Click here to load reader
Upload
duongnhu
View
292
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
BELAJAR DARI MAZMUR 13:
MEMAKNAI PENDERITAAN ORANG BENAR DAN APLIKASINYA
MELALUI KATEKESE MODEL SCP
(SHARED CHRISTIAN PRAXIS)
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Disusun oleh:
Paulina Rahayu Setyaningrum
NIM: 031124024
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2007
ii
S K R I P S I
BELAJAR DARI MAZMUR 13:
MEMAKNAI PENDERITAAN ORANG BENAR DAN
APLIKASINYA MELALUI KATEKESE MODEL SCP
(SHARED CHRISTIAN PRAXIS)
Disusun oleh:
Paulina Rahayu Setyaningrum
NIM: 031124024
Telah disetujui oleh
Pembimbing Drs. FX. Heryatno Wono Wulung., S.J, M.ED. Tanggal 10 September 2007
iii
S K R I P S I
BELAJAR DARI MAZMUR 13:
MEMAKNAI PENDERITAAN ORANG BENAR DAN APLIKASINYA
MELALUI KATEKESE MODEL SCP (SHARED CHRISTIAN PRAXIS)
Dipersiapkan dan ditulis oleh:
Paulina Rahayu Setyaningrum
NIM: 031124024
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji
pada tanggal: 28 September 2007
dan dinyatakan memenuhi syarat
SUSUNAN PANITIA PENGUJI
Nama Tanda tangan
Ketua : Drs. FX. Heryatno W.W., S.J., M.Ed. .......................
Sekretaris : FX. Dapiyanta, SFK, M.Pd. .......................
Anggota : 1. Drs. FX. Heryatno W.W., S.J., M.Ed. .......................
2. Drs. M. Sumarno Ds., S.J., M.A. ……………...
3. Dra. J. Sri Murtini, M.Si. .......................
Yogyakarta, 28 September 2007
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma
Dekan,
Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph. D
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk orang-orang tercinta di hati:
Almarhum kakek Yacobus Dariman, bapak dan ibuku, adik-adikku di Lampung,
sahabat-sahabatku, dan kekasihku.
v
MOTTO
“Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan,
jadilah padaku menurut perkataanMu itu.”
(Luk 1:38)
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 10 September 2007
Penulis
Paulina Rahayu Setyaningrum
vii
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah: “Belajar Dari Mazmur 13: Memaknai Penderitaan Orang Benar Dan Aplikasinya Melalui Katekese Model SCP (Shared Christian Praxis)”. Judul ini dipilih dengan berpangkal dari kenyataan bahwa orang Kristiani yang beriman kepada Allah mempunyai ketakutan ketika harus berhadapan dengan penderitaan. Akibat ketakutan ini manusia melalui berbagai cara berusaha untuk menghindar dari penderitaan. Penderitaan yang ada tidak memandang siapapun. Orang kaya, miskin, orang benar maupun orang jahat. Penderitaan tidak hanya menimpa orang jahat namun juga orang benar. Tidak ada pengecualian bagi orang baik. Penulis mengungkapkan bahwa penderitaan berasal dari berbagai hal di antaranya: penderitaan karena diri sendiri, penderitaan karena bencana alam, penderitaan yang disebabkan oleh orang lain, penderitaan karena penyakit dan lain sebagainya.
Iman kristiani merefleksikan penderitaan orang benar ini dengan belajar dari penderitaan pemazmur dalam Mazmur 13 dan juga berdasarkan misteri penderitaan, wafat, dan kebangkitan Yesus Kristus sebagai orang benar yang menderita. Maka, penderitaan bagi orang Kristiani bukanlah suatu kehancuran atau akhir segalanya melainkan awal dari perjuangan hidup yang lebih baik. Dengan mengalami penderitaan, manusia diharapkan dapat semakin kuat, tegar, tabah, sabar dan tahan banting dalam menghadapi hidup. Selain itu, dengan penderitaan manusia diajak untuk semakin rendah hati, menyadari bahwa dirinya adalah makhluk lemah dan senantiasa bergantung pada Tuhan. Dengan penderitaan pula, manusia diajak untuk peka, solider, tersentuh, dan tergerak hatinya melihat penderitaan sesama di sekitar. Untuk itu pengharapan dalam menghadapi penderitaan ini terungkap dalam katekese yang bertemakan penderitaan orang benar jaman sekarang.
Skripsi ini ditulis dalam lima bab. Bab I merupakan pendahuluan yang menguraikan latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, metode serta sistematika penulisan. Bab II mengupas tentang penderitaan orang benar dalam konteks Kitab Suci yaitu Kitab Mazmur yang secara khusus Mazmur 13. Bab III akan memaparkan penderitaan orang benar jaman sekarang yang dibagi dalam empat bagian. Bagian pertama akan membahas pengertian penderitaan secara umum. Bagian kedua menguraikan berbagai macam penderitaan manusia jaman sekarang. Bagian ketiga membicarakan tentang penderitaan Yesus sebagai inspirasi untuk memaknai penderitaan. Bagian keempat membahas penderitaan Allah sebagai wujud pengidentifikasianNya dalam diri orang benar yang menderita dan tersingkir. Kemudian bab IV mencoba memberi jawaban tentang penderitaan orang benar melalui katekese dengan model SCP(Shared Christian Praxis) yang terdiri dari tiga bagian yaitu yang pertama; katekese sebagai salah satu model pendampingan iman umat dalam memaknai penderitaan. Kedua; arah dan tujuan katekese dalam memaknai penderitaan orang benar. Ketiga; contoh persiapan katekese dengan model SCP (Shared Christian Praxis) dalam membantu memaknai penderitaan orang benar dengan belajar dari Mazmur 13. Bab V merupakan kesimpulan dan saran.
viii
ABSTRACT
This thesis is entitled “Learn from Psalm 13: the meaningful of suffering of
the righteous people and its applications through model catechesis SCP (Shared Christian Praxis)”. The title of this thesis was originated chosen from the fact that Christian people who have faith in God has the fear when times accross to face the suffering. Because of this fear, human being in various ways tried to avoid themselves from anxious. The suffering doesn’t only gazed to the rich or the poor, righteous nor wicked people. No exception even for good people. the suffering doesn,t only descend upon the wicked but also to the righteous people. The writter expressed that the suffering comes from different cases such as: suffered because of one self, others, natural calamity, deseases and so on.
The Christian faith had reflected on the suffering of the righteous people by studying from the suffering of Psalmist in Psalm 13 and based on the mystery of suffering, death, and resurrection of Jesus Christ as the righteous person who suffered. So the suffering of Christian people is not a destruction or the end of everything but infact it is the begining of struggle for a better life. Through the experience of suffering, human being are expected to be more strong, patient and firm in facing life its self. Aside from this, in the suffering, human being are invited to be meek, have a contrite heart, and conscious of one self as weacked creature which always depending to God. With this suffering than, human being are asked to be sensitive, tolerance, simpatic and moved to see others suffering in its surounding or society. Therefore, its a reliance in confronting this suffering which revealed in cathecesis theme; the suffering of righteous people at present.
This thesis written down into five chapters. The first chapters is an introduction that ilustrate about the background , problems, the aim of the writter, method and systematic writting. The second chapter analyzed the suffering of the righteous people in the Bible context particularly from Psalm 13. Third chapter relating to the suffering of the righteous people at present which divided into four parts. The first part discussed about the understanding of suffering generally. The explanation of different kinds of sufferings of todays which is taken in the second part. The third part is the discussion of Jesus suffering as inspirations to have profound meaning of suffering and the last part is speaks about God’s suffering as the aim of His identification in the self of righteous people who suffered and eliminated. And chapter four is trying to give respons to the suffering of the righteous people through cathecesis with SCP model which contains of three important parts. First: catechesis is one of the methode used to humanity faith association in total comprehention of suffering. Second: catechesis direction and goal in comprehending the suffering of righteous people. Third: an example of catechesis preparation with SCP model to help to signify suffering of righteous people by learning from Psalm 13. The fifth, last chapter ends with conclusions and suggestions.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kepada Allah Bapa di sorga atas limpah kasihNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul BELAJAR DARI MAZMUR
13: MEMAKNAI PENDERITAAN ORANG BENAR DAN APLIKASINYA
MELALUI KATEKESE MODEL SCP (SHARED CHRISTIAN PRAXIS).
Skripsi ini diilhami oleh realita hidup manusia yang tak pernah terlepas dari
problematika kehidupan. Dalam hidup, manusia akan selalu berhadapan dengan
masalah baik yang datang dari dalam diri sendiri maupun yang berasal dari luar
dirinya. Permasalahan yang datang dalam hidup manusia, tidak pernah pandang bulu.
Problematika hidup melanda semua orang baik orang jahat maupun orang benar.
Skripsi yang penulis angkat merupakan salah satu cara belajar dari Mazmur 13
untuk menanggapi penderitaan yang dialami umat manusia khususnya orang benar.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk membantu umat beriman khususnya umat
beriman Katolik untuk bisa belajar dari Mazmur 13 dalam menghadapi penderitaan.
Selain itu umat beriman Katolik diajak untuk mencoba mengkaitkannya dengan
penderitaan Allah yang terealisasi dalam penderitaan Yesus di kayu salib. Penulis
menggunakan katekese model SCP untuk membantu orang benar jaman sekarang
dalam proses berkatekese dari skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tersusunnya skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pada kesempatan ini dengan tulus hati penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada:
x
1. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung., S.J. M.Ed selaku dosen pembimbing utama
yang dengan keterbukaan hati telah memberikan perhatian, waktu, kesabaran
dalam membimbing penulis dalam proses penulisan skripsi ini sehingga penulis
dapat sungguh-sungguh termotivasi dalam menuangkan ide-ide atau buah-buah
pikiran dari awal sampai akhir proses penulisan skripsi ini.
2. Drs. M. Sumarno Ds., S.J., M.A selaku dosen wali yang selalu membantu penulis
selama menempuh pendidikan di kampus IPPAK sampai selesainya penyusunan
skripsi ini.
3. Dra. J. Sri Murtini., M.Si., selaku dosen penguji yang dengan sabar mendampingi
penulis dari awal sampai akhir penulisan skripsi.
4. Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan membimbing penulis
selama belajar hingga selesainya skripsi ini.
5. Segenap Staf Sekretariat dan Perpustakaan Prodi IPPAK, dan seluruh karyawan
bagian lain yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam penulisan
skripsi ini.
6. Almarhum kakek Yacobus Dariman, bapak, ibu, dan adik-adik di Lampung yang
dengan cintanya senantiasa memberikan semangat, doa, dan dukungan baik
material, moral dan spiritual selama penulis menempuh studi di Yogyakarta
sampai pada penyusunan skripsi ini.
7. Pankrasius Arwiyadi yang pernah dengan cinta, perhatian serta dukungan selalu
mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
8. Sahabat-sahabat mahasiswa khususnya angkatan 2003-2004 yang turut berperan
dalam membentuk dan menempa penulis menjadi seorang pribadi yang kuat dan
xi
tidak pernah takut dalam menghadapi masa depan sebagai seorang pekerja di
kebun anggur Tuhan.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang selama ini dengan
tulus telah memberikan bantuan hingga selesainya skripsi ini.
Sebuah istilah mengatakan, “Tak Ada Gading Yang Tak Retak”, penulis
menyadari adanya banyak ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Maka
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para
pembaca demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini
bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Yogyakarta, 10 September 2007
Penulis
Paulina Rahayu Setyaningrum
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... iv
MOTTO .............................................................................................................. v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................. vi
ABSTRAK .......................................................................................................... vii
ABSTRACT........................................................................................................ viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ix
DAFTAR ISI....................................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xvi
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 9
C. Tujuan Penulisan..................................................................................... 9
D. Manfaat Penulisan................................................................................... 9
E. Metode Penulisan.................................................................................... 10
F. Sistematika Penulisan ............................................................................. 10
BAB II. BELAJAR DARI MAZMUR 13 DALAM
MEMAKNAI PENDERITAAN ORANG BENAR ............................ 13
A. Gambaran Umum Tentang Kitab Mazmur ............................................. 13
1. Pengertian Mazmur ............................................................................. 13
2. Sejarah Kitab Mazmur ........................................................................ 15
3. Jenis-jenis Mazmur ............................................................................. 17
a. Mazmur Orientasi ............................................................................ 17
b. Mazmur Disorientasi........................................................................ 19
c. Mazmur Orientasi Baru.................................................................... 26
xiii
B. Mazmur 13 .............................................................................................. 28
1. Mazmur 13 sebagai Mazmur Disorientasi .......................................... 28
2. Struktur................................................................................................ 30
3. Tafsir ................................................................................................... 31
4. Pokok Pewartaan Mazmur 13 ............................................................. 34
C. Makna Penderitaan Orang Benar ............................................................ 35
1. Penderitaan Bukan Semata-mata Akibat Dosa ................................... 36
2. Semakin Dekat Dengan Allah............................................................. 38
3. Semakin Percaya dan Pasrah pada Kehendak Allah ........................... 38
BAB III. PENDERITAAN ORANG BENAR JAMAN SEKARANG .............. 40
A. Pengertian Penderitaan Secara Umum.................................................... 43
B. Macam-macam Penderitaan Manusia Jaman Sekarang .......................... 45
1. Penderitaan karena Diri Sendiri .......................................................... 45
a. Penderitaan yang terjadi karena kesalahan sendiri........................... 45
b. Penderitaan Dialami karena Pilihan dan Tugas Perutusan Tuhan ... 47
c. Penderitaan demi Orang Lain............................................................ 50
2. Penderitaan yang Disebabkan oleh Orang Lain .................................. 51
3. Penderitaan Karena Bencana............................................................... 52
4. Penderitaan Karena Penyakit .............................................................. 53
C. Penderitaan Yesus sebagai Inspirasi Untuk Memaknai Penderitaan Orang Benar Jaman Sekarang ................................................................. 54
1. Penderitaan Yesus ............................................................................. 54
a. Yesus yang Tersalib sebagai Orang Benar yang Menderita ............ 54
b. Yesus Manusia Sejati yang Mederita............................................... 57
c. Allah yang Menderita....................................................................... 58
d. Kebangkitan Kristus......................................................................... 60
e. Keselamatan Manusia ...................................................................... 62
2. Makna Penderitaan Orang Benar Jaman Sekarang ........................... 63
D. Allah Mengidentifikasikan DiriNya dalam Diri Orang Benar yang Menderita dan Tersingkir ............................................................... 67
xiv
BAB IV. SHARED CHRISTIAN PRAXIS SEBAGAI SALAH SATU MODEL KATEKESE UNTUK MENANGGAPI ORANG BENAR DALAM MEMAKNAI PENDERITAAN ............................ 69
A. Katekese Sebagai Salah Satu Bentuk Pendampingan Iman Umat dalam Memaknai Penderitaan................................................................. 71
1. Gambaran Umum Katekese ................................................................ 71
2. Katekese Umat .................................................................................... 74
a. Pengertian Katekese Umat ............................................................... 73
b. Isi Katekese Umat ............................................................................ 75
c. Peranan Katekis Dalam Katekese Umat .......................................... 76
d. Suasana Katekese Umat ................................................................... 77
B. Shared Christian Praxis sebagai Model Berkatekese dalam Menanggapi Penderitaan Orang Benar ................................................... 78
1. Pengertian SCP ................................................................................. 80
a. Shared .............................................................................................. 80
b. Christian........................................................................................... 81
c. Praxis ............................................................................................... 81
2. Tujuan Katekese dengan Model SCP................................................ 82
3. Langkah-langkah Katekese Model SCP ........................................... 83
a. Langkah Nol: Pemusatan Aktivitas..................................................
b. Langkah Pertama: Mengungkap pengalaman hidup peserta............
c. Langkah Kedua: Mendalami pengalaman hidup peserta .................
d. Langkah Ketiga: Menggali pengalaman iman Kristiani ..................
e. Langkah Keempat: Menerapkan iman Kristiani dalam situasi
konkrit peserta..................................................................................
f. Langkah Kelima: Mengusahakan suatu aksi konkrit .......................
BAB V PENUTUP.............................................................................................. 99
A. Kesimpulan ............................................................................................. 99
B. Saran ..................................................................................................... 101
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 102
xv
LAMPIRAN........................................................................................................ 103
Lampiran 1: Lagu pembukaan “Tuhan Pengharapanku”.
Lagu penutup “Seperti Yang Kau Ingini”...................................... (1)
Lampiran 2: Teks Mazmur 13............................................................................. (2)
Lampiran 3: Teks cerita pendalaman “Sampai Kapan Saya Kuat dan Tabah..... (3)
Lampiran 4: Potret Pendalaman “Paijem dan Anaknya” .................................... (4)
xvi
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat
(Dipersembahkan kepada Umat Katolik oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen
Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985,
hal 8.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada
uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16
Oktober 1979.
SD : Salvifici Doloris, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang arti
Kristiani dari Penderitaan Manusia, 11 Februari 1984
C. Singkatan Lain
AIDS :Acquired Immunodeficiency Syndrome Human Immunodeficiency Virus
Art : Artikel
Ay : Ayat
Dsb : Dan sebagainya
GAM : Gerakan Aceh Merdeka
HAM : Hak Asasi Manusia
IPDN : Institut Pemerintahan Dalam Negeri
KKN : Korupsi Kolusi Nepotisme
Lamp : Lampiran
PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se- Indonesia
PT : Perseroan Terbatas
SCP : Shared Christian Praxis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak dilahirkan, manusia diciptakan memiliki suatu kehidupan yang penuh
dengan berbagai keunikan dan keistimewaan. Peristiwa hidup yang penuh dengan
warna adalah bagian yang terindah dan tak terpisahkan dari hidup manusia.
Kebahagiaan dan penderitaan dalam dunia fana merupakan realita yang biasa terjadi
dalam kehidupan manusia.
Pada umumnya manusia jarang berpikir “mengapa dirinya bahagia?” Namun
yang terbiasa terjadi adalah keluhan-keluhan manusia tentang penderitaan. Mereka
bertanya-tanya, mengapa saya harus mengalami ini? Mengapa saya menderita? Apa
salah dan dosa saya? Hal itu adalah wajar. Penderitaan dalam hidup memang sesuatu
yang manusiawi. Berbagai macam penderitaan memang digulati manusia.
Penderitaan-penderitaan terjadi dari berbagai faktor di antaranya karena
kesalahan diri sendiri, karena orang lain, karena faktor alam seperti bencana, dan ada
juga karena memang kerelaan ingin menderita demi orang lain.Penderitaan yang
disebabkan karena diri sendiri misalnya budaya hidup malas. Orang yang malas
akan mengalami kesulitan dalam menghadapi hari-hari dalam hidupnya. Hal seperti
ini merugikan diri sendiri dan orang lain contohnya, anak SMU yang malas belajar
dan selalu membolos, tidak naik kelas. Akibat tidak naik kelas tentu saja dia akan
sedih dan inilah yang disebut penderitaan karena kesalahan diri sendiri. Contoh
lainnya lagi adalah orang yang malas bekerja. Ia tidak akan mendapatkan nafkah
untuk menghidupi keluarganya. Akhirnya ekonomi keluarga berantakan dan para
2
anggotanya menderita karena tidak ada yang dipakai untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Penderitaan yang disebabkan orang lain misalnya ketika tidak dihargainya
HAM di bumi ini. Situasi ketidakadilan merebak di mana-mana, seperti yang terjadi
pada bangsa Indonesia. Para wakil rakyat memiliki budaya melakukan korupsi,
kolusi, dan nepotisme yang mengakibatkan kebobrokan dalam berbagai bidang di
Indonesia khususnya perekonomian sangat kacau. Dari tahun ke tahun harga barang-
barang kebutuhan pokok semakin naik dan rakyat kecil sangat menderita. Banyak
rakyat kecil kelaparan.
Mereka menderita berbagai penyakit seperti busung lapar, padahal dahulu
bangsa Indonesia adalah negara agraris dan pernah menyandang gelar sebagai bangsa
swasembada pangan. Namun sekarang, beras harus mengimpor dari luar. Rakyat
kecil menderita karena perbuatan orang lain yang memiliki kekuasaan. Masalah
penderitaan akibat orang lain misalnya tindak kekerasan terhadap perempuan dan
anak-anak, masalah diskriminasi agama yang terjadi di Indonesia seperti peledakan
gereja Santa Anna Duren Sawit Jakarta Timur pada malam Natal sekitar tahun 2000,
masalah GAM, dan masalah di Poso serta Ambon.
Banyak orang tak bersalah harus menjadi korban. Kemudian penderitaan yang
disebabkan oleh faktor alam seperti yang terjadi di beberapa tahun terakhir ini dan
kejadiannya sangat beruntun, yaitu bencana Tsunami yang melanda Aceh pada
tanggal 26 Desember tahun 2004. Tsunami itu memporak-porandakan semuanya.
Dapat dicatat, korban jiwa yang meninggal pada saat Tsunami adalah sekitar 200.000
jiwa. Menyusul juga bencana-bencana alam lainnya seperti tanah longsor di daerah
Banjarnegara, kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera Selatan, banjir Lumpur
3
Lapindo di Sidoarjo Jawa Timur yang sampai sekarang belum dapat diatasi dan
semakin parah. Akibat lumpur itu, banyak penduduk kehilangan tempat tinggal serta
mata pencaharian, kemudian bencana gempa bumi yang melanda Yogyakarta dan
daerah Jawa Tengah pada tanggal 27 Mei 2006. Menyusul kemudian pada akhir
bulan Desember 2006, terjadi kecelakaan pesawat Adam Air yang sampai sekarang
tidak diketahui bagaimana riwayatnya, juga tenggelamnya kapal laut KM. Senopati
Nusantara dan semuanya itu juga menelan banyak korban.
Yang menjadi pertanyaan manusia saat ini, mengapa bencana demi bencana
terjadi secara beruntun menghantam Bangsa Indonesia? Tidak ada yang tahu
jawaban itu. Selain penderitaan yang terjadi karena faktor alam, ada juga
penderitaan yang terjadi karena wabah penyakit seperti flu burung dan demam
berdarah yang menyebabkan banyak korban berjatuhan.
Dari semua penderitaan-penderitaan di atas, ada jenis penderitaan yang terjadi
demi orang lain. Penderitaan ini dialami seorang tokoh pada masa ribuan tahun
silam. Tokoh ini adalah Yesus Kristus. Yesus adalah manusia sejati yang menderita.
Dialah Orang benar yang rela menderita bagi karya penebusan dosa manusia. Kini
yang menjadi pertanyaan, apakah itu penderitaan? Mengapa harus selalu hadir dalam
hidup manusia? Apakah karena dosa, Tuhan akhirnya memberikan hukuman? Semua
ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan untuk menggugat keberadaan
penderitaan. Namun bagaimanapun manusia berusaha untuk menyingkirkan
keberadaan penderitaan yang akan menimpa atau sedang menimpa, manusia tetap
tidak bisa menyingkirkannya, mereka tetap tidak bisa menghindari dan tidak bisa
menerima bahwa penderitaan adalah bagian dari hidup manusia. Dalam hal mencari
4
makna penderitaan ini, penulis mengutip tulisan dari Bapa Suci Yohanes Paulus II
dalam Salvifici Doloris yang mengatakan bahwa “dalam bentuk yang bagaimanapun,
penderitaan agaknya dan memang hampir tak terpisahkan dari eksistensi manusia di
dunia ini.” (SD, art. 3). Dari ungkapan tersebut sudah sangat jelaslah bahwa ada
relasi yang erat dan tak terpisahkan antara penderitaan dan hidup manusia. Selama
manusia masih berada dan menghirup nafas kehidupan di dunia ini, permasalahan
yang mengakibatkan penderitaan akan selalu datang dan dari hal ini pulalah lahir
suatu pendapat bahwa penderitaan adalah hal yang wajar, hal yang sudah biasa.
Dari apa yang dipaparkan di atas, bagaimanakah umat beriman memaknai
penderitaannya? Selama ini sering terdengar bahwa manusia mengeluh, marah,
kecewa karena mengalami kegagalan dan menderita hingga akhirnya bertanya dan
terus bertanya. Mereka sering mengatakan, mungkinkah ini hukuman atas dosa-dosa
yang diperbuat? Manusia sering menggambarkan bahwa Tuhan sebagai hakim yang
akan mengadili umatNya, dan menjatuhkan vonis hukuman. Padahal sungguh
membahagiakan bila manusia itu bisa melihat Tuhan sebagai sosok seorang Bapa
yang welas asih serta maha pengampun dan tidak pernah membenci umatNya.
Sebuah ungkapan mengatakan barang siapa berbuat kejahatan maka ia akan
menuai kejahatan pula dan mereka yang menanamkan kebaikan maka akan menuai
kebaikan juga. Namun apakah selamanya seperti itu? Realita yang terjadi, tidak
sedikit orang yang baik, jujur, setia, dan berbelaskasih yang mengalami penderitaan.
Justru yang hidupnya bahagia dan berkelimpahan adalah orang–orang yang picik,
egois, mementingkan diri sendiri, serta yang tak pernah peduli nasib orang lain.
Mungkinkah Allah membiarkan orang benar menderita? Pada masa Perjanjian Lama,
5
keluhan, ratapan penderitaan orang-orang benar terealisasi pada syair-syair yang
ditulis dalam Kitab Mazmur. Ada tiga jenis Mazmur yaitu yang pertama, Mazmur
Orientasi atau yang lebih dikenal dengan Mazmur Pujian. Kedua, Mazmur
Disorientasi yang biasa dikenal dengan Mazmur Keluhan. Yang terakhir adalah
Mazmur Orientasi Baru yang dikenal dengan Mazmur yang memiliki nuansa
kejutan/surprise.
Biasanya orang-orang pada masa Perjanjian Lama, bila menghadapi
permasalahan dan penderitaan, mereka akan membahasakannya dalam jenis Mazmur
Disorientasi. Mazmur Disorientasi lebih dikenal sebagai Mazmur keluhan/ratapan.
Mazmur jenis ini merupakan ungkapan pengalaman pergulatan orang benar dalam
menghadapi berbagai persoalan hidupnya. Mungkin dalam terang iman, setiap orang
bisa mengatakan bahwa dengan berbagai pergulatan hidup mereka akan menemukan
dan peka akan kasih Tuhan. Namun apakah ini masuk akal? Secara nyata setiap
manusia pasti akan menghindar dari penderitaan atau masalah hidup.
Salah satu contoh Mazmur yang yang sangat inspiratif dalam mengungkapkan
sebuah penderitaan orang benar adalah Mazmur 13. Dari Mazmur ini digambarkan
secara singkat situasi orang benar yang menderita. Pemazmur selalu bertanya dan
meratap pada Tuhan, sampai kapan Tuhan akan meninggalkan dan memberikan
cobaan yang berat. Mazmur 13 mengungkapkan bahwa pemazmur marah, sedih,
kecewa dan meratapi nasibnya. Sang pemazmur dalam Mazmur 13 ini senantiasa
menanti-nantikan pertolongan, dan tidak tahan menunggu tanpa kepastian. Selain itu
dalam kekuatiran yang parah, pemazmur dihadapkan kepada musuh, yaitu orang
yang menang dan berhasil menaklukkan dia. Musuh dalam hal ini adalah orang fasik
6
dalam wujud teman atau orang terdekatnya yang ingin menjatuhkan dengan fitnah,
ketidakadilan, dsb. Pemazmur protes, kecewa, mengeluh, dan marah karena Tuhan
tidak berada di pihaknya. Ia merasa ditinggalkan Tuhan. Akhirnya, sang pemazmur
sampai pada ungkapan terakhir yaitu tentang harapan dan kepercayaan yang tertuang
dalam ayat 6 yang berbunyi: ”Tetapi aku, kepada kasih setiaMu aku percaya, hatiku
bersorak-sorak karena penyelamatanMu. Aku mau bernyanyi untuk Tuhan, karena Ia
telah berbuat baik kepadaku”.
Kedengarannya memang tidak adil bila orang yang benar menderita dan orang
yang jahat hidupnya bahagia. Namun sesungguhnya di balik penderitaan itu,
tersembunyi maksud dari rencana Tuhan. Dari Mazmur 13 sebenarnya umat beriman
bisa belajar. Belajar memaknai penderitaan dengan percaya pada pengharapan seperti
sang pemazmur. Belajar menggulati, menerima dan akhirnya dapat mengambil
hikmah atau ilham positif dari penderitaan yang sedang menimpanya.
Untuk mendapatkan jawaban atas rencana Tuhan dari derita manusia, memang
cukup sulit dan tidak bisa dimengerti. Dalam hal ini umat beriman dapat belajar dari
Yesus Kristus. Yesus Kristus adalah Putra Allah yang menderita. Yesus adalah 100%
Orang benar. Ia sama dalam segala hal dengan manusia kecuali dalam hal dosa.
Selama Yesus hidup di dunia, Dialah sosok yang paling menderita demikian hebat.
Dia ditolak, dihina, dikhianati, sampai akhirnya disalibkan kendati tidak bersalah.
Yesus mengalami pergulatan sebagai seorang manusia. Ia minta kepada BapaNya di
sorga untuk membebaskan dari penderitaan yang akan dijalaniNya, namun cinta yang
demikian hebat mengalahkan keinginanNya. Yesuspun bersedia merelakan diriNya
untuk sengsara dan wafat di kayu salib. Suatu hukuman yang sungguh tidak layak
7
dan dengan cara yang paling hina pada masa itu. Salib adalah tanda kehinaan namun
kini jadi lambang kemenangan. Kemenangan atas maut dan sebagai suatu awal
kehidupan baru yang penuh harapan bagi manusia.
Dari penderitaan Yesus, manusia bisa belajar. Belajar untuk tetap setia dan
senantiasa mengandalkan Tuhan. Secara tidak langsung penderitaan dapat menjadi
kesempatan untuk sesuatu yang lebih baik. Penderitaan yang memimpin manusia di
luar kemampuannya sendiri yang dapat dipakai sebagai kesempatan untuk
mematangkan kepribadian atau memperdalam kehidupan rohani, sehingga si
penderita sungguh-sungguh diperkaya dalam menghadapi hidup. Dalam Kitab Suci,
penderitaan dipandang sebagai suatu sarana pendidikan yang digunakan oleh Tuhan.
Pendidikan itu dapat dipergunakan untuk menuntun si pendosa kembali kepada
kesetiaan, untuk menguji, memurnikan manusia atau untuk mendekatkan manusia
pada Tuhan (Weiden, 1995: 216). Dari ungkapan ini, hikmah yang bisa dipetik dari
sebuah penderitaan adalah manusia belajar semakin rendah hati, dan yang terpenting
manusia semakin mendekatkan diri dan setia pada Tuhan Sang Pemberi Kehidupan.
Tidak hanya manusia yang menderita, Allah juga menderita. PenderitaanNya
terwujud dalam diri PutraNya Yesus Kristus. Dari ungkapan ini dinyatakan bahwa
Yesus tidak pernah mencari penderitaan dengan sengaja atau sebagai tujuan,
sebaliknya karena penderitaan dan kebangkitanNya, kehidupan telah mencapai
kemenangan atas maut, kebaikan atas kejahatan, kebahagiaan atas penderitaan.
Kemenangan akhir Kristus itulah yang memberi arti kepada penderitaan yang telah
Dia alami dan yang manusia alami, sebab manusia diciptakan Allah agar hidup
bahagia bukannya untuk menderita. Inilah wujud kasih Allah untuk manusia yang
8
terealisasi dalam diri PutraNya Yesus Kristus. Namun pengharapan untuk bebas dari
penderitaan tidak berdasarkan keinginan atau kehendak dan kemauan manusia
sendiri namun tetap berpangkal pada kebaikan Tuhan. Kasih Allah akan melampaui
segala harapan dan dugaan manusia. Seperti yang tertulis pada Surat Rasul Paulus
kepada jemaat di Roma “…Sebab penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat
dibandingkan dengan kemuliaan yang dinyatakan kepada kita” (Rm 8:18).
Sekarang yang menjadi tantangan bagi penulis adalah bagaimana bisa
memaknai dengan sungguh-sungguh penderitaan, terutama penderitaan orang benar
sehingga penulis dapat menemukan suatu sikap iman yang tepat dalam
menghadapi/memaknai penderitaan. Dalam menanggapi tantangan ini, penulis akan
menggali makna dari Mazmur 13 khususnya penderitaan yang dialami oleh orang-
orang benar dan penulis juga akan mengusulkan katekese yang relevan dengan
situasi kaum beriman Katolik jaman sekarang, melalui katekese model SCP (Shared
Christian Praxis). Akhirnya, penulis mengajak semua untuk belajar bersama dan
secara khusus belajar bersama dari Mazmur 13 dalam mencari makna atas
penderitaan orang-orang benar. Untuk itu penulis memberi judul karya tulis ini :
BELAJAR DARI MAZMUR 13: MEMAKNAI PENDERITAAN ORANG
BENAR DAN APLIKASINYA MELALUI KATEKESE MODEL SCP
(SHARED CHRISTIAN PRAXIS).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan antara lain:
1. Bagaimana penderitaan orang-orang benar dimaknai di dalam Mazmur 13?
9
2. Bagaimana orang-orang benar di jaman sekarang memaknai penderitaan
mereka?
3. Bagaimana katekese model SCP membantu orang benar memaknai
penderitaan?
C. Tujuan Penulisan
Skripsi ini ditulis dengan tujuan sebagai berikut:
1. Dapat mengungkapkan proses bahwa penderitaan orang-orang benar dimaknai
dalam Mazmur 13.
2. Memaparkan cara orang-orang benar di jaman sekarang memaknai penderitaan.
3. Memaparkan katekese model SCP membantu orang-orang benar memaknai
penderitaan.
4. Memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Ilmu
Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi penulis sendiri, sebagai seorang calon katekis, dapat menemukan ilham
dan inspirasi dalam memaknai penderitaan orang-orang benar dalam Mazmur
13 sehingga nantinya dapat meningkatkan pelayanan kepada umat Tuhan.
2. Penulis mendapatkan gambaran dan inspirasi, cara orang benar memaknai
penderitaannya.
3. Memberikan gambaran bahwa Katekese melalui Model SCP (Shared Christian
Praxis) dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan yang ada, misalnya
dalam menghadapi pengalaman pahit atau dalam mendampingi umat untuk
menemukan makna penderitaan dalam hidup.
10
E. Metode Penulisan
Berhubungan dengan masalah yang dipaparkan di atas, dalam penulisan skripsi
ini penulis menggunakan metode analisis deskriptif yaitu dengan menggambarkan
hal-hal yang diperoleh dari hasil pustaka dan menginterpretasikan/menafsirkan
berdasarkan studi tentang Kitab Mazmur khususnya Mazmur 13 dalam memaknai
sebuah penderitaan.
F. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I : berisikan pendahuluan yang meliputi latar belakang penulisan,
perumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
BAB II : mendeskripsikan tentang Mazmur 13 dan makna penderitaan orang
benar yang diuraikan dalam tiga bagian yaitu: pertama; pengertian serta
sejarah penulisan Kitab Mazmur, jenis-jenis Mazmur. Bagian kedua
yaitu; Mazmur 13 yang meliputi: teksnya, Mazmur 13 sebagai Mazmur
Disorientasi, strukturnya, tafsirannya, pokok utama Mazmur 13, pokok
pewartaan Mazmur 13 dan bagian ketiga yaitu; makna penderitaan
orang benar dalam Mazmur 13.
BAB III : membicarakan empat bagian yaitu: pertama, pengertian penderitaan
secara umum. Kedua, macam-macam penderitaan manusia jaman
sekarang. Ketiga, penderitaan Yesus sebagai inspirasi untuk memaknai
penderitaan orang benar jaman sekarang. Keempat, Allah
mengidentifikasikan diriNya dalam diri orang benar yang menderita
dan tersingkir.
11
BAB IV : memaparkan tiga bagian penting yaitu; yang pertama, katekese sebagai
salah satu bentuk pendampingan iman umat dalam memaknai
penderitaan. Kedua; SCP sebagai model berkatekese dalam
menanggapi penderitaan orang benar. Ketiga; penulis akan membuat
contoh persiapan proses pelaksanaan katekese dengan model SCP.
BAB V : penulis akan menutup penulisan skripsi ini dengan membuat
kesimpulan dan saran.
BAB II
BELAJAR DARI MAZMUR 13 DALAM MEMAKNAI PENDERITAAN
ORANG BENAR
Bab II ini merupakan langkah awal untuk memahami Kitab Mazmur khususnya
Mazmur secara umum dan Mazmur 13. Pada bab I sudah disinggung sedikit tentang
Mazmur. Selanjutnya, bab II ini akan memaparkan sejarah terbentuknya Kitab
Mazmur dan Mazmur 13 dalam rangka memaknai penderitaan orang-orang benar Isi
pokok dalam bab II ini yaitu pengertian Mazmur dan terbentuknya Kitab Mazmur,
lalu akan disinggung pula tentang jenis-jenis Mazmur. Setelah itu, akan dipaparkan
secara khusus Mazmur 13. Penulis berharap mampu menarik suatu kesimpulan
tentang belajar dari Mazmur 13 dalam memaknai penderitaan serta pokok pewartaan
yang disampaikan Mazmur 13 dalam memaknai penderitaan orang benar.
Penulisan pada bab II ini terdiri dari tiga bagian pokok yaitu gambaran Kitab
Mazmur pada umumnya, Mazmur 13, dan yang terakhir adalah makna penderitaan
orang benar dalam Mazmur 13. Dalam pembahasan mengenai gambaran Kitab
Mazmur, terdiri dari tiga bagian kecil yaitu: pengertian Mazmur, sejarah
terbentuknya Mazmur, dan jenis Mazmur. Kemudian pada pembahasan mengenai
Mazmur 13 akan dibahas secara lebih khusus tentang Mazmur 13 sebagai Mazmur
Disorientasi, strukturnya, tafsirannnya, inti utama dari Mazmur 13, pokok pewartaan
dalam Mazmur 13. Selanjutnya pada pembahasan mengenai makna penderitaan
orang benar dalam Mazmur 13 ini akan dibahas tiga hal yaitu penderitaan bukan
akibat dosa, penderitaan membuat manusia semakin percaya dan penderitaan
membuat manusia pasrah pada kehendak Allah.
13
A. Gambaran Umum Tentang Kitab Mazmur
Umat Kristiani selama ini mungkin tidak terlalu tahu bagaimana Mazmur bisa
ada dalam upacara keagamaan di Gereja. Kitab Mazmur dalam tradisi Kristen
diterjemahkan sebagai, “nyanyian pujian”. Sekarang ini umat Kristiani mengenal
Mazmur sebagai bagian dari liturgi Gereja. Mereka bisa saja tidak mengerti
bagaimana awal kemunculan Mazmur dalam Gereja. Mereka mengenal Mazmur
hanya sebatas rutinitas ritual Gereja. Maka untuk mengenal, mengerti dan memahami
Kitab Mazmur harus diketahui sejarah munculnya Mazmur dalam Gereja.
1. Pengertian Mazmur
Bagi jemaat Yahudi yang berbahasa Ibrani atau Aram pada masa Perjanjian
Lama menyebut Kitab Mazmur sebagai sefer tebillim, artinya kitab puji-pujian atau
singkatnya tebillim (Barth & Pareira, 1999: 21). Dalam bahasa Arab, sering dikenal
dengan nama tahlil yang sudah sering terdengar dan tidak asing lagi di telinga bangsa
Indonesia. Tahlil itu sendiri merupakan suatu puji-pujian, syukur, keluhan dan
permohonan kepada Tuhan.
Gereja para rasul menggunakan Kitab Suci berbahasa Ibrani yakni Septuaginta.
Tradisi Yahudi menggolongkan Mazmur dalam kelompok ketubim yang artinya
kitab-kitab lain. Mazmur secara istimewa sering disebut dalam Lukas 24:44 karena
memang termasuk yang paling banyak digunakan dalam gereja dan oleh para rasul
digunakan untuk menerangkan misteri Kristus. Seperti yang diungkapkan tentang
misteri Kristus dalam Injil Lukas 24 ayat 44, “Inilah perkataanKu, yang telah
Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni ada
tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab Nabi-nabi dan kitab
Mazmur”. Dari ungkapan ayat tersebut sangat jelaslah bahwa Mazmur disebut-sebut
14
sebagai ungkapan misteri keselamatan Tuhan kepada umat manusia. Selain itu dalam
Septuaginta, Kitab Mazmur ini disebut Psalmoi yang artinya nyanyian-nyanyian
yang biasanya diiringi musik. Pada waktu itu alat musik yang digunakan untuk
mengiringi adalah kecapi. Dalam bahasa Indonesia, Mazmur berasal dari bahasa
Arab yang artinya sama dengan terjemahan dari Psalmos (Bahasa Ibrani) yaitu
Mizmor. Mazmur ini dipakai dalam Septuaginta lalu diambil alih oleh Perjanjian
Baru (Luk 20:42; 24:44; Kis 1:20; 13:33 dsb) dan sejak saat itu kata Mazmur
menjadi nama yang lazim dipakai oleh orang Kristen. Dalam tradisi Kristen, Mazmur
digolongkan dalam kelompok Kitab-kitab Kebijaksanaan dan nyanyian (Barth &
Pareira, 1999: 20).
Untuk memahami pengertian Mazmur secara lebih jelas, penulis mencoba
memaparkan pemikiran dari Barth & Pareira dan Martin Harun. Menurut Barth &
Pareira (1999: 14), Mazmur merupakan doa umat yang telah mengalami kasih setia
Tuhan. Mazmur bukan sebuah doa yang diungkapkan oleh para imam atau raja dan
tua-tua yang mengepalai suatu bangsa, suku, keluarga saja namun Mazmur adalah
sebuah doa yang diungkapkan baik secara personal maupun komunal. Menurut
Harun (1998: 11), Mazmur merupakan jawaban manusia atas sabda atau tindakan
Allah. Mazmur adalah suatu bentuk doa yang dinyanyikan. Mazmur adalah suatu
reaksi spontan atas tindakan Allah yang terjadi pada manusia.
Dari apa yang dipaparkan di atas, penulis mencoba menarik suatu kesimpulan
bahwa Mazmur lahir dari suatu pengalaman iman umat baik secara pribadi maupun
kelompok. Pengalaman iman bisa berisi ungkapan syukur terutama karena pemazmur
merasakan kasih setia dan kebaikan Tuhan, namun pengalaman iman itu juga bisa
berasal dari penderitaan berupa ratapan kepada Tuhan. Mazmur lahir dari
15
pengalaman iman jemaat akan relasinya dengan Tuhan dalam kehidupan setiap hari.
Mazmur merupakan sarana berdialog antara umat Israsel pada masa itu dengan
Tuhan dalam bentuk ungkapan syukur, keluhan/ratapan serta permohonan berdasar
pergulatan hidup sehari-hari sebagian umat beriman. Oleh sebab itu, Mazmur bisa
disebut juga ungkapan hati terdalam umat beriman untuk disampaikan kepada Tuhan.
2. Sejarah Kitab Mazmur
Sejak dahulu bangsa Israel adalah suatu bangsa yang gemar melakukan ritual
keagamaan (doa) dengan nyanyian. Mereka memvisualisasikan doa itu dengan
nyanyian puji-pujian dan permohonan kepada Tuhan. Doa permohonan serta puji-
pujian yang dinyanyikan itu berdasar atas pengalaman-pengalaman hidup yang
terjadi setiap hari. Mazmur-mazmur tidak diciptakan sebagaimana sastra modern
diciptakan, melainkan tahap demi tahap berkembang dari kepentingan ibadat umat
Israel. Mazmur lahir dari pengalaman iman pemazmur dengan Tuhannya.
Pengalaman hidup berupa kekaguman akan totalitas karya Tuhan seperti
keindahan alam, kelimpahan rejeki dan hal-hal baik lainnya juga menimbulkan reaksi
spontan berupa pujian akan karya agung Tuhan. Dalam pengalaman hidup yang berat
seperti musim paceklik, kalah dalam peperangan, ditekan oleh musuh, dilanda wabah
penyakit serta musibah lainnya menimbulkan reaksi spontan berupa keluhan kepada
Tuhan sang pencipta.
Selanjutnya, pengalaman hidup pemazmur akan suatu pembebasan dari
berbagai masalah yang melanda menimbulkan reaksi berupa ungkapan syukur karena
rahmat Tuhan yang telah menyelamatkannya. Peristiwa-peristiwa yang melahirkan
Mazmur-mazmur itu sendiri tidak terjadi dalam ibadat, melainkan dalam kehidupan
seseorang atau kehidupan bangsa. Peristiwa itu bisa terjadi di mana saja, bisa di
16
kebun, ladang, medan perang, padang belantara, rumah, perjalanan, lapangan, pintu
gerbang kota, bahkan di dalam penjara. Menurut Weiden (1991: 48), bangsa Israel
menyusun Mazmur sebagai reaksi atas aksi Allah dan proses penyusunannya
memerlukan waktu yang sangat lama. Dari ribuan lagu yang telah disusun oleh
penyair-penyair Israel, sampai kini tersimpan sekitar 250 lagu, 150nya ada dalam
kitab Mazmur, sejumlah kidung dalam kitab lain dari Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru. Informasi tentang pengarang/penyairnya serta kapan penyusunan masing-
masing Mazmur kurang begitu jelas.
Sebagian besar Mazmur yang tersimpan sampai kini disusun demi kepentingan
liturgi khususnya untuk perayaan besar. Ketidakjelasan informasi tentang siapa
penyair dan waktu penyusunan Mazmur membuat asal-usul Mazmur ketika
ditemukan hanya dikumpulkan berdasarkan tempat darimana Mazmur itu berasal.
Mengenai penyair dan waktu pembuatan sulit diidentifikasi dengan jelas. Mazmur
yang berhasil dikumpulkan, dijadikan koleksi dan sampai sekarang Kitab Mazmur
berupa kumpulan dari beberapa koleksi yang lebih kecil. Mazmur yang dikenal di
seluruh dunia, ada 150 buah dan ini terdapat dalam Kitab Mazmur. Satu hal yang
merupakan keunikan Mazmur dibandingkan sastra modern yaitu Mazmur tidak
ditulis dulu baru dinyanyikan namun sebaliknya didoakan atau dinyanyikan baru
kemudian ditulis dan dikumpulkan.
3. Jenis-jenis Mazmur
Untuk membicarakan jenis-jenis Mazmur, penulis menggunakan pemikiran
Walter Brueggemann yang disadur oleh Heryatno (2002: 10-52). Penulis sengaja
memakai alur pemikiran Walter Brueggemann untuk melihat jenis-jenis Mazmur
dikarenakan bahwa jumlah seluruh Mazmur yang tercantum dapat dilihat dengan
17
jelas pembagiannya dalam Kitab Mazmur, selain itu akan lebih mudah dimengerti
karena berdasarkan pengalaman pemazmur setiap harinya. Menurut skema Walter
Brueggemann (1984: 10-52) yang disadur oleh Heryatno (2002: 10-51) jenis-jenis
Mazmur digolongkan dalam tiga jenis:
a. Mazmur Orientasi
Mazmur Orientasi, menempatkan Tuhan sebagai yang utama. Mazmur ini
berisi pengalaman iman pemazmur karena ia mendapatkan kelimpahan berkat Tuhan.
Semua itu mendorong pemazmur untuk selalu memuji dan menyembah Tuhan
karena kebaikan dan kemurahan hatiNya atas umat manusia. Kebaikan-kebaikan
Tuhan ini dibuktikan melalui berkatNya yang berlimpah kepada pemazmur.
Pemazmur bisa merasakan suatu kehidupan yang harmonis, bahagia, tenteram, damai
karena penyertaan Tuhan dalam hidupnya. Pemazmur meyakini bahwa Tuhan dapat
diandalkan karena selalu setia. Ungkapan Tuhan yang setia ini dipercayai karena
Tuhan selalu berada di pihak pemazmur.
Para ahli Kitab Suci membedakan Mazmur Orientasi menjadi dua bagian yaitu
Mazmur-mazmur Pujian dan Mazmur-mazmur Syukur. Mazmur Orientasi disebut
Mazmur Pujian semata-mata dengan maksud untuk memuliakan serta mengagumi
kebesaran karya dan tindakan Tuhan. Mazmur Pujian ini bersifat deskriptif. Isi pujian
itu di antaranya: memuji Tuhan yang maha besar, Tuhan pencipta dan Tuhan sejarah,
Tuhan maha baik karena Dialah yang melindungi dan menyelamatkan serta
menyelenggarakan suatu kehidupan yang baik adanya.
Sedangkan untuk Mazmur-mazmur Syukur disebut pula sebagai Mazmur
Pujian Deklaratif karena tindakan Tuhan kepada pemazmur yang telah
menyelamatkan dan membebaskan pemazmur dari malapetaka dan penderitaan.
18
Ungkapan syukur biasanya dilakukan sebagai tanggapan spontan atas pertolongan
Tuhan. Hal yang sangat membedakan antara Mazmur Pujian dan Mazmur Syukur
adalah motif dan obyeknya. Mazmur Pujian lebih ditujukan untuk menghormati
Allah dalam wujud pengakuan iman, sedangkan Mazmur Syukur merupakan reaksi
spontan pemazmur atas tindakan Tuhan yang berkenan menolong dan membebaskan
dari penderitaan (Heryatno, 2002: 11-12).
Kesimpulan dari apa yang dipaparkan di atas yaitu motif Mazmur Pujian lebih
pada ungkapan kekaguman akan karya Tuhan yang maha agung. Kekaguman itu bisa
karena keindahan alam maupun berkat Tuhan yang melimpah. Objek dari Mazmur
Pujian ini lebih kepada totalitas tindakan Tuhan kepada pemazmur yang layak untuk
dipuji. Sedangkan motif Mazmur Syukur lebih kepada ungkapan syukur dan terima
kasih karena pemazmur sudah dibebaskan dari pengalaman disorientasi yang
membuat dirinya merasa kehilangan pegangan dalam hidup. Objek dari Mazmur ini
merupakan wujud tindakan nyata yang diberikan Tuhan untuk menyelamatkan
pemazmur dari pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan. Ungkapan
syukur pemazmur merupakan reaksi spontan atas tindakan Tuhan yang berkenan
menolong dan membebaskan dari penderitaan. Contoh-contoh Mazmur Pujian dalam
Kitab Mazmur di antaranya adalah Mazmur 8, 103, 104, 111, 113.
Tiga hal yang menjadi ciri dasariah susunan Mazmur Pujian adalah yang
pertama; undangan atau ajakan untuk memuji Tuhan sebagai pembukaan. Undangan
ini ditujukan pada setiap orang dan semua bangsa tanpa terkecuali (Mzm 66:1;
100:1; 117:1), kepada diri sendiri (Mzm 103:1; 104:1; 146:1), kepada Yerusalem
(Mzm 147:12), kepada penghuni surgawi (Mzm 29:10) dan kepada semesta alam
yang bernafas (Mzm 148; 150:6). Semuanya diundang untuk memuji kebaikan
19
Tuhan. Kedua; motif pujian adalah unsur pokok yang merupakan inti dari puji-
pujian. Inti dari puji-pujian berasal dari berbagai pertanyaan tentang gambaran dan
alasan mengapa Allah dipuji. Maka pemazmur sering menggunakan kata sambung
“sebab” atau “karena“ (Barth & Pareira, 1999: 53). Yang ketiga; penutup yang
berupa undangan kembali untuk memuji Tuhan (Mzm 104:31-32; 145:21). Untuk
menyampaikan penutup, terdiri dari beberapa hal yaitu: rumus persembahan (Mzm
19:15; 104:34), rumus berkat (Mzm 29:11), pernyataan kepercayaan dan
permohonan (Mzm 33:20-21).
b. Mazmur Disorientasi
Mazmur Disorientasi juga dikenal dengan Mazmur permohonan/ratapan, ada
juga yang menyebutnya Mazmur keluhan. Latar belakang munculnya Mazmur
Disorientasi harus dicari dalam situasi sukar dan menyedihkan yang dialami
pemazmur. Saat itu pemazmur berada dalam bahaya maut dan tidak ada seorangpun
yang mampu menyelamatkannya. Situasi tidak menyenangkan bisa disebabkan oleh
penyakit keras, tuduhan palsu, dosa besar (Weiden, 1991: 82).
Situasi yang dialami sang pemazmur adalah situasi yang menyedihkan.
Pemazmur mengalami ketakutan yang luar biasa sebab merasa ditinggalkan Tuhan.
Pemazmur merasa Tuhan memalingkan wajahNya. Pemazmur berteriak minta tolong
dengan harapan Tuhan mau mendengarkan keluhannya dan mau membebaskannya
dari situasi sulit itu. Pemazmur memiliki keyakinan bahwa tidak ada sesuatupun
yang dapat memisahkan dirinya dari cinta Tuhan. Pemazmur juga percaya bahwa
dalam keadaan sesulit apapun, Tuhan akan selalu menjaga dan melimpahkan kasih
setiaNya untuk membebaskan pemazmur dari penderitaan. Dengan kata lain,
penderitaan akan membuat pemazmur semakin peka dan setia terhadap sapaan Tuhan
20
serta peka akan penderitan sesama di sekitarnya. Pemazmur tetap beriman meskipun
berada dalam berbagai situasi hidup yang tidak menyenangkan. Berani mengakui
bahwa dari situasi yang tidak menyenangkan akan lahir suatu keyakinan bahwa di
masa mendatang keadaan hidup akan lebih baik lagi. Dalam penderitaan, pemazmur
belajar memiliki kerelaan untuk berani menggulati realitas hidup yang negatif.
Mazmur Disorientasi membantu manusia supaya memiliki sikap hidup yang realistis,
penuh iman dan pengharapan.
Mazmur Disorientasi berbicara tentang pergulatan hidup yang sungguh-
sungguh nyata dialami, bagaimana harus bertahan dan berjuang serta berharap penuh
akan kasih setia Tuhan. Fokus utama dari Mazmur disorientasi adalah bahwa
penderitaan merupakan sarana yang tepat untuk mencapai kesejatian hidup. Dengan
iman, manusia dipermudah untuk menemukan makna dari penderitaan hidup yang
digulatinya.
Mazmur Disorientasi mendorong pemazmur untuk menghadapi realitas hidup
dengan kacamata positif, membantu mereka untuk menyadari dan mengenali
kehadiran Tuhan di tempat yang sering tidak diharapkan, dan sekaligus membantu
mereka untuk menghayati iman dalam kondisi yang tidak menyenangkan (Heryatno,
2002: 28). Brueggemann seperti yang dikutip oleh Heryatno (2002: 29-31) membagi
isi Mazmur Disorientasi menjadi dua bagian yaitu Permohonan dan Pujian. Uraian
tentang Permohonan dan Pujian adalah sebagai berikut:
1) Permohonan
a). Alamatnya adalah Tuhan
Permohonan yang bersifat sangat personal, diungkapkan oleh pemazmur
karena ia mempunyai hubungan dekat dengan Tuhan. Tuhan adalah alamat segala
21
keluhan, karena Tuhanlah yang akan menolong dengan kasih setiaNya untuk
membebaskan pemazmur dari penderitaan.
b). Keluhan
Merupakan suatu bentuk ungkapan hati pemazmur kepada Tuhan berupa protes
maupun ratapan akan kepahitan hidup yang teramat berat setiap hari. Keluhan ini
merupakan wujud kedekatan personal antara pemazmur dengan Tuhan. Dalam situasi
hidup yang teramat berat itu pemazmur tidak mau berlari meninggalkan Tuhan.
Keluhan yang berat dimaksudkan untuk membangkitkan dan menggerakkan
hati Tuhan agar segera bertindak menyelamatkan pemazmur. Dengan keluhan,
pemazmur menuntut Tuhan ikut bertanggung jawab akan penderitaannnya dan
berharap ia akan menolong membebaskan dari penderitaan. Pemazmur menyatakan
bahwa penderitaan bukan hanya problemnya sendiri tetapi Tuhan ikut bertanggung
jawab.
c). Motivasi
Merupakan ungkapan keadilan bagi umat yang menderita dan ungkapan
kedekatan antara Tuhan dengan umatNya. Dalam hal ini, pemazmur menuntut
keadilan Tuhan atas derita yang dialaminya. Pemazmur protes atas apa yang terjadi
dalam hidupnya. Inilah yang dimaksud kedekatan antara pemazmur dan Tuhan. Di
antara motivasi itu misalnya; Pemazmur tidak bersalah, maka ia berhak mendapat
pertolongan.
Pemazmur bersalah tetapi ia sudah bertobat, kemudian mohon pengampunan
dan restorasi/rehabilitasi. Pemazmur mengingatkan kembali kebaikan dan belaskasih
Tuhan.
22
d). Kutukan
Pemazmur menginginkan Tuhan menunjukkan keadilanNya yaitu membalas
musuh yang membuatnya menderita dengan hukuman. Ungkapan yang keras ini
dipahami oleh pemazmur sebagai bentuk komunikasi yang otentik antara Tuhan
dengan manusia, yang bertanggung jawab membalas kejahatan bukan lagi manusia
tetapi Tuhan sendiri.
2) Pujian
Pujian dilambungkan karena terjadi suatu perubahan dari situasi disorientasi
menuju situasi yang lebih baik. Pemazmur mendapatkan perubahan sebab telah
berhasil menggulati penderitaan yang dialaminya. Perubahan tersebut terwujud di
dalam tindakan nyata. Wujud dari perubahan itu membuat nada pembicaraan menjadi
sangat lain; gembira dan penuh syukur. Dari pujian ini Brueggemann mengemukakan
tiga unsur:
a). Jaminan keluhan telah didengarkan
Dalam ratapan/keluhan, Tuhan/Yahwe kerapkali disalahkan. Manusia protes
menanyakan keadilah Tuhan. Mereka merasa bahwa Tuhan menjauh, tidak berkenan
hadir, dan tidak bersedia menolong. Namun situasi berubah karena Tuhan sungguh
telah mendengar mereka dan jaminan untuk itu juga dirasa cukup.
b). Pelunasan hutang
Pelunasan hutang ini adalah suatu janji dari pemazmur. Pemazmur berjanji
hendak memuji Tuhan dan menghaturkan persembahan kepadaNya karena Tuhan
penuh kasih dan sudah membebaskan dirinya dari derita. Memuji memiliki unsur
penting dan bersifat mendesak serta merupakan ungkapan kesetiaan bagi orang yang
telah mengalami diselamatkan Tuhan.
23
c). Doksologi atau pujian
Doksologi berarti pujian. Pemazmur memuji Tuhan yang penuh kasih, setia,
murah hati, dan telah menolong pemazmur keluar dari penderitaannya. Inilah
perubahan itu. Pengalaman akan Tuhan yang tidak pernah meninggalkan umatNya.
Tuduhan bahwa Tuhan tidak perhatian merupakan kesalahpahaman.
c. Mazmur Orientasi Baru
Mazmur Orientasi Baru merupakan Mazmur yang disampaikan oleh pemazmur
tentang suatu pengalaman keterkejutan (surprise) yang membahagiakan (Heryatno,
2002: 45). Surprise yang membahagiakan ini berasal dari buah-buah pengalaman
disorientasi, di mana pemazmur yang tadinya mengeluh akan penderitaan yang
begitu berat serta memiliki perasaan bahwa Tuhan tak peduli, menutup mata dan
telingaNya kini telah berakhir. Pemazmur merasa dilahirkan secara baru karena telah
berhasil keluar dari penderitaan. Pemazmur bahagia karena ternyata Tuhan sungguh-
sungguh peduli dengan umatNya dan akhirnya ia berhasil menggulati penderitaan
hidup serta mampu menerima sehingga semakin peka pada sapaan Tuhan.
Merekapun dapat memiliki sikap iman yang tepat dalam memaknai penderitaan:
menjadi semakin rendah hati bahwa dirinya hanyalah makhluk lemah yang selalu
membutuhkan pertolongan Tuhan. Mereka juga menjadi semakin kuat, tegar, tabah
serta tahan banting dalam menghadapi penderitaan sehingga mereka juga dapat
membuka mata dan hati untuk semakin peka, solider, tersentuh serta peduli akan
penderitaan sesama di sekitar yang mungkin lebih menderita.
Mazmur Orientasi Baru lahir dari pergulatan dengan penderitaan, dari
ketahanan, ketekunan dan ketegaran untuk tidak menyerah pada kematian serta
kehancuran. Orientasi Baru adalah buah konkret dan makna nyata dari orang yang
24
bersedia bergelut dan berjuang tanpa bersedia mundur dari realitas hidup yang pahit.
Perlu disadari bahwa hidup baru tersebut bukan semata-mata hanya usaha manusia
semata tetapi lebih-lebih merupakan campur tangan Tuhan di dalamnya. Ditegaskan
oleh pemazmur bahwa Orientasi Baru merupakan anugerah istimewa dari Tuhan
yang sungguh ditanggapi manusia dengan penuh rasa syukur. Inilah daya kekuatan
Tuhan yang menjadi sumber pengharapan dan sekaligus motivasi yang memberikan
kekuatan kepada manusia agar tetap bertahan di dalam kesulitan penderitaan hidup
(Heryatno, 2002: 45).
Wujud dari Mazmur Orientasi Baru ini adalah ungkapan syukur. Ungkapan
syukur ini dibagi menjadi tiga bagian penting, yang pertama; adalah pembukaan
berupa pernyataan tentang alasan pemazmur bersyukur dan memuji Tuhan atas hal-
hal indah pada diri manusia (Mzm 30:2; 66:13-15; 138:1-2a), pernyataan tentang
sikap batinnya (Mzm 116:1a), pernyataan tentang indahnya bersyukur pada Tuhan
(Mzm 92:2-4). Yang kedua adalah bagian inti; pada umumnya dibuka dengan kata,
”sebab“ yang menunjukkan motif ungkapan syukur tersebut (Mzm 30:2; 92:5; 116:2;
138:2). Di dalam motif ucapan syukur tersebut pemazmur mengakui perbuatan-
perbuatan yang dikerjakan Tuhan bagi diriNya (Mzm 30:2-4; 66:19; 92:5-16; 116:1-
2,89; 138:2-6).
Unsur lain yang kerapkali ditemukan dalam bagian inti ini adalah cerita tentang
penderitaan dan permohonannya di dalam penderitaan tersebut dan bagaimana Tuhan
telah mendengarkannya (Mzm 30:7-11; 32:3-5; 40:2-4; 66:16-19; 116:3-6,10-11).
Bagian ketiga adalah penutup; dapat berupa madah pujian kepada Tuhan. Bisa dilihat
dalam Mzm 30:12-13; 32:11; 66:20; 138:8 (Barth & Pareira, 1999: 65-66). Bila
dilihat dari sudut temanya maka ungkapan syukur dapat dibedakan atas beberapa hal:
25
pertama, ungkapan syukur dari pemazmur karena telah dibebaskan dari bahaya maut,
karena penyakit (Mzm 30; 40:2-12; 116), pemazmur bersyukur sebab sudah
diampuni dosanya (Mzm 32), ungkapan syukur pemazmur karena telah dibebaskan
dari fitnahan (Mzm 66: 13-20), ungkapan syukur pemazmur karena telah dibebaskan
dari penindasan (Mzm 92). Jadi tema ungkapan syukur pemazmur adalah ungkapan
syukur atas kebaikan serta kasih setia Tuhan dan ketergantungan manusia
kepadaNya. Ada dua perbedaan antara bersyukur dan memuji. Bersyukur merupakan
pengakuan seseorang atas kebaikan dan kasih setia Tuhan yang membebaskan,
mendengarkan, dan menyelamatkan dari penderitaan. Memuji lebih merupakan
pengagungan atas kemuliaan dan kedahsyatan Tuhan dalam karya-karyaNya seperti
dinyatakan dalam alam terutama dalam sejarah keselamatan (Barth & Pareira, 1999:
65-67).
Mazmur Orientasi Baru merupakan Mazmur dengan nuansa syukur karena
Tuhan telah membebaskan pemazmur dari pengalaman disorientasi. Dengan
bersyukur, pemazmur dapat memuji tindakan Tuhan yang telah menyelamatkan.
Mazmur Orientasi Baru lahir dari pengalaman disorientasi. Dari keterpurukan,
pemazmur mampu bangkit kembali menata hidup yang baru. Ungkapan syukur ini
selalu diarahkan pada Tuhan yang telah berkenan bertindak membebaskan dan
menyelamatkan pemazmur dari penderitaan hidup. Mazmur Orientasi Baru ini
dipahami sebagai pernyataan bahwa penderitaan sudah dapat diatasi. Penderitaan
telah berakhir. Pujian dan syukur diungkapkan sebagai wujud perayaan akan
kemenangan dalam mengatasi penderitaan.
Perkembangan lain dari pujian dan syukur yang singkat adalah kidung-kidung
kemenangan yang merayakan bahwa semua penderitaan sudah dikalahkan
26
Tuhan/Yahwe. Dalam hal ini dituliskan bagaimana Tuhan datang untuk menolong
umatNya keluar dari penderitaan sambil menggoncangkan langit dan bumi
(Barth & Pareira, 1999: 46-47). Nyanyian-nyanyian ungkapan syukur termasuk
kelompok Mazmur Orientasi Baru yang paling jelas. Di dalamnya dinyatakan bahwa
penderitaan pemazmur telah diatasi, kini mereka tidak lagi mengeluh dan meratap
tetapi sebaliknya mereka memuji tindakan penyelamatan Tuhan. Akibat tindakan
luar biasa yang dilakukan Tuhan, relasi manusia dengan Tuhannya semakin dalam
dan harmonis. Iman kepada Tuhan sang pembebas menjadi semakin nyata terutama
dalam menghadapi pergulatan hidup (Heryatno, 2002: 48).
Pendapat lain lagi yaitu menurut Harun (1998: 22-25), ciri khas dari Kitab
Mazmur adalah berisi tentang permohonan dan pujian, dengan kata lain Kitab
Mazmur yang diungkapkan Harun ada dua jenis yaitu Mazmur Permohonan dan
Mazmur Pujian. Lahirnya kedua jenis Mazmur ini tidak terlepas dari perasaan suka
dan duka. Apa yang dirasakan pemazmur langsung dihubungkan dengan Allah
karena semua itu bisa berasal dariNya atau ditujukan kepadaNya. Kemudian Mazmur
Pujian dan Mazmur Permohonan ini dibagi lagi menjadi dua yaitu Mazmur Pujian
dan Permohonan Perseorangan (personal) dan Mazmur Pujian dan Permohonan umat
(komunal), dan Mazmur-mazmur itu disajikan sebagai berikut:
1) Mazmur Puji Syukur Umat : Mazmur 124
2) Mazmur Puji Syujur Perseorangan : Mazmur 30
3) Mazmur Puji Syukur Permohonan Umat : Mazmur 80
4) Mazmur Puji Syukur Permohonan Perorangan : Mazmur 13
5) Mazmur Pujian : Mazmur 113
27
Kemudian perlu ada pembedaan antara Mazmur Pujian dan Pujian Syukur.
Mazmur Pujian bukan merupakan jawaban atas tindakan Allah yang baru saja
dialami, melainkan karena seluruh eksistensi dan keaktivanNya. Ungkapan Allah
yang maha baik, maha cinta, Allah yang selalu melindungi, Allah yang senantiasa
menolong serta menyelamatkan.
Sedangkan Mazmur Puji Syukur merupakan jawaban terhadap suatu tindakan
Allah yang khusus, yang baru saja dialami lalu diceritakan. Pujian itu merupakan
ungkapan kelegaan dan kegembiraan karena Allah menolong pemazmur keluar dari
berbagai ancaman seperti penyakit, musuh, kesesatan, dan sebagainya.
B. Mazmur 13
Teks Mazmur 13 1. Untuk pemimpin biduan. Mazmur Daud 2. Berapa lama lagi, Tuhan, Kau lupakan aku terus menerus?
Berapa lama lagi, Kau sembunyikan wajahMu terhadap aku? 3. Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran dalam diriku, dan bersedih hati
sepanjang hari? Berapa lama lagi musuhku meninggikan diri atasku?
4. Pandanglah kiranya, jawablah aku, ya Tuhan Allahku! 5. Buatlah mataku bercahaya, supaya janganlah aku tertidur dan mati.
supaya musuhku jangan berkata: “Aku telah mengalahkan dia,” dan lawan-lawanku bersorak-sorak, apabila aku goyah.
6. Tetapi aku, kepada kasih setiaMu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatanmu. Aku mau bernyanyi untuk Tuhan, karena Ia telah berbuat baik kepadaku.
1. Mazmur 13 sebagai Mazmur Disorientasi
Mazmur 13 merupakan salah satu jenis Mazmur Disorientasi. Hal ini
disebabkan karena syair-syair dan kata-kata dari Mazmur tersebut berupa
ratapan/keluhan sang pemazmur sendiri akan pertolongan Tuhan. Mazmur ini sangat
singkat dan sederhana. Mazmur ini dengan bagus memperlihatkan corak dan dasar
jenis ini. Ratapan dan keluhan dalam bait pertama disusul dengan doa permohonan
28
dalam bait kedua, sedangkan bait terakhir membawa perubahan yang mendadak:
sebuah pernyataan kepercayaan dan janji puji-pujian yang tampak bertegangan
dengan doa keluhan sebelumnya (Harun, 1998: 50). Mazmur 13 merupakan Mazmur
Keluhan yang didengungkan pemazmur yang menderita akibat penyerangan musuh-
musuh. Pemazmur sangat menderita karena penindasan musuh yang tak kunjung
usai. Pemazmur berteriak dan bertanya dengan sebuah kata, “berapa lama”. Ia
merasa, Tuhan memalingkan dan menyembunyikan wajah dari dirinya. Ia merasa
Tuhan menjauh di saat mereka membutuhkan pertolonganNya. Pertanyaan ini sangat
manusiawi dan wajar.
Mazmur 13 oleh Barth & Pareira (1999: 49) dikelompokkan sebagai Mazmur
Permohonan Perorangan. Permohonan dalam hal ini adalah seruan seseorang yang
berada dalam kesusahan, lalu meminta pembebasan dari Tuhan/Yahwe. Dalam doa
permohonan perorangan, penderitaan manusia dan beban derita yang menimpa
pengarang itu dapat berupa; beban derita karena sakit (Mzm 38; 41;88), beban dosa
(Mzm 51; 130), ditinggalkan Tuhan (Mzm 22; 38), berada jauh dari kehadiran Tuhan
(Mzm 42-43), kekhawatiran akan hari tua (Mzm 71), pencobaan dan godaan untuk
melakukan kejahatan (Mzm 141), tuduhan palsu (Mzm 7; 17; 26; 109), difitnah
(Mzm 120; 140), dibenci tanpa alasan (Mazmur 35; 69), dikejar, ditindas dan
dimusuhi oleh lawan-lawannya (Mazmur 54; 55; 56; 57; 59; 64; 70; 142).
Mazmur 13 merupakan salah satu Mazmur Permohonan Perorangan yang
dibuka dengan empat pertanyaan yang penuh kekuatiran yang berbunyi: “Berapa
lama lagi, Tuhan, Kau lupakan aku terus menerus? Berapa lama lagi, Kau
sembunyikan wajahMu terhadap aku?” (ay 2) dan “Berapa lama lagi aku harus
29
menaruh kekuatiran dalam diriku, dan bersedih hati sepanjang hari? Berapa lama lagi
musuhku meninggikan diri atasku?” (ay 3).
Empat kalimat dengan diawali kata, “berapa lama” memiliki berbagai makna.
Pemazmur sudah sangat lelah akan derita yang menimpanya yang tak kunjung usai.
Maka pemazmur melontarkan protes serta ratapan yang menuntut Tuhan ikut
bertanggung jawab atas apa yang menimpanya. Pemazmur saat itu merasa
kehilangan pegangan hidup. Tuhan seolah-olah diam saja, tidak menghiraukan apa
yang dialaminya.
Pemazmur merasa kehilanagn kepercayaan diri sehingga selalu khawatir kalau
akan menderita terus. Ia juga ketakutan karena musuh yang dalam hal ini bisa saja
teman yang berkhianat, menikam dari belakang, menjatuhkan dan membuatnya
sangat menderita. Ungkapan, “berapa lama” merupakan bentuk protes yang menuntut
Tuhan untuk berbuat sesuatu yang bisa mengeluarkannya dari derita. Mazmur 13
adalah Mazmur Keluhan di mana sang pemazmur berharap pada pertolongan Tuhan
dan tetap percaya pada karya penyelamatan Tuhan untuk membebaskannya dari
penderitaan.
2. Struktur
Barth & Pareira (1999: 202) melihat struktur penyusunan Mazmur 13 sebagai
berikut:
Ayat 1 : Judul
Ayat 2-3 : Seruan pembukaan yang dibuka dengan empat pertanyaan penuh
kekhawatiran.
Ayat 4-5 : Permohonan dibebaskan dari musuh/lawan yang menyerang
30
Ayat 6a : Pernyataan kepercayaan
Ayat 6b : Pujian kepada Tuhan atas pertolonganNya
Berdasarkan struktur di atas, penulis akan menguraikan unsur-unsur yang
terdapat dalam Mazmur 13. Unsur-unsur yang terdapat dalam Mazmur 13 ini sama
seperti yang terdapat dalam Mazmur Permohonan Perorangan lainnya yaitu: unsur
yang pertama; pada ayat 2-3 adalah seruan kepada Allah yang dibuka dengan empat
pertanyaan. Pemazmur bertanya kepada Allah “berapa lama lagi”. Pemazmur
sungguh-sungguh tidak tahan lagi dengan penderitaan yang menimpa,
berkepanjangan dan seolah-olah tiada akhir. Penderitaan yang disebabkan oleh
musuh. Unsur yang kedua; ayat 4-5 berisi permohonan untuk dibebaskan dari
penderitaan. Penderitaan karena serangan musuh. Pemazmur berharap agar Tuhan
tidak menutup mata dan menjauh ketika penderitaan datang menyerang. Intinya
adalah pengharapan dan iman. Pengharapan akan kasih setia Tuhan. Pemazmur pada
ayat ini sungguh-sungguh mengalami ketakutan. Ketakutan akan kematian akibat
penderitaan yang tak kunjung usai. Pemazmur berharap Tuhan datang menolong.
Unsur yang terakhir; ayat 6. Ayat ini menjadi penutup dari Mazmur 13. Pada
ayat ini digambarkan bahwa kepercayaan dan janji bahwa Tuhan tak pernah pergi,
Tuhan tak pernah menutup mata dan Tuhan selalu peduli. Pemazmur merasa gembira
karena Tuhan bersedia menolong.
3. Tafsir
Untuk menafsirkan Mazmur 13, penulis mengikuti pola pemikiran Barth &
Pareira (1999: 202). Pada ayat 1 pada Mazmur 13 dinyatakan bahwa Mazmur ini
adalah kumpulan Mazmur Daud. Tetapi bukan Daud yang membuatnya. Ada empat
31
pertanyaan yang bisa dikatakan menjadi kunci pokok atau dengan kata lain
menandakan bahwa Mazmur 13 ini berjenis Mazmur Keluhan. Empat pertanyaan itu
terdapat dalam ayat 2-3 yang berbunyi: “Berapa lama lagi, Tuhan, Kau lupakan aku
terus menerus?” (ay 2a), “Berapa lama lagi, Kau sembunyikan wajahMu terhadap
aku?” (ay 2b). “Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran dalam diriku, dan
bersedih hati sepanjang hari?” (ay 3a), “Berapa lama lagi musuhku meninggikan diri
atasku?” (ay 3b). Empat pertanyaan bernada kecemasan ini menandakan suatu
ratapan/keluhan di mana seseorang yaitu pemazmur menderita karena serangan
musuh.
Ayat 2 dan 3 ini menyatakan bahwa pemazmur menantikan pertolongan Tuhan
dan tidak tahan menunggu dalam ketidakpastian. Itulah sebabnya diajukan empat
pertanyaan yang mencerminkan isi hatinya. Pada ayat 2a yang berbunyi, ”Berapa
lama lagi, Kau lupakan aku terus menerus”, seolah-olah menggambarkan bahwa
relasi personal antara pemazmur dan Tuhan diputuskan. Tuhan pergi meninggalkan
dia serta tidak mau tahu peristiwa yang menimpa pemazmur. Pada ayat 2b yang
berbunyi, ”Berapa lama lagi Kau sembunyikan wajahmu terhadapku”, pemazmur
merasa bahwa di mana Tuhan bersembunyi, di situlah hubungannya dengan Tuhan
terputus. Tuhan memalingkan muka sehingga pemazmur merasa sendirian dalam
penderitaannya.
Pada ayat 3a yang berbunyi, ”Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran
dalam diriku dan bersedih hati sepanjang hari?” menyatakan bahwa pemazmur
merasa khawatir dan bertanya-tanya apa sebabnya ia ditinggalkan Tuhan. Di mana
letak kesalahannya sehingga ia merasa terasing baik dengan Tuhan dan sesama.
Semua pertanyaan-pertanyaan itu berputar-putar terus dalam hatinya tanpa adanya
32
jawaban yang bisa mengungkapkan sesuatu sebagai jalan keluar dari masalah.
Pemazmur merasa tertekan dan menyimpan susah.
Pada ayat 3b yang berbunyi, “Berapa lama lagi musuhku meninggikan diri
atasku?” menyatakan bahwa pemazmur khawatir karena ia berhadapan dengan
lawan/musuh yaitu orang-orang yang bersaing dengan dia dan kini berada di atas dia.
Hal ini membuat pemazmur putus asa dan tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan
karena masalahnya sudah buntu. Ia merasa kalah. Ayat 4 kalimat ”Pandanglah
kiranya…jawablah aku…buatlah mataku bercahaya…” Kata-kata ini menyatakan
bahwa di tengah ancaman penderitaan karena musuh, pemazmur tetap percaya
kepada Tuhan sebagai Allah walaupun saat itu kehadiran Allah belum terasa.
Ungkapan permohonan ini menandakan suatu relasi personal antara dirinya dan
Tuhan.
Pemazmur tetap ingin mengandalkan Tuhan. Pemazmur menginginkan Tuhan
memenuhi harapannya. Harapan untuk bisa keluar dari derita serta untuk tidak putus
asa, menyerah begitu saja pada penderitaan. Ayat 5, kata “goyah” artinya hilang,
lenyap, dan mati. Menggambarkan suatu situasi bahwa pemazmur dikalahkan
musuh. Musuh dalam hal ini bisa dalam bentuk sesama yang mengkhianatinya,
menikam dari belakang. Bisa juga musuh itu adalah orang terdekat yang dipercayai
namun ternyata menjadi saingan yang ingin menghancurkannya.
Ayat 6 kalimat “kepada kasih setiaMu aku percaya”, menyatakan bahwa
Pemazmur merasa bahwa ia percaya serta pasrah pada Tuhan. Dengan kepercayaan,
ia menemukan kekuatan baru. Walaupun mungkin semua jalan untuk masalah sudah
tertutup, namun Tuhan dapat memberikan ketentraman dan membuka jalan baru.
Pemazmur percaya bahwa kasih setia Tuhan tidak pernah pergi. Tuhan tidak
33
berpaling dan menyembunyikan diri. Pemazmur mulai bisa menerima bahwa dengan
penderitaan justru bisa mendekatkan relasinya lebih mesra dengan Tuhan. Pemazmur
berani menggulati penderitaannya dengan sikap percaya dan pasrah karena kasih
setia Tuhan bisa dipercaya.
Ayat 6b yang berbunyi, ”Aku mau menyanyi untuk Tuhan…” merupakan
wujud rasa syukur karena Tuhan selalu ada untuk pemazmur di saat susah ataupun
senang. Setelah mengalami pembebasan, pemazmur menyampaikan rasa terima kasih
dengan senantiasa memuji kebaikan Tuhan. Pada saat pemazmur menderita, Tuhan
juga turut menunjukkan solidaritasnya. Ia juga menderita. Tuhan selalu memiliki
rencana unik atas hidup umatNya. Apa yang dilakukanNya indah pada waktunya.
4. Pokok Pewartaan Mazmur 13
Mazmur 13 dikategorikan sebagai salah satu Mazmur Disorientasi. Mazmur ini
sangat singkat dan sederhana. Terdiri dari 6 ayat, itupun ayat pertama hanya berupa
judul, namun makna yang tersirat di dalamnya sangatlah jelas dan bahasanya
sederhana. Ratapan/keluhan dalam bait 2-3 disusul doa permohonan pada bait 4-5,
dan terakhir yaitu bait 6 merupakan suatu perubahan yang mendadak yang
dibuktikan dengan seruan kepercayaan yang tampak bertegangan dengan doa
keluhan sebelumnya.
Bila dilihat secara keseluruhan pada Mazmur 13 terutama pada ayat 2-6, pokok
utama yang ditawarkan terdiri dari tiga bagian. Pertama; ayat 2-3 adalah
keluhan/ratapan. Kedua; ayat 4-5 adalah permohonan pemazmur dan yang terakhir
yaitu pada ayat 6; berupa kepercayaan dan pujian. Bila dirangkum secara
keseluruhan, Mazmur 13 menyampaikan tiga inti sebagai Mazmur yaitu keluhan,
permohonan, kepercayaan serta pujian. Pengalaman disorientasi pada Mazmur 13 ini
34
tidak asing bagi orang yang percaya. Percaya bahwa dalam kesesakan selalu ada
jalan. Percaya bahwa dalam setiap kesulitan hidup, Tuhan senantiasa hadir, menyapa,
dan menopang. Memang adakalanya manusia merasakan bahwa Tuhan sangat jauh
dan doa maupun permohonan manusia mungkin hanya dianggap angin lalu dan
manusia selalu bertanya-tanya, “ Mengapa saya menderita? Apa salah saya?”
Dari Mazmur 13 ini ada beberapa bagian yang bisa dipetik. Dari ayat 4-5;
manusia diingatkan untuk tak pernah berhenti berharap. Berharap bahwa Tuhan akan
memberikan jalan terbaik. Manusia akan semakin kuat, tegar, tabah dan tahan
banting dalam menghadapi tantangan hidup. Selain itu, manusia juga diingatkan
untuk senantiasa rendah hati. Menyadari bahwa dirinya sangat kecil dan lemah di
hadapan Tuhan sehingga akhirnya hanya mengakui Tuhan sebagai satu-satunya yang
maha kuasa, maha rahim, maha bijaksana, serta maha baik.
Kemudian pada ayat 6 yang berbunyi: ”Tetapi aku, kepada kasih setiaMu aku
percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatanmu. Aku mau bernyanyi untuk
Tuhan, karena Ia telah berbuat baik kepadaku”, merupakan ungkapan kepercayaan
pemazmur kepada Tuhan. Dari ungkapan kepercayaan ini, manusia diajak untuk
mempercayakan diri sepenuhnya pada jalan yang ditunjukkan Tuhan. Tuhan tidak
akan diam saja melihat umatNya menderita.
Orang yang bersandar pada Tuhan akan diberkati dan memperoleh hidup yang
tenteram dan hanya dalam nama Tuhanlah letak kekuatan dalam mengarungi hidup.
Manusia senantiasa percaya bahwa ketika semua jalan tertutup hanya Tuhanlah yang
dapat memberikan ketentraman dan membuka jalan baru (Barth & Pareira, 1999:
204).
35
C. Makna Penderitaan Orang Benar
Mazmur 13 ini merupakan ungkapan orang benar yang menderita. Penderitaan
pemazmur adalah karena penyerangan musuh/lawan yang hampir menguasai dan
menghancurkan (ay 5). Dalam suasana tertekan, pemazmur berteriak dan protes
kepada Tuhan dan bertanya mengapa semuanya itu bisa menimpa pemazmur.
Pemazmur merasa bahwa pemazmur tidak bersalah namun mengapa mendapatkan
hukuman yang sedemikian berat dan Tuhan seolah-olah tak peduli akan semuanya
itu. Berikut ini penulis akan menggambarkan beberapa hal yang berhubungan dengan
penderitaan orang benar pada Mazmur 13 khususnya dalam menghadapi penderitaan.
1. Penderitaan Bukan Semata-mata Akibat Dosa
Salah satu cara manusia untuk mencoba memahami penderitaan di dunia ini
adalah dengan mengasumsikan bahwa mereka memang layak memperoleh apa yang
menimpa diri mereka, yaitu bahwa kemalangan yang menimpa mereka adalah
hukuman atas dosa-dosa (Kushner, 1988: 10). Demikian juga dengan keluhan dalam
Mazmur 13 ini. Pemazmur seolah-olah menganggap apa yang terjadi dalam hidupnya
adalah karena dosa dan salah mereka kemudian Allah menghukum mereka dengan
memalingkan wajahNya dari kehidupan mereka.
Mungkin bisa menjadi suatu masukan dalam hidup manusia. Tidak ada
pengecualian bagi orang-orang benar. “Pengecualian” dalam hal ini adalah
pengecualian atas penderitaan. Semua orang baik tua-muda, miskin-kaya, jahat-baik
tidak ada yang dibedakan. Penderitaan datang tanpa pandang bulu. Sebenarnya
apakah misteri dari penderitaan itu? Apakah penderitaan itu mempunyai maksud
mendidik? Dapatkah penderitaan memperbaiki manusia dari kesalahan-kesalahan
dan membuat manusia menjadi lebih baik? Tuhan tidak pernah menghukum. Dia
36
hanya mendidik dengan kasihNya yang luas melebihi samudera. Dia seperti seorang
ayah yang mendidik anak yang dikasihiNya, demi kebaikan anak itu sendiri. Kadang
orangtua menghukum anaknya dengan memukul dan mengurung demi mengajarkan
suatu tata cara tertentu. Anak itu tentu saja protes, berontak, marah karena merasa
diperlakukan tidak adil. Sama seperti ketika manusia menderita dan dia berontak
serta protes kepada Tuhannya. Mereka tidak menyadari bahwa Tuhan punya rencana
indah di balik didikanNya itu.
Tuhan memperlakukan manusia sama seperti orangtua yang bijaksana dan
penuh perhatian memperlakukan anaknya yang naif; menjauhkan agar manusia tidak
terluka, menahan sesuatu keinginan manusia terutama dalam hal-hal duniawi,
menyadarkan manusia bila mereka menyimpang dan dengan sabar mencoba
melunakkan protes manusia atas, “ketidakadilanNya” yaitu dengan meyakinkan
bahwa kelak akan menjadi manusia yang matang dan mengerti bahwa semuanya
adalah demi kebaikan manusia, “Karena Tuhan memberikan ajaran kepada yang
dikasihiNya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi” (Ams 3: 12).
Perlu menjadi catatan penting, Tuhan tidak pernah menghukum manusia
karena dosanya. Ia hanya mendidik dan mengampuni. Jadi penderitaan yang dialami
manusia bukan semata-mata karena dosa. Ada berbagai sebab mengapa manusia bisa
menderita. Penderitaan itu bisa saja datang dari luar dirinya seperti dari orang lain,
faktor alam, karena penyakit, dan lain sebagainya. Justru dengan penderitaanlah
manusia diuji sejauh mana ia mampu mengambil sikap iman yang tepat. Dengan
penderitaan manusia bisa semakin kuat dan tahan banting menghadapi hidup
selanjutnya. Dengan penderitaan pula manusia semakin rendah hati serta
menggantungkan hidupnya hanya pada Tuhan semata. Dengan penderitaan pula,
37
manusia diajak untuk peka akan penderitaan sesama yang jauh lebih menderita di
sekitarnya.
2. Semakin Dekat dengan Allah
Dari keluhan pada Mazmur 13 ini, diperlihatkan seruan-seruan kepada Tuhan
untuk membebaskan pemazmur dari penderitaan. Dari seruan-seruan itu dapat ditarik
suatu kesimpulan bahwa dengan penderitaan, seseorang semakin membutuhkan
Tuhan, semakin mengandalkan Tuhan dan semakin dekat dengan Tuhan (ay 4-5).
Dari penderitaan-penderitaan itu, manusia ingin dibebaskan. Mereka menanti-
nantikan pertolongan dari Tuhan dan berharap penuh kepadaNya. Pertanyaan-
pertanyaan berupa protes seperti, “Tuhan, mengapa Kau lakukan ini terhadapku?”
Bisa diganti menjadi pertanyaan berupa permohonan pengharapan, “Tuhan, lihatlah
apa yang terjadi padaku? Dapatkah Kau menolongku?” Manusia berpaling pada
Tuhan bukan untuk mendapatkan penghakiman maupuan pengampunan, bukan untuk
dihadiahi atau dihukum, tapi untuk dikuatkan dan dihibur (Kushner, 1988: 53).
Dengan penderitaan, manusia menjadi semakin dekat dengan Allah. Berani
menerima, menggulati penderitaan dan akhirnya bisa mengambil sisi positif dari
suatu kejadian yang tak menyenangkan serta berkeyakiann bahwa Tuhan mempunyai
rencana indah bagi manusia.
3. Semakin Percaya dan Pasrah pada Kehendak Allah.
Melalui penderitaan, manusia menjadi semakin percaya dan pasrah pada
kehendak Allah. Dalam Mazmur 13 ini bisa dibuktikan pada ayat 6, “Tetapi aku,
kepada kasih setiaMu aku percaya, hatiku bersorak-sorai karena penyelamatanMu.
Aku mau menyanyi untuk Tuhan, karena Ia telah berbuat baik kepadaku” (Harun,
1998: 49). Percaya dalam hal ini berarti tidak putus asa atas apa yang menimpa
38
karena hari keselamatan dari Allah sang pembebas sudah tiba. Percaya bahwa Tuhan
tidak akan diam saja menyaksikan umat kesayangannya menderita. Percaya bahwa
Tuhan turut menderita bersama umatNya. Pada saat manusia menangis karena derita,
Tuhan juga turut menangis. Tuhan solider pada manusia.
Dengan percaya dan pasrah pada kehendak Allah berarti menerima dengan
terbuka, “didikan“ Tuhan yang tentu saja berguna untuk memperbaiki kehidupan
selanjutnya. Dengan penderitaan, manusia juga diingatkan untuk semakin rendah hati
serta semakin peka dan solider pada penderitaan sesama.
BAB III
PENDERITAAN ORANG BENAR JAMAN SEKARANG
Dalam bab III ini, penulis memaparkan penderitaan khususnya penderitaan
yang dialami orang benar jaman sekarang. Pada bab II sudah disinggung sedikit
tentang penderitaan khususnya penderitaan dalam konteks Kitab Suci yaitu Kitab
Mazmur khususnya yang terdapat pada Mazmur 13. Dalam Mazmur 13, pemazmur
menderita karena musuh walaupun dia tidak bersalah. Pemazmur sangat menderita
namun ia merasa Tuhan seolah-olah tak peduli akan semua yang menimpanya
hingga ia sampai pada suatu sikap iman bahwa ia berani memasrahkan diri pada
kehendak Tuhan dan dapat mengatasi penderitaan dengan sikap percaya pada Tuhan.
Dari penderitaan dalam Mazmur 13 itu terungkaplah makna positif penderitaan
orang benar. Makna penderitaan itu di antaranya: penderitaan terjadi bukan semata-
mata karena dosa/hukuman dari Tuhan. Hal inilah yang harus dipahami. Selain itu
dengan menderita, manusia akan semakin dekat dengan Tuhan karena manusia selalu
membutuhkan Tuhan dengan demikian, manusia akan semakin pasrah dan dekat
dengan Tuhan sehingga mereka semakin kuat serta tahan banting dalam menghadapi
penderitaan.
Bab III menggambarkan berbagai macam penderitaan di antaranya yang
pertama; penderitaan yang terjadi karena diri sendiri. Penderitaan ini berakibat
negatif, artinya manusia menderita karena kesalahannya sendiri. Ia merasa terhukum
atas kesalahan yang telah dilakukannya. Biasanya manusia memvonis bahwa
penderitaan yang terjadi karena kesalahannya merupakan hukuman/kutukan. Selain
berakibat negatif, penderitaan juga berakibat positif. Hal ini dialami seseorang yang
40
ingin tetap setia pada nilai-nilai luhur serta tugas perutusan yang diberikan Tuhan.
Hal ini dialami oleh para nabi seperti Elia, Yeremia, Hosea, Amos. Mereka adalah
nabi-nabi yang setia pada tugas perutusan Allah. Selanjutnya penderitaan yang
terjadi karena seseorang yang rela menderita demi orang lain, contohnya Paulus yang
rela menderita demi umatnya di tempat ia mewartakan Kerajaan Allah. Paulus
pernah dipenjara karena kesaksian pewartaannya akan Yesus Kristus (Kis 22:1-22).
Selain Paulus, Yesus juga tokoh yang rela menderita demi orang lain. Yesus harus
menunaikan tugasnya sebagai Mesias yang menderita. Itu semua karena cinta yang
besar kepada manusia. Ia menjadi tebusan atas segala dosa manusia (Weiden, 1995:
222). Yang kedua adalah penderitaan yang terjadi akibat tingkah laku orang lain.
Penderitaan seperti ini sampai sekarang masih sering terlihat. Maraknya situasi
ketidakadilan, pelanggaran HAM, diskriminasi agama sehingga manusia merasa
tidak tenang dalam beribadah, dsb.
Yang ketiga adalah penderitaan akibat bencana baik alam maupun
bencana/musibah karena penyakit. Bencana yang terjadi karena alam, misalnya
seperti kejadian bencana alam serta Tsunami di Banda Aceh tanggal 26 Desember
2004, gempa bumi di Yogyakarta pada tanggal 27 Mei 2006, bencana Tsunami di
pantai Pangandaran Jawa Barat, angin puting beliung, dan masih banyak lagi
bencana yang terjadi. Ketika peristiwa itu terjadi banyak orang merasa tergoncang,
menangis, tidak tahu apa lagi yang akan diperbuat, dan banyak pula yang protes pada
Tuhan melalui untaian doa.
Banyak nyawa manusia yang tak berdosa melayang. Penderitaan karena
bencana bukan hanya karena perisiwa alam saja namun bisa karena penyakit,
misalnya seseorang yang terkena sakit parah seperti kanker, AIDS, dsb. Penyakit ini
41
membutuhkan penanganan yang serius, biasanya nyawa menjadi taruhannya. Selain
itu mahalnya biaya menjadi kendala utama juga. Maka biasanya orang yang terkena
penyakit ini sangat menderita. Selain penderitaan fisik mereka juga mengalami beban
mental yaitu merasa menjadi beban orang lain dan merasa menjadi manusia yang tak
berguna. Manusiapun putus asa dan merasa kehilangan harapan untuk berani
meneruskan hidup.
Dari berbagai penderitaan yang terjadi, tidak semuanya negatif. Penderitaan
justru dapat bermakna positif karena dapat menolong manusia untuk membangun
dan membuktikan diri. Penderitaan memang tidak menyenangkan karena dapat
mematahkan hati manusia dan membuat manusia seperti bukan manusia yang berarti
namun diakui justru dengan penderitaan dapat memperbaharui dan memanusiakan
manusia. Dengan penderitaan, manusia diajak semakin rendah hati serta berkaca diri
bahwa dirinya begitu lemah di hadapan sang pencipta dan selalu membutuhkan Dia.
Dengan penderitaan pula, manusia diajak untuk peka dan solider dengan penderitaan
sesama di sekitarnya dan dengan penderitaan, manusia akan menjadi lebih kuat,
tegar, serta tahan banting dalam menghadapi tantangan hidup.
Dari berbagai jenis penderitaan itu, penderitaan Yesus Kristus sebagai orang
benar yang menderita menjadi suatu perbandingan dengan berbagai jenis penderitaan
manusia. Penderitaan Yesus Kristus sebagai sumber inspirasi untuk memaknai
penderitaan orang benar jaman sekarang. Bagian terakhir ini akan membahas dua hal
yaitu penderitaan Kristus dan penderitaan orang benar jaman sekarang. Untuk
menyelami pemahaman tentang penderitaan Kristus sebagai orang benar yang
menderita maka akan dipaparkan mengenai Yesus manusia sejati yang menderita,
Allah yang menderita, kebangkitan Kritus, keselamatan manusia. Terakhir akan
42
diungkapkan tentang penderitaan orang benar jaman sekarang dan Allah
mengidentifikasikan diri dalam orang benar yang menderita dan tersingkir.
A. Pengertian Penderitaan Secara Umum
Selama masih melakoni hidup di bumi ini, setiap makhluk pernah mengalami
penderitaan dan mereka tidak bisa menghindarkan diri dari masalah yang
membuatnya menderita. Penderitaan dialami manusia sejak dilahirkan di dunia ini.
Menderita adalah suatu hal yang biasa terjadi dalam hidup jika manusia merasakan
adanya ketidakseimbangan dengan lingkup sekitarnya.
Seorang bayi merasa nyaman berada dalam rahim ibunya. Ia merasa hangat
sampai pada saatnya bayi itu dilahirkan di dunia ini. Bayi itu menjerit dan menangis.
Dia hidup namun sekaligus di situlah awal penderitaan seorang manusia. Bayi itu
akan mengalami nasib seperti bayi lainnya. Ia takkan terlepas dari rasa lapar dan
haus. Rasa takut bila sendirian dan kesepian, rasa takut akan kegelapan. Bayi itu
akan tumbuh menjadi seorang anak yang beranjak dewasa. Sedikit demi sedikit ia
akan berhadapan dengan dunia luar seperti udara dingin maupun panas. Ia akan
berhadapan dengan hal-hal yang belum dikenalnya. Semua ini tidak akan terjadi
begitu saja tanpa adanya penderitaan.
Ketika dewasa, ia tak habis-habisnya harus menyesuaikan diri dengan lingkup
hidup yang terus berubah. Ia harus mengambil suatu resiko dalam memutuskan
sesuatu. Ia harus bisa memilih walau itu mungkin saja bertentangan dengan keadaan
di sekitarnya. Demikian pula seterusnya dalam sepanjang kehidupan, manusia akan
menghadapi percobaan-percobaan baru, mengalami sakit dan pada suatu ketika akan
menghadapi kematian yang tak terelakkan lagi dan menghadap Tuhan Sang Pencipta.
43
Itulah realita penderitaan yang pasti dialami manusia pada umumnya. Definisi
penderitaan dalam hidup manusia adalah suatu perasaan sakit yang dialami manusia
sebagai akibat dari sesuatu yang merugikannya (Budi Kleden, 2006: 19). Yang pasti
penderitaan dialami semua makhluk hidup baik secara fisis maupun mental.
Penderitaan terjadi karena adanya malum (keburukan). Budi Kleden (2006: 18),
berdasarkan pemikiran Leibniz dan Kant, menyatakan bahwa penderitan berasal dari
malum (keburukan). Sesuatu yang buruk tentu saja jauh dari hal yang baik. Malum
(keburukan) bisa berasal dari dalam diri maupun luar pribadi manusia sendiri. Di
dalam malum hanya ada perpecahan, tidak ada kesatuan. Malum dibedakan atas:
1. Malum physicum: keburukan alamiah, yang terletak pada kenyataan negatif
yang ditimpakan alam kepada manusia seperti bencana alam; hal dimangsa dan
memangsa, wabah penyakit, berbagai bentuk kecacatan, dan lain sebagainya.
2. Malum morale: keburukan moral, yang ditimpakan manusia kepada manusia
lain seperti perang, pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia), masalah
ketidakadilan, kekerasan, dan lain sebagainya.
3. Malum metaphysium: keburukan metafisik yang melampaui pemikiran fisis dan
moral seperti keterbatasan-keterbatasan yang ada pada manusia, terbukti dari
sifat ketidakkekalan manusia yaitu bahwa manusia itu adalah fana, bisa mati
dan juga bisa melakukan kesalahan maupun kekeliruan.
Penderitaan lahir dari pengalaman kontras. Malum (keburukan) berlawanan
dengan bonum (kebaikan). Dalam hidupnya, manusia memang selalu menginginkan
hal-hal yang baik, adil, tenteram, damai, dan sebagainya. Namun tak bisa dipungkiri
bahwa di tengah perjalanan hidup selalu ada kerikil tajam yaitu problematika hidup
dan semua itu merupakan malum (keburukan). Hal inilah yang membuat manusia
44
menderita. Hal-hal yang diinginkan manusia berjalan dengan baik dan lancar ternyata
tak seindah yang diinginkan. Walaupun tidak diinginkan, penderitaan mendatangi
manusia tanpa terkecuali, tidak pandang bulu antara orang jahat dan orang baik.
Penderitaan dialami tidak hanya oleh manusia saja namun oleh semua makhluk baik
binatang maupun tumbuhan.
Penderitaan yang dialami oleh binatang maupun tumbuhan lebih pada
penderitaan secara fisis seperti ancaman hewan lain (peristiwa mangsa-memangsa),
ancaman alam seperti kekeringan, bencana banjir, kebakaran hutan, dan sebagainya.
Sedangkan penderitaan pada manusia tidak hanya secara fisis saja namun lebih
kompleks. Penderitaan itu seperti penderitaan karena adanya perasaan takut, panik,
sedih, rasa malu, putus asa, kehilangan pegangan hidup, penghinaan moral, bahkan
rasa takut akan kematian, dsb.
B. Macam-macam Penderitaan Manusia Jaman Sekarang
1. Penderitaan karena Diri Sendiri
Penderitaan karena diri sendiri ini dibagi menjadi dua yaitu:
a. Penderitaan yang terjadi karena kesalahan sendiri
Penderitaan yang disebabkan kesalahan diri sendiri pada manusia, biasanya
berhubungan dengan dosa. Dosa menyebabkan manusia menderita. Dengan dosa
keretakan terjadi antara manusia dan Tuhan, juga dengan sesamanya. Yewangoe
(1989: 71) memaparkan pemikiran Vengal Chakkarai seorang Teolog Salib dari
India yang menggunakan perumpamaan anak hilang dalam menjelaskan bagaimana
dosa masuk ke dalam hidup manusia dan membuat keretakan relasi antara manusia
dengan Tuhan dan sesamanya.
45
Unsur penting dari perumpamaan ini adalah si anak bungsu ingin melepaskan
diri, mengembara dan meninggalkan bapanya. Ia ingin keluar dari kehendak sang
Bapa. Sikap anak bungsu ini dipandang sebagai ego yang tiba pada kesadaran
dirinya. Sikap ego anak bungsu diijinkan oleh Bapanya. Sang Bapa memberikan ijin
karena ia memberi kesempatan pada anak bungsu untuk memilih antara kebaikan dan
keburukan. Ketika pengembaraan dimulai, di situlah awal dosa, kelepasan dari jiwa
yang luhur. Jiwa luhur yang dimaksudkan di sini adalah sisi baik dari diri manusia.
Saat itulah si anak mulai bebas dari kehendak Allah, seperti manusia pada umumnya.
Manusia memilih keluar dan bebas dari kehendak Tuhan, meninggalkan hal
baik dan mendekati kenikmatan-kenikmatan sesaat dan di situlah ia diperbudak oleh
keinginan hatinya. Manusia menemukan bahwa kehendak ego yang dimilikinya tidak
seindah yang ia bayangkan. Manusia menjauh dari Tuhan dan sesama sehingga
terkucilkan serta merana.
Manusia merasa sendiri dan kehilangan pegangan hidupnya. Ia tersingkir. Dosa
membelenggu jiwa dalam mencapai kenikmatan kasih Tuhan. Maka akibatnya
manusia menderita karena kesalahan dirinya sendiri.
b. Penderitaan Dialami Karena Pilihan dan Tugas Perutusan Tuhan
Penderitaan model ini dapat dilihat pada pergulatan hidup nabi-nabi Tuhan di
antaranya Elia, Yeremia, Hosea, dan Amos. Mereka adalah nabi-nabi besar
penyambung lidah Tuhan pada masa itu. Dengan setia mereka menjalankan tugas
dari Tuhan walaupun kadang-kadang harus menderita, ditolak, difitnah, dan
disingkirkan bahkan kadangkala nyawanya harus terancam. Namun mereka tetap
memilih untuk setia demi Tuhan dan bangsa di tempat di mana para nabi ini diutus.
46
Seperti Elia misalnya. Nabi Elia hidup pada masa pemerintahan raja Ahab dan
ratu Izabel. Elia memperjuangkan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang
disembah bukan allah-allah lain. Pada masa nabi Elia, bangsa Israel bercabang hati
dengan menyembah Baal yaitu berhala sebagai tuhan. Maka Tuhan Allah murka dan
mengatakan pada Elia bahwa Ia akan menghukum bangsa Israel dengan tidak
menurunkan hujan. Maka terjadilah kemarau panjang di negeri itu. Elia berusaha
meyakinkan bangsa Israel untuk kembali kepada Tuhan dengan cara membuat
korban bakaran di gunung Karmel. Lalu dibentuklah dua kelompok pengikut, yang
pertama adalah kelompok pengikut nabi-nabi Baal dan kelompok kedua adalah
pengikut Elia yang masih setia pada Tuhan. Ternyata korban bakaran yang diterima
Tuhan adalah korban bakaran milik Elia dan pengikutnya.
Sedangkan korban bakaran pengikut Baal tidak mendapat respon dari Tuhan.
Maka Tuhan mau menurunkan hujan dan banyak pengikut Baal yang kembali kepada
Tuhan. Ini adalah suatu bukti bahwa Elia berjasa dalam mempertemukan kasih
Tuhan dengan umatNya (1 Raj 18:20-46). Akan tetapi karena tindakan Elia ini para
pengikut Tuhan yang masih setia, dibunuh oleh ratu Izabel permaisuri raja Ahab
yang masih setia menyembah Baal.
Demikian juga Elia dikejar-kejar oleh ratu Izabel untuk dibunuh seperti
pengikut Tuhan yang lain. Maka Elia melarikan diri ke gunung Horeb sampai situasi
memulih. Tugas perutusan Elia sangat berat, bahkan ia merasa putus asa ingin mati
saja, dan pernah meminta Tuhan untuk mencabut nyawanya (1 Raj 19:1-8). Selain
Elia, ada pula Yeremia seorang nabi utusan Tuhan yang setia. Ketika dipanggil
Tuhan untuk menjalankan tugas perutusan, usianya masih sangatlah muda. Ia hidup
pada masa pemerintahan Yosia bin Amon, raja Yehuda. Pada masa itu, Israel murtad
47
dari Tuhan (Yer 2:1-37). Maka tugas Yeremia adalah mempertobatkan mereka
untuk kembali kepada Tuhan. Ia menjadi penyambung lidah Tuhan untuk bangsa
Israel termasuk Yehuda. Yeremia mengadakan banyak pembaharuan terutama dalam
hal agama dan peribadatan. Namun ternyata sepak terjang Yeremia tidak disukai dan
ia terancam nyawanya di Anatot kota kelahirannya sendiri (Yer 11:18-23).
Yeremia mengeluh pada Tuhan. Ia merasa sudah melayani Tuhan dengan
sepenuh hati, namun ia selalu dikejar-kejar untuk dibunuh oleh musuh yaitu umat
Allah yang dilayaninya. Yeremia sangat menderita dan ia merasa sendirian dalam
ketakutan. Akan tetapi pada akhirnya, Tuhan menyatakan pada Yeremia untuk tetap
percaya bahwa Ia senantiasa menyertai dan membebaskannya dari pengejaran
tangan-tangan orang fasik (Yer 15:10-21). Nabi yang berikutnya yang juga setia
sebagai utusan Tuhan adalah Hosea. Nabi Hosea hidup pada masa pemerintahan raja-
raja Yehuda di antaranya: Uzia, Yotam, Ahas, dan Hizkia. Ia juga hidup pada masa
pemerintahan Yerobeam bin Yoas, raja Israel. Jadi Hosea hidup pada masa
pemerintahan dua kerajaan yaitu Israel dan Yehuda. Hosea diutus oleh Tuhan
menjadi penyambung lidahNya. Saat itu bangsa Israel tidak setia pada Tuhan.
Keluarga Hosea adalah gambaran Israel yang tidak setia. Tuhan ingin menghukum
Israel. Hal yang terjadi pada bangsa Israel adalah adanya praktek persundalan dalam
peribadatan. Gomer, istri Hosea adalah wanita sundal yang juga melakukan praktek
persundalan di bait suci dengan para imam-imam di tempat itu. Hal seperti inilah
yang dikecam Tuhan.
RumahNya dijadikan tempat kotor, dan perzinahan. Selain itu, Israel juga
bercabang hati dengan menyembah berhala yaitu Baal (Hos 1:1-9). Nabi berikutnya
yang juga setia pada perintah dan tugas perutusan Tuhan adalah Amos. Amos adalah
48
nabi yang berprofesi sebagai peternak domba dari Tekoa yang hidup pada masa
pemerintahan Uzia raja Yehuda dan Yerobeam anak Yoas raja Israel. Amos dipakai
Tuhan untuk memperingatkan Israel dan Yehuda akan dosa-dosa mereka. Dosa-dosa
Israel di antaranya karena mereka melakukan tindakan ketidakadilan terhadap kaum
yang lemah misalnya para budak, merampas harta milik orang lain, bertindak
semena-mena terhadap orang miskin dan tak berdaya, juga berzinah. Sedangkan dosa
Yehuda adalah mereka melangggar dan tidak patuh pada hukum Tuhan dengan
menyembah allah lain/berhala (Am 1:1; 2:4-5; 2:6-16).
Amos dipakai Tuhan untuk memberitahukan kepada kedua bangsa itu bahwa
Tuhan murka dan hendak menimpakan celaka kepada mereka kalau mereka tidak
bertobat dan kembali kepada Tuhan. Akan tetapi sepak terjang Amos tidak disukai
oleh kedua bangsa itu. Maka Amos difitnah oleh seorang imam Betel di Israel
bernama Amazia. Amos difitnah bahwa ia melawan pemerintahan Yerobeam raja
Israel dan diusir ke Yehuda (Am 7: 10-17). Dengan setia para nabi rela disiksa,
disingkirkan, difitnah bahkan ada yang hampir kehilangan nyawa demi tugas
perutusannya. Mereka menderita untuk meluruskan jalan Tuhan agar manusia
mencapai keselamatan. Pada jaman sekarang sosok seperti para nabi dapat dilihat
dalam diri para katekis yang masih dengan setia dalam tugas perutusannya walau
situasi lapangan sangat sulit. Mereka membaktikan diri di sekolah-sekolah dan gereja
demi terwujudnya warta keselamatan Allah. Kemudian juga seorang guru yang tetap
teguh dalam pendirian untuk tidak memakai dunia pendidikan untuk berbisnis
dengan menjual buku-buku cetak yang dapat memberatkan siswa. Seorang guru
ataupun Katekis itu adalah contoh dari sekian banyak manusia di jaman ini yang
mampu mendedikasikan hidupnya demi nilai-nilai luhur kehidupan.
49
c. Penderitaan demi Orang Lain
Dalam hal ini kisah Paulus bisa dijadikan contoh. Paulus rela menderita demi
umatnya di tempat ia mewartakan warta Kerajaan Allah. Paulus pernah dipenjarakan
karena kesaksian pewartaannya akan Yesus Kristus (Kis 22:1-22). Tujuan pewartaan
Paulus adalah agar semua bangsa yang mendengarkan apa yang dibicarakan tentang
Yesus Kristus memperoleh keselamatan dalam namaNya.
Paulus menginginkan semua bangsa dibabtis dalam nama Yesus Kristus sang
penyelamat yang telah wafat dan bangkit sehingga umat manusia bisa diselamatkan
serta diluputkan dari hukuman akibat kedosaannya. Akan tetapi yang terjadi
sebaliknya, Paulus dianggap melawan dan menentang Kaisar, melecehkan bait Allah
dan akhirnya ditangkap dan dipenjara. Padahal apa yang dilakukan Paulus semata-
mata demi keselamatan semua manusia. Ia ingin agar manusia diselamatkan dalam
nama Kristus.
Contoh lain lagi yang paling nyata dan paling menakjubkan adalah peristiwa
pengorbanan yang dilakukan oleh Sang Putra Allah sendiri yaitu Yesus Kristus.
Yesus Kristus adalah manusia sejati yang menderita. Ia tidak bersalah namun taat
secara total pada kehendak Bapa di sorga untuk menjadi penyelamat bagi umat
manusia. Ia sangat mencintai manusia. Hanya cinta Yesuslah yang bisa menolong
manusia keluar dari kedosaan dan bersatu kembali dengan Bapa. Dalam konteks
jaman sekarang dapat disaksikan dari perjuangan para biarawan/biarawati yang setia
pada panggilan hidupnya dan berkarya di daerah pedalaman seperti Papua,
Kalimantan, dan sebagainya. Mereka dengan rela hati meninggalkan segala miliknya
di dunia agar umat yang dilayaninya dapat merasakan betapa besar cinta Tuhan
dalam hidup manusia. Mereka rela menjadi jembatan menuju kasih Tuhan.
50
2. Penderitaan yang Disebabkan oleh Orang Lain
Budi Kleden (2006: 18) memaparkan pemikiran Leibniz dan Kant yang
menyebut penderitaan yang disebabkan oleh orang lain dengan istilah malum morale
yang artinya keburukan moral. Keburukan moral ini ditimpakan oleh manusia kepada
manusia lain, biasanya yang berada di bawah, contohnya adalah perang,
ketidakadilan, kekerasan, dan penindasan Penderitaan manusia disebabkan orang lain
ini sampai sekarang masih bisa terlihat jelas, seperti di Indonesia.
Situasi ketidakadilan merebak di mana-mana, masalah kekerasan terhadap
perempuan dan anak-anak, diskriminasi agama sehingga manusia tidak nyaman
untuk beribadah dan memuji Tuhan seperti yang terjadi pada tahun 2000 yaitu
peledakan bom di gereja Katolik Paroki Santa Anna Duren Sawit Jakarta Timur,
masalah GAM, kasus Poso dan Ambon. Semua itu membuat manusia menderita
karena kehilangan keluarga, harta benda dan masa depan mereka. Masalah lain lagi
yang sampai sekarang belum terpecahkan yaitu budaya KKN yang dilakukan oleh
sebagian aparatur pemerintahan yang membuat rakyat menderita. Masalah Lumpur
Lapindo juga tidak bisa dilewatkan begitu saja. Banyak rakyat Sidoarjo Jawa Timur
kehilangan tempat tinggal. Mereka selalu menerima janji-janji dari pihak PT Lapindo
bahwa kehidupan mereka akan dijamin dengan baik namun sampai sekarang tidak
ada bukti pemenuhan janji yang nyata. Semuanya hanya angin lalu. Selanjutnya
peristiwa lain yang terjadi adalah peristiwa mahasiswa IPDN yang meninggal karena
penganiayaan yang dilakukan oleh senior mereka. Keluarga yang ditinggalkan tentu
saja menderita karena kehilangan orang yang mereka cintai. Pihak universitas juga
menderita karena pamor kampus menjadi jatuh. IPDN dicap sebagai kampus yang
mencetak kader-kader pemerintahan yang tidak berperikemanusiaan.
51
3. Penderitaan karena Bencana
Budi Kleden (2006: 18) memaparkan pemikiran Leibniz dan Immanuel Kant
menyebut penderitaan akibat bencana sebagai malum physicum yang artinya
keburukan alamiah. Keburukan yang terletak pada kenyataan negatif yang
ditimpakan alam kepada manusia misalnya bencana alam seperti banjir bandang,
kecelakaan transportasi, gempa bumi, gunung meletus, angin puting beliung.
Semua hal di atas merupakan penderitaan yang disebabkan oleh faktor alam.
Reaksi spontan yang dialami manusia ketika mendengar berita tentang bencana
gempa bumi dan tsunami yang melanda Aceh dan Sumatra Utara pada tanggal 26
Desember 2004 adalah kegoncangan perasaan yang dapat disebut sebagai rasa duka
yang dalam. Orang merasa shock dan tergoncang. Ada yang menangis, menatap
kosong dan terpekur, ada pula yang menguntai doa. Dalam peristiwa ini, manusia
bertanya-tanya bahkan ada yang protes menanyakan keberadaan Tuhan. Mereka
bertanya mengapa Tuhan seolah-olah diam saja membuat manusia menjadi
kehilangan pegangan hidup.
4. Penderitaan Karena Penyakit
Orang sakit adalah orang yang tidak kuat mengurus hidupnya sendiri karena
fisik atau badannya tidak mampu untuk melakukannya. Dalam keadaan seperti ini
perhatian dan bantuan orang lain sungguh sangat membantu si sakit menjalani masa
sakitnya itu (Heru Ismadi, 1994: 16).
Orang sakit sangat menderita karena penyakitnya. Ia membutuhkan uluran
tangan sesama baik berupa materi seperti keuangan untuk biaya pengobatan maupun
perhatian lebih seperti rasa solider berupa doa dan penghiburan. Orang yang sakit
52
biasanya sensitif terutama dalam segi emosi. Maka si sakit juga membutuhkan
pengertian dari orang-orang di sekitarnya. Dari penderitaan akibat penyakit yang
penulis paparkan di atas, ada penyakit-penyakit tertentu yang membuat manusia
semakin menderita sebab bukan hanya fisiknya saja yang sakit namun juga batinnya
dalam arti si sakit justru dikucilkan, dijauhi, bahkan dicemooh karena penyakitnya.
Hal ini seperti yang dikisahkan Frans De Sales (1994: 18-19) tentang pengalaman
nyata seorang pemuda pengidap AIDS.
Dikisahkan bahwa seorang pemuda mengalami pergulatan karena penyakitnya.
Ketika masih sehat, dia hidup dalam pergaulan yang bebas. Sekarang ia mengidap
penyakit AIDS. Ia dikucilkan karena penyakitnya sebab penyakit ini diidentikkan
dengan dosa yang menjijikkan. Padahal, ia ingin bertobat dan ingin memperbaiki
hidup sebelum ajal menjemputnya. Namun masyarakat sekitar tidak memberikan
kesempatan kepadanya. Padahal si sakit sangat membutuhkan perhatian serta
pengertian orang-orang di sekitarnya agar ia mampu bersosialisasi dengan
lingkungan di sekitarnya.
Selain itu, penderita penyakit ini membutuhkan peneguhan serta kekuatan iman
dalam menghadapi maut karena penyakit ini belum ada obatnya dan biasanya suatu
saat penderita akan menghadapi kematian. Namun begitulah masyarakat bahkan
orang Katolik sendiri masih memandang miring penyakit ini. Itulah mengapa
sebabnya penderita AIDS sangat menderita. Ia tidak hanya menderita secara fisik
karena sistem kekebalan tubuhnya menurun tetapi juga penderitaan batinn karena
cenderung ditolak sesamanya.
53
C. Penderitaan Yesus Sebagai Inspirasi Untuk Memaknai Penderitaan Orang
Benar Jaman Sekarang
1. Penderitaan Yesus
a. Yesus yang Tersalib sebagai Orang Benar yang Menderita
Salib pada jaman Yesus merupakan lambang kehinaan. Hukuman mati di kayu
salib biasanya dijatuhkan pada seorang penjahat besar. Hukuman mati di kayu salib
adalah hukuman mati yang paling mengerikan, paling hina, dan manusia yang mati
di kayu salib dianggap seperti binatang. Namun apakah Yesus penjahat? Mengapa
Yesus justru memilih kematianNya di kayu salib?
Sebagai Putra Allah, tentu saja Yesus memiliki kuasa untuk memilih
melakukan kehendak Bapa. Dia bisa saja memilih untuk lepas dari kenyataan salib
yang harus ditanggungnya. Tetapi Yesus memilih menerima salib karena cintanya
pada manusia yang sangat mendalam. Salib berdiri di mana arus kehidupan manusia
keruh dan arus kasih karunia Illahi tidak henti-hentinya mengalir untuk
ditransformasikan oleh Allah dalam kepribadian Yesus. Di bawah bayang-bayang
salib, dosa menjadi semakin gelap dan menakutkan, namun di situlah sebuah kuasa
yang misterius bekerja menghapuskan dosa dan memperbaharui orang-orang
berdosa.
Yewangoe (1989: 70) menggarisbawahi pemikiran Chakkarai seorang Teolog
Salib dari Madras-India yang menyatakan bahwa salib membuat manusia dengan
segala kedosaannya bisa berjumpa dengan Allah. Dengan salib, Yesus
mempertemukan manusia kepada kasih Bapa. Di situlah pengampunan dan
pembaharuan hidup terjadi. Dalam hal ini terdapat tindakan aksi salib yang
54
memungkinkan pengampunan dan pembaharuan. Semua ini tidak lain adalah
perbuatan Allah yang mendamaikan dan disebut sebagai mukti/pembebasan dan
keselamatan (Yewangoe, 1989: 20).
Tindakan pengampunan dan pembaharuan ini kemudian dihubungkan dengan
pelepasan kuasa. Kuasa ini terus menerus diberikan kepada seseorang yang
berhubungan dengan Kristus melalui Roh Kudus. Manusia yang penuh dosa
dibukakan pintu menuju jalan keselamatan. Salib Yesus adalah “jembatan” antara
manusia dengan BapaNya. Para Teolog Salib memaparkan pendapat mereka tentang
makna salib. Berikut ini akan dipaparkan makna salib menurut para Teolog Salib.
Yewangoe (1989: 95) memaparkan pemikiran M.M Thomas yaitu bahwa salib
adalah tanda pekerjaan Allah di dunia untuk mencapai keselamatan dan pembebasan
manusia. Salib sebagai perbuatan pengosongan diri Allah dan merupakan ungkapan
kasihNya bagi dunia ini. Salib merupakan dinamika sentral dari seluruh sejarah.
Salib adalah inti iman. Tanpa salib, keselamatan manusia tidak pernah menjadi
kenyataan. Salib adalah hukum kasih yang tertinggi. Salib adalah bukti cinta Allah
yang menjelma dalam pribadi Yesus Kristus dan turun ke dunia menjadi setara
dengan manusia. Yesus menjadi sama dengan manusia dalam segala hal kecuali
dosa. Salib Yesus menggenapi apa yang sudah dinubuatkan Yesaya. Dia adalah
seseorang yang diutus Bapa untuk melaksanakan warta keselamatan dari Bapa
kepada manusia seperti yang dinubuatkan Yesaya, yaitu bahwa Yesus adalah Hamba
Tuhan yang ditinggikan, disanjung, dimuliakan karena pewartaan dan mukjizat-
mukjizatNya namun kemudiaan Dia pada akhirnya dijatuhkan, disiksa, dihina,
dihindari banyak orang dan mengalami kematian yang sangat tragis demi
penghapusan dosa. Segala dosa manusia ditanggungNya. Dia ditikam, diremukkan
55
karena dosa. Ia bagaikan anak domba yang diam saja ketika dibawa ke tempat
pembantaian, seperti induk domba yang diam saja ketika akan digunting bulunya. Ia
diam saja ketika deraan dan siksaan menghunjam tubuh dan batinNya. Dengan bilur-
bilurnya, manusia disembuhkan, dan terhindar dari hukuman dosa (Yes 52:13-
53:12). Semua ini Dia lakukan karena ketaatan pada perintah Bapa dan karena
kasihNya pada manusia. Ia membukakan jalan bagi manusia untuk kembali berdamai
dan bersatu dengan Allah Bapa.
Sudah sangat jelaslah segala tindakan Yesus demi keselamatan manusia dan
hanya Dialah Sang Putra Allah yang sanggup melakukan pekerjaan ini. Pekerjaan
yang tidak terjangkau oleh makhluk manapun. Dia adalah sebuah pribadi yang
istimewa. Yewangoe (1989: 106) juga menggarisbawahi yang dipaparkan S.J.
Samarta yaitu bahwa salib merupakan lambang penerimaan akan penderitaan untuk
menggenapi maksud kasih dalam realitas-realitas sejarah manusia.
Bagi Samarta; dengan salib diperlihatkan bagaimana kuasa kejahatan dan
tragedi dalam kehidupan manusia ditaklukkan oleh kasih. Melalui salib dan
kebangkitan Kristus ada harapan akan kesempurnaan bukan kepulangan ke yang
lama, melainkan menjadi ciptaan yang baru. Salib dan kebangkitan Kristus
menduduki tempat sentral dalam iman Kristen. Salib menjadi suatu tanda. Tanda
bahwa cara hidup manusia lama diperbaharui.
Dari yang berdosa kemudian disucikan karena penebusan Yesus melalui
salibNya. Dosa telah menghancurluluhkan hubungan manusia dengan Allah yang
harmonis. Dosa membawa manusia pada kematian kekal. Salib membawa manusia
pada keselamatan kekal dan keabadian dengan Allah Bapa. Hubungan manusia
dengan Bapa yang buruk telah dipulihkan.
56
b. Yesus Manusia Sejati yang menderita
Tidak dapat dipungkiri bahwa kematian Yesus di kayu salib sangat tidak
lazim dan tidak masuk akal. Yesus adalah orang benar. Dia bukan penjahat yang
pantas mendapatkan hukuman seperti itu. Dia adalah orang benar yang menderita.
Yewangoe (1989: 65-66) yang mengutip pemikiran Chakkarai menyatakan bahwa
Yesus adalah manusia sejati. Bukti bahwa ia adalah manusia sejati terletak pada
kenyataan bahwa Ia mampu membuat mukjizat dan tidak berdosa. Sebagai manusia
sejati, Yesus hidup dalam kemanunggalan penuh dengan BapaNya. Akibatnya,
Yesus tidak dapat dikalahkan oleh dosa. Hal ini berarti bahwa Yesus tidak hidup
untuk diriNya sendiri. Ia hidup bagi Kerajaan Allah. Pernyataan Yesus manusia sejati
yang menderita merupakan wujud ketidakberdosaanNya. Semua itu dibuktikan
dengan penyangkalan diri yang sepenuhnya memuncak pada kematian di kayu salib.
KeprihatinanNya untuk hidup demi orang lain dan bukan diriNya sendiri merupakan
ungkapan penderitaanNya demi perwujudan kasih Allah di dunia.
Kisah penebusan manusia melalui salib ini merupakan kisah pergumulan Allah.
Pergumulan Allah yang harus menghukum karena dosa manusia dan Allah yang
ingin mengasihi manusia. Dua hal yang bertentangan inilah yang menyebabkan
penderitaan. Penderitaan Yesus adalah penderitaan Allah. Yesus adalah Mesias yang
menderita. Mesias yang menderita dapat menjanjikan suatu masa depan baru dan
memberikan suatu kehidupan baru melalui salib dan kebangkitanNya.
Hanya Mesias yang menderitalah yang mempertahankan agar cahaya
kebenaran, kasih dan keadilan tetap bersinar dalam kegelapan dunia yang penuh
dusta, pemerasan, dan kebenaran. Hanya Mesias yang menderita yang menanggung
penderitaan dunia, membawa keberanian, kekuatan dan harapan bagi manusia.
57
c. Allah yang Menderita
Allah menderita karena mencinta. Dalam diri Allah, Dia ingin menghukum
umatNya yang berdosa. Di sisi lain ternyata Allah juga mengasihi, maka dalam diri
Allah terjadi dua pertentangan. Allah yang ingin menghukum dan Allah yang ingin
mengasihi. Itulah sebabnya, Allah dikatakan menderita. Budi Kleden (2006: 290)
menegaskan pemikiran Eberhard Jungel seorang Teolog Protestan asal Jerman bahwa
konsep Allah yang menderita berasal dari perspektif cinta. Seorang yang mencinta
adalah seorang yang sanggup menahan diri, berkorban demi orang yang dicintai.
Cinta adalah kekuasaan yang sanggup menggunakan kekuasaan demi orang yang
dicintai. Inilah perwujudan kekuasaan dan ketakberdayaan cinta.
Allah ingin membebaskan umatNya dari penderitaan kekal. Ia masih memberi
kesempatan bagi manusia untuk bertobat atas dosa-dosanya. Allah adalah sosok yang
tidak berdaya. CintaNya adalah tanda ketidakberdayaan. Ia tidak tega membiarkan
umat yang dikasihiNya menderita karena dosa. Maka, Allah melakukan sesuatu yang
luar biasa. Ia mengutus PutraNya untuk turun ke dunia mewartakan keselamatan.
Wujud kasih Allah terbukti dari peristiwa salib PutraNya. Peristiwa salib adalah
ungkapan cinta Allah yang mengekspresikan kemahakuasaan Allah dalam
ketakberdayaan.
Allah telah memaklumkan diri dalam peristiwa salib sebagai cintaNya. Cinta
yang mengalahkan dosa manusia (Budi Kleden, 2006: 291). Budi, Kleden (2006:
301) menggaris bawahi pemikiran Jurgen Moltmann bahwa Allah yang menderita
juga dapat dilihat dari penderitaan Yesus. Keseluruhan proses kisah sengsara Yesus
menampilkan suatu perjuangan Allah melawan Allah. Pribadi Allah yang ingin
menghakimi manusia karena dosa manusia dan pribadi Allah yang mencintai serta
58
mengampuni manusia. Karena cintaNya pada manusia, Allah membiarkan PutraNya
masuk, dilepaskan dengan konsekuensi bahwa Putra akan menjadi mangsa kematian.
Salib Yesus adalah tanda nyata kesediaan Allah masuk ke dalam nihilitas, ke dalam
kematian manusia. Yesus yang tersalib adalah kehadiran Allah yang merendahkan
diri dan direndahkan.
Allah menderita karena kehilangan Putra yang tersalib dan itu semua adalah
penderitaan Allah. Allah menunjukkan diri sebagai Allah yang tidak hanya
memperhatikan penderitaan sendiri tetapi juga membuka mata dan melihat lebih jauh
menggapai manusia untuk kembali. Salib merupakan revelasi diri Allah sebagai
cinta. Allah menderita hanya karena Dia mencinta.
d. Kebangkitan Kristus
Sejak dahulu, bangsa Israel menantikan seorang Mesias yang bisa melepaskan
mereka dari penindasan Romawi. Bangsa Yahudi menginginkan figur seorang
pemimpin/raja yang bisa membawa mereka keluar dari penjajahan. Namun mereka
salah, Yesus bukan Raja seperti itu. Dia bukan raja biasa, bukan raja dalam urusan
politik ataupun pemerintahan. Yesus mengajarkan Kerajaan Allah milik BapaNya
yang pada waktu itu tidak dimengerti oleh manusia. Untuk membuat manusia
mengerti, Yesus harus berkarya sampai akhir. Berkarya sampai mati di kayu salib
sebagai suatu bukti bahwa Kerajaan Allah adalah hal yang nyata bukan dongeng.
Ketika Yesus mati, betapa kecewa sebagian bangsaNya termasuk para rasul.
Mereka tidak menyangka bahwa Yesus yang dikatakan Mesias, harus mati dengan
cara yang begitu tragis. Mati dengan cara yang paling hina dan hanya lazim diterima
oleh seorang penjahat. Namun begitulah cara Yesus meyakinkan umatNya bahwa
Dia mengosongkan diri menjadi seorang hamba yang rela disakiti dan menderita. Ia
59
pun akhirnya mati di kayu salib dan bangkit tiga hari kemudian. Ia membuktikan
bahwa kematian dan kebangkitanNya adalah pencerahan. Habis gelap terbitlah
terang! Hidup manusia yang gelap karena dikuasai dosa menjadi terang karena
peristiwa penebusan dari Yesus. Kebangkitan Yesus adalah pencerahan yang
menentukan. Pencerahan bahwa Yesuslah Mesias yang dijanjikan.
Dia bukan Juruselamat dalam hal duniawi/politik namun dengan segala karya
dan tindakanNya selama hidup hingga pada kematian dan kebangkitanNya, Dia
membuktikan bahwa Dialah penyelamat yang menuntun manusia menuju kepada
Kerajaan Allah. Kebangkitan Kristus setelah kematianNya di kayu salib merupakan
awal kehidupan baru bagi manusia. Inilah yang disebut peristiwa penebusan. Dalam
peristiwa kebangkitan berarti Yesus telah menang atas maut dan dosa. Hubungan
manusia dengan Allah yang retak akibat dosa sudah diperbaiki. Yesus adalah
jembatan dan jalan menuju pada keselamatan kekal. Pengalaman kebangkitan Yesus
ini menandakan suatu hubungan Yesus yang unik dengan BapaNya. Kebangkitan
Yesus merupakan pengejawantahan kasih Allah kepada manusia.
Kebangkitan Yesus merupakan pembebasan. Pembebasan yang
mempersatukan karena manusia mendapatkan kembali kemanusiaannya. Yesus ikut
serta terlibat dalam nasib manusia. Kebangkitan Kristus merupakan bukti bahwa
kuasa kejahatan (dosa) telah ditaklukkan oleh kasih.
Dengan bangkit, Yesus telah memulihkan hubungan manusia yang retak
dengan BapaNya karena dosa. Salib adalah jembatan keselamatan atas kesengsaraan
kekal. Ini adalah bukti cinta Bapa yang terealisasi dalam diri Yesus (Yewangoe,
1989: 112). Kisah sengsara dan kematian Yesus merupakan teladan dan inspirasi
untuk memaknai penderitaan orang benar.
60
e. Keselamatan manusia
Salib adalah bukti cinta Allah Bapa pada manusia. Telah diketahui
sebelumnya bahwa manusia adalah makhluk penuh dosa dan seolah-olah tidak bisa
dipulihkan lagi. Namun ternyata Allah Bapa sangat mencintai manusia. Ia bahkan
rela memberikan PutraNya untuk dikorbankan. Salib adalah jalan keselamatan dan
pembebasan yang mempersatukan manusia untuk memperoleh kembali
keselamatannya. Salib adalah jalan keselamatan untuk manusia dan salib merupakan
tanda pekerjaan Allah di dunia ini untuk mencapai keselamatan serta pembebasan
manusia. Salib sebagai perbuatan pengosongan diri Allah dan sebagai ungkapan
kasihNya bagi dunia. Allah mengosongkan diri menjadi seorang Hamba dan turun ke
dunia sebagai Putra yaitu Yesus. Dia rela menderita bersama manusia. Dia sudi turun
ke dunia, ke tempat yang “dingin” dan menderita bersama manusia.
Yesus Putra Allah tidak dilahirkan di tempat yang mewah seperti istana raja
yang hangat, namun Dia dilahirkan dalam kandang hewan yang dingin, bau, dan
kotor. Suasana kotor, bau, dan dingin itulah sebenarnya situasi manusia yang ingin
diselamatkanNya. Dia mau menerima manusia dengan segala kekotoran dan
kedegilan hati manusia. Yesus menyelami hati manusia untuk dibawa kembali pada
keselamatan Kerajaan Allah. Keselamatan itu diwujudkan dengan salib. Salib adalah
jalan keselamatan. Salib merupakan dinamika sentral dari seluruh sejarah peristiwa
penebusan. Salib adalah inti iman. Tanpa salib, keselamatan manusia yang dijanjikan
tidak akan pernah menjadi kenyataan.
2. Makna Penderitaan Orang Benar Jaman Sekarang
Sejak dilahirkan ke dunia, manusia sudah tidak asing dengan penderitaan.
Penderitaan menjadi bagian dari hidup manusia. Kadang manusia menyalahkan
61
keadaan bahwa penderitaan adalah hukuman Tuhan. Tuhan yang memberikan
penderitaan. Vonis yang sering terdengar adalah manusia menderita karena dosa,
karena kesalahannya sendiri. Kalau sudah seperti ini, bagaiman kenyataannya dengan
orang yang sama sekali tidak bersalah? Seseorang yang sama sekali tidak bersalah
namun harus menderita. Apakah penderitaan terjadi karena faktor lain? Hukum alam
misalnya. Dalam kehidupan ini ada hukum sebab akibat. Apa yang dilakukan
manusia, baik atau buruk akan menimbulkan suatu resiko. Perbuatan baik akan
berbuah kebaikan pula dan perbuatan buruk juga akan berbuah kejahatan/menuai
badai. Inilah hukum sebab akibat/alam. Tuhan memang menciptakan hukum alam
itu. Namun sepenuhnya, Tuhan menyerahkan pada manusia untuk memilih.
Manusia menemukan bukti kehadiran Tuhan justru di dalam fakta bahwa
hukum alam tidak berubah. Tuhan memberikan kepada manusia suatu dunia yang
indah, sesuai dan teratur. Salah satu hal yang membuat dunia ini layak dihuni ialah
fakta adanya hukum alam yang pas dan bisa diandalkan serta selalu bekerja dengan
cara yang sama (Kushner, 1988: 68). Tuhan menciptakan segala sesuatu dengan baik
adanya dan Tuhan memberikan kehendak bebas serta akal budi pada manusia untuk
dapat mensikapi keteraturan yang ada pada hukum alam itu. Tuhan memberikan
kebebasan pada manusia untuk memilih. Memilih mana yang baik dan mana yang
buruk. Yang baik tentu saja akan mendatangkan kebahagiaan dan yang buruk akan
mendatangkan penderitaan. Hubungan sebab-akibat memang merupakan hukum
alam yang ada. Jadi tidaklah pantas sebenarnya kalau manusia mempersalahkan
Tuhan bila mereka menderita.
Hukum alam berlaku pada siapa saja tanpa pandang bulu. Mereka tidak
mengecualikan orang baik maupun orang jahat. Penderitaan bisa menimpa siapa saja,
62
tidak ada kekecualian untuk orang baik (Kushner, 1988: 69-70). Hukum alam tidak
membuat kekecualian bagi orang baik. Orang baik juga pernah menderita dan
terluka. Tuhan tidak turun tangan untuk menghentikan bekerjanya hukum alam demi
melindungi orang benar dalam bahaya. Semuanya ini adalah bagian dari dunia yang
menyebabkan malapetaka terjadi pada orang baik dan Tuhan bukanlah penyebabnya
dan Tuhan juga tidak menghentikannya. Mungkin bisa dijadikan contoh yaitu
kejadian gempa bumi di Yogyakarta dan Klaten pada tanggal 27 Mei 2006. Musibah
ini merupakan bagian dari hukum alam. Banyak orang mengeluh dan meratap
mengapa semuanya bisa terjadi padahal banyak korban yang tidak bersalah. Mereka
rata-rata adalah orang-orang tua dan anak-anak yang tidak berdaya. Apakah kejadian
alam ini salah Tuhan? Perbuatan Tuhan? Tentu saja tidak.
Salah satu yang bisa dikatakan perbuatan Tuhan hanyalah ketika orang-orang
yang menderita itu berani untuk meneruskan menghadapi hidupnya setelah
mengalami kejadian-kejadian seperti gempa bumi, berani percaya bahwa dengan
musibah dapat semakin mendekatkan diri kepadaNya. Selain itu, perbuatan Tuhan
juga nampak dalam spontanitas dari orang lain untuk menolong sesamanya keluar
dari penderitaan. Itulah perbuatan Tuhan.
Tuhan campur tangan dalam akal budi manusia. Sejak dilahirkan, manusia
memiliki anugerah berupa akal budi. Dalam kejadian alam seperti bencana alam,
manusia memiliki kehendak bebas dari akal budi yang diberikan Tuhan untuk
memahami proses alam yang terjadi di balik peristiwa gempa bumi kemudian belajar
untuk mengantisipasi bahkan mencegahnya. Bila kehendak manusia ini sedikit demi
sedikit berhasil, mungkin akan semakin sedikit korban menderita
(Kushner, 1988: 72).
63
Dengan akal budi dan kehendak bebas, manusia belajar untuk
memperkembangkan diri. Manusia belajar untuk mencari sebab-sebab penderitaan
dan akhirnya menentukan suatu pilihan untuk bisa keluar dari masalah yang
dideritanya. Dari penderitaan yang menimpa semua orang, dapat dikatakan bahwa
banyak keluhan manusia yang ingin dibebaskan dari penderitaannya. Namun apakah
tidak janggal bila manusia hidup tanpa bisa merasakan kesakitan karena penderitaan?
Rasa sakit memang mengecewakan, tapi hal ini sebenarnya bagian yang penting dari
hidup. Satu yang penting, perasaan “sakit” bukanlah gambaran hukuman Tuhan.
Rasa sakit adalah gambaran dari cara alam untuk memperingatkan orang benar
maupun orang jahat bahwa telah terjadi sesuatu yang tidak beres. Hidup bisa menjadi
tidak mengenakkan atau tidak lazim bila manusia selalu luput dari rasa sakit. Bila
manusia tidak bisa merasakan sakit, maka kehidupan bisa membahayakan dan bisa
juga tak layak untuk dijalani. Dari ungkapan-ungkapan ini dapat disimpulkan betapa
berperannya fungsi akal budi, suara hati dan kehendak bebas dalam diri manusia.
Manusia diajak untuk bisa menemukan makna dari kesulitannya.
Untuk menemukan makna dari penderitaan ini manusia dapat menjawabnya
dengan sikap iman. Demikian juga bagi umat Kristiani. Penderitaan boleh dikatakan
duri dalam menjalani hidup. Dengan sikap iman yang positif maka akan dikuatkan.
Sikap iman berarti, berani menerima penderitaan namun tidak hanya menyerah atau
pasrah begitu saja. Menerima berarti berani mencoba mencari pemecahan dari
penderitaan sehingga tidak terlalu lama larut dalam kesedihan dan keputusasaan.
Dalam mencoba mencari pemecahan masalah itu berarti manusia bergulat untuk
menemukan sisi terang, dalam mencari apa yang terbaik untuk bisa keluar dari
penderitaannya. Satu yang sebenarnya menjadi sumber kekuatan yaitu doa.
64
Doa memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan manusia. Hanya
dengan doalah, manusia dapat secara langsung bercakap-cakap dan berdiskusi
dengan Tuhan. Tanpa disadari atau tidak, manusia akan menemukan jawaban dari
permasalahannya. Memang tidak secara langsung atau instant namun dalam seluruh
proses kehidupan akan disadari bahwa di dalam penderitaan manusia, Tuhan tidak
pernah berdiam diri. Dia selalu berkarya untuk umatNya. Seperti yang dikatakan oleh
Santo Paulus kepada umat di Korintus, “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami
ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab
Tuhan setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui
kekuatannmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan keluar,
sehingga kamu dapat menanggungnya” (1Kor 10:13).
Tuhan akan menunjukkan jalan yang terbaik untuk umatNya. Mungkin tidak
sekarang namun ada waktunya yang mungkin tidak terjangkau oleh manusia.
semuanya membutuhkan proses, dan seiring dengan berjalannya waktu manusia akan
didewasakan dalam menghadapi suatu permasalahan. Untuk segala sesuatu ada
masanya seperti yang dikutip dari kitab Pengkothbah,” Untuk segala sesuatu ada
masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya. Tuhan membuat segala
sesuatu indah pada waktunya” (Pkh 3:1-11). Sikap iman yang sesuai untuk
menanggapi penderitaan adalah keyakinan dan kepercayaan. Percaya bahwa Tuhan
memiliki rencana indah untuk umatNya. Pergulatan mengalami penderitaan membuat
manusia berproses dalam pendewasaan iman, dan dari proses itu manusia secara
tidak langsung bisa peka terhadap keadaan sekitar. Peka akan hal-hal yang menimpa
sesamanya yang menderita dan menyadari betapa lemahnya manusia di tangan sang
pencipta.
65
D. Allah Mengidentifikasikan DiriNya dalam Diri Orang Benar yang
Menderita dan Tersingkir.
Pada umumnya ketika manusia menghadapi suatu persoalan dalam hidup,
mereka cenderung mempersalahkan Tuhan. Mereka berpikir seolah-olah penderitaan
yang mereka alami terjadi akibat dosa/kutukan. Pemikiran seperti ini patut
diluruskan. Manusia bisa mencoba berpikir bahwa Allah juga menderita. Bila
ditelusuri lebih lanjut, Allah sebenarnya sangat menderita. PenderitaanNya itu karena
Dia bergumul sendiri dengan diriNya.
Peperangan yang ada dalam diri Allah membuatNya menderita. Allah
bergumul dengan diriNya yang ingin menghukum manusia dan diriNya yang ingin
selalu mengasihi dan mengampuni manusia. Akhirnya, Allah tetap memilih untuk
mengasihi dan mengampuni dengan memberi kesempatan kepada manusia untuk
kembali kepadaNya. Bukti yang paling konkret dilakukan Allah adalah dengan
peristiwa salib Yesus PuteraNya yang diutus ke dunia untuk menjadi serupa dalam
segala hal dengan manusia kecuali dosa. Yesus Putera Allah turun bukan ke dunia
sebagai raja yang tinggal dalam istana yang mewah nan megah.
Dia juga bukan raja dalam hal politik yang memiliki banyak kekuasaan, namun
Dialah raja rakyat jelata. Raja bagi semua bangsa termasuk kaum miskin, lemah,
tersingkir, juga kaum pendosa. Yesus hadir bukan mencari orang benar namun
mencari orang berdosa yang tersesat yang ingin meluruskan jalannya. Yewangoe
(1989: 299) memaparkan yang digariskan seorang penyair Indonesia W.S Rendra
yaitu bahwa Allah turun dari sorga, mengunjungi manusia, hidup bersama mereka,
ikut serta dalam kesusahan dan masalah-masalahnya. Allah bukan Allah yang
menghakimi manusia. Allah digambarkan sebagai seseorang yang menjumpai orang-
66
orang dalam situasi mereka dan kesengsaraan mareka. Allah secara serius
menghadapi penderitaan dan kesengsaraan manusia. Ia meninggalkan sorgaNya yang
“nyaman“ turun dalam “kedinginan” dunia yang penuh dengan masalah yang
mengasingkan manusia satu dengan yang lainnya. Ia memberikan kehangatan yang
sulit ditemukan dalam dunia yang penuh dengan persoalan. Dengan
mengidentifikasikan diriNya dalam diri orang benar yang menderita dan tersingkir
berarti Allah menunjukkan solidaritasNya kepada manusia. Maka sudah sepatutnya
manusia diajak untuk menerima penderitaan sebagai bentuk solidaritasnya juga
dengan Allah.
BAB IV
SHARED CHRISTIAN PRAXIS SEBAGAI SALAH SATU MODEL
KATEKESE UNTUK MENANGGAPI ORANG BENAR DALAM
MEMAKNAI PENDERITAAN
Dalam bab IV ini, penulis memaparkan suatu model katekese yang tepat untuk
membantu umat beriman atau orang benar dalam memaknai penderitaan yaitu
katekese dengan model SCP (Shared Christian Praxis) Pada bab II telah dipaparkan
penderitaan orang benar berdasarkan konteks Kitab Suci yaitu Kitab Mazmur
khususnya Mazmur 13. Pemazmur dalam Mazmur 13 ini adalah orang benar yang
menderita.
Penderitaan yang dialami terjadi karena serangan musuh. Penderitaan yang
dialaminya ini membuat ia mengeluh dan marah pada Tuhan. Pemazmur kecewa
karena pada saat ia menderita Tuhan seolah-olah diam saja. Pemazmur
menginginkan dibebaskan dari penderitaannya. Ia terus mengeluh dan mengeluh
hingga akhirnya ia menyadari bahwa dengan keluhan-keluhan itu, ia tak bisa jauh
dari Tuhan. Pemazmur membutuhkan Tuhan dan akhirnya sampailah ia pada suatu
sikap iman akan rasa percaya pada kasih setia Tuhan yang akan mampu mengatasi
segala derita.
Selanjutnya pemaknaan penderitaan orang benar dalam bab III lebih menunjuk
kepada penderitaan orang benar jaman sekarang. Sumber utama dari bab III ini
adalah penderitaan Yesus sebagai manusia sejati. Manusia diajak untuk melihat
bahwa Yesus dahulu juga pernah mengalami penderitaan walaupun Dia tidak
68
bersalah. Maka dari penderitaan Yesus ini, manusia diajak untuk berani memaknai
penderitaan dengan sikap percaya dan tidak putus asa. Dengan berkaca dari
penderitaan Yesus, manusia diajak untuk sampai pada sikap iman yang tepat dalam
memaknai penderitaan dalam hidup yaitu yang pertama; dalam relasinya dengan
Tuhan, manusia diajak untuk semakin rendah hati. Rendah hati berarti menyadari
bahwa dirinya adalah makhluk lemah dan selalu bergantung serta membutuhkan
Tuhan. Yang kedua; dalam relasinya dengan sesama, manusia menjadi semakin peka,
solider, peduli, serta tersentuh hatinya akan penderitaan sesama di sekitarnya. Yang
terakhir; dalam relasinya dengan diri sendiri, penderitaan menjadikan manusia
semakin teguh, tabah, sabar, kuat, serta tahan banting dalam menghadapi aneka
tantangan kehidupan yang dialaminya setiap hari.
Pada bab IV ini penulis akan memaparkan suatu katekese yang cocok untuk
memaknai penderitaan orang benar. Katekese ini adalah katekese dengan model
SCP. Katekese dengan model SCP diharapkan mampu membawa umat sampai
kepada sikap iman yang tepat dalam menghadapi penderitaan. Sikap iman itu dalam
hubungannya dengan diri sendiri, sesama, dan Tuhan. Diharapkan setelah mengikuti
proses pelaksanaan katekese ini peserta menjadi lebih kuat, tegar, tabah, tahan
banting dalam menghadapi hidup.
Selain itu, peserta katekese juga diingatkan bahwa di sekitar mereka ada
sesama yang jauh lebih menderita dan perlu dibantu. Peserta katekese diajak untuk
lebih peka serta solider akan penderitaan sesama dan akhirnya menjadikan manusia
semakin rendah hati bahwa dirinya juga manusia biasa yang lemah yang juga butuh
69
sesama dan Tuhan dalam hidupnya. Berkaitan dengan pengertian/gambaran, tujuan,
isi katekese secara umum, penulis akan lebih memfokuskan lagi pembahasan ini
dengan Catechesi Tradendae dan Katekese Umat berdasarkan hasil pertemuan PKKI
II di Klender-Jakarta tahun 1980. Adapun yang akan dibahas tentang katekese dalam
Katekese Umat adalah lebih khusus lagi yaitu mengenai pengertian, isi, peranan
katekis, serta suasana katekese dalam Katekese Umat. Hal ini dirasa penting karena
hal-hal yang dipaparkan dalam Katekese Umat akan diterapkan dalam proses
pelaksanaan katekese model SCP. Selain Katekese Umat tentu saja penulis akan
membahas mengenai katekese model SCP secara lebih khusus di antaranya
mengenai pengertian, tujuan, serta langkah-langkah dalam membawakan katekese
dengan model SCP. Yang terakhir, penulis akan membuat suatu contoh katekese
dengan model SCP yang dapat dipergunakan para katekis dalam berkatekese.
A. Katekese Sebagai Salah Satu Bentuk Pendampingan Iman Umat dalam
Memaknai Penderitaan
1. Gambaran Umum Katekese
Pendampingan umat dalam menghadapi penderitaan/problematika hidup
merupakan salah satu bentuk pelayanan gereja yang diwujudkan melalui katekese.
Sudah menjadi kewajiban bagi umat beriman untuk saling membantu, menguatkan
dan meneguhkan. Untuk itu penulis sebagai calon Katekis yang kelak akan
mendampingi umat, memilih katekese sebagai salah satu bentuk pendampingan iman
dalam memaknai penderitaan. Menurut Paus Yohanes Paulus dalam Catechesi
Tradendae art. 18 menyatakan:
70
Katekese ialah pembinaan anak-anak, kaum muda, dan orang dewasa dalam iman yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis dengan maksud mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristiani.
Dari kutipan di atas sudah sangat jelaslah bahwa katekese adalah usaha
pembinaan iman bagi semua kalangan baik tua maupun muda. Proses pembinaan
iman ini dengan cara menyampaikan ajaran-ajaran Kristen secara umum baik melalui
pendidikan, pewartaan, pembinaan, pendalaman akan sabda Allah melalui sekolah-
sekolah maupun paroki-paroki. Hal ini dimaksudkan untuk menghantar umat
memasuki kepenuhan hidup Kristus yaitu dengan menemukan shaloom/ damai
sejahtera dalam hidupnya, semakin dekat dengan Allah, sesama dan diri sendiri. Dari
usaha pembinaan iman dalam katekese ini, maka ditemukan pula tujuan katekese
yang diungkapkan oleh Paus Yohanes Paulus dalam Catechesi Tradendae art. 20,
yaitu:
Tujuan khas katekese ialah: berkat bantuan Allah mengembangkan iman yang baru mulai tumbuh, dan dari hari ke hari memekarkan menuju kepenuhannya serta makin memantapkan peri hidup Kristen umat beriman, muda ataupun tua. Kenyataan itu berarti: merangsang, pada taraf pengetahuan maupun penghayatan, pertumbuhan benih iman yang ditaburkan oleh Roh Kudus melalui pewartaan awal, dan yang dikurniakan secara efektif melalui babtis.
Dari kutipan di atas sangat jelaslah bahwa katekese bertujuan mengembangkan
iman peserta. Proses pengembangan iman ini tentu saja dengan disertai rahmat Roh
Allah. Iman yang berkembang maksudnya adalah agar seiring dengan berjalannya
waktu, peserta dapat semakin mantab dan kuat sebagai anggota gereja yang
disatukan dalam satu pembabtisan. Hanya berkat rahmat Roh Allahlah semuanya itu
dapat terjadi sehingga peserta akhirnya dapat merasakan kepenuhan iman Kristiani
71
yaitu dengan merasakan kedamaian maupun ketenangan jiwa serta menilai segala
sesuatu berdasarkan kehendak Tuhan dan berperilaku sesuai dengan perintah-
perintahNya.
Dari pengertian dan tujuan katekese yang telah dipaparkan, isi katekese
menurut Paus Yohanes Paulus dalam Cetechesi Tradendae art. 26, adalah:
Karena katekese merupakan suatu momen atau aspek dalam pewartaan Injil, isinya juga tidak dapat lain kecuali isi pewartaan Injil sendiri secara menyeluruh. Satu-satunya Amanat yakni Warta Gembira Keselamatan, yang telah didengar sekali atau ratusan kali, dan telah diterima setulus hati, dalam katekese terus menerus di dalam melalui refleksi dan studi sistematis, melalui kesadaran akan gema pantulannya dalam kehidupan pribadi seseorang, suatu kesadaran yang meminta komitmen yang semakin penuh dan dengan mengintegrasikannya dalam keseluruhan yang organis dan selaras, yakni peri hidup Kristen dalam masyarakat dan dunia.
Berdasarkan kutipan di atas, isi katekese adalah pewartaan Inji yaitu kabar
gembira yang diwartakan Yesus Kristus Putra Allah yang turun ke dunia untuk
menghadirkan shaloom bagi semua manusia. Kabar gembira yang dibawaNya adalah
Injil yang menghidupkan. Warta keselamatan itu diterima, dipahami, dihayati,
direfleksikan kemudian diungkapkan dalam perwujudan hidup setiap hari. Semua itu
menuntut suatu komitmen dari manusia. Hal ini berarti, dari apa yang telah diterima,
manusia dituntut memiliki sikap iman dengan menerima pribadi Yesus Kristus
sebagai satu-satunya Tuhan. Manusia pada akhirnya berani menyerahkan diri
seutuhnya dengan pertobatan yang tulus. Dari pengertian, tujuan, serta isi katekese
maka penulis akan mencoba membahas secara lebih khusus lagi tentang Katekese
Umat berdasarkan hasil PKKI II di Klender tahun 1980. Dalam Katekese Umat itu
jugalah yang akan ada dalam proses pelaksanan katekese model SCP.
72
2. Katekese Umat
a. Pengertian Katekese Umat
Untuk memberikan pengertian tentang Katekese Umat, penulis memaparkan
pengertian Katekese Umat dari kutipan Yosef Lalu (2005: 5) berdasarkan hasil
pertemuan PKKI II pada tahun 1980 di Klender khususnya art.1 yaitu:
Katekese Umat diartikan sebagai komunikasi iman atau tukar pengalaman iman (penghayatan iman) antara anggota jemaat/kelompok. Melalui kesaksian, para peserta saling membantu sedemikian rupa sehingga iman masing-masing diteguhkan dan dihayati secara makin sempurna. Dalam Katekese Umat, tekanan terutama diletakkan pada penghayatan iman, meskipun pengetahuan tidak dilupakan. Katekese Umat mengandaikan ada perencanaan.
Dari kutipan ini, Katekese Umat merupakan suatu bentuk komunikasi. Di
dalamnya terdapat interaksi dengan cara sharing antar peserta. Penekanan
komunikasi iman di sini bukan hanya komunikasi antara peserta dengan pemimpin
katekese tetapi peserta dengan peserta sehingga mereka nantinya dapat saling belajar
dan memperkaya iman. Yang disharingkan tidak jauh dari pengalaman iman
(penghayatan iman) yang dialami peserta. Dengan tukar pengalaman iman ini,
peserta dapat saling membantu.
Selain itu dengan sharing ini, iman mereka dikuatkan karena mereka nantinya
menyadari bahwa di dalam hidup ini mereka tidaklah sendirian. Ada sesama sebagai
sesama warga gereja yang sederajat yang siap untuk membantu. Intinya, Katekese
Umat ini bersumber dari pengalaman iman peserta. Akan tetapi unsur pengetahuan
tentang iman Kristiani tidak dilupakan Dalam Katekese Umat terdapat suatu bentuk
komunikasi. Komunikasi ini adalah komunikasi iman umat. Dengan komunikasi
73
iman ini diharapkan peserta mampu mengungkapkan diri demi pembangunan iman
umat.
b. Isi Katekese Umat
Adapun isi Katekese Umat seperti yang dipaparkan Yosef Lalu (2005: 6)
berdasarkan hasil pertemuan PKKI II pada tahun 1980 di Klender khususnya art.2,
yaitu:
Dalam Katekese Umat, kita bersaksi tentang iman kita akan Yesus Kristus, pengantara Allah yang bersabda kepada kita dan pengantara kita menanggapi sabda Allah. Yesus Kristus tampil sebagai pola hidup kita dalam Kitab Suci, khususnya dalam Perjanjian Baru, yang mendasari penghayatan iman Gereja sepanjang Tradisinya.
Dari kutipan di atas, pokok dalam Katekese Umat adalah kesaksian iman umat
akan Yesus Kristus Putra Allah yang berbicara dengan sabda dan karyanya yang
tertuang dalam Perjanjian Baru. Yesus adalah perantara manusia kepada Allah Bapa.
Dengan Kristus umat berjumpa dengan Allah dan melalui Yesus pulalah Allah
mendatangi umatnya. Dengan melihat serta berusaha mencontoh apa yang diajarkan
Yesus maka terpenuhilah apa yang dicita-citakan Allah dalam hidup manusia.
Manusia akan selamat dan menemukan damai (shalom) dalam hidupnya. Dalam
proses katekese ini, umat pulalah yang menjadi subjeknya. Katekese ini adalah
katekese dari, oleh, dan untuk umat seperti yang diungkapkan oleh Yosef Lalu
(2005: 5) art. 3 dalam PKKI II 1980 di Klender yaitu:
Dalam Katekese Umat, yang berkatekese adalah umat sendiri. Artinya semua orang beriman yang secara pribadi memilih Kristus dan secara bebas berkumpul untuk lebih memahami Kristus. Kristus menjadi pola hidup pribadi dan pola kehidupan kelompok baik seluruh umat baik yang berkumpul dalam kelompok-kelompok basis, di sekolah maupun perguruan tinggi. Penekanan
74
pada seluruh umat ini justru merupakan salah satu unsur yang memberi arah pada katekese sekarang.
Dari kutipan di atas dikatakan bahwa subjek katekese bukan pemimpin
katekesenya/katekis tapi umat itu sendiri, artinya katekese dari umat oleh umat dan
untuk umat yang akhirnya berpusat pada iman akan Yesus Kristus sebagai inti pokok
katekese. Mereka bersama-sama mencari dan akhirnya menemukan apa yang
dikehendaki Yesus dalam kehidupan mereka sehingga dengan demikian peserta
sendiri dapat merasakan kepenuhan hidup dalam Yesus Kristus Putra Allah.
Sabda Allah yang terwujud dan hidup serta karya Yesus merupakan inti pokok
yang akan disharingkan bersama secara terbuka antarumat dengan rasa saling
percaya sehingga umat pada akhirnya dapat saling mengisi, memperkaya sehingga
dapat saling meneguhkan/menguatkan satu sama lain.
c. Peranan Katekis Dalam Katekese Umat
Dalam pelaksanan katekese, pemimpin/fasilitator biasanya adalah katekis, guru
agama, prodiakon, ketua wilayah/lingkungan di tempat umat. Mereka inilah yang
mendampingi umat pada saat berjalannya katekese. Sosok pemimpin katekese
diharapkan seseorang yang benar-benar mampu dan bisa mendampingi umat dengan
kemampuan dalam menciptakan suasana yang komunikatif sehingga peserta mau
bicara terbuka. Hal ini seperti ditegaskan oleh Yosef Lalu (2005: 5) dalam artikel 4
dari hasil PKKI II di Klender tahun 1980 yaitu:
Dalam katekese yang menjemaat ini, pemimpin katekese bertindak terutama sebagai pengarah dan pemudah (fasilitator). Ia adalah pelayan yang siap menciptakan suasana yang komunikatif. Ia membangkitkan gairah supaya para peserta berani berbicara secara terbuka. Katekese Umat menerima banyak jalur
75
komunikasi dalam berkatekese. Tugas mengajar yang dipercayakan kepada hierarki menjamin agar seluruh kekayaan iman berkembang dengan lurus.
Dengan kata lain, pemimpin katekese bukanlah sosok pemimpin yang paling
lebih seakan-akan paling pandai dalam menyampaikan pengetahuan tentang iman
Katolik kepada peserta katekese. Pemimpin katekese di sini justru bertindak sebagai
fasilitator serta sebagai pelayan, bukan sosok yang dinomorsatukan sebagai yang
terpenting. Pemimpin katekese harus bisa meneladan sikap melayani yang diajarkan
Yesus demi perwujudan warta keselamatan.
Pemimpin katekese juga sedapat mungkin harus bisa menciptakan suasana
yang komunikatif dalam arti mampu membangkitkan semangat kepada peserta
katekese agar berani bicara terbuka tanpa harus takut atau ragu-ragu bahwa yang
dibicarakannya salah. Pemimpin katekese adalah pelayan dalam arti mampu
melayani para peserta yang mengalami kesulitan dengan memberi semangat,
membantu merumuskan, memuji usaha, serta menentramkan ketegangan yang terjadi
dalam kelompok katekese.
d. Suasana Katekese Umat
Suasana yang terjadi dalam dalam Katekese Umat adalah suasana penuh
kekeluargaan disertai rasa saling percaya satu sama lain. Umat dapat saling
mensharingkan pengalaman imannya dengan rasa saling percaya satu sama lain tanpa
takut ditertawakan atau takut salah. Maka dari itulah, Katekese Umat disebut sebagai
komunikasi iman karena umat yang berinteraksi di dalamnya adalah umat yang
memiliki iman yang sama dan sederajat. Gagasan mengenai Katekese Umat sebagai
76
bentuk komunikasi iman seperti yang dipaparkan oleh Yosef Lalu (2005: 5) pada
artikel 5 rumusan PKKI II tahun 1980 di Klender yaitu:
Katekese Umat merupakan komunikasi Iman dari peserta sebagai sesama dalam iman yang sederajat, yang saling bersaksi tentang iman mereka. Peserta berdialog dalam suasana terbuka, ditandai sikap saling menghargai dan saling mendengarkan. Proses terencana ini berjalan terus menerus.
Dengan kata lain, Katekese Umat sebagai bentuk komunikasi iman dalam arti
yang berkomunikasi adalah umat dalam iman yang sama/sederajat kemudian
bersaksi/sharing dengan suasana terbuka akan kesaksian iman dan reaksi dari peserta
yang lain adalah menghargai serta mendengarkan, seperti misalnya dalam tema
mengenai penderitaan orang benar ini. Peserta Katekese adalah kelompok umat yang
setia kawan, belajar mendengarkan, menghormati sehingga peserta akhirnya merasa
dikuatkan dan disemangati untuk berani menghadapi penderitaan/masalah-masalah
dalam hidupnya.
Uraiaan tersebut menyatakan bahwa Katekese Umat adalah cara jemaat
mengolah pengalaman imannya akan kehadiran Allah dalam hidup sehari-hari
khususnya dalam tema penderitaan orang benar ini. Dalam hal ini peserta diajak
untuk berani sharing secara terbuka/mengungkapkan kesaksian imannya tanpa harus
takut salah dan ditertawakan.
Dengan sharing pengalaman iman ini diharapkan mereka dapat saling
memperkaya dan akhirnya mampu menemukan makna yang mendalam dalam
menghadapi penderitaan dalam hidup.
77
B. Shared Christian Praxis sebagai Model Berkatekese dalam Menanggapi
Penderitaan Orang Benar
Katekese model SCP merupakan katekese yang bertitik tolak dari pengalaman
umat dalam hidupnya. Dalam masalah penderitaan orang benar, katekese model ini
mengajak umat untuk menemukan sikap iman secara positif dalam menghadapi
penderitaan dan belajar melihat bahwa dalam penderitaan hidup mereka tidak
sendirian. Ada Tuhan yang menopang. Selain itu, katekese model SCP ini dapat
menumbuhkan kekuatan baru untuk berani menghadapi hidup serta mampu memberi
kesaksian iman atas pengalaman penderitaan. Katekese dengan model SCP sangat
sesuai diterapkan untuk menanggapi penderitaan orang-orang benar, alasannya
adalah; yang pertama dalam katekese model ini umat menjadi subjek atau pelaku
katekese. Mereka bukan hanya mendengarkan namun mereka juga berinteraksi di
dalamnya. Interaksi inilah yang disebut komunikasi iman antar peserta.
Peran katekis/pemimpin katekese adalah sebagai fasilitator yang bertugas
mengarahkan umat namun tidak memonopoli pembicaraan. Kemudian alasan yang
kedua, katekese model SCP ini sungguh dialogis-partisipatif, artinya dialog atau
komunikasi iman yang terjadi benar-benar dapat membantu peserta karena yang
berinteraksi adalah peserta dengan peserta sendiri sehingga pada akhirnya mereka
dapat saling mendengarkan, memperkaya, menghayati, merefleksikan kemudian
dengan sikap iman mengambil makna yang positif serta mampu menerapkannya
dalam hidup sehari-hari.
78
Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengadakan katekese dengan model SCP.
Penulis merasa katekese model SCP ini cocok dan relevan sebagai pilihan dalam
menanggapi permasalahan orang benar yang menderita pada jaman sekarang,
alasannya yang pertama, sesuai dengan lingkungan psikososial peserta. SCP
memperhatikan lingkungan emosional peserta sebab dalam katekese model SCP ini,
suasana saling menerima hangat dan terbuka dapat tercipta. Peserta bisa merasakan
bahwa mereka diterima, bebas, dan santai.
Peserta bisa percaya satu sama lain dan dengan kepercayaan ini, mereka dapat
mensharingkan pengalamannya. Peserta bebas mengungkapkan dirinya dengan kata-
kata sendiri dan peserta lain mendengarkan. Kesediaan untuk mendengar menjadi
sesuatu yang pokok dalam katekese model SCP ini. Dengan mendengarkan, peserta
lain dikuatkan dan pihak yang mensharingkan pengalamannya juga dikuatkan
perjalanan hidup rohaninya. Dalam hal ini, peran katekis sangat penting. Katekis
selain menjadi fasilitator juga berperan sebagai motivator yaitu memberikan
semangat kepada peserta agar percaya, berani, dan bersedia mensharingkan
pengalamannya namun tidak memaksa. Selain itu seorang Katekis harus bisa
meyakinkan bahwa jemaat Kristiani merupakan satu kesatuan dalam Kristus untuk
saling menguatkan dan meneguhkan.
Kemudian alasan yang kedua, sesuai dengan lingkungan fisik peserta. SCP
memperhatikan lingkungan fisik peserta. Lingkungan fisik berarti lebih kepada
suasana proses berjalannya katekese. Tentang cara mengatur tempat duduk, susunan
warna, alas lantai/tikar/karpet, hiasan, pencahayaan. Lingkungan fisik lebih kepada
79
suasana yang menyenangkan dan memberi kesan hangat, mesra, dan terbuka
sehingga peserta menjadi nyaman untuk mengikuti katekese.
1. Pengertian SCP
Menurut Thomas H. Groome yang disadur oleh Heryatno (1997: 2-4),
pengertian Katekese model SCP yaitu:
a. Shared
Istilah “shared” menunjuk pengertian komunikasi iman yang timbal balik,
sikap partisipasi aktif dan kritis dari peserta, terbuka pada kedalaman diri, kehadiran
sesama, maupun rahmat Tuhan. Komunikasi iman ini disebut juga sharing atau
dialog dalam katekese. Namun sharing ini bukan berarti peserta harus bicara terus
menerus secara bergantian tanpa ada tujuan yang jelas. Sharing berarti saling berbagi
pengalaman, pengetahuan, perasaan dan saling mendengarkan orang lain.
Mendengarkan bukan hal yang mudah, menuntut perhatian dan hati untuk saling
berbagi. Mendengarkan berarti harus dengan hati apa yang dikomunikasikan oleh
orang lain. Dengan saling mendengarkan, maka peserta akan menemukan diri sendiri
dan menemukan kehendak Tuhan. Syarat-syarat yang diperlukan dalam sharing
diantaranya: cinta pada manusia dan dunia yang menjadi dasar komunikasi, rendah
hati, mau memberi dan menerima pengalaman pribadi, memiliki rasa saling percaya
sehingga dapat mensharingkan pengalaman iman dengan jujur, terbuka, tanpa ragu,
bijaksana atas apa yang mau disharingkan serta menerima dan mendengarkan sharing
orang lain. Selain itu yang terpenting menyadari bahwa apa yang disharingkan bukan
hanya dialog antar peserta namun dialog juga dengan Tuhan.
80
b. Christian
Christian berarti mengusahakan agar kekayaan iman Kristiani sepanjang
sejarah dan visinya semakin terjangkau, dekat, dan relevan untuk kehidupan pribadi
peserta zaman sekarang. Hal ini berarti lebih kepada penghayatan tradisi iman
Kristiani sebagai sumber pewartaan. Semua ini sesuai dengan ajaran Injil yang
dikaitkan dengan kehidupan peserta sehari-hari pada masa sekarang. Dari semua ini
diharapkan agar apa yang menjadi tujuan Injil yaitu kabar keselamatan dapat tercapai
sehingga peserta mengalami kepenuhan hidup Kristiani dengan merasakan damai
sejahtera (shalom) dalam hidupnya.
c. Praxis
Praxis berarti lebih kepada tindakan manusia yang mempunyai tujuan untuk
tercapainya suatu transformasi kehidupan yang di dalamnya terkandung proses
kesatuan antara praktek dan teori. Dalam hal ini menuntut keterlibatan manusia
dalam dunia yang akan membawa pada perubahan yang lebih baik dalam hidup.
Praxis ini merupakan penyatuan antara teori dengan praktek dalam pelaksanaan
katekese. Praxis juga meliputi ungkapan hati, emosional, intelektual, spiritual dari
hidup.
2. Tujuan Katekese dengan Model SCP
Tujuan katekese model SCP ini yaitu lebih kepada penekanan proses
berkatekese yang bersifat dialogis-partisipatif supaya dapat mendorong peserta
berdasar komunikasi antara “tradisi” dan visi hidup mereka dengan “tradisi” dan visi
81
Kristiani, sehingga baik secara pribadi maupun bersama mampu mengadakan
penegasan dan pengambilan keputusan demi makin terwujudnya nilai-nilai Kerajaan
Allah di dalam hidup manusia (Heryatno 1997: 1).
Model ini berawal dari pengalaman hidup peserta yang selanjutnya
direfleksikan secara kritis supaya ditemukan maknanya kemudian dikaitkan dengan
pengalaman hidup Kristiani yang akan membawa peserta pada perubahan baru dalam
hidup yang lebih baik. Keunggulan dari katekese model SCP ini adalah yang
pertama, peserta sungguh dijadikan subjek. Kedua, katekese model SCP ini bersifat
dialogis-partisipatif yang artinya, yang berinteraksi di dalamnya adalah umat dengan
umat. Dengan kata lain, katekese model SCP bertolak dari pengalaman iman umat
yang diungkapkan tanpa rasa ragu-ragu dan penuh kepercayaan kepada peserta
katekese yang lain. Dengan cara demikian diharapkan, tujuan dari katekese model ini
dapat membantu umat memperkaya dan mengembangkan iman mereka.
Dengan keterbukaan, peserta dapat saling mengerti, memahami, dan dengan
kebersamaan mereka dapat saling meringankan sehingga pada akhirnya apa yang
ingin dicapai dalam katekese ini dapat terwujud. Peserta dapat merasakan kepenuhan
iman Kristiani yaitu dengan merasakan damai sejahtera kerajaan Allah dalam
hidupnya.
3. Langkah-langkah Katekese Model SCP
Menurut Sumarno (2005: 19-22) langkah-langkah SCP yang diawali dengan
langkah nol yaitu:
82
a. Langkah 0 : Pemusatan Aktivitas.
Bagian ini betujuan untuk mendorong umat menemukan topic pertemuan yang
bertolak dari kehidupan konkret yang selanjutnya menjadi tema dasar pertemuan.
Namun ternyta tidak semua proses pelaksanaan katekese dengan model SCP
menggunakan langkah nol terutama bila tema pertemuan sudah ditemukan
sebelumnya.
b. Langkah I (pertama): Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual.
Langkah pertama ini digunakan untuk membantu peserta mengungkapkan
pengalaman hidup faktual/sesuai kenyataan. Sharing adalah salah satu cara yang
dipakai oleh peserta untuk mengungkapkan pengalaman hidupnya.
c. Langkah II (kedua): Refleksi Kritis Atas Sharing Pengalaman Hidup
Faktual (Mendalami Pengalaman Hidup Peserta).
Langkah II ini bertujuan memperdalam saat refleksi dan mengantar peserta
pada kesadaran kritis akan pengalaman hidup dan tindakannya yang meliputi:
pemahaman kritis dan sosial, kenangan analitis dan sosial dan imajinatif kreatif
sosial.
d. Langkah III (ketiga): Mengusahakan Supaya Tradisi Dan Visi Kristiani
Lebih Terjangkau (Menggali Pengalaman Iman Kristiani).
Langkah ini bertujuan mengkomunikasikan nilai-nilai Tradisi dan visi
Kristiani agar lebih terjangkau dan lebih mengena untuk kehidupan peserta yang
konteks dan latar belakang kebudayaannya berlainan. Tradisi dan visi Kristiani
83
mengungkapkan pewahyuan diri dan kehendak Allah yang memuncak dalam misteri
hidup dan karya Yesus Kristus serta mengungkapkan tanggapan manusia atas
pewahyuan tersebut.
e. Langkah IV (keempat): Interpretasi/Tafsir Dialektis Antara Tradisi Dan
Visi Kristiani Dengan Tradisi Dan Visi Peserta (Menerapkan Iman
Kristiani Dalam Situasi Peserta Konkrit).
Langkah ini mengajak peserta berdasar nilai Tradisi dan visi Kristiani
menemukan bagi dirinya sendiri nilai hidup yang hendak digarisbawahi, sikap-sikap
pribadi yang tidak baik akan dihilangkan, dan nilai-nilai hidup yang baru akan
dikembangkan. Di satu pihak peserta mengintregasikan nilai-nilai hidup mereka ke
dalam Tradisi dan visi Kristiani, di lain pihak mempersonalisasikan dan memperkaya
dinamika Tradisi dan visi Kristiani.
f. Langkah V (Kelima): Keterlibatan Baru Demi Makin Terwujudnya
Kerajaan Allah Di Dunia Ini (Mengusahakan Suatu Aksi Konkrit).
Langkah ini mengajak peserta agar samapai pada keputusan praktis yang
dipahami sebagai tanggapan jemaat terhadap pewahyuan Allah yang terus
berlangsung di dalam sejarah kehidupan manusia dalam kontinuitasnya dengan
Tradisi Gereja sepanjang sejarah dan visi kristiani. Keprihatinannya adalah praktis
yakni mendorong keterlibatan baru dengan jalan mengusahakan metanoia: pertobatan
pribadi dan sosial yang kontinyu.
84
C. Contoh Proses Pelaksanaan Katekese dengan Model SCP
Katekese model SCP merupakan katekese yang bertitik tolak dari pengalaman
umat dalam hidupnya. Seperti masalah-masalah penderitaan yang dialami oleh umat
di lingkungan Yohanes Paulus Tukangan Paroki Kotabaru. Penderitaan/masalah-
masalah hidup yang sering mereka alami misalnya: kegagalan dalam rumah
tangga/gagal mendidik anak, kematian salah satu anggota keluarga, bencana alam
yang melanda Yogyakarta, dan lain sebagainya. Dalam katekese model ini umat
diajak untuk menemukan sikap iman secara positif dalam menghadapi penderitaan
dan belajar melihat bahwa dalam penderitaan hidup mereka tidak sendirian. Dengan
sharing dalam kebersamaan dengan sesama yang memiliki iman yang sederajat,
mereka akan dikuatkan, ditabahkan dalam menghadapi penderitaan. Mereka akan
diperkaya dengan pengalaman-pengalaman yang disharingkan oleh peserta katekese
yang lain. Untuk itulah, katekese model SCP diharapkan dapat menumbuhkan
kekuatan baru untuk berani menghadapi hidup serta mampu memberi kesaksian iman
atas pengalaman penderitaan.
1. IDENTITAS PERTEMUAN
a. Tema : Berani Memaknai Penderitaan
b. Tujuan : Bersama pendamping, peserta mampu menemukan sikap
iman, melihat secara positif penderitaan yang dialami dalam
hidup, serta mampu memberi kesaksian dari peristiwa
penderitaan yang dialami
c. Peserta : ± 12 Orang
85
d. Tempat : Salah satu rumah umat
e. Hari/tgl : Sabtu, 15 Desember 2007
f. Waktu : Pukul 19.00 s/d selesai
g. Model : SCP
h. Metode :
• Sharing kelompok
• Diskusi Kelompok
• Refleksi pribadi
• Informasi
• Tanya jawab
i. Sarana :
• Teks lagu “Tuhan Pengharapanku”
• Teks lagu “Seperti Yang Kau Ingini”
• Teks kisah pendalaman ”Sampai Kapan Saya Kuat dan
Tabah”
• Teks pertanyaan pendalaman
• Teks Kitab Suci Perjanjian Lama
• Tape dan kaset lagu Taize
j. Sumber bahan :
• Mazmur 13:1-6
86
• Barth & Pareira. Kitab Mazmur 1-72. Pembimbing dan
Tafsirannya. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999. Hal
201-205
• Kushner,Harold. Ketika Penderitaan Melanda Hidup
Orang-orang Baik. Jakarta: Mitra Utama, 1988. Hal 67-
84
• Yewangoe, AA. Theologia Crucis Di Asia. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1989. Hal 112-115
2. PEMIKIRAN DASAR
Sejak dilahirkan, manusia adalah sosok yang diciptakan untuk memiliki suatu
kehidupan yang penuh dengan berbagai keunikan dan keistimewaan. Kebahagiaan
dan penderitaan dalam dunia fana adalah suatu realita yang biasa terjadi dalam hidup
manusia. Selama manusia masih melakukan peziarahan di muka bumi ini, mereka
tidak akan terlepas dari dua hal tersebut.
Penderitaan datang tidak pandang pilih kasih kepada siapapun. Apakah itu
orang benar ataupun orang jahat. Semuanya sama, tak luput dari penderitaan.
Tergantung bagaimanakah mereka bisa memaknai dengan mengambil hal-hal positif
dari permasalahan yang melanda hidupnya.
Pada masa Perjanjian Lama, keluhan, ratapan penderitaan orang-orang benar
terealisasi pada syair-syair yang ditulis dalam Kitab Mazmur. Salah satu contoh
Mazmur yang yang sangat inspiratif dalam mengungkapkan sebuah penderitaan
orang-orang benar adalah Mazmur 13. Dari mazmur itu digambarkan secara singkat
87
situasi pemazmur sebagai orang benar yang menderita. Pemazmur protes, kecewa,
mengeluh, dan marah karena Tuhan tidak berada di pihaknya. Pemazmur merasa
ditinggalkan.
Namun akhirnya, sang pemazmur sampai pada sikap iman yaitu senantiasa
berharap serta percaya pada kasih setia Tuhan yang akan membebaskan dari segala
penderitaan. Dari Mazmur 13 umat beriman dapat belajar memaknai penderitaan
dengan percaya pada pengharapan dari sang pemazmur. Kemudian peserta dapat
belajar menggulati, menerima dan akhirnya dapat mengambil hikmah dan ilham
positif dari penderitaan yang dialaminya.
Selain itu, orang beriman dapat belajar dari Yesus Kristus. Yesus Kristus
adalah Putra Allah yang menderita. Yesus adalah 100% Orang benar. Ia sama dalam
segala hal dengan manusia kecuali dalam hal dosa. Dialah sosok yang paling
menderita demikian hebat. Dia ditolak, dihina, dikhianati, sampai akhirnya
disalibkan kendati tidak bersalah. Yesuspun bersedia merelakan diriNya untuk
sengsara dan wafat di kayu salib namun akhirnya bangkit.
KemenanganNya atas maut dan dosa merupakan awal kehidupan baru yang
penuh harapan bagi manusia. Dari ungkapan di atas, peserta katekese dapat memetik
hikmah penderitaan. Diharapkan setelah mengikuti pertemuan ini, peserta dapat
menentukan sikap iman dalam menghadapi penderitaan.
Manusia akan semakin tabah, tegar, kuat, serta tahan banting dalam
menghadapi penderitaan yang terjadi dalam hidup. Selain itu peserta juga semakin
rendah hati bahwa dirinya adalah manusia lemah dan tak berdaya di hadapan Tuhan.
88
Peserta semakin berserah diri dan memasrahkan hidup kepadaNya. Peserta juga
dapat belajar untuk semakin peka dan bersikap solider terhadap sesamanya yang juga
mengalami penderitaan sehingga pada akhirnya mereka dapat menyatukan
penderitaan yang dialaminya dengan penderitaan Kristus.
3. PENGEMBANGAN LANGKAH-LANGKAH
a. Langkah 0 : Pemusatan Aktivitas
b. Pembukaan
1). Pengantar
Bapak/ibu/saudara/I yang terkasih dalam Yesus, terimakasih atas kesediannya
untuk hadir di ruangan ini dalam memenuhi undangan Tuhan. Saya yakin bahwa Roh
Kudus Allahlah yang telah mengetuk hati dan mendorong Bapak/ibu/saudara/i untuk
bersama-sama mendengarkan sapaan Tuhan dalam pendalaman iman malam hari ini.
Tema yang akan kita angkat pada malam hari ini adalah “Berani Memaknai
Penderitaan”.
Sebagai manusia, kita tidak asing lagi dengan kata-kata ini. Kita
menemukannya juga dalam hidup kita. Tidak ada makhluk di dunia ini yang terlepas
dari penderitaan namun sebagai makhluk Tuhan yang dianugerahi akal budi dan
kehendak bebas, kita diajak untuk berani mengambil sikap untuk bisa memaknai
penderitaan.
Marilah sebelum pendalaman iman ini kita mulai, kita satukan hati kita dengan
lagu pembukaan.
2). Lagu pembukaan: “Tuhan Pengharapanku”
89
3). Doa pembukaan:
Allah Bapa yang berbelas kasih, syukur dan puji kami haturkan kepadaMu atas
cinta yang masih boleh kami terima hingga malam hari ini. Bapa, kami bersyukur
karena Engkau mengundang kami untuk belajar memaknai sebuah penderitaan dalam
pendalaman iman malam ini. Ya Bapa, bukalah mata, hati, dan pikiran kami agar
kami mampu mendengarkan sapaanMu sehingga kami akhirnya dapat menemukan
sikap iman yang sesuai dalam memaknai hidup kami baik suka maupun duka. Bapa,
doa yang jauh dari sempurna ini kami haturkan dengan perantaraan Kristus Tuhan
Kami. Amin.
c. Langkah I: Mengungkapkan pengalaman hidup peserta
1). Membagikan teks cerita “Sampai Kapan Saya Kuat dan Tabah” kepada peserta
dan memberi pada peserta kesempatan untuk membaca dan mempelajari
sendiri-sendiri terlebih dahulu [(Lamp. 3: (3)]
2). Penceritaan kembali isi cergam: Pendamping meminta salah satu peserta untuk
mencoba menceritakan kembali dengan singkat tentang isi pokok dari cerita
“Sampai Kapan Saya Kuat dan Tabah” tersebut.
3). Intisari ceritera “Sampai Kapan Saya Kuat dan Tabah”
Cerita menggambarkan situasi proses pembelajaran dari kisah seorang wanita
bernama Paijem (27 th) warga Cepoko, Sumbermulya, Bambanglipuro, Bantul-
Yogyakarta yang memiliki seorang anak bernama Aris Nugroho (7 th) yang terkena
penyakit hydrocepalus (pembesaran kepala). Tidak hanya itu, penderitaan Paijem
dan anaknya sudah terjadi sejak Paijem mengandung Aris. Aris memang punya ibu
90
tapi ia tak punya ayah karena dia lahir dari hasil perkosaan. Pria yang memperkosa
Paijem adalah tetangganya sendiri dan ia tak mau bertanggung jawab. Penderitaan
Paijem semakin bertambah ketika ibunya meninggal apalagi setelah itu ayahnya
pergi entah kemana bersama perempuan lain. Paijem selalu berusaha sabar namun
ketika ia hampir putus asa, ia hanya mampu berkata, ”Saya memang harus sabar dan
tabah lagi. Tapi sampai kapan saya tidak tahu”. Namun ia akhirnya sedikit terhibur
manakala Aris anaknya mulai bisa tersenyum. Senyum itulah yang menguatkannya
dan membuat ia mencoba bertahan dalam ketabahan dan harapan.
4). Pengungkapan pengalaman
a). Apa yang dialami oleh Paijem dalam kisah ini?
b) Bagaimana Paijem berusaha menghadapi penderitaannya?
5). Arah Rangkuman
Dari cerita ini, dikisahkan kisah penderitaan seorang wanita bernama Paijem.
Penderitaan yang dialaminya pun bertubi-tubi. Dari diperkosa, hamil kemudian
melahirkan anak yang cacat, ditinggal mati ibunya, dan ayahnya lari dari rumah
bersama perempuan lain. Posisi Paijem ini adalah seseorang yang tidak memiliki
kesalahan apapun tetapi ia menderita. Penderitaan seperti ini tentu saja sama sekali
tidak dikehendakinya. Namun ternyata dia cukup kuat dan tabah. Dengan ketabahan
ia mampu bertahan. Ia masih memiliki harapan agar kehidupan dia dan anaknya
menjadi lebih baik. Sesuatu hal yang ada di luar pemikiran kita. Mungkinkah kita
setabah itu jika cobaan demikian berat yang dialami Paijem menimpa kita?
91
Mungkinkah kita kuat? Kadang kita tidak bisa menerima dengan penderitaan yang
menimpa. Padahal di luar sana ada orang lain yang lebih menderita daripada kita.
d. Langkah II : Mendalami pengalaman hidup peserta
1). Peserta diajak untuk merefleksikan sharing pengalaman atau cerita di atas
dengan dibantu pertanyaan sebagai berikut:
a). Apa yang akan Bapak, Ibu/saudara/i lakukan jika berada diposisi Paijem?
b) Bagaimanakah cara Bapak, Ibu/Saudara/i menghadapi penderitaan dalam
hidup?
2). Dari jawaban yang telah diungkapkan oleh peserta, pendamping memberikan
rangkuman singkat.
3). Arah Rangkuman
Setiap manusia pasti pernah mengalami problematika dalam hidup. Hal ini
tidak bisa dihindari dan memang tidak untuk dihindari melainkan dihadapi. Seperti
kisah Paijem tadi. Memang ia menderita bahkan sangat menderita. Namun dia adalah
salah satu wanita hebat. Ia tahan banting. Ia menemukan harapan kembali di kala
rasa putus asa menimpanya. Ia memiliki keyakinan bahwa dia harus bertahan demi
putranya. Ia seorang ibu yang hebat. Demikian juga kita. Mungkin problematika
hidup yang kita alami tidak seperti yang dialami Paijem. Mungkin kita masih lebih
beruntung. Penderitaan yang kita alami justru lebih ringan. Kalaupun berat, kita
diajak belajar dari sikap Paijem ini agar berani dan tahan banting menghadapi derita.
Kita memang tidak bisa menolak penderitaan yang kita alami. Penderitaan/kesusahan
yang menimpa hidup kita harus bisa kita terima, kemudian digulati, dan akhirnya
92
dimaknai. Kita akan menemukan sesuatu yang berharga dari sebuah penderitaan.
Dengan penderitaan, kita akan didewasakan dalam menghadapi hidup.
e. Langkah III : Menggali pengalaman iman Kristiani
1). Salah seorang peserta dimohon bantuannya untuk membacakan perikope
langsung dari Kitab Suci Perjanjian Lama yaitu Mazmur 13:1-6 atau dari teks
fotokopi yang dibagikan.
2). Peserta diberi waktu sebentar untuk hening sejenak sambil secara pribadi
merenungkan dan menanggapi pembacaan Kitab Suci dengan dibantu beberapa
pertanyaan sebagai berikut:
a). Ayat manakah yang menunjukkan keluhan-keluhan sang pemazmur kepada
Tuhan karena penderitaannya?
b). Sikap-sikap mana yang ingin ditanamkan pemazmur dalam menghadapi
penderitaan dari perikope Mazmur 13 ini?
3). Peserta diajak untuk mencari sendiri dan menemukan pesan inti bacaan dari
Mazmur 13 sebagai jawaban atas dua pertanyaan di atas.
4). Pendamping memberikan interpretasi atau tafsir dari bacaan kitab Suci dari
Mazmur 13:1-6 dan menghubungkannya dengan tanggapan peserta dalam
hubungan dengan tema dan tujuan, misalnya sebagai berikut:
Dari Mazmur 13 ini kita diajak untuk melihat keluhan-keluhan pemazmur yang
tidak bersalah namun ia menderita. Dalam penderitaannya pemazmur mengeluh,
93
bertanya kepada Tuhan sampai kapan ia akan menderita seperti ini dan sampai kapan
Tuhan akan mendiamkannya terus menerus serta tidak memperdulikannya.
Pemazmur merasa hubungannya dengan Tuhan terputus dan ia merasa sendirian
dalam penderitaan. Hal ini seperti yang tertuang pada ayat 2, yang berbunyi ”Berapa
lama lagi, Kau lupakan aku terus menerus. Berapa lama lagi Kau sembunyikan
wajahmu terhadapku”. Namun dari ayat ini juga terlihat suatu relasi personal antara
pemazmur dan Tuhan diputuskan. Pemazmur selalu membutuhkan serta bergantung
sepenuhnya pada kasih setia Tuhan.
Pemazmur merasa tidak bersalah namun ia menderita. Ia merasa khawatir dan
bertanya-tanya apa sebabnya ia ditinggalkan Tuhan, di mana letak kesalahannya
sehingga ia merasa terasing baik dengan Tuhan dan sesama. Semua pertanyaan-
pertanyaan itu berputar-putar terus dalam hatinya tanpa adanya jawaban yang bisa
mengungkapkan sesuatu sebagai jalan keluar dari masalah. Penderitaan yang
dialaminya adalah karena orang lain yaitu musuh. Seperti kisah Paijem dalam cerita
”Sampai Kapan Saya Kuat dan Tabah?” Paijem juga menderita karena perbuatan
orang lain. Ia diperkosa, hamil dan melahirkan anak yang cacat sedangkan laki-laki
yang memperkosanya lari dari tanggung jawab. Apalagi ia juga kehilangan ibunya
yang meninggal ditambah ayahnya yang lari dari rumah bersama perempuan lain.
Penderitaan yang dialaminya sangat bertubi-tubi. Di tengah penderitaannya itu,
Paijem memiliki kepasrahan, mencoba tabah dengan setitik harapan bahwa
keadaannya dan anaknya akan lebih baik. Demikian juga dengan kisah pemazmur
dalam Mazmur 13 yang memiliki harapan bahwa Tuhan akan memandangnya dan
94
mempedulikannya. Ia menginginkan Tuhan mengangkat deritanya. Ungkapan
permohonan ini tertuang dalam ayat 4, ”Pandanglah kiranya...jawablah aku...buatlah
mataku bercahaya....”. Dari kata-kata ini menyatakan bahwa di tengah ancaman
penderitaan karena musuh, pemazmur tetap percaya kepada Tuhan sebagai Allah
walaupun saat itu kehadiran Allah tidak terasa.
Pemazmur menginginkan Tuhan memenuhi harapannya. Harapan untuk bisa
keluar dari derita serta untuk tidak putus asa, menyerah begitu saja pada penderitaan.
Pemazmur merasa bahwa ia percaya serta pasrah pada Tuhan. Dengan kepercayaan,
ia menemukan kekuatan baru. Walaupun mungkin semua jalan untuk masalah sudah
tertutup, namun Tuhan dapat memberikan ketentraman dan membuka jalan baru.
Pemazmur percaya bahwa kasih setia Tuhan tidak pernah pergi.
Tuhan tidak berpaling dan menyembunyikan diri. Pemazmur mulai bisa
menerima bahwa dengan penderitaan justru bisa mendekatkan relasinya lebih mesra
dengan Tuhan. Pemazmur berani menggulati penderitaannya dengan sikap iman
yang percaya dan pasrah karena kasih setia Tuhan bisa dipercaya. Seperti yang
dikalimatkan pada ayat 6 dalam Mazmur 13, ” kepada kasih setiaMu aku percaya”.
Intinya, pada Mazmur 13 ini kita diajak untuk belajar bahwa dengan penderitaan
dapat membuat kita menjadi lebih dekat dengan Tuhan.
Selain itu bila dikaitkan dengan penderitaan Paijem dalam cerita tadi, kita
diajak untuk tabah dan tahan banting serta tidak menyerah dalam menghadapi
penderitaan dalam hidup. Kisah Paijem ini sungguh mengagumkan. Ia adalah kisah
orang yang menderita karena perbuatan orang lain. Ia sama sekali tidak bersalah.
95
Penderitaannya memang datang bertubi-tubi namun ia sangat tabah. Ia masih
mencoba untuk bertahan dalam ketabahan dan harapan Seperti juga kisah
penderitaan Yesus Kristus sebagai orang benar yang menderita.
Yesus pernah menderita demi penebusan dosa untuk manusia. Di tengah
penderitaanya ia bertahan dalam kehendak Bapanya. CintaNya pada manusia dan
ketaatanNya pada kehendak Bapalah yang mengalahkan deritaNya. Dari tiga kisah
itu yaitu kisah Paijem, pemazmur dalam Mazmur 13, dan penderitaan Yesus, kita
diajak untuk memiliki sikap iman yang tepat dalam menghadapi penderitaan. Sikap
iman itu adalah: pertama, dalam relasinya dengan Tuhan. Kita diajak untuk semakin
rendah hati. Rendah hati berarti menyadari bahwa kita adalah makhluk lemah dan
selalu bergantung serta membutuhkan Tuhan. Yang kedua, dalam relasinya dengan
sesama.
Kita menjadi semakin peka, solider, peduli, serta tersentuh hatinya akan
penderitaan sesama di sekitarnya. Ternyata ada sesama di sekitar yang lebih
menderita dan membutuhkan kepedulian kita. Yang terakhir, dalam relasinya dengan
diri sendiri. Penderitaan menjadikan kita semakin teguh, tabah, sabar, kuat, serta
tahan banting dalam menghadapi aneka tantangan kehidupan yang dialami setiap
hari.
f. Langkah IV : Menerapkan iman Kristiani dalam situasi peserta konkrit
1). Pengantar
Dalam pembicaraan-pembicaraan tadi kita sudah menemukan sikap-sikap
mana yang dilakukan sang pemazmur dari Mazmur 13 dalam memaknai
96
penderitaannya. Sikap itu di antaranya adalah percaya dan pasrah pada kehendak
Tuhan. Dalam kehidupan sehari-hari, kita juga tak terlepas dari penderitaan. Kadang
sebagai manusia, kita merasa putus asa karena penderitaan dalam hidup padahal
tidak bersalah dan kita menderita karena tingkah laku orang lain maupun situasi
hidup. Namun dengan pertemuan malam ini, kita disadarkan Tuhan. Kita tidak
sendirian, Tuhan senantiasa berjaga di samping kita.
2). Sebagai bahan refleksi agar kita dapat semakin berani menerima, menggulati,
dan memaknai penderitaan dalam hidup sehari-hari maka marilah kita
merenungkan pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
a). Apakah arti penderitaan dalam hidupku?
b). Sikap-sikap mana yang bisa diperjuangkan agar mampu menerima, menggulati,
dan memaknai penderitaan dalam hidupku sebagai orang beriman?
Saat hening diiringi dengan lagu “Taize” untuk mengiringi renungan secara
pribadi, kemudian peserta diberi kesempatan untuk mengungkapkan hasil
renungan pribadinya.
3). Arah Rangkuman
Pemazmur dalam Mazmur 13 telah memberikan contoh kepada kita tentang
suatu sikap iman yaitu kepasrahan dan kepercayaan dalam menghadapi penderitaan.
Kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan hendaknya mengakui bahwa kita adalah
makhluk yang lemah dan tidak pernah luput dari persoalan hidup. Memang tidak
mudah menerima kenyataan bahwa manusia itu harus menderita apalagi bila
97
penderitaan yang terjadi melanda manusia yag tidak bersalah. Setiap manusia
berusaha menghindari adanya penderitaan atau problema dalam hidup. Pendapat itu
salah. Penderitaan bukan harus dihindari, tetapi harus dihadapi. Kita juga harus
menyadari bahwa dengan kekuatan sendiri tidak akan berhasil. Hanya dengan sikap
iman ingin selalu mengandalkan Tuhan, kita akan mampu menghadapinya.
g. Langkah V : Mengusahakan suatu aksi konkrit
1). Pengantar
Bapak/ibu/saudara/i yang terkasih, kita bersama-sama sudah menggali
pengalaman penderitaan dari cerita “Sampai Kapan Saya Kuat dan Tabah?”, juga
sudah diteguhkan oleh sang pemazmur dari Mazmur 13:1-6, serta sudah dikuatkan
oleh sharing kita bersama. Penderitaan adalah tidak bisa dihindari. Penderitaan bisa
terjadi karena kesalahan diri sendiri, perilaku orang lain, hukum alam, dan
sebagainya. Seperti kisah Paijem dalam cerita tadi. Dia menderita bukan karena
kesalahannya sendiri, tapi karena perbuatan orang lain. Dia tidak bersalah apapun.
Dari kisah Paijem tadi, kita diajak untuk melihat bahwa disekitar kita ternyata ada
saudara/i kita yang ternyata mempunyai penderitaan yang mungkin lebih berat dari
kita.
Kemudian dari kisah pemazmur dalam Mazmur 13. Pemazmur menderita
karena orang lain yaitu musuh. Setelah itu, sempat kita singgung sedikit bahwa
Yesus sebagai orang benar juga pernah mengalami penderitaan. Ia solider dengan
manusia, turun ke dunia, dilahirkan di kandang hewan yang kotor dan bau demi
98
cintanya kepada manusia. Dari kisah-kisah tadi, kita memperoleh semangat,
kekuatan, dan harapan baru dalam menentukan sikap iman yang berani menerima,
menggulati, dan akhirnya bisa memaknai penderitaan yang kita alami dalam hidup
kita.
Dari penderitaan dalam hidup, kita diajak untuk melihat bahwa betapa kecil
dan lemahnya kita di hadapan Tuhan. Kita selalu membutuhkan dan bergantung pada
pertolonganNya. Dengan penderitaan juga, kita semakin dikuatkan, diteguhkan dan
kita menjadi tahan banting dalam menghadapi penderitaan. Dari kisah Paijem tadi,
kita juga diajak untuk peka, peduli, solider akan penderitaan sesama di sekitar kita.
2). Memikirkan niat-niat pribadi untuk lebih menguatkan kita dalam menghadapi
setiap peristiwa hidup terutama dalam menghadapi penderitaan. Berkutu ini
adalah pertanyaan penuntun untuk membantu peserta membuat niat-niat:
a). Niat apa yang hendak kita lakukan untuk semakin berani menghadapi
penderitaan/aneka tantangan dalam hidup khususnya dalam kehidupan kita baik
di lingkup keluarga, gereja, maupun masyarakat?
b). Hal-hal apa saja yang perlu kita perhatikan dalam mewujudkan niat-niat tersebut?
h. Penutup
1). Setelah selesai merumuskan niat pribadi dan bersama, bisa dinyalakan sebuah
lilin dan dengan suasana hening mulai memasuki Doa Umat.
2). Kesempatan Doa Umat spontan yang di awali oleh pendamping kemudian disusul
oleh peserta. Akhir doa umat ditutup dengan doa penutup dari pendamping yang
merangkum keseluruhan langkah dalam SCP ini.
99
3). Doa Penutup
Bapa di dalam sorga, puji syukur dan terimakasih kepadamu atas pertemuan yang
indah ini. Bapa terima kasih karena pertemuan ini, kami dapat saling berbagi di
dalam hidup ini. Kami merasa tidak sendirian karena Engkau bersama kami.
Terima kasih juga atas kehadiran sesama yang senantiasa menmani diri kami
sehingga dalam menghadapi kenyataan hidup baik senang maupun susah kami
merasa tidka sendirian. Mampukanlah kami Bapa untuk semakin kuat dalam
menghadapi hidup dan senantiasa berpasrah padaMu. Akhirnya ya Bapa, semoga
kami dapat meneladan pemazmur dalam Mazmur 13 dan Yesus PutraMu sendiri
untuk berani menghadapi penderitaan atau masalah-masalah hidup. Semuanya ini
kami sampaikan dengan perantaraan Yesus Juru Selamat kami. Amin.
4). Sesudah doa penutup, pertemuan diakhiri dengan lagu penutup “Seperti Yang
Kau Ingini”.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Untuk mengakhiri penulisan skripsi ini, penulis menyimpulkan sebagai berikut:
penderitaan pernah dialami oleh semua makhluk hidup di dunia ini. Tidak ada satu
makhlukpun yang luput dari permasalahan hidup. Penderitaan yang terjadi tidak
pandang bulu terhadap siapapun baik orang jahat maupun orang benar. Bagi orang
benar, mereka sering protes pada Tuhan atas derita yang menimpa. Maka dengan
belajar dari Mazmur 13, mereka diajak untuk memaknai penderitaan mereka.
Pemazmur dalam Mazmur 13 adalah orang benar yang menderita. Ia mengeluh,
protes, dan marah pada Tuhan atas derita yang menimpanya. Pemazmur merasa tidak
memiliki kesalahan. Ia menderita karena serangan musuh dan merasa bahwa Tuhan
mendiamkannya. Pemazmur berteriak dan mengeluh meminta tolong. Tanpa disadari
dengan keluhan-keluhan itu sebenarnya pemazmur bisa dekat dengan Tuhan.
Pemazmur membutuhkan pertolongan Tuhan. Hal ini menunjukkan bahwa relasinya
dengan Tuhan sangat baik hingga pada akhirnya pemazmur bisa mempercayakan dan
memasrahkan dirinya pada kasih setia Tuhan. Ia adalah contoh orang benar yang
menderita dan mampu memaknai penderitaannya.
Selain memaknai penderitaan dari Mazmur 13, orang benar yang menderita
juga dapat belajar memaknai penderitaan dengan melihat pribadi Yesus Kristus.
Yesus adalah orang benar yang menderita. Yesus adalah Allah yang menderita untuk
umatnya. Dengan penderitaanNya, Yesus mau menunjukkan solidaritasnya bahkan
101
sampai mati di kayu salib. Yesus rela melakukan kehendak Bapa-Nya tanpa
mengeluh ataupun protes. Ia ingin agar semua manusia bisa selamat walaupun harus
dengan jalan mempertaruhkan nyawaNya sendiri. Maka dengan belajar dari
penderitaan Yesus, manusia diajak untuk mampu menggulati penderitaan dengan
sikap iman yang dewasa. Sebagai makhluk yang sudah ditebus hendaknya manusia
bisa menunjukkan solidaritasnya atas apa yang dilakukan Yesus yaitu dengan berani
menghadapi penderitaan hidup serta mau mempercayakan segala sesuatu baik
maupun buruk pada kehendak Tuhan.
Memaknai penderitaan berarti, yang pertama; berani menerima. Manusia
belajar menerima bahwa penderitaan itu memang ada dan harus dihadapi. Yang
kedua; penderitaan harus digulati. Hal ini menyatakan bahwa penderitaan harus
dihadapi tanpa putus asa dan tidak berpikir bahwa penderitaan adalah akhir dari
segalanya. Yang ketiga; adalah memaknainya.
Memaknai penderitaan berarti menemukan sikap iman yang tepat yaitu: dalam
hubungannya dengan diri sendiri, dengan mengalami penderitaan manusia akan
semakin kuat, tegar, tabah, dan tahan banting dalam menghadapi penderitaan dalam
hidup. Dalam hubungannya dengan Tuhan, manusia menjadi semakin rendah hati
bahwa dirinya adalah makhluk lemah di hadapan Tuhan. Manusia dapat
mempercayakan dan memasrahkan diri kepada Tuhan atas segala sesuatu di dunia ini
baik suka maupun duka. Yang terakhir; dalam hubungannya dengan sesama, manusia
diajak untuk menjadi peka dan solider akan penderitaan sesama di sekitarnya.
Menyadari bahwa di sekitar masih banyak sesama yang jauh lebih menderita dan
102
membutuhkan kepedulian orang lain di sekelilingnya. Manusia berani dengan tangan
terbuka meringankan derita sesama yang membutuhkan. Sehubungan dengan
katekese untuk menanggapi penderitaan orang benar pada jaman sekarang ini,
penulis mengusulkan katekese dengan model SCP.
Katekese dengan model SCP membantu peserta dalam menentukan sikap iman
dalam memaknai penderitaan dalam hidup dengan terang Tuhan. Sikap iman itu
diantaranya, peserta semakin kuat, tegar, tabah dan tahan banting dalam menghadapi
penderitaan. Peserta juga semakin menyadari bahwa dirinya begitu kecil dan lemah
serta selalu membutuhkan pertolongan Tuhan sehingga akhirnya peserta semakin
peka serta solider untuk tergerak hatinya mengulurkan tangan untuk membantu
sesama yang jauh lebih menderita.
B. Saran
Supaya semua manusia bisa menerima bahwa penderitaan itu ada, harus
diterima, digulati, dan dimaknai maka ada beberapa hal yang dapat diperhatikan
yaitu:
1. Bagi keluarga
Pertama-tama, keluarga sebagai lingkup kecil dari hidup manusia hendaknya
menanamkan pada setiap anggotanya bahwa penderitaan itu ada. Jangan dihindari
melainkan dihadapi dengan berani. Kemudian memberikan pengertian kepada
anggota keluarga bila suatu ketika menghadapi problematika hidup, harus bisa
menerima, menggulati, dan memaknai penderitaan agar mencapai suatu hidup yang
lebih baik di masa yang akan datang.
103
2. Peserta Katekese
Bagi peserta Katekese sebagai jemaat satu iman dalam Kristus, diharapkan
dapat saling menunjukkan rasa solidaritasnya pada jemaat seiman yang sedang
dirundung penderitaan. Sikap ini ternyata mampu menguatkan dan meneguhkan serta
menyatakan bahwa mereka tidak sendirian menghadapi deritanya. Ada sesama dan
Tuhan yang senantiasa hadir untuk menemani dan selalu menolong. Kehadiran dan
rasa simpati menunjukkan bahwa kita ikut ambil bagian dari penderitaan sesama.
3. Bagi Katekis
Pendampingan untuk peserta berarti menumbuhkan kembali sikap iman dalam
menghadapi penderitaan yaitu dengan berani menerima, menggulati dan memaknai
penderitaan. Tujuannya adalah dengan sharing pengalaman iman, peserta dapat
menemukan makna penderitaan dan meyakinkan diri bahwa dalam penderitaan kita
tidak sendirian. Seorang Katekis dalam proses Katekese ini harus mampu
membangkitkan semangat peserta untuk berani memaknai setiap peristiwa dalam
hidupnya.
104
DAFTAR PUSTAKA
Budi Kleden, Paul. (2006). Membongkar Derita. Maumere: Ledalero. Barth & Pareira., (1999). Tafsiran Kitab Mazmur 1-72. Jakarta: BPK Gunung Mulia. De Sales, Frans. (1994). Jiwaku Tak Kuat Menanggung Derita Ini. Utusan, 18. Groenen, C. (1983). SengsaraTuhan Kita Yesus Kristus. Ende Flores: Nusa Indah. Groome, Thomas H. (1997). Shared Christian Praxis: Suatu Model Berkatekese
(F.X. Heryatno Wono Wulung, Penyadur). Yogyakarta: Sekretariat PWI Kateketik (Buku asli diterbitkan 1981).
Harun, Martin. (1998). Berdoa Bersama Umat Tuhan. Yogyakarta: Kanisius. Heryatno Wono Wulung, F.X. (1997). Shared Christian Praxis, Suatu Model
Berkatekese. Yogyakarta: Puskat. ________(2002). Diktat Kitab Mazmur, Yogyakarta Heru Ismadi. (1994). Pelayanan Paroki Mlati Untuk Orang Sakit. Utusan, 16. Kushner, Harold. (1988). Ketika Penderitaan Melanda Hidup Orang-orang Baik.
Jakarta: Mitra Utama. Lalu, Yosep. (2005). Katekese Umat. Jakarta:Komkat KWI. Sumarno Ds., MA. (2005). Program Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama
Katolik Paroki. Diktat Mata Kuliah Pendidikan Agama Katolik Untuk Mahasisa Semester V, Fakultas Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Weiden, van Der Wim. (1991). Mazmur Dalam Ibadat Harian. Yogyakarta: Kanisius _______(1995). Seni Hidup Sastra Kebijaksanaan Perjanjian Lama. Yogyakarta.
Lembaga Biblika Indonesia: Kanisius. Yewangoe, A.A. (1989). Teologia Crucis Di Asia. Jakarta: P.T. BPK Gunung Mulia. Yohanes Paulus II. (1984). Salvifici Doloris (Penderitaan Yang Menyelamatkan).
Jakarta: SMT Grafika Mardi Yuana. Yohanes Paulus II. (1992). Catechesi Tradendae. (R. Hardawiryana, Penerjemah).
Jakarta : DokPen KWI (Dokumen asli diterbitkan tahun 1979
105
LAMPIRAN
106
107
108
109