26
BAB VI PEMBAHASAN Sistematika pembahasan hasil penelitian ini dibagi menjadi dua pokok bahasan, pertama mengenai keterbatasan penelitian dan kedua membahas tentang hasil penelitian. A. KETERBATASAN PENELITIAN. 1. Keterbatasan Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini termasuk jenis analitik dengan rancangan survei, menggunakan pendekatan cross sectional, dimana pengukuran perubahan siklus menstruasi (variabel dependen) dilakukan bersama-sama dengan (variabel independen) stressor internal meliputi : kepribadian, sikap, persepsi, dan koping. Dan stressor eksternal meliputi : lingkungan, hubungan antar sesama, hubungan antar keluarga. Sehingga penelitian tidak bisa diartikan sebagai hubungan sebab akibat. 2. Keterbatasan Instrumen Penelitian

BAB VI Bismillah

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB VI Bismillah

BAB VI

PEMBAHASAN

Sistematika pembahasan hasil penelitian ini dibagi menjadi dua pokok bahasan, pertama

mengenai keterbatasan penelitian dan kedua membahas tentang hasil penelitian.

A. KETERBATASAN PENELITIAN.

1. Keterbatasan Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini termasuk jenis analitik dengan rancangan survei,

menggunakan pendekatan cross sectional, dimana pengukuran perubahan siklus

menstruasi (variabel dependen) dilakukan bersama-sama dengan (variabel

independen) stressor internal meliputi : kepribadian, sikap, persepsi, dan koping.

Dan stressor eksternal meliputi : lingkungan, hubungan antar sesama, hubungan

antar keluarga. Sehingga penelitian tidak bisa diartikan sebagai hubungan sebab

akibat.

2. Keterbatasan Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini belum ada instrumen yang baku pengumpulan data untuk

seluruh variabel, khususnya variabel-variabel karakteristik hubungan

interpersonal, karakteristik lingkungan, persepsi, sikap, koping, dan kepribadian

dari responden. Instrumen pengumpulan data yang disusun berdasarkan

pengembangan dari teori-teori yang berkaitan dengan variabel penelitian dalam

bentuk skala likert, sehingga uji validitas dan reliabilitasnya hanya berlaku

terhadap sampel penelitian ini.

Page 2: BAB VI Bismillah

3. Keterbatasan Populasi Dan Sampel Penelitian.

Populasi penelitian hanya pada satu Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan yang

berjumlah 144 orang mahasiswa, dan penentuan sampel menggunakan

perhitungan proportional random sampling, dengan menentukan besarnya sampel

pada tiap-tiap kelas. Dan pengambilan sampel dengan cara mengacak, sehingga

hasilnya tidak dapat digeneralisikan secara umum kepada populasi lain. Dan

secara umum sampel ini homogen.

B. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

1. Karakteristik Demografikal.

a. Hubungan antara Umur Responden dengan Perubahan Siklus Menstruasi

Responden penelitian berjumlah 144 orang mahasiswi S1 Reguler

Keperawatan STIKes PERTAMEDIKA Jakarta Selatan. Jumlah terbesar

responden pada kelompok umur antara lebih dari 20 tahun (39,6 %), dan usia

< 20 tahun (60,4 %), yang merupakan usia sangat produktif. Dari distribusi

tersebut diperoleh hasil, 31,6 % (n = 18) responden dari kelompok umur < 20

tahun yang mempunyai siklus menstruasi teratur. Pada kelompok umur

responden lebih dari 20 tahun mempunyai siklus menstruasi teratur 24,1 % (n =

21). Sedangkan kelompok umur responden lebih dari 20 tahun mempunyai

siklus menstruasi tidak teratur sebanyak 75,9% (n=66).

Dari hasil analisi data didapatkan mayoritas responden dberada diusia lebih

dari 20 tahun, ditandai ada 87 orang dari 144 jumlah responden, dan ada 66

orang dengan umur lebih dari 20 tahun dengan siklus menstruasi tidak teratur,

Page 3: BAB VI Bismillah

sedangkan pada kelompok usia kurang dari 20 tahun hanya 39 orang, dan pada

kelompok dalam siklus menstruasi yang teratur ada 21 orang dengan umur

lebih dari 20 tahun, sedangkan hanya 18 orang di kelompok <20 tahun.

Artinya, semakin meningkat usia seseorang semakin tidak teratur pula siklus

menstruasinya, dikarenakan perubahan hormone, kedewasaan teknis dan

psikologisnya yang semakin meningkat. Dan pada umur lebih dari 20 tahun,

seseorang akan semakin mampu mengambil keputusan, semakin bijaksana,

semakin mampu berfikir secara rasional, mengendalikan emosi dan toleran

terhadap pandangan orang lain, sehingga dengan demikian diharapkan akan

semakin teratur siklus menstruasinya.

Berdasarkan analisis statistik chi square menunjukkan, tidak ada hubungan

yang bermakna antara umur dengan perubahan siklus menstruasi (p-value =

0,429, OR = 1,451).

Karakteristik individu berkaitan dengan kematangan psikologis, semakin

bertambahnya usia maka semakin matang dan dewasa secara emosional. Bila

penelitian dilakukan di STIKes lain dengan karakteristik mahasiswi yang sama

akan didapat hasil yang sama karena pengetahuan responden akan penelitian

ini sudah diketahui sebelumnya. Tetapi bila penelitian dengan sampel yang

besar dengan area penelitian yang luas seperti di kalangan SMA, maka

hasilnya akan berbeda dan dapat digeneralisasikan.

Page 4: BAB VI Bismillah

2. Karakteristik Stressor Internal

a. Hubungan Antara Stressor Internal (Kepribadian) Dengan Perubahan

Siklus Menstruasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, mahasiswi S1 Reguler Keperawatan

STIKes PERTAMEDIKA dengan Tipe dari 144 jumlah responden mahasiswi

S1 Reguler Keperawatan STIKes PERTAMEDIKA dengan Tipe Kepribadian

A (yang rentan stres) mempunyai siklus menstruasi yang teratur hanya 26,3%

(n=26) dan pada kelompok dengan menstruasi yang tidak teratur ada 73,7%

(n=73), sedangkan responden dengan Tipe Kepribadian B (yang tidak rentan

dengan stres) mempunyai siklus menstruasi teratur hanya 28,9% (n=13). Dan

responden yang tidak rentan dengan stres yang mempunyai siklus menstruasi

tidak teratur 71,1% (n=32). Dari analisis melalui uji statistik chi square

diperoleh ρ-value = 0,899 berarti, tidak ada hubungan yang bermakna antara

kepribadian dengan perubahan siklus menstruasi. Dan nilai OR=0,877 artinya

responden dengan Tipe Kepribadian A beresiko memiliki peluang 0,877 kali

memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur.

Data tersebut memperlihatkan, umumnya kepribadian mahasiswi prodi S1

Reguler Keperawatan di STIKes PERTAMEDIKA dengan Tipe Kepribadian A

(yang rentan terhadap stres) yang mendominasi, Tipe A (yang rentan terhadap

stres) dinilai lebih buruk dari pada tipe B (tidak rentan dengan stres), terutama

dalam kaitannya dengan penyakit (Rokib, 2011).

Dari hasil analisis data didapatkan kelompok dengan Tipe Kepribadian A

mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur ada 73 orang, dan responden

Page 5: BAB VI Bismillah

dengan Tipe Kepribadian B mempunyai siklus menstruasi tidak teratur ada 32

orang, artinya responden dengan Tipe Kepribadian A (yang rentan stress)

paling banyak jumlahnya terkait dengan perubahan siklus menstruasi tidak

teratur artinya semakin individu tersebut rentan dengan stres maka akan

semakin tidak teratur pula siklus menstruasinya, dalam teori dijelaskan bahwa

seseorang dengan Tipe Kepribadian A (rentan stress) dinilai lebih buruk

daripada dengan Tipe Kepribadian B kaitannya dengan penyakit, karena Tipe

A mudah masuk dalam kondisi stres, Dari hasil analisis juga didapatkan bahwa

ada 26 orang dengan Tipe Kepribadian A (rentan stress) yang mengalami

siklus menstruasi yang teratur, namun hanya 13 orang dengan kepribadian Tipe

B dengan siklus menstruasi yang teratur, artinya tidak ada hubungan yang

bermakna antara tipe kepribadian seseorang dengan perubahan siklus

menstruasi, namun dalam teori diperkuat bahwa seseorang yang dalam kondisi

stress akan berpengaruh secara signifikan dengan perubahan siklus

menstruasinya, hal ini kemungkinan berpengaruh dengan kondisi hormone

seseorang karena hormone berpengaruh dengan regulasi system endokrin yang

terkait dengan perubahan siklus menstruasi.

Kepribadian merupakan pola khas seseorang dalam berpikir, merasakan dan

berperilaku yang relatif stabil dan dapat diperkirakan (Dorland, 2002). Definisi

kepribadian menurut Dorland merupakan pola khas seseorang dalam berfikir

dan merasakan sesuatu, maka dalam keadaan stres seseorang mempunyai

kepribadian yang berbeda-beda dalam menangani stres itu sendiri, sehingga

kaitannya dalam memicu timbulnya stress akan berbeda, maka tipe kepribadian

Page 6: BAB VI Bismillah

seseorang yang cenderung tidak dapat disamakan keadaannya akan membuat

suatu keadaan stress menjadi lebih berat atau tidak terbebani sama sekali, dan

dalam penelitian disini tidak ada pengaruhnya antara kepribadian seseorang

dengan perubahan siklus menstruasi.

b. Hubungan Antara Stressor Internal (Sikap) Dengan Perubahan Siklus

Menstruasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dari 144 jumlah responden 29,1 %

(n=25) mahasiswi S1 Reguler Keperawatan STIKes PERTAMEDIKA yang

memiliki sikap tidak baik dalam memandang stres mempunyai siklus

menstruasi yang teratur. Responden dengan sikap tidak baik ada 70,9% (n=61)

yang menunjukkan siklus menstruasi yang tidak teratur. Sedangkan 24,1%

(n=14) responden dengan sikap baik dalam memandang stres mempunyai

siklus menstruasi yang teratur. Sedangkan responden dengan sikap baik dalam

memandang stres mempunyai siklus menstruasi yang tidak teratur ada 75,9%

(n=44). Dan nilai OR=1,288 artinya responden dengan sikap tidak baik dalam

memandang stres beresiko memiliki peluang 1,288 kali memiliki siklus

menstruasi yang tidak teratur.

Hal ini menunjukkan bahwa tidak baiknya sikap responden dalam memandang

stres maka siklus menstruasinya akan menjadi tidak teratur, dilihat dari

banyaknya responden dengan sikap tidak baik dalam memandang stres ada 61

orang yang menunjukkan siklus menstruasi yang tidak teratur. Sedangkan

responden dengan sikap baik dalam memandang stres mempunyai siklus

Page 7: BAB VI Bismillah

menstruasi yang tidak teratur ada 44 orang. Namun dalam kaitannya dengan

siklus menstruasi yang teratur hanya 14 orang dengan sikap baik, dan 25 orang

dengan sikap tidak baik dalam memandang stress. Dan dari hasil analisis uji

statistik chi-square didapatkan p-value 1,288 yang artinya, tidak ada hubungan

yang bermakna antara sikap dengan perubahan siklus menstruasi. Analisis

tersebut membuktikan baik buruk nya sikap seseorang dalam memandang stres

tidak selalu berhubungan dengan perubahan siklus menstruasi individu

tersebut.

Hal ini mungkin karena, sikap seseorang terbentuk karena pengaruh orang lain.

Dalam kehidupan sehari-harinya pengaruh tersebut dapat diperoleh dari teman

sejawat, orang tua, dosen, dan lainnya secara bersama-sama terlibat dalam

proses stres itu sendiri. Saat pengaruh muncul tidak membuat baik buruknya

sikap seseorang mempengaruhi timbulnya kondisi stres, karena besar kecilnya

pengaruh yang diterima dari individu tidak selalu dapat disamakan dan

mempengaruhi siklus menstruasi individu tersebut.

Menurut (Notoatmodjo, 2010), sikap menggambarkan suka atau tidak suka

seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau

dari orang lain yang paling dekat. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan

tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh,

Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat ini.

Page 8: BAB VI Bismillah

c. Hubungan Antara Stressor Internal (Persepsi) Dengan Perubahan Siklus

Menstruasi.

Hasil penelitian menunjukkan dari persentase distribusi, dari 144 jumlah

responden mahasiswi S1 Reguler Keperawatan STIKes PERTAMEDIKA

dengan persepsi yang tidak baik dalam memandang stres mengalami siklus

menstruasi yang teratur hanya 23,8% (n=20), dan dari kelompok responden

dengan persepsi baik dalam memandang stres mengalami siklus menstruasi

teratur ada 31,7% (n=19). Responden dengan persepsi tidak baik menunjukkan

ada 76,2% (n=64) yang memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur.

Sedangkan kelompok responden dengan persepsi baik dalam memandang stres

mengalami siklus menstruasi tidak teratur hanya 68,3% (n=41). Dari analisis

uji statistik chi-square diperoleh ρ-value 0,392 berarti, tidak ada hubungan

yang bermakna antara persepsi dengan perubahan siklus menstruasi. Dan nilai

OR=0,674 artinya responden dengan persepsi tidak baik dalam memandang

stres beresiko memiliki peluang 0,674 kali memiliki siklus menstruasi yang

tidak teratur.

Hasil tersebut memberikan arti bahwa, bila mahasiswi memiliki persepsi yang

tidak baik terhadap suatu stressor maka membuat siklus menstruasi menjadi

tidak teratur, tetapi hal ini tidak berarti membuktikkan bahwa ada pengaruhnya

antara persepsi seseorang dengan perubahan siklus menstruasi, hanya ditandai

jumlah responden dengan persepsi tidak baik menunjukkan ada 64 orang yang

memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur. Sedangkan kelompok responden

dengan persepsi baik dalam memandang stres mengalami siklus menstruasi

Page 9: BAB VI Bismillah

tidak teratur hanya 41 orang. Namun pada kelompok siklus menstruasi yang

teratur kelompok responden dengan persepsi tidak baik dalam memandang

stress ada 20 orang, dan kelompok responden dengan siklus menstruasi teratur

ada 19 orang.

Dalam penelitian ini dibuktikan dari hasil analisis uji statistik chi-square

diperoleh p-value 674 berarti, tidak ada hubungan yang bermakna antara

persepsi dengan perubahan siklus menstruasi. Analisis tersebut membuktikan

baik buruk nya persepsi seseorang dalam memandang stres tidak selalu

berhubungan dengan perubahan siklus menstruasi.

Hasil tersebut sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Nasir & Muhith, 2011

menurutnya kadar stres dalam suatu peristiwa sangat bergantung pada

bagaimana individu bereaksi terhadap stres tersebut. Hal ini juga dipengaruhi

oleh bagaimana individu berpresepsi terhadap stressor yang muncul. Stres bagi

seseorang belum tentu merupakan stres bagi yang lainnya, karena setiap orang

memiliki persepsi yang berbeda-beda tentang hal yang manjadi hambatan atau

tuntutan yang mungkin menimbulkan stres.

Dikatakan definisi persepsi menurut (Papero, 1997) dalam Isnaeni, 2007 adalah

pandangan individu tentang dunia dan persepsi stresor saat ini dapat

meningkatkan atau menurunkan intensitas respons stres.

Jadi, pandangan individu yang berbeda-beda saat timbulnya stres dapat

menurunkan atau meningkatkan intensitas respons stressor seseorang.

Sehingga, persepsi mahasiswi terhadap stressor yang muncul merupakan

proses mental bagaimana mahasiswi tersebut melihat, mendengar dan

Page 10: BAB VI Bismillah

menerima respon tersebut kemudian mengorganisasikan dan menafsirkan

dalam bentuk yang bervariasi.

d. Hubungan Antara Stressor Internal (Koping) Dengan Perubahan Siklus

Menstruasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dari 144 jumlah responden mahasiswi S1

Reguler Keperawatan STIKes PERTAMEDIKA dengan koping stress yang

positif ada 69,9% (n=51) dengan siklus menstruasi yang tidak teratur, dan

30,1% (n=22) responden dengan koping stres yang positif dalam memandang

stres mempunyai siklus menstruasi teratur. Sedangkan 23,9 % (n=17)

responden dengan koping stress yang negatif dalam memandang stres

mempunyai siklus menstruasi teratur. Responden dengan koping stres yang

negatif ada 76,1% (n=54) dengan siklus menstruasi yang tidak teratur. Dari

hasil analisis statistik melalui uji chi square diperoleh ρ-value = 1,370 berarti,

tidak ada hubungan yang bermakna antara koping dengan perubahan siklus

menstruasi. Dan nilai OR=1,370 artinya responden dengan koping stress yang

negatif beresiko memiliki peluang 1,370 kali memiliki siklus menstruasi yang

tidak teratur.

Hasil analisis data yang didapat menunjukkan semakin positif koping stress

nya maka akan semakin teratur pula siklus menstruasinya, ditandai dengan

jumlah responden, pada kelompok responden dengan koping stress positif ada

22 orang dengan siklus menstruasi teratur, dan ada 17 orang pada kelompok

koping stress negative dengan siklus menstruasi yang teratur. Namun di

Page 11: BAB VI Bismillah

kelompok responden dengan koping stress negative ada 54 orang yang

mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur, sedangkan pada kelompok

responden dengan koping positif ada 51 orang yang mengalami siklus

menstruasi tidak teratur.

Dari hasil analisis statistik melalui uji chi square diperoleh p-value = 1,370

berarti, tidak ada hubungan yang bermakna antara koping dengan perubahan

siklus menstruasi. Analisis tersebut membuktikan koping stres dari seseorang

dalam memandang stres tidak selalu berhubungan dengan perubahan siklus

menstruasi.

Koping adalah usaha individu untuk mengatasi stres psikologis (Lazarus, 2007)

dalam Potter 2010. Koping yang efektif akan menghasilkan adaptif dan

sebaliknya. Maka, koping yang efektif untuk dilakukan adalah koping yang

membantu seseorang untuk menoleransi dan menerima situasi menekan dan

tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainya (Lazarus & Folkman,

1984) dalam Nasir & Muhith, 2011.

Cara individu menyelesaikan masalahnya dalam keadaan stres berbeda-beda,

sehingga respon stress yang dialami seseorang secara otomatis juga akan

berbeda, dan dalam penelitian disini telah dibuktikkan dengan menunjukkan

hasil bahwa tidak ada hubungan antar koping dengan perubahan siklus

menstruasi. Namun dari distribusi frekuensi menunjukkan bahwa semakin baik

koping individu tersebut akan semakin teratur pula siklus menstruasinya, dan

koping mahasiswi dalam keadaan stres baik positif dan negative hampir sama

banyak, namun tidak memberikan hubungan yang bermakna.

Page 12: BAB VI Bismillah

3. Karakteristik Stressor Eksternal

a. Hubungan Antara Stressor Eksternal (Lingkungan Perkulihan) Dengan

Perubahan Siklus Menstruasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dari 144 jumlah responden mahasiswi S1

Reguler Keperawatan STIKes PERTAMEDIKA dari 30,7 % (n=27) responden

yang berpendapat bahwa lingkungan yang maladaptif dapat memicu timbulnya

stres mempunyai siklus menstruasi yang teratur, sedangkan responden yang

berpendapat bahwa lingkungan yang adaptif mengurangi stres mempunyai

siklus menstruasi yang teratur 21,4% (n=12), dan responden yang berpendapat

bahwa lingkungan yang adaptif mengurangi stress ada 78,6% (n=44)

mempunyai siklus menstruasi yang tidak teratur. Responden yang berpendapat

lingkungan yang maladaptif dapat memicu timbulnya stres menunjukkan

69,3% (n=61) dengan siklus menstruasi tidak teratur. Dan nilai OR=1,623

artinya responden yang berpendapat bahwa lingkungan yang maladaptif dapat

memicu timbulnya stres beresiko memiliki peluang 1,623 kali memiliki siklus

menstruasi yang tidak teratur.

Dari hasil distribusi frekuensi menunjukkan bahwa dominan mahasiswi

menyatakan bahwa setuju dengan lingkungan yang maladaptif dapat

mememicu timbulnya stres, ditandai dengan jumlah total responden ada 88

orang yang menyatakan bahwa setuju dengan lingkungan yang maladaptif

dapat mememicu timbulnya stres, dan 56 orang yang menyatakan setuju bahwa

lingkungan yang adaptif dapat menekan timbulnya stress. Dan dari hasil

Page 13: BAB VI Bismillah

analisis juga didapatkan responden yang berpendapat lingkungan yang

maladaptif dapat memicu timbulnya stres menunjukkan 61 orang dengan siklus

menstruasi tidak teratur, dan responden yang berpendapat bahwa lingkungan

yang adaptif mengurangi stress ada 78,6% (n=44) mempunyai siklus

menstruasi yang tidak teratur. Artinya semakin maladaptive lingkungan

perkuliahan pada kalangan responden membuat siklus menjadi tidak teratur,

namun hal ini tidak membuktikkan bahwa penelitian disini ada pengaruhnya

lingkungan perkuliahan dengan perubahan siklus menstruasi. Diperoleh dari

hasil p-value = 1,623 menunjukkan, bahwa tidak ada hubungan yang

bermakna antara lingkungan perkulihan dengan perubahan siklus menstruasi.

Analisis tersebut membuktikan kondisi lingkungan perkuliahan baik adaptif

maupun maladaptif dari seseorang tidak selalu berhubungan dengan perubahan

siklus menstruasi.

b. Hubungan Antara Stressor Eksternal (Hubungan Antar Sesama) Dengan

Perubahan Siklus Menstruasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, mahasiswi S1 Reguler Keperawatan

STIKes PERTAMEDIKA dari 35,9 % (n=33) responden yang menyatakan

bahwa hubungannya antar sesama saat ini baik-baik saja mempunyai siklus

menstruasi yang teratur, sedangkan responden yang berpendapat bahwa

hubungannya antar sesama saat ini kurang baik mempunyai siklus menstruasi

teratur hanya 11,5 % (n=6). Dan responden yang berpendapat bahwa hubungan

antar sesama dalam keadaan baik-baik saja terdapat 64,1% (n=59) dengan

Page 14: BAB VI Bismillah

siklus menstruasi tidak teratur. Sedangkan responden yang berpendapat bahwa

hubungan antar sesama kurang baik mempunyai siklus menstruasi tidak teratur

hanya 88,5 % (n=46).

Dari hasil analisis data didapatkan ada saat ini hubungan antar sesama pada

mahasiswi STIKes PERTAMEDIKA paling banyak pada keadaan yang baik-

baik saja, ada 92 orang dari 144 jumlah responden, namun dari keadaan yang

baik ini ada 59 orang jumlah responden yang mengalami siklus menstruasi

yang tidak teratur, sedangkan pada kelompok dengan keadaan kurang baik

yang mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur ada 46 orang, dan pada

kelompok siklus menstruasi teratur dengan keadaan hubungannya antar sesama

dalam keadaan baik ada 33 orang, sedangkan pada kelompok yang

hubungannya dalam keadaan kurang baik hanya ada 6 orang.

Artinya semakin baik hubungannya antar sesama, maka akan semakin teratur

pula siklus menstruasinya, hal ini membuktikkan bahwa ada hubungan antara

hubungan stressor internal (hubungan antar sesama dengan perubahan siklus

menstruasi pada mahasiswi STIKes PERTAMEDIKA, ditandai oleh hasil

statistik uji chi square diperoleh p-value = 0,03 berarti, ada hubungan yang

bermakna antara hubungan antar sesama dengan perubahan siklus

menstruasi. Dan nilai OR=4,288 artinya responden yang hubungan nya saat ini

dengan sesama kurang baik beresiko memiliki peluang 4,288 kali memiliki

siklus menstruasi yang tidak teratur. Analisis tersebut membuktikan baik

buruknya hubungan interpersonal seseorang (hubungan antar sesama)

mempengaruhi timbulnya stres yang pada akhirnya berhubungan secara

Page 15: BAB VI Bismillah

signifikan dengan perubahan siklus menstruasinya. Hal ini sejalan dengan

pendapat Hawari 2001 bahwa, hubungan antar sesama (perorangan atau

individual) yang tidak baik merupakan sumber stres.

Saat individu dalam kondisi stress, dan tidak mampu beradaptasi, maka saat

itulah stress semakin memperburuk keadaan, yang akhirnya meningkatkan

hormone kortisol yang berpengaruh dalam proses perubahan siklus menstruasi.

c. Hubungan Antara Stressor Eksternal (Hubungan Antar Keluarga)

Dengan Perubahan Siklus Menstruasi.

Hasil penelitian menunjukkan, mahasiswi S1 Reguler Keperawatan STIKes

PERTAMEDIKA 26,4% (n=24) responden yang berpendapat bahwa

hubungannya dengan keluarga saat ini baik-baik saja mempunyai siklus

menstruasi yang teratur, sedangkan responden yang berpendapat bahwa

hubungannya dengan keluarga kurang baik mempunyai siklus menstruasi

teratur hanya 28,3% (n=15). Responden yang berpendapat bahwa hubungan

antar keluarga saat ini baik-baik saja menunjukkan terdapat 73,6% (n=67)

dengan siklus menstruasi tidak teratur. Sedangkan responden yang berpendapat

bahwa hubungannya keluarga kurang baik mempunyai siklus menstruasi tidak

teratur hanya 71,7% (n=38).

Dari hasil analisis data didapatkan pada kelompok responden hubungan antar

keluarga mendominasi dari jumlah total, ada 91 orang yang saat ini hubungan

antar keluarga dalam keadaan baik-baik saja dari 144 jumlah sampel, namun

dari data didapatkan ada 67 orang pada kelompok hubungan antar keluarga

Page 16: BAB VI Bismillah

dalam keadaan baik yang mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur,

sedangkan hanya 38 orang pada kelompok responden yang hubungannya antar

keluarga dalam keadaan kurang baik mengalami siklus menstruasi tidak

teratur. Dan pada kelompok responden dengan siklus menstruasi yang teratur

pada kelompok responden yang keadaan hubungan keluarganya dalam keadaan

baik ada 25 orang, sedangkan yang kurang baik hanya 15 orang, artinya

semakin baik hubungan seseorang dalam lingkup keluarga siklus menstruasi

nya akan menjadai semakin teratur, namun semakin baik pula hubungannya

dengan keluarga siklus menstruasi juga semakin teratur.

Hal ini mungkin disebabkan pengaruh jenis makanan yang dikonsumsi oleh

kebanyakan anak remaja dewasa ini, semakin baik hubungannya dengan

keluarga akan semakin banyak juga intensitas berkumpul dengan keluarga, dan

pada jaman modern seperti sekarang ini orang tua lebih sering makan diluar

bersama anak-anakya, dan jenis makanan yang sering dikonsumsi adalah jenis

makanan seperti junk food, yang komposisi dari makanan tersebut tidak baik

untuk kesehatan serta mempengaruhi kesehatan reproduksi remaja putrid jika

terlalu banyak mengkonsumsi makanan jenis ini.

Dari hasil distribusi frekuensi dominan menunjukkan bahwa saat ini hubungan

mahasiswi dengan keluarga sedang baik-baik saja, sedangkan hubungan-

hubungan keluarga yang ditandai dengan pertentangan, perasaan-perasaan

tidak aman berlangsung lama, dan remaja kurang memiliki kesempatan untuk

mengembangkan pola perilaku yang tenang dan lebih matang dapat

menimbulkan stressor bagi remaja tersebut (Hurlock, 2004). Maka wajar jika

Page 17: BAB VI Bismillah

tidak adanya konflik dengan keluarga maka tidak menimbulkan stres yang

mempengaruhi berubahnya siklus menstruasi individu tersebut.

Dari hasil statistik uji chi square diperoleh p-value = 0,955 berarti, tidak ada

hubungan yang bermakna antara hubungan antar keluarga dengan perubahan

siklus menstuasi. Selanjutnya hasil ini membuktikan bahwa hubungan antara

keluarga tidak berhubungan dengan perubahan siklus menstuasi.