biologi umum

Embed Size (px)

Citation preview

Tugas KuliahSenin, 25 April 2011Filsafat dan Ilmu Pengetahuan (METODE ILMU PENGETAHUAN)METODE ILMU PENGETAHUAN Menurut J.B. Conant dalam bukunya Understanding Science, ilmu pengetahuan dapat dilihat dari kata benda ataupun kata kerja. Sebagai kata benda, ilmu pengetahuan merupakan hasil yang sudah jadi. Sedangkan kata kerja, ilmu pengetahuan adalah proses yang melibatkan ilmuwan dalam mencapai kebenaran. Sebagai kata kerja ilmu pengetahuan adalah metode, adalah cara, adalah kegiatan yang dipraktekkan. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Metode ilmiah adalah cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan penggabungan cara berpikir deduktif dan cara berpikir induktif dalam membangun tubuh pengetahuannya. SKEMA METODE ILMIAH

Langkah langkah dari proses logico-hypothetico-verifikasi : 1. Perumusan Masalah : mengenai obyek empiris yang jelas batasan batasannya serta dapat diidentifikasikan factor factor yang terkait didalamnya. 2. Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hypothesis : kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan factor factor empiris yang relevan dengan permasalahnnya. 3. Perumusan hipotesis : jawaban sementara terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir 4. Pengujian hipotesis : pengumpulan fakta fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan 5. Penarikan kesimpulan : penilaian dari hipotesis apakah diterima atau ditolak. METODE INDUKSI

Metode berpikir induktif dimana cara berpikir dilakukan dengan cara menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Untuk itu, penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang yang kusus dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum Induksi adalah cara kerja ilmu pengetahuan yang bertolak dari sejumlah proposisi tunggal atau particular tertentu untuk menarik kesimpulan umum tertentu. Cara kerjanya dengan memulai dengan penelitian untuk mengamati berbagai fenomena dan mengumpulkan berbagai fakta dan data kemudian dievaluasi untuk bisa melahirkan kesimpulan umum tertentu. Langkah langkah metode induksi : munculnya suatu masalaha. Perumusan masalah atau identifikasi masalah b. pengamatan dan mengumpulkan data padaPenyusunan kerangka berpikir gejala gejala yang menimbulkan suatu masalah serta mengumpulkan berbagai fakta yang yang diduga dapat menjelaskan masalah tersebut kemudian dianalisis. setelah melakukanc. Merumuskan hipotesis analisis kemudian mengajukan sebuah hipotesis yang berfungsi untuk menjelaskan sebab dari masalah tersebut. d. Pengujian hipotesis untuk menguji lebih lanjut kebenaran hipotesis dapat dilakukan dengan penelitian dan percobaan lebih lanjut.untuk membuktikan apakah sebab yang menjadi dugaan dalam hipotesis tadi memang terbukti benar. Dengan cara membuat berbagai prediksi . Bila prediksi mendukung hipotesis maka hipotesis tersebut diterima sebagai benar , bila diterima secara terus menerus maka diterima sebagai hukum ilmiah . Jika tidak perlu diajukan hipotesis baru dengan mengumpulkan fakta dan data tambahan . Kelebihan penalaran induktif 1. Suatu alat generalisasi dari pemikiran kita untuk kemudian dijadikan suatu pegangan umum atas kejadiaan tertentu. 2. Untuk turun ke lapangan dan melakukan penelitian tidak harus memliki konsep secara canggih tetapi cukup mengamati lapangan dan dari pengamatan lapangan tersebut dapat ditarik generalisasi dari suatu gejala. 3. Dalam konteks ini, teori bukan merupakan persyaratan mutlak tetapi kecermatan dalam menangkap gejala dan memahami gejala merupakan kunci sukses untuk dapat mendiskripsikan gejala dan melakukan generalisasi. Kelemahan penalaran induktif 1. Terdapat satu bukti rasional bahwa penalaran induktif bisa jadi menghasilkan kesimpulan yang berbahaya dan salah kaprah. Pengetahuan kita yang bersumber dari penalaran atau pemikiran induktif bisa jadi salah. 2. Penalaran induktif memang membantu kita dalam memahami, memprediksi, dan mengontrol sesuatu. Namun tidak semua hal bisa dipercaya dengan melakukan penalaran induktif. METODE DEDUKSI Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir silogismus yang secara sederhana digambarkan sebagai penyusunan dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogismus disebut premis yang

kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor dan premis minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersebut . Deduksi adalah proses menarik prediksi-prediksi dari suatu hipotesis. Berpikir deduksi memeberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan ilmiah dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan sebelumnya. Langkah langkah metode deduksi : 1. Perumusan masalah 2. Khasanah pengetahuan ilmiah 3. Penyusunan kerangka berpikir 4. Perumusan hipotesis 5. Pengujian hipotesis KESIMPULAN Induksi dan deduksi saling berdampingan. Keduanya selalu bersama-sama dan saling memuat. Induksi tidak dapat ada tanpa deduksi. Deduksi selalu diawali oleh induksi. Dalam proses memperoleh ilmu pengetahuan, induksi biasanya mendahului deduksi. Sedangkan dalam logika biasanya deduksilah yang terutama dibicarakan lebih dulu. Jadi baik berpikir deduktif maupun berpikir induktif diperlukan dalam proses pencarian pengetahuan yang benar.

DAFTAR PUSTAKA Jujun S Suriasumantri . Filsafat Ilmu Sony Keraf . Ilmu Pengetahuan , Sebuah Tinjauan Filosofis. http://zolopox.blogspot.com/2009/12/penalaran-induktif-kajian-filsafat.html Diposkan oleh Seravine di 08:28 Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook 0 komentar: Poskan Komentar Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langgan: Poskan Komentar (Atom)

Pengikut Mengenai Saya Arsip Blog

2011 (36) o September (11)

Seravine tertawa tersenyum bercerita mendengarkan bermain bernyanyi bermusik banyak mimpi banyak cita-cita banyak harapan banyak ide... mimpi > harapan > usaha > niat semangat pantang menyerah aktifff... Lihat profil lengkapku

o

o

o

ISBD: Globaliasi Kepemimpinan (Perilaku Organisasi) Motivasi (Perilaku Organisasi) Perilaku Individu (Perilaku Organisasi) Manajemen Pemasaran: Saluran Pemasaran KONFLIK (Perilaku Organisasi) PENGARAHAN DALAM KOMUNIKASI How to Get Job Promotion Bab 7:Risiko Kesehatan, Kecelakaan Mobil , dan Kec... Bab 6: Risiko Kematian (manajemen risiko) Green Marketing Juni (12) TOTAL QUALITY MANAGEMENT PEMASARAN JASA Just In Time PENGARAHAN DALAM KOMUNIKASI KEBIJAKAN MONETER ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR KONFLIK DALAM PERILAKU ORGANISASI MARKETING MIX Analisis Obligasi GREEN PRODUCTIVITY EIM. Perputaran Investasi Mei (6) METODE ILMIAH Motivasi (perilaku organisasi) Manajemen Pemasaran Leadership: Teori Kepemimpinan Filsafat dan Ilmu Pengetahuan (RINGKASAN FILSAFAT ... KEWIRAUSAHAAN April (7) bisnis plan FO Filsafat dan Ilmu Pengetahuan (METODE ILMU PENGETA... BLK BANK LEMBAGA KEUANGAN Penganggaran Perusahaan Teori Pengambilan Keputusan

Manajerial Accounting Hulton solution

vita sari

Kesenangan jangan terlalu di inginkan, namun berusahalah untuk selalu menerima apa yang ada, agar kamu merasa senang....

http://surgaditelapakibu.blogspot.com/

Senin, 09 Mei 2011Langkah-langkah penelitian ilmiah dalam perspektif Ilmu Pengetahuan Alam.a. Menentukan masalah. Langkah yang pertama ini merupakan langkah yang harus dilakukan dalam melakukan penelitian. Sebelum mengadakan penelitian harus menentukan masalah yang akan diteliti. Masalah tersebut harus diketahui dan merupakan masalah yang pasti ada atau benar-benar terjadi. b. Kerangka berfikir. Setelah menentukan masalah yang akan diteliti, kita memanfaatkan pengalaman-pengalaman kita dan buku-buku yang berhubungan dengan hal tersebut untuk menyatakan bahwa masalah itu benar-benar ada. Pengalaman dan buku-buku yang berhubungan dengan masalah juga membantu untuk mengetahui tentang keadaan masalah. c. Merumuskan masalah. Masalah disini adalah suatu pernyataan apa, mengapa, dan bagaimana tentang suatu yang akan diteliti. Lalu disusun rumusan yang tepat dengan masalah tersebut. Langkah ini memberi bantuan untuk menemukan data, yakni fakta-fakta yang cocok dengan masalah itu. d. Penyusunan hipotesis. Hipotesis merupakan jawaban sementara tentang pertanyaan yang telah ditentukan dalam rumusan masalah. Jawaban tersebut belum bisa dikatakan benar dan juga belum bisa dikatakan salah, karena jawaban ini hanyalah bersifat sementara dan belum dilakukan penelitian yang berlanjut. Tetapi hipotesis merupakan dugaan sementara yang tentu saja didukung oleh pengetahuan serta pengalaman-pengalaman yang ada. e. Pengumpulan data. Pada langkah ini apa saja yang relevan dengan hipotesis dikumpulkan, untuk menunjukkan apakah ada fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak. Data-data bisa diperoleh dari pengalaman dan eksperimen. Observasi biasanya tidak begitu sempurna, jika tidak dilakukan eksperimen, karena pengalaman sangat terbatas. Fakta-fakta

atau data-data bisa langsung dilihat oleh mata atau melalui teleskop. Kemudian semua data tersebut dikumpulkan. f. Analisa. Analisa merupakan pencarian pola hubungan antar variabel, atau data antar data yang memiliki nilai tidak tetap (berubah-ubah). g. Penarikan kesimpulan. Kesimpulan tidak dapat langsung ditentukan tanpa melalui dari datadata atau fakta-fakta untuk mengetahui apakah hipotesis yang diajukan tersebut diterima atau tidak. Hipotesis bisa diterima, jika fakta-fakta yang telah terkumpul mendukung hipotesis. Bila fakta-fakta tersebut belum mendukung hipotesis, maka hipotesis belum bisa diterima. Kesimpulan merupakan sesuatu yang harus diuji. Pengujian-pengujian tersebut membutuhkan suatu data tambahan. Sehingga kesimpulan pada suatu saat akan mengalami perubahan secara terus menerus, maka akan diperoleh kemajuan. Suatu kesimpulan bisa dikatakan sebagai kesimpulan yang benar, jika kemajuan-kemajuan itu benarbenar telah menunjukkan bahwa semua kemajuan-kemajuan lain yang mungkin tidak berlaku terhadap pengujian berdasarkan pengalaman tersebut. 2. Alam semesta terbentuk menurut teori Big Bang. Teori big bang disebut juga dengan teori ledakan, atau teori dedantum. Menurut teori ini terbentuknya alam semesta terjadi karena adanya suatu massa yang sangat besar, meledak dengan hebatnya, akibat adanya reaksi inti. Massa yang meledak kemudian berserakan dan mengembang dengan sangat cepat serta menjauhi pusat atau inti ledakan. Setelah beberapa juta tahun, massa yang berserakan itu berbentuk kelompok-kelompok dengan berat jenis yang relatif kecil dari massa semula. Kelompok itulah yang dikenal sebagai galaksi. Kelompok galaksi ini terus bergerak menjadi titik intinya. Teori ini bisa diterima oleh kebanyakan masyarakat, namun juga ada orang yang tidak mau menerimanya, yaitu golongan orang-orang yang menganggap bahwa alam semesta ini adalah sesuatu yang dengan sendirinya ada dan tidak akan musnah. Bukti penting bagi Big Bang adalah jumlah hidrogen dan helium di ruang angkasa. Dalam berbagai penelitian, diketahui bahwa konsentrasi hidrogen-helium di alam semesta bersesuaian dengan perhitungan teoritis konsentrasi hidrogenhelium sisa peninggalan peristiwa Big Bang. Jika alam semesta tak memiliki permulaan dan jika ia telah ada sejak dulu kala, maka unsur hidrogen ini seharusnya telah habis sama sekali dan berubah menjadi helium. 3. Pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan generasi yang akan datang untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Pembangunan berkelanjutan muncul dari kesadaran global tentang masalah-masalah lingkungan. Pembangunan yang berkelanjutan

pertama diperkenalkan oleh Strategi Pelestarian Dunia pada tahun 1980. Laporan dari Komisi Dunia tentang Lingkungan dan Pembangunan yang berjudul Masa Depan Kita Semua (1987) meletakkan pembangunan berkelanjutan di agenda global. Masa Depan Kita Semua mengartikan pembangunan sebagai pembangunan yang bisa berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan. Ada empat syarat yang harus dipenuhi bagi suatu proses pembangunan berkelanjutan : Menempatkan suatu kegiatan dan proyek pembangunan pada lokasi yang secara ekologis, benar; Pemanfaatan sumberdaya terbarukan (renewable resources) tidak boleh melebihi potensi lestari nya serta upaya mencari pengganti bagi sumberdaya tak-terbarukan (non-renewable resources); Pembuangan limbah industri maupun rumah tangga tidak boleh melebihi kapasitas asimilasi pencemaran. Perubahan fungsi ekologis tidak boleh melebihi kapasitas daya dukung lingkungan (carrying capacity) Salah satu contoh dari pembangunan berkelanjutan yaitu, adanya Cagar biosfer, yang merupakan kawasan yang ideal untuk menguji dan mendemonstrasikan pendekatan-pendekatan yang mengarah kepada pembangunan yang berkelanjutan pada tingkat regional. Jaringan Cagar Biosfer dunia memberikan beberapa contoh terbaik tentang Pendekatan Ekosistem, yang di adopsi oleh Konvensi Keanekaragaman hayati, dan saat ini sedang berjalan. Pengurangan rumah kaca juga bisa merupakan salah satu contohnya, karena hal ini bisa mengurangi kerusakan ozon, yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Dengan banyaknya rumah kaca, lubang ozon akan selalu melebar, namun jika rumah kaca atau sesuatu yang terbuat dari kaca dan bisa merusak lapisan ozon dikurangi, maka sedikit demi sedikit akan bisa mengurangi kerusakan ozon juga.

Daftar pustaka, Drs. Ibnu Masud dan Drs. Joko Paryono. 1999. IAD. (Bandung: Pustaka Setia) Drs. Mawardi dan Ir. Hidayat. 2007. IAD,IBD, ISD. (Bandung: Pustaka Setia) http://id.wikipedia.org/wiki/pembangunan-berkelanjutan http://www.dephut.go.id/informasi/phpa/tamnas/cagarbiosfer.htm http://bennysyah.edublog.org/2007/01/23/dasakarya-pengelolaanlingkungan-hidup http://www.rudyct.com Diposkan oleh vita sari di 03:18

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook 0 komentar: Poskan Komentar Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langgan: Poskan Komentar (Atom)

Mengenai Saya

vita sari Lihat profil lengkapku

Laman

Beranda puisi cerpen

Daftar Blog Saya Fish Pengikut Arsip Blog

2011 (31)

o o

o

o

o

o

September (1) Kata Hatiku..... Juli (2) Murid Idaman Anugrah Cinta di Ramadhan Juni (9) Muhasabah diri Impian kasihku Stratifikasi global Persia Kuno sejarah dunia Belajar lagi ya,,,,, Belajar bahasa yukkkkk............................... rinduku padamu.... Hadrah di IAIN Sunan Ampel Mei (9) Langkah-langkah penelitian ilmiah dalam perspektif... Pengertian Fiqh dan Sejarah perkembangannya Akal dan wahyu Kronologis kehidupan keberagaman / rohaniyah masya... Orang Sakai di Riau sejarah dan Humaniora Periwayatan Hadist Umar bin Khatthab Kerinduanku April (4) Do'aku Penghilang ngantuk Metode tafsir Al qur'an DASAR-DASAR QURANI DAN HADIST TENTANG AKHLAK TASAW... Maret (6) Duniaku akan berarti Mitos yang Berkembang Ku Persembahkan tuk kakak-kakakku Akankah kau mengenal diriku? Sedekah bumi Desa Bancang Aku berjalan tanpa melihat arah. Ku langkahkan kak...

Template Travel. Diberdayakan oleh Blogger.

Chapter 2

Template Picture Window. Diberdayakan oleh Blogger.

BAB IPENGETAHUAN DENGAN ILMU PENGETAHUAN TELAAH FILOSOFIS

1. FILSAFAT DAN FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN Sebelum Metode Penelitian dengan pendekatan Kualitatif atau Metode Penelitian Kualitatif, akan diuraikan terlebih dahulu apa Perbedaan Ilmu Pengetahuan Ilmiah (Science) dengan Pengetahuan (Knowledge). Mengapa demikian ? Kedua metode Penelitian baik kuantitatif maupun kualitatif digunakan untuk mengembangkan Ilmu Pengetahuan Ilmiah (Science). Oleh karena itu perlu diketahui terlebih dahulu apa itu Ilmu Pengetahuan Ilmiah dan perbedaanya dengan Pengetahuan. Dengan dipahaminya Ilmu Pengetahuan Ilmiah akan mempermudah memahami Metode Penelitian Ilmiah dan kaitan antara keduanya. Berikut ini akan disinggung sedikit tentang Filsafat dan perbedaannya dengan Filsafat Ilmu Pengetahuan. Secara singkat dapat dikatakan Filsafat adalah refleksi kritis yang radikal. Refleksi adalah upaya memperoleh pengetahuan yang mendasar atau unsurunsur yang hakiki atau inti. Apabila ilmu pengetahuan mengumpulkan data empiris atau data fisis melalui observasi atau eksperimen, kemudian dianalisis

agar dapat ditemukan hukum-hukumnya yang bersifat universal. Oleh filsafat hukum-hukum yang bersifat universal tersebut direfleksikan atau dipikir secara kritis dengan tujuan untuk mendapatkan unsur-unsur yang hakiki, sehingga dihasilkan pemahaman yang mendalam. Kemudian apa perbedaan Ilmu Pengetahuan dengan Filsafat. Apabila ilmu pengetahuan sifatnya taat fakta, objektif dan ilmiah, maka filsafat sifatnya mempertemukan berbagai aspek kehidupan di samping membuka dan memperdalam pengetahuan. Apabila ilmu pengetahuan objeknya dibatasi, misalnya Psikologi objeknya dibatasi pada perilaku manusia saja, filsafat objeknya tidak dibatasi pada satu bidang kajian saja dan objeknya dibahas secara filosofis atau reflektif rasional, karena filsafat mencari apa yang hakikat. Apabila ilmu pengetahuan tujuannya memperoleh data secara rinci untuk menemukan pola-polanya, maka filsafat tujuannya mencari hakiki, untuk itu perlu pembahasan yang mendalam. Apabila ilmu pengetahuannya datanya mendetail dan akurat tetapi tidak mendalam, maka filsafat datanya tidak perlu mendetail dan akurat, karena yang dicari adalah hakekatnya, yang penting data itu dianalisis secara mendalam. Persamaan dan perbedaan antara Filsafat dan Agama adalah sebagai berikut. Persamaan antara Filsafat dan Agama adalah semuanya mencari kebenaran. Sedang perbedaannya Filsafat bersifat rasional yaitu sejauh kemampuan akal budi, sehingga kebenaran yang dicapai bersifat relatif. Agama berdasarkan iman atau kepercayaan terhadap kebenaran agama, karena merupakan wahyu dari Tuhan YME, dengan demikian kebenaran agama bersifat mutlak. Kajian filsafat meliputi ruang lingkup yang disusun berdasarkan

pertanyaan filsuf terkenal Immanuel Kant sebagai berikut: 1) Apa yang dapat saya ketahui (Was kan ich wiesen) Pertanyaan ini mempunyai makna tentang batas mana yang dapat dan mana yang tidak dapat diketahui. Jawaban terhadap pertanyaan ini adalah suatu fenomena. Fenomena selalu dibatasi oleh ruang dan waktu. Hal ini menjadi dasar bagi Epistomologi. Eksistensi Tuhan bukan merupakan kajian Epistomologi Epistomologi karena adalah berada yang di luar jangkauan dalam indera. Bahan indera. kajian Kajian berada jangkauan

Epistomologi adalah fenomena sedang eksistensi Tuhan merupakan objek kajian Metafisika. Epistomologi meliputi: Logika Pengetahuan (Knowledge), Ilmu Pengetahuan Ilmiah (Science) dan Metodologi. 2) Apa yang harus saya lakukan (Was soll ich tun) Pertanyaan ini mempersoalkan nilai (values), dan disebut Axiologi, yaitu nilai-nilai apa yang digunakan sebagai dasar dari perilaku. Kajian Axiologi meliputi Etika atau nilai-nilai keutamaan atau kebaikan dan Estetika atau nilai-nilai keindahan. 3) Apa yang dapat saya harapkan (Was kan ich hoffen) Pengetahuan manusia ada batasnya. Apabila manusia sudah sampai batas pengetahuannya, manusia hanya bisa mengharapkan. Hal ini berkaitan dengan being, yaitu hal yang ada, misalnya permasalahan tentang apakah jiwa manusia itu abadi atau tidak, apakah Tuhan itu ada atau tidak. Pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak terjawab oleh Ilmu Pengetahuan Ilmiah, tetapi oleh Religi. Refleksi tentang Being terbagi lagi menjadi dua, yaitu Ontologi yaitu struktur segala yang ada, realitas, keseluruhan objekobjek yang ada, dan Metafisika yaitu hal-hal yang berada di luar jangkauan indera, misalnya jiwa dan Tuhan. Bidang-bidang kajian Filsafat, apabila digambarkan adalah sebagaimana bagan berikut: BEING

EPISTOMOLOGI

AXIOLOGI

Gambar 1: Bidang Kajian Filsafat Sumber: Noerhadi T. H. (1998) Diktat Kuliah Filsafat Ilmu Pengetahuan. Pascasarjana Universitas Indonesia.

Selanjutnya akan dibahas salah satu bidang kajian Filsafat, yaitu Filsafat Ilmu Pengetahuan, karena bidang ini membahas hakekat ilmu pengetahuan ilmiah (science). Hakekat ilmu pengetahuan dapat ditelusuri dari 4 (empat) hal, yaitu: 1) Sumber ilmu pengetahuan itu dari mana. Sumber ilmu pengetahuan mempertanyakan dari mana ilmu pengetahuan itu diperoleh. Ilmu pengetahuan diperoleh dari pengalaman (emperi) dan dari akal (ratio). Sehingga timbul faham atau aliran yang disebut empirisme dan rasionalisme. Aliran empirisme yaitu faham yang menyusun teorinya berdasarkan pada empiri atau pengalaman. Tokoh-tokoh aliran ini misalnya David Hume (1711-1776), John Locke (1632-1704), Berkley. Sedang rasionalisme menyusun teorinya berdasarkan ratio. Tokohtokoh aliran ini misalya Spinoza, Rene Descartes. Metode yang digunakan aliran emperisme adalah induksi, sedang rasionalisme menggunakan metode deduksi. Immanuel Kant adalah tokoh yang mensintesakan faham empirisme dan rasionalisme.

Gambar 2 : David Hume, John Locke , dan George Berkeley

Gambar 3 : Immanuel Kant

2) Batas-batas Ilmu Pengetahuan. Menurut Immanuel Kant apa yang dapat kita tangkap dengan panca indera itu hanya terbatas pada gejala atau fenomena, sedang substansi yang ada di dalamnya tidak dapat kita tangkap dengan panca indera disebut

nomenon. Apa yang dapat kita tangkap dengan panca indera itu adalah penting, pengetahuan tidak sampai disitu saja tetapi harus lebih dari sekedar yang dapat ditangkap panca indera. Yang dapat kita ketahui atau dengan kata lain dapat kita tangkap dengan panca indera adalah hal-hal yang berada di dalam ruang dan waktu. Yang berada di luar ruang dan waktu adalah di luar jangkauan panca indera kita, itu terdiri dari 3 (tiga) ide regulatif: 1) ide kosmologis yaitu tentang semesta alam (kosmos), yang tidak dapat kita jangkau dengan panca indera, 2) ide psikologis yaitu tentang psiche atau jiwa manusia, yang tidak dapat kita tangkap dengan panca indera, yang dapat kita tangkap dengan panca indera kita adalah manifestasinya misalnya perilakunya, emosinya, kemampuan berpikirnya, dan lain-lain, 3) ide teologis yaitu tentang Tuhan Sang Pencipta Semesta Alam. 3) Strukturnya. Yang ingin mengetahui adalah subjek yang memiliki kesadaran. Yang ingin kita ketahui adalah objek, diantara kedua hal tersebut seakan-akan terdapat garis demarkasi yang tajam. Namun demikian sebenarnya dapat dijembatani dengan mengadakan dialektika. Jadi sebenarnya garis demarkasi tidak tajam, karena apabila dikatakan subjek menghadapi objek itu salah, karena objek itu adalah subjek juga, sehingga dapat terjadi dialektika. 4) Keabsahan. Keabsahan ilmu pengetahuan membahas tentang kriteria bahwa ilmu pengetahuan itu sah berarti membahas kebenaran. Tetapi kebenaran itu nilai (axiologi), dan kebenaran itu adalah suatu relasi. Kebenaran adalah kesamaan antara gagasan dan kenyataan. Misalnya ada korespondensi yaitu persesuaian antara gagasan yang terlihat dari pernyataan yang diungkapkan dengan realita. Terdapat 3 (tiga) macam teori untuk mengungkapkan kebenaran, yaitu: a) Teori Korespondensi, terdapat persamaan atau persesuaian antara gagasan dengan kenyataan atau realita.

b) Teori Koherensi, terdapat keterpaduan antara gagasan yang satu dengan yang lain. Tidak boleh terdapat kontradiksi antara rumus yang satu dengan yang lain. c) Teori Pragmatis, yang dianggap benar adalah yang berguna. Pragmatisme adalah tradisi dalam pemikiran filsafat yang berhadapan dengan idealisme, dan realisme. Aliran Pragmatisme timbul di Amerika Serikat. Kebenaran diartikan berdasarkan teori kebenaran pragmatisme. Untuk mengetahui penerapan 3 (tiga) macam teori tersebut pada bidang apa, periksa skema berikut ini. Ilmu-ilmu Formal Deduktif: Logika Matematika Alam Ilmu-ilmu Empiris Induktif Hayati: Sosial: Manusia ber masyarak at Ukuran kebenaran Koherensi menghadapi rumusanrumusan yang boleh kontradiksi satu lain Gambar 4: Penerapan Teori Korespondensi, Koherensi dan Pragmatis. Sumber: Noerhadi T. H. (1998) Diktat Kuliah Filsafat Ilmu Pengetahuan. Pascasarjana Universitas Indonesia. sama tidak kesesuaian antara gagasan dengan apa yang bermanfaa t itu benar. realita/antara gagasan dengan fakta. Ukuran kebenaran Korespondensi Pragmatis Budaya: Manusia dengan ekspresin ya Ilmu-ilmu Terapan

unorganik: Kehidupakarang, batu, air. n

Ciri-ciri Ilmu Pengetahuan Ilmiah Filsafat Ilmu Pengetahuan merupakan cabang filsafat yang menelaah baik ciri-ciri ilmu pengetahuan ilmiah maupun cara-cara memperoleh ilmu pengetahuan ilmiah. Ciri-ciri Ilmu Pengetahuan Ilmiah adalah sebagai berikut: 1) Sistematis. Ilmu pengetahuan ilmiah bersifat sistematis artinya ilmu pengetahuan ilmiah dalam upaya menjelaskan setiap gejala selalu berlandaskan suatu teori. Atau dapat dikatakan bahwa teori dipergunakan sebagai sarana untuk menjelaskan gejala dari kehidupan sehari-hari. Tetapi teori itu sendiri bersifat abstrak dan merupakan puncak piramida dari susunan tahap-tahap proses mulai dari persepsi sehari-hari/ bahasa sehari-hari, observasi/konsep ilmiah, hipotesis, hukum dan puncaknya adalah teori. Ciri-ciri yang sistematis dari ilmu pengetahuan ilmiah tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

teori hukum hipotesa Hasil observasi (konsep ilmiah) Persepsi sehari-hari (bahasa sehari-hari)

Gambar 5: Piramida Ilmu Pengetahuan Ilmiah Sumber: Noerhadi T. H. (1998) Diktat Kuliah Filsafat Ilmu Pengetahuan. Pascasarjana Universitas Indonesia.

a) Persepsi sehari-hari (bahasa sehari-hari). Dari persepsi sehari-hari terhadap fenomena atau fakta yang biasanya disampaikan dalam bahasa sehari-hari diobservasi agar dihasilkan makna. Dari observasi ini akan dihasilkan konsep ilmiah. b) Observasi (konsep ilmiah). Untuk memperoleh konsep ilmiah atau menyusun konsep ilmiah perlu ada definisi. Dalam menyusun definisi perlu diperhatikan bahwa dalam definisi tidak boleh terdapat kata yang didefinisikan. Terdapat 2 (dua) jenis definisi, yaitu: 1) definisi sejati, 2) definisi nir-sejati. Definisi sejati dapat diklasifikasikan dalam: 1) Definisi Leksikal. Definisi ini dapat ditemukan dalam kamus, yang biasanya bersifat deskriptif. 2) Definisi Stipulatif. Definisi ini disusun berkaitan dengan tujuan tertentu. Dengan demikian tidak dapat dinyatakan apakah definisi tersebut benar atau salah. Benar atau salah tidak menjadi masalah, tetapi yang penting adalah konsisten (taat asas). Contoh adalah pernyataan dalam Akta Notaris: Dalam Perjanjian ini si A disebut sebagai Pihak Pertama, si B disebut sebagai Pihak Kedua. 3) Definisi Operasional. Definisi ini biasanya berkaitan dengan pengukuran (assessment) yang banyak dipergunakan oleh ilmu pengetahuan ilmiah. Definisi ini memiliki kekurangan karena seringkali apa yang didefinisikan terdapat atau disebut dalam definisi, sehingga

terjadi pengulangan. Contoh: Yang dimaksud inteligensi dalam penelitian ini adalah kemampuan seseorang yang dinyatakan dengan skor tes inteligensi. 4) Definisi Teoritis. Definisi ini menjelaskan sesuatu fakta atau fenomena atau istilah berdasarkan teori tertentu. Contoh: Untuk mendefinisikan Superego, lalu menggunakan teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud. Definisi nir-sejati dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu: 1) Definisi Ostensif. Definisi ini menjelaskan sesuatu dengan menunjuk barangnya. Contoh: Ini gunting. 2) Definisi Persuasif. Definisi yang mengandung pada anjuran (persuasif). Dalam definisi ini terkandung anjuran agar orang melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Contoh: Membunuh adalah tindakan menghabisi nyawa secara tidak terpuji. Dalam definisi tersebut secara implisit terkandung anjuran agar orang tidak membunuh, karena tidak baik (berdosa menurut Agama apapun). c) Hipotesis Dari konsep ilmiah yang merupakan pernyataan-pernyataan yang mengandung informasi, 2 (dua) pernyataan digabung menjadi proposisi. Proposisi yang perlu diuji kebenarannya disebut hipotesis. d) Hukum Hipotesis yang sudah diuji kebenarannya disebut dalil atau hukum. e) Teori Keseluruhan dalil-dalil atau hukum-hukum yang tidak bertentangan satu sama lain serta dapat menjelaskan fenomena disebut teori.

2) Dapat dipertanggungjawabkan. Ilmu pengetahuan ilmiah dapat dipertanggungjawabkan melalui 3 (tiga) macam sistem, yaitu: a) Sistem axiomatis

Sistem ini berusaha membuktikan kebenaran suatu fenomena atau gejala sehari-hari mulai dari kaidah atau rumus umum menuju rumus khusus atau konkret. Atau mulai teori umum menuju fenomena/gejala konkret. Cara ini disebut deduktif-nomologis. Umumnya yang menggunakan metode ini adalah ilmu-ilmu formal, misalnya matematika. b) Sistem empiris Sistem ini berusaha membuktikan kebenaran suatu teori mulai dari gejala/ fenomena khusus menuju rumus umum atau teori. Jadi bersifat induktif dan untuk menghasilkan rumus umum digunakan alat bantu statistik. Umumnya yang menggunakan metode ini adalah ilmu pengetahuan alam dan sosial. c) Sistem semantik/linguistik Dalam sistem ini kebenaran didapatkan dengan cara menyusun proposisi-proposisi secara ketat. Umumnya yang menggunakan metode ini adalah ilmu bahasa (linguistik).

3) Objektif atau intersubjektif Ilmu pengetahuan ilmiah itu bersifat mandiri atau milik orang banyak (intersubjektif). Ilmu pengetahuan ilmiah itu bersifat otonom dan mandiri, bukan milik perorangan (subjektif) tetapi merupakan konsensus antar subjek (pelaku) kegiatan ilmiah. Dengan kata lain ilmu pengetahuan ilmiah itu harus ditopang oleh komunitas ilmiah.

Cara Kerja Ilmu Pengetahuan Ilmiah Cara kerja Ilmu Pengetahuan Ilmiah untuk mendapatkan kebenaran oleh Karl Popper disebut Siklus Empiris, yang dapat digambarkan sebagai berikut:

2 TeoriPembentukan konsep, pembentukan proposisi, penyusunan proposisi

VI

Deduksi logis

II

Inferensi Logis

I

5

GENERALISASI EMPIRIS

PROBLEM

HIPOTESIS

3

Uji Pengukuran penyimpulan sample, estimasi parameter Hipotesis V OBSERVASI 4 1 Interpretasi, instrumentasi, sampel, skala III

IV

Gambar 6: Siklus Empiris Sumber: Noerhadi T. H. (1998) Diktat Kuliah Filsafat Ilmu Pengetahuan. Pascasarjana Universitas Indonesia.

Keterangan Gambar: Gambar dapat dibedakan menjadi 2 (dua) komponen, yaitu: 1) Komponen Informasi, yang terdiri dari: a. b. c. Problem Teori Hipotesis

d. e.

Observasi Generalisasi Empiris

Komponen Informasi digambarkan dengan kotak. 2) Komponen langkah-langkah Metodologis, yang terdiri 6 (enam) langkah metodologis, yaitu: a. b. c. d. e. f. Inferensi logis Deduksi logis Interpretasi, instrumentasi, penetapan sampel, penyusun skala. Pengukuran, penyimpulan sampel, estimasi parameter. Pengujian hipotesis. Pembentukan konsep, pembentukan dan penyusunan proposisi.

Langkah Metodologis digambarkan dengan elips.

Penjelasan tentang langkah-langkah Metodologis adalah sebagai berikut: a. Langkah pertama. Ada masalah yang harus dipecahkan. Seluruh langkah ini (5 langkah) oleh Popper disebut Epistomology Problem Solving. Untuk pemecahan masalah tersebut diperlukan kajian pustaka (inferensi logis) guna mendapatkan teori-teori yang dapat digunakan untuk pemecahan masalah. b. Langkah kedua. Selanjutnya dari teori disusun hipotesis. Untuk menyusun hipotesis diperlukan metode deduksi logis. c. Langkah ketiga. Untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis perlu adanya observasi. Sebelum melakukan observasi perlu melakukan interpretasi teori yang digunakan sebagai landasan penyusunan hipotesis dalam penelitian adalah penyusunan kisi-kisi/dimensi-dimensi, kemudian penyusunan instrumen pengumpulan data, penetapan sampel dan penyusunan skala. d. Langkah keempat. Setelah observasi, selanjutnya melakukan pengukuran (assessment), penetapan sampel, estimasi kriteria (parameter estimation). Langkah tersebut dilakukan guna mendapatkan generalisasi empiris (empirical generalization). e. Langkah kelima. Generalisasi emperis tersebut pada hakekatnya merupakan hasil pembuktian hipotesis. Apabila hipotesis benar akan memperkuat teori

(verifikasi). Apabila hipotesis tidak terbukti akan memperlemah teori (falsifikasi). f. Langkah keenam. Hasil dari generalisasi empiris tersebut dipergunakan sebagai bahan untuk atau pembentukan konsep, pembentukan ini proposisi. untuk Pembentukan penyusunan proposisi dipergunakan

memperkuat atau memantapkan teori, atau menyusun teori baru apabila hipotesis tidak terbukti.

Gambar 7 : Karl Popper

2. BEDA ILMU PENGETAHUAN DAN PENGETAHUANa. Pendahuluan Ilmu pengetahuan (science) mempunyai pengertian yang berbeda dengan pengetahuan (knowledge atau dapat juga disebut common sense). Orang awam tidak memahami atau tidak menyadari bahwa ilmu pengetahuan itu berbeda dengan pengetahuan. Bahkan mugkin mereka menyamakan dua pengertian tersebut. Tentang perbedaan antara ilmu pengetahuan dan pengetahuan akan dicoba dibahas disini.

Mempelajari apa itu ilmu pengetahuan itu berarti mempelajari atau membahas esensi atau hakekat ilmu pengetahuan. Demikian pula membahas pengetahuan itu juga berarti membahas hakekat pengetahuan. Untuk itu kita perlu memahami serba sedikit Filsafat Ilmu Pengetahuan. Dengan mempelajari Filsafat Ilmu Pengetahuan di samping akan diketahui hakekat ilmu pengetahuan dan hakekat pengetahuan, kita tidak akan terbenam dalam suatu ilmu yang spesifik sehingga makin menyempit dan eksklusif. Dengan mempelajari filsafat ilmu pengetahuan akan membuka perspektif (wawasan) yang luas, sehingga kita dapat menghargai ilmu-ilmu lain, dapat berkomunikasi membahas dengan ilmu-ilmu lain. Dengan dan demikian kita dapat dengan mengembangkan ilmu pengetahuan secara interdisipliner. Sebelum kita hakekat ilmu pengetahuan perbedaannya pengetahuan, terlebih dahulu akan dikemukakan serba sedikit tentang sejarah perkembangan ilmu pengetahuan.

Perkembangan Ilmu PengetahuanMempelajari sejarah ilmu pengetahuan itu penting, karena dengan mempelajari hal tersebut kita dapat mengetahui tahap-tahap perkembangannya. Ilmu pengetahuan tidak langsung terbentuk begitu saja, tetapi melalui proses, melalui tahap-tahap atau periodeperiode perkembangan.a) Periode Pertama (abad 4 sebelum Masehi) Perintisan Ilmu pengetahuan dianggap dimulai pada abad 4 sebelum Masehi, karena peninggalan-peninggalan yang menggambarkan ilmu pengetahuan diketemukan mulai abad 4 sebelum Masehi. Abad 4 sebelum Masehi merupakan abad terjadinya pergeseran dari persepsi mitos ke persepsi logos, dari dongeng-dongeng ke analisis rasional. Contoh persepsi mitos adalah pandangan yang beranggapan bahwa kejadian-kejadian misalnya adanya penyakit atau gempa bumi disebabkan perbuatan dewa-dewa. Jadi pandangan tersebut tidak bersifat rasional, sebaliknya persepsi logos adalah pandangan yang bersifat rasional. Dalam persepsi mitos, dunia atau kosmos dikendalikan oleh kekuatankekuatan magis, mistis. Atau dengan kata lain, dunia dijelaskan oleh

faktor-faktor luar (eksternal). Sedang dalam persepsi rasional, dunia dianalisis dari faktor-faktor dalam (internal). Atau dengan kata lain, dunia dianalisis dengan argumentasi yang dapat diterima secara rasional atau akal sehat. Analisis rasional ini merupakan perintisan analisis secara ilmiah, tetapi belum dapat dikatakan ilmiah. Pada periode ini tokoh yang terkenal adalah Aristoteles. Persepsi Aristoteles tentang dunia adalah sebagai berikut: dunia adalah ontologis atau ada (eksis). Sebelum Aristoteles dunia dipersepsikan tidak eksis, dunia hanya menumpang keberadaan dewa-dewa. Dunia bukan dunia riil, yang riil adalah dunia ide. Menurut Aristoteles, dunia merupakan substansi, dan ada hirarki substansi-substansi. Substansi adalah sesuatu yang mandiri, dengan demikian dunia itu mandiri. Setiap substansi mempunyai struktur ontologis. Dalam struktur ontologis terdapat 2 prinsip, yaitu: 1) Akt: menunjukkan prinsip kesempurnaan (realis); 2) Potensi: menunjukkan prinsip kemampuannya, kemungkinannya (relatif). Setiap benda sempurna dalam dirinya dan mempunyai kemungkinan untuk mempunyai kesempurnaan. Perubahan terjadi bila potensi berubah, dan perubahan tersebut direalisasikan.

Gambar 8 : Aristoteles

Pandangan Aristoteles yang dapat dikatakan sebagai awal dari perintisan ilmu pengetahuan adalah hal-hal sebagai berikut: 1) Hal Pengenalan Menurut Aristoteles terdapat dua macam pengenalan, yaitu: (1) pengenalan inderawi; (2) pengenalan rasional. Menurut Aristoteles, pengenalan inderawi memberi pengetahuan tentang hal-hal yang kongkrit dari suatu benda. Sedang pengenalan rasional dapat mencapai hakekat sesuatu, melalui jalan abstraksi. 2) Hal Metode Selanjutnya, menurut Aristoteles, ilmu pengetahuan adalah pengetahuan tentang prinsip-prinsip atau hukum-hukum bukan objek-objek eksternal atau fakta. Penggunaan prinsip atau hukum berarti berargumentasi ilmu (reasoning). pengetahuan Menurut berarti Aristoteles, mengembangkan mengembangkan

prinsip-prinsip, mengembangkan ilmu pengetahuan (teori) tidak terletak pada akumulasi data tetapi peningkatan kualitas teori dan metode. Selanjutnya, menurut Aristoteles, metode untuk mengembangkan ilmu pengetahuan ada dua, yaitu: (1) induksi intuitif yaitu mulai dari fakta untuk menyusun hukum (pengetahuan universal); (2) deduksi (silogisme) yaitu mulai dari pengetahuan universal menuju fakta-fakta.

b) Periode Kedua (abad 17 sesudah Masehi)

Pada periode yang kedua ini terjadi revolusi ilmu pengetahuan karena adanya perombakan total dalam cara berpikir. Perombakan total tersebut adalah sebagai berikut: Apabila Aristoteles cara berpikirnya bersifat ontologis rasional, Gallileo Gallilei (tokoh pada awal abad 17 sesudah Masehi) cara berpikirnya bersifat analisis

yang dituangkan dalam bentuk kuantitatif atau matematis. Yang dimunculkan dalam berfikir ilmiah Aristoteles adalah berpikir tentang hakekat, jadi berpikir metafisis (apa yang berada di balik yang nampak atau apa yang berada di balik fenomena).

Gambar 9 : Gallileo GallileiAbad 17 meninggalkan cara berpikir metafisis dan beralih ke elemenelemen yang terdapat pada sutau benda, jadi tidak mempersoalkan hakikat. Dengan demikian bukan substansi tetapi elemen-elemen yang merupakan kesatuan sistem. Cara berpikir abad 17 mengkonstruksi suatu model yaitu memasukkan unsur makro menjadi mikro, mengkonstruksi suatu model yang dapat diuji coba secara empiris, sehingga memerlukan adanya laboratorium. Uji coba penting, untuk itu harus membuat eksperimen. Ini berarti mempergunakan pendekatan matematis dan pendekatan eksperimental. Selanjutnya apabila pada jaman Aristoteles ilmu pengetahuan bersifat ontologis, maka sejak abad 17, ilmu pengetahuan berpijak pada prinsip-prinsip yang kuat yaitu jelas dan terpilah-pilah (clearly and distinctly) serta disatu pihak berpikir pada kesadaran, dan pihak lain berpihak pada materi. Prinsip jelas dan terpilahpilah dapat dilihat dari pandangan Rene Descartes (1596-1650) dengan

ungkapan yang terkenal, yaitu Cogito Ergo Sum, yang artinya karena aku berpikir maka aku ada. Ungkapan Cogito Ergo Sum adalah sesuatu yang pasti, karena berpikir bukan merupakan khayalan. Suatu yang pasti adalah jelas dan terpilah-pilah. Menurut Descartes pengetahuan tentang sesuatu bukan hasil pengamatan melainkan hasil pemeriksaan rasio (dalam Hadiwijono, 1981). Pengamatan merupakan hasil kerja dari indera (mata, telinga, hidung, dan lain sebagainya), oleh karena itu hasilnya kabur, karena ini sama dengan pengamatan binatang. Untuk mencapai sesuatu yang pasti menurut Descartes kita harus meragukan apa yang kita amati dan kita ketahui sehari-hari. Pangkal pemikiran yang pasti menurut Descartes dikemukakan melalui keragu-raguan. Keragu-raguan menimbulkan kesadaran, kesadaran ini berada di samping materi. Prinsip ilmu pengetahuan satu pihak berpikir pada kesadaran dan pihak lain berpijak pada materi juga dapat dilihat dari pandangan Immanuel Kant (1724-1808). Menurut Immanuel Kant ilmu pengetahuan itu bukan merupakan pangalaman terhadap fakta saja, tetapi merupakan hasil konstruksi oleh rasio.

Gambar 10 : Rene Descartes

Agar dapat memahami pandangan Immanuel Kant tersebut perlu terlebih dahulu mengenal pandangan rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme mementingkan unsur-unsur apriori dalam pengenalan, berarti unsur-unsur yang terlepas dari segala pengalaman. Sedangkan empirisme menekankan unsur-unsur aposteriori, berarti unsur-unsur yang berasal dari pengalaman. Menurut Immanuel Kant, baik rasionalisme maupun empirisme dua-duanya berat sebelah. Ia berusaha menjelaskan bahwa pengenalan manusia merupakan keterpaduan atau sintesa antara unsur-unsur apriori dengan unsur-unsur aposteriori (dalam Bertens, 1975). Oleh karena itu Kant berpendapat bahwa pengenalan berpusat pada subjek dan bukan pada objek. Sehingga dapat dikatakan menurut Kant ilmu pengetahuan bukan hasil pengalaman saja, tetapi hasil konstruksi oleh rasio.

Inilah pandangan Rene Descartes dan Immanuel Kant yang menolak pandangan Aristoteles yang bersifat ontologis dan metafisis. Banyak tokoh lain yang meninggalkan pandangan Aristoteles, namun dalam makalah ini cukup mengajukan dua tokoh tersebut, kiranya cukup untuk menggambarkan adanya pemikiran yang revolusioner dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

Perbedaan Ilmu Pengetahuan dengan PengetahuanTerdapat beberapa definisi ilmu pengetahuan, di antaranya adalah: a) Ilmu pengetahuan adalah penguasaan lingkungan hidup manusia. Definisi ini tidak diterima karena mencampuradukkan ilmu pengetahuan dan teknologi. b) Ilmu pengetahuan adalah kajian tentang dunia material.

Definisi ini tidak dapat diterima karena ilmu pengetahuan tidak terbatas pada hal-hal yang bersifat materi. c) Ilmu pengetahuan adalah definisi eksperimental. Definisi ini tidak dapat diterima karena ilmu pengetahuan tidak hanya hasil/metode eksperimental semata, tetapi juga hasil pengamatan, wawancara. Atau dapat dikatakan definisi ini tidak memberikan tali pengikat yang kuat untuk menyatukan hasil eksperimen dan hasil pengamatan (Ziman J. dalam Qadir C.A., 1995). d) Ilmu pengetahuan dapat sampai pada kebenaran melalui kesimpulan logis dari pengamatan empiris. Definisi ini mempergunakan metode induksi yaitu membangun prinsipprinsip umum berdasarkan berbagai hasil pengamatan. Definisi ini memberikan tempat adanya hipotesa, sebagai ramalan akan hasil pengamatan yang akan datang. Definisi ini juga mengakui pentingnya pemikiran spekulatif atau metafisik selama ada kesesuaian dengan hasil pengamatan. Namun demikian, definisi ini tidak bersifat hitam atau putih. Definisi ini tidak memberi tempat pada pengujian pengamatan dengan penelitian lebih lanjut. Kebenaran yang disimpulkan dari hasil pengamatan empiris hanya berdasarkan kesimpulan logis berarti hanya berdasarkan kesimpulan akal sehat. Apabila kesimpulan tersebut hanya merupakan akal sehat, walaupun itu berdasarkan pengamatan empiris, tetap belum dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan tetapi masih pada taraf pengetahuan. Ilmu pengetahuan bukanlah hasil dari kesimpulan logis dari hasil pengamatan, namun haruslah merupakan kerangka konseptual atau teori yang memberi tempat bagi pengkajian dan pengujian secara kritis oleh ahli-ahli lain dalam bidang yang sama, dengan demikian diterima secara universal. Ini berarti terdapat adanya kesepakatan di antara para ahli terhadap kerangka konseptual yang telah dikaji dan diuji secara kritis atau telah dilakukan penelitian atau percobaan terhadap kerangka konseptual tersebut. Berdasarkan pemahaman tersebut maka pandangan yang bersifat statis ekstrim, maupun yang bersifat dinamis ekstrim harus kita tolak. Pandangan

yang ilmu

bersifat

statis

ekstrim

menyatakan sebagai pabrik

bahwa

ilmu

pengetahuan Sementara

merupakan cara menjelaskan alam semesta di mana kita hidup. Ini berarti pengetahuan dianggap pengetahuan. pandangan yang bersifat dinamis ekstrim menyatakan ilmu pengetahuan merupakan kegiatan yang menjadi dasar munculnya kegiatan lebih lanjut. Jadi ilmu pengetahuan dapat diibaratkan dengan suatu laboratorium. Bila kedua pandangan ekstrim tersebut diterima, maka ilmu pengetahuan akan hilang musnah, ketika pabrik dan laboratorium tersebut ditutup. Ilmu pengetahuan bukanlah kumpulan pengetahuan semesta alam atau kegiatan yang dapat dijadikan dasar bagi kegiatan yang lain, tetapi merupakan teori, prinsip, atau dalil yang berguna bagi pengembangan teori, prinsip, atau dalil lebih lanjut, atau dengan kata lain untuk menemukan teori, prinsip, atau dalil baru. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan dapat didefinisikan sebagai berikut: Ilmu pengetahuan adalah rangkaian konsep dan kerangka konseptual yang saling berkaitan dan telah berkembang sebagai hasil percobaan dan pengamatan yang bermanfaat untuk percobaan lebih lanjut (Ziman J. dalam Qadir C.A., 1995). Pengertian percobaan di sini adalah pengkajian atau pengujian terhadap kerangka konseptual, ini dapat dilakukan dengan penelitian (pengamatan dan wawancara) atau dengan percobaan (eksperimen). Selanjutnya John Ziman menjelaskan bahwa definisi tersebut memberi tekanan pada makna manfaat, mengapa? Kesahihan gagasan baru dan makna penemuan eksperimen baru atau juga penemuan penelitian baru (menurut penulis) akan diukur hasilnya yaitu hasil dalam kaitan dengan gagasan lain dan eksperimen lain. Dengan demikian ilmu pengetahuan tidak dipahami sebagai pencarian kepastian, melainkan sebagai penyelidikan yang berhasil hanya sampai pada tingkat yang bersinambungan (Ziman J. dalam Qadir C.A., 1995).

Bila kita analisis lebih lanjut perlu dipertanyakan mengapa definisi ilmu pengetahuan di atas menekankan kemampuannya untuk menghasilkan percobaan baru, berarti juga

menghasilkan penelitian baru yang pada gilirannya menghasilkan teori baru dan seterusnya berlangsung tanpa berhenti. Mengapa ilmu pengetahuan tidak menekankan penerapannya? Seperti yang dilakukan para ahli fisika dan kimia yang hanya menekankan pada penerapannya yaitu dengan mempertanyakan bagaimana alam semesta dibentuk dan berfungsi? Bila hanya itu yang menjadi penekanan ilmu pengetahuan, maka apabila pertanyaan itu sudah terjawab, ilmu pengetahuan itu akan berhenti. Oleh karena itu, definisi ilmu pengetahuan tidak berorientasi pada penerapannya melainkan pada kemampuannya untuk menghasilkan percobaan baru atau penelitian baru, dan pada gilirannya menghasilkan teori baru.Para ahli fisika dan kimia yang menekankan penerapannya pada hakikatnya bukan merupakan ilmu pengetahuan, tetapi merupakan akal sehat (common sense). Selanjutnya untuk membedakan hasil akal sehat dengan ilmu pengetahuan William James yang menyatakan hasil akal sehat adalah sistem perseptual, sedang hasil ilmu pengetahuan adalah sistem konseptual (Conant J. B. dalam Qadir C. A., 1995). Kemudian bagaimana cara untuk memantapkan atau mengembangkan ilmu pengetahuan? Berdasarkan definisi ilmu pengetahuan tersebut di atas maka pemantapan dilakukan dengan penelitian-penelitian dan percobaan-percobaan. Perlu dipertanyakan pula bagaimana hubungan antara akal sehat yang menghasilkan perseptual dengan ilmu pengetahuan sebagai konseptual. Jawabannya adalah akal sehat yang menghasilkan pengetahuan merupakan premis bagi pengetahuan eksperimental (Conant, J.B. dalam Qadir C.A., 1995). Ini berarti pengetahuan merupakan masukan bagi ilmu pengetahuan, masukan tersebut selanjutnya diterima sebagai masalah untuk diteliti lebih lanjut. Hasil penelitian dapat berbentuk teori baru. Sedangkan Ernest Nagel secara rinci membedakan pengetahuan

(common sense) dengan ilmu pengetahuan (science). Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut: 1) Dalam common sense informasi tentang suatu fakta jarang disertai penjelasan tentang mengapa dan bagaimana. Common sense tidak melakukan pengujian kritis hubungan sebab-akibat antara fakta yang satu

dengan fakta lain. Sedang dalam science di samping diperlukan uraian yang sistematik, juga dapat dikontrol dengan sejumlah fakta sehingga dapat dilakukan pengorganisasian dan pengklarifikasian berdasarkan prinsip-prinsip atau dalil-dalil yang berlaku. 2) Ilmu pengetahuan menekankan ciri sistematik. Penelitian ilmiah bertujuan untuk mendapatkan prinsip-prinsip yang mendasar dan berlaku umum tentang suatu hal. Artinya dengan berpedoman pada teori-teori yang dihasilkan dalam penelitian-penelitian terdahulu, penelitian baru bertujuan untuk menyempurnakan teori yang telah ada yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Sedang common sense tidak memberikan penjelasan (eksplanasi) yang sistematis dari berbagai fakta yang terjalin. Di samping itu, dalam common sense cara pengumpulan data bersifat subjektif, karena common sense sarat dengan muatan-muatan emosi dan perasaan. 3) Dalam menghadapi konflik dalam kehidupan, ilmu pengetahuan menjadikan pengetahuan. Ilmu pengetahuan berusaha untuk mencari, dan mengintroduksi pola-pola eksplanasi sistematik sejumlah fakta untuk mempertegas aturan-aturan. Dengan menunjukkan hubungan logis dari proposisi yang satu dengan lainnya, ilmu pengetahuan tampil mengatasi konflik. 4) Kebenaran yang diakui oleh common sense bersifat tetap, sedang kebenaran dalam ilmu pengetahuan selalu diusik oleh pengujian kritis. Kebenaran dalam ilmu pengetahuan selalu dihadapkan pada pengujian melalui observasi maupun eksperimen dan sewaktu-waktu dapat diperbaharui atau diganti. 5) Perbedaan selanjutnya terletak pada segi bahasa yang digunakan untuk memberikan penjelasan pengungkapan fakta. Istilah dalam common sense biasanya mengandung pengertian ganda dan samarsamar. Sedang ilmu pengetahuan merupakan konsep-konsep yang tajam yang harus dapat diverifikasi secara empirik. 6) Perbedaan yang mendasar terletak pada prosedur. konflik sebagai pendorong untuk kemajuan ilmu

Ilmu pengetahuan berdasar pada metode ilmiah. Dalam ilmu pengetahuan alam (sains), metoda yang dipergunakan adalah metoda pengamatan, eksperimen, generalisasi, dan verifikasi. Sedang ilmu sosial dan budaya juga menggunakan metode pengamatan, wawancara, eksperimen, generalisasi, dan verifikasi. Dalam common sense cara mendapatkan pengetahuan hanya melalui pengamatan dengan panca indera.

Gambar 11 : Ernest Nagel Dari berbagai uraian berdasarkan pandangan tokoh-tokoh tersebut dapatlah dikatakan: ilmu pengetahuan adalah kerangka konseptual atau teori uang saling berkaitan yang memberi tempat pengkajian dan pengujian secara kritis dengan metode ilmiah oleh ahli-ahli lain dalam bidang yang sama, dengan demikian bersifat sistematik, objektif, dan universal. Sedang pengetahuan adalah hasil pengamatan yang bersifat tetap, karena tidak memberikan tempat bagi pengkajian dan pengujian secara kritis oleh orang lain, dengan demikian tidak bersifat sistematik dan tidak objektif serta tidak universal. b. Proses Terbentuknya Ilmu Pengetahuan a) Syarat-syarat Ilmu Pengetahuan Ilmiah Agar dapat diuraikan proses terbentuknya ilmu pengetahuan ilmiah, perlu terlebih dahulu diuraikan syarat-syarat ilmu pengetahuan ilmiah.

Menurut

Karlina

Supeli

Laksono

dalam

Filsafat

Ilmu

Pengetahuan

(Epsitomologi) pada Pascasarjana Universitas Indonesia tahun 1998/1999, ilmu pengetahuan ilmiah harus memenuhi tiga syarat, yaitu: 1) 2) Sistematik; yaitu merupakan kesatuan teori-teori yang tersusun sebagai Objektif; atau dikatakan pula sebagai intersubjektif, yaitu teori tersebut suatu sistem. terbuka untuk diteliti oleh orang lain/ahli lain, sehingga hasil penelitian bersifat universal. 3) Dapat dipertanggungjawabkan; yaitu mengandung kebenaran yang bersifat universal, dengan kata lain dapat diterima oleh orang-orang lain/ahli-ahli lain. Tiga syarat ilmu pengetahuan tersebut telah diuraikan secara lengkap pada sub bab di atas. Pandangan ini sejalan dengan pandangan Parsudi Suparlan yang menyatakan bahwa Metode Ilmiah adalah suatu kerangka landasan bagi terciptanya pengetahuan ilmiah. Selanjutnya dinyatakan bahwa penelitian ilmiah dilakukan dengan berlandaskan pada metode ilmiah. Sedangkan penelitian ilmiah harus dilakukan secara sistematik dan objektif (Suparlan P., 1994). Penelitian ilmiah sebagai pelaksanaan metode ilmiah harus sestematik dan objektif, sedang metode ilmiah merupakan suatu kerangka bagi terciptanya ilmu pengetahuan ilmiah. Maka jelaslah bahwa ilmu pengetahuan juga mempersyaratkan sistematik dan objektif. Sebuah teori pada dasarnya merupakan bagian utama dari metode ilmiah. Suatu kerangka teori menyajikan cara-cara mengorganisasikan dan menginterpretasi-kan hasil-hasil penelitian, dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang dibuat sebelumnya. Jadi peranan metode ilmiah adalah untuk menghubungkan penemuan-penemuan ilmiah dari waktu dan tempat yang berbeda. Ini berarti peranan metode ilmiah melandasi corak pengetahuan ilmiah yang sifatnya akumulatif. Dari uraian tersebut di atas dapatlah dikatakan bahwa proses terbentuknya ilmu pengetahuan ilmiah melalui metode ilmiah yang dilakukan dengan penelitianpenelitian ilmiah.

Pembentukan ilmu pengetahuan ilmiah pada dasarnya merupakan bagian yang penting dari metode ilmiah. Suatu ilmu pengetahuan ilmiah menyajikan cara-cara pengorganisasian dan penginterpretasian hasil-hasil penelitian, dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang dibuat sebelumnya oleh peneliti lain. Ini berarti bahwa ilmu pengetahuan ilmiah merupakan suatu proses akumulasi dari pengetahuan. Di sini peranan metode ilmiah penting yaitu menghubungkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah dari waktu dan tempat yang berbeda. Walaupun dalam ilmu pengetahuan alam (sains) metode ilmiah menekankan metode induktif guna mengadakan generalisasi atas fakta-fakta khusus dalam rangka penelitian, penciptaan teori dan verifikasi, tetapi dalam ilmu-ilmu sosial, baik metode induktif maupun deduktif sama-sama penting. Walaupun fakta-fakta empirik itu penting peranannya dalam metode ilmiah namun kumpulan fakta itu sendiri tidak menciptakan teori atau ilmu pengetahuan (Suparlan P., 1994). Jadi jelaslah bahwa ilmu pengetahuan bukan merupakan kumpulan pengetahuan atau kumpulan faktafakta empirik. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan karena fakta-fakta empirik itu sendiri agar mempunyai makna, fakta-fakta tersebut harus ditata, diklasifikasi, dianalisis, digeneralisasi berdasarkan metode yang berlaku serta dikaitkan dengan fakta yang satu dengan yang lain. Dalam ilmu-ilmu sosial prinsip objektivitas merupakan prinsip utama dalam metode ilmiahnya. Hal ini disebabkan ilmu sosial berhubungan dengan kegiatan manusia sebagai mahluk sosial dan budaya sehingga tidak terlepas adanya hubungan perasaan dan emosional antara peneliti dengan pelaku yang diteliti. Untuk menjaga objektivitas metode ilmiah dalam ilmu-ilmu sosial berlaku prinsip-prinsip sebagai berikut: a) skeptis. b) c) Ilmuwan harus objektif yaitu membebaskan dirinya dari sikap, keinginan, Ilmuwan harus bersikap netral, yaitu dalam melakukan penilaian terhadap kecenderungan untuk menolak, atau menyukai data yang dikumpulkan. hasil penemuannya harus terbebas dari nilai-nilai budayanya sendiri. Demikian pula dalam membuat kesimpulan atas data yang dikumpulkan jangan dianggap Ilmuwan harus mendekati sasaran kajiannya dengan penuh keraguan dan

sebagai data akhir, mutlak, dan merupakan kebenaran universal (Suparlan P., 1994). Sedang pelaksanaan penelitian yang berpedoman pada metode ilmiah hendaknya memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut: a) b) c) d) 1994). b) Metode Penelitian Ilmiah Pada dasarnya metode penelitian ilmiah untuk ilmu-ilmu sosial dapat dibedakan menjadi dua golongan pendekatan, yaitu: (1) pendekatan kuantitatif; (2) pendekatan kualitatif. 1) Pendekatan Kuantitatif Landasan berpikir dari pendekatan kuantitatif adalah filsafat positivisme yang dikembangkan pertama kali oleh Emile Durkheim (1964). Pandangan dari filsafat positivisme ini yaitu bahwa tindakan-tindakan manusia terwujud dalam gejala-gejala sosial yang disebut fakta-fakta sosial. Fakta-fakta sosial tersebut harus dipelajari secara objektif, yaitu dengan memandangnya sebagai benda, seperti benda dalam ilmu pengetahuan alam. Prosedur penelitian harus terbuka untuk diperiksa oleh peneliti lainnya. Definisi-definisi yang dibuat adalah benar dan berdasarkan konsep-konsep Pengumpulan data dilakukan secara objektif, yaitu dengan menggunakan Hasil-hasil penemuannya akan ditentukan ulang oleh peneliti lain bila

dan teori-teori yang sudah ada/baku. metode-metode penelitian ilmiah yang baku. sasaran, masalah, pendekatan, dan prosedur penelitiannya sama (Suparlan P.,

Gambar 12 : Emile Durkheim Caranya dengan melakukan observasi atau mengamati sesuatu fakta sosial, untuk melihat kecenderungan-kecenderungannya, menghubungkan dengan faktafakta sosial lainnya, dengan demikian kecenderungan-kecenderungan suatu fakta sosial tersebut dapat diidentifikasi. Penggunaan data kuantitatif diperlukan dalam analisa yang dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya demi tercapainya ketepatan data dan ketepatan penggunaan model hubungan variabel bebas dan variabel tergantung (Suparlan P., 1997). 2) Pendekatan Kualitatif Landasan berpikir dalam pendekatan kualitatif adalah pemikiran Max Weber (1997) yang menyatakan bahwa pokok penelitian sosiologi bukan hanya gejala-gejala sosial, tetapi juga dan terutama makna-makna yang terdapat di balik tindakan-tindakan perorangan yang mendorong terwujudnya gejala-gejala sosial tersebut. Oleh karena itu, metode yang utama dalam sosiologi dari Max Weber adalah Verstehen atau pemahaman (jadi bukan Erklaren atau penjelasan). Agar dapat memahami makna yang ada dalam suatu gejala sosial, maka seorang peneliti harus dapat berperan sebagai pelaku yang ditelitinya, dan harus dapat memahami para pelaku yang ditelitinya agar dapat mencapai tingkat pemahaman yang sempurna mengenai makna-makna yang terwujud dalam gejala-gejala sosial yang diamatinya (Suparlan P., 1997).

Gambar 13 : Max Weber

Metode ilmiah atau proses ilmiah merupakan proses keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti fisis. Ilmuwan melakukan pengamatan serta membentuk hipotesis dalam usahanya untuk menjelaskan fenomena alam. Prediksi yang dibuat berdasarkan hipotesis tersebut diuji dengan melakukan eksperimen. Jika suatu hipotesis lolos uji berkali-kali, hipotesis tersebut dapat menjadi suatu teori ilmiah.

Unsur utama metode ilmiah adalah pengulangan empat langkah berikut:1. Karakterisasi (pengamatan dan pengukuran) 2. Hipotesis (penjelasan teoretis yang merupakan dugaan atas hasil pengamatan dan

pengukuran) 3. Prediksi (deduksi logis dari hipotesis) 4. Eksperimen (pengujian atas semua hal di atas)

5. Karakterisasi6. Metode ilmiah bergantung pada karakterisasi yang cermat atas subjek investigasi. Dalam

proses karakterisasi, ilmuwan mengidentifikasi sifat-sifat utama yang relevan yang dimiliki oleh subjek yang diteliti. Selain itu, proses ini juga dapat melibatkan proses penentuan (definisi) dan pengamatan; pengamatan yang dimaksud seringkali memerlukan pengukuran dan/atau perhitungan yang cermat. Proses pengukuran dapat dilakukan dalam suatu tempat yang terkontrol, seperti laboratorium, atau dilakukan terhadap objek yang tidak dapat diakses atau dimanipulasi seperti bintang atau populasi manusia. Proses pengukuran sering memerlukan peralatan ilmiah khusus seperti termometer, spektroskop, atau voltmeter, dan kemajuan suatu bidang ilmu biasanya berkaitan erat dengan penemuan peralatan semacam itu. Hasil pengukuran secara ilmiah biasanya ditabulasikan dalam tabel, digambarkan dalam bentuk grafik, atau dipetakan, dan diproses dengan perhitungan statistika seperti korelasi dan regresi. [sunting] Prediksi dari hipotesis Hipotesis yang berguna akan memungkinkan prediksi berdasarkan deduksi. Prediksi tersebut mungkin meramalkan hasil suatu eksperimen dalam laboratorium atau pengamatan suatu fenomena di alam. Prediksi tersebut dapat pula bersifat statistik dan hanya berupa probabilitas. Hasil yang diramalkan oleh prediksi tersebut haruslah belum diketahui kebenarannya (apakah benar-benar akan terjadi atau tidak). Hanya dengan demikianlah maka terjadinya hasil tersebut menambah probabilitas bahwa hipotesis yang dibuat sebelumnya adalah benar. Jika hasil yang diramalkan sudah diketahui, hal itu disebut konsekuensi dan seharusnya sudah diperhitungkan saat membuat hipotesis. Jika prediksi tersebut tidak dapat diamati, hipotesis yang mendasari prediksi tersebut belumlah berguna bagi metode bersangkutan dan harus menunggu metode yang mungkin akan datang. Sebagai contoh, teknologi atau teori baru boleh jadi memungkinkan eksperimen untuk dapat dilakukan. [sunting]

EksperimenSetelah prediksi dibuat, hasilnya dapat diuji dengan eksperimen. Jika hasil eksperimen bertentangan dengan prediksi, maka hipotesis yang sedak diuji tidaklah benar atau tidak lengkap dan membutuhkan perbaikan atau bahkan perlu ditinggalkan. Jika hasil eksperimen sesuai dengan prediksi, maka hipotesis tersebut boleh jadi benar namun masih mungkin salah dan perlu diuji lebih lanjut. Hasil eksperimen tidak pernah dapat membenarkan suatu hipotesis, melainkan meningkatkan probabilitas kebenaran hipotesis tersebut. Hasil eksperimen secara mutlak bisa menyalahkan suatu hipotesis bila hasil eksperimen tersebut bertentangan dengan prediksi dari

hipotesis. Bergantung pada prediksi yang dibuat, berupa-rupa eksperimen dapat dilakukan. Eksperimen tersebut dapat berupa eksperimen klasik di dalam laboratorium atau ekskavasi arkeologis. Eksperimen bahkan dapat berupa mengemudikan pesawat dari New York ke Paris dalam rangka menguji hipotesis aerodinamisme yang digunakan untuk membuat pesawat tersebut. Pencatatan yang detail sangatlah penting dalam eksperimen, untuk membantu dalam pelaporan hasil eksperimen dan memberikan bukti efektivitas dan keutuhan prosedur yang dilakukan. Pencatatan juga akan membantu dalam reproduksi eksperimen. [sunting]

Evaluasi dan pengulanganProses ilmiah merupakan suatu proses yang iteratif, yaitu berulang. Pada langkah yang manapun, seorang ilmuwan mungkin saja mengulangi langkah yang lebih awal karena pertimbangan tertentu. Ketidakberhasilan untuk membentuk hipotesis yang menarik dapat membuat ilmuwan mempertimbangkan ulang subjek yang sedang dipelajari. Ketidakberhasilan suatu hipotesis dalam menghasilkan prediksi yang menarik dan teruji dapat membuat ilmuwan mempertimbangkan kembali hipotesis tersebut atau definisi subjek penelitian. Ketidakberhasilan eksperimen dalam menghasilkan sesuatu yang menarik dapat membuat ilmuwan mempertimbangkan ulang metode eksperimen tersebut, hipotesis yang mendasarinya, atau bahkan definisi subjek penelitian itu. Dapat pula ilmuwan lain memulai penelitian mereka sendiri dan memasuki proses tersebut pada tahap yang manapun. Mereka dapat mengadopsi karakterisasi yang telah dilakukan dan membentuk hipotesis mereka sendiri, atau mengadopsi hipotesis yang telah dibuat dan mendeduksikan prediksi mereka sendiri. Sering kali eksperimen dalam proses ilmiah tidak dilakukan oleh orang yang membuat prediksi, dan karakterisasi didasarkan pada eksperimen yang dilakukan oleh orang lain. [sunting]

Aristoteles tentang LogikaPada awalnya memang Aristoteles tidak memunculkan istilah Logika dalam karyanya, yang pertama kali memperkenalkan istilah Logika ini adalah Alexander Aphrodisias pada abad 3 masehi dalam arti yang sekarang ini berlaku yaitu ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran. Namun sebelumnya pada abad 1 sebelum masehi oleh Cicero Logika diartikan sebagai seni berdebat. Aristoteles sendiri mengungkapkan tentang Analitika yaitu suatu penyelidikan tentang argumen yang bertitik tolak pada putusan-putusan yang benar dan Dialektika yaitu penyelidikan tentang argumen yang bertitik tolak dari hipotesa/ putusan yang tidak pasti kebenarannya.