65
1 BAHAN AJAR (HAND OUT) Nama Mata Kuliah : Antropologi Ekologi (3 sks) Nomor Kode : SOA118 Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi Jurusan : Sosiologi Fakultas : Ilmu Sosial Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) Wirdanengsih, S.Sos., M.Si (4451) Minggu ke : 1 Learning Outcome (Capaian Pembelajaran): MATERI ANTROPOLOGI EKOLOGI: MANUSIA DAN LINGKUNGAN ALAM FISIK Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia dengan segala aspeknya, tidak luput perhatiannya terhadap masalah-masalah lingkungan dimana manusia itu hidup. Adalah Julian H. Steward, seorang antropolog Amerika aliran neo-evolusi yang menggagas munculnya spesialisasi antropologi ekologi atau ekologi manusia ini. Antropologi ekologi atau ekologi manusia (human ecology) merupakan sebuah spesialisasi antropologi yang termasuk ke dalam kelompok antropologi budaya ini lahir di Amerika. Pusat perhatian antropologi ekologi adalah kepada manusia sebagai bagian dari ekosistem dimana manusia itu hidup, yang saling pengaruh mempengaruhi antara manusia dengan lingkungannya, termasuk tumbuh-tumbuhan dan binatang. Ekosistem yang dimaksudkan di sini adalah sebagai unit adaptasi manusia meliputi organisme dan lingkungan, biotik dan abiotik, yang merupakan satu ekosistem yang terdiri atas lingkungan fisik berikut berbagai organisme yang hidup di dalamnya. Mahasiswa dapat menjelaskan studi antropologi ekologi

BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

  • Upload
    buinhan

  • View
    240

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

1

BAHAN AJAR (HAND OUT)

Nama Mata Kuliah : Antropologi Ekologi (3 sks)

Nomor Kode : SOA118

Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial

Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428)

Wirdanengsih, S.Sos., M.Si (4451)

Minggu ke : 1

Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):

MATERI

ANTROPOLOGI EKOLOGI: MANUSIA DAN

LINGKUNGAN ALAM FISIK

Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia dengan

segala aspeknya, tidak luput perhatiannya terhadap masalah-masalah lingkungan

dimana manusia itu hidup. Adalah Julian H. Steward, seorang antropolog

Amerika aliran neo-evolusi yang menggagas munculnya spesialisasi antropologi

ekologi atau ekologi manusia ini. Antropologi ekologi atau ekologi manusia

(human ecology) merupakan sebuah spesialisasi antropologi yang termasuk ke

dalam kelompok antropologi budaya ini lahir di Amerika. Pusat perhatian

antropologi ekologi adalah kepada manusia sebagai bagian dari ekosistem dimana

manusia itu hidup, yang saling pengaruh mempengaruhi antara manusia dengan

lingkungannya, termasuk tumbuh-tumbuhan dan binatang. Ekosistem yang

dimaksudkan di sini adalah sebagai unit adaptasi manusia meliputi organisme dan

lingkungan, biotik dan abiotik, yang merupakan satu ekosistem yang terdiri atas

lingkungan fisik berikut berbagai organisme yang hidup di dalamnya.

Mahasiswa dapat menjelaskan studi antropologi ekologi

Page 2: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

2

Pada dasarnya seluruh masyarakat manusia itu sebagai fenomena biotik

seperti makhluk lainnya. Kemudian dengan menerapkan konsep ekologi secara

langsung dan menyeluruh maka perhatian kepada manusia sebagai bagian dari

lingkungan yang tidak bisa dipisahkan atau dilihat sepihak. Mazhab human

ecology ini dipelopori oleh Robert E. Park dalam American Journal of Sociology.

Geertz pernah menyatakan, analisis semacam ini merupakan penelitian ‘teori

lokasional’ daripada disebut ekologi, karena konsep-konsep biologis lebih

dipergunakan secara analogis daripada secara harfiah. Analisis ekologis berupaya

menentukan hubungan-hubungan yang lazim antara fisiologi yang ekstrim, yaitu

antara makhluk manusia sesuai dengan hakekat dirinya, dan intensitas proses

sosial-budaya.1

Hakekat manusia sebagai makhluk sosial budaya dipahami secara ekologis

sebagai salah satu lingkungan yang saling terkait. Oleh karena itu lingkungan

yang dipelajari terdiri atas tiga bagian, di antaranya lingkungan alam fisik,

lingkungan sosial budaya dan lingkungan binaan, berikut penjelasannya.

1. Lingkungan alam fisik, merupakan lingkungan yang merupakan satu

kesatuan ekosistem dengan berbagai macam organisme yang hidup

(biotik) dan abiotik di dalamnya. Lingkungan alam fisik merupakan

lingkungan alamiah yang tumbuh dengan sendirinya, paling utama

adalah lingkungan alam yang belum disentuh oleh manusia. Pada sisi

lain lingkungan alam fisik walaupun sudah kena sentuhan manusia,

tetapi peran manusia masih dianggap kecil sehingga tidak merubah

atau merusak ekosistem dan merupakan bagian dari ekosistem.

2. Lingkungan sosial budaya, merupakan lingkungan manusia di antara

sesamanya, yang terdiri dari rangkaian aturan dan sanksi yang

merupakan salah satu isi kebudayaan. Tujuannya adalah untuk

menciptakan keteraturan di dalam masyarakat atau lingkungan sosial

dan menciptakan keserasian dengan lingkungan alam fisik dimana

manusia itu hidup.

1 Poerwanto, 2000. Hal.63.

Page 3: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

3

3. Lingkungan binaan, merupakan lingkungan alam fisik yang sudah

direkayasa manusia sesuai dengan kepentingan manusia. Taman

sebagai contoh, yang terdiri dari tanaman yang ditanam yang ditata

sesuai dengan keinginan manusia akan keindahan, tanaman yang ada

tidak dibiarkan tumbuh secara alamiah, tetapi direkayasa sesuai dengan

keinginan manusia. Dalam hal ini termasuk bangunan dan tata ruang

yang dibentuk oleh manusia sesuai dengan kepentingannya.

Lingkungan alam fisik yang ada sekarang, yang benar-benar alamiah

adalah alam fisik yang belum dimasuki manusia atau kena dampak dari

kepentingan manusia. Hutan sebagai contoh, banyak hutan yang sudah dilindungi

bukan berarti tidak kena pengaruh kepentingan manusia. Hutan alam Amazon,

diketahui sebagai satu-satunya dan sedikit wilayah hutan di dunia yang belum

dimasuki dan dilakukan pendataan oleh manusia. Wilayah perarian yang luas

seperti laut, danau, telaga, kolam, sungai sebagian besar sudah menjadi

lingkungan binaan, yang sudah terpengaruh karena kepentingan manusia. Wilayah

laut yang luas bisa saja masih menjadi lingkungan alam fisik yang belum kena

campur tangan manusia sepanjang wilayah laut tersebut tidak termasuk wilayah

lalu lintas kapal, sehingga tidak mendapat pengaruh dari polusi air karena sampah

atau bahan bakar kapal yang tertumpah. Lingkungan di dalam laut itu masih dapat

dikatakan sebagai lingkungan alam fisik alamiah.

Antropologi Ekologi

Dengan batasan lingkungan ke dalam tiga lingkungan tersebut, antropologi

ekologi/ ekologi manusia mempelajari apa? Apa perlunya studi antropologi

ekologi? Jawaban pertanyaan ini bisa dimulai dari apa yang dinyatakan oleh

Malinowski, “bahwa tugas seorang ahli antropologi adalah...to grasp the native’s

point of views, his relation to life, to realize his vision of his world...oleh

karenanya seorang ahli antropologi harus berupaya menemukan makna dari suatu

kebudayaan, yaitu melalui klasifikasi lokal yang dibuat oleh masyarakat dari suatu

Page 4: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

4

kebudayaan.”2 Untuk memahami makna kebudayaan tersebut beberapa

pendekatan etnosains dipakai oleh antropolog. Di dalam antropologi ekologi

pendekatan etnosains paling tepat untuk mengetahui pemaknaan dan sistem

pengetahuan masyarakat. Dalam hal ini kebudayaan sebagai sistem pengetahuan

yang digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan dan

pengalamannya. Pengetahuan kebudayaan inilah yang mempengaruhi perilaku

manusia sebagai bagian dari masyarakat. Maka untuk memahami perilaku

seseorang dari suatu kebudayaan, seorang peneliti harus memahami sistem

berfikir mereka, secara etnosains dipandang dari sudut pandang subjek penelitian,

bukan dari sudut pandang peneliti.

Penggalian makna-makna dari sudut pandang subjek penelitian ini

terutama yang berhubungan lingkungan alam fisik, termasuk pemanfaatan atau

penggunaan alam fisik adalah berdasarkan kepada makna apa yang diberikan oleh

masyarakat terhadap lingkungan tersebut. Oleh karena itu antropologi ekologi

sangat concern dengan penggalian nilai-nilai sosial budaya yang terdapat di balik

perilaku manusia di dalam kelompoknya. Terutama apabila masyarakat tertentu

memiliki kebiasaan atau pola-pola perilaku yang bermanfaat untuk konservasi

lingkungan alam fisik, tidak hanya kepada tumbuhan tetapi juga terhadap binatang

atau biotik, baik yang disadari maupun yang tidak disadari oleh masyarakat

tersebut.

Adalah sangat arif apabila suatu masyarakat tertentu secara tradisional

telah melakukan aktivitas keseharian mereka yang ternyata memiliki dampak

konservasi terhadap lingkungan, yang di balik aktivitas tersebut memiliki nilai-

nilai atau makna yang dapat disebarkan kepada masyarakat lainnya. Penggalian

nilai-nilai sosial budaya atau pemaknaan inilah yang perlu dilakukan antropolog

di dalam melakukan penelitian antropologi ekologi.

Secara ilmiah penelitian yang dilakukan memang untuk menghasilkan

konsep, teori dan metode penelitian yang baru. Artinya penelitian yang dilakukan

untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan tersebut, tetapi penggalian

nilai-nilai sosial budaya yang memiliki dampak konservasi atau perlindungan

2 Ibid. Hal.37

Page 5: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

5

terhadap lingkungan dan apalagi jika dapat menyebarkannya ke masyarakat

lainnya, tentu saja akan meningkatkan konservasi terhadap lingkungan akan

tambah lebih baik. Inilah manfaat praktis dari sebuah penelitian, yang berada pada

sisi terapan dari sebuah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu penelitian antropologi

ekologi memiliki peluang untuk pengembangan ilmu secara ilmiah dan juga

memiliki manfaat aplikatif untuk perbaikan lingkungan.

Page 6: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

6

BAHAN AJAR (HAND OUT)

Nama Mata Kuliah : Antropologi Ekologi (3 sks)

Nomor Kode : SOA118

Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial

Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428)

Wirdanengsih, S.Sos., M.Si (4451)

Minggu ke : 2

Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):

MATERI

SEJARAH DAN RUANG LINGKUP STUDI

ANTROPOLOGI EKOLOGI

Umbi dari berbagai studi antropologi ekologi di masa kini sebenarnya

telah ditanam sejak tahun 1930-an oleh Julian H. Steward, ketika dia menerbitkan

esainya yang berjudul “The Economic and Social Primitive Bands” di tahun 1936.

Menurut Harris di dalam esai itulah pertama kali Steward membuat pernyataan

yang utuh mengenai “bagaimana interaksi antara kebudayaan dengan lingkungan

yang dianalisis dalam kerangka sebab-akibat (in casual terms), tanpa harus

terpeleset ke dalam partikularisme.” Posisi teoritis dan metodologis ini pada

dasarnya tidak banyak berubah ketika Steward menjelaskan secara eksplisit

hubungan antara lingkungan dengan kebudayaan ini di dalam bukunya Theory of

Cultural Change (1955). Dalam buku ini Steward menguraikan, mendefenisikan

serta mengembangkan apa yang dia sebut sebagai “ekologi budaya” (cultural

ecology). Perspektif ini, kata dia “differs from the relativistic and neo-evolutions

Mahasiswa dapat menjelaskan latar belakang dan ruang lingkup studi

antropologi ekologi

Page 7: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

7

conceptions of cultural history, in that it introduces the local environment as the

extra cultural factor in the fruitless assumption that culture comes from culture.

Namun, lingkungan lokal itu sendiri bagi Steward bukanlah faktor yang sangat

menentukan. Menurut perspektif ekologi budaya unsur-unsur pokok adalah “pola-

pola perilaku (behavior patterns), yakni kerja (work) dan teknologi yang dipakai

di dalam proses pengolahan atau pemanfaatan lingkungan. Dengan demikian studi

ekologi budaya pertama-tama adalah mengenai “the process of work, its

organizations, its cycle and rhyoms and its situational modalities (Murphy). Titik

perhatiannya adalah pada analisis struktur sosial dan kebudayaan. Perhatian baru

diarahkan pada lingkungan bilamana lingkungan mempengaruhi atau menentukan

pola-pola tingkah laku atau organisasi kerja.3

Analisis struktur sosial dan kebudayaan ini dalam hubungan manusia

dengan lingkungannya. Konsep adaptasi menjadi penting dan menjadi tema utama

di dalam banyak penelitian antropologi ekologi. Adaptasi menjadi titik perhatian

karena hubungan manusia dengan lingkungan bisa dilihat dari dua sisi yang saling

bertolak belakang, apakah dari sisi manusia dengan kebudayaan atau struktur

sosial. Ini didasari oleh paradigma atau perspektif yang mendasari cara berfikir

dalam mempelajari hubungan manusia dengan lingkungannya. Paradigma atau

perspektif tersebut adalah determinisme dan posibilisme, berikut penjelasannya.

Determinisme, “muncul pada akhir abad 19 dan awal-awal abad 20 dari

penganut gagasan-gagasan Darwin, penalaran deduktif dan hubungan sebab akibat

linear yang sederhana. Pendekatan ini nampaknya juga menghasilkan cara untuk

mengolah dan menginterpretasi data mengenai keanekaragaman manusia yang

waktu itu semakin bertambah banyak dan membanjiri kalangan ilmiah Eropa.

Pendekatan ini berasumsi bahwa lingkungan fisik (alam) adalah pendorong utama

dalam kehidupan manusia. Dengan kata lain perkembangan pola kehidupan suatu

masyarakat dalam bentuk kebudayaan dipandang sebagai pengaruh yang

dimunculkan oleh lingkungan alamnya. Pendekatan ini dalam bentuk paling murni

dan paling negatif dianut dan disebarluaskan oleh ahli geografi Huntington dan

3 Ahimsa-Putra, 1984.

Page 8: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

8

Carlson, yang mencoba memperlihatkan bagaimana pengaruh dominan iklim dan

cuaca pada sejarah umat manusia.”4

Determinisme ini disebut juga dengan determinisme lingkungan, atau

kadang-kadang juga disebut environmentalism, yang sebenarnya sudah jauh

sebelum Darwin perspektif ini sudah ada, bahkan menjadi sebuah aliran

pemikiran. “Menurut Vayda dan Rappaport menyatakan bahwa tokoh-tokoh

klasik seperti Hippocrates, Plato, Polybius, Plotemy, Bodin, Montesqieu, Ratzel,

Huntington, Davis, Semple dan Mason adalah beberapa nama besar yang

dikaitkan sebagai pengikut aliran ini. Mereka percaya bahwa kemanusiaan dan

budaya ditentukan oleh bentuk-bentuk lingkungan alam, dan bahwa fenomena

kebudayaan dapat dijelaskan dan seharusnya diramalkan, sebagian besar, dengan

cara mengacukannya kepada lingkungan alam dimana kebudayaan itu hidup.”5

Dalam hal ini faktor geografis menjadi penentu dari kebudayaan manusia.

Menurut Semple, faktor geografi memberi efek mendasar dari kebudayaan

manusia. Huntington juga memegang prinsip yang sama, bahwa ras dan

lingkungan geografis menentukan kehidupan manusia. Menurutnya iklim ebagai

unsur paling mendasar dari lingkungan geografis menentukan baik kemunculan

maupun kehancuran peradaban, melalui impak langsungnya terhadap kesehatan

dan kegiatan manusia, dan melalui impak tidak langsung dalam bentuk makanan,

penyakit dan cara kehidupan.

Dengan paradigma ini kemunculan peradaban Hindus, peradaban lembah

sungai Nil, Mesopotamia, atau Lembah sungai Hwang Ho, menjadi contoh

ekstrim untuk menunjukkan bahwa lingkungan sangat mempengaruhi

terbentuknya peradaban-peradaban kuno tersebut. Umumnya peradaban kuno

tersebut berada di lembah sungai besar yang memberi kesuburan dan memicu

kemajuan dan pertumbuhan penduduk.6

Di masa lalu, studi tentang kebudayaan selalu ditekankan akan adanya

keterkaiatan perilaku manusia dengan lingkungannya atau environmental

4 Arifin.1998.

5 Marzali, tanpa angka tahun.

6 Pernyataan-pernyataan seperti ini banyak dikritik karena tidak didukung oleh data-data yang

kuat, terutama oleh aliran Posibilisme.

Page 9: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

9

determinism. Pendekatan tersebut yang juga dikenal dengan geographical

determinism atau ethnographical environmentalism, lebih mendasarkan pada

suatu pandangan bahwa kondisi suatu lingkungan amat berperan dalam

membentuk kebudayaan suatu sukubangsa, antara lain tampak pada pendapat dari

Elsworth Huntington yang percaya bahwa ada saling mempengaruhi antara

kondisi iklim dengan kebudayaan.7

Posibilisme, merupakan “reaksi terhadap determinisme yang mulai

membuat kaum antropologi ekologi mencoba menemukan solusi pendekatan baru

yang dalam mengkaji masalah hubungan manusia dengan lingkungan...

Posibilisme memandang bahwa walaupun lingkungan mungkin mempengaruhi

pola-pola kebudayaan dengan menghadirkan berbagai kendala, tetapi lingkungan

sendiri tidak bisa menciptakan fenomena-fenomena sosio-kultural.”8 “Lingkungan

alam tidaklah sederhana begitu saja memaksakan diri mereka terhadap manusia

dan perilakunya, tetapi memberi manusia dengan beberapa pilihan dan

kemungkinan. Jadi karena itu efek dari lingkungan alam lebih bersifat

“membatasi” daripada “menentukan,” dan pembatasan ini bervariasi antara satu

daerah dengan daerah lain dan antara satu masa dengan masa yang lain.

Kaum posibilism berpendapat bahwa pada hakikatnya perilaku di dalam

suatu kebudayaan dipilih secara selektif, atau jika tidak, secara tak terduga

merupakan hasil adaptasi makhluk manusia itu sendiri. Suatu lingkungan tertentu

gtidak dapat dipandang sebagai sebab utama yang menyebabkan perbedaan suatu

kebudayaan, melainkan hanya sebagai pembatas atau penyeleksi. Mereka

beranggapan bahwa pada dasarnya faktor geografis tidak dapat membentuk suatu

kebudayaan manusia, dan pembentukan suatu kebudayaan lebih merupakan suatu

gelaja yang sepenuhnya bersifat historis bahkan superorganis. Dengan kata lain,

keadaan alam lingkungan tidak sepenuhnya merangsang timbulnya suatu pola

kebudayaan tertentu.9

Para pengikut posibilisme menekankan pentingnya gagasan tentang

kesatuan teresterial (kesatuan kehidupan di permukaan bumi) dalam menjelaskan 7 Poerwanto, 2006:80.

8 Marzali, Ibid.

9 Poerwanto, 2006:81.

Page 10: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

10

hubungan antara kehidupan manusia dengan lingkungan alamnya. Bumi harus

dilihat sebagai “keseluruhan” yang terdiri atas bagian-bagian yang terkoordinasi,

dan manusia muncul sebagai salah satu agen yang paling berkuasa di dalam

merubah permukaan teresterial. Karena itu, kajian ekologis harus dimulai dengan

pengaruh manusia dan perilaku mereka atas lingkungan alamnya, bukan dengan

efek dari lingkungan alam terhadap budaya.”10

Penganut posibilisme

mengesankan bahwa kajian-kajian komparatif tentang kebudayaan yang berbeda

yang mendiami suatu lingkungan tertentu membuktikan bahwa pola-pola sosio-

kultural yang sama juga muncul pada keadaan lingkungan yang berbeda.11

Atau

sebaliknya, masyarakat yang menempati wilayah dengan pola-pola lingkungan

alam fisik yang relatif sama justru memiliki kondisi kebudayaan yang berbeda.

Sebagai contoh, Indonesia yang rata-rata memiliki iklim alam tropis di sekitar

daerah katulistiwa justru memiliki banyak sukubangsa dengan kebudayaan yang

berbeda-beda. Ini artinya kondisi lingkungan alam fisik tidak semata-mata

menjadi penentu kebudayaan masyarakat yang hidup di lingkungan tersebut.

“Sebenarnya, orang-orang determinisme lingkungan tidaklah sama sekali

menafikan peranan faktor-faktor non-lingkungan. Huntington, misalnya,

meskipun menempatkan iklim sebagai faktor utama, namun dia mengakui adanya

saling pengaruh antara lingkungan biologis dan fisikal dengan faktor-faktor

kebudayaan. Sebaliknya, orang-orang posibilisme tidak seluruhnya menolak efek

dari lingkungan terhadap kehidupan manusia. Bagi mereka, manusia tidak dapat

membebaskan diri seluruhnya dari kondisi unsur-unsur alam, meskipun manusia

itu mampu mengembangkan piranti dan keterampilan teknis yang tinggi.”12

Oleh karena itu, Julian H. Steward mempelopori Cultural Ecology atau

ekologi budaya, mengambil posisi tengah antara aliran determinisme dan

posibilisme. Steward menolak argumen yang mengatakan bahwa budaya dibentuk

oleh lingkungan alam, namun dia juga tidak menempatkan faktor lingkungan pada

peranan yang pasif. Steward mendefenisikan lingkungan sebagai “the total web of

life wherein all plant and animal species interact with one another and with 10

Marzali, Ibid. 11

Arifin, Ibid. 12

Marzali, Ibid.

Page 11: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

11

physical features in a particular unit of territory,” kemudian dia memisahkan

manusia dari budaya dalam hubungan mereka dengan lingkungan. Dalam

berhubungan dengan organisme lain, manusia tidaklah sekedar bertindak sebagai

salah satu organisme dalam pengertian fisikal, tetapi mereka juga

memperkenalkan faktor super organik dari budaya, yang dipengaruhi dan

mempengaruhi keseluruhan jaringan kehidupan. Sebagian dari unsur-unsur

budaya berasal dari hubungan anatara manusia dengan lingkungan, tetapi sebagian

unsur lain berasal dari proses historikal. Perbedaan ini penting dalam metode,

konsep, dan masalah kajian-kajian ekologis.

Tujuan umum ekologi budaya dari Julian Steward adalah “untuk

menjelaskan asal-usul, ciri-ciri dan pola-pola tertentu yang tampak di berbagai

daerah yang berlainan. Lebih khusus lagi, cabang antropologi ini berusaha untuk

menjelaskan apakah penyesuaian diri berbagai masyarakat manusia pada

lingkungannya memerlukan bentuk-bentuk perilaku tertentu ataukah penyesuaian

diri tersebut bersifat luwes, artinya masih memberikan ruang dan kemungkinan

pada berbagai pola perilaku lain yang mungkin diwujudkan. Steward yakin bahwa

tujuan ini dapat tercapai dengan mempelajari relasi antara kebudayaan dan

lingkungannya dalam kurun waktu tertentu. Ada tiga langkah dasar yang perlu

diikuti dalam studi ekologi budaya ini, yakni (1) melakukan analisis atas

hubungan antara lingkungan dan teknologi pemanfaatan dan produksi; (2)

melakukan analisis atas “pola-pola perilaku dalam eksploitasi suatu kawasan

tertentu yang menggunakan teknologi tertentu” dan (3) melakukan analisis pada

“tingkat pengaruh dari pola-pola perilaku dalam pemanfaatan lingkungan terhadap

aspek-aspek lain dari kebudayaan.13

Pusat perhatian dari kajian ekologi kultural menurut Steward adalah proses

adaptasi kultural terhadap lingkungan. Proses ini dipandang sebagai suatu bentuk

hubungan dialektik interplay. Satu hal hanya dapat dimengerti dalam konteks

hubungan saling ketergantungan dengan yang lain. Tidak ada yang given.

Lingkungan memainkan peranan yang kreatif dalam perilaku kebudayaan

manusia. Lingkungan dan budaya bukanlah dua ranah yang berbeda.

13

Ahimsa-Putra, 1994:4

Page 12: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

12

Inti dari teori ekologi budaya dari Steward adalah lingkungan dan budaya

tidaklah bisa dilihat terpisah tetapi merupakan hasil campuran (mixed product)

yang berproses lewat dialektika. Dengan kalimat lain, proses-proses ekologi

memiliki hukum timbal balik. Budaya dan lingkungan bukanlah entitas yang

masing-masing berdiri sendiri atau bukanlah barang jadi yang bersifat statis.14

Namun demikian tingkat saling ketergantungan ini tidaklah sama pada

semua elemen kebudayaan. Elemen-elemen kebudayaan yang paling erat terkait

dengan lingkungan disebut Steward dengan “culture core,” yaitu elemen-elemen

yang berhubungan dengan kegiatan subsistens dan hubungan-hubungan ekonomi.

Sedangkan elemen-elemen lain dipandang sebagai produk dari proses historis.15

Culture core atau inti kebudayaan oleh Steward adalah pranata sistem mata

pencaharian hidup atau sistem ekonomi dan teknologi, dua unsur kebudayaan

yang paling penting dan menentukan perkembangan suatu masyarakat, termasuk

bagaimana adaptasi manusia dengan lingkungan dimana manusia itu hidup. Itulah

yang dimaksudkan Steward dengan elemen-elemen kegiatan subsistens dan

hubungan-hubungan ekonomi.

Jadi, antropologi ekologi mempelajari hubungan manusia dengan

kebudayaannya terhadap lingkungan, dalam hal ini sebuah ekosistem sebagai unit

analisis. Dalam kajian tersebut konsep adaptasi menjadi konsep sentral antara

manusia dengan kebudayaannya dengan lingkungan alam fisik dimana manusia

itu hidup. Secara sederhana hubungan antara manusia dengan lingkungannya

dapat dilihat pada gambar berikut ini.

14

Susilo, 2008:47 15

Marzali, ibid.

Manusia dengan

Kebudayaannya

Lingkungan Alam Fisik

(Ekosistem)

Page 13: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

13

BAHAN AJAR (HAND OUT)

Nama Mata Kuliah : Antropologi Ekologi (3 sks)

Nomor Kode : SOA118

Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial

Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428)

Wirdanengsih, S.Sos., M.Si (4451)

Minggu ke : 3

Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):

Materi

1. hubungan manusia, lingkungan dan kebudayaan

2. Pengolongan unsur alam berdasarkan Kebudayaan

3. Manusia, Kebudayaan, dan lingkungan sebagai kesatuan

A.Materi

1.Manusia, lingkungan dan Kebudayaan

Manusia dengan lingkungan alam dan fisik dengan menggunakan kacamata

kebudayaannya sehingga mereka yang mempunyai kebudayaan yang berbeda,

akan melihat, meng-interpretasi dan merasakan lingkungan alam dan fisik tersebut

secara berbeda-beda .

Menjelaskan hubungan manusia dan kebudayaan, lingkungan dalam studi

antropologi ekologi dan menjelaskan Pengolongan unsur alam berdasarkan

Kebudayaan dan menjelaskan hubungan manusia, kebudayaan, dan

lingkungannya sebagai kesatuan sistem yang saling mempengaruhi

Page 14: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

14

“Desa Dalam pandangan turis dan petani di desa” ada yang berbeda karena

mereka berbeda kebudayaan, artinya eorang turis dari kota Jakarta yang pergi

berlibur di sebuah villa di Cipanas, misalnya, akan melihat hamparan gunung

dengan hawanya yang sejuk dan suasananya yang tenang yang diselingi oleh

bunyi kokok ayam dan margasatwa lainnya ”Lingkungan alam desa dengan

sawahnya adalah tempat tentram serta bersahaja.” Sebaliknya lingkungan alam

bagi petani, sawah sebagai tempat bergantung bagi kelanjutan kehidupannya dan

keluarganya. Yang dipikirkan adalah bagaimana mengolah sawah dengan sebaik-

baiknya sehingga padinya dapat tumbuh dengan baik

Kompas, 31 Januari 1980 mengemukan perbedaan pandangan akan

lingkungan alam karena berbeda kebudayaan dimana penduduk Riau di hulu

sungai Rokan melihat hutan sebagai: (a) hutan biasa dan (b) hutan rimba

belantara. Hutan rimba belantara adalah hutan yang pohon-pohonan besar-besar

dan tinggi-tinggi, orang yang masuk ke dalam hutan tersebut tidak bisa keluar lagi

karena hutan tersebut dihuni oleh makhluk-makhluk halus.Sedangkan pengusaha

asing pemegang HPH, hutan rimba belantara ini adalah sumber rejeki yang

berlimpah-limpah besarnya dan patut dibabat untuk diambil kayu-kayunya.

2.Pengolongan unsur alam berdasarkan Kebudayaan

Kebudayaan bukan hanya menentukan bagaimana sesuatu lingkungan

alam dan fisik itu dilihat dan difahami, tetapi juga menjadi kerangka landasan

bagi manusia dalam menggolong-golongkan unsur-unsur yang ada didalamnya,

penggolongan tanah menjadi tanah pekarangan, tanah tegalan, dan tanah sawah

oleh orang Jawa berbeda pengetahuan dengan orang Dani, yang tinggal di

pegunungan Jaya Wijaya

3.Manusia, Kebudayaan, dan lingkungannya = kesatuan sistem saling

mempengaruhi

Sistem penggolongan ini juga akan berlaku dan saling berkaitan dengan

aspek-aspek yang ada dalam kebudayaan, yaitu: sistem ekonomi, sistem politik,

struktur sosial, sistem agama, bahasa dan komunikasi. Kapak besi dalam makna

Page 15: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

15

suku Dani di Irian Jaya, bukan semata-mata mempunyai arti dalam hal

kegunaannya untuk sebagai alat senjata untuk menebang kayu tetapi juga sebagai

simbol status bagi yang mempunyainya.

Didalam masyarakat pedesaan di Indonesia dewasa ini, televisi bukan

hanya sebagai alat hiburan atau alat untuk dapat memperoleh informasi secara

audio-visual tetapi juga sebagai simbol status bagi pemiliknya

Page 16: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

16

BAHAN AJAR (HAND OUT)

Nama Mata Kuliah : Antropologi Ekologi (3 sks)

Nomor Kode : SOA118

Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial

Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428)

Wirdanengsih, S.Sos., M.Si (4451)

Minggu ke : 4

Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):

Materi

1. Adaptasi

2. Konsep Dasar Teori Adaptasi

3. Adaptasi Sebagai Strategi Bertahan Hidup Manusia

4. Adaptasi dan Kebudayaan Sebagai Sistem Adaptif

5. Adaptasi Manusia, kebudayaan dan Lingkungan adalah Kearifan

Lingkungan

A.Materi

1.Manusia, adaptasi dan kebudayaan

Hubungan manusia dan lingkungan dipengaruhi oleh pola pola

kebudayaan yang dimiliki oleh manusia yang dijadikan pedoman baginya untuk

bertingkah laku dan bertindak. Dengan kebudayaan ini manusia beradaptasi

dalam rangka memenuhi tuntutan kebutuhan hidupnya, Forde juga

mengemukakan Hubungan antara kegiatan manusia dengan lingkungan alamnya

dijembatani oleh pola-pola kebudayaan yang dipunyai manusia.” Dengan

menggunakan kebudayaan inilah manusia beradaptasi dengan lingkungannya, dan

Menjelaskan konsep penting dalam studi antropologi ekologi

Mengemukakan konsep-konsep penting dalam studi antropologi ekologi

Page 17: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

17

dalam proses adaptasi ini manusia mendayagunakan lingkungannya untuk tetap

dapat melangsungkan kehidupannya (Tax 1953:243)

2.Adaptasi

Adaptasi adalah suatu proses untuk memenuhi beberapa syarat das

ar tertentu untuk dapat tetap melangsungkan kehidupannya dalam lingkungan

tempatnya hidup. Dalam hidup ada syarat-syarat dasar alamiah-biologi (manusia

harus makan, minum, menjaga kestabilan temperature tubuhnya, menjaga tetap

berfungsinya organ-organ tubuh dalam hubungan yang harmonis dan secara

menyeluruh dengan organ-organ tubuh lainnya); (2) Syarat-syarat kejiwaan

(manusia membutuhkan perasaan tenang yang jauh dari perasaan-perasaan takut,

keterkucilan, gelisah, dan berbagai masalah kejiwaan lainnya; (3) Syarat-syarat

dasar social (membutuhkan berhubungan dengan orang lain untuk dapat

melangsungkan keturunan, untuk tidak merasa terkucil, untuk dapat belajar

mengenai kebudayaannya, untuk mempertaruhkan diri dari serangan musuh dan

sebagainya).

Dalam usaha pemenuhan tiga macam syarat dasar yang harus dipenuhi

oleh manusia untuk dapat tetap melangsungkan kehidupannya, manusia

menggunakan kebudayaan yang dipunyai sebagai kerangka sandarannya .

3.Konsep Dasar Teori Adaptasi

Konsep adaptasi berwal dari ranah biologi, dimana dua konsep penting

yaitu, pertama evolusi genetik yang berbicara tentang umpan balik dari adanya

interaksi makhluk dalam lingkungan. Kedua, konsep adaptasi biologi yang

berbicara tentang prilaku dari organisme dalam kehidupan . Asumsi dasar adaptasi

ini melihat manusia selalu berupaya untuk menyesuaiakan dirinya dengan

lingkungan sekitarnya . Roy Ellen membagi tahapan adaptasi dalam 4 tipe. Antara

lain adalah (1) tahapan phylogenetic yang bekerja melalui adaptasi genetik

individu lewat seleksi alam, (2) modifikasi fisik dari phenotype/ciri-ciri fisik, (3)

Page 18: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

18

proses belajar, dan (4) modifikasi kultural. fokus perhatian adaptasi menurut Rot

Ellen seharusnya dipusatkan pada proses belajar, dan modifikasi budaya

4.Adaptasi Sebagai Strategi Bertahan Hidup Manusia

Adaptasi bisa kita sebut sebagai sebuah strategi aktif manusia dalam

menghadapi lingkungannya. Adaptasi dapat dilihat sebagai usaha untuk

memelihara kondisi kehidupan dalam menghadapi perubahan. Adaptasi

seharusnya dilihat sebagai respon kultural atau proses yang terbuka pada proses

modifikasi dimana penanggulangan dengan kondisi untuk kehidupan oleh

reproduksi selektif dan memperluasnya. Ukuran-ukuran bekerja berdasar pada

adapatasi yang dilibatkan, dan lebih penting lagi, pada bahaya/resiko yang mana

perubahan adalah adaptif. (Hardestry, 243)

Kelompok manusia telah beradapatsi dengan habitatnya, ketika telah

tercipta /dicapai dan memlihara hubungan yang bergairah/hidup dengan

habitatnya. Adaptasi ini merupakan daya tahan/kelangsungan hidup kelompkk,

reproduksi, dan fungs-fungsi yang efektif dalam rangka agar elemen-elemen ini

bekerja sesuai dengan tugasnya.

lihat dari kubudayaan . Dalam antroplogi ketika berbicara tentang adaptasi, kita

memfokuskan diri kepada kelompok sosial, tidak dengan individual person.

Kelompok ini (institusi/organisasi) tidak seccara langsung teramati, mereka

merupakan abstraksi dari perilaku individula yang diamati. Lebih spesifik, kita

berbicara tentang instusi yang ada dalam masyarakat, jadi adaptasi dapatlah

disebut sebagai sebuah strategi aktif manusia (Hardestry, 238-240). Adaptasi

dapat dilihat sebagai usaha untuk memelihara kondisi kehidupan dalam

menghadapi perubahan.

5.Adaptasi dan Kebudayaan Sebagai Sistem Adaptif

Hardesty (1977) mengemukakan bahwa: “Adaptation is the process

through which beneficial relationships are established and maintained between

Page 19: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

19

an organism and its environment”. Sementara itu para ahli ekologi budaya

(cultural ecologists) mendefinisikan bahwa adaptasi adalah suatu strategi

penyesuaian diri yang digunakan manudia selama hidupnya untuk merespon

terhadap perubahan-perubahan lingkungan dan sosial (Alland 1975, Harris 1968,

Moran 1982).

Kebudayaan merupakan ekspresi dari adaptasi manusia terhadap

lingkungan Contohnya dapat kita lihat: pada masyarakat nelayan, dimana sistem

mata pencaharian masyarakat nelayan akan mempengaruhi cara-cara dan

bagaimana masyarakat itu melakukan pembagian kerja baik di lingkungan

keluarga maupun di lingkungan masyarakat selain itu sistem mata pencaharian ini

akan mempengaruhi nilai dan norma serta pengetahuan yang ada di masyarakat

tersebut. Bila lingkungan baik alam maupun lingkungan sosial mengalami

perubahan maka kebudayaan juga mengalami perubahan dan kebudayaan

masyarkat akan mengalami proses adaptasi atas perubahan yang ada bila

lingkungan dan juga manusia berusaha merespon atas perubahan yang ada (moran

1082 )

Adaptasi populasi dalam ekosistem sangat berbeda satu sama lainnya,

setiap populasi menyesuaikan diri dengan lingkungan secara spesifik, sehingga

dapat dikatakan bahwa proses adaptasi bersifat dinamis, karena memeang

populasi manusia dan lingkungan cenderung berubah terus secepatnya

Penelitian Clifford Geertz tentang “ Agricultural Involution” adalah tokoh

yang berpengaruh dalam bidang kajian antropolgi ekologi, pendekatan yang ia

gunakan adalah pendekatan ekologi budaya

6.Adaptasi Manusia, kebudayaan dan Lingkungan adalah Kearifan

Lingkungan

Nilai sosial, norma adat, etika dan sistem kepercayaan, pola penataaan

ruang tradisional serta peralatan dan teknologi sederhana ramah lingkungan.

sumber daya sosial yang diwarisi turun temurun dalam realitanya, terbukti

efektif menjaga kearifan lingkungan serta menjamin kelestarian lingkungan sosial.

Page 20: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

20

Cukup banyak, hasil penelitian yang menunjukan tentang kearifian tradisional

dalam pengelolaan lingkungan diantara Penelitian Agus Samori Fisip UNCEN

tahun 2001 tentang Peranan Tabu dan Sasi Dalam Aktifitas Kenelayanan Pada

Masyarakat Tablasupa di Depapre papua, dimana ada suatu realitas sosial

masyarakat nelayan yang ada kaitannya dengan pantangan-pantangan terhadap

pola pemanfaatan sumber daya laut Dimana dalam aktivitas kenelayanan mereka

selalu berpedoman pada aturan-aturan adat yang telah disepakati bersama. Aturan-

aturan adat tersebut dijadikan sebagai pedoman dan tata cara tertentu terhadap

lingkungan sosial saupun lingkungan alam. Dengan demikian segala perilaku

pola-pola adaptasi yang berhubungan dengan proses penangkapan ikan, distribusi,

dan konsumsi hasil tangkapan didasarkan pada norma-norma adat yang tercermin

di dalam mitos. Kenyataan ini memberikan identitas kepada pendukung dari

kebudayaan masyarakat pesisir pantai, dan merupakan nilai-nilai yang telah

diwariskan dan disosialisasikan dari leluhur mereka.

kerangka pemikiran diatas berkaitan dengan pemikiran Geertz tentang

kebudayaan, dimana manusia sebagai makhluk sosial dan berbudaya yang

menanggapi setiap proses kehidupannya dalam bentuk pola-pola tingkah laku

sesuai dengan kebudayaan yang dimilikinya. Sehingga dalam suatu proses

adaptasi, manusia selalu menggunakan kebudayaannya guna merespon

perubahan-perubahan yang terjadi. Selanjutnya menurut pemikirannya pula

bahwa, kebudayaan paling baik dilihat sebagai seperangkat mekanisme-

mekanisme kontrol atau rencana-rencana, resep-resep, aturan-aturan, instruksi-

instruksi, (apa yang disebut sebagai "program" oleh ahli komputer), untuk

mengatur tingkah laku manusia (Geertz, 1981:55). Jadi dapat dikatakan bahwa

masyarakat nelayan tradisional di Desa Tablasupa terhadap aktivitas kenelayanan

sangat dipengaruhi oleh aturan-aturan, instruksi-instruksi, dan resep-resep yang

terbungkus di dalam norma-norma adat mereka. Dengan demikian interaksi antara

mereka dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik tercipta suatu kehidupan

yang bermakna.

Atas dasar asumsi bahwa kesepakatan sosial pada masyarakat nelayan

Tablasupa diberlakukan sebagai suatu strategi adaptasi untuk menanggapi

Page 21: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

21

lingkungan sosial maupun lingkungan fisik. Untuk itu, penekanan dalam kajian ini

adalah mengkaji bagaimana aspek lingkungan sosial diberlakukan sebagai norma-

norma adat oleh masyarakat bersangkutan untuk mempertahankan kehidupan

mereka di lingkungan laut yang selalu tidak menentu.Prinsip-prinsip pemanfaatan

sumber daya laut seperti proses produksi distribusi dan konsumsi masih bersifat

subsisten. Hal itu didorong pula oleh faktor penggunaan teknologi alat tangkap

yang masih sederhana.

Selain prinsip-prinsip tersebut, konsep konservasi tradisional sangat kuat

dalam memanfaatkan dan mengelola potensi sumber daya laut. Hal yang kongkrit

adalah, peran tabu dalam aktifitas kenelayanan sangat kuat, sehingga apabila tidak

ditaati maka aktifitas kenelayanan akan terganggu, misalnya tidak dapat hasil.

Selain itu, dalam rangka melindungi sumber daya laut dan demi keberlangsungan

hidup orang Tablasupa, kegiatan sasi (Tiayaitiki) merupakan suatu aktifitas yang

sampai saat ini masih dilakukan.

Hal yang sama juga terdapat pada pranata Sasi dimaluku dimana pranata

itu digunakan untuk melindungi kawasan perairan dan didukung oleh peran

kewang sebagai penegak sasi. tak kalah pentingnya adalah efektivitas tekhnologi

rotasi perladangan

Kajian proses adaptasi ini terkait erat dengan fenomena perubahan

ekologi juga dapat ditemukan di kawasan lokal di Perdesaan Bengkalis-Riau,

yang secara obyektif tidak bisa terlepas pengaruh lingkungan serta agama yang

merupakan keyakinannya. Disana ada kenyataan tentang perubahan ekologis

yang berlangsung secara terus menerus dan terjadi sepanjang waktu pada

lingkungan hidup manusia, sehingga proses-proses penyesuaian diri menjadi

penting untuk terus dilakukan manusia tersebut. Masyarakat lokal Bengkalis

memiliki kebudayaan yang khas, yang membedakan mereka dengan kebudayaan

masyarakat pendatang (etnis bangsa lainnya), diantaranya adalah pengaruh

Hinduisme dan animisme yang cukup lama dan panjang di dalam pranata sosial

religi serta daur ritual mereka seperti: bersemah ladang, perencisan lancang,

mati tanah, tepuk tepung tawar, buang tetemas dan tetelor dan lain sebagainya.

Dengan demikian, beragamanya masyarakat lokal di pedesaan Bengkalis-Riau

Page 22: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

22

dipengaruhi oleh lingkungan fisik eksternal (Deterministik lingkungan) yang

menyerap nilai-nilai budaya yang bersumber dari berbagai kepercayaan dan

agama yang dianut masyarakat lokal Melayu Bengkalis sebelumnya. Bagaimana

proses adaptasi sosial keagamaan ini terjadi.

Hal yang sama juga terdapat pada pranata Sasi dimaluku dimana pranata

itu digunakan untuk melindungi kawasan perairan dan didukung oleh peran

kewang sebagai penegak sasi. tak kalah pentingnya adalah efektivitas tekhnologi

rotasi perladangan yang dikembangkan oleh masyarakat dayak di kalimantan

dalam memulihkan kesuburan tanah.

Pada hakikat Setiap kelompok etnik yang berbeda mempunyai cara yang

berbeda mengatasi masalah-masalah lingkungan hidup. masing-masing suku

bangsa mempunyai cara tersendiri dalam mengatasi masalah lingkungan hidup ini

tak lepas dari perbedaan dalam hal penggunaan tanah, perbedaan iklim dan

tumbuh tumbuhan yang berbeda dari suatu tempat ke tempat yang lain. Dan

apabila kita membicarakan masalah budaya dan lingkungan hidup, kita juga harus

memperhatikan bagaimana budaya dan lingkungan hidup dipahami dalam konteks

masyarakat lokal. Kita dapat memakai konsep yang paling canggih untuk

menjelaskan artinya budaya dan menerapkan teknik yang paling mederen untuk

memecahkan masalah-masalah lingkungan hidup. Akan tetapi, pendekatan

demikian, menurut pandangan masyarakat setempat, mempunyai arti lain,

misalnya merusak lingkungan hidup mereka akibat tidak diperhatikannya

kebiasaan mereka atau merendahkan nilai-nilai dan budaya lokal.

Dalam sebagian masyarakat tradisional, lingkungan hidup tidak terbatas

pada tanah atau tempat tinggal. Lingkungan hidup adalah kehidupan kita.

Lingkungan hidup merupakan tempat asalnya suatu klan, tempat garis keturunan

terletak dan terbentuk, tempat letaknya kuburan nenek moyang, tempat letaknya

tempat suci untuk sembahyang dan tempat kudus lainnya yang berhubungan

dengan kosmos masyarakat tradisional.

budaya dan lingkungan hidup adalah komponen hidup yang penting, dan

saling mendukung. Yang satu menentukan kelakuan yang satu, dan sebaliknya.

Budaya, dalam persepsi masyarakat berarti melestarikan “lingkungan”, dan

Page 23: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

23

lingkungan tidak akan ada apabila budaya tidak juga dihormati. Dua-duanya

saling terkait dan merupakan kunci kelangsungan hidup manusia.

Selain yang digambarkan diatas, terdapat juga beberapa model Kearifan

Lingkungan diantaranya ,

1. Tombak Hamijon pada masyarakat Kabupaten Humbang Hasundutan,

Sumatera Utara. Struktur tanaman tombak hamijon menyerupai hutan

(agroforestry), terdiri atas beranekaragam jenis dan spesies tumbuhan.

Kemenyan, semak hidup bersama di sebuah lapangan yang sama.

Tajuknya berlapis, mulai dari bangunan yang tingginya belasan meter

hingga yang menjalar di permukaan tanah. Hewan-hewan seperti kera

banyak hidup di dalam tombak hamijon. Tidak terhitung banyaknya

binatang kecil, seperti, burung, kumbang (tapponak) dan pelbagai jenis

hewan hidup di hutan kemenyan.

2. Repong Dammar atau hutan damar, masyarakat Kruy di Lampung Barat

merupakan model pengelolaan lahan bekas ladang dalam bentuk wanatani

yang dikembangkan masyarakat Kruy di Lampung Utara, yaitu menanami

lahan bekas ladang dengan berbagai jenis tanaman, antara lain damar,

kopi, karet dan durian.

3. Hompongan (orang Rimbo-Jambi). Hompongan merupa-kan hutan belukar

melingkupi kawasan inti pemukiman orang Rimbo (di kawasan Taman

Nasional Bukit Duabelas, Jambi) yang sengaja dijaga keberadaannya

karena berfungsi sebagai benteng pertahanan dari gangguan pihak luar.

4. Tembawai (Dayak Iban-Kalimantan Barat). Tembawai merupakan hutan

rakyat yang dikembangkan masyarakat Dayak Iban di Kalbar, di dalamnya

terdapat tanaman produktif seperti durian.

5. Simpuk Munan/Lembo (Suku To Bentong-Sulawesi Selatan). Sebelum

mengenal pertanian padi sawah, Orang To Bentong mewariskan lahan bagi

keturunannya berupa kebun (koko)dan ladang yang ditingggalkan

(tattakeng). Koko adalah lahan perladangan yang diolah secara berpindah,

sedangkan tattakeng adalah lahan bekas perladangan yang sedang

diberakan.

Page 24: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

24

6. Mapolis (Minahasa-Sulawesi Utara).Mapalus pada masyarakat Minahasa,

merupakan pranata tolong-menolong yang melandasi setiap kegiatan

sehari-hari orang Minahasa, baik dalam kegiatan pertanian yang

berhubungan dengan sekitar rumah tangga, maupun kegiatan berkaitan

dengan kepentingan umum.

7. Moposad dan Moduduran di Kabupaten Bolaang Mangadow, Sulawesi

Utara. Moposad dan Moduduran merupakan pranata tolong-menolong

untuk menjaga keserasian lingkungan sosial.

8. Pahomba di Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Gugus hutan

yang disebut pahomba terlarang keras untuk dimasuki apalagi untuk

diambil hasil hutannya. Pada hakekatnya pepohonan di pahomba berfungsi

sebagai pohon induk yang dapat menyebarkan benih ke padang rumput

yang relatif luas. Karena itu, jika api tidak menghangusmatikan anakan

pepohonan itu, perluasan hutan secara alamiah dapat berlangsung.

Pepohonan di pahomba di sekitar sungai berfungsi sebagai filter terhadap

materi erosi sekaligus befungsi sebagai sempadan alamiah sungai agar air

sungai lestari.

9. Tri Hita Karana (Bali) adalah suatu konsep yang ada dalam kebudayaan

Hindu bali, berintikan keharmonisan hubungan antara manusia-Tuhan,

manusia-manusia, dan manusia-alam. Ketiga konsep ini merupakan

penyebab kesejahteraan jasmani dan rohani. Ini berarti bahwa nilai

keharmonisan hubungan antara manusia dengan lingkungan merupakan

suatu kearifan pada masyarakat dan kebudayaan Bali.

10. Seren taun di Desa Sinaresmi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Seren

taun memiliki banyak arti bagi masyarakat kasepuhan. Seren taun adalah

puncak prosesi pertanian yang bermakna hubungan manusia, alam dan

pencipta-Nya. Sekaligus perayaan adat pertanian kasepuhan sebagai

ungkapan rasa syukur setelah mengolah lahan pertanian dengan segala

hambatan dan perjuanggannya untuk mendapatkan hasil optimal. (Sumber:

Praminto Moehayat/Burung Indonesia 1999)

Page 25: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

25

BAHAN AJAR (HAND OUT)

Nama Mata Kuliah : Antropologi Ekologi (3 sks)

Nomor Kode : SOA118

Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial

Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428)

Wirdanengsih, S.Sos., M.Si (4451)

Minggu ke : 5, 6 & 7

Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):

MATERI

Teori dan Perkembangan Antropologi Ekologi

Teori merupakan abstraksi tertinggi dari realitas, dihasilkan dari penelitian

yang dilakukan di dalam setiap ilmu pengetahuan (science). Dikatakan abstraksi

tertinggi karena teori berupa pernyataan-pernyataan ringkas atau kesimpulan

paling pendek yang dihasilkan dari penelitian, yang merupakan penyederhaan dari

realitas. Teori menjadi tolak ukur di dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

Antropologi ekologi sebagai salah satu spesialisasi di dalam antropologi yang

mengkaji hubungan manusia dengan lingkungan alam fisiknya di dalam

perkembangannya juga menghasilkan konsep-konsep, teori dan metodologi

penelitian baru di dalam memahami dan menjelaskan fenomena lingkungan alam

fisik dan masyarakat dengan kebudayaannya, seperti yang dihasilkan oleh Julian

H. Steward, Andrew Peter Vayda, Ward Goodenough dan ahli lainnya. Di dalam

analisis fenomena manusia dengan lingkungannya juga menggunakan teori-teori

Mahasiswa dapat menggunakan teori dalam hubungan manusia,

kebudayaan dan lingkungan dalam studi antropologi ekologi.

Page 26: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

26

antropologi yang sudah ada sebelumnya menjadi pendekatan yang digunakan di

dalam menganalisis hubungan manusia dengan lingkungannya. Berikut ini

dijelaskan empat teori yang menjadi pendekatan di dalam antropologi ekologi,

yaitu pendekatan etnoekologi, pendekatan ekologi silang budaya (cross cultural

ecological approach), pendekatan ekosistemik kultural dan pendekatan

ekosistemik materialistik.

Pendekatan Etnoekologi

“Dalam antropologi pendekatan etnoekologi merupakan salah satu cabang

aliran Etnosains (Ethnoscience) yang dipelopori oleh ahli-ahli antropologi dengan

latar belakang linguistik yang kuat. Etnoekologi pertama kali diperkenalkan oleh

Harold C. Conklin dlam uraiannya mengenai sistem perladangan di kalangan

orang Subanun di pulau Mindanao, Filipina. Ide ini kemudian didukung oleh

Charles O. Frake, yang menekankan pentingnya pendekatan budaya dalam

ekologi. Semenjak itu etnoekologi semakin dikenal dan dipraktekkan oleh para

ahli antropologi dalam berbagai penelitian mereka.”16

Etnoekologi merupakan pendekatan yang digunakan di dalam penelitian

antropologi ekologi yang merupakan pengembangan teori etnosain ke dalam

antropologi ekologi. Penelitian etnoekologi sebagaimana etnosain adalah sangat

emik, menggali sistem pengetahuan masyarakat yang diteliti melalui bahasa

sehari-hari yang mereka pakai, karena makna-makna dari bahasa tersebut yang

mereka pahami secara kognitif di dalam sistem pengetahuan mereka.

Bahasa yang dipakai sehari-hari di dalam suatu masyarakat bisa saja sama

dengan masyarakat lainnya yang juga berasal dari sukubangsa yang sama, tetapi

pemaknaan dari istilah yang sama bisa saja berbeda. Pada orang Minangkabau

kata “kolam” memiliki makna yang berbeda antara orang Minang di kota Padang

dengan orang Minang di kota Payakumbuh atau Kabupaten 50 Kota. Di Padang

“kolam” berarti sebuah penampungan air yang bisa untuk berenang atau untuk

16

Ahimsa-Putra, 1997

Page 27: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

27

memelihara ikan. Di Payakumbuh “kolam” bisa bermakna “gelap.” Inilah contoh

sederhana dari konsep bahasa lokal yang harus diketahui oleh peneliti.

“Penelitian etnoekologi pada dasarnya bertujuan melukiskan lingkungan

sebagaimana lingkungan tersebut dilihat oleh masyarakat yang diteliti. Asumsinya

adalah bahwa “lingkungan efektif” (effective environment) yakni lingkungan yang

berpengaruh terhadap perilaku manusia, bersifat kultural. Artinya, lingkungan

tersebut merupakan lingkungan fisik yang telah diinterpretasi, ditafsirkan, lewat

perangkat pengetahuan dan sistem nilai tertentu. Karena itu, lingkungan efektif

sama dapat “dilihat” dan “dipahami” secara berbeda oleh masyarakat dengan latar

belakang kebudayaan yang berbeda. Lingkungan yang telah ditafsirkan ini, yang

disebut juga dengan “environment” atau “cognized environment,” merupakan

bagian dari suatu sistem budaya masyarakat. Environment dikodifikasi di dalam

bahasa, sehingga untuk memahaminya kita harus memberikan pada bahasa sehari-

hari dari masyarakat yang diteliti. Ungkapan “bahasa merupakan budaya”

memang tepat dalam konteks ini. Sistem pengetahuan suatu masyarakat mengenai

lingkungan tersebut terwujud di dalam bentuk berbagai klasifikasi, kategorisasi

dan taksonomi unsur-unsur lingkungan. Karena itu berbagai konsep dan istilah

yang menunjukkan klasifikasi mengenai lingkungan, pada dasarnya merupakan

pintu terbaik guna mencapai sistem pengetahuan mengenai lingkungan

tersebut.”17

Oleh karenanya untuk memahami lingkungan ini kita harus

mengungkapkan taksonomi-taksonomi, klasifikasi-klasifikasi yang ada di dalam

istilah-istilah lokal, sebab dalam taksonomi dan klasifikasi inilah terkandung

pernyataan-pernyataan dan ide-ide masyarakat yang kita teliti mengenai

lingkungannya. Klasifikasi tentang lingkungan ini berisi berbagai informasi yang

penting untuk mendapatkan etnoekologi masyarakat yang diteliti. Bilamana

berbagai macam taksonomi, klasifikasi serta makna referensialnya telah

dideskripsikan, langkah selanjutnya adalah menformulasikan aturan-aturan

perilaku terhadap lingkungan yang dianggap tepat oleh masyarakat yang kita

teliti. Dengan pendekatan etnoekologi ini diharapkan kita akan mampu menebak

17

Ibid.

Page 28: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

28

perilaku orang dengan berbagai aktivitas yang berkaitan dengan lingkungan.

Relevansi informasi semacam ini bagi studi mengenai lingkungan terletak dalam

pendapat bahwa pandangan orang (people’s cognition) mengenai lingkungan

merupakan bagian dari mekanisme yang menghasilkan perilaku fisik yang nyata,

lewat mana orang secara langsung menciptakan perubahan dalam lingkungan fisik

mereka (Vayda dan Rappaport).18

Pendekatan Ekologi Silang Budaya

Silang budaya (cross cultural) merupakan konsep yang sudah ada sejak

awal perkembangan antropologi. Cross cultural yang dimaksudkan adalah

perbandingan atau komparasi yang dilakukan oleh para antropolog dalam rangka

menjelaskan banyak kebudayaan di dunia. Dalam rangka komparasi inilah juga

melahirkan metode komparatif yang khas di antropologi. Komparasi yang

dilakukan adalah untuk memahami perbedaan-perbedaan yang terdapat di antara

banyak kebudayaan yang terdapat di dunia, dengan membanding-bandingkan

unsur kebudayaan atau pranata yang ada di dalam kebudayaan yang dibandingkan.

Komparasi ini dilakukan untuk melihat tingkat-tingkat perkembang kebudayaan di

dalam aliran evolusionis. Namun cross cultural terus dilakukan antropolog sesuai

dengan perkembangan teoritis. Perbandingan juga dilakukan antropolog di dalam

aliran fungsionalisme, strukturalisme dan interpretivisme simbolik oleh Geertz.

Perbandingan dilakukan untuk menghasilkan pemahaman yang lebih baik dari

etnografi atau karya yang dihasilkan dan untuk tujuan praktis, untuk kepentingan

masyarakat yang diteliti.

Di dalam pendekatan antropologi ekologis silang budaya perbandingan

yang dilakukan dipengaruhi oleh ekologi budaya oleh Julian Steward. Sebagai

contoh yang diberikan oleh Ahimsa-Putra berupa hasil penelitian Netting pada

orang Kofyar di Nigeria tahun 1960-1962 dan penelitian Walter Goldsmith

mengenai kebudayaan dan ekologi di Afrika Timur. Penelitian Netting ditujukan

untuk melukiskan sistem pertanian orang Kofyar yang dianggapnya unik dan

18

Ahimsa- Putra, 1994.

Page 29: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

29

sangat terintegrasi. Dia juga menganalisis saling hubungan antara sistem pertanian

mereka dan latar belakang sosial-budaya petaninya. Netting menyebut

pendekatannya bersifat “ekologi budaya,” sebab unit yang dipelajarinya adalah a

“culturally defined population of human beings” dan perhatiannya lebih diarahkan

pada aspek budaya proses adaptasi orang Kofyar daripada terhadap aspek

fisiknya...Orientasi teoritisnya adalah seperti apa yang ada pada Julian Steward,

yang mencakup pemisahan berbagai unsur lingkungan yang berkaitan dengan

proses adaptasi manusia dan eksloitasi yang dilakukan oleh manusia, dan

hubungan empirik ciri-ciri mata pencaharian ini dengan pola-pola kebudayaan

tertentu.19

Perbandingan silang-budaya yang dilakukan Netting adalah dengan

mamakai data dari suku Ibo.

Penelitian Walter Goldsmith melakukan perbandingan yang terkontrol

(controlled comparison) mengenai perbedaan dalam kebudayaan pada kelompok-

kelompok dari empat macam suku bangsa yang masing-masing mempunyai ciri:

satu sektor dicurahkan terutama pada aktivitas-aktivitas pengembalan dan sektor

lain dicurahkan pada kegiatan-kegiatan pertanian. Orientasi teoritis proyek ini

muncul dari usaha untuk menggabungkan teori struktural-fungsional dengan teori

evolusi. Teori evolusi, di mata Goldsmith, juga merupakan teori fungsional dalam

arti bahwa, “teori ini mengandung tesis fungsional yang paling dasar yaitu bahwa

(1) pranata-pranata (institutions) di dalam masyarakat merupakan mekanisme-

mekanisme interaksi sosial yang berfungsi untuk berlangsungnya kehidupan

masyarakat, dan (2) semua bagian di dalam sistem sosial harus merupakan suatu

keseluruhan yang terintegrasi, sehingga perubahan-perubahan di satu bagian

memerlukan penyesuaian-penyesuaian pada unsur-unsur yang lain.

Pada bagian lain dinyatakan bahwa seperti yang dinyatakan oleh Edgerton,

penyesuaian-penyesuaian ekonomi yang berlainan antar pengembala dan petani,

yang dipengaruhi oleh situasi lingkungan yang berbeda, memang telah

menghasilkan nilai-nilai, sikap-sikap dan ciri-ciri kepribadian yang berbeda

pula.20

Inilah bentuk penelitian ekologi silang bidaya (cross cultural) yang

19

Ibid. 20

Ibid.

Page 30: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

30

melakukan perbandingan-perbandingan dilakukan untuk melihat perbedaan dan

persamaan di antara dua kebudayaan masyarakat yang sama sebagai pengembala

di lingkungan ekologi yang berbeda.

Pendekatan Ekosistemik: Kultural dan Materialistik

Aliran ketiga dalam antropologi ekologi adalah pendekatan ekosistem.

Kerangka ekosistem ini mendapatkan modelnya dari ilmu biologi dan ekologi

umum. Versi kultural dari pendekatan ini diwakili oleh studi Clifford Geertz

mengenai sistem pertanian dan perubahan ekologi di Indonesia. Geertz meminjam

konsep ekosistem dari ahli-ahli ekologi tumbuh-tumbuhan dan binatang, yang

menggunakan istilah ekosistem untuk menunjuk setiap sistem yang berfungsi dan

berinteraksi, yang terdiri dari satu atau lebih organisme dan lingkungan

efektifnya. Dengan menggunakan konsep ini Geertz dapat menempatkan aktivitas

manusia, transaksi-transaksi biologis dan proses-proses fisik dalam suatu sistem

analitik. Namun demikian, agar tidak terjebak dalam rangkaian relasi yang tidak

terhingga, Geertz mendefenisikan ekosistem sebagai suatu sistem dimana

variabel-variabel budaya, biologis dan fisik yang mudah dipilih memang betul-

betul saling berkaitan. Prosedur ini mirip dengan pembedaan antara “inti budaya”

dengan lingkungan yang relevan dalam ekologi budaya Julian Steward. Akan

tetapi meskipun Geertz bersandar pada model ekologi, dimana si ahli antropologi

menerapkan konsep-konsep ekologi pada masyarakat tersebut secara langsung dan

menyeluruh dan masyarakat manusia hanya dilihat sebagai suatu gejala bilogis

sejajar dengan gejala biotis lainnya. Di sinilah letak perbedaan pokok antara

analisis ekosistemik dari Clifford Geertz dengan pendekatan ekosistem dari

Vayda dan beberapa ahli antropologi lain yang oleh Orlove disebut aliran

Columbia-Michigan.21

Pendekatan ekosistemik kultural yang dipelopori oleh Geertz ini adalah

berdasarkan kepada hasil penelitian Geertz mengenai Involusi Pertanian di Jawa.

Karya Geertz ini juga ditunjang dengan pemanfaatan data-data sejarah yang

21

Ahimsa-Putra, 1994.

Page 31: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

31

sangat kuat. Data-data sejarah tersebut berhubungan dengan kondisi masyarakat

yang dimulai dari zaman purba, zaman penjajahan dengan sistem tanam paksa

yang dilakukan oleh pemerintahan kolonial Belanda. Kemudian munculnya sistem

perkebunan besar dan juga disinggung Geertz kondisi pada penjajahan Jepang

serta kondisi pada saat penelitian dan gambaran garis besar masa depan pertanian

di Jawa. Deskripsi ini menjelaskan mengenai proses perubahan ekologi khususnya

di Jawa, tentu saja dengan pendekatan ekosistemik kultural. “...Sesungguhnya

karya Geertz ini menjelaskan tentang sejarah sosial ekonomi Jawa, yang secara

mendalam menjelaskan kesulitan-kesulitan yang dihayati oleh Indonesia merdeka

untuk memulai lepas landas ke pertumbuhan ekonomi yang melanjut (sustained

economic growth), setelah mengalami tingkat kehidupan yang statis selama

penjajahan Belanda.”22

Perubahan yang panjang ini dilihat dari pertambahan penduduk yang cepat

di pulau Jawa, yang tidak seimbang dengan peningkatan produktivitas. Artinya

pertambahan penduduk ini tidak diiringi dengan peningkatan kesejahteraan,

padahal produktivitas pertanian terus meningkat dengan adanya revolusi hijau.

Inilah yang dimaksudkan Geertz dengan involusi. Involusi ibarat perubahan

dengan.... “tidak adanya kemajuan yang hakiki. Jika pun ada gerak, misalnya

orang berjalan, berlari, atau menunjukkan gerakan lain di dalam lingkungan air,

tidak ada gerakan yang menghasilkan kemajuan; orang tetap berada di tempat

yang sama, misalnya di perairan, berenang di tempat menjaga diri tidak tenggelam

tanpa mencapai tujuan lain.”23

Lebih jelasnya seperti orang yang tidak pandai

berenang sedang berada di dalam air yang beriak dengan kedalaman setinggi

dagunya, sehingga bergerak hanya untuk tetap berada di tempat. Jika

dibandingkan dengan kata evolusi sebagai bentuk perubahan yang sangat lambat,

revolusi sebagai perubahan yang sangat cepat, involusi sebagai perubahan yang

pada hakikinya tidak berubah.

Involusi di bidang pertanian yang digambarkan Geertz secara ekosistemik

kultural dengan perubahan ekologis di daerah pedesaan Jawa dapat digambarkan

22

Higgins, 1963. “Prakata”dalam Geertz, 1975 Involusi Pertanian (Terj.) 23

Sajogyo, 1975. “Kata Pengantar,” dalam Geertz, 1975 Involusi Pertanian (Terj.)

Page 32: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

32

dengan pola pertanian sawah dengan produksi yang meningkat akibat ditemukan

bibit unggul, adanya insektisida dan pestisida serta alat-alat pertanian yang

modern seperti traktor mini untuk membajak sehingga mempercepat pola kerja

dan produkti pertanian. Dengan demikian produksi pertanian atau panen dapat

dilakukan dua atau tiga kali setahun, yang sebelumnya hanya satu kali setahun.

Peningkatan produktivitas pertanian (padi) ternyata tidak meningkatkan

kesejahteraan penduduk. Seharusnya dengan dua atau tiga kali panen akan

meningkatkan surplus dan memberikan kesejahteraan bagi petani, tetapi petani

Jawa tetap dalam kondisi ekonomi yang sama dengan sebelum revolusi hijau.

Mengapa hal ini terjadi, jawaban yang diberikan Geertz karena faktor

kebudayaan, yaitu oleh petani pedesaan Jawa banyak anak banyak rezeki yang

lebih penting. Oleh karena itu dengan pertambahan penduduk yang cepat

mengakibatkan pertumbuhan produksi di bidang pertanian seperti tidak terjadi

peningkatan apa-apa, karena produksi yang tinggi juga sebatas pemenuhan

kebutuhan dasar untuk semua penduduk. Inilah yang terjadi dengan konsep

involusi pertanian di Jawa.

Ekosistemik Materialistik

Aliran keempat dalam antropologi ekologi, yaitu versi yang materialistik

dan analisis ekosistemik, adalah antropologi ekologi neo-fungsional (neo-

functional ecology).24

Aliran ini didasari oleh penelitian oleh Anthony Leads dan

Andrew P. Vayda tentang hubungan manusia dengan binatang, yaitu tentang

peranan babi dan ekonomi orang Melanesia. Kemudian dilaksanakan simposium

Role of Animals in Human Ecological Adjustments, dalam pertemuan tahunan

Asosiasi Antropolog Amerika Serikat yang ke 128 di Denver Colorado. Dalam hal

ini melihat pemanfaatan binatang tertentu dan melihat produk yanh dihasilkannya

bagi masyarakat tertentu, ciri-ciri binatang yang menjadi dasar pemanfaatan

tersebut dan efek dari pemanfaatan tersebut terhadap pola-pola dan organisasi

kebudayaan.

24

Ibid.

Page 33: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

33

Hasil simposium ini dibukukan dengan judul Man, Culture and Animals,

yang oleh redaksi buku, Leads dan Vayda, menyatakan bahwa keteraturan-

keteraturan yang tampak dalam peranan yang dimainkan oleh binatang dalam

proses adaptasi manusia dengan lingkungannya. Kerangka teori yang digunakan

adalah penekanan yanng lebih besar pada perilaku fisik yang nyata, lewat mana

manusia secara langsung mempengaruhi dan mengubah lingkungannya.25

25

Ibid.

Page 34: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

34

BAHAN AJAR (HAND OUT)

Nama Mata Kuliah : Antropologi Ekologi (3 sks)

Nomor Kode : SOA118

Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial

Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428)

Wirdanengsih, S.Sos., M.Si (4451)

Minggu ke : 8

Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):

Materi

1. Pandangan antropologi ekologi baru

2. Issue yang berkembang dalam antropologi ekologi baru

3. Contoh penelitian antropologi ekologi baru

Materi 1

A.Antropologi Ekologi Baru

Perbedaan-perbedaan antara antropologi ekologi baru dan lama melibatkan

kebijakan dan orientasi nilai, aplikasi, unit analisis, skala dan metode. Studi-studi

dalam antropologi ekologi lama menyebutkan bawah penduduk pribumi

melakukan pekerjaan yang masuk akal memelihara sumberdaya mereka dan

memelihara ekosistem mereka; tapi studi-studi tersebut, yang mengandalkan pada

norma relativisme kultural secara umum bertujuan untuk menjadi nilai netral.

Sebaliknya, antropologi ekologi atau lingkungan baru mencampur teori dan

analisis dengan kesadaran politik dan persoalan keberpihakan. Sub-sub bidang

Menjelaskan pandangan antropologi ekologi baru.

Menjelaskan issue-issue dalam antropologi ekologi bari

Menjelaskan pendekatan dalam antropologi ekologi baru

Memberikan bentuk contah penelitian antropologi ekologi baru

Mengemukakan konsep-konsep penting dalam studi antropologi ekologi

Page 35: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

35

baru muncul, seperti antropologi ekologi terapan dan ekologi politik ( Amri

Marzali 2012

Komersialisasi hutan

Komersialisasi hutan yang dilakukan oleh perusahaan pemegang hak

pengusahaan hutan( PP.HPH) memiliki dampak negatif tersendiri bagi kehidupan

masyarakat desa yang ada di dalam hutan dan sekitar konsesi PP.HPH. Hal ini

sangat banyak terjadi di pulau Kalimantan.

Sejarah awal perusahaan pemegang hak penguasaan hutan dibuka pada

era Orde baru dengan masa puncak dengan terbentuknya Asosiasi Pengusaha

Hutan Indonesia ( APHI) tercatata 467 perusahaan, tapi terakhir itu mengalami

penurunan 167 tanpa kejelasan berita.

Awal Hak Pengusahaan Hutan banyak dikuasai oleh pensiunan jenderal,

yayasan, konco dan kerabat Cendana namun mereka bukan orang-orang yang ahli

dalam pengelolaan hutan baik secara manajerial, tekhnologi,dan tak punya modal

yang cukup sehingga banyak diantara mereka mensub kontrak kepada perusahaan

kayu balak dari Korea, malaysia, ero-amerika, pilipina dan sub kontrak dalam

negeri. Sayangnya para perusaha kayu balak ini membabat hutan tanpa nurani atas

kelestarian hutan ,malah melakukan pencemaran budaya dengan melakukan

kawin kontrak antara karyawan dan buruh asing dengan perempuan pedalaman

hutan . Cara kerja para perusahaan Balak Kayu ini juga memmpengaruhi prilaku

masyarakat hutan yang juga ikut-ikutan dalam pola penebangan liar, masyarakat

hutan seperti mendapat uang melimpah yang juga mempengaruhi hidup mereka.

Hidup mereka yang sebelumnya sederhana berubah pola hidup yang sangat

mengangungkan uang, eksploitasi hutan, memiliki tekhnologi komunikasi seperti

TV , parabola.

Fase sejarah Penguasaan hutan, tahun 1990-an muncul program HPH Bina

Hutan ( era kementerian hutan di pimpin oleh Ir Djamaludin yaitu suatu program

pembinaan terhadap masyarakat desa di dalam hutan dan sekitar hutan,namun

program sulit diterapkan sebagaimana harapannya karena administrasi internal

dari kementerian itu sudah karatan dengan KKN.

Fase Reformasi 1998, permasalahan penguasaan hutan juga tidak dapat di

selesaikan , hanya lebih banyak keluarnya peraturan-peraturan tentang hutan yang

belum membumi. Ini era kepemimpinan Menteri Muslimin Nasution.

Ketika hutan telah di komersial, para ilmuwan ilmuwan sulit netral dalam

mempelajari peran manusia dalam mengatur pemanfaatan lingkungan ketika

Page 36: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

36

komunitas lokal dan ekosistem semakin terancam oleh pihak eksternal. Para

ntropolog melihat suatu ancaman terhadap orang-orang yang mereka pelajari –

penebangan komersial, polusi lingkungan, dan pembebanan sistem manajemen

eksternal yang tidak memikirkan kepentingan ekosistem lokal yang sebenarnya

memiliki kearifan dalam pengelolaan lingkungan dan itu sudah berlangsung

dalam jangka waktu bertahun-tahun , Disinilah muncul pendekatan antropologi

ekologi, yang diawali penelitian Vayda di kalimantan yang memberi rekomendasi

untuk mengevaluasi kebijakan, antropologi lingkungan baru tidak hanya berusaha

memahami masalah lingkungan dan manusia namun jugs mncari solusi-solusi

dan menginformasikan secara kultural atas masalah lingkungan dan manusia

seperti kerusakan lingkungan, rasisme lingkungan Dalam hal ini pendekatan

antropologi ekologi baru berfokus pada unit-unit analisis baru – nasional dan

internasional, selain pada lokal dan regioal, karena level-level tersebut berbeda-

beda dan berhubungan dalam ruang dan waktu. Dengan memasuki sebuah dialog

dengan pemahaman sumberdaya alam dan lingkungan, pendekatan sistem terbatas

pada tahun 1960an. Metodologi-metodologi dalam antropologi baru harus tepat

dengan hubungan dan level kompleks yang menyusun dunia modern.

Jadi pendekatan antropologi ekologi fokusnya tidak lagi mengutamakan

pada ekosistem lokal. Pihak luar yang menerobos pada ekosistem lokal dan

regional menjadi pemain kunci dalam analisis; ketika kontak dengan agen-agen

dan agen-agen eksternal (misalnya imigran, pengungsi, pejuang, wisawatan,

pengembang) menjadi semakin umum para antropolog ekologi harus memberi

perhatian pada organisasi-organiasi dan kekuatan-kekuatan eksternal yang saat ini

mengklaim ekosistem regional dan lokal di seluruh dunia. Bahkan ditempat-

tempat jauh, bahkan bebeapa pihak level otoritas yang mengklaim hak pengunaan

dan pengaturan sumberdaya alam dan ekosistem lokal.seperti pihak eksekutif

maupun legialtis dalam sebuah negara.

Page 37: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

37

B.Isu-isu untuk antropologi ekologi baru

Adanya pertumbuhan populasi, migrasi, ekspansi komersial dan insentif

nasional dan internasional telah merusak lingkungan, sistem-sistem etnoekologi

yang memiliki memiliki kearifan dalam konsevasi lingkungan yaag konservasi itu

telah terjaga selama bertahun-tahun

C.Kesadaran ekologi dan persepsi resiko lingkungan

Pendekatan antropologi ekologi baru dapat memberi peran dalam masalah

lingkungan dan manusia secara terapan . Mereka dapat menjadi agen atau

pendukung perencana dan agen kebijakan yang bertujuan untuk pelestarian atau

perbaikan lingkungan atau pembela bagi oprang-orang yang secara aktual atau

berpotensi beresiko melalui sejumlah gerakan dan paksaan, termasuk

developmentalisme dan environmentalisme. Selain itu memberi semangat akan

kesadaran ekologis dan melakukan aktivitas dalam berbagai kelompok untuk

menggabungkan antara kebijakan yang ada dengan model etnoekologi pribumi

yang memilik kearifan dalam pelestarian lingkungan.

E.Contoh penelitian Antropologi Ekologi Baru

“ Dampak Penguasaan Kawasan Halimun oleh Pemerintah dan Korporasi

Terhadap Kehidupan Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar “ olehRahmad

Efendi1, Dwi Rahma Safitri

2, Ita Nurmawati

3, Tuflicatul Ilmiyah

4 Dalam jurnal

Antropologi FISIP Unpad,

Ringkasan penelitian

Penelitian ini membahas tentang masalah yang dihadapi Masyarakat Adat

Kasepuhan Ciptagelar ketika kawasan Halimun sudah dikuasai oleh banyak pihak.

Masalah tersebut membuat ruang gerak mereka jadi terbatas sehingga mengancam

keberlangsungan adat istiadat mereka. Penelitian ini menggunakan desain metode

penelitian kualitatif untuk menggali pemahaman masyarakat akan persoalan

Page 38: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

38

tersebut. Pada Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar, terdapat tradisi berpindah

kampung beserta lahan garapan sebagai pengetahuan lokal mereka. Tradisi

berpindah merupakan mekanisme untuk mengatasi tekanan penduduk. Masalah

tekanan penduduk mesti diatasi untuk menjaga keberlangsungan tatanan adat

mereka. Akan tetapi kawasan Halimun sudah dikuasai oleh banyak pihak, seperti

pihak negara dan korporasi besar. Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar

menjadi sulit untuk menjalankan mekanisme tersebut, karena lahan sudah

terbatas. Persoalan ini tentunya akan mempengaruhi sistem adat mereka, sehingga

akan mempengaruhi keberlangsungan hidup mereka nantinya.

Para pihak pemangku kepentingan dalam hal ini pemerintah dan korporasi,

tentunya perlu memikirkan baik-baik solusi yang tepat. Dimana pihak pemerintah

dan korporasi hendaknya mementingkan keberadaan dan keberlanjutan hidup

Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptgelar. Selain itu upaya-upaya pembangunan

yang dilakukan pemerintah sebaiknya menghindarkan pola yang berpusat dari

kebijakan di atas. Karena hal tersebut tentunya akan memberikan pengaruh besar

terhadap pergesaran nilai dan pengetahuan local milik masyarakat kasepuhan.

Lebih tepat menawarkan pembangunan yang bersumber dari kebijakan dan

pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat sendiri. Agar ke depannya sistem

pengetahuan mereka dapat tetap terjaga dan semakin berdaya guna sebagai fungsi

adaptasi dengan kondisi lingkungannya.

Kemudian tentunya akan lebih bijak untuk semua pihak yang

berkepentingan agar saling bekerjasama untuk menghasilkan kesepakatan.

Sehingga pengelolaan dan penjagaan yang dilakukan dapat menjamin

keberlanjutan fungsi kawasan ekosistem Halimun beserta keberlanjutan

Masyarakat Adat Kasepuhan yang ada di dalamnya.

Page 39: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

39

BAHAN AJAR (HAND OUT)

Nama Mata Kuliah : Antropologi Ekologi (3 sks)

Nomor Kode : SOA118

Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial

Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428)

Wirdanengsih, S.Sos., M.Si (4451)

Minggu ke : 10

Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):

Materi

- Tipe adaptasi masyarakat berburu dan meramu

- Tipe adaptasi masyarakat bercocok tanam

- Tipe adaptasi masyarakat pedesaan

Materi

William A. Haviland (1999) mengemukakan difinisi adaptasi mengacu

pada proses interaksi antara perubahan yang ditimbulkan oleh organisme pada

lingkungannya dan perubahan yang ditimbulkan oleh lingkungan pada organisme.

Adaptasi kerupakan proses penyesuaian dua arah, yaitu organisme dengan

lingkungannya. Adaptasi terjadi dsalam rangka mempertahankan hidup.

Manusia melakukan adaptasi melalui sarana kebudayaan dan sesuai

dengan sumber daya ada dalam lingkungannya. Keberhasilan beradaptasi akan

menjadikan manusia sebagai pribadi yang selaras dengan lingkungan budaya dan

sosialnya.( William A. Haviland (1999)

Koenjaraningrat 1994 mengutarakan ada beberapa tipe adaptasi sosial

budaya yaitu : tipe adaptasi sosial masyarakat berburu meramu, berladang tebang

bakar), nelayan, beternak, bertani dan irigasi serta tipe adaptasi sosial budaya

masyarakat perkotaan .

Menjelaskan beberapa tipe adaptasi manusia dan lingkungan

Mengemukakan konsep-konsep penting dalam studi antropologi ekologi

Page 40: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

40

Dalam proses beradaptasi tersebut masyarakat dipengaruhi oleh

kepercayaan/ keyakinan, struktur /organisasi kemasyarakatan, pengetahuan, pola

pemukiman, kesenian, bahasa dari masyarakat itu

Tipe Adaptasi Masyarakat Berburu-meramu.

Berburu dan meramu adalah tipe adaptasi manusia yang tertua (Wiliam

A, Haviland 1999). Masyarakat berburu umumnya juga melakukan pekerjaan

meramu yaitu mengumpulan berbagai jenis tanaman seperti umbi-umbian dan

tumbuhan akar yang dapat mereka makan sehari-hari, Juga mereka mencari ikan

di sungai, sehingga mereka disebut juga sebagai masyarakat pemgumpul bahan

makanan. Namun masyarakat berburu dan meramu ini lambat laun hilang sejak

abad ke 19 dan beralih pada bidang pertanian

Tipe Adapatasi masyarakat Bercocok Tanam

Verre Gordon Shilde dalam Pengantar Antropologi (1999) mengemukan

bahwa kemampuan manusia dalam bercocok tanam merupakan peristiwa utama

dalam perkembangan kebudayaan manusia, dikenal dengan istilah revolusi

kebudayaan. Pada masa bercocok tanam ,awalnya kehidupan manusia masih

berpindah-pindah, kemudian baru menetap, awalnya tidak mengunakan bajak,

setelah menetap mengunakan bajak

Tipe adaptasi masyarakat pedesaan

Bertani merupakan mata pencaharian tama sebagian besar masyarakat

pedesaan di Indonesia . Saat ini sistem bertani sudah mengalami perubahan,

dahulunya mengunakan kerbau untuk membajak sawah, meotong padi dengan

mengunakan ani-ani, menumbuk padi dengan lesung, sekarang semuanya

digantikan oleh tenaga mesin .

Dulu, manusia dengan lingkungan nya akan beradaptasi sesuai dengan

sumber daya alam yang mendukung sistem mata pencaharian mereka, maka alat

seperti lesung, bajak menjadi bagian yang tidak terpisah dari kehidupan petani.

Page 41: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

41

Mereka memiliki tradisi yang kuat dan mereka menjunjung kebersamaan. Hidup

bahu-membahu dan bekerja sama mulai dari menanam, mengolah hingga

memanen. Masyarakat bertani dulu memiliki pola pemukiman menetap tidak

berpindah-pindah.

Masyarakat bertani, dahulunya beradaptasi dengan lingkungannya dengan

cara melihat kesediaan sumber daya alam seperti tanah subur, iklim dingin dan

ketersediaan sumber daya manusia yaitu keluarga luas sehingga menamam padi,

menumbuk padi, menjemur padi dapat dikerjakan secara bersama-sama.

Dan yang menarik, ketika petani melakukan penumbukan padi, alunan

gesekan alu dan lesung menjadi keseniaan tersendiri bagi masyarakat bertani. Dan

biasanya orang menumbuk padi dalam jumlah yang banyak apabila ada hajatan

sehingga aktivitas ini menjadi tradisi, misal Gojeg dalam masyarakat jawa yaitu

tradisi alunan alu dan lesung disaat acara unduh mantu’

Seiiring berjalan waktu, sistem pertanian bergeser dengan pengunaan

tekhnologi seperti huller dan ini diterma oleh masyarakat, pengunaan lesung,

bajak dan alu tidak menjadi aktivitas sehari-gari masyarakat petani, namun tradisi

kesenian menumbuk alu dan lesung yang di kenal gojeg didalam masyarakat jawa

masih saja berlangsung.

Page 42: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

42

BAHAN AJAR (HAND OUT)

Nama Mata Kuliah : Antropologi Ekologi (3 sks)

Nomor Kode : SOA118

Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial

Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428)

Wirdanengsih, S.Sos., M.Si (4451)

Minggu ke : 11

Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):

MATERI

METODE PROGRESSIVE CONTEXTUALIZATION DALAM

PENELITIAN ANTROPOLOGI EKOLOGI

Metode Progressive Contextualization (Progresif Kontektualisasi) –

selanjutnya disingkat dengan PC saja – merupakan metode penelitian yang

dikembangkan oleh Andrew Peter Vayda di dalam melaksanakan penelitian

antropologi ekologi atau ekologi manusia. PC merupakan respon dari Vayda

dalam melihat perkembangan metode-metode dalam hubungan manusia dengan

lingkungannya. Dalam hal ini Vayda memberikan perubahan mendasar terhadap

sudut pandang antropologis terhadap fenomena manusia dengan lingkungannya,

yaitu dalam hal cara pandangnya terhadap apa yang dimaksud dengan sistem

sebagai satuan wilayah kajian, yang tidak lagi melihat kepada batasan-batasan

desa atau kabupaten, kemudian juga dijelaskan apa yang dimaksud dengan

sistemik di dalam penelitian antropologi ekologi dengan menerapkan PC.

Mahasiswa dapat menggunakan metode Progressive Contextualization

dalam penelitian antropologi ekologi.

Page 43: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

43

Sumbangan penting dari Vayda ini ditulis di dalam jurnal Human Ecology

Volume 11, nomor 3 tahun 1983, yang berisikan pendekatan dan prosedur

penelitian yang memungkinkan peneliti menggunakan banyak metode, sesuai

dengan judul tulisannya Progressive Contextualization: Methods for Research in

Human Ecology. Tujuan utama dari artikel ini adalah untuk mengargumentasikan

secara luas penerimaan prosedur-prosedur tertentu yang bisa dilabeli dengan PC.

Artikel Vayda ini menjelaskan tentang langkah-langkah prosedural dari PC,

beberapa prinsip yang diacu dalam melakukan PC sebagai pedoman di dalam

penelitian, dan keuntungan di dalam menggunakan PC. Dengan menggunakan PC

di dalam penelitian antropologi ekologi beberapa keunggulan diperoleh peneliti.

Sebagaimana dinyatakan Vayda, PC konsisten dengan arah baru di dalam ekologi

ekologi manusia atau antropologi ekologi dan bidang kajian lain yang relevan.

Dalam menggunakannya kita bisa mulai dengan aksi-aksi atau interaksi-interaksi

secara individual dengan individu dengan barang-barang kebutuhan hidupnya –

yang berhubungan dengan lingkungan – dengan memperlihatkan konteks interaksi

yang cerdas dalam hubungan dengan kompleksnya permasalahan lingkungan dan

efeknya. Berikut ini dijelaskan langkah-langkah prosedural PC di antaranya;

Pertama, Fokus terhadap aktivitas dari orang, tempat, dan waktu yang

spesifik. Seperti yang dinyatakan Vayda, PC, starting, as note earlier, with

specific activities such as timber cutting, performed by specific people in specific

places at specific times, enable us to see and understand the activities and impacts

of such coalitions and did not require us to make any assumptions about their

permanence or stability.26

(PC, dimulai, sebagaimana catatan sebelumnya, dengan

kegiatan-kegiatan khusus seperti pemotongan kayu, yang dilakukan oleh orang-

orang tertentu di tempat-tempat tertentu dan pada waktu tertentu, memungkinkan

kita untuk melihat dan memahami kegiatan dan dampak dari gabungan tersebut

dan tidak mengharuskan kita untuk membuat asumsi tentang keberlanjutan atau

stabilitasnya). Kedua, dengan PC peneliti dapat menempatkan diri ke dalam

konteks aktor. Ini memperlihatkan bahwa penelitian ini benar-benar emik. Ketiga,

sistemik, sistemik bukan dalam penelitian antropologi klasik dalam melihat satuan

26

Vayda, 1983:269

Page 44: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

44

unit atau satuan dari banyak pranata di dalam satu kebudayaan atau satuan

wilayah kajian , tetapi apa yang terjadi di suatu tempat bisa dipahami sebagai

suatu jalinan dari semua yang terjadi di dalam kegiatan-kegiatan yang dapat

diamati. Artinya peneliti mampu menjelaskan secara menyeluruh apa-apa saja

yang terjadi pada saat penelitian, dalam waktu, tempat, kejadian yang spesifik,

sehingga penjelasan menyeluruh dapat diambil. Keempat, dengan PC peneliti

dapat menghindarkan pandangan atau defenisi yang a priori pada batas-batas

ekosistem dari komunitas manusia yang dipelajari.

Penelitian yang dilakukan oleh Vayda pada kasus penebangan atau

penggundulan hutan di Kalimantan, oleh karena itu Vayda fokus terhadap

aktivitas secara langsung dan signifikan yang menyebabkan terjadinya

penebangan pohon. Untuk itu memahami rangkaian sebab akibat dari penebangan

pohon ini sangat diperlukan pemahaman sesuai konteksnya secara holistik dengan

mengajukan pertanyaan mendalam melalui 5 w + 1 h (what,when,who,why,

where, dan how).

Selanjutnya, prinsip yang diacu di dalam melakukan PC adalah prinsip

yang rasional, dalam hal ini peneliti harus mementingkan untuk memperhatikan

aktivitas atau interaksi, dengan menggunakan pengetahuan secara rasional dan

ketersediaan sumber daya yang ada. Pendekatan emik tetap dilakukan, peneliti

jangan menggunakan nilai-nilai berdasarkan ukuran peneliti, karena apa yang

dilakukan oleh aktor atau para pelaku adalah punya rasionalitasnya sendiri. Vayda

menyatakan ...one guide is a rationality principle whereby we assume that those

who are engaging in the activities or interactions of concerns to us are rationally

using their knowledge and available resources to achieve whatever their aims are

in the situatuions in which they find themselves.27

(satu pedoman prinsip yang

rasional dimana kita mengasumsikan bahwa siapa yang terlibat di dalam aktivitas

atau interaksi memusatkan perhatian kita bahwa aktivitas dan interaksi tersebut

adalah rasional menggunakan pengetahuan mereka dan ketersediaan sumber daya

untuk mencapai apapun tujuan mereka dalam situasi-situasi dimana mereka

menempatkan diri mereka). Jadi prinsip rasional ini penting di dalam memahami

27

Ibid.Hal.266.

Page 45: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

45

aktivitas yang dilakukan dengan rasionalitas dari subjek sendiri terhadap apa yang

mereka lakukan.

Keuntungan dengan melakukan PC di dalam penelitian antropologi

ekologi seperti dijelaskan Vayda di antaranya peneliti dapat melakukan

eksperimen pemikiran dalam konteks aktor. Maksudnya peneliti dengan

keterlibatannya di dalam konteks aktor (observasi partisipasi) maka peneliti dapat

mengembangkan asumsi-asumsi baru berdasarkan temuan di lapangan. Dengan

demikian pada dasarnya penelitian yang dilakukan dapat dikembangkan menjadi

beberapa penelitian sesuai dengan kemampuan peneliti untuk mengembangkan

asumsi-asumsi baru. Dengan PC sesungguhnya peneliti dapat mengembangkan

pertanyaan penelitian sesuai dengan situasi di lapangan. Asumsi-asumsi baru yang

dibuat selama di lapangan memungkinkan peneliti melakukan penelitian secara

berkelanjutan dalam tema-tema penelitian yang baru. Inilah salah satu bentuk

progresif yang dihasilkan dengan menggunakan PC sebagaimana disarankan

Vayda. Oleh karena itu penelitian dengan metode-metode PC merupakan

penelitian-penelitian yang dapat memperpendek penggunaan waktu peneliti di

lapangan dalam satu tema atau asumsi tertentu. Peneliti dapat kebebasan untuk

menentukan lama atau tidak di lapangan, sepanjang dapat menjawab asumsi yang

dibangun sebelumnya. Jika penelitian ingin dilanjutkan maka asumsi baru harus

dikembangkan, sehingga penelitian dilakukan secara berkelanjutan/ progresif.

Jika pilihan penelitian oleh peneliti dilakukan lebih dengan pemanfaatan

waktu yang lebih pendek maka penelitian juga dapat mengurangi penggunaan

biaya. Di samping itu dengan PC peneliti dapat kebebasan di dalam melakukan

pengumpulan data melalui berbagai metode yang relevan serta peneliti dapat

mengetahui keseluruhan konteks yang semula hanya merupakan asumsi-asumsi

atau pertanyaan yang masih meragukan.

Dengan melakukan PC dengan asumsi-asumsi baru sesungguhnya peneliti

dapat melakukan penelitian berulang secara progressive. Itulah makanya disebut

dengan progressive contextualization, karena dengan melakukan saran-saran yang

diajukan Vayda pada dasarnya peneliti bisa melakukan penelitian berkelanjutan.

Page 46: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

46

Ini dimungkinkan sepanjang peneliti mampu mengembangkan asumsi-asumsi

baru untuk selanjutnya dapat menjadi dasar dari penelitian selanjutnya.

Cara penelitian berkelanjutan atau progresif ini memperlihatkan bahwa PC

memiliki paradigma baru di dalam penelitian antropologi ekologi. Paradigma baru

yang dimaksudkan adalah dengan PC peneliti sudah dapat melakukan penelitian

dengan cara kerja prosesual di dalam penelitian antropologi, dimana penelitian

tidak berhenti pada satu tema tertentu, sehingga perubahan-perubahan yang terjadi

di dalam masyarakat atau lingkungan dapat diperhatikan dengan penelitian yang

dipanjang atau penelitian diulang pada waktu yang berbeda. Penelitian prosesual

dengan sendirinya sudah membantah penelitian antropologi yang sinkronik,

karena dengan cara PC, prosesual, sesungguhnya penelitian itu sudah merupakan

penelitian berkelanjutan, yang di dalam konteks ilmu sejarah disebut dengan

istilah diakronis. Hal ini sejalan dengan aliran neo evolusi di dalam antropologi

oleh Julian H. Steward sebagai pelopor antropologi ekologi yang memperhatikan

perubahan kebudayaan secara berkelanjutan.

Page 47: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

47

BAHAN AJAR (HAND OUT)

Nama Mata Kuliah : Antropologi Ekologi (3 sks)

Nomor Kode : SOA118

Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial

Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428)

Wirdanengsih, S.Sos., M.Si (4451)

Minggu ke : 12

Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):

Materi

1. Modal sosial dengan pengelolaan lingkungan

2. Permasalahan lingkungan dalam masyarakat hutan

3. Permasalahan lingkungan dalam masyarakat nelayan

Materi

1.Modal Sosial Dalam Pengelolaan Lingkungan

Modal sosial oleh Piere Bordeau pada 1972 adalah sebuah konsep

kebersamaan yang lahir dari adanya kepekaan pemimpin yang ditindaklanjuti

dengan menggagas untuk membangun kesadaran masyarakat yang memiliki

saling keterkaitan sosial, sehingga terwujud rasa peduli dan tang-gung jawab

yang memiliki nilai jaringan sosial.

Modal sosial adalah rekonstruksi dari kerja sama antar manusia untuk

mencapai suatu tujuan yang mana bangsa Indonesia sejak dahulu kala telah

memiliki modal sosial yang cukup banyak artinya Modal sosial merupakan milik

bangsa Indonesia secara turun-temurun dengan berbagai model, misalnya etos

gotong royong

Menjelaskan permasahan manusia dan lingkungan dalam realita kehidupan

sehari-hari dengan mengkaitkan dengan beberapa konsep dan pendekatan

antropologi ekologi

Page 48: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

48

Indonesia memiliki keanekaragaman budaya dan dapat dikatakan hampir

semua masyarakat yang mempunyai keragaman budaya tersebut, mempunyai

etos gotong royong. tersebut. Maluku yang merupakan daerah konflik

sebelumnya juga memiliki modal sosial berupa etos palagendong yang

mempersatukan dua agama dengan penganut yang besar

Cukup banyak pranata budaya di Indonesia yang sudah semenjak dahulu

berperan dengan sangat menyenangkan bagi penduduk pribumi dan berfaedah

bagi penduduk serta dapat digunakan sebagai bahan program pembangunan

dewasa ini dan perlu digaris bawahi, bahwa hukum tidak akan dapat mengawasi

suatu pranata baru dengan penuh wibawa kalau sikap mental manusianya belum

siap untuk menerima pranata baru itu (Koenjaraningrat, 1990,36)

Pada saat ini sedikit sekali usaha yang ditunjukkan untuk memperbaiki

kehidupan kaum miskin didasarkan pengetahuan dan sumber daya yang dimiliki

terutama nilai budaya tradisional yang dianutnya secara turun temurun sehingga

akibatnya lebih sering program pembangunan yang bertujuan memperbaiki taraf

hidup kaum miskin malah memperkuat ketergantungan kaum miskin terhadap

pihak luar dam mematikan swadaya masyarakat. Ada anggapan bahwa

kebudayaan dan pola hidup tradisional merupakan penghalang besar bagi

pembangunan sosio-ekonomi itu merupakan suatu anggapan yang salah karena

kebudayaan tradisional itu justru erat dengan dan menunjang proses pembangunan

nasional, ekonomis, dan ekologis masyarakat, yang berarti kebudayaan tradisional

merupakan akses yang harus diperhitungkan dalam perencanaan dan pelaksanaan

pembangunan. Karena itu pembangunan terutama pembangunan pedesaan, harus

di-dasarkan pada kebudayaan tradisional dan sumber daya masyarakat setempat.

Dan itu hanya mungkin kalau pihak perencanaan dan pelaksana pembangunan

memberi ke-sempatan bagi terwujudnya partisipasi masyarakat setempat dalam

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keseluruhan proses pembangunan yang

diarahkan untuk meningkatkan taraf hidupnya. Sudah waktunya partisipasi,

demokratisasi dan desentralisasi pembangunan diutamakan (Michael R. Dove,

Peranan Kebudayaan Tradisional Indonesia Dalam Moder-nisasi). Contoh kasus

Page 49: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

49

yang bisa kita lihat bahwa proses pembangunan Jepang untuk waktu yang lama

mempergunakan nilai budaya yang berorientasi vertikal ke arah atasan, untuk

menggerakkan masyarakat untuk mendisiplinkan rakyat dan juga untuk

memelihara loyalitas mutlak dalam jiwa rakyat Jepang terhadap pekerjaan dan

negara (Koenjaraningrat, 1990)

Berangkat dari pikiran di atas, kita juga menyadarii bahwa tidak semua

kebudayaan tradisional itu dapat di-fungsikan sebagai pengarah dan fasilatator

dalam pembangunan karena nilai tradisional yang bagaimana dapat digunakan

sebagai fasilitatif dalam pembangunan yaitu nilai tradisional yang mampu

berfungsi sebagai modal sosial masyarakat.

Modal sosial adalah suatu pengaturan sosial yang kolektif dimana orang

satu sama lainnya spontan mewujudkan kepentingan bersama. Lalu bagaimana

modal sosial masyarakat terwujud dan tetap bertahan, ada beberapa syarat yang

harus dipenuhi, antara lain :

adanya trust, kepercayaan masyarakat yaitu kehidupan yang, saling

percaya, saling kerja sama serta lepas dari atribut yang dimiliki di dalam

masyarakat itu sendiri.

adanya civil engagement yaitu masyarakat yang memiliki demokrasi

dimana masyarakat juga memiliki peran sebagai pihak pengambil

kebijaksanaan pembangunan dan keikutsertaan warga dalam kebijakan

publik.

Kemampuan berorganisasi yaitu kemampuan dalam menjalankan

mekanisme organisasi mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, control

dan evaluasi.

Untuk kasus di Indonesia, salah satunya dapat kita lihat pada tradisi

Lelong di kawasan Taman Nasional Kerinci, Kecamatan Sungai Pagu, Solok,

Sistem Subak di Bali dan ikan larangan di Sumatera barat

Jadi kebudayaan merupakan media yang efektif bagi pembangunan agar

berlangsung dengan sukses, Setidaknya ada tiga alasan sebagai berikut, pertama

Page 50: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

50

unsur-unsur budaya mempunyai legitimasi tradisional di mata orang-orang yang

menjadi program pembangunan, kedua unsur-unsur budaya secara simbolis

merupakan bentuk komunikasi yang dapat dimaknai penduduk setempat, dan

ketiga unsur-unsur budaya memiliki keberagaman fungsi (baik yang terwujud

maupun yang terpendam) yang sering menjadikannya sebagai sarana yang efektif

dan bermakna untuk melakukan perubahan dibandingkan dengan yang tampak

pada permukaan jika hanya dilihat dalam kaitannya dengan fungsinya yang

terwujud saja. Ketiga alasan ini akan menjadikan sebuah perubahan dapat

diterima atau dikreasikan sendiri oleh masyarakat itu sendiri

Unsur-unsur budaya mempunyai dasar yang luas, yang dijunjung tinggi

dan sudah digunakan oleh masyarakat ber-tahun-tahun lamanya selayaknya

digunakan sebagai media Untuk mendukung program pembangunan. Kebudayaan

dapat dilihat sebagai dasar bagi perubahan dan bukan sebagai penghambat

perubahan. Kebudayaan tidak hanya digunakan sebagai alat pembangunan,

melainkan juga pendukung pembangunan itu. Hubungan antara kebudayaan dan

pem-bangunan ini dapat diasumsikan : bahwa kebudayaan meru-pakan suatu unit

hidup dan untuk bisa bertahan terus. la diusahakan untuk dapat beradaptasi secara

fungsional ter-hadap kondisi dan situasi yang sedang berubah di sekitarnya.

B.Permasalahan Masyarakat Hutan dan lingkungan

Hak penguasaan hutan dibuka pada era orde baru dengan masa puncak

dengan terbentuknya Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia. Hak Pengusahaan

Hutan banyak dikuasai oleh pensiunan jenderal, yayasan, konco dan kerabat

Cendana namun mereka bukan orang-orang yang tidak ahli dalam pengelolaan

hutan baik secara manajerial, tekhnologi,dan tak punya modal yang cukup

sehingga banyak diantara mereka mensub kontrak kepada perusahaan kayu balak

dari Korea, malaysia, ero-amerika, pilipina dan sub kontrak dalam negeri.

Sayangnya para perusaha kayu balak ini membabat hutan tanpa nurani atas

kelestarian hutan dan cara kerja para perusahaan Balak Kayu ini juga

Page 51: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

51

mempengaruhi prilaku masyarakat hutan yang juga ikut-ikutan dalam pola

penebangan liar, masyarakat hutan seperti mendapat uang melimpah yang juga

mempengaruhi hidup mereka. Hidup mereka yang sebelumnya sederhana berubah

pola hidup yang sangat mengagungkan uang, eksploitasi hutan, memiliki

tekhnologi komunikasi seperti TV, parabola. Sebelumnya Mereka adalah

penduduk yang semi permanen, artinya pada saat tertentu akan berpindah-pindah

dari satu desa ke desa lainnya. Hidup dikelilingi oleh hutan belantara,umumnya

mereka orang yang telah lama terisolasi dari dunia luar dan baru terjadi perbauhan

akan pola hidup setelah dioperasikan PP HPH awal tahun 1970-an. Mereka

memiliki mata pencaharian berladang berpindah sekalian berburu, menangkap

ikan, dan mencari hasil hutan. struktur sosial mereka adaslah sistem kekerabatan

ambilineal (bebas pilih kerabat ibu atau bapak ). Satuan sosialnya keluarga batih

dan bersifat egalitarian.

Tahun 1990-an muncul program HPH Bina Hutan ( era kementerian hutan

di pimpin oleh Ir Djamaludin yaitu suatu program pembinaan terhadap

masyarakat desa di dalam hutan dan sekitar hutan, namun program sulit

diterapkan sebagaimana harapannya karena administrasi internal dari

kementerian itu sudah karatan dengan KKN.

Fase Reformasi 1998, permasalahan penguasaan hutan juga tidak dapat di

selesaikan, hanya lebih banyak keluarnya peraturan-peraturan tentang hutan yang

belum membumi. Hutan

c. Permasalahan Masyarakat Nelayan dan Lingkungan

Masyarakat nelayan daerah pesisir pantai dalam aktivitasnya memiliki

kecederungan untuk selalu berpedoman pada aturan adat yang telah disepakati

bersama. Aturan adat itu juga dijadikan pedoman dan tata cara dalam

berhubungan dengan lingkungan alam maupun lingkungan sosial sehingga segala

prilaku dan pola-pola adaptasi mereka dengan lingkungan seperti penangkapan

ikan,distribusi, dan konsumsi hasil tangkapan didasarkan pada norma adat yang

Page 52: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

52

tercermin dalam mitos. Dan nilai diwariskan dan disosialisasikan oleh para

pendahulu

Clifford Gertz 1992 ;22 Manusia sebagai makhluk sosial dalam

menangapi kehidupan dan pola pola tingkah lakunya berdasarkan kebudayaan

yang dimilikinya. Sehingga dalam proses adaptasi , selalu mengunakan

kebudayaan guna merespon perubahan yang terjadi. Gertz juga mengatakan

kebudayaan memiliki seperangkat mekanisme kontrol berupa aturan atau intruksi

untuk mengatur tingkah laku manusia

Masyarakat nelayan tradisional di desa Tablasupa , dalam aktivitas

kenelayannya sangat dipengaruhi oleh aturan, intruksi dan resep-resep yang

terbungkus dalam norma adat mereka. Sehingga timbul keserasian hubungan

manusia dengan lingkungan fisik dan sosialnya ( Agusyanto 2012 )

Diversifikasi pekerjaan Nelayan

Kehidupan nelayan memiliki ketergantungan pada lingkungan. Hal

tersebut terutama terlihat pada nelayan tradisional, ketergantungan dengan alam

(musim) mengakibatkan mereka tidak bisa melaut sepanjang tahun. Hal tersebut

berakibat lebih jauh pada ketidakstabilan dan ketidakteraturan penghasilan

mereka.

Beberapa studi menunjukan kalangan masyarakat nelayan telah

berkembang berbagai strategi untuk mempertahankan kelangsungan hidup,

diantaranya adalah adanya pranata pranata tradisional sebagai tindakan kolektif

yang secara efektif dapat dipakai sebagai strategi untuk mengatasi kesulitan

hidup, seperti pembentukan kelompok simpan pinjam dan arisan. Aktivitas ini

sangat sederhana, fleksibel, dan adaptif terhadap kondisi sosial ekonomi, serta

sesuai dengan kondisi masyarakat nelayan, terutama yang kurang mampu.

Bekerja sebagai nelayan tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari

membuat nelayan melakukan diversifikasi pekerjaan, baik pekerjaan pekerjaan

yang masih terkait dengan kegiatan kenelayanan atau pencarian ikan di laut,

Page 53: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

53

maupun kegiatan di luar sektor kenelayanan, seperti bertani, berkebun, penjual

jasa, tukang ojek. Jadi dapat dikatakan Diversifikasi pekerjaan bagi masyarakat

merupakan strategi untuk mempertahankan hidup.

Dalam melakukan diversifikasi pekerjaan ini, ragam dan peluang kerja

yang dimasuki oleh nelayan sangat tergantung pada sumber-sumber daya yang

tersedia di desa-desa nelayan. Setiap desa memiliki karakteristik sosial ekonomi

tersendiri, yang berbeda antara desa nelayan satu dengan lainnya.

Jadi dengan melakukan diversifikasi pekerjaan, bagi keluarga nelayan

memiliki makna yang sangat berarti bagi kelangsungan ekonomi rumah

tangganya. Hal ini terkait dengan ketidakteraturan dan ketidakstabilan

penghasilan mereka dari hasil melaut. Untuk bahasa membuminya kita pakai

istilah menjadi nelayan plus.

Kearifan masyarakat Nelayan (Pastoralisme)

Masyarakat Nelayan memiliki pengetahuan lokal, pengetahuan lokal ini

merupakan pengetahuan praktis masyarakat yang diperoleh secara turun temurun

dari nenek moyang mereka dan didasarkan atas pengalaman dan pembelajaran

terhadap fenomena alam dan melekat dalam kehidupan sosial budaya. Maka untuk

pengembangan mereka lebih lanjut, perlu dibangun sinergitas antara pengetahuan

lokal masyarakat peternak yang sudah diterapkan dan menyatu dengan budaya

setempat dan pengetahuan modern yang ada.

Studi yang dilakukan oleh Mashur et al (2004) menyangkut peranan adat

kelembagaan komunal dalam penggembalaan ternak melaporkan bahwa dalam

kelembagaan kandang komunal, suku atau adat termotivasi, memberi legitimasi,

dan menegakkan aturan atau norma-norma yang berlaku. Sebagai contoh adalah

pendinginan sapi supaya sehat, aman, dan baik. Di kalangan masyarakat, cara ini

dikenal sebagai HAINIK, selain itu suku atau adat berperan penting dalam

Page 54: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

54

pengambilan keputusan jika terjadi pelanggaran atau norma-norma yang berlaku.

Ini merupakan modal sosial tersendiri bagi nelayan tersebut.

Nelayan dan Rentenir

Rentenir atau tengkulak, istilah masyarakat pedesaan adalah seseorang

yang memberi pinjaman uang secara tidak resmi dengan bunga yang sangat tinngi,

jika tidak mampu membayar angsuran utang, biasanya dipermalukan atau

dilecehkan.

Nelayan Indonesia di pesisir pantai, beberapa kasus ditemukan banayak

terjerat hutang dengan rentenir, kehidupan mereka mengalami kesusahan dan

hidup miskin. Ini memang diawali, mata pencaharian mereka sebagai nelayan tak

menentu yang mengakibatkan beban perekonomi terus bertambah, selain itu

untuk melakukan diversifikasi pekerjaan mereka tidak memiliki peluang

sebagaimana ungkapan Sekretaris Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia cabang

medan bahwa nelayan di desa Rugemuk, kecamatan Pantai Labu kabupaten Deli

Serdang, Kecamatan Natal, kabupaten Mandailing, kabupaten Tapanuli Tengah,

kota Tanjung Bali dan sebagainya,Nelayan tradisional tersebut mengalami

kemiskinan akibat berhubungan dengan rentenir.

Memberi kesempatan menjadi anggota koperasi dan membentuk lembaga

koperasi bisa menjadi alteratif untuk menangani peminjaman uang kepada

rentenir

Page 55: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

55

BAHAN AJAR (HAND OUT)

Nama Mata Kuliah : Antropologi Ekologi (3 sks)

Nomor Kode : SOA118

Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial

Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428)

Wirdanengsih, S.Sos., M.Si (4451)

Minggu ke : 13

Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):

MATERI

SUNGAI DAN AIR CILIWUNG SEBUAH

KAJIAN ETNOEKOLOGI

Sungai dan Air Ciliwung Sebuah Kajian Etnoekologi, merupakan artikel

yang ditulis oleh Heddy Shri Ahimsa Putra, Dosen Pasca Sarjana UGM

dalamPrisma 1, Januari 1997. Penelitiannya terhadap warga tepian Sungai

Ciliwung, terutama sekitar Kampung Melayu, dari sisi etnoekologi.

Permasalahan

Ketersedian air bersih merupakan masalah penting yang selalu dihadapi oleh

penduduk Jakarta. Pemerintah daerah Jakarta telah mengusahakan mensuplai air

bersih, yaitu dengan mengandalkan air sungai Ciliwung. Namun kualitas air

sungai terus merosot dari tahun ke tahun, untuk itu maka Pemda mengeluarkan

program Kali Bersih (PROKASIH) di Jakarta. Namun program ini masih belum

dapat berjalan dengan baik. Dari penelitian mengenai rendahnya partisipasi

masyarakat dari berbagai program pemerintah, diketahui salah satu penyebabnya

Mahasiswa dapat menerapkan ide, teori dan metode penelitian

antropologi ekologi.

Page 56: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

56

adalah perbedaan persepsi antara pemerintah dan masyarakat. Tulisan Ahimsa

menjelaskan pandangan pemerintah dan masyarakat mengenai sungai Ciliwung,

dan air sungai Ciliwung.

Kajian Etnoekologi Sungai Ciliwung

Penelitian etnoekologi pada dasarnya bertujuan melukiskan lingkungan

sebagai mana lingkungan tersebut dilihat oleh masyarakat yang diteliti.

Asumsinya adalah bahwa “lingkungan efektif”, yakni lingkungan yang

berpengaruh terhadap perilaku manusia, mempunyai sifat kultural28

. Tulisan ini

mengungkap dan membandingkan dua sistem pengetahuan mengenai air dan

sungai Ciliwung serta menghubungkannya dengan perilaku pemanfaatan air dan

sungai.

Mary Douglas mengatakan bahwa defenisi tentang “bersih” dan “kotor”

bersifat relatif, artinya tergantung kepada konteks simbolik tertentu yaitu pada

kebudayaan masyarakat yang mendefenisikan.29

Dalam hal ini perilaku orang

memanfaatkan air sungai hanya dapat dipahami jika mengetahui defenisi mereka

mengenai air sungai Cliwung.

Etnoekologi Sungai Ciliwung

Pandangan pemerintah dan Pemanfaatan: sungai Ciliwung dapat

digunakan sebagai sumber utama air minum kota jakarta dan sebagai sumber air

pengelontor untuk daerah yang lebih rendah. Oleh karena itu kualitas air

Ciliwung perlu dijaga, kalau air tercemar maka memerlukan biaya penjernihan

yang tinggi dan pada gilirannya akan menambah beban ekonomi.

Pandangan masyarakat terhadap Sungai Ciliwung

Sungai Ciliwung merupakan karunia Tuhan, sehingga mereka bebas,

membuang sampah, mandi, mencuci di sungai. Kebersihan air sungai menurut

persepsi mereka ditentukan oleh musim. Ketika musim hujan, Ciliwung banjir, 28

Ahimsa Putra, Shri Heddy. 1997. Sungai dan Air Ciliwung: Sebuah Kajian Etnoekologi. Dalam Prisma Januari 1997. Jakarta: LP3ES. hal.54 29

Ahimsa Putra. Hal 55

Page 57: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

57

maka air Ciliwung biasanya disebut “kotor”. Sungai memiliki fungsi

membersihkan segala macam kotoran yang dibuang kedalamnya. Dan lingkungan

sekita mereka tetap “bersih”. Ada empat pola perilaku yakni: (1) pola

menggelontor; (2) pola membersihkan; (3) pola merebus dan (4) pola bersuci.

Etnoekologi Air Ciliwung

Air Ciliwung dalam pandangan pemerintah

Air sungai Ciliwung sudar tercemar, kualitas air sudah tidak sesuai lagi

untuk sumber baku air minum. Pencemaran air dipahami menurut defenisi

ilmuwan, air dapat menganggu kehidupan sekitarnya. Air yang tercemar disebut

juga “air terkontaminasi”, “kotor”, atau “tidak sehat”. Kualitas air ditentukan

bertingkat berdasarkan sesuai dengan kadar “pencemaran”, air dapat

diklasifikasikan menjadi air yang tercemar: (1) ringan; (2) ringan-sedang; (3)

sedang-berat; (4) berat; (5) sangat berat.

Air Ciliwung dalam Pandangan Masyarakat

Masyarakat memiliki pandangan yang berbeda dengan pemerintah. Mereka

memiliki sistem klasifikasi air sendiri yang mereka gunakan dalam proses

pemanfaatan berbagai macam jenis air dalam kehidupan sehari-hari. Klasifikasi

penting menurut mereka, bisa tidaknya air dimanfaatkan untuk memenuhi

kebutuhan. Dimensi masyarakat dalam mengklasifikasikan air yakni: (1)

sumber; (2) warna; (3) bau; (4) gerak; (5) tujuan; (6) cara memperoleh.

Dimensi sumber, masyarakat memgkategorikan atas: air sungai, air pompa,

air PAM, dan air hujan. Dimensi warna, masyarakat mengkategorikan atas, air

bening, air keruh, dan air kotor. “Air bening” jika masih tampak kehijauan dan

tidak terlalu coklat. Ketika air dimasukkan ke ember, dasar ember masih terlihat,

maka disebut bening. Air keruh, jika air banyak mengandung lumpur biasanya

ketika terjadi hujan dan banjir. Air kotor, jika air sungai berwarna hitam dan

banyak sampah.

Dimensi bau, dikategorikan atas air berbau dan tidak berbau. Air berbau

dikategorikan atas, berbau karat, berbau amis, berbau tanah. Dimensi gerak, atas

Page 58: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

58

dasar gerak dikategorikan atas; banjir, air yang mengalir biasa dan air yang

“mampet”. Dimensi guna, dapat dikategorikan pandangan masyarakat atas; (1) air

yang dapat digunakan untuk segala keperluan, mulai dari mask, minum, mencuci

dan mandi. (2) air yang “baik” untuk mandi dan mencuci. (3) air yang baik untuk

mandi dan mencuci saja. (4) air yang tidak dapat digunakan.

Page 59: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

59

BAHAN AJAR (HAND OUT)

Nama Mata Kuliah : Antropologi Ekologi (3 sks)

Nomor Kode : SOA118

Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial

Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428)

Wirdanengsih, S.Sos., M.Si (4451)

Minggu ke : 14

Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):

MATERI

PEREMPUAN DI HUTAN MANGROVE

Artikel dengan judul “Perempuan dalam Keseharian Kawasan Mangrove”,

merupakan hasil penelitian di wilayah Teluk Bintuni. Artikel ini ditulis oleh

Sumijati A.S dan Almira Rianty.30

Wilayah Teluk Bintuni didiami oleh tujuh suku, yakni: wamesa, Irarotu,

Sebiar, Kuri, Sumuri, Moskona dan Soub. Suku-suku di atas mendiami

lingkungan yang berbeda, yakni di daerah pedalaman dan pesisir. Suku Soub dan

Moskona tinggal di daerah pedalaman, sedangkan 5 suku lainnya tinggal di tepi

laut atau sungai. Perbedaan tempat tinggal juga menimbulkan perbedaan mata

pencaharian. Tulisan ini mengungkapkan peran perempuan di lingkungan

keluarga dan masyarakat. Tulisan ini juga mengungkapkan peran dan sikap

perempuan Teluk Bintuni dalam pengelolaan keanekaragaman hayati mangrove

sebagai salah satu sumber pemenuhan kebutuhan hidupnya.

30

Sumijati, A.S & Almira Rianty. 2000. Perempuan dalam Keseharian Kawasan Mangrove, dalam P.M. Laksono dkk. Menjaga Alam Membela Masyarakat: Komunitas Lokal Pemanfaatan Mangrove di Teluk Bintuni. Yogyakarta: LAFADL Pustaka.

Mahasiswa dapat menerapkan ide, teori dan metode penelitian

antropologi ekologi.

Page 60: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

60

Peranan perempuan dalam perekonomian keluarga

(a) Perempuan Pencari Karaka

Karaka adalah istilah lokal dari kepiting pada masyarakat Teluk Bintun.

Banyak dijumpai di hutan mangrove dikawasan tersebut. Menangkap

karaka merupakan mata pencaharian utama bagi perempuan suku

Wamesa, Irarutu dan beberapa suku lain. Aktivitas ini dianggap sebagai

pekerjaan perempuan. Pencarian karaka dilakukan berkelompok, terdiri

atas tiga atau lima orang dalam satu perahu. Aktivitas ini dapat

dipandang cukup berat karena adanya resiko binatang, pecahan kerang

atau akar pohon yang dapat membuat kaki mereka terluka di lumpur.

Kearifan lokal perempuan ini terhadap alam dapat terlihat atas

pengetahuan mereka kepada tanda-tanda alam berkaitan dengan perilaku

kepiting. Mereka punya pengetahuan waktu- waktu tertentu kepiting

dapat diperoleh banyak, pengetahuan kepiting jatan dan betina. Mereka

juga punya pengetahuan lokasi yang banyak hidup kepiting. Penghasilan

dari mencari kepiting dijual untuk ekonomi keluarga.

(b) Peranan perempuan dalam menokok sagu

Terdapat pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam

meramu sagu. Laki-laki mempersiapkan penebangan, mengupas atau

membelah pohon serta menokok sagu, sedangkan perempuan meremas

dan menyaring sagu, serta mengemas sagu dalam noken. Pekerjaan

menokok sagu dilakukan setiap hari, selama satu atau dua minggu,

tergantung jauh dekatnya lokasi. Dengan demikian perempuan sejak

dahulunya sudah berkerja di luar rumah (sektor publik).

(c) Peranan perempuan dalam berburu

(d) Peranan perempuan dalam berkebun

Perempuan dalam Masyarakat

(1) Perempuan Bintuni dalam adat perkawinan

Perkawinan merupakan ikatan antara keluarga pihak laki-laki dan pihak

keluarga perempuan. Keluarga pihak perempuan dalam masyarakat

Bintuni memiliki kekuasaan, dalam menemtukan jenis dan jumlah belis

Page 61: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

61

(mas kawin), uang susu dan biaya pesta perkawinan. Seorang perempuan

yang akan menjadi istri sudah menjadi hak milik pihak keluarga laki-laki.

Istri seakan sudah menyadari bahwa dirinya sudah ditebus dengan biaya

yang cukup mahal sehingga ia harus membalasnya dengan sejumlah

kegiatan rumah tangga yang dinilai cukup berat bagi seorang perempuan.

(2) Adat kelahiran

Perbedaan peran laki-laki dan perempuan di rumah tangga semakin

diperkuat dengan adanya kepercayaan sekitar kelahiran. Darah perempuan

baik perempuan haid maupun melahirkan adalah kotor dan mengandung

uap panas sehingga dapat menganggu kesehatan terutama kesehatan laki-

laki. Suami atau laki-laki lain tidak boleh berada dekat dengan istri atau

perempuan yang akan melahirkan. Diyakini uap panas dari kandungan

perempuan dapat membuat mata rusak dan dada sakit. Bahkan perempuan

dari suku Soub harus melahirkan jauh dari rumah. Pada masuk agama

kristen, sudah berubah, perempuan melahirkan di rumah besar.

(3) Pola pengasuhan anak

Mengasuh anak merupakan tanggung jawab perempuan. Tanggungjawab

ini sering dikaitkan dengan kodrat perempuan. Namun terdapat perbedaan

pengasuhan anak laki-laki dan anak perempuan sejak masih bayi.

Setelah anak berusia tujuh tahun, di Teluk Bintuni, anak laki-laki menjadi

tanggung jawab bapaknya, sedangkan anak perempuan menjadi tanggung

jawab ibunya. Ketika si ibu pergi ke luar rumah untuk bekerja, biasanya

pengasuhan anak diserahkan kepada kakaknya. Ketika anak-anak sudah

berusia 5 sampai 7 tahun anak-anak mulai diajak untuk membantu

pekerjaan di luar rumah. Misalnya anak perempuan ikut ibunya untuk

mencari kepeting. Anak laki-laki ikut bapaknya untuk berburu.

(4) Penguburan

Peran perempuan Teluk Bintuni dalam masyarakat kurang menonjol

dibandingkan dengan perannya dalam keluarga. hal ini ditunjukkan belum adanya

perempuan yang menjadi pemimpin.

Page 62: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

62

BAHAN AJAR (HAND OUT)

Nama Mata Kuliah : Antropologi Ekologi (3 sks)

Nomor Kode : SOA118

Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial

Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428)

Wirdanengsih, S.Sos., M.Si (4451)

Minggu ke : 15

Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):

MATERI

ETNOEKOLOGI: MANUSIA DI HUTAN RAKYAT

Pada pertemuan ini membahas artikel yang tulis oleh San Afri Awang,

Dhonawan Sepsiaji, dan Bariatul Himmah yang berjudul Etnoekologi Manusia di

Hutan rakyat,31

Tulisan ini merupakan gambaran manusia yang hidup di tengah

hutan rakyat dan bertetangga dengan hutan negara. Gambaran yang ada

merupakan deskripsi dari masyarakat yang tinggal di salah satu kawasan

Kabupaten Gunung Kidul.

Manusia sangat tergantung kepada lingkungannya. Masyarakat di desa

Kujang tinggal dekat dengan hutan bahkan lebih tepat disebut “manusia di dalam

hutan”. Masyarakat hidup dari usaha pertanian, peternakan dan mengambil hasil

hutan. Pemanfaat sumber daya alam dapat membawa sisi positif dan negatif.

Cara-cara pengelolaan sumber daya alam yang dilakukan oleh masyarakat perlu

dikaji dengan harapan dapat memaksimalkan pengelolaan sumberdaya alam dan

31

Awang, San Afri dkk, 2002. Etnoekologi Manusia di Hutan Rakyat.Yogyakarta: Sinergi Press.

Mahasiswa dapat menerapkan ide, teori dan metode penelitian

antropologi ekologi.

Page 63: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

63

menghindari perusakan hutan. Masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya

alam memiliki kearifan yang perlu dibina dan diarahkan supaya tidak merusak .

Penelitian dilakukan di dua dusun yaitu dusun kali Kujang dan Dusun Jati

Layang. Kedua daerah ini tidak dapat dikatakan subur. Pada umunya penduduk

kedua dusun bekerja sebagai petani.

Kehidupan manusia di hutan rakyat

Konsepsi masyarakat tentang hutan, masyarakat menyebut hutan rakyat

dengan alas, hutan negara disebut dengan bahon, dan kebun atau pekarangan

tanaman dekat rumah disebut dengan kebon. Kegiatan peternakan digunakan

sebagai cadangan ketika musim paceklik yang disebut dengan jagol. Hasil ternak

yaitu, ayam, kambing dan sapi. Dalam bertani masyarakat memiliki kalender

sendiri yang disebut dengan pranoto mongso. Sayangnya hanya orang tua-tua saja

yang masih mengerti pranoto mongso, yang muda-muda tidak lagi.

Kepemilikan lahan penduduk rata-rata yaitu ½ hektar. Beberapa kawasaan

hutan rakyat, tidak lagi dimiliki oleh masyaarkat, karena telah dijual kepada orang

luar. Pada tahun 1940-an masyarakat tidak mengenal konsep hutan negara, yang

ada yaitu hutan milik pemerintah Belanda, yang ditanami pohon jati. Setelah

Indonesia merdeka hutan pohon jati dikuasai oleh Pemerintah. Kayu-kayu jati

dalam hutan terkadang dicuri oleh masyarakat untuk kebutuhan ekonomi.

Terakhir pohon kayu jati di hutan negara, telah digantikan dengan hutan kayu

putih.

Page 64: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

64

Rujukan

Agus Samori. 2001. “Peranan Tabu dan Sasi Dalam Aktifitas Kenelayanan Pada

Masyarakat Tablasupa di Depapre Papua, dalam Jurnal Antropologi

Papua, edisi 1.

Ahimsa Putra, H.S. 1994. “Antropologi Ekologi: Beberapa Teori dan

Perkembangan-nya”, dalam Masyarakat Indonesia, Tahun XX, No.4.

Jakarta: LIPI

--------------------. 1997. “Sungai dan Air Ciliung Sebuah Kajian Etnoekologi,”

dalam Prisma. Januari 1997.

Agusyanto 2012 , Jaringan sosial, UI Press. Jakarta

Arifin, Zainal. 1998. “Hubungan Manusia dan Lingkungan dalam Kajian

Antropologi Ekologi”, dalam Jurnal Antropologi. Padang: Lab.

Antropologi Univ. Andalas.

Awang, San Afri. 2002. Etnoekologi. Yogyakarta: Sinergi Press.

Benda-Beckmann, Franz von, dkk. (Editor). 2001. Sumber Daya Alam dan

Jaminan Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Boedhisantoso, S. “Keterbatasan Lingkungan dan Keberingasan Sosial”, dalam

Antropologi Indonesia 13/59. hal. 20-32

Daeng, Hans J. 2000. Manusia Kebudayaan dan Lingkungan. Yogyakarta:Pustaka

Pelajar

Dove, Michael R. 1985. Peranan Kebudayaan Tradisional Indonesia Dalam

modernisasi. Yogyakarta:Yayasan Obor Indonesia

Cliford Geertz, 1981 Involusi Pertanian. (Terj. S. Supomo) Jakarta: Bharata

Aksara.

Geertz, Hildred. 1981. Aneka Budaya dan Komunitas di Indonesia. Jakarta:YIIS

Hardestry. 1977. “Ekonesia” dalam A Journal of Indonesian Human

Ecology.Vol.1, No. 1, , hal 1-22. Jakarta: Program Studi Antropologi,

Program Pascasarjana Univesitas Indonesia

Hatta, Meutia. 1989. “Penduduk dan Perubahan Lingkungan di Marunda Pulo.

Studi tentang Stress, Penanggulangan dan Adaptasi,” dalam Berita

Antropologi Thn. XIII no. 46. HaL.72-96.

Haviland, William A. 1985. Antropologi. Jakarta: Erlangga. Jilid 1 dan 2.

Iskandar, Johan. 1992. Ekologi Perladangan di Indonesia. Jakarta: Djambatan

Kaplan, David dan Albert A. Manners. 1999. Teori Budaya. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar. Khususnya hal 109-130.

Koenjaraningrat. 1994. Membangun Masyarakat Majemuk. Jakarta: PT.D

Jambatan.

Kompas, 31 Januari 1980

Laksono, PM dkk. 2000. Perempuan di Hutan Mangrove. Yogyakarta: PSAP –

UGM

-----------. 2000. Menjaga Alam Membela Masyarakat. Yogyakarta: PSAP-UGM,

Lafadl

Marzali, Amri. ....Ekologi Kultural dan Determinisme Lingkungan. Artikel...

Moran, Emilio F. 1982. Human adaptability An Introduction to Ecological

Anthropology. Boulder, Colorado: Westview Press, Inc.

Page 65: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/ANTROPOLOGI EKOLOGI.pdf · Antropologi sebagai sebuah disiplin yang mempelajari manusia

65

Mundarjito dkk. 2009. Sistem Tekhnologi Dalm buku Sejarah Kebudayan

Indonesia jilid VII. Jakarta:PT Rajagrafindo Persada.

Praminto Moehayat/Burung Indonesia 1999. Laporan Kearifan Lingkungan

Masyarakat, Dinas Pertanian, Perikanan dan Kelautan Sumatera Barat

Poerwanto, Hari. 2005. Kebudayaan dan Lingkungan Dalam Perspektif

Antropologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Purba, Jonny (Peny.). 2002. Pengelolaan Lingkungan Sosial.Jakarta: YOI.

Rahmad Efendi, dkk. Dalam jurnal Antropologi FISIP Unpad, “ Dampak

Penguasaan Kawasan Halimun oleh Pemerintah dan Korporasi Terhadap

Kehidupan Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar “ Antropologi FISIP

UNPAD

Soekotjo Abdullah, Oekan. 1997. “Pemahaman Adaptasi Masyarakat

Transmigrasi, Pendekatan Antropologi Ekologi,” dalam Prisma, 7 Juli-

Agustus 1997.

Soerjani, Mohamad dan Bahrin Samad. 1983. Manusia dalam Keserasian

Lingkungan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fak. Ekonomi Univ. Indonesia

Suparlan, Parsudi. 1984. Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan. Jakarta:Rajawali

Pers.

Vayda, Andrew Peter. 1983. “Progressive Contextualization: Methods for

Research in Human Ecology”, dalam Human Ecology. Department of

Human Ecology, Cook College, Rutgers Univ, New York. Vol. 11, No.3.

Mashur, A. Muzani., Y. G. Bulu. 2004. Kelembagaan Lahan Komunal di NTB :

Kasus Kabupaten Sumbawa. Prosiding Seminar Sistem dan Kelembagaan

Usahatani Tanaman-Ternak. Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian, Departemen Pertanian.