Upload
phungkhue
View
230
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
69
BAB IV
Kepribadian dan Identitas Sebagaimana Dalam Proses Dan hasil Tenunan
Kebudayaan merupakan kebiasaan yang tidak dapat dipisahkan dari suatu
kehidupan masyarakat dan kebiasaan itu diturunkan oleh para leluhur secara turun-
temurun sampai pada generasi berikutnya. Kebiasaan itu juga yang masih dipegang
oleh masyarakat desa Tunua khususnya para perempuan yakni mengenai kain
tenunan. Dari pekerjaan menenun menghasilkan selembar kain tenunan, tentu dalam
menghasilkan kain tenunan tersebut tidak terlepas dari proses yang sangat lama,
namun tetap terjaga dan karena itu kebiasaan akan masyarakat khususnya para
perempuan dalam hal menenun itu masih ada sampai sekarang. Tenunan juga
merupakan ekspresi budaya yang sekarang ini secara global menyentuh aspek
kehidupan manusia.
Menenun menjadi kewajiban bagi para perempuan sejak dahulu yakni dari
mereka kecil sudah diajarkan oleh orang tua sehingga sampai sekarang pekerjaan
menenun tidak dilupakan oleh para perempuan di desa ini. Hasil dari kain tenunan
biasanya digunakan sebagai penghangat tubuh dari cuaca yang dingin, tenunan juga
menceritakan identitas pemakai, status sosialnya yang dilihat dari motif-motif pada
kain, serta dalam perkembangan zaman saat ini peranan tenunan semakin
berkembang yakni tenunan sudah menjadi style atau gaya bagi kalangan muda sampai
para orang tua artinya bahwa dahulu tenunan hanya digunakan oleh masyarakat desa,
namun karena perkembangan zaman masyarakat daerah perkotaan juga sudah
70
menggunakannya bahkan sudah dikenal sampai kalangan mancanegara. Oleh karena
itu tenunan merupakan salah satu bentuk yang paling utama dari ekspresi kebudayaan
di Asia Tenggara saat ini.1
Peranan, identitas dan kepribadian melekat pada diri seseorang. Dengan
demikian untuk melihat semuanya itu penulis ingin menganalisisnya pada kegiatan
menenun yang dilakukan oleh perempuan sampai ia menghasilkan kain tenunan. Oleh
karena itu melalui proses-proses inilah penulis menggambarkan ketiga hal di atas.
Pada selembar kain tenunan berisi tentang narasi dari si perempuan penenun di mana
dalam menghasilkan kain tenunan proses yang lama itulah kepribadiannya yang
sedang ia narasikan dan bukan saja itu hasil dari pekerjaan menenun sendiri juga
menjadi simbol identitas bagi si pemakai, oleh karena itu di bawah ini penulis akan
menganalisis kedua hal tersebut yakni tenunan menggambarkan kepribadian
perempuan dan juga tenunan sebagai simbol identitas orang Timor pada khususnya.
4.1. Tenunan menggambarkan kepribadian
Kepribadian merupakan sesuatu yang terorganisasi dan terpola, akan tetapi
organisasi ini selalu dapat berubah sehingga digunakan kata “dinamis”.
Artinya dalam kepribadian seseorang tidak hanya topeng yang dikenakan
ataupun hanya sekedar perilaku melainkan kepribadian seseorang merujuk
pada dirinya di balik tampilan luarnya dan tindakannya.2 Dalam pandangan
masyarakat mereka mendefenisikan kepribadian perempuan jika dilihat pada
1 R Maxwell, Textiles of Southeast Asia; Tradition, Trade and Transformation (Hongkong:
2003), 224. 2 Jess Feist dan Gregory J Feist, Teori Kepribadian, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010) 85-86.
71
tampilan luarnya melekat erat dengan sosok yang sabar, teliti, penuh kasih
sayang dan dia juga memiliki kekuatan dalam menjalani kehidupannya.
Ketrampilan-keterampilan yang ada dalam dirinya juga menjadi pembentuk
kepribadiannya yang bisa dilihat dalam proses ia menenun.
Kepribadian mencakup sistem fisik dan psikologis yang ditampilkan oleh para
perempuan melalui persiapan-persiapan sampai pada proses ia menenun,
pikiran yang tidak terlihat namun dituangkan dalam sebuah karya yang indah
pada motif-motif dan juga pada selembar kain tenunan. Kepribadian dari para
perempuan terlihat dari hal-hal ini sehingga dalam kesimpulan Allport, ia
mengatakan bahwa kepribadian berhubungan erat dengan kenyataan bahwa
obyek yang dibahas memang merupakan manusia yang kompleks dan unik
yang membedakan dia dengan orang lain serta memiliki kemampuan yang
berubah. Ketika Allport menyimpulkan bahwa setiap orang memiliki
keunikan yang berbeda maka itulah yang ada dalam diri perempuan bahwa
keunikan pada dirinya ia tampilkan lewat setiap persiapan sampai pada proses
yang menghasilkan selembar kain tenunan.
Persiapan dan proses itu bisa dilihat dari ia mempersiapkan segala peralatan
dan bahan-bahan yang akan digunakan ketika ia akan menenun (bab 3).
Semuanya itu sebenarnya menceritakan kepribadian seorang perempuan
misalnya ia ingin membangun kehidupan berkeluarga, hubungan dia dengan
sesamanya, dan juga dengan alam. Hal-hal ini tidak terlepas dari kesiapan-
kesiapan tersebut karena dengan melakukan hal demikian semuanya
menggambarkan proses kehidupan yang akan dilaluinya nanti. Kepribadian
72
dalam diri seseorang dibagi dalam 5 (lima) model menurut Costa dan McCrae
yakni neurotisme, ekstraversi, keterbukaan, keramahan dan kesadaran. Kelima
hal ini dibagi lagi dalam beberapa kepribadian yang akan penulis analisis di
bawah ini.
Pekerja keras
Perempuan merupakan makhluk pekerja dikatakan demikian karena
menurut masyarakat Timor bekerja yang dilakukan oleh para
perempuan dalam hal ini menenun tidak sekedar dipahami sebagai
sebuah panggilan sosial dan kultural semata karena bekerja sendiri
juga dihayati sebagai sebuah panggilan teologis di mana bekerja
merupakan wujud dari ibadah dan bakti kepada Tuhan. Ibadah,
penyembahan dan pengucapan syukur kepada Tuhan tidak hanya
sebuah ungkapan verbal, melainkan terwujud pula dalam tindakan-
tindakan nyata seperti dalam karya dan perbuatan.3 Perempuan
digambarkan sebagai sosok pekerja keras karena diberi tanggung
jawab besar dalam mengatur rumah tangganya yang juga di dalamnya
mengurus suami dan mendidik anak-anaknya karena peranan
perempuan dalam sebuah keluarga sangatlah dominan sebagai ibu
dalam rumah tangga ia sebagai ratu yang menata masa depan anak-
anaknya. Akan menjadi apa seorang anak itu tergantung dari peranan
seorang perempuan, hal ini dikarenakan perempuan memiliki
kepribadian yang mengharuskan dia terlibat secara langsung untuk
3 Eben Nuban Timo, Sidik Jari Allah dalam Budaya, (Maumere: Ledalero, 2007) 30.
73
mengurus keluarganya serta dia juga memiliki kemampuan naluri yang
sangat luar biasa.4
Selain itu dia juga harus menenun agar hasil dari pekerjaannya itu bisa
dipakai oleh anggota keluarganya. Dalam hasil penelitian sudah
dipaparkan bahwa bukti bahwa perempuan itu pekerja keras bisa
dilihat dari persiapan yang dilakukan oleh para perempuan sebelum ia
menenun hal yang harus ia perhatikan yakni mempersiapkan bahan-
bahan yang digunakan seperti kapas yang harus dicarinya untuk
membuat beberapa gulungan benang. Kerja keras ia tunjukan lewat
semangat dalam mencari kapas yang ditanam di kebunnya, jikalau
masih kurang kapas yang diperlukan ia harus mencarinya sampai ke
hutan-hutan dengan berjalan kaki, namun semangatnya masih ada agar
ia bisa memperoleh kapas yang banyak untuk bisa ditenun. Karena
dalam menenun sebuah tenunan yakni berupa sarung dan selimut
membutuhkan benang yang sangat banyak oleh karena itu kerja keras
dari para perempuan menjadi kekuatan bagi mereka agar kapas-kapas
yang dicari itu dapat dikumpulkan dan diolah menjadi benang untuk
ditenun.
Perempuan bekerja karena hasil dari pekerjaannya itu berguna bagi
masyarakat dan bukan saja itu hasil kerjanya itu juga menjadi
pembentuk identitas diri bagi si pemakai dan juga identitas bagi
4 Pr. Darmawijaya, Perempuan Dalam Perjanjian Lama, (Yogyakarta: Kanisius Anggota IKAPI,
2003) 38.
74
perempuan penenun itu sendiri. Bekerja bagi seorang perempuan sama
dengan berbakti dan mengabdi baik kepada orang tua, sesama dan juga
kepada Tuhan.5 Ketika seorang perempuan menenun baktinya kepada
orang tuanya ia tunjukan lewat tenunannya dengan terus melakukan
pekerjaan tersebut secara terus menerus yang kemudian ia ajarkan
secara turun temurun kepada anak cucunya sebab dengan melakukan
hal demikian ia mampu meneruskan warisan yang sudah ada sejak
dahulu yang kemudian menjadi identitas mereka. Selanjutnya bakti
seorang perempuan kepada Penciptanya ia tunjukan lewat motif-motif
yang ditenunnya serta dalam kain tenunan juga menggambarkan
tentang identitas sosial si pemakai. Perempuan mengerti siapa
Penciptanya pada waktu ia bekerja, motif-motif yang menggambarkan
kepercayaannya itu mau mengatakan bahwa hubungan antara manusia
dan yang tertinggi sudah ada sejak dahulu.
Teliti
Perempuan sebagai sosok yang penuh dengan ketelitian karena salah
satu unsur yang membedakan antara perempuan dan laki-laki adalah
mengenai ketelitian tersebut. Dikatakan demikian karena otak laki-laki
tidak sama dengan otak perempuan yang dilihat berdasarkan anatomi
otak, otak perempuan mempunyai daya memori lebih tajam
dibandingkan dengan memori otak laki-laki. Ketajaman tersebut yang
5 Nuban Timo, Sidik Jari… 22.
75
membuat kaum perempuan lebih teliti dibandingkan dengan laki-laki.6
Ketelitian bagi para perempuan dalam dalam membuat motif tenunan
harus selalu diperhatikan karena itu menjadi hal yang mendasar.
Dalam membuat motif tenunan belah ketupat misalnya membutuhkan
setengah dari gulungan benang untuk membuatnya pada selembar kain
tenunan perhitungan dan ketelitian dalam mengikat benang-benang
menjadi sebuah motif memiliki makna keindahan, oleh karena itu jika
terjadi kesalahan dalam perhitungan ikatan benang dapat
mengakibatkan motif yang ada dalam tenunan akan terlihat tidak rapi.
Begitupula dalam motif-motif yang lain yang bercorak garis-garis
sejajar, panjang, berhadapan dan bulat dalam motif kain tenunan desa
Tunua.
Perhitungan dan ketelitian yang ada pada perempuan ini mau
menggambarkan bahwa dia juga mampu menyatukan berbagai bentuk
corak dalam motif-motif yang berarti bahwa ia memiliki kepribadian
yang menyatukan berbagai perbedaan yang ada dalam kehidupannya
menjadi terlihat indah jika disatukan. Hal ini karena dalam otak
perempuan lebih efisien dalam menganalisis situasi sosial dan
perempuan lebih baik dalam mendeteksi petunjuk dan membuat
analisis dari suatu situasi.7 Selain mampu mempersatukan perbedaan
yang ada dalam kehidupannya, seorang perempuan juga mampu
6 Naning Pranoto, HerStory: Sejarah Perjalanan Payudara, (Yogyakarta: Kanisius, 2010) 174.
7 Putri Evania, Menguak Rahasia Otak Perempuan, (Yogyakarta: Sinar Kejora, 2011) 15.
76
menyatukan berbagai motif yang ada dalam kain tenunan agar dibuat
indah dan sebenarnya motif-motif itu menggambarkan sebuah situasi
sosial yang ada sejak dahulu dan oleh karena itu pada kesimpulannya
perempuan memiliki kualitas dalam menganalisisnya yang kemudian
ia tuangkan dalam kain tenunan.
Ketelitian yang dimiliki oleh perempuan terbawa hingga mereka
dewasa dalam mengatur kehidupannya. Jika dilihat kondisi sekarang
ini seorang perempuan harus teliti dalam mangatur dan
memperhitungkan biaya hidupnya, teliti dalam menentukan antara
kebutuhan dan kebiasaan dan juga teliti dalam mengatur waktu.
Kondisi inilah yang membuat perempuan menyadari bahwa ketelitian
itu sangatlah dibutuhkan dalam menjalani sebuah kehidupan.
Kreatif dan Imajinatif
Motif-motif yang tergambar dalam kain tenunan merupakan sebuah
simbol penyatuan hal ini karena perempuan memiliki daya imajinasi
dan kreatifitas yang baik dalam menyatukan setiap perbedaan yang ada
pada hasil tenunannya. Menurut Munandar (2004) perempuan
memiliki nilai rata-rata kreativitas yang lebih tinggi dari laki-laki. Hal
ini kemungkinan besar terjadi karena perubahan persepsi mengenai
peran gender wanita, bahwa sekarang ini perempuan didorong untuk
lebih kreatif dan produktif jika dibandingkan dengan masa lalu.8
8 Laura Irma Alanda dkk, Penyesuaian Diri Siswa Yang Mengikuti Akselerasi, (Jurnal Provitae
volume 3. No 1 Mei 2007, buku obor, 2007) 103.
77
Kreatifitas yang tinggi dari perempuan juga didapat sejak ia kecil
dimana ia diajarkan bagaimana dia harus menenun dan sampai
sekarang menenun menjadi kebiasaannya.
Menenun merupakan pekerjaan yang hasil akhirnya adalah selembar
kain tenunan. Dalam kain tenunan tidak terlepas dari motif-motif yang
diracik dalam beberapa warna alam yang digunakan oleh para
perempuan serta pada tahap pewarnaan segala kreatifitasnya ia
tunjukan dalam menentukan warna yang cocok dalam hasil
tenunannya. Perempuan mampu memilih warna yang cocok karena ia
memiliki keunggulan dalam hal-hal yang menyangkut keterampilan-
keterampilan pada otak kirinya.9 Keunggulan perempuan dalam
meracik warna-warna alam seperti kuning, merah dan biru adalah
salah satu dari kreatifitas perempuan yang akan ia tuangkan dalam
tenunannya nanti.
Kebanyakan warna yang digunakan oleh para perempuan desa Tunua
adalah warna-warna terang yang menggambarkan kondisi batin
mereka yang dengan sukacita ketika mereka ingin menenun dan alasan
lainnya karena warna-warna tersebut terlihat menarik ketika ada yang
memakainya.10
Selain itu dalam menggunakan warna terang hasil
kreatifitas perempuan pada kain tenunan juga menjadi pembentuk
keindahan pada pola-pola motif yang dipakai. Warna itu digunakan
9 Gray Jhon, Mars dan Venus Together Forever, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005)
02. 10
YA (Penenun), Wawancara, Tunua: Minggu 02 Juli 2017, Pukul 15.00 WITA.
78
agar dapat memisahkan perbedaan antara warna dasar kain dengan
setiap motif yang ada.
Kreatifitas dari perempuan dalam mendesain motif-motif tenunan dan
pewarnaan itu juga tidak sekedar menampilkan sisi estetika dan
keindahan saja, tetapi juga menyatakan kedekatan penenun dengan
alam di mana perempuan adalah seniman-seniman alam. Mereka
dengan segala kreatifitasnya mampu meramu bahan-bahan yang
tersedia di alam untuk digunakan dalam menenun dan lewat ramuan-
ramuan tersebut itulah yang membantu mereka dalam
mengekspresikan karyanya. Tanpa warna-warna alam para perempuan
dulu sampai dengan yang sekarang tidak mungkin membuat karya
yang sangat indah dalam selembar kain tenunan sebab alam
menyediakan semuanya kepada para perempuan penenun untuk
mengekspresikan karya mereka lewat tenunan tersebut.
Menenun merupakan pekerjaan yang sebagian besar dilakukan oleh
para perempuan dan suasana hati mereka yang penuh dengan
kegembiraan adalah bukti dari warna-warna yang mereka sajikan
dalam tenunan.11
Mereka merasa senang karena apa yang akan mereka
hasilkan nantinya bisa digunakan oleh sebagian orang dan juga
kreatifitas yang mereka tuangkan dalam penggunaan warna pada
tenunan itu akan terlihat baik dan indah jika ada yang
menggunakannya.
11
RN (Penenun), Wawancara, Tunua: Sabtu 01 Juli 2017, Pukul 19.00 WITA.
79
Sabar dan Setia
Menenun dilakukan dengan posisi duduk kemudian paus niun atau
ikat pinggang besar milik penenun yang diletakan pada belakang
tubuh perempuan yang disatukan bersama dengan none (tempat
membentangkan benang) agar mudah dalam melakukan penenunan.
Posisi duduk yang berjam-jam sangat menguras tenaga bagi para
penenun dan karena itu dari awal ia menenun sebenarnya yang
dibutuhkan oleh para perempuan yakni ketenangan, kesabaran,
kesetiaan dan konsentrasi penuh karena dalam waktu yang lama untuk
menenun itu juga membentuk sifat emosional dari seorang perempuan.
Kesetiaan dalam menenun dilihat dari posisi duduknya yang berjam-
jam sangat menguras tenaga sampai ia menyelesaikan tenunannya,
tidak sampai di situ kondisi tubuh yang baik juga sangat membantu
kelancaran proses menenun. Kekuatan yang ada pada dirinya ia
tunjukan lewat kesabaran dan kesetiaannya dalam menenun sampai ia
menghasilkan kain tenunan. Jika diperhatikan waktu yang diperlukan
dalam membuat sebuah tenunan dalam hal ini sarung ataupun selimut
membutuhkan kurang lebih satu sampai dua bulan. Posisi duduk sang
penenun yang lama juga mau menggambarkan bahwa dia seorang
perempuan yang mempunyai fisik yang kuat, dia bukan perempuan
yang lemah. Kemampuan fisik yang kuat membantu dia untuk
mengerjakan pekerjaan menenun yang bukan hitungan hari tetapi
sampai berbulan-bulan untuk menghasilkan sebuah kain tenunan.
80
Selain itu waktu yang lama juga menyimpulkan bahwa perempuan
adalah sosok yang sabar dan setia ketika ia harus menyelesaikan suatu
pekerjaan maupun persoalan yang sedang ia alami. Kesetiaan dan
kesabaran itu akan membuahkan keberhasilan jika dia mampu untuk
mengatasinya, meskipun membutuhkan waktu yang lama namun
semuanya itu bisa berjalan dengan baik jika dia tidak melupakan dua
hal tersebut.
Realistis
Berpikir secara realitis merupakan pemikiran yang di mana segi
obyektif kenyataan mendominasi pemikiran. Dalam cara berpikir itu
diharapkan bahwa segala faktor pribadi disingkirkan demi kepentingan
berpikir tentang apa yang ada di sana atau apa yang akan terjadi.12
Perempuan senang ketika ia ingin menenun, namun ada hal yang perlu
juga ia perhatikan yakni pantangan-pantangan. Berpikir realistis yang
ada pada perempuan ini mampu menyelamatkan kehidupannya dan
juga anggota keluarganya sebab ada dampak negatif dari melakukan
pekerjaan menenun tanpa memperhatikan pantangan-pantangan yang
ada seperti sakit yang berkepanjangan, kurangnya hasil kebun dan
terjadi kecelakaan dalam bentuk apapun.13
Pengertian tentang situasi juga menolong seseorang agar dapat
merencanakan hal yang realistis. Orang yang dangkal pengertiannnya
12
Robert W Crapps, Perkembangan Kepribadian dan Keagamaan, (Yogyakarta: KANISIUS (Aggota IKAPI), 1994 ) 61.
13 MT (penenun), Wawancara, Tunua: Minggu 02 Juli 2017. Pukul 14.00 WITA.
81
tentang suatu masalah adalah terbatas pengertiannya tentang
bagaimana masalah itu dapat dipecahkan. Pengertian yang lebih
mendalam tentang masalah dapat membuka mata orang itu untuk
melihat cara-cara lain dalam memecahkannya. Ia dimampukan untuk
membedahkan antara hasil yang hanya diangan-angankan dengan hasil
yang punya kemungkinan besar untuk dicapai. Tentu dugaan kita
tentang akibat perbuatan-perbuatan kita tidak dapat selalu benar,
namun demikian kita perlu berpikir dengan baik-baik tentang akibat
itu.14
Perempuan harus berpikir apa yang akan terjadi nantinya jika dia
melupakan pantangan yang ada, oleh karena itu kewajiban bagi setiap
penenun itu harus diperhatikan agar tidak terjadi kesalahan dan
dampak-dampak yang merugikan diri sendiri serta orang lain.
Komperhensif dan holistik.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) Komperhensif diartikan
sebagai suatu sikap yang mampu menangkap atau menerima dengan
baik. Komperhensif juga memiliki makna yang lain yakni berpikir luas
dan lengkap, serta kemampuan untuk memperlihatkan wawasan yang
luas. Perempuan dikategorikan sebagai pribadi yang komperhensif
artinya bahwa perempuan memiliki kepribadian yang sangat luas
dalam cara berpikirnya. Hal itu dilihat dalam tenunan yang
ditenunnya, dimana perempuan di desa Tunua ketika dia membuat
14
Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2006) 227.
82
motif-motif dalam kain tenunan dia mampu untuk menangkap dengan
baik apa yang sudah diajarkan dari kecil bahwa motif yang ada dalam
tenunannya menggambarkan keunggulan yang didukung oleh
kemampuan dari otak perempuan yang lebih cepat berpikir dari laki-
laki. Kemampuan perempuan dalam memperlihatkan wawasannya
juga terlihat dalam penggunaan warna yang ia pakai dalam kain
tenunan, dimana ia juga mampu meramu bahan-bahan alam yang akan
digunakan agar warna yang dihasilkan memperlihatkan warna yang
baik dan juga tidak luntur.
Selain perempuan itu sebagai seorang yang berpikir luas, dia juga
memiliki pribadi yang holistik artinya dalam pandangan seorang
negarawan Afrika bernama Jan Smuts dalam bukunya ia menuliskan
bahwa holistik atau holism dalam bahasa Yunani, holos berarti semua
atau keseluruhan. Semua faktor diperhitungkan secara keseluruhan
saling bergantung satu sama lain untuk kepentingan bersama.
Perempuan tidak pernah melupakan tugas tanggung jawabnya sebagai
istri dan juga ibu dari anak-anaknya, tanggung jawab itu ia tampilkan
dalam sosok perempuan saat ini. Menenun yang dikerjakan hasilnya
dapat dipakai bukan saja untuk anggota keluarganya tetapi juga untuk
setiap orang yang ingin menggunakannya. Artinya bahwa hasil yang
ditenun oleh seorang perempuan itu dia kerjakan bukan untuk dirinya
sendiri dan juga anggota keluarganya, melainkan juga untuk
kepentingan orang lain. Hal itu dilihat dari tenunan sebagai identitas
83
masyarakat yang penulis akan memaparkannya dalam analisis tenunan
sebagai simbol identitas.
Penulis Sejarah, Budaya dan Religius
Pada bagian terakhir dalam point tentang kepribadian perempuan ini
penulis akan menganalisis bahwa dari semua proses yang dilakukan
oleh para perempuan sebelum ia menenun menggambarkan dia
seorang yang penulis sejarah dimana dalam kain tenunan yang
dikerjakan oleh seorang perempuan di dalamnya ia sedang
menceritakan sebuah sejarah kehidupan masyarakat khususnya di desa
Tunua. Tenunan sebagai sejarah merupakan media bagi perempuan
dalam menceritakan kepada setiap orang baik itu anak-anaknya,
anggota keluarganya dan juga kepada masyarakat bahwa mereka yang
hidup sampai saat ini tidak terlepas dari sejarah dan lewat tenunan mau
mengatakan bahwa sejarah itu tidak akan hilang dan masih terjaga
sampai sekarang.
Karya perempuan yang dituangkan dalam kain tenunan sebagai
warisan budaya masih terjaga. Dalam setiap keluarga, orang tua wajib
untuk mewariskan keahlian dalam menenun itu kepada anak
perempuannya. Hal itu juga nampak dalam filosofi masyarakat Timor
mengenai ike suti dan suni auni dalam Bab 1. Karena itu budaya
menenun sebagai warisan budaya ini masih terjaga sampai sekarang,
meskipun pekerjaan ini membutuhkan waktu yang lama. Dalam
tenunan kita juga bisa melihat konsep-konsep keagamaan yang
84
digambarkan dalam berbagai motif warna dan bentuk gambar yang ada
dalam kain tenunan. Hubungan manusia dengan pencipta dan juga
hubungan mereka dengan para leluhurnya masih sangat jelas dalam
berbagai motif tersebut. Oleh karena itu dari semua hal di atas mau
menyimpulkan bahwa setiap karya yang dibuat oleh para perempuan
penenun selain menceritakan kepribadiannya, perempuan juga sebagai
pemilik dan penutur sejarah, budaya dan agama dalam sebuah
masyarakat.
4.2. Tenunan sebagai Simbol Identitas
Menenun merupakan pekerjaan yang menghasilkan kain tenunan dan
dalam tenunan juga terdapat motif-motif yang menggambarkan tentang
identitas si penenun maupun identitas si pemakai. Dalam selembar kain
tenunan warna menjadi hal terpenting dalam menentukan motif agar terlihat
indah dan menarik jika dilihat. Warna dasar dari tenunan di desa Tunua
kebanyakan memakai warna putih dan kemudian dikombinasi dengan warna-
warna cerah lainnya. Warna putih dipakai karena sejak dahulu para
perempuan di desa Tunua sangat dekat dengan tanaman kapas yang dipakai
untuk membuat benang dan hasil dari pemintalan benang itu adalah warna
putih yang digunakan dalam kain tenunan sampai sekarang.
Warna pada hakekatnya menurut Aristoteles bahwa semua warna itu
adalah hasil dari percampuran antara warna hitam dan warna putih. Ada
benarnya juga karena sebagian besar untuk menghasilkan warna-warna yang
cerah pada kain tenunan campuran dari akar mengkudu dan kapur sirih
85
mampu menghasilkan warna merah yang baik dan adapula percampuran
antara kapur sirih dan kunyit menghasilkan warna kuning. Hal ini masih
dilakukan oleh sebagian masyarakat desa Tunua khususnya para perempuan
untuk mendapatkan kualitas warna yang baik. Sedangkan untuk warna hitam,
biasanya mereka menggunakan arang bekas bakaran, tidak terlepas dari kapur
sirih dan juga tanaman pohon (taum) untuk menghasilkan warna biru.
Perempuan memiliki keterampilan-keterampilan yang baik
dibandingkan dengan laki-laki sebab kemampuan yang dimiliki itu terletak
pada otak kirinya.15
Keterampilan itu yang membantunya ketika meracik
warna dan warna yang dihasilkan menentukan warna motif yang ada pada
kain tenunan. Otak perempuan juga bereaksi lebih cepat untuk menerima
informasi dalam jumlah yang lebih besar sehingga mempermudahnya dalam
berkominikasi dan juga berhubungan dengan orang lain. Ini yang
membedakan otak perempuan berbeda dengan otak laki-laki. Hal ini juga
dipengaruhi oleh faktor budaya dan juga perbedaan fungsi otak dengan laki-
laki.16
Dari pengertian ini sudah jelas bahwa otak perempuan penuh dengan
hal-hal yang imajinatif dan karena itu ia salurkan lewat tenunan yang dilihat
bukan saja sebagai hasil karyanya saja tetapi juga sebagai media
berkomunikasi. Tenunan dipakai sebagai media untuk berkomunikasi dengan
pencipta, alam, dan juga lewat tenunan perempuan bisa memperkenalkan
identitasnya. Pemakaian motif dalam kain tenunan sangat berpengaruh pada
15
Gray Jhon, Why Mars & Venus Collide, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008) 44. 16
Putri, Menguak Rahasia … 62.
86
pemakaian warna-warna yang digunakan, sebab hal itu juga menunjukan
identitas bagi si penenun dan juga si pemakai. Identitas bagi perempuan di
Timor mau mengatakan bahwa lewat tenunannya mau menceritakan bahwa
mereka merupakan orang-orang yang memiliki hubungan sosial dengan alam,
sesama dan juga Tuhan. Mereka juga percaya akan kehidupan dunia lain
karena itu mereka membuatnya dalam motif-motif yang ada dalam kain
tenunan semuanya itu menggambarkan kepercayaan-kepercayaan dunia
supranatural serta dalam tenunan itu mau menggambarkan tentang identitas
diri seseorang yang menjunjung tinggi nilai-nilai sosial yang ada dalam
masyarakat. Oleh karena di bawah ini penulis akan melihat identitas dari si
penenun maupun si pemakai dalam motif tenunan yang ada dalam masyarakat
desa Tunua.
Tenunan sebagai pembentuk kehidupan dan kesetaraan
Identitas menurut Allport secara kodrati adalah proses yang bersifat
psikososial yang berarti pribadi membentuk identitasnya seturut cita-
cita serta identitas bersama kelompoknya.17
Kehidupan bersosial
masyarakat desa Tunua tergambar dalam tenunan yang juga di
dalamnya menjelaskan hubungan antara laki-laki dan perempuan.
Identitas dari perempuan dan laki-laki sendiri menjadi gambaran
kesetaraan yang ada pada tenunan yang bermotif Namkelas. Pada
mulanya Allah menciptakan langit dan bumi kemudian dia
17
Creamer Agus, Jati diri, Kebudayaan dan Sejarah (Maumere: Ledalero, 2001) 20-21.
87
menciptakan manusia. Laki-laki sebagai ciptaan yang pertama hidup
dalam kesendirian dan binatang yang diciptakan oleh Allah untuk
menemani manusia gagal mengusir kesendirian manusia laki-laki.
Kesendirian manusia laki-laki teratasi dengan kehadiran rekan yang
setara yakni Allah menciptakan sosok perempuan.18
Kehidupan dan
kesetaraan yang digambarkan dalam motif namkelas yakni pembagian
warna tenunan hitam digunakan oleh laki-laki dan perempuan
menggunakan tenunan warna putih semuanya itu memiliki makna
bahwa Allah menciptakan manusia itu laki-laki dan perempuan tanpa
melihat perbedaan. Seiring dengan perkembangan zaman dan pikiran
dari para penenun, maka tenunan yang memisahkan antara laki-laki
dan perempuan kemudian diggabungkan menjadi garis-garis sejajar
pada selembar kain tenunan.19
Hal ini juga memiliki makna tersendiri
bahwa antara perempuan dan laki-laki biarpun mereka berbeda, namun
mereka dapat dipersatukan. Jadi jelas bahwa identitas dari perempuan
dan laki-laki dalam tenunan mereka adalah makhluk yang setara dan
itu terbawa dalam kehidupan bermasyarakat desa Tunua sampai
sekarang.
Tenunan sebagai gambaran identitas masyarakat Timor karena mereka
menghargai akan kehidupan yang Tuhan sudah berikan kepada
mereka. Kehidupan itu digambarkan dalam motif-motif dan bukan saja
18
Mutiara Andalas, Lahir dan Rahim, (Yogyakarta: KANISIUS Anggota IKAPI, 2009) 17. 19
MM (Penenun), Wawancara, Tunua: Jumad 07 Juli 2017, Pukul 10.00 WITA.
88
itu ketika seseorang menjalani kehidupannya dia tidak sendiri karena
Tuhan menciptakan manusia itu laki-laki dan perempuan. Kesetaraan
menjadi sebuah gambaran dalam motif tenunan masyarakat Tunua
bahwa manusia adalah makluk yang saling membutuhkan,
menghargai, menolong satu dengan yang lain tanpa mengenal akan
perbedaan. Lewat motif-motif yang sudah dijelaskan di atas mau
menggambarkan bahwa identitas orang Timor pada umumnya adalah
seorang yang menghargai akan kehidupan dan juga kesetaraan.
Tenunan sebagai pembentuk identitas sosial dan gambaran
pelestarian terhadap alam.
Kain tenunan merupakan produk budaya yang digunakan oleh
masyarakat desa Tunua sebagai pakaian adat mereka. Namun dalam
pemakaiannya, ia tidak hanya berfungsi sebagai penahan hawa panas
atau dingin, hembusan angin, dan sebagainya, namun juga memiliki
fungsi lain yaitu: sebagai lambang kekuasaan, sebagai tanda identitas
diri dan sebagai penghias tubuh.20
Dalam motif tenunan yang ada
dalam masyrakat Tunua memiliki indentitas sosial bagi si pemakai
yakni dalam motif bunga lontar (Tuasufa) pada motif paukolo
merupakan perbedaan status sosial antara rakyat dan raja. Motif
Tuasufa menggambarkan rakyat yang hidup dalam ketaatan dan
kepatuhan kepada raja. Itu ditandai dengan gambaran motif paukolo
yang ditenun secara tegak berdiri. Dalam hidup bermasyarakat di desa
20
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi II, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009) 40.
89
Tunua dahulu jabatan dari seorang usif atau raja lebih tinggi dari
jabatan pah tuaf/tuan tanah, mafefa/ juru bicara, amaf/ pejabat,
meo/panglima perang dan tob/rakyat biasa dalam struktur sosial yang
ada saat itu (bab 2). Oleh karena itu para perempuan dengan karyanya
mampu menggambarkan identitas si pemakai kain tenunan bahwa
perbedaan sosial yang dahulu diterapkan khususnya dalam
pemerintahan di desa Tunua bisa dilihat dari motif tenunan yang ia
tenun.
Perbedaan status sosial antara rakyat dan rajanya tidak terlepas dari
suatu hubungan yang terjalin dengan baik dalam struktur masyarakat
desa Tunua. Seorang raja harus memiliki jiwa kepemimpinan yang
baik dan harus melindungi rakyatnya dari berbagai ancaman apapin itu
sedangkan tugas dari seorang rakyat dia harus patuh dan taat kepada
rajanya agar tercipta kemakmuran dan kesejateraan antara kedua belah
pihak.
Motif paukolo dan tuasufa yang ditunjukan dalam tenunan desa Tunua
sebenarnya memiliki suatu keterkaitan satu dengan yang lain dimana
hubungan baik antara raja dan rakyat adalah saling membutuhkan
untuk membangun kesejateraan bersama tanpa membedakan status
sosial. Oleh karena itu dengan sendirinya dalam tenunan ini identitas
si pemakai sangat jelas bahwa memang ada perbedaan antara raja dan
rakyat tapi itu tidak menjadi sebuah pemisah untuk menciptakan suatu
hubungan yang mencapai kesejateraan dan kemakmuran bersama.
90
Tenun ikat bagi masyarakat Mollo Utara khususnya di desa Tunua
memiliki makna yang sangat mendalam dan simbol-simbol yang ada
dalam tenun ikat sebagai simbol status sosial sesesorang yang sangat
berpengaruh dan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan karena tenun ikat merupakan salah satu unsur yang
terpenting di dalam kehidupan orang Mollo Utara.21
Identitas masyarakat Timor yang ada di desa Tunua bisa digambarkan
dalam motif yang sudah penulis gambarkan di atas, selain itu identitas
masyarakat juga tercermin dalam hubungan para perempuan dengan
alam sebagai pemberi kehidupan dan di dalamnya membantu para
perempuan dalam menghasilkan karyanya. Identitas orang Timor
khususnya yang dilakukan oleh para perempuan itu tercermin di dalam
mereka sebagai pemelihara lingkungan dan juga pelestari alam sebab
alam menyediakan peralatan yang dipakai dalam proses menenun dan
juga alam menyediakan bahan-bahan untuk mewarnai kain tenunan.
Pelestarian lingkungan hidup dan juga alam selain perempuan yang
menenun dia mengambil bahan-bahan untuk dijadikan pewarnaan,
adapun masyarakat Timor pada umumnya juga mengusahakan alam
untuk bertani dan berkebun agar dapat memenuhi kebutuhan mereka.
Disini bisa dilihat bahwa alam sebagai penyedia sumber kebutuhan
masyarakat oleh karena itu harus dijaga dan dilestarikan. Identitas
21
Asni Salviany La’a dan Sri Suwartiningsih, “Jurnal Studi Pembangunan Interdisiplin” Makna Tenun Ikat bagi Perempuan, Studi Etnografi di Kecamatan Mollo Utara-Timor Tengah Selatan, Vol. XXII, No. 1, 2013, 31.
91
mereka digambarkan sebagai perawat bumi dan menghargai alam
dengan hal-hal yang dilakukan di atas.
Tenunan sebagai simbol religius
Tenunan bukan saja berfungsi sebagai pakaian penutup tubuh
melainkan ragam hias atau motif-motif yang terdapat dalam tenunan
itu memiliki nilai spiritual dan mistik menurut peraturan adat yang
berlaku.22
Masyarakat desa Tunua zaman dahulu mempercayai bahwa
menenun selain sebagai kretifitas dari para perempuan, namun
menenun juga merupakan pemberian dari dewa-dewa yang pada
akhirnya menjadi simbol dalam suatu motif tenunan.23
Simbol inilah
yang terlihat dalam motif Paukolo yang juga merupakan motif
pertama di desa Tunua.
Motif paukolo (kepala burung), dipercaya sebagai penjelmaan dewa
yang menjadi burung dan dewa menurut kepercayaan orang Timor
dahulu yaitu uis neno (dewa langit) yang memberikan kemakmuran
dan kesejateraan. Kepercayaaan kepada uis neno (dewa langit) terlihat
dari motif yang digunakan oleh raja yakni motif paukolo (kepala
burung). Seorang raja atau pemimpin dituntut untuk mampu
melindungi rakyatnya, menyelesaikan masalah dengan baik,
memberikan kemakmuran dan kesejateraan bagi rakyatnya.
22
Jes A Therik, Tenun Ikat dari Timur, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1989) 24. 23
Nuban Timo, Sidik Jari… 68.
92
Kepercayaan terhadap uis neno (dewa langit) ini selain sebagai
pemberi kesejateraan dan kemakmuran, uis neno juga dipercaya
sebagai penguasa tertinggi.24
Dahulu masyarakat mempunyai
kepercayaan atau agama asli yakni pemujaan terhadap nenek moyang
dewa langit (uis neno) yang memberikan kemakmuran, kesejahteraan
hidup disamping pemujaan pada dewa bumi yang bernama uis afu.
Kepercayaan kepada uis neno ini dipergunakan untuk menterjemahkan
kepercayaan kepada Tuhan.25
Kepercayaan inilah yang menjadi
simbol dari motif paukolo (kepala burung) yang dipakai oleh raja.
Raja yang memimpin harus mampu memberikan kesejateraan dan
kemakmuran bagi setiap rakyatnya. Raja memiliki kedudukan tertinggi
dalam status sosial masyarakat saat itu, sehingga pemahaman
masyarakat berkaitan dengan kepercayaan mereka terhadap uis neno
(dewa langit) tersebut.
Simbol belah ketupat dalam motif lulsial dalam tenunan masyarakat
desa Tunua juga menggambarkan harapan dan kepercayaan
masyarakat akan Tuhan, ikatan kekeluargaan dimana dalam
kehidupannya harus saling menghormati dan membantu dan
menunjukkan arah mata angin.26
Adapun makna lain dari motif belah
ketupat dimana jika dilihat dari bentuknya motif ini menggambarkan
24 P. Midelkoop, Atoni Pah Meto, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993) 100. 25
Therik, Nusa Tenun… 55. 26
Asni Salviany La’a dan Sri Suwartiningsih, Jurnal Studi… 32.
93
tubuh buaya. Buaya sendiri merupakan binatang yang dipercaya
memberi kehidupan bagi orang Timor waktu dulu sehingga binatang
ini menjadi simbol kepercayaan mereka yang memberikan
kemakmuran. Proses penyembahan juga dilakukan oleh masyarakat
Timor untuk mendapatkan kesejateraan dan kesuburan dalam
kehidupan mereka. Buaya tidak hanya memberi banyak pada
masyarakat Timor, tetapi dia juga memberi hidupnya sendiri bagi
kelangsungan hidup penduduk di pulau Timor.27
Oleh karena itu pulau
Timor sendiri jika dilihat dari ketinggian berbentuk seperti seekor
buaya yang sedang tertidur. Mitos tentang pulau Timor ini sendiri
banyak yang masih diceritakan oleh para orang tua kepada anak-
anaknya sehingga lewat karyanya perempuan berusaha untuk
mengerjakannya dalam bentuk motif tenunan agar mereka mengingat
akan adanya pulau yang mereka tinggali saat ini.
Kehidupan religius yang digambarkan dalam motif tenunan desa
Tunua secara khusus bagi masyarakat Timor pada umumnya, sejak
dahulu mereka sudah mengenal akan Ilah yang Tertinggi yang mampu
memberikan mereka kemakmuran dan kesejateraan, oleh karena itu
identitas masyarakat Timor sendiri merupakan orang yang beragama
sejak dahulu dan hal tersebut juga bisa dilihat dari motif-motif yang
ada dalam kain tenunan.
27
Nuban Timo, Pemberita Firman.. 141.
94
Percaya kehidupan sesudah kematian
Kepercayaan masyarakat Timor yang tercermin dalam kain tenunan
juga menjadi salah satu pembentuk identitas bagi mereka yang dalam
hal ini selain mereka percaya akan Ilah yang Tertinggi mereka juga
mempercayai bahwa ada kehidupan setelah kematian. Dimana baik
laki-laki dan perempuan dalam suku Timor ketika mereka meninggal
dunia mereka dimakamkan bersama-sama dengan barang-barang
kesayangannya. Menurut Johanes Hessing barang-barang tersebut
berupa kain selimut, perhiasan emas dan juga perak, alat makan dan
minum, pisau. Hal ini percaya karena ketika seseorang meninggal itu
jiwanya akan segera berangkat ke dunia para leluhur setelah keluarga
yang ditinggalkan melepaskan kepergiannya melalui ritus kematian.
Kain tenunan yang di dalamnya harus menggambarkan motif-motif
terbaik, biasanya yang bercorak hias dengan “totem” atau marga.28
Masyarakat Timor mengenal akan kehidupan yang Tuhan anugerahkan
kepadanya seperti yang penulis sudah paparkan di atas bahwa
kehidupan itu digambarkan setara bahwa manusia harus saling
mendukung satu dengan yang lain tanpa mengenal perbedaan. Selain
gambaran kehidupan, mereka juga percaya akan adanya kehidupan
yang lain setelah kematian. Kehidupan tidak berakhir dengan kematian
fisik karena hidup itu berlanjut di bawah kontrol Uisneno (Ilah
28
Nuban Timo, Sidik Jari… 39-40.
95
Tertinggi). Orang yang meninggal, ia berlalu dari dunia ini ke dunia
yang lain, dunia para arwah.29
Dari kepercayaan di atas sudah jelas bahwa masyarakat Timor pada
umumnya mereka percaya akan hal tersebut dan itu menjadi identitas
bagi mereka sehingga sampai sekarang ini ketika ada kematian
biasanya kain-kain tenunan itu dijadikan sebagai pemberian ketika
seseorang akan dimakamkan.
Dari semua motif-motif yang digambarkan di atas penulis mau menyimpulkan
bahwa tenunan menjadi simbol identitas masyarakat desa Tunua baik si penenun tapi
juga bagi si pemakai. Di dalam motif-motif tenunan tergambar pula kepercayaan,
status sosial dan asal-usul sebuah kehidupan Perempuan mampu memberikan suatu
karya yang sangat indah dalam hasil tenunan yang ia buat dengan kesabaran,
ketelitian dan kerja keras. Tidak sampai disitu pikiran yang harus dituangkan dalam
motif-motif itu membutuhkan waktu yang bukan sedikit, oleh karena itu perempuan
menjadi sosok yang punya daya imajinasi yang tinggi. Perempuan mampu bertahan
sampai membuahkan hasil yang baik yakni selembar kain tenunan yang kita ketahui
ada yang berbentuk selendang, sarung dan juga selimut. Sebuah karya yang luar biasa
dan penuh inspirasi. Proses dan persiapan merupakan gambaran dari kepribadian
seorang perempuan yang kuat dan setia dalam melakukan pekerjaan menenun. Bukan
saja itu hasilnya menjadi sebuah gambaran identitas diri dan juga gambaran identitas
masyarakat di desa Tunua. Karya yang dihasilkan oleh para perempuan ini juga mau
menunjukan bahwa tenunan sebenarnya mempunyai nilai dan makna dalam setiap
29
Nuban Timo, Sidik Jari… 41.
96
persiapan, proses dan juga hasil yang didapat yakni kain tenunan itu sendiri.
Akhirnya penulis mau menyimpulkan bahwa dalam analisis ini seorang perempuan
yakni penenun dia diberikan anugerah oleh Tuhan yang sangat luar biasa, dimana
lewat tangannya terbentuk sebuah identitas diri serta identitas sebuah masyarakat
yang masih ada dan masih terjaga sampai sekarang ini. Selain itu juga melalui proses
yang dilakukan oleh para perempuan penenun sebenarnya sebagai media untuk
menarasikan kepribadiannya.