42
BIOKOMPATIBILITAS TANDUR TULANG KOMBINASI HIDROKSIAPATIT ASAL CANGKANG TELUR AYAM DENGAN TRIKALSIUM FOSFAT DAN KITOSAN PADA REMODELLING TULANG DOMBA AKIBAT TRAUMA BUATAN RIKI SISWANDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

BIOKOMPATIBILITAS TANDUR TULANG KOMBINASI … · panggul, dan kerusakan ... Setiap tahunnya, ribuan orang menderita berbagai penyakit tulang yang diakibatkan oleh trauma, tumor, ataupun

Embed Size (px)

Citation preview

BIOKOMPATIBILITAS TANDUR TULANG KOMBINASI

HIDROKSIAPATIT ASAL CANGKANG TELUR AYAM DENGAN

TRIKALSIUM FOSFAT DAN KITOSAN PADA REMODELLING TULANG

DOMBA AKIBAT TRAUMA BUATAN

RIKI SISWANDI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Biokompatibilitas Tandur Tulang

Kombinasi Hidroksiapatit Asal Cangkang Telur Ayam Dengan Trikalsium Fosfat dan Kitosan pada Remodelling Tulang Domba Akibat Trauma Buatan” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidakditerbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2013

Riki Siswandi NIM B351090011 

RINGKASAN

RIKI SISWANDI. Biokompatibilitas Tandur Tulang Kombinasi Hidroksiapatit

Asal Cangkang Telur Ayam dengan Kombinasi Trikalsium Fosfat, dan Kitosan

pada Remodelling Tulang Domba Akibat Trauma Buatan. Dibimbing oleh

GUNANTI dan SRIHADI AGUNGPRIYONO.

Kehilangan serta kerusakan tulang yang substansial serta pada berbagai

operasi seperti pengangkatan tumor tulang, pemasangan prosthesis persendian

panggul, dan kerusakan tulang lainnya semakin meningkatkan kebutuhan akan

allograft tulang. Setiap tahunnya, ribuan orang menderita berbagai penyakit

tulang yang diakibatkan oleh trauma, tumor, ataupun patah tulang. kondisi ini

diperparah dengan kurangnya pengganti tulang yang ideal (Murugan dan

Ramakhrisna 2004). Akibatnya dibutuhkan berbagai bahan sintetis untuk

membatasi jumlah jaringan yang digunakan dalam allograft tulang. Walaupun

secara komersial sudah tersedia bahan subtisusi tulang (contoh: Osteocel® Plus,

Vitoss® Synthetic Cancellous Bone Filler, OrthoBlast

® II, dsb) namun tidak ada

satupun yang menjadi karya bangsa Indonesia. Terlebih lagi bahan komersil

tersebut masih dirahasiakan cara pembuatannya maupun komposisi bahannya.

Kelemahan lainnya dari bahan substitusi tulang komersil adalah harganya yang

tinggi serta keterbatasan ketersediaan dan distribusi bahan ke berbagai tempat di

Indonesia.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menentukan pilihan substitusi

tulang yang terbaik diantara kombinasi hidroksiapatit-trikalsium fosfat (HA-TKF)

dan hidroksiapatit-kitosan (HA-K) untuk persembuhan kerusakan segemental

tulang domba. Dari penelitian ini diharapkan dapat: (1) memberikan informasi

tentang efikasi dari kedua jenis substitusi tulang dalam hal biokompatibilitas,

osteoinduktif, dan kestabilan mekanis, (2) sebagai bahan substitusi tulang

alternatif selain yang beredar di pasaran, dan (3) sebagai dasar untuk

penggunaannya pada manusia.

Hasil penelitian menunjukkan implan HA-K dan HA-TKF tidak

menimbulkan gangguan yang berarti bagi tubuh. Tubuh bisa menerima tanpa ada

gangguan yang membahayakan bagi kesehatan pasien. Proses penyembuhan pada

tulang kontrol lebih cepat dibandingkan kedua jenis implan tulang yang.

Meskipun HA-TKF memiliki biokompatibilitas, biodegradabilitas,

bioresorbabilitas, bioaktivitas dan sifat osteo konduktivitas yang lebih baik

dibandingkan dengan HA-K. Kedua jenis implan ini berpotensi untuk digunakan

sebagai substitusi tulang dengan modifikasi lebih lanjut seperti: pemberian

nanopori, perubahan komposisi implan, penggunaan implan dalam tulang yang

berbeda, dsb.

Kata kunci: Hidroksiapatit, Trikalsium fosfat, Kitosan, Biokompatibilitas,

Tandur tulang

SUMMARY

RIKI SISWANDI. Biocompatibility of Bone Graft Combination Of Egg Shell

Originated Hydroxyapatite with Chitosan and Tricalcium Phospate in the

Remodelling of Sheep Bone Due to Artificial Defect. Supervised by Gunanti and

SRIHADI AGUNGPRIYONO.

Every year, thousands of people suffer from various bone diseases caused

by trauma, tumors, or fractures. Loss and substantial damage to the bone and in

various operations such as removal of bone tumors, hip joint prosthesis fitting,

and other bone damage have increased the need for allograft bone. This condition

is exacerbated by the lack of an ideal bone substitute (Murugan and Ramakhrisna

2004). As a result, it takes a variety of synthetic materials to limit the amount of

tissue used in the allograft bone. Although commercially bone substitute materials

are available (eg. Osteocel® Plus, cancellous Vitoss

® Synthetic Bone Filler,

OrthoBlast® II, etc.) but none of were to be made in Indonesia. Moreover, the

commercial material or fabric weave is still confidential. Another disadvantage of

commercial bone substitute materials is their high price and limited availability in

Indonesia.

The objective of this study was to determine the best choice of bone

substitution between combinations of hydroxyapatite-tricalcium phosphate (HA-

TKF) and hydroxyapatite-chitosan (HA-K) for bone damage healing in sheep. The

outcome of the study is expected to: (1) provide information about the efficacy of

the two types of bone substitutes in terms of biocompatibility, osteoinduktif, and

mechanical stability, (2) as a bone substitute material alternatives on the market,

and (3) as the basis for its use in humans.

We concluded that HA-TKF and HA-K implants did not cause significant

disruption to the body. The healing process in the control bone were faster than

both types of implanted bone grafts. However HA-TKF has good

biocompatibility, biodegradability, bioresorbability, bioactivity and osteo

conductivity properties than HA-K. Both types of implants have the potential to

utilized as a bone substitute with further modifications such as: providing

nanopore, changes in the composition of the implants, the use of implants in

different bone, etc.

Keywords: Hydroxyapatite, Tricalcium phosphate, Khitosan, Biocompatibility,

Bone graft

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Biomedis Hewan

BIOKOMPATIBILITAS TANDUR TULANG KOMBINASI

HIDROKSIAPATIT ASAL CANGKANG TELUR AYAM DENGAN

TRIKALSIUM FOSFAT DAN KITOSAN PADA REMODELLING TULANG

DOMBA AKIBAT TRAUMA BUATAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

RIKI SISWANDI

Penguji pada Ujian Tertutup: drh. H. Agus Wijaya, MSc, PhD

Penguji pada Ujian Terbuka:

Judul Tesis : Biokompatibilitas Tandur Tulang Kombinasi Hidroksiapatit Asal

Cangkang Telur Ayam dengan Kombinasi Trikalsium Fosfat, dan

Kitosan pada Remodelling Tulang Domba Akibat Trauma Buatan

Nama : Riki Siswandi

NIM : B351090011

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr. Drh. Hj. Gunanti, MS

Ketua

drh. H. Srihadi Agungpriyono, PhD, PAVet(K)

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Ilmu Biomedis Hewan

Drh. Agus Setiyono, MS, PhD, APVet

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Nahrowi, MSc

Tanggal Ujian: 29 Mei 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian ini merupakan salah satu obsesi penulis dalam bidang

bedah eksperimental yaitu organ buatan dalam hal ini adalah bahan subtitusi

tulang yang berasal dari cangkang telur ayam.

Penelitan ini merupakan kerjasama penelitian dengan Laboratorium

Fisika-Biomaterial FMIPA UI, Laboratorium Biofisika FMIPA IPB, dan Bagian

Bedah dan Radiologi FKH IPB. Penelitian ini didanai oleh Hibah Bersaing DIKTI

tahun 2009-2010. Penulis berterimakasih kepada Prof. Djarwani Soejoko dan

Prof. Ki Agus Dahlan yang juga merupakan anggota tim peneliti atas bimbingan

dan kerjasamanya. Penulis juga berterimakasih kepada mahasiswa-mahasiswi

yang terlibat dalam payung penelitian ini: Ayu Berlianty, Asmawati, Gendis

Aurum Paradisa, Santi Purwanti, Raditya, Dwi Kolina Pratiwi, dan Rahmat Ayu

Dewi Haryati atas partisipasinya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan

kepada ayah, ibu, istri tercinta serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih

sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2013

Riki Siswandi

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 4

TINJAUAN PUSTAKA 5

Hidroksiapat 5

Hasil Uji In Vitro Mineral Bifasik Hidroksiapatit- Tri Kalsium Fosfat 5

Penggunaan Domba Dalam Penelitian Ortopedik 6

METODE PENELITIAN 7

Waktu dan Lokasi Penelitian 7

Hewan Coba 7

Sintesis Mineral Substitusi Tulang 7

Operasi Penanaman Pelet Semen Tulang 8

Pengamatan Klinis Pasca Operasi 8

Perancangan Riset 9

Pemeriksaan Radiologi 9

Pengambilan Sampel Tulang 10

Pemeriksaan Histologi 10

Pemeriksaan Darah 10

Analisis Statistik 11

Hasil Yang Diharapkan 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 13

Pengamatan Klinis 13

Analisa Hematologi 14

Evaluasi Elektrokardiografi 16

Gambaran Radiografi Tulang 17

Gambaran Histopatologi 19

Lemahnya Biodegradasi Implan HA-TKF dan HA-K 20

Biokompatibilitas Implan HA-TKF dan HA-K 22

Potensi Implan HA-K dan HA-TKF 23

SIMPULAN DAN SARAN 24

DAFTAR PUSTAKA 25

RIWAYAT HIDUP 28

DAFTAR TABEL

Perbandingan komposisi ionik plasma darah dan SBF 5 Hasil yang diharapkan pada setiap tahapan penelitian 11 Pengamatan temperatur tubuh, frekuensi respirasi, dan

frekuensi denyut jantung 13 Rataan parameter peradangan mulai hari pertama

pembentukan kalus domba pada persembuhan implan tulang

disetiap kelompok perlakuan dan kontrol positif 13 Rerata Dinamika Sel Darah Merah (SDM), Hemoglobin (Hb),

dan Volume Eritrosit Rata-rata (VER) 15 Rerata dinamika hemoglobin Eritrosit Rata-rata (HER), Kadar

Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (KHER), Laju Endap Darah

(LED) pada berbagai waktu pengamatan 15

Rerata Dinamika Sel Darah Putih, Limfosit, dan Monosit

pada berbagai waktu pengamatan 16 Rerata Dinamika Netrofil Segmen, Netrofil Batang, Eosinofil,

dan Basofil pada berbagai waktu pengamatan 16

Evaluasi elektrokardiogram sebelum dan 30 hari setelah

implantasi 17

Perbedaan karakteristik kedua jenis implan 19

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram perancangan riset 9 2 Pelaksanaan pemeriksaan radiografi pada domba (A); posisi

pengambilan Latero lateral dari implan atau defek kontrol

(B) 9

3 Pengambilan darah domba di vena jugularis (A); Darah

disimpan dalam tabung K-EDTA sebelum diperiksa (B) 10

4 Pemeriksaan temperatur tubuh (A), denyut jantung (B), dan

respirasi (C) domba yang telah diimplan 13

5 Gambaran radiografi os tibia kontrol dan perlakuan pada

hari ke-30, ke-60, dan ke-90 setelah implantasi. Terlihat

implan HA-K tidak mengalami perubahan ukuran sementara

implan HA-TKF mengalami penyusutan akibat

biodegradasi. Tulang kontrol menunjukkan persembuhan

bertahap lesio yang diciptakan. Tanda panah menunjukan

bagian tulang yang ditanami implan atau lesio pada

kelompok kontrol 18

6 Gambaran mikroskopis persembuhan tulang yang

diimplantasi HA-TKF. (A) Hari ke-30 setelah operasi; (B)

Hari ke-60 setelah operasi; (C) Hari ke-90 setelah operasi.

Jaringan ikat terlihat memasuki celah-celah bagian dalam

implan. Tidak terlihat adanya gejala peradangan yang

berarti. Keterangan: JI = Jaringan ikat; I = Posisi Implan; TR

= Tulang Rawan. Garis pada gambar A = 30 µm; Garis pada

gambar B dan C = 20 µm; Pewarnaan HE. 20

7 Gambaran mikroskopis persembuhan tulang yang

diimplantasi HA-K. (A) Hari ke-30 setelah operasi; (B) Hari

ke-60 setelah operasi; (C) Hari ke-90 setelah operasi.

Terlihat implan HA-K masih berada utuh. Tak terlihat

adanya gejala peradangan yang berarti. Keterangan: JI =

Jaringan ikat; I = Posisi Implan. Garis pada gambar A = 20

µm; Garis pada gambar B dan C. = 10 µm Pewarnaan HE 20

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kehilangan serta kerusakan tulang yang substansial serta pada berbagai

operasi seperti pengangkatan tumor tulang, pemasangan prosthesis persendian

panggul, dan kerusakan tulang lainnya semakin meningkatkan kebutuhan akan

allograft tulang. Setiap tahunnya, ribuan orang menderita berbagai penyakit

tulang yang diakibatkan oleh trauma, tumor, ataupun patah tulang. kondisi ini

diperparah dengan kurangnya pengganti tulang yang ideal (Murugan dan

Ramakhrisna 2004). Akibatnya dibutuhkan berbagai bahan sintetis untuk

membatasi jumlah jaringan yang digunakan dalam allograft tulang. Walaupun

secara komersil sudah tersedia bahan subtisusi tulang (contoh: Osteocel® Plus,

Vitoss® Synthetic Cancellous Bone Filler, OrthoBlast

® II, dsb) namun tidak ada

satupun yang menjadi karya bangsa Indonesia. Terlebih lagi bahan komersil

tersebut masih dirahasiakan cara pembuatannya maupun komposisi bahannya.

Kelemahan lainnya dari bahan substitusi tulang komersil adalah harganya yang

tinggi serta keterbatasan ketersediaan dan distribusi bahan ke berbagai tempat di

Indonesia.

Hidroksiapatit dapat ditemukan dalam tulang dan gigi manusia.

Hidroksiapatit ini telah menjadi komponen yang lazim digunakan dalam mengisi

kekosongan tulang akibat amputasi atau untuk mempromosikan pertumbuhan

tulang pada pemasangan implan prosthesis. Walaupun dewasa ini, telah banyak

ditemukan berbagai fase hidroksiapatit, penggunaannya sebagai bahan substitusi

tulang memberikan respon tubuh yang berbeda-beda. Telah banyak substitusi

tulang yang menggunakan hidroksiapatit seperti pada penggantian sendi panggul,

maupun implan gigi. Berbagai studi menyebutkan bahwa hidroksiapatit ini

bersifat osteoinduktif dan menyokong osteointegrasi (Aoki 1991, Karabatsos et al.

2001, Hua et al. 2005). Pengkajian terhadap potensi campuran hidroksiapatit

(hydroxyapatite (HA)) perlu dilakukan baik secara mekanis, in vitro maupun in

vivo sebagai bahan substitusi tulang untuk menutup kerusakan tulang maupun

untuk dipergunakan dalam pemasangan implan tulang. Efek regenerasi tulang

dengan menggunakan hidroksiapatit telah diteliti pada berbagai hewan coba.

Percobaan pemasangan implan dengan menggunakan hidroksiapatit pertama kali

diteliti pada hewan anjing dengan kerusakan tulang di bagian proksimal os tibia.

Pada studi ini persembuhan tulang terjadi dengan baik, cepat, dan tanpa efek

samping (Karabatsos et al. 2001).

Menurut standar internasional dalam penelitian ortopedi (ISO 10993-6,

1994), hewan coba yang dianggap layak untuk percobaan implantasi material

substitusi tulang sebagai model bagi manusia adalah anjing, domba, kambing, dan

kelinci (Pearce et al. 2007). Domba dewasa memiliki keunggulan karena memiliki

tulang panjang dengan dimensi yang dapat digunakan untuk aplikasi implan dan

prosthesis manusia (Newman et al. 1995). Keunggulan ini tidak dimiliki oleh

hewan coba yang lebih kecil seperti kelinci atau ajing ras kecil. keunggulan lain

dari domba juga disimpulkan oleh Nafei et al. (2000) dalam penelitiannya yang

menemukan kesamaan densitas antara tulang domba dan manusia (0,43 g/cm3).

Hewan model yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah domba lokal

2

Indonesia. Domba lokal Indonesia ini memiliki karakteristik ukuran yang lebih

kecil dari beberapa ras domba dunia. Usia dewasa kelamin dicapai ketika umur 6 -

7 bulan dengan berat badan sekitar 12-15 kg. Suparyanto et al. (2001)

menunjukan bahwa pertumbuhan domba lokal akan meningkat cepat sampai umur

1,5 tahun dan kemudian melandai. Pada umur 1,5 tahun, domba diperkirakan

sudah mencapai masa dewasa tubuh. Penelitian ini akan menggunakan domba

dewasa muda dengan umur >1,5 tahun ditandai dengan pergantian gigi. Dengan

menggunakan kategori umur tersebut, diharapkan tulang panjang yang akan

digunakan sudah berganti menjadi tulang dewasa. Harapan lainnya adalah agar

laju pertumbuhan yang pesat ketika domba berumur <1,5 tahun tidak menjadi

faktor perancu ketika benda asing berupa semen tulang ditanamkan pada defek

yang dibuat.

Perumusan Masalah

Struktur tulang terdiri dari subtansi organik (30 %), anorganik (55 %) dan

air (15 %) (Aoki 1991). Substansi anorganik tulang terdapat dalam bentuk mineral

tulang. Mineral yang paling banyak terdiri dari apatit (95 %) serta sejumlah

mineral lainnya (5 %) (Broto 2004). Apatit dalam tulang disebut apatit biologis.

Komponen utama senyawa apatit adalah kalsium fosfat. Senyawa kalsium fosfat

terdiri dari beberapa fase yaitu oktakalsium fosfat (OKF), dikalsium fosfat

dihidrat (DKFD), trikalsium fosfat (TKF) dan hidroksiapatit (HA). Senyawa

kalsium fosfat yang paling stabil adalah HA (Saraswathy et al. 2001).

Sintesa mineral hidroksiapatit dapat dilakukan dari beberapa sumber

kalsium alami, antara lain kalsium karbonat (CaCO3) yang terdapat pada

cangkang telur dan koral (Nurlela 2009). Namun penggunaan koral sebagai

sumber kalsium karbonat berpotensi merugikan lingkungan karena koral

merupakan penyangga utama ekosistem laut, sehingga ekploitasi koral berlebihan

berdampak merugikan bagi lingkungan. Sedangkan cangkang telur merupakan

limbah rumah tangga yang pengolahannya tentu akan mengurangi permasalahan

sampah rumah tangga. Dengan demikian pembuatan material tandur tulang dari

bahan cangkang telur diharapkan dapat menurunkan harga material tandur tulang

agar lebih terjangkau bagi masyarakat Indonesia.

Kitokan (K) merupakan bentuk hidroksiapatit alami yang banyak dijumpai

di alam dan memiliki kemampuan osteokonduksi serta biokompatibilititas yang

bagus dalam jaringan (Hua et al. 2005). Penelitian dengan implan yang dilapisi

kitokan menunjukkan hasil terjadi reaksi granulasi dan kapsulasi pada jaringan di

sekitar implan akibat bahan implan yang tidak stabil (Turck et al. 2007).

Sedangkan HA memiliki sifat yang stabil. Penggabungan antara hidroksiapatit dan

kitosan (HA-K) diharapkan dapat meningkatkan sinergisme osteokonduksi dan

biokompatibilitas dalam jaringan, sehingga dapat digunakan sebagai bahan

substitusi tulang yang aman.

HA memiliki sifat yang stabil, namun kemampuan penyerapan yang

dimiliki HA kecil. Maka untuk menyeimbangkan sifat stabil ini ditambahkan TKF

karena TKF memiliki daya penyerapan yang lebih tinggi. Jadi penggabungan dua

fase apatit, HA-TKF diharapkan dapat digunakan dalam sebagai bahan subtitusi

tulang.

3

Sebelum uji in vivo dilakukan. Kedua implan (HA-TKF dan HA-K) diuji

terlebih dahulu secara in vitro. Uji ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan

interaksi material dengan kondisi fiologis tubuh. Uji dilakukan oleh Laboratorium

Biofisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam – IPB. Pengujian

dilakukan dengan menggunakan Simulated Body Fluid (SBF) (Nurlela 2009). SBF

merupakan larutan sintetik yang memiliki komposisi ionik serupa dengan cairan

dalam plasma darah. Bioaktivitas diamati setiap 7 hari selama 35 hari.

Pengamatan dilakukan dengan difraksi sinar x untuk mengamati perubahan fase

hidroksiapatit dan trikalsium fosfat. Pada dua minggu pertama menunjukkan

bahwa sedikit pengurangan puncak trikalsium fosfat dan penambahan puncak

hidrosiapatit. Penambahan intensitas untuk setiap puncak hidroksiapatit

dimungkinkan terjadi penumbuhan senyawa hidroksiapatit yang baru yang

dihasilkan dari interaksi hidroksiapatit dengan ion-ion dalam SBF sehingga dapat

berpeluang untuk menumbuhan apatit lainnya. Penurunan trikalsium fosfat karena

trikalsium fosfat terdegradasi. Dilihat dari Full Width at Half Maximum (FWHM),

setengah lebar puncak, terdapat pelebaran FWHM, ini menunjukkan kristalinitas

berkurang. Hal ini disebabkan adanya ion-ion yang dapat menghalangi

pertumbuhan kristal.

Selain itu dengan adanya SBF perubahan terjadi secara non stoikiometri,

pada minggu ke dua sampai ke empat terdapat perbuhan fase dengan munculnya

fase baru. Puncak ini menjukkan hadirnya fase apatit karbonat tipe B yaitu dengan

masuknya gugus karbonat yang menggantikan gugus fosfat. Fase yang lain

muncul yaitu adanya withlokit Mg dan Na serta kloapatit. Mg dan Na dalam

hidroksiapatit yaitu dapat mensubstitusi posisi Ca. Sedangkan, kloapatit muncul

karena Cl menggantikan posisi OH. Dengan demikian pengamatan secara in vitro

ini dapat menunjukkan bahwa senyawa HA dapat berinteraksi dengan senyawa

dalam tubuh dan diperkirakan dapat digunakan untuk mengikuti remodelling

tulang. Dengan demikian material substitusi tulang sintetis yang digunakan dalam

penelitian ini diharapkan memiliki nilai biokompatibilitas, osteoinduktif, serta

kestabilan mekanis yang tinggi sehingga dapat menjadi bahan alternatif substitusi

tulang yang dapat diaplikasikan dalam dunia kedokteran manusia maupun

kedokteran hewan.

Tujuan

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menentukan pilihan

substitusi tulang yang terbaik diantara kombinasi hidroksiapatit-trikalsium fosfat

(HA-TKF) dan hidroksiapatit-kitosan (HA-K) untuk persembuhan kerusakan

segmental tulang domba. Dari penelitian ini diharapkan dapat: (1) memberikan

informasi tentang efikasi dari kedua jenis substitusi tulang dalam hal

biokompatibilitas, osteoinduktif, dan kestabilan mekanis, (2) sebagai bahan

substitusi tulang alternatif selain yang beredar di pasaran, dan (3) sebagai dasar

untuk penggunaannya pada manusia.

4

Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah ditemukannya

alternatif dari bahan substitusi tulang dari cangkang telur ayam yang cocok untuk

digunakan sebagai substitusi tulang pada kejadian trauma tulang.

5

TINJAUAN PUSTAKA

Hidroksiapatit

Hidroksiapatit dapat ditemukan dalam tulang dan gigi manusia.

Hidroksiapatit ini telah menjadi komponen yang lazim digunakan dalam mengisi

kekosongan tulang akibat amputasi atau untuk mempromosikan pertumbuhan

tulang pada pemasangan implan prosthesis. Walaupun dewasa ini, telah banyak

ditemukan berbagai fase hidroksiapatit, respon tubuh yang dihasilkan juga

berbeda-beda. Telah banyak implant tubuh yang menggunakan hidroksiapatit

seperti pada penggantian sendi panggul, maupun implant gigi. Berbagai studi

menyebutkan bahwa hidroksiapatit ini bersifat osteoinduktif dan menyokong

osteointegrasi.

Hasil Uji In Vitro Mineral Bifasik Hidroksiapatit-Tri Kalsium Fosfat

Uji in vitro dilakukan untuk mengetahui kemampuan interaksi material

dengan kondisi fiologis tubuh. Pengujian dilakukan dengan menggunakan

Simulated Body Fluid (SBF). SBF merupakan larutan sintetik yang memiliki

komposisi ionic serupa dengan cairan dalam plasma darah.

SBF yang digunakan dibuat dengan mereaksikan KCl 0,8M, NaCl 2 M,

NaHCO3 0,54 M, MgSO4.7H2O 0,2 M, CaCl2 52,5 mM, Tris+HCl 0,77 M, NaNO3

1,54 M, KH2PO4 0,2 M dalam 70 ml aquabidest secara berurutan. Setelah seluruh

larutan dimasukkan, ditambahkan aquabides hingga volume larutan 100 ml.

Bioaktivitas diamati pada hari ke 0, 7, 14, 21, 28 dan 35. Analisa dilakukan

dengan mengamati karakterisasi difraksi sinar X.

Hasil uji komposisi ionik pada SBF yang digunakan dalam uji in vitro

(Tabel 1). Tabel 1 menunjukkan perbandingan dengan komposisi dalam plasma

darah.

Tabel 1 Perbandingan komposisi ionik plasma darah dan SBF (Nurlela 2009)

Plasma darah SBF

Na+

142,0 108,69

K+

3,6 - 5,5 5,01

Mg2+

1,0 1,11

Ca2+

2,1 - 2,6 0,99

Cl-

9,5 - 107,0 155,13

SO42-

1,0 1,08

PO43-

0,65 - 1,45 2,01

Bioaktivitas diamati setiap 7 hari selama 35 hari. Pengamatan dilakukan

dengan difraksi sinar x untuk mengamati perubahan fase hidroksiapatit dan

trikalsium fosfat. Pada dua minggu pertama menunjukkan bahwa sedikit

pengurangan puncak trikalsium fosfat dan penambahan peak hidrosiapatit

penambahan intesitas untuk setiap puncak Hidroksiapatit dimungkinkan terjadi

penumbuhan senyawa Hidroksiapatit yang baru yang dihasilkan dari interaksi

6

Hidroksiapatit dengan ion-ion dalam SBF sehingga dapat berpeluanng untuk

menumbuhan apatit lainnya. Penurunan trikasium fosfat karena trikalsium fosfat

terdegradasi. Dilihat dari FWHM, setengah lebar puncak, terdapat pelebaran

FWHM, ini menunjukkan kristalinitas berkurang. Hal ini disebabkan adanya ion-

ion yang dapat menghalangi pertumbuhan kristal selain itu dengan adanya SBF

perubahan terjadi secara non stoikiometri, pada minggu ke dua - ke empat terdapat

perbuhan fase dengan munculnya fase baru. Puncak ini menjukkan hadirnya fase

apatit karbonat tipe B yaitu dengan masuknya gugus karbonat yang menggantikan

gugus fosfat. Fase yang lain muncul yaitu ada withlokit Mg dan Na serta

kloapatit. Mg dan Na dalam hidroksiapatit yaitu dapat mensubtitusi posisi Ca.

Sedangkan, kloapatit muncul karena Cl menggantikan posisi OH. Dengan

demikian pengamatan secara in vitro ini dapat menunjukkan bahwa senyawa HA

dapat berinteraksi dengan senyawa dalam tubuh dan diperkirakan dapat digunakan

untuk mengikuti remodelling tulang (Nurlela 2009).

Penggunaan Domba Dalam Penelitian Ortopedik

Menurut standar internasional (ISO 10993-6, 1994) dalam penelitian

ortopedik, hewan coba yang dianggap layak untuk percobaan implantasi material

sebagai model bagi manusia adalah anjing, domba, kambing, dan kelinci (Pearce

et al, 2007). Walaupun penggunaan anjing sebagai hewan model dalam penelitian

orthopedik jauh lebih banyak dibandingkan penggunaan domba, penggunaan

domba dalam dekade terakhir menunjukan peningkatan. Dalam periode 1990-

2001, dilaporkan sebanyak 9-12 % penelitian orthopedik dunia menggunakan

domba sebagai hewan model penelitian fraktur, osteoporosis, osteoarthritis, dan

sebagainya. Peningkatan ini semakin berarti jika dibandingkan dengan periode

1980-1989 yang hanya menggunakan domba sebanyak 5 % dalam penelitian

orthopedik dunia (Martini et al. 2001). Peningkatan ini diduga karena peningkatan

isu publik dan persepsi negatif dalam penggunaan hewan kesayangan dalam

penelitian.

Berbagai penelitian menunjukan bahwa anjing lebih memiliki keunggulan

biologis sebagai hewan coba dalam penelitian orthopedik, akan tetapi penggunaan

domba dewasa memiliki keunggulan karena berat badan yang hampir menyerupai

manusia, dan juga memiliki tulang panjang dengan dimensi yang dapat digunakan

untuk aplikasi implan dan prosthesis manusia (Newman et al. 1995). Keunggulan

ini tidak dimiliki oleh hewan coba yang lebih kecil seperti kelinci atau ajing ras

kecil. Keunggulan lain dari domba juga disimpulkan oleh Nafei et al. (2000)

dalam penelitiannya yang menemukan kesamaan densitas antara tulang domba

dan manusia (0.43g/cm3).

7

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Pemeliharaan domba dilakukan di kandang Fasilitas Hewan Coba,

Fakultas Kedokteran Hewan - IPB. Sintesis mineral subsitusi tulang dilakukan di

laboratorium Biofisika Fakultas Matematika dan IPA – IPB. Operasi penanaman

implan dilakukan di ruangan Bedah Hewan Besar dan Hewan Kecil, Bagian

Bedah dan Radiologi FKH – IPB. Penelitian diperkirakan berjalan selama 5 bulan

sampai pengolahan dan penyusunan data.

Hewan Coba

Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah enam ekor domba

dewasa muda berumur >1,5 tahun dengan berat badan 15-20 kg dan pembagian

jenis kelamin yang seimbang. Domba-domba tersebut kemudian dipilih secara

acak dan dibagi kedalam dua kelompok perlakuan. Selama percobaan dilakukan,

domba dipelihara dalam lingkungan kandang yang memadai, dibawah

pencahayaan dan temperatur normal serta asupan pakan yang cukup dua kali

sehari dan asupan air yang ad-libitum. Adaptasi lingkungan pemeliharaan domba

dilakukan selama 10 hari sebelum perlakuan untuk keperluan evaluasi kondisi

hewan sebelum percobaan.

Sintesis Mineral Substitusi Tulang

Pengolahan sintesis mineral substitusi tulang diperoleh dari laboratorium

Biofisika Fakultas Matematika dan IPA-IPB. Pengolahan mineral dilakukan

hingga menjadi pelet implan tulang yang siap untuk ditanamkan kedalam tulang

hewan coba. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan mineral terdiri dari

Na2HPO4.2H2O pro analis, CaCl2.2H2O pro analis CaO hasil kalsinasi cangkang

telur, kitosan, asam asetat dan aquabides. Untuk mengurangi pengaruh dari

lingkungan digunakan gas nitrogen. Alat-alat yang digunakan yaitu buret 50 ml,

gelas piala, labu takar, hot plate, magnetic stirrer, thermocouple, corong, kertas

saring whatman 40, aluminium foil dan gelas ukur. Kalsinasi dilakukan dengan

furnace. Alat yang digunakan untuk membentuk pelet adalah alat cetak dengan

menggunakan pompa hidrolik.

Pembuatan komposit hidroksiapatit diawali dengan proses kalsinasi

cangkang telur ayam pada suhu 1000°C selama 5 jam. Kalsinasi ini bertujuan agar

terjadi konversi CaCO3 menjadi CaO dengan melepaskan CO2. Pembuatan

mineral bifasik hidroksiapatit-trikalsium fosfat (HA-TKF) dilakukan dengan

metode presipitasi larutan CaCl2.2H2O ke dalam larutan Na2HPO4.2H2O.

Presipitasi pada atmosfer nitrogen untuk menghilangkan pengaruh lingkungan

pada proses ini. Presipitat kemudian disaring dan dipanaskan pada suhu 1000 oC

selama 10 jam. Proses pemanasan dilakukan untuk memperoleh fase trikalsium

fosfat. Hasil analisis pada difraksi sinar x material memiliki fase gabungan antara

HA dan TKF dengan perbandingan 70:30.

8

Sintesis komposit hidroksiapatit-kitosan (HA-K) dilakukan dengan dua

tahap. Tahap pertama pembentukan hidroksiapatit dan tahap selanjutnya

menggabungkan hidroksiapatit dengan kitosan. Pembuatan mineral hidroksiapatitt

dilakukan dengan metode presipitasi larutan (NH4)2HPO4 ke dalam larutan CaO.

Hasil presipitasi diendapkan selama 24 jam. Presipitat kemudian disaring dan

dipanaskan pada suhu 900 oC selama 5 jam. Proses pemanasan dilakukan untuk

memperoleh fase hidroksiapatit. Hasil analisis pada diffraksi sinar x material

memiliki fase hidroksiapatit.

Tahap kedua yaitu pembentukan komposit hidroksiapatit-kitosan. Metode

ini dilakukan dengan pencampuran mekanik yaitu dengan ultrasonik. Hiroksiapatit

serbuk dilarutkan dalam air kemudian dicampurkan dengan larutan kitosan.

Pengadukan dilakukan dengan metode sonikasi. Kitosan dilarutkan dengan asam

asetat. Hasil pencampuran kemudian dikeringkan dengan freeze drier.

Untuk implantasi serbuk mineral ini dibuat dalam bentuk pelet dengan

ukuran diameter 0,7 cm dan tebal 0,4 cm. Beberapa pelet ini akan digunakan

untuk mengisi defek pada tulang.

Operasi Penanaman Pelet Semen Tulang

Penanaman semen tulang pada domba dilakukan dengan operasi secara

aseptik di bawah sedasi Xylazine hidroklorida (0,05 mg/kg berat badan)

diinjeksikan intramuskular yang diikuti dengan anastesi lokal menggunakan

injeksi intramuskular Lignocaine hidroklorida 2%. Kondisi analgesia diperoleh

dengan penyuntikan intramuskular Meloxicam (0,05 ml). Antibiotik profilaksis

diberikan dengan penyuntikan intramuskular Cefotaxime sodium (250 mg) dua

kali sehari. Penanaman semen tulang dilakukan pada bagian lateral dari diafise os

tibia dekstra dengan menggunakan bor tulang untuk membuat lubang sesuai

dengan ukuran pelet semen tulang (diameter 4 mm, panjang 7 mm). Sebagai

kontrol positif, lubang dengan ukuran yang sama dibuat di bagian lateral diafise

os tibia sinistra tanpa diisi dengan semen tulang. Setelah penanam pelet, tulang

kemudian ditutup dengan penjahitan periosteum, otot, jaringan subkutan dan kulit.

Metode yang sama juga dipergunakan pada os tibia sinistra. Operasi dilakukan

oleh operator yang sama untuk mencegah variasi operasi. Semua domba kemudian

menerima suntikan antibiotik Cefotaxime (250 mg IM dua kali sehari) dan agen

analgesia Meloxicam (0,05 ml) sekali sehari selama lima hari setelah operasi.

Luka akibat operasi kemudian dibersihkan setiap hari dengan Povidone Iodine dan

salep antibiotik selama 5 hari setelah operasi.

Pengamatan Klinis Setelah Operasi

Pemeriksaan fisik (physical examination) setelah operasi dilakukan setiap

hari sampai masa panen untuk mengamati kelainan yang dapat terjadi seperti

kepincangan, titik tumpu tubuh, persembuhan tulang meliputi keberadaan kalus

yang terpalpasi, pembengkakan, pembentukan seroma, hematoma, edema dan

gejala peradangan lainnya. Evaluasi perubahan harian dilakukan secara visual dan

manual.

9

Perancangan Riset

Perancangan riset pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1 Diagram perancangan riset

Pemeriksaan Radiologi

Gambar 2 Pelaksanaan pemeriksaan radiografi pada domba (A); posisi

pengambilan Latero lateral dari implan atau defek kontrol (B)

Hari ke-90

Panen 2 ekor Pemeriksaan Radiografi Os Tibia Kanan dan Kiri

Pemeriksaan Histologi Pemeriksaan Darah

Hari ke-60

Panen 2 ekor Pemeriksaan Radiografi Os Tibia Kanan dan Kiri

Pemeriksaan Histologi Pemeriksaan Darah

Hari ke-30

panen 2 ekor Pemeriksaan radiografi Os Tibia

Kanan dan Kiri Pemeriksaan

Histologi Pemeriksaan

darah

Operasi Penanaman pelet semen (HAp-TKF

dan HAp-K) pada os Tibia kanan

Pembuatan kontrol negatif pada Os

Tibia kiri

Radiografi Os Tibia

pemeriksaan Darah

Sebelum operasi 6 ekor Domba (jantan dan betina @ 6 ekor) umur1,5-2 tahun berat

20-25 kg

Pemeriksaan Klinis dan radiografi

Pemeriksaan hemogram

A B

10

Radiografi dilakukan untuk mengevaluasi status pelet, reaksi tulang

domba, dan pembentukan tulang baru. Radiografi anterior-posterior os tibia

diambil sesaat setelah penanaman pelet, dan berturut-turut pada hari ke 30, 60,

dan 90. Radiografi os tibia sinistra juga dilakukan sebagai kontrol dengan metode

dan waktu pengambilan yang sama.

Pengambilan Sampel Tulang

Pada hari ke 30, 60, dan 90 setelah penanaman semen tulang, dua ekor

domba (jantan atau betina) akan dipilih secara acak dan dieutanasia untuk

pengambilan os tibia kiri dan kanan. Bagian os tibia diambil bersama otot yang

menempel di tulang tersebut setelah sebelumnya dikuliti. Sampel kemudian

disimpan dalam formalin 10% sampai pemeriksaan histologi dilakukan.

Pemeriksaan Histologi

Pelet yang ditanam kemudian dipanen pada saat penyembelihan domba

yaitu pada hari ke 30, 60, dan 90. Bagian tulang yang ditanami pelet dan kontrol

positif kemudian dipotong dengan gergaji dan kemudian difiksasi dengan parafin

dan kemudian diproses dengan teknik histologi konvensional untuk kemudian

diwarnai dengan pewarnaan haematoksilin-eosin. Pemeriksaan makroskopis juga

dilakukan dengan mengukur diameter kalus tulang yang terbentuk. Pemeriksaan

miksroskopis dilakukan dengan miksroskop untuk evaluasi reaksi peradangan,

keberadaan debris atau benda asing, neoformasi tulang (bone neoformation),

porositas tulang (area porosity), jumlah sel tulang dewasa dan jumlah sel tulang

muda.

Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan darah dilakukan pada saat sebelum operasi (hari ke-0) dan

beberapa hari setelah operasi, yaitu pada hari ke-3, 7, 14, 21, 30, 60 dan 90 setelah

operasi (Tabel 6). Parameter yang diamati meliputi penghitungan jumlah total sel

darah merah, hematokrit, Hb, total sel darah putih dan diferensial sel darah putih

(meliputi jumlah limfosit, monosit, neutrofil, eosinofil dan basofil).

Gambar 3 Pengambilan darah domba di vena jugularis (A); Darah disimpan

dalam tabung K-EDTA sebelum diperiksa (B)

A B

11

Penghitungan jumlah total sel darah putih dan total sel darah merah

dilakukan dengan metode hemositometer (kamar hitung Neubauer). Diferensiasi

sel darah putih dilakukan dengan pembuatan preparat ulas darah dan pewarnaan

Giemsa. Penghitungan hematokrit dilakukan dengan pembacaan pipet kapiler

berisi darah yang sudah disentrifugasi. Penghitungan Hb dilakukan secara manual

dengan tabung Sahli.

Analisis Statistik

Untuk analisa statistik pada pengamatan makroskopis (diameter callus)

digunakan Uji non parametrik. Sedangkan untuk analisa histologi (persentase

porosity, persentase pembentukan tulang baru, persentasi tulang tua dan

persentase tulang muda) digunakan uji Binomial. Untuk selang kepercayaan

digunakan p<0,005 (5%) sebagai tingkat penolakan (level of rejection) terhadap

null hipotesa.

Hasil Yang Diharapkan

Hasil utama yang diharapkan pada penelitian ini adalah menemukan

komposisi semen tulang yang dapat memberikan persembuhan terbaik dan

tercepat dan bersifat biokompatibel, osteoinduktif, dan stabil secara mekanis.

Tabel 2 Hasil yang diharapkan pada setiap tahapan penelitian

No Permasalahan Manfaat Indikator Luaran

1 Pemeriksaan

klinis, domba

sebelum

operasi

Mengetahui

status kesehatan

domba sebagai

hewan coba

yang sehat dan

layak

Temperatur tubuh,

frekuensi respirasi,

frekuensi denyut

jantung, status

dehidrasi, reaksi

peradangan,

kepincangan, titik

tumpu, dan status

infeksi lainnya

Domba yang layak

dan seragam

sebagai hewan

coba.

2 Pemeriksaan

hemogram

domba

sebelum

operasi

Mengetahui

status kesehatan

domba sebagai

hewan coba

yang sehat dan

layak

Eritrosit, Hb,

Haematokrit, total

leukosit, diferensiasi

leukosit/ netrofil,

eosinofil, basofil,

limfosit, dan monosit

Domba yang layak

dan seragam

sebagai hewan

coba.

3 Operasi

penanaman

pelet semen

tulang

Menanam

semen tulang

pada bagian

lateral diafise os

tibia

Pemasangan semen

tulang, Kesehatan

domba, Kestabilan

domba setelah operasi

Semen tulang

menutupi

kerusakan tulang

yang dibuat dan

menginduksi

pembentukan

12

No Permasalahan Manfaat Indikator Luaran

tulang baru

4 Pemeriksaan

Radiografi

Mengetahui

status semen

tulang dan

persembuhan

tulang melalui

radiografi

Radiografi,

radioopasitas tulang

Gambaran

radiografi yang

menunjukan

persembuhan

tulang

5 Pemeriksaan

Histologi

Mengetahui

status

persembuhan

tulang secara

histologi

Osteosit, Osteoblast,

jaringan ikat, reaksi

radang, area porosity,

debris benda asing

Gambaran

persembuhan

tulang yang baik

dari parameter

persembuhan

jaringan tulang

6 Pemeriksaan

Klinis, Domba

setelah operasi

Mengetahui

status kesehatan

domba setelah

penanaman

semen tulang

Temperatur tubuh,

frekuensi respirasi,

frekuensi denyut

jantung, status

dehidrasi, reaksi

peradangan,

kepincangan, titik

tumpu, dan status

infeksi lainnya

Domba yang sehat,

menunjukan reaksi

persembuhan

tulang yang baik

7 Pemeriksaan

Hemogram

Domba setelah

operasi

Mengetahui

status kesehatan

domba setelah

penananam

semen tulang

Eritrosit, Hb,

Haematokrit, total

leukosit, diferensiasi

leukosit/ netrofil,

eosinofil, basofil,

limfosit, dan monosit

Domba yang sehat,

menunjukan reaksi

persembuhan

tulang yang baik

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan Klinis

Gambar 4 Pemeriksaan temperatur tubuh (A), denyut jantung (B), dan respirasi

(C) domba yang telah diimplan

Fluktuasi temperatur tubuh setelah implantasi masih berada dalam kisaran

normal. Fluktuasi tersebut diduga masih dipengaruhi oleh temperatur lingkungan.

Dengan demikian, data temperatur tubuh domba tidak menunjukan adanya

gangguan klinis yang berarti.

Tabel 3 Pengamatan temperatur tubuh, frekuensi respirasi, dan frekuensi denyut

jantung H0 H+3 H+7 H+14 H+21 H+30 H+60 H+90

Temperatur

(T°)

HA-TKF 39,2 39,8 39,7 39,0 38,7 39,2 39,3 38,7

HA-K 39,3 39,6 39,5 39,0 39,0 39,0 39,1 39,4

Respirasi/

menit

HA-TKF 36 22,7 29,3 37,3 52 38,7 32 32

HA-K 36 34 29,3 33 35 36 30 20

Denyut

Jantung/menit

HA-TKF 104 100 82,7 98,7 117,3 108 122 80

HA-K 88 100 105 112 100 108 98 88

Selain fluktuasi temperatur tubuh, frekuensi respirasi dan frekuensi denyut

jantung terlihat mengalami fluktuasi tapi masih berada dalam kisaran nilai

normalnya. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya terhadap fisiologi

domba lokal Indonesia (Raharjo 2011), frekuensi respirasi permenit berkisar dari

25-35 kali permenit dan frekuensi denyut jantung 70-110 kali permenit. Hal ini

menunjukkan senyawa yang terkandung dalam implan HA-Kitosan dan HA-TKF

tidak mengganggu fisiologis frekuensi respirasi dan denyut jantung domba.

Tabel 4 Rerata parameter peradangan mulai hari pertama pembentukan kalus

domba pada persembuhan implan tulang disetiap kelompok perlakuan

dan kontrol positif

Parameter

Perlakuan

Nyeri

(hari)

Merah

(hari)

Panas

(hari)

Bengkak

(hari)

Pembentukan

kalus (hari ke-)

HA-K 2,00 ± 0 2,00 ± 3,06 3,00 ± 3,00 7,00 ± 1,00 8,00 ± 1,00

HA-TKF 2,00 ± 0 4,33 ± 3,51 1,33 ± 2,31 5 ± 2,65 7 ± 1,00

Kontrol Positif 2,00 ± 0 4,67 ± 4,27 2,67 ± 2,34 6,83 ± 2,93 8,33 ± 2,07

A B C

14

Tanda-tanda radang mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor

(rasa sakit) dan tumor (pembengkakan) (Abrams 1995). Tabel 4 memperlihatkan

bahwa tanda peradangan pada domba dengan implan HA-K, implan HA-TKF dan

domba normal memiliki nilai bervariasi yaitu beberapa hari setelah penanaman

implan. Namun gejala peradangan yang ditemukan sehingga peradangan yang

terjadi pada setiap perlakuan merupakan proses yang wajar. Pembentukan kalus

pada setiap perlakuan dan domba normal terjadi di hari ke-7 dan ke-8 setelah

operasi.

Tabel 4 memperlihatkan persembuhan tulang setiap perlakuan berada pada

kisaran standar deviasi persembuhan tulang normal. Hal ini menunjukkan

persembuhan tulang setiap perlakuan sama baik dengan normal namun kurang

dalam fungsi implan mempercepat proses persembuhan tulang seperti yang

diharapkan.

Pemeriksaan fisik yang terdiri atas pemeriksaan temperatur tubuh,

frekuensi denyut jantung dan frekuensi respirasi menunjukkan bahwa pemberian

implan HA-Kitosan dan HA-TKF dapat diterima dengan baik oleh tubuh dan

tidak mengganggu fisiologis tubuh. Hal ini karena masing-masing material implan

memiliki sifat-sifat yang mendukung dalam penggunaanya sebagai pengganti

kerusakan tulang dan fraktur tulang, yaitu HA dan TKF terdiri atas kombinasi

senyawa kalsium dan fosfat (Pane 2008) yang merupakan senyawa terbesar yang

terdapat pada tulang dan menyusun tulang. Hal ini menyebabkan HA dan TKF

memiliki sifat mirip dengan struktur tulang. Kitosan digunakan sebagai perekat

atau implan dalam bedah ortopedi karena sifat biokompatibel yang dimilikinya

(Ratajska et al. 2008).

Analisa Hematologi

Pemeriksaan darah dilakukan sesaat sebelum operasi penanaman material

implan (H0), dan beberapa hari setelah operasi penanaman, yaitu hari ke-3, 7, 14,

21, 30 , 60 dan 90. Pemilihan waktu pemeriksaan dilakukan berdasarkan waktu

proses persembuhan tulang dan kerusakan jaringan (Cheville 2006). Pemeriksaan

darah yang dilakukan adalah penghitungan indeks eritrosit, laju endap darah,

jumlah total sel darah putih dan diferensial sel darah putih yang meliputi jumlah

neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil dan basofil.

Analisa hematologi menunjukan adanya perbedaan signifikan pada jumlah

SDM (tabel 5) pada kelompok HA-K dihari ke 14, 21, terhadap hari ke 30.

Perbedaan signifikan juga ditemukan pada nilai VER (tabel 5) kelompok HA-K

pada hari pertama terhadap hari ke 30, namun perbedaan nilai VER ini merupakan

dampak dari perbedaan jumlah SDM pada kelompok yang sama. Perbedaan SDM

yang signifikan antar kelompok juga ditemukan pada saat sebelum operasi

implantasi (Hari H) yang mengakibatkan nilai VER juga berbeda signifikan.

Analisa hematologi pada nilai-nilai HER, KHER, dan hematokrit disajikan

pada tabel 6. Dari nilai-nilai tersebut terlihat adanya fluktuasi, namun tidak

ditemukan adanya perbedaan signifikan dalam satu kelompok antar tahap

perlakuan maupun antar kelompok.

15

Tabel 5 Rerata Dinamika Sel Darah Merah (SDM), Hemoglobin (Hb), dan

Volume Eritrosit Rata-rata (VER) Jumlah Sel Darah Merah Hemoglobin Volume Eritsorit Rata-rata

Hari HA-TKF HA-K HA-TKF HA-K HA-TKF HA-K

H 13,9 ± 0,6ax

7,2 ± 1,6ay

5,8 ± 2,7ax

5,5 ± 3,2ax

19,6 ± 0,8a x

39,8 ± 7,8a y

H+3 11,2 ± 3,3ax

8,7 ± 3,1abx

6,3 ± 0,5ax

6,7 ± 1,8ax

21,8 ± 5,9ax

28,3 ± 4,4abx

H+7 11,4 ± 7,2ax

8,0 ± 1,9abx

6,3 ± 0,4ax

5,3 ± 0,5ax

28,1 ± 12,1ax

31,6 ± 2,9abx

H+14 8,2 ± 2,7ax

7,9 ± 2,8ax

6,4 ± 1,0ax

6,3 ± 1,5ax

31,6 ± 6,9ax

33,4 ± 11,1abx

H+21 8,8 ± 1,8ax

7,8 ± 0,6ax

7,5 ± 2,5ax

5,8 ±1,0ax

31,0 ± 2,6ax

33,9 ± 0,9abx

H+30 8,7 ± 6,3ax

11,8 ± 1,0bx

6,5 ± 1,0ax

6,6 ± 0,3ax

30,7 ± 11,8ax

24,4 ± 4,1bx

H+60 12,2 ± 4,9 13,1 ± 6,8 6,4 ± 1,7 6,1 ± 1,0 26,8 ± 15,4 26,7 ± 16,5

H+90 9,2 ± 0,0 9,4 ± 0,0 5,4 ± 0,0 7,2 ± 0,0 28,3 ± 0,0 34,1 ± 0,0

Keterangan : Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan

adanya perbedaan nyata (p<0,05) antar tahapan pengambilan darah. Huruf

superscript (x,y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya

perbedaan nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.

Tabel 6 Rerata dinamika hemoglobin Eritrosit Rata-rata (HER), Kadar

Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (KHER), dan Hematokrit pada berbagai

waktu pengamatan

Hemoglobin Eritrosit

Rata-rata (HER)

Kadar Hemoglobin

Eritrosit Rata-rata

(KHER)

Hematokrit

Hari HA-TKF HA-K HA-TKF HA-K HA-TKF HA-K

H 4,1 ± 1,9ax

7,3 ± 3,1 ax

27,2 ± 1,0 ax

28,0 ± 3,5 ax

27,2 ± 1,0 ax

28,0 ± 3,5 ax

H+3 6,0 ± 1,9 ax

7,9 ± 1,3 ax

23,7 ± 4,5 ax

24,0 ± 6,9 ax

23,7 ± 4,5 ax

24,0 ± 6,9 ax

H+7 7,0 ± 4,0 ax

6,8 ± 1,3 ax

26,3 ± 3,8 ax

25,0 ± 3,5 ax

26,3 ± 3,8 ax

25,0 ± 3,5 ax

H+14 8,2 ± 2,7 ax

8,7 ± 3,7 ax

25,0 ± 2,6 ax

24,3 ± 3,2 ax

25,0 ± 2,6 ax

24,3 ± 3,2 ax

H+21 8,4 ± 1,8 ax

7,4 ± 0,7 ax

27,0 ± 3,5 ax

26,3 ± 1,5 ax

27,0 ± 3,5 ax

26,3 ± 1,5 ax

H+30 11,1 ± 8,2 ax

5,6 ± 0,5 ax

27,0 ± 4,6 ax

28,7 ± 3,5 ax

27,0 ± 4,6 ax

28,7 ± 3,5 ax

H+60 6,0 ± 3,8 5,6 ± 3,6 29,0 ± 5,6 29,5 ± 3,5 29,0 ± 5,6 29,5 ± 3,5

H+90 6,00 ± 0,0 7,7 ± 0,0 25,5 ± 0,0 32,0 ± 0,0 25,5 ± 0,0 32,0 ± 0,0

Keterangan : Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan

adanya perbedaan nyata (p<0,05) antar tahapan pengambilan darah. Huruf

superscript (x,y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya

perbedaan nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.

Perbedaan signifikan lainnya ditemukan pada jumlah monosit (tabel 7) pada

kelompok HA-K yaitu pada hari ke 14 terhadap hari ke 21. Penghitungan terhadap

nilai netrofil segmen, netrofil batang, eosinofil dan basofil ditunjukkan pada tabel

8. Terjadi fluktuasi nilai-nilai tersebut, namun tidak ditemukan adanya perbedaan

yang signifikan antar kelompok perlakuan maupun dalam kelompok perlakuan.

Analisa hematologi memang menunjukan adanya beberapa perbedaan yang

signifikan, namun perbedaan signifikan ini berada dalam nilai normal untuk

domba lokal Indonesia (Maylina 2006). Fluktuasi terjadi dalam nilai normal dari

masing-masing parameter. Reaksi inflamasi yang terjadi merupakan respon alami

akibat adanya pembukaan jaringan saat operasi. Kedua implan baik HA-TKF dan

HA-K, dapat diterima dengan baik oleh tubuh dan tidak mengganggu dinamika sel

darah putih dan dinamika sel darah merah domba.

16

Tabel 7 Rerata Dinamika Sel Darah Putih, Limfosit, dan Monosit pada berbagai

waktu pengamatan Sel Darah Putih (SDP) Limfosit Monosit

Hari HA-TKF HA-K HA-TKF HA-K HA-TKF HA-K

H 7183,3 ± 3960,5ax 10116,7 ± 1433,8ax 55,5 ± 9,2ax 45,7 ± 7,3ax 1,0 ± 0,9ax 1,1 ± 0,5ax

H+3 10016,7 ± 4064,9ax 14733,3 ± 5755,3ax 43,7 ± 9,3ax 40,5 ± 5,4ax 0,8 ± 0,2ax 1,4 ± 1,0ax

H+7 11600,0 ± 6406,8ax 10033,3 ± 4660,8ax 56,9 ± 11,2ax 48,2 ± 8,0 ax 0,8 ± 0,7ax 1,0 ± 0,9ax

H+14 12691,67 ± 991,9ax 12416,7 ± 1371,4ax 47,2 ± 6,4ax 40,0 ± 8,5ax 0,4 ± 0,3ax 1,9 ± 0,4ay

H+21 10483,3 ± 625,2ax 12025,0 ± 715,9ax 54,3 ± 6,0ax 43,0 ± 9,0ax 0,7 ± 0,3ax 2,0 ± 0,3ay

H+30 10800,0 ± 2642,4ax 12833,3 ± 3924,7ax 54,7± 4,8ax 38,9 ± 11,9ax 0,9 ± 0,8ax 1,1 ± 0,5ax

H+60 7900,0 ± 2934,5 11525,0 ± 2934,5 55,5 ± 10,1 62,5 ± 7,3 0,8 ± 1,2 1,5 ± 0,7

H+90 5725,0 ± 0,0 15950,0 ± 0,0 45,7 ± 0,0 54,3 ± 0,0 1,7 ± 0,0 2,3 ± 0,0

Keterangan : Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan

adanya perbedaan nyata (p<0,05) antar tahapan pengambilan darah. Huruf

superscript (x,y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya

perbedaan nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.

Tabel 8 Rerata Dinamika Netrofil Segmen, Netrofil Batang, Eosinofil, dan

Basofil pada berbagai waktu pengamatan Netrofil Segmen Netrofil Batang Eosinofil Basofil

Hari HA-TKF HA-K HA-TKF HA-K HA-TKF HA-K HA-TKF HA-K

H 35,3 ± 11,0 ax 37,2 ± 8,9ax 3,2 ± 1,1ax 6,3 ± 6,0ax 4,9 ± 4,0ax 10,1 ± 2,3ax 0,0 ± 0,0ax 0,0 ± 0,0ax

H+3 47,5 ± 9,3ax 38,5 ± 14,8ax 4,2 ± 0,2ax 5,1 ± 1,9ax 3,8 ± 1,3ax 11,2 ± 7,7ax 0,0 ± 0,0ax 0,0 ± 0,0ax

H+7 34,1 ± 13,1ax 38,5 ± 8,6ax 3,1 ± 1,3ax 4,8 ± 2,8ax 5,1 ± 2,8ax 7,3 ± 4,7ax 0,0 ± 0,0ax 0,1 ± 0,2ax

H+14 43,0 ± 2,6ax 39,0 ± 10,1ax 3,4 ± 1,4ax 7,3 ± 6,4ax 5,8 ± 3,8ax 11,7 ± 10,6ax 0,0 ± 0,0ax 0,0 ± 0,0ax

H+21 37,2 ± 8,1ax 43,0 ± 11,7ax 3,4 ± 0,4ax 2,5 ± 0,2ax 4,3 ± 2,3ax 9,3 ± 2,9ax 0,0 ± 0,0ax 0,0 ± 0,0ax

H+30 35,6 ± 3,2ax 44,5 ± 11,1ax 3,3 ± 0,7ax 7,4 ± 3,2ax 5,0 ± 3,7ax 8,0 ± 4,4ax 0,1 ± 0,2ax 0,1 ± 0,2ax

H+60 33,2 ± 14,9 25,6 ± 9,0 3,5 ± 2,1 8,0 ± 2,4 7,1 ± 1,6 2,1 ± 3,0 0,0 ± 0,0 0,1 ± 0,2

H+90 40,0 ± 0,0 31,7 ± 0,0 4,7 ± 0,0 2,7 ± 0,0 8,0 ± 0,0 8,7 ± 0,0 0,0 ± 0,0 0,3 ± 0,0

Keterangan : Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan

adanya perbedaan nyata (p<0,05) antar tahapan pengambilan darah. Huruf

superscript (x,y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya

perbedaan nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.

Evaluasi Elektrokardiografi

Evaluasi elektrokardiografi dilakukan pada saat sebelum operasi implantasi

dan pada hari ke 30 setelah implantasi. Rekaman EKG yang telah diperoleh

dievaluasi pada sadapan II menggunakan sadapan bipolar standar. Menurut Karim

dan Kabo (1996), sadapan (Lead) II digunakan karena mencatat perbedaan

potensial bioelektrik jantung yang paling besar. Hasil evaluasi gelombang EKG

disajikan dalam Tabel 9. Pemeriksaan dengan EKG memungkinkan kita untuk

melihat gangguan konduktivitas listrik jantung. Beberapa penyebab gangguan

tersebut bisa disebabkan oleh perubahan ukuran jantung, kerusakan aliran listrik

akibat kerusakan jaringan jantung, dan sebagainya.

Penggunaan semen tulang menurut (PAPSRS 2006), menyebabkan beban

emboli. Beban emboli ini akan meningkatkan tekanan arteri pulmonal dan

17

resistensi pembuluh darah pulmonal. Kedua hal tersebut menyebabkan dinding

ventrikel kanan yang tipis berdilatasi. Hal ini ditandai dengan peningkatan ukuran

ventrikel kanan. Dari evaluasi EKG terlihat tidak ada perbedaan signifikan antara

sebelum dan sesudah penanaman implan. Evaluasi EKG pada domba yang

diimplantasi memang menunjukkan flutuasi nilai-nilai EKG namun fluktuasi

itupun masih berada dalam kisaran normal. Dari temuan ini terlihat bahwa

aktivitas kelistrikan jantung tidak terganggu akibat implantasi material yang

dilakukan.

Tabel 9 Evaluasi elektrokardiogram sebelum dan 30 hari setelah implantasi

Perlakuan HA-K HA-TKF Standar

Amplitudo P (mV) Sebelum 0,176 ± 0,041a 0,117 ± 0,026

a 0,130

Sesudah 0,150 ± 0,032a 0,123 ± 0,038

a

Durasi P (detik) Sebelum 0,038 ± 0,004a 0,041 ± 0,005

a 0,040

Sesudah 0,040 ± 0,008a 0,037 ± 0,012

a

Interval PR (detik) Sebelum 0,092 ± 0,013a 0,101 ± 0,002

a

0,140 Sesudah 0,106 ± 0,020

a 0,110 ± 0,009

a

Amplitudo QRS (mV) Sebelum 0,802 ± 0,438a 0,825 ± 0,357

a

0.300 Sesudah 0,425 ± 0,042

a 0,683 ± 0,279

a

Durasi QRS (detik) Sebelum 0,024 ± 0,005a 0,034 ± 0,014

a

0.060 Sesudah 0,030 ± 0,006

a 0,031 ± 0,005

a

Durasi Segmen ST (detik) Sebelum 0,168 ± 0,018a 0,205 ± 0,028

a 0,120

Sesudah 0,198 ± 0,013a 0,215 ± 0,016

a

Keterangan: Huruf superskrip yang tidak sama pada kolom yang berbeda menyatakan

perbedaan yang nyata (P<0,05) pada selang kepercayaan 95% (uji-t)

Gambaran Radiografi Tulang

Gambaran radiografi dari implan HA-K tidak menunjukan adanya

perubahan bentuk implan. Perubahan yang terjadi berupa penurunan opasitas,

peningkatan zona radiolusen disekitar implan, dan gambaran marjin implan yang

semakin kabur. Perubahan ini menunjukan adanya reaksi dengan jaringan sekitar,

tapi tidak cukup untuk menunjukkan adanya absorpsi implan. Pada gambaran

radiografi hari ke-90, terlihat implan berubah posisi masuk kedalam rongga

sumsum tulang. Pada hari ke -90 ini, implan tidak terlihat mengalami perubahan

bentuk dan ukuran. Defek yang ditinggalkan akibat implantasi terlihat memiliki

opasitas yang sama dengan jaringan tulang sehat disekitarnya. Diduga implan

mengalami perubahan posisi setelah operasi sehingga persembuhan defek terjadi

menyerupai tulang normal.

Gambaran radiografi implan HA-TKF menunjukan perubahan yang lebih

drastis dibandingkan implan HA-K. Perubahan yang terjadi adalah perubahan

ukuran, penurunan opasitas implan, peningkatan zona radiolusen disekitar implan,

dan fragmentasi implan. Perubahan semakin meningkat dari hari ke hari. Pada hari

ke-90 implan terlihat mengalami fragmentasi dan meninggalkan beberapa

serpihan kecil implan yang belum terserap sempuna. Perubahan ini menunjukan

bahwa tubuh lebih cepat dalam merespon keberadaan implan HA-TKF. Defek

18

yang ditinggalkan selama implantasi mulai mengalami peningkat opasitas akibat

dimulainya proses persembuhan dengan terbetuknya jaringan.

Perubahan radiografi defek yang diciptakan pada kelompok kontrol

menunjukkan perubahan dalam ukuran dan peningkatan opasitas defek pada defek

yang ditinggalkan. Perubahan ini terlihat semakin berarti sesuai dengan

berjalannya waktu. Pada akhir pengamatan, yaitu hari ke-90, defek yang

diciptakan tidak bisa teridentifikasi dengan jelas. Opasitas defek terlihat memiliki

derajat yang sama dibandingkan dengan jaringan sekitarnya. Dengan demikian

diduga persembuhan tulang telah mencapai tahap sempurna pada kelompok

kontrol.

Waktu

pengamatan

JENIS IMPLAN

HA-K HA-TKF Kontrol

Hari ke-0

Hari ke-30

Hari ke-60

Hari ke-90

Gambar 5 Gambaran radiografi os tibia kontrol dan perlakuan pada hari ke-30,

ke-60, dan ke-90 setelah implantasi. Terlihat implan HA-K tidak

mengalami perubahan ukuran sementara implan HA-TKF mengalami

penyusutan akibat biodegradasi. Tulang kontrol menunjukkan

persembuhan bertahap lesio yang diciptakan. Tanda panah ( )

menunjukan bagian tulang yang ditanami implan atau lesio pada

kelompok kontrol dan perlakuan

19

Gambaran Histopatologi

Gambaran histopatologi tidak menunjukkan adanya reaksi inflamasi (tabel

10) ataupun reaksi penolakan implan. Dengan demikian kedua implan dapat

diterima oleh tubuh (biokompatibel). Akan tetapi kedua implan memiliki karakter

yang berbeda dalam hal biodegradasi, dan osteokonduktivitasnya (tabel 10).

Tabel 10 Perbedaan karakteristik kedua jenis implan

No. Karakteristik Waktu Evaluasi

Implan HA-TKF Implan HA-K

H-

30

H-

60

H-

90

H-

30

H-

60

H-

90

1 Proliferasi jaringan ikat kedalam

implan

+ ++ +++ - - -

2 Pertumbuhan tulang baru di sekitar

implan

+ ++ +++ - - -

3 Pertumbuhan tulang baru di dalam

implan

- ++ +++ - - -

4 Proliferasi Sumsum tulang - - - - - -

5 Hubungan tulang lama dengan implan + - - - - -

6 Pembentukan trabekula pada bagian

dalam implan

+ + + - - -

7 Biodegradasi + ++ +++ - - -

8 Reaksi Inflamasi pada bagian perifer

implan

- - - - - -

9 Neovaskularisasi pada bagian internal

implan

+ ++ +++ - - -

Kondisi implan HA-TKF pada hari 30, 60, dan 90 setelah implantasi

menunjukkan peningkatan absorbsi dan degradasi implan bersamaan dengan

peningkatan proses osteogenesis pada defek tulang (Gambar 6). Pertumbuhan

jaringan ikat juga meningkat sesuai dengan berjalannya waktu Pada HA-TKF,

jaringan ikat tidak terlihat menyelimuti implan, melainkan tumbuh hingga ke

bagian dalam implan. Pengamatan Histologi pada hari 30 menunjukkan adanya

pertumbuhan osteoblas antara implan dan tulang, serta pembuluh darah di sekitar

sumsum tulang. Osteogenesis mulai terlihat dan meningkat pada hari ke 60 dan

90. Antara implan dan jaringan tulang terlihat lebih banyak osteoblas dan sel

osteosit mengelilingi kanal Haversian, tetapi periosteum lebih tebal pada daerah

implantasi.

Pada tulang implan HA-K, kondisi histologi implan pada hari 30, 60, dan 90

terlihat masih lengkap, kompak, dan padat (Gambar 7). Jaringan ikat tidak tumbuh

kedalam bagian implan tidak seperti perlakuan HA-TKF. Dari tiga waktu panen

yang berbeda, semua implan dilapisi dengan jaringan ikat (Gambar 7). Tidak ada

penyatuan, degradasi atau absorbsi antara implan dan jaringan di sekitarnya.

Tulang baru terbentuk hanya di tepi implan dan lubang. Pembuluh darah dan sel-

sel lemak dapat dilihat pada sumsum tulang. Tetapi pada hari 90 histologi

menunjukkan implan masuk ke sumsum tulang dan osteogenesis terlihat pada

defek bekas implantasi. Kondisi ini diidentifikasikan oleh distribusi osteosit dan

20

lamellas sekitar Haversian kanal. Kanal Volkmann juga dapat terlihat

menghubungkan kanal Haversian.

Gambar 6 Gambaran mikroskopis persembuhan tulang yang diimplantasi HA-

TKF. (A) Hari ke-30 setelah operasi; (B) Hari ke-60 setelah operasi;

(C) Hari ke-90 setelah operasi. Jaringan ikat terlihat memasuki

celah-celah bagian dalam implan. Tidak terlihat adanya gejala

peradangan yang berarti. Keterangan: JI = Jaringan ikat; I = Posisi

Implan; TR = Tulang Rawan. Garis pada gambar A = 30 µm; Garis

pada gambar B dan C = 20 µm; Pewarnaan HE.

Gambar 7 Gambaran mikroskopis persembuhan tulang yang diimplantasi HA-

K. (A) Hari ke-30 setelah operasi; (B) Hari ke-60 setelah operasi;

(C) Hari ke-90 setelah operasi. Terlihat implan HA-K masih berada

utuh. Tak terlihat adanya gejala peradangan yang berarti.

Keterangan: JI = Jaringan ikat; I = Posisi Implan. Garis pada gambar

A = 20 µm; Garis pada gambar B dan C. = 10 µm Pewarnaan HE.

Lemahnya Biodegradasi Implan HA-TKF dan HA-K

Proses osteogenesis pada defek tulang kontrol lebih cepat daripada defek

tulang HA-TKF. Ketidakmampuan implan untuk menginduksi pemulihan tulang

lebih cepat dibanding kontrol diperkirakan karena semakin sedikit jumlah TKF

dan oktakalsium fosfat (OCP) yang berfungsi sebagai bahan mendominasi

komposisi. OCP sebagai mendominasi materi dalam implan ini menunjukkan

reaksi biodegradasi cepat daripada TKF. Studi lebih lanjut masih harus dilakukan

untuk memeriksa ukuran pori-pori dibuat dalam implan ini.

Implan HA-K terlihat diselubungi oleh jaringan ikat yang menunjukkan

bahwa implan itu masih diakui sebagai benda asing. Selain itu, implan tidak dapat

A B C

A B C

21

diserap oleh tulang diduga karena sebagai tingginya jumlah kitosan yang disusun

dalam implan HA-K. Kitosan memiliki karakteristik tidak stabil di dalam

jaringan. Meski begitu, perlakuan kontrol menunjukkan pemulihan tulang terbaik

dibandingkan dengan tulang implan. Hal ini terlihat baik pada pengamatan

makroskopis atau mikroskopis. Kitosan memiliki pori-pori yang padat dan kecil

sehingga sulit ditembus oleh pembuluh darah dan sel-sel tulang.

Sebuah implan yang baik harus memiliki ukuran pori yang sesuai sehingga

proses penetrasi bisa dilakukan dan prekursor osteogenesis dapat dibentuk (Nandi

et al. 2009). Dalam evaluasinya, Nurlaela (2009) menunjukkan bahwa morfologi

komposit HA-K terlihat lebih rapat dibandingkan dengan HA-TKF yang lebih

rapuh, sehingga HA-K lebih sulit terdegradasi dibandingkan HA-TKF. Kitosan

mengikat kristal apatit sehingga struktur komposit ini terlihat lebih rapat dari

struktur kristal apatit. Struktur yang lebih rapat tersebut mengakibatkan implan

bersifat padat. Implan yang padat dapat menjadi rintangan fisik yang menghambat

pertumbuhan tulang karena menghambat proliferasi pembuluh darah yang penting

bagi persembuhan tulang (Nandi et al. 2009).

Biodegradasi dari suatu bahan implan keramik dipengaruhi oleh beberapa

faktor antara lain seperti pori-pori (porosity), kepadatan (density), rasio bahan

implan HA-TKF, ukuran partikel serta waktu dan temperatur pembuatan (Maiti et

al. 1995). Pori-pori di dalam implan akan meningkatkan kemampuan ikatan

tulang, karena beberapa alasan antara lain a) adanya pori-pori akan memperbesar

area permukaan sehingga menghasilkan daya bioreabsorpsi yang tinggi, dan dapat

lebih menginduksi bioaktivitas, b) pori-pori yang saling berhubungan dapat

memberikan suatu kerangka atau tempat untuk pertumbuhan tulang ke dalam

matriks implan, c) hubungan antara pori juga berfungsi sebagai tempat saluran

vaskularisasi, sehingga pembuluh darah dapat masuk ke dalam implan dan dapat

menyuplai nutrien untuk pertumbuhan tulang (Nandi et al. 2009).

Pada penelitian ini porositas dan kepadatan dari implan HA-TKF dan HA-K

yang digunakan belum diketahui secara mendetail sehingga perlu pengkajian lebih

lanjut dalam mendesain struktur implan untuk meningkatkan daya biodegradasi

dan resorpsi agar dapat mendukung persembuhan tulang dengan baik.

Berdasarkan hasil yang didapatkan tersebut, maka implan yang digunakan

dalam penelitian kali ini dianggap belum memperlihatkan sifat biodegradable dan

bioresorbable yang optimal. Hal tersebut dapat disebabkan antara lain: belum

sesuainya komposisi material penyusun komposit untuk ukuran dan jenis defek

yang diamatti, serta implan yang terlalu padat sehingga tidak ada struktur pori

pada implan yang dapat mempercepat interaksinya dengan tulang. Kesesuaian

komposisi dari bahan penyusun komposit berperan penting terhadap suatu sifat

material (Turck et al. 2007). Saat ini, masih belum diketahui proporsi yang sesuai

dari kitosan untuk dapat menghasilkan biomaterial sintetik pengganti tulang yang

ideal.

Selain kepadatan yang dimiliki implan, tidak adanya suatu struktur pori

yang saling berhubungan (interconnected pores) diduga menjadi penyebab implan

tersebut tidak terserap dan terdegradasi. Porositas memperluas area penyerapan

pada implan sehingga memperbesar kecenderungan terjadinya bioresorpsi dan

menginduksi bioaktivitas (Nandi et al. 2009). Struktur pori tersebut mampu

menyajikan sebuah kerangka untuk pertumbuhan jaringan tulang baru ke dalam

matriks implan yang kemudian dapat membentuk ikatan antara implan dengan

22

jaringan tulang di sekitarnya. Implan yang digunakan dalam penelitian ini tidak

memiliki struktur pori yang baik sehingga sel-sel tulang baru di sekitarnya tidak

dapat melekat dan membentuk suatu ikatan yang baik dengan permukaan implan.

Berdasarkan uraian tersebut, diduga implan yang digunakan dalam

penelitian ini belum memperlihatkan sifat osteokonduktif karena belum mampu

menjadi tempat pelekatan sel-sel tulang sekitarnya, serta belum memperlihatkan

sifat bioaktif karena belum mampu menghasilkan ikatan yang baik dengan

jaringan sekitarnya. Ikatan yang baik antara tulang dengan implan sangat penting

untuk mencegah pergerakan implan (Nandi et al. 2009). Walaupun bersifat mikro,

pergerakan implan dapat menghambat pertumbuhan kapiler darah serta

mempengaruhi proses diferensiasi sel-sel osteogenik di sekitar implan menjadi sel

sel fibroblas sehingga proses osteointegrasi tidak dapat berlangsung (Spiekermann

et al. 1995).

Biokompatibilitas Implan HA-TKF dan HA-K

Sifat biokompatibel dari implan yang digunakan dapat disebabkan karena

kitosan memiliki kemampuan antibakterial dan antifungal (Roller dan Coville

1999). Kitosan juga bersifat bakteristatik dan bakterisidal terhadap sejumlah

bakteri gram positif dan gram negatif (No et al 2002). Implan juga telah

mengalami proses sterilisasi dengan lampu UV (ultraviolet) sebelum diimplankan.

Proses implantasi dilakukan dibawah prosedur operasi yang aseptis dan lege artis

sehingga resiko infeksi mikroba dapat diminimalkan.

Walaupun kedua implan tidak berhasil menunjukkan sifat osteoinduktif

yang lebih baik dari pada kontrol, kedua implan menunjukkan kemampuan yang

paling baik dalam biokompatibilitas selain sifat lainnya. Tubuh dapat menerima

kedua jenis implan tanda terjadi gangguan yang berarti secara klinis, maupun

histologis. Kondisi ini menjadi berarti mengingat beberapa implan yang telah

beredar menunjukkan adanya gangguan yang dikenal sebagai bone cement

implantation syndrome (BCIS). Beberapa gejala yang ditemukan pada BCIS

(Parvizi et al. 1999, Byrick 1997) antara hipotensi sistemik, hipertensi pulmonum,

peningkatan tekanan vena sentral, edema pulmonum, bronkokontriksi,

hipoksemia, kardiak disritmia, syok kardiogenik, dan gagal jantung. Gejala-gejala

ini tidak ditemukan pada kedua implan yang digunakan dalam penelitian ini.

Beberapa gejala BCIS diatas berkaitan erat dengan aktivitas jantung sebagai

pusat dari sistem sirkulasi-kardiovaskular. Jika gejala tersebut ditemukan,

biasanya aktivitas jantung juga terganggu. Gangguan pada aktivitas jantung dapat

didiagnosa dengan menggunakan elektrokardiogram. Analisa elektrokardiogram

pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya gangguan pada aktivitas jantung.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua implan memiliki karakter

biokompatibilitas yang baik. Kemampuan biokompatibilitas ini dianggap penting

untuk menjadi landasan bagi perbaikan implan selanjutnya.

23

Potensi Implan HA-TKF dan HA-K

Dengan tetap utuh dan kompak sampai akhir periode pengamatan maka

implan HA-K dapat dikembangkan menjadi biomaterial sintetik pengganti tulang

dengan kegunaan tertentu. Suatu implan tulang alamiah, baik autologous maupun

allogenous, berdasarkan struktur anatominya dibagi menjadi tipe cortical dan

cancellous bone (Kalfas 2001). Tipe cortical bone biasa diambil dari tulang rusuk,

ulna bagian distal, dan fibula (Fossum et al. 2007). Keuntungan dari tipe cortical

bone adalah kekuatan strukturalnya yang unggul sehingga sering digunakan untuk

mengganti kehilangan tulang pada daerah yang membutuhkan sokongan structural

(Kalfas 2001), misalnya untuk menggantikan kehilangan tulang pada defek

berukuran besar.

Tahapan pertama remodelling pada tulang kortikal adalah tahap resorbsi

karena aktivitas osteoklastik sangat dominan. Tandur tulang kortikal secara

progresif akan melemah sejalan dengan waktu karena penyerapan tulang yang

lambat dan remodelling yang tidak komplit. Sebaliknya tandur tulang kanselus

akan secara progresif semakin kuat karena kemampuannya untuk menginduksi

pembentukan tulang baru yang lebih awal dan cepat (Kalfas, 2001) .

Ketika memilih jenis tandur tulang, yang perlu dipikirkan adalah struktur

spesifik dan kebutuhan biologis terhadap tandur tulang yang akan diimplantasi.

Jika tandur tulang ditempatkan di posisi yang membutuhkan kekuatan struktur,

maka pilihannya adalah tandur tulang kortikal. Jika ditempatkan pada struktur

yang tidak berfungsi sebagai penopang struktur, dan tidak membutuhkan

vaskularisasi segera, maka yang diperlukan adalah tandur tulang kanselus (Kalfas

2001).

Defek berukuran besar membutuhkan material pengganti tulang yang

mampu memberikan kekuatan dan sokongan struktural yang kuat selama proses

persembuhan berlangsung. Oleh karena itu dibutuhkan material yang mampu

bertahan lama dan tidak terlalu cepat diserap. Tipe cortical bone diserap tubuh

lebih lama dibandingkan cancellous bone. Hal tersebut memberikan keuntungan

karena dapat mengimbangi proses pertumbuhan tulang baru yang membutuhkan

waktu lebih lama pada defek berukuran besar. Dengan melihat kemiripan sifat-

sifat antara cortical bone dan implan HA-K yang digunakan dalam penelitian ini,

maka diasumsikan bahwa implan ini dapat dikembangkan menjadi biomaterial

sintetik pengganti tulang tipe cortical bone untuk aplikasi pada defek berukuran

besar dan yang memerlukan waktu persembuhan yang relatif lebih lama dari 90

hari. Aplikasi lain dari implan HA-K yang mungkin dikembangkan adalah sebagai

alternatif untuk bone pin dan bone plate. Penggunaan bone pin dan bone plate

yang terbuat dari komposit HA-K pada kasus fraktur dapat memberikan

keuntungan karena bahan fiksator tersebut tidak perlu diambil kembali.

Sedangkan tandur tulang HA-TKF akan bermanfaat sebagai tandur tulang

kanselus karena karakteristik penyerapannya yang lebih cepat.

24

KESIMPULAN

Implan HA-K dan HA-TKF tidak menimbulkan gangguan yang berarti

bagi tubuh. Tubuh bisa menerima tanpa ada gangguan yang membahayakan bagi

kesehatan pasien. Proses penyembuhan pada tulang kontrol lebih cepat

dibandingkan kedua jenis cangkok tulang ditanamkan yaitu HA- K dan HA-TKF.

Meskipun HA-TKF memiliki biokompatibilitas, biodegradabilitas,

bioresorbabilitas, bioaktivitas dan sifat osteokonduktivitas yang lebih baik

dibandingkan dengan HA-K.

Kedua jenis implan ini berpotensi untuk digunakan sebagai substitusi

tulang dengan modifikasi lebih lanjut seperti: pemberian nanopori, perubahan

komposisi implan, penggunaan implan dalam tulang yang berbeda, dsb.

25

DAFTAR PUSTAKA

[PAPSRS] Pennsylvania Patient Safety Reporting System. 2006. Bone cements

implantation syndrom. Patient Safety Advisory 3 (4).

Abrams GD. 1995. Respon Tubuh Terhadap Cedera. Dalam SA Price, LM

Wilson, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit (4th Ed.)

(Pp.35-61) (Anugerah P, penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan

1992).

Ahmed AJ, Sanyal. 2008. Electrocardiographic Studies in Garol Sheep and Black

Bengal Goats. Res Jou Car 1 (1):1-8.

Aoki H. 1991. Science and Medical Applications of Hydroxyapatite. Tokyo:

Institute for Medical and Dental Engineering.

Broto R. 2004. Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan Osteoporosis. Dexa

Media; 17 (2): 47-57.

Byrick RJ. 1997. Cement Implantation Syndrome: A Time Limited Embolic

Phenomenon. Can J Anaesth Feb;44(2):107-11.

Cheville NF. 2006. Introduction to Veterinary Pathology. 3rd edition. USA:

Blackwell Publishing.

Copenhaver WM, Kelly DE, Wood RL. 1978. The connective tissues: cartilage

and bone, in Copenhaver WM, Kelly DE, Wood RL (eds): Bailey’s

Textbook of Histology, ed 17. Baltimore: Williams & Wilkins, pp 170–205

Fossum TW, Hedlund CS, Hulse DA, Johnson AL, Seim HB, Willard MD,

Carroll GL. 2007. Small Animal Surgery. 3rd edition. Missouri: Mosby

Elsevier.

Herron LD, Newman MH. 1989. The failure of ethylene oxide gassterilized

freeze-dried bone graft for thoracic and lumbar spinal fusion. Spine 14:496–

500.

Hua Y, Ning C, Xiaoying L, Buzhong Z, Wei C, Xiaoling S. 2005. Natural

Hydroxyapatite/Chitosan Composite for Bone Substitute Materials.

Conference Proceeding IEEE Engineering in Medicine and Biology Society;

5:4888-91.

Kalfas IH. 2001. Principles of Bone Healing. Neurosurg Foc 10:7-10.

Karabatsos B, Myerthall ST, Fornasier V, Maistrelli G. 2001. Osseointegration of

Hydroxyapatite Porous-Coated Femoral Implants in a Canine Model.

Clinical Orthopaedics and Related Research 392: 442-9.

Karim S, dan Kabo P. 1996. EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit

Jantung untuk Dokter Umum. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

Maiti SK, Kalicharan, Singh GR. 1995. Histopathological Evaluation of

Composite Bone Grafts and Ceramic Implants in Goats. Indian Vet 72: 728-

733.

Martini L, Fini M, Giavaresi G, Giardino R. 2001. Sheep Model in Orthopedic

Research: A Literature Review. Comparative Medicine 51: 292-299.

Maylina L. 2006. Pengamatan Perubahan Gambaran Laboratoris-Klinis

Kecacingan Pada Domba Setelah Pemberian Ivermectin [Skripsi]. Bogor:

Program Pascasarjana, IPB.

26

Murugan R dan Ramakrishna S. 2004. Bioresorbable Composite Bone Paste

Using Polysaccharide Based Nano Hydroxiapatite. Biomaterials 25: 3829-

3835.

Nafei A, Danielsen CC, Linde F, Hvid I. 2000. Properties of Growing Trabecular

Ovine Bone. Part I: Mechanical and Physical Properties. Bone Joint and

Surgery British 82: 910-920.

Nandi SK, Kundu B, Datta S, Dipak K De, Basu D. 2009. The Repair of

Segmental Bone Defects with Porous Bioglass: An Experimental Study in

Goat. Research in Veterinary Science 86: 162–173.

Newman E, Turner AS, Wark JD. 1995. The Potential of Sheep for the Study of

Osteopenia: Current Status and Comparison with other Animal Models.

Bone 16: 277S-284S.

No HK, Na YP, Shin HL, Samuel PM. 2002. Antibacterial Activity of Chitosan

and Chitosan Oligomers with Different Molecular Weight. Int J Food

Microbiol 74 (1):65-72.

Nurlaela A. 2009. Penumbuhan Kristal Apatit dari Cangkang Telur Ayam dan

Bebek pada Kitosan dengan Metode Presipitasi [Tesis]. Bogor: Program

Pascasarjana, IPB.

Pane MS. 2008. Penggunaan Hidroksiapatit Sebagai Bahan Dental Implan. USU.

Parvizi J, Holliday AD, Ereth MH, Lewallen DG. 1999. Sudden Death During

Primary Hip Arthroplasty. Clin Orthop Relat Res Dec; (369):39-48.

Pearce A, Richards RG, Milz S, Schneider E, Pearce SG. 2007. Animal Models

for Implant Biomaterial Research in Bone: A Review. European Cells and

Material 13: 1-10.

Raharjo PP. 2011. Pertambahan Bobot Badan, Status Fisiologis, Komposisi

Tubuh Domba, dan Mitigasi Emisi Gas Metana dengan Formulasi

Komersial Complete Rumen Modifier (Cassapon) [tesis]. Bogor: Program

Pascasarjana, IPB.

Ratajska M, Haberko K, Ciechanska D, Niekraszewicz A, Kucharska M. 2008.

Hydroxyapatite-Chitosan Biocomposites. PolishChitin Society, Monograph

XIII. Institute of Biopolymers and Chemical Fibres, Loadz, Poland.

Recker RR. 1992. Embryology, anatomy, and microstructure of bone, in Coe FL,

Favus MJ (eds): Disorders of Bone and Mineral Metabolism. New York:

Raven, pp 219–240.

Roller S dan Coville N. 1999. The Antifungal Properties of Chitosan in

Laboratory Media and Apple Juice. Int J Food Microbiol 47(1):67-77.

Saraswathy G, Pal S, Rose C, Sastry TP. 2001. A Novel Bio-inorganic Bone

Implant Containing Deglued Bone, Chitosan and Gelatin. Bull Material Sci

24(4): 415–420.

Spiekermann H, Donath K, Hassel T, Jovanovic S, Richter J. 1995. Colour Atlas

of Dental Medicine, Implantology. New York: Thieme Medical Publishers,

Inc.

Sunil P, Goel SC, Rastogi A. 2008. Incorporation and Biodegradation of

Hydroxyapatite-Tricalcium Phosphate Implanted in Large Metaphyseal

Defects-An Animal Study. Indian J of Experiment Biol 46: 836-841.

Suparyanto A, Subandriyo, Wiradarya TR, Martodjo HH. 2001. Analisis

Pertumbuhan Non-Linier Domba Lokal Sumatera dan Persilangannya.

Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 6(4): 259-265.

27

Turck C, Brandes G, Krueger I, Behrens P, Mojallal H, Lenarz T, Stieve M. 2007.

Histological Evaluation of Novel Ossicular Chain Replacement Prostheses:

an Animal Study in Rabbits. Acta Otolaryngol 127(8):801-808.

White AA III, Hirsch C. 1971. An experimental study of the immediate load

bearing capacity of some commonly used iliac bone grafts. Acta Orthop

Scand 42:482–490.

28

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari orang tua Zulkifli

Rusli, SE dan Deswita. Penulis dilahirkan di Padang tanggal 24 Agustus 1983.

Setelah menamatkan pendidikan di SMU Negeri 2 Sungai Penuh, penulis lulus

seleksi SPMB IPB dan memulai perkuliahan di Fakultas Kedokteran Hewan IPB

dari tahun 2001. Pada tahun 2006 penulis mendapatkan kesempatan sebagai

mahasiswa pertukaran ke Universitas Miyazaki, Jepang. Sepulangnya dari Jepang,

Penulis kemudian melanjutkan studinya ke Program Profesi Dokter Hewan pada

tahun 2007 dan meraih gelar Dokter Hewan pada tahun 2009.

Melalui seleksi Honorer di Bagian Bedah dan Radiologi Departemen Klinik,

Reproduksi dan Patologi, penulis diterima sebagai staf di bagian tersebut terhitung

bulan September 2007. Melalui seleksi penerimaan Pegawai Negeri Sipil pada

tahun 2009, penulis berhasil menyisihkan saingan secara nasional dan di terima

sebagai dosen PNS di IPB.

Sebagai dosen di IPB, penulis menerima mandat untuk mengembangkan

ilmu bedah veteriner dan radiologi veteriner. Sebagai dosen ilmu klinik, penulis

memelihara keseimbangan antara teori dan praktek dengan menjadi praktisi di

beberapa daerah seperti Bogor, Cibubur, Pluit-Jakarta, Sunter-Jakarta, kemang-

Jakarta, dan Bumi Serpong Damai (BSD). Penulis juga dipercaya sebagai anggota

komite etik penggunaan hewan penelitian IPB sejak tahun 2012.

Sebagai seorang suami, beristrikan Dwi Endrawati pada tahun 2007 dan

dikaruniai satu orang putra Faith Raditya Atha yang selalu menyemangati dan

mendampingi penulis dalam menyelesaikan studi. Semoga dengan semua

dukungan ini penulis diberi kekuatan untuk meraih prestasi dan menyelesaikan

karya-karya lainnya.