Upload
aisya-morina-haque
View
37
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pkm gt
Citation preview
TINJAUAN PUSTAKA
Pengenalan Bambu
Bambu merupakan tanaman tahunan yang sering diberi julukan rumput
raksasa. Tanaman penghasil rebung ini memang termasuk dalam famili rumput-
rumputan (gramineae) dan masih berkerabat dekat dengan padi dan tebu.
Tanaman bambu dimasukkan ke dalam subfamili bambusoideae. Dalam
klasifikasi selanjutnya, bambu terdiri dari beberapa marga atau genus dan setiap
marga mempunyai beberapa jenis atau spesies (Berlian dan Estu, 1995).
Tanaman bambu tersebar di seluruh kawasan nusantara. Bambu dapat
tumbuh di daerah iklim basah sampai kering, dari dataran rendah hingga ke daerah
pegunungan dan biasanya di tempat-tempat terbuka yang daerahnya bebas dari
genangan air. Tanaman ini hidup merumpun, mempunyai ruas dan buku, pada
setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran jauh lebih kecil dibandingkan
dengan buluhnya sendiri. Pada ruas-ruas ini tumbuh akar-akar sehingga
memungkinkan untuk memperbanyak tanaman dari potongan-potongan ruasnya,
selain tunas-tunas rumpunnya (Batubara, 2002).
Menurut Barli (1999) dalam Pasaribu (2007), bambu memiliki keunikan
dan keindahan tersendiri sebagai pengganti kayu. Secara anatomis, bambu
berbeda dengan kayu. Profil bambu antara lain sebagai berikut:
1. Bentuk batang bulat, lancip dan tidak ada pertumbuhan ke samping (radial
growth) seperti pada kayu.
2. Batangnya melengkung di bagian ujung sebagai akibat beban daun. Bagian
batang yang lurus kurang lebih 2/3 dari keseluruhan panjang batang.
Universitas Sumatera Utara
3. Batangnya berlubang, berbuku, beruas, kuat, ulet dan mudah dibelah atau
disayat.
4. Kulit batang tidak mengelupas, melekat kuat dan sukar ditembus oleh
cairan. Pengulitan relatif sukar dan sampai saat ini belum ada alat mekanis
yang dapat dipakai.
5. Dalam keadaan utuh, relatif sukar atau lambat kering. Apabila pengeringan
terlalu cepat akan mengalami pecah atau retak.
Di Indonesia tanaman bambu tumbuh pada berbagai tipe iklim, mulai dari
tipe curah hujan A, B, C, D sampai E menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson,
atau dari iklim basah sampai iklim kering. Makin basah tipe iklimnya, makin
banyak jumlah jenis bambunya. Kemungkinan hal ini berkaitan erat dengan
banyaknya curah hujan karena tanaman bambu tergolong jenis tumbuhan yang
banyak memerlukan air. Keadaan ini dapat dilihat dari banyaknya tanaman bambu
yang tumbuh di pinggir sungai (Sutiyono et al, 1996).
Menurut Sharma (1980) dalam Sutiyono et al. (1996), terdapat 75 genus
dan 1250 spesies bambu di dunia. Di Indonesia dikenal ada 9 genus bambu, antara
lain: Arundinaria, Bambusa, Dendrocalamus, Gigantochloa, Melocanna, Nastus,
Phyllostachys, Schizostachyum dan Thysostachys. Namun Berlian dan Estu (1995)
berpendapat bahwa di dunia terdapat 75 genus dan 1500 spesies bambu dan
menambahkan satu genus lagi yang terdapat di Indonesia, yaitu Dinochloa.
Adapun jenis-jenis bambu di Indonesia yang telah diketahui menurut
Sastrapradja et al. (1977), dapat dilihat pada Tabel 1.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Jenis-Jenis Bambu Yang Tumbuh di Indonesia
No. Nama Botani Nama Lokal Lokasi 1. Arundinaria japonica
Sieb. & Zucc. ex Steud. --- Jawa
2. Bambusa arundinacea (Retz.) Willd.
Pring ori Jawa, Sulawesi, Nusatenggara
3. B. atra Lindl. Loleba Maluku 4. B. balcooa Roxb. --- Jawa 5. B. blumeana Bl. ex Schult. f. Bambu duri Jawa, Sulawesi,
Nusatenggara 6. B. glaucescens (Wild.)
Sieb. ex Munro Bambu pagar, cendani, gandani Jawa
7. B. horsfieldii Munro Bambu embong Jawa 8. B. polymorpha Munro --- Jawa 9. B. tulda Munro --- Jawa
10. B. vulgaris Schard. Awi ampel, haur Jawa, Sumatera, Sulawesi, Maluku
11. Dendrocalamus giganteus Munro
Bambu sembilang Jawa
12. D. strictus (Roxb.) Ness. Bambu batu Jawa 13. D. asper Bambu petung Jawa, Bali, Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi 14. Dinochloa scandens O. K. Bambu cangkoreh, kadalan Jawa 15. Gigantochloa apus Kurz. Bambu apus, tali Jawa 16. G. atroviolacea Bambu hitam, wulung Jawa 17. G. atter Bambu ater, Jawa, benel, buluh Jawa 18. G. achmadii Widjaja Buluh apu Sumatera 19. G. hasskarliana Bambu lengka tali Jawa, Bali, Sumatera 20. G. levis (Blanco) Merr. Buluh suluk Kalimantan 21. G. manggong Widjaja Bambu manggong Jawa 22. G. nigrocillata Kurz. Bambu lengka, terung terasi Jawa 23. G. pruriens Buluh regen Sumatera 24. G. pseudoarundinacea Bambu andong, gombong surat Jawa 25. G. ridleyi Holtum Tiying kaas Bali 26. G. robusta Kurz. Bambu mayan, temen, serit Jawa, Bali, Sumatera 27. G. waryi Gamble Buluh dabo Sumatera 28. Melocanna baccifera (Roxb)
Kurz --- Jawa
29. Nastus elegantissimus Bambu eul-eul Jawa 30. Phyllostachys aurea A. & Ch.
Riviere Bambu unceu Jawa
31. Schizostachyum brachyeladum Kurz.
Buluh nehe, awi buluh, ute wanat, tomula
Jawa, Sumatera, Sulawesi, Maluku
32. S. blumei Ness. Bambu wuluh, tamiang Jawa, Nusatenggara, Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, Maluku 33. S. caudatum Backer ex Heyne Buluh bungkok Sumatera 34. S. lima (Blanco) Merr. Bambu toi Sulawesi, Maluku, Irian 35. S. longispiculatum Kurz. Bambu jalur Jawa, Sumatera,
Kalimantan 36. S. zollingeri Steud. Bambu jalar, lampar, cakeutruk Jawa, Sumatera 37. Thyrsostachys siamensis Gamble --- Jawa Sumber: LBN-LIPI, Beberapa Jenis Bambu (1977).
Universitas Sumatera Utara
Jenis-jenis bambu yang diketahui tersebut di atas, tidak seluruhnya merupakan
tumbuhan asli Indonesia. Bambu batu (D. strictus) berasal dari India, bambu ori
(B. arundinacea) berasal dari Burma dan Arundinaria japonica berasal dari
Jepang.
Beberapa jenis bambu diketahui menghasilkan bunga seperti bambu batu
(D. strictus) dan bambu andong (G. pseudoarundinacea), tetapi dalam
perkembangan selanjutnya tidak menghasilkan biji atau steril. Menurut Rao
(1987) dalam Sutiyono et al. (1996), pembungaan pada beberapa jenis bambu
terjadi setelah berumur 20 – 60 tahun tergantung jenis bambunya. Setelah
berbunga, masa hidup bambu tersebut berakhir yang ditandai dengan
mengeringnya seluruh batang dalam satu rumpun.
Tanaman bambu yang kita kenal umumnya berbentuk rumpun. Padahal
dapat pula bambu tumbuh sebagai batang soliter atau perdu. Arah pertumbuhan
biasanya tegak, kadang-kadang memanjat dan batangnya mengeras seperti kayu.
Jika sudah tinggi, ujung batang bambu agak menjuntai dan daunnya seakan
melambai. Tanaman ini dapat mencapai umur yang panjang dan biasanya mati
tanpa berbunga (Berlian dan Estu, 1995).
Rumpun bambu terdiri dari batang-batang (buluh) yang tiap batang beruas
(ber-internode) dan antara ruas yang satu dengan ruas yang lainnya dihubungkan
oleh buku (node). Pada salah satu sisi buku muncul cabang yang beruas-ruas dan
antara ruas cabang yang satu dengan yang lainnya dihubungkan oleh buku cabang.
Pada salah satu sisi buku cabang muncul ranting, demikian seterusnya sehingga
tanaman bambu merupakan tegakan rumpun dengan batang-batang tegak. Bagian
Universitas Sumatera Utara
ujung batang melengkung dan di kiri-kanan muncul cabang pada buku berselang-
seling yang dipenuhi oleh ranting dan daun (Sutiyono et al., 1996).
Pada buku-buku batang biasanya terdapat mata tunas, demikian juga pada
cabang-cabang dan rimpangnya. Pada bagian tanaman terdapat organ-organ daun
yang menyelimuti batang yang disebut pelepah batang. Biasanya pada batang
yang sudah tua, pelepah batangnya mudah gugur. Pada ujung pelepah batang
terdapat perpanjangan tambahan yang berbentuk segitiga dan disebut subang,
yang biasanya gugur lebih dahulu. Bentuk seperti pelepah ini terdapat juga pada
cabang-cabang tetapi ukurannya agak besar dan panjang serta selalu hijau dan
dikenal sebagai daun bambu, serta pelepahnya disebut pelepah daun. Daun bambu
berbentuk pita dengan tulang daun yang sejajar. Pelepah daun ditutupi oleh bulu-
bulu halus berwarna coklat atau hitam yang disebut miang. Bila bulu-bulu pada
pelepah daun ini tersentuh, maka akan mengakibatkan rasa gatal (Berlian dan
Estu, 1995).
Rebung merupakan bambu muda yang muncul dari permukaan dasar
rumpun dan rhizom. Pada awalnya berbentuk tunas mata tidur yang
pertumbuhannya lambat dan dengan perkembangannya membentuk kerucut yang
merupakan bentuk permulaan dari perkembangan batang. Rebung terdiri dari
batang-batang yang masif dan pendek sekali yang terbungkus berlapis-lapis bahan
makanan dan dilindungi oleh sejumlah pelepah rebung yang kaku (Sutiyono et
al., 1996).
Pertumbuhan rebung dapat mencapai panjang maksimal dan menjadi
tanaman yang lengkap setelah 2 – 4 bulan, atau dapat lebih panjang selama masih
ada hujan. Cabang-cabang mulai terbentuk setelah pertumbuhan memanjang
Universitas Sumatera Utara
berakhir. Tidak semua jenis bambu rebungnya enak dan dapat dijadikan bahan
makanan. Rebung bambu mengandung gula dan pati, selain itu juga mengandung
asam sianida (HCN) sehingga beberapa jenis rebung bambu pahit rasanya, seperti
rebung dari bambu apus. Jenis bambu yang rebungnya enak dimakan antara lain
bambu ater dan bambu betung. Namun rebung bambu betung yang paling sedap
rasanya (Sutiyono et al., 1996).
White (1948) dalam Sutiyono et al. (1996) berpendapat bahwa menurut
tipe tumbuh batang bambu maka dikenal tegakan rumpun bambu dengan tipe
tumbuh batang simpodial, tipe tumbuh batang monopodial dan tipe tumbuh
batang intermediet. Perbedaan tipe tumbuh batang bambu tersebut disebabkan
oleh sistem percabangan rhizom di dalam tanah. Bambu dengan tipe tumbuh
batang simpodial adalah jenis bambu yang batang-batangnya di dalam rumpun
mengumpul sehingga kadang-kadang bagian tengah rumpunnya sukar diterobos.
Hal ini disebabkan oleh sistem percabangan rhizomnya di dalam tanah yang
cenderung mengumpul. Jenis-jenis tersebut banyak dijumpai di daerah tropis
seperti yang terdapat di Indonesia dan Malaysia.
Bambu dengan tipe pertumbuhan monopodial adalah apabila batang-
batang bambu di dalam satu rumpun menyebar sehingga terlihat seperti tegakan-
tegakan pohon yang terpisah-pisah. Hal ini disebabkan oleh sistem percabangan
rhizomnya di dalam tanah menjalar kemudian pada beberapa buku rhizomnya
tumbuh batang muda ke permukaan tanah dan selanjutnya menjadi batang-batang
tua yang letaknya satu dengan yang lainnya berjauhan. Jenis bambu yang
demikian banyak dijumpai di daerah sub-tropis seperti di China, Jepang dan
Korea (Sutiyono et al., 1996).
Universitas Sumatera Utara
Bambu dengan tipe tumbuh batang intermediet merupakan gabungan
bentuk tipe simpodial dan monopodial. Dalam hal ini batang-batang bambu
tumbuh di dalam satu rumpun dan mengumpul di beberapa tempat. Pada tipe yang
demikian, sistem percabangan rhizomnya menyebar dan di beberapa buku rhizom
membentuk percabangan rhizom yang mengumpul. Bambu dengan tipe demikian
terlihat seolah-olah seperti simpodial, padahal antara rumpun yang satu dengan
yang lainnya masih satu perumpunan (Sutiyono et al., 1996).
Menurut Sistem Informasi Pola Pembiayaan/ Lending Model Usaha Kecil
(Sipuk) Bank Indonesia (2004), tidak banyak orang yang mengetahui bahwa
bambu mampu memberikan nilai tambah yang lebih besar apabila digarap secara
maksimal. Pemahaman ini dapat mengubah persepsi masyarakat dari pemanfaatan
bambu secara tradisional menjadi suatu komoditi yang lebih berdaya guna dengan
menerapkan teknologi dan sentuhan seni, sehingga bambu dapat menjadi komoditi
yang mampu mendatangkan keuntungan bagi pengrajin. Misalnya, bagi daerah
Kabupaten Purworejo, industri kerajinan bambu seakan-akan telah menjadi
kebanggaan dan menjadi salah satu produk unggulan dalam perdagangan bagi
wilayah kabupaten ini.
Manfaat Bambu
Bambu merupakan tanaman yang memiliki manfaat sangat penting bagi
kehidupan. Semua bagian tanaman mulai dari akar, batang, daun bahkan
rebungnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan. Berikut ini
merupakan uraian manfaat bambu ditinjau dari setiap bagian tanamannya (Berlian
dan Estu, 1995).
Universitas Sumatera Utara
1. Akar
Akar tanaman bambu dapat berfungsi sebagai penahan erosi guna
mencegah bahaya banjir. Beberapa jenis bambu banyak tumbuh/ ditanam
di pinggir sungai atau di tepi jurang, sehingga dinilai mempunyai arti yang
penting dalam pelestarian lingkungan hidup (Berlian dan Estu, 1995).
Selain itu, akar tanaman ini juga dapat berperan dalam menangani
limbah beracun akibat keracunan merkuri. Bagian tanaman ini menyaring
air yang terkena limbah tersebut melalui serabut-serabut akarnya. Akar
bambu juga mampu melakuan penampungan mata air sehingga bermanfaat
sebagai sumber penyediaan air sumur (Berlian dan Estu, 1995).
2. Batang
Menurut Berlian dan Estu (1995), batang bambu merupakan bagian
yang paling banyak digunakan untuk berbagai macam keperluan. Di
Indonesia, sekitar 80% batang bambu dimanfaatkan untuk bidang
konstruksi dan selebihnya dimanfaatkan dalam bentuk lainnya seperti
kerajinan, furniture, chopstick, industri pulp dan kertas serta keperluan
lainnya.
Batang bambu dapat dimanfaatkan untuk komponen bangunan
rumah, juga sebagai komponen konstruksi jembatan dan pipa saluran air.
Pada bangunan rumah sederhana, bambu dapat digunakan untuk lantai,
tiang, dinding, atap maupun langit-langit. Bambu sebagai bahan bangunan
dapat berbentuk bulat untuk bagian struktur seperti tiang maupun anyaman
untuk bahan dinding dan langit-langit (Idris et al., 1994).
Universitas Sumatera Utara
Batang bambu yang sudah dibelah banyak dimanfaatkan untuk
industri kerajinan dalam bentuk anyaman atau ukiran untuk keperluan
hiasan dan perabot rumah tangga. Bambu dalam bentuk serat dapat
dimanfaatkan untuk industri pulp dan kertas (Berlian dan Estu, 1995).
Pengolahan bambu tergantung pada penggunaan/pemanfaatannya.
Saat ini ada beberapa produk olahan bambu, seperti bambu lapis, bambu
lamina, papan semen dan arang bambu (Batubara, 2002).
Bambu lapis adalah suatu produk bambu yang menggunakan
sayatan bambu sebagai bahan baku. Kadang-kadang bambu lapis ini
dicampur dengan veneer kayu sebagai lapisan luarnya. Bambu lamina
adalah produk olahan bambu yang dibuat dengan cara merekatkan
potongan-potongan bambu dengan ukuran panjang tertentu menjadi
beberapa lapis yang selanjutnya dijadikan papan atau bentuk tiang (Berlian
dan Estu, 1995).
Papan semen adalah papan yang terbuat dari serutan bambu yang
telah direndam dalam air selama 2 hari dan kemudian dicampur dengan
semen dan air kapur, lalu dibentuk menjadi papan pada suhu 56 0C dengan
lama waktu selama 9 jam. Sedangkan arang bambu adalah arang dari
bambu yang dibuat dengan cara destilasi kering dan cara timbun skala
semi pilot. Selain yang telah disebutkan di atas, batang bambu dapat pula
dimanfaatkan untuk keperluan lain misalnya dibuat menjadi alat musik,
senjata, peralatan olahraga dan rekreasi, serta transportasi (Berlian dan
Estu, 1995).
Universitas Sumatera Utara
3. Daun
Daun bambu dapat digunakan sebagai alat pembungkus makanan
kecil seperti wajik. Dalam pengobatan tradisional, daun bambu dapat
dimanfaatkan sebagai ramuan untuk mengobati demam/ panas pada anak-
anak karena daun bambu mengandung zat yang bersifat mendinginkan.
Daun bambu muda yang tumbuh di ujung cabang dan berbentuk runcing
juga sering digunakan sebagai obat bagi orang yang tidak tenang pikiran
atau bagi orang yang susah tidur pada malam hari. Digunakan dengan cara
meminum air rebusan daun bambu (Berlian dan Estu, 1995).
Dalam perkembangan terakhir di luar negeri, cairan bambu
diketahui sangat bermanfaat untuk menyembuhkan lumpuh badan sebelah
yang diakibatkan tekanan darah tinggi. Hasil uji coba yang telah dilakukan
bertahun-tahun memperkuat hal ini (Berlian dan Estu, 1995).
4. Rebung
Rebung, tunas bambu atau disebut juga trubus bambu merupakan
kuncup bambu muda yang muncul dari dalam tanah yang berasal dari akar
rhizom maupun buku-bukunya. Rebung dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pangan yang tergolong ke dalam jenis sayur-sayuran. Namun tidak semua
jenis bambu dapat dimanfaatkan rebungnya untuk bahan pangan, karena
ada rasanya yang pahit yang disebabkan oleh kandungan HCN yang
tinggi. Rebung bambu temen (Gigantochloa robusta Kurz) adalah rebung
yang rasanya paling manis dan memiliki tekstur yang paling halus (Berlian
dan Estu, 1995).
Universitas Sumatera Utara
5. Tanaman Hias
Tanaman bambu banyak pula yang dimanfaatkan sebagai tanaman
hias, mulai dari jenis bambu kecil hingga jenis bambu besar yang banyak
ditanam sebagai tanaman pagar di pekarangan. Selain itu terdapat jenis-
jenis bambu hias lain yang dapat dimanfaatkan untuk halaman pekarangan
yang luas, halaman terbatas dan untuk pot. Saat ini bambu hias banyak
dicari konsumen, alasannya adalah penampilan tanaman bambu yang unik
dan menawan sehingga bambu banyak ditanam sebagai elemen taman
yang bergaya Jepang (Berlian dan Estu, 1995).
Teknologi Pengolahan Bambu
Seperti yang telah diungkapkan di atas, salah satu kelemahan bambu
adalah umur pakainya yang relatif singkat (kurang awet). Keawetan alami bambu
adalah daya tahan bambu secara alami untuk mencegah kerusakan dari faktor
biologis (Tim ELSPPAT, 1997).
Beberapa faktor yang mempengaruhi umur pakai ini antara lain: waktu
tebang, umur saat tebang, kandungan pati, pengeringan, cara penyimpanan, iklim
dan serangan organisme perusak. Serangan organisme perusak, misalnya bubuk
kayu kering, jamur dan rayap merupakan kendala yang sering dihadapi berkaitan
dengan penggunaan bambu. Akibat serangan itu, muncul cacat fisik berupa warna
yang tampak kotor dan lapuk. Organisme biologis yang biasa menyerang bambu
adalah jamur, bubuk kayu kering dan rayap (Duryatmo, 2000).
Penebangan bambu sebaiknya dilakukan pada saat umur tanaman sudah
cukup untuk ditebang/ dipanen, pada umumnya dilakukan setelah bambu berumur
Universitas Sumatera Utara
3 tahun. Bambu yang ditebang pada usia yang belum cukup tua dapat
mengakibatkan terjadinya penyusutan yang besar. Di samping itu, dalam
pemanenan bambu juga harus memperhatikan musim saat berkurangnya hama
bambu. Biasanya hama bambu berkurang pada awal hingga akhir musim kemarau,
yaitu pada bulan April sampai Juni. Pada musim kemarau, kandungan zat pati
yang juga disukai oleh kumbang bubuk akan menurun akibat transpirasi (Berlian
dan Estu, 1995).
Pengeringan merupakan salah satu cara memperpanjang masa pakai
bambu. Batang bambu yang sudah ditebang sebaiknya dikeringkan terlebih
dahulu. Pengeringan bambu yang baik adalah dengan cara diangin-anginkan di
udara terbuka atau di tempat yang teduh. Pengeringan langsung dengan
penjemuran di bawah sinar matahari sebaiknya dihindarkan karena bambu akan
retak sehingga mengurangi mutu (Berlian dan Estu, 1995).
Bambu yang telah ditebang adakalanya tidak langsung digunakan sehingga
perlu disimpan terlebih dahulu. Cara penyimpanan bambu perlu diperhatikan agar
bambu tidak cepat rusak karena hama atau jamur. Bambu sebaiknya disimpan di
tempat tempat yang mempunyai pertukaran udara yang baik, kering dan tidak
terpengaruh oleh angin atau hujan. Cara penyimpanan bambu yang baik adalah
disandarkan pada dinding. Selain itu, di sekitar tempat penyimpanan bambu
sebaiknya diletakkan gumpalan kapur yang berfungsi sebagai bahan penyerap air
dan untuk mencegah pertumbuhan jamur. Jamur berkembang biak pada suhu
sekitar 28 0C – 30 0C dan pada kelembaban 80%. Tempat penyimpanan yang
terlalu lembab atau tempat terbuka dapat menurunkan kualitas bambu (Duryatmo,
2000).
Universitas Sumatera Utara
Dalam rangka meningkatkan nilai ekonomis bambu dan meningkatkan
masa pakainya, maka perlu dilakukan pengawetan. Dalam pengawetan bambu
dikenal dua metode pengawetan yaitu pengawetan bambu tanpa bahan kimia
(metode tradisional) dan pengawetan bambu dengan bahan kimia. Metode
pengawetan bambu tanpa bahan kimia dipandang cocok digunakan dalam
pengawetan bambu. Metode ini paling sering digunakan, mudah pelaksanaannya,
ekonomis serta bersahabat dengan lingkungan meskipun beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa metode tersebut hanya efektif terhadap serangan bubuk kayu
kering (Nandika et al., 1994).
Menurut Krisdianto et al. (2000), beberapa teknologi pengawetan alami
yang sering digunakan adalah pengasapan, pelaburan dan perendaman (termasuk
metode perebusan).
1. Pengasapan
Teknologi pengawetan ini meskipun sederhana tetapi sudah
terbukti keunggulannya. Bambu yang digunakan sebagai rangka atap
dapur yang senantiasa terkena asap terbukti lebih tahan lama dan mampu
bertahan hingga 15 tahun.
2. Pelaburan
Bahan yang dimanfaatkan untuk melabur bambu antara lain aspal,
kapur dan minyak tanah. Caranya: bahan-bahan tersebut dilaburkan pada
potongan melintang pada bagian pangkal dan ujung batang bambu.
3. Perebusan
Metode ini akan membuat bambu resisten terhadap serangan
organisme perusak. Pengawetan dengan perebusan dikaitkan dengan sifat
Universitas Sumatera Utara
zat pati. Menurut Matangaran (1987) dalam Nandika et al. (1994), zat pati
pada bambu tidak hanya dapat terurai oleh enzim yang dihasilkan oleh
bakteri tetapi juga oleh suhu dan air. Dengan merebus bambu pada
temperatur 55 0C – 60 0C selama 10 menit atau lebih akan dapat mengurai
pati menjadi gelatin sempurna, yang selanjutnya terurai menjadi amilosa
dan larut dalam air. Duryatmo (2000) menyatakan bahwa bahan yang
digunakan untuk perebusan adalah belerang, kamper dan boraks dengan
perbandingan masing-masing 2 : 1 : 1.
4. Perendaman
Pengawetan bambu dengan cara merendam dibedakan menjadi
tiga, yaitu dalam air tergenang, air mengalir dan lumpur. Perendaman
dalam air mengalir lebih banyak dilakukan dibanding dalam air
menggenang sebab dapat mencegah bau busuk. Jenis bambu yang cocok
diawetkan dengan perendaman umumnya adalah yang kadar patinya
rendah.
Selain metode pengawetan alami, metode pengawetan dengan bahan kimia
juga dapat dilakukan untuk memperpanjang umur pakai bambu. Metode
pengawetan dengan bahan kimia yang umum dilakukan adalah metode rendaman.
Bahan pengawet yang digunakan biasanya Wolmanit CB, TCB, ACC, boraks atau
asam borat. Pemakaian bahan kimia ini akan menurunkan serangan faktor
perusak. Bahan pengawet tidak mempengaruhi kekuatan bambu. Penetrasi dan
absorpsi bahan pengawet pada bambu berkaitan erat dengan struktur anatomi
bambu (Nandika et al., 1994).
Universitas Sumatera Utara
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan yang berkaitan dengan upaya
memaksimalkan hasil pengawetan, yaitu kadar air bambu, permukaan bambu dan
kondisi siap pakai. Bambu dengan kadar air tinggi lebih cocok menggunakan
pengawetan dengan cara difusi dan pencelupan, sedangkan bambu yang kering
(kadar air rendah) dapat menggunakan rendaman dingin, rendaman panas dingin
maupun vakum-tekan. Sebelum diawetkan, permukaan bambu diupayakan dalam
keadaan bersih dan sebaiknya kondisi bambu harus siap pakai. Adanya
pemotongan setelah bambu diawetkan akan memunculkan bagian yang terbuka,
sehingga harus melakukan pengawetan ulang (Duryatmo, 2000).
Adapun metode-metode pengawetan bambu dengan bahan kimia, antara
lain yaitu perendaman, metode Boucherie, proses vakum-tekan, difusi, pelaburan
dan penyemprotan (Butt treatment). Pengawetan dengan metode Boucherie cocok
digunakan pada batang bambu yang baru ditebang (berkadar air tinggi).
Sedangkan metode vakum-tekan lebih cocok untuk bambu yang mempunyai
buluh tebal karena metode ini dapat menyebabkan bambu pecah dan melengkung
sehingga mengurangi kekuatan bambu (Nandika et al., 1994).
Universitas Sumatera Utara