16
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur dan Komposisi Tegakan 5.1.1 Struktur Tegakan Struktur tegakan dapat dilihat secara vertikal maupun horisontal. Secara vertikal, berkaitan erat dengan penguasaan tempat tumbuh yang dipengaruhi oleh besarnya energi cahaya matahari, ketersediaan air tanah dan hara mineral bagi pertumbuhan individu komponen masyarakat tersebut. Struktur tegakan dapat dilihat berdasarkan tingkat kerapatan sehingga akan menggambarkan kondisi suatu tegakan hutan. Struktur tegakan pada hutan primer dan hutan bekas tebangan (LOA) TPTII umur satu dan dua tahun berdasarkan tingkat kerapatan pada tiap tingkat pertumbuhan vegetasi dapat dilihat pada Gambar 3, 4 dan 5 di bawah ini. Gambar 3 Struktur tegakan pada kondisi hutan primer Gambar 4 Struktur tegakan pada kondisi hutan bekas tebangan 1 tahun 300 250 200 150 100 50 0 2029 3039 4049 5060 >60 Kelas diameter (cm) 015 1525 2545 300 250 200 150 100 50 0 2029 3039 4049 5060 >60 Kelas diameter (cm) 015 1525 2545

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id V... · sebelumnya sudah pasti akan mengakibatkan penurunan kerapatan hampir pada semua kelas diameter di berbagai kelerengan. Akan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id V... · sebelumnya sudah pasti akan mengakibatkan penurunan kerapatan hampir pada semua kelas diameter di berbagai kelerengan. Akan

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Struktur dan Komposisi Tegakan

5.1.1 Struktur Tegakan

Struktur tegakan dapat dilihat secara vertikal maupun horisontal. Secara

vertikal, berkaitan erat dengan penguasaan tempat tumbuh yang dipengaruhi oleh

besarnya energi cahaya matahari, ketersediaan air tanah dan hara mineral bagi

pertumbuhan individu komponen masyarakat tersebut. Struktur tegakan dapat

dilihat berdasarkan tingkat kerapatan sehingga akan menggambarkan kondisi

suatu tegakan hutan. Struktur tegakan pada hutan primer dan hutan bekas

tebangan (LOA) TPTII umur satu dan dua tahun berdasarkan tingkat kerapatan

pada tiap tingkat pertumbuhan vegetasi dapat dilihat pada Gambar 3, 4 dan 5 di

bawah ini.

Gambar 3 Struktur tegakan pada kondisi hutan primer

Gambar 4 Struktur tegakan pada kondisi hutan bekas tebangan 1 tahun

300

250

200

150

100

50

0

20–29 30–39 40–49 50–60 >60

Kelas diameter (cm)

0–15

15–25

25–45

300

250

200

150

100

50

0 20–29 30–39 40–49 50–60 >60

Kelas diameter (cm)

0–15

15–25

25–45

Page 2: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id V... · sebelumnya sudah pasti akan mengakibatkan penurunan kerapatan hampir pada semua kelas diameter di berbagai kelerengan. Akan

20

Gambar 5 Struktur tegakan pada kondisi hutan bekas tebangan 2 tahun

Dari hasil penelitian Kirana (2008) yang dilakukan di hutan primer dan

bekas tebangan menunjukkan bahwa struktur tegakan pada hutan bekas tebangan

kerapatan semai dan pancang lebih tinggi dibandingkan dengan kerapatan tiang

dan pohon. Pada histogram yang ditunjukkan pada Gambar 3, 4, dan 5, dapat

dilihat bahwa perbandingan jumlah pohon per hektar antara hutan primer dengan

LOA TPTII 1 (satu) tahun jauh berbeda. Kegiatan pemanenan yang dilaksanakan

sebelumnya sudah pasti akan mengakibatkan penurunan kerapatan hampir pada

semua kelas diameter di berbagai kelerengan. Akan tetapi perbandingan antara

LOA TPTII 1 (satu) dengan LOA TPTII 2 (dua) tahun hampir sama. Selang waktu

satu tahun belum dapat merubah struktur tegakan pada hutan bekas tebangan.

Menurut Wyatt-Smith (1963) dalam Indrawan (2000) jumlah pohon per

hektar yang terdapat di LOA TPTII 2 (dua) tahun masih tergolong cukup karena

jumlahnya > 25 batang/hektar pada masing-masing kelerengannya. Berdasarkan

kriteria tersebut, jumlah pohon yang terdapat pada LOA TPTII 2 (dua) tahun

adalah lebih dari 25 batang/ha. Dapat dikatakan areal penelitian ini masih

tergolong hutan alam produksi yang masih produktif.

Struktur tegakan baik pada hutan primer maupun LOA TPTII 1 (satu) tahun

dan 2 (dua) tahun menunjukkan jumlah pohon yang semakin berkurang dari kelas

diameter kecil ke kelas diameter besar, sehingga kurva yang dihasilkan

menyerupai “J” terbalik. Secara umum, struktur tegakan pada plot pengamatan

menunjukkan karekteristik yang demikian, sehingga dapat dikatakan kondisi

kedua hutan tersebut masih normal.

300

250

200

150

100

50

0 20–29 30–39 40–49 50–60 >60

Kelas diameter (cm)

0–15

15–25

25–45

Page 3: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id V... · sebelumnya sudah pasti akan mengakibatkan penurunan kerapatan hampir pada semua kelas diameter di berbagai kelerengan. Akan

21

5.1.2 Komposisi Jenis

Komposisi jenis adalah salah satu faktor yang dapat digunakan untuk

mengetahui proses suksesi yang sedang berlangsung pada suatu komunitas yang

terganggu. Apabila komposisi tegakannya pulih, dapat dikatakan bahwa

komunitas tersebut mendekati kondisi awalnya.

Berdasarkan hasil analisis vegetasi yang dilakukan di LOA TPTII umur dua

dan tiga tahun PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah diperoleh komposisi jenis

yang berbeda-beda pada setiap tingkat pertumbuhannya, yaitu semai, pancang,

tiang, dan pohon. Pengambilan data analisis vegetasi dilakukan pada kelerengan

yang berbeda, yaitu datar (0–15%), sedang (15–25%), dan curam (>25%).

Komposisi jenis pada tingkat pertumbuhannya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Jumlah jenis yang ditemukan pada hutan primer, LOA TPTII 1 tahun

dan LOA TPTII 2 tahun pada berbagai kelerengan

Kondisi Hutan Kelerengan

(%)

Jumlah Jenis

Semai Pancang Tiang Pohon

*LOA TPTII 1 tahun

0–15 59,0 56,0 56,0 56,0

15–25 34,0 36,0 42,0 44,0

25–45 57,0 61,0 60,0 62,0

Rata-rata

50,0 51,0 52,6 54,0

LOA TPTII 2 tahun

0–15 53,0 52,0 56,0 56,0

15–25 31,0 32,0 42,0 44,0

25–45 55,0 60,0 60,0 62,0

Rata-rata

46,3 48,0 52,6 54,0

LOA = hutan bekas tebangan, TPTII = tebang pilih tanam Indonesia intensif, *) = data Kirana

2008

Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa komposisi jenis untuk tingkat

semai dan pancang mengalami penurunan pada LOA TPTII 2 tahun. Hal ini

disebabkan karena penutupan tajuk yang bertambah rapat yang mengakibatkan

berkurangnya cahaya matahari yang masuk ke lantai hutan. Sedangkan komposisi

jenis pada tingkat tiang dan pohon tidak terjadi perubahan sama sekali terhadap

LOA TPTII 1 tahun. Hal ini terjadi karena pada selang waktu satu tahun tidak

terjadi penambahan jenis pada lokasi penelitian.

Pada LOA TPTII 1 tahun, jumlah jenis terbesar untuk tingkat semai

ditemukan pada kelerengan datar yaitu sekitar 59 jenis per hektar, untuk tingkat

pancang pada kelas kelerengan curam yaitu 61 jenis per hektar, untuk tingkat

tiang terdapat pada kelas kelerengan curam yaitu 60 jenis per hektar dan untuk

Page 4: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id V... · sebelumnya sudah pasti akan mengakibatkan penurunan kerapatan hampir pada semua kelas diameter di berbagai kelerengan. Akan

22

tingkat pohon jumlah jenis terbesar terdapat pada kelas lereng curam yaitu 62

jenis per hektar.

Pada LOA TPTII 2 tahun, jumlah jenis terbesar untuk tingkat semai

ditemukan pada kelerengan curam yaitu sekitar 55 jenis per hektar, untuk tingkat

pancang pada kelas kelerengan curam yaitu 60 jenis per hektar, untuk tingkat

tiang terdapat pada kelas kelerengan curam yaitu 60 jenis per hektar dan untuk

tingkat pohon jumlah jenis terbesar terdapat pada kelas lereng curam yaitu 62

jenis per hektar.

5.1.3 Indeks Keanekaragaman Jenis

Keanekaragaman jenis adalah parameter yang sangat berguna untuk

membandingkan dua komunitas, terutama untuk mempelajari pengaruh gangguan

biotik, untuk mengetahui tingkatan suksesi atau kestabilan suatu komunitas.

Dalam menentukan tingkat keanekaragaman yang terdapat di areal

pengamatan digunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (Shannon Index

of General Diversity). Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) merupakan

parameter untuk membandingkan dua komunitas, terutama untuk mengetahui

keberlangsungan suksesi atau kestabilan dalam suatu komunitas hutan. Dari hasil

penelitian pada LOA 2 tahun, nilai indeks keanekaragaman jenis dapat pada tiap-

tiap tingkat pertumbuhan dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Indeks keanekaragaman jenis pada hutan primer, LOA TPTII 1 tahun dan

LOA TPTII 2 tahun pada berbagai kelerengan

Kondisi Hutan Kelerengan (%) Tingkatan Vegetasi

Semai Pancang Tiang Pohon

*LOA TPTII 1 tahun

0–15 3,43 3,47 3,39 3,53

15–25 2,51 2,79 3,12 3,42

25–45 3,56 3,69 3,56 3,75

Rata-rata

3,16 3,32 3,36 3,56

LOA TPTII 2 tahun

0–15 3,37 3,41 3,39 3,53

15–25 2,49 2,75 3,12 3,42

25–45 3,74 3,67 3,55 3,75

Rata-rata

3,20 3,28 3,56 3,75

LOA = hutan bekas tebangan, TPTII = tebang pilih tanam Indonesia intensif, *) = data Kirana

2008

Berdasarkan hasil perhitungan keanekaragaman jenis yang dilakukan di

LOA TPTII umur dua dan tiga tahun PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah

Page 5: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id V... · sebelumnya sudah pasti akan mengakibatkan penurunan kerapatan hampir pada semua kelas diameter di berbagai kelerengan. Akan

23

diperoleh hasil yang berbeda-beda pada setiap tingkat pertumbuhannya, yaitu

semai, pancang, tiang, dan pohon. Menurut Magurran (1988) besaran H’ dengan

nilai < 1,5 menunjukkan tingkat keanekaragaman tergolong rendah. Sedangkan

jika nilai H’ = 1,5–3,5 maka tingkat keanekaragamannya tergolong sedang.

Apabila besaran H’ memiliki nilai > 3,5, maka tingkat keanekaragamannya

dianggap tinggi.

Berdasarkan Tabel 6, nilai indeks keanekaragaman jenis (H’) untuk tingkat

semai dan pancang mengalami penurunan pada LOA TPTII 2 tahun. Nilai indeks

keanekaragaman jenis (H’) untuk tingkat semai pada tiap-tiap kelerengan yang

terdapat LOA TPTII 2 tahun berkisar antara 2,62–2,85, Untuk tingkat pancang

nilai H’ berkisar antara 2,94–3,06, Nilai H’ untuk tingkat tiang berkisar antara

3,10–3,27 dan untuk tingkat pohon nilai H’ berkisar antara 3,17–3,37.

Berdasarkan kriteria di atas keanekaragaman jenis pada hutan primer tergolong

sedang. Sedangkan keanekaragaman jenis di LOA 1 tahun dan LOA 2 tahun pada

tingkat kelerengan datar dan sedang tergolong sedang karena nilai H’ berkisar

antara 1,5–3,5. Sedangkan pada kelas lereng curam keanekaragaman jenisnya

tergolong tinggi karena nilai H’ > dari 3,5.

Soerianegara (1996) mengemukakan bahwa sering dinyatakan tentang

menurunnya indeks keanekaragaman jenis, namun sampai saat ini belum ada

ukuran mengenai tinggi rendahnya indeks keanekaragaman jenis di suatu daerah.

Untuk Indonesia, dari perhitungan untuk berbagai tipe hutan, dapat dikatakan

bahwa nilai indeks keanekaragaman jenis 3,5 ke atas dapat dikatakan tinggi.

5.1.4 Indeks Kekayaan Jenis

Salah satu parameter yang dapat mempengaruhi tingkat keanekaragaman

suatu komunitas adalah kekayaan jenis. Indeks kekayaan jenis adalah indeks yang

menunjukkan kekayaan jenis suatu komunitas dan besarnya indeks kekayaan ini

dipengaruhi oleh banyaknya spesies dan jumlah individu dari vegetasi yang ada

pada areal tersebut.

Magurran (1988) menyatakan bahwa nilai R1 < 3,5 menunjukkan kekayaan

jenis yang tergolong rendah. Sedangkan nilai R1 = 3,5–5,0 menunjukkan

kekayaan jenis yang tergolong sedang. Apabila diperoleh nilai R1 > 5,0 maka

kekayaan jenis dalam komunitas tersebut tergolong tinggi.

Page 6: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id V... · sebelumnya sudah pasti akan mengakibatkan penurunan kerapatan hampir pada semua kelas diameter di berbagai kelerengan. Akan

24

Dalam penelitian ini untuk menentukan tingkat kekayaan jenis pada areal

pengamatan digunakan Indeks Kekayaan Margallef (R1). Dari hasil penelitian

pada LOA dua tahun, nilai indeks kekayaan jenis dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Indeks kekayaan jenis pada hutan primer, LOA TPTII 1 tahun dan LOA

TPTII 2 tahun pada berbagai kelerengan

Kondisi Hutan Kelerengan (%) Tingkatan Vegetasi

Semai Pancang Tiang Pohon

*LOA TPTII 1 tahun

0–15 9,38 9,17 9,49 9,75

15–25 5,22 5,64 7,38 7,62

25–45 8,77 9,81 9,88 10,73

Rata-rata

7,79 8.20 8,92 9,36

LOA TPTII 2 tahun

0–15 9,13 8,93 9,49 9,75

15–25 5,08 5,48 7,38 7,62

25–45 8,59 9,54 9,88 10,73

Rata-rata

7,60 7,98 8,92 9,36

LOA = hutan bekas tebangan, TPTII = tebang pilih tanam Indonesia intensif, *) = data Kirana

2008

Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat dalam Tabel 7, dapat diketahui

bahwa nilai indeks kekayaan Margallef (R1) pada kondisi LOA TPTII 1 tahun

pada semua kelas lereng nilai indeksnya berada di atas 5,00 dimana kekayaan

jenis dalam komunitas tersebut tergolong tinggi.

Begitu juga pada LOA TPTII 2 (dua) tahun. Dari Tabel 7 dapat terlihat

bahwa pada LOA TPTII 2 (dua) bahwa kekayaan jenis dalam komunitas tersebut

tergolong tinggi karena nilai indeks kekayaan Margallef (R1) pada semua kelas

lereng berada di atas 5,00 dan relatif sama terhadap LOA TPTII 1 tahun.

5.1.5 Indeks Kemerataan Jenis

Kemerataan jenis merupakan parameter lainnya yang juga mempengaruhi

tingkat keanekaragaman jenis suatu komunitas. Nilainya dapat diperoleh dengan

menghitung indeks kemerataan (E). Indeks kemerataan adalah indeks yang

menunjukkan tingkat penyebaran jenis pada suatu areal pengamatan. Apabila nilai

indeks semakin besar maka dapat dikatakan bahwa komposisi jenis semakin

merata (tidak didominasi oleh satu jenis saja).

Menurut Magurran (1988), besaran nilai E < 0,3 menunjukkan kemerataan

jenis rendah. Apabila nilai E berkisar antara 0,3 sampai dengan 0,6 maka

kemerataan jenis tergolong rendah. Sedangkan jika nilai E > 0,6 maka kemerataan

Page 7: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id V... · sebelumnya sudah pasti akan mengakibatkan penurunan kerapatan hampir pada semua kelas diameter di berbagai kelerengan. Akan

25

jenis dalam komunitas tersebut dapat dikatakan tinggi. Dari hasil penelitian pada

LOA dua tahun, nilai indeks kemerataan jenis pada tiap-tiap tingkat pertumbuhan

dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 8 Indeks kemerataan jenis pada hutan primer, LOA TPTII 1 tahun dan

LOA TPTII 2 tahun pada berbagai kelerengan

Kondisi Hutan Kelerengan (%) Tingkatan Vegetasi

Semai Pancang Tiang Pohon

*LOA TPTII 1 tahun

0–15 0,83 0,86 0,84 0,88

15–25 0,71 0,78 0,84 0,90

25–45 0,88 0,90 0,87 0,91

Rata-rata

0,80 0,84 0,85 0,89

LOA TPTII 2 tahun

0–15 0,82 0,85 0,84 0,88

15–25 0,71 0,77 0,84 0,90

25–45 0,92 0,89 0,87 0,91

Rata-rata

0,82 0,84 0,85 0,89

LOA = hutan bekas tebangan, TPTII = tebang pilih tanam Indonesia intensif, *) = data Kirana

2008

Dari Tabel 8 dapat terlihat bahwa indeks kemerataan jenis (E) baik pada

LOA TPTII 1 (satu) tahun, maupun LOA TPTII 2 (dua) tahun memiliki nilai

diatas 0,60. Indeks kemerataan tertinggi pada LOA TPTII 1 (satu) tahun terdapat

pada tingkat vegetasi pohon di kelerengan curam dengan nilai sebesar 0,91.

Namun pada LOA TPTII 2 (dua) tahun terjadi penurunan nilai indeks kemerataan

untuk tingkat semai dan pancang di tiap-tiap kelerengan. Tingginya nilai indeks

kemerataan jenis ini mengindikasikan bahwa komposisi jenis pada LOA TPTII 1

(satu) tahun dan LOA TPTII 2 (dua) tahun tersebar merata. Artinya, pada kedua

kondisi hutan ini tidak hanya di dominasi oleh satu jenis, namun tersebar pada

banyak jenis.

5.1.6 Indeks Kesamaan Komunitas

Untuk mengetahui tingkat kesamaan suatu komunitas dapat dicari dengan

menghitung nilai Indeks Kesamaan Komunitas (Index of Similarity). Indeks

Kesamaan Komunitas digunakan untuk mengetahui kesamaan relatif komposisi

jenis dari dua tegakan yang dibandingkan pada masing-masing tingkat

pertumbuhan. Besarnya nilai indeks kesamaan dapat dilihat pada Tabel 9.

Page 8: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id V... · sebelumnya sudah pasti akan mengakibatkan penurunan kerapatan hampir pada semua kelas diameter di berbagai kelerengan. Akan

26

Tabel 9 Indeks kesamaan komunitas (IS) antara hutan primer, LOA TPTII 1

(satu) tahun, dan LOA TPTII 2 (dua) tahun

Kelerengan

(%) Komunitas Hutan

Tingkatan Vegetasi

Semai Pancang Tiang Pohon

0–15

Primer vs TPTII 1 Tahun 34,46 33,55 52,90 41,44

Primer vs TPTII 2 Tahun 34,97 33,90 52,90 41,48

TPTII 1 Tahun vs 2 Tahun 98,00 98,34 99,93 99,82

15–25

Primer vs TPTII 1 Tahun 35,07 42,73 53,87 35,54

Primer vs TPTII 2 Tahun 35,20 42,97 55,30 36,15

TPTII 1 Tahun vs 2 Tahun 99,17 98,76 97,42 98,32

25–45

Primer vs TPTII 1 Tahun 40,58 46,72 57,49 49,85

Primer vs TPTII 2 Tahun 41,65 46,90 58,03 49,96

TPTII 1 Tahun vs 2 Tahun 93,15 99,13 86,93 99,58

LOA = hutan bekas tebangan, TPTII = tebang pilih tanam Indonesia intensif

Komunitas yang dibandingkan pada penelitian ini adalah hutan primer, LOA

TPTII 1 (satu) tahun, dan LOA TPTII 2 (dua) tahun. Ketiga komunitas ini

dibandingkan berdasarkan tingkat vegetasi pada tiap kelerengannya.

Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai kesamaan komunitas pada kondisi hutan

primer, LOA TPTII 1 (satu) tahun, dan LOA TPTII 2 (dua) tahun memiliki nilai

yang bervariasi pada tiap tingkatan vegetasi dan kelerengannya. Pada komunitas

pertama yang dibandingkan, yaitu hutan primer dengan LOA TPTII 1 (satu)

tahun, dapat dilihat bahwa nilai indeks kesamaan (IS) tertinggi terdapat pada

tingkat tiang di kelerengan curam dengan nilai IS sebesar 57,49%. Sedangkan

nilai IS terendah terdapat pada tingkat pancang di kelerengan datar dengan nilai IS

sebesar 33,55%.

Pada komunitas kedua yang dibandingkan, yaitu hutan primer dengan LOA

TPTII 2 (dua) tahun, dapat dilihat perbedaan nilai IS yang ditunjukkan. Jika

dibandingkan dengan komunitas pertama, pada komunitas kedua ini terjadi

peningkatan nilai IS. Nilai IS tertinggi yang terdapat di komunitas kedua ini

adalah sebesar 49,96% yang dapat ditemukan pada tingkat tiang di kelerengan

curam. Sedangkan nilai IS terendah ditemukan pada tingkat pancang di

kelerengan datar dengan nilai sebesar 33,9%.

Sedangkan untuk komunitas ketiga yang dibandingkan, yaitu LOA TPTII 1

(satu) tahun dengan LOA TPTII 2 (dua) tahun, dapat dilihat nilai IS tergolong

tinggi karena dua komunitas ini hanya berbeda satu tahun. Nilai IS tertinggi yang

terdapat di komunitas ketiga ini adalah sebesar 99,93% yang dapat ditemukan

Page 9: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id V... · sebelumnya sudah pasti akan mengakibatkan penurunan kerapatan hampir pada semua kelas diameter di berbagai kelerengan. Akan

27

pada tingkat tiang di kelerengan datar. Sedangkan nilai IS terendah terdapat pada

tingkat pancang di kelerengan curam dengan nilai hanya sebesar 86,93%.

Nilai Indeks Kesamaan (IS) berkisar antara 0–100%. Nilai 0% menunjukkan

bahwa tidak ada kesamaan antar jenis yang terdapat pada kedua komunitas yang

dibandingkan. Sedangkan nilai 100% menunjukkan bahwa dua komunitas yang

dibandingkan adalah sama. Menurut Soerianegara dan Indrawan (1998) dua

komunitas dianggap sama apabila nilai IS-nya mendekati 100%.

5.2 Riap Tanaman Shorea parvifolia pada Jalur Tanam

Produktivitas tanaman dapat diukur dari beberapa parameter, salah satunya

adalah riap tinggi dan diameter suatu tanaman. Dalam kegiatan penelitian ini,

dilakukan pengambilan data riap tinggi dan diameter serta rata-rata tinggi dan

diameter tanaman Shorea parvifolia di jalur tanam pada LOA TPTII dengan umur

dua tahun yang kemudian dibandingkan dengan umur satu tahun.

5.2.1 Perbandingan Rata-rata Diameter dan Tinggi Shorea parvifolia

Rata-rata diameter dan tinggi S. parvifolia pada jalur tanam LOA TPTII

dengan umur dua dan tiga tahun dengan LOA TPTII satu dan dua tahun akan

disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Perbandingan rata-rata diameter dan tinggi tanaman Shorea

parvifolia di jalur tanam LOA TPTII

LOA TPTII Kelerengan D (cm) T (cm)

*LOA 1 tahun Datar (0-15%) 1,80 209,40

Sedang (15-25%) 1,83 230,69

Curam (>25%) 1,59 181,55

LOA 2 tahun Datar (0-15%) 3,47 377,00

Sedang (15-25%) 3,33 389,42

Curam (>25%) 3,20 356,87

LOA = hutan bekas tebangan, TPTII = tebang pilih tanam Indonesia intensif, *) = data Kirana

2008

Dari Tabel 10 didapat rata-rata diameter yang terbesar pada LOA TPTII

umur dua tahun adalah pada kelerengan datar, yaitu sebesar 3,47 cm dan untuk

tinggi pada kelerengan sedang yaitu 389,42 cm. Berikut adalah histogram yang

menunjukkan perbandingan rata-rata diameter dan tinggi tanaman S. parvifolia

Page 10: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id V... · sebelumnya sudah pasti akan mengakibatkan penurunan kerapatan hampir pada semua kelas diameter di berbagai kelerengan. Akan

28

pada tahun pertama dengan tahun kedua. Histogram tersebut ditunjukkan pada

Gambar 6 dan 7.

Gambar 6 Perbandingan rata-rata tinggi tanaman Shorea parvifolia

Gambar 7 Perbandingan rata-rata diameter tanaman Shorea parvifolia

Dari Gambar 6 dan 7 dapat dilihat adanya perbedaan rata-rata tinggi dan

diameter pada tiap-tiap kelas kelereng. Data di atas memnunjukkan bahwa pada

kelerengan curam rata-rata tinggi dan diameter lebih rendah di bandingkan dengan

kelerengan datar dan sedang karena pada kelerengan curam ketebalan tanah

dangkal yang dapat mempengaruhi perakaran tanaman. Kondisi jalur tanam LOA

TPTII dapat dilihat pada Gambar 8.

Datar (0–15%) Sedang (15–25%) Curam (>25%)

Topografi

1 Tahun

2 Tahun

4,0

3,5

3,0

2,5

2,0

1,5

1,0

0,5

0,0

Datar (0–15%) Sedang (15–25%) Curam (>25%)

Topografi

1 Tahun

2 Tahun

450

400

350

300

250

200

150

100

50

0

Page 11: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id V... · sebelumnya sudah pasti akan mengakibatkan penurunan kerapatan hampir pada semua kelas diameter di berbagai kelerengan. Akan

29

Gambar 8 Kondisi jalur tanam LOA TPTII

5.2.2 Riap Rata-Rata Tinggi dan Diameter

Dari nilai rata-rata diameter dan tinggi dapat diketahui riap rata-rata

diameter dan tinggi. Pada penelitian ini menggunakan data dari hasil penelitian

tahun 2008 dan hasil penelitian tahun 2009. Berikut data riap diameter dan tinggi

yang ditampilkan pada Tabel 11.

Tabel 11 Riap LOA TPTII 1 dengan LOA TPTII 2

LOA TPTII Kelerengan Riap Diameter (cm) Riap Tinggi (cm)

LOA 2 Tahun Datar (0–15%) 1,67 167,60

Sedang (15–25%) 1,50 158,73

Curam (>25%) 1,61 175,32

LOA = hutan bekas tebangan, TPTII = tebang pilih tanam Indonesia intensif

Nilai riap diameter tertinggi pada LOA TPTII umur dua tahun terdapat pada

kelerengan datar yaitu sebesar 1,67 cm. Sedangkan untuk nilai riap tinggi yang

mempunyai nilai terbesar terdapat pada kelerengan curam dengan nilai riap

sebesar 175,32 cm. Hal ini terjadi karena kondisi lokasi penelitian yang berbukit-

bukit dan perbedaan penutupan tajuk di areal pengamatan. Berikut adalah Gambar

9 yang menunjukkan histogram riap tinggi dan diameter tanaman S. parvifolia.

Page 12: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id V... · sebelumnya sudah pasti akan mengakibatkan penurunan kerapatan hampir pada semua kelas diameter di berbagai kelerengan. Akan

30

Gambar 9 Riap diameter tanaman Shorea parvifolia

Gambar 10 Riap tinggi tanaman Shorea parvifolia

Pertumbuhan tanaman akan terpengaruh oleh kondisi lingkungannya.

Kelerengan merupakan salah satu faktor tidak langsung yang dapat mempengaruhi

pertumbuhan tanaman. Tanaman memiliki peranan dalam pengamanan lereng.

Sistem perakaran dari suatu tanaman sangat berkaitan dengan kelerengan.

Page 13: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id V... · sebelumnya sudah pasti akan mengakibatkan penurunan kerapatan hampir pada semua kelas diameter di berbagai kelerengan. Akan

31

5.2.3 Analisis Hubungan Antara Riap Tanaman Shorea parvifolia Pada

Jalur Tanam dengan Kelerengan Lahan

Hasil analisis rancangan percobaan dilakukan dengan menggunakan

Statistical Analysis Software (SAS) untuk mengetahui pengaruh kelerengan

terhadap diameter dan tinggi tanaman Shorea parvifolia di jalur tanam pada LOA

TPTII dua tahun.

Dari hasil sidik ragam didapatkan bahwa kelerengan berpengaruh nyata

terhadap pertumbuhan diameter dan tinggi pada LOA TPTII dua tahun tahun. Hal

ini terjadi karena nilai probability untuk diameter dan tinggi Shorea parvifolia

pada LOA TPTII dua tahun lebih kecil dari 0,05 (dapat dilihat pada lampiran 2

dan 3). Karena jika nilai Probability (P) < 0,05 maka kelerengan mempunyai

pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tinggi maupun diameter tanaman.

Sebaliknya jika nilai P > 0,05 berarti kelerengan tidak berpengaruh terhadap

diameter dan tinggi tanaman. Dari semua hasil sidik ragam antara kelerengan

dengan tinggi dan diameter berpengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut

(Duncan) untuk mengetahui kelerengan yang berpengaruh. Hasil uji lanjut

(Duncan) hubungan antara pertumbuhan diameter LOA satu dan dua tahun

dengan tingkat kelerengan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Hasil uji lanjut (Duncan) hubungan pertumbuhan diameter dengan

tingkat kelerengan

Nilai rata-rata dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata

Pengelompokan Duncan Nilai rata-rata N Perlakuan

A 1.62467 600 Datar

B 1.50867 600 Curam

B

B 1.48133 600 Sedang

Dari Tabel 12 dapat dilihat hasil uji lanjut kelerengan terhadap pertumbuhan

diameter LOA TPTII satu dan dua tahun, diketahui bahwa pertumbuhan diameter

pada kelerengan datar lebih baik dibandingkan dengan kelerengan sedang dan

curam. Untuk hasil uji lanjut (Duncan) hubungan antara pertumbuhan tinggi LOA

satu dan dua tahun dengan tingkat kelerengan dapat dilihat pada Tabel 14.

Page 14: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id V... · sebelumnya sudah pasti akan mengakibatkan penurunan kerapatan hampir pada semua kelas diameter di berbagai kelerengan. Akan

32

Tabel 13 Hasil uji lanjut (Duncan) hubungan pertumbuhan tinggi dengan tingkat

kelerengan

Nilai rata-rata dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata

Pengelompokan Duncan Nilai rata-rata N Perlakuan

A 168.902 600 Curam

B 160.717 600 Sedang

B

B 159.990 600 Datar

Pada Tabel 13 dapat dilihat hasil uji lanjut kelerengan terhadap pertumbuhan

tinggi LOA TPTII satu dua tahun, diketahui bahwa pertumbuhan tinggi pada

kelerengan curam lebih baik dibandingkan dengan kelerengan datar dan sedang.

5.3 Analisis Tanah

Faktor lingkungan adalah faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan

tegakan hutan, yaitu iklim, bentuk lahan, ketinggian tempat, dan topografi, dimana

secara umum sangat sulit untuk dikendalikan atau dikelola. Upaya yang dilakukan

pada kegiatan budidaya tanaman yaitu pendekatan kepada kesesuaian lahan.

Peningkatan pertumbuhan pohon atau tanaman dapat dilakukan melalui perbaikan

kesuburan tanah.

Tanah merupakan faktor edafis yang penting bagi pertumbuhan perakaran

pohon dan perkembangannya. Kegiatan kehutanan dan pertanian memerlukan

tanah yang subur bagi berhasilnya usaha penanaman. Kesuburan tanah diartikan

sebagai kesuburan kimiawi dan fisika, yang memungkinkan pohon tumbuh

dengan baik dan menghasilkan kayu produk lainnya. Kesuburan tanah merupakan

kekuatan di dalam budidaya hutan tanaman, tanah yang subur akan memberikan

peluang keuntungan yang besar dalam pengusahaan hutan tanaman. Berikut ini

dipaparkan mengenai sifat fisis dan kimia tanah pada areal penelitian.

5.3.1 Sifat Fisika Tanah

Sifat fisika tanah terutama penting dalam hubungannya dengan kandungan

air, aerasi, drainase, dan kandungan hara. Pada tanah yang padat aerasi menjadi

buruk. Dalam kondisi demikian pengambilan oksigen dan pembuangan

karbondioksida tidak berjalan dengan baik. Keadaan sifat fisika tanah sangat

Page 15: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id V... · sebelumnya sudah pasti akan mengakibatkan penurunan kerapatan hampir pada semua kelas diameter di berbagai kelerengan. Akan

33

mempengaruhi kesuburan tanah terutama dalam perbaikan tekstur dan struktur

tanah.

Struktur tanah merupakan gumpalan-gumpalan kecil dari butir-butir tanah.

Gumpalan struktur ini terjadi karena butir-butir pasir, debu, dan liat terikat satu

sama lain oleh suatu perekat seperti bahan organik, oksida-oksida besi dan lain-

lain. Gumpalan-gumpalan kecil ini mempunyai bentuk, ukuran, dan kemantapan

yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, struktur tanah di

seluruh areal plot penelitian termasuk dalam struktur butiran kelas halus sampai

sedang. Struktur tanah yang baik mempunyai tata udara yang baik, unsur-unsur

hara lebih mudah tersedia dan lebih mudah diolah. Hasil pengukuran sifat fisik

tanah dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Hasil Pengukuran sifat fisik tanah

Kondisi Hutan Kedalaman Struktur Kadar Air (%) Warna Tekstur

TPTII 1 tahun 20cm Butiran 32,94

5 yr, 6/8 Reddish

Yellow Liat

TPTII 2 tahun 20cm Butiran 46,73

5 yr, 6/8 Reddish

Yellow Liat

Berdasarkan hasil pengukuran sifat fisik tanah di areal penelitian diketahui

bahwa struktur tanah baik di LOA TPTII 1 tahun maupun LOA TPTII 2 tahun

berstruktur butiran. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa adanya peningkatan

kadar air pada TPTII 2 tahun sebesar 13,79% pada kedalaman 20. Hal ini dapat

dikatakan bahwa daya serap tanah sudah berangsur-angsur membaik.

Warna tanah adalah petunjuk untuk beberapa sifat tanah. Biasanya warna

tanah yang gelap disebabkan oleh perbedaan kandungan bahan organik. Semakin

gelap warna tanah, semakin tinggi kandungan bahan organiknya. Warna tanah di

lapisan bawah yang kandungan bahan organiknya rendah lebih banyak

dipengaruhi oleh jumlah kandungan dan bentuk senyawa besi (Fe). Di daerah

yang mempunyai sistem drainase buruk, warna tanahnya abu-abu karena ion besi

yang terdapat di dalam tanah berbentuk Fe2+

. Warna tanah yang terdapat di areal

penelitian adalah reddish yellow, warna tanah tersebut tidak terlalu gelap,

cenderung mendekati kekuningan. Hal tersebut berarti kandungan bahan organik

pada area penelitian cenderung rendah.

Page 16: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id V... · sebelumnya sudah pasti akan mengakibatkan penurunan kerapatan hampir pada semua kelas diameter di berbagai kelerengan. Akan

34

Tekstur tanah adalah keadaan tingkat kehalusan tanah yang terjadi karena

terdapatnya perbedaan komposisi kandungan fraksi pasir, debu, dan liat yang

terkandung pada tanah. Keadaan tekstur tanah sangat berpengaruh terhadap

keadaan sifat-sifat tanah yang lain seperti struktur tanah, permeabilitas, porositas,

dan lain-lain. Hasil pengolahan sifat fisik tanah didapatkan bahwa tanah pada

areal penelitian bertektur liat. Tanah bertekstur liat lebih sulit diolah dibandingkan

dengan tanah bertekstur pasir, namun tanah bertektur liat memiliki kemampuan

menyimpan air yang tinggi sehingga tanahnya tidak cepat kering.