Upload
vuongkhue
View
243
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Latarangan Pangangggo-Rijksblad van DjokjakartaUndang-Undang Karaton Yogyakarta
Tahun 1927
...”Abdi Ningsun kang kasebut ing nduwur, ora
susah ngenteni dhawuh ingsun, wenang
anglarangi wong-wong mau lumebu ing Kraton,
utawa andawuhi metu saka ing sajroning
Kraton”…
(Abdiku yang tersebut di atas, tidak perlu menunggu
perintahku untuk menegur orang-orang yang mau masuk
ke Karaton atau meminta mereka keluar dari karaton)
Rijksblad 1927
19 - Larangan Panganggo
Butir-19, pada Rijksblad 1927 secara jelas
memuat judul Larangan Panganggo (larangan
berbusana).
Ditulis dalam bahasa Jawa dan Belanda,
undang-undang ber tandatangan ‘asmo-dalem
dan persetujuan Residen Ngayogjakarta Y.e.
Yasper, dan diundangkan oleh
Pepatih Dalem Pangeran Haryo Hadipati
Danurejo.
Delapan Motif Batik Larangan
Karaton Ngayogdjokarto:
1. Parang Rusak
2. Parang Barong
3. Parang Rusak Gendreh
4. Parang Rusak Klithik
5. Semen Gedhe Sawat Gurdho
6. Semen Gedhe Sawat Lor
7. Udan Riris, Rujak Senthe, dan
8. Parang-parangan yang bukan ParangRusak.
Catatan :
1. Aturan tersebut
masih berlaku sampai
dengan sat ini.
2. Pada Ulang Tahun
Sultan Hamengku,
buwono X yang baru
lalu, para tamu
diminta untuk tidak
mengenakan motif
Parang.
Batik Larangan Karaton Surakarta
Susuhunan Paku Boewono III (1749-1788)
menetapkan undang-undang Kerajaan
Mataram, naskah nomor 27, berisikan kain
larangan adalah;
Batik Sawat, batik Parang Rusak, batik
Sumangkiri isen Modang, batik Bangun
Tulak, batik LengaTheleng, Batik Daregem,
dan batik denganTumpal.
Undang-Undang Kerajaan Mataram,
naskah nomor 27
…” Kanjeng Susuhunan Paku Buwono Senapati ingNgalaga Ngabdurahman sayidin Panatagama” . . . memerintahkan kepada semua rakyatku diSurakarta Hadiningrat, baik besar maupun kecil, didalam maupun di luar kerajaan, di kota maupun di desa.
Isi surat perintah undang-undang yang aku perintahkan kepada kalian semua rakyatku jangan ada yang berani memakai pakaian yang termasuk dalam laranganku.
(menurut cuplikan yang sudah diterjemahkan olehSri Margana-sejarawan UGM, dari bahasa Jawadan Belanda ke bahasa Indonesia.)
Kain batik larangan berubah,
seiring dengan pergantian tahta
Paku Boewono-IV (1788-1820)
Menerbitkan undang-undang Kerajaan
Mataram, naskah nomor 7.
Kain batik larangan;
Batik Sawat, batik Parang Rusak, batik
Cemukiran isen Modang, batik Udan Riris,
dan batik Tumpal.
Hanya raja yang boleh memakai batik
Parang Barong di Karaton Surakarta
Catatan :
Kalau Sinuhun memakai
Parang Barong,
Prameswari Dalem
pakai Parang Rusak, jadi
lebih kecil ukurannya.
Tidak mungkin kembar
persis walaupun
namanya sama.
(Sinuhun PB X dan Prameswari-Dalem)
Penegasan Hierarki
MasWedono Hardi Pawoko (72 tahun),
yang selama empat gererasi menjadi abdi
dalem di Karaton Ngayogdjokarto, sering
menegur abdi dalem yang tidak paham
aturan larangan batik Karaton.
Ahli sejaran UGM Sri Margana,
menyebutkan inti undang-undang motif
batik larangan ini untuk mempertegas
hierarki.
Penegasan Hierarki
Mataram itu sebenarnya dinasti yang
didirikan petani yang hidup dalam
lingkungan agraris.
Setelah jadi bangsawan, pendiri dinasti
ingin menegaskan kedudukannya
secara struktural denganberbagai cara,
termasuk cara berpakaian.
Kebermaknaan
Aturan karaton Surakarta dan
Karaton Yogyakarta kini tidak lagi
berlaku secara luas, namun bagi
mereka yang memahami filosofi batik
dan mereka yang tinggal di dalam
tembok Karaton, masih menggunakan
aturan-aturan tersbut sebagai acuan
saat memakai batik.