Buku Penguasa Arab

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    1/88

    PRINSIP I

    KEWAJIBAN MENGANGKATSEORANG IMAM (KHALIFAH)

    Hukum Mengangkat Seorang Penguasa

    Hukum mengangkat seorang imam (pemimpin) adalah wajib. Imam Syaukani, dalam kitab

    Nail al-Authar mengatakan:

    "Jumhur ulama berpendapat bahwa mengangkat imam hukumnya adalah wajib. Namun,

    mereka berbeda pendapat dalam menetapkan, apakah kewajiban itu ditetapkan secara 'aqliy atau

    syar'iy. Sebagian menyatakan wajib secara 'aqliy. Menurut al-Jahidz, al-Balkhiy dan Hasan al-

    Basriy, kewajiban mengangkat imam itu ditetapkan secara akal dan syar'iy."1

    Imam Qurthubiy, dalam Tafsir Qurthubiymenyatakan:

    "Tidak ada perbedaan pendapat mengenai wajibnya mengangkat khilafah di kalangan

    umat Islam dan juga di kalangan imam madzhab, kecuali pendapat yang dituturkan oleh orang

    yang tuli terhadap syariat (al-'asham), dan siapa yang mempropagandakan atau mengikuti

    pendapat dari madzabnya.”2

    Imam al-Mawardiy, dalam kitab al-Ahkaam al-Sulthaniyyahmenyatakan:

    "Menegakkan Imamah di tengah-tengah umat merupakan kewajiban yang didasarkan

    pada ijma' shahabat.."3

    Abu Ya'la al-Firaiy dalam kitab al-Ahkaam al-Sulthaaniyyahberkata:

    "Hukum mengangkat seorang imam adalah wajib.Imam Ahmad, dalam sebuah riwayat

    yang dituturkan oleh Mohammad bin 'Auf bin Sofyan al-Hamashiy, menyatakan, " Fitnah akan

    muncul jika tidak ada imam yang mengatur urusan manusia."4

    Dalam kitab al-Siyasah al-Syar'iyyah, Imam Ibnu Taimiyyah berpendapat:

    "Usaha untuk menjadikan kepemimpinan (khilafah) sebagai bagian dari agama dan

    sarana untuk bertaqarrub kepada Allah adalah kewajiban. Taqarrub kepada Allah dalam hal

    kepemimpinan yang dilakukan dengan cara mentaati Allah dan RasulNya adalah bagian dari

    1 Imam Syaukani, Nail al-Authar , juz 9, hal. 146-1472 Imam Qurthubiy, al-Jaami' li al-Ahkaam al-Quran, juz 1, hal. 2643

    Imam al-Mawardiy, al-Ahkaam al-Sulthaaniyyah, hal. 54 Abu Ya'la al-Farra'iy, al-Ahkaam al-Sulthaaniyyah, hal.19

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    2/88

    taqarrub yang paling utama…."5 Imam Ibnu Taimiyyah dalam kitab yang sama juga menyatakan:

    "Bahkan, agama ini akan tegak tanpa adanya khilafah Islamiyyah.."6

    Di dalam kitab Majmu' al-Fatawa, Syaikhul Islam juga berkata:

    "Kemashlahatan anak Adam di kehidupan dunia dan akherat tidak akan sempurna,

    kecuali jika mereka selalu berkumpul, tolong menolong, dan saling membantu untuk memperoleh

    kemanfaatan dan menolak kemudlaratan. Oleh karena itu, menurut watak alamiahnya, manusia

    dikatakan sebagai makhluk sosial. Jika mereka berkumpul, mereka pasti memiliki berbagai urusan

    yang harus dikerjakan –untuk memperoleh kemashlahatan—dan mempunyai beberapa urusan

    yang harus dihindari, karena di dalamnya mengandung kemafsadatan. Mereka harus mentaati

    seseorang (pemimpin) yang mengeluarkan perintah untuk memperoleh kemanfaatan tersebut dan

    mencegah mereka dari mafsadat. Untuk itu, setiap anak Adam harus memiliki orang yang berhak

    mengeluarkan perintah dan larangan…"7

    Imam Ibnu Taimiyyah dalam kitab al-Siyasah al-Syar'iyyahmengatakan:

    " Atas dasar itu, Nabi saw memerintahkan umatnya untuk mengangkat para penguasa

    (wulaat al-amriy) atas mereka, dan memerintahkan penguasa tersebut untuk menunaikan amanah

    kepada yang berhak. Jika mereka menetapkan hukum di tengah-tengah manusia, mereka harus

    menetapkannya dengan adil. Allah juga telah memerintahkan umat manusia untuk menaati para

    penguasa tersebut dalam ketaatan kepada Allah."8

    Imam 'Ali pernah berkata:

    "Manusia harus memiliki pemimpin (khalifah) entah yang baik maupun yang buruk." Lalu,

    ada yang bertanya kepada beliau, "Amirul mukminin, kalau yang baik kami sudah mengetahuinya,

    akan tetapi bagaimana dengan pemimpin yang dzalim? Imam Ali menjawab, "Asalkan dia tetap

    menjalankan hudud, mengamankan jalan-jalan umum, berjihad melawan musuh, dan membagikan

    harta fai'."9

    Ibnu Khaldun, dalam Muqaddimahberkata:

    "Sesungguhnya, mengangkat seorang imam (khalifah) adalah wajib. Kewajibannya dalamsyariat telah diketahui berdasarkan ijma' shahabat dan tabi'in. Tatkala Rasulullah saw wafat, para

    shahabat segera membai'at Abu Bakar ra dan menyerahkan pertimbangan berbagai macam

    urusan mereka kepadanya. Demikian pula yang dilakukan kaum Muslim pada setiap masa setelah

    5 Imam Ibnu Taimiyyah , al-Siyasah al-Syar'iyyah, hal. 161.6 Imam Ibnu Taimiyyah , al-Siyasah al-Syar'iyyah, lihat pada Mauqif Bani al-Marjah, Shahwah al-Rajul al-Maridl, hal. 3757 Syaikhul Islam, Majmuu' al-Fatawa, juz 28, hal. 628

    Imam Ibnu Taimiyyah, al-Siyasat al-Syar'iyyah, hal 649 lihat dalam Imam Ibnu Taimiyyah, Majmu' al-Fatawa, juz 28, hal. 297

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    3/88

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    4/88

    bahwa dosa hanya menimpa dua golongan saja dari kalangan kaum muslim; yakni pertama, ahlu

    al-ra'yi (kalangan ulama) hingga mereka mengangkat salah seorang dari kaum muslim sebagai

    khalifah; kedua, orang-orang yang telah memenuhi syarat sebagai khalifah hingga seorang dari

    mereka terpilih sebagai khalifah. Pendapat yang benar adalah; dosa tersebut akan menimpa

    seluruh kaum muslim. Sebab, seluruh kaum Muslim telah menjadi obyek taklif (khithab) dari

    syariat, dan mereka berkewajiban untuk menegakkannya….Jika pemilihan khalifah ini diserahkan

    kepada satu golongan dari kalangan kaum muslim, maka kewajiban seluruh umat adalah

    mendorong golongan tersebut untuk menunaikan kewajibannya. Jika tidak, umat turut memikul

    dosanya…"15

    Dr. Mahmud al-Khalidiy, dalam bukunya Qawaa'id Nidzaam al-Hukm fi al-Islaam,

    mengatakan:

    "Tidak ada kehinaan yang menimpa kaum Muslim –yang menjadikan mereka hidup di

    pinggiran dunia--, mengekor berbagai umat, dan terbelakang dalam sejarah, kecuali kelalaian

    mereka dalam berjuang untuk mendirikan Khilafah, serta tidak bersegeranya mereka untuk

    mengangkat seorang Khalifah bagi mereka. Semua ini dikarenakan adanya kewajiban untuk selalu

    terikat dengan hukum syariat yang telah menjadi perkara yang sudah lazim (ma'lum min al-diin wa

    al-dlarurah), seperti halnya sholat, puasa, dan haji. Melalaikan tugas untuk melangsungkan

    kembali kehidupan Islam adalah kemaksiyatan terbesar. Untuk itu, mengangkat seorang khalifahbagi kaum muslim adalah kewajiban dan merupakan keharusan dalam rangka menerapkan

    hukum-hukum syariat atas kaum muslim, dan mengemban dakwah Islam ke seluruh pelosok

    dunia."16

    Pendapat-pendapat senada juga diketengahkan oleh 'ulama-'ulama terkemuka, misalnya,

    Imam Ahmad, Imam Bukhari dan Muslim, al-Tirmidziy, al-Thabaraniy, serta ashhaab al-sunan yang

    lainnya; Imam al-Zujaj, al-Baghawiy, Imam Zamakhsyariy, Ibnu Katsir, Imam Baidlawiy, Imam Al-

    Thabariy, Qalqasyandiy, dan lain-lain. 17

    Dalil-dalil Mengenai Wajibnya Mengangkat Seorang Khalifah

    Dalil Al-Quran

    15 'Abd al-Qadir al-Audah, al-Islaam wa Awdla'unaa al-Siyasiyah,hal. 12416 Dr. Mahmud al-Khalidiy, Qawaa'id Nidzaam al-Hukm fi al-Islaam, hal. 24817 Ibnu Mandzur, Lisaan al-'Arab, hal. 26; al-Qalqasyandiy, Maatsir al-Inaafah fi Ma'aalim al-Khilaafah, juz 1,hal. 16; Zamakhsyariy, Tafsir al-Kasysyaf, juz 1, hal. 209;al-Baidlawiy , Anwaar al-Tanziil wa Asraar al-Ta'wiil,hal. 206, al-Thabariy, Tariikh al-Umam wa al-Mulk, juz 3; hal. 277; Ibnu Taimiyyah, Minhaaj al-Sunnah al-

    Nabawiyyah, juz 1, hal. 137-138; Ibn 'Abd al-Barr, al-Isti'aab fi Ma'rifah al-Ashhaab, juz 3, hal. 1150, dansebagainya.

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    5/88

    Al-Quran tidak menyatakan secara eksplisit perintah untuk mengangkat seorang

    pemimpin atau khalifah. Al-Quran hanya menyatakan secara implisit mengenai perintah untuk

    mengangkat seorang khalifah. Meskipun dinyatakan secara implisit (berdasarkan mafhum), akan

    tetapi kekuatan hukumnya tidak kalah kuatnya dengan nash-nash lain yang disebutkan secara

    eksplisit. Bahkan, nash-nash yang berbicara tentang wajibnya mengangkat seorang khalifah,

    makna kontekstualnya telah melekat dengan makna tekstualnya.

    Allah swt berfirman:

    ِ و ُ وَ

    َل و سُ ل ا

    ا و ُ ع ي طِ َ وَ

    َ

    ا و ُ ع ي طِ َ

    ا و ُ مَ ا َ نَ ي ذِ ا ا هَ ي َ ا ْنَ ِ َ ْم ف كُ ْ ِر مِ مْ َ أل

    أ َ

    ُن سَ حْ َ وَ

    ٌ يْ خَ

    َك ِ ذَ

    ِر خِ الآل ي وِ

    "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya, dan ulil amri di

    antara kalian. Kemudian, jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia

    kepada Allah (al-Quran) dan Rasul (sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan harikemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.”[al-Nisaa’:59]

    Imam Qurthubiy dalam Tafsirnya, menyatakan:

    "Setelah ayat sebelumnya (surat al-Nisaa':58) memerintahkan para wulaat (penguasa)

    untuk menunaikan amanat dan mengatur urusan masyarakat dengan adil, ayat ini diawali dengan

    perintah kepada rakyat agar mereka, pertama , mentaati Allah swt dengan cara melaksanakan

    seluruh perintahNya dan menjauhi laranganNya; kedua , mentaati RasulNya, yakni dalam semua

    hal yang diperintahnya maupun yang dilarangnya; ketiga , mentaati para pemimpin (umaraa')."18

    Ibn 'Athiyyah menyatakan, bahwa ayat ini merupakan perintah untuk menaati Allah,RasulNya, dan para penguasa. Pendapat senada juga dipegang oleh jumhur 'ulama; Abu Hurairah,

    Ibn 'Abbas, Ibn Zaid, dan lain sebagainya. 19

    Secara tekstual ayat ini hanya berisikan perintah untuk mentaati ulil amriy(khalifah). Akan

    tetapi, perintah untuk mentaati ulil amriy, sekaligus merupakan perintah untuk mengangkat seorang

    ulil amriy(khalifah). Ini bisa dimengerti karena, kewajiban untuk taat kepada ulil amriytidak

    mungkin bisa terlaksana jika belum terangkat seorang ulil amriy. Dengan kata lain, perintah untuk

    18

    Imam Qurthubiy, al-Jaami' li Ahkaam al-Quran, juz 5,hal. 25919 Ibn 'Athiyyah, al-Muharrir al-Wajiz, juz 4, hal. 158

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    6/88

    taat kepada ulil amriy, memestikan pula perintah untuk mengangkat seorang ulil amriy. Bahkan,

    mengangkat ulil amriyharus dilaksanakan terlebih dahulu, agar perintah taat kepada ulil amriy bisa

    ditunaikan 20. Sebab, ketaatan tidak mungkin diberikan kepada ulil amriy yang ghaib atau belum

    diangkat secara legal.

    Walhasil, ayat di atas merupakan perintah yang tegas bagi kaum muslim untuk

    mengangkat seorang imam ( khalifah).

    Selain itu, Allah SWT telah memerintahkan kaum muslim untuk menerapkan hukum-

    hukum Allah secara menyeluruh dan sempurna. Allah swt berfirman:

    ب ْم كُ حْ ا

    ِن َ وَ

    َل َ ْ ن َ

    ا َ ِ

    ْم هُ َ ن اليْ ِضوَ عْ َ ب

    ْن عَ

    َك و ُ ِ فْ َ ي

    ْن َ

    ْم هُ رْ ذَ حْ ا وَ

    ْم هُ َ ا وَ هْ ْع َ ِ َ ت

    َك ْ َ ِ

    ُ

    َل َ ْ ن َ

    ا مَ

    "(Dan) Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka dengan apa yang telah

    diturunkan Allah, dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka. Dan waspadalah engkau

    terhadap fitnah mereka yang hendak memalingkan engkau dari sebagian apa yang telah

    diturunkan Allah kepadamu."(al-Maidah:49).

    Di samping itu, terdapat ratusan ayat yang berhubungan dengan masalah politik

    (kenegaraan) secara langsung. Allah swt berfirman:

    ْم كُ َ

    ال وَ

    ِل دْ عَ ْ ا ِ

    ٌب ِ ت ا يكَ ذِ ا

    ِل ِ مْ ُ ْ وَ

    ْب ُ كْ َ لْ َ ف

    ُ

    ُ ه مَ عَ

    ا مَ كَ

    َب ُ كْ َ ي

    ْن َ

    ٌب ِ ت ا كَ

    َب ْ أ َ ي20 Kesimpulan semacam ini diderivasikan berdasarkan dalalah al-iltizamyang ditunjukkan oleh nash tersebut.Dalalah iltizam adalah dalalah yang dikandung sebuah lafadz yang menunjukkan hukum tertentu dengan

    jalan iltizaam (makna yang lazim).Contohnya, firman Allah swt, “ Hai orang-orang yang beriman taatlahkalian kepada Allah, dan taatlah kepada Rasul, dan pemimpin diantara kalian.”[al-Baqarah;233].Manthuqayat tersebut menunjukkan pengertian, wajibnya taat kepada Allah, Rasul, dan pemimpin. Kewajiban untuktaat kepada pemimpin mengharuskan seseorang untuk mengangkat seorang pemimpin. Bagaimana mungkinseseorang bisa taat kepada seorang pemimpin sedangkan pemimpinnya belum ada? Oleh karena itu,dalalah iltizamayat di atas adalah, kewajiban mengangkat pemimpin atas kaum muslimin. Dalalah iltizamtermasuk bagian dari mafhum. [Qadliy Taqiyyuddin, al-Syakhshiyyah al-Islaamiyyah, juz III,hal. 175.

    Bandingkan pula dengan Imam al-Amidiy, al-Ihkaam fi Ushuul al-Ahkaam, juz II, hal. 44-45]

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    7/88

    َ ْ وَ

    ق َ اْ

    ِه ْ َ عَ

    الِق وَ

    ُ ه ب قرَ َ اْ

    ِه ْ َ عَ

    ي ذِ ا

    َن ا كَ

    ْن ِ َ ف

    ا ً ْ شَ

    ُ ه ْ مِ

    ْس خَ ْ َ ْوي َ

    ا هً ي فِ سَ

    ال

    ْو َ

    ا فً ي ِ ع ْنضَ مِ

    ِن ْ ي دَ ي َشهِ

    ا و دُ ْشهِ َ سْ ا وَ

    ِل دْ عَ ْ ا ِ

    ُ ه ِ وَ

    ْل ِ مْ ُ لْ َ ف

    َو هُ

    ل ِ ُ

    ْن َ

    ُع ي طِ َ سْ َ ي

    ُج رَ

    ا َ ن و كُ َ ي

    ْ َ

    ْن ِ َ ف

    ْم كُ ِ ا جَ لرِ ضِ َ

    ْن َ

    اِ دَ شهَ ل َن ا َن مِ َضوْ ْ َ ْن ت ِن ِ ا َ َ َ مْ ا ٌل وَ جُ َ َ ِ ف ْ

    ا َ ُا دَ حْ ِ ا َ ُا دَ حْ ِ

    َ ِ كّ ذَ ُ َ الألف وَ

    ى َ شخْ ل ا

    َب ْ أ َ الي وَ

    ا و ُ ع دُ

    ا مَ

    ا ذَ ِ

    ُ ا دَ ْنهَ ا َ و مُ َ أ سْ َ

    ق َ

    ْم كُ ِ ذَ

    ِه ِ جَ َ

    َ ِ

    ا ً ِ كَ

    ْو َ

    ا ً ِ غ صَ

    ُ ه و ُ ُ كْ مَ وَ ْ ق َ وَ

    ِ

    َد ْ عِ

    ُط السَ َ

    َ دْ َ وَ

    ةِ دَ ا شهَ ل ِ

    ال ِ

    ا و ُ ب ا فَ

    ْم كُ َ يْ َ ب

    ا هَ َ ن و ُ ي دِ ُ ت

    ةً َ ضِ ا حَ

    ًة رَ ا َ ِ

    َن و كُ َ

    ْن الَ َ

    ٌح ا َ جُ

    ْم كُ ْ َ عَ

    َس ْ َ

    ش َ وَ

    ا هَ و ُ ُ كْ الَ وَ

    ٌب ِ ت ا كَ

    ر ا ضَ ُ ي

    َ ال وَ

    ْم ُ عْ َ ي ا َ َ ت

    ا ذَ ِ

    ا و دُ ٌدهِ ي ٌقَشهِ و سُ ُ ف

    ُ ه ن ِ َ ف

    ا و ُ عَ فْ َ ت

    ْن ِ وَ

    م ي ِ عَ

    ْيٍ شَ

    ِل كُ ِ

    ُ وَ

    ُ

    ُم كُ مُ ِ عَ ُ ي وَ

    َ

    ا و قُ ت ا وَ

    ْم كُ ِ"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk

    waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara

    kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana

    Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu

    mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan

    janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang

    lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, makahendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari

    orang-orang lelaki diantaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua

    orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi

    mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka

    dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas

    waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan

    persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah mu`amalahmu itu),

    kecuali jika mu`amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    8/88

    dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan

    janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka

    sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah

    mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.." (al-Baqarah:282 )

    ِد ْ عَ ْ ا ِ

    ُد ْ عَ ْ ا وَ

    ِ ّ ُ ْا ِ

    ُ اْ

    ى َ تْ قَ ْ ا

    ِ ُص ا صَ قِ ْ ا

    ُم كُ ْ َ عَ

    َب ِ كُ

    ا و ُ مَ ا َ نَ ي ذِ ا ا هَ ي َ ا َ

    اَو ِ

    ى َ ْ ن ُ ِفأل و ُ عْ مَ ْ ا ِ

    ٌ ع ا َ ِ ا َ ف

    ٌ يْ ِه شَ ي خِ ْن َ ُ مِ ه َي َ فِ ُ ْن ع مَ َ ى ف َ ْ ن ُ ِهأل ْ َ ِ ٌ ا دَ َ وَ

    م ي ِ َ

    ٌب ا ذَ عَ

    ُ ه َ َ ف

    َك ِ ذَ

    َد عْ َ ب

    ى دَ َ عْ ا

    ِن مَ َ ف

    ٌ ة َ رَْ وَ

    ْم كُ ِ ب رَ

    ْن مِ

    ٌف ي فِ ْ َ

    َك ِ ذَ

    ٍن ا سَ حْ ِ ِ

    "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan

    orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan

    wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan dari saudaranya,

    hendaklah (yang mema`afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi

    ma`af) membayar (diat) kepada yang memberi ma`af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian

    itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampauibatas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih." (al-Baqarah:178 )

    ْم كُ َ

    ٌ يْ خَ

    َو هُ وَ

    ا ً ْ شَ

    ا و هُ َ كْ َ

    ْن َ

    ى سَ عَ وَ

    ْم كُ َ

    ٌ ه ْ كُ

    َو هُ وَ

    ُل ا َ قِ ْ ا

    ُم كُ ْ َ عَ

    َب ِ كُ

    ال

    ْم ُ ْ ن َ وَ

    ُم َ عْ َ ي

    ُ وَ

    ْم كُ َ

    شَ

    َو هُ وَ

    ا ً ْ شَ

    ا و ِ ُ

    ْن َ

    ى سَ عَ نوَ و مُ َ عْ َ ت

    "Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamubenci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula)

    kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak

    mengetahui." (al-Baqarah:216 )

    َن ي ذِ ا

    ا هَ ي َ اا و مُ َ عْ ا وَ

    ً ة َ ظ لْ غِ

    ْم كُ ي ِ ف

    ا و دُ جِ َ ْ وَ

    ِر فا كُ ْ ا

    َن مِ

    ْم كُ َ ن و ُ َ ي

    َن ي ذِ ا

    ا و ُ ِ ت ا َ ق

    ا و ُ مَ ا َ

    قِ مُ ْ ا

    َع مَ

    َ

    ن َ

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    9/88

    "Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu,

    dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah

    beserta orang-orang yang bertakwa." (al-Taubah:123 )

    الأل ِ

    ِ ا عَ ْ ْمن كُ ْ َ عَ

    ى َ تْ ُ ي

    ا مَ

    ْ ن َ وَ

    ْصِد ل ا

    ي ِ ِ ُ

    َ يْ دغَ ي رِ ُ ي

    ا مَ

    ُم كُ ْ َ

    َ

    ن ِ

    ٌم ُ حُ

    ْم

    "Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang

    ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan

    berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum

    menurut yang dikehendaki-Nya.." (al-Maidah:1 )

    َصال

    ن ِ

    ْم هِ ْ َ عَ

    ِل صَ وَ

    ْما ُ َ

    ٌن َسكَ

    َك َ

    م ي ِ عَ

    ٌع ي ِ َ

    ُ وَ"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan

    mensucikan mereka, dan mendo`alah untuk mereka. Sesungguhnya do`a kamu itu (menjadi)

    ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (al-

    Taubah:103 )

    ر سا ل ا موَ هُ َ ي دِ ْ ي َ

    ا و ُ ع َ ط ْ ق ا َ ف

    ُ ة َ ق رِ سا ل ا وَ

    الُق ا كَ َ ن

    ا َ سَ كَ

    ا َ ِ

    ً ا َ ِا جَ َن مِ

    "Laki-laki dan perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya (sebagai)

    pembalasan bagi apa yang telah mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah". (al-Maidah:38 )

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    10/88

    ُث ْ حَ

    ْن مِ

    ن هُ و ُ ْسكِ الَ وَ

    ْم كُ دِ جْ وُ

    ْن مِ

    ْم ُ ْ وَسكَ قُ ِ ضَ ُ ِ

    ن هُ رو ا ضَ ُ نت كُ

    ْن ِ وَ

    ن هِ ْ َ عَ

    ال و نُ هُ رَ و جُ ُ أ

    ن هُ و ُ ت آ َ ف

    ْم كُ َ

    َن َضعْ رْ َ

    ْن ِ َ ف

    ن هُ َ ْ َ

    َن َضعْ َ ي

    حَ

    ن هِ ْ َ عَ

    ا و قُ فِ ْ ن َ أ َ ف

    ٍل ْ َ

    ِت

    م كُ َ يْ َ ب

    ا و ُ ِ َ ْ َوأ ْخ ُ أ

    ُ ه َ

    ُع ضِ ْ ُ ت سَ َ ف

    ْ ُ ْ سَ ا عَ َ ت

    ْن ِ وَ

    ٍف و ُ عْ َ ِ

    "Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut

    kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka.

    Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada merekanafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu,

    maka berikanlah kepada mereka upahnya; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala

    sesuatu), dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan

    (anak itu) untuknya." (al-Thalaq:6 )

    ٍد حِ ا وَ

    ل كُ

    ا و دُ ِ جْ ا َ ف

    ِ ا ل ا وَ

    ُ ة َ ِ ن الا وَ

    ةٍ دَ لْ جَ

    َ ة َ ا مِ

    ا مَ هُ نْ مِ

    ِ مِ ؤْ مُ ْ ا

    َن مِ

    ٌ ة فَ ِ ئ ا َ ط

    ا مَ هُ َ ب ا ذَ عَ

    ْد ْشهَ َ ْ وَ

    ِر خِ آل

    "Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari

    keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk

    (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah

    (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman." (al-

    Nur:2 )

    ال

    ا َ ب ِ ّ ل ا

    َن و ُ ل كُ ْ أ َ ي

    َن ي ذِ الا ِ

    َن و مُ و قُ َ ِسي مَ ْ ا

    َن مِ

    ُن ا َ ط شْ ل ا

    ُ ه ُ ط خَ َ َ ي

    ي ذِ ا

    ُم و قُ َ ي

    ا مَ كَ

    و مَ

    ُ ه َ ا ْن جَ مَ َ ا ف َ ب ِ ّ ل َم ا حَ َع وَ ْ َ ب ْ ُ ا ل حَ َ ا وَ َ ب ِ ّ ل ُل ا ْ ث ُع مِ ْ َ ب ْ ا ا َ ا ِ و ُ ا َ ْم ق هُ ن َ أ َك ِ ِ ٌذَ ة َ ظ عِ

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    11/88

    ر

    ْن ْممِ هُ

    ِر ا ل ا

    ُب ا حَ صْ َ

    َك ِ َ و ُ أ َ ف

    َد ا عَ

    ْن مَ وَ

    ِ

    َ ِ

    ُ ه ُ مْ َ وَ

    َف َ سَ

    ا مَ

    ُ ه َ َ ف

    ى هَ َ ت ْ ن ا َ ف

    ِه ِ ب

    ن و دُ ِ ا خَ

    ا هَ ي ِ ف

    "Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti

    berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang

    demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama

    dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang

    yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),

    maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya

    (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah

    penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.." (al-Baqarah:275)

    ى مَ ا َ َ ْ ا وَ

    َ ْ قُ ْ ا

    ي ذِ ِ وَ

    ِل و سُ ل ِ وَ

    ِه ِ َ ف

    ى َ قُ ْ ا

    ِل هْ َ

    ْن مِ

    ِه ِ و سُ رَ

    ى َ عَ

    ُ

    َ ا َ ف ا َ مَ

    ك ا سَ مَ ْ ا الوَ

    ْي كَ

    ِل ي سِ ل ا

    ِن ْ ب ا وَ

    ِ

    َ ْ َ ب

    ً ة َ و دُ

    َن و كُ َ كي ْ مِ

    اِ َ ِ غْ َ ُمأل كُ ا َ ت ا َ ا مَ وَ

    ْم ِب ا قَ ِ ع ْ ا

    ُد ي دِ شَ

    َ

    ن ِ

    َ

    ا و قُ ت ا وَ

    ا و هُ َ ت ْ ن ا َ ف

    ُ ه ْ عَ

    ْم كُ ا هَ َ ن

    ا مَ وَ

    ُ ه و ذُ خُ َ ف

    ُل و سُ ل ا

    "Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari

    penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang

    miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara

    orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia.

    Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya". ( Al-Hasyr:7 )

    "Dan orang-orang yang menimbun emas dan perak serta tidak menafkahkannya di jalan

    Allah, maka sampaikanlah khabar gembira kepada mereka tentang adzab yang sangat pedih." (al-

    Taubah:34 )

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    12/88

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    13/88

    Masih banyak ayat maupun hadits yang mengatur masalah-masalah ekonomi, hukum

    pidana atau perdata, hubungan kemasyarakatan, akhlaq, kenegaraan, militer, mu'amalah, dan lain-

    lain.

    Berdasarkan ayat-ayat di atas kita bisa menyimpulkan, bahwa kaum muslimin telah

    diwajibkan untuk menerapkan hukum Islam secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan.

    Allah swt menegaskan:

    ُخ دْ ا

    ا و ُ مَ ا َ نَ ي ذِ ا ا هَ ي َ ا الَ ً وَ ة ف ا ِم كَ ِسلْ ل ِ ا ا ْمو كُ َ ُ ه ن ِن ِ ا َ ط شْ ل ِت ا ا وَ ُ ط ا خُ و ُ ع ِ َ ت

    ِ مُ

    و دُ عَ

    "Wahai orang-orang yang beriman masuklah kamu kepada Islam secara menyeluruh. Dan

    janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang

    nyata bagi kamu."(Al-Baqarah: 208)

    Dalammenafsirkan ayat ini, Imam Ibnu Katsir menyatakan:

    “ Allah swt telah memerintahkan hamba-hambaNya yang mukmin dan mempercayai

    RasulNya agar mengadopsi system keyakinan Islam (‘aqidah) dan syari’at Islam, mengerjakan

    seluruh perintahNya dan meninggalkan seluruh laranganNya selagi mereka mampu."21

    Imam Thabariymenyatakan :

    “ Ayat di atas merupakan perintah kepada orang-orang beriman untuk menolak selain hukum Islam;

    perintah untuk menjalankan syari’at Islam secara menyeluruh; dan larangan mengingkari satupun

    hukum yang merupakan bagian dari hukum Islam.”22

    Pada dasarnya, kewajiban untuk menerapkan seluruh hukum Islam tidak akan mungkin

    terwujud dengan sempurna, terutama hukum-hukum Islam yang berhubungan dengan pengaturan

    urusan publik dan negara; misalnya, hudud, jinayat, menarik zakat, seruan jihad, ekonomi,

    hubungan sosial, politik luar negeri, dan lain sebagainya, tanpa keberadaan imam (khalifah). Atas

    dasar itu, mengangkat seorang khalifah merupakan kemestian bagi terlaksananya hukum-hukum

    syariat secara menyeluruh dan sempurna.

    Dalil Sunnah

    21 Ibnu Katsir , Tafsir Ibnu Katsir I/24722

    Imam Thabariy, Tafsir Thabariy, II/337

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    14/88

    Di dalam sunnah, banyak dituturkan riwayat-riwayat yang menjelaskan secara rinci

    wajibnya kaum muslim mengangkat seorang pemimpin negara yang akan mengurusi urusan

    mereka. Nash-nash ini jumlahnya sangat banyak dan diriwayatkan oleh banyak ahli hadits.

    Rasulullah saw bersabda, artinya:

    ُ ـ خَ َ ا ـ ْن جَ ِ ـ َ َع ف ا َ ط َ ـ سْ ْن ا ِ ُ ه ـ عْ طِ ُ لْ َ ِه ف ـ ِ لْ َ ةَ ق َ َـ َ هِ وَ دِ َـ َ ي ة قَ فْ ـ ُ صَ ه ا َ ط عْ َ أ َ ا ف مً ا مَ َع ِ َ ي ا َ ْن ب مَ وَ

    َق ُ ُ ع

    ا و ُ ب رِ ضْ ا َ ف

    ُ ه ُ ع زِ ا َ ُ ِري خَ آل

    "Siapa saja yang telah membai'at seorang imam (khalifah), lalu ia memberikan uluran

    tangan dan buah hatinya, hendaknya ia menta'atinya jika ia mampu. Apabila ada orang lain hendak

    merebutnya maka penggallah leher itu".[HR. Muslim]

    Diriwayatkandari Nafi'yang berkata: "Abdullah bin 'Umar pernah berkata kepadaku:

    ُ

    ى صَ

    ِ

    َل و سُ رَ

    ُت عْ ِ َ

    َي قِ َ

    ٍة عَ ا َ ط

    ْن مِ

    ا دً َ ي

    َع َ خَ

    ْن مَ

    ُل و قُ َ ي

    َم سَ وَ

    ِه ْ َ َمعَ وْ َ ي

    ال

    ِة مَ ا َ قِ ْ ًا ة ِ هِ ا جَ

    ً ة َ ي مِ

    َت ا مَ

    ٌ ة عَ يْ َ ب

    ِه قِ ُ ُ ع

    ِ َس ْ َ وَ

    َت ا مَ

    ْن مَ وَ

    ُ ه َ

    َ جة حُ

    "Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Siapa saja yang melepas tangannya dari

    keta'atan kepada Allah, niscaya ia akan berjumpa di hari kiamat tanpa memiliki hujah. Dan siapa

    saja yang mati sedangkan dipundaknya tidak ada bai'at, maka matinya adalah mati jahiliyyah."

    Diriwayatkan oleh Imam Muslimdari Abi Hazimyang mengatakan:

    َم ـ ـ سَ وَ

    ِه ـ ـ ْ َ عَ

    ُ

    ى ـ صَ

    ِ ِ ـ ـ ل ا

    ْن ـ عَ

    ُث ِ دّ ـ ـ َ ُ

    ُ ه ُ عْ مِ ـ ـ سَ َ ف

    َ ِ ـ سِ

    َس ـ ـ ْ َ

    َة َ ـ ْ ي َ هُ

    ا ـ َـ ب َ

    ُت دْ ـ عَ ا َ ق ْم هُ ـ سُ و سُ َ

    َل ي ِ ئ ا َ ـ سْ ِ

    و ـ ُ َ ب

    ْت َـ ن ا كَ

    َل ا َ الق

    ُ ه ـن ِ وَ

    ِ َـ ن

    ُ ه ـ فَ َ خَ

    ِ َـ ن

    َك ـ َ هَ

    ا ـ مَ كُ

    ُ ا ـ َ ِ ْ ن َ ِأل َـ ن

    ُن و كُ َ ـ ـ ـ سَ وَ

    ي دِ ـ ـ ـ عْ َ ب

    ِة ـ ـ ـ عَ يْ َ ب ِ

    ا و ـ ـ ـ ُ ف

    َل ا ـ ـ ـ َ ق

    ا ـ ـ ـ َ ن ُ مُ ْ أ َ

    ا ـ ـ ـ مَ َ ف

    ا و ُ ا ـ ـ ـ َ ق

    ُ ـ ـ ـ ُ ث كْ َ

    ُ ا ـ ـ ـ فَ َ ألألخُ ْ ا ـ ـ ـ َ وِلوِل ف

    ْم هُ ا عَ ْ َ ت سْ ا

    ما عَ

    ْم هُ ُ ِ ئ ا سَ

    َ

    ن ِ َ ف

    ْم قهُ حَ

    ْم هُ و ُ ط عْ َ وَ

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    15/88

    "Aku telah mengikuti majelis Abu Hurairah selama 5 tahun, pernah aku mendegarnya

    menyampaikan hadits dari Rasulullah SAW. Yang bersabda: "Dahulu, Bani Israil selalu dipimpin

    dan dipelihara urusannya oleh para Nabi. Setiap kali seorang Nabi meninggal, digantikan oleh Nabi

    yang lain. Sesungguhnya tidak akan ada nabi sesudahku. (Tetapi) nanti akan ada banyak

    khalifah." Para shahabat bertanya, "Apakah yang engkau perintahkan kepada kami?" Beliau

    menjawab, "Penuhilah bai'at yang pertama, dan yang pertama itu saja." Berikanlah kepada mereka

    haknya karena Allah nanti akan menuntut pertanggungjawaban mereka terhadap rakyat yang

    dibebankan urusannya kepada mereka."

    َ ف ً ة عِ رَ

    ُ

    ُ ه ا عَ ْ َ ت سْ ا

    ٍد ْ عَ

    ْن مِ

    ا المَ ِ

    ٍة حَ ي صِ َ ِ

    ا هَ ْ ط ُ َ

    ةْم َ اْ

    َ ة حَ ِ ئ ا رَ

    ْد ِ َ

    ْ َ

    “Tidaklah seorang hamba yang Allah telah menyerahkan kepadanya urusan rakyat, tidak

    mengaturnya dengan nasehat kecuali ia tidak akan akan mencium bau surga.”(HR. Bukhari)

    ْن مَ

    ْن كِ َ وَ

    َم ِ سَ

    َ َك ْ ن َ

    ْن مَ وَ

    َئ رِ َ ب

    َف َ عَ

    ْن مَ َ ف

    َن و ُ كِ ْ ُ ت وَ

    َن و ُ ف رِ عْ َ ت َ ف

    ُ ا َ مَ ُن ُ و كُ َ َيسَ ضِ رَ

    ال َ ف َ

    ا و ُ ا َ ق

    َع َ ب ا َ ْموَ هُ ُ ِ ت ا قَ ُ الن

    َل ا َ ْومق صَ

    ا

    “ Akan ada pemimpin yang kalian ikuti dan kalian ingkari. Barangsiapa mengikutinya maka

    ia celaka, namun barangsiapa mengingkarinya ia selamat, akan tetapi barangsiapa ridlo dan

    mengikuti.” Para shahabat bertanya, “Tidakkah kami perangi mereka? Rasul menjawab, “Jangan!

    Selama mereka masih sholat.”[HR. Bukhari]

    Riwayat-riwayat di atas merupakan dalil yang sangat jelas, wajibnya kaum muslim

    mengangkat seorang kepala negara (khalifah). Lebih dari itu, siapa saja yang di pundaknya tidak

    ada bai’at maka matinya adalah mati jahiliyyah23.

    Ijma' Shahabat

    Bukti lain yang menunjukkan bahwa mengangkat seorang khalifah merupakan bagian tak

    terpisahkan dari ajaran Islam, adalah perilaku para shahabat radliyallahu 'anhum. Sejarah

    mutawatir telah menunjukkan kepada kita, bahwa setelah Rasulullah saw wafat, para shahabat

    berbagi tugas menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, sibuk mengurusi jenazah Rasulullah

    saw. Sebagian kelompok lain pergi ke Saqifah Bani Sa’idah untuk memilih calon pengganti

    23

    Yang dimaksud mati jahiliyyah dalam hadits-hadits tersebut bukanlah mati dalam kekufuran, akan tetapimati dalam kemaksiyatan.

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    16/88

    Rasulullah saw. Kaum Muhajirin dan Anshor saling berargumentasi menunjukkan kelebihan

    masing-masing. Akhirnya, pertemuan Saqifah berhasil mengangkat (membai’at) Abu Bakar al-

    Shiddiq sebagai khalifah pengganti Rasulullah saw. Setelah selesai melakukan pemilihan khalifah,

    mereka segera kembali ke kediaman Rasulullah dan segera menyelenggarakan jenazah beliau

    saw. Waktu itu, jenazah Rasulullah saw baru disemayamkan setelah 2 hari tiga malam, yakni

    setelah pemilihan di Saqifah selesai. 24 Ini menunjukkan bahwa para shahabat sangat konsens

    dalam mengurusi persoalan ini (kekhilafahan). Al-Haitsamiy dalam al-Shawaa`iq al-Muhriqah

    menyatakan:

    "Ketahuilah, bahwasanya para shahabat ra telah bersepakat, bahwa hukum mengangkat

    imam (khalifah) setelah berakhirnya zaman nubuwwah (kenabian) adalah wajib. Bahkan, mereka

    telah menjadikan hal ini sebagai kewajiban yang terpenting. Buktinya, mereka lebih menyibukkan

    diri dengan kewajiban tersebut, dan menunda penguburan jenazah Rasulullah saw."25

    Berdasarkan penjelasan di atas kita bisa menyimpulkan bahwa keberadaan dan

    kewajiban mengangkat seorang khalifah merupakan kenyataan hukum, historis, dan obyektive

    yang tidak bisa dibantah lagi. 26

    24 Qadli Taqiyyuddin, diperluas oleh ‘Abdul Qadim Zallum, Nidzaam al-Hukmi fi Al-Islaam,hal 75-7825 Al-Haitsamiy, al-Shawaa`iq al-Muhriqah,hal. 1726 Hujjah lain mengenai wajibnya mengangkat seorang khalifah adalah sebagai berikut; adanya kewajibanbagi kaum muslim untuk bersatu dalam sebuah institusi dan kepemimpinan (ummah wahidah). Umahwahidah hanya akan terwujud tatkala seluruh kaum muslim terhimpun di dalam sebuah institusi negara dankepemimpinan tunggal. Rasulullah saw bersabda, artinya:“ Siapa saja yang datang kepada kalian –sedangkan urusan kalian berada di tangan seorang (khalifah)—kemudian dia hendak memecah belahkesatuan jama’ah kalian, maka bunuhlah dia.”[HR. Muslim]. Dalam riwayat lain dituturkan, "Siapa saja yangtelah membai'at seorang imam (khalifah), lalu ia memberikan uluran tangan dan buah hatinya, hendaknya iamenta'atinya jika ia mampu. Apabila ada orang lain hendak merebutnya maka penggallah leher itu".[HR.Muslim]. "Jika dibaiat dua orang khalifah, maka bunuhlah yang terakhir". [HR. Bukhari Muslim] Hadits ini

    mengisyaratkan dengan jelas tentang wajibnya kaum muslim hidup dalam sebuah institusi negara dankepemimpinan tunggal, sekaligus perintah untuk mengangkat seorangkhalifah.

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    17/88

    PRINSIP II

    MENGENAL ULIL AMRIY

    Siapakah Ulil Amriy?

    Para ‘ulama tafsir berbeda pendapat dalam menafsirkan kata ulil amriy. Sebagian 'ulama

    menafsirkan ulil amriydengan penguasa . 'Ulama yang lain menafsirkan ulil amriy dengan 'ulama.

    Ada pula yang menafsirkan ulil amriy denganpenguasa dan 'ulama. Ada juga yang berpendapat

    bahwa, yang dimaksud dengan ulil amriyadalah shahabat Rasulullah. Ada pula yang berpendapat

    khusus untuk Abu Bakar dan ‘Umar ra.

    Menurut Imam Thabariy, sebagian ‘ulama tafsir menafsirkan kata “ ulil amriy” dengan “al-

    umaraa’” (penguasa). 27 Mufassir yang memegang pendapat ini adalah, al-A’masy, Abu Shalih, Abu

    Hurairah, dan lain-lain.

    Imam Thabariy menuturkan sebuah riwayat dari Abu al-Saaib Salam bin Janaadah, dari

    Abu Mu’awiyyah dari al-A’masy dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Abu Hurairah

    tatkala menafsirkan firman Allah, “ taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada Rasul dan

    ulil amriy minkum”, menyatakan bahwa ulil amriy di sini adalah para penguasa. 28

    Hasan al-Bazaar meriwayatkan sebuah riwayat dari Hujjaj bin Mohammad, dari Ibnu

    Juraij, dari Ya ’ la bin Muslim, dari Sa ’ iid bin Jabiir, dari Ibnu ‘Abbas, bahwa yang dimaksud

    dengan ulil amriy dalam ayat tersebut adalah seorang laki-laki yang diangkat oleh Rasulullah saw

    menjadi pemimpin di sebuah ekspedisi perang. 29

    Al-Qasim menuturkan sebuah riwayat dari al-Husain dari Hujjaj dari Ibnu Juraij dari

    ‘Ubaidillah bin Muslim bin Hurmuz dari Sa’id bin Jabir, dari Ibnu ‘Abbas, yang menyatakan bahwaulil amriy dalam ayat tersebut adalah ‘Abdullah bin Hudzafah bin Qais al-Sahmiy yang diutus oleh

    Rasulullah saw untuk memimpin sebuah ekspedisi perang (saraya). 30

    27 Imam Thabari, Tafsir Thabariy, juz 5, hal.14728 ibid, juz 5, hal. 147. Bandingkan pula dengan al-Hafidz al-Suyuthi, Durr al-Mantsur, surat al-Nisaa’:5929

    ibid, juz 5. hal. 14730 ibid. juz 5, hal. 147

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    18/88

    Ibnu Hamid meriwayatkan sebuah riwayat dari Hukaam dari ‘ Anbasah, dari Laits, dari

    Maslamah Maimun bin Mahran, yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ulil amriydalam

    surat al-Nisaa’:59 adalah para pemimpin ekspedisi perang di masa Rasulullah saw. 31

    Menurut Ibnu Zaid, sebagaimana dituturkan oleh Ibnu Wahhab, ulil amriy adalah para

    sulthan (penguasa). 32

    Maimun bin Mahran, Muqatil dan Al-Kalabiy menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan

    “ulil amriy” adalah pemimpin ekspedisi perang ( ashhaab al-saraya)”. 33

    Para ‘ulama lain menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan “ulil amriy” adalah para

    ‘ulama.Sofyan bin Wakii’ meriwayatkan sebuah riwayat dari bapaknya, dari ‘Ali bin Shalih dari

    ‘Abdullah bin Mohammad bin ‘Aqiil, dari Jabir bin ‘Abdullah, dari Jabir bin Nuh dari al-A’masy dari

    Mujahid, bahwasanya ia menyatakan bahwa yang dimaksud ulil amriy adalah ahli fiqh. 34

    Abu Kuraib mengetengahkan sebuah riwayat dari Ibnu Idris dari Laits, dari Mujahid,

    bahwasanya ia menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ulil amriy adalah ahli fiqh dan ‘ilmu. 35

    Mohammad ‘Umar menuturkan, bahwasanya Ibnu Abi Najiih menafsirkan “ulil amriy”

    dengan ahli fiqh dalam masalah agama dan akal 36.

    Mutsannay berpendapat, sebagaimana penuturan Abu Hudzaifah, dari Syibil dari Ibnu Abi

    Najih, dari Mujahid, bahwa yang dimaksud dengan “ulil amriy” adalah ahli fiqh. 37

    Ahmad bin Hazim mengisahkan sebuah riwayat dari Abu Nu’aim, dari Sofyan, dari

    Hushain, dari Mujahid, bahwasanya yang dimaksud dengan “ulil amriy” adalah ahli al-‘ilmu (ahli

    ilmu). 38

    Ya’qub bin Ibrahim juga berpendapat, sebagaimana penuturan dari Hasyiim, dari ‘Abdul

    Malik, dari ‘Atha’ bin al-Saaib,bahwa yang dimaksud dengan “ulil amriy” adalah ahli ilmu dan fiqh. 39

    Mutsannay juga mengetengahkan sebuah riwayat dari ‘Amru bin ‘Aun, dari Hasyim, dari

    ‘Abdul Malik, dari ‘Atha’, yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “ulil amriy” adalah

    fuqaha’ (para ahli fiqh) dan ‘ulama. 40

    31 ibid, juz 5, hal. 14732 ibid, juz 5, hal. 14833 Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir , surat al-Nisaa’:5934 op cit, juz 5, hal. 14835 ibid, juz 5, hal. 14936 ibid, juz 5, hal. 14937 ibid, juz 5, hal. 14938

    ibid. juz 5, hal. 14939 ibid, juz 5, hal. 149

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    19/88

    Al-Hasan bin Yahya menuturkan sebuah riwayat, dari ‘Abdur Razaq, dari Ma’mar dari al-

    Hasan, bahwasanya ia menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan “ulil amriy” adalah para

    ulama. 41

    ‘Abdul Razaq meriwayatkan sebuah riwayat dari al-Tsauriy, dari Ibnu Abi Najih dari

    Mujahid, yang menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan “ulil amriy” adalah ahli fiqh dan ilmu. 42

    Al-Mutsannay mengisahkan sebuah riwayat dari Ishaq, dari Ibnu Abi Ja’far, dari

    bapaknya, dari Rabi’, dari Abu al-‘Aliyah, bahwasanya, ia menyatakan bahwa yang dimaksud

    dengan “ulil amriy” adalah ahli ilmu. 43

    Masih menurut Imam Thabariy, sebagian ‘ulama menafsirkan “ulil amriy” dengan

    shahabat Rasulullah saw. Riwayat-riwayat yang menunjukkan hal ini adalah sebagai berikut.

    Ya’qub bin Ibrahim meriwayatkan sebuah riwayat dari Ibnu ‘Aliyyah, dari Ibnu Abi Najih,

    dari Mujahid, bahwasanya yang dimaksud “ulil amriy” adalah shahabat Nabi saw. 44

    Sedangkan Ahmad bin ‘Amru menyatakan, sebagaimana penuturan dari Hafsh bin ‘Amr

    al-‘Adaniy, dari al-Hakam bin al-‘Aban, dari ‘Ikrimah, bahwa yang dimaksud dengan “ulil amriy”

    adalah Abu Bakar dan ‘Umar. 45

    Menurut Imam Thabariy, pendapat yang paling rajih tentang pengertian “ ulil amriy” adalah

    al-umaraa’ (penguasa) dan al-wulaah (para wali). Pendapat ini lebih tepat dan rajih, karena

    berkesesuaian dengan sabda-sabda Rasulullah yang memerintahkan kaum muslim untuk mentaatipenguasa dan para wali. 46

    Beberapa riwayat telah menguatkan pendapat ini. Abu Hurairah menuturkan, bahwasanya

    Rasulullah saw bersabda:

    “Setelah aku nanti, akan kalian jumpai para wali yang berbuat baik, dan para wali yang

    berbuat fajir (dosa). Dengarkanlah dan taatilah mereka dalam semua perkara yang sejalan dengan

    kebenaran. Sholatlah di belakang mereka. Jika mereka berbuat baik, maka kebaikan itu untuk

    kalian dan mereka. Jika mereka berbuat buruk, maka keburukan itu untuk kalian, dan

    tanggungannya atas mereka."47Imam Muslim meriwayatkan dari Ummu Salamahra, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

    40 ibid, juz 5, hal. 14941 ibid, juz 5, hal. 14942 ibid, juz 5, hal. 14943 ibid, juz 5, hal. 14944 ibid, juz 5, hal. 14945 ibid, juz 5, hal. 14946

    ibid, juz 5, hal. 15047 Imam Thabariy, Tafsir Thabariy, juz 5, hal.150

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    20/88

    ْن مَ

    ْن كِ َ وَ

    َم ِ سَ

    َ َك ْ ن َ

    ْن مَ وَ

    َئ رِ َ ب

    َف َ عَ

    ْن مَ َ ف

    َن و ُ كِ ْ ُ ت وَ

    َن و ُ ف رِ عْ َ ت َ ف

    ُ ا َ مَ ُن ُ و كُ َ َيسَ ضِ رَ

    ال

    َل ا َ ق

    ْم هُ ُ ِ ت ا قَ ُ ن

    َ ال َ ف َ

    ا و ُ ا َ ق

    َع َ ب ا َ ْووَ صَ

    ا مَ

    "Akan datang para amir, lalu kalian akan mengetahui kemakrufan dan kemungkaran- nya,

    maka siapa saja yang membencinya akan bebas, dan siapa saja yang mengingkarinya dia akan

    selamat, tapi siapa saja yang rela dan mengikutinya (dia akan celaka)". Mereka bertanya, "Tidaklah

    kita akan memerangi mereka?" Beliau bersabda, "Tidak, selama mereka masih menegakkan

    sholat"Jawab Rasul.

    Dalam riwayat lain: "Barangsiapa membencinya, maka dia akan bebas. Dan barangsiapa

    mengingkarinya, maka dia akan selamat. Akan tetapi, barangsiapa ridha dan mengikutinya (dia

    akan celaka)" Riwayat ini menafsiri riwayat sebelumnya, yakni, sabdanya yang berbunyi:

    barangsiapa yang membencinya, maka dia akan bebas.

    Penafsir lain, Imam Qurthubiy, juga mengetengahkan beberapa pendapat ‘ulama tentang

    “ulil amriy”.

    Jabir bin ‘Abdillah dan Muhajid berkata, “ Ulil Amriy adalah Ahlul Quran dan Ahlul ‘Ilm;

    yakni para fuqaha dan ‘ulama. Pendapat ini dipilih oleh Imam Malik dan pengikutnya. Pendapat

    senada juga diketengahkan oleh al-Dlahak. Ia menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan ulil

    amriy adalah para fuqaha dan ‘ulama yang memahami masalah agama.”

    Diriwayatkan dari Mujahid, bahwa yang dimaksud dengan ulil amriyhanyalah khusus

    untuk shahabat Rasulullah saw. Dituturkan dari ‘Ikrimah, bahwasanya yang dimaksud ulil amriy

    adalah Ab u Bakar dan ‘Umar saja .

    ‘Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu ‘Abbas menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan ‘ulil

    amriy” adalah ahli fiqh dan ahli dalam masalah agama. Pendapat ini juga dipegang oleh Mujahid,

    ‘Atha’, dan al-Hasan al-Bashriy. 48

    Abu ‘Aliyah berpendapat, “ Dhahirnya, hanya Allah swt yang tahu, bahwa yang dimaksud

    dengan ‘ulil amri minkum” adalah para penguasa dan para ‘ulama."49

    Sufyan bin ‘Uyainah mengisahkan sebuah riwayat dari al-Hakam bin Aban, bahwasanya

    ia bertanya kepada ‘Ikrimah tentang ‘ummahaat al-aulaad” (ibu anak-anak)”, ‘Ikrimah menjawab,

    “Mereka adalah orang-orang yang mengenakan sutera.” Saya bertanya, “Dengan apa? Ia

    menjawab, “Dengan al-Quran.” Saya bertanya, “Dengan ayat al-Quran yang mana? Ia menjawab,

    48

    Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, surat al-Nisaa’:5949 ibid, surat al-Nisaa’:59

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    21/88

    “Allah swt berfirman, “Taatilah Allah dan taatilah rasulullah, dan pemimpin diantara kalian”, dan

    ‘Umar adalah “pemimpin yang utama.”

    Ibnu Kiisan berkata,” Yang dimaksud dengan ulil amriy adalah orang yang berakal (ulul

    ‘aql) yang mengatur urusan manusia.”

    Menurut Imam Qurthubiy, pendapat yang benar adalah pendapat pertama dan kedua

    (penguasa dan ulama). Maksudnya, beliau berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan “ ulil amriy”

    adalah para penguasa dan ‘ulama. Sebab, penguasa (pemimpin negara) adalah induk dari

    kepemimpinan dan hukum. Diriwayatkan dalam shahihain, dari Ibnu ‘Abbas, bahwasanya ia

    berkata,” Firman Allah swt [al-Nisaa’:59] diturunkan berkenaan dengan peristiwa Abdullah bin

    Hudafah bin Qais bin ‘Adiy al-Sahmiy, tatkala ia diutus oleh Rasulullah saw dalam sebuah

    ekspedisi peperangan (saraya).

    Abu ‘Umar berkata, “ Abdullah bin Hudzafah adalah seorang laki-laki yang terkenal suka

    berkelakar. Salah satu kelakarnya adalah tatkala Rasulullah saw mengangkatnya menjadi

    pemimpin sebuah ekspedisi perang, ia memerintahkan pasukannya untuk mengumpulkan kayu

    bakar, dan menyuruh mereka untuk membuat api unggun. Tatkala api telah menyala, ia

    memerintahkan pasukannya untuk mencebur ke dalamnya. Ia berkata,”Bukankah Rasulullah saw

    telah memerintahkan kalian untuk mentaatiku? Bukankah Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa

    mentaati amirku, maka ia telah mentaatiku.” Mereka menjawab, “Tidaklah kami beriman kepada Allah swt dan mentaati Rasulullah, kecuali agar kami selamat dari api! Rasulullah saw

    membenarkan tindakan mereka, dan bersabda, “Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam

    maksiyat kepada Allah.” Allah swt berfirman, “Janganlah kami membunuh dirimu sendiri.”[al-

    Nisaa’:29]. Hadits ini sanadnya shahih dan masyhur.

    Adapun pendapat kedua, yakni ’ulama. Kebenaran pendapat ini dibuktikan dengan firman

    Allah swt, “ Jika terjadi sengketa diantara kalian, maka kembalikanlah kepada Allah dan RasulNya.”

    Pada ayat ini, Allah swt memerintahkan agar perselisihan dikembalikan kepada Kitabullah dan

    Sunnah Rasulullah saw. Padahal, hanya ‘ulama’lah yang tahu cara kembali kepada Kitabullah dansunnah. Ini menunjukkan bahwa bertanya kepada ‘ulama hukumnya adalah wajib, dan mengikuti

    fatwanya adalah sebuah keharusan. Sahal bin ‘Abdullah berkata, “ Manusia tetap berada dalam

    kebaikan selama mereka masih memulyakan pemimpin dan ulama. Jika mereka memulyakan

    keduanya, Allah akan memperbagus kehidupan dunia dan akherat mereka. Jika mereka

    menyepelekan keduanya, rusaklah dunia dan akherat mereka”.

    Pendapat semacam ini juga dipilih oleh Imam Nasafiy dan Imam Ibnu Katsir 50

    50 Lihat Imam Nasafiy, Tafsir al-Nasafiy,dan Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    22/88

    Imam Syaukani, dalam kitab tafsirnya, Fath al-Qadir , berpendapat, bahwa yang dimaksud

    dengan “ ulil amriy” adalah para penguasa (imam), para sulthan (penguasa), dan juga para qadliy. 51

    51 Imam Syaukani, Fath al-Qadir , surat al-Nisaa’:59

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    23/88

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    24/88

    Secara literal, k haliifah bermakna, “ Orang yang mewakili orang-orang sebelumnya.

    Bentuk jama’ dari khaliifah adalah khulafaa’. Seperti halnya kariimah dan karaaim, maka bentuk

    jama’ dari khaliifah adalah khulafaa’.Imam Sibawaihberkata , “Khaliifah wa khulafaa’.58

    Adapun riwayat yang mengisahkan,” A da seorang ‘Arab bertanya kepada Abu Bakar ra,

    “Anda adalah khalifah Rasulullah saw. Abu Bakar menjawab, “Bukan.” Orang ‘Arab itu bertanya

    lagi, “Lalu siapakah anda?” Abu Bakar berkata, “Saya adalah Khalifah setelah beliau SAW”,Imam

    Ibnu Atsiir berkata,” Ini adalah bentuk ketawadlu’an, dan kerendahan hati dari Abu Bakar ra, saat

    ia ditanya, “Kamu Khalifah Rasulullah saw”, yakni, bahwa khalifah adalah orang yang mengganti

    posisi orang yang telah pergi (dzaahib), dan menempati kedudukannya. Sedangkan al-khaalifah

    juga bisa bermakna, “orang yang tidak memiliki kebaikan sama sekali.”59 Sebab, meskipun

    kedudukan orang yang menggantikan Rasulullah saw dalam hal kepemimpinan dalam Daulah

    Islamiyyah sangat tinggi, akan tetapi orang tersebut tidak akan pernah mampu menggantikan

    kedudukan beliau dalam semua hal. Atas dasar itu, ucapan Abu Bakar tersebut hanya

    menunjukkan ketinggian akhlaq – ketawadlu’an-- dari Abu Bakar ra, padahal orang Arab menyebut

    kata khalifah dengan arti, “ al-‘umuud min a’madah al-bait fi muakhkhirihi” [pemimpin pengganti

    dari pemimpin-pemimpin negara sebelumnya].”60

    Pada dasarnya, Abu Bakar mengetahui bahwa ia adalah khalifah Rasulyang menduduki

    posisi beliau saw sebagai kepala negara. Akan tetapi ia memahami, bahwa tidak semua aspek iabisa menggantikan kedudukan Nabi –semisal dari sisi kenabian--. Oleh karena itu, begitu

    tawadlu’nya Abu Bakar terhadap Rasulullah saw, saat beliau ditanya, “ Anda khalifah Rasulullah

    saw”, beliau menjawab, “Bukan. Akan tetapi khalifah setelah Rasul.” Riwayat di atas tidak

    menunjukkan, bahwa Abu Bakar ra bukan khalifah Rasulullah saw, akan tetapi sekedar

    menunjukkan ketinggian akhlaq– ketawadlu’an-- dari Abu Bakar.

    Dr. Mahmud ‘Abd al-Majid al-Khalidiymengomentari riwayat di atas,”… itulah makna

    yang dimaksudkan Abu Bakar ra, sebab Rasulullah saw adalah pemimpin pertama bagi Daulah

    Islamiyyah, pembangun pilar negara, peletak dasar struktur negara, dan administrasinya, sertapengatur seluruh urusan kaum muslimin. Tidak ragu lagi, Abu Bakar adalah pemimpin kedua bagi

    Daulah Islamiyyah. Beliau ra. adalah salah satu pemimpin dari pemimpin-pemimpin Daulah

    Islamiyyah. Ucapan Abu Bakar tersebut tidak memiliki makna selain ungkapan ketawadlu’an dan

    ketinggian akhlaq Abu Bakar ra, sebab makna-makna yang dipahami oleh orang Arab [berkenaan

    dengan lafadz khaalifah] tidak korelatif dengan apa yang dimaksudkan Abu Bakar ra. Al-Khaalifah

    58 Dr. Mahmud ‘Abd al-Majid al-Khalidiy,Qawa’id Nidzaam al-Hukm fi al-Islaam, 1980, Daar al-Buhuts al-‘Ilmiyyah, ed.I, hal. 225.

    59

    Imam al-Qalqasyandiy,Maatsir al-Inaafah fi Ma’aalim al-Khilaafah, juz I, hal.14.60 Mu’jam al-Wasiith, bab. Khalafa juz 1. hal. 351.

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    25/88

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    26/88

    Ibnu Khaldunmendefinisikan, “ Wakil dari Allah dalam menjaga agama dan urusan

    dunia.”70

    Syaikh al-Islaam Ibraahim al-Baijuriymendefinisikan, “ Wakil Nabi saw untuk mengatur

    kemaslahatan kaum muislimin.”71

    Definisi-definisi di atas menunjukkan bahwa Khilafahbermakna “ riyaasah al-Daulah al-

    Islamiyyah” [kepemimpinan Daulah Islamiyyah],meskipun mereka berbeda pendapat dalam

    menetapkan posisi Khilafah sendiri. Sebagian ‘ulama menyatakan ia adalah wakil Nabi, bukan

    wakil manusia. Sebagian yang lain menyatakan bahwa ia wakil Allah. Sedangkan yang lain lebih

    memfokuskan kepada aspek ketaatan kepada orang yang diangkat menjadi khalifah.

    Dr. ‘Abd al-Majid al-Khalidiymenyatakan, “ Yang tepat, kedudukan (munashib) khilafah

    atau khalifah harus didefinisikan sejalan dengan tujuan disyari’atkannya kewajiban menegakkan

    Daulah atas kaum muslimin.” Bila kita kaji lebih mendalam mengenai fakta Daulah Islamiyyah,

    maka kita akan mendapati dua perkara penting berikut ini,

    (1) Daulah Islamiyyah bertugas menegakkan hukum-hukum syara’ atas semua rakyat;

    mengumpulkan dan mendistribusikan zakat, menegakkan hudud, serta mengatur

    urusan masyarakat dengan Islam, dan mengatur sistem kehidupan Islam secara

    umum.”

    (2) Daulah Islamiyyah bertugas mengemban dakwah Islam, di luar batas wilayah DaulahIslamiyyah seluruhnya; melenyapkan hambatan-hambatan serta halangan-halangan

    yang menghadang da’wah Islam dengan metode jihad. 72

    Walhasil, definisi Khilafah yang paling tepat adalah,” Kepemimpinan Umum bagi seluruh kaum

    muslimin di kehidupan dunia, untuk menegakkan hukum-hukum Islam, dan mengemban dakwah

    Islamiyyah ke seluruh penjuru alam.”73

    Inilah definisi Khilafah Islamiyyah menurut syara’. Berdasarkan definisi ini, seorang

    khalifah memiliki tugas utama, yaitu; menegakkan aturan-aturan Allah swt di dalam wilayah Daulah

    Islamiyyah atas seluruh umat; serta mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Khalifahharus mandiri, tidak terikat dengan sistem-sistem lain yang bisa memberangus independensinya.

    Ia juga harus memiliki kekuatan untuk melaksanakan tugas-tugasnya, terutama tugas untuk

    menegakkan syari’at Islam dan mengemban dakwah ke seluruh penjuru dunia. Ia harus memiliki

    69 Imam Al-Mawardiy, Al-Ahkaam al-Sulthaniyyah, hal.370 Ibnu Khaldun,Muqaddimah, hal.159.71 Imam Ibrahim Al-Baijuriy,Tuhfat al-Muriid ‘Ala Jauharah al-Tauhid, juz II, hal.45.72

    Dr. ‘Abd al-Majid al-Khalidiy,Qawaa’id Nidzaam al-Hukm fi al-Islaam, hal.229.73 Ibid, hal.229-230.

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    27/88

    wilayah kekuasaan tertentu, tempat ia melakukan ri’ayah su’unil ummah[melayani kepentingan

    umat] secara mandiri.

    Secara syar’iy, seorang Khalifah tidak boleh dikendalikan oleh kekuatan lain, atau berada

    di dalam kungkungan kekuasaan pihak lain. Ia harus memiliki independensi dalam mengatur

    urusan umat, mulai mencetak mata uang, menetapkan status kewarganegaraan, membangun

    kekuatan militer, menjalankan roda industri dan perekonomian, membentuk dan mengangkat

    aparatus negara, membangun sistem pendidikan yang tangguh, hingga menegakkan aturan-aturan

    Allah dengan cara menerapkan hukum hudud, jinayat, ta’zir, maupun mukhalafat.

    Bila seseorang tidak memenuhi syarat-syarat di atas, ia tidak sah disebut sebagai

    khilafah.

    Sayangnya, di tengah kondisi kaum muslim yang merosot pemikirannya itu, adasebagian

    pihak mengklaim telah menegakkan khilafah, atau telah memiliki seorang khalifah, padahal, pihak

    yang mereka klaim sebagai khalifah itu tidak memenuhi syarat-syarat di atas, terbelenggu

    independensinya dalam sistem kufur, tidak menerapkan syari’at Islam secara menyeluruh, tidak

    mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia, dan tidak memiliki wilayah yang jelas.

    Kenyataan ini menunjukkan, bahwa khalifah atau khilafah yang telah mereka tegakkan itu adalah

    khalifah atau khilafah semu dan tigak legal secara syar'iy. Khalifah dan khilafah semacam ini harus

    ditolak dan tidak boleh diakui keberadaannya.

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    28/88

    PRINSIP IV

    KEWAJIBAN MENTAATI PENGUASA

    Pentingnya Taat Kepada Penguasa

    Pada dasarnya, ketaatan adalah sendi utama bagi kelangsungan hidup sebuah

    masyarakat dan negara. Lebih dari itu, keteraturan, kedisiplinan, dan ketertiban suatu masyarakat

    dan negara bisa diukur dari sejauh mana kadar ketaatan rakyatnya. Tatkala rakyat tidak memiliki

    ketaatanlagi, sesungguhnya masyarakat dan negara tersebut tengah berjalan menuju kehancuran.

    Roda pemerintahan dan negara tidak berjalan, bahkan terancam oleh anarkhi dan krisis yang

    berlarut-larut. Ini disebabkan karena, pondasi negara dan masyarakat tersebut, yakni ketaatan,

    telah merapuh. Jika pondasi dasarnya rapuh, tentunya, bangunan yang ada di atasnya akan jatuh

    dan hancur berkeping-keping 74. Oleh karena itu, ketaatan merupakan perkara penting yang tidak

    bisa diabaikan dan disepelekan oleh setiap umat maupun bangsa.

    Untuk mewujudkan ketaatan, Islam telah menyitir masalah ini di banyak ayat. Ini ditujukan

    agar ketaatan benar-benar bisa terwujud di tengah-tengah kehidupan masyarakat dan negara. 75

    Ketaatan yang paling penting adalah ketaatan kepada Allah dan Rasulullah saw. Ini bisa

    dimengerti karena, ketaatan kepada Allah dan RasulNya merupakan pilar dasar yang membangun

    ketaatan-ketaatan yang lain. Dengan kata lain, prinsip ketaatan harus ditegakkan di atas ketaatan

    kepada Allah swt dan RasulNya, dan tidak ada ketaatan dalam kemaksiyatan kepada Allah dan

    RasulNya.

    Untuk mewujudkan ketaatan kepada Rasulullah, Allah swt telah membekali beliau

    dengan berbagai macam mukjizat, risalah, dan kepribadian beliau yang luhur. Ketiga unsur ini

    benar-benar telah mampu menciptakan ketaatan kepada Rasulullah di dalam sanubari kaum

    muslim dan warga negara Daulah Islamiyyah pada saat itu 76.

    Tidak cukup hanya itu saja, di banyak ayat, Allah swt telah memerintahkan kaum muslim

    untuk taat kepada Allah dan RasulNya. Al-Quran telah mengulang-ulang perintah ini di banyak

    tempat, hingga ketaatan menjadi karakter khas seorang muslim. Allah swt berfirman, artinya:

    74 Lihat dan bandingkan denganQadliy Al-Nabhani, al-Syakhshiyyah al-Islaamiyyah, juz II, hal. 13775

    ibid. hal. 13776 ibid. hal. 137

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    29/88

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    30/88

    ا و مُ َ عْ ا َ ف

    ْم ُ ْ وَ َ ت

    ْن ِ َ ف

    ا و رُ ذَ حْ ا وَ

    َل و سُ ل ا

    ا و ُ ع ي طِ َ وَ

    َ

    ا و ُ ع ي طِ َ الوَ َ ْ ا

    ا َ ِ و سُ رَ

    ى َ عَ

    ا َُ غ

    ِ مُ ْ ا

    “Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul(Nya), dan berhati-hatilah. Jika

    kamu berpaling maka ketahuilah sesungguhnya kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan

    dengan terang.”[al-Maidah:92]

    ِ مِ ؤْ مُ

    ْم ُ ْ كُ

    ْن ِ

    ُ ه َ و سُ رَ وَ

    َ

    ا و ُ ع ي طِ َ وَ“..dan taatilah Allah dan RasulNya jika kamu adalah orang-orang yang beriman.”[al-Anfaal:1]

    ذ ا

    ا هَ ي َ ا َ

    ا و ُ ع ي طِ َ

    ا و ُ مَ ا َ نَ الي ُ وَ ه َ و سُ رَ نوَ و عُ مَ سْ ْم َ ُ ْ ن َ ُ وَ ه ْ ا عَ وْ وَ َ ت

    “Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan RasulNya dan janganlah kamu berpaling

    daripadaNya sedangkan kami mendengar (perintah-perintahNya).,”[al-Anfaal:20]

    ا و ُ ع ي طِ َ الوَ وَ

    ُ ه َ و سُ رَ َعوَ مَ

    َ

    ن ِ

    ا و ُ ِ صْ ا وَ

    ْم كُ ُ رِ

    َب هَ ذْ َ ت وَ

    ا و ُ ل شَ فْ َ ت َ ف

    ا و عُ زَ ا َ َ ت

    ن ي رِ ِ صا ل ا

    “Dan taatlah kepada Allah dan RasulNya dan janganlah kamu berbantah-bantahan yang

    menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah

    beserta orang-orang yang sabar.”[al-Anfaal:46]

    ا و ُ ع ي طِ َ

    ا و ُ مَ ا َ نَ ي ذِ ا ا هَ ي َ ا الَ َل وَ و سُ ل ا ا و ُ ع ي طِ َ موَ كُ َ ا مَ عْ ا َ و ُ ل طِ ْ ُ ت

    “Hai orang-orang yang beriman taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul dan janganlah kamu

    merusakkan pahala amal-amalmu.”[Mohammad:33]

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    31/88

    ن و زُ ِ ئ ا فَ ْ ا

    ُم هُ

    َك ِ َ و ُ أ َ ف

    ِه قْ ت َ ي وَ

    َ

    َش ْ وََ

    ُ ه َ و سُ رَ وَ

    َ

    ِع طِ ُ ي

    ْن مَ وَ

    “Dan barangsiapa taat kepada Allah dan rasulNya dan takut kepada Allah dan bertakwa

    kepadaNya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan.”[al-Nur:52]

    ا زً وْ َ ف

    َز ا َ ف

    ْد قَ َ ف

    ُ ه َ و سُ رَ وَ

    َ

    ِع طِ ُ ي

    ْن مَ وَ

    ْم كُ َ ب و ُ ن ُ ذ

    ْم كُ َ

    ْ ِف غْ َ ي وَ

    ْم كُ َ ا مَ عْ َ

    ْم كُ َ

    ْح ِ صْ ُ ي

    ا مً ي ظِ عَ

    “Dan barangsiapa mentaati Allah dan RasulNya, maka sesungguhnya ia telah mendapat

    kemenangan yang besar.”[al-Ahzab:71]

    ا هَ ِ ْ َ

    ْن مِ

    ي رِ ْ َ

    ٍت ا جَ

    ُ ه لْ خِ دْ ُ ي

    ُ ه َ و سُ رَ وَ

    َ

    ِع طِ ُ ي

    ْن مَ ُوَ ه ْ ب ِ ذّ عَ ُ ي

    ل وَ َ ت َ ي

    ْن مَ وَ

    ُر ا هَ ْ ن َ أل

    ا مً ي ِ َ ا ً ب ا ذَ عَ

    “Dan barangsiapa taat kepada Allah dan RasulNya, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam

    surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan barangsiapa yang berpaling niscaya akan

    diadzabNya dengan adzab yang pedih.”[al-Fath:17]

    Ketaatan yang diperintahkan Allah pada ayat-ayat di atas ditujukan untuk menciptakan

    kedisiplinan, ketertiban, serta keteraturan hidup di tengah-tengah masyarakat. Akan tetapi, jika di

    dalam diri kaum muslim muncul ketaatan yang akan menyebabkan hancurnya eksistensi Islam dan

    kaum muslim, ketidakdisiplinan, serta kekufuran, maka Allah swt melarang dengan tegas ketaatan

    semacam ini. Dengan kata lain, jika ketaatan tersebut justru berlawanan dengan Islam, ataumenuju jalan selain Allah, maka syara’ telah melarangnya dengan sangat tegas. Allah swt

    berfirman:

    ال َوَ لْ فَ غْ َ

    ْن مَ

    ِطْع ُ ًت ط ُ ُ ف

    ُ ه ُ مْ َ

    َن ا كَ و

    ُ ه ا وَ هَ

    َع َ ت ا وَ

    ا َ ن رِ كْ ذِ

    ْن عَ

    ُ ه َ لْ َ ق

    “Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta

    menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.”[al-Kahfi:28]

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    32/88

    ال َ طف ُ ًت ِ كَ

    ا دً ا هَ جِ

    ِه ِ

    ْم هُ دْ هِ ا جَ وَ

    َن ي رِ ِ ف ا كَ ْ ا

    ِع

    “Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan al-

    Quran dengan jihad yang besar.”[al-Furqaan:52]

    ِق ا

    ِ ل ا

    ا هَ ي َ الا ِروَ ِ ف ا كَ ْ ا

    ِع طِ ُ ًمت ي كِ حَ

    ا مً ي ِ عَ

    َن ا كَ

    َ

    ن ِ

    َ قِ ِ ف ا َ مُ ْ ا وَ

    َن

    “Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mengikuti keinginan orang-orang kafir

    dan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”[al-

    Ahzab:1]

    ال الوَ ي ِ ك و

    “Dan janganlah kami menuruti orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu. Janganlah kamu

    hiraukan gangguan mereka dan bertawakkallah kepada Allah. Dan cukjuplah Allah sebagai

    pelindung.”[al-Ahzab:48]

    ال َ ِف ِ ذّ كَ مُ ْ ا

    ِع طِ ُ ت

    “Maka janganlah kamu ikuti orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah.”[al-Qalam:8]

    ال الوَ حَ

    ل كُ

    ْع طِ ُ هِت مَ

    ٍف

    “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina.”[al-Qalam:10]

    ال وَ

    َك ِ ب رَ

    ِم كْ ُ ِ

    ْ ِ صْ ا َ ًرف و فُ كَ

    ْو َ

    ا ً ِ ا َ مْ هُ نْ ْع مِ طِ ُ ت

    “Maka bersabarlah kamu untuk melaksanakan ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti

    orang-orang yang berdosa dan orang yang kafir diantara mereka.”[al-Insaan:24]

    Adapun terhadap penguasa, Al-Quran dan telah mewajibkan kaum muslim untuk

    mentaatinya dalam batas-batas ketetapan Islam. Allah swt berfirman:

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    33/88

    ِ و ُ أ وَ

    َل و سُ ل ا

    ا و ُ ع ي طِ َ وَ

    َ

    ا و ُ ع ي طِ َ

    ا و ُ مَ ا َ نَ ي ذِ ا ا هَ ي َ ا رَ مْ َ ِأل ْم ُ عْ زَ ا َ َ ْن ت ِ َ ْم ف كُ ْ مِ

    ذَ

    ِر خِ ٌآل يْ خَ

    َك

    ال ي وِ ْ أ َ ت

    ُن سَ حْ َ وَ

    “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya, dan ulil amri di antara kalian.

    Kemudian, jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah

    (al-Quran) dan Rasul (sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.”[al-Nisaa’:59]

    Ketaatan yang diperintahkan Allah swt dalam ayat ini bersifat mutlak ( muthlaq), tanpa ada

    batasan ( taqyiid). Artinya, kewajiban mentaati penguasa muslim harus dilakukan dalam kondisi

    apapun, dan dalam urusan apapun, semampang mereka tidak memerintahkan rakyat untuk

    berbuat maksiyat. Ketaatan di sini juga mencakup ketaatan kepada penguasa-penguasa dzalim

    dan fasik yang masih tetap menjalankan roda pemerintahan berdasarkan hukum-hukum Allah.

    Di dalam banyak hadits, Rasulullah saw telah memerintahkan kaum muslim untuk

    mentaati penguasa selama mereka menegakkan hukum-hukum Allah swt, dan tidakmemerintahkan mereka berbuat maksiyat.

    Imam Bukhari menuturkan sebuah riwayat dari Abi Salamah bin ‘Abdirrahman,

    bahwasanya ia mendengar Abu Hurairah berkata:

    ْد قَ َ ف

    ي ِ مِ َ

    َع ا َ ط َ

    ْن مَ وَ

    َ

    ى صَ عَ

    ْد قَ َ ف

    ِ ا صَ عَ

    ْن مَ وَ

    َ

    عَ ا َ ط َ

    ْد قَ َ ف

    ِ عَ ا َ ط َ

    ْن مَ

    ِ ا صَ عَ

    ْد قَ َ ف

    ي ِ مِ َ

    ى صَ عَ

    ْن مَ وَ

    ِ عَ ا َ ط َ“Rasulullah saw telah bersabda, “Siapa saja yang mentaati aku, maka dia telah mentaati Allah

    swt, dan barang siapa bermaksiyat kepadaku, sungguh dia telah bermaksiyat kepada Allah. Siapa

    saja yang mentaati pemimpinku, maka dia telah mentaatiku; dan barangsiapa tidak taat kepada

    pemimpinku, maka dia telah berbuat maksiyat kepadaku..”[HR. Bukhari]

    Dalam sebuah hadits juga dikisahkan, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    34/88

    دِع َ ُ

    ٍد ْ عَ ِ

    ْو َ وَ

    ْع طِ َ وَ

    ْع َ ِفْا ا َ ْ ط َ أل

    “Dengar dan taatilah pemimpin yang diangkat untuk memimpin kalian, sekalipun dia

    seorang budak hitam yang kepalanya banyak ditumbuhi bisul.”[HR. Bukhari]

    Imam Muslimmeriwayatkan dalam kitab sahihnya:

    ٌ ـ ـ يْ هَ زُ

    َل ا ـ ـ َ ق

    و

    ا ـ ـ َ ن َ َ ب خْ َ

    ُق حَ ـ ـ سْ ِ

    َل ا ـ ـ َ ق

    َم ي هِ ا َ ـ ـ ْ ب ِ

    ُن ـ ـ ْ ب

    ُق حَ ـ ـ سْ ِ وَ

    ٍب ْ ـ ـ حَ

    ُن ـ ـ ْ ب

    ُ ـ ـ يْ هَ زُ

    ا َ َ دث ـ ـ حَ

    ْن ـ ـ عَ

    ٌ ـ ـ ي رِ جَ

    ا َ َ دث ـ ـ ِبحَ رَ

    ِد ـ ـ ْ عَ

    ِن ـ ـ ْ ب

    ِن َ ْ ـ ـ ل ا

    ِد ـ ـ ْ عَ

    ْن ـ ـ عَ

    ٍب ـ ـ هْ وَ

    ِن ـ ـ ْ ب

    ِد ـ ـ ْ ي زَ

    ْن ـ ـ عَ

    ِش ـ ـ مَ عْ َ أل ذ ِ ـ َ ف

    َد جِ ـ سْ مَ ْ ا

    ُت ـ لْ خَ دَ

    َل ا ـ َ ق

    ِة َ عْ كَ ْ ِلا ـ ظِ

    ِ ٌس ِ ا ـ جَ

    ِص ا ـ عَ ْ ا

    ِن ـ ْ ب

    و رِ ـ مْ عَ

    ُن ـ ْ ب

    ِ

    ُد ـ ْ عَ

    ا

    ِ

    ِل و ـ ـ سُ رَ

    َع ـ ـ مَ

    ا ـ ـ كُ

    َل ا ـ ـ قَ َ ف

    ِه ـ ـ ْ َ ِ

    ُت ـ ـ سْ َ جَ َ ف

    ْم هُ ُ ت ْ َ ت َ أ ـ ـ َ ف

    ِه ـ ـ ْ َ عَ

    َن و ـ ـ ُ ع مِ َ ْ ُ

    ُس ا ـ ـ ول

    ِة ـ ـ َ عْ كَ ْ ا

    َم سَ وَ

    ِه ْ َ عَ

    ُ

    ى الصَ زِ ْ مَ

    ا َ ْ َ َ ن َ ف

    ٍر فَ سَ

    يِ

    ْن مَ

    ا مِ َ ُلف ضِ َ ْ َ ي

    ْن مَ

    ا مِ وَ

    ُ ه َ ا َ ُح خِ ِ صْ

    ى ـ صَ

    ِ

    ِل و ـ سُ رَ

    ي دِ ا ـ َ مُ

    ى دَ ا َـ ن

    ْذ ِ

    هِ رِ ـ شَ جَ

    ِ َو ـ هُ

    ْن ـ مَ

    ا ـ مِ ـصالوَ ل ا

    َم ـ سَ وَ

    ِه ـ ْ َ ةَعَ

    َ

    ُ ه نـ ِ

    َل ا ـ قَ َ ف

    َم سَ وَ

    ِه ْ َ عَ

    ُ

    ى صَ

    ِ

    ِل و سُ رَ

    َ ِ

    ا َ عْ مَ َ جْ ا َ ف

    ً ة عَ مِ ا نجَ ـ كُ َ يي ـ ِ ْ َ ق

    ِ َـ ن

    ال ِ

    و َ

    ِ ا ـ ـ ـ ـ هَ ُ ت َ ِ ف ا عَ

    َل ـ ـ ـ ـ ِ ع جُ

    هِ ذِ ـ ـ ـ ـ هَ

    ْم كُ َ ـ ـ ـ مـ ُ

    ن ِ وَ

    ْم ـ ـ ـ ُـ الَ ـ ـ ـ َـ ب

    ا ـ ـ ـ ـ هَ َ خِ ُب ي ـ ـ ـ ـ صِ ُ سَ ا وَ ـ ـ ـ َـ ٌِ و ـ ـ ـ ـ مُ ُ ٌ وَ

    كِ ْ ُ هِت ذِ ـ ـ هَ ُن مِ ؤْ ـ ـ مُ ْ ا

    ُل و ـ ـ قُ َ ي َ ف

    ُ ة ـ ـ َ تْ فِ ْ ا

    ُ ي ـ ـ ِ ا وََ ـ ـ ضً عْ َ ا ب هَ ـ ـ ضُ عْ َ ُق ب ـ ـ ِ ق َ ُ ي َ ٌ ف ة ـ ـ َ تْ ِ ُ ف ي ـ ـ ِ ا وََ ـ ـ هَ َ ن و

    ْن َ

    ب ـ ـ ـ حَ َ

    ْن ـ ـ ـ مَ َ ف

    هِ ذِ ـ ـ ـ هَ

    هِ ذِ ـ ـ ـ هَ

    ُن مِ ؤْ ـ ـ ـ مُ ْ ا

    ُل و ـ ـ ـ قُ َ ي َ ف

    ُ ة ـ ـ ـ َ تْ فِ ْ ا

    ُ ي ـ ـ ـ ِ ُف وََ ـ ـ ـ شِ كَ ْ َ ِ ُ ت ـ ـ ـ كَ ِ هْ مُ

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    35/88

    ْ ا

    َل خَ دْ ُـ ي وَ

    ِر ا ل ا

    ْن عَ

    َح َ حْ َ ُ ِتي ْ أ ـ َ ْ وَ

    ِر ـ خِ آل

    ِه ـ ِ لْ َ ق

    ةَ َ َـ َ وَ

    هِ دِ َـ ي

    َ ة قَ فْ صَ

    ُ ه ا َ ط عْ َ أ َ ف

    ا مً ا مَ ِ

    َع َ ي ا َ ب

    ْن مَ وَ

    ِه ْ َ ِ

    ى َ ؤْ ُ ي

    ْن َ

    ب ِ ُ

    ي ذِ ا

    ِس ا ل ا

    َ ِ

    خ َ ا ْن جَ ِ َ َع ف ا َ ط َ سْ ْن ا ِ ُ ه عْ طِ ُ لْ َ َق ف ُ ُ ا ع و ُ ب رِ ضْ ا َ ُ ف ه ُ ع زِ ا َ ُ ِرُ ي خَ آل

    “Zahir bin Harb dan Ishaq bin Ibrahim telah bercerita kepada kami, Ishaq berkata telah memberi

    khabar kepada kami dan Zahir berkata telah bercerita kepada kami Jarir dari A'masy dari Zaid bin

    Wahab dari Abdurrahman bin Abdu Rabil Ka'bah berkata: Aku masuk dalam masjid, dan ketika Abdullah bin Amru bin 'Ash duduk di naungan Ka'bah dan manusia mengelilinginya, aku

    menghampirinya lalu aku duduk di hadapannya, kemudian dia berkata : Kami pernah bersama

    Nabi saw dalam suatu perjalanan, kemudian kami singgah di suatu tempat persinggahan,......ketika

    seseorang menyeru untuk shalat berjamaah, kami kemudian berkumpul di sekeliling Rasulullah

    saw. Lalu Rasul bersabda : Sesungguhnya tiada seorang Nabi sebelumku kecuali mereka memiliki

    tanggung jawab untuk menunjukkan umatnya kepada kebaikan, dan mengingatkan dari keburukan

    dari apa diketahuinya bagi mereka. Sampai kemudian Nabi bersabda: Siapa saja yang telah

    membai'at seorang Imam lalu memberikan uluran tangan dan buah hatinya, maka hendaknya iamentaatinya. Jika datang orang lain hendak mengambil alih kekuasaannya, maka penggallah leher

    orang itu."[HR. Muslim]

    Hadits-hadits di atas juga datang dalam bentuk muthlaq tanpa ada batasan. Dengan kata

    lain, perintah untuk mentaati penguasa mesti dilakukan dalam kondisi dan perkara apapun, baik

    penguasa itu dzalim dan fasik, selama mereka masih menjalankan roda pemerintahan berdasarkan

    hukum-hukum Allah swt.

    Ada beberapa riwayat yang memerintahkan kaum muslim untuk mentaati penguasa-

    penguasa dzalim dan fasik. Hisyam bin ‘Urwan meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Shalih dari Abu Hurairah ra, bahwasanya ia menyatakan, bahwa Rasulullah saw bersabda:

    “Setelahku akan ada para penguasa, maka yang baik akan memimpin kalian dengan

    kebaikannya, sedangkan yang jelek akan memimpin kalian dengan kejelekannya. Untuk itu, dengar

    dan taatilah mereka dalam segala urusan bila sesuai dengan yang haq. Apabila mereka berbuat

    baik, maka kebaikan itu adalah hak bagi kalian. Apabila mereka berbuat jelek maka kejelekan itu

    hak bagi kalian untuk mengingatkan mereka, serta kewajiban mereka untuk melaksanakannya.”

    Imam Bukhari menuturkan sebuah hadits dari ‘Abdullah, bahwasanya Rasulullah saw

    bersabda kepada kami:

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    36/88

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    37/88

    yang mati sedangkan di pundaknya tidak ada (ketaatan) kepada imam suatu jama’ah, maka

    matinya adalah seperti mati jahiliyyah.”[HR. Hakim]

    Hadits-hadits ini merupakan penegasan dari Rasulullah saw mengenai wajibnya seorang

    muslim mentaati penguasa dalam kondisi dan perkara apapun. Bahkan, hadits-hadits ini adalah

    dalil yang paling sharih atas haramnya melepaskan ketaatan kepada penguasa. Ketidaktaatan

    kepada penguasa, meskipun penguasa itu fasik dan dzalim adalah tindak keharaman. Imam

    Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari ‘Abdullah bin ‘Umar, bahwasanya Rasulullah saw

    bersabda:

    “Siapa saja yang mengangkat senjata (untuk memerangi kami), bukanlah tergolong umat

    kami.”[HR. Bukhari]

    Nash ini menunjukkan bahwa, seorang muslim diharamkan merebut kekuasaan dari

    seorang penguasa, kecuali jika telah tampak kekufuran yang nyata.

    Di dalam riwayat-riwayat lain dituturkan tentang haramnya seorang muslim merebut

    kekuasaan dari penguasa, sekalipun mereka melakukan kemungkaran. Imam Muslim menuturkan

    sebuah riwayat dari Ummu Salamah, bahwasanya Rasulullah saw telah bersabda:

    ْن مَ

    ْن كِ َ وَ

    َم ِ سَ

    َ َك ْ ن َ

    ْن مَ وَ

    َئ رِ َ ب

    َف َ عَ

    ْن مَ َ ف

    َن و ُ كِ ْ ُ ت وَ

    َن و ُ ف رِ عْ َ ت َ ف

    ُ ا َ مَ ُن ُ و كُ َ َيسَ ضِ رَ

    ال َ ف َ

    ا و ُ ا َ ق

    َع َ ب ا َ الوَ

    َل ا َ ق

    ْم هُ ُ ِ ت ا قَ ُ ْون صَ

    ا مَ

    "Akan datang para penguasa, lalu kalian akan mengetahui kemakrufan dan kemungkarannya,

    maka siapa saja yang membencinya akan bebas (dari dosa), dan siapa saja yang mengingkarinya

    dia akan selamat, tapi siapa saja yang rela dan mengikutinya (dia akan celaka)". Para shahabat

    bertanya, "Tidaklah kita perangi mereka?" Beliau bersabda, "Tidak, selama mereka masih

    menegakkan sholat"Jawab Rasul.” [HR. Imam Muslim]

    Dalam hadits 'Auf bin Malik yang diriwayatkan Imam Muslim diceritakan: "Ditanyakan,”Ya

    Rasulullah, mengapa kita tidak memerangi mereka dengan pedang?!' Lalu dijawab, 'Jangan,

    selama di tengah kalian masih ditegakkan shalat.” [HR. Imam Muslim]

    Dalam riwayat lain, mereka berkata:

    "Kami bertanya, 'Ya Rasulullah, mengapa kita tidak mengumumkan perang terhadap mereka

    ketika itu?!' Beliau menjawab, 'Tidak, selama di tengah kalian masih ditegakkan shalat.”

    Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari 'Ubadah bin Shamit, bahwasanya dia berkata:

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    38/88

    "Nabi SAW mengundang kami, lalu kami mengucapkan baiat kepada beliau dalam segala

    sesuatu yang diwajibkan kepada kami bahwa kami berbaiat kepada beliau untu selalu

    mendengarkan dan taat [kepada Allah dan Rasul-Nya], baik dalam kesenangan dan kebencian

    kami, kesulitan dan kemudahan kami dan beliau juga menandaskan kepada kami untuk tidak

    mencabut suatu urusan dari ahlinya kecuali jika kalian (kita) melihat kekufuran secara nyata [dan]

    memiliki bukti yang kuat dari Allah."[HR. Bukhari]

    Hadits-hadits di atas telah melarang kaum muslim untuk memisahkan diri dari penguasa,

    merebut kekuasaan, dan memerangi mereka. Hadits-hadits ini juga merupakan penegasan atas

    wajibnya seorang muslim mentaati penguasa, sekalipun mereka fasik, dzalim dan melakukan

    kemungkaran.

    Akan tetapi, banyak ayat dan hadits yang memerintahkan kaum muslim untuk hanya taat

    kepada kemakrufan, dan menjauhkan diri dari kemungkaran. Dalam banyak hadits juga disebutkan

    tentang bolehnya seorang muslim merebut dan memerangi penguasa, jika mereka telah

    menampakkan kekufuran yang nyata. Nash-nash semacam ini merupakan takhshish atas ketaatan

    kepada penguasa. Walhasil, ketaatan seorang muslim kepada penguasa bersifat mutlak, kecuali

    dalam hal-hal yang dikecualikan

    Tidak Ada Ketaatan Dalam KemaksiyatanMeskipun ketaatan kepada penguasa bersifat mutlak, akan tetapi dalam keadaan tertentu,

    seorang muslim justru diperintahkan untuk mengingkari dan melepaskan ketaatan kepadanya.

    Keadaan yang mengharuskan seorang muslim untuk melepaskan ketaatan kepada penguasa

    adalah tatkala ia diperintahkan untuk berbuat maksiyat. Apabila seorang penguasa memerintahkan

    rakyatnya untuk berbuat maksiyat, maka ia tidak boleh ditaati pada kemaksiyatan itu saja. Sebab,

    perintah berbuat maksiyat merupakan pengecualian atas ketaatan kepada penguasa.

    Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar, bahwasanya

    Rasulullah saw bersabda:“Mendengarkan dan mentaati seorang muslim adalah wajib, baik dalam hal yang disukai

    maupun dibenci, selama mereka tidak diperintahkan untuk berbuat maksiyat. Apabila ia berbuat

    maksiyat, maka ia tidak boleh didengarkan dan ditaati.”[HR. Muslim]

    Maksud dari hadits ini adalah, jika seorang penguasa memerintah anda untuk berbuat

    maksiyat, bukan ia sendiri yang mengerjakan maksiyat. Bila seorang penguasa berbuat maksiyat di

    depan anda, sementara ia tidak memerintahkan anda untuk berbuat maksiyat, maka ia tetap harus

    ditaati.

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    39/88

    Dalam riwayat Imam Muslim dituturkan, bahwa Auf bin Malik berkata: “ Saya mendengar

    Rasulullah saw bersabda:

    “Sebaik-baik pemimpin kalian adalah para pemimpin yang kalian cintai dan merekapun

    mencintai kalian, mereka mendoakan kalian dan kalian juga mendoakan mereka. Sedangkan

    seburuk-buruk para pemimpin adalah mereka yang kalian benci, dan merekapun membenci kalian,

    kalian melaknat mereka dan mereka juga melaknat kalian. Lantas, ditanyakan kepada Rasulullah

    saw, “Wahai Rasulullah tidakkah kita perangi saja mereka itu? Beliau menjawab, “Jangan, selama

    mereka masih menegakkan sholat (hukum Islam) di tengah-tengah kalian.”[HR. Muslim]

    Dalam hadits Ummu Salamah yang diriwayatkan Imam Muslim dituturkan: " Para sahabat

    bertanya, 'Mengapa kita tidak memerangi mereka dengan pedang?' Beliau menjawab, 'Jangan,

    selama mereka masih shalat."

    Dalam riwayat lain, hadits itu berbunyi:

    “Mengapa kita tidak memerangi mereka, Ya Rasulullah?!' Beliau menjawab, 'Jangan, selama

    mereka masih menegakkan shalat.'" Dalam riwayat lain, mereka berkata, "Kami bertanya, 'Ya

    Rasulullah, mengapa kita tidak mengumumkan perang terhadap mereka ketika itu?!' Beliau

    menjawab, 'Tidak, selama di tengah kalian masih ditegakkan shalat.'"

    Dalam riwayat Bukhari dari 'Ubadah bin Shamit diceritakan bahwa dia berkata:

    "Nabi SAW mengundang kami, lalu kami mengucapkan baiat kepada beliau dalam segalasesuatu yang diwajibkan kepada kami bahwa kami berbaiat kepada beliau untuk selalu

    mendengarkan dan taat [kepada Allah dan Rasul-Nya], baik dalam kesenangan dan kebencian

    kami, kesulitan dan kemudahan kami dan beliau juga menandaskan kepada kami untuk tidak

    mencabut suatu urusan dari ahlinya kecuali jika kalian (kita) melihat kekufuran secara nyata [dan]

    memiliki bukti yang kuat dari Allah."

    Imam Muslim meriwayatkan dari Ummu Salamah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:

    "Akan datang para amir, lalu kalian akan mengetahui kemakrufan dan kemungkaran- nya,

    maka siapa saja yang membencinya akan bebas, dan siapa saja yang mengingkarinya dia akanselamat, tapi siapa saja yang rela dan mengikutinya (dia akan celaka)". Mereka bertanya, "Tidaklah

    kita akan memerangi mereka?" Beliau bersabda, "Tidak, selama mereka masih menegakkan

    sholat"Jawab Rasul.

    Dalam riwayat lain: "Barangsiapa membencinya, maka dia akan bebas. Dan barangsiapa

    mengingkarinya, maka dia akan selamat. Akan tetapi, barangsiapa ridha dan mengikutinya (dia

    akan celaka)" Riwayat ini menafsiri riwayat sebelumnya, yakni, sabdanya yang berbunyi:

    barangsiapa yang membencinya, maka dia akan bebas.

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    40/88

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    41/88

    berfatwa, maka ia tidak boleh berfatwa. Jika, sang alim tetap saja memberikan fatwa, maka ia telah

    berbuat maksiyat, meskipun kepala negara itu fajir (suka berbuat dosa)..”79

    Ibnu Khuwaiz Mindad berkata, “ Ketaatan kepada pemimpin negara hanyalah wajib pada

    perkara-perkara yang di dalamnya mengandung ketaatan. Tidak ada ketaatan dalam maksiyat

    kepada Allah swt. Atas dasar itu, kami menyatakan, “Para wali (penguasa daerah) di masa kami

    tidak boleh ditaati, dibantu, dan dimulyakan (jika mereka melakukan maksiyat). Akan tetapi wajib

    berperang bersamanya, tatkala mereka memerintahkan perang. Keputusannya harus dijalankan,

    termasuk penunjukkannya terhadap imam sholat dan urusan hisbah (pengaturan urusan

    masyarakat). Ini adalah sikap yang telah ditetapkan oleh syariat. Jika pemimpin-pemimpin fasik –

    karena banyak berbuat maksiyat-- shalat bersama kita, maka kita boleh sholat bersama mereka.

    Akan tetapi, jika ia fasik karena banyak berbuat bid’ah, maka tidak boleh sholat bersama mereka.

    Namun, jika mereka mengancam, maka sholat bersama mereka diperbolehkan untuk taqiyyah

    (pengelabuan), tapi sholatnya harus diulangi lagi. ”80

    ‘Ali bin Abi Thalib berkata, “ Seorang imam wajib memerintah dengan adil dan

    menunaikan amanat. Jika ia mengerjakannya, maka kaum muslim wajib mentaatinya. Sebab, Allah

    swt memerintahkan kita untuk menunaikan amanah dan berlaku adil, kemudian Ia memerintahkan

    untuk mentaati pemimpin. “81

    Ketika menafsirkan surat al-Nisa’:59, Imam Nasafiy, dalam kitab tafsirnya (Tafsir Nasafiy)menyatakan:

    “ Ayat menunjukkan bahwa taat kepada para pemimpin adalah wajib, jika mereka sejalan

    dengan kebenaran. Apabila ia berpaling dari kebenaran, maka tidak ada ketaatan bagi mereka.

    Ketetapan semacam ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw, “Tidak ada ketaatan kepada

    makhluk dalam kemaksiyatan kepada Allah.”[HR. Ahmad]. Dituturkan bahwa, Maslamah bin Abdul

    Malik bin Marwan berkata kepada Abu Hazim,” Bukankah engkau diperintahkan untuk mentaati

    kami, sebagaimana firman Allah, “dan taatlah kepada ulil amri diantara kalian..” Ibnu Hazim

    menjawab, “Bukankah ketaatan akan tercabut dari anda, jika anda menyelisihi kebenaran,berdasarkan firman Allah, “jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia

    kepada Allah, yakni kepada dan kepada Rasul pada saat beliau masih hidup, dan kepada hadits-

    hadits Rasul setelah beliau saw wafat..”82

    Pendapat senada juga dikemukakan oleh al-Hafidz al-Suyuthi dalam kitab Tafsirnya, Durr

    al-Mantsuur,Imam Syaukani dalam Fath al-Qadir , dan serta kalangan mufassir lainnya.

    79 Imam Qurthubiy, Tafsir Qurthubiy,surat al-Nisaa’:5980 Imam Qurthubiy, Tafsir Qurthubiy, surat al-Nisaa’:5981

    Imam Qurthubiy, Tafsir Qurthubiy,surat al-Nisaa’:5982 Imam Nasafiy, Tafsir Nasafiy, surat al-Nisaa’:59

  • 8/17/2019 Buku Penguasa Arab

    42/88

    Ibnu al-