Ekosistemnya

6. Undang-undang Republik Indonesia

Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan

7. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1956

tentang Pembentukan Daerah Otonomi

dalam Lingkungan Daerah Propinsi

Sumatera Tengah Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor

25

8. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintah Daerah

Page 197: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 188

Berbasis Masyarakat

9. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun

2005 tentang Pemerintahan Desa

10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 76 Tahun 2001 tentang Pedoman

Umum Pengaturan Mengenai Desa

11. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun

1999 tentang Pengendalian Pencemaran

dan atau Perusakan Laut

12. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun

1999 tentang Analisis mengenai Dampak

Lingkungan

Memperhatikan : 1. Dokumen Desa Titi Akar tentang rencana

Pengembangan Desa Titi Akar

2. Dokumen kelompok Masyarakat Pengelola

Sumberdaya Alam Titi Akar Secara Lestari

tentang KPS, USP, KUB dan Unit Usaha

3. Keputusan Badan Permusyawaratan Desa

Titi Akar, Nomor ………. Tanggal …………

Tentang persetujuan Pengesahan

Rancangan Peraturan Desa mengenai

Pengelolaan Sumberdaya Alam secara

Lestari

4. Saran dan pendapat Tokoh Masyarakat

desa Titi Akar

Page 198: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 189

Berbasis Masyarakat

Dengan Persetujuan Bersama

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA TITI AKAR

KECAMATAN________________KABUPATEN _____________

DAN

KEPALA DESA TITI AKAR KECAMATAN________________

KABUPATEN _______________

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DESA TITI AKAR TENTANG

PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM SECARA

LESTARI

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Desa ini yang dimaksud dengan:

1. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki

kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat

istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan

Nasional dan berada di Daerah Kabupaten Bengkalis

2. Pemerintahan Desa adalah kegiatan Pemerintahan yang

dilakukan oleh Pemerintah Desa dan Badan

Permusyawaratan Desa

3. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa

4. Kepala Desa adalah Kepala Desa Titi Akar

Page 199: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 190

Berbasis Masyarakat

5. Perangkat Desa adalah pelaksana Pemerintah Desa yang

terdiri dari unsur staf, unsur pelaksana dan unsur wilayah

6. Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disebut BPD

adalah perwakilan yang terdiri atas pemuka-pemuka

masyarakat yang ada di Desa yang berfungsi mengayomi

adat istiadat, membuat Peraturan Desa, menampung aspirasi

dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta melakukan

pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

7. Rancangan Peraturan Desa yang selanjutnya disebut

Ranperdes adalah rancangan peraturan desa yang disusun

oleh Pemerintah Desa dan atau BPD sebagai bahan

musyawarah Kepala Desa bersama BPD untuk menetapkan

Perdes

8. Peraturan Desa yang selanjutnya disebut Perdes adalah

semua peraturan desa yang ditetapkan oleh Kepala Desa

setelah dimusyawarahkan dan telah mendapat persetujuan

BPD

9. Dusun adalah bagian wilayah dalam Desa yang merupakan

lingkungan kerja pelaksanaan Pemerintahan Desa

10. Lembaga Kemasyarakatan adalah lembaga kemasyarakatan

yang ada di Desa, dibentuk oleh warga masyarakat

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

dalam upaya memberdayakan masyarakat yang merupakan

mitra Pemerintah Desa dalam aspek perencanaan,

pelaksanaan dan pengendalian pembangunan yang

bertumpu pada masyarakat

11. Partisipasi pengelolaan sumberdaya alam secara lestari

Desa Titi Akar merupakan peran serta semua pihak dalam

perencanaan, pelaksanaan/pemanfaatan, pemantauan,

pengendalian dan evaluasi pengelolaan sumberdaya alam

secara lestari di Desa Titi Akar

Page 200: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 191

Berbasis Masyarakat

12. Pengelolaan Sumberdaya Alam secara Lestari adalah

pemanfaatan kekayaan sumberdaya alam desa untuk

dikelola dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat serta bertanggungjawab atas kelestarian

Lingkungan Hidup

13. Kelompok Masyarakat Pengelola Sumberdaya Alam secara

Lestari adalah terdiri dari Kelompok Pengelola Sumberdaya,

Unit Simpan Pinjam, Kelompok Usaha Bersama dan Unit

Usaha

14. Unit Simpan Pinjam yang selanjutnya disebut USP adalah

suatu badan yang menjadi pengelola dan pencari dana

untuk modal usaha Pengelolaan Sumberdaya Alam secara

Lestari

15. Kelompok Pengelola Sumberdaya yang selanjutnya disebut

KPS adalah badan yang menjadi pengelola dan pencari dana

untuk konservasi dalam rangka Pengelolaan Sumberdaya

Alam secara Lestari

16. Kelompok Usaha Bersama yang selanjutnya disebut KUB

adalah kelompok masyarakat pengelola zona untuk

dimanfaatkan secara ekonomis dan dijaga kelestariannya

17. Unit Usaha adalah pengguna sumberdaya dan menjadi

bagian yang tidak terpisahkan dari KUB

18. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang

selanjutnya disebut AD/ART adalah aturan organisasi dari

Kelompok Masyarakat Pengelola Sumberdaya Alam secara

Lestari dan tidak boleh bertentangan dengan Perdes

19. Zona adalah wilayah yang dikelola oleh masyarakat untuk

kepentingan usaha dan pelestarian lingkungan hidup

20. Masyarakat Desa adalah kumpulan orang/individu yang

bertempat tinggal dan mematuhi aturan yang berlaku di

Desa Titi Akar

Page 201: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 192

Berbasis Masyarakat

21. Lembaga Pembedayaan Masyarakat Desa selanjutnya

disebut LPM adalah lembaga kemasyarakatan yang bergerak

dibidang pemberdayaan masyarakat

BAB II

ZONA PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM

Pasal 2

Desa Titi Akar memiliki 2 (dua) zona, antara lain:

1. Zona Perikanan Tangkap; terdapat di pesisir pantai Desa Titi

Akar

2. Zona Perkebunan; terdapat di Dusun Hutan Panjang, Suka

Damai dan Hutan Ayu

Bagian Pertama

Zona Perikanan Tangkap

Pasal 3

Zona Perikanan Tangkap merupakan suatu wilayah yang

diperuntukkan sebagai tempat masyarakat memanfaatkan

sumberdaya alam yang terdapat di perairan pantai dan laut

Pasal 4

Program bisnis yang akan dilaksanakan di Desa Titi Akar untuk

zona perikanan tangkap adalah usaha yang bergerak dan

bergantung dengan hasil perikanan tangkap

Pasal 5

Program konservasi untuk zona perikanan tangkap adalah usaha

dari, oleh dan untuk masyarakat dalam melestarikan

sumberdaya alam yang terdapat di perairan pantai dan laut

Page 202: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 193

Berbasis Masyarakat

Bagian Kedua

Zona Perkebunan

Pasal 6

Zona Perkebunan merupakan suatu wilayah yang diperuntukkan

sebagai tempat masyarakat memanfaatkan lahan yang dikelola

untuk perkebunan

Pasal 7

Program bisnis yang akan dilaksanakan di Desa Titi Akar untuk

zona perkebunan adalah usaha yang memanfaatkan perkebunan

sebagai tempat untuk menambah penghasilan masyarakat

pekebun selain dari hasil perkebunan (mata pencaharian

alternatif)

Pasal 8

Program konservasi untuk zona perkebunan adalah usaha yang

dilakukan agar kondisi lingkungan tidak rusak dan tetap terjaga

sesuai dengan usaha perkebunan

BAB III

PARTISIPASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM SECARA

LESTARI

Pasal 9

1. Pemerintah Desa dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam

secara Lestari berperan sebagai penanggung jawab dan

pendukung legalitas program kerja sama dengan pihak lain

untuk mendukung terlaksananya pengelolaan sumberdaya

alam secara lestari

Page 203: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 194

Berbasis Masyarakat

2. Kelompok Masyarakat Pengelola Sumberdaya Alam secara

Lestari berperan sebagai pelaksana yang terlibat langsung

dalam pengelolaan sumberdaya alam secara lestari

3. Masyarakat Desa dalam pengelolaan sumberdaya alam

secara lestari berperan sebagai pemberi masukan berupa

ide dan saran kepada Pengelola Sumberdaya Alam secara

Lestari

BAB IV

TANGGUNGJAWAB PEMERINTAH DESA DALAM PENGELOLAAN

SUMBERDAYA ALAM SECARA LESTARI

Pasal 10

1. Pemerintah Desa dalam pengelolaan sumberdaya alam

secara lestari bertanggung jawab merekomendasikan

Perangkat Desa sebanyak 1 (satu) orang untuk duduk di

USP, 1 (satu) orang untuk duduk di KPS

2. BPD dalam pengelolaan sumberdaya alam secara lestari

bertanggung jawab merekomendasikan anggota BPD

sebanyak 1 (satu) orang untuk duduk di USP, 1 (satu) orang

untuk duduk di KPS

Pasal 11

1. Pemerintahan Desa dalam pengelolaan sumberdaya alam

secara lestari bertanggung jawab terhadap legalitas atas

Kelompok Pengelola Sumberdaya Alam secara Lestari

2. Pemerintahan Desa dalam pengelolaan sumberdaya alam

secara lestari bertanggung jawab membina kelompok

Masyarakat Pengelola Sumberdaya Alam secara Lestari

3. Pemerintahan Desa dalam pengelolaan sumberdaya alam

secara lestari bertanggung jawab mengadakan pertemuan

Page 204: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 195

Berbasis Masyarakat

bersama Tokoh Masyarakat untuk menentukan Tokoh

Masyarakat sebanyak 5 (lima) orang yang duduk di USP, 3

(tiga) orang untuk duduk di KPS

4. Pemerintahan Desa dalam pengelolaan sumberdaya alam

secara lestari bertanggung jawab mengadakan pertemuan 6

(enam) bulan sekali bersama LPM dan Tokoh Masyarakat,

untuk:

1. Meminta pertanggung jawaban USP dan KPS

2. Membagi hasil keuntungan dari program pengelolaan

sumberdaya alam secara lestari

3. Membuat rencana pembangunan desa dari hasil

keuntungan yang diperoleh melalui program pengelolaan

sumberdaya alam secara lestari

BAB V

TANGGUNGJAWAB KELOMPOK MASYARAKAT PENGELOLAAN

SUMBERDAYA ALAM SECARA LESTARI

Pasal 12

1. USP dalam pengelolaan sumberdaya alam secara lestari

bertanggung jawab mencari permodalan bagi KUB, memberi

kredit bagi KUB, mencari pasar dan perluasan pasar bagi

produk KUB, memfasilitasi pelatihan manajemen usaha dan

pelatihan produksi

2. USP dalam pengelolaan sumberdaya alam secara lestari

bertanggung jawab mengelola dana/permodalan dan

menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa

keuangan, program kertja serta hal-hal lain yang dianggap

perlu kepala Pemerintahan Desa

3. USP dalam pengelolaan sumberdaya alam secara lestari

bertanggung jawab menyeleksi proposal Unit Usaha yang

Page 205: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 196

Berbasis Masyarakat

masuk dari KUB untuk dilihat kelayakan dari segi

sumberdaya manusia/orang-orang anggota Unit Usaha,

produksi, pemasaran dan permodalan

4. USP dalam pengelolaan sumberdaya alam secara lestari

bertanggung jawab mendistribusikan

penghasilan/keuntungan kepada manajemen USP, KPS, KUB,

permodalan Unit Usaha baru, Pemerintahan Desa, BPD dan

LPM

Pasal 13

1. KPS dalam pengelolaan sumberdaya alam secara lestari

bertanggung jawab sebagai pengawas pelayanan USP

kepada KUB, pengawas teknis pengelolaan usaha yang

dilakukan oleh unit-unit usaha, pengawasan usaha

konservasi yang dilakukan oleh KUB

2. KPS dalam pengelolaan sumberdaya alam secara lestari

bertanggung jawab menyeleksi proposal Unit Usaha yang

masuk ke USP untuk dilihat kelayakan dari segi tata cara

pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya alam

3. KPS dalam pengelolaan sumberdaya alam secara lestari

bertanggung jawab sebagai pengawas pelaksanaan

peraturan desa khusus yang berkaitan dengan pengelolaan

sumberdaya alam secara lestari dan mengkoordinasikannya

dengan Pemerintahan Desa

4. KPS dalam pengelolaan sumberdaya alam secara lestari

bertanggung jawab mengelola dana yang berkaitan dengan

konservasi lingkungan dan menyampaikan laporan

pertanggungjawaban berupa keuangan, program kerja serta

hal-hal lain yang dianggap perlu kepada Pemerintahan Desa

Page 206: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 197

Berbasis Masyarakat

Pasal 14

1. KUB dalam pengelolaan sumberdaya alam secara lestari

bertanggung jawab mengelola setiap zona yang telah

ditetapkan sekaligus membawahi setiap unit usaha yang

terbentuk di masyarakat

2. KUB dalam pengelolaan sumberdaya alam secara lestari

bertanggung jawab dalam pembentukan Unit Usaha

3. KUB dalam pengelolaan sumberdaya alam secara lestari

bertanggung jawab menyeleksi proposal Unit Usaha yang

masuk ditingkat KUB untuk dilihat kelayakan dari segi

kesesuaian usaha dengan zona, sumberdaya

manusia/orang-orang anggota Unit Usaha, produksi,

pemasaran dan permodalan

4. KUB dalam pengelolaan sumberdaya alam secara lestari

bertanggung jawab menyampaikan proposal yang lulus

seleksi kepada USP

5. KUB dalam pengelolaan sumberdaya alam secara lestari

bertanggung jawab menjaga kelestarian zona yang dikelola

6. KUB dalam pengelolaan sumberdaya alam secara lestari

bertanggung jawab menjalankan program pelestarian zona

yang dikelola

7. KUB dalam pengelolaan sumberdaya alam secara lestari

bertanggung jawab menyampaikan laporan

pertanggungjawaban berupa keuangan, program kerja yang

telah dijalankan serta hal-hal lain yang berhubungan dengan

usaha bisnis kepada USP

8. KUB dalam pengelolaan sumberdaya alam secara lestari

bertanggung jawab menyampaikan laporan

pertanggungjawaban berupa keuangan, program kerja yang

telah dijalankan serta hal-hal lain yang berhubungan dengan

konservasi kepada KPS

Page 207: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 198

Berbasis Masyarakat

9. KUB dalam pengelolaan sumberdaya alam secara lestari

bertanggung jawab mencari agunan untuk dijadikan jaminan

kepada USP

Pasal 15

1. Unit Usaha dalam pengelolaan sumberdaya alam secara

lestari bertanggung jawab menjalankan unit usaha sesuai

dengan zona yang dikelola oleh KUB-nya

2. Unit Usaha dalam pengelolaan sumberdaya alam secara

lestari bertanggung jawab menjaga keberlanjutan organisasi,

modal usaha, program kerja melalui koordinator unit usaha

kepada KUB-nya

BAB VI

TANGGUNGJAWAB MASYARAKAT DESA DALAM PENGELOLAAN

SUMBERDAYA ALAM SECARA LESTARI

Pasal 16

1. Masyarakat Desa bertanggung jawab mengelola sumberdaya

alam secara lestari dan tidak merusak lingkungan baik

perorangan maupun kelompok

2. Masyarakat Desa bertanggung jawab menjaga

terselenggaranya pengelolaan sumberdaya alam secara

lestari dengan mengawasi jalannya program serta dana yang

dijalankan oleh Pemerintahan Desa, LPM dan Kelompok

Masyarakat Pengelola Sumberdaya Alam secara Lestari

3. Masyarakat desa bertanggung jawab melaporkan terjadinya

penyimpangan program kerja dan dana yang dikelola oleh

Kelompok Pengelola Sumberdaya Alam secara Lestari

kepada BPD dan atau Pemerintah Desa

Page 208: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 199

Berbasis Masyarakat

4. Masyarakat desa bertanggung jawab melaporkan terjadinya

penyimpangan program kerja dan dana yang dikelola oleh

Pemerintah Desa kepada aparat keamanan yang berwenang

serta lembaga hukum lainnya

BAB VII

JALUR KOORDINASI

Pasal 17

1. Unit Usaha dalam pengelolaan sumberdaya alam secara

lestari mengajukan proposal kegiatan usaha dan atau

proposal konservasi lingkungan kepada KUB untuk

mendapatkan persetujuan

2. KUB dalam pengelolaan sumberdaya alam secara lestari

menerima proposal dan mengajukan kegiatan usaha kepada

USP dan proposal konservasi lingkungan kepada KPS

3. USP dalam pengelolaan sumberdaya alam secara lestari

menerima proposal Unit Usaha melalui KUB

4. KPS dalam pengelolaan sumberdaya alam secara lestari

membantu menyeleksi proposal yang masuk ke USP

BAB VIII

PEMBAGIAN HASIL USAHA

Pasal 18

1. Untuk menjaga keberlangsungan program Pengelolaan

Sumberdaya Alam secara Lestari dan Pembangunan Desa,

maka perlu adanya pembagian hasil usaha dari Unit Usaha

kepada USP sebesar 5 % (lima persen) dari modal yang

dipinjam

2. Total keuntungan yang diperoleh USP dipergunakan untuk:

Page 209: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 200

Berbasis Masyarakat

a. Modal untuk Unit Usaha baru 45%

b. Dana Pembangunan 10%

c. Dana konservasi lingkungan Hidup 10%

d. Operasional USP 10%

e. Operasional KPS 5%

f. Operasional KUB 5%

g. Operasional Pemerintah Desa 5%

h. Operasianal BPD 5%

i. Operasional LPM 5%

Pasal 19

1. Modal untuk Unit Usaha baru dipegang dan dikelola oleh

USP

2. Dana Pembangunan dipegang oleh KPS dan dipergunakan

berdasarkan hasil musyawarah bersama antara pemerintah

Desa, LPM dan Tokoh Masyarakat

3. Dana Konservasi Lingkungan Hidup dipegang oleh KPS dan

dikelola oleh KPS

4. Dana Operasional USP dipegang oleh Koordinator Keuangan

USP

5. Dana Operasional KPS dipegang oleh Bendahara KPS

6. Dana Operasional KUB dipegang oleh Bendahara KUB

7. Dana Operasional BPD dipegang oleh Bendahara BPD

8. Dana Operasional LPM dipegang oleh Bendahara LPM

BAB IX

SANKSI

Pasal 20

1. Setiap pelanggaran yang dilakukan oleh Pemerintah Desa

terhadap Peraturan Desa ini, baik yang menyangkut kelalaian

Page 210: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 201

Berbasis Masyarakat

kerja maupun penyimpangan dana dapat diberhentikan dari

jabatannya dan diwajibkan mengembalikan dana yang telah

digunakan

2. Setiap pelanggaran yang dilakukan oleh Kelompok

Masyarakat Pengelola Sumberdaya terhadap Peraturan Desa

ini, baik yang menyangkut kelalaian kerja maupun

penyimpangan dana dapat diberhentikan dari kepengurusan

dan keanggotaan USP, KPS, KUB dan Unit Usaha dan

diwajibkan mengembalikan dana yang telah digunakan

3. Setiap pelanggaran yang dilakukan oleh Masyarakat

terhadap pengelolaan sumberdaya alam akan dikenakan

sanksi berupa teguran lisan, peringatan tertulis dari

Pemerintah Desa dan jika tidak mengindahkan teguran lisan

dan peringatan tertulis, maka Pemerintah Desa dapat

melaporkan kepada pihak berwajib

BAB X

PENDANAAN

Pasal 21

Sumber-sumber pendanaan penyelenggaraan program

Pengelolaan Sumberdaya Alam secara Lestari diperoleh dari:

1. Bank dan lembaga keuangan lainnya

2. Pemerintah

3. Kas/keuangan Desa

4. Masyarakat Desa

5. Investor

6. Mitra Usaha

7. Pihak-pihak lain yang halal dan tidak mengikat

Page 211: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 202

Berbasis Masyarakat

BAB XI

ATURAN TAMBAHAN

Pasal 22

1. Unit Usaha wajib menyetujui dan mematuhi AD/ART yang

telah dibuat oleh KUB-nya

2. Aturan lebih lanjut mengenai tanggung jawab USP, KPS dan

KUB diatur dalam AD/ART masing-masing Kelompok

Masyarakat Pengelola Sumberdaya Alam secara Lestari

3. Aturan lebih lanjut mengenai jalur koordinasi USP, KPS dan

KUB diatur dalam AD/ART masing-masing Kelompok

Masyarakat Pengelola Sumberdaya Alam secara Lestari

4. Aturan lebih lanjut mengenai penggunaan dana, diatur

dalam Tata Tertib/Peraturan Pemerintah Desa, LPM serta

AD/ART masing-masing Kelompok Masyarakat Pengelola

Sumberdaya Alam secara Lestari

5. Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini, akan diatur

dengan peraturan Kepala Desa

BAB XII

PENUTUP

Pasal 23

Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila

terdapat kekeliruan dapat diperbaiki sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Titi Akar

Pada Tanggal : ...,.....................2015

Ketua BPD Titi Akar Kepala Desa Titi Akar

Page 212: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 203

Berbasis Masyarakat

FORMAT PERATURAN DESA (PERDES)

TENTANG PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM

SECARA LESTARI

Page 213: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 204

Berbasis Masyarakat

PERATURAN DESA_________________

Nomor :

TENTANG

PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Menimbang :

a. bahwa hutan dan atau lahan merupakan sumber daya

alam yang mempunyai berbagai fungsi, baik ekologi,

ekonomi, sosial maupun budaya, yang diperlukan untuk

menunjang kehidupan manusia dan makhluk hidup

lainnya, karena itu perlu dilakukan pengendalian

kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup;

b. bahwa kebakaran hutan dan atau lahan merupakan

salah satu penyebab kerusakan dan atau pencemaran

lingkungan hidup, baik berasal dari lokasi maupun dari

luar lokasi usaha dan atau kegiatan;

c. bahwa kebakaran hutan dan atau lahan telah

menimbulkan kerusakan dan atau pencemaran

lingkungan hidup, baik nasional maupun lintas batas

negara, yang mengakibatkan kerugian ekologi, ekonomi,

sosial dan budaya;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu

menetapkan Peraturan Desa tentang Pengendalian

Kebakaran Hutan dan atau Lahan.

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang

Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya

Page 214: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 205

Berbasis Masyarakat

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990

Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem

Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 3478);

3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang

Pengesahan United Nations Framework Convention on

Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan

Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim) (Lembaran

Negara Republik IndonesiaTahun 1994 Nomor 41,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 3557);

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 3699);

5. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor

3888);

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang

Perkebunan

7. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah

8. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 86, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 3853);

9. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2001 tentang

Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran

Page 215: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 206

Berbasis Masyarakat

Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran

Hutan dan atau Lahan.

10. Peraturan Daerah ............

Dengan Persetujuan Bersama

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ___________

KECAMATAN________________KABUPATEN _____________

DAN

KEPALA DESA ______________ KECAMATAN________________

KABUPATEN _______________

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DESA TENTANG PENCEGAHAN

KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN.

BAB I

Ketentuan Umum

Pasal 1

Dalam Peraturan Desa ini yang dimaksud dengan :

1. Lahan adalah suatu hamparan ekosistem daratan yang

peruntukannya untuk usaha dan atau kegiatan ladang

dan atau kebun dan atau usaha pertanian lainnya;

2. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa

hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

Page 216: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 207

Berbasis Masyarakat

lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

dipisahkan;

3. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk

dan atau ditetapkan oleh

4. Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai

hutan tetap;

5. Pengendalian kebakaran hutan dan lahan adalah upaya

pencegahan dan penanggulangan serta pemulihan

kerusakan yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan

atau lahan;

6. Pencegahan kebakaran hutan dan lahan adalah upaya

untuk mempertahankan fungsi hutan dan atau lahan

melalui cara-cara yang tidak memberi peluang

berlangsungnya kebakaran hutan dan atau lahan;

7. Penanggulangan kebakaran hutan dan lahan adalah

upaya untuk menghentikan meluas dan meningkatnya

kebakaran hutan dan atau lahan;

8. Pemulihan kebakaran hutan dan lahan adalah upaya

untuk mengembalikan fungsi hutan dan atau lahan yang

berkaitan dengan kebakaran hutan dan atau lahan

sesuai dengan daya dukungnya;

9. Orang adalah orang perorangan, dan atau kelompok

orang, dan atau badan hukum;

10. Penanggung jawab usaha adalah orang yang

bertanggung jawab atas nama suatu

11. badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau

organisasi;

12. Desa adalah ........

13. Pemerintah desa adalah ........

Page 217: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 208

Berbasis Masyarakat

Pasal 2

Ruang lingkup Peraturan Desa ini meliputi upaya pencegahan,

penanggulangan, dan pemulihan yang berkaitan dengan

kebakaran hutan dan atau lahan.

BAB II

TATA LAKSANA PENGENDALIAN

Bagian Pertama

Umum

Pasal 3

Setiap orang dilarang melakukan kegiatan pembakaran hutan

dan atau lahan.

Bagian Kedua

Pencegahan

Pasal 4

Setiap orang berkewajiban mencegah terjadinya kebakaran

hutan dan atau lahan.

Pasal 4a

Upaya pencegahan kebakaran hutan dan atau lahan dengan

mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

a.

b.

Bagian Ketiga

Penanggulangan

Pasal 5

Setiap orang berkewajiban menanggulangi kebakaran hutan dan

atau lahan di desa.

Page 218: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 209

Berbasis Masyarakat

Pasal 5b

Upaya penanggulangan kebakaran hutan dan atau lahan dengan

mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

a.

b.

Bagian Keempat

Pemulihan

Pasal 6

Setiap orang yang mengakibatkan terjadinya kebakaran hutan

dan atau lahan wajib melakukan pemulihan dampak lingkungan

hidup.

Pasal 6a

Upaya pemulihan kebakaran hutan dan atau lahan dengan

mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

a.

b.

Pasal 7

Dalam hal pedoman teknis pengendalian kebakaran hutan dan

atau lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, 5, 7 juga

menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Bagian Kelima

Wewenang Pemerintah Desa

Pasal 8

Kepala Desa bertanggung jawab terhadap pengendalian

kebakaran hutan dan atau lahan di

desa.

Page 219: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 210

Berbasis Masyarakat

Pasal 9

(1) Dalam hal terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan,

maka Kepala Desa wajib

a. Melakukan tindakan:penanggulangan kebakaran hutan

dan atau lahan;

b. Pemeriksaan kesehatan masyarakat di wilayahnya yang

mengalami dampak kebakaran hutan dan atau lahan

melalui sarana pelayanan kesehatan yang telah ada;

(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a,

tidak mengurangi kewajiban setiap orang dan atau setiap

penanggung jawab usaha sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 5.

Pasal 10

Kepala Desa yang melakukan penanggulangan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 31ayat (1) huruf a, dapat meminta

bantuan pada Camat dan Bupati.

Pasal 11

(1) Dalam melakukan penanggulangan kebakaran hutan dan

atau lahan, Kepala Desa dapat membentuk atau menunjuk

Satuan Tugas yang bertugas dalam pengendalian kebakaran

hutan dan atau lahan di desa.

(2) Satuan Tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib

melakukan inventarisasi terhadap usaha dan atau kegiatan

yang potensial menimbulkan kebakaran hutan dan atau

lahan.

Page 220: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 211

Berbasis Masyarakat

BAB VI

PENGAWASAN

Pasal 12

Kepala Desa melakukan pengawasan atas pengendalian

kebakaran hutan dan atau lahan di desa.

Pasal 13

Pelaksanaan pengawasan atas pengendalian kebakaran hutan

dan atau lahan sebagaimana dimaksud dalam dilakukan secara

periodik untuk mencegah kebakaran hutan dan atau lahan.

Pasal 14

Apabila hasil pengawasan menunjukkan ketidakpatuhan orang

dan atau penanggung jawab usaha, maka Kepala Desa wajib

melaporkan kepada Bupati melalui Camat agar orang dan

penanggung jawab usaha menghentikan pelanggaran yang

dilakukan dan melakukan tindakan untuk mencegah dan

mengakhiri terjadinya pelanggaran serta menanggulangi akibat

yang ditimbulkan oleh suatu pelanggaran, melakukan tindakan

penyelamatan, penanggulangan, dan atau pemulihan.

BAB VII

PELAPORAN

Pasal 15

(1) Setiap orang yang menduga atau mengetahui terjadinya

kebakaran hutan dan atau lahan, wajib melaporkan kepada

Kepala Desa.

(2) Kepala Desa yang menerima laporan sebagaimana

dimaksud dalam ayat wajib mencatat:

Page 221: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 212

Berbasis Masyarakat

a. identitas pelapor;

b. tanggal pelaporan;

c. waktu dan tempat kejadian;

d. sumber yang menjadi penyebab terjadinya kebakaran

hutan dan atau lahan;

e. perkiraan dampak kebakaran hutan dan atau lahan yang

terjadi.

(3) Kepala Desa setelah menerima laporan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (2) dalam jangka waktu selambat-

lambatnya satu jam terhitung sejak diterimanya laporan,

wajib melakukan verifikasi bersama-sama Satuan Tugas

Kebakaran Hutan dan Lahan untuk mengetahui tentang

kebenaran terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan.

(4) Apabila hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat

(3) menunjukkan telah terjadi kebakaran hutan dan atau

lahan, maka Kepala Desa wajib memerintahkan orang dan

atau penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk

menanggulangi kebakaran hutan dan atau lahan serta

dampaknya di desa.

(5) Kepala Desa yang menerima laporan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (2) dalam jangka waktu selambat-

lambatnya tiga jam terhitung sejak diterimanya laporan,

wajib meneruskannya kepada Bupati melalui Camat.

BAB VIII

PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT

Pasal 16

(1) Kepala Desa berkewajiban meningkatkan kesadaran

masyarakat termasuk aparatur akan hak dan tanggung

Page 222: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 213

Berbasis Masyarakat

jawab serta kemampuannya untuk mencegah kebakaran

hutan dan atau lahan.

(2) Peningkatan kesadaran masyarakat sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan mengembangkan

nilai-nilai dan kelembagaan adat serta kebiasaan-kebiasaan

masyarakat tradisional yang mendukung perlindungan hutan

dan atau lahan.

BAB IX

KETERBUKAAN INFORMASI DAN PERAN MASYARAKAT

Pasal 17

Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka

pengendalian kebakaran hutan dan atau lahan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 18

(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk

mendapatkan informasi dalam rangka ikut serta melakukan

upaya pengendalian kebakaran hutan dan atau lahan

(2) Kepala Desa wajib memberikan informasi kepada

masyarakat mengenai kebakaran hutan dan atau lahan

serta dampaknya.

(3) Pemberian informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

dilakukan melalui papan pengumuman dan atau pertemuan

tatap muka yang meliputi:

a. peta daerah rawan kebakaran hutan dan atau lahan;

b. peta peringkat bahaya kebakaran hutan dan atau

lahan;

c. hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

12, 13, 14.

Page 223: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 214

Berbasis Masyarakat

d. lokasi dan luasan kebakaran hutan dan atau lahan;

e. dampaknya terhadap kehidupan masyarakat;

f. bahaya terhadap kesehatan masyarakat dan ekosistem;

BAB X

PEMBIAYAAN

Pasal 19

Biaya untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam:

a. Pasal ......, dan Pasal ........ dibebankan pada Anggaran ...............

dan atau sumber dana lain sesuai dengan peraturan

perundangundangan yang berlaku.

BAB XI

SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 20

Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal ....., dan Pasal ......

dikenakan sanksi administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal

25 dan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997

tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

BAB XII

GANTI KERUGIAN

Pasal 21

(1) Setiap perbuatan yang melanggar ketentuan Pasal .... dan

Pasal ..... yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau

lingkungan hidup, wajib untuk membayar ganti kerugian dan

atau melakukan tindakan tertentu.

Page 224: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 215

Berbasis Masyarakat

(3) Tata cara penetapan besarnya ganti kerugian sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) diatur secara tersendiri dengan

Peraturan Desa.

BAB XIII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 22

Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal ....., dan Pasal ......

yang mengakibatkan terjadinya kerusakan dan atau pencemaran

lingkungan hidup, diancam dengan pidana sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal

45, Pasal 46, dan Pasal 47 Undang-undang Nomor 23 Tahun

1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta Pasal 78

ayat (3) Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

BAB XIV

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 23

Pada saat mulai berlakunya Peraturan Desa ini, maka semua

peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

pengendalian kebakaran hutan dan atau lahan, dinyatakan tetap

berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Desa

ini.

Page 225: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 216

Berbasis Masyarakat

BAB XV

PENUTUP

Pasal 24

Peraturan Desa ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Ditetapkan di Desa

pada tanggal ….. ,…………...2015

Ketua BPD ___________ Kepala Desa Titi Akar

Page 226: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Penguatan Program Pencegahan Karhutla 217

Berbasis Masyarakat

Catatan:

Page 227: Buku Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan-Edisi Kedua