46
57 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Profil Centro de Formação da Polícia Setelah Timor Leste secara dejure berpisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, melalui referendum pada tahun 1999. Setelah itu perpolisian Timor Leste sepenuhnya dijalankan oleh United Nation Police (UNPOL). Pada tahun 2000 UNPOL mulai melakukan perekrutan bagi para putra-putri Timor Leste, termasuk mantan Polisi Republik Indonesia (POLRI) yang mengambil keputusan menetap di Timor Leste untuk dilatih menjadi Timor Leste Police Services (TLPS). Gelombang atau angkatan pertama dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan oleh UNPOL tersebut dilantik menjadi anggota polisi pada tanggal 27 Maret 2000, sehingga tanggal tersebut dijadikan sebagai hari jadinya institusi PNTL hingga saat ini. Berdasarkan Decreto Lei nomor 8/2004 tentang Lei Organica da PNTL, pasal 6, kepala Pusat Pedidikan dan Pelatihan/Centro de Formação da Polícia merupakan merupakan pejabat dalam intitusi PNTL, namun lembaga pendidikan yang secara fungsional bertanggungjawab langsung kepada Sekretariat Negara Urusan Keamanan, walaupun secara struktural berada di bawah Komando institusi PNTL. Namun setelah krisis politik pada tahun 2006, Decreto Lei nomor 8/2004 tersebut direvisi dan digantikan dengan Decreto Lei nomor 9/2009. Dalam Decreto Lei nomor

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANmedia.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720115001_4_9473.pdf · 2014-01-13 · organisasi untuk memberikan kompetensi dan sertifikasi bagi para

Embed Size (px)

Citation preview

57

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Profil Centro de Formação da Polícia

Setelah Timor Leste secara dejure berpisah dari Negara Kesatuan Republik

Indonesia, melalui referendum pada tahun 1999. Setelah itu perpolisian Timor Leste

sepenuhnya dijalankan oleh United Nation Police (UNPOL). Pada tahun 2000

UNPOL mulai melakukan perekrutan bagi para putra-putri Timor Leste, termasuk

mantan Polisi Republik Indonesia (POLRI) yang mengambil keputusan menetap di

Timor Leste untuk dilatih menjadi Timor Leste Police Services (TLPS). Gelombang

atau angkatan pertama dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan oleh UNPOL

tersebut dilantik menjadi anggota polisi pada tanggal 27 Maret 2000, sehingga

tanggal tersebut dijadikan sebagai hari jadinya institusi PNTL hingga saat ini.

Berdasarkan Decreto Lei nomor 8/2004 tentang Lei Organica da PNTL, pasal

6, kepala Pusat Pedidikan dan Pelatihan/Centro de Formação da Polícia merupakan

merupakan pejabat dalam intitusi PNTL, namun lembaga pendidikan yang secara

fungsional bertanggungjawab langsung kepada Sekretariat Negara Urusan

Keamanan, walaupun secara struktural berada di bawah Komando institusi PNTL.

Namun setelah krisis politik pada tahun 2006, Decreto Lei nomor 8/2004 tersebut

direvisi dan digantikan dengan Decreto Lei nomor 9/2009. Dalam Decreto Lei nomor

58

9/2009 tersebut CFP secara struktural dan fungsional bertanggungjawab kepada

MABES/Quartel Geral da PNTL.

Centro de Formação da Polícia, terletak di jalan Martires da Patria Comoro-

Dili-Timor Leste. Lembaga ini didirikan pada tahun 2000 oleh pemerintah transisi

PBB di Timor Leste (UNTAET) dengan nama East Timor Police Training Centre.

Tujuan didirikannya lembaga tersebut adalah untuk melatih dan membina putra/putri

Timor Leste menjadi anggota East Timor Police Services (ETPS).

Lahir, tumbuh dan berkembangnya Centro de Formação da Polícia tidak

terlepas dari kehadiran misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Timor Leste. Setelah

referendum pada tahun 1999, dan Timor-Timur terlepas dari Negara Kesatuan

Republik Indonesia, keberadaan Timor Leste menuntut suatu upaya untuk

membentuk sendiri suatu institusi kepolisian untuk menyelenggarakan sistem

pengamanan di Timor Leste. Dalam perkembangannya lembaga ini telah beberapa

kali mengganti pimpinannya, sesuai dengan misi PBB di Timor Leste hingga

pendelegasian wewenang dan tanggungjawab kepada institusi PNTL. Para pimpinan

lembaga tersebut adalah sebagai berikut.

59

Tabel 4.1. Pergantian Pimpinan East Timor Police Training Centre - CFP

No. Nama Negara Asal Tahun

1 Luis Carilho Portugal 2000 - 2001

2 Andrzej Szydlik Norwegia 2001

3 Paulo de Fatima

Martins

Timor Leste (PNTL) 2001 - 2004

4 Julio da Costa Hornai Timor Leste (PNTL) 2004 - 2008

5 Carlor A. Jeronimo Timor Leste (PNTL) 2008 - sekarang

Sumber data: CFP 2013

Lembaga ini kemudian pada tahun 2004 berdasarkan Decreto Lei nomor

8/2004 tentang Lei Organika da PNTL (Undang-Undang tetap) berubah namanya

menjadi Centro de Formação da Polícia Nacional de Timor Leste (CFP), seiring

dengan pendelegasian tugas dan wewenang dari UNPOL kepada PNTL. Decreto Lei

nomor 8/2004 tersebut di atas kemudian direvisi, dan digantikan dengan decreto lei

baru yaitu nomor 9/2009, dimana artikel 39 mengatur tentang Centro de Formação

da Polícia. Berdasarkan artikel 39 tersebut dikembangkan sebuah peraturan internal

(Regimento Interno) CFP untuk dijadikan sebagai pedoman bagi penyelenggaraan

segala aktivitas di CFP.

60

4.1.2. Visi, misi dan kompetensi

Dalam Regimento Interno Centro de Formação da Polícia, yang

dikembangkan dari Decreto Lei nomor 9/2009 bagian VI, pasal 39, dijelaskan bahwa

visi dari CFP adalah menjadi lembaga pendidikan dan pelatihan yang mampu

menciptakan dan mengembangkan sumberdaya Polícia yang professional. Berlandas

pada visi tersebut dijabarkan beberapa misi dan kompetensi CFP untuk mencapai apa

yang menjadi tujuan dan sasaran dalam visi CFP. Misi dan kompetensi daripada CFP

sebagai berikut;

1) Centro de Formação da Polícia merupakan pusat pendidikan dan pelatihan

yang memiliki kapasitas, khusus untuk menyelenggarakan diklat sehubungan

dengan moral, kultural, fisik dan teknik professional kepada perwira, sarsan dan

agent, untuk mengaktualisasi spesialisasi dalam melaksanakan tugas, serta

menghargai kemampuan yang mereka miliki;

2) Melalui disposisi Comandante Geral/komandan umum PNTL, menunjuk

seorang perwira berpangkat superintendente Xefe untuk mengepalai CFP;

3) CFP bertanggungjawab merancang konsep sistem diklat; termasuk diklat

umum, latihan-latihan khusus, Diklat aktualisasi, dan kursus promosi

kepangkatan untuk semua kategori;

4) CFP bertanggungjawab mengorganisir untuk menyelenggarakan diklat

sebagaimana pada poit 3 di atas, dan mengembangkan kurikulum untuk masing-

masing program;

5) CFP bertanggungjawab merancang rencana tahunan bagi CFP dengan tujuan

dan kepentingan-kepentingan umum dan khusus bagi setiap unit di CFP;

61

6) CFP berkordinasi dengan kementian kehakiman, kejaksaan untuk

menyelenggarakan Diklat yang berhubungan dengan penyelidikan

kejahatan/criminal investigation; dan

7) CFP akan membuat aturan tersendiri yang disahkan oleh dewan

mentri/concelho ministro, untuk menetapkan status instruktur, kurikulum,

sertifikasi Diklat, evaluasi dan validitas Diklat, dan juga berkordinasi dengan

kementrian pendidikaan dan kemetrian urusan dalam negeri sehubungan dengan

dengan program-program yang berhubungan dengan pengetahuan umum.

Berdasarkan visi, misi, dan kompetensi, serta tujuan penyelenggaraan

kegiatan di Centro de Formação da Polícia, maka dikembangkan sebuah struktur

organisasi untuk memberikan kompetensi dan sertifikasi bagi para staf dan instruktur

CFP untuk menduduki jabatan-jabatan di CFP, baik jabatan struktural maupun

jabatan fungsional.

4.1.3. Statuta

Dengan mempertimbangkan independennya dalam penyelenggaraan Diklat,

Centro de Formação da Polícia pada awal berdirinya, secara fungsional

bertanggungjawab secara langsung kepada Kementrian urusan dalam

Negeri/Ministério do Interior, (sekarang Sekretaris Negara Urusan

Keamanan/Secretario do Estado de Segurança). Statuta ini hanya berlaku sampai

dengan tahun 2009, ketika pada tahun 2006 terjadi krisis politik di Timor Leste yang

membawa keterpurukan bagi keberadaan institusi PNTL, statuta ini menjadi berubah

sesuai dengan revisi yang dilakukan terhadap Lei Organika da PNTL. Decreto Lei

62

nomor 8/2004 tentang Lei Organika da PNTL, di revisi dan digantikan dengan

decreto Lei nomor 9/2009. Revisi terhadap decreto lei nomor 8/2004 tersebut

dilakukan oleh dewan meteri dan disetujui oleh parlamen serta disahkan oleh

Presiden. Dalam Lei Organika baru tersebut CFP tidak lagi bertanggungjawab secara

langsung kepada Sekretiaris Negara Urusan Keamanan, melainkan baik secara

struktural dan fungsional bertanggungjawab kepada MABES/Quartel geral PNTL,

dalam hal ini bertanggungjawab kepada Comandante Geral da PNTL.

4.1.4. Struktur Organisasi

Berdasarkan pasal 39 Dekreto Lei nomor 9/2009 tentang Lei Organika da

PNTL dan Regimento Interno CFP, maka dikembangkan sebuah struktur organisasi

untuk memberikan kompetensi dan sertifikasi bagi para staf dan instruktur CFP untuk

menduduki jabatan-jabatan di CFP, baik jabatan struktural maupun jabatan

fungsional. Struktur organisasi CFP tersebut sebagai berikut;

63

Gambar 4.1. Struktur Organisasi CFP

Sumber data: CFP 2013

64

4.1.5. Daftar Pejabat

Sesuai struktur organisasi di atas, terdapat pejabat-pejabat yang menduduki

jabatan-jabatan struktur dan jabatan-jabatan fungsional dalam menyelenggarakan

kegiatan-kegiatan Diklat. Jabatan-jabatan tersebut sebagai berikut;

Tabel 4. 2 Daftar jabatan CFP

No Jabatan Pangkat

1 Kepala CFP

(Comandante CFP)

Superintendente Xefe

2 Wakil Kepala CFP

(20

Comandante CFP)

Superintendente Assisten

3 Kepala Bagian Administrasi

(Xefe Departamento Administração)

Superintendente Assisten

4 Kepala Bagian Ke-Diklat-an

(Xefe Departamento Formação)

Inspector Xefe

5 Kepala Bagian Kemahasiswaan

(Corpu de Alumnos)

Inspector Xefe

6 Kepala Bagian Pendukung

(Pelatão de Apoio e Servicos)

Inspector Xefe

7 Kepala-Kepala Seksi, meliputi;

8 seksi pada Bagian Administrasi

13 seksi pada Bagian Diklat

2 seksi pada Bagian Kesiswaan

1 seksi pada Bagian Pendukung

Sargento - Inspector Xefe

Sumber Data : HRD CFP 2013

65

4.1.6. Program Pendidikan dan kurikulum

Program-program pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh CFP,

antara lain;

1) Program pendidikan dasar dan pelatihan bagi masayarakat umum yang

diseleksi menjadi calon anggota PNTL;

2) Program-program pengembangan, kerjasama CFP dengan institusi relevan

lainnya;

3) Program-program pengembangan instruktur CFP, baik di dalam negeri

maupun luar negeri;

4) Program re-training seluruh anggota PNTL setelah krisis politik tahun 2006;

5) Program-program pengembangan anggota PNTL melalui kerjasama bilateral

dengan Indonesia, Filipina, Thailand, Australia, New Zeland, Portugal, dan

yang lainnya.

Sedangkan kurikulum yang telah diterapkan dan dikembangkan oleh CFP

meliputi; kurikulum diklat dasar, re-training, pelatihan-pelatihan khusus bagi unit-

unit khusus dalam PNTL, kurikulum untuk promosi kepangkatan, kategori sargento/

sersan dan ofisial/perwira.

4.1.7. Instruktur dan Staf Pendukung

Untuk menyelenggarakan proses pendidikan dan pelatihan serta program-

program lain di CFP, maka beberapa anggota PNTL ditempatkan di CFP, baik

sebagai tenaga pengajar/instruktur maupun sebagai staf administrasi. Jumlah anggota

PNTL yang bertugas sebagai instruktur dan staff di CFP pada tahun 2013 adalah 80

personil. Dengan segala kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki oleh setiap personil

66

PNTL, meraka telah mampu menyelenggarakan CFP selama kurang lebih sepuluh

(10) tahun. Kelemahan dan kelebihan tersebut dapat dilihat dari komposisi anggota

PNTL yang ditempatkan di CFP dalam tabel berikut.

Tabel 4.3. Personil PNTL di CFP

No.

Tingkat

Pendidikan

Jenis Kelamin

Jumlah

Persentasi (%) Laki-Laki Perempuan

1 SMP 3 1 4 5

2 SMU 47 5 52 65

3 S1 19 3 22 27.4

4 S2 2 - 2 2.5

Total 80 100

Sumber Data : HRD CFP 2013

Personil PNTL yang bertugas di CFP mempunyai tugas sebagai instruktur,

sebagian sekaligus sebagai staf administrasi. Tenaga administrasi/staf di CFP terdiri

dari 2 jenis tenaga administrasi, yaitu anggota PNTL sendiri dan yang direkrut dari

sipil. Anggota PNTL yang bekerja sebagai tenaga administrasi ditempatkan sesuai

dengan kemampuan dan ketrampilan yang dimilikinya. Sedangkan tenaga

administrasi sipil dipekerjakan pada hal-hal teknis administrasi taua perkantoran.

67

4.1.8. Kerjasama pendidikan

Sejak berdirinya institusi Kepolisian de Timor Leste, institusi tersebut telah

membangun dan mengembangkan kerjasama pendidikan dengan instansi-instansi

terkait, baik di dalam maupun luar negeri. Kerjasama pendidikan di dalam negeri

tersebut, baik dengan instansi-instansi pemerintah maupun non-pemerintah (NGO).

Instansi/lembaga pemerintah yang dimaksud antara lain; parlamen nacional,

kementrian pendidikan, kementrian kehakiman, kementrian kesehatan, kejaksanaan,

Comição Anti Corupção (CAC), Provedoria dos Direitos Homanus e Justiça (PDHJ),

Institusi Nasional Administrasi Publik (INAP), dan yang lainnya. Sedangkan instansi-

instransi non-pemerintah meliputi; LELI (kursus bahasa Ingris), Institusi Camões

(kursus bahasa Portugûes, East Timor Development Agency (ETDA), dan lain-

lainnya. Selain kerjasama dengan isntansi-instansi dalam negeri, CFP juga menjalin

kerjasama dengan Polisi Republik Indonesia (POLRI), Guarda Nacional Repúblicana

(GNR) Portugal, Timor Leste Police Development Program (TLPDP), Justice

Department of USA, Pilipina, ILEA Bangkok, YODO Jepang, Police Diraja

Malaysia, dan lain-lainnya.

4.1.9. Pengembangan

Untuk pengembangan sumberdaya manusia yang ada di CFP, telah dilakukan

beberapa kegiatan pengembangan baik untuk tenaga pengajar/istruktur dan tenaga

administrasi CFP. Kegiatan pengembangan tersebut baik yang diselenggarakan oleh

68

CFP sendiri maupun yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga mitra kerja.

Kegiatan-kegiatan tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 4.4. Kegiatan Pemberdayaan di CFP

No. Jenis Kegiatan Partisipan Tahun & organisasi

Penyelenggara

1 TOT 82

94

-2004 oleh TLPDP

-2007 oleh GNR

2 Computer Course 2000 – 2013 oleh CFP dan

instansi lainnya

3 Ingris dan Portuguêse

Course

-82 oleh INAP

500 oleh LELI

Training specials Trainers 82 2004-2005 oleh TLPDP

4 Re-training 3294 2007-2009 oleh CFP

Sumber data: CFP 2013

Hal ini menunjukan bahwa setiap tahunnya mulai dari tahun 2002 keadaan

sumberdaya manusia (tenaga pengajar dan tenaga administrasi) setiap tahunnya

mengalami peningkatan baik kuantitas dan kualitas. Akan tetapi dilain sisi sebagian

tenaga-tenaga yang telah dipersiapkan untuk kegiatan-kegiatan pendidikan dan

pelatihan di CFP ditransfer ke bagian/unit lain sesuai kebutuhan institusi PNTL.

69

4.2. Pembahasan

Keberhasilan penyelenggaraan diklat akan ditentukan oleh faktor-faktor yaitu

meliputi; analisis stratejik, penetapan kompetensi yang dibutuhkan, pengukuran

kompetensi yang dimiliki, menganalisis kebutuhan diklat, merancang diklat,

menyelenggarakan diklat, dan melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan diklat

dan evaluasi hasil diklat. Faktor-faktor tersebut apabila berada dalam suatu kerangka

proses, akan menunjang berhasilnya penyelenggaraan diklat. Dengan kata lain bahwa

faktor yang menentukan keberhasilan diklat adalah sebuah proses penyelenggaraan

diklat yang dilakukan secara terintegrasi, mulai dari analisis stratejik sampai kepada

evaluasi hasil diklat.

Dalam proses penyelenggaraannya agar diklat menghasilkan oucomes yang

berkompeten dan profesional sesuai tujuan dan harapan, maka syarat utama yang

harus dipenuhi adalah adanya manajemen penyelenggaraan diklat yang baik dan

berwawasan futuristik. Dalam manajemen penyelenggaraan diklat yang baik dan

berwawasan futuristik tersebut setidaknya ada tiga aspek yang perlu diperhatikan,

yaitu; aspek standar kualitas, aspek jaminan kualitas, dan aspek kualitas

pengawasan/pengendalian.

Standar kualitas (quality standard) diklat dibuktikan dengan diciptakannya

pedoman-pedoman diklat dan panduan teknis/Standart Operation Procedure (SOP)

yang dijadikan tolak ukur bagi lembaga penyelenggara diklat untuk

menyelenggarakan diklat. Penetapan standar kualitas melalui pedoman-pedoman

70

harus terus ditingkatkan kualitasnya sehingga tetap sejalan dengan perkembangan

lingkungan strategis tempat penyelenggaraan diklat. Pedoman-pedoman dan atau

SOP tersebut hendaknya disepakati bersama dengan unit-unit kerja yang relevan

dalam organiasasi, baik horizontal mau vertikal, sehingga pedoman-pedoman

tersebut ditetapkan sebagai acuan dalam penyelenggaraan diklat oleh semua unit-unit

kerja organisasi.

Jaminan kualitas (quality assurance) diperlukan sebagai suatu upaya untuk

menjamin kualitas penyelenggaraan dan hasil diklat. Institusi penyelenggara diklat

bertanggung jawab memotret kapasitas semua lembaga penyelenggara diklat melalui

kegiatan akreditasi dan sertifikasi, dengan menekankan beberapa hal sebagai

indikator yang perlu diperhatikan, yaitu; kelembagaan, design program dan

kurikulum (sasaran, tujuan, metode pembelajaran), sumberdaya manusia

penyelenggara (peserta dan tenaga pendidik dan pelatih) serta sarana prasarana diklat.

Tenaga pendidik dan pelatih/instruktur hendaknya diseleksi dengan ketat oleh pihak

yang berwenang, dengan syarat utama bahwa para instruktur harus menguasai disiplin

ilmu tertentu serta memiliki kemampuan dalam melakukan proses pembelajaran, baik

di kelas maupun di luar kelas.

Pengendalian/Pengawasan kualitas (quality control) diwujudkan dalam bentuk

pelaporan penyelenggaraan diklat sebelum dan sesudah diklat diselenggarakan

melalui suatu evaluasi terhadap proses penyelenggaraan diklat. Di samping itu juga

harus mengajukan regristrasi dan pengesahan ijazah atau sertifikat tanda tamat

71

pendidikan atau pelatihan. Selanjutnya lembaga penyelenggara diklat harus

melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penyelenggaraan diklat dan hasil diklat.

Lembaga penyelenggara diklat maupun lembaga-lembaga kemitraan harus melakukan

kerjasama dalam pengawasan guna menjamin mutu pelaksanaan diklat untuk

mencapai tujuan dan sasaran diklat.

Untuk mencapai sebuah penyelenggaraan diklat yang berhasil dan dapat

mencapai tujuan yang ditargetkan maka harus diawali dengan sebuah proses

persiapan yang matang, mulai dari melakukan analisis stratejik sampai kepada

meakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan diklat dan evaluasi hasil diklat.

4.2.1. Melakukan Analisis Stratejik.

Diselenggarakannya diklat, ditujukan untuk menciptakan dan

mengembangkan sumberdaya manusia yang lebih berwawasan luas dan mampu

menyelenggarakan pelayanan publik yang profesional. Mengingat pentingnya diklat

yang diberikan untuk pengembangan sumberdaya manusia dalam suatu organisasi

maka berbagai persiapan yang berkaitan dengan keberhasilan dalam penyelenggaraan

diklat sangat dibutuhkan.

Dalam tahap awal proses penyelenggaraan diklat dilakukan identifikasi

terhadap faktor-faktor internal maupun faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi

eksistensi lembaga penyelenggara diklat. Faktor-faktor internal meliputi kelebihan

72

dan kelemahan lembaga penyeleggara diklat, sedangkan faktor-faktor stratejik

eksternal berupa kesempatan dan tantangan yang dihadapi, termasuk peraturan-

peraturan atau kebijakan-kebijakan pemerintah yang telah ditetapkan sehubungan

dengan proses penyelenggaraan diklat. Berdasarkan analisis stratejik yang dibuat,

ditetapkan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai dalam penyelenggaraan diklat.

Analisis stratejik diklat harus dibuat secara periodik dalam kurun waktu tertentu

dengan mempetimbangkan dan memperhatikan rencana stratejik yang telah ada,

memperhatikan keterkaitan tugas, mempertimbangkan kompleksitas dan tantangan

tugas, kapasitas lembaga dan tenaga ke-diklat-an, kebutuhan peserta dan hasil

evaluasi sebelumnya.

Pada dasarnya analisis stratejik organisasi merupakan suatu proses untuk

mengumpulkan dan menganalisa berbagai informasi untuk mengidentifikasi hal-hal

yang dimiliki dan diperlukan organisasi dalam penyelenggaraan diklat. Sebab

bagaimanapun lengkapnya sarana-prasarana, lingkungan pembelajaran, diklat tidak

akan mencapai hasil yang diharapkan oleh organisasi, apabila tidak disertai dengan

suatu analisis terhadap lingkungan internal dan lingkungan eksternal organisasi.

Dengan analisis yang dilakukan sebelum penyelenggaraan diklat akan membantu

memperlancar penyelenggaraan diklat, sebab berbagai kebutuhan penyelenggaraan

diklat akan diketahui, dipenuhi sebelum penyelenggaraan diklat dimulai.

Tujuan dilaksanakannya analisis stratejik organisasi adalah untuk

mengidentifikasi kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan serta peluang dan

73

hambatan atau tuntutan-tuntutan kinerja yang diharapkan oleh organisasi sebagai

pedoman untuk menentukan langkah-langkah berikutnya dalam penyelenggaraan

diklat, meliputi tingkat organisasi, tingkat individu, dan tingkat tugas/pekerjaan.

Sebab jika analisis stratejik diklat tidak dilakukan dengan baik, maka akan

berdampak pada kualitas penyelenggaraan diklat, serta program-program yang

dirancang dalam diklat tidak sesuai dengan eksistensi organisasi penyelenggara dan

peserta diklat. Selain itu dengan melakukan analisis stratejik terhadap kelemahan dan

kelebihan serta peluang dan hambatan organisasi, hasilnya akan memberikan solusi

bagaimana cara mengantisipasi dan menyelesaikan masalah-masalah yang menjadi

tanggungjawab organisasi. Untuk mencapai harapan tersebut di atas maka hal-hal

yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan analisis stratejik organisasi adalah;

1) Menganalisis faktor-faktor lingkungan internal organisasi yang semakin

kompleks, meliputi; aspek organisasi antara lain jaringan komunikasi, hierarkhi,

struktur organisasi, prosedur-prosedur, dan kemampuan tim, aspek personil

organisasi, aspek keuangan organisasi, sarana-prasarana, dan lainnya dalam

organisasi; dan

2) Faktor-faktor lingkungan eksternal, meliputi kekuatan-kekuatan politik dari

pemerintah untuk mengintervensi penyelenggaraan diklat, kekuatan-kekuatan

sosiokultural yang memuat nilai-nilai sosial dalam masyarakat, dukungan

finansial dari pemerintah dan lembaga donatur/mitra kerja, dan lain-lain dari

luar organisasi.

74

Menurut informasi yang penulis peroleh selama melakukan penelitian,

pimpinan Centro de Formação da Polícia, mengatakan bahwa;

“Salah satu tujuan dan sasaran penyelenggaraan diklat di CFP adalah untuk

merespon kebijakan pemerintah Timor Leste yang memberi target bahwa tahun

2016 personil institusi PNTL harus mencapai jumlah sebanyak 5000 personil.

Oleh karena itu mulai tahun 2011- 2016 CFP harus mampu mencetak personil

muda PNTL kurang lebih 1500 personil sebab institusi PNTL kini telah memiliki

3361 personil”.

Untuk mencapai target pemerintah tersebut, dan sesuai dengan perubahan

yang terjadi pada Lei Organika da PNTL, tentang karakter pelatihan, kedisiplinan dan

status personal PNTL yang bersifat militer, serta dengan mempertimbangakan tenaga

pengajar di CFP, pemerintah telah mengambil sebuah keputusan untuk bekerjasama

dengan GNR Portugal untuk membantu menyelenggarakan pendidikan dasar dan

pelatihan bagi siswa baru/kadets PNTL. Akan tetapi keputusan tersebut belum

mampu menjawab persoalan dasar penyelenggaraan diklat di CFP.

Seorang staf di Centro de Formação da Polícia mengatakan bahwa;

“Proses penyelenggaraan diklat tidak diawali dengan analisis stratejik yang

matang terhadap eksistensi institusi PNTL terlebih CFP. Terkesan kegiatan

penyelenggaraan diklat lebih mementingkan unsur-unsur atau kepentingan-

kepentingan politik, sehingga persiapan-persiapan yang telah dilakukan oleh CFP

bersama para mitra kerja sebelumnya tidak dimanfaatkan dengan baik.

Sejalan dengan pendapat instruktur di atas seorang instruktur lain mengatakan bahwa;

“Kehadiran para mitra kerja menjadi kontradiksi antara yang satu dengan yang

lainnya, misalnya antara Timor Leste Police Development Program (TLPDP)

dengan Guarda Nacional Repúblicana (GNR) Portugal, sehingga persiapan-

persiapan atau uapaya-upaya yang telah dilakukan bersama dengan TLPDP

75

seolah kurang dimanfaatkan. Proses penyelenggaraan diklat hanya sebuah

pekerjaan bongkar pasang, karena tidak melakukan suatu rencana stratejik yang

kontinuitas”.

Akan tetapi ketika peneliti mengkonfirmasikan informasi tersebut kepada salah

seorang pimpinan CFP, ia menjelaskan bahwa;

“stratejik yang dibuat oleh CFP dalam melakukan kerjasama dengan para mitra

dibedakan dalam kategori-kategori tertentu. Kerjasama dengan TLPDP adalah

untuk menyelenggarakan pelatihan-pelatihan khusus dan diklat untuk kategori

sarsan dan perwira. Sedangkan kerjasama dengan GNR Portugal adalah untuk

menyelenggarakan pendidikan dasar dan pelatihan bagi siswa baru/kadetes,

sambil membekali instruktur PNTL dengan pelatihan, kedisiplinan dan status

personal yang bersifat militer, sebab GNR Portugal merupakan lembaga yang

latarbelakang pelatihannya bersifat militer. Setelah itu kompetensi sepenuhnya

akan diberikan kepada instruktur PNTL. Menurut rencana konpetensi itu akan

diberikan pada penyelenggaraan diklat pada fase berikutnya”.

Mencermati informasi yang diperoleh melalui wawancara dan hasil observasi

peneliti di lapangan (CFP), menunjukan bahwa dalam proses persiapan atau analisis

stratejik penyelenggaraan pendidikan dasar dan pelatihan setelah terjadi krisis politik

pada tahun 2006, tampaknya belum mengarah kepada manajemen stratejik yang baik

sesuai tuntutan lingkungan internal CFP maupun tuntutan kebutuhan pelayanan

anggota PNTL di lapangan. Oleh karena adanya intervensi dari pemerintah melalui

kebijakan-kebijakan pemerintah yang mengharuskan untuk merubah prinsip dasar

pelatihan, kedisiplinan, dan status personal PNTL dari sipil menjadi militer, dengan

mendatangkan personil-personil GNR Portugal untuk membantu menyelenggarakan

proses diklat. Sementara di lain pihak akibat dari kebijakan tersebut instruktur

76

lokal/instruktur PNTL yang merasa diri telah siap untuk menyelenggarakan diklat

menjadi pasif dalam proses penyelenggaraan diklat.

Stratejik yang dilakukan untuk memperoleh dukungan dari luar dilakukan

dengan kurang memperhatikan kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan yang

telah dimiliki oleh CFP. Serta kurang adanya komunikasi internal CFP baik secara

struktural maupun secara fungsional, sehingga mengakibatkan adanya perbedaan-

perbedaan persepsi dalam proses penyelenggaraan diklat. Dalam analisis stratejik

seharusnya dilakukan prioritas-prioritas program, menyeleksi kebutuhan-kebutuhan

stratejik yang mempunyai dampak bagi internal organisasi maupun eksternal

organisasi, seperti para mitra kerja dan mayarakat umum sebagai pengguna atau

penerima pelayanan PNTL.

Kebijakan untuk menghadirkan personil GNR Portugal setelah krisis 2006,

untuk membantu CFP menyelenggarakan pendidikan dasar dan pelatihan memberi

kesan yang kurang baik terhadap hubungan kerjasama yang telah dibangun

sebelumnya bersama Timor Leste Police Development Programm (TLPDP) dan juga

terhadap semangat kerja para staf dan instruktur CFP, sebab program-program

pendidikan dasar dan pelatihan yang telah dirilis oleh UNPOL dan TLPDP

sebelumnya, yaitu dengan mempersiapkan instruktur-instruktur PNTL melalui

beberapa kali melakukan Training of Trainers/TOT bagi instruktur CFP, terkesan

tidak dimanfaatkan.

77

Kemampuan-kemampuan yang telah dimiliki oleh CFP seperti sarana-

prasarana yang banyak disuport oleh TLPDP, persiapan-persiapan instruktur yang

telah dilakukan sampai kepada sertifikat 4 oleh TLPDP, serta TOT yang telah

dilakukan oleh GNR Portugal kepada para instruktur CFP setelah krisis 2006,

seharusnya dapat dimanfaatkan dengan maksimal untuk menyelenggarakan diklat.

Sehingga CFP dipandang sebagai lembaga penyelenggara diklat yang memiliki

kemampuan dan mampu menyelenggarakan diklat yang bermutu, serta tidak

membutuhkan intervensi dari pihak luar yang berlebihan.

4.2.2. Menetapkan Kompetensi Yang Dibutuhkan.

Penyelenggaraan diklat yang profesional dan mencapai tujuan dan sasaran,

membutuhkan kompetensi-kompetensi yang cukup bagi penyelenggara diklat

sehingga dalam penyelenggaraan diklat, memungkinkan para penyelenggara mampu

menerapkan kemampuan yang dimiliki. Setiap pejabat dalam organisasi

penyelenggara diklat membutuhkan kompetensi untuk melakukan apa yang menjadi

tugas dan tanggungjawab yang diberikan dalam menyelenggarakan diklat.

Kompetensi yang diberikan kepada Centro de Formação da Polícia

sebagaimana tercantum dalam pasal 39 Decreto Lei nomor 9/2009, tentang Lei

Organika da PNTL, yaitu bahwa

1. Centro de Formação da Polícia merupakan pusat pendidikan dan pelatihan

yang memiliki kapasitas, khusus untuk menyelenggarakan diklat sehubungan

dengan moral, kultural, fisik dan teknik professional kepada perwira, sarsan

78

dan agent, untuk mengaktualisasi spesialisasi dalam melaksanakan tugas, serta

menghargai kemampuan yang mereka miliki;

2. Melalui disposisi Comandante Geral/komandan umum PNTL, menunjuk

seorang perwira berpangkat superintendente Xefe untuk mengepalai CFP;

3. CFP bertanggungjawab merancang konsep sistem diklat; termasuk diklat

umum, latihan-latihan khusus, diklat aktualisasi, dan kursus promosi

kepangkatan untuk semua kategori;

4. CFP bertanggungjawab mengorganisir untuk menyelenggarakan diklat

sebagaimana pada poit 3 di atas, dan mengembangkan kurikulum untuk

masing-masing program;

5. CFP bertanggungjawab merancang rencana tahunan bagi CFP dengan tujuan

dan kepentingan-kepentingan umum dan khusus bagi setiap unit di CFP;

6. CFP berkordinasi dengan kementrian kehakiman, kejaksaan untuk

menyelenggarakan diklat yang berhubungan dengan penyelidikan

kejahatan/criminal investigation; dan

7. CFP akan membuat aturan tersendiri yang disahkan oleh dewan

mentri/concelho ministro, untuk menetapkan status instruktur, kurikulum,

sertifikasi diklat, evaluasi dan validitas diklat, dan juga berkordinasi dengan

kementrian pendidikaan dan kemetrian urusan dalam negeri sehubungan

dengan dengan program-program yang berhubungan dengan pengetahuan

umum.

Sehubungan dengan kompetensi yang telah diberikan kepada CFP dalam

menyelenggarakan diklat kepolisian, CFP tentu saja perlu menetapkan dan

mendistribusikan kompetensi-kompetensi tersebut kepada unit-unit kerja yang

relevan dalam organisasi agar unit-unit tersebut memiliki kompetensi kerja dalam

melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang diberikan, sesuai dengan struktur

79

organisasi yang ada. Kompetensi kerja merupakan kemampuan kerja setiap individu

dalam organisasi, yang mencakup aspek pengetahuan, aspek ketrampilan, dan aspek

sikap, sesuai dengan standar-standar yang telah ditetapkan bagi setiap unit kerja

melalui pembagian kerja (deskrisaun de servisu). Menurut informasi yang diperoleh

dari kepala bagian Ke-diklat-an CFP mengatakan bahwa;

“Kita sudah memiliki sumberdaya manusia yang cukup, tetapi dalam dunia

global, kita membutuhkan kerjasama dengan negera-negara lain yang mau

berkontribusi dalam pengembangan semberdaya manusia, dalam hal ini diklat.

Instruktur PNTL hanya menguasai dua bahasa yaitu bahasa Tetum dan bahasa

Indonesia. Hanya sedikit saja yang menguasai bahasa Português, sementara

konstitusi RDTL mencantumkan juga bahasa Português sebagai bahasa resmi

negara. Jadi instruktur CFP juga harus menguasai bahasa Português untuk lebih

mengembangkan mutu dari penyelenggaraan diklat”.

Sehubungan dengan kompetensi yang dibutuhkan, seorang instruktur menjelaskan

bahwa;

“Kami membutuhkan para pengurus CFP yang mampu mengambil kebijakan-

kebijakan dengan memperhatikan kondisi ril CFP dengan memikirkan bagaimana

ke depannya CFP, sebab kita sudah merdeka dan menjadi negara sendiri, tidak

perlu terus tergantung kepada orang lain. Tapi ini bukan berarti tidak

membutuhkan kerjasama dengan pihak lain”.

Menurut pengamatan peneliti dilapangan, menunjukan bahwa para instruktur

CFP membutuhkan adanya ketegasan-ketegasan dalam pengambilan keputusan oleh

pimpinan CFP dalam proses penyelenggaraan diklat. Kemampuan-kemampuan yang

telah mereka miliki perlu diperhatikan dan dipakai selama proses diklat, di samping

adanya dukungan dari pihak lain seperti dari TLPDP dan personil GNR Portugal.

Akan tetapi sikap dan tuntutan mereka tidak disertai dengan tindakan nyata di

80

lapangan, justru banyak staf dan instruktur lebih banyak menuntut daripada

melakukan aksi nyata yang dapat memberi kontribusi nyata dalam rangka proses

penyelenggaraan diklat. Situasi ini dapat dikatakan sebagai akibat dari kurangnya

manajemen yang baik dalam lingkungan organisasi.

Manajemen yang baik dalam organisasi adalah manajemen yang

memperhatikan semua aspek dalam organiasi, teristimewa aspek sumberdaya

manusia organisasi. Manajemen yang baik membutuhkan loyalitas di antara semua

kepentingan dalam organisasi. Seorang bawahan harus loyal kepada atasannya,

demikianpun sebaliknya seorang pimpinan harus memahami kebutuhan-kebutuhan

bawahan dengan melakukan komunikasi dua arah, sehingga dengan demikian

kebijakan-kebijakan yang diambiil merupakan kebijakan atas informasi-informasi

yang diperoleh dari internal organisasi.

4.2.3. Mengukur Kompetensi Yang dimiliki

Proses penyelenggaraan diklat sangat erat hubungannya dengan apa yang

menjadi kompetensi, kewajiban dan tanggungjawab yang telah diberikan kepada

sebuah organisasi, serta kualitas kemampuan yang dimiliki oleh organisasi tersebut

dalam menyelenggarakan diklat. Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan

sumberdaya manusia yang meliputi aspek pengetahuan, ketrampilan, dan sikap.

Kompetensi tersebut baik dimiliki oleh para penyelenggara organisasi maupun

kompetensi yang dimiliki oleh instruktur-instruktur dalam menyelenggarakan diklat.

81

Para penyelenggara organisasi dituntut untuk memiliki kemampuan dalam

menganalisis dan membuat konsep-konsep tentang proses penyelenggaraan diklat,

serta mampu mengkomunikasikan berbagai kepentingan dalam organisasi dengan

semua pihak, baik dalam internal oranisasi maupun dengan organisasi lain yang

relevan.

Pimpinan Centro de Formação da Polícia mengatakan bahwa;

“Sumberdaya manusia/instruktur Centro Formação da Polícia tidak menjadi

masalah, tetapi ada beberapa kendala yang dihadapi, yaitu masalah

tanggungjawab (responsabilidade). Mereka kurang bertanggungjawab dalam

menjalankan tugas yang diberikan, oleh karena itu maka perlu adanya pelatihan-

pelatihan dan pendampingan bagi mereka”.

Sejalan dengan pendapat di atas, kepala bagian ke-diklat-an Centro de Formação da

Polícia, menjelaskan bahwa;

“menurut saya kita sudah memiliki sumberdaya manusia yang cukup, tetapi ada

satu hal yang harus kita perhatikan, yaitu masalah penggunaan bahasa, sebab

apabila kita telah mengadopsi bahasa Português sebagai bahasa resmi dan kita

merupakan bagian dari Persekutuan Negara-Negara Berbahasa Português

(CPLP)”

Seorang instruktur di Centro Formação da Polícia mengatakan bahwa;

“Kita sudah memiliki kemampuan sendiri untuk menyelenggarakan diklat, akan

tetapi membutuhkan sebuah manajemen yang baik dalam memanfaatkan

semberdaya yang ada. Jangan sampai seorang instruktur hanya dijadikan sebagai

asisisten instruktur dan akhirnya mematikan semangat mereka”.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dan pengamatan yang peneliti lakukan

selama melakukan penelitian di Centro de Formação da Polícia, dapat dikatakan

82

bahwa CFP telah memilki kompetensi yang cukup ditambah dengan kerjasama yang

telah dibangun dengan organisasi-organisasi relevan lainnya baik di dalam negeri

maupun dari luar negeri. Akan tetapi belum didukung dengan adanya kerjasama dan

komunikasi yang baik yang dibangun baik di tingkat kepengurusan CFP maupun para

staf dan instruktur di CFP. Hal ini mengakibatkan sebagian tugas dan tanggungjawab

terabaikan, sehingga diambilalih oleh personil GNR Potugal. Oleh karena demikian

maka muncul persepsi bahwa pimpinan CFP lebih memberikan kepercayaan kepada

personil GNR daripada staf dan intruktur PNTL. Seorang pimpinan perlu

mengkomunikasikan dan mendelegasikan setiap tugas dan tanggungjawab kepada

unit-unit kerja dalam struktur organisasi dan selanjutnya untuk didelegasikan kepada

para instruktur. Selanjutnya para instruktur harus menerima delegasi tugas dan

tanggungjawab tersebut dengan mengadakan kerjasama dengan orang lain dalam

pencapaian tujuan diklat.

4.2.4. Melakukan Analisis Kebutuhan Diklat

Setelah menetapkan kompetensi yang dibutuhkan, dan mengukur kompetensi

yang telah dimiliki saat ini, selanjutnya adalah melakukan analisis terhadap

kebutuhan-kebutuhan diklat, yaitu dengan membandingkan kompetensi yang

dibutuhkan dengan kompetensi yang telah dimiliki. Tujuannya adalah untuk

mengumpulkan dan menganalisa informasi-informasi atau data-data yang dibutuhkan

untuk menentukan hal-hal yang diperlukan dalam merancang diklat. Informasi-

83

informasi atau data-data yang dimaksud adalah yang berhubungan dengan kebutuhan

peserta diklat, dan kebutuhan-kebutuhan organisasi penyelenggara, sehingga dapat

menyelenggarakan diklat dengan berhasil.

Kebutuhan-kebutuhan diklat yang dimaksud meliputi;

1) Tenaga pengajar/instruktur sesuai dengan tujuan dan sasaran diklat;

2) Sarana-prasarana, dan alat bantu penyelenggaraan diklat;

3) Jumlah ruangan kelas penyelenggaraan diklat dengan memperhatikan

ketentuan jumlah peserta;

4) Jumlah tenaga administrasi yang mempunyai kompetensi untuk mengelola

program-program diklat;

5) Berapa banyak biaya yang diperlukan dalam penyelenggaraan diklat;

6) Hal-hal lain yang diperlukan untuk mengantisipasi jika penyelenggaraan

diklat tersebut ternyata tidak sesuai dengan target yang telah ditentukan

sebelumnya.

Analisis kebutuhan diklat dilakukan untuk membantu penyelengaraan diklat,

sebab kebutuhan-kebutuhan diklat harus dipenuhi sebelum diklat diselenggarakan.

Selain itu analisis kebutuhan diklat juga akan membantu memberikan solusi-solusi

bagaimana mengantisipasi masalah-masalah yang akan muncul dalam organisasi

selama penyelenggaraan diklat. Sebab penyelenggaraan diklat tidak selamanya

berjalan sesuai dengan apa yang direncanakan, bahkan kondisi di lapangan bisa

berubah, misalnya banyak pihak yang justru memberi respon negatif terhadap

penyelenggaraan diklat, baik dari dalam organisasi maupun dari luar organisasi.

Selain itu materi yang tidak relevan, manajemen yang kurang baik, pengajar yang

84

tidak berkualitas dan lain-lainnya akan turut mempengaruhi proses penyelenggaraan

diklat dan hasil diklat. Oleh karena itu faktor-faktor tersebut harus menjadi perhatian

utama dalam melakukan analisis kebutuhan diklat.

Menurut informasi yang peneliti peroleh di lapangan, yaitu dari pimpinan

CFP mengatakan bahwa;

“CFP membutuhkan sumberdaya manusia dan sumberdaya materil baik yang

bergerak maupun tidak bergerak, termasuk sarana-prasarana, sebab setiap tahun

diklat CFP harus mencetak 250 personil baru PNTL”

Sehubungan dengan tenaga pengajar dalam penyelenggaraan diklat, pimpinan CFP

menjelaskan bahwa;

“Para instruktur CFP sudah memiliki kemapuan, tetapi perlu mendapatkan

training agar mereka mempunyai tangungjawab dalam menyelenggarakan

diklat”

Lebih lanjut seorang instruktur CFP mengatakan bahwa;

“Kita sudah memiliki kemampuan, yang kita butuhkan adalah sebuah

manajemen yang baik dari pimpinan-pimpinan CFP agar dapat memanfaatkan

semberdaya-sumberdaya yang ada dengan baik”

Sejalan dengan pendapat instruktur di atas, seorang instruktur lain menjelaskan

bahwa;

“Kita membutuhkan instruktur yang memenuhi syarat, sebagaimana dijelaskan

dalam pasal 42 Decreto Lei tentang promosi kepangkatan, dimana instruktur

CFP harus berpangkat inspector. Kita juga membutuhkan seorang pimpinan

yang memiliki konsep yang benar, dan mempunyai pendirian dalam menerima

pendapat dari para mitra kerja, serta mampu mengarahkan proses diklat dengan

benar dan baik”.

85

Menurut pengamatan peneliti di lapangan, CFP telah memiliki sumberdaya

manusia dan sumberdaya materil yang memadai dalam penyelenggaraan diklat, yaitu

para instruktur yang telah dipersiapkan sebelumnya oleh TLPDP, serta fasilitas-

fasilitas berupa gedung-gedung dan perlengkapan lainnya yang telah tersedia. Akan

tetapi membutuhkan sebuah manajemen yang baik dan kontinyu terhadap

sumberdaya yang ada, serta membutuhkan pendelegasian wewenang dari pimpinan

CFP kepada subordinasi-subordinasi dalam struktur organiasi. Pendelegasian

wewenang tersebut perlu dituangkan melalui perincian pekerjaan/deskrisaun de

servisu untuk setiap unitnya, serta diperlukan juga petunjuk-petunjuk pelaksanaan

tugas, baik petunjuk-petunjuk operasional, petunjuk-petunjuk teknis, maupun

petunjuk-petunjuk administrasi untuk mengelola CFP.

Selain kebutuhan-kebutuhan semberdaya manusia dan sumberdaya materil,

diperlukan juga keuangan yang cukup untuk menyelenggarakan diklat. Seorang

pimpinan di Quartel Geral da PNTL menjelaskan bahwa;

“CFP perlu mempersiapkan proposal untuk mendukung proses

penyelenggaraan diklat dengan lebih baik, daripada hanya memanfaatkan

personil GNR Portugal yang begitu mahal”.

Analisis kebutuhan diklat adalah sebuah kegiatan yang harus dilakukan, dan

menjadi pertimbangan untuk membuat keputusan, apakah diklat itu perlu

diselenggarakan dan apa saja yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan diklat

tersebut. Sehubungan dengan itu setidaknya terdapat beberapa cakupan dalam analisis

kebutuhan diklat. Cakupan tersebut yaitu kebutuhan-kebutuhan CFP dalam

86

mengembangkan dan menyelenggarakan diklat, kebutuhan-kebutuhan pegetahuan,

ketrampilan, dan sikap yang diperlukan dalam penyelenggaraan diklat, kebutuhan-

kebutuhan instruktur dan staf CFP yang berkaitan dengan motivasi dan kinerja kerja,

kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan untuk masa depan organisasi, dan kebutuhan-

kebutuhan antisipatif untuk mengantisipasi perubahan yang mungkin terjadi.

Hasil yang diharapkan dari analisis kebutuhan diklat adalah mendapatkan

gambaran yang jelas terhadap tingkat kebutuhan penyelenggaraan diklat,

pengalokasian waktu, biaya, dan tenaga pengajar yang tepat, serta materi dan

pengajian yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan peserta diklat, segingga

menjawab apa yang menjadi tujuan dan sasaran penyelenggaraan diklat.

4.2.5. Penyusunan Rancangan Diklat

Berdasarkan hasil analisis kebutuhan diklat disusun rancangan diklat, yang

memuat tentang tujuan diklat, manfaat diklat, program-program diklat, syarat dan

kriteria peserta diklat, syarat dan kriteria pendidik dan pelatih (instruktur), kegiatan

dan jadwal, serta teknik evaluasi yang akan digunakan. Dalam merancang suatu

program diklat harus mengunakan cara dan strategi yang tepat agar pencapaian tujuan

diklat bisa maksimal dan berhasil, dengan tidak mengenyampingkan aspek kognitif

(ranah yang mencakup kegiatan mental), afektif (ranah yang berkaitan dengan sikap

dan nilai), dan psikomotorik (ranah yang berkaitan dengan ketrampilan), yang ada

dalam ranah diklat itu sendiri. Adapun diklat itu sendiri adalah program yang

87

bertujuan membentuk suatu keahlian atau profesionalisme dalam bidang garapan

tertentu, dan mempunyai sebuah tujuan yang diharapkan bisa diterapkan dan

dijalankan setelah selesai diklat.

Dalam perancangan diklat perlu dipahami ruang lingkup dari perbedaan antara

pendidikan dan pelatihan. Karena itu kombinasi dari pendidikan dan pelatihan

haruslah mampu menjadi suatu kesatuan yang utuh. Dalam merancang suatu program

diklat, terlebih dahulu kita perlu mengetahui apa yang menjadi tujuan dari

penyelenggaraan diklat tersebut, sebab inti dari penyelenggaraan diklat ada pada

tujuannya. Tujuan tersebut dikembangkan atau dirancang dalam jangka panjang,

jangka menengah, maupun jangka pendek sebagai lanjutan dari program-program

diklat. Dalam rancangan diklat tersebut hal penting yang perlu diingat adalah bahwa

peserta diklat mampu menyerap materi yang yang diberikan dan dapat

mengimplementasikannya setelah selesai mengikuti diklat. Oleh karena itu maka

prosedur perancangan diklat perlu disesuaikan dengan fakta yang ada dalam

lingkungan pelayanan lembaga penyelenggara diklat. Dan juga perlu melakukan

evaluasi sebagai penilaian bagi kepentingan organisasi, sehingga diklat tersebut bisa

semakin bermanfaat.

Dalam rancangan diklat, langkah awal yang harus dilakukan adalah

melakukan analisis kebutuhan diklat. Analisis kebutuhan diklat mempunyai

hubungan erat dengan rancangan diklat, sebab dengan melakukan analisis kebutuhan

diklat akan memberikan informasi-informasi dan data-data yang dibutuhkan oleh

88

organisasi, sehingga dapat merancang dan mewujudkan diklat yang tepat sasaran,

tepat isi kurikulumnya, serta tepat strategi dan tujuan yang hendak dicapai. Setiap

kegiatan yang dirancang dalam diklat harus mencerminkan dan mewujudkan

kebutuhan organisasi, sehingga hasil rancangan tersebut menunjukan hubungan yang

erat antara tujuan penyelenggaraan diklat dengan apa yang menjadi harapan dari para

peserta diklat. Penyusunan rancangan diklat dapat dilakukan oleh orang-orang yang

berkompetensi dan dipercayakan dalam struktur organisasi. Akan tetapi dapat juga

dilakukan oleh sebuah team kerjasama yang dibentuk oleh organisasi penyelenggara

bersama mitra kerja, serta dapat juga dilakukan oleh mitra kerja atas permintaan

organisasi penyelenggara diklat.

Berdasarkan informasi yang peneliti peroleh dari pimpinan Centro de

Formação da Polícia, mengatakan bahwa;

“Rancangan diklat CFP dilakukan oleh Dewan Akademik/Concelho Academia,

yang diketuai oleh kepala bagian ke-diklat-an, dan diikuti oleh kepala bagian

adminitrasi, representasi dari setiap area/jurusan pendidikan, dan dibahas

bersama dengan instruktur dari personil GNR Portugal. Pada fase/tahap pertama,

materi pembelajaran disiapkan oleh instruktur dari personil GNR Portugal, sebab

mereka-lah yang menjadi instruktur utama dalam proses pembelajaran.

Sedangkan selanjutnya akan dilakukan oleh instruktur PNTL dan didampingi

oleh instruktur dari personil GNR Portugal”.

Namun berdasarkan informasi yang diperoleh dari unit Analisis dan

Perencanaan/Secção Estudos e Planeamento mengatakan bahwa;

“rancangan pendidikan dasar dan pelatihan di Centro de Formação da Polícia,

dilakukan baik oleh bagian/staf yang telah ditempatkan dalam struktur organisasi

89

maupun oleh lembaga mitra kerja yang telah dibangun sebelumnya, secara

terpisah. Unit penelitian dan perencanaan (Seksaun Estudus e planeamento) CFP

berusaha mengembangkan kurikulum pendidikan dasar dan pelatihan

sebelumnya menjadi kurikulum yang dapat disesuaikan dengan perkembangan

institusi PNTL. Namun di lain pihak mitra kerja, dalam hal ini personil GNR

yang diperbantukan juga mempersiapkan sebuah kurikulum berdasarkan

kurikulum re-training bagi seluruh anggota PNTL setelah terjadi krisi politik

pada tahun 2006”.

Tentu saja situasi ini akan menghasil dua rancangan diklat yang berbeda untuk

menyelenggarakan diklat yang sama. Kedua pihak tersebut belum memiliki visi dan

misi yang sama, sebab satu pihak merancang diklat dengan materi-materi dasar,

sedangkan pihak yang lain menggunakan materi/kurikulum pelatihan bagi re-training

anggota PNTL setelah krisis 2006. Kepala Seksi Analisis dan Perencanaan CFP

menjelaskan bahwa;

“Kedua rancangan tersebut diajukan kepada pimpinan CFP untuk selanjutnya

meminta persetujuan pimpinan institusi PNTL dan SES. Dengan

mempertimbangkan kesederhanaan dan kerumitan kedua kurikulum tersebut,

pimpinan CFP mengambil keputusan untuk menindaklanjuti rancangan yang

disiapkan oleh mitra kerja (GNR Portugal) untuk disampaikan dan diminta

persetujuan dari pimpinan institusi PNTL dan SES untuk disahkan”.

Lebih lanjut kepala bagian Ke-diklat-an mengatakan bahwa;

“menurut informasi yang saya dengar, rancangan diklat yang dipersiapkan oleh

seksi penelitian dan perencanaan terlambat diajukan, sehingga pimpinan CFP

mengambil keputusan hanya mengajukan satu rancangan diklat, yaitu yang

dipersiapkan oleh personil GNR Portugal”.

90

Pimpinan CFP mengatakan bahwa;

“Keputusan ini dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa personil GNR-lah yang

akan menjadi instruktur utama dalam proses belajar-mengajar, baik di kelas

maupun pelatihan-pelatihan fisik di luar kelas”.

Namun pembuatan keputusan tentang penyelenggaran diklat yang bermutu

menganjurkan agar dalam pengambilan keputusan didasarkan atas fakta, yaitu

berdasarkan fakta-fakta yang terjadi sesungguhnya dalam konteks pelayanan publik

institusi PNTL, bukan hanya sekedar atas dasar data, sebab data yang ada belum tentu

mencerminkan fakta sebenarnya. Managemen penyelenggaraan diklat yang baik dan

bermutu mensyaratkan akan adanya hubungan yang baik dengan semua pihak yang

berkepentingan serta sekaligus menguntungkan pihak-pihat yang terlibat dalam

proses penyelenggaraan diklat. Hubungan baik dan saling menguntungkan itu perlu

dikembangkan dan dipelihara untuk jangka waktu yang tertentu, baik jangka pendek,

menengah, dan jangka panjang. Sebab dengan adanya hubungan/komunikasi yang

baik secara struktural maupun fungsional, serta horizontal dan vertikal, maka akan

menjamin saling pengertian dan adanya kesepahaman dan kesepakatan untuk

mengembangkan apa yang telah dirancang sebelumnya, dan bukan selalu mengawali

dari sesuatu yang baru dengan orang atau mitra kerja yang baru.

91

4.2.6. Penyelenggaraan Diklat

Dalam rangka peningkatan kualitas sumberdaya manusia suatu organisasi,

maka salah satu upaya penting yang harus dilakukan adalah melalui penyelenggaraan

diklat. Managemen penyelenggaraan diklat yang berkualitas, melibatkan semua unsur

yang berkepentingan dalam organisasi, baik secara intelektual maupun secara

emosional, bahkan baik secara vertikal maupun horizontal dalam struktur organisasi.

Dengan demikian akan membentuk hubungan dan interaksi antar bagian, dan

membentuk suatu kesatuan yang utuh sehingga dapat mempermudahkan

penyelenggaraan diklat, serta semua orang yang terlibat dalam proses tersebut akan

mendapatkan kepuasan. Penyelenggaraan diklat juga akan berjalan sesuai yang

direncanakan apabila didukung dengan sarana-prasarana yang memadai seperti;

lingkungan pembelajaran, rungan kelas, trasportasi, keperluan-keperluan pendidikan

dan pelatihan baik di dalam maupun di luar kelas, serta dukungan finansial yang

memadai

Penyelenggaraan diklat seyogyanya dilakukan sesuai dengan kegiatan analisis

stratejik diklat yang telah dilakukan, serta analisis yang terlah dilakukan terhadap

kebutuhan-kebutuhan diklat, yaitu dengan membandingkan kompetensi yang

dibutuhkan dengan kompetensi yang telah dimiliki. Dalam penyelenggara diklat juga

perlu memahami dengan baik siapa saja yang menjadi target dan sasaran

penyelenggaraan diklat. Kejelasan dari tugas dan tanggungjawab setiap orang dalam

unit-unit penyelenggaraan diklat sangat penting untuk memperjelas apa yang menjadi

92

tugas dan tanggungjawab masing-masing agar tidak menjadi terbengkalai.

Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dimulai dari proses perekrutan calon

peserta diklat, proses seleksi calon peserta, proses pendidikan dan pelatihan

(pembelajaran), sampai kepada selesainya diklat.

Sehubungan dengan penyelenggaraan diklat, pimpinan Centro de Formação da

Polícia menjelaskan bahwa;

“Penyelenggaaraan pendidikan dasar dan pelatihan CFP pada bulan Oktober

2011, memakai kurikulum dengan lama diklat sembilan bulan, dan dibagi

dalam tiga blok, yaitu; pertama, setelah para siswa diterima, mereka akan

mengikuti pelatihan dasar selama tiga bulan. Dalam pelatihan dasar ini lebih

menekankan pada pelatihan fisik dan mental untuk merubah dan membentuk

mental para siswa sesuai prinsip dasar pelatihan, kedisiplinan dan status

personal anggota PNTL yaitu militer. Kedua, pendidikan teori kepolisian

selama enam bulan. Blok ini dibagi dalam teori-teori kepolisian, peraturan-

peraturan, dan ceramah-ceramah atau kuliah tamu Para sisiwa akan kembali ke

CFP di Comoro Dili, untuk melanjukan pendidikan di kelas selama enam bulan,

untuk mempelajari konsep-konsep dan teori-teori yang berhubungan dengan

tugas kepolisian. Ketiga, pada blok ini dimana para siswa diterjunkan ke

lapangan, yaitu dibagi ke distrik-distrik dan unit-unit dalam institusi PNTL.

Tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk mengenal tugas dan tanggungjawab

praktis anggota PNTL untuk dibandingkan dengan konsep-konsep dan teori-

teori yang telah mereka diperoleh sebelumnya. Selanjutnya para siswa kembali

ke CFP untuk bersama-sama melakukan perbandingan-perbandingan terhadap

kenyataan-kenyataan yang dihadapi di lapangan dengan apa yang telah mereka

mempelajari sebelumnya. Pada tahap ini juga dilakukan pemantapan-

pemantapan serta persiapan-persiapan untuk pelantikan menjadi anggota PNTL.

Setelah di lantik, mereka diserahkan kepada departamento dos Recurso

Humanos di Quarter Geral PNTL untuk ditempatkan”.

93

Berkaitan dengan penempatan instruktur CFP dalam proses pembelajaran, pimpinan

CFP menjelaskan bahwa;

“Penempatan instruktur dalam proses pembelajaran berdasarkan hasil

pertemuan dewan akademik (Concelho Academia), yaitu siapa mengajar apa

dan bekerjasama dengan lembaga-lembaga relevan”.

Namun kepala Seksi Penelitian dan Perencanaan mengatakan bahwa;

“Dalam proses pembelajaran dibentuk tim pengajar. Akan tetapi bentukan tim

tersebut bukan berdasarkan topik materi yang diajarkan, melainkan berdasarkan

kelas. Seorang perwira menengah, sarjan dan agent sebagai pembantu untuk

semua materi. Sebenarnya saya tidak setuju dengan metode ini, sebab

sebenarnya ilmu kepolisian/formasaun eskolar harus dibagi dalam tim sesuai

dengan kemampuan dan skill yang dimiliki setiap instruktur”.

Akan tetapi ketika dikonfirmasikan kepada seorang mantan Comandante CFP, ia

mengatakan bahwa;

“Itu tergantung kepada Comandante CFP, yaitu bahwa personil GNR dapat

menyelenggarakan semua fase yang ada, tetapi instruktur PNTL harus menjadi

assisten instruktur, supaya mereka mempersiapkan instruktur kita. Artinya

bahwa bulan pertama instruktur PNTL hanya sebagai assisten, bulan kedua

instruktur PNTL dipercayakan juga untuk bertindak sebagai instruktur, dan

bulan ketiga instruktur PNTL yang mengajar, sedangkan mereka hanya

memberi arahan. Akan tetapi dalam kenyataan tidak seperti itu, akibatnya

mematikan semangat instruktur PNTL, apalagi dengan pemberian perdiam yang

jauh berbeda antara instruktur dari luar dan instruktur PNTL. Efektivitas yang

diperoleh selama proses diklat menjadi dipertanyakan, sebab membutuhkan

waktu dan tenaga penterjemah serta dana khusus untuk membayar sang

penterjemah”.

94

Berdasarkan informasi dan hasil observasi peneliti di lapangan menunjukan

bahwa penyelenggaraan pendidikan dasar dan pelatihan di CFP pada fase pertama,

proses pembelajaran diklat didominasi oleh instruktur GNR. Proses pembelajaran

tidak berjalan efektif, sebab dalam proses tersebut kurang komunikatif. Hal ini

disebabkan oleh penggunaan bahasa selama proses pembelajaran. Selama proses

pembelajaran memakai bahasa Portugûes, sementara para siswa tidak dapat memahmi

bahasa Portugûes dengan baik, sehingga membutuhkan penterjemah, yang juga

belum tentu dapat memahami konteks dan konten, sehingga hasil yang diharapkan

untuk diperoleh para siswa tidak maksimal.

Penyelenggraan diklat membutuhkan ketersediaan sumberdaya manusia yang

professional, baik sumberdaya manusia internal organisasi penyelenggara diklat

maupun sumberdaya manusia eksternal yang dibutuhkan. Penyelenggraan diklat juga

membutuhkan sebuah kerjasama dan komunikasi yang baik, mulai dari layanan

teknis, koordinasi, pengarahan peserta, instruktur, sampai kepada tenaga-tenaga

administratif. Selain itu penyelenggaraan diklat juga membutuhkan adanya prosedur-

prosedur administrasi yang menjadi petunjuk pelaksanaan teknis diklat.

Penyelenggaraan diklat hendaknya dibagi dalam tim penyelenggara agar dapat

mengkordinasikan dan menyelenggarakan diklat dengan baik. Tim penyelenggara

diberi kompetensi untuk mengatur dan memfasilitasi seluruh rangkaian kegiatan yang

berhubungan dengan penyelenggaraan diklat. Tugas tim tersebut harus direncanakan

95

dengan baik dan didelegasikan pengoperasiannya kepada unit-unit kerja atau

kelompok-kelompok kerja sesuai tugas profesinya.

Peserta diklat dan organisasi penyelenggara mengharapkan adanya

penyelenggaraan diklat yang berkualitas, baik dari segi proses diklat sampai kepada

produk/hasil diklat itu sendiri. Peserta diklat setelah mengikuti diklat diharapkan

dapat membekali diri dengan informasi-informasi dan teknik-teknik yang memadai,

sehingga membantu meningkatkan kemampuan dan ketrampilan serta kompetensinya

dalam menyelesaikan tugas dan tanggungjawab organisasi secara professional. Oleh

karena itu maka penyelenggaraan diklat perlu dikelola dengan baik agar mampu

memberikan sesuatu yang berkualitas, dan akhirnya akan menghasilkan peserta diklat

yang berkualitas pula. Untuk mencapai harapan tersebut penyelenggaraan diklat harus

memenuhi standart kriteria minimal. Kriteria minimal yang dimaksud yaitu standart

yang dibuat oleh International Organization for Standarization (ISO) yaitu menjamin

tata kelola secara keseluruhan dengan memperoleh pengakuan identitas di kancah

persaingan global.

4.3.7. Evaluasi

Managemen penyelenggaran diklat yang bermutu, menganjurkan agar selalu

mengadakan perbaikan dari waktu ke waktu. Perbaikan yang terus-menerus, akan

berdampak pada pencapaian hasil diklat yang baik. Kegiatan yang sangat penting

dilaksanakan pasca diklat adalah evaluasi, yaitu untuk menilai penyelenggaraan diklat

96

dan mengukur keberhadilan diklat. Hal tersebut berfungsi untuk perbaikan

penyelenggaraan diklat berikutnya. Pada umunya permasalahan yang sering

dikemukakan dalam evaluasi adalah proses seleksi peserta diklat yang belum

terkordinir dengan baik dan belum berbasis administrasi penyelenggaraan diklat,

materi yang disampaikan dalam diklat, program-program diklat yang belum berbasis

analisis stratejik dan kebutuhan-kebutuhan organisasi, instruktur yang kurang

berkompeten, kebutuhan diklat belum tersedia sesuai kebutuhan, dan lain-lainnya.

Berdasarkan informasi yang diperoleh peneliti di lapangan ditemukan bahwa

setelah selesai menyelenggarakan diklat, CFP belum melakukan evaluasi yang

mendalam. Evaluasi hanya dilakukan terhadap para sisiwa untuk mengukur apakah

mereka dapat menerima dan memahami materi yang telah disampaikan selama proses

pembelajaran. Pimpinan Centro de Formação da Polícia mengatakan bahwa;

“Evaluasi terhadap penyelenggaraan diklat dilakukan untuk mengetahui

bagaimana kadet menyerap materi yang diberikan. Evaluasi dilakukan

berdasarkan formulir yang telah disiapkan, yaitu mengukur kemampuan kadet.

Fungsinya adalah untuk mengupdate personal database PNTL. Evaluasi juga

dilakukan oleh kadet terhadap instruktur. Setiap blok akan dilakukan evaluasi.

Evaluasi hasil diklat, belum dilakukan, tetapi telah melakukan persiapan-

persiapan, bekerja sama dengan departamento dos Recursos Humanos di

Quartel Geral da PNTL”.

Lebih lanjut kepala bagian Ke-diklat-an mengatakan bahwa;

“Di akhir proses penyelenggaraan diklat, kami selalu membuat evaluasi, baik

terhadap para kadets untuk mengukur kemampuan mereka sampai dimana,

maupun evaluasi terhadap para instruktur. Para instruktur diukur

keberhasilannya melalui nilai-nilai tes yang diperoleh para peserta diklat. Kalau

mayoritas kadets mendapat nilai yang baik itu menunjukan proses pembelajaran

97

yang dilakukan oleh instruktur berjalan dengan baik. Kalau sedikit dari kadets

mendapatkan nilai yang buruk, itu menunjukan kadets tidak dapat mengikuti

proses pembelajaran dengan baik. Kami mengambil kesimpulan dari hasil ters

terhadap para kadets. Formulir khusus untuk melakukan evaluasi, pada tahap

ini belum dipersiapkan”.

Akan tetapi kepala seksi Penelitian dan Perencanaan menjelaskan bahwa;

“Mereka hanya melakukan test akhir untuk mengukur kemampuan para siswa.

Menurut saya evaluasi penting untuk mengukur proses dan hasil yang dicapai.

Mengukur kemampuan siswa dan mengukur keberhasilan instruktur dari siswa.

Selain itu setiap instruktur juga harus membuat laporan mengenai materi yang

diajarkan. Untuk mengetahui kendala dan keberhasilan yang dicapainya serta

untuk mengatehui sejauhmana siswa dapat menerima materi yang dipersiapkan

dan diajarkan”.

Hal serupa diungkapkan oleh seorang instruktur CFP bahwa;

“Evaluasi dilakukan di akhir setiap fase, akan tetapi hasilnya tidak dipakai

bahan untuk pelaksanaan berikutnya. Jadi evaluasinya hanya formalitas”.

Seorang staf yang bekerja dibagian administrasi CFP mengatakan bahwa;

“Eavaluasi selama ini tidak dilaksanakan sehingga tidak mengetahui siapa dan

materi tidak dapat diketahui dengan baik. Evaluasi dilakukan hanya melalui test

akhir”.

Berkaitan dengan hasil atau kualitas kadets yang ditamatkan dari CFP, seorang

Comandante distrito (KAPOLRES) mengatakan bahwa;

“Selama bertugas di lapangan, dapat dinilai bahwa polisi yang ditamatkan oleh

CFP setelah krisis 2006 (2011), mempunyai disiplin yang baik, namun

pengetahuan kepolisian yang mereka miliki masih kurang. Hal ini dapat dilihat

dari aktualisasi pekerjaan praktis di lapangan, seperti penangganan lalulintas,

menerima laporan, komunikasi melalui radio komunikasi, dan pekerjaan praktis

lainnya.Oleh karena itu perlu adanya pendampingan di lapangan oleh para

mentor agar dapat membimbing mereka selama masa field training untuk

memmahmi pekerjaan-pekerjaan dasar kepolisian”.

98

Berdasarkan informasi yang diperoleh di lokasi penelitian, dapat dipahami

bahwa setelah menyelenggarakan diklat setelah krisis 2006, CFP belum

menyelenggarakan evaluasi yang baik terhadap proses peenyelenggaraan diklat,

sebab CFP hanya mengukur keberhasilan dan kegagalan proses penyelenggaraan

diklat melalui test akhir bagi para kadets. Evaluasi terhadap penyelenggaraan diklat

dan hasil diklat merupakan suatu kegiatan untuk mengumpulkan informasi secara

deskriptif dan penilaian-penilaian yang diperlukan dalam membuat keputusan untuk

keperluan diklat berikutnya. Informasi-informasi deskriptif yang dimaksud adalah

untuk memberikan gambaran tentang apa yang sedang terjadi, sedangkan penilaian-

penilaian dilakukan untuk mengumpulkan pendapat-pendapat tentang apa yang telah

terjadi. Jadi manfaat evaluasi diklat adalah untuk memperoleh gambaran yang jelas

tentang penyelenggaraan program-program diklat dan kendala-kendala yang

dihadapi, evaluasi program diklat, serta kegiatan-kegiatan pasca diklat, sebagai bahan

masukan dalam kegiatan penilaian/ evaluasi diklat serta sebagai bahan koreksi untuk

kegiatan selanjutnya, dan mengetahui manfaat diklat dalam pengembangan

sumberdaya manusia. Hal ini menunjukan betapa pentingnya melakukan evaluasi di

akhir penyelenggaraan diklat dan setelah para peserta diklat terjun ke lapangan.

Namun dalam praktek banyak organisasi tidak melakukan evaluasi atau penilaian

terhadap program-program penyelenggaraan diklat dan hasil diklat. Hal ini

disebabkan oleh tidak adanya stratejik evaluasi yang dirumuskan dengan baik, atau

evaluasi dianggap sebagai kegiatan yang kompleks dan kurang penting.

99

Pada umumnya evaluasi dilakukan dengan menyediakan lembaran kuesioner

yang memuat tentang tanggapan terhadap instruktur, materi diklat, akomodasi, dan

lain-lain. Dan seharusnya evaluasi dilakukan dalam berbagai tingkat, yaitu pada

tingkat reaktif, yaitu untuk mengukur dan menilai reaksi dari peserta diklat, tingkat

pembelajaran, untuk mengukur seberapa jauh perubahan yang dialami oleh peserta

diklat setelah selesai diklat, tingkat perilaku, yaitu pengaruh diklat terhadap

pelaksanaan tugas di lapangan, dan tingkat hasil yaitu untuk mengukur seberapa jauh

kinerja kerja yang dicapai dengan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki setelah

mengikuti diklat.

Evaluasi penyelenggaraan diklat di centro de Formação da Polícia perlu

dilaksanakan dengan memperhatikan aspek penyelenggaraan diklat yaitu kinerja

penyelenggaraan secara umum meliputi kesesuaian diklat, ketersediaan sarana-

prasarana di kelas maupun di luar kelas, manajemen pelayanan, manajemen

administrasi, ketersediaan waktu, tenaga dan biaya, serta ketuntasan dalam

melaksanakan program-program yang telah direncanakan. Selain aspek kinerja

penyelenggaraan, evaluasi juga dilakukan untuk menilai instruktur yang merupakan

fasilitator dalam mendukung tercapainya tujuan diklat. Peninilaian ini dilakukan oleh

kadets dengan mempersiapkan formulir khusus bagi peserta diklat. Selain itu

penilaian juga dilakukan oleh organisasi penyelenggara untuk menilai persiapan

sebelum menjagar, ketepatan waktu, kerjasama dengan sesama pengajar dan

pimpinan CFP, dan keinginan-keinginan dalam pengembangan diklat.

100

Sedangkan evaluasi terhadap hasil diklat dilakukan setelah para kadets

ditempatkan di lapangan dan telah melakukan tugas-tugas kepolisian selama kurang

lebih enam bulan. Penilaian ini dilakukan berkenaan dengan penerapan materi-materi

yang telah diperoleh selama mengikuti diklat di CFP, serta keseriusan dan kerjasama

dengan personil PNTL yang lain. Diharapkan bahwa dari evaluasi-evaluasi yang

dilakukan dapat dimanfaatkan sebagai umpan balik dalam menyususun program-

program diklat berikutnya.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat dijelaskan bahwa

proses penyelenggaraan diklat di Centro de Formação da Polícia memerlukan suatu

perencanaan yang sistematis dan terintegrasi, untuk menentukan arah atau sasaran

serta tujuan diklat. Sehingga rencana tersebut dipakai sebagai acuan dalam

merancang isi dari program-program diklat yang akan dilaksanakan sesuai tuntutan

lingkungan pelayanan Polícia Nacional de Timor Leste. Tujuan diklat yang jelas akan

mempermudah dalam menentukan kebutuhan-kebutuhan diklat, termasuk

menentukan siapa peserta diklat, siapa instruktur dalam diklat, materi-materi diklat,

tempat pelaksanaan diklat, waktu diklat, biaya-biaya yang dibutuhkan selama proses

diklat, metode diklat, serta evaluasi diklat.

Dalam proses penyelenggaraan diklat harus melibatkan unit-unit kerja yang

berkompetensi sesuai dengan struktur organisasi yang telah ditetapkan. Seluruh unit-

unit kerja di CFP harus selalu berkordinasi untuk menentukan langkah-langkah

penyelenggaraan diklat di CFP. Unit-unit kerja tersebut berkewajiban melakukan

101

pemetaan terhadap kebutuhan-kebutuhan diklat, dengan mengidentifikasi atau

membandingkan kompetensi yang dibutuhkan dengan kompetensi yang telah dimiliki

oleh unit kerjanya, sehingga mereka dapat membantu para pimpinan organisasi untuk

merumuskan kebijakan-kebijakan yang dapat menjawab permasalahan ril di CFP.

Demikian juga sebaliknya para pimpinan CFP harus memberikan kompetensi dan

kepercayaan, serta arahan-arahan kepada setiap unit kerja agar mereka mampu

melakukan tugas-tugas dan tanggungjawab, dan dapat mempertanggungjawabkannya

kepada pimpinan CFP.

Menurut observasi penulis di lapangan, secara umum penyelenggaraan diklat

di CFP berjalan dengan baik, namun pada fase diklat pertama para instruktur dan staf

CFP tidak berpartisipasi secara maksimal. Akan tetapi pada fase diklat kedua,

penyelenggaraan diklat telah melibatkan instruktur-instruktur CFP dalam proses

pelatihan dan pembelajaran, namun penentuan dan penempatan para instruktur dalam

tim pengajar belum ditetapkan sesuai kemampuan dan skil masing-masing.

Materi yang telah dipersiapkan untuk mendidik dan melatih para kadets, juga masih

memakai materi yang dipersiapkan oleh personil GNR Portugal sebelumnya, dimana

materi-materi tersebut dikembangkan dari kurikulum re-training terhadap anggota

PNTL setelah krisis 2006. Materi-materi tersebut dipandang belum cocok untuk

diberikan kepada kadets, sebab mereka belum memiliki dasar-dasar ilmu kepolisian.

Oleh karena itu perlu dilakukan revisi-revisi terhadap materi-materi yang telah

dipersiapkan agar sejalan dengan kemampuan yang dimiliki oleh kadets.

102

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam proses penyelenggaraan diklat adalah

kerjasama yang komunikatif antara para pimpinan CFP dengan staf dan instruktur

CFP agar dapat menyamakan persepsi dalam penyelenggaraan diklat dalam rangka

pencapaian tujuan diklat, yaitu mencetak personil-personil muda PNTL yang mampu

melaksanakan tugas pelayanan PNTL sebagaimana telah diamanatkan dalam pasal

147 konstitusi RDTL.