Belibis a17 Demam Tifoid

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/15/2019 Belibis a17 Demam Tifoid

    1/28

     Author :

    Tania Nugrah Utami, S. Ked

    Faculty of Medicine – University of Riau

    Pekanbaru, Riau

    2010  

    © Belibis A-17.( http://www.Belibis17.blogspot.com  © Belibis A-17.(( http://www.Belibis17.tk  

  • 8/15/2019 Belibis a17 Demam Tifoid

    2/28

    PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN

    LATAR BELAKANG

    Pada beberapa dekade terakhir demam tifoid sudah jarang terjadi di negara-

    negara industri, namun tetap menjadi masalah kesehatan yang serius di sebagian

    wilayah dunia, seperti bekas negara Uni Soviet, anak benua India, Asia Tenggara,

    Amerika Selatan dan Afrika. Menurut WHO, diperkirakan terjadi 16 juta kasus per

    tahun dan 600 ribu diantaranya berakhir dengan kematian. Sekitar 70 % dari seluruh

    kasus kematian itu menimpa penderita demam tifoid di Asia.

    Demam tifoid merupakan masalah global terutama di negara dengan higiene

    buruk. Etiologi utama di Indonesia adalah Salmonella enterika subspesies enterikaserovar Typhi (S.Typhi) dan Salmonella enterika subspesies enterika serovar Paratyphi

    A (S. Paratyphi A). CDC Indonesia melaporkan prevalensi demam tifoid mencapai 358-

    810/100.000 populasi pada tahun 2007 dengan 64% penyakit ditemukan pada usia 3-19

    tahun, dan angka mortalitas bervariasiantara 3,1 – 10,4 % pada pasien rawat inap1.

    Dua dekade belakangan ini, dunia digemparkan dengan adanya laporan  Multi

     Drug Resistant (MDR) strains S.Typhi. strain ini resisten dengan kloramfenikol,

    trimetropim-sulfametoksazol, dan ampicillin. Selain itu strain ressisten asam nalidixat

     juga menunjakan penurunan pengaruh ciprofloksasin yang menjadi endemik di India.

    United State, United Kingdom dan juga beberapa negara berkembang pada tahun 1997

    menunjukan kedaruratan masalah globat akibat MDR1.

    Morbiditas di seluruh dunia, setidaknya 17 juta kasus baru dan hingga 600.000

    kematian dilaporkan tiap tahunnya. Di negara berkembang, diperkirakan sekitar 150

    kasus/ juta populasi/ tahun di Amerika Latin. Hingga 1.000 kasus/ juta populasi/ tahun

    di beberapa negara Asia2.

    Penyakit ini jarang dijumpai di Amerika Utara, yaitu sekitar 400 kasus

    dilaporkan tiap tahun di United State, 70% terjadi pada turis yang berkunjung ke negara

    endemis. Di United Kingdom, insiden dilaporkan hanya 1 dalam 100.000 populasi2.

    Perlu penanganan yang tepat dan komprehensif agar dapat memberikan

    pelayanan yang tepat terhadap pasien. Tidak hanya dengan pemberian antibiotika,

    namun perlu juga asuhan keperawatan yang baik dan benar serta pengaturan diet yang

    tepat agar dapat mempercepat proses penyembuhan pasien dengan demam tifoid.

  • 8/15/2019 Belibis a17 Demam Tifoid

    3/28

    BATASAN MASALAH

    Referat ini membahas definisi, etiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, dan

    penatalaksanaan demam tifoid

    METODE PENULISAN

    Penulisan ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu pada

    beberapa literatur.

  • 8/15/2019 Belibis a17 Demam Tifoid

    4/28

    TUNJAUAN PUSTAKA TUNJAUAN PUSTAKA TUNJAUAN PUSTAKA TUNJAUAN PUSTAKA

    DEFINISI

    Demam tifoid (tifus abdominalis, enteric fever ) adalah penyakit infeksi akut

    yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7

    hari, gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.3,4,5

     

    ETIOLOGI

    Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), basil gram negatif,

    berflagel, dan tidak berspora. S. typhi  memiliki 3 macam antigen yaitu antigen O

    (somatik berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen Vi. Dalamserum penderita demam tifoid akan terbentuk antibodi terhadap ketiga macam antigen

    tersebut.

    PATOGENESIS

    Infeksi S.typhi  terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap di usus halus

    kemudian melalui pembuluh limfe masuk ke peredaran darah sampai di organ-organ

    terutama hati dan limpa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan

    limpa sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan.

    Kemudian basil masuk kembali ke dalam darah (bakteremia) dan menyebar ke seluruh

    tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak pada mukosa

    diatas plaque peyeri. Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi

    usus. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin yang dieksresikan oleh basil S.typhi 

    sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus.1,4

     

    GEJALA KLINISGEJALA KLINISGEJALA KLINISGEJALA KLINIS

    Masa inkubasi Demam tifoid 10-14 hari, rata rata 2 minggu. Gejala timbul tiba

    tiba atau berangsur angsur. Penderita Demam tifoid merasa cepat lelah, malaise,

    anoreksia, sakit kepala, rasa tak enak di perut dan nyeri seluruh tubuh. Minggu ! :

    demam (suhu berkisar 39-400C), nyeri kepala, pusing, nteri otot, anoreksia, mual

    muntah, konstipasi, diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epiktasis. Minggu 2 :

    demam, bradikardi, lidah khas berwarna putih, hepatomegali, splenomegali, gangguan

    kesadaran.

  • 8/15/2019 Belibis a17 Demam Tifoid

    5/28

    Demam pada Demam tifoid umumnya berangsur angsur naik selama minggu

    pertama, demam terutama pada sore hari dan malam hari (bersifat febris reminent).

    Pada minggu kedua dan ketiga demam terus menerus tinggi (febris kontinua).

    Kemudian turun secara lisis. Demam ini tidak hilang dengan pemberian antipiretik,

    tidak ada menggigil dan tidak berkeringat. Kadang kadang disertai epiktasis. Gangguan

    gastrointestinal : bibir kering dan pecah pecah, lidah kotor, berselaput putih dan

    pinggirnya hiperemis. Perut agak kembung dan mungkin nyeri tekan. Limpa membesar

    dan lunak dan nyeri pada penekanan. Pada permulaan penyakit umumnya terjadi diare,

    kemudian menjadi obstipasi.

    PEMERIKSAAN LABORATORIUMPEMERIKSAAN LABORATORIUMPEMERIKSAAN LABORATORIUMPEMERIKSAAN LABORATORIUM

    Pemeriksaan Laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia

    klinik, imunoserologi, mikrobiologi, dan biologi molekular. Pemeriksaan ini ditujukan

    untuk membantu menegakkan diagnosis (adakalanya bahkan menjadi penentu

    diagnosis), menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit dan hasil pengobatan

    serta timbulnya penyulit7,8

    .

    1. Hematologi

    •  Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan

    usus atau perforasi.

    •  Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi.

    •  Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif.

    •  LED ( Laju Endap Darah ) : Meningkat

    •  Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia).

    2. Urinalis

    •  Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam)

    • 

    Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit.

    3. Kimia Klinik

    Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan

    sampai hepatitis Akut.

    4. Imunologi

    •  Widal

    Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi

    (didalam darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi / paratyphi (reagen).

    Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering diminta

  • 8/15/2019 Belibis a17 Demam Tifoid

    6/28

    terutama di negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia. Sebagai uji

    cepat (rapitd test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif dinyatakan

    dengan adanya aglutinasi. Karena itu antibodi jenis ini dikenal sebagai Febrile

     agglutinin.

    Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan

    hasil positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh

    faktor-faktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan

    spesies lain ( Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan

    adanya faktor rheumatoid (RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh

    karena antara lain penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu

    pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien yang

    buruk, dan adanya penyakit imunologik lain.

    Diagnosis Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160 ,

    bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat

    penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir

    minggu. Melihat hal-hal di atas maka permintaan tes widal ini pada penderita

    yang baru menderita demam beberapa hari kurang tepat. Bila hasil reaktif

    (positif) maka kemungkinan besar bukan disebabkan oleh penyakit saat itu

    tetapi dari kontrak sebelumnya.

    •  Elisa Salmonella typhi/ paratyphi lgG dan lgM

    Pemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang

    dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi

    Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat

    segera di ketahui. Diagnosis Demam Typhoid/ Paratyphoid dinyatakan 1/ bila

    lgM positif menandakan infeksi akut; 2/ jika lgG positif menandakan pernah

    kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik.

    5. Mikrobiologi

    •  Kultur (Gall culture/ Biakan empedu)

    Uji ini merupakan baku emas (gold standard ) untuk pemeriksaan

    Demam Typhoid/ paratyphoid. Interpretasi hasil: jika hasil positif maka

    diagnosis pasti untuk Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebalikanya jika hasil negatif,

    belum tentu bukan Demam Tifoid/ Paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu

    dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu

    sedikit kurang dari 2mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall

  • 8/15/2019 Belibis a17 Demam Tifoid

    7/28

    (darah dibiarkan membeku dalam spuit  sehingga kuman terperangkap di dalam

    bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu- 1 sakit, sudah

    mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi.

    Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena

    perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7hari, bila

    belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen

    yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium

    lanjut/ carrier  digunakan urin dan tinja.

    6. Biologi molekular.

    •  PCR (Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak dipergunakan.

    Pada cara ini di lakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian

    diindentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat

    mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitifitas tinggi) serta

  • 8/15/2019 Belibis a17 Demam Tifoid

    8/28

    kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang digunakan dapat berupa

    darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.

    DIAGNOSIS

    Diagnosis pasti ditegakkan dengan cara menguji sampel feses atau darah untuk

    mendeteksi adanya bakteri Salmonella spp dalam darah penderita, dengan membiakkan

    darah pada 14 hari pertama setelah terinfeksi9.

    Selain itu tes widal (O dah H agglutinin) mulai positif pada hari kesepuluh dan

    titer akan semakin meningkat sampai berakhirnya penyakit. Pengulangan tes widal

    selang 2 hari menunjukkan peningkatan progresif dari titer agglutinin (diatas 1:200)

    menunjukkkan diagnosis positif dari infeksi aktif demam tifoid8,9

    . Biakan tinja

    dilakukan pada minggu kedua dan ketiga serta biakan urin pada minggu ketiga dan

    keempat dapat mendukung diagnosis dengan ditemukannya Salmonella8.

    Gambaran darah juga dapat membantu menentukan diagnosis. Jika terdapat

    leukopeni polimorfonuklear dengan limfositosis yang relatif pada hari kesepuluh dari

    demam, maka arah demam tifoid menjadi jelas. Sebaliknya jika terjadi lekositosis

    polimorfonuklear, maka berarti terdapat infeksi sekunder bakteri di dalam lesi usus.

    Peningkatan yang cepat dari lekositosis polimorfonuklear ini mengharuskan kita

    waspada akan terjadinya perforasi dari usus penderita. Tidak selalu mudah

    mendiagnosis karena gejala yang ditimbulkan oleh penyakit itu tidak selalu khas seperti

    di atas. Bisa ditemukan gejala- gejala yang tidak khas. Ada orang yang setelah terpapar

    dengan kuman S.typhi, hanya mengalami demam sedikit kemudian sembuh tanpa diberi

    obat. Hal itu bisa terjadi karena tidak semua penderita yang secara tidak sengaja

    menelan kuman ini langsung menjadi sakit. Tergantung banyaknya jumlah kuman dan

    tingkat kekebalan seseorang dan daya tahannya, termasuk apakah sudah imun atau

    kebal. Bila jumlah kuman hanya sedikit yang masuk ke saluran cerna, bisa saja

    langsung dimatikan oleh sistem pelindung tubuh manusia. Namun demikian, penyakit

    ini tidak bisa dianggap enteng, misalnya nanti juga sembuh sendiri3,8,9,10

    .

    PENATALAKSANAAN

    Management atau penatalaksanaan secara umum, asuhan keperawatan yang baik

    serta asupan gizi yang baik merupakan aspek penting dalam pengobatan demam tifoid

    selain pemberian antibiotik. Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan

    demam tifoid, yaitu: 7

     

  • 8/15/2019 Belibis a17 Demam Tifoid

    9/28

    1.  Istirahat dan Perawatan 

    Titah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah komplikasi.

    Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat tidur, seperti makan, minum,

    mandi, buang air kecil dan buang air besar akan membantu dan mempercepat masa

    penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian,

    dan perlengkapan yang dipakai7.

    Pasien demam tifoid perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi, observasi dan

    pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau

    kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya

    komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi pesien harus dilakukan

    secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien7.

    Pasien dengan kesadaran menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada

    waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan

    dekubitus. Defekasi dan buang air kecil harus diperhatikan karena kadang-kadang

    terjadi obstipasi dan retensi air kemih.7,9

     

    Asuhan keperawatan pada demam tifoid didasarkan pada gangguan akibat

    proses patofisiologi. Yaitu: 11

     

    a. 

    Mempertahankan suhu dalam batas normal

      Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang hipertermia

      Observasi suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan

      Beri minum yang cukup

      Berikan kompres air biasa

      Lakukan seka keringat

      Pakaian (baju) yang tipis dan menyerap keringat

     

    Pemberian obat antipireksia

      Pemberian cairan parenteral (IV) yang adekuat

    b.  Meningkatkan kebutuhan nutrisi dan cairan

      Menilai status nutrisi pasien

      Ijinkan pasien untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi pasien,

    rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan

    meningkat.

  • 8/15/2019 Belibis a17 Demam Tifoid

    10/28

      Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk

    meningkatkan kualitas intake nutrisi

      Menganjurkan kepada orang tua/ penunggu pasien untuk memberikan

    makanan dengan teknik porsi kecil tetapi sering

      Mempertahankan kebersihan mulut

      Menjelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan

    penyakit

      Kolaborasi untuk pemberian makanan melalui parenteral jika pemberian

    makanan melalui oral tidak memenuhi kebutuhan gizi anak

    c.  Mencegah berkurangnya volume cairan

      Mengobservasi tanda-tanda vital (suhu tubuh) paling sedikit setiap 4 jam

      Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan: turgor tidak

    elastis, ubun-ubun cekung, produksi urin menurun, memberan mukosa

    kering, bibir pecah-pecah

      Mengobservasi dan mencatat berat badan pada waktu yang sama dan

    dengan skala yang sama

      Memonitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam

     

    Mengurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat (Insensible Water

    Loss/IWL) dengan memberikan kompres dingin.

      Memberikan antibiotik sesuai program

    d.   Discharge planning 

      Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah

    defekasi

     

    Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola

    makanan

      Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman.

      Penderita memerlukan istirahat

      Diit lunak yang tidak merangsang dan rendah serat

      Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan

    tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak

     

    Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, dan efek samping

  • 8/15/2019 Belibis a17 Demam Tifoid

    11/28

      Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus

    dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut

      Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan.

    2.  Managemen Nutrisi 

    Penderita penyakit demam Tifoid selama menjalani perawatan haruslah

    mengikuti petunjuk diet yang dianjurkan oleh dokter untuk di konsumsi, antara lain : 7,11

     

    a.  Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin & protein.

    b.  Tidak mengandung banyak serat.

    c.  Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.

    d.  Makanan lunak diberikan selama istirahat.

    Makanan dengan rendah serat dan rendah sisa bertujuan untuk memberikan

    makanan sesuai kebutuhan gizi yang sedikit mungkin meninggalkan sisa sehingga dapat

    membatasi volume feses, dan tidak merangsang saluran cerna. Pemberian bubur saring,

     juga ditujukan untuk menghindari terjadinya komplikasi perdarahan saluran cerna atau

    perforasi usus. Syarat-syarat diet sisa rendah adalah : 12

     

      Energi cukup sesuai dengan umur, jenis kelamin dan aktivitas

      Protein cukup, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total

     

    Lemak sedang, yaitu 10-25% dari kebutuhan energi total

      Karbohidrat cukup, yaitu sisa kebutuhan energi total

      Menghindari makanan berserat tinggi dan sedang sehingga asupan serat

    maksimal 8 gr/hari. Pembatasan ini disesuaikan dengan toleransi perorangan

      Menghindari susu, produk susu, daging berserat kasar (liat) sesuai dengan

    toleransi perorangan.

      Menghindari makanan yang terlalu berlemak, terlalu manis, terlalu asam dan

    berbumbu tajam.

      Makanan dimasak hingga lunak dan dihidangkan pada suhu tidak terlalu

    panas dan dingin

      Makanan sering diberikan dalam porsi kecil

      Bila diberikan untuk jangka waktu lama atau dalam keadaan khusus, diet

    perlu disertai suplemen vitamin dan mineral, makanan formula, atau

    makanan parenteral.

  • 8/15/2019 Belibis a17 Demam Tifoid

    12/28

    Diet sisa rendah terbagi dua , yaitu: 12

     

    a.  diet sisa rendah I

    diet sisa rendah I adalah makanan yang diberikan dalam bentuk disaring atau

    diblender. Makanan ini menghindari makanan berserat tinggi dan sedang,

    bumbu yang tajam, susu, daging berserat kasar (liat), dan membatasi

    penggunaan gula dan lemak. Kandungan serat maksimal 4 gram. Diet ini rendah

    energi dan sebagian zat gizi. 12

     

    Tabel 1. Bahan Makanan yang Dianjurkan dan tidak Dianjurkan pada diet sisa rendah 1

    Bahan makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan

    Sumber karbohidrat Bubur saring, roti bakar,

    kentang dipure, makaroni,

    bihun rebus, biskuit,

    krakers, tepung-tepungan

    dipuding atau dibubur

    Beras tumbuk, beras ketan,

    roti whole wheat , jagung,

    ubi, singkong, talas, cake,

    tarcis, dodol, tepung-

    tepungan yang dibuat kue

    manis.

    Sumber protein hewani Daging empuk, hati, ayam,

    ikan giling halus, telur

    direbus, ditim, diceplok air

    atau sebagai campuran

    dalam makanan dan

    minuman

    Daging berserat kasar,

    ayam, dan ikan yang

    diawet, di goreng kering,

    telur diceplok, udang dan

    kerang, susu dan produk

    susu.

    Sumber protein nabati Tahu ditim dan direbus,

    susu kedelai

    Kacang-kacangan seperti

    kacang tanah, kacang

    merah, kacang tolo, kacang

    hijau, kacang kedelai,

    tempe dan oncom.

    Sayuran Sari sayuran Sayuran dalam keadaan

    utuh

    Buah-buahan Sari buah Buah dalam keadaan utuh

    Minuman Teh, sirup, kopi encer Teh dan kopi kental,

    minuman beralkohol dan

    mengandung soda

  • 8/15/2019 Belibis a17 Demam Tifoid

    13/28

    bumbu Garam, vetsin, gula Bawang, cabe, jahe,

    merica, ketumbar, cuka dan

    bumbu lain yang tajam

    b.  diet sisa rendah II

    Diet sisa rendah II merupakan makanan peralihan dari diet sisa rendah I ke

    Makanan biasa. Diet ini diberikan bila penyakit mulai membaik atau bila

    penyakit bersifat kronis. Makanan diberikan dalam bentuk cincang atau lunak.

    Makanan berserat sedang diperbolehkan dalam jumlah terbatas, sedangkan

    makanan berserat tinggi tidak diperebolehkan. Susu diberikan maksimal 2 gelas

    sehari. Lemak dan gula diberikan dalam bentuk mudah cerna. Bumbu kecuali

    cabe, merica dan cuka, boleh diberikan dalam jumlah terbatas. Kandungan serat

    diet ini adalah 4-8 gram. 12

     

    Tabel 2. Bahan Makanan yang Dianjurkan dan tidak Dianjurkan pada diet sisa rendah II

    Bahan makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan

    Sumber karbohidrat Beras dibubur/ditim, roti

    bakar, kentang rebus,

    krakers, tepung-tepungan di

    bubur atau dipuding

    Beras tumbuk, beras ketan,

    roti whole wheat , jagung,

    ubi, singkong, talas, cake,

    tarcis, dodol, tepung-

    tepungan yang dibuat kue

    manis.

    Sumber protein hewani Daging empuk, hati, ayam,

    ikan direbus, ditumis,

    dikukus, diungkep dan di

    panggang, telur direbus,

    ditim, diceplok air atau

    sebagai campuran dalam

    makanan dan minuman,

    susu maksimal 2 gelas

    perhari.

    Daging berserat kasar,

    ayam, dan ikan yang

    diawet, telur diceplok dan

    dadar, daging babi.

    Sumber protein nabati Tahu ditim direbus,

    ditumis, pindakan, susu

    Kacang-kacangan seperti

    kacang tanah, kacang

  • 8/15/2019 Belibis a17 Demam Tifoid

    14/28

    kedelai merah, kacang tolo, kacang

    hijau, kacang kedelai,

    tempe dan oncom.

    Sayuran Sayuran yang berserat

    rendah dan sedang, seperti

    kacang panjang, buncis

    muda, bayam, labu siam,

    tomat masak, wortel

    direbus, dikukus dan

    ditumis.

    Sayuran yang berserat

    tinggi seperti daun

    singkong, daun katuk, daun

    pepaya, daun dan buah

    melinjo, oyong, pare serta

    semua sayur yang dimakan

    mentah

    Buah-buahan Sari buah; buah segar yang

    matang (tanpa kulit dan

    biji) dan tidak banyak

    menimbulkan gas seperti

    pepaya, pisang, jeruk,

    avokad, nenas

    Buah yang dimakan dengan

    kulit, seperti apel, jambu

    biji, dan pir serta jeruk

    yang dimakan dengan kulit

    ari; buah yang

    menimbulkan gas seperti

    durian dan nangka.

    Lemak Margaris, mentega dan

    minyak dalam jumlah

    terbatas untuk menumis,

    mengoles dan setup

    Minyak untuk menggoreng,

    lemak hewani, kelapa dan

    santan

    Minuman Teh, kopi encer, sirup Teh dan kopi kental,

    minuman beralkohol dan

    mengandung soda

    bumbu Garam, vetsin, gula, cuka,

    salam, laos, kunyit, kunci

    dalam jumlah terbatas.

    cabe, merica

    Untuk kembali ke makanan "normal", lakukan secara bertahap bersamaan

    dengan mobilisasi. Misalnya hari pertama dan kedua makanan lunak, hari ke-3

    makanan biasa, dan seterusnya.

    3.  Managemen Medik 

    Pengobatan simtomatik diberikan untuk menekan gejala-gejala simtomatik yang

    dijumpai seperti demam, diare, sembelit, mual, muntah, dan meteorismus. Sembelit bila

  • 8/15/2019 Belibis a17 Demam Tifoid

    15/28

    lebih dari 3 hari perlu dibantu dengan paraffin atau lavase dengan glistering. Obat

    bentuk laksan ataupun enema tidak dianjurkan karena dapat memberikan akibat

    perdarahan maupun perforasi intestinal. 7

     

    Pengobatan suportif dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan penderita,

    misalnya pemberian cairan, elektrolit, bila terjadi gangguan keseimbangan cairan,

    vitamin, dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dan kortikosteroid untuk

    mempercepat penurunan demam. 7

     

    A. Pemberian antimikroba

    Pemberian antimikroba dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran

    kuman.

    a.  Kloramfenikol

    Di era pre-antibiotik, angka mortalitas dari demam tifoid masih tinggi

    sekitar 15%. Terapi dengan kloramfenikol diperkenalkan pada 1948, mengubah

    perjalanan penyakit, menurunkan angka mortalitas hingga

  • 8/15/2019 Belibis a17 Demam Tifoid

    16/28

    menjadi pengobatan yang utama. Munculnya strain MDR S.typhi, dengan resisten

    terhadap ampicillin dan kotrimoksazol telah mengurangi kemanjuran obat ini.

    Pada tahun 1989, muncul MDR S. Typhi. Bakteri ini resisten terhadap

    kloramfenikol, ampicilin, Trimetoprim-Sulfametoksazol (TPM-SMZ),

    streptomycin, sulfonamid dan tertacyklin. Di daerah dengan prevalensi tinggi

    infeksi S.typhi MDR (India, Asia tenggara dan Afrika), seluruh pasien diduga

    demam tifoid dan diterapi dengan quinolon atau sefalosporin generasi III hingga

    hasil kultur dan tes sensitivitas tersedia. 13

     

    d.  Quinolon

    Quinolon memiliki aktivitas tinggi terhadap Salmonellae  invitro, dengan

    efektif penetrasi terhadap makrofag, mencapai konsentrasi tinggi di usus dan

    lumen empedu, dan memiliki potensi yang tinggi diantara antibiotik lain dalam

    terapi demam tifoid. Ciprofloksasin terbukti memiliki efektivitas yang tingi, tidak

    ada karier S. Typhi yang muncul, faktanya, pada studi lainnya, indikasi utama

    untuk menggunakan antibiotik quinolon. Ciprofloksasin juga telah ditemukan

    memiliki efek terapi terhadap strain S.typhi dan S.paratyphi MDR. Resistensi

    terhadap ciprofloksasin mulai muncul khususnya di daerah India. Quinolon

    lainnya, seperti ofloxacin, norfloxacin dan pefloxacin, terbukti efektif dalam

    perrcobaan klinis skala kecil. Terapi singkat dengan ofloxacin (10-15 mg/kg

    dibagi dua selama 2-3 hari) muncul lebih simpel, aman dan efektif dalam terapi

    inkomplit MDR demam tifoid. Demam pada umumnya turun pada hari ke-3 atau

    menjelang hari ke-4. 7,13

     

    e.  Sefalosporin Generasi 1

    Cefotaxim, ceftriaxon, dan cefoperazon telah digunakan untuk mengobati

    demam tifoid, dengan pemberian selama 3 hari memberikan efek terapi sama

    dengan regimen obat yang diberikan 10-14 hari. Respon yang baik juga

    dilaporkan dengan pemberian ceftriaxon selama 5-7 hari, tetapi laporan angka

    kekambuhan ditemukan tidak lengkap. Obat-obat ini sebaiknya diberikan untuk

    kasus resisten quinolon. Direkomendasikan diberikan untuk 10-14 hari. 13

     

    f.  Antibiotik lainnya

    Beberapa studi kecil telah melaporkan kesuksesan pengobatan demam

    tifoid dengan aztreonam, antibiotik monobaktam. Antibiotik ini menunjukan lebih

    efektif daripada kloramfenikol dalam membasmi organisme dalam darah.

    Penelitian prospektif di Malaysia terhenti akibat tingginya kegagalan dengan

  • 8/15/2019 Belibis a17 Demam Tifoid

    17/28

    aztreonam. Azitromycin, antibiotik makrolida baru diberikan dengan dosis 1 gr

    sekali sehari selama 5 hari juga bermanfaat untuk pengobatan demam tifoid.

    Keuntungan lainnya penggunaan aztreonam dan azitromycin adalah kedua obat

    ini dapat digunakan pada anak-anak, ibu hamil dan menyusui. 13

     

    Tabel 3. Obat dan Dosis Antibiotik untuk Demam Tifoid13

     

    Obat Dosis Rute

    First-line antibiotics  Kloramfenikol 500 mg 4x sehari Oral, IV

    Trimetoprim-

    Sulfametoksazol

    160/800 mg 2 x

    sehari, 4-20 mg/kg,

    bagi 2 dosis.

    Oral, IV

    Ampicillin/Amoxycillin 1000-2000 mg 4x

    sehari; 50-100

    mg/kg, bagi 4 dosis

    Oral, IM, IV

    Second-line

    antibiotics 

    (fluoroquinolon)

    Ciprofloxacin 500 mg 2x sehari/200

    mg 2x sehari selama

    10-14 hari

    Oral, IV

    Norfloxacin 400 mg, 2x sehari

    selama 10 hari

    Oral

    Pefloxacin 400 mg , 2x sehari

    selama 10 hari

    Oral, IV

    Ofloxacin 400 mg, 2 x sehari

    selama 14 hari

    Oral

    Levofloxacin 500 mg, 2 x sehari

    selama 14 hari

    Cephalosporin Ceftriaxon 1-2 gr 2x sehari; 50-

    75 mg/kg: dibagi 1-2

    dosis selama 7-10

    hari

    IM, IV

    Cefotaxim 1-2 gr 2 x sehari 40-

    80 mg/kg: dibagi 2-3

    dosis selama 14 hari

    IM, IV

    Cefoperazon 1-2 gr 2 x sehari 50- IM, IV

  • 8/15/2019 Belibis a17 Demam Tifoid

    18/28

    100 mg/kg: dibagi 2

    dosis selama 14 hari

    Cefixim 200-400 mg sehari

    sekali/2 x sehari 10

    mg/kg bagi 1-2 dosis

    selama 14 hari

    Oral

    Antibiotik lainnya Aztreonam 1 gr/2-4 x sehari; 50-

    70 mg/kg:

    IM

    Azithromycin 1 gr sekali sehari; 5-

    10 mg/kg

    Oral

    Tabel 4. Rekomendasi DOC pengobatan antibiotik untuk demam tifoid  

    Demam Tifoid tanpa

    komplikasi

    Sensitif- Fluoroquinolon (ofloxacin, ciprofloxacin) 5-7 hari

    MDR – fluoroquinolon 5-7 hari atau Cefixime 7-14 hari

    Resisten Quinolon- Azitromycin 7 hari atau Cefriaxone 10-14

    hari

    Demam Tifoid Berat

    Sensitif- Fluoroquinolon (ofloxacin) 10-14 hari

    MDR – fluoroquinolon (ofloxacin) 10-14 hari

    Resisten Quinolon- Azitromycin 7 hari atau Cefriaxone 10-14

    hari

    Tabel 5. Pilihan Antibiotik untuk Demam Tifoid menurut Harrison’s6 

    Antibiotik Dosis

    First Line 

      Ciprofloksasin

      Ceftriakson

    500 mg peroral 2 kali sehari selama 10 hari

    1-2 gr IV/IM selama 10-14 hari

    Alternativ (NSRST*)

      Azitromicin

      Ciprofloksasin

    1 gr peroral sekali sehari selama 5 hari

    10 mg/kg peroral 2 kali sehari selama 10 hari

    *NARST  Nalidixic acid Resistant S.typhi 

  • 8/15/2019 Belibis a17 Demam Tifoid

    19/28

    Menurut Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia dalam buku ajar IPD

    Fakultas Kedokteran FKUI, pilihan utama antibiotik pada demam tifoid adalah

    golongan kuinolon.

    Tabel 6. Pilihan Utama Antibiotik untuk Demam Tifoid  

    Antibiotik Dosis

      Norfloksasin

      Ciprofloksasin

      Ofloksasin

      Perfloksasin

      Fleroksasin

    400 mg 2 kali sehari selama 14 hari

    500 mg 2 kali sehari selama 6 hari

    400 mg 2 kali sehari selama 7 hari

    400 mg/hari selama 7 hari

    400 mg/hari selama 7 hari

    Pada penelitian yang dilakukan di Jakarta pada tahun 2002-2008 didapatkan

    hasil bahwa beberapa antibiotika yang biasa digunakan para klinisi di Indonesia masih

    memiliki efek terapi diatas 90 terhadap S.typhi dan S.paratyphi.1 

    Tabel 7. Persentase pengaruh antibiotik terhadap S.typhi

    Antibiotik %

    Ceftriaxon 92,6

    Kloramfenikol 94,1

    Tetrasiklin 100

    Trimetoprim-Sulfametoksazol 100

    Ciprofloksasin 100

    Levofloksasin 100

    B.  Penggunaan Glukokortikosteroid

    Kortikosteroid diberikan pada pasien demam tifoid berat dengan gangguan

    kesadaran (delirium, stupor, koma, shok). Dexametason diberikan dengan dosis awal

    3mg/kg IV, selanjutnya 1mg/kg tiap 6 jam sebanyak delapan kali pemberian13

    . selain

    itu, juga diberikan kepada pasien dengan demam yang tidak turun-turun.

    o Hari ke 1: Kortison 3 X 100 mg im atau Prednison 3 X 10 mg oral

    o Hari ke 2: Kortison 2 X 100 mg im atau Prednison 2 X 10 mg oral

    o Hari ke 3: Kortison 3 X 50 mg im atau Prednison 3 X 5 mg oral

    o Hari ke 4: Kortison 2 X 50 mg im atau Prednison 2 X 5 mg oral

    o Hari ke 5: Kortison 1 X 50 mg im atau Prednison 1 X 5 mg oral

  • 8/15/2019 Belibis a17 Demam Tifoid

    20/28

    C.  Antipiretik

    Pireksia dapat di atasi dengan kompres. Salisilat dan antipiretik lainnya

    sebaiknya tidak diberikan karena dapat menyebabkan keringat yang banyak dan

    penurunan tekanan darah (bradikardi relatif).13

     

    PENGOBATAN DEMAM TIFOID PADA WANITA HAMIL

    Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 kehamilan karena

    dikhawatirkan dapat terkadi partus prematur, kematian fetus intrauterin, dan grey

    syndrome  pada neonatus. Tiamfenikol tidak dianjurkan digunakan pada trimester

    pertama kehamilan karena kemungkinan efek teratogenik terhadap fetus pada manusia

    belum dapat disingkirkan. Pada kehamilan lebih lanjut tiamfenikol dapat digunakan.

    Demikian juga obat golongan fluoroquinolon maupun kotrimoksazol tidak boleh

    digunakan untuk mengobati demam tifoid pada ibu hamil. Obat yang dianjurkan adalah

    ampisilin, amoksisilin dan ceftriakson.7 

    TATALAKSANA KOMPLIKASI DEMAM TIFOID

    Sebagai suatu penyakit sistemik, maka hampir semua organ utama tubuh dapat

    diserang dan berbagai komplikasi serius dapat terjadi. Beberapa komplikasi yang dapat

    terjadi pada demam tifoid yaitu : 7

     

    1.  Komplikasi Intestinal

    Komplikasi intestinal yang dapat terjadi, yaitu perdarahan intestinal perforasi

    usus, ileus paralitik, pankreatitis.

      Perdarahan intestinal

    Pada plak peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat

    terbentuk tukan/luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus.

    Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi

    perdarahan. Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus maka perforasi

    dapat terjadi. Selain karena faktor luka, perdarahan juga dapat terjadi karena

    gangguan koagulasi darah (KID) atau gabungan kedua faktor. Sekitar 25%

    penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak

    membutuhkan transfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita

    mengalami syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakan bila

    terdapat perdarahan sebanyak 5ml/kgBB/jam dengan faktor hemostasis dalam

  • 8/15/2019 Belibis a17 Demam Tifoid

    21/28

    batas normal. Jika penanganan terlambat, mortalitas cukup tinggi sekitar 10-

    32%, bahkan ada yang melaporkan sampai 80 %. Bila transfusi yang diberikan

    tidak dapat mengimbangi perdarahan yang terjadi, maka tindakan bedah perlu

    dipertimbangkan.

      Perforasi usus

    Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul

    pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Selain

    gejala umum demam tifoid yang biasa terjadi maka penderita demam tifoid

    dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran

    kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh perut dan disertai dengan

    tanda-tanda ileus. Bising usus melemah pada 50% penderita dan pekak hati

    terkadang tidak ditemukan karena adanya udara bebas diabdomen. Tanda-tanda

    perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun, dan bahkan dapat syok.

    Leukositosis dengan pergeseran ke kiri dapat menyokong adanya perforasi.

    Bila pada gambaran foto polos abdomen (BNO/3 posisi) ditemukan

    udara pada rongga peritoneum atau subdiafragma kanan, maka hal ini

    merupakan nilai yang cukup menentukan terdapatnya perforasi usus pada

    demam tifoid. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kejadian perforasi

    adalah umur (biasanya 20-30 tahun), lama demam, modalitas pengobatan,

    beratnya penyakit, dan mobilitas penderita.

    Antibiotik diberikan secara selektif bukan hanya untuk mengobati

    kuman S. Typhi tetapi juga untuk mengatasi kuman yang bersifat fakultatif dan

    aerobik pada flora usus. Umumnya diberikan antibiotik spektrum luas dengan

    kombinasi kloramfenikol dan ampisilin intravena. Untuk kontaminasi usus dapat

    diberikan gentamisin/metronidazol. Cairan harus diberikan dalam jumlah yang

    cukup serta penderita dipuasakan dan dipasang nasogastric tube. Transfusi

    darah dapat diberikan bila terdapat kehilangan darah akibat perdarahan

    intestinal.

    2.  Komplikasi ekstra intestinal

    a.  Komplikasi hematologi

    Komplikasi hematologik berupa trombositopenia, hipofibrino-genemia,

    peningkatan protombin time, peningkatan  partial thromboplastin time,

    peningkatan  fibrin degradation product   sampai koagulasi intravaskular

    diseminata (KID) dapatditemukan pada kebanyakan pasien demam tifoid.

  • 8/15/2019 Belibis a17 Demam Tifoid

    22/28

    Trombositopenia sering dijumpai, hal ini mungkin terjadi karena menurunnya

    produksi trombosit di sum-sum tulang selama proses infeksi atau meningkatnya

    destruksi trombosit di sistem retikuloendotelial. Obat-obatan juga memiliki

    peranan.

    Penyebab KID pada demam tifoid belumlah jelas. Hal-hal yang sering

    dikemukakan adalah endotoksinmengaktifkan beberapa sistem biologik,

    koagulasi dan fibrinolisis. Pelepasan kinin, prostaglandin dan histamin

    menyebabkan vasokontriksi dan kerusakan endotel pembuluh darah dan

    selanjutnya mengakibatkan perangsangan mekanisme koagulasi; baik KID

    kompensata maupun dekompensata.

    Bila terjadi KID dekompensata dapat diberikan transfusi darah,

    substitusi trombosit dan/atau faktor-faktor koagulasi bahkan heparin, meskipun

    ada pula yang tidak sependapat tentang manfaat pemberian heparin pada demam

    tifoid.

    b.  Hepatitis tifosa

    Pembengkakan hati ringan sampai sedang dijumpai pada 50% kasus

    dengan demam tifoid dan lebih banyak dijumpai karena S.typhi  daripada

    S.paratyphi. untuk membedakan apakah hepatitis ini oleh karena tifoid, virus,

    malaria, atau amuba maka perlu diperhatikan kelainan fisik, parameter

    laboratorium, dan bila perlu histopatologik hatti. Pada demam tifoid kenaikan

    enzim transaminase tidak relevan dengan kenaikan serum bilirubin (untuk

    membedakan dengan hepatitis oleh karena virus). Hepatitis tifosa dapat terjadi

    pada pasien dengan malnutrisi dan sistem imun yang kurang. Meskipun sangat

     jarang, komplikasi hepatoensefalopati dapat terjadi.

    c.  Pankreatitis tifosa

    Merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada demam tifoid.

    Pankreatitis sendiri dapat disebabkan oleh mediator proinflamasi, virus, bakteri,

    cacing, maupun zat-zat farmakologi. Pemeriksaan enzim amilase dan lipase

    serta USG/CT scan dapat membantu diagnosis penyakit ini dengan akurat.

    Penatalaksanaan pankreatitis tifosa sama seperti penanganan pankreatitis

    pada umumnya; antibiotik yang diberikan adalah antibiotik intravena seperti

    ceftriakson atau quinolon.

  • 8/15/2019 Belibis a17 Demam Tifoid

    23/28

    d.  Miokarditis

    Miokarditis terjadi pada 1-5% penderita demam tifoid sedangkan

    kelainan elektrokardiografi (EKG) dapat terjadi pada 10-15% penderita. Pasien

    dengan miokarditis biasanya tanpa gejala kardiovaskuler atau dapat berupa

    keluhan sakit dada, gagal jantung kongestif, aritmia, atau syok kardiogenik.

    Sedangkan perikarditis sangat jarang terjadi. Perubahan EKG yang menetap

    disertai aritmia mempunyai prognosis yang buruk. Kelainan ini disebabkan

    kerusakan miokardium oleh kuman S.typhi  dan miokarditis sering sebagai

    penyebab kematian. Biasanya pada pasien yang sakit berat, keadaan akut dan

    fulminan.

    e.  Manifestasi neuropsikiatrik/tifoid toksik

    Manifestasi neuropsikiatrik dapat berupa delirium dengan atau tanpa

    kejang, semi-koma atau koma,  parkinson rigidity/transient parkinsonism,

    sindroma otak akut, mioklonus generalisata, meningismus, skizofrenia

    sitotoksik, mania akut, hipomania, ensefalomielitis, meningitis, polineuritis

    perifer, sindroma Guillen-Bare, dan psikosis.

    Terkadang gejala demam tifoid diikuti suatu sindrom klinis berupa

    gangguan atau penurunan kesadaran akut (kesadaran berkabut, aatis, delirium,

    somnolen, sopor atau koma) dengan atau tanpa disertai kelainan neurologis

    lainnya dan dalam pemeriksaancairan otak masih dalam batas normal. Sindrom

    klinik seperti ini oleh beberapa peneliti disebut sebagai tifoid toksik, sedangkan

    penulis lainnya menyebutkan dengan demam tifoid berat, demam tifoid

    ensefalopati, atau demam tifoid dengan toksemia. Diduga faktor-faktor sosial

    ekonomi yang buruk, tingkat pendidikan yang rendah, ras, kebangsaan, iklim,

    nutrisi, kebudayaan dan kepercayaan (adat) yang masih terbelakang ikut

    mempermudah terjadinya hal tersebut dan akibatnya meningkatkan angka

    kematian.

    Semua kasus tifoid toksik, atas pertimbangan klinis sebagai demam

    tifoid berat, langsung diberikan pengobatan kombinasi kloramfenikol 4 x 400

    mg ditambah ampisilin 4 x 1 gram dan deksametason 3 x 5 mg.

  • 8/15/2019 Belibis a17 Demam Tifoid

    24/28

    PENATALAKSANAAN PADA PENGIDAP TIFOID (KARIER)

    Kasus demam tifoid karier merupakan faktor risiko terjadinya outbreak  demam

    tifoid. Pada daerah endemik dan hiperendemik penyandang kuman S.typhi ini jauh lebih

    banyak serta sanitasi lingkungan dan sosial ekonomi rendah semakin mempersulit usaha

    penanggulangannya. Angka kejadian demam tifoid di Indonesia sebesar 1.000/100.0000

    populasi pertahun, insiden rata-rata 62% di Asia, dan 35 % di Afrika dengan mortalitas

    rendah 2-5% dan sekitar 3% menjadi karier. Di antara demam tifoid yang sembuh

    klinis, pada 20 % diantaranya masih ditemukan kuman S.typhi setelah 2 bulan dan 10%

    masih ditemukan pada bulan ketiga serta 3 % masih ditemukan setelah 1 tahun. Kasus

    karier meningkat seiring peningkatan usia dan adanya penyakit kandung empedu, serta

    gangguan traktus urinarius.7 

    Definisi dan Manifestasi Tifoid Karier

    Definisi pengidap tifoid (karier) adalah seseorang yang kotorannya (feses atau

    urin) mengandung S.typhi setelah satu tahun pasca-demam tifoid, tanpa disertai gejala

    klinis. Kasus tifoid dengan kuman S.typhi masih dapat ditemukan di feses atau urin

    selama 2-3 bulan disebut karier pasca penyembuhan. Pada penelitian di Jakarta

    dilaporkan bahwa 16,18% (N=68) kasus demam tifoid masih didapatkan kuman S.typhi 

    pada kultur fesesnya7.

    Tifoid karier tidak menimbulkan gejala klinis (asimptomatis) dan 25%kasus

    menyangkal adanya riwayat sakit demam tifoid akut. Pada beberapa penelitian

    dilaporkan pada tifoid karier sering disertai infeksi kronik traktus urinarius serta

    terdapat peningkatan resiko terjadinya karsinoma kandung empedu, karsinoma

    kolorektal, karsinoma pankreas, karsinoma paru, dan keganasan di bagian organ atau

     jaringan lain. Peningkatan faktor risiko tersebut berbeda bila dibandingkan dengan

    populasi pasca-ledakan kasus luar biasa demam tifoid, hal ini di duga faktor infeksi

    kronis sebagai faktor risiko terjadinya karsinoma dan bukan akibat infeksi tifoid akut7.

    Proses patofisiologis dan patogenesis kasus tifoid karier belum jelas.

    Mekanisme pertahanan tubuh terhadap Salmonella typhi belum jelas. Imunitas selular

    diduga punya peran sangat penting. Hal ini dibuktikan bahwa pada penderita sickle cell

    disease dan sistemic lupus eritematosus (SLE) maupun penderita AIDS bila terinfeksi

    Salmonella maka akan terjadi bakteremia yang berat. Pada pemeriksaan inhibisi migrasi

    leukosit (LMI) dilaporkan terdapat penurunan respons reaktifitas selular terhadap

    Salmonella typhi, meskipun tidak ditemukan penurunan imunitas seluler dan humoral.

  • 8/15/2019 Belibis a17 Demam Tifoid

    25/28

    Penelitian lainnya menyatakan bahwa tidak ada perbedaan bermakna pada sistem

    imunitas humoral dan selular serta respons limfosit terhadap S.typhi  antara pengidap

    tifoid dengan kontrol. Pemeriksaan respons imun berdasarkan serologi antibodi IgG dan

    IgM terhadap S.typhi antara tifoid karier dibanding tifoid akut tidak berbeda bermakna7.

    Diagnosis Tifoid Karier

    Diagnosis tofoid karier ditegakan atas dasar ditemukannya kuman S.typhi pada

    biakan feses maupun urin pada seseorang tanpa gejala klinis infeksi atau pada seseorang

    setelah 1 tahun paca-demam tifoid. Dinyatakan kemungkinan besar bukan sebagai tifoid

    karier bila setelah dilakukan biakan secara acak serial minimal 6 kali pemeriksaan tidak

    ditemukan kuman S.typhi7.

    Sarana lain untuk menegakan diagnosis adalah pemeriksaan serologi Vi,

    dilaporkan bahwa sensitivitas 75% dan spesifisitas 92% bila ditemukan kadar titer

    antibodi Vi sebesar 160. Nolan CM dkk (1981) meneliti pengidap tifoid (karier) beserta

    keluarganya, ditemukan titer 1:40 sampai 1;2560 pada 7 kasus biakan positif S.typhi, 

    sedangkan pada 37 kasus dengan kultur S.typhi negatif, 36 tidak ditemukan antibodi Vi,

    1 kasus dengan antibodi Vi positif 1:10. 7 

    Penatalaksanaan tifoid karier

    Kesulitan eradikasi kasus karier berhubungan dengan ada tidaknya batu empedu

    dan sikatrik kronik pada saluran empedu. Kasus karier ini juga meningkat pada

    seserorang yang terkena infeksi saluran kencing secara kronis, batu, striktur,

    hidronefrosis, dan tuberkulosis maupun tumor di traktus urinarius. Oleh karena itulah

    insidens tifoid karier meningkat pada wanita maupun pada usia lanjut karena adanya

    faktor tersebut di atas. Penatalaksanaan tifoid karier dibedakan berdasarkan ada

    tidaknya penyulit yang dapat dilihat pada tabel berikut7.

    Tabel 8. Terapi Antibiotik Pada Kasus Demam Tifoid Karier  

    Tanpa disertai kasus kolelitiasis 

    Pilihan regimen terapi selama 3 bulan

    1. ampisilin 100mg/kgBB/hari + probenesid 30 mg/kgBB/hari

    2. amoksisilin 100mg/kgBB/hari + probenesid 30 mg/kgBB/hari

    3. kotrimoksazol 2 tablet/2kali/hari

  • 8/15/2019 Belibis a17 Demam Tifoid

    26/28

    Disertai kasus Kolelitiasis 

    Kolesistektomi + regimen tersebut diatas selama 28 hari, kesembuhan 80% atau

    kolesistektomi + salah satu regimen terapi di bawah ini:

    1.  Ciprofloksasin 750 mg/2kali/hari

    2.  Norfloksasin 400 mg/2kali/hari

    Disertai Infeksi Schistoma Haematobium pada Traktus urinarius 

    Pengobatan kasus ini harus dilakkan eradikasi Schistoma Haematobium 

    1.  prazikuantel 40 mg/kgBB dosis tunggal

    2.  metrifonat 7,5-10 mg/kgBB bila perlu diberikan 3 dosis, interval 2 minggu.

    Setelah eradikasi S.Haematobium tersebut batu diberikan regimen terapi untuk

    tifoid karier seperti di atas.

    Pengobatan Infeksi Campuran Tifoid 

    a.  Tifoid dengan infeksi sendi 

    Peradangan sendi sering terjadi pada pasien demam tifoid. Meskipun basil

    tifoid pada cairan sendi ditemukan pada sedikit kasus, karena hanya sedikit

    pencatatan pemeriksaan bakteriologis pada cairan sendi. Penelitian yang dilakukan

    Orloff, yaitu menyuntikan S.typhi  pada anjing dan kelinci, menimbulkan

    pembengkakan sendi dalam 24 jam, dengan perdarahan pada membran sinovial.

    Cairan yang keruh, dan keras terbentuk pada sendi yang selanjutnya menjadi

    purulen. Terapi yang dapat diberikan pada antara lain kompres dingin, untuk

    peradangan masive dapat dilakukan aspirasi cairan sendi. Bila peradangan sudah

    berkurang dapat dilakukan terapi pergerakan pasif (Pasive motion), massage, dan

     frictions.  Eradikasi tifoid dilakukan dengan pemberian antibiotik seperti dibahas

    diatas. 15

     

    b.  Tifoid dengan Malaria 

    Infeksi campuran ini ditegakan bila dari gejala klinis dan laboratorium

    didapat khas tifoid dan klinis malaria bersamaan. Juga dari laboratorium didapat

    widal reaktif dan ditemukan Plasmodium. Terapi yang diberikan sesuai dengan

    terapi masing-masing infeksi. Malaria dapat diobati dengan Primakuin 45 mg (3

    tablet) dosis tunggal untuk P.falciparum, sedangkan untuk P.vivax dengan dosis 15

    mg/hari selama 14 hari. Kina dosis yang dianjurkan 3 x 10mg/kgBB selama 7 hari

  • 8/15/2019 Belibis a17 Demam Tifoid

    27/28

    (1 tablet 220 mg), atau dengan preparat kina ataupun artemisin. Sedangkan untuk

    tifoid dapat diberikan Ciprofloksasin 500 mg selama 7 – 10 hari.16,17

     

    c.  Tifoid dengan Dengue 

    Pada kasus dengan tifoid disertai dengan trombositopenia dan IgG dan IgM

    dengue positif, diberikan terapi antibiotik untuk tifoid. Untuk infeksi dengue,

    diberikan cairan yang adekuat dan pemantauan perdarahan yang terjadi. 18,19

     

    Pencegahan 

    Vaksinasi dengan menggunakan vaksin T.A.B (mengandung basil tifoid dan

    paratifoid A dan B yang dimatikan ) yang diberikan subkutan 2 atau 3 kali pemberian

    dengan interval 10 hari merupakan tindakan yang praktis untuk mencegah penularan

    demam tifoid Jumlah kasus penyakit itu di Indonesia cukup tinggi, yaitu sekitar 358-

    810 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Suntikan imunisasi tifoid boleh dilakukan

    setiap dua tahun sedangkan vaksin oral diambil setiap lima tahun. Bagaimanapun,

    vaksinasi tidak memberikan jaminan perlindungan 100%.7 

    Mengkonsumsi air yang telah dimasak. Masak air sekurang-kurangnya lima menit

    penuh (apabila air sudah masak, biarkan ia selama lima menit lagi). 7

     

    Bila sedang dalam perjalanan usahakan menggunakan air botol atau minuman

    yang telah terjamin kebersihannya. Makan makanan yang baru dimasak. Jika terpaksa

    makan di kedai, pastikan makanan yang dipesan khas dan berada dalam keadaan

    `berasap’ kerana baru diangkat dari dapur. Tudung semua makanan dan minuman agar

    tidak dihinggapi lalat. Letakkan makanan di tempat tinggi. 7

     

    Buah-buahan hendaklah dikupas dan dibilas sebelum dimakan. Cuci tangan

    dengan sabun dan air bersih sebelum menyediakan atau memakan makanan, membuang

    sampah, memegang bahan mentah atau setelah buang air besar.7 

  • 8/15/2019 Belibis a17 Demam Tifoid

    28/28

    SIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARAN

    SIMPULAN

    Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada

    saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran

    pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Di era  Multi Drug Resisten seperti

    saat sekarang ini, pilihan pengobatan haruslah lebih cermat. Penggunaan antibiotik

    golongan Quinolon merupakan pilihan utama pengobatan demam tifoid untuk saat ini.

    Tak hanya dengan obat-obatan, asuhan keperawatan yang baik dan benar serta

    penanganan nutrisi yang tepat juga memiliki peranan penting dalam penatalaksanaan

    demam tifoid.

    SARAN

    Diperlukan ketepatan dalam mendiagnosa demam tifoid agar tidak terjadi

    pemakaian antibiotik yang tidak seharusnya. Pemilihan antibiotik yang adekuat dapat

    mengurangi angka terjadinya resistensi. Perlunya kerjasama antara dokter dan

    paramedis lain untuk bersama-sama membantu mengobati pasien serta memberikan

    edukasi yang tepat kepada pasien dan keluarganya agar dapat membantu proses

    penyembuhan.

    Pencegahan sangat penting yaitu dengan menjaga higiene lingkungan tempat

    tinggal dan sekitarnya, higiene makanan serta tidak buang air besar sembarangan. Tutup

    rapat makanan agar tidak dihinggapi lalat.

    © Belibis A-17.( http://www.Belibis17.blogspot.com  © Belibis A-17.(( http://www.Belibis17.tk