17
1 KEHILANGAN TULANG DAN POLA DESTRUKSI TULANG Pendahuluan Cacat tulang terjadi karena destruksi tulang alveolar yang disebabkan oleh penyakit periodontal. Tinggi tulang alveolar yang normal adalah di batas sementoenamel dan tinggi tulang dijaga oleh keseimbangan fisiologis antara pembentukan tulang oleh osteoblas dan kehilangan tulang oleh osteoklas, yang dipengaruhi oleh faktor lokal dan sistemik. Anatomi normal tulang alveolar Tulang alveolar adalah bagian dari tulang rahang yang mengelilingi dan mendukung gigi. Tulang alveolar memiliki lapisan kortikal atau tulang kompak di bagian fasial dan lingual yang diantaranya terdapat tulang spongiosa. Keberadaan tulang alveolar bergantung pada keberadaan gigi, sehingga saat gigi diekstraksi, tulang alveolar akan mengalami resorbsi. Bentuk, ukuran dan ketebalan tulang alveolar bervariasi dalam setiap region mulut. Tepi dari puncak tulang alveolar parallel dengan batas sementoenamel dengan jarak 1-2 mm. Anatomi normal dari tulang alveolar ditunjukkan pada gambar 24.1. Gambar 24.1 : Anatomi normal dari tulang alveolar

Kehilangan Tulang Dan Pola Destruksi Tulang

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kehilangan tulang dan pola destruksi tulang

Citation preview

1    

KEHILANGAN TULANG DAN POLA DESTRUKSI TULANG

Pendahuluan Cacat tulang terjadi karena destruksi tulang alveolar yang disebabkan oleh

penyakit periodontal. Tinggi tulang alveolar yang normal adalah di batas

sementoenamel dan tinggi tulang dijaga oleh keseimbangan fisiologis antara

pembentukan tulang oleh osteoblas dan kehilangan tulang oleh osteoklas, yang

dipengaruhi oleh faktor lokal dan sistemik.

Anatomi normal tulang alveolar Tulang alveolar adalah bagian dari tulang rahang yang mengelilingi dan

mendukung gigi. Tulang alveolar memiliki lapisan kortikal atau tulang kompak di

bagian fasial dan lingual yang diantaranya terdapat tulang spongiosa.

Keberadaan tulang alveolar bergantung pada keberadaan gigi, sehingga

saat gigi diekstraksi, tulang alveolar akan mengalami resorbsi. Bentuk, ukuran dan

ketebalan tulang alveolar bervariasi dalam setiap region mulut. Tepi dari puncak

tulang alveolar parallel dengan batas sementoenamel dengan jarak 1-2 mm.

Anatomi normal dari tulang alveolar ditunjukkan pada gambar 24.1.

Gambar 24.1 : Anatomi normal dari tulang alveolar

2    

Mekanisme pembentukan dan destruksi tulang

Osteoblas adalah sel utama yang membentuk matriks tulang, yang diikuti

dengan kalsifikasi. Awalnya, matriks yang belum terkalsifikasi, disebut osteoid,

dibentuk dan dimineralisasi karena adanya deposisi kristal hidroksiapatit.

Destruksi tulang pada penyakit periodontal terjadi karena faktor lokal dan

sistemik.

Destruksi tulang pada penyakit periodontal tidak terjadi karena nekrosis

tulang, tetapi karena adanya keterlibatan aktivitas sel pada tulang yang masih

hidup. Nekrosis jaringan dan tulang yang terjadi akan terlihat pada dinding

jaringan lunak dari poket periodontal, bukan pada batas resorbsi dari tulang di

bawahnya.

Sel yang diperlukan untuk resorpsi tulang adalah osteoblas dan osteoklas.

Stimulasi proses resorpsi tulang terdapat pada tabel 24.1

Tabel 24.1 Stimulasi dari resorpsi tulang

Sitokin Sumber Fungsi

Interleukin

(IL)-1

Makrofag

Fibroblas

Monosit, sel

epitel

Aktivasi osteoklas

Meningkatkan marginasi polimorfonuklear

leukosit (PMNL)

Meningkatkan sintesis prostaglandin (PGE2)

melalui fibroblas

Meningkatkan produksi dan pelepasan IL-6

Meningkatkan produksi alfa – faktor nekrosis

tumor (TNF)

IL-6 Makrofag

Fibroblas

Sel epitel

Meningkatkan sintesis protein fase akut

Meningkatkan resorpsi tulang

Meningkatkan differensiasi sel-B dan

produksi Ig

Meningkatkan aktivasi sel-T

Parathormon

(PTH)

Sel utama dari

kelenjar

paratiroid

Meningkatkan resorpsi tulang

Meningkatkan tingkat kalsium darah

Stimulasi sintesis osteoklas secara tidak

3    

langsung

Meningkatkan produksi IL-6 melalui

osteoblas, dan differensiasi osteoklas

PGE2 Diaktivasi

makrofag

Monosit

OMNLs

Sel mast, sel

epitel

Meningkatkan permeabilitas pembuluh darah

Meningkatkan vasodilatasi

Meningkatkan kemotaksis PMNL

Stimulasi resorpsi tulang

Reseptor

activator of

nuclear factor

kappa-B

(RANK)

Reseptor yang

berada pada

permukaan

osteoklas

Mendorong differensiasi osteoklas

Reseptor

activator of

nuclear factor

kappa-B

ligand

(RANKL)

Osteoblas

Limfosit T

Fibroblas

Monosit

Sel epitel

Mendoorng differensiasi osteoklas

Vitamin D

INF-α

Dan Meningkatkan osteoklas dan aktivitas

kolagenase

Osteoprotegrin Disekresi oleh

osteoblas dalam

merespon

vitamin D dan

bone

morphogenic

protein 2

(BMP2)

Menghalangi/memblok pembentukan

osteoklas

Kalsitonin Sel

parafolikular

Menurunkan resorpsi tulang

Menurunkan tingkat kalsium darah

4    

dari kelenjar

tiroid

Estrogen Sel folikular

dari ovarium

Menghambat differensiasi osteoklas

Mendukung differensiasi osteoblas

Androgen Testis pada

laki-laki

Ovarium pada

wanita

Stimulasi diffrensiasi osteoblas dan

pembentukan tulang

Menghambat differensiasi osteoklas dan

mendukung apoptosis

Faktor lokal

Faktor lokal dapat berupa:

- Inflamasi gingiva kronis

- Trauma karena oklusi

- Kombinasi keduanya

Peran inflamasi gingiva kronik Inflamasi gingiva kronis adalah penyebab yang umumnya terjadi pada

destruksi tulang penyakit periodontal. Inflamasi menyebar dari gingiva ke

jaringan yang lebih dalam melalui dua jalur (menandakan adanya transisi dari

gingivitis menjadi periodontitis).

Transisi dari gingivitis ke periodontitis berhubungan dengan kandungan

plak bakteri atau ketahanan dari host. Lesi terjadi karena bakteri patogen dan

infiltrasi sel inflamatori. Lesi menjadi lebih progresif dan destruktif dengan

adanya konversi dari lesi limfosit-T menjadi limfosit-B.

Perjalanan penyebaran inflamasi Interproksimal

a. Dari gingiva à tulang à ligamen periodontal

b. Dari gingiva à ligamen periodontal

(jarang terjadi; biasanya pada trauma karena oklusi)

Fasial dan lingual

a. Dari gingiva di luar periosteum à menuju ke tulang

5    

b. Dari gingiva à menuju ke ligament periodontal

Saat inflamasi dari gingiva mencapai tulang, inflamasi akan menyebar ke

sumsum tulang dan kemudian diisi oleh leukosit dan cairan eksudat, pembuluh

darah baru dan fibroblast yang berproliferasi. Osteoklas multinuklear dan fagosit

mononuklear bertambah banyak dan permukaan tulang dilapisi dengan lakuna

berbentuk kerucut yang meresorpsi. Pada sumsum tulang, resorpsi berlanjut dan

menyebabkan penipisan awal dari tulang trabekula yang mengelilingi dan

pembesaran dari sumsum tulang, diikuti dengan destruksi tulang dan pengurangan

tinggi tulang. Di sekitar daerah yang resorpsi, tulang sumsum berlemak akan

diganti sebagian atau seluruhnya menjadi sumsum tulang fibrous. Singkatnya,

perubahan pada tulang ditunjukkan pada gambar 24.2.

Gambar 24.2 Perubahan tulang selama inflamasi gingiva

In)lamasi  gingiva  

Daerah  sum-­‐sum  tulang  

Diisi  oleh  leukosit  dan  cairan  eksudat,  pembuluh  darah  baru  dan  )ibroblast  yang  berproliferasi  

Meningkatkan  osteoklas  dan  sel  mononuklear  

Penipisan  tulang  trabekula  dan  pembesaran  sum-­‐sum  tulang  

Dekstruksi  tulang  dan  berkurangnya  tinggi  tulang  

Pengantian  sum-­‐sum  tulang  berlemak  dengan  )ibrous  di  sekitar  daerah  resorpsi  

6    

Berikut adalah kemungkinan perjalanan dimana destruksi tulang terjadi

karena perluasan inflamasi gingiva (Hausmann):

1. Aksi langsung dari produk plak pada sel progenitor tulang untuk

melepaskan osteoklas.

2. Produk plak yang langsung beraksi pada tulang dan menghancurkannya

melalui mekanisme non selular.

3. Produk plak menstimulasi sel gingiva untuk melepaskan mediator, yang

kemudian menyebabkan sel progenitor berdiferensiasi menjadi osteoklas

4. Stimulasi sel gingiva untuk melepaskan agen yang mendestruksi tulang

melalui proses kimia langsung tanpa osteoklas.

5. Produk plak berperan sebagai kofaktor pada resorpsi tulang

Terdapat hipotesa yang menyatakan dua jenis sel yang berperan dalam

resorpsi tulang:

1. Osteoklas: membuang bagian mineral tulang

2. Sel mononuclear: berperan dalam degradasi matriks organic.

Keduanya ditemukan dekat dengan tulang yang teresorpsi

Destruksi tulang karena trauma dari oklusi

Trauma karena oklusi tanpa adanya inflamasi dapat menyebabkan

perubahan berikut:

1. Peningkatan penekanan dan tarikan dari ligamen periodontal

2. Peningkatan osteoklas dari tulang alveolar dan nekrosis ligamen

periodontal

Perubahan yang terjadi bersifat reversible, jika gaya dihilangkan. Namun,

trauma karena oklusi yang terus-menerus akan menyebabkan cacat tulang

berbentuk

funnel.

Urutan resorpsi tulang dikategorikan menjadi tiga fase utama (gambar

24.3).

7    

Gambar 24.3: Urutan resorpsi tulang

Fase pertama

Berbagai percobaan telah menyatakan bahwa keberadaan osteoblas dan

osteoklas diperlukan untuk resorpsi tulang. Faktor sistemik dan lokal yang

resorpsi tulang menstimulasi produksi osteoblas. Osteoblas terlibat dengan

regulasi fungsi osteoklas mealui beberapa tingkat:

1. Faktor lokal

a. Prostaglandin

b. Leukotrien

c. sitokin

2. Faktor sistemik

Faktor  lokal  dan  sistemik  

Pembentukan  osteoblas  

Aktivasi  osteoklas  

Pengikatan  osteonlas-­‐osteoklas  

Perlekatan  osteoklas  pada  permukaan  tulang  yang  termineralisasi  

Pembentukan  lingkungan  yang  asam  melalui  aksi  proton  pump,  yang  demineralisasi  tulang  dan  matriks  organik  

Degradasi  matriks  organik  

Resorpsi  matriks  tulang  yang  termineralisasi  melalui  ion  mineral  dalam  osteoklas  

8    

a. Parathormon (PTH)

b. Vitamin D3

Fase kedua Osteoblas yang distimulasi oleh faktor ini menyebabkan terjadinya respon

melalui serangkaian sistem pembawa pesan kedua. Sebagai respon terhadap

stimulus ini, osteoblas mensekresi faktor yang mempersiapkan tulang untuk

resorpsi osteoklas dan juga merangsang perkembangan osteoklas.

Produksi osteoklas melibatkan pembentukan sel precursor dari sel induk di

tulang sumsum (gambar 24.4). Sel prekurosor ini bermigrasi ke permukaan tulang

dan menjadi preosteoklas sampai mereka menerima stimulus tertentu. Osteoblas

merangsang pembentukan osteklas melalui sekresi sitokin dan kontak sel ke sel.

Osteoblas dan sel lain seperti limfosit dan makrofag mensekresi faktor

pertumbuhan seperti limfosit dan faktor perangsang koloni monosit (GMCSF) dan

faktor stimulasi makrofag (M-CSF) dan makrofag IL-6 (tabel 24.2). Semua ini

bersamaan dengan IL-3 akan merangsang perkembangan sel precursor di sumsum

(gambar 24.5). Perkembangan osteoklas dikendalikan oleh sel stromal melalui

raktivator reseptor dari faktor nuclear kappa-B (RANK)/RANKL/aksis

osteoprotegrin (OPG). RANK berada pada osteoklas dan diaktivasi oleh ikatan

nya dengan RANKL, yang merupakan sel permukaan protein pada osteoblas,

sedangkan OPG adalah reseptor umpan dan penghambat alami pada resorpsi

tulang (gambar 24.6). Sitokin ini penting pada terjadinya regulasi proses

remodeling tulang; adanya ketidakseimbangan pada ekpresi sitokin ini akan

meneybabkan terjadinya perubahan dari fisiologis menjadi resorpsi atau

pembentukan tulang. RANKL dari limfosit dan makrofag merangsang diferensiasi

dan maturasi preosteoklas menjadi osteoklas yang bekerja.

Tabel 24.2 Faktor host dan bakteri yang terlibat dalam resorpsi tulang

Fa ktor host Faktor bakteri

Mediator inflamasi:

• Prostaglandin, contoh PGE2

• Leukotrien

• Heparin

• Lipopolisakarida (LPS)

• Asam lipoteichoic

• Kapsul dan permukaan yang

berhubungan dengan material

9    

• Thrombin

• Bradikinin

• Peptidoglikan

• Muramil dipeptida

• Lipoprotein Sitokin:

• Interleukin – 1

• Interleukin – 6

• Faktor nekrosis tumor (TNF)

• Pengubahan faktor pertumbuhan – β

• Platelet – berasal dari faktor

pertumbuhan

Osteoblas yang terangsang mensekresi protein yang disebut faktor

aktivasi, yang dapat mengaktivasi osteoklas matang. Osteonlas yang terangsang

juga mensekresi prokolagenase dan activator plasminogen (gambar 24.7).

Kativator plasminogen merubah plamin dari plasminogen, yang kemudian

mengaktifkan prokolagenase, yang berperan dalam penyingkiran tulang yang

tidak termineralisasi yang melapisi permukaan tulang untuk resorpsi osteoklas.

Fase ketiga Resorpsi osteoklas terjadi dalam dua tahap:

- Tahap I: Pelarutan fase mineral

- Tahap II: Desolusi matriks organic

Proses pada dua tahap ini terjadi ekstraselular. Preosteklas menyebar dan

bersatu dengan osteolas multinukelasi; kemudian menyebar pada permukaan

tulang sebelum resorpsi. Daerah resorpsi ditentukan dibawah batas yang tidak

jelas pada osteoklas, yang merupakan daerah spesifik tertenu dari sitoplasma yang

mengelilingi membran plasma (podosom). Podosom ini melekat langsung ada

permukaan tulang untuk dihancurkan (gambar 24.8).

Tahap I: Pelarutan kandungan mineral

10    

Pelarutan terjadi karena sekresi asam dari sistem transportasi ion hidrogen

elektrogen. pH intraseluler diatur anhydrase karbon, yang berjumlah banyak pada

sitoplasma osteoklas. Pada saat terjadi interaksi, ion hidrogen dilepaskan ke

kompartemen ekstraselular lisosom dan melarutkan mineral dan menyingkap

matriks organik.

Tahap II: Pemutusan/ degradasi matriks organik demineralisasi

Osteoklas juga memproduksi spesies oksigen reaktif (ROS), yang berperan

pada demineralisasi patologis tulang saat terjadinyapenyakit. Ion hidrogen yang

telah dilepaskan pada kompartemen ekstraseluler bersamaan dengan ROS,

membentuk pH yang sesuai dengan aktivitas enzim sistein protease lisosom.

Protease sistein terlibat pada produksi katepsin B, L, dan K yang dapat

mendegradasi kolagen dan proteoglikan. Namun, belakangan ini ditemukan

bahwa degradasi matriks organi melibatkan produksi dari sistein dan

metalloproteinase.

Aksi sistein proteinase: berperan oada degradasi proteoglikan dari matriks tulang

dan menyerang bagian akhir heliks dan non-heliks dari molekul kolagen. Sistein

proteinase juga mengaktifkan metalloproteinase dan proenzim.

Fungsi metalloproteinase: Saat pH meningkat, metalloproteinase berfungsi dan

kemudian menyerang bagian heliks dari molekul kolagen yang tersisa

Faktor sistemik

Faktor lokal dan sistemik mengatur keseimbangan fisiologis tulang. Ketika

terdapat kecenderungan yang mengarah pada terjadinya resorpsi tulang,

kehilangan tulang diawali dengan adanya proses inflamasi lokal yang meningkat.

Pengaruh sistemik ini terhadap respon tulang alveolar merupakan konsep faktor

tulang pada penyakit periodontal. Belakangan ini, banyak studi berfokus pada

kemungkinan adanya hubungan antara kehilangan tulang periodontal dengan

osteoporosis. Osteoporosis adalah kondisi fisiologis pada wani post-menopause

yang menyebabkan kehilangan mineral tulang dan perubahan mikrostruktur

11    

tulang. Kehilangan tulang periodontal juga dapat terjadi pada gangguan skeletal

yang lain (seperti: hiperparatiroitisme, leukemia, dll) melalui mekanisme yang

dapat berhubungan dengan destruksi tulang periodontal pada umumnya.

Agen farmakologi dan resorpsi tulang Agen farmakologi termasuk prostaglandin dan prekursornya sera faktor

aktivasi osteoklas terdapat saat inflamasi gingiva. Komplemen juga dapat

menyebabkan resorpsi tulang dengan merangsang terjadinya sintesa

prostaglandin. Prostaglandin disintesa oleh precursor asam lemak seperti asam

arakidonat dan dikendalikan oleh jalur sikooksigenase. Flubiprofen (NSAID)

adalah penghambat yang efektif terhadap jalur sikooksigenase metabolisme asam

arakidonat yang dapat memperlambat laju kehilangan tulang

Aksi Radius

Beberapa penulis menyatakan, faktor lokal resorpsi tulang yang terdapat

pada permukaan tulang berdekatan dapat mengakibatkan terjadinya aksi yang

sama. Berdasarkan pengukuran Waerhaug, dinyatakan bahwa adanya kisaran 1.5-

2.5 mm plak bakteri yang efektif dapat menyebabkan terjadinya kehilangan

tulang, diluar dari 2.5 mm tidak memiliki efek. Cacat angular interproksimal

dapat terjadinya hanya dengan adanya ruang lebih dari 2.5 mm, karena ruang yang

lebih kecil telah hancur seluruhnya. Cacat luas yang melebihi 2.5 mm dapat

terlihat pada kondisi tertentu, seperti periodontitis juvenile lokalisata dan

sindroma Papillon-Lefevre, yang terjadi karena adanya bakteri pada jaringan.

Tingkat kehilangan tulang

Loe dkk. menemukan bahwa tingkat kehilangan tulang rata-rata adanya

sekitar 0.2 per tahun untuk permukaan fasial dan sekitar 0.3 untuk permukaan

proksimal, pada penyakit periodontal tidak dirawat.

Periode Destruksi

Destruksi periodontal terjadi sewaktu-waktu dan intermiten yang ditandai

dengan masa aktif dan eksaserbasi yang diikuti dengan periode remisi dan tidak

12    

aktif. Destruksi ini menyebabkan hilangnya kolagen dan tulang alveolar, sehingga

poket periodontal bertambah dalam.

Penyebab terjadinya pola destruksi belum dimerngerti secara keseluruhan,

tetapi teori di bawah ini dapat menjelaskan:

1. Munculnya aktivitas berhubungan dengan ulserasi subgingival dan

reaksi inflamasi akut yang menyebabkan kehilangan tulang alveolar.

2. Munculnya aktivitas bersamaan dengan lesi limfosit-T ke lesi limfosit-

B inflitrasi sel plasma.

3. Masa eksaserbasi berhubungan dengan peningkatan floragram negatif

poket anaerobic yang tidak terikat, motile, dan masa remisi bersamaan dengan

pembentukan flora gram-positif padat, tidak terikat dan non-motile.

4. Adanya antibodi.

Faktor penentu morfologi tulang pada penyakit periodontal

Variasi Normal tulang alveolar

Variasi normal tulang alveolar dapat mempengaruhi kontur tulang yang

disebabkan penyakit periodontal. Bagian antomi yang dapat mempengaruhi pola

kerusakan tulang pada penyakit periodontal adalah sebagai berikut:

1. Ketebalan, lebar dan angulasi puncah septa interdental

2. Ketebalan fasial dan lingual plat alveolar.

3. Adanya fenestrasi dan dehisiensi.

4. Peningkatan ketebalan tepi tulang alveolar untuk mengakomodasi

fungsi fungsional.

5. Susunan gigi, anatomi akar.

Sebagai contoh, cacat tulang bersudut tidak dapat terjadi pada piring

tulang alveolar fasial dan lingual yang tipis dan memiliki sedikit atau tidak ada

tulang kanselousantara lapisan kortikal luar dan dalam. Dalam hal ini, seluruh

puncak tulang alveolar terdestruksi dan ketinggian tulang berkurang.

Pola kehilangan tulang pada penyakit periodontal

Kehilangan tulang horizontal

13    

Kehilangan tulang horizontal merupakan pola kehilangan tulang yang

paling sering terjadi pada penyakit periodontal. Ketinggian tulang berkuran tetapi

tepi tulang tetap tegak lurus terhadap permukaan gigi. (gambar 24.9).

Gambar 24.9: Ilustrasi radiografi dari kehilangan tulang horizontal

Cacat tulang vertical atau bersudut

Cacat vertical atau bersudut (gambar 24.10 dan 24.11A-D) terjadi dalam

arah oblik, membentuk celah pada tulang di sepanjang akar. Dasar dari cacat

tulang berada pada apical dari tulang sekitar. Di hamper setiap cacat tulang

vertical, terjadi poket infraboni.

Cacat tulang bersudut diklasifikasikan berdasarkan jumlah tulang yang

ada:

1. Cacat tulang satu dinding atau hemiseptal: terdapat satu dinding.

2. Cacat tulang dua dinding: terdapat dua dinding

3. Cacat tulang tiga dinding atau infraboni: terdapat tiga dinding

(umumnya pada permukaan mesial dari molar atas atau bawah).

4. Cacat tulang kombinasi: Jumlah tulang pada bagian apical lebih besar

daripada bagian oklusal. Radiografi dapat membantu melokalisir cacat tulang

14    

vertical, namun yang lebih baik adalah pembedahan untuk melihat cacat tulang

yang terjadi.

Gambar 24.10: Cacat tulang vertikal

Gambar 24.11 A-C : Tipe cacat tulang vertikal

15    

Gambar 24.11 D : Tipe cacat tulang vertikal

Kawah tulang

Kawah tulang ada puncak tulang interdental yang menjadi cekung pada

terjepit oleh dinding fasial dan lingual. Kawah tulang terjadi pada dua per tiga

cacat tulang mandibular, dan dapat didiagnosa dengan probing transgingival.

Hal berikut dapat menyebabkan banyak terjadinya kawah interdental:

1. Daerah interdental lebih mudah terjadi akumulasi plak dan lebih sulit

dibersihkan.

2. Bentuk fasiolingual yang normalnya rata atau cekung pada septum

interdental molar bawah mempermudah terjadinya kawah.

3. Vaskularisasi pada gingiva di tengah puncak tulang dapat menyebabkan

terjadinya jalur inflamasi.

Kontur tulang yang bergelembung Kontur tulang yang bergelembung (Gambar 24.13A dan B) adalah

pembesaran tulang karena eksostosis, adaptasi fungsi atau pembentukan tulang

yang menonjol. Kontur tulang yang bergelembung lebih sering ditemukan pada

maksila daripada mandibula.

16    

Gambar 24.13 A dan B : Exostosis tulang.

Bentuk/arsitektur terbalik Cacat tulang yang terbalik terjadi karena kehilangan tulang interdental,

termasuk bagian fasial dan lingual tanpa kehilangan tulang radicular, sehingga

terjadi pembalikan anatomi normal (lebih sering pada maksila).

Ledges Ledges adalah tepi tulang berbentuk plateau yang terjadi karena resorpsi

tulang yan g menebal.

Keterlibatan furkasi

Keterlibatan furkasi (gambar 24.14) adalah keterlibatan daerah bifurkasi

atau trifurkasi pada gigi berakar jamak karena pernyakit periodontal. Molar

pertama mandibula adalah daerah yang paling sering terjadi dan premolar maksila

adalah yang paling jarang terjadi.

Trauma karena oklusi yang menjadi eiologi keterlibatan furkasi masih

kontroversi; ada yang juga menyatakan adanya proyeksi enalmel ke daerah

furkasi, adanya kanal akseksori pulpa. Diagnosis ditegakkan dengan

menggunakan probe Nabers dan radiografi pada daerah ini dapat membantu,

17    

tetapi dapat dihalangi oleh berbagai faktor seperti angulasi sumber sinar dan

radiopak dari struktur sekitar.

Prevalensi dan distribusi cacat tulang pada periodontitis dewasa sedang

Berbagai klasifikasi pada cacat tulang yaitu:

1. Goldman dan Cohen (1958)

Berdasarkan morfologi, cacat tulang dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Cacat tulang dinding berdinding satu

b. Cacat tulang berdinding dua\Cacat tulang berdinding tiga

c. Cacat tulang kombinasi

2. Glickman (1964) mengklasifikasikan cacat tulang menjadi:

a. Kawat tulang/interdental

b. Cacat tulang hemiseptal

c. Cacat tulang infraboni

d. Kontur tulang bergelembung (lebih sering pada maksila dan merupakan

pembesaran tulang karena eksostosis, pembentukan tulang yang menonjol).

e. Tepi tulang yang tidak konsisten dan ledges (tepi tulang berbentuk

plateau).

3. Prichard (1967) mengembangkan klasifikasi ini dan memasukkan

keterlibatan furkasi, kelainan anatomi dari prosesus alveolar, seperti ledges tepi

yang tebal, eksostosis dan torus, dehisiensi dan fenestrasi.

Terdapat prevalensi yang tinggi pada cacat tulang pada bagian posterior

(karena tulang yang lebih tebal). Tulang yang tipis menyebabkan terjadinya cacat

tulang horizontal. Pada bagian posterior, persentase cacat tulang lebih banyak

pada daerah mandibula. Kawah interdental lebih sering terjadi pada molar dan

hemisepta jarang terjadi.