Bencana Akresi Dan Abrasi_kendal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Bencana Akresi Dan Abrasi_kendal

Citation preview

1. Rawan Bencana Akresi dan Abrasi

Proses akresi yang terdapat di daerah penelitian terapan rawan bencana Kabupaten Kendal dapat dilihat pada dataran pantai di sekitar muara Kali Bodri yang tercirikan adanya endapan pematang pantai di sepanjang muara Kali Bodri (gambar 1). Hal ini disebabkan pada daerah tersebut memiliki arus dan gelombang air laut yang relatif lebih tenang dan suplai sedimen Kali Bodri relatif lebih besar. Selain itu, pada daerah tersebut masih memiliki mangrove yang belum rusak, sehingga memperkecil pengaruh abrasi. Sehingga dari beberapa faktor tersebut akan semakin menambah daratan pada dataran pantai di sekitar muara Kali Bodri.

Gambar 1 Mangrove di muara Kali Bodri (a) sebagai penahan abrasi, pembentukan sedimen hasil transportasi (akresi) (b) dan penambahan daratan

yang telah terjadi di muara Kali Bodri (c)

Daerah Kendal memiliki besaran akresi lebih rendah daripada abrasinya. Hal ini disebabkan karena kondisi hutan mangrove Kabupaten Kendal yang rusak. Dari sumber yang didapat, tercatat kondisi mangrove yang masih dalam kondisi baik sekitar 2.900 hektare dari total luas mangrove sekitar 795.580 hektare.

Pada beberapa wilayah terjadi penebangan hutan mangrove yang menyebabkan abrasi. Hasil inventarisasi tingkat abrasi dan kondisi hutan mangrove di Jawa Tengah terutama pada Kabupaten Kendal pada pengamatan tahun 1999 sebesar 2.427 ha dan pada tahun 2000 sebesar 2.832 ha. Maka, besar abrasi yang terjadi di pantai Kendal sebesar 16,69% atau sebesar 405 ha/tahun.Tingkat abrasi kawasan pantai di Kendal dari tahun ke tahun terus meningkat, dan kondisinya sangat mengkhawatirkan. Saat ini, sedikitnya wilayah daratan seluas 405 hektare di kawasan pantai Kendal hilang akibat terkena abrasi.

Tingkat abrasi paling mengkhawatirkan terjadi di Desa Wonosari Kecamatan Patebon (daratan seluas 168 hektare hilang), kemudian Desa Wonorejo, Kaliwungu (146 hektare), Desa Mororejo (25 hektare). Tiga wilayah kecamatan di pesisir pantai relatif sudah terbebas dari abrasi, yakni Brangsong, Kendal dan Kangkung.

Berdasarkan data Bapedalda 2002, luas daratan yang hilang akibat abrasi sebesar sekitar 75 hektare, dengan panjang abrasi 8,3 kilometer. Dua tahun berikutnya, atau pada 2004 luas daratan yang hilang naik menjadi 177 hektare, dengan panjang 11,8 kilometer. Pada 2006 abrasi meningkat mencapai 409 hektare. Di sejumlah titik, abrasi telah menghilangkan daratan sejauh sekitar 20 meter dari garis pantai. Seperti yang terjadi di Desa Kartika Jaya, Patebon.

Proses abrasi yang terjadi pada daerah penelitian disebabkan oleh adanya pengaruh arus dan gelombang air laut yang relatif lebih tinggi dan suplai sedimen yang relatif kecil serta rusaknya hutan mangrove yang berfungsi mencegah abrasi. Sehingga daratan akan semakin terabrasi dan berkurang. Daerah yang paling terlihat jelas terkena abrasi di Kabupaten Kendal adalah daerah Sendang Sikucing dan sekitar Kali Kutho (gambar 2).

Gambar 2 Abrasi di daerah sekitar Kali Kutho karena pengaruh gelombang air laut yang besarBerdasarkan data yang telah didapatkan dan fakta yang ada di lapangan, maka dapat dibuat peta abrasi dan akresi Kabupaten Kendal.

2. Rawan Bencana Kekeringan Airtanah

Bencana kekeringan yang dimaksudkan dalam penelitian terapan daerah rawan bencana Kabupaten Kendal adalah bencana kekeringan dalam ruang lingkup geologi yaitu kekeringan yang disebabkan oleh kelangkaan airtanah. Sedangkan kelangkaan airtanah tersebut disebabkan oleh 2 faktor yaitu : kelangkaan airtanah yang disebabkan oleh litologi penyusunnya dan kelangkaan airtanah yang disebabkan oleh kedalaman muka airtanah itu sendiri.

Berdasarkan peta geologi dan peta hidrogeologi Kabupaten Kendal, maka secara setempat pada Kabupaten Kendal diklasifikasikan menjadi 2 rawan bencana kekeringan, yaitu:

1. Rawan bencana kekeringan karena karakteristik kedalaman muka airtanah.

Rawan bencana kekeringan ini disebabkan oleh karakteristik kedalaman muka airtanahnya yang dalam karena terletak pada zona recharge area (zona penegisian airtanah) dengan elevasi yang relatif tinggi sehingga menyebabkan pada daerah tersebut memiliki muka airtanah yang relatif dalam.

Rawan bencana kekeringan ini meliputi : Kecamatan Plantungan bagian selatan, Kecamatan Sukorejo bagian selatan dan Kecamatan Limbangan bagian selatan.

2. Rawan bencana kekeringan karena karakteristik litologi

Rawan bencana kekeringan ini disebabkan oleh karakteristik liotologi yang menyusun daerah tersebut, yaitu berupa litologi yang bersifat impermeabel atau tidak mampu menyimpan air sehingga tidak dapat berfungsi sebagai lapisan pembawa air. Litologi pada daerah kekeringan tersebut termasuk ke dalam formasi kerek dengan litologi yang didominasi oleh batuan lempung yang bersifat tidak mampu menyimpan air dalam jumlah yang besar.

Rawan bencana kekeringan ini meliputi Kecamatan Patean (kecuali abgian selatan), Kecamatan Boja bagian timur, Kecamatan Limbangan (Pagertoyo dan sekitarnya) dan Kecamatan Singorojo bagian selatan (Sukodadi dan sekkitarnya).3. Kerentanan gerakan tanah 3.1 Kerentanan gerakan tanah tinggi

Kondisi umum daerah kerentanan gerakan tanah tinggi meliputi daerah dengan litologi berupa batuan vulkanik yang telah mengalami pelapukan sangat tinggi, terdapat struktur geologi berupa sesar naik dan sesar turun, morfologi berupa pegunungan sangat terjal dengan kelerengan > 56 % dan ketinggian > 500 meter, memiliki curah hujan tinggi dengan banyaknya curah hujan > 2500 mm/th dan daya dukung tanah yang rendah yang tersusun dari material dengan ukuran butir lanau pasiran mengandung kerikil dengan permeabilitas 6,4 x 10-6 m/detik.

Gerakan tanah yang terjadi pada daerah kerentanan gerakan tanah tinggi berupa gerakan tanah dangkal dengan kedalaman bidang gelincir sekitar 1-3 m, kemiringan lereng 50o - 70o. Gerakan tanah yang terjadi karena kondisi litologi pada daerah penelitian berupa tanah pelapukan dari breksi vulkanik yang matriknya tersusun oleh lempung pasiran yang memiliki sifat semi impermeable air sehingga apabila hujan dengan intensitas yang tinggi air permukaan akan menggenang pada tanah pelapukan dan akan tertahan pada bidang kontak antara tanah pelapukan dan batuan breksi vulkanik di bawahnya. Akibat tekanan air pada tanah meningkat menyebabkan kuat geser mengecil dan menyebabkan tanah pelapukan menjadi labil dan cenderung bergerak ke lereng bagian bawah (gambar 3).

Gambar 3 Gerakan tanah jenis longsor rotasi daerah sukorejo (a)

dan daerah Mulyosari (b)Daerah dengan tingkat kerentanan gerakan tanah tinggi di Kabupaten Kendal meliputi Kecamatan Plantungan (meliputi Kediten, Tlogopayung, Wonodadi, Manggungmangu, Tirtomulyo dan Karanganyar), Kecamatan Sukorejo (meliputi Harjodowo, Jatinom bagian selatan, Damarjati bagian selatan, Mulyosari bagian selatan, Pesaren, Tamanrejo, Ngargosari bagian utara, Beringinsari bagian utara dan Gentingagung bagian utara), Kecamatan Patean (Pakisan bagian selatan) dan Kecamatan Limbangan (Kedungboto).

3.2 Kerentanan gerakan tanah menengah

Kondisi umum daerah kerentanan gerakan tanah menengah meliputi daerah dengan litologi berupa batuan beku yang telah mengalami pelapukan tinggi, terdapat struktur geologi berupa sesar turun, morfologi berupa perbukitan terjal dengan kelerengan 21-55 % dan ketinggian sekitar 200-500 meter, memiliki curah hujan menengah dengan banyak curah hujan 2000-2500 mm/th dan daya dukung tanah rendah-menengah yang tersusun dari material dengan ukuran butir lanau pasiran mengandung kerikil dengan permeabilitas 4,2 x 10-6 9,9 x 10-7 m/detik.

Gerakan tanah yang terjadi pada daerah kerentanan gerakan tanah menengah berupa gerakan tanah dangkal dengan kedalaman bidang gelincir sekitar 1-2 m, kemiringan lereng 40o - 60o. Gerakan tanah yang terjadi karena kondisi litologi pada daerah penelitian berupa tanah pelapukan dari breksi yang mengalami pelapukan tinggi berupa pasir lempungan. Selain itu, disebabkan oleh pemotongan kelerengan sehingga menjadikan kondisi kelerengan tidak stabil (gambar 4.2).

Gambar 4.2 Gerakan tanah jenis longsor translasi daerah Kedungboto (a)

dan daerah Pageruyung (b)Daerah dengan tingkat kerentanan gerakan tanah menengah di Kabupaten Kendal meliputi Kecamatan Boja (meliputi Pasigitan bagian selatan, boja bagian tengah dan Medono), Limbangan (Gondang, Jawisari, Ngesrepbalong, Gonoharjo, Pakis, Sriwulan, Sumberrahayu, Margosari, tambahsari, pagertoyo, Limbangan bagian barat, Kedungboto bagian timur dan Peron), Singorojo (setempat getas bagian tengah, Banyuringin setempat bagian selatan, timur dan utara), Patean (Curugsewu bagian barat, Selo, Pagersari, Wirosari, Mlatiharjo, Gedong, Sukomangli, Plososari, dan Pakisan baian utara), Sukorejo (meliputi Sukorejo, Tampingwinarno, Selokaton, Ngadiwarno, Kalipakis, Pesaren bagian utara, Damarjati bagian utara, Puwosari bagian selatan, Ngargosari bagian selatan, Briginsari bagian selatan dan Gentingagung bagian selatan), Plantungan (Mojoagung, Bendosari bagian selatan, Wadas, Jati, Jurangagung bagian tengah-utara, Karanganyar bagian tengah-utara, Tirtomulyo bagian selatan, Wonodadi bagian barat, Blumah, Kediten dan Tlogopayung bagian barat), Pagerruyung (Kebongembong bagian selatan, Bangunsari, Pagerruyung, Tambahrejo, Kerikil, Petung, Pucakwangi, Patakansebaran, gondoharum, Getasblawong),

4. Rawan Bencana Puting BeliungKeterangan: Tabel ada di Lampiran File excel 5. Rawan Bencana Kebakaran Hutan

Keterangan: Tabel ada di Lampiran File excel

1