11
1 Berdirinya Pemerintah Darurat Republik Indonesia (1948-1949) Tsabit Azinar Ahmad Pendahuluan Satu rentang sejarah bangsa Indonesia keberadaannya sangat berpengaruh terhadap kehidupan bangsa Indonesia pada masa berikutnya. Hal ini dikarenakan setiap tahapan sejarah memiliki peran dan arti penting tersendiri bagi masanya dan juga bagi masa yang akan datang. Tiap peristiwa sejarah memiliki unsur kontinuitas yang artinya adalah bahwa ada kesinambungan antara peristiwa dahulu dengan peristiwa yang terjadi pada masa berikutnya. Salah satu bagian dari rentangan sejarah bangsa Indonesia yang peanannya sangat sentral dalam pembentukan negara Indonesia berikutnya adalah masa revolusi. Pada masa revolusi, dinamika perkembangan Indonesia sangat terlihat. Hal ini dikarenakan pada masa revolusi perkembangan sejarah mengalami perubahan yang sangat cepat. Tercatat beberapa peristiwa penting yang menentukan jalannya Indonesia ke depan terjadi pada masa revolusi ini. Berbagai penyerangan dan peperangan mempertahankan kemerdekaan, perjuangan diplomasi, sampai pada permasalahan dinamika politik terjadi pada masa ini. Salah satu peristiwa penting yang terjadi pada masa ini adalah pembentukan pemerintahan darurat republik Indonesia. Pemerintah darurat merupakan suatu upaya pengalihan kekuasaan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia kepada pihak tertentu ---dalam hal ini adalah Syafrudin Prawiranegara dan kawan-kawan--- untuk menjalankan pemerintahan dikarenkan pemerintah Indonesia pada masa itu tidak dapat menjalankan fungsi pemerintahan. Hal ini dikarenakan pemerintahan yang tengah berlangsung mengalami ketidakkuasaan dalam menjalankan pemerintahan disebabkan adanya agresi Belanda yang berhasil menangkap Soekarno dan Hatta selaku pucuk pimpinan pada masa tersebut dan menguasai pusat pemerintahan. Peran pemerintah darurat ini menjadi sentral karena merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah Indonesia yang pada masa itu tiak dapat

Berdirinya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Berdirinya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia

1

Berdirinya Pemerintah Darurat Republik Indonesia

(1948-1949)

Tsabit Azinar Ahmad

Pendahuluan

Satu rentang sejarah bangsa Indonesia keberadaannya sangat berpengaruh

terhadap kehidupan bangsa Indonesia pada masa berikutnya. Hal ini dikarenakan

setiap tahapan sejarah memiliki peran dan arti penting tersendiri bagi masanya dan

juga bagi masa yang akan datang. Tiap peristiwa sejarah memiliki unsur

kontinuitas yang artinya adalah bahwa ada kesinambungan antara peristiwa

dahulu dengan peristiwa yang terjadi pada masa berikutnya.

Salah satu bagian dari rentangan sejarah bangsa Indonesia yang peanannya

sangat sentral dalam pembentukan negara Indonesia berikutnya adalah masa

revolusi. Pada masa revolusi, dinamika perkembangan Indonesia sangat terlihat.

Hal ini dikarenakan pada masa revolusi perkembangan sejarah mengalami

perubahan yang sangat cepat. Tercatat beberapa peristiwa penting yang

menentukan jalannya Indonesia ke depan terjadi pada masa revolusi ini. Berbagai

penyerangan dan peperangan mempertahankan kemerdekaan, perjuangan

diplomasi, sampai pada permasalahan dinamika politik terjadi pada masa ini.

Salah satu peristiwa penting yang terjadi pada masa ini adalah pembentukan

pemerintahan darurat republik Indonesia.

Pemerintah darurat merupakan suatu upaya pengalihan kekuasaan yang

dilakukan oleh pemerintah Indonesia kepada pihak tertentu ---dalam hal ini adalah

Syafrudin Prawiranegara dan kawan-kawan--- untuk menjalankan pemerintahan

dikarenkan pemerintah Indonesia pada masa itu tidak dapat menjalankan fungsi

pemerintahan. Hal ini dikarenakan pemerintahan yang tengah berlangsung

mengalami ketidakkuasaan dalam menjalankan pemerintahan disebabkan adanya

agresi Belanda yang berhasil menangkap Soekarno dan Hatta selaku pucuk

pimpinan pada masa tersebut dan menguasai pusat pemerintahan.

Peran pemerintah darurat ini menjadi sentral karena merupakan

perpanjangan tangan dari pemerintah Indonesia yang pada masa itu tiak dapat

Page 2: Berdirinya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia

2

menjalankan pemerintahan. Akan tetapi, dalam penulisan sejarah nasional,

pemeirntahan darurat tidak memiliki proposisi yang ideal. Penulisan sejarah

berkaitan dengan pemerintahan darurat masih sangat kurang. Bahkan dalam buku

babon Sejarah Nasional Indonesia jilid VI edisi tahun 1984, penjelasan tentang

pemerintahan darurat masih sangat kurang. Walau dalam waktu yang sangat

singkat, berdirinya pemerintahan darurat memiliki makna yang penting bagi

perjalanan bangsa Indonesia. Dalam makalah ini akan disajikan secara ringkas

tetang pemerintahan darurat Republik Indonesia, tentang apa latar belakang yang

menyebabkan terbentuknya pemerintahan darurat, dan bagaimana pengaruh

berdirinya pemerintahan darurat terhadap eksistensi negara Indonesia?

Kondisi Politik Indonesia Menjelang Berdirinya Pemerintah Darurat

Dari bulan januari 1946 sampai dengan Desember 1948, terdapat dua

pemerintahan di Indonesia, yaitu pemerintah Hindia Belanda di Jakarta dan

pemerintah Republik Indonesia di Yogyakarta (Wild dan Carey [ed.],1986:187).

Dalam perkembangan selanjutnya pemerintahan Republik Indonesia ini

mengalami penyerangan oleh pihak Belanda yang disebut dengan agresi militer

Belanda yang kedua. Agresi Militer Belanda II terjadi pada 19 Desember 1948

yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu,

serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh

lainnya.

Pada hari pertama Agresi Militer Belanda II, mereka menerjunkan

pasukannya di Pangkalan Udara Maguwo dan dari sana menuju ke Ibukota RI di

Yogyakarta. Kabinet mengadakan sidang kilat. Dalam sidang itu diambil

keputusan bahwa pimpinan negara tetap tunggal dalam kota agar dekat dengan

Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik dapat diadakan.

Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19

Desember 1948, WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda

tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap semua

wilayah Republik di Jawa dan Sumatera, termasuk serangan terhadap Ibukota RI,

Yogyakarta, yang kemudian dikenal sebagai Agresi II telah dimulai. Belanda

Page 3: Berdirinya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia

3

konsisten dengan menamakan agresi militer ini sebagai "Aksi Polisional"

(http://id.wikipedia.org/wiki/Agresi_Militer_Belanda_II).

Gambar 1. Situasi Indonesia pada Desember 1948 (Sumber:

http://id.wikipedia.org/wiki/Agresi_Militer_Belanda_II)

Penyerangan terhadap Ibukota Republik, diawali dengan pemboman atas

lapangan terbang Maguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo

dihujani bom dan tembakan mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat

Kittyhawk. Pertahanan TNI di Maguwo hanya terdiri dari 150 orang pasukan

pertahanan pangkalan udara dengan persenjataan yang sangat minim, yaitu

beberapa senapan dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat sedang dalam

keadaan rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkuat dengan satu kompi TNI

bersenjata lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST

Belanda di atas Maguwo. Pertempuran merebut Maguwo hanya berlangsung

sekitar 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan pasukan

Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di pihak

penyerang, tak satu pun jatuh korban.

Sekitar pukul 9.00, seluruh 432 anggota pasukan KST telah mendarat di

Maguwo, dan pukul 11.00, seluruh kekuatan Grup Tempur M sebanyak 2.600

orang –termasuk dua batalyon, 1.900 orang, dari Brigade T- beserta persenjataan

beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah terkumpul di

Maguwo dan mulai bergerak ke Yogyakarta.

Page 4: Berdirinya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia

4

Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pemboman serta

menerjunkan pasukan payung di kota. Di daerah-daerah lain di Jawa antara lain di

Jawa Timur, dilaporkan bahwa penyerangan bahkan telah dilakukan sejak tanggal

18 Desember malam hari. Segera setelah mendengar berita bahwa tentara Belanda

telah memulai serangannya, Panglima Besar Soedirman mengeluarkan perintah

kilat yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00.

Pendirian Pemerintahan Darurat

Tidak lama setelah ibukota RI di Yogyakarta dikuasai Belanda dalam Agresi

Militer Belanda II, Belanda berulangkali menyiarkan berita bahwa RI sudah bubar

karena para pemimpinnya, seperti Soekarno, Hatta dan Syahrir sudah menyerah

dan ditahan. Oleh karena keadaan tersebut, untuk tidak menelantarkan Republik

Indonesia dalam keadaan tanpa pimpinan, dan untuk mencegah Belanda

mendirikan pemerintahan boneka, maka sidang kabinet memutuskan untuk

mengakat pimpinan pemerintah darurat.

Lewat radio Presiden dan wakil presiden mengalihkan kekuasaannya dengan

instruksi kepada Mr. Sjafrudin Prawiranegara yang pada waktu itu menjabat

sebagai menteri kemakmuran yang ada di Sumatera untuk membentuk Pemerintah

Darurat Republik Indonesia (PDRI). Kalau tidak mungkin, supaya menteri

Keuangan Mr. A.A. Maramis yang pada waktu itu berada di luar negeri untuk

menggantikan Mr Sjafruddin tersebut. secara serentak kabinet Hatta

mengeluarkan dua surat mandat tentang pembentukan pemerintah darurat di

Sumatera, satu untuk Mr Sjafruddin Prawiranegara di Bukittinggi, dan satu lagi

untuk Mr. A.A. Maramis di New Delhi (Toer, dkk., 2003:705-706; Poesponegoro

dan Notosusanto [et.al], 1984:161).

Page 5: Berdirinya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia

5

Gambar 2. Sjafruddin Prawiranegara selaku pemimpin PDRI (Sumber:

http://id.wikipedia.org/wiki/Sjafruddin_Prawiranegara)

Sementara itu di Sumatera, mendengar berita bahwa tentara Belanda telah

menduduki Ibukota Yogyakarta dan menangkap sebagian besar pimpinan

Pemerintahan Republik Indonesia, tanggal 19 Desember sore hari, Mr. Syafruddin

Prawiranegara bersama Kol. Hidayat, Panglima Tentara dan Teritorium Sumatera,

mengunjungi Mr. T. Mohammad Hassan, Ketua Komisaris Pemerintah Pusat di

kediamannya, untuk mengadakan perundingan. Malam itu juga mereka

meninggalkan Bukittinggi menuju Halaban, perkebunan teh 15 Km di selatan kota

Payakumbuh.

Ketika Sukarno ditawan, dan Sjafruddin sesudahnya itu yakin bahwa

mereka itu memang sudah ditawan, Sjafruddin dengan kawan-kawan yang ada di

Sumatera memproklamirkan pemerintah darurat untuk melanjutkan perjuangan.

Dan karena itulah akhirnya kita melanjutkan perjuangan dan walaupun Sukarno-

Hata, dan manteri-menteri yang lain ditawan itu menjadi tahanan dari Belanda.

Sejumlah tokoh pimpinan Republik yang berada di Sumatera Barat dapat

berkumpul di Halaban, dan pada 22 Desember 1948 mereka mengadakan rapat

yang dihadiri antara lain oleh Mr. Syafruddin Prawiranegara, Mr. T. M. Hassan,

Mr. S. M. Rasyid, Kolonel Hidayat, Mr. Lukman Hakim, Ir. Indracahya, Ir.

Mananti Sitompul, Maryono Danubroto, Direktur BNI Mr. A. Karim, Rusli

Rahim dan Mr. Latif. Walaupun secara resmi kawat Presiden Sukarno belum

diterima, tanggal 22 Desember 1948, sesuai dengan konsep yang telah disiapkan,

maka dalam rapat tersebut diputuskan untuk membentuk Pemerintah Darurat

Republik Indonesia (PDRI), dengan susunan sebagai berikut: Mr. Syafruddin

Page 6: Berdirinya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia

6

Prawiranegara, Ketua PDRI/Menteri Pertahanan/ Menteri Penerangan/Menteri

Luar Negeri ad interim; Mr. T. M. Hassan, Wakil Ketua PDRI/Menteri Dalam

Negeri/Menteri PPK/Menteri Agama; Mr. S. M. Rasyid, Menteri

Keamanan/Menteri Sosial, Pembangunan, Pemuda; Mr. Lukman Hakim, Menteri

Keuangan/Menteri Kehakiman; Ir. M. Sitompul, Menteri Pekerjaan

Umum/Menteri Kesehatan; Ir. Indracaya, Menteri Perhubungan/Menteri

Kemakmuran.

Pendirian Pemerintah Darurat Republik Indonesia ini merupakan satu

bentuk perlawanan yang dilakukan oleh rakyat Indonesia terhadap Belanda. PDRI

secara terang-terangan menyatakan perang terhadap Belanda. Oleh kaerna itu

sejak berdirinya, PDRI menjadi musuh nomor satu Belanda. Tokoh-tokoh PDRI

harus bergerak terus sambil menyamar untuk menghindari kejaran dan serangan

Belanda.

PDRI berpangkal di Sumatera Barat, berpindah-pindah tempat. Mula-mula

PDRI di Bidar Alam, satu kampung di selatan Sumatera Barat, kemudian

berangsur-angsur pindah ke utara sampai kami juga ke Kota Tinggi. Dan di sana

pernah PDRI duduk, padang Jepang, dan dari sanalah kami dijemput oleh Natsir,

Leimena, dan Dr halim untuk kembali ke Yogyakarta, membujuk kami supaya

menyerahkan kembali mandat kepada presiden sukarno. PDRI telah berusia dari

21 Desember 1948 sampai 13 juli 1949.

Sekitar satu bulan setelah agresi militer Belanda, dapat terjalin komunikasi

antara pimpinan PDRI dengan keempat Menteri yang berada di Jawa. Mereka

saling bertukar usulan untuk menghilangkan dualisme kepemimpinan di Sumatera

dan Jawa. Setelah berbicara jarak jauh dengan pimpinan Republik di Jawa, maka

pada 31 Maret 1948 Prawiranegara mengumumkan penyempurnaan susunan

pimpinan Pemerintah Darurat Republik Indonesia sebagai berikut: Mr. Syafruddin

Prawiranegara, Ketua merangkap Menteri Pertahanan dan Penerangan, Mr.

Susanto Tirtoprojo, Wakil Ketua merangkap Menteri Kehakiman dan Menteri

Pembangunan dan Pemuda, Mr. Alexander Andries Maramis, Menteri Luar

Negeri (berkedudukan di New Delhi, India), dr. Sukiman, Menteri Dalam Negeri

merangkap Menteri Kesehatan, Mr. Lukman Hakim, Menteri Keuangan, Mr.

Ignatius J. Kasimo, Menteri Kemakmuran/Pengawas Makanan Rakyat, Kyai Haji

Page 7: Berdirinya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia

7

Masykur, Menteri Agama, Mr. T. Moh. Hassan, Menteri Pendidikan, Pengajaran

dan Kebudayaan, Ir. Indracahya, Menteri Perhubungan, Ir. Mananti Sitompul,

Menteri Pekerjaan Umum, Mr. St. Moh. Rasyid, Menteri Perburuhan dan Sosial.

Pejabat di bidang militer adalah Letnan Jenderal Sudirman, Panglima Besar

Angkatan Perang RI, Kolonel Abdul Haris Nasution, Panglima Tentara &

Teritorium Jawa, Kolonel R. Hidayat Martaatmaja, Panglima Tentara &

Teritorium Sumatera, Kolonel Nazir, Kepala Staf Angkatan Laut, Komodor Udara

Hubertus Suyono, Kepala Staf Angkatan Udara, Komisaris Besar Polisi Umar

Said, Kepala Kepolisian Negara.

Kemudian tanggal 16 Mei 1949, dibentuk Komisariat PDRI untuk Jawa

yang dikoordinasikan oleh Mr. Susanto Tirtoprojo, dengan susunan sebagai

berikut Mr. Susanto Tirtoprojo, urusan Kehakiman dan Penerangan, Mr. Ignatius

J. Kasimo, urusan Persediaan Makanan Rakyat, dan R. Panji Suroso, urusan

Dalam Negeri.

Selain dr. Sudarsono, Wakil RI di India, Mr. Alexander Andries Maramis,

Menteri Luar Negeri PDRI yang berkedudukan di New Delhi, India, dan

Lambertus N. Palar, Ketua delegasi Republik Indonesia di PBB, adalah tokoh-

tokoh yang sangat berperan dalam menyuarakan Republik Indonesia di dunia

internasional sejak Belanda melakukan Agresi Militer Belanda II. Dalam situasi

ini, secara de facto, Mr. Syafruddin Prawiranegara adalah Kepala Pemerintah

Republik Indonesia.

Aktivitas Pemerintahan Darurat

Pada saat berdirinya PDRI melakukan beberapa kebijakan. PDRI memimpin

perjuangan dan mengkoordinir perjuangan di Sumatera dan di Jawa. Di Jawa

mislnya diangkat dewan komisaris pemerintah pusat. Selain itu, diadakan pula

hubungan dengan luar negeri dan memberi data-data tentang keadaan perjuangan

di dalam negeri supaya mereka bisa memperjuangkan nasib kita di perserikatan

bangsa-bangsa, dan di luar negeri, sebab di sana Mr. Maramis menjadi menteri

luar negeri pemerintahan darurat. Dan perjuangan fisik, perjuangan tentara

dilakukan di bawah pimpinan panglima besar Sudirman di Jawa, dan di Sumatrea

Page 8: Berdirinya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia

8

di bawah pimpinan kepala teritorial Sumatera, yaitu Kolonel Hidayat (Sjafruddin

dalam Wild dan Carey [ed.],1986:198-205).

Perlawanan bersenjata dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia serta

berbagai laskar di Jawa, Sumatera serta beberapa daerah lain. PDRI menyusun

perlawanan di Sumatera. Tanggal 1 Januari 1949, PDRI membentuk 5 wilayah

pemerintahan militer di Sumatera, yaitu (1) Aceh, (2) Tapanuli dan Sumatera

Timur, (3) Riau, (4) Sumatera Barat, (5) Sumatera Selaran. Di Aceh wilayahnya

meliputi Langkat dan Tanah Karo dengan gubernur militer Teuku M. Daud di

Bereu’eh dan wakil gubernur Letnan Kolonel Askari. Di daerah Tapanuli dan

Sumatera Timur bagian Selatan dipimpin oleh Gubernur Militer dr. Ferdinand

Lumban Tobing dan wakil gubernur militer adalah Letnan Kolonel Alex Evert

Kawilarang. Di daerah Riau, gubernur militer dipegang oleh R.M. Utoyo dan

wakil gubernur Let. Kol. Hasan Basri. Di daerah Sumatera Barat, gubernur militer

adalah Mr. Sutan Mohammad Rasyid dan wakil gubernur militer dipegang oleh

Letnan Kolonel Dahlan Ibrahim. Di Sumatera Selatan gubernur militernya adalah

dr. Adnan Kapau Gani dan wakil gubernur militer dipegang oleh Letnan Kolonel

Maludin Simbolon.

Pengembalian Mandat

Menjelang pertengahan 1949, posisi Belanda makin terjepit. Dunia

internasional mengecam agresi militer Belanda. Sedang di Indonesia,pasukannya

tidak pernah berhasil berkuasa penuh. Ini memaksa Belanda menghadapi RI di

meja perundingan.

Belanda memilih berunding dengan utusan Soekarno-Hatta yang ketika itu

statusnya tawanan. Perundingan itu menghasilkan Perjanjian Roem-Royen. Hal

ini membuat para tokoh PDRI tidak senang, Jendral Sudirman mengirimkan

kawat kepada Sjafruddin, mempertanyakan kelayakan para tahanan maju ke meja

perundingan. Tetapi Sjafruddin berpikiran untuk mendukung dilaksanakannya

perjanjian Roem-Royen. Perjanjian Roem Royen (juga disebut Perjanjian Roem-

Van Royen) adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang

ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949. Dengan difasilitasi oleh UNCI, tanggal

14 April 1949 dimulai perundingan antara Delegasi Republik Indonesia yang

Page 9: Berdirinya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia

9

dipimpin oleh Mr. Mohammad Roem dengan Delegasi Belanda yang dipimpin

oleh Dr. Jan H. van Royen. Kesepakatan yang dicapai adalah: (1) Pemerintah

Indonesia akan dikembalikan ke Yogyakarta, (2) Indonesia dan Belanda akan

segera mengadakan perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB).

Setelah Perjanjian Roem-Royen, M. Natsir meyakinkan Prawiranegara

untuk datang ke Jakarta, menyelesaikan dualisme pemerintahan RI, yaitu PDRI

yang dipimpinnya, dan Kabinet Hatta, yang secara resmi tidak dibubarkan.

Setelah Persetujuan Roem-Royen ditandatangani, pada 13 Juli 1949, diadakan

sidang antara PDRI dengan Presiden Sukarno, Wakil Presiden Hatta serta

sejumlah menteri kedua kabinet. Pada sidang tersebut, Pemerintah Hatta

mempertanggungjawabkan peristiwa 19 Desember 1948. Wakil Presiden Hatta

menjelaskan 3 soal, yakni hal tidak menggabungkan diri kepada kaum gerilya, hal

hubungan Bangka dengan luar negeri dan terjadinya Persetujuan Roem-Royen.

Sebab utama Sukarno-Hatta tidak ke luar kota pada tanggal 19 Desember

sesuai dengan rencana perang gerilya, adalah berdasarkan pertimbangan militer,

karena tidak terjamin cukup pengawalan, sedangkan sepanjang yang diketahui

dewasa itu, seluruh kota telah dikepung oleh pasukan payung Belanda. Lagi pula

pada saat yang genting itu tidak jelas tempat-tempat yang telah diduduki dan arah-

arah yang diikuti oleh musuh. Dalam rapat di istana tanggal 19 Desember 1948

antara lain KSAU Suaryadarma mengajukan peringatan pada pemerintah, bahwa

pasukan payung biasanya membunuh semua orang yang dijumpai di jalan-jalan,

sehingga jika para beliau itu ke luar haruslah dengan pengawalan senjata yang

kuat.

Pada sidang tersebut, secara formal Syafruddin Prawiranegara menyerahkan

kembali mandatnya, sehingga dengan demikian, M. Hatta, selain sebagai Wakil

Presiden, kembali menjadi Perdana Menteri. Setelah serah terima secara resmi

pengembalian Mandat dari PDRI, tanggal 14 Juli, Pemerintah RI menyetujui hasil

Persetujuan Roem-Royen, sedangkan KNIP baru mengesahkan persetujuan

tersebut tanggal 25 Juli 1949.

Setelah dikembalikannya mandat, dibentuk kabinet baru dipimpin oleh

Hatta sebagai Perdana Menteri, dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan

Sjafruddin Prawirnegara masing-masing sebagai waki perdana menteri I dan II.

Page 10: Berdirinya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia

10

Sri Sultan berkedudukan di Yogyakarta dan Sjafruddin berkedudukan di Banda

Aceh (Sjafruddin dalam Wild dan Carey [ed.],1986:198-205).

Pengaruh Berdirinya Pemerintahan Darurat

Berdirinya pemerintah darurat memiliki satu arti penting, yakni Indonesia

masih memiliki eksistensi ketika terjadi penyerangan dan penguasaan yang

dilakukan oleh Belanda. Walaupun merupakan pemerintahan hasil pelimpahan

kekuasaan dan bersifat sementara, PDRI telah menjadi satu mata rantai sejarah

Indonesia yang berhasil membentuk Indonesia sampai saat ini. Pada saat

berdirinya PDRI yang sangat singkat dilakukan berbagai upaya perlawanan

terhadap Belanda baik melalui jalur militer ataupun melalui jalur diplomasi.

Melalui jalur militer ditandai dengan didirikannya beberapa pangkalan militer dan

dilakukannya upaya perlawanan dan gerilya. Dalam bidang diplomasi, pada saat

berdirinya PDRI berhasil dilakukan upaya perundingan antara pihak Indonesia

dengan pihak Belanda, yang salah satu perundingan penting tersebut adalah

pembicaraan antara Roem dan Van Roeyen dan telah tercapai suatu undersanding

antara keduanya itu, yakni Yogya dikembalikan kepada Republik Indonesia, dan

kemudian akan diadakan erundingan-perundingan mengenai penyerahan

kedaulatan. Setelah selesai perundingan Roem-Royen itu, maka Yogyakarta

berhasil dikembalikan, serta Soekarno-Hatta dan menteri-menteri lain yang

ditawan dikembalikan ke Yogyakarta (Sjafruddin dalam Wild dan Carey

[ed.],1986:198-205).

Penutup

Berdirinya PDRI merupakan satu mata rantai sejarah perjuangan bangsa

Indonesia dalam melakukan perlawanan terhadap penjajah dan merupakan upaya

mempertahankan eksisteni Indonesia selaku negara yang berdaulat. Adanya PDRI

telah mencegah Belanda melakukan tindakan yang seenaknya sendiri terhadap

Indonesia. Hal ini dikarenakan PDRI senantiasa melakukan perlawanan terhadap

Belanda untuk merebut kembali kedaulatan Indonesia.

Daftar Pustaka

Page 11: Berdirinya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia

11

Poesponegoro, Marwati Djoned dan Nugroho Notosusanto (et.al). 1984. Sejarah Nasional Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Balai Pustaka.

Toer, Pramudya Ananta dkk. Kronik Revolusi Indonesia. Jilid IV (1948). Jakarta:

Kepustakaan Populer Gramedia. Wikipedia Free Encyclopedy. Agresi Militer Belanda II. Dalam

http://id.wikipedia.org/wiki/Agresi_Militer_Belanda_II (diunduh 10 Desember 2006)

-----. Pemerintah Darurat Republik Indonesia. Dalam

http://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintahan_Darurat_Republik_Indonesia (diunduh 10 Desember 2006)

Wild, Colin dan Peter Carey (ed.).1986. Gelora Api Revolusi; Sebuah Antologi

Sejarah. Jakarta: BBC seksi Indonesia dan Gramedia