Bimbingan Proposal Teeer Baruuu

Embed Size (px)

Citation preview

A. JUDUL PENELITIAN Penerapan Model Pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar dalam Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada Siswa Kelas VI SD No. 1 Timuhun Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung Tahun Pelajaran 2011/2012 B. IDENTITAS PENELITI 1. 2.3. 4.

Nama : Luh Putu Kamasanti NIM : 0711031151 Jurusan Fakultas : S1 PGSD : Ilmu Pendidikan

C. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan salah satu indikator kemajuan suatu bangsa. Apabila pemerintah memberikan perhatian yang baik pada sektor pendidikan maka akan dihasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas yang mampu berperan aktif dalam pembangunan nasional. Dalam situasi masyarakat yang selalu berubah, idealnya pendidikan tidak hanya berorientasi pada masa lalu dan masa kini tapi sudah seharusnya merupakan proses yang mengantisipasi dan membicarakan masa depan. Pendidikan hendaknya memikirkan jauh ke depan dan memikirkan apa yang dihadapi oleh peserta didik di masa yang akan datang. Memperhatikan tujuan pendidikan di jenjang sekolah, seyogyanya penyelenggaraan pembelajaran mampu menyiapkan, membina dan membentuk peserta didik yang menguasai pengetahuan, sikap nilai dan kecakapan dasar yang diperlukan dalam kehidupan dimasyarakat. Untuk menunjang tercapainya tujuan tersebut sudah seharusnya proses belajar yang dilaksanakan didukung oleh iklim pembelajaran yang kondusif. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia agar mampu mengaktualisasikan diri dalam kehidupan dimana pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan para siswanya untuk suatu profesi atau jabatan, tapi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari (Trianto, 2007).

1

Pemerintah Indonesia sangat menyadari pentingnya peran pendidikan dalam proses pembangunan nasional. Berbagai upaya dilakukan pemerintah Indonesia untuk memperbaiki sistem pendidikan nasional di antaranya dengan (1) pengalokasian anggaran dana untuk sektor pendidikan sebesar 20% dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Sesuai dengan semangat otonomi daerah maka selanjutnya pada tingkat provinsi dan kabupaten/kotamadya juga diberlakukan pengalokasian anggaran dana untuk sektor pendidikan sebesar 20% dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan (2) Pemberlakuan Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sitem Pendidikan Nasional sebagai penyempurnaan dari UndangUndang No. 2 1989. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Pasal 3 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tercantum bahwa : Pendidikan Nasioanal berfungsi mengembangkan kemampuan dan bentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab (UU RI No. 20 Tahun 2003 : 4) Berdasarkan pernyataan tersebut, nampak bahwa melalui sektor pendidikan diharapkan terbentuknya Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia berkualitas, yang beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Proses pembelajaran di sekolah adalah merupakan inti dari pelaksanaan pendidikan formal. Pembelajaran adalah salah satu upaya guru dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa, agar siswa dapat menguasai berbagai keterampilan seperti yang telah dirancang dalam kurikulum. Banyak usaha yang telah dilakukan oleh guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Hal ini bertujuan agar siswa dapat menguasai materi pelajaran dengan baik, sehingga hasil belajarnya dapat meningkat. Hal ini dilakukan karena selama ini hasil belajar merupakan hasil pelaksanaan pendidikan di sekolah. Hasil belajar merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui, sehingga dapat mengetahui cara agar dapat meningkatkannya. Secara umum dinginkan agar siswa dapat sukses dalam pendidikannya. Ini berarti bahwa kita memiliki harapan agar dalam menyelesaikan pendidikan di sekolah siswa memiliki hasil2

belajar

baik, tetapi pada kenyataannya masih banyak siswa yang hasil belajarnya kurang Dalam proses pembelajaran guru merupakan salah satu komponen penting. Oleh karena

memuaskan. Hal ini merupakan masalah yang memerlukan upaya perbaikan. itu seorang guru harus memiliki pengetahuan dibidang pengajaran, termasuk ketrampilan proses pembelajaran, karena model pembalajaran merupakan pola yang dapat digunakan untuk menentukan proses belajar, mengajar, merancang materi pembelajaran, dan memandu pembelajaran di kelas. Ketepatan guru dalam proses pembelajaran akan berpengaruh terhadap keberhasilan dan hasil belajar siswa. Rendahnya pencapaian hasil belajar disebabkan salah satunya karena pengajaran masih dipandang sebagai transfer pengetahuan belum dipandang sebagai membangun pengatahuan, keterampilan berproses, dan sikap IPA (Suparno, 1997). Sistem evaluasi yang dilakukan oleh guru mencakup bentuk soal juga sangat mempengaruhi pola belajar siswa. Guru selama ini kurang mempersoalkan kemampuan siswa dalam menyatakan definisi, menganalis makna dari suatu hukum atau prinsip dan tidak menuntut kemampuan memecahkan soal secara bersistem. Namun lebih sering memberikan soal-soal yang menuntut perhitungan matematis sehingga lebih tertarik belajar soal-soal IPA dan penyelesaiannya tanpa belajar hakikat dan konsep IPA (Sarkim, 1998). Kencenderungan yang sering tampak siswa yang memiliki nilai tinggi sekalipun dalam mata pelajaran IPA ternyata tidak menguasai konsep tetapi hanya sekedar menghafal penyelesaian dari soal-soal IPA. Kenyataan ini membuat siswa sering beranggapan bahwa ilmu IPA merupakan ilmu matematika terapan. Muncul anggapan seperti ini disebabkan guru dalam membelajarkan peserta didik kurang memperhatikan proses suatu pembelajaran. Kurangnya pemahaman siswa dalam konsep IPA disekolah tidak terlepas dari keterbatasan guru dalam memilih dan melaksanankan metode balajar yang cocok dan sesuai dengan materi yang diajarkan. Berdasarkan pengamatan pada saat melaksanakan PPL-Awal masih ditemukan pembelajaran pendidikan IPA yang berorientasi secara tradisional yaitu dominasi guru dalam pembelajaran masih terlihat, sehingga menyebabkan siswa lebih berperan dan terlihat pasif serta menunggu sajian dari guru dari pada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang mereka butuhkan. Disamping dominasi guru dalam pembalajaran maupun dari segi pembalajaran, hasil pengamat di kelas VI SD No. 1 Timuhun kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa masih banyak minat belajar siswa yang rendah terhadap mata pelajaran3

IPA. Hal ini ditandai dengan sikap pasif siswa saat mengikuti pembalajaran sehingga pembalajaran IPA tidak menjadi optimal. Guru dalam membelajarkan peserta didik kurang memperhatikan proses berlangsungnya suatu pembelajaran. Pandangan mengenai bagaimana mengemas pendidikan agar dapat meningkatkan kualitas pendidikan, terutama pendidikan IPA hanya dilihat berdasarkan ketuntasan hasil belajar yang dicapai oleh siswa, tanpa memperhatikan tujuan pendidikan yang sebenarnya, dengan kata lain metode pengajaran yang diterapkan masih bersifat konvensional. Jika hal ini terus berlanjut maka akan mengakibatkan ketimbangan siswa dalam proses pembelajaran maupun menghambat perolehan hasil pembelajaran. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi awal dengan Bapak Ketut Sarna, S.Pd yang mengajar IPA di SD No.1 Timuhun diperoleh suatu informasi bahwa guru yang mengajar IPA selalu mendapat kendala dalam mengajarkan siswa khususnya untuk meningkatkan minat siswa dalam pelajaran IPA. Hal ini dikarenakan belum menerapkan suatu model pembelajaran yang tepat untuk menyiasati hal tersebut. Kemudian dari hasil observasi diperoleh bahwa pada saat kegiatan pembelajaran di kelas sebagian anak antusias dalam menerima pembelajaran dan sebagian lagi kurang antusias hal ini terjadi karena karakteristik anak yang beragam. Selain itu, berdasarkan rekapitulasi hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA ada yang mendapat nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Untuk mengatasi masalah tersebut dipandang perlu untuk dicarikan jalan pemecahannya, yaitu dengan menggunakan model pembelajaran yang bersifat konstruktivisme seperti model pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE). Rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA disebabkan karena guru dalam mengajar tidak sesuai dengan hakikat IPA. Selama ini cenderung masih bersifat teoritis saja padahal sebenarnya IPA berorientasi pada produk dan proses. Dalam pembelajaran guru yang membentuk kelompok dan siswa melakukan percobaan serta pengamatan langsung terhadap materi yang dibahas. Pembelajaran IPA terkait dengan fakta dan hal-hal yang terjadi atau dilakukan dalam kegiatan sehari-hari, seperti pada materi gaya, zat padat cair dan gas dan sebagainya dimana materi tersebut memerlukan suatu pengamatan dan percobaan, diperlukan pembelajaran yang bersifat konstruktif seperti model pembembelajaran POE di mana siswa akan membangun pengetehuan mereka sendiri berdasarkan pengalaman langsung yang ditemuinya pada saat pembelajaran. Jika hal ini diterapkan dengan baik maka aktivitas dan hasil belajar siswa akan meningkat.

4

Mengingat pelajaran IPA sangat penting untuk dikuasai siswa maka seorang guru harus berusaha menciptakan suasana atau kondisi belajar yang kondusif sehingga pembalajaran mencapai tujuan secara efektif dan efesien. Guru pendidikan IPA hendaknya tidak lagi mengajar sekedar sebagai kegiatan menyampaikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kepada siswa. Guru hendaknya mengajar untuk membelajarkan siswa dalam konteks belajar bagaimana belajar mencari, menemukan dan meresapkan pengetahuan dan sikap. Dengan mengoptimalkan aktivitas gerak, kreativitas, dan peran siswa diharapkan akan mampu mengembangkan potensi dan kapasitas belajar yang dimiliki, serta potensi sumber belajar yang terdapat disekitarnya. Untuk dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar hendaknya guru dapat membuat siswa merasa senang untuk belajar, membangun pengetahuan yang difikirkan berdasarkan pengalaman langsung siswa itu sendiri. Hendaknya guru dapat menentukan dan memilih model pembelajaran yang dapat membangun pengetahuan siswa melalui proses penyelidikan sehingga menjadikan siswa lebih aktif dan memiliki rasa ingin tau yang tinggi atas hasil penyelidikan yang mereka lakukan sehingga pembelajaran siswa akan dirasakan lebih menarik dan bervariasi. Pembelajaran yang lebih menarik dan bervariasi akan membuat siswa semangat untuk belajar dan tidak bosan mengikuti pembelajaran sehingga diharapkan akan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar. Tujuan terpenting dari pembelajaran adalah pengembangan kemampuan mental sehingga seseorang dapat belajar. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan reorientasi dalam pembelajaran IPA. Para teoritisi dan praktisi pendidikan IPA perlu beralih dari model pembelajaran konvensional menuju model pembelajaran yang berdasarkan atas paradigma konstruktivitis (Sadia dkk, 2004). Hal ini disebabkan pemahaman siswa terhadap konsep IPA secara mendalam memerlukan suatu perubahan pola berfikir dari menerapkan pembelajaran konvensional menuju pembelajaran inovatif. Belajar pada hakikatnya merupakan proses modifikasi gagasan-gagasan yang telah ada pada diri pelajar yang terjadi melalui kontruksi dan elaborasi struktur kognitif atas dasar pengalaman. Oleh karena itu guru harus menciptakan suasana kondusif yang memberikan peluang kepada siswa untuk memanfaatkan pengetahuan awalnya sebagai landasan dalam mempelajari suatu konsep, sehingga terjadi suatu proses belajar bermakna. Reformasi pendidikan tidak hanya cukup dengan mengubah atau merevisi kurikulum tapi juga harus desertai dengan mengubah pola fikir agar proses belajar yang dilaksanakan dapat5

dirasakan menarik oleh semua siswa, maka harus dipilih metode pembelajaran yang tepat Tytler (dalam Wismayani, 2009). Model pembelajaran yang dapat mengeksplorasi pengetahuan awal siswa, serta meningkatkan pemahaman konsep yang nantinya bermuara pada peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa yaitu model pembelajaran yang melibatkan peran aktif siswa dalam melakukan kegiatan belajar mengajar. Salah satu model pembelajaran yang mengacu pada pandangan kontruktivitis tersebut adalah model Predict-Observe-Explain (POE). Model pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) mencakup cara-cara yang dapat ditempuh oleh seorang guru untuk membantu siswa dalam meningkatkan pemahaman konsepnya. Belajar dalam model pembelajaran ini siswa diibaratkan sebagai seorang ilmuan yang diberikan kebebasan untuk mengeksplorasi atau mengembangkan segala ide dan kemampuannya untuk menemukan sendiri pengetahuannya, dimana belajar bermakna hanya terjadi melalui belajar penemuan (discovery learning) yaitu suatu proses dimana siswa dapat melakukan eksplorasi penemuan-penemuan baru yang belum diketahui atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Proses belajar dengan model POE dapat digunakan oleh guru untuk memberikan pengertian yang mendalam pada aktivitas desain belajar dan strategi belajar, di mana start belajar berasal dari sudut pandang siswa bukannnya guru atau ahli Sains (Wah Liew dkk, 2004). Dalam proses belajar menggunakan model POE, siswa dapat mengkonstruksikan pengetahuan baru berdasarkan observasi secara nyata. Menurut Keeratichhamroen (2007) model pembe;ajaran Predict-Observer-Explain (POE) merupakan suatu langkah yang efesien untuk menciptakan diskusi para siswa mengenai konsep ilmu pengetahuan. Srategi ini melibatkan siswa dalam meramalkan suatu fenomena, melakukan observasi melalui demonstrasi atau ekseperimen, dan akhirnya menjelaskan hasil demonstrasi serta ramalan mereka sebelumnya. Dengan cara demikian konsep yang diperoleh siswa akan melekat dalam ingatannya, serta siswa akan memahami apa yamg akan dipelajarinya. Sehingga nantinya siswa akan merasakan proses aktivitas dan hasil belajarnya lebih bermakna, dengan demikian aktivitas dan hasil belajar yang dicapai siswa juga akan meningkat. Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan tersebut dan dalam rangka meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA yang telah dikemukakan di atas, maka penerapan model pembelajaran ini diharapkan mampu meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA siswa, yang akan dikaji lebih jauh dalam penelitian yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran6

Predict-Observe-Explain (POE) untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar dalam Pelajaran IPA Siswa Kelas VI SD No. 1 Tumuhun Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung Tahun Pelajaran 2011/2012.

D. IDENTIFIKASI MASALAH Berdasarkan permasalahan tersebut maka dapat diidentifikasikan enam masalah sebagai berikut.1) Rendahnya aktivitas dan hasil belajar IPA siswa. 2) Rendahnya motivasi belajar siswa terhadap pelajaran IPA.

3) Pembelajaran IPA belum Komunikatif.4) Belum ada kolaborasi antara guru dan peserta didik.

5) Pendekatan yang dilakukan masih konvensional.6) Pendaya gunaan sumber dan media belajar belum optimal.

E. BATASAN MASALAH Untuk menghindari terjadinya bias atau hal-hal yang tidak diinginkan, maka penelitian ini dibatasi pada masalah sebagai berikut.1) Subjek yang digunakan dalam penelitian ini terbatas pada siswa kelas VI SD No.1 Timuhun

Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung tahun pelajaran 2010/2011.2) Penelitian ini hanya terbatas pada upaya untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA

pada siswa kelas VI SD No. 1 Timuhun.3) Variabel terikat dalam penelitian ini adalah aktivitas dan hasil belajar IPA siswa. 4) Variebel bebasnya adalah model pembelajaran, yaitu model pembelajaran Predict-Observe-

Explain (POE). 5) Pengumpulan data menggunakan dua metode yaitu metode observasi dan metode tes.

7

F. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.1. Apakah penerapan pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) dapat meningkatkan

aktivitas belajar dalam pelajaran IPA Kelas VI SD No. 1 Timuhun Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung tahun pelajaran 2011/2012?2. Apakah penerapan pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) dapat meningkatkan

hasil belajar dalam pelajaran IPA Kelas VI SD No. 1 Timuhun Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung tahun pelajaran 2011/2012?

G. TUJUAN PENELITIAN Terkait dengan perumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.1. Untuk mengetahui peningkatan aktivitas pada saat penerapan model pembelajaran

Predict-Observe-Explain (POE) dalam meningkatkan aktivitas belajar IPA kelas VI SD No. 1 Tumuhun.2. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar setelah penerapan model pembelajaran

Predict-Observe-Explain (POE) dalam meningkatkan hasil belajar IPA kelas VI SD No. 1 Timuhun.

H. MANFAAT PENELITIAN

8

Manfaat yang dimaksud adalah kegunaan/kebermaknaan hasil penelitian yang ditemukan baik secara teoritis maupun secara praktis. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu dasar peningkatan wawasan keilmuan dan menjadi salah satu dasar peningkatan kualitas model pembelajaran kearah yang lebih baik dan lebih berperan terhadap hasil belajar siswa.

2. 2.1

Manfaat Praktis Bagi siswa Penerapan model pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) dapat menggali gagasan awal yang dimiliki siswa dan membangkitkan diskusi antara siswa dengan siswa maupun antara siswa dengan guru serta membangkitkan motivasi dan rasa ingin tahu siswa terhadap suatu permasalahan. 2.2 Bagi Guru Informasi hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi serta masukan berharga bagi para guru dalam melakukan upaya meningkatkan kualitas hasil pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) dalam pelajaran IPA dan mata pelajaran lain pada umumnya.2.3

Bagi Kepala Sekolah Hasil penelitian ini daharapkan memberikan masukan kepada kepala sekolah agar guru dalam kegiatan pembelajaran banyak menggunakan model pembelajaran Predict-Observe-explain (POE).

9

I.

KAJIAN PUSTAKA 1. Pengertian IPA IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan mempunyai hubungan yang sangat luas

terkait dengan kehidupan manusia. Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga perkembangan teknologi, karena IPA memiliki upaya untuk membangkitkan minat manusia serta kemampuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pemahaman tentang alam semesta yang mempunyai banyak fakta yang belum terungkap dan masih bersifat rahasia sehingga hasil penemuannya dapat dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan alam yang baru dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, IPA memiliki peran yang sangat penting. Kemajuan IPTEK yang begitu pesat sangat mempengaruhi perkembangan dalam dunia pendidikan terutama pendidikan IPA di Indonesia dan negara-negara maju. Pendidikan IPA telah berkembang di Negara-negara maju dan telah terbukti dengan adanya penemuan-penemuan baru yang terkait dengan teknologi. Pendidikan IPA di Indonesia belum mencapai standar yang diinginkan, padahal untuk memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sains penting dan menjadi tolak ukur kemajuan bangsa. Berdasarkan hasil Human Depelopment Index Rankings (HDI) yang disusun oleh (United Nations Development Programmer) pada tahun 2008, menunjukkan Indonesia berada pada rangking 107 dari 177 negara dan digolongkan kedalam medium human development. Hasil Survey Political and Economic Risk Consultant (PERC) pada tahun 2004 menunjukkan kualitas pendidikan di Indonesia pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia (Al-Jawi, 2006). Berdasarkan hasil survey tersebut menunjukkan bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih perlu ditingkatkan dan tergolong masih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Oleh sebab itu untuk memperbaiki pendidikan IPA diperlukan pembenahan kurikulum dan pengajaran yang tepat dalam pendidikan IPA. Masalah ini juga yang mendasari adanya kurikulum yang di sempurnakan (KYD) yang saat ini sedang di kembangkan di sekolah-sekolah, yaitu KTSP. Ilmu alam (natural science) atau ilmu pengetahuan alam adalah istilah yang digunakan yang merujuk pada rumpun ilmu di mana obyeknya adalah benda-benda alam dengan hukumhukum yang pasti dan umum, berlaku kapan pun dan dimana pun. Ilmu alam mempelajari aspekaspek fisik & nonmanusia tentang Bumi dan alam sekitarnya. Ilmu-ilmu alam membentuk10

landasan bagi ilmu terapan, yang keduanya dibedakan dari ilmu sosial, humaniora, teologi, dan seni. Kepastian tingkat ilmu alam relatif tinggi mengingat obyeknya yang kongkrit, karena hal ini ilmu alam lazim juga disebut ilmu pasti. Di samping penggunaan secara tradisional di atas, saat ini istilah "ilmu alam" kadang digunakan mendekati arti yang lebih cocok dalam pengertian sehari-hari. Dari sudut ini, "ilmu alam" dapat menjadi arti alternatif bagi biologi, terlibat dalam proses-proses biologis, dan dibedakan dari ilmu fisik (terkait dengan hukum-hukum fisika dan kimia yang mendasari alam semesta). IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Permen Diknas Nomor 22 Tahun 2006). IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatuproses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsunguntuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk mencari tahu dan berbuatsehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar adalah program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah pada siswa serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Tujuan IPA secara umum membantu agar siswa memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Memiliki keterampilan untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar maupun menerapkan berbagai konsep IPA untuk menjelaskan gejala-gejala alam yang harus dibuktikan kebenarannya di laboratorium, dengan demikian IPA tidak saja sebagai produk tetapi juga sebagai proses.

11

Pendidikan IPA merupakan disiplin ilmu yang didalamnya terkait dengan ilmu pendidikan dan IPA itu sendiri. Sebelum mengetahui lebih jelas mengenai pendidikan IPA serta ruang lingkupnya, Ada tiga hal yang berkaitan dengan sasaran IPA di Sekolah Dasar, yaitu: (1) IPA tidak semata berorientasi kepada hasil tetapi juga proses. (2) Sasaran pembelajaran IPA harus utuh menyeluruh dan (3) pembelajaran IPA akan lebih berarti apabila dilakukan secara berkesinambungan dan melibatkan siswa secara aktif. Tujuan pelajaran IPA menurut Permen Diknas Nomor 22 Tahun 2006 yaitu: a. Meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkankeberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaanNya. b. Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap adanyahubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. d. Melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi. e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam. f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. g. Meningkatkan pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. 2. Paham Konstruktivis dalam Pembelajaran Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis diungkapkan karena model pembelajaran Predict-Observe-Eksplain (POE) merupakan suatu inovasi pembelajaran yang menggunakan paham kontruktivis. Pandangan konstruktivisme tentang pengetahuan menyatakan bahwa pengetahuan dibangun dalam fikiran siswa, dimana siswalah yang aktif secara mental dalam pembentukan pengetahuan tersebut. Makna yang dibangun dalam pembentukan proses pengetahuan pada masing-masing individu berbeda bergantung dari struktur kognitif yang telah12

dimiliki pembelajar sebelumnya. Struktur kognitif yang telah dimiliki pebelajar sebelumnya disebut prior knowledge (pengetahuan awal). Dimana, konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) siswa sendiri. Pengetahuan bukan tiruan dari realitas, bukan jaga gambaran dari dunia kenyataan, yang ada. Pengetahuan juga merupakan hasil dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut. Menurut Nur (dalam Trianto, 2007) dalam teori konstruktivis satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan pada siswa, namun siswa harus membangun pengetahuannya sendiri di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberikan kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri. Berdasarkan pandangan tersebut maka dalam proses pembelajaran perlu diadakan inovasi pembelajaran. Belajar lebih diarahkan pada exsperimental learning yang merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit dilaboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Seting pembelajaran konstruktivistik yang mendorong konstruksi pengetahuan secara aktif memiliki beberapa ciri (Santyasa, 2005): (1) menyampaikan peluang kepada siswa belajar dari tujuan yang ditetapkan dan mengembangkan ide-ide secara lebih luas; (2) mendukung kemandirian siswa belajar dan berdiskusi, membuat hubungan merumuskan kembali ide-ide, dan menarik kesimpulan sendiri; (3) sharing dengan siswa mengenai pentingnya pesan bahwa dunia adalah tempat yang kompleks dimana terdapat pandangan yang multi dan kebenaran sering merupakan hasil interprestasi; dan (4) menempatkan pelajaran berpusat pada siswa dan penilaian yang mempu mencerminkan berfikir divergen siswa. Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu; (1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam konteks yang relevan, (2) mengutamakan proses, menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman sosial, pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman. Tingkat pengetahuan awal siswa sering memberikan indikasi mengenai hasil belajar yang akan diperoleh siswa. Serta proses belajar siswa yang berkaitan dengan lingkungan dan demonstrasi akan memberikan hasil belajar yang akan lebih besar (Randler dkk, 2008). Bentuk pembelajaran yang ideal menurut filsafat konstruktivisme adalah pembelajaran siswa yang aktif13

dan kritis (Dogru dkk, 2007). pengetahuan dan pengertian dikonstruksikan bila seseorang terlibat secara aktif percobaan-percobaan dan pengalaman. Dalam konteks sekolah, pengetahuan yang telah diperoleh siswa dalam proses pembelajaran merupakan hasil bentukan siswa sendiri bukan bentukan gurunya. Menurut Piaget (dalam Trianto, 2007) pembelajar dapat mengingat, memahami dan memberikan respons kepada stimulus diakibatkan karena bekerjanya skemata (pengetahuan yang telah dimiliki). Jadi dalam mengajar, pengetahuan tidak dapat dipindahkan secara untuh dari pikiran guru ke pikiran siswa. Mengajar merupakan suatu proses negosiasi antara pengetahuan yang dimiliki siswa dengan informasi yang diberikan oleh guru. Semakin banyak skemata yang dimiliki oleh siswa maka penalaran siswa akan lebih baik. Ini berarti, semakin tinggi pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa maka semakin mudah siswa tersebut mengkontruksikan pengetahuan yang berkaitan dengan pengetahuan awalnya. Peran guru dalam lingkungan belajar yang bersifat kontruktivis adalah yaitu: (1) menerima dan menghormati pendapat para siswa, serta memberikan kebebasan pada siswa untuk berpendapat, (2) guru memberikan pertanyaan dan memberikan cukup waktu kepada siswa untuk membahasnya, (3) didukung oleh pemikiran tingkat tinggi, guru memberikan siswa untuk menemukan fakta melalui pengalaman mereka sendiri, (4) para siswa selalu melakukan diskusi baik itu bersama teman sekelasnya ataupun bersama guru yang bersangkutan, (5) siswa hendaknya selalu tertantang untuk menguji hipotesisnya dan guru memberikan peluang untuk menguji hipotesisnya, (6) data yang diperoleh siswa akan dijadikan dasar dalam membangun sebuah konsep, (7) guru selalu menerapkan strategi pendidikan untuk mendorong siswa berfikir dan meneliti. Dalam belajar, siswa sendirilah yang harus mengkonstruksikan pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungan belajar, yang diseting oleh guru sebagai fasilitator. Teori yang dikembangkan ini mengandung dua prinsip penting dari makna belajar, yaitu (1) belajar adalah proses konstruktif bukan proses menerima (receptive process) dan (2) belajar dipengaruhi oleh proses interaksi sosial dan sifat konstektual dari materi pelajaran. Teori ini mengisyaratkan bahwa dalam pembelajaran terdapat proses konstruksi pengetahuan oleh siswa, terjadi interaksi sosial baik antara siswa maupun antara siswa dengan guru serta bahan pelajaran yang dipelajari siswa haruslah bersifat kontekstual. Siswa yang satu dengan yang lain akan memiliki konsep yang berbeda mengenai suatu permasalahan yang ditemuinya. Ketika siswa menerima suatu konsep baru, maka ada dua kemungkinan yang terjadi yaitu, 1) konsep baru tidak bertentangan14

dengan konsep lama, sehingga siswa mudah untuk memahami konsep baru tersebut, 2) konsep baru bertentangan dengan konsep lama sehingga terbentuk konflik pada siswa untuk menerima konsep baru tersebut. Demikian pula dalam menyelesaikan suatu permasalahan antara siswa yang satu dengan siswa yang lain akan mengkonstruksikan pengetahuannya dengan cara yang berbeda. Dalam hal ini guru dituntut memperhatikan kondisi-kondisi tersebut untuk memonitor status konsep yang dimiliki siswa.

3. Model Pembelajaran Predict-Observe-Eksplain (POE)

3.1 Pengertian dan Karakteristik Model Pembelajaran POE Model pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) merupakan salah satu model pembelajaran yang mengeksplorasi pengetahuan awal siswa dalam memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan secara aktif dalam proses belajar. POE pertama kali diperkenalkan White dan Gunstone pada tahun 1995 dalam bukunya Probing Understanding (dalam Keeratichamroen, 2007). POE dinyatakan sebagai strategi yang efesien untuk memperoleh dan meningkatkan konsepsi sains peserta didik. Strategi ini mensyaratkan prediksi peserta didik atas prediksinya, lalu peserta didik melakukan eksperimen untuk mencari tahu kecocokan prediksinya, dan akhirnya peserta didik menjelaskan kecocokan atau ketidakcocokan antara hasil pengamatan dengan prediksinya. POE dapat membantu peserta didik mengeksplorasi dan meneguhkan gagasannya, khususnya pada tahap prediksi dan pemberian alasan. Tahap observasi dapat memberikan situasi konflik pada peserta didik berkenaan pada prediksi awalnya, tahap ini memungkinkan terjadinya rekontruksi dan revisi gagasan awal. Model ini mirip dengan model belajar induktif. Model belajar induktif memiliki tiga asumsi tentang proses berpikir yaitu: a. Berpikir tidak bisa diajarkan, mengajar berarti membantu peserta didik, melalui kegiatan praktek, untuk mengembangkan kemampuan berfikir induktifnya. b. Berpikir adalah proses transaksi antara data dengan dirinya, ini berarti peserta didik mengelola sendiri data ke dalam sistem konseptualnya, menghubungkan dua data atau lebih, memprediksi gejala, menjelaskan fenomena, dan menarik kesimpulan, guru berposisi sebagai fasilitator saja. c. Proses berpikir dikembangkan oleh urutan-urutan yang taat azas, dan bukan oleh pemikiran spontan yang berubah-ubah.

15

Disamping itu model pembelajaran POE mengacu pada filsafat konstruktivis, dimana siswa akan membangun pengetahuan difikirannya sendiri berdasarkan pengalaman langsung yang ditemuinya pada saat pembelajaran. Selama pembelajaran dengan model ini siswa didukung untuk membangun pengetahuan mereka sendiri melalui proses penyelidikan. Menerut White dan Gunstone (dalam Keeratichamroen, 2007) model pembelajaran Predict-ObserveExplain (POE) merupakan suatu model yang efesien untuk menciptakan diskusi para siswa mengenai konsep ilmu pengetahuan. Model pembelajaran ini melibatkan siswa dalam meramalkan suatu fenomena, melakukan observasi melalui demonstrasi, dan akhirnya menjelaskan hasil demonstrasi dan ramalan mereka sebelumnya. Terdapat beberapa alasan dalam pembelajaran mengapa digunakan model pembelajaran POE tersebut antara lain: (1) siswa merasa senang untuk melaksanakannya, hal ini disebabkan dalam kegiatan belajar siswa tidak hanya terbatas mendengarkan apa yang diberikan oleh guru, namun turut berperan aktif dalam kegiatan belajar seperti melaksanakan demonstrasi seperti terkait materi yang dibahas, (2) siswa dapat memberikan contoh dari sebuah konsep abstrak yang diberikan, yaitu kemempuan siswa akan berkembang dalam mengaitkan materi yang akan dibahas dengan dunia nyata, (3) penerapan model ini dapat menarik perhatian siswa untuk mengikuti pelajaran, karena pembelajaran yang dilalui siswa akan dirasakan lebih menarik dan bervariasi. 3.2 Tahapan-Tahapan Model Pembelajaran POE Tahapan pembelajaran POE terdiri atas tiga bagian, pertama predict, kemudian observe, dan yang terakhir adalah explain. Berikut ini akan dijelaskan masing-masing tahapan dari pembelajaran POE yaitu sebagai berikut. Tahap Predict (Meramalkan) Pada tahap ini siswa akan meramalkan suatu permasalahan yang diberikan oleh guru, menuliskan alasan tersebut beserta alasannya permasalahan yang diberikan berlaku untuk semua anggota kelas. Siswa menyusun hipotesisnya berdasarkan pengetahuan awal yang mereka miliki dan berdasarkan buku-buku sumber yang mereka baca terkait dengan fenomena yang harus dipecahkan oleh siswa.2.

1.

Tahap Obeserve (Mengamati) Pada tahap ini guru memberikan waktu kepada siswa untuk melaksanakan percobaan atau demonstrasi terkait permasalahan yang harus dibahas, untuk membuktikan16

kebenaran dari hipotesis mereka sebelumnya. Sebelum siswa melaksanakan praktikum terlebih dahulu siswa akan membentuk kelompok yang terdiri atas empat sampai lima orang. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam melaksanakan percobaan dan untuk mengefektifkan waktu yang tersedia dalam pelajaran. Kemudian setelah melaksanakan praktikum siswa mencatat apa yang mereka amati, mengaitkan prediksi mereka sebelumnya dengan hasil pengamatan yang mereka peroleh.

3.

Tahap Explain (Menjelaskan) Pada tahap ini siswa diberikan kesempatan untuk menambah ramalan mereka sebelumnya, dengan berdiskusi antara masing-masing anggota kelompok. Kemudian siswa secara acak dari masing-masing kelompok akan ditunjuk untuk menjelaskan atau memberikan interpretasi terhadap permasalahan yang dibahas disertakan dengan hasil pengamatan yang mereka peroleh. Dalam hal ini guru berperan dalam menengahi hasil dikusi kelas siswa. Jika terdapat perbedaan hasil percobaan dengan prediksi siswa sebelumnya, maka diharapkan siswa dapat menyertakan alasan mengapa hal tersebut tidak sesuai dengan teori yang ada. Melalui penyampaian hasil diskusi tersebut, siswa akan mulai membangun konsep baru dalam benaknya. Siswa yang belum mempunyai kesempatan untuk menyampaikan hasil diskusi didepan kelas tetap mengumpulkan hasil diskusinya pada akhir pelajaran. 3.3 Manfaat dan Kelebihan Model Pembelajaran POE Menurut Wah Liew (2004) manfaat model pembelajaran POE adalah sebagai berikut. 1. Model pembelajaran POE dapat digunakan menggali gagasan awal yang dimiliki oleh siswa. 2. Membangkitkan diskusi baik antara siswa dengan siswa maupun antara siswa dengan guru. 3. Memberikan motivasi kepada siswa untuk menyelidiki konsep yang belum dipahami. 4. Membangkitkan rasa ingin tahu siswa terhadap suatu permasalahan.

17

Model pembelajaran POE memiliki beberapa kelebihan yaitu: 1. Merangsang peserta didik untuk lebih kreatif khususnya dalam mengajukan prediksi 2. Dengan melakukan eksperimen untuk menguji prediksinya untuk mengurangi verbalisme. 3. Proses pembelajaran menjadi lebih menarik, sebab peserta didik tidak hanya mendengarkan tetapi juga mengamati peristiwa yang terjadi melalui eksperimen. 4. Dengan cara mengamati secara langsung peserta didik akan memiliki kesempatan untuk membandingkan antara teori (dugaan) dengan kenyataan. Dengan demikian peserta didik akan lebih meyakini kebenaran materi pembelajaran. 3.4 Penilaian yang Dilakukan Dalam Model Pembelajaran POE Penilaian yang dilakukan dengan menggunakan model pembalajaran ini, terjadi selama proses pembelajaran berlangsung, serta tugas yang disetorkan oleh siswa, jadi setiap aktivitas siswa mendapat penghargaan dari guru. Aktivitas guru dan siswa disajikan pada tabel berikut: Aktivitas Guru dan Siswa dalam Model Pembelajaran POE Langkah Pembelajaran Tahap I Meramalkan (Predict) Tahap II Mengamati (Observe) Aktivitas Guru Memberikan apersepsi terkait dengan materi yang akan dibahas. Sebagai fasilitator dan mediator apabila siswa mengalami kesulitan dalam melakukan pembuktian. Memfasilitasi jalannya diskusi apabila siswa mengalami kesulitan. Aktivitas Siswa Memberikan hipotesis berdasarkan permasalahan yang diambil dari pengalaman siswa, ataupun buku panduan yang memuat suatu fenomena terkait materi yang akan dibahas. Mengobservasi dengan melakukan eksperimen atau demonstrasi berdasarkan permasalahan yang dikaji dan mencatat hasil pengamatan untuk direfleksikan satu sama lain. Mendiskusikan fenomena yang telah diamati secara konseptual-matematis, serta membandingkan hasil observasi dengan hipotesis sebelumnya bersama kelompok masing-masing. Mempresentasikan hasil observasi di kelas serta kelompok lain memberikan, tanggapan sehingga diperoleh kesimpulan dari permasalahan yang akan dibahas. (dikutif dari Wah Liew, 2004)18

Tahap III Menjelasakan (Explain)

Dalam konteks sains pengalaman dapat diperoleh melalui proses melakukan sesuatu dan memikirkan sesuatu dalam lingkungannnya. Pengalaman yang dimiliki pebelajar akan menjadi pengetahuan yang berupa gagasan-gagasan awal (prior knowledge). Untuk mengubah pengalaman awal (prior experience) menjadi (prior knowledge) diperlukan proses bimbingan Mardana dkk (dalamWismayani, 2009). Berdasarkan uraian diatas, dalam penelitian ini model pembelajaran POE adalah proses belajar yang berpusat pada pebelajar dan berorientasi pada aktivitas, dimana pengalaman dan pengetahuan awal sebagai starting point untuk belajar. 4. Aktivitas Belajar 4.1 Pengertian Aktivitas Belajar Aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam proses pembelajaran karena di dalam belajar menginginkan adanya perubahan tingkah laku yang melakukan kegiatan atau berbuat untuk mencapai tujuan. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia aktivitas berarti kegiatan atau kesibukan yang dilakukan oleh seseorang. Aktivitas belajar adalah segala macam kegiatan yang dilakukan siswa pada saat proses pembelajaran. Adapun ciri-ciri perilaku siswa yang memiliki keaktifan adalah sebagai berikut. a) Antusiasme siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. b) Terjadi interaksi siswa dengan guru dan siswa dengan siswa. c) Siswa terlibat dan bekerjasama dalam diskusi kelompok. d) Terjadi aktivitas siswa dalam pelaksanaan pembelajaran. e) Siswa berpartisipasi dalam menyimpulkan materi. Asas aktivitas digunakan dalam semua jenis metode pembelajaran, baik pembelajaran dalam kelas maupun pembelajaran di luar kelas. Hamalik, (2006: 171) menyatakan, Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri dan beraktivitas sendiri kepada siswa. Siswa belajar dan beraktivitas sendiri untuk memperoleh pengalaman, pengetahuan, dan tingkah laku lainnya serta mengembangkan19

keterampilannya yang bermakna. Sehingga kegiatan atau aktivitas belajar siswa merupakan dasar untuk mencapai hasil belajar yang lebih optimal.

4.2 Jenis-Jenis Aktivitas Belajar Karena aktivitas belajar itu banyak sekali macamnya, maka para ahli mengadakan klasifikasi atas macam-macam aktivitas belajar tersebut. Paul D. Dierich (dalam Hamalik, 2006:172-173) mengklasifikasikan aktivitas belajar menjadi 8 kelompok, diantaranya yaitu : 1). Kegiatan-kegiatan visual Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain. 2). Kegiatan-kegiatan lisan (oral) Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interaksi. 3). Kegiatan-kegiatan mendengarkan Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio. 4). Kegiatan-kegiatan menulis Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket. 5). Kegiatan-kegiatan menggambar Menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta, dan pola. 6). Kegiatan-kegiatan metrik Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari dan berkebun. 7). Kegiatan-kegiatan mental Merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, faktor-faktor melihat, hubungan-hubungan, dan membuat keputusan.20

8). Kegiatan-kegiatan emosional Minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain. Menurut (Hamalik, 2005: 95) menyatakan bahwa penggunaan asas aktivitas dalam proses pembelajaran memiliki manfaat tertentu, antara lain: a. b. c. d. e. f. Siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri. Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa. Memupuk kerjasama yang harmonis dikalangan para siswa. Siswa belajar dan bekerja berdasarkan minat dan kemampuan sendiri. Memupuk disiplin belajar dan suasana belajar yang demokratis. Pembelajaran dan belajar dilaksanakan secara realistik dan konkrit, sehingga mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindarkan terjadinya verbalisme. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa asas aktivitas dapat dilaksanakan dalam setiap kegiatan tatap muka dalam kelas yang terstruktur, baik dalam bentuk komunikasi langsung maupun kegiatan kelompok kecil, sehingga manfaat yang diperoleh siswa adalah pengalaman langsung, mengembangkan pribadi, memupuk kerjasama, mengembangkan minat dan kemampuan sendiri, memupuk disiplin belajar, mengembangkan kemampuan berpikir kritis, dan suasana belajar menjadi hidup. 4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Belajar Menurut Rusessfendi (dalam Suryani, 2009: 6) pengajaran yang mampu membangkitkan aktivitas belajar adalah pengajaran yang memiliki sifat diantaranya menarik, dapat diikuti anak, dapat memberi kesempata pada anak, terjadi fasilitas yang memadai dan penggunaan metode yang relevan. Berdasarkan hal ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas belajar: a. Motivasi Anak Agar anak bisa aktif dalam belajar maka dalam diri anak terjadi suatu motifasi belajar yang tinggi. b. Tersedianya media/alat peraga Tersedianya alat KIT IPA untuk dapat menciptakan suasana belajar yang menarik. c. Metode/model yang digunakan Metode/model yang digunakan oleh guru juga berpebngruh terhadap timbulnya aktivitas belajar siswa. d. Sikap guru Sikap guru berpengaruh terhadap hasil beajar siswa. Guru berperan sebagai fasilitator dalam menggunakan alat KIT IPA.

21

Selain faktor-faktor yang dikemukakan diatas juga terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas belajar antara lain perhatian dan motivasi belajar, stimulus belajar, respon yang dipelajari, penguasaan dan pemakaian serta penindakan. Dengan kata lain faktor yang mempengaruhi aktivitas belajar adalah, faktor internal, seperti faktor fisiologis dan psikologis serta faktor eksternal yang terdiri atas faktor lingkungan (fisik dan sosial) dan faktor instrumental (kurikulum, sarana dan prasarana, guru, motode/model, serta menejemen. 5. Hasil Belajar5.1 Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar terdiri dari dua suku kata yaitu kata hasil dan belajar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa hasil memiliki pengertian suatu yang diadakan (dibuat dan dijadikan), sedangkan belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku dan keterampialan dengan cara mengolah bahan belajar Mudjiono dan Dimyanti (dalam Suwiwa, 2008: 27). Hasil belajar adalah hasil yang dicapai seseorang dalam kegiatan belajar selama kurun waktu tertentu yang dinyatakan dalam bentuk angka atau nilai (Sunartana dan Nurkancana, 1997: 12). Hasil belajar dapat diukur dengan menggunakan instrument tes yang disusun atau dinyatakan berdasarkan kemampuan yang dapat diobservasi dan mesti dicapai oleh siswa berdasarkan tujuan-tujuan instruksional yang telah ditetapkan sebelumnya, baik menurut aspek isi maupun aspek prilaku (Senduperdana, 2007). Menurut Bloom (dalam Senduperdana, 2007) mengklasifikaasikan hasil belajar menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, psikomotor, sikap. Ranah kognitif menaruh perhatian pada pengembangan kapabilitas dan keterampilan intelektual; ranah psikomotor berkaitan dengan kegiatan-kegiatan manupulatif atau keterampilan motorik; dan ranah sikap berkaitan dengan pengembangan perasaan sikap, nilai, dan emosi. Untuk menghasilkan ketiga ranah hasil belajar tersebut ditentukan atau dipengaruhi oleh faktor internal seperti pengetahuan atau kemampuan awal dari masing-masing kategori hasil belajar yang telah dimiliki siswa, yang berkaitan dengan kapabilitas atau keterampilan yang sedang dipelajari. Bloom mengemukakan bahwa, hasil belajar diklasifikasikan menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor (Nana Sudjana, 2004: 22-23).1) Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek,

yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.22

2) Ranah Afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan,

jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.3) Ranah Psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan

bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Berdasarkan uraian definisi di atas dapat dikemukakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi. 5.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi hasil belajar Menurut Purwanto (dalam Agung, 2005:76) menyatakan bahwa: mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menjadi dua kelompok yaitu: (1) Faktor dalam diri siswa yang terdiri atas faktor fisiologis (kondisi fisik, panca indra) dan faktor psiologis (minat, bakat, kecerdasan, motivasi dan kemampuan kognitif, (2) Faktor dari luar diri yang terdiri dari faktor lingkungan (alam dan sosial) serta faktor instrument (kurikulum, sarana, fasilitas, guru). Pendapat diatas sejalan dengan pendapat Suryosubroto (1995:249) yang menyatakan

bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat digolongkan menjadi dua yakni; faktor luar dan faktor dalam dari siswa. Tabrani Rusyan (1993:32), menyatakan bahwa hasil belajar yang dicapai siswa banyak ditentukan oleh faktor psikologis seperti kecerdasan, motivasi, perhatian, pengindraan, cita-cita peserta didik, kebugaran fisik dan mental serta lingkungan belajar yang menunjang. Hasil belajar juga dipengaruhi oleh dua faktor yaitu: a. Faktor dari luar, yaitu yang terdiri dari faktor lingkungan (faktor alam dan faktor sosial) serta faktor instrumental (kurikulum, program, sasaran, fasilitas dan guru). b. Faktor dari dalam, terdiri dari faktor fisiologis (kondisi fisik dan panca indra) dan faktor fsikologis (minat, bakat, kecerdasan, motivasi, dan keterampilan). Jadi, dapat diuraikan dari kedua pendapat tersebut bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor dari dalam dan luar individu, faktor fsikologis serta lingkungan belajar.

23

5.3

Alat Evaluasi Hasil Belajar

Langkah pertama yang ditempuh oleh guru atau calon pendidik dalam menilai hasil belajar adalah menyusun alat evaluasi. Alat evaluasi hasil belajar ada dua macam, yaitu bentuk objektif dan bentuk subjektif. Bentuk objektif dapat berupa tes benar salah, bentuk pilihan ganda, bentuk tes mencocokan dan bentuk tes isian. Sedangkan bentuk subjektif dapat berupa tes esai. Jadi, bisa disimpulkan bahwa hasil belajar adalah adanya perubahan pada diri siswa akibat dari proses belajar berupa pemahaman pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

J.

HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN Penerapan model pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) dalam pembelajaran IPA

masih tergolong baru, sehingga belum banyak penelitian yang mengungkapkan keunggulan model pempelajaran ini. Akan tetapi secara spesifik, beberapa penelitian terhadap implementasi model pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) dalam pembelajaran IPA secara terpisah adalah sebagai berikut. Penelitian yang dilakukan oleh Wah Liew dkk (2004) yang berjudul The Effectiveness Predict-Observe-Explain (POE) Technique in Diagnosing Students Understanding of Science and Identifying Their Level of Achievement mengungkapkan mengenai pengembangan model Predict-Observe-Explain (POE) pada pemahaman konsep sains siswa, di mana melalui penerapan model pembelajaran ini siswa akan memperoleh pemahaman yang mendalam terhadap konsep IPA yang dipelajari. Penelitian mengenai model pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) juga dilakukan oleh Keeratichamroen, (2007) yang berjudul Using the Predict-Observe-Explain (POE) to Promote studens learning of tapioca bomb And chemical reactions. Dalam penelitian ini diterapkan model pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) dalam bidang kimia, di mana siswa belajar mulai dari memprediksi reaksi kimia yang akan terjadi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa melalui penerapan model pembelajaran Predict-ObserveExplain (POE), siswa dapan mencapai suatu pemahaman konsep berdasarkan apa yang dipelajari. Di samping itu, penelitian ini mengungkapkan bahwa, dengan penerapan model pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE), pengetahuan akan dibangun sendiri oleh siswa berdasarkan pengalaman siswa secara langsung.24

Selain itu, penelitian mengenai model pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) juga dilakukan oleh Wismayani, (2009) yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran POE Terhadap Hasil Belajar Fisika Kelas X Semester Genap SMA N 1 Mengwi Tahun Pelajaran 2008/2009. Penelitian ini di terapkan model pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) dalam bidang fisika, di mana jika pembelajaran yang diterapkan menganut paradigm kontruktivisme akan memberikan peluang yang cukup besar dalam proses pembelajaran fisika yang lebih bermakna dan siswa akan membangun pengetahuannya sendiri melalui proses aktif dalam pembelajaran berdasarkan pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa.K. KERANGKA BERFIKIR

Proses belajar mengajar merupakan interaksi antara dua unsur manusiawi, yakni siswa sebagai pihak belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar, dengan siswa sebagai subjek pokoknya dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan suatu komponen yang mendukung proses tersebut, salah satu proses pendukung proses tersebut adalah model atau metode pembelajaran. IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan mempunyai hubungan yang sangat luas terkait dengan kehidupan manusia. Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga perkembangan Teknologi, karena IPA memiliki upaya untuk membangkitkan minat manusia serta kemampuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pemahaman tentang alam semesta yang mempunyai banyak fakta yang belum terungkap dan masih bersifat rahasia sehingga hasil penemuannya dapat dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan alam yang baru dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu model pembelajaran yang memberikan dominasi siswa dalam proses pembelajaran serta mengacu pada pandangan konstruktivis adalah model pembelajaran PredictObserve-Explain POE. Model pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk berperan aktif dalam kegiatan belajar, yang dimulai dari tahap awal yaitu meramalkan suatu masalah, kemudian melaksanakan observasi terkait ramalan tersebut, hingga menjelaskan hasil observasi yang dilakukan serta ramalan merekan sebelumnya. Tahap-tahapan dari model pembelajaran Predict-ObserveEksplain (POE), sejalan dengan pandangan konstruktivis dimana bersifat student centered,25

memberikan akses kepada peserta didik untuk mengembangkan segala potensinya. Sehingga model pembelajaran ini mampu membantu siswa dalam meningkatkan pemahaman konsep dimana konsep yang semula mengandung miskonsepsi ditransformasi menjadi sebuah konsep ilmiah melalui proses pengamatan dan pembuktian lebih lanjut. Proses pengamatan dan pembuktian akan memecahkan konflik kognitif yang ada pada diri siswa, sehingga pandangan siswa terhadap suatu konsep dapat dirubah. Implikasinya adalah mampu meningkatkan pemahaman diri siswa yang nantinya akan berpengaruh terhadap hasil belajar yang dicapai siswa menjadi lebih baik. Jika digambarkan dalam bentuk diagram, maka kerangka berfikir diatas dapat disajikan sesuai dengan gambar berukut. Siswa sebagai individu yang unik Kontrukstivisme dalam Pembelajaran

L.

Pengetahuan awal M.

Implikasi Dalam Pembelajaran

Pengetahuan Dibangun Dalam Pikiran Pelajar

Model pembelajaran N. POE

O.

Student Centered

Siswa aktif dalam pembelajaran

Pembelajaran bersifat nyata

P. Pemahaman konsep mendalam Q.

Pembelajaran dapat dilakukan diluar kelas

Keberhasilan pembelajaran dilihat dari proses

Hasil belajar yang lebih baik

26

Diagram kerangka berfikir ( Wismayani, 2009) Dengan demikian dapat diduga bahwa, penerapan model pembelajaran Predict-ObserveEksplain (POE) dapat meningkatkan aktivitas dan hasi belajar IPA pada siswa Kelas VI SD No.1 Timuhun tahun pelajaran 2011/2012.

K. HIPOTESIS PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah, landasan teori dan kerangka berfikir yang telah diungkapkan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis yang diuji dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut.1.

Jika penerapan model pembelajaran Predict-Observe-Eksplain (POE) dilaksanakan dengan efektif, maka akan dapat meningkatkan aktivitasl belajar IPA pada siswa kelas VI SD No.1 Timuhun Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung Tahun pelajaran 2011/2012.

2.

Jika penerapan model pembelajaran Predict-Observe-Eksplain (POE) dilaksanakan dengan efektif, maka akan dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas VI SD No.1 Timuhun Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung Tahun pelajaran 2011/2012.

L. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). Susilo (2007:16) menyatakan bahwa:"PTK adalah penelitian tindakan kelas atau sering disebut classroom action research dalam bahasa Inggris, yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas atau di sekolah tempat mengajar dengan penekanan pada penyempuranaan atau peningkatan praktik dan proses dalam pembelajaran." Oja dan Simulyan (dalam Suyanto, 1997:17) membedakan adanya empat bentuk penelitian tindakan yaitu, (1) Peneliti Sebagai Guru, (2) Peneliti Tindakan Kolaboratif, (3)27

Simultan-Terintegrasi, (4) Administrasi Sosial Eksperimental. Penelitian tindakan kelas juga dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dan tindakan-tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukannya itu, serta memperbaiki kondisi dimana prakttik-praktik pembelajaran itu dilakukan (Tim Pelatihan Proyek PGSM, 1999:6). Jadi Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya melalui refleksi diri, dengan tujuan memperbaiki kinerja sebagai guru sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat. 2. Subjek Penelitian dan Tempat Penelitian Siswa di kelas VI dipilih sebagai subjek penelitian karena pada kelas ini ditemukan permasalahan-permasalahan seperti yang diungkapkan dalam latar belakang. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VI SD No. 1 Timuhun Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung tahun palajaran 2010/2011 pada mata pelajaran IPA yang berjumlah 17 orang dengan 9 orang siswa laki-laki dan 8 orang siswa perempuan. 3. Objek Penelitian Objek dari penelitian ini adalah aktivitas dan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA di kelas VI SD No. 1 Timuhun Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung tahun pelajaran 2011/2012.4. Rancangan Penelitian dan Prosedur Penelitian

Penelitian tindakan kelas (PTK) ini direncanakan beberapa siklus, masing-masing siklus terdiri dari 2 kali pertemuan dimulai dari siklus I yang terdiri dari empat tahapan yaitu: (1) tahap perencanaan; (2) tahap pelaksanaan; (3) tahap observasi/evaluasi; dan (4) tahap refleksi (Arikunto, 2006: 16). Adapun gambar alur pelaksanaan penelitian tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

28

RANCANGAN PENELITIAN TINDAKAN

Perencanaan Refleksi SIKLUS I Observasi/ Evaluasi Perencanaan Refleksi SIKLUS II Observasi/ Evaluasi Pelaksanaan Pelaksanaan

?Gambar Rancangan Penelitian Tindakan Kelas (Arikunto, 2006 : 16)

Keterangan gambar: : Alur siklus 1. 2. 3. 4. Rencana Tindakan Pelaksanaan Tindakan Observasi/Evaluasi Refleksi

Dalam penelitian ini kegiatan diawali dengan melakukan observasi dan refleksi awal. Pada observasi dan refleksi awal ini, kegiatan yang dilakukan adalah peneliti menggali29

permasalahan aktual yang dialami siswa tentang kemampuannya dalam mata pelajaran IPA. Permasalahan ini mencakup sebagian siswa kurang antusias dalam kegiatan pembelajaran IPA dan dari siswa ada yang masih mendapatkan nilai di bawah KKM yang ditetapkan sekolah untuk mata pelajaran IPA. Dari permasalahan tersebut dan kondisi yang ditemukan, maka peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran Predict-Observe-Exsplain (POE) dalam pembelajaran mata pelajaran IPA di kelas VI. 1) Siklus I Dalam siklus I dilakukan beberapa langkah antara lain: perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi/evaluasi, serta melakukan refleksi pada akhir siklus. a. Perencanaan Tindakan Rencana tindakan yang dilakukan dalam pembelajaran melalui model pembelajaran akselerasi dengan berbantuan media gambar adalah sebagai berikut.1) Menentukan materi ajar yang akan dikaji. 2) Mensosialisasikan model pembelajaran Predict-Observe-Exsplain (POE)

kepada guru

yang mengajar IPA di kelas VI SD No. 1 Timuhun.3) Mempersiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk siklus I dan menyusun rencana

pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang berorientasi pada model pembelajaran PredictObserve-Exsplain (POE).4) Mempersiapkan instrumen penelitian yang berupa lembar observasi dan tes serta

mempersiapkan media pembelajaran yang diperlukan pada kegiatan pembelajaran. b. Pelaksanaan Tindakan Pada tahap pelaksanaan tindakan ini, praktisi (guru) melaksanakan pembelajaran berdasarkan rencana pembelajaran yang telah disusun pada tahap perencanaan yaitu pembelajaran yang mengacu pada penerapan model pembelajaran Predict-Observe-Exsplain (POE). Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan pada tahap tindakan siklus I ini harus sesuai dengan fase-fase yang ada pada model pembelajaran Predict-Observe-Exsplain (POE). Adapun tindakan yang dilakukan dalam pembelajaran melalui model pembelajaran Predict-Observe-Exsplain (POE) dapat dilihat pada tabel berikut.30

Tabel Langkah-langkah Pembelajaran Melalui Model Pembelajaran Predict-ObserveExsplain (POE).

Langkah Penbelajran Tahap 1 Predict (Meramalkan)

Kegiatan Gurua) Guru menyajikan

Kegiatan Siswa a) Siswa menyimak persoalan yang di sampaikan oleh guru. b) Siswa membuat dugaan kepada fenomena yang akan terjadi.

persoalan IPA.b) Guru menjelaskan

tujuan, alat bahan yang diperlukan, memotivasi siswa agar menduga apa yang akan terjadi terhadap kegiatan yang akan dilakukan guru.a)

Tahap 2 Observe (Mengamati)

Tahap 3 Exsplain (Menjelaskan)

Guru melakukan a) Siswa mengamati kegiatan kegiatan untuk diamati yang dilakukan oleh guru siswa berkaitan dengan dan melakukan eksperimen persoalan yang dibahas. untuk menguji apakah Dan menuntun siswa dugaan mereka benar atau melakukan eksperimen salah. untuk menguji dugaan yang dibuat oleh siswa. a) Siswa diminta a) Siswa menjelaskan apa menjelaskan fenomena yang terjadi dengan apa yang terjadi dengan kegiatan yamg dilakukan. kegiatan yang dilakukan.

c. Observasi/Evaluasi Selama pelaksanaan tindakan, dilaksanakan observasi untuk memperoleh gambaran mengenai kelebihan dan kekurangan yang terjadi di dalam proses pembelajaran yang akan digunakan sebagai pijakan untuk melakukan perbaikan pada proses pembelajaran berikutnya. Evaluasi terhadap hasil belajar dilakukan dengan tes yang telah dilakukan pada akhir siklus I.31

Atas dasar observasi kelas yang dilakukan selama kegiatan siklus I peneliti bersama guru melakukan evaluasi untuk mengetahui seberapa besar keberhasilan tindakan yang dilakukan pada siklus tersebut. d. Refleksi Refleksi ini dilakukan untuk merenungkan dan mengkaji hasil tindakan pada siklus I mengenai aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Berdasarkan hasil observasi/evaluasi selama proses pembelajaran pada siklus I maka selanjutnya dirumuskan lagi tindakan baru sebagai penyempurnaan terhadap tindakan yang telah dilakukan. Tindakan yang dihasilkan melalui kegiatan refleksi pada akhir siklus I ini akan digunakan pada tindakan siklus II. Apabila dalam siklus II belum mencapai tingkat keberhasilan yang diinginkan maka dapat dilanjutkan ke siklus berikutnya yaitu siklus III dengan cara dan tahapan yang sama pada siklus I dan siklus II. 2) Siklus II Kegiatan yang dilakukan pada siklus II ini pada prinsipnya sama dengan kegiatan pada siklus I. Hanya saja, pada siklus ini tindakan yang dilaksanakan adalah berupa tindakan yang merupakan hasil penyempurnaan dari tindakan yang dilaksanakan pada siklus I. Sehingga tindakan pada siklus II pada dasarnya telah mengalami penyempurnaan, dengan demikian diharapkan telah mampu mencapai tujuan yang dicanangkan pada penelitian ini. Dengan kata lain, semua permasalahan yang dirumuskan diatas telah terpecahkan. Pada akhir siklus II ini akan dilakukan suatu refleksi yang merupakan refleksi akhir guna merumuskan hasil dari semua kegiatan yang dilaksanakan dalam penelitian ini.

5.

Instrumen Penelitian Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah aspek aktivitas dan hasil belajar

Bahasa Indonesia terhadap pembelajaran yang dilakukan guru yaitu menerapkan model pembelajaran akselerasi dengan berbantuan media gambar. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini seperti tertera pada tabel 3 berikut.

32

Tabel Instrumen Penelitian Variabel Aktivitas belajar siswa mata pelajaran IPA kelas VI Hasil belajar siswa mata pelajaran IPA 6. Metode Observasi Alat/Instrumen Pedoman Observasi Perangkat Tes Sumber Siswa Sifat Data Interval (skor)

Tes

Siswa

Interval (skor)

Metode Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan dua metode yakni: 1) metode

observasi dan 2) metode tes. Kedua metode tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. 6.1 Metode Observasi Dalam penelitian ini, metode observasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran IPA. Pedoman observasi disusun dengan tujuan untuk memperoleh data mengenai tingkat aktivitas siswa terhadap materi ajar. Tingkat pemahaman terhadap konsep-konsep materi dikumpulkan melalui tugas yang diselesaikan oleh siswa yakni (1) penilaian membuat tugas dengan panduan LKS yang menuntut tugas-tugas siswa (2) penilaian menyusun presentasi di kelas (3) penilaian dalam mengajukan pertanyaan saat diskusi kelas kelas. Adapun lembar observasi tersebut dapat dilihat dibawah ini.

Tabel Pedoman Observasi No Nama Siswa A Kreativitas Aspek Aktivitas B C Antusiasme33

Jumlah D Skor

Kerjasama Keberanian

1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

2 3 4

1

2 3 4

1 2 3 4

1 2 3 4

Dst (dimodifikasi dari Agung, 1997)

a. b. c. d.

Keterangan: A. Kreativitas Kreativitas mengeluarkan ide Kreativitas mengerjakan tugas Kreativitas merangkum Kreativitas memperagakan B. Antusiasme Antusiasme dalam belajar Antusiasme dalam kelompok Antusiasme dalam mengerjakan tugas Antusiasme dalam mencari kesimpulan C. Kerjasama a. Bekerja dengan baik dan benar b. Saling menolong dalam kelompok c. Saling bertanya d. Saling bertukar fikiran D. Keberanian Mengeluarkan pendapat dengan lancar Mengeluarkan pendapat yang dapat dipertanggung jawabkan Mengeluarkan pendapat tanpa dorongan teman Mengeluarkan pendapat tanpa diminta Skor 1 2 3 4 Keterangan Kurang Cukup Aktif Sangat Aktif

6.2 Metode Tes34

Metode tes adalah cara memperoleh data yang berbentuk suatu tugas yang harus dikerjakan oleh seseorang atau kelompok orang yang dites. Dari tes dapat menghasilkan skor yang selanjutnya dibandingkan dengan kriteria tertentu. Sedangkan Saifuddin Azwar (dalam Agung, 2005: 92) menyatakan bahwa: Dilihat dari wujud fisiknya, suatu tes tidak lain dari sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab dan atau yang harus dikerjakan yang akan memberikan informasi mengenai aspek psikologis tertentu berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan atau cara dan hasil subjek dalam melakukan tugas-tugas tersebut. Dari dua pendapat di atas, dapat dinyatakan bahwa metode tes pada hakikatnya merupakan cara pengumpulan data dengan memberikan beberapa pertanyaan atau tugas yang semuanya harus dikerjakan atau dijawab oleh peserta tes (testee), dan hasil dari tes berupa skor atau bersifat interval. Pada bagian lain ada pendapat yang hampir senada mengemukakan tentang pengertian tes, dinyatakan oleh Nurkancana (dalam Agung, 2005: 93) bahwa: Tes adalah suatu cara mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh anak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau prestasi anak tersebut, yang dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh anak-anak lain atau dengan nilai standar yang ditetapkan.

7. Metode Analisis Data

Dalam penelitian tindakan kelas ini, menggunakan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Analisis deskriptif kuantitatif adalah suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis dalam bentuk angka-angka atau persentase mengenai suatu objek yang diteliti sehingga diperoleh kesimpulan (Agung, 1999: 76). a. Analisis Data Aktivitas Belajar Siswa Analisis data aktivitas belajar siswa dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Dalam analisis ini akan dicari rata-rata skor aktivitas belajar dengan rumus sebagai berikut.M =

fxN

M = skor rata-rata aktivitas siswa fx = jumlah skor aktivitas35

N

= jumlah siswa

Disamping itu, juga dicari presentase untuk mengetahui tingkat aktivitas belajar siswa dengan rumus sebagai berikut.P= M X 100% SMI

P = presentase aktivitas belajar M = rata-rata SMI = skor maksimal ideal Untuk mengetahui tingkat pencapaian aktivitas belajar digunakan pedoman sebagai berikut. Tabel 4 Konversi Pencapaian Aktivitas Belajar Siswa. Prosentase 90 - 100 80 - 89 65 - 79 55 - 64 0 - 54 Aktivitas Belajar Sangat Aktif Aktif Cukup Aktif Kurang Aktif Sangat Kurang Aktif (Agung, 1997: 70)

b. Analisis Data Hasil Belajar Siswa

Analisis data hasil belajar siswa dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Dalam analisis ini akan dicari rata-rata skor hasil belajar siswa dengan rumus sebagai berikut.

M =

fxN

M = skor rata-rata hasil belajar siswa fx = jumlah skor hasil belajar N = jumlah siswa Disamping itu, juga dicari presentase untuk mengetahui tingkat hasil belajar siswa dengan rumus sebagai berikut.

36

M (%) = x 100% SMI Keterangan : M (%) M SMI

M

Sumber (Agung, 2005: 96)

= Rata- rata persen = Rata- rata skor = Skor Maksimal Ideal

Untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil belajar siswa digunakan pedoman sebagai berikut. Tabel. Penilaian Acuan Patokan (PAP) Skala Lima No Tingkat Penguasaan Kriteria Hasil Belajar 1 85 100 Sangat baik 2 70 84 Baik 3 55 69 Cukup 4 40 54 Kurang 5 0 39 Sangat kurang (diadaptasi dari buku pedoman studi Undiksha tahun 2010) 8. Kriteria Keberhasilan Pencapaian keberhasilan penelitian ini di gambarkan melalui dua jenis penilaian yiatu penilaian aktivitas belajar dan penilaian hasil belajar siswa. Berdasarkan pedoman penilaian tersebut di atas, penelitian ini dikatakan berhasil apabila nilai rata-rata aktivitas belajar siswa secara klasikal minimal berada pada kriteria aktif (80%-89%). Sedangkan hasil belajar siswa mencapai kriteria baik (70% - 84%). Kriteria keberhasilan siswa yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu di atas KKM (6,50%) yang ditetukan sekolah.

37

Daftar Pustaka Agung, A.A. Gede.1997. Metode Penelitian Pendidikan Pengantar Evaluasi Pengajaran: STKIP Singaraja. ..............1999. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: STKIP Singaraja. ..............2005. Metodologi Penelitian Pendidikan Suatu Pengantar. Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan Istitut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja. Al-Jawi, S. M. 2006. Pendidikan di Indonesia Masalah dan Solusinya. Makalah. Disampaikan dalam seminar nasional Universitas Negeri Malang, tanggal 7 Mei 2006, di Malang. http://www.khalifah1924.org/file.pdf Diakses tanggal 5 Desember 2010.38

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Dogru, M., & Kalender, S. 2007. Applying the Subject Cell Trough Constructivist Approach during Science Lessons and the Teachers View. International Journal of Enviromental & Science Education. 2(1). Diakses 12 April 2011. Hamalik, Oemar. 2005. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. .............. 2006. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Keeratichamroen, W. 2007. Using the Predict-Observe-Explain (POE) to Promote students learning of tapioca bomb And chemical reactions.Tersedia pada http://www.il.mahidol.ac.th/english_site/reseach/proceeding/ICASE_Wasana %20 Keeratichamroen.pdf. Diakses 20 Mei 2011. Mardana, I. B., Sukarta, N., & I N. 2006. Pemberdayaayn Prior Experience dalam Pembelajaran Modul Praktikum dalam Sains dengan Model Experiental Learning Sebagai Upaya Meningkatkan Kompetensi Sains Siswa SMPN 2 Singaraja. Laporan Penelitian (Tidak Diterbitkan). Undiksha Singaraja. Nurkancana, Wayan & Sunartana, 1997. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha Nasional. Randler, C., & Bogner, F. 2008. Planning Experiments in Science Education Reseach: Comprison Of a Quasi-Experimental Approach with a Matched Pair Tandem Design. International Journal of Environmental & Science Education. Tersedia pada http:://www.ijese.com/. Diakses 20 Mei 2011. Rusyan A. Tabrani, 1993. Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar Yang Efektif Tingkat Pendidikan Dasar. Bandung Bina Budaya. Sadia. I W., Suastra I W., & Tika, K. 2004. Pengembangan Model dan Strategi Pembelajaran Fisika di Sekolah Menengah Umum (SMU) untuk Memperbaiki Miskonsepsi Siswa. Laporan Penelitian. Proyek peningkatan penelitian pendidikan tinggi, Direjtorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Jurusan Pendidikan Fisika IKIP Negeri Singaraja. Santyasa, I W. 2005. Model Pembelajaran Inovatif dan Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah. Disajikan dalam Penataran guru-guru SMP, SMA, dan SMK se-kabupaten Jembrane Juni-Juli 2005 di Jembrana. Sarkim, T. 1998. Humaniora dalam pendidikan sains. Dalam Sumaji, Wilardjo, I., Suparno, P., & Rohandi, R. (Eds): Pendidikan sains yang humanistis. 127-145. Yogyakarta: Kanisius.39

Senduperdana, A. 2007. Analisis Hasil Belajar Mata Kuliah Umum: Survei di Fakultas Ilmu Administrasi di Iniversitas Krisnadwipayana Jakarta. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. No.064. Tahun Ke-13. Sudjana, Nana. 2004. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Suparno, P. 1997. Filsafat konstrutivisme dalam pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Suryani, Ni Made. 2009. Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA dengan Menggunakan Metode Eksperimen pada Siswa Kelas IV SD N 2 Ababi. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Suryosubroto,Sumadi. 1995. Psikologi Pendidikan. Bandung: Angkasa. Susilo. 2007. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. Suwiwa, I Gede. 2008. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions untuk Meningkatkan Hasil Belajar Tehnik Sapuan dalam Pencak Silat Pada Siswa Kelas X 3 SMA Negeri 1 Sukasada. Singaraja. Universitas Pendidikan Ganesha. Suyanto, dkk. 1997. Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), Pengenalan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta. Tim Pelatihan Proyek PGSM. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Guru Sekolah Dasar. Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif berorientasi konstruktivistik. Jakarta: Prestasu Pustaka. Undiksha. 2009. Pedoman Penulisan Skripsi dan Tugas Akhir. Singaraja: Undiksha. ...............2010. Buku Pedoman Studi Undiksha Tahun 2010. Singaraja: Undiksha. Wah Liew, C. & Treagust, D. 2004. The Effectiveness Predict-Observe-Explain (POE)Technique in Diagnosing Students Understanding of Science and Identifying Their Level of Achievement. Tersedia pada http://www.curtin.edu.autheses/available/adt/WCU20050228.145638/unre strikted/01Front.pdf Diakses 21 September 2010. Wismayani, Gst Ayu Dewi. Pengaruh Model Pembelajaran Predict-Observe-Exsplain (POE) Terhadap Hasil Belajar Fisika Kelas X Semester Genap SMA No. 1 Mengwi Tahun Pelajaran 2008/2009.40

41