24
5 SERIAL KEPUSTAKAAN SEL PINEALOSIT DALAM KELENJAR PINEAL LEMBAR PENGESAHAN oleh: dr. Gede Wirata, S.Ked (1991280520170112001) BAGIAN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2017

BAGIAN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS …

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAGIAN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS …

5

SERIAL KEPUSTAKAAN

SEL PINEALOSIT DALAM KELENJAR PINEAL

LEMBAR PENGESAHAN

oleh:

dr. Gede Wirata, S.Ked

(1991280520170112001)

BAGIAN ANATOMI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

2017

Page 2: BAGIAN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS …

6

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat

rahmat-Nya artikel kepustakaan yang berjudul “Sel Pinealosit dalam Kelenjar

Pineal” dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Tulisan kepustakaan ini disusun dalam perencanaan dasar untuk

pengembangan karya tulis bagian antomi sebagai salah satu bacaan bagi maasiswa

baru yang berminat pengetahuan mikroanatomi. Dalam penyusunan tulisan ini,

berbagai bantuan, petunjuk serta saran dan masukan penulis dapatkan dari banyak

pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Pihak Dekanat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana atas bantuan

yang telah diberikan, baik secara moral maupun material.

2. Tim Departemen Anatomi FK UNUD yang kami hormati, atas masukan

dan bimbingan atas kajian ilmu lama untuk dikembangkan kembali.

3. Seluruh civitas akademika Universitas Udayana, yang penulis banggakan,

dan pihak-pihak yang turut mendukung baik secara moral maupun

material, yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Kami menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karenanya,

kritik dan saran yang bersifat membangun, sangat penulis harapkan dalam rangka

penyempurnaan. Akhir kata, semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat

bagi perkembangan dunia pendidikan, kesehatan dan pengetahuan secara luas.

Denpasar, 10 Januari 2018

Penulis

Page 3: BAGIAN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS …

7

DAFTAR ISI

Isi Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

BAB II PINEAL DARI SEGI MIKROANATOMIS ................................. 2

2.1 Kelenjar Pineal ................................................ .............................. 2

2.1.1 Anatomi Kelenjar Pineal .................. .............................. 2

2.1.2 Vaskularisasi .................................... .............................. 3

2.1.3 Inervasi Saraf ................................... .............................. 5

2.1.3.1 Inervasi Simpatetik............... .............................. 5

2.1.3.2 Inervasi Sentral Parasimpatetik .......................... 5

2.1.4 Fisiologi Kelenjar Pineal ................................................. 6

2.1.4.1 Biosintesis dan Metabolisme Melatonin ............. 7

2.1.4.2 Kontrol Terang-Gelap ......................................... 10

2.1.4.3 Produk Pineal Lainnya ........................................ 13

2.2 Histologi Pinealosit ...................................................................... 13

BAB III KESIMPULAN .............................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: BAGIAN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS …

BAB I

PENDAHULUAN

Perkembangan dunia kedokteran dewasa ini sangat mendukung terhadap peningkatan

kualitas kesehatan dan daya hidup manusia. Hal ini disebabkan banyaknya

penemuan-penemuan baru cara pengobatan maupun pencegahan berbagai penyakit.

Bahkan sebelum era keemasan abad ke-18 pun banyak tokoh-tokoh maupun saintis

yang banyak berjasa terhadap tendensi kemajuan IPTEK akhir-akhir ini, khususnya

perkembangan ilmu pengetahuan kelenjar pineal atau pineal body.

Kelenjar pineal juga disebut badan pineal, epiphysis cerebri, atau juga disebut

"mata ketiga" oleh kalangan praktisi supranatural.2 Kelenjar pineal umumnya

memproduksi hormon melatonin yang merupakan derivat triptofan. Hormon

melatonin dihasilkan dalam suasana gelap atau malam hari. Produksi melatonin juga

meningkat bila seseorang tidur dalam keadaan lampu padam serta meditasi menutup

mata. Pada tradisi spiritual tertentu, fungsi fisiologis kelenjar pineal dikaitkan dengan

ide sebagai jembatan yang menghubungkan dunia fisik dan rohani, juga mengontrol

berbagai bioritme tubuh. Pineal bekerja selaras dengan kelenjar hipotalamus yang

mengarahkan haus, lapar, hasrat seksual tubuh dan jam biologis yang menentukan

proses penuaan manusia.1

Berkaitan dengan serangkaian peran pineal yang besar demikian, para

pembaca yang belum memahami betul tentang konsep dasar pabrik pineal tersebut

akan bertanya-tanya apakah itu kelenjar pineal dan mengapa jarang diterangkan

secara mendalam dalam pendidikan sekolah hingga perkuliahan dasar pun. Memang

pada kenyataannya penelitian demi penelitian mengenai pineal sangat sedikit, bukan

berarti terbatas. Ruang lingkup yang dicari adalah fungsi-fungsi melatonin yang luas

dalam tubuh. Tanpa memahami rumah melatonin tersebut, tidak berimbang rasanya

bila hanya memorsir mencerna kerja melatonin. Berikut penulis membangun konsep

kembali ilmu anatomi pineal yang sudah lama mengendap menjadi sesuatu yang

harus diketahui mendalam.

Page 5: BAGIAN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS …

2

BAB II

PINEAL DARI SEGI MIKROANATOMIS

2.1 Kelenjar Pineal

Banyak penelitian internasional yang telah mengembangkan aktivitas

kelenjar Pineal, meliputi penelitian dari segi anatomi3,4

, histologi5, fisiologi

6, dan

peran farmakologi kelenjar Pineal pada era sebelum 70-an.7 Keseluruhan

penelitian tersebut mengkerucut pada peran kelenjar Pineal yang berkaitan erat

dengan aksis neuroendokrin-reproduksi8, peran maturasi seksual

9, peran luas

melatonin dalam dunia onkologi10-12

, peran fotoperiodik dalam irama

sirkadian13,14

, peran refleks vestibulosimpatis15

, mekanisme tidur, perkembangan

ilmu human mood disorders, mekanisme antistressogenik dalam sistem

hipotalamo-hipofiseal-adrenal, dan fungsi lain yang belum terjamah dunia sains

yakni kelenjar Pineal yang dikaitkan dengan ‘kursi jiwa’ atau mata ketiga dalam

fenomena spiritual serta modulasi intuisi.16

Selain itu, penemuan penting

mengenai aktivitas kelenjar Pineal lainnya seperti: jalur saraf dalam kaskade

sinyal fototransduksi4 dan penemuan kalsifikasi kelenjar Pineal serta stimulasi

Solar Flare.

Gambar 1. Klasifikasi organ pineal mamalia17

2.1.1 Anatomi Kelenjar Pineal

Terdapat variabilitas morfologi kompleks dalam organ pineal mamalia,

baik intra maupun interspesies. Variabilitas tersebut mencerminkan perbedaan

Page 6: BAGIAN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS …

3

adaptif spesifik masing-masing spesies dalam fungsi pineal, seperti halnya respon

individu terhadap faktor lingkungan (misalnya, musi tahunan atau waktu harian).

Dari beberapa upaya yang dilakukan dalam klasifikasi anatomi, klasifikasi

Vollrath (2011) yang paling sering dikutip (Gambar 1). Hal ini didasari pada

posisi organ relatif terhadap diencephalon dan ventrikel ketiga, serta pada bentuk

dan ukuran pineal. Pineal tipe A terletak proksimal pada aspek posterior

diencephalon yang bersentuhan langsung dengna cairan CSF pada ventrikel ketiga

dan dilalui serabut saraf dari SSP, sedangkan pineal yang memanjang mencapai

diencephalon menuju dekat cerebellum merupakan tipe proksimo-intermediet-

distal (atau tipe ABC). Di antara tipe A dan ABC, terdapat tipe AB dimana

panjang organ pinealnya bertambah 2 kali ukuran lebarnya. Bila terdapat

penurunan ukuran bagian pineal, maka penulisan huruf Latin digantikan menjadi

huruf Yunani. Misalnya, tipe αβC mengisyaratkan bahwa ukuran bulk atau

gelembung organ pineal besar dan terletak pada bagian distal atau posisi

superfisial, sedangkan bagian proksimal dan intermedietnya menipis. Tipe αC

merupakan ciri bahwa bagian parenkim intermediet pineal tereduksi, seperti

halnya pada pineal hamster.17

Kelenjar pineal manusia diklasifikasikan sebagai tipe A.17

Posisinya

sekitar 1-2 mm dari garis tengah membuat sebuah titik referensi yang ideal

sebagai bidang midsagittal. Pineal tersebut mulai berkembang di bulan kedua

kehamilan, sebagai perlekukan dari ependyma yang melapisiaspek diencephalic

dari ventrikel ketiga, antara habenular dan commissura posterior, yang

mempertahankan jembatan (pineal stalk) yang terdiri dari lamina rostral dan

caudal (Gambar 2). Dengan demikian pineal(yang dikelilingi oleh lapisan pial)

terbenam di dalam pineal resess yang berisi cairan CSF, tepat di bawah splenium.

Rata-rata panjang kelenjar pineal orang dewasa 5-9 mm, lebar 1-5 mm,

danketebalan 3-5 mm; berat rata-rata pineal pada orang dewasa sekitar 100-180

mg, dengan sedikit variasi terkait dengan usia atau jenis kelamin.18

2.1.3 Vaskularisasi

Diperkirakan bahwa dalam pineal tikus, aliran darah (4 ml/menit/g) lebih

tinggi daripada di dalam kelenjar endokrin lainnya, termasuk ginjal. Pineal

Page 7: BAGIAN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS …

4

mamalia, termasuk manusia, kaya akan vaskularisasi (Gambar 2). Pineal

menerima suplai darah berlebihan dari cabang arteri koroid posterior (termasuk

cabang-cabang quadrigeminal, talamik, posteromedial, dan posterolateral) yang

berasal dari arteri serebral yang tentu saja melalui aspek posterior dari

mesensefalon. Alirannya ke dalam sinus langsung melalui vena jalur pendek yang

bermuara ke vena serebral internal dan vena basalis Rosenthal, yang membentuk

vena serebral Galen. Vena dan arteri sering masuk ke jaringan pineal melalui

hilum vaskular sebagai pembuluh yang berpasangan. Keberadaan sistem kapiler

internal ditandai oleh jaringan kapiler besar dan sinusoid di dalam septa yang

memisahkan lobulus yang terletak di pusat kelenjar tersebut, sedangkan daerah

tepi menyajikan jaringan pembuluh darah lebih sedikit dan lebih tipis. Pada

kebanyakan mamalia, termasuk tikus dan manusia, pineal adalah organ

circumventricular yang kurang diselubungi oleh sawar darah-otak, dan bereaksi

terhadap aksi obat langsung pada bagian tepinya.19

Gambar 2. Bagian mikrostruktur anatomi kelenjar pineal.2

2.1.4 Inervasi Saraf

Serabut saraf simpatis dan parasimpatis, serabut yang berasal dari sistem

saraf pusat, menginervasi kelenjar pineal Mamalia (Gambar 2). Meskipun kelenjar

pineal sebagai bagian dari forebrain yang terletak dekat ke arah midbrain, struktur

kelenjar pineal berbeda dengan struktur otak lainnya dalam penerimaan saraf

aferen dari otak sendiri. Saraf yang paling penting adalah serabut simpatis pasca

ganglion tak bermielin yang berasal dari ganglia servikal superior (SCG, superior

Page 8: BAGIAN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS …

5

cervical ganglia) dan membentuk nervus conarii bilateral, yang berjalan rostral

sepanjang vena Galen sebelum memasuki pineal posterior. Jalur aferen lain

memasuki pineal anterior melalui commissura pedunculus, dengan serabut yang

lebih banyak pada habenular daripada commissura posterior. Serabut saraf ketiga

(bermielin), “traktus pineal ventro-lateral”, disebut sebagai traktus yang berasal

dari regio pretektal posterior dan lateral menuju komisura posterior; Namun,

tidak diketahui traktus manakah yang bersifat pinealofugal atau pinealopetal atau

keduanya. Traktus aferen tunggal tidak bermielin (midline tract) yang berasal dari

batang otak pada area tektal rostral ditemukan dalam fetus manusia pada

pertengahan kehamilan. Kebanyakan terminal saraf tidak mengadakan kontak

hubungan dengan pinealosit, tetapi ditemukan di ruang perivaskular dan dekat

penjuluran pinealosit.20

2.1.4.1 Inervasi Simpatetik

Pada manusia dan mamalia lainnya, studi yang paling berkembang dan

terbaik untuk mempelajari persarafan pineal adalah jalur simpatis noradrenergik

(NE) yang dibentuk oleh sel tubuh yang terletak di SCG dan mencapai pineal

melalui saraf conarii. Neuron pascaganglion ini menerima input regulasi dari

suprachiasmatic nucleus (SCN) hipotalamus, yang pada gilirannya menerima

input langsung dari sel-sel ganglion retina melalui traktus retinohipothalamikus

monosinapsis. Neuropeptida Y (NPY) terlokalisasi dengan NE dalam serabut

simpatis pascaganglion pada kebanyakan mamalia, dan memodulasi transmisi

noradrenergik, baik melalui prasinaps maupun pascasinaps20

.

2.1.4.2 Inervasi Sentral, Parasimpatetik, dan Peptidergik

Ada bukti kuat bahwa serabut saraf sentral memasuki kelenjar pineal

manusia melalui habenular, komisura posterior dan pineal stalk. Serabut ini

berasal dalam hipotalamus, limbik, dan struktur visual pada kebanyakan mamalia

lainnya, dan tampaknya mengandung berbagai peptida (substansi P, vasopressin,

oksitosin atau neurophysins) pada monyet. Penemuan ini mengemukakan bahwa

peptida tersebut analog dengan serabut neurosekretorik yang ditemukan pada

Page 9: BAGIAN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS …

6

hipofisis. Namun, sejauh ini pengetahuan serabut saraf tersebut belum ditelusuri

sepenuhnya pada manusia.20

Demikian pula, persarafan parasimpatis pada pineal belum diselidiki

secara menyeluruh pada manusia. Srabut yang mengandung neurotransmitter

utama dalam neuron parasimpatis, asetilkolin (Ach), telah ditemukan pada

beberapaspesies mamalia, termasuk sapi dan tikus. Pineal manusia memiliki

sekelompok sel interneuron atau sel intrapineal yang menunjukkan aktivitas

asetilkolinesterase pada monyet. ‘Neuron pineal’ manakah yang dianggap sebagai

sel-sel ganglion parasimpatis otonom sejati masih kontroversial. Ada beberapa

bukti bahwa serabut parasimpatis yang berasal dari ganglia pterygopalatine

mamalia mengandung vasoactive intestinal peptide (VIP) dan neuropeptida

lainnya. Pada manusia, ada spekulasi bahwa ganglia Marburg dan Pastori, yang

terletak di luar parenkim pineal, utamanya di atas dan di dalam vena Galen,

mungkin bagian dari rangkaian parasimpatis pineal.20

Selain NPY yang terlokalisasi dengan NE dalam serabut simpatis, banyak

peptida lainnya ditemukan dalam serabut saraf yang berakhir di perivaskular dan

area intraparenkimal primata selain manusia dan mamalia lainnya, termasuk:

substansi P, vasopressin, oksitosin, dan luteinizing releasing hormone. Tidak

diketahui di mana peptida tersebut berasal. Percobaan pada hewan pengerat

melacak serabut saraf yang imunoreaktif terhadap VIP dalam ganglion

pterigopalatina, SCG, dan paraventricular nucleus (PVN) hipotalamus; PVN juga

mengandung vasopressin dan oksitosin pada badan sel saraf ditemukan dalam

pineal, sementara substansi P berasal habenula.20

2.1.5 Fisiologi Kelenjar Pineal

Kelenjar pineal dikatakan kursi jiwa, juga disebut sebagai Third Eye.

Kelenjar kecil ini diyakini terlibat dalam pencapaian tingkat kesadaran yang lebih

tinggi, bertindak sebagai gerbang ke dimensi di luar realita. Dari ratusan

penelitian, ternyata ada hal yang menarik berkaitan dengan kecerdasan intuitif dan

kecerdasan spiritual dengan keberadaan beberapa hormon di kelenjar pineal

tersebut. Hormon-hormon itu adalah: Melatonin, Pinolin, Hormon 5-Meo-DMT,

Dimethyltryptamin (DMT).

Page 10: BAGIAN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS …

7

Melatonin memiliki dua reseptor yaitu MT1 dan MT2 yang merupakan

reseptor – reseptor membran yang memiliki tujuh domain membran dan termasuk

dalam keluarga besar dari reseptor berpasangan protein G. Aktivasi dari reseptor

ini akan menginduksi berbagai respon yang dimediasi oleh protein G.21

Sementara di dalam sitosol, melatonin berinteraksi dengan kalmodulin.

Nuclear binding receptors telah diidentifikasi di dalam limfosit dan monosit

manusia.7 Sekresi melatonin menngikuti irama sirkadian dan dapat dipengaruhi

oleh siklus terang – gelap, dimana pada kondisis gelap pinealosit akan mensekresi

melatonin. Sekresi melatonin dimulai pada pukul 22.00 – 23.00 dan memuncak

pada 03.00 – 04.00. Konsentrasi terendah melatonin didapatkan pada pukul 07.00

– 09.00 pagi. Konsentrasi melatonin sangat bergantung pada umur. Bayi yang

berumur kurang dari 3 bulan mensekresi melatonin dalam jumlah yang sangat

kecil dan menjadi teratur setelah 3 bulan kelahiran. Sekresi melatonin pada bayi

berumur kurang dari 3 bulan belum optimal. Sekresi ini menjadi semakin teratur

setelah usia 3 bulan yang kemudian meningkat mengikuti irama sirkadian pada

usia 5 – 6 bulan. Sekresi melatonin tertinggi (rata – rata 250 pg/ml) adalah pada

umur 1 – 3 tahun. Mendekati usia pubertas, sekresi melatonin akan mulai

berkurang. Pada orang dewasa muda normal, rerata sekresi melatonin pada siang

hari berkisar pada 10 pg/ml dan 60 pg/ml pada malam harinya. Siklus harian

melatonin sebanding dengan siklus pagi hingga malam dan bertahan pada subjek

normal jika menetap di suasana gelap.

2.1.5.1 Biosintesis dan Metabolisme Melatonin

Pineal sudah lama dianggap sebagai organ sekretori, dan sebutan lain

'faktor pineal' dan 'ekstrak' telah digunakan dalam penelitian dan klinis selama

lebih dari satu abad. Namun, tidak sampai tahun 1958, salah satu 'faktor' diisolasi

dan diidentifikasi dalam pineal sapi sebagai indolamin N-asetil-5-met-

oksitriptamin. Substansi tersebut dinamakan 'Melatonin' karena kemampuannya

untuk mempengaruhi melanofor kulit katak dan reaksi kimianya terhadap

serotonin (5-HT, 5-hidroksitriptamin). Melatonin merupakan produk yang paling

penting dan sangat baik dipelajari dari semua produk pineal, meskipun beberapa

indol dan peptida lain disintesis dan disekresi oleh kelenjar pineal mamalia.22

Page 11: BAGIAN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS …

8

Axelrod (2010) telah menunjukkan bahwa pinealosit memuat semua

mesin yang diperlukan untuk sintesis melatonin.23

Kaskade biokimianya terlampir

pada Gambar 7. Pinealosit mengambil triptofan dari darah dan mengubahnya

menjadi serotonin melalui hidroksilasi dan dekarboksilasi; serotonin kemudian

dikonversi menjadi N-acetil-serotonin oleh enzim N-acetil transferase (NAT); N-

acetil-serotonin dimetilasi menjadi melatonin oleh enzim hidroksiindol-O- metil

transferase (HIOMT).24

Melatonin adalah molekul yang sangat lipofilik, serta memiliki sifat

hidrofilik; pada biosintesisnya dilepaskan ke dalam kapiler, hingga 70%-nya

terikat albumin. Paruh waktunya dalam darah setelah infus intravena sekitar 30

menit, tapi pola eliminasi bifasik dengan waktu paruh sekitar 3 dan 45 menit juga

telah diamati setelah pemberian oral. Melatonin dimetabolisme terutama di hati

tetapi juga di ginjal, menjalani hidroksilasi dan kemudian konjugasi ke dalam

bentuk sulfat dan glukuronida. Patologi hati dan ginjal (misalnya, sirosis dan

gagal ginjal kronis) diketahui mengubah clearance rates. Pada manusia, metabolit

utamanya adalah 6-sulfatoksimelatonin (aMT6s); konsentrasi urin meningkat

sampai 90% setelah administrasi melatonin.

Selain darah, air liur, dan urin, melatonin juga terdeteksi dalam CSF

mamalia, termasuk primata, di mana konsentrasinya jauh lebih tinggi daripada di

dalam darah, dan di ruang anterior mata, dengan kadar ekuivalen dengan kadar di

dalam darah, kemungkinan karena produksi oleh badan siliar. Seperti yang

dilansir oleh Cagnacci dalam Maachi (2004), melatonin juga ditemukan di dalam

cairan terkait reproduksi, seperti semen, air ketuban, dan ASI, serta dalam folikel

preovulasi. Kadar melatonin terdeteksi dalam plasma, CSF, air liur dan urin

menggunakan teknik terbaru yang dieliminasi melalui pinealektomi.

Page 12: BAGIAN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS …

9

Gambar 3. Struktur kimia dan sistesis melatonin ( dikutip atas ijin Arendt dalam Maachi, 2004)

Dua subtipe reseptor melatonin (Mel1a dan Mel1b juga disebut MT1 dan

MT2) telah teridentifikasi pada manusia, berdasarkan afinitas pengikatan

(pikomolar atau nanomolar) dan lokalisasi kromosom (kromosom 4q35 atau

11q21-22). mRNA MT1 telah terdeteksi dalam SCN hipotalamus, yang

mengontrol produksi ritmis melatonin dari kelenjar pineal. Reseptor MT1 dan

MT2 telah ditemukan dalam otak kecil dan dalam sel batang, amakrin horizontal,

dan sel ganglion retina. Selain itu, protein yang 45% identik dengan reseptor MT1

dan MT2 ditemukan dalam hipotalamus manusia dan hipofisis. Protein ini

dikodekan oleh G-protein coupled receptor (H9) dengan ligan yang tidak

diketahui, yang dikloning dari kelenjar pituitari manusia. Di luar SSP, reseptor

melatonin manusia terletak pada limfosit, sel epitel prostat, sel granulosa dari

folikel preovulasi, spermatozoa, dalam lapisan mukosa/submukosa usus

besar dan pada trombosit. Bahkan dengan tidak adanya reseptor, molekul

melatonin yang sangat difus memberikan efek sistemik pada tingkat sel yang

paling dasar, dengan memodulasi fungsi sitoskeletal dan mitosis melalui ikatan

dengan kalmodulin.

Melalui metode radioimmunoassay (RIA), rata-rata produksi melatonin

pada orang dewasa yang sehat diperkirakan sebesar 28,8 μg/hari, dan sebesar 39,2

Page 13: BAGIAN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS …

10

μg/ malam pada kelompok orang-orang muda yang sehat dan 14,8 μg/ malam

pada kelompok wanita dalam fase folikuler dari siklus menstruasi. Demikian pula,

teknik spektrometri massa-kromatogrrafi gas menunjukkan konsentrasi plasma

harian yang sedikit lebih rendah pada wanita (21,6 μg) dibandingkan pada pria

(35,7 μg), dengan laju sekresi konstan pada malam hari (μg/jam: 4.6 pada laki-

laki, 2,8 pada wanita) dan tidak ada perbedaan yang berkaitan dengan usia.

Waktu, durasi dan jumlah produksi melatonin nokturnal, menunjukkan perbedaan

individual, sehingga konsentrasi yang sangat rendah dapat diamati pula bahkan

pada individu yang sehat maupun individu muda. Produksi melatonin bebas

kondisi tidur-bangun. Paparan medan elektromagnetik, digunakan untuk

merangsang aktivitas pineal tikus, tampaknya memiliki sedikit atau tidak berefek

pada produksi melatonin manusia. Melatonin, bagaimanapun, dipengaruhi oleh

latihan dan perubahan postural, dengan konsentrasi plasma nokturnal dan saliva

menurun ketika bergerak dari posisi berdiri ke posisi terlentang dan sebaliknya.

2.1.5.2 Kontrol Terang-Gelap dan Irama Sirkadian dari Melatonin

Perpaduan faktor regulasi yang paling menonjol dalam produksi

melatonin pineal adalah pergantian harian cahaya dan malam. Kadar melatonin

yang tinggi pada malam hari dibandingkan siang hari pada semua organisme

dipelajari sejauh ini, terlepas dari pola aktivitas dan istirahat manusia. Pada

manusia sehat, konsentrasi melatonin plasma mulai naik dari nilai ambang

(umumnya = 5 pg/ml) pada malam hari, mencapai tingkat maksimum di tengah

malam dan mulai menurun lagi sebelum kebiasaan waktu bangun.

Dalam kondisi pencahayaan diurnal yang normal pola ini sangat stabil di

siang hari, dan profil melatonin nokturnal dianggap sebagai penanda fase yang

sangat reliable dari sistem waktu endogen. Dengan tidak adanya informasi

lingkungan terang-gelap (eksperimen terinduksi atau blindness), tingkat melatonin

bervariasi dengan periodisitas sedikit berbeda selama 24 jam ('sirkadian'). Irama

sirkadian dari melatonin digerakan secara endogen. Irama ini menghilang bila ada

lesi pada SCN, yang mengindikasikan input dari pemacu sirkadian endogen

utama, terletak di SCN, diperlukan untuk keberadaan dan sinkronisasi dengan

siklus eksternal siang-malam.

Page 14: BAGIAN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS …

11

Sinyal fotik retina mencapai SCN melalui saluran retinohipotalamikus

monosinaptik (RHT), yang berasal dari subset kecil sel ganglion retina. Pada

mamalia, termasuk manusia, sel ganglion ini terbukti mengandung dasar

fotopigmen, melanopsin, dinamakan demikian karena pertama terisolasi dari

melanofor dermal kulit katak. sel ganglion yang mengandung melanopsin bersifat

fotoreseptif secara intrinsik, dan sangat sensitif terhadap cahaya dengan panjang

gelombang pendek 484 nm. Fakta bahwa penekanan yang diinduksi cahaya

terhadap produksi melatonin pineal pada manusia juga menunjukkan puncak

sensitifitas terhadap panjang gelombang pendek dengan kuat menunjukkan

bahwa sel-sel ganglion yang mengandung melanopsin terlibat dalam transmisi

input cahaya ke dalam pineal. Memang, penelitian pada hewan telah menunjukkan

bahwa melanopsin diperlukan untuk beberapa fungsi visual tak berbentuk,

termasuk ritme sirkadian photoentrainment, refleks cahaya pupil, dan supresi

melatonin dengan dukungan cahaya. Namun, pada hewan yang kekurangan

melanopsin, hal tersebut tidak sepenuhnya terganggu, yang menunjukkan bahwa

sel ganglion yang mengandung melanopsin pada origin RHT juga dapat

menerima dan mengirimkan input fotik dari fotoreseptor klasik, sel batang dan sel

kerucut.

Rangsangan GABA-ergik dari SCN mencapai subdivisi parvoselular

PVN. Saraf eferen dari PVN berjalan melalui berkas medial otak depan dan

formasi retikular dan memproyeksikannya menuju kolumna intermediolateral

(ILM) dari sumsum tulang belakang servikal, di mana serabut adrenergik

preganglion lalu mengirimkan rangsangan ke SCG; serabut adrenergik pasca

ganglion mencapai pineal dari SCG, dan melepaskan NE (Gambar 4).

Pada Gambar 5 menampilkan reseptor β-adrenergik pada pinealosit yang

diaktifkan oleh keluarga subunit protein G, dan pada gilirannya merangsang

produksi adenilat siklase. Reseptor α1-adrenergik mempotensiasi aktivitas β-

adrenergik melalui peningkatan tajam aktivitas Ca2+

dan aktivasi protein kinase

C (PKC) dan prostaglandin. Pada akhirnya, stimulasi sinergis α1 dan β-adrenergik

menghasilkan peningkatan cAMP intraseluler, yang meningkatkan produksi N-

asetiltransferase (NAT).

Page 15: BAGIAN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS …

12

Gambar 4. Sistem neural meregulasi N-asetiltransferase (NAT) pineal pada tikus. Stimulus

cahaya dideteksi oleh mata, membangun sinyal yang ditransmisikan melalui traktus

retinohipotalamikus menuju SCN (nukleus suprakiasmata), yang berisi circadian clock. Lintasan

neuralnya meliputi paraventricular nucleus (PVN), kolumna intermediolateral (IML), superior

cervical ganglion (SCG), dan kelenjar Pineal (dikutip atas ijin Takahashi dalam Maachi, 2004).

Gambar 5. Regulasi adrenergik dalam biosintesis melatonin dan ekspresi gen ICER dalam sel

kelennjar Pineal (dikutip atas ijin Takahashi dalam Maachi, 2004). AC, adenilat siklase; G protein;

PKC, protein kinase C; PLC, phospholipase C; CRE, cAMP-responsive element; CREBP, CRE-

binding protein; NAT, N-acetyltransferase; HIOMT, hydroxyindole-O-methyltransferase; CREM

P2, CREM gene P2 promotor. Tanda panah kuning menandakan interaksi.

Pada tikus, aktivasi gen inducible cAMP early represor (ICER), yang

dapat di autoregulasi secara negatif, adalah mekanisme kontrol untuk membatasi

Page 16: BAGIAN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS …

13

produksi melatonin nokturnal. Pada mekanisme pengaturan parasimpatis,

berdasarkan pengamatan pinealosit tikus yang mampu mengungkapkan semua

elemen dari sistem glutamatergik, pemberian glutamat dapat menghambat

aktivitas NAT; di samping itu, Ach dapat memicu eksositosis yang dimediasi

mikrovesikel glutamat dan menghambat sintesis NE yang distimulasi cAMP.

2.1.5.3 Produk Pineal Lainnya

Selain melatonin, beberapa indol aktif secara fisiologis ada dalam

kelenjar pineal mamalia, termasuk 5-metoksitriptofol, yang menampilkan ritme

sirkadian yang seperti halnya melatonin. Namun, sedikit penelitian yang pernah

dilakukan terkait sintesis dan kejelasan fisiologisnya. Selain neurotransmitter

yang telah disebutkan di atas dan VIP, banyak peptida non-indol lainnya telah

terdeteksi dalam pineal, dan sering terkait dengan fungsi reproduksi. Beberapa

terkait dengan persarafan peptidergik pineal, termasuk vasopressin (VP), oksisitin,

VIP, NPY, peptida histidine isolecine (PHI), calsitonin gen-related peptide

(CGRP), substnasi P, dan somatostatin.22

2.2 Histologi Pinealosit

Secara mikroskopis, kelenjar Pineal terdiri dari dua jenis sel, yaitu: sel

pinealosit dan sel astroglia. Pinealosit, bersifat basofilik, berukuran besar, inti

reguler, dan banyak mitokondria. Sel ini yang bertugas memproduksi melatonin

(derivat triptofan). Astroglia, memiliki prosesus sitoplasmik yang panjang,

ditemukan pada area perivaskular, dan di antara pinealosit.25

Pineal manusia sering digambarkan sebagai kelenjar dengan inti pusat

yang terdiri dari lobulus dan korteks atau tepi dengan distribusi neuron yang lebih

merata. Pinealosit manusia memiliki inti yang menonjol dan tampak granular,

dengan penjuluran sitoplasma yang berakhir pada pedunkulus proksimal dan

disajikan ke kapiler, sebuah ciri konfigurasi dari kelenjar endokrin (Maachi,

2004). Neuroglia (sebagian besar astrosit tetapi juga mikroglia) terdistribusi

merata, dan biasanya ditemukan di sekitar pinealosit dan di celah perifer (Al-

Hussain, 2006).

Page 17: BAGIAN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS …

14

Sementara itu, pinealosit mamalia tidak memiliki kemampuan sensitivitas

cahaya, pinealosit mempertahankan karakteristik fotoreseptor pineal yang

ditemukan pada spesies anamniotik, reptil dan spesies burung, termasuk

imunoreaktivitas terhadap protein fotoreseptor- spesifik seperti rodopsin, S-

antigen, dan recoverin (Kappers, 2009). Keseragaman fotoreseptor lainnya adalah

konsentrasi organel (mitokondria dan kompleks Golgi) pada region anukleus.25

Gambar 6. Gambaran anatomis dan persarafan yang melayani kelenjar pineal. Gambar berikut

disketsa oleh seorang ahli neuroanantomi Jerman pada tahun 1961, Johannes Ariens Kappers,

setelah mendemonstrasikan bahwa kelenjar pineal tikus dewasa sebagian besar dilayani oleh

sistem saraf simpatis yang bermula dari ganglion servikal superior (SCG) yang memasuki

tengkorak sepanjang jalur pembuluh darah pineal dan akhirnya menembus pineal pada bagian

ujung gelembung pineal superior. Sebagian sistem saraf lainnya memasuki kelenjar pineal melalui

pineal stalk yang utamanya parasimpatis. Kelenjar pineal dikelilingi oleh jaringan pembuluh vena

besar, vena Galen, yang memudahkan sekresi pineal ke dalamnya.6

Deposit kapur (acervuli) adalah karakteristik radiografi yang paling dapat

dilihat dengan jelas di dalam pineal. Acervuli tampak pada jaringan parenkim dan

jaringan interseluler sebagai pengerasan lapisan berisi garam kalsium dan

magnesium, hidroksiapatit, dan trace element. Deposit kapur granular muncul

sejak lahir, tapi densitas mereka meningkat seiring usia, bertahan pada usia

dewasa muda.2 Studi radiografi yang pernah dilakukan gagal menunjukkan

Page 18: BAGIAN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS …

15

korelasi antara tingkat kalsifikasi dan fungsi sekresi. Namun, densitas kalsifikasi

yang terdeteksi oleh CT dapat digunakan untuk memperkirakan ukuran jaringan

fungsional, yang telah dilaporkan berkorelasi negatif dengan usia dan dengan

insidens chronic daytime sleepiness dan gangguan tidur. Glial dan kista

ependymal jinak (frekuensi jarang) sering diamati, dan dapat menyebabkan

degradasi morfologi dan fungsional jaringan pineal.26

Populasi pinealosit dklasifikasikan berdasarkan ukuran badan sel dan

nukleus, lobul nukleus, isi sitoplasma dan densitas pewarnaannya, sehingga

ditemukan 3 tipe histologis pinealosit, yaitu:

1. Pinealosit tipe I (light pinealocytes)

Pinealosit tipe I merupakan sel mayoritas dalam kelenjar pineal manusia,

baik anak-anak maupun dewasa (Gambar 7). Selnya berbentuk bundar atau

oval dengan rentang diameter rata-rata 7 hingga 11 μm. Nukleusnya

berbentuk oval atau bundar juga dengan kisaran diameter rata-rata 5,8μm dan

memiliki dinding membran nukleus yang tidak berlipat-lipat secara teratur.

Terdapat pula kondensasi material kromatin di dalam membran dalam (inner

surface) selubung nukleusnya. Sel ini mengandung vesikel-vesikel pada

penjuluran dan terminal sitoplasmiknya.5

Gambar 7. Sel pinealosit tipe I. (a) Membran nukelus yang reguler tanpa lipatan nuklear pada

dua sel (L) pinealosit tipe I; (b) Vesikel (V) dalam penjuluran dan terminal sitoplasma sel

pinealosit tipe I.5

Page 19: BAGIAN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS …

16

2. Pinealosit tipe II (dark pinealocytes)

Sel pinealosit tipe II ini berbentuk oval atau bundar yang memanjang

dengan kisaran diameter rata-rata 7 hingga 12 μm (Gambar 8). Nukelusnya

tidak teratur dan berukuran besar dengan kisaran diameter 6,4 μm. Sejumlah

lipatan membran nukleus ditemukan dengan bantuan mikroskop cahaya

maupun mikroskop elektron. Terdapat invaginasi pada bagian sitoplasmanya

yang masuk ke dalam lipatan nuklear tadi, sehingga tampak adanya pelet

nuklear di bawah pemeriksaan mikroskop cahaya. Pelet sangat baik dilihat

dengan pewarnaan rangkap (light green dan acid fuchsin). Pada pewarnaan

ini, nukleus pinealosit tipe II membentuk rupa padatan gelap seperti spons

yang tumpang tindih dengan sitoplasmanya. Terdapat pula kondensasi

material kromatin di dalam membran dalam (inner surface) selubung

nukleusnya. Sitoplasma sel pinealosit tipe II mengandung banyak pigmen

yang dapat dilihat pada lipatan nukelarnya, bahkan sejumlah RE kasar dapat

dilihat jelas pada invaginasi sitoplasma ke dalam lipatan nuklear tersebut.5

3. Pinealosit tipe III

Beda halnya dengan kedua sel pinealosit tersebut di atas, sejumlah sel lain

dapat terlihat dengan karakteristik badan sel dan inti selnya yang memanjang

dan tipis (Gambar 9). Diameter sel paling panjang berkisar antara 12 hingga

32 μm dan diameter terpendeknya berkisar antara 0,5 hingga 1,4 μm.

Nukleusnya hampir memenuhi ruang sel tipe III ini dan menyisakan beberapa

ruang sempit bagi sitoplasmanya. Diameter nukelus terpanjang berkisar

antara 8 hingga 20 μm dan diameter terpendeknya berkisar antara 0,4 hingga

1,3 μm. Sel ini hampir selalu menghasilkan vakuola berisi material cair dan

akumulasi sekret bahan guna membentuk kompartemen ekstraselular.

Karakteristik khas sel tipe III ini membedakannya dengan sel pinealosit tipe I,

tipe II dan sel glia.5

Page 20: BAGIAN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS …

17

Gambar 5. Foto mikrograf elektron pada sel pinealosit tipe II (a dan b). Pelipatan membran

nukleus dengan sejumlah RE kasar (tanda panah tipis) dan pigmen sitoplasma (tanda panah tebal)

yang melakukan invaginasi membentuk lipatan nukleus.5

Gambar 6. Foto mikrograf elektron pada sel pinealosit tipe III (a dan b). Sel tipe III memiliki

ukuran dan morfologi yang sangat berbeda dengan tipe I dan II serta sel glia sekitarnya (g). Pada

ujung akhir sel tipe III muncul vakuola (diperbesar pada b).5

Page 21: BAGIAN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS …

BAB III

KESIMPULAN

Pinealosit memainkan peranan penting dalam menjaga stabilitas kelenjar

pineal. Populasinya dalam pineal menghasilkan hormone melatonin. Kelenjar pineal

sepintas terlihat sangat kecil apabila sudah berhasil dieksplorasi ke dalam otak

tengah, tetapi produk hormonnya sangat dibutuhkan oleh semua komponen fisiologis

tubuh. Tidak hanya manusia saja, melainkan organisme mulai dari golongan aves

hingga mamalia.

Page 22: BAGIAN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS …

DAFTAR PUSTAKA

1. Lokhorst GJ. Descartes and the Pineal Gland . USA: Stanford Encyclopedia of

Philosophy; 2013. [Diakses pada tanggal 7 Maret 2017] URL :

https://plato.stanford.edu/entries/pineal-gland/

2. Sahai A. Pineal Gland History & Lesser Known Facts [powerpoint]. India: King

George’s Medical Faculty; 2011.

3. Axelrod J. The Pineal Gland: A Neurochemical Transducer [Artikel]. Science

1974; 184 (Issue 4144): 1341-8

4. Standering S. “Ventricular System & Subarachnoid Space”, chapter 10, pp. 240-

241, “Diencephalon”, chapter 21, p. 324, “The nervous System” chapter 24, p.

380, “Eye”, chapter 40, p. 692. In: Gray’s Anatomy: The Anatomical Basis of

Clinical Practice. 40th ed. Churchill Livingstone: Elsevier; 2008.

5. Hussain SMA. The Pinealocytes of the Human Pineal Gland: A Light and

Electron Microscopic Study. Folia Morph 2006; 65 (3): 181-7

6. Wurtman RJ dan Axelrod J. 1965. The Pineal Gland [Article]. [Diunduh pada

tanggal 18 Februari 2017]

URL : http://wutrmanlab.mit.edu/static/pdf/40.pdf

7. Srinivasan V. The Pineal Gland : Its Physiological and Pharmacological Role

[Review Article]. Ind. J. Physiol. Pharmac 1989; 33 (No. 4): 263-72

8. Manca ME, Manunta ML, Spezzigu A, Torres-Rovira L, Gonzales-Bulnes A,

Pasciu V, dkk Melatonin Deprivat Modifies Follicular and Corpus Luteal Growth

Dynamics in a Sheep Model. Reproduction 2014; 147: 885-95

9. Olcese J. Melatonin Receptors in The Human Reproductive Tract [Article] 2007;

47-56.

URL:https://www.yumpu.com/en/document/view/17620359/melatonin-receptors-

in-the-human-reproductive-tract

10. Cutando A, Lopez-Valverde A, Arias-Santiago S, Vicente JD, De Diego RG.

Role of Melatonin in Cancer Treatment [Review]. Anticancer Research 2012; 32:

2747-54

Page 23: BAGIAN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS …

11. Renzi A, Glasser S, DeMorrow S, Mancinelli R, Meng F, Franchitto A, dkk

Melatonin Inhibits Cholangiocyte Hyperplasia in Cholestatic Rats by Interaction

with MT1 but not MT2 Melatonin Receptors. Ann J Physiol Gastrointest Liver

Physiol 2011; 301: 634-43

12. Han Y, DeMorrow S, Invernizzi P, Jing Qi, Glaser S, Renzi A, dkk Melatonin

Exerts by an Autocrine Loop Antiproliferative Effects in Cholangiocarcinoma; Its

Synthesis is Reduced Favoring Cholangiocarcinoma Growth. Ann J Physiol

Gastrointest Liver Physiol 2011; 301: 623-33

13. Zats M, Gastel JA, Heath III JR, Klein DC. Chick Pineal Melatonin Synthesis:

Light and Cyclic AMP Control Abundance of Serotonin N-Acetyltransferase

Protein. J. Neurochem 2000; 74: 2315-21

14. Zhang B-L, Zannou E, dan Sannajust F. Effects of Photoperiod Reduction on Rat

Circadian Rhytms of BP, Heart Rate and Locomotor Activity. Am J Physiol

Regulatory Integrative Comp Physiol 2000; 279: 169-78

15. Cook JS, Chester AR. Melatonin Attenuates The Vestibulosympathetic but not

Vestibulocollic Reflexes in Humans: Selective Impairment of the Utricles. J Appl

Physiol 2010; 109: 1697 – 1701

16. Purucker G. Man in Evolution. Chapter 16. The Pineal and Pituitary Glands.

Theosophical University Press; 2011: 208.

17. Vollrath L. Comparative Morphology of the Vertebrate Pineal Complex . Dalam

Kappers JA, Pevet P, editor. The Pineal Gland of Vertebrates Including Man [e-

book]. Elsevier: Progress in Brain Research; 2011: Vol 53: 25-38

18. Macchi MM dan Bruce JN. Human Pineal Physiology And Functional

Significance of Melatonin. Frontiers in Neuroendocrinology2004; 25: 177–195

19. Hodde KC. The Vascularization of the Rat Pineal Organ. Dalam Kappers JA,

Pevet P, editor. The Pineal Gland of Vertebrates Including Man [e-book].

Elsevier: Progress in Brain Research; 2011: Vol 53: 39-44

20. Ueck M. Innervation of the Vertebrate Pineal . Dalam Kappers JA, Pevet P,

editor. The Pineal Gland of Vertebrates Including Man [e-book]. Elsevier:

Progress in Brain Research; 2011: Vol 53: 45-90

Page 24: BAGIAN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS …

21. Dubocovich ML, Delagrange P, Krause DN, Sugden D, Cardinali DP, Olcese J.

International Union of Basic and Clinical Pharmacology. LXXV. Nomenclature,

Classification, and Pharmacology of G Protein-Coupled Melatonin Receptors.

Pharmacol Rev 2010; 62: 343-80

22. Balemans MGM. Indole Metabolism in the Pineal Gland of the Rat; Some

Regulatory Aspects . Dalam Kappers JA, Pevet P, editor. The Pineal Gland of

Vertebrates Including Man [e-book]. Elsevier: Progress in Brain Research; 2011:

Vol 53: 221-40

23. Eren TC, Reiter RJ. Axelrod, the Pineal and the Melatonin Hypothesis: Lessons

of 50 Years to Shape Chronodisruption research. Neuro Endocrinol Lett 2010; 31

(5): 585-7

24. Illnerova H dan Vaněček J. Effect of One-Minute Exposure to Light at Night on

Rat Pineal Serotonin N-acetyltransferase. . Dalam Kappers JA, Pevet P, editor.

The Pineal Gland of Vertebrates Including Man [e-book]. Elsevier: Progress in

Brain Research; 2011: Vol 53: 241-244

25. Miline R. Different Populations of Pinealocytes in the Pineal Gland of the Mole-

Rat (Spalax leucodon, Nordmann) . Dalam Kappers JA, Pevet R, editor. The

Pineal Gland of Vertebrates Including Man [e-book]. Elsevier: Progress in Brain

Research; 2011: Vol 53: 207-12

26. Kappers JA. The Pineal Organ: An Introduction. Dalam Wiley J dan Sons, editor.

The Pineal Gland. CIBA Foundation Symposium: Novartis Foundation

Symposia; 2009: 3-26