5
Bantuan Hidup Dasar terdiri dari tindakan resusitasi jantung-paru (RJP) yang merupakan suatu tindakan darurat yang bertujuan mengembalikan ke fungsi normal keadaan pasien yang mengalami henti napas dan/atau henti jantung. Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan hal tersebut antara lain pernapasan, pemutusan aliran oksigen yang menuju otak, dan gangguan sistem hemodinamika yang menyebabkan terhentinya sirkulasi darah (Muttaqin, 2009). Pada penderita yang mengalami kejadian tersebut di luar rumah sakit membutuhkan masyarakat untuk memberikan dukungan sehingga masyarakat diharapkan memiliki kemampuan mengenali penderita yang terkena serangan jantung maupun henti napas, meminta bantuan, dan resusitasi jantung-paru (RJP) hingga tim medis yang lebih terlatih datang. Pelaksanaan RJP pada panderita dewasa diawali dengan pemeriksaan kesadaran penderita dapat dengan suara keras ataupun menepuk bahu pasien untuk memastikan kesadarannya. Apabila penderita tidak sadar segera meminta bantuan ke orang sekitar dan tim medis melalui ponsel tanpa meninggalkan korban. Pemeriksaan denyut nadi pasien apabila tidak teraba, penolong segera melakukan kompresi dada sebelum memberikan napas buatan (prinsip C-A-B) yang bertujuan untuk mengurangi penundaan kompresi yang pertama kemudian dilanjutkan dengan bantuan pernapasan dengan perbandingan 30 kompresi dada dan 2 napas buatan yang dilakukan hingga pasien memberikan respon. Kompresi dada dilakukan dengan kecepatan dan kedalaman yang memadai dengan meminimalkan gangguan dan pencegahan ventilasi yang berlebihan. Kecepatan kompresi 100 sampai 200 kali per menit dengan kedalaman 2 inci (5cm) tetapi

BLS Dewasa, Anak, Dan Bayi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BLS Dewasa, Anak, Dan Bayi

Bantuan Hidup Dasar terdiri dari tindakan resusitasi jantung-paru (RJP) yang

merupakan suatu tindakan darurat yang bertujuan mengembalikan ke fungsi normal keadaan

pasien yang mengalami henti napas dan/atau henti jantung. Terdapat beberapa hal yang dapat

menyebabkan hal tersebut antara lain pernapasan, pemutusan aliran oksigen yang menuju

otak, dan gangguan sistem hemodinamika yang menyebabkan terhentinya sirkulasi darah

(Muttaqin, 2009). Pada penderita yang mengalami kejadian tersebut di luar rumah sakit

membutuhkan masyarakat untuk memberikan dukungan sehingga masyarakat diharapkan

memiliki kemampuan mengenali penderita yang terkena serangan jantung maupun henti

napas, meminta bantuan, dan resusitasi jantung-paru (RJP) hingga tim medis yang lebih

terlatih datang. Pelaksanaan RJP pada panderita dewasa diawali dengan pemeriksaan

kesadaran penderita dapat dengan suara keras ataupun menepuk bahu pasien untuk

memastikan kesadarannya. Apabila penderita tidak sadar segera meminta bantuan ke orang

sekitar dan tim medis melalui ponsel tanpa meninggalkan korban. Pemeriksaan denyut nadi

pasien apabila tidak teraba, penolong segera melakukan kompresi dada sebelum memberikan

napas buatan (prinsip C-A-B) yang bertujuan untuk mengurangi penundaan kompresi yang

pertama kemudian dilanjutkan dengan bantuan pernapasan dengan perbandingan 30 kompresi

dada dan 2 napas buatan yang dilakukan hingga pasien memberikan respon. Kompresi dada

dilakukan dengan kecepatan dan kedalaman yang memadai dengan meminimalkan gangguan

dan pencegahan ventilasi yang berlebihan. Kecepatan kompresi 100 sampai 200 kali per

menit dengan kedalaman 2 inci (5cm) tetapi tidak melebihi 2,4 inci (6cm) dan meminimalkan

jeda pada masing-masing kompresi bahkan hingga lebih dari 10 detik. Melalui kompresi akan

terbentuk aliran darah yang yang meningkatkan tekanan intratoraks dan mengkompresi

jantung sehingga terbentuk aliran darah dan oksigen yang adekuat ke otak. Namun dalam

kompresi tidak boleh terlalu dalam karena dapat menyebabkan komplikasi. Setelah pasien

menunjukkan respon dengan denyut nadi teraba tetapi pernapasannya tidak adekuat

diperlukan bantuan pernapasan dengan laju ventilasi dengan 1 napas buatan setiap 6 detik

(AHA, 2015).

Pertolongan RJP pada anak juga tidak jauh berbeda dengan orang dewasa. Apabila

tidak ada denyut nadi dan pernapasan segera lakukan RJP. RJP dilakukan dengan

menempatkan tumit salah satu tangan pada bagian tengah dada tepatnya disetengah bawah

dari tulang sternum. Kemudian dilakukan kompresi dengan kedalaman 1 inci (2,5 cm) hingga

1,5 inci (3,25 cm) dengan kecepatan 100 kali per menit. Dan disusul dengan pemberian

bantuan pernapasan dengan perbandingan yang sama dengan orang dewasa yaitu 30 kompresi

Page 2: BLS Dewasa, Anak, Dan Bayi

dan 2 ventilasi dengan masing-masing ventilasi dilakukan selama 1-1,5 detik. Pada saat

pemberian napas pastikan jalan napas tidak terhambat oleh benda asing dan dada anak

terangkat. Setelah itu periksa denyut nadi kembali, apabila tidak ada tanda peredaran darah

dan pernapasan RJP diulang kembali, apabila hanya teraba denyut nadi saja maka dibutuhkan

bantuan pernapasan dengan jeda selama 3 detik. Setelah denyut nadi dan pernapasan normal

posisikan anak dalam posis mantap atau posisi pemulihan (Purwoko, 2007).

Bantuan hidup dasar pada bayi hanya sedikit berbeda dengan anak usia 1-8 tahun dan

dewasa lebih dari 8 tahun. Jarang bayi yang mengalami henti jantung. Sebagian besar henti

jantung pada bayi disebabkan oleh berhentinya pernapasan sehingga otot jantung tidak

menerima oksigen yang cukup. Pertama-tama kita harus mengetahui respon bayi dengan cara

menepuk bayi dengan lembut dan berbicara dengan keras. Apabila tidak ada RJP segeralah

berikan RJP selama satu menit sebelum meminta bantuan tim medis dan panggil orang untuk

membantu. Posisikan bayi terlentang. RJP pada bayi di laukan dititik tengah tulang dada yang

berada digaris yang menghubungkan kedua puting bayi, kemudian gunakan ketiga jari yaitu

jari telunjuk, tengah, dan manis untuk menekan dada sedalam 1,75cm-2,5 cm, tangan yang

lain diletakkan di bawah pundak bayi sebagai dukungan. Kemudian membuka jalan napas

bayi menggunakan metode penengadahan kepala dan pengangkatan dagu. Salah satu tangan

memberikan tekanan yang ringan pada dahi bayi agar kepalanya menengadah ke belakang,

tetapi jangan terlalu berlebihan karena hal tersebut malahan akan menghambat jalan napas

dikarenakan jalan napas bayi masih sangat lentur. Tangan yang satunya digunakan untuk

mengangkat dagu, pastikan jari-jari tangan tidak menekan jaringan lunak di bawah dagu bayi

karena akan mengganggu jalan napas. Pada kondisi bayi yang mengalami cedera punggung

atau servikal metode yang digunakan hanya penarikan rahang bawah tanpa disertai

penengadahan kepala ke belakang (Purwoko, 2007).

Page 3: BLS Dewasa, Anak, Dan Bayi

Muttaqin, A., 2009, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem

Kardiovaskular, Salemba Medika.

American Heart Association, 2015, Hightlights of the 2015 American Hearth

Association Guidelines Update for CPR and ECC, Dallas.

Purwoko, S., 2007, Pertolongan Pertama & RJP Pada Anak, Penerbit Arcan, Jakarta.