Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
64
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian merupakan bagian yang penting dari sebuah penelitian.
Hasil penelitian akan memberikan jawaban dari sebuah hipotesis yang telah
disusun oleh penulis dalam bab sebelumnya. Dalam bab ini akan dibahas
mengenai hasil penelitian yang diolah dengan SPSS 16. Sehingga dalam bab
ini akan dijelaskan proses analisi secara terperinci.
4.1. Deskripsi Karakteristik Responden
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Teologi yang bernaung di Yayasan
PINTA yaitu Sekolah Tinggi Teologi Nusantara (STTN) yang berada di Jl.
Raya Kopeng Km 3 Rt. 7. Rw.5 Desa Bendosari Salatiga Jawa Tengah dan
Sekolah Tinggi Alkitab Nusantara dengan alamat Jl. Bandulan Raya No. 33
Malang Jawa Timur. Dengan judul penelitian “Pengaruh Quality Of Life dan
Relegiusitas terhadap Subjevtive Well-Being Mahasiswa Teologi di bawah
naungan Yayasan Pekabaran Injil Nusantara (PINTA)”.
Pada penelitian ini penulis mengambil responden yang tinggal di
asrama dan yang tidak tinggal di asrama. Di Sekolah Tinggi Teologi
Nusantara dari 48 Mahasiswa yang ada 36 orang adalah mahasiswa yang ada
di asrama dan 12 orang adalah mahasiswa yang tidak tinggal di asrama. Di
Sekolah Tinggi Alkitab Nusantara 72 mahasiswa tersebut adalah tinggal
diasrama semuanya.
Pada penelitian ini, data diperoleh dari skala psikologi yang dibagikan
kepada 112 mahasiswa di STT Nusantara Salatiga dan STAN Malang setelah
melalui proses try out skala psikologi pada 14-17 Mei 2018. Try out ini
65
diadakan dengan tujuan supaya skala psikologi yang digunakan memiliki
daya diskriminasi yang baik dan terbebas dari aitem yang gugur.
1.2. Pelaksanaan Penelitian
Proses dari pelaksanaan penelitian, penulis meminta surat ijin
penelitian kepada Ketua Program Study Magister sains Psikologi UKSW
Salatiga. Setelah mendapat surat ijin penelitian, penulis memberikan surat
ijin tersebut kepada Ketua STT Nusantara Salatiga dan ketua STAN Malang
pada tanggal 4 September 2018.
Proses pengembalian data penelitian dilakukan oleh penulis dua tahap,
tahap pertama di STT Nusantara Salatiga pada tanggal 7 September 2018
dengan 42 mahasiswa di STT Nusantara. Tahap kedua adalah dengan
melakukan penelitian di STAN Malang dengan jumlah responden 70
mahasiswa yang dilakukan pada tanggal 25-26 September 2018
1.3. Analisis Deskriptif
Tabel 4.1.
Analisis deskriftif
Descriptive Statistics
N Minimu
m Maximu
m Mean Std.
Deviation
Statistic Statistic Statistic Statistic
Std. Error Statistic
Subjective Well-Being
112 149 234 180.04 1.377 14.568
Quality Of Life 112 55 99 76.49 .713 7.542
Religiusitas 112 104 148 124.97 .871 9.218
Valid N (listwise) 112
66
Dari tabel 4.1. di atas hasil output analisis deskriptif memberikan arti
sebagai berikut:
1. Variabel Subjective Well-Being (SWB) memiliki nilai terendah 149
dan nilai tertinggi 234 dan mempunyai nilai rata-rata sebesar 180.04
dengan standar deviasi (tingkat sebaran datanya) sebesar 14,568. Hal
ini menunjukkan bahwa responden menilai item skala psikologi
tentang variabel subjective well being sesuai dengan apa yang pada
dirinya.
2. Variabel Quality Of Life memiliki nilai terendah 55 dan nilai tertinggi
99 dan nilai rata-rata sebesar 76,49 dengan standar deviasi 7,542 hal
ini menunjukkan bahwa responden menilai item skala psikologi
quality of life sesuai dengan dirinya.
3. Variable Religiusitas memiliki nilai terendah 104 dan nilai tertinggi
148 dengan nilai rata-rata 124,97 dan standar deviasi sebesar 9,218
artinya variabel religiusitas di nilai oleh responden sesuai dengan
dengn dirinya.
1.4. Identifikasi Skor
4.4.1. Identifikasi Skor Subjective Well-Being
Skala subjective well-being ini memberikan gambaran persepsi
mahasiswa terhadap diri mereka terkait dengan kesejahteraaan hidup dan
bagaimana afek positif dan afek negatif yang berasal dari diri mereka sendiri.
Artinya responden diminta untuk memberikan penilaian dan merespon
sejauh mana subjective well-being mereka.
Dalam menentukan tinggi rendahnya variabel subjective well-being
digunakan 5 kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat
rendah. Jumlah aitem yang digunakan untuk mengukur varaibel ini adalah 60
67
aitem valid. Skor hipotetik yang diperoleh dari 240 (4X60) sampai 60
(1X60). Untuk mengetahui subjective well-being digunakan rumus :
ί = skor tertinggi - skor terendah
banyak kategori
ί = 4(60) - 1 (60)
5
ί = 36.
Tabel 4.2.
Kategori Skor Subjective Well-Being
Kategori Skor Subjective Well-Being
No Kategori Skor N Presentase %
1 Sangat Tinggi 207 ≤x≤ 240 9 8%
2 Tinggi 171 ≤x≤ 206 92 80%
3 Sedang 132 ≤x≤ 170 11 12%
4 Rendah 96 ≤x≤ 131 - -
5 Sangat Rendah 60 ≤x≤ 95 - -
Jumlah 112 100%
SD=14,568 Max= 234 Min=149
Berdasarkan tabel 4.2. dapat disimpulkan bahwa mahasiswa sekolah
teologi yang berada dibawah naungan yayasan PINTA mempunyai
subjective well being (80%) pada kategori tinggi.
4.4.2. Identifikasi Skor Quality Of Life
Untuk menetukan tinggi rendahnya variabel quality of life, digunakan 5
kategori, yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.
Jumlah item yang digunakan untuk mengukur quality of life adalah 26 item
68
dengan daya diskriminasi yang baik. Maka nilai tertinggi yang diperoleh
yaitu 104 ( 4× 26) dan nilai terendah 26 (1 × 26). Perhitungan interval dapat
dilihat sebagai berikut :
i = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖−𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖
i = 104−24
5
i = 16
Tabel 4.3.
Kategori Skor Quality Of Life
Kategori Skor Qualiti Of Life
No Kategori Skor N Presentase %
1 Sangat Tinggi 94 ≤x≤ 104 24 21%
2 Tinggi 77 ≤x≤ 93 80 72%
3 Sedang 60 ≤x≤ 76 8 7%
4 Rendah 43 ≤x≤ 59 - -
5 Sangat Rendah 26≤x≤ 42 - -
Jumlah 112 100%
SD=7,542 Max= 99 Min=55
Berdasarkan tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
mahasiswa sekolah teologi yang berada dibawah naungan yayasan PINTA
72% mempunyai quality of life pada kategori tinggi
.
69
4.4.3. Identifikasi Skor Religiusitas
Untuk menetukan tinggi rendahnya variabel religiusitas, digunakan 5
kategori, yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.
Jumlah item yang digunakan untuk mengukur religiusitas adalah 38 item
dengan daya diskriminasi yang baik. Maka nilai tertinggi yang diperoleh
yaitu 152 ( 4× 38) dan nilai terendah 38 (1 × 38). Perhitungan interval dapat
dilihat sebagai berikut :
i = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖−𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖
i = 152−38
5
i = 23
Tabel 4.4.
Kategori Skor Religiusitas
Kategori Skor Religiusitas
No Kategori Skor N Presentase %
1 Sangat Tinggi 129 ≤x≤ 152 60 53%
2 Tinggi 106 ≤x≤ 128 52 47%
3 Sedang 83 ≤x≤ 105 - -
4 Rendah 61 ≤x≤ 82 - -
5 Sangat Rendah 38 ≤x≤ 60 -
-
Jumlah 112 100%
SD=9,218 Max= 148 Min= 104
Berdasarakan tabel 4.4 dapat disimpulkan bahwa religiusitas
mahasiswa teologi yang berada di bawah naungan Yayasan PINTA berada
dalam ketegori tinggi dan sangat tinggi hal ini dapat terlihat dari persentase
religiusitas yaitu 53% dan 47%.
70
4.5. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik yang digunakan daam penelitian ini adalah uji
normalitas, uji multikolinearitas, uji heterokedastisitas dan uji linearitas.
4.5.1 Uji Normalitas
Uji normalitas dapat dilakukan dengan melihat grafik histogram, P-P
Plot Test dan hasil uji menggunakan One Sample Kolmogorov Smirnov.
Tabel 4.5.
Uji Nomarlitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 112
Normal Parametersa Mean .0000000
Std. Deviation 11.07982241
Most Extreme Differences Absolute .074
Positive .074
Negative -.042
Kolmogorov-Smirnov Z .788
Asymp. Sig. (2-tailed) .565
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data
Berdasarkan Tabel 4.5. dari data one Sample Kolmogorov-Smirnov di
atas dilihat Asymp. Sig. (2 – tailed) Nilai p= 0,565 (p > 0,05. Dengan
demikian dapat diartikan bahwa nilai residual normal dan memenuhi asumsi
untuk menggunakan analisis regresi.
71
Gambar 4.6.
Histogram
Berdasarkan Gambar 4.6. di atas histogram menunjukkan pola
distribusi normal. Karena memperlihatkan grafik yang mengikuti sebaran
kurva normal, dimana kurva normal berbentuk lonceng/ bell shaped curve
tidak menceng ke kiri atau ke kanan.
Tabel 4.2
Gambar 4.7.
Grafik Uji Normalitas
72
Dari Gambar 4.7. grafik uji normalitas di atas, menunjukan bahwa
titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebaran mengikuti arah
garis diagonal sehingga dapat dikatakan bahwa data distribusi normal atau
model garis layak dipakai untuk memprediksi Subjective Well-Being
berdasarkan masukan data variabel Quality Of Life dan Religiusitas sebagai
variabel independen.
4.5.2. Uji Multikolinearitas
Uji multikolenritas dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah
pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen.
Sebab jika ada korelasi antar variabel independen maka ada masalah dengan
multikolinearitas. Pengujian dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan
Variance Inflation Factor (VIF). Multikolinearitas akan terjadi jika nilai
tolerance ≥ 0,10 dan VIF ≤ 10 (Ghozali, 2006)
Tabel 4.8.
Hasil uji Multikolinearitas
Tabel 4.8. menunjukan bahwa nilai tolerance variabel quality of life
dan religiusitas yakni 8,91>0,10. Sementara nilai VIF variabel Quality Of
Life dan Religiusitas yakni 1,122<10,00 sehingga dapat disimpulkan tidak
terjadi multikolonieritas pada variabel bebas yang digunakan.
Coefficientsa
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 Quality Of Life .891 1.122
Religiusitas .891 1.122
a. Dependent Variable: Subjective Well- Being
73
Uji multikolinieritas juga dapat dilakukan dengan melihat matriks
korelasi antar variabel – variabel bebas (zero oreder correlation matrix) yaitu
jika variabel bebas ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya 0,90), maka
hal tersebut mengindikasikan gejala multikolinearitas (Ghozali, 2009). Hasil
uji zero order correlation matrix dapat dilihat pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9.
Hasil Uji Zero Order Correlation Matrix
Correlations
Control Variables Quality Of
Life Religiusi
tas Subjective Well-Being
-none-a Quality Of Life
Correlation 1.000 .330 .583
Significance (2-tailed)
. .000 .000
Df 0 110 110
Religiusitas Correlation .330 1.000 .462
Significance (2-tailed)
.000 . .000
Df 110 0 110
Subjective Well-Being
Correlation .583 .462 1.000
Significance (2-tailed)
.000 .000 .
Df 110 110 0
Subjective Well-Being
Quality Of Life Correlation 1.000 .084
Significance (2-tailed)
. .380
Df 0 109
Religiusitas Correlation .084 1.000
Significance (2-tailed)
.380 .
Df 109 0
a. Cells contain zero-order (Pearson) correlations.
Berdasarkan tabel 4.9. di atas menunjukan bahwa besaran koefisien
korelasi antar variabel quality of life dengan religiusitas adalah 1.000 dan 0,
74
84 (p < 0,90), sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terdapat masalah
multikolinearitas diatas variabel subjective well-being.
4.5.3. Uji Heterokedastisitas
Pada pengujian heterokedastisitas digunakan dengan tujuan untuk
menguji apakah sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari
residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lainnya, apabila terjadi
varians tetap maka terjadi masalah heterokedastisitas. Hal ini dikarenakan
bahwa model regresi yang baik adalah homokedastisitas atau tidak terjadi
heterokedastisitas (Santoso, 2000).
Gambar 4.10.
Hasil Uji Heterokedastisitas
Berdasarkan gambar 4.10. terlihat bahwa titik-titik menyebar secara
acak dan tidak membentuk pola-pola tertentu yang jelas. Titik-titik tersebut
tersebar di atas maupun di bawah angka 0 (nol) pada sumbu Y. Hal ini
75
menunjukkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi,
sehingga bisa dipakai untuk memprediksi variabel subjective wee-being
dengan berdasarkan quality of life dan religiusitas.
4.5.4. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui hubungan secara linear antar
variabel. Suatu data dapat dikatakan ada hubungan linear apabila nilai p <
0.05.
Tabel 4.11.
Hasil Uji Linearitas Quality Of Life dengan Subjective Well-Being
ANOVA Table
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Subjectiv
e Well-
Being * Quality
Of Life
Betwee
n
Groups
(Combi
ned) 12960.643 33 392.747 2.891 .000
Linearit
y 8003.085 1 8003.085 58.912 .000
Deviati
on from
Linearit
y
4957.558 32 154.924 1.140 .314
Within Groups 10596.133 78 135.848
Total 23556.777 111
Tabel 4.11. diatas dapat disimpulkan bahwa nilai signifikansi linearitas
sebesar 0,000 (p<0,05) dan nilai signifikansi penyimpangan linearitas
sebesar 0,314 (p>0,05) hal ini berarti terdapat linearitas antara subjective
well-being dengan quality of life.
76
Tabel 4.12
Hasil Uji Linearitas Religiusitas dengan Subjective Well-Being
ANOVA Table
Sum of
Squares df Mean
Square F Sig.
Subjective
Well- Being *
Religiusitas
Between
Groups
(Combined) 11674.048 32 364.814 2.425 .001
Linearity 5036.785 1 5036.785 33.486 .000
Deviation
from Linearity 6637.264 31 214.105 1.423 .107
Within Groups 11882.729 79 150.414
Total 23556.777 111
Tabel 4.12 dapat di simpulkan bahwa terdapat koefisian signifikansi
dari linearitas sebesar 0.000 (p<0,05) dan koefisien signifikansi
penyimpangan linearitas sebesar 0,107 (p>0,05) hal ini menunjukan terdapat
linearitas antara subjective well-being dan religiusitas.
4.6. Uji Hipotesis
Hipotesis 1: quality of life dan religiusitas berpengaruh signifikan
secara simultan terhadap subjective well-being mahasiswa teologi dibawah
naungan yayasan PINTA.
Untuk melakukan pengujian hipotesis ini, penulis menggunakan uji
regresi berganda dua variabel. dua variabel yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah dua variabel independen yaitu quality of life dan religiusitas.
77
Tabel 4.13.
Hasil Uji Regresi Berganda Signifikansi Nilai F
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 9930.143 2 4965.072 39.716 .000a
Residual 13626.634 109 125.015
Total 23556.777 111
a. Predictors: (Constant), Religiusitas, Quality Of Life
b. Dependent Variable: Subjective Well- Being
Berdasarkan tabel 4.13 maka didapat nilai F hitung 39,716 dengan
tingkat signifikansi 0,000 (p < 0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa
Quality of life (X1), Religiusitas (X2) secara simultan berpengaruh signifikan
terhadap subjective well-being mahasiswa teologi yang bernaung di Yayasan
PINTA.
Tabel 4.14
Hasil Uji Korelasi Regresi Quality Of Life, Religiusitas terhadap
Subjective Well-Being
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .649a .422 .411 11.181
a. Predictors: (Constant), Religiusitas, Quality Of Life
Sumbangan prediktor digunakan untuk mengetahui berapa besar
sumbangan efektif masing – masing variabel independen. Sumbangan efektif
semua variabel sama dengan koefisien determinasi (Budiono, 2004).
Sumbangan efektif dapat dihitung dengan rumus :
SE (X) % = 𝜷𝑿 x 𝒓𝒙𝒚 x 100 %
78
Koefisien Korelasi dari variabel quality of life dan religiusitas dapat dilihat
sebagai berikut :
SE (X1)% = Nilai β × Koefisien korelasi X1Y × 100%
= 0,483 × 0,583 × 100%
= 28, 16%
SE (X2)% = Nilai β × Koefisien korelasi X2Y × 100%
= 0,303 × 0,84 × 100%
= 13,99%
Hasil sumbangan prediktor quality of life dan religiusitas menunjukan
besarnya pengaruh yang diberikan oleh masing – masing variabel
independen terhadap variabel dependent. Quality of life memberikan
pengaruh yang signifikan sebesar 28,15% dan religiusitas memberikan
pengaruh yang signifikan sebesar 13,99%.
Tabel 4.15
Hasil Uji Regresi Berganda Nilai Koefisien Beta dan Nilai t Variabel
Independen Terhadap Variabel Dependent
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 48.860 15.771 3.098 .002
Quality Of
Life .933 .149 .483 6.256 .000
Religiusita
s .479 .122 .303 3.926 .000
a. Dependent Variable: Subjective Well- Being
Dari hasil Tabel 4.15 diatas mendapatkan t hitung quality of life 6,256
dengan tingkat signifikansi 0,000 (p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan
79
bahwa variabel bebas quality of life secara parsial berpengaruh secara
signifikan terhadap subjective well-being.
Hasil pengujian variabel religiusitas didapatkan nilai dari t hitung
sebesar 3,926 dengan tingkat nilai signifikansi 0,000 (p < 0,05) dapat
disimpulkan bahwa variabel religiusitas berpengaruh signifikan secara
parsial terhadap subjective well-being.
Dari tabel 4.15. diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:
Y= a+ b1 X1+b2 X2
Y = 48,860 + 0,933 quality of life + 0,479 religiusitas.
Keterangan:
1. Konstanta sebesar 48,860 memiliki arti bahwa jika varaibel
independen dianggap konstan, maka nilai dari subjective well-being
sebesar 48,860.
2. Koefisien regresi quality of life sebesar 0,933 menunjukan bahwa
setiap penambahan satu satuan atau satu tingkatan quality of life akan
berdampak pada peningkatan dari subjective well being sebesar 0,933
satuan.
3. Koefisien regresi religiusitas memberikan pengertian bahwa setiap
penambahan satu satuan atau satu tingkatan religiusits berdampak
pada meningkatnya subjective well-being dengan nilai sebesar 0,479.
4.7. DISKUSI
Dalam pembahasan ini akan disusun sesuai dengan hipotesis. Hipotesis
: Quality Of Life, dan Religiusitas secara signifikan berpengaruh simultan
terhadap subjective well-being mahasiswa Teologi dibawah naungan
80
Yayasan PINTA. Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa quality of life,
dan religiusitas secara signifikan berpengaruh simultan terhadap subjective
well-being mahasiswa teologi di bawah naungan Yayasan PINTA.
Didapatkan nilai F hitung sebesar 39,716 dengan tingkat signifikansi 0,000
(p < 0,05). Kedua variabel memberikan pengaruh yang signifikan sebesar
42,2 yang berarti 42,2 dari variasi yang terjadi pada variabel subjective well-
being, quality of life dan religiusitas dan sisanya 57,8% di pengaruhi variabel
lain yang tidak di teliti dalam penelitian ini.
Hal ini disebabkan karena Quality of life yang dimiliki oleh
mahasiswa seperti kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial dengan dosen
dan mahasiswa lainnya serta lingkungan tempat tinggal yang baik akan
memberikan dampak positif terhadap subjective well-being yang mereka
miliki. Larasati (2009) menyatakan subyek yang memiliki kualitas hidup
positif terlihat dari gambaran fisik subyek yang selalu menjaga
kesehatannya, dalam aspek psikologis individu berusaha meredam emosi
agar tidak mudah marah, hubungan sosial individu baik dengan banyaknya
teman yang dimilikinya, lingkungannya mendukung, dan memberi rasa aman
kepada individu. Sehingga individu dapat mengenali diri sendiri, serta
mampu beradaptasi dengan kondisi yang dialami saat ini, mempunyai
perasaan kasih kepada orang lain dan mampu mengembangkan sikap empati
dan merasakan penderitaan orang lain. Unsar, Erol dan Sut (2016)
menyatakan bahwa dukungan sosial yang mencakup sumber daya yang
dirasakan oleh individu yang diberikan oleh orang lain akan membuat
individu merasa diperhatikan, dihargai dan dianggap menjadi bagian dari
kelompok, hubungan yang baik dan dukungan sosial dapat berperan dalam
meningkatkan kesehatan individu yang berasal dari orang-orang yang
memiliki pengalaman positif serta berperan aktif dalam kehidupan sosial
akan mampu dalam mengatasi stres.
81
Mahasiswa yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi seperti rajin
beribadah, berdoa dan membaca firman Tuhan serta bersyukur akan
memiliki subjective well-being yang baik hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Holder, Coleman, dan Wallace (2010) juga
menjelaskan bahwa religiusitas memiliki pengaruh terhadap tingkat
subjective well-being seseorang. Lebih lanjut Bastaman (dalam Saputri 2011)
menyatakan, bahwa individu yang memiliki tingkat religiusitas tinggi lebih
akan mampu memaknai setiap kejadian hidupnya secara positif, sehingga
hidupnya menjadi lebih bermakna dan terhindar dari stres maupun depresi.
Dengan kata lain, seseorang yang menjalankan kegiatan keagamaan, seperti
beribadah, berdoa, dan membaca kitab suci agama dapat berpengaruh
terhadap kondisi subjective well-being yang baik. Inilah yang menjadi alasan
mengapa quality of life dan religiusitas secara silmultan berpengaruh
siginifikan terhadap subjective well-being mahasiswa teologi di bawah
naungan yayasan PINTA.
Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Berger
(dalam O’ Connor 2013) menemukan bahwa kualitas hidup akan meningkat
seiring dengan menipisnya kesenjangan antara tujuan yang telah dicapai
dengan tujuan yang ingin di capai oleh individu. Hal ini disebabkan karena
mahasiswa menganggap bahwa Quality of life yang mereka miliki
merupakan bagian penting dalam diri mereka, karena dengan memiliki
kualitas hidup yang baik maka mahasiswa akan memiliki subjective well-
being yang baik pula. Hal ini didukung oleh Veenhouven (dalam Diener,
1994) menjelaskan bahwa subjective well-being merupakan tingkat di
mana seseorang menilai kualitas kehidupannya sebagai sesuatu yang
diharapkan dan merasakan perasaan yang menyenangkan, karena subjective
well being menjadikan mahasiswa akan menilai dengan baik kualitas dari
kehidupan mereka.
82
Mahasiswa yang dapat mempraktikkan religiusitasnya seperti
mengampuni orang lain dan mengaplikasikan nilai-nilai agama sebagai dasar
dalam berpikir dan berperilaku dalam kehidupan sosialnya dapat
memberikan kedamaian dan ketentraman jiwa. Hal ini didukung oleh
Edwards, Lapp-Rincker, Magyar-Moe, Rehfedelt, Ryder dan Brown (2002)
mengatakan religiusitas memiliki hubungan dengan prilaku memaafkan
seseorang. Hal ini membuktikan bahwa keyakinan individu yang dalam
terhadap agama berhubungan dengan kesehatan yang dimiliki oleh individu
(Joshi, Kumari, & Jain, 2008), individu dengan keyakinan agama yang
bermakna cenderung mengalami kebahagian dalam hidupnya (Myers &
Diener, 2010).
Penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ashari dan
Dahriyanto (2016) menunjukkan bahwa kebahagiaan dipengaruhi oleh
tingkat religiusitas yang digambarkan dengan kualitas ketaatan beribadah
atau hubungan dengan Tuhan, dan partisipasi individu dalam kegiatan
religius dan peribadatan. Individu yang memiliki kualitas ketaatan beribadah
dan hubungan dengan Tuhan yang baik cenderung memiliki tingkat
subjective well-being yang tinggi. Hal yamng sama juga dikatakan oleh
Paecock dan Paloma (1999) bahwa kedekatan dengan Tuhan merupakan
salah satu prediktor dari kepuasan hidup yang terjadi pada semua rentang
umur.
Lebih lanjut menurut Amir dan Miller (2011), bahwa pemahaman
tentang makna dan tujuan hidup,dan neurotisme terkait dengan kehidupan
keberagamaan seseorang, hal tersebut akan meningkatkan subjective well-
being mereka. Kebahagiaan atau subjecive well being dapat dicapai apabila
seseorang memiliki harga diri ( self esteem), sense of perceived control,
kepribadian, optimisme, pemahaman tentang makna dan tujuan hidup,
neurotisme yang rendah, dan pengaruh masyarakat dan budaya, dan proses
83
kognitif (Winkelmann (2006), Wrosch, Amir, dan Miller (2011), serta
Scherer dan Frisina (2008). Hal yang sama juga dikatakan oleh myers (2008)
bahwa orang yang aktif secara religius merasakan kebahagian yang lebih
besar daripada orang-orang yang tidak religius. Hal yang sama juga
dikatakan oleh Smith, McCullough, dan Poll (2003) religiusitas memiliki
hubungan dengan tingkat depresi yang rendah seperti menurunkan
kecemasan serta meningkatkan optimism (Sherman, Simonton,Adams, Latif,
Plante&Burns, 2001).
Temuan ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Compton,
Smith Cornish dan Qualls (1996); McGregor dan Little (1998) menyatakan
bahwa quality of life tidak berpengaruh secara signifikan terhadap subjective
well-being. Penelitian yang di lakukan. Rahmawaty & Arif Wibowo (2016)
di Universitas Negeri Yogyakarta dengan sampel 262 orang mahasiswa
fakultas ekonomi angkatan 2012 dan 2013 di temukan bahwa aspek sosial
mahasiswa yang diukur dengan pengalaman di asrama kampus, program dan
layanan (terutama untuk siswa internasional) studi internasional, program
layanan spiritual, klub olahraga, dan kegiatan rekreasi ternyata tidak
berpengaruh terhadap kualitas hidup mahasiswa. Faktor ini memberikan
informasi tentang mengapa quality of life tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap subjective well-being karena perbedaan individu dalam
mempersepsikan kualitas hidup dari aspek-aspek seperti fisik, psikology,
hubungan sosial maupun lingkungannya. Moons, et al. (2004), kondisi
kehidupan dipersepsikan oleh individu dalam kaitannya dengan kualitas
kehidupan individu dalam beberapa aspek. Serta adanya kensenjangan dari
apa yang diharapkan terjadi dengan kenyataan yang di alami oleh individu.
O’Connor (2013) mengemukakan bahwa persepsi individu mengenai
kesenjangan antara apa yang ada/terjadi saat ini dengan yang mungkin dapat
terjadi merupakan faktor utama penentu kualitas hidup individu
84
Penelitian ini juga berbeda dengan penelitian yang mengukur
religiusitas terhadap subjective well-being yang di ukur dengan Francis
Scale of Attitude toward Christianity dan kebahagian yang di ukur dengan
Depression Happines Scale, antara lain penelitian yang dilakukan oleh Lewis
(2002) pada mahasiswa Northern Irish, dan penelitian Lewis, Maltby dan
Burkinshaw (2000) pada pendeta Anglican. Selain itu Lewis (2002)
menunjukkan tidak ada hubungannya antara religiusitas dan kebahagiaan
pada mahasiswa University of Ulster, dengan menggunakan kehadiran ke
gereja untuk mengukur religiusitas, dam Depression Happines Sclae untuk
mengukur kebahagian. Dari pengunaan skala tersebut di dapat bahwa
religiusitas berpengaruh secara signifikan terhadap subjective well-being.
Penggunaan skala dapat mempengaruhi dari tingkat signifikansi pengaruh
antar variabel, seperti yang dikatakan oleh Lewis (2002) hal ini disebabkan
karena adanya definisi operasional dan alat ukur yang digunakan, Oxford
Happines Inventory mengukur intensitas kebahagian, sedangkan
Deppression Happiness Scale mengukur frekuensi kebahagian.
Dalam penelitian ini untuk mengukur religiusitas menggunakan skala
dari Glock dan Startk (Glock 1962; Glock dan Startk 1965,1966; Start dan
Glock, 1968 dalam Reitsma, Scheeppers dan Te Grontenhuis, 2006), untuk
mengukur dimensi praktik, kepercayaan, pengalaman religius, pengetahuan
tentang agamanya dan konsekuensi. Sedangkan untuk mengukur subjective
well-being menggunakan skala Huebner (2001). Kedua komponen positif
serta perasaan negatif menggunakan skala dari Craford dan Henry (2004).
Affective well-being diukur dengan menggunakan 20 kata sifat mengenai
suasana hati (mood) dari positive and negative affect schedule (PANAS).
Dari hasil penelitian yang dilakukan dan dengan dukungan dari penelitian-
penelitian terdahulu, maka quality of life dan religiusitas berpengaruh
signifikan secara simultan terhadap terbentuknya subjective well being
85
mahasiswa teologi dibawah naungan yayasan PINTA, hal ini di karenakan
ketika mahasiswa mempunyai kualitas hidup yang baik seperti perasaan yang
menyenangkan dan memiliki dukungan kesehatan, psikologis, dukungan
sosial dan tempat dimana mereka tinggal akan membuat subjective well
being yang baik bagi mahasiswa (lihat tabel 4.3).
Mahasiswa yang memiliki tingkat religius yang tinggi seperti berdoa,
membaca firman Tuhan dan bersyukur akan terhindar dari stres sehingga
membuat mahasiswa mampu memaknai hidupnya dengan positif dan hal itu
membuat hidupnya lebih bermakna. Dan mahasiswa yang memgaplikasikan
atau mempratekkan niali-nilai keagamaan dalam hidupnya akan memiliki
tingkat subjective well-being yang baik dan serta dapat memaknai hidupnya
(lihat tabel 4.4).