15
TINJAUAN PUSTAKA Pengenalan Bambu Bambu merupakan tanaman tahunan yang sering diberi julukan rumput raksasa. Tanaman penghasil rebung ini memang termasuk dalam famili rumput- rumputan (gramineae) dan masih berkerabat dekat dengan padi dan tebu. Tanaman bambu dimasukkan ke dalam subfamili bambusoideae. Dalam klasifikasi selanjutnya, bambu terdiri dari beberapa marga atau genus dan setiap marga mempunyai beberapa jenis atau spesies (Berlian dan Estu, 1995). Tanaman bambu tersebar di seluruh kawasan nusantara. Bambu dapat tumbuh di daerah iklim basah sampai kering, dari dataran rendah hingga ke daerah pegunungan dan biasanya di tempat-tempat terbuka yang daerahnya bebas dari genangan air. Tanaman ini hidup merumpun, mempunyai ruas dan buku, pada setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran jauh lebih kecil dibandingkan dengan buluhnya sendiri. Pada ruas-ruas ini tumbuh akar-akar sehingga memungkinkan untuk memperbanyak tanaman dari potongan-potongan ruasnya, selain tunas-tunas rumpunnya (Batubara, 2002). Menurut Barli (1999) dalam Pasaribu (2007), bambu memiliki keunikan dan keindahan tersendiri sebagai pengganti kayu. Secara anatomis, bambu berbeda dengan kayu. Profil bambu antara lain sebagai berikut: 1. Bentuk batang bulat, lancip dan tidak ada pertumbuhan ke samping (radial growth) seperti pada kayu. 2. Batangnya melengkung di bagian ujung sebagai akibat beban daun. Bagian batang yang lurus kurang lebih 2/3 dari keseluruhan panjang batang. Universitas Sumatera Utara

bambu

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pkm gt

Citation preview

Page 1: bambu

TINJAUAN PUSTAKA

Pengenalan Bambu

Bambu merupakan tanaman tahunan yang sering diberi julukan rumput

raksasa. Tanaman penghasil rebung ini memang termasuk dalam famili rumput-

rumputan (gramineae) dan masih berkerabat dekat dengan padi dan tebu.

Tanaman bambu dimasukkan ke dalam subfamili bambusoideae. Dalam

klasifikasi selanjutnya, bambu terdiri dari beberapa marga atau genus dan setiap

marga mempunyai beberapa jenis atau spesies (Berlian dan Estu, 1995).

Tanaman bambu tersebar di seluruh kawasan nusantara. Bambu dapat

tumbuh di daerah iklim basah sampai kering, dari dataran rendah hingga ke daerah

pegunungan dan biasanya di tempat-tempat terbuka yang daerahnya bebas dari

genangan air. Tanaman ini hidup merumpun, mempunyai ruas dan buku, pada

setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran jauh lebih kecil dibandingkan

dengan buluhnya sendiri. Pada ruas-ruas ini tumbuh akar-akar sehingga

memungkinkan untuk memperbanyak tanaman dari potongan-potongan ruasnya,

selain tunas-tunas rumpunnya (Batubara, 2002).

Menurut Barli (1999) dalam Pasaribu (2007), bambu memiliki keunikan

dan keindahan tersendiri sebagai pengganti kayu. Secara anatomis, bambu

berbeda dengan kayu. Profil bambu antara lain sebagai berikut:

1. Bentuk batang bulat, lancip dan tidak ada pertumbuhan ke samping (radial

growth) seperti pada kayu.

2. Batangnya melengkung di bagian ujung sebagai akibat beban daun. Bagian

batang yang lurus kurang lebih 2/3 dari keseluruhan panjang batang.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: bambu

3. Batangnya berlubang, berbuku, beruas, kuat, ulet dan mudah dibelah atau

disayat.

4. Kulit batang tidak mengelupas, melekat kuat dan sukar ditembus oleh

cairan. Pengulitan relatif sukar dan sampai saat ini belum ada alat mekanis

yang dapat dipakai.

5. Dalam keadaan utuh, relatif sukar atau lambat kering. Apabila pengeringan

terlalu cepat akan mengalami pecah atau retak.

Di Indonesia tanaman bambu tumbuh pada berbagai tipe iklim, mulai dari

tipe curah hujan A, B, C, D sampai E menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson,

atau dari iklim basah sampai iklim kering. Makin basah tipe iklimnya, makin

banyak jumlah jenis bambunya. Kemungkinan hal ini berkaitan erat dengan

banyaknya curah hujan karena tanaman bambu tergolong jenis tumbuhan yang

banyak memerlukan air. Keadaan ini dapat dilihat dari banyaknya tanaman bambu

yang tumbuh di pinggir sungai (Sutiyono et al, 1996).

Menurut Sharma (1980) dalam Sutiyono et al. (1996), terdapat 75 genus

dan 1250 spesies bambu di dunia. Di Indonesia dikenal ada 9 genus bambu, antara

lain: Arundinaria, Bambusa, Dendrocalamus, Gigantochloa, Melocanna, Nastus,

Phyllostachys, Schizostachyum dan Thysostachys. Namun Berlian dan Estu (1995)

berpendapat bahwa di dunia terdapat 75 genus dan 1500 spesies bambu dan

menambahkan satu genus lagi yang terdapat di Indonesia, yaitu Dinochloa.

Adapun jenis-jenis bambu di Indonesia yang telah diketahui menurut

Sastrapradja et al. (1977), dapat dilihat pada Tabel 1.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: bambu

Tabel 1. Jenis-Jenis Bambu Yang Tumbuh di Indonesia

No. Nama Botani Nama Lokal Lokasi 1. Arundinaria japonica

Sieb. & Zucc. ex Steud. --- Jawa

2. Bambusa arundinacea (Retz.) Willd.

Pring ori Jawa, Sulawesi, Nusatenggara

3. B. atra Lindl. Loleba Maluku 4. B. balcooa Roxb. --- Jawa 5. B. blumeana Bl. ex Schult. f. Bambu duri Jawa, Sulawesi,

Nusatenggara 6. B. glaucescens (Wild.)

Sieb. ex Munro Bambu pagar, cendani, gandani Jawa

7. B. horsfieldii Munro Bambu embong Jawa 8. B. polymorpha Munro --- Jawa 9. B. tulda Munro --- Jawa

10. B. vulgaris Schard. Awi ampel, haur Jawa, Sumatera, Sulawesi, Maluku

11. Dendrocalamus giganteus Munro

Bambu sembilang Jawa

12. D. strictus (Roxb.) Ness. Bambu batu Jawa 13. D. asper Bambu petung Jawa, Bali, Sumatera,

Kalimantan, Sulawesi 14. Dinochloa scandens O. K. Bambu cangkoreh, kadalan Jawa 15. Gigantochloa apus Kurz. Bambu apus, tali Jawa 16. G. atroviolacea Bambu hitam, wulung Jawa 17. G. atter Bambu ater, Jawa, benel, buluh Jawa 18. G. achmadii Widjaja Buluh apu Sumatera 19. G. hasskarliana Bambu lengka tali Jawa, Bali, Sumatera 20. G. levis (Blanco) Merr. Buluh suluk Kalimantan 21. G. manggong Widjaja Bambu manggong Jawa 22. G. nigrocillata Kurz. Bambu lengka, terung terasi Jawa 23. G. pruriens Buluh regen Sumatera 24. G. pseudoarundinacea Bambu andong, gombong surat Jawa 25. G. ridleyi Holtum Tiying kaas Bali 26. G. robusta Kurz. Bambu mayan, temen, serit Jawa, Bali, Sumatera 27. G. waryi Gamble Buluh dabo Sumatera 28. Melocanna baccifera (Roxb)

Kurz --- Jawa

29. Nastus elegantissimus Bambu eul-eul Jawa 30. Phyllostachys aurea A. & Ch.

Riviere Bambu unceu Jawa

31. Schizostachyum brachyeladum Kurz.

Buluh nehe, awi buluh, ute wanat, tomula

Jawa, Sumatera, Sulawesi, Maluku

32. S. blumei Ness. Bambu wuluh, tamiang Jawa, Nusatenggara, Sumatera, Kalimantan,

Sulawesi, Maluku 33. S. caudatum Backer ex Heyne Buluh bungkok Sumatera 34. S. lima (Blanco) Merr. Bambu toi Sulawesi, Maluku, Irian 35. S. longispiculatum Kurz. Bambu jalur Jawa, Sumatera,

Kalimantan 36. S. zollingeri Steud. Bambu jalar, lampar, cakeutruk Jawa, Sumatera 37. Thyrsostachys siamensis Gamble --- Jawa Sumber: LBN-LIPI, Beberapa Jenis Bambu (1977).

Universitas Sumatera Utara

Page 4: bambu

Jenis-jenis bambu yang diketahui tersebut di atas, tidak seluruhnya merupakan

tumbuhan asli Indonesia. Bambu batu (D. strictus) berasal dari India, bambu ori

(B. arundinacea) berasal dari Burma dan Arundinaria japonica berasal dari

Jepang.

Beberapa jenis bambu diketahui menghasilkan bunga seperti bambu batu

(D. strictus) dan bambu andong (G. pseudoarundinacea), tetapi dalam

perkembangan selanjutnya tidak menghasilkan biji atau steril. Menurut Rao

(1987) dalam Sutiyono et al. (1996), pembungaan pada beberapa jenis bambu

terjadi setelah berumur 20 – 60 tahun tergantung jenis bambunya. Setelah

berbunga, masa hidup bambu tersebut berakhir yang ditandai dengan

mengeringnya seluruh batang dalam satu rumpun.

Tanaman bambu yang kita kenal umumnya berbentuk rumpun. Padahal

dapat pula bambu tumbuh sebagai batang soliter atau perdu. Arah pertumbuhan

biasanya tegak, kadang-kadang memanjat dan batangnya mengeras seperti kayu.

Jika sudah tinggi, ujung batang bambu agak menjuntai dan daunnya seakan

melambai. Tanaman ini dapat mencapai umur yang panjang dan biasanya mati

tanpa berbunga (Berlian dan Estu, 1995).

Rumpun bambu terdiri dari batang-batang (buluh) yang tiap batang beruas

(ber-internode) dan antara ruas yang satu dengan ruas yang lainnya dihubungkan

oleh buku (node). Pada salah satu sisi buku muncul cabang yang beruas-ruas dan

antara ruas cabang yang satu dengan yang lainnya dihubungkan oleh buku cabang.

Pada salah satu sisi buku cabang muncul ranting, demikian seterusnya sehingga

tanaman bambu merupakan tegakan rumpun dengan batang-batang tegak. Bagian

Universitas Sumatera Utara

Page 5: bambu

ujung batang melengkung dan di kiri-kanan muncul cabang pada buku berselang-

seling yang dipenuhi oleh ranting dan daun (Sutiyono et al., 1996).

Pada buku-buku batang biasanya terdapat mata tunas, demikian juga pada

cabang-cabang dan rimpangnya. Pada bagian tanaman terdapat organ-organ daun

yang menyelimuti batang yang disebut pelepah batang. Biasanya pada batang

yang sudah tua, pelepah batangnya mudah gugur. Pada ujung pelepah batang

terdapat perpanjangan tambahan yang berbentuk segitiga dan disebut subang,

yang biasanya gugur lebih dahulu. Bentuk seperti pelepah ini terdapat juga pada

cabang-cabang tetapi ukurannya agak besar dan panjang serta selalu hijau dan

dikenal sebagai daun bambu, serta pelepahnya disebut pelepah daun. Daun bambu

berbentuk pita dengan tulang daun yang sejajar. Pelepah daun ditutupi oleh bulu-

bulu halus berwarna coklat atau hitam yang disebut miang. Bila bulu-bulu pada

pelepah daun ini tersentuh, maka akan mengakibatkan rasa gatal (Berlian dan

Estu, 1995).

Rebung merupakan bambu muda yang muncul dari permukaan dasar

rumpun dan rhizom. Pada awalnya berbentuk tunas mata tidur yang

pertumbuhannya lambat dan dengan perkembangannya membentuk kerucut yang

merupakan bentuk permulaan dari perkembangan batang. Rebung terdiri dari

batang-batang yang masif dan pendek sekali yang terbungkus berlapis-lapis bahan

makanan dan dilindungi oleh sejumlah pelepah rebung yang kaku (Sutiyono et

al., 1996).

Pertumbuhan rebung dapat mencapai panjang maksimal dan menjadi

tanaman yang lengkap setelah 2 – 4 bulan, atau dapat lebih panjang selama masih

ada hujan. Cabang-cabang mulai terbentuk setelah pertumbuhan memanjang

Universitas Sumatera Utara

Page 6: bambu

berakhir. Tidak semua jenis bambu rebungnya enak dan dapat dijadikan bahan

makanan. Rebung bambu mengandung gula dan pati, selain itu juga mengandung

asam sianida (HCN) sehingga beberapa jenis rebung bambu pahit rasanya, seperti

rebung dari bambu apus. Jenis bambu yang rebungnya enak dimakan antara lain

bambu ater dan bambu betung. Namun rebung bambu betung yang paling sedap

rasanya (Sutiyono et al., 1996).

White (1948) dalam Sutiyono et al. (1996) berpendapat bahwa menurut

tipe tumbuh batang bambu maka dikenal tegakan rumpun bambu dengan tipe

tumbuh batang simpodial, tipe tumbuh batang monopodial dan tipe tumbuh

batang intermediet. Perbedaan tipe tumbuh batang bambu tersebut disebabkan

oleh sistem percabangan rhizom di dalam tanah. Bambu dengan tipe tumbuh

batang simpodial adalah jenis bambu yang batang-batangnya di dalam rumpun

mengumpul sehingga kadang-kadang bagian tengah rumpunnya sukar diterobos.

Hal ini disebabkan oleh sistem percabangan rhizomnya di dalam tanah yang

cenderung mengumpul. Jenis-jenis tersebut banyak dijumpai di daerah tropis

seperti yang terdapat di Indonesia dan Malaysia.

Bambu dengan tipe pertumbuhan monopodial adalah apabila batang-

batang bambu di dalam satu rumpun menyebar sehingga terlihat seperti tegakan-

tegakan pohon yang terpisah-pisah. Hal ini disebabkan oleh sistem percabangan

rhizomnya di dalam tanah menjalar kemudian pada beberapa buku rhizomnya

tumbuh batang muda ke permukaan tanah dan selanjutnya menjadi batang-batang

tua yang letaknya satu dengan yang lainnya berjauhan. Jenis bambu yang

demikian banyak dijumpai di daerah sub-tropis seperti di China, Jepang dan

Korea (Sutiyono et al., 1996).

Universitas Sumatera Utara

Page 7: bambu

Bambu dengan tipe tumbuh batang intermediet merupakan gabungan

bentuk tipe simpodial dan monopodial. Dalam hal ini batang-batang bambu

tumbuh di dalam satu rumpun dan mengumpul di beberapa tempat. Pada tipe yang

demikian, sistem percabangan rhizomnya menyebar dan di beberapa buku rhizom

membentuk percabangan rhizom yang mengumpul. Bambu dengan tipe demikian

terlihat seolah-olah seperti simpodial, padahal antara rumpun yang satu dengan

yang lainnya masih satu perumpunan (Sutiyono et al., 1996).

Menurut Sistem Informasi Pola Pembiayaan/ Lending Model Usaha Kecil

(Sipuk) Bank Indonesia (2004), tidak banyak orang yang mengetahui bahwa

bambu mampu memberikan nilai tambah yang lebih besar apabila digarap secara

maksimal. Pemahaman ini dapat mengubah persepsi masyarakat dari pemanfaatan

bambu secara tradisional menjadi suatu komoditi yang lebih berdaya guna dengan

menerapkan teknologi dan sentuhan seni, sehingga bambu dapat menjadi komoditi

yang mampu mendatangkan keuntungan bagi pengrajin. Misalnya, bagi daerah

Kabupaten Purworejo, industri kerajinan bambu seakan-akan telah menjadi

kebanggaan dan menjadi salah satu produk unggulan dalam perdagangan bagi

wilayah kabupaten ini.

Manfaat Bambu

Bambu merupakan tanaman yang memiliki manfaat sangat penting bagi

kehidupan. Semua bagian tanaman mulai dari akar, batang, daun bahkan

rebungnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan. Berikut ini

merupakan uraian manfaat bambu ditinjau dari setiap bagian tanamannya (Berlian

dan Estu, 1995).

Universitas Sumatera Utara

Page 8: bambu

1. Akar

Akar tanaman bambu dapat berfungsi sebagai penahan erosi guna

mencegah bahaya banjir. Beberapa jenis bambu banyak tumbuh/ ditanam

di pinggir sungai atau di tepi jurang, sehingga dinilai mempunyai arti yang

penting dalam pelestarian lingkungan hidup (Berlian dan Estu, 1995).

Selain itu, akar tanaman ini juga dapat berperan dalam menangani

limbah beracun akibat keracunan merkuri. Bagian tanaman ini menyaring

air yang terkena limbah tersebut melalui serabut-serabut akarnya. Akar

bambu juga mampu melakuan penampungan mata air sehingga bermanfaat

sebagai sumber penyediaan air sumur (Berlian dan Estu, 1995).

2. Batang

Menurut Berlian dan Estu (1995), batang bambu merupakan bagian

yang paling banyak digunakan untuk berbagai macam keperluan. Di

Indonesia, sekitar 80% batang bambu dimanfaatkan untuk bidang

konstruksi dan selebihnya dimanfaatkan dalam bentuk lainnya seperti

kerajinan, furniture, chopstick, industri pulp dan kertas serta keperluan

lainnya.

Batang bambu dapat dimanfaatkan untuk komponen bangunan

rumah, juga sebagai komponen konstruksi jembatan dan pipa saluran air.

Pada bangunan rumah sederhana, bambu dapat digunakan untuk lantai,

tiang, dinding, atap maupun langit-langit. Bambu sebagai bahan bangunan

dapat berbentuk bulat untuk bagian struktur seperti tiang maupun anyaman

untuk bahan dinding dan langit-langit (Idris et al., 1994).

Universitas Sumatera Utara

Page 9: bambu

Batang bambu yang sudah dibelah banyak dimanfaatkan untuk

industri kerajinan dalam bentuk anyaman atau ukiran untuk keperluan

hiasan dan perabot rumah tangga. Bambu dalam bentuk serat dapat

dimanfaatkan untuk industri pulp dan kertas (Berlian dan Estu, 1995).

Pengolahan bambu tergantung pada penggunaan/pemanfaatannya.

Saat ini ada beberapa produk olahan bambu, seperti bambu lapis, bambu

lamina, papan semen dan arang bambu (Batubara, 2002).

Bambu lapis adalah suatu produk bambu yang menggunakan

sayatan bambu sebagai bahan baku. Kadang-kadang bambu lapis ini

dicampur dengan veneer kayu sebagai lapisan luarnya. Bambu lamina

adalah produk olahan bambu yang dibuat dengan cara merekatkan

potongan-potongan bambu dengan ukuran panjang tertentu menjadi

beberapa lapis yang selanjutnya dijadikan papan atau bentuk tiang (Berlian

dan Estu, 1995).

Papan semen adalah papan yang terbuat dari serutan bambu yang

telah direndam dalam air selama 2 hari dan kemudian dicampur dengan

semen dan air kapur, lalu dibentuk menjadi papan pada suhu 56 0C dengan

lama waktu selama 9 jam. Sedangkan arang bambu adalah arang dari

bambu yang dibuat dengan cara destilasi kering dan cara timbun skala

semi pilot. Selain yang telah disebutkan di atas, batang bambu dapat pula

dimanfaatkan untuk keperluan lain misalnya dibuat menjadi alat musik,

senjata, peralatan olahraga dan rekreasi, serta transportasi (Berlian dan

Estu, 1995).

Universitas Sumatera Utara

Page 10: bambu

3. Daun

Daun bambu dapat digunakan sebagai alat pembungkus makanan

kecil seperti wajik. Dalam pengobatan tradisional, daun bambu dapat

dimanfaatkan sebagai ramuan untuk mengobati demam/ panas pada anak-

anak karena daun bambu mengandung zat yang bersifat mendinginkan.

Daun bambu muda yang tumbuh di ujung cabang dan berbentuk runcing

juga sering digunakan sebagai obat bagi orang yang tidak tenang pikiran

atau bagi orang yang susah tidur pada malam hari. Digunakan dengan cara

meminum air rebusan daun bambu (Berlian dan Estu, 1995).

Dalam perkembangan terakhir di luar negeri, cairan bambu

diketahui sangat bermanfaat untuk menyembuhkan lumpuh badan sebelah

yang diakibatkan tekanan darah tinggi. Hasil uji coba yang telah dilakukan

bertahun-tahun memperkuat hal ini (Berlian dan Estu, 1995).

4. Rebung

Rebung, tunas bambu atau disebut juga trubus bambu merupakan

kuncup bambu muda yang muncul dari dalam tanah yang berasal dari akar

rhizom maupun buku-bukunya. Rebung dapat dimanfaatkan sebagai bahan

pangan yang tergolong ke dalam jenis sayur-sayuran. Namun tidak semua

jenis bambu dapat dimanfaatkan rebungnya untuk bahan pangan, karena

ada rasanya yang pahit yang disebabkan oleh kandungan HCN yang

tinggi. Rebung bambu temen (Gigantochloa robusta Kurz) adalah rebung

yang rasanya paling manis dan memiliki tekstur yang paling halus (Berlian

dan Estu, 1995).

Universitas Sumatera Utara

Page 11: bambu

5. Tanaman Hias

Tanaman bambu banyak pula yang dimanfaatkan sebagai tanaman

hias, mulai dari jenis bambu kecil hingga jenis bambu besar yang banyak

ditanam sebagai tanaman pagar di pekarangan. Selain itu terdapat jenis-

jenis bambu hias lain yang dapat dimanfaatkan untuk halaman pekarangan

yang luas, halaman terbatas dan untuk pot. Saat ini bambu hias banyak

dicari konsumen, alasannya adalah penampilan tanaman bambu yang unik

dan menawan sehingga bambu banyak ditanam sebagai elemen taman

yang bergaya Jepang (Berlian dan Estu, 1995).

Teknologi Pengolahan Bambu

Seperti yang telah diungkapkan di atas, salah satu kelemahan bambu

adalah umur pakainya yang relatif singkat (kurang awet). Keawetan alami bambu

adalah daya tahan bambu secara alami untuk mencegah kerusakan dari faktor

biologis (Tim ELSPPAT, 1997).

Beberapa faktor yang mempengaruhi umur pakai ini antara lain: waktu

tebang, umur saat tebang, kandungan pati, pengeringan, cara penyimpanan, iklim

dan serangan organisme perusak. Serangan organisme perusak, misalnya bubuk

kayu kering, jamur dan rayap merupakan kendala yang sering dihadapi berkaitan

dengan penggunaan bambu. Akibat serangan itu, muncul cacat fisik berupa warna

yang tampak kotor dan lapuk. Organisme biologis yang biasa menyerang bambu

adalah jamur, bubuk kayu kering dan rayap (Duryatmo, 2000).

Penebangan bambu sebaiknya dilakukan pada saat umur tanaman sudah

cukup untuk ditebang/ dipanen, pada umumnya dilakukan setelah bambu berumur

Universitas Sumatera Utara

Page 12: bambu

3 tahun. Bambu yang ditebang pada usia yang belum cukup tua dapat

mengakibatkan terjadinya penyusutan yang besar. Di samping itu, dalam

pemanenan bambu juga harus memperhatikan musim saat berkurangnya hama

bambu. Biasanya hama bambu berkurang pada awal hingga akhir musim kemarau,

yaitu pada bulan April sampai Juni. Pada musim kemarau, kandungan zat pati

yang juga disukai oleh kumbang bubuk akan menurun akibat transpirasi (Berlian

dan Estu, 1995).

Pengeringan merupakan salah satu cara memperpanjang masa pakai

bambu. Batang bambu yang sudah ditebang sebaiknya dikeringkan terlebih

dahulu. Pengeringan bambu yang baik adalah dengan cara diangin-anginkan di

udara terbuka atau di tempat yang teduh. Pengeringan langsung dengan

penjemuran di bawah sinar matahari sebaiknya dihindarkan karena bambu akan

retak sehingga mengurangi mutu (Berlian dan Estu, 1995).

Bambu yang telah ditebang adakalanya tidak langsung digunakan sehingga

perlu disimpan terlebih dahulu. Cara penyimpanan bambu perlu diperhatikan agar

bambu tidak cepat rusak karena hama atau jamur. Bambu sebaiknya disimpan di

tempat tempat yang mempunyai pertukaran udara yang baik, kering dan tidak

terpengaruh oleh angin atau hujan. Cara penyimpanan bambu yang baik adalah

disandarkan pada dinding. Selain itu, di sekitar tempat penyimpanan bambu

sebaiknya diletakkan gumpalan kapur yang berfungsi sebagai bahan penyerap air

dan untuk mencegah pertumbuhan jamur. Jamur berkembang biak pada suhu

sekitar 28 0C – 30 0C dan pada kelembaban 80%. Tempat penyimpanan yang

terlalu lembab atau tempat terbuka dapat menurunkan kualitas bambu (Duryatmo,

2000).

Universitas Sumatera Utara

Page 13: bambu

Dalam rangka meningkatkan nilai ekonomis bambu dan meningkatkan

masa pakainya, maka perlu dilakukan pengawetan. Dalam pengawetan bambu

dikenal dua metode pengawetan yaitu pengawetan bambu tanpa bahan kimia

(metode tradisional) dan pengawetan bambu dengan bahan kimia. Metode

pengawetan bambu tanpa bahan kimia dipandang cocok digunakan dalam

pengawetan bambu. Metode ini paling sering digunakan, mudah pelaksanaannya,

ekonomis serta bersahabat dengan lingkungan meskipun beberapa hasil penelitian

menunjukkan bahwa metode tersebut hanya efektif terhadap serangan bubuk kayu

kering (Nandika et al., 1994).

Menurut Krisdianto et al. (2000), beberapa teknologi pengawetan alami

yang sering digunakan adalah pengasapan, pelaburan dan perendaman (termasuk

metode perebusan).

1. Pengasapan

Teknologi pengawetan ini meskipun sederhana tetapi sudah

terbukti keunggulannya. Bambu yang digunakan sebagai rangka atap

dapur yang senantiasa terkena asap terbukti lebih tahan lama dan mampu

bertahan hingga 15 tahun.

2. Pelaburan

Bahan yang dimanfaatkan untuk melabur bambu antara lain aspal,

kapur dan minyak tanah. Caranya: bahan-bahan tersebut dilaburkan pada

potongan melintang pada bagian pangkal dan ujung batang bambu.

3. Perebusan

Metode ini akan membuat bambu resisten terhadap serangan

organisme perusak. Pengawetan dengan perebusan dikaitkan dengan sifat

Universitas Sumatera Utara

Page 14: bambu

zat pati. Menurut Matangaran (1987) dalam Nandika et al. (1994), zat pati

pada bambu tidak hanya dapat terurai oleh enzim yang dihasilkan oleh

bakteri tetapi juga oleh suhu dan air. Dengan merebus bambu pada

temperatur 55 0C – 60 0C selama 10 menit atau lebih akan dapat mengurai

pati menjadi gelatin sempurna, yang selanjutnya terurai menjadi amilosa

dan larut dalam air. Duryatmo (2000) menyatakan bahwa bahan yang

digunakan untuk perebusan adalah belerang, kamper dan boraks dengan

perbandingan masing-masing 2 : 1 : 1.

4. Perendaman

Pengawetan bambu dengan cara merendam dibedakan menjadi

tiga, yaitu dalam air tergenang, air mengalir dan lumpur. Perendaman

dalam air mengalir lebih banyak dilakukan dibanding dalam air

menggenang sebab dapat mencegah bau busuk. Jenis bambu yang cocok

diawetkan dengan perendaman umumnya adalah yang kadar patinya

rendah.

Selain metode pengawetan alami, metode pengawetan dengan bahan kimia

juga dapat dilakukan untuk memperpanjang umur pakai bambu. Metode

pengawetan dengan bahan kimia yang umum dilakukan adalah metode rendaman.

Bahan pengawet yang digunakan biasanya Wolmanit CB, TCB, ACC, boraks atau

asam borat. Pemakaian bahan kimia ini akan menurunkan serangan faktor

perusak. Bahan pengawet tidak mempengaruhi kekuatan bambu. Penetrasi dan

absorpsi bahan pengawet pada bambu berkaitan erat dengan struktur anatomi

bambu (Nandika et al., 1994).

Universitas Sumatera Utara

Page 15: bambu

Ada tiga hal yang perlu diperhatikan yang berkaitan dengan upaya

memaksimalkan hasil pengawetan, yaitu kadar air bambu, permukaan bambu dan

kondisi siap pakai. Bambu dengan kadar air tinggi lebih cocok menggunakan

pengawetan dengan cara difusi dan pencelupan, sedangkan bambu yang kering

(kadar air rendah) dapat menggunakan rendaman dingin, rendaman panas dingin

maupun vakum-tekan. Sebelum diawetkan, permukaan bambu diupayakan dalam

keadaan bersih dan sebaiknya kondisi bambu harus siap pakai. Adanya

pemotongan setelah bambu diawetkan akan memunculkan bagian yang terbuka,

sehingga harus melakukan pengawetan ulang (Duryatmo, 2000).

Adapun metode-metode pengawetan bambu dengan bahan kimia, antara

lain yaitu perendaman, metode Boucherie, proses vakum-tekan, difusi, pelaburan

dan penyemprotan (Butt treatment). Pengawetan dengan metode Boucherie cocok

digunakan pada batang bambu yang baru ditebang (berkadar air tinggi).

Sedangkan metode vakum-tekan lebih cocok untuk bambu yang mempunyai

buluh tebal karena metode ini dapat menyebabkan bambu pecah dan melengkung

sehingga mengurangi kekuatan bambu (Nandika et al., 1994).

Universitas Sumatera Utara