Bab v Materi Kerja Praktek Versi 3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Risiko Bencana Longsor Bukittinggi

Citation preview

  • 114

    BAB V

    MATERI KERJA PRAKTEK

    5.1. Pendahuluan

    5.1.1. Latar Belakang

    Wilayah kota pada hakekatnya merupakan pusat kegiatan ekonomi

    yang dapat melayani wilayah kota itu sendiri maupun wilayah sekitarnya. Untuk

    dapat mewujudkan efektifitas dan efisiensi pemanfaatan ruang sebagai tempat

    berlangsungnya kegiatan-kegiatan ekonomi dan sosial budaya, kota perlu

    dikelola secara optimal salah satunya dalam bentuk penanganan bencana.

    Bencana dalam bentuk apapun dapat terjadi kapan saja dan dimana saja

    di muka bumi ini. Bencana tersebut ada juga yang datang dengan didahului oleh

    peringatan namun ada juga yang datang secara tiba-tiba, sehingga diperlukan

    pengelolaan bencana yang lebih sistematis secara bersama-sama baik oleh

    pemerintah maupun oleh masyarakat.

    Dalam upaya penanggulangan bencana, Pemerintah telah mengeluarkan

    UU. No. 24 Tahun 2007 tentang penangulangan bencana, yang bertujuan untuk

    memberikan perlindungan kepada kehidupan dan penghidupan yang ada dengan

    cara menyelenggarakan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu,

    terkoordinasi dan terintegrasi. Disamping itu juga mengakomodir kearifan lokal

    dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana. Pemerintah Daerah wajib

    menyelenggaran Penanggulangan Bencana di Daerah yang meliputi:

    1. Pemenuhan Hak Masyarakat yang terkena bencana

    2. Perlindungan dari dampak bencana

    3. Peningkatan Kapasitas Masyarakat untuk mengurangi resiko bencana

    4. Pembangunan Fisik yang ramah bencana.

    Kota Bukittinggi merupakan salah satu Kota di Provinsi Sumatera Barat yang

    berada di kawasan rawan bencana gerakan tanah/longsor, letusan gunung berapi, dan

    gempa bumi. Kota Bukittinggi tumbuh dan berkembang di sepanjang jalur patahan

    aktif Sumatera yang lebih dikenal dengan Ngarai Sianok. Diperkirakan patahan ini

  • 115

    bergeseran 11 sentimeter per tahun (Imanda, 2013). Kota ini juga dikelilingi oleh dua

    buah gunung berapi, yaitu Gunung Singgalang dan Gunung Marapi. Kondisi ini

    menyebabkan secara alamiah Kota Bukittinggi menghadapi bahaya gempa bumi

    yang dapat memicu bencana gerakan tanah.

    Sehubungan dengan potensi bencana alam tersebut, maka dalam upaya

    pembangunan fisik di Kota Bukittinggi, Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana

    dan Upaya Mitigasinya di Indonesia, Set BAKORNAS PBP dan Gempa Bumi dan

    Tsunami, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Departemen Energi

    dan Sumberdaya Mineral memberikan arahan strategi mitigasi dan upaya

    pengurangan bencana gempa bumi, sebagai berikut ini :

    Harus dibangun dengan konstruksi tahan getaran/gempa khususnya di daerah

    rawan gempa.

    Perkuatan bangunan dengan mengikuti standar kualitas bangunan.

    Pembangunan fasilitas umum dengan standar kualitas yang tinggi.

    Perkuatan bangunan-bangunan vital yang telah ada.

    Rencanakan penempatan pemukiman untuk mengurangi tingkat kepadatan

    hunian di daerah rawan gempa bumi.

    Zonasi daerah rawan gempa bumi dan pengaturan penggunaan lahan.

    Pendidikan dan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya gempa bumi

    dan cara - cara penyelamatan diri jika terjadi gempa bumi.

    Ikut serta dalam pelatihan program upaya penyelamatan, kewaspadaan

    masyarakat terhadap gempa bumi, pelatihan pemadam kebakaran dan

    pertolongan pertama.

    Persiapan alat pemadam kebakaran, peralatan penggalian, dan peralatan

    perlindungan masyarakat lainnya.

    Rencana kontinjensi / kedaruratan untuk melatih anggota keluarga dalam

    menghadapi gempa bumi.

    Pembentukan kelompok aksi penyelamatan bencana dengan pelatihan

    pemadaman kebakaran dan pertolongan pertama.

    Persiapan alat pemadam kebakaran, peralatan penggalian, dan peralatan

    perlindungan masyarakat lainnya.

  • 116

    Rencana kontinjensi/kedaruratan untuk melatih anggota keluarga dalam

    menghadapi gempa bumi.

    Sehubungan dengan hal tersebut, maka pemerintah Kota Bukittinggi perlu

    melakukan langkah-langkah inovatif dalam upaya merevitalisasi/rekontruksi

    Prasarana dan Sarana Dasar (PSD) Kawasan Permukiman Rawan Bencana,

    sehingga memberikan panduan operasional pembangunan pada kawasan-kawasan

    yang dianggap sebagai kawasan rawan bencana, yang pada akhirnya akan

    menciptakan rasa aman, nyaman bagi penduduk Kota Bukittinggi untuk tinggal

    dan beraktivitas

    Dalam Mendukung penyusunan Perencanaan Revitalisasi/Rekontruksi

    PSD Permukiman Rawan Bencana Kota Bukittinggi maka diperlukan input data

    terkait dengan kajian tersebut serta analisis yang terkait, salah satunya yaitu

    Penentuan Tingkat Risiko Bencana Longsor di Kota Bukittinggi, sebagai

    masukan dalam Penyusunan Perencanaan Revitalisasi/Rekontruksi PSD

    Permukiman Rawan Bencana Kota Bukittinggi.

    5.1.2. Tujuan dan Sasaran

    5.1.2.1.Tujuan

    Tujuan dari pekerjaan praktikan adalah menentukan Tingkat Risiko Bencana

    Longsor di Kota Bukittinggi

    5.1.2.2.Sasaran

    Sasaran untuk mencapai tujuan tersebut, diantaranya :

    - Identifikasi Bahaya

    - Identifikasi Kerentanan

    - Identifikasi Kapasitas

    5.1.3. Ruang Lingkup

    5.1.3.1.Ruang Lingkup Substansi

    Ruang lingkup substansi penentuan tingkat kerentanan bencana longsor yaitu :

  • 117

    - Analisis Bahaya

    - Analisis Kerentanan

    - Analisis Kapasitas

    - Analisis Risiko Bencana

    5.1.3.2.Ruang Lingkup Wilayah

    Ruang lingkup wilayah kegiatan penyusunan Perencanaan

    Revitalisasi/Rekonstruksi PSD Permukiman Rawan Bencana adalah seluruh wilayah

    Kota Bukittinggi, terutama pada kawasankawasan yang mempunyai dampak

    signifikan terhadap bencana.

    Luas Kota Bukittinggi 25,239 Km2 (2.523,90 ha) atau sekitar 0,06 % dari luas

    Provinsi Sumatera Barat. Pada saat ini luas kota tersebut menampung seluruh kegiatan

    yang berlangsung di Kota Bukittinggi, selaras dengan fungsi Kota Bukittinggi sebagai

    kota perdagangan, jasa, dan pariwisata yang melayani tidak hanya terbatas pada

    pelayanan tingkat Kota Bukittinggi, tetapi juga sampai lingkup yang lebih luas, maka

    kegiatan pada siang hari menjadi jauh lebih besar daripada malam hari.

    Secara administrasi Kota Bukittinggi berbatasan dengan beberapa wilayah

    administrasi pemerintahan Kabupaten Agam, yaitu :

    Sebelah Utara berbatasan dengan Nagari Gadut dan Kapau; Kecamatan Tilatang

    Kamang; Kabupaten Agam.

    Sebelah Selatan berbatasan dengan Nagari Banuhampu; Kecamatan Banuhampu

    Sungai Puar; Kabupaten Agam.

    Sebelah Barat berbatasan dengan Nagari Sianok, Guguk, dan Koto V Gadang;

    Kecamatan IV Koto; Kabupaten Agam.

    Sebelah Timur berbatasan dengan Nagari Tanjung Alam, Ampang Gadang;

    Kecamatan IV Angkat Candung Kabupaten Agam.

    Kecamatan-kecamatan yang ada di Kota Bukittinggi dapat dilihat pada tabel V.1.

  • 118

    Tabel V.1.

    Luas Kota Bukittinggi Dirinci per Kecamatan

    No. Kecamatan Luas (Ha) %

    1. Guguk Panjang 683,10 27,07 2. Mandiangin Koto Selayan 1.215,60 48,16 3. Aur Birugo Tigo Baleh 625,20 24,77 Jumlah 2.523,90 100,00

    Sumber: Pokja Sanitasi Kota Bukittinggi

    Secara fungsional wilayah perkotaan Bukittinggi meliputi juga wilayah di luar

    batas administrasi Kota Bukittinggi, yaitu pada koridor jalan regional dalam

    wilayah Kabupaten Agam yang melalui empat Kecamatan Kabupaten Agam yaitu

    Kecamatan IV Angkat Candung, Kecamatan Tilatang Kamang, Kecamatan

    Banuhampu Sungai Puar. Kawasan perkotaan ini merupakan kawasan yang tumbuh

    akibat dari perluasan kegiatan kota, jadi fungsi perkotaan ini bersambung dengan kawasan

    perkotaan yang ada di wilayah Kota Bukittinggi. Hingga saat ini memang masih

    belum dapat dipastikan secara tepat batas wilayah perkotaan Bukittinggi, hanya saja

    secara geografis dapat di deliniasi dengan melihat batas-batas rona wilayah secara kasat

    mata di atas peta citra satelit dimana kawasan perkotaan akan diidentifikasikan pada

    daerah-daerah yang terbangun dan di sekitar batas Kota Bukittinggi.

    5.1.4. Metode Pendekatan

    5.1.4.1.Metode Pengumpulan Data

    Dalam pengumpulan data, terdapat dua metode, yaitu :

    - Survei primer, data yang didapat langsung diperoleh dari sumber-sumber

    data yang ada. Survei primer dapat dilakukan dengan wawancara, penyebaran

    kuisioner, observasi langsung, dan dokumentasi.

    - Survei sekunder, yaitu dengan mencari data dari instansi-instansi yang

    berhubungan dengan kajian.

    5.1.4.2. Metode Analisis

    Metoda Analisis yang dilakukan dalam studi ini melalui beberapa tahapan sebagai

    berikut :

  • 119

    Si

    )Si2iX(XijijX1

    1. Perumusan faktor dan sub faktor yang mempengaruhi tingkat risiko bencana

    longsor. Terdapat 3 (tiga) faktor yang berpengaruh terhadap bencana Longsor

    beserta sub faktornya, yaitu sebagai berikut :

    a. Faktor bahaya (hazard), dengan sub faktor : Kawasan Rawan bencana

    longsor.

    b. Faktor kerentanan (vulnerability), dengan sub faktor : kerentanan fisik,

    infrastruktur, kerentanan sosial kependudukan.

    c. Faktor ketahanan/kapasitas (capacity), dengan sub faktor : Sumber Daya

    Alam, Sumber daya buatan.

    2. Tahapan berikutnya adalah merumuskan indikator-indikator risiko dari setiap

    faktor/sub faktor risiko yang telah dirumuskan pada bagian sebelumnya.

    3. Penentuan bobot dari tiap faktor, sub faktor dan indikator yang telah terbentuk

    dengan menggunakan proses hierarki analitik (Analitycal Hierarchy

    Process/AHP).

    4. Analis tingkat risiko bencana Longsor, yaitu dengan dua cara yaitu :

    Melakukan perhitungan nilai faktor-faktor risiko bencana Longsor, yang

    meliputi faktor kerentanan dan ketahanan (non geologi). Perhitungan nilai

    faktor-faktor risiko bencana dilakukan dengan langkah-langkah sebagai

    berikut :

    i. Standarisasi nilai indikator

    Standarisasi nilai indikator dimaksudkan untuk menghasilkan nilai

    baku, sehingga dapat dilakukan perhitungan matematis dengan

    indikator yang lain dengan model standarisasi yang digunakan untuk

    indikator yang nilainya bersesuaian dengan resiko bencana. Davidson

    (1997 : 142) telah menggunakan 2 model standarisasi data yaitu:

    Untuk setiap indikator bahaya dan kerentanan dikarenakan

    semakin tingi nilai indikator akan menyebabkan semakin tinggi

    pula resiko bencananya, maka dipergunakan rumus :

  • 120

    Si

    )Si2iX(XijijX1

    Untuk setiap indikator faktor ketahanan dikarenakan semakin

    tinggi nilai indikator akan menyebabkan semakin rendah resiko

    bencananya, maka dipergunakan rumus yang berbeda, yaitu :

    Dimana :

    X1ij : Nilai yang sudah dibakukan untuk indikator i di kecamatan j

    Xij : Nilai yang belum dibakukan untuk indikator i di kecamatan j

    iX : Nilai rata-rata untuk indikator i

    Si : Standar deviasi

    ii. Perhitungan nilai faktor risiko.

    Setelah indikator-indikator setiap faktor resiko bencana distandarkan

    (dibakukan), maka dilakukan perhitungan nilai/indeks resiko bencana

    longsor. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai setiap faktor

    resiko bencana adalah:

    B = WB1XB1 + ........... + WBnXBn R = WR1XR1 + ........... + WRnXRn

    K = WK1XK1 + ........... + WKnXKn

    Dimana : B = Nilai Faktor Bahaya (hazards)

    R = Nilai Faktor Kerentanan (Vulnerability)

    K = Nilai Faktor Ketahanan/Kapasitas (Capacity)

    Xi = Nilai Setiap Indikator yang telah dibakukan

    Wi = Bobot Setiap Indikator

  • 121

    Gambar 5.1

    Kerangka Berfikir

    Latar Belakang :

    Kota Bukittinggi merupakan salah satu Kota di Provinsi Sumatera Barat yang

    berada di kawasan rawan bencana gerakan tanah/longsor, letusan gunung berapi, dan gempa bumi.

    Kota Bukittinggi tumbuh dan berkembang di sepanjang jalur patahan aktif Sumatera yang lebih

    dikenal dengan Ngarai Sianok. Diperkirakan patahan ini bergeseran 11 sentimeter per tahun

    (Imanda, 2013). Kota ini juga dikelilingi oleh dua buah gunung berapi, yaitu Gunung

    Singgalang dan Gunung Marapi. Kondisi ini menyebabkan secara alamiah Kota Bukittinggi

    menghadapi bahaya gempa bumi yang dapat memicu bencana gerakan tanah. Sehubungan

    dengan potensi bencana alam tersebut, maka dalam upaya pembangunan fisik di Kota

    Bukittinggi

    Tujuan :

    Tujuan dari pekerjaan pratikan adalah untuk menentukan tingkat risiko bencana longsor di Kota Bukittinggi.

    Sasaran :

    - Identifikasi Bahaya

    - Identifikasi Kerentanan

    - Identifikasi Kapasitas

    Pengumpulan Data :

    - Survei Primer

    - Survey Sekunder

    Analisis :

    - Analisis Bahaya - Analisis Kerentanan

    - Analisis Kapasistas

    - Analisis Risiko Bencana

    Kebijakan :

    UU No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

    UU No 24 Tahun 2007 Penanggulangan Bencana

    RTRW Kota Bukittinggi Tahun

    2010-2031

    TINGKAT RISIKO BENCANA LONGSOR

    KESIMPULAN

    INPUT

    PROSES

    OUTPUT

  • 122

    5.2. Penetapan Faktor,Sub Faktor, dan Indikator Risiko Longsor

    5.2.1. Penetapan Faktor

    Faktor-faktor risiko bencana longsor yang digunakan dalam studi ini, terdiri dari

    faktor bahaya, kerentanan dan ketahanan.Penentuan faktor-faktor risiko tersebut

    didasari berdasarkan teori yang menjelaskan tentang terjadinya bencana.

    Risiko Bencana =

    Sumber: Mercy Corps and Practical Action, 2010

    5.2.2. Penetapan Sub Faktor

    Penentuan sub faktor Bahaya berdasarkan wilayah kecamatan di Kota Bukittinggi

    dengan kondisi bahaya longsor tinggi dan bahaya longsor menengah, karena

    merupakan wilayah yang bahaya terhadap terjadinya bencana longsor. Penetapan

    sub faktor kerentanan berdasarkan kondisi kerentanan fisik,Kerentanan Ekonomi

    dan kerentanan sosial kependudukan, karena berpotensi terkena bencana longsor.

    Penetapan sub faktor ketahanan berdasarkan kemampuan/kapasitas untuk

    meminimalisir terjadinya bencana longsor seperti sumber daya alami dan sumber

    daya buatan.

    5.2.3. Penetapan Indikator

    Penetapan indikator berdasarkan sub faktor yang telah ditetapkan:

    5.2.3.1. Bahaya

    Untuk indikator bahaya dianggap kondisi bahaya longsor tinggi dan kondisi

    bahaya longsor menengah merupakan kawasan bahaya longsor

    5.2.3.2. Kerentanan

    Indiktor Kerentanan Fisik : (1) Curah hujan, menurut Karnawati, (2003)

    menyatakan salah satu faktor penyebab terjadinya bencana tanah longsor

    adalah air hujan.(2) Kemiringan lereng, menurut Karnawati, (2003)

    menyatakan salah satu faktor penyebab terjadinya bencana tanah longsor

    Ancaman/Bahaya x Kerentanan

    Kapasitas

  • 123

    adalah kemiringan lereng terutama kemiringan lereng > 15% .(3) Kepadatan

    bangunan, karena kawasan permukiman dengan kepadatan bangunan tinggi

    merupakan kawasan yang rentan terhadap terjadinya bencana longsor.

    Indikator Kerentanan Sosial, kepadatan penduduk, karena jumlah

    penduduk yang padat berpotensi terhadap bencana longsor.

    Indikator Kerentanan Ekonomi, Pusat Kegiatan Ekonomi misalnya pasar

    merupakan sumber mata pencaharian penduduk.

    5.2.3.3. Kapasitas

    Indikator Kapasitas Sumber daya Alami : (1) Lapang, merupakan lahan

    terbuka hijau/non hijau yang dapat difungsikan sebagai ruang evakuasi bagi

    penduduk jika terjadinya bencana longsor. (2) RTH, merupakan lahan terbuka

    hijau yang dapat difungsikan sebagai ruang evakuasi bagi penduduk jika

    terjadinya bencana longsor.

    Indikator Kapasitas Sumber daya buatan : (1) Jalur Evakuasi, untuk

    menyediakan ruang yang dapat dipergunakan sebagai tempat keselamatan dan

    ruang untuk berlindung jika terjadi bencana longsor, jalur ini juga bertujuan

    untuk menyediakan ruang yang dapat dipergunakan sebagai tempat

    keselamatan dan ruang untuk berlindung jika terjadi bencana.(2) Fasilitas

    Kesehatan, untuk penanganan medis ketika bencana longsor telah terjadi. (3)

    Jumlah dokter, penanganan medis didukung oleh jumlah dokter yang ada

    untuk penanganan medis.

    5.3. Pembobotan Faktor, Sub Faktor dan Indikator

    Penentuan bobot dari tiap faktor, sub faktor dan indikator yang telah terbentuk

    dengan menggunakan proses hierarki analitik (Analitycal Hierarchy

    Process/AHP).

  • 124

    Gambar 5.2

    Bobot faktor, Sub Faktor dan Indikator Tingkat Risiko Bencana Longsor

    Dari gambar tersebut dapat diketahui bobot setiap faktor, sub faktor dan indikator

    yang mempengaruhi tingkat risiko bencana longsor di Kota Bukittinggi dengan

    bobot tertinggi penyebab risiko bencana longsor yaitu faktor bahaya dengan bobot

    0,50.

    5.4. Analisis Faktor Bencana

    5.3.1. Analisis Bahaya

    Perhitungan nilai faktor dengan standarisasi Davidson ini digunakan untuk

    analisis data statistik berdasarkan batas administrasi (non fisik), seperti untuk sub

    Risiko Becana Longsor

    Kerentanan (Vulnerability)

    Ketahanan (Capacity)

    Luas Bahaya Longsor

    Menengah

    Bahaya (Hazard)

    Luas Bahaya Longsor Tinggi

    Jalur Evakuasi

    Lapang

    RTH

    0.50

    0.25

    0.25

    0.75

    0.25

    Curah Hujan

    Kepadatan Bangunan

    Kemiringan Lereng

    Kepadatan Penduduk

    0.20

    0.10

    0.20

    0.30

    Kerentanan Fisik

    Kerentanan Sosial

    Kependudukan

    0.20

    0.60

    Sumberdaya Buatan

    Sumberdaya Alami

    0.20

    Fasilitas Kesehatan

    Jumlah Dokter

    0.20

    0.20

    0.20

    0.20

    0.40

    0.60

    Kerentanan Ekonomi 0.20 Pusat Kegiatan Ekonomi

    0.20

  • 125

    Si

    )Si2iX(XijijX1

    faktor kerentanan sosial kependudukan dan ekonomi, sub faktor ketahanan

    sumberdaya dan mobilitas. Untuk hasil analisis dengan metode ini, diasumsikan

    bahwa hasil dari analisis dengan unit analisis kelurahan nantinya akan sama di

    setiap tingkatan (misalnya : jika kelurahan A memiliki tingkat kerentanan

    ekonomi tinggi, maka di seluruh wilayah kelurahan A tersebut akan dianggap rata

    yaitu memiliki tingkat kerentanan ekonomi tinggi).

    Standarisasi Nilai Indikator

    Standarisasi nilai indikator dimaksudkan untuk menghasilkan nilai baku, sehingga

    dapat dilakukan perhitungan matematis dengan indikator yang lain dengan model

    standarisasi yang digunakan untuk indikator yang nilainya bersesuaian dengan

    resiko bencana. Davidson (1997 : 142) telah menggunakan 2 model standarisasi

    data yaitu: Untuk setiap indikator bahaya dan kerentanan dikarenakan semakin

    tingi nilai indikator akan menyebabkan semakin tinggi pula resiko bencananya,

    maka dipergunakan rumus :

    Dimana : X1ij : Nilai yang sudah dibakukan untuk indikator i di kecamatan j

    Xij : Nilai yang belum dibakukan untuk indikator i di kecamatan j

    iX : Nilai rata-rata untuk indikator i

    Si : Standar deviasi

    Tingkat bahaya longsor ditentukan oleh 2 sub faktor yang telah di rumuskan pada

    sub bab sebelumnya, proses analisis seperti berikut :

  • 126

    Tabel V.2

    Tingkat Bahaya Longsor No Kecamatan/Kelur. Ahan

    Luas Bahaya longsor Tinggi

    Luasan Bahaya longsor

    Menengah

    Angka

    rata-rata Kategori

    Luas

    (Ha)

    Nilai

    Baku

    Bobot

    (x0.75)

    Luas

    (Ha)

    Nilai

    Baku

    Bobot

    (x0.25)

    Kecamatan Guguak Panjang

    1 Bukik Cangang Kayu Ramang 0.28 0.74 0.56 11.18 0.85 0.21 0.39 Sedang

    2 Tarok Dipo 0.00 0.72 0.54 4.27 0.40 0.10 0.32 Sedang

    3 Pakan Kurai 0.00 0.72 0.54 6.72 0.56 0.14 0.34 Sedang

    4 Aur Tajungkang Tengah Sawah 0.00 0.72 0.54 5.27 0.47 0.12 0.33 Sedang

    5 Benteng Pasar Atas 0.00 0.72 0.54 24.30 1.71 0.43 0.48 Sedang

    6 Kayu Kubu 27.79 2.99 2.24 26.82 1.87 0.47 1.36 Tinggi

    7 Bukit Apit Puhun 67.80 6.26 4.70 82.26 5.49 1.37 3.03 Tinggi

    Kecamatan Mandiangin Koto

    selayan

    8 Pulai Anak Air 0.00 0.72 0.54 34.63 2.38 0.60 0.57 Tinggi

    9 Koto Selayan 0.00 0.72 0.54 1.94 0.25 0.06 0.30 Sedang

    10 Garegeh 0.00 0.72 0.54 6.95 0.58 0.14 0.34 Sedang

    11 Maggih Ganting 0.00 0.72 0.54 41.63 2.84 0.71 0.63 Tinggi

    12 Campago Ipuh 0.00 0.72 0.54 26.81 1.87 0.47 0.50 Tinggi

    13 Puhun Tembok 0.00 0.72 0.54 13.64 1.01 0.25 0.40 Sedang

    14 Puhun Pintu Kabun 237.58 20.13 15.10 240.50 15.80 3.95 9.52 Tinggi

    15 Kubu Gulai Bancah 0.41 0.75 0.57 64.51 4.33 1.08 0.82 Tinggi

    16 Campago Guguk Bulek 0.00 0.72 0.54 47.18 3.20 0.80 0.67 Tinggi

    Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh 0.00

    17 Belakang Balok 41.45 4.11 3.08 26.94 1.88 0.47 1.78 Tinggi

    18 Sapiran 0.00 0.72 0.54 0.12 0.03 0.29 Rendah

    19 Birugo 0.28 0.74 0.56 23.02 1.63 0.41 0.48 Sedang

    20 Aur Kuning 0.00 0.72 0.54 0.12 0.03 0.29 Rendah

    21 Pakan Labuah 0.00 0.72 0.54 0.12 0.03 0.29 Rendah

    22 Kubu Tanjung 0.00 0.72 0.54 0.12 0.03 0.29 Rendah

    23 Ladang Cangkiah 0.00 0.72 0.54 0.12 0.03 0.29 Rendah

    24 Parit Antang 0.00 0.72 0.54 1.90 0.25 0.06 0.30 Rendah

    Nilai Rata rata Xi 15.6496 28.77

    Standar deviasi 12.24 15.34

    Sumber : Hasil Analisis, 2014 Klasifikasi pembobotan: < 0,30 rendah, 0,30-0,50 sedang, >0,50 tinggi

    Dari hasil analisis dapat diperoleh hasil bahwa Kawasan Permukiman dengan

    Tingkat Bahaya Longsor Tinggi di kota bukittinggi berada pada Kelurahan Kayu

    Kubu, Bukit Apit Puhun, Pulai Anak Air, Garegeh, Maggih Ganting, Puhun Pintu

    Kabun, Kubu Gulai Bancah, Campago Guguk Bulek, Belakang Balok dengan luas

    425.71 Ha atau 47 % dari luas keseluruhan .Kawasan Permukiman Dengan

    Tingkat Bahaya Sedang berada pada kelurahan Bukik Cangang Kayu Ramang,

    Tarok Dipo, Pakan Kurai Aur Tajungkang Tengah Sawah, Benteng Pasar Atas,

  • 127

    Koto Selayan, Garegeh, Puhun Tembok dengan luas 348.23 atau 39 %. Kawasan

    Permukiman dengan Tingkat Bahaya Rendah berada pada kelurahan Sapiran, Aur

    Kuning, Pakan Labuah, Kubu Tanjung, Ladang Cangkiah, Parit Antang dengan

    luas 126.07 Ha atau 14 % dari luas keseluruhan 900 Ha

  • 128

  • 129

    5.3.2. Analisis Kerentanan

    Longsor yang terjadi pada Pesisir Ngarai Sianok sehingga menghanyutkan

    beberapa rumah di sekitarnya jatuh ke lembah Ngarai Sianok. Tingkat kerentanan

    gerakan tanah dapat dibagi atas empat tingkat yaitu : (1) Sangat rendah, gerakan

    tanah jarang terjadi. (2) Rendah, gerakan tanah bisa terjadi bila ada gangguan. (3)

    Menengah, gerakan tanah berpotensi terjadi bila curah hujan tinggi dan ada

    gangguan pada lereng. (4) Tinggi, sering terjadi gerakan tanah bila musim hujan

    dan gerakan tanah lama aktif kembali.

    Kepadatan bangunan juga menjadi penilaian dalam penentuan kerentanan longsor

    di Kota Bukittinggi. Kepadatan bangunan dalam suatu wilayah turut

    mempengaruhi kerentanan bencana gempa bumi, dimana kepadatan bangunan

    dapat memperburuk jatuhnya kerugian, seperti korban dan materi. Kepadatan

    bangunan yang tinggi memungkinkan daerah tersebut memiliki kerentanan yang

    tinggi. Dari penilaian resiko menggunakan kepadatan bangunan dan kemiringan

    lereng di dalam zona kerentanan tinggi lebih besar dari 30%). Perhitungan tingkat

    kerentanan longsor dapat diidentifikasi melalui beberapa variabel yaitu angka

    kepadatan penduduk, kepadatan bangunan, dan kemampuan lahan.

  • 130

    Tabel V.3

    Tingkat Kerentanan Bencana Longsor No Kecamatan/Kelurahan Curah Hujan Kepadatan Penduduk Kepadatan Bangunan Pusat Kegiatan Ekonomi Kemiringan Nilai

    Rata-rata

    Kategori

    Curah

    Hujan (Ha)

    Nilai

    Baku

    Bobot

    (x0.20)

    Angka

    Kepadatan Penduduk

    Nilai

    Baku

    Bobot

    (x0.20)

    Angka

    Kepadatan Bangunan

    Nilai

    Baku

    Bobot

    (x0.10)

    Pusat

    Kegiatan Ekonomi

    Nilai

    Baku

    Bobot

    (x.020)

    % Kemiringan

    Lereng

    Nilai

    Baku

    Bobot

    (x0.30)

    Kecamatan Guguak Panjang 0.2 0.2 0.1 0.2 0.3

    1 Bukik Cangang Kayu Ramang 60.34 1.55 0.31 59 2.08 0.42 50 1.85 0.19 1.82 0.36 0.20 2.42 0.73 0.33 Rendah

    2 Tarok Dipo 73.29 1.68 0.34 118 3.85 0.77 89 3.08 0.31 1.82 0.36 0.00 0.94 0.28 0.34 Rendah

    3 Pakan Kurai 77.47 1.72 0.34 73 2.51 0.50 73 2.58 0.26 1.82 0.36 0.00 0.94 0.28 0.28 Rendah

    4 Aur Tajungkang Tengah Sawah 34.11 1.29 0.26 89 2.98 0.60 89 3.08 0.31 1.82 0.36 0.00 0.94 0.28 0.29 Rendah

    5 Benteng Pasar Atas 24.01 1.19 0.24 104 3.43 0.69 106 3.62 0.36 2 4.65 0.93 0.15 2.05 0.62 0.38 Rendah

    6 Kayu Kubu 69.48 1.64 0.33 40 1.50 0.30 40 1.52 0.15 1.82 0.36 0.40 3.90 1.17 0.39 Rendah

    7 Bukit Apit Puhun 206.96 2.99 0.60 26 1.10 0.22 26 1.10 0.11 1.82 0.36 0.40 3.90 1.17 0.42 Sedang

    Kecamatan Mandiangin Koto selayan

    8 Pulai Anak Air 135.33 2.29 0.46 57 2.02 0.40 57 2.07 0.21 1.82 0.36 0.02 1.09 0.33 0.28 Rendah

    9 Koto Selayan 71.61 1.66 0.33 18 0.86 0.17 18 0.84 0.08 1.82 0.36 0.02 1.09 0.33 0.18 Rendah

    10 Garegeh 112.34 2.06 0.41 38 1.45 0.29 38 1.46 0.15 1.82 0.36 0.10 1.68 0.50 0.27 Rendah

    11 Maggih Ganting 95.31 1.89 0.38 74 2.55 0.51 74 2.62 0.26 1.82 0.36 0.15 2.05 0.62 0.35 Rendah

    12 Campago Ipuh 102.54 1.97 0.39 70 2.41 0.48 70 2.48 0.25 1.82 0.36 0.15 2.05 0.62 0.35 Rendah

    13 Puhun Tembok 47.86 1.43 0.29 92 3.06 0.61 92 3.17 0.32 1.82 0.36 0.10 1.68 0.50 0.34 Rendah

    14 Puhun Pintu Kabun 540.57 6.28 1.26 18 0.85 0.17 18 0.83 0.08 1.82 0.36 0.40 3.90 1.17 0.54 Tinggi

    15 Kubu Gulai Bancah 135.23 2.29 0.46 30 1.22 0.24 30 1.23 0.12 1.82 0.36 0.20 2.42 0.73 0.31` Rendah

    16 Campago Guguk Bulek 102.91 1.97 0.39 39 1.48 0.30 39 1.50 0.15 1.82 0.36 0.20 2.42 0.73 0.31 Rendah

    Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh

    17 Belakang Balok 82.2 1.76 0.35 58 2.06 0.41 58 2.11 0.21 1.82 0.36 0.40 3.90 1.17 0.43 Sedang

    18 Sapiran 29.3 1.24 0.25 127 4.12 0.82 127 4.29 0.43 1.82 0.36 0.10 1.68 0.50 0.40 Sedang

    19 Birugo 112.95 2.07 0.41 65 2.26 0.45 65 2.32 0.23 1.82 0.36 0.15 2.05 0.62 0.34 Rendah

    20 Aur Kuning 113.9 2.08 0.42 76 2.59 0.52 76 2.67 0.27 1 3.24 3.24 0.15 2.05 0.62 0.36 Rendah

    21 Pakan Labuah 133.85 2.27 0.45 24 1.03 0.21 24 1.03 0.10 1.82 0.36 0.05 1.31 0.39 0.23 Rendah

    22 Kubu Tanjung 90.14 1.84 0.37 15 0.75 0.15 15 0.73 0.07 1.82 0.36 0.05 1.31 0.39 0.20 Rendah

    23 Ladang Cangkiah 45.39 1.40 0.28 24 1.04 0.21 24 1.03 0.10 1.82 0.36 0.02 1.09 0.33 0.18 Rendah

    24 Parit Antang 48.76 1.44 0.29 16 0.78 0.16 16 0.77 0.08 1.82 0.36 0.02 1.09 0.33 0.17 Rendah

    Nilai Rata rata Xi 106.07708 56.223139 54.72708 0.125 0.142917

    Standar Deviasi 101.55907 33.344825 31.63323 0.71 0.134955

    Sumber : Hasil Analisis Keterangan : < 0,40 tingkat bencana rendah, 0,40-0,50 tingkat bencana sedang, dan >0,50 Tingkat Bencana Tinggi

  • 131

    Dari hasil analisis dapat diperoleh hasil bahwa Kawasan Permukiman Dengan

    Tingkat Kerentanan Longsor Tinggi di Kota Bukittinggi berada pada Kelurahan

    Puhun Pintu Kabun dengan luas 66.17 Ha atau 7 % dari luas keseluruhan.

    Kawasan Permukiman dengan Tingkat Kerentanan Longsor sedang berada pada

    Kelurahan Bukit Apit Puhun , Belakang Balok, Sapiran dengan luas 104.61 Ha

    atau 12 % dari luas keseluruhan. Kawasan Permukiman dengan Tingkat

    Kerentanan Rendah berada pada Kelurahan Bukik Cangang Kayu Ramang, Tarok

    Dipo, Pakan Kurai, Aur Tajungkang Tengah Sawah, Benteng Pasar Atas, Kayu

    Kubu, Pulai Anak Air, Koto Selayan, Garegeh, Maggih Ganting, Campago Ipuh,

    Puhun Tembok, Kubu Gulai Bancah, Campago Guguk Bulek, Birugo, Aur

    Kuning, Pakan Labuah, Kubu Tanjung, Ladang Cangkiah, Parit Antang dengan

    Luas 729.24 Ha atau 81 % dari luas keseluruhan 900 Ha

    5.3.3. Analisis Kapasitas

    5.3.3.1.Tempat Evakuasi

    Kota Bukittinggi yang memiliki morfologi permukaan yang berbukit serta berada

    pada jalur patahan Sesar Semangko mengakibatkan kota ini memiliki kerentanan

    terhadap bencana alam gempa bumi dan longsor. Selain itu, sebagai suatu kota

    dimana pemusatan kegiatan terjadi juga mengakibatkan konsentrasi pemanfaatan

    lahan untuk kegiatan budidaya menjadi cukup tinggi, dimana hal ini juga secara

    tidak langsung memiliki kerawanan untuk timbulnya bahaya kebakaran. Terkait

    dengan hal ini diperlukan adanya ruang-ruang yang dapat difungsikan sebagai

    ruang evakuasi bagi penduduk yang tinggal di Kota Bukittinggi terkait dengan

    terjadinya bencana-bencana seperti yang telah disebutkan di atas. Adapun

    beberapa kriteria yang dapat dipergunakan dalam penentuan ruang-ruang evakuasi

    bencana tersebut adalah sebagai berikut:

    1) Ruangan-ruangan yang bersifat publik seperti lapangan-lapangan terbuka,

    kawasan parkir, tegalan ataupun area pertanian kering;

    2) Terletak tidak lebih dari 1 km dari konsentrasi penduduk yang harus

    diselamatkan;

  • 132

    3) Tidak terletak pada daerah permukiman padat ataupun kawasan terbangun

    yang padat.

    4) Terletak pada jaringan jalan yang aksesibel/mudah dicapai dari semua arah

    dengan berlari/berjalan kaki; dan

    5) Tidak terletak pada daerah yang diperkirakan memiliki kerentanan terhadap

    bahaya lebih lanjut;

    6) Diperkirakan setiap orang akan membutuhkan ruang minimum 2 m, sehingga

    daya tampung ruang penyelamatan dapat dihitung.

    7) Lokasi untuk evakuasi bencana dapat dikembangkan sebagai multi layer

    space, dimana pada waktu terjadi bencana alam dapat berfungsi sebagai ruang

    evakuasi dan pada waktu tidak terjadi bencana berfungsi sebagai ruang

    terbuka publik (baik berupa ruang terbuka hijau maupun ruang terbuka non

    hijau);

  • 133

  • 134

    5.3.3.2.Jalur Evakuasi

    Sebagai kota yang rawan bencana dalam hal ini bencana gempa dan tanah longsor

    maka pembangunan Kota Bukittinggi berbasis kebencanaan, untuk itu maka

    disediakan jalur evakuasi. Jalur evakuasi bencana bertujuan untuk menyediakan

    ruang yang dapat dipergunakan sebagai tempat keselamatan dan ruang untuk

    berlindung jika terjadi bencana jalur ini juga bertujuan untuk menyediakan ruang

    yang dapat dipergunakan sebagai tempat keselamatan dan ruang untuk berlindung

    jika terjadi bencana. Jalur evakuasi bencana meliputi rencana jalur penyelamatan

    atau evakuasi (escape road) dan rencana lokasi penyelamatan darurat (shelter)

    baik dalam skala kota, kawasan, maupun lingkungan. Berikut merupakan Peta dari

    jalur evakuasi Kota Bukittinggi. Jangkauan tempat evakuasi dan radius rawan

    bencana sejauh 1 kilometer, jalur evakuasi menuju tempat evakuasi menggunakan

    jalur arteri primer dan jalur arteri sekunder. Di Kecamatan Mandiangin Koto

    Selayan jalur evakuasi menggunakan Jalan Kolektor Sekunder, jalan ini tergolong

    jalan yang memiliki kelebaran kecil, sehingga terkadang menyulitkan proses

    evakuasi baik ketika orang berlari maupun bantuan alat berat.

    5.3.3.3.Kapasitas Bencana Longsor

    Variabel kapasitas dari bencana longsor yaitu Kawasan non terbangun seperti

    lahan kosong, lapangan, Ruang Terbuka Hijau (RTH), keberadaan Tempat

    evakuasi yang disediakan sesuai yang tercantum dalam RTRW Kota Bukittinggi,

    serta Emergency Respon seperti bantuan langsung yang dapat diterima dari aparat

    seperti TNI ataupun relawan. Melalui analisis, didapat kelurahan yang memiliki

    kapasitas tertinggi adalah Puhun Pintu Kabun, Kubu Gulai Bancah, Belakang

    Balok dan Sapiran. Kelurahan dengan kapasitas tinggi memungkinkan dapat

    bertahan atau mengurangi resiko bencana yang ada. Kapasitas ini dapat berbentuk

    adanya emergency respon di daerah tersebut, atau tempat untuk evakuasi. Berikut

    penilaian kapasitas di kota Bukittinggi.

  • 135

    Si

    )Si2iX(XijijX1

    variabel kapasitas dari bencana gempa dan longsor yaitu Kawasan non terbangun

    seperti lahan kosong, lapangan, Ruang Terbuka Hijau (RTH), keberadaan Tempat

    evakuasi yang disediakan sesuai yang tercantum dalam RTRW Kota Bukittinggi,

    serta Emergency Respon seperti bantuan langsung yang dapat diterima dari aparat

    seperti TNI ataupun relawan. Melalui analisis, didapat kelurahan yang memiliki

    kapasitas tertinggi adalah Puhun Pintu Kabun, Kubu Gulai Bancah, Belakang

    Balok dan Sapiran. Kelurahan dengan kapasitas tinggi memungkinkan dapat

    bertahan atau mengurangi resiko bencana yang ada. Kapasitas ini dapat berbentuk

    adanya emergency respon di daerah tersebut, atau tempat untuk evakuasi. Berikut

    penilaian kapasitas di kota Bukittinggi.

    Untuk setiap indikator faktor ketahanan dikarenakan semakin tinggi nilai indikator

    akan menyebabkan semakin rendah resiko bencananya, maka dipergunakan rumus

    yang berbeda, yaitu :

    Dimana : X1ij : Nilai yang sudah dibakukan untuk indikator i di kecamatan j

    Xij : Nilai yang belum dibakukan untuk indikator i di kecamatan j

    iX : Nilai rata-rata untuk indikator i

    Si : Standar deviasi

    Tabel V.4

    Tingkat Kapasitas Bencana Longsor

    No Kecamatan/Kelurahan Lapangan RTH Tempat Evakuasi

    Jumlah Nilai

    Baku

    Bobot

    (x0.20)

    Jumlah Nilai

    Baku

    Bobot

    (x0.20)

    Jumlah

    Nilai

    Baku

    Bobot

    (x0.20)

    1 Kecamatan Guguak

    Panjang

    1 4.25 0.85 5.00 9.42 1.88 2.00 8.35 1.67

    2 Kecamatan

    Mandiangin Koto

    selayan

    1 4.25 0.85 6.00 10.07 2.01 2.00 8.35 1.67

    3 Kecamatan Aur

    Birugo Tigo Baleh

    1 4.25 0.85 8.00 11.38 2.28 1.00 6.62 1.32

    Jumlah 3 19 5

    Nilai Rata rata Xi 1 0.2 6.3333 0.2 1.667 0.2

    Standar Deviasi 0.89 1.53 0.58

  • 136

    Tabel lanjutan.............

    No Kecamatan/Kelurahan Fasilitas Kesehatan Jumlah Dokter Nilai

    Rata-

    rata

    Kategori

    Jumlah Nilai

    Baku

    Bobot

    (x0.20)

    Jumlah Nilai

    Baku

    Bobot

    (x0.20)

    1 Kecamatan Guguak

    Panjang

    2.00 8.35 1.67 362.33 4.00 0.80 1.37 Sedang

    2 Kecamatan Mandiangin

    Koto selayan

    2.00 8.35 1.67 362.33 4.00 0.80 1.40 Tinggi

    3 Kecamatan Aur Birugo

    Tigo Baleh

    1.00 6.62 1.32 362.33 4.00 0.80 1.31 Rendah

    Jumlah 5 1087

    Nilai Rata rata Xi 1.6667 0.2 362.33 0.2

    Standar Deviasi 0.58 0.00

    Sumber: Analisis, 2014

    Dari hasil analisis dapat diperoleh hasil bahwa kawasan permukiman dengan

    tingkat kapasitas longsor tinggi di kota bukittinggi berada pada Kecamatan

    Mandiangin Koto Selayan dengan luas 382.70 Ha atau 43 % dari luas

    keseluruhan. Kawasan Permukiman dengan Tingkat Kapasitas Sedang berada

    pada Kecamatan Guguak Panjang dengan Luas 306.60 Ha atau 34 % dari luas

    Keseluruhan. Kawasan Permukiman Tingkat Kapasitas Rendah berada pada

    Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh dengan luas 210.72 Ha dari 23% dari luas

    keseluruhan 900 Ha.

  • 137

  • 138

    5.5. Analisis Risiko Bencana

    Perhitungan Nilai Faktor-Faktor Bencana

    Setelah indikator-indikator setiap faktor resiko bencana distandarkan (dibakukan),

    maka dilakukan perhitungan nilai/indeks resiko bencana letusan gunungapi.

    Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai setiap faktor resiko bencana

    adalah:

    B = WB1XB1 + ........... + WBnXBn

    R = WR1XR1 + ........... + WRnXRn

    K = WK1XK1 + ........... + WKnXKn

    Dimana :

    B = Nilai Faktor Bahaya (hazards)

    R = Nilai Faktor Kerentanan (Vulnerability)

    K = Nilai Faktor Ketahanan/Kapasitas (Capacity)

    Xi = Nilai Setiap Indikator yang telah dibakukan

    Wi = Bobot Setiap Indikator

    Tabel V.5

    Tingkat Resiko Bencana Longsor No Kecamatan/Kelurahan Bahaya Kerentanan Ketahanan Indeks

    Resiko

    Tingkat

    Resiko

    Bencana Nilai Nilai x

    Bobot

    Bahaya

    (0,50)

    Nilai Nilai x

    Bobot

    Kerentanan

    (0,25)

    Nilai Nilai x

    Bobot

    Ketahanan

    (0,25)

    Kecamatan Guguak Panjang

    1 Bukik Cangang Kayu Ramang 0.39 0.19 0.33 0.08 1.37 0.34 0.62 Sedang

    2 Tarok Dipo 0.32 0.16 0.34 0.08 1.37 0.34 0.59 Rendah

    3 Pakan Kurai 0.34 0.17 0.28 0.07 1.37 0.34 0.58 Rendah

    4 Aur Tajungkang Tengah Sawah 0.33 0.16 0.29 0.07 1.37 0.34 0.58 Rendah

    5 Benteng Pasar Atas 0.48 0.24 0.38 0.10 1.37 0.34 0.68 Tinggi

    6 Kayu Kubu 1.36 0.68 0.39 0.10 1.37 0.34 1.12 Tinggi

    7 Bukit Apit Puhun 3.03 1.52 0.42 0.11 1.37 0.34 1.97 Tinggi

    Kecamatan Mandiangin Koto

    selayan

    8 Pulai Anak Air 0.57 0.28 0.28 0.07 1.40 0.35 0.70 Tinggi

    9 Koto Selayan 0.30 0.15 0.18 0.05 1.40 0.35 0.55 Rendah

    10 Garegeh 0.34 0.17 0.27 0.07 1.40 0.35 0.59 Rendah

    11 Maggih Ganting 0.63 0.31 0.35 0.09 1.40 0.35 0.75 Tinggi

    12 Campago Ipuh 0.50 0.25 0.35 0.09 1.40 0.35 0.69 Tinggi

    13 Puhun Tembok 0.40 0.20 0.34 0.09 1.40 0.35 0.63 Sedang

  • 139

    No Kecamatan/Kelurahan Bahaya Kerentanan Ketahanan Indeks

    Resiko

    Tingkat

    Resiko

    Bencana Nilai Nilai x

    Bobot

    Bahaya

    (0,50)

    Nilai Nilai x

    Bobot

    Kerentanan

    (0,25)

    Nilai Nilai x

    Bobot

    Ketahanan

    (0,25)

    14 Puhun Pintu Kabun 9.52 4.76 0.54 0.13 1.40 0.35 5.25 Tinggi

    15 Kubu Gulai Bancah 0.82 0.41 0.31` 0.08 1.40 0.35 0.84 Tinggi

    16 Campago Guguk Bulek 0.67 0.34 0.31 0.08 1.40 0.35 0.76 Tinggi

    Kecamatan Aur Birugo Tigo

    Baleh

    17 Belakang Balok 1.78 0.89 0.43 0.11 1.31 0.33 1.32 Tinggi

    18 Sapiran 0.29 0.14 0.40 0.10 1.31 0.33 0.57 Rendah

    19 Birugo 0.48 0.24 0.34 0.09 1.31 0.33 0.66 Tinggi

    20 Aur Kuning 0.29 0.14 0.36 0.09 1.31 0.33 0.56 Rendah

    21 Pakan Labuah 0.29 0.14 0.23 0.06 1.31 0.33 0.53 Rendah

    22 Kubu Tanjung 0.29 0.14 0.20 0.05 1.31 0.33 0.52 Rendah

    23 Ladang Cangkiah 0.29 0.14 0.18 0.05 1.31 0.33 0.52 Rendah

    24 Parit Antang 0.30 0.15 0.17 0.04 1.31 0.33 0.52 Rendah

    Sumber : Hasil Analisis 2014

    Keterangan : < 0,60 tingkat resiko rendah, 0,60-0,65 tingkat resiko sedang, >0,65 tingkat resiko tinggi

    Dari hasil analisis dapat diketahui Kawasan Permukiman Dengan Tingkat Resiko

    Bencana Longsor Tingkat Resiko Bencana Tinggi berada pada Kelurahan

    Benteng pasar atas, Kayu kubu, Bukit apit puhun, Pulai anak air, Maggih ganting,

    Campago Ipuh, Puhun Pintu Kabun, Kubu Gula Bancah, Campago Guguk Bulek,

    Belakang Balok, Birugo dengan Luas 494.26 Ha atau 55% dari luas keseluruhan.

    Kawasan Permukiman dengan Tingkat risiko Bencana Sedang berada pada

    kelurahan Bukit Canggang Kayu Ramang, puhun tembok dengan luas 47.54 Ha

    atau 5 % dari luas keseluruhan . Kawasan Permukiman dengan Tingkat Risiko

    Bencana Longsor Rendah berada di Kelurahan Pakan Kurai, Aur Tajungkang

    Tengah Sawah, Koto Selayan, Garegeh, Sapiran, Aur Kuning, Pakan Labuah,

    Kubu Tanjung, Ladang Cangkiah, Parit Antang dengan Luas 358.22 Ha atau 40%

    dari luas keseluruhan 900 Ha.

  • 140

  • 141