Upload
nuria-cipta-sari
View
109
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB VI
PEMBAHASAN
Sistematika pembahasan hasil penelitian ini dibagi menjadi dua pokok bahasan, pertama
mengenai keterbatasan penelitian dan kedua membahas tentang hasil penelitian.
A. KETERBATASAN PENELITIAN.
1. Keterbatasan Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini termasuk jenis analitik dengan rancangan survei,
menggunakan pendekatan cross sectional, dimana pengukuran perubahan siklus
menstruasi (variabel dependen) dilakukan bersama-sama dengan (variabel
independen) stressor internal meliputi : kepribadian, sikap, persepsi, dan koping.
Dan stressor eksternal meliputi : lingkungan, hubungan antar sesama, hubungan
antar keluarga. Sehingga penelitian tidak bisa diartikan sebagai hubungan sebab
akibat.
2. Keterbatasan Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini belum ada instrumen yang baku pengumpulan data untuk
seluruh variabel, khususnya variabel-variabel karakteristik hubungan
interpersonal, karakteristik lingkungan, persepsi, sikap, koping, dan kepribadian
dari responden. Instrumen pengumpulan data yang disusun berdasarkan
pengembangan dari teori-teori yang berkaitan dengan variabel penelitian dalam
bentuk skala likert, sehingga uji validitas dan reliabilitasnya hanya berlaku
terhadap sampel penelitian ini.
3. Keterbatasan Populasi Dan Sampel Penelitian.
Populasi penelitian hanya pada satu Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan yang
berjumlah 144 orang mahasiswa, dan penentuan sampel menggunakan
perhitungan proportional random sampling, dengan menentukan besarnya sampel
pada tiap-tiap kelas. Dan pengambilan sampel dengan cara mengacak, sehingga
hasilnya tidak dapat digeneralisikan secara umum kepada populasi lain. Dan
secara umum sampel ini homogen.
B. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
1. Karakteristik Demografikal.
a. Hubungan antara Umur Responden dengan Perubahan Siklus Menstruasi
Responden penelitian berjumlah 144 orang mahasiswi S1 Reguler
Keperawatan STIKes PERTAMEDIKA Jakarta Selatan. Jumlah terbesar
responden pada kelompok umur antara lebih dari 20 tahun (39,6 %), dan usia
< 20 tahun (60,4 %), yang merupakan usia sangat produktif. Dari distribusi
tersebut diperoleh hasil, 31,6 % (n = 18) responden dari kelompok umur < 20
tahun yang mempunyai siklus menstruasi teratur. Pada kelompok umur
responden lebih dari 20 tahun mempunyai siklus menstruasi teratur 24,1 % (n =
21). Sedangkan kelompok umur responden lebih dari 20 tahun mempunyai
siklus menstruasi tidak teratur sebanyak 75,9% (n=66).
Dari hasil analisi data didapatkan mayoritas responden dberada diusia lebih
dari 20 tahun, ditandai ada 87 orang dari 144 jumlah responden, dan ada 66
orang dengan umur lebih dari 20 tahun dengan siklus menstruasi tidak teratur,
sedangkan pada kelompok usia kurang dari 20 tahun hanya 39 orang, dan pada
kelompok dalam siklus menstruasi yang teratur ada 21 orang dengan umur
lebih dari 20 tahun, sedangkan hanya 18 orang di kelompok <20 tahun.
Artinya, semakin meningkat usia seseorang semakin tidak teratur pula siklus
menstruasinya, dikarenakan perubahan hormone, kedewasaan teknis dan
psikologisnya yang semakin meningkat. Dan pada umur lebih dari 20 tahun,
seseorang akan semakin mampu mengambil keputusan, semakin bijaksana,
semakin mampu berfikir secara rasional, mengendalikan emosi dan toleran
terhadap pandangan orang lain, sehingga dengan demikian diharapkan akan
semakin teratur siklus menstruasinya.
Berdasarkan analisis statistik chi square menunjukkan, tidak ada hubungan
yang bermakna antara umur dengan perubahan siklus menstruasi (p-value =
0,429, OR = 1,451).
Karakteristik individu berkaitan dengan kematangan psikologis, semakin
bertambahnya usia maka semakin matang dan dewasa secara emosional. Bila
penelitian dilakukan di STIKes lain dengan karakteristik mahasiswi yang sama
akan didapat hasil yang sama karena pengetahuan responden akan penelitian
ini sudah diketahui sebelumnya. Tetapi bila penelitian dengan sampel yang
besar dengan area penelitian yang luas seperti di kalangan SMA, maka
hasilnya akan berbeda dan dapat digeneralisasikan.
2. Karakteristik Stressor Internal
a. Hubungan Antara Stressor Internal (Kepribadian) Dengan Perubahan
Siklus Menstruasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, mahasiswi S1 Reguler Keperawatan
STIKes PERTAMEDIKA dengan Tipe dari 144 jumlah responden mahasiswi
S1 Reguler Keperawatan STIKes PERTAMEDIKA dengan Tipe Kepribadian
A (yang rentan stres) mempunyai siklus menstruasi yang teratur hanya 26,3%
(n=26) dan pada kelompok dengan menstruasi yang tidak teratur ada 73,7%
(n=73), sedangkan responden dengan Tipe Kepribadian B (yang tidak rentan
dengan stres) mempunyai siklus menstruasi teratur hanya 28,9% (n=13). Dan
responden yang tidak rentan dengan stres yang mempunyai siklus menstruasi
tidak teratur 71,1% (n=32). Dari analisis melalui uji statistik chi square
diperoleh ρ-value = 0,899 berarti, tidak ada hubungan yang bermakna antara
kepribadian dengan perubahan siklus menstruasi. Dan nilai OR=0,877 artinya
responden dengan Tipe Kepribadian A beresiko memiliki peluang 0,877 kali
memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur.
Data tersebut memperlihatkan, umumnya kepribadian mahasiswi prodi S1
Reguler Keperawatan di STIKes PERTAMEDIKA dengan Tipe Kepribadian A
(yang rentan terhadap stres) yang mendominasi, Tipe A (yang rentan terhadap
stres) dinilai lebih buruk dari pada tipe B (tidak rentan dengan stres), terutama
dalam kaitannya dengan penyakit (Rokib, 2011).
Dari hasil analisis data didapatkan kelompok dengan Tipe Kepribadian A
mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur ada 73 orang, dan responden
dengan Tipe Kepribadian B mempunyai siklus menstruasi tidak teratur ada 32
orang, artinya responden dengan Tipe Kepribadian A (yang rentan stress)
paling banyak jumlahnya terkait dengan perubahan siklus menstruasi tidak
teratur artinya semakin individu tersebut rentan dengan stres maka akan
semakin tidak teratur pula siklus menstruasinya, dalam teori dijelaskan bahwa
seseorang dengan Tipe Kepribadian A (rentan stress) dinilai lebih buruk
daripada dengan Tipe Kepribadian B kaitannya dengan penyakit, karena Tipe
A mudah masuk dalam kondisi stres, Dari hasil analisis juga didapatkan bahwa
ada 26 orang dengan Tipe Kepribadian A (rentan stress) yang mengalami
siklus menstruasi yang teratur, namun hanya 13 orang dengan kepribadian Tipe
B dengan siklus menstruasi yang teratur, artinya tidak ada hubungan yang
bermakna antara tipe kepribadian seseorang dengan perubahan siklus
menstruasi, namun dalam teori diperkuat bahwa seseorang yang dalam kondisi
stress akan berpengaruh secara signifikan dengan perubahan siklus
menstruasinya, hal ini kemungkinan berpengaruh dengan kondisi hormone
seseorang karena hormone berpengaruh dengan regulasi system endokrin yang
terkait dengan perubahan siklus menstruasi.
Kepribadian merupakan pola khas seseorang dalam berpikir, merasakan dan
berperilaku yang relatif stabil dan dapat diperkirakan (Dorland, 2002). Definisi
kepribadian menurut Dorland merupakan pola khas seseorang dalam berfikir
dan merasakan sesuatu, maka dalam keadaan stres seseorang mempunyai
kepribadian yang berbeda-beda dalam menangani stres itu sendiri, sehingga
kaitannya dalam memicu timbulnya stress akan berbeda, maka tipe kepribadian
seseorang yang cenderung tidak dapat disamakan keadaannya akan membuat
suatu keadaan stress menjadi lebih berat atau tidak terbebani sama sekali, dan
dalam penelitian disini tidak ada pengaruhnya antara kepribadian seseorang
dengan perubahan siklus menstruasi.
b. Hubungan Antara Stressor Internal (Sikap) Dengan Perubahan Siklus
Menstruasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dari 144 jumlah responden 29,1 %
(n=25) mahasiswi S1 Reguler Keperawatan STIKes PERTAMEDIKA yang
memiliki sikap tidak baik dalam memandang stres mempunyai siklus
menstruasi yang teratur. Responden dengan sikap tidak baik ada 70,9% (n=61)
yang menunjukkan siklus menstruasi yang tidak teratur. Sedangkan 24,1%
(n=14) responden dengan sikap baik dalam memandang stres mempunyai
siklus menstruasi yang teratur. Sedangkan responden dengan sikap baik dalam
memandang stres mempunyai siklus menstruasi yang tidak teratur ada 75,9%
(n=44). Dan nilai OR=1,288 artinya responden dengan sikap tidak baik dalam
memandang stres beresiko memiliki peluang 1,288 kali memiliki siklus
menstruasi yang tidak teratur.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak baiknya sikap responden dalam memandang
stres maka siklus menstruasinya akan menjadi tidak teratur, dilihat dari
banyaknya responden dengan sikap tidak baik dalam memandang stres ada 61
orang yang menunjukkan siklus menstruasi yang tidak teratur. Sedangkan
responden dengan sikap baik dalam memandang stres mempunyai siklus
menstruasi yang tidak teratur ada 44 orang. Namun dalam kaitannya dengan
siklus menstruasi yang teratur hanya 14 orang dengan sikap baik, dan 25 orang
dengan sikap tidak baik dalam memandang stress. Dan dari hasil analisis uji
statistik chi-square didapatkan p-value 1,288 yang artinya, tidak ada hubungan
yang bermakna antara sikap dengan perubahan siklus menstruasi. Analisis
tersebut membuktikan baik buruk nya sikap seseorang dalam memandang stres
tidak selalu berhubungan dengan perubahan siklus menstruasi individu
tersebut.
Hal ini mungkin karena, sikap seseorang terbentuk karena pengaruh orang lain.
Dalam kehidupan sehari-harinya pengaruh tersebut dapat diperoleh dari teman
sejawat, orang tua, dosen, dan lainnya secara bersama-sama terlibat dalam
proses stres itu sendiri. Saat pengaruh muncul tidak membuat baik buruknya
sikap seseorang mempengaruhi timbulnya kondisi stres, karena besar kecilnya
pengaruh yang diterima dari individu tidak selalu dapat disamakan dan
mempengaruhi siklus menstruasi individu tersebut.
Menurut (Notoatmodjo, 2010), sikap menggambarkan suka atau tidak suka
seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau
dari orang lain yang paling dekat. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan
tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh,
Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat ini.
c. Hubungan Antara Stressor Internal (Persepsi) Dengan Perubahan Siklus
Menstruasi.
Hasil penelitian menunjukkan dari persentase distribusi, dari 144 jumlah
responden mahasiswi S1 Reguler Keperawatan STIKes PERTAMEDIKA
dengan persepsi yang tidak baik dalam memandang stres mengalami siklus
menstruasi yang teratur hanya 23,8% (n=20), dan dari kelompok responden
dengan persepsi baik dalam memandang stres mengalami siklus menstruasi
teratur ada 31,7% (n=19). Responden dengan persepsi tidak baik menunjukkan
ada 76,2% (n=64) yang memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur.
Sedangkan kelompok responden dengan persepsi baik dalam memandang stres
mengalami siklus menstruasi tidak teratur hanya 68,3% (n=41). Dari analisis
uji statistik chi-square diperoleh ρ-value 0,392 berarti, tidak ada hubungan
yang bermakna antara persepsi dengan perubahan siklus menstruasi. Dan nilai
OR=0,674 artinya responden dengan persepsi tidak baik dalam memandang
stres beresiko memiliki peluang 0,674 kali memiliki siklus menstruasi yang
tidak teratur.
Hasil tersebut memberikan arti bahwa, bila mahasiswi memiliki persepsi yang
tidak baik terhadap suatu stressor maka membuat siklus menstruasi menjadi
tidak teratur, tetapi hal ini tidak berarti membuktikkan bahwa ada pengaruhnya
antara persepsi seseorang dengan perubahan siklus menstruasi, hanya ditandai
jumlah responden dengan persepsi tidak baik menunjukkan ada 64 orang yang
memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur. Sedangkan kelompok responden
dengan persepsi baik dalam memandang stres mengalami siklus menstruasi
tidak teratur hanya 41 orang. Namun pada kelompok siklus menstruasi yang
teratur kelompok responden dengan persepsi tidak baik dalam memandang
stress ada 20 orang, dan kelompok responden dengan siklus menstruasi teratur
ada 19 orang.
Dalam penelitian ini dibuktikan dari hasil analisis uji statistik chi-square
diperoleh p-value 674 berarti, tidak ada hubungan yang bermakna antara
persepsi dengan perubahan siklus menstruasi. Analisis tersebut membuktikan
baik buruk nya persepsi seseorang dalam memandang stres tidak selalu
berhubungan dengan perubahan siklus menstruasi.
Hasil tersebut sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Nasir & Muhith, 2011
menurutnya kadar stres dalam suatu peristiwa sangat bergantung pada
bagaimana individu bereaksi terhadap stres tersebut. Hal ini juga dipengaruhi
oleh bagaimana individu berpresepsi terhadap stressor yang muncul. Stres bagi
seseorang belum tentu merupakan stres bagi yang lainnya, karena setiap orang
memiliki persepsi yang berbeda-beda tentang hal yang manjadi hambatan atau
tuntutan yang mungkin menimbulkan stres.
Dikatakan definisi persepsi menurut (Papero, 1997) dalam Isnaeni, 2007 adalah
pandangan individu tentang dunia dan persepsi stresor saat ini dapat
meningkatkan atau menurunkan intensitas respons stres.
Jadi, pandangan individu yang berbeda-beda saat timbulnya stres dapat
menurunkan atau meningkatkan intensitas respons stressor seseorang.
Sehingga, persepsi mahasiswi terhadap stressor yang muncul merupakan
proses mental bagaimana mahasiswi tersebut melihat, mendengar dan
menerima respon tersebut kemudian mengorganisasikan dan menafsirkan
dalam bentuk yang bervariasi.
d. Hubungan Antara Stressor Internal (Koping) Dengan Perubahan Siklus
Menstruasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dari 144 jumlah responden mahasiswi S1
Reguler Keperawatan STIKes PERTAMEDIKA dengan koping stress yang
positif ada 69,9% (n=51) dengan siklus menstruasi yang tidak teratur, dan
30,1% (n=22) responden dengan koping stres yang positif dalam memandang
stres mempunyai siklus menstruasi teratur. Sedangkan 23,9 % (n=17)
responden dengan koping stress yang negatif dalam memandang stres
mempunyai siklus menstruasi teratur. Responden dengan koping stres yang
negatif ada 76,1% (n=54) dengan siklus menstruasi yang tidak teratur. Dari
hasil analisis statistik melalui uji chi square diperoleh ρ-value = 1,370 berarti,
tidak ada hubungan yang bermakna antara koping dengan perubahan siklus
menstruasi. Dan nilai OR=1,370 artinya responden dengan koping stress yang
negatif beresiko memiliki peluang 1,370 kali memiliki siklus menstruasi yang
tidak teratur.
Hasil analisis data yang didapat menunjukkan semakin positif koping stress
nya maka akan semakin teratur pula siklus menstruasinya, ditandai dengan
jumlah responden, pada kelompok responden dengan koping stress positif ada
22 orang dengan siklus menstruasi teratur, dan ada 17 orang pada kelompok
koping stress negative dengan siklus menstruasi yang teratur. Namun di
kelompok responden dengan koping stress negative ada 54 orang yang
mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur, sedangkan pada kelompok
responden dengan koping positif ada 51 orang yang mengalami siklus
menstruasi tidak teratur.
Dari hasil analisis statistik melalui uji chi square diperoleh p-value = 1,370
berarti, tidak ada hubungan yang bermakna antara koping dengan perubahan
siklus menstruasi. Analisis tersebut membuktikan koping stres dari seseorang
dalam memandang stres tidak selalu berhubungan dengan perubahan siklus
menstruasi.
Koping adalah usaha individu untuk mengatasi stres psikologis (Lazarus, 2007)
dalam Potter 2010. Koping yang efektif akan menghasilkan adaptif dan
sebaliknya. Maka, koping yang efektif untuk dilakukan adalah koping yang
membantu seseorang untuk menoleransi dan menerima situasi menekan dan
tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainya (Lazarus & Folkman,
1984) dalam Nasir & Muhith, 2011.
Cara individu menyelesaikan masalahnya dalam keadaan stres berbeda-beda,
sehingga respon stress yang dialami seseorang secara otomatis juga akan
berbeda, dan dalam penelitian disini telah dibuktikkan dengan menunjukkan
hasil bahwa tidak ada hubungan antar koping dengan perubahan siklus
menstruasi. Namun dari distribusi frekuensi menunjukkan bahwa semakin baik
koping individu tersebut akan semakin teratur pula siklus menstruasinya, dan
koping mahasiswi dalam keadaan stres baik positif dan negative hampir sama
banyak, namun tidak memberikan hubungan yang bermakna.
3. Karakteristik Stressor Eksternal
a. Hubungan Antara Stressor Eksternal (Lingkungan Perkulihan) Dengan
Perubahan Siklus Menstruasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dari 144 jumlah responden mahasiswi S1
Reguler Keperawatan STIKes PERTAMEDIKA dari 30,7 % (n=27) responden
yang berpendapat bahwa lingkungan yang maladaptif dapat memicu timbulnya
stres mempunyai siklus menstruasi yang teratur, sedangkan responden yang
berpendapat bahwa lingkungan yang adaptif mengurangi stres mempunyai
siklus menstruasi yang teratur 21,4% (n=12), dan responden yang berpendapat
bahwa lingkungan yang adaptif mengurangi stress ada 78,6% (n=44)
mempunyai siklus menstruasi yang tidak teratur. Responden yang berpendapat
lingkungan yang maladaptif dapat memicu timbulnya stres menunjukkan
69,3% (n=61) dengan siklus menstruasi tidak teratur. Dan nilai OR=1,623
artinya responden yang berpendapat bahwa lingkungan yang maladaptif dapat
memicu timbulnya stres beresiko memiliki peluang 1,623 kali memiliki siklus
menstruasi yang tidak teratur.
Dari hasil distribusi frekuensi menunjukkan bahwa dominan mahasiswi
menyatakan bahwa setuju dengan lingkungan yang maladaptif dapat
mememicu timbulnya stres, ditandai dengan jumlah total responden ada 88
orang yang menyatakan bahwa setuju dengan lingkungan yang maladaptif
dapat mememicu timbulnya stres, dan 56 orang yang menyatakan setuju bahwa
lingkungan yang adaptif dapat menekan timbulnya stress. Dan dari hasil
analisis juga didapatkan responden yang berpendapat lingkungan yang
maladaptif dapat memicu timbulnya stres menunjukkan 61 orang dengan siklus
menstruasi tidak teratur, dan responden yang berpendapat bahwa lingkungan
yang adaptif mengurangi stress ada 78,6% (n=44) mempunyai siklus
menstruasi yang tidak teratur. Artinya semakin maladaptive lingkungan
perkuliahan pada kalangan responden membuat siklus menjadi tidak teratur,
namun hal ini tidak membuktikkan bahwa penelitian disini ada pengaruhnya
lingkungan perkuliahan dengan perubahan siklus menstruasi. Diperoleh dari
hasil p-value = 1,623 menunjukkan, bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara lingkungan perkulihan dengan perubahan siklus menstruasi.
Analisis tersebut membuktikan kondisi lingkungan perkuliahan baik adaptif
maupun maladaptif dari seseorang tidak selalu berhubungan dengan perubahan
siklus menstruasi.
b. Hubungan Antara Stressor Eksternal (Hubungan Antar Sesama) Dengan
Perubahan Siklus Menstruasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, mahasiswi S1 Reguler Keperawatan
STIKes PERTAMEDIKA dari 35,9 % (n=33) responden yang menyatakan
bahwa hubungannya antar sesama saat ini baik-baik saja mempunyai siklus
menstruasi yang teratur, sedangkan responden yang berpendapat bahwa
hubungannya antar sesama saat ini kurang baik mempunyai siklus menstruasi
teratur hanya 11,5 % (n=6). Dan responden yang berpendapat bahwa hubungan
antar sesama dalam keadaan baik-baik saja terdapat 64,1% (n=59) dengan
siklus menstruasi tidak teratur. Sedangkan responden yang berpendapat bahwa
hubungan antar sesama kurang baik mempunyai siklus menstruasi tidak teratur
hanya 88,5 % (n=46).
Dari hasil analisis data didapatkan ada saat ini hubungan antar sesama pada
mahasiswi STIKes PERTAMEDIKA paling banyak pada keadaan yang baik-
baik saja, ada 92 orang dari 144 jumlah responden, namun dari keadaan yang
baik ini ada 59 orang jumlah responden yang mengalami siklus menstruasi
yang tidak teratur, sedangkan pada kelompok dengan keadaan kurang baik
yang mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur ada 46 orang, dan pada
kelompok siklus menstruasi teratur dengan keadaan hubungannya antar sesama
dalam keadaan baik ada 33 orang, sedangkan pada kelompok yang
hubungannya dalam keadaan kurang baik hanya ada 6 orang.
Artinya semakin baik hubungannya antar sesama, maka akan semakin teratur
pula siklus menstruasinya, hal ini membuktikkan bahwa ada hubungan antara
hubungan stressor internal (hubungan antar sesama dengan perubahan siklus
menstruasi pada mahasiswi STIKes PERTAMEDIKA, ditandai oleh hasil
statistik uji chi square diperoleh p-value = 0,03 berarti, ada hubungan yang
bermakna antara hubungan antar sesama dengan perubahan siklus
menstruasi. Dan nilai OR=4,288 artinya responden yang hubungan nya saat ini
dengan sesama kurang baik beresiko memiliki peluang 4,288 kali memiliki
siklus menstruasi yang tidak teratur. Analisis tersebut membuktikan baik
buruknya hubungan interpersonal seseorang (hubungan antar sesama)
mempengaruhi timbulnya stres yang pada akhirnya berhubungan secara
signifikan dengan perubahan siklus menstruasinya. Hal ini sejalan dengan
pendapat Hawari 2001 bahwa, hubungan antar sesama (perorangan atau
individual) yang tidak baik merupakan sumber stres.
Saat individu dalam kondisi stress, dan tidak mampu beradaptasi, maka saat
itulah stress semakin memperburuk keadaan, yang akhirnya meningkatkan
hormone kortisol yang berpengaruh dalam proses perubahan siklus menstruasi.
c. Hubungan Antara Stressor Eksternal (Hubungan Antar Keluarga)
Dengan Perubahan Siklus Menstruasi.
Hasil penelitian menunjukkan, mahasiswi S1 Reguler Keperawatan STIKes
PERTAMEDIKA 26,4% (n=24) responden yang berpendapat bahwa
hubungannya dengan keluarga saat ini baik-baik saja mempunyai siklus
menstruasi yang teratur, sedangkan responden yang berpendapat bahwa
hubungannya dengan keluarga kurang baik mempunyai siklus menstruasi
teratur hanya 28,3% (n=15). Responden yang berpendapat bahwa hubungan
antar keluarga saat ini baik-baik saja menunjukkan terdapat 73,6% (n=67)
dengan siklus menstruasi tidak teratur. Sedangkan responden yang berpendapat
bahwa hubungannya keluarga kurang baik mempunyai siklus menstruasi tidak
teratur hanya 71,7% (n=38).
Dari hasil analisis data didapatkan pada kelompok responden hubungan antar
keluarga mendominasi dari jumlah total, ada 91 orang yang saat ini hubungan
antar keluarga dalam keadaan baik-baik saja dari 144 jumlah sampel, namun
dari data didapatkan ada 67 orang pada kelompok hubungan antar keluarga
dalam keadaan baik yang mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur,
sedangkan hanya 38 orang pada kelompok responden yang hubungannya antar
keluarga dalam keadaan kurang baik mengalami siklus menstruasi tidak
teratur. Dan pada kelompok responden dengan siklus menstruasi yang teratur
pada kelompok responden yang keadaan hubungan keluarganya dalam keadaan
baik ada 25 orang, sedangkan yang kurang baik hanya 15 orang, artinya
semakin baik hubungan seseorang dalam lingkup keluarga siklus menstruasi
nya akan menjadai semakin teratur, namun semakin baik pula hubungannya
dengan keluarga siklus menstruasi juga semakin teratur.
Hal ini mungkin disebabkan pengaruh jenis makanan yang dikonsumsi oleh
kebanyakan anak remaja dewasa ini, semakin baik hubungannya dengan
keluarga akan semakin banyak juga intensitas berkumpul dengan keluarga, dan
pada jaman modern seperti sekarang ini orang tua lebih sering makan diluar
bersama anak-anakya, dan jenis makanan yang sering dikonsumsi adalah jenis
makanan seperti junk food, yang komposisi dari makanan tersebut tidak baik
untuk kesehatan serta mempengaruhi kesehatan reproduksi remaja putrid jika
terlalu banyak mengkonsumsi makanan jenis ini.
Dari hasil distribusi frekuensi dominan menunjukkan bahwa saat ini hubungan
mahasiswi dengan keluarga sedang baik-baik saja, sedangkan hubungan-
hubungan keluarga yang ditandai dengan pertentangan, perasaan-perasaan
tidak aman berlangsung lama, dan remaja kurang memiliki kesempatan untuk
mengembangkan pola perilaku yang tenang dan lebih matang dapat
menimbulkan stressor bagi remaja tersebut (Hurlock, 2004). Maka wajar jika
tidak adanya konflik dengan keluarga maka tidak menimbulkan stres yang
mempengaruhi berubahnya siklus menstruasi individu tersebut.
Dari hasil statistik uji chi square diperoleh p-value = 0,955 berarti, tidak ada
hubungan yang bermakna antara hubungan antar keluarga dengan perubahan
siklus menstuasi. Selanjutnya hasil ini membuktikan bahwa hubungan antara
keluarga tidak berhubungan dengan perubahan siklus menstuasi.