24
31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini berlangsung dari tanggal 17 Mei 20 Juni 2016 di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Haulussy Ambon dan di rumah masing-masing responden. Terkait dengan kerahasiaan status pasien yang dijaga oleh pihak rumah sakit maka data yang diambil dari pihak rumah sakit hanya berupa data kasus melalui wawancara dengan salah satu penanggung jawab klinik VCT. 4.1. Gambaran Partisipan Jumlah partisipan yang di dapat sebanyak 5 orang. Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini adalah ODHA yang sedang menjalani terapi antiretroviral di RSUD Dr. Haulussy Ambon dan bersedia untuk diwawancara. Tabel 4.1. Karakteristik Partisipan No Inisial Umur (Thn) Lama Pengobatan Riwayat Putus Obat Tahap Pengobatan 1 Ny. E 37 9 tahun - Lini I 2 Ny. A 42 8 tahun - Lini I 3 Ny. A 23 5 tahun - Lini II 4 Tn. E 37 6 tahun 3 Lini I 5 Tn. S 57 7 tahun 2 Lini I Sumber : Dokumentasi hasil wawancara.2016

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...Obat Tahap Pengobatan 1 Ny. E 37 9 tahun - Lini I 2 Ny. A 42 8 tahun - Lini I 3 Ny. A 23 5 tahun - Lini II 4 Tn. E 37 6 tahun 3 Lini I 5 Tn. S 57 7 tahun

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 31

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Penelitian ini berlangsung dari tanggal 17 Mei – 20 Juni 2016

    di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Haulussy Ambon dan di rumah

    masing-masing responden. Terkait dengan kerahasiaan status

    pasien yang dijaga oleh pihak rumah sakit maka data yang diambil

    dari pihak rumah sakit hanya berupa data kasus melalui wawancara

    dengan salah satu penanggung jawab klinik VCT.

    4.1. Gambaran Partisipan

    Jumlah partisipan yang di dapat sebanyak 5 orang.

    Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini adalah ODHA yang

    sedang menjalani terapi antiretroviral di RSUD Dr. Haulussy

    Ambon dan bersedia untuk diwawancara.

    Tabel 4.1. Karakteristik Partisipan

    No Inisial Umur

    (Thn)

    Lama

    Pengobatan

    Riwayat

    Putus

    Obat

    Tahap

    Pengobatan

    1 Ny. E 37 9 tahun - Lini I

    2 Ny. A 42 8 tahun - Lini I

    3 Ny. A 23 5 tahun - Lini II

    4 Tn. E 37 6 tahun 3 Lini I

    5 Tn. S 57 7 tahun 2 Lini I

    Sumber : Dokumentasi hasil wawancara.2016

  • 32

    4.2. Hasil Penelitian

    Data hasil wawancara dari setiap partisipan dianalisis

    berdasarkan berdasarkan indikator yang dipakai dalam

    pedoman wawancara. Dari hasil analisis tersebut dapat terlihat

    5 tema yang diidentifikasikan dalam faktor-faktor kepatuhan

    terapi ARV pada ODHA di RSUD dr. Haulussy Ambon.

    Berikut adalah tema-tema faktor kepatuhan terapi yang

    merupakan hasil penelitian :

    4.2.1. Tanggung jawab dalam keluarga sebagai motivasi

    kepatuhan minum obat

    Dalam ungkapan partisipan mengenai apa yang

    menjadi motivasi untuk patuh minum obat, partisipan

    mengungkapkan hadirnya keluarga serta perannya dalam

    keluarga yang menjadi motivasi untuk tetap patuh menjalani

    pengobatan. Hal tersebut terungkap dari responden:

    P3: “sekarang kan su menikah.. jadi berfikir seng

    par diri sendiri lai. Su par keluarga. Jadi kalo macam

    berfikir.. kalo misalnya seng patuh berarti itu anggap

    saja beta ingin par kasi tinggal beta keluarga. Jadi

    yang motivasi beta sekarang, suami. “ (P3.42-45).

    (sekarang saya sudah menikah, jadi berfikir tidak

    untuk diri sendiri lagi. Sudah untuk keluarga. Jadi

    kalau misalnya tidak patuh berarti anggap saja saya

    ingin meninggalkan keluarga saya. Jadi yang motivasi

    saya sekarang, suami)

  • 33

    P5: “Ya.. karna saya ada 1 nona (anak) yang

    cantik ini yang baru umur 4 tahun tanggal 1 kemarin

    ini.. 1 Juni ini, jadi saya ada.. bergairah untuk hidup.”

    (P5. 61-63)

    Selain keluarga, salah satu partisipan juga

    menambahkan adanya rasa takut untuk menjalani

    pengobatan lini II:

    P1: “Pertama beta pikir keluarga, beta punya

    anak. Jadi beta harus bisa kalau bisa sih beta harus

    patuh dengan obat supaya jangan sampe beta sakit.

    Nanti kalo beta sakit bagaimana beta pung

    rumahtangga? siapa yang ngurus anak? Mungkin

    motivasi pertama tu beta pung keluarga. Yang kedua,

    beta ketakutan sendiri untuk masuk.. pindah lagi ke

    lini II. Kalo lini II itu, obatnya sudah besar-besar

    dibandingkan lini I.” (P1. 45-51)

    (Pertama saya pikir keluarga, saya memiliki anak.

    Jadi saya harus bisa patuh dengan obat supaya tidak

    sakit. Nanti kalau saya sakit bagaimana rumahtangga

    saya? Siapa yang mengurus anak? Mungkin itu

    motivasi pertama, keluarga saya. Yang kedua, saya

    ketakutan sendiri untuk masuk.. pindah lagi ke lini II.

    Kalo lini II itu, obatnya sudah besar-besar

    dibandingkan lini I)

    Motivasi untuk patuh minum obat tidak lepas dari

    sikap individu sendiri. Keinginan untuk hidup dengan

    harapan dan cita-cita kedepan menjadi motivasi yang

    diungkapkan oleh reponden:

  • 34

    P2: “ya beta ingin hiduplah.. to.. ya paling tidak

    katong ingin hidup karna ada katong pung harapan

    kedepan ada anak-anak, ada keluarga lai tu,

    tanggung jawab jadi itu motivasinya..” (P2. 17-20)

    (ya saya ingin hidup. Setidaknya kami ingin hidup

    karena kami memiliki harapan kedepan ada anak-

    anak, ada keluarga juga, tanggung jawab jadi itu

    motivasinya)

    P4: “ya karna beta mau.. mau.. punya cita-cita lah

    deng ada beta pung keluarga jadi harus jadi orang..

    harus lebih dari pada yang sekarang. Hari ini harus

    lebih baik daripada hari kemarin. Itu saja” (P4.90-93)

    (ya karena saya ingin memiliki cita-cita dalam hidup

    ini. Harus jadi lebih baik dari sekarang. Hari ini harus

    lebih baik daripada hari kemarin)

    4.2.2. Penerimaan dan peran keluarga sebagai Pengawas Minum

    Obat (PMO)

    Partisipan menyatakan bahwa keberadaan mereka

    diterima dan pengobatan yang dijalani didukung oleh

    keluarga.

    P1: “kebanyakan seluruh anggota keluarga

    menerima bahkan beta minum satu gelas dengan

    dong juga seng ada masalah. Makan satu piring

    begitu, seng ada masalah. Paling 1,2 orang saja yang

    kadang-kadang masih.. orang bilang masih kaku. Tapi

    rata-rata beta pung keluarga besar semuanya

    menerima.” (P1.93-98)

  • 35

    (kebanyakan seluruh anggota keluarga menerima

    bahkan saya minum segelas dengan mereka tidak

    masalah. Makan sepiring tidak masalah. Hanya satu

    dua orang saja yang terkadang masih kaku. Tetapi

    rata-rata keluarga besar saya semuanya menerima)

    P2: “Kalo keluarga, malahan dong sendiri yang

    menekan beta ikut pengobatan. Pas beta masih

    tinggal deng mama tuh antua biasa cek.. kontrol. Beta

    su minum ka balom. Tapi yang beta su bale deng

    anak-anak sendiri nih paleng skali-skali sa baru antua

    cek. Kalo seng ada dong, sapa yang mau lia beta

    sampe sekarang” (P2.45-49)

    (kalau keluarga, bahkan mereka sendiri yang

    menekan saya ikut pengobatan. Saat saya masih

    tinggal dengan mama, beliau biasa mengecek..

    kontrol. Saya sudah minum obat atau belum. Tetapi

    saat saya sudah kembali dengan anak-anak sendiri,

    sesekali saja beliau mengecek. Kalau tidak ada

    mereka siapa yang mengurus saya sampai sekarang)

    P3: “Dia selalu mendukung, malahan dia sering

    mengingatkan untuk minum obat. Karna yang tau beta

    pung status di keluarga tuh cuma beta mama deng

    dia sa.” (P3.57-59)

    (Dia selalau mendukung, bahkan dia sering

    mengingatkan untuk minum obat. Karena yang tahu

    status saya di keluarga hanya ibu saya dengan

    dia(suami) saja)

    P4: “Keluarga dengan status beta begini memang

    dong kelihatannya menerima beta sa dengan

    menanggapi bahwa keluarga itu anggap.. ya ini jua

  • 36

    ujian buat beta kan.. sehingga beta kan bisa, dengan

    ujian begitu beta bisa introspeksi diri kemudian benahi

    beta punya diri untuk jadi lebih baik.” (P4.108-112)

    (Dengan status saya ini memang keluarga tampak

    menerima saya dengan menanggapi bahwa keluarga

    itu anggap ya ini ujian untuk saya sehingga saya bisa

    introspeksi diri kemudian benahi diri saya untuk jadi

    lebih baik)

    P5: “Ya keluarga yang lain mendukung ya.

    Disuruh makan obat. Tadinya waktu saya putus juga

    mereka marah karna saya putus obat kan saya ada

    misinya bahwa ini separah apa kalo kita putus obat.”

    (P5.101-104)

    Seluruh partisipan mengakui adanya bantuan biaya

    pengobatan dari pihak keluarga dari awal pengobatan

    hingga sekarang. Beberapa diantaranya bahkan sempat

    didampingi keluarga saat mengambil obat di klinik:

    P1: “Ya suami yang bantu deng usaha kecil-

    kecilan. Karena suami pertama menikah tuh suami

    ojek.. jadi beta punya ongkos pi ambel.. karna 2009

    tuh kan cuma ee.. bula-bale ambel obat aja. Jadi

    paleng biaya administrasi per bulan dengan

    transport.. transport kan diantar jadi paleng biaya par

    pengobatan tuh yang dibiayai samua sama suami.”

    (P1.230-235).

    (Ya suami yang membantu dengan usaha kecil-

    kecilan. Karena suami awal menikah itu suami ojek.

    Jadi biaya transport saat ambil.. karena 2009 hanya

    pulang pergi untuk ambil obat saja. Jadi biaya

  • 37

    administrasi per bulan. Biaya pengobatan dibiayai

    suami)

    P2: “Ia, kamuka tu keluarga dampingi (P2. 60)

    Cuma yang.. kalo yang su bula-bale par ambil obat nih

    beta yang ambil sendiri (P2.62-63)Kebetulan

    bersyukur mama tuh antua bantu beta.. biaya

    pengobatan tuh antua yang biayai. Sampe sekarang

    ini, karna su ada perobahan.. beta su bae,

    pengobatan, Cuma ambel obat 25 ribu. Baru kan beta

    ada dapa suami pung pensiun to jadi bisalah (P2.141-

    144).

    (Ia, dulu itu keluarga mendampingi. Hanya kalau yang

    bolak-balik untuk ambil obat ini saya yang ambil

    sendiri. Kebetulan bersyukur meme membantu saya.

    Pengobatan dibiayai. Sampai sekarang karena saya

    sudah membaik, pengobatan, ambil obat 25 ribu.

    Saya mendapat dana pensiun suami jadi bisa diatasi.)

    P3: “Kalo suami seng sibuk dia batamang..

    katong dua datang ambil. Atau ada jua yang beta

    datang ambil sendiri. Tapi skarang kan beta ada tiap

    kali disini jadi pendamping. Jadi kalo obat su abis,

    beta langsung minta sa.” (P3.51-54). “Waktu pertama

    kali pasti ada beban. Baru kan, belum kerja juga to..

    Samua masih mama yang biayai.” (P3.88-89). “Tapi

    skarang jua jaga..kalo ada berkat lebih skali-skali kasi

    gitu biar beta su menikah su tanggung jawab suami

    dari antua tuh tetap adalah skali-skali.” (P3.92-94)

    (kalau suami tidak sibuk dia menemani.. kami berdua

    datang. Atau ada juga yang saya datang sendiri. Tapi

    sekarang setiap saat saya ada disini menjadi

  • 38

    pendamping. Jadi kalau obat sudah habis, saya

    langsung minta saja. Waktu pertma kali pasti jadi

    beban. Belum ada pekerjaan. Semua masih dibiayai

    mama. Tapi sekarang kalau ada berkat lebih sesekali

    walaupun saya sudah menikah sudah menjadi

    tanggung jawab suami beliau tetap ada)

    P5: “dia selalu dengan obat kalo saya telat atau

    saya ini lupa atau pergi lupa dia selalu telepon.. apa..

    kirim obat atau nyusul bawa obat “(P5.78-80).

    “Keluarga juga dorong yang penting makan obat,

    patuh, dokter bilang apa ini semua patuh.. masalah

    uang tidak perlu dipikirin. Apa saja yang dibutuhkan

    keluarga ini semua pendonor-pendonor itu siap. Jadi

    kita ade kakak ada 10, semuanya siap “(P4. 109-113).

    istri saya yang selalu sama saya buat ambil

    obat.(P4.213-214)

    Partisipan lainnya mengakui tidak didampingi

    keluarga dalam pengobatan namun mendapat kepercayaan

    dari pihak keluarga dalam menjalani pengobatan ini.

    P4: “Seng. Kalo par.. Cuma par ambil obat gitu,

    dong percaya beta. Pokoknya percaya beta sa

    (P4.126-127)Kalo bantuan dari keluarga sih..

    keluarga tuh pasti bantu saja. Beta pung biaya dari

    kemarin yang kira TB tuh sampe skarang ambil obat

    tiap bulan Cuma 25 ribu dong ada tetap bantu jua.

    Cuma kan.. ya artinya seng seintens kaya dolo beta

    drop. Tapi adalah. Keluarga tu tetap ada bantu

    (P4.156-160).

  • 39

    (Tidak. Kalau hanya untuk ambil obat, mereka

    percaya saya. Intinya percaya saya saja. Kalau

    bantuan dari keluarga, tentu keluarga membantu.

    Biaya pengobatan dari TB dampai sekarang ambil

    obat setiap bulan hanya 25 ribu mereka tetap ada saja

    memberikan bantuan. Hanya saja tidak sintens

    seperti dulu saat saya lemah. Tetapi ada keluarga

    tetap membantu)

    4.2.3. Dukungan informasional dan emosional keluarga dalam

    mempertahankan kepatuhan minum obat pasien

    Dukungan informasional dapat diberikan dalam

    bentuk nasehat, saran bahkan solusi dari masalah. Seluruh

    partisipan mendapatkan saran ataupun nasehat yang

    seragam dari pihak keluarga untuk tetap mengikuti

    pengobatan secara teratur.

    R1: “Kalo saran sih paling tuh patuh dengan obat,

    seng boleh putus-putus minum obat, dengan rajin

    kontrol.. cek misalnya cek kesehatan kuh kaya katong

    karna katong minum obat teratur eh minum obat

    setiap hari, jadi yang katong musti rajin kontrol tuh

    LAB” (P1.146-150).

    (Kalau saran itu patuh dengan obat, tidak outus

    minum dengan rajin kontrol.. mengecek kesehatan

    karena minum obat setiap hari jadi harus rajin kontrol

    LAB)

    R3: “Jadi antua bilang ikut perkembangan saja.

    Dimana suster bilang, dimana dokter bilang, antua

  • 40

    bilang ikut begitu saja maksudnya kaya macam ikut

    arahan dokter saja.”(P3.72-74). “Mama Cuma kasi

    saran, untuk minum obat teratur, jaga jang sampe

    drop.” (P3.97-98).

    (Jadi beliau bilang ikuti perkembangan apapun yang

    diarahkan suster dan dokter. Mama hanya

    memberikan saran untuk minum obat teratur jaga

    jangan sampai drop)

    P4: “Nasehat sih kaya, sudahlah memang balom

    ada obat par kasi sembuh tapi dengan ada obat par

    setidaknya par tolonglah. Ya kalo bisa sih minum yang

    batul. Tapi memang dong percaya beta soal minum-

    minum obat nih. Dengan yang tadi pertama beta

    bilang tuh keluarga bilang bahwa, ini ujian. Ujian..

    cobaan buat katong supaya katong juga bisa

    introspeksi diri. Bisa melindungi katong pung diri..”

    (P4.197-203).

    (Nasehat seperti, memang belum ada obat untuk

    menyembuhkan tetapi ada obat untuk tolong

    setidaknya. Ya kalau bisa minum dengan benar. Tapi

    memang mereka percaya saya mengenai minum

    obat. Dengan yang sudah saya bilang bahwa

    keluarga melihat ini sebagai ujian untuk introspeksi

    diri. Bisa melindungi diri kami)

    P5: “Istri saya biasa kita berdua ngobrol-ngobrol,

    dia yang paling menguatkan. Gak usah banyak

    pikiran, kita sudah ada nona ini jadi harus.. nda usah

    mikir yang berat-berat. Itu dia sering bicara” (P5.95-

    98).

  • 41

    Dalam dukungan informasional yang diberikan

    keluarga, salah satu partisipan mengungkapkan adanya

    upaya keluarga yang melakukan pendekatan dengan salah

    satu ODHA yang diketahui keluarga.

    P2: “kebetulan itu, Sdri. E kan di LSM to, jadi

    katong deng Sdri. E.. ada teman sebaya begitu par

    datang untuk liat katong to.. rekan-rekan kaya katong

    begini. Jadi dong pendekatan deng Sdri. E lalu Sdri.

    E datang cari katong di rumah.” (P2.66-69). “Kalo

    keluarga, sarannya Cuma pengobatan saja.. seng

    ada macam diskriminasi.. seng. Kalo dari beta pihak

    keluarga, seng.”(P2.71-72)

    (kebetulan ada teman di LSM jadi ada teman sebaya

    rekan-rekan seperti kami untuk melihat kami. Jadi

    mereka pendekatan dengan Sdri. E kemudian Sdri. E

    datang ke rumah. Kalau saran dari keluarga hanya

    pengobatan saja. Tidak ada diskriminasi dari pihak

    keluarga)

    Setiap partisipan pada penelitian ini mendapatkan

    bentuk dukungan emosional yang cukup beragam.

    Beberapa partisipan menceritakan adanya kasih sayang

    dalam keluarga, nasehat dan sikap keluarga yang tidak

    membeda-bedakan setelah mengetahui status partisipan

    sebagai ODHA serta dukungan spiritual membuat partisipan

    nyaman.

  • 42

    P1: “Dukungan dari beta keluarga yang bikin beta

    nyaman mungkin, kasih sayang. Seng ada

    diskriminasi terus dukungan kasih sayang kemudian

    dong memberikan beta kebebasan untuk bisa apa

    orang bilang yang namanya orang tua tuh pengen

    anaknya tuh sukses dalam orang bilang karir”

    (P1.157-161).

    (Dukungan dari keluarga yang membuat saya

    nyaman mungkin kasih sayang. Tidak ada

    diskriminasi dan mereka memberikan saya

    kebebasan untuk bisa sukses dalam karir)

    P2: “segala sesuatu bisa katong terbuka deng

    dong. Deng dong jua tahu katong pung kehidupan to.

    Dong mendukung katong dalam segala hal. Dalam

    pengobatan, dalam katong punya makan hari-hari,

    katong pung kehidupan hari-hari, terutama juga

    dukungan spiritual, doa..” (P2.79-83).

    (Segala sesuatu kami bisa terbuka dengan mereka.

    Mereka tahu kehidupan kami. Mereka mendukung

    kami dalam segala hal. Dalam pengobatan, makanan

    sehari-hari, kehidupan sehari-hari, terutama spritual

    dan doa )

    P3: “yang bikin beta nyaman tuh karna dong

    selalu kasi beta nasehat.. kaya macam masukan-

    masukan par beta pung kesehatan ataupun

    maksudnya sering-sering bicara deng beta.. seng..

    maksudnya beta seng rasa minder karna dalam

    keluarga seng ada yang menjauhkan dan seng ada

    yang menjauhi beta to..” (P3.121-125).

  • 43

    (yang membuat saya nyaman itu karena mereka

    selalu memberi nasehat. Seperti masukan-masukan

    untuk kesehatan saya atau pun sering berbicara

    dengan saya. Saya tidak merasa minder karena

    dalam keluarga tidak ada yang menjauhi)

    P4: “ya macam tadi tu, dong seng bedakan beta

    dari beta masih ketahuan TB sampe su positif HIV,

    diskriminasi gitu, seng. mungkin karna hidup

    kekeluargaan yang tinggi kan. Hidup kekeluargaan

    masih kental.” (P4.216-219).”Beta nih kan anak yang

    tua. Jadi dalam struktural keluarga tuh beta seng ada

    kurang sedikitpun apa masalah kewenangan

    bagitu”(P4.352-354).

    (ya seperti tadi itu, mereka tidak membedakan saya

    dari saya masih ketahuan TB sampai sudah positif

    HIV, tidak ada diskriminasi. Mingkin karena hidup

    kekeluargaan yang tinggi. Saya anak sulung. Jadi

    kewenangan dalam struktural keluarga tidak

    berkurang sedikitpun)

    P5: “mereka mendukung pengobatan ini tapi takut

    sepertinya dengan penyakit ini. gitu loh. Jadi

    mungkin.. apa.. mau salaman gitu, kita liat mereka

    dekat-dekat aja tuh masih.. bahkan ada kakak yang

    tua, punya anak, dia punya cucu-cucu dia larang main

    ke sini “(P5.149-152). “Ya kalo dari istri, ya dia cukup

    membantu skali. Karna dia yang mengurus

    semuanya. Kalo dengan saya itu, ya seperti tadi saya

    bilang dia memang sering-sering ngobrol. Dia istri

    yang paling menguatkan saya”.(P5.157-161).

  • 44

    4.2.4. Ketersediaan stok obat ARVdan akses pelayanan

    kesehatan

    Mengenai pelayanan kesehatan, seluruh partisipan

    menceritakan hal yang sama terkait dengan ketersediaan

    stok obat ARV yang sempat kosong namun mampu diatasi

    oleh pihak rumah sakit dengan cara mengecer obat.

    P1: “Kalo terlambat ambil obat memang.. pasti

    ada, sering. Sering maksudnya.. pertama itu, eem..

    bukan berarti beta putus obat. Tapi karena memang

    beta stok obat masih ada dirumah” (P1.242-244).

    “Biasa dari rumah sakit tuh dong ambil kebijakan,

    untuk ee.. mengecar. Mengecer obat.” (R1.273-274).

    (kalau terlambat ambil obat memang pasti ada sering.

    Sering maksudnya pertama itu bukan berarti saya

    putus obat. Tapi karena memang stok obat saya

    masih ada di rumah. Biasanya dari rumah sakit

    mengambil kebijakan untuk mengecer obat.)

    P2: “..kadang kala jua kalo ada obat yang

    pengiriman dari sana terlambat, katong masih dapat

    satu botol untuk satu bulan. Tapi kalo benar-benar

    terlambat tuh berarti 1 botol dibagi-bagi. Tapi seng

    putus sampe sekarang” (P2.100-104).

    (Kadang jika ada keterlambatan pengiriman obat,

    kami masih dapat satu botol untuk satu bulan. Tapi

    kalo benar-benar terlambat berarti 1 botol dibagi-bagi.

    Tapi tidaki putus sampai sekarang)

  • 45

    P3: “Stok obat kan dalam tahun kemarin kan

    sempat kosong. Ya tahun kemarin ada.. tahun ini ada.

    Tapi kan dari petugas rumah sakit kan.. tepi seng

    sampe putus. Kan biar cicil tapi dapat minum. Seng

    putus. Memang rumah sakit memang punya

    pengiriman dari pusat ke sini kan ada sempat lambat.

    Tapi petugas klinik mengatasi dengan cara mengecer

    obat to biar samua pasien dapat. Jadi seng ada yang

    putus.” (P3.164-170).

    (stok obat dalam tahun kemarin sempat kosong. Ya

    tahun kemarin ada, tahun ini ada. Tapi petugas klinik

    mengatasi dengan cara mengecer obat agar semua

    pasien bisa mendapat obat. Jadi tidak ada yang

    putus)

    P4: “stok obat sempat kosong tahun lalu” (P4.292).

    ”Bukan kosong sama skali. Ada tapi diencer. Diencer

    sedikit.. maksudnya kaya 1 bulan mustinya kasi 1

    bulan, jadinya 2 minggu begitu. Untuk antisipasi saja

    to. Nanti kalo kemudian sampe 2 minggu, nanti kalo

    kemudian sampe 2 minggu su mau abis ini dikasi 1

    minggu lai dolo. Sambil tunggu-tunggu.. karna banyak

    kali pemakaiannya sama to”(P4.296-302)

    P5: “Dulu pernah kosong di RSU. Ia.. kita cari obat

    di teman-teman sampe Jakarta. Kalo kirim dari sana

    ke sini.. hahaa.. jadi kita takut putus obatnya” (P5.215-

    217) “Dari RSU juga yang sisa sedikit-sedikit yang di

    simpan untuk mendesak, dikasi. Datang tuh dapat 2

    butir.. hahaa.. kadang-kadang tuh semakin menipis,

    trus datang ada.. bisa kasi satu bitur, buat satu

    hari.”(P5.221-224).

  • 46

    Secara keseluruhan partisipan dalam penelitian ini

    bertempat tinggal di kota Ambon. Oleh karena itu,

    pelayanan kesehatan yang di berikan masih bisa di jangkau

    dari segi jarak serta biaya yang harus di keluarkan setiap

    kali pengambilan obat.

    P1: “Seng ada masalah to. karna Ambon kan kecil

    jadi. kalo naik angkot lumayan pengeluarannya karna

    2 kali naik. Pengambilan 1 bulan, per orang itu katong

    mengeluarkan biaya 25 ribu. Cuma karna kebetulan

    beta pung suami su mengakses BPJS, jadi setiap

    bulan katong minta rujukan di dokter yang BPJS. Jadi

    ambil obat gratis”(P1.299-304).

    P2: “Seng jauh juga sih.. su biasa. Memang nai

    angkot dua kali tapi paling Cuma transport pulang

    bale, hitung 20 ribu.. tambah deng uang ambil obat 25

    ribu ya tarulah 50 ribu 1 bulan. Seng begitu

    memberatkan sih” (P2.172-175).

    P3: “Jarak lumayan jauh.” (P3.145). “Tapi

    maksudnya perjalanannya kan agak lama tuh. Tapi

    maksudnya seng bosan sih karna su biasa setiap

    bulan pulang bale.” (P3.147-149)

    P4: “Mudah.. masih..karna maksunya kan masih

    tinggal dalam kota Ambon kan. Dan akses obat tuh

    kan hanya 1 pintu saja di Ambon.” (P4.229-230).

    P5: “Ya.. Tidak begitu jauh dari sini RSU dan cukup

    murah lah. 25 ribu sebulan cukup murah.” (P5.207-

    208).

  • 47

    4.2.5. Kualitas layanan kesehatan yang di berikan

    Dalam ungkapan mengenai pelayanan kesehatan di

    klinik VCT-CST tempat para partisipan mengambil obat

    ARV partisipan menceritakan pelayanan yang diberikan.

    Beberapa partisipan mengungkapkan sikap perawat di

    klinik yang ramah dan terbuka dalam berkomunikasi

    dengan responden.

    P3: “susternya bagus.. maksudnya katong tanya,

    katong rasakan apa, katong bicara, katong tanya

    tetap antua menjawab. Jadi antua memberikan

    masukan ataupun apa yang katong tanyakan antua

    tetap menjawab.. maksudnya bicara dengan enak,

    nyambung lai gitu.” (P3.134-138).

    P5: “Ya.. biasa-biasa saja. Paling datang ambil

    obat, gitu.. kalo kemarin kan baru cek up sekali suster

    Y suruh to. Cek up ambil darah untuk cek up

    semuanya. Dan hasilnya bagus sih. Mereka sangat

    ramah ya. Apalagi suster Y tuh ramah skali jadi kita

    gak canggung.” (P5.224-228).

    Partisipan lain menceritakan keterlambatan

    pengambilan obat dari partisipan yang tidak begitu

    ditanggapi oleh perawat di klinik. Selain itu pengobatan di

    atas satu tahun yang sudah tidak diingatkan lagi dan di

    awasi untuk patuh minum obat.

  • 48

    P1: “Ya seperti biasa kaya misalakan kan kalo

    katong ambil obat tuh kan ada kartu obat tuh.. jadi

    tanggal bale harus sesuai deng tanggal bale. Kalo

    katong terlambat, misalkan 3 hari atau 4 hari nanti

    ditanya kenapa terlambat. Katong harus memberikan

    alasan to. Cuma itu dari pihak medis maksudnya

    suster.. tapi kalo misalkan yang seng datang ambel

    kadang-kadang ya itu dong seng ada tanggapan balik

    untuk respon untuk telpon macam dong pung niat

    untuk dong telepon gitu ke pasien. Jadi orang bilang

    kaya ada pembiaran” (P1.196-204)

    P2: “Pelayanan di klinik.. di Rumah sakit..katong

    kan tiap bulan ambil obat, pelayanan bagus,

    pengobatan tetap sampe skarang katong masih

    ambel. Suster-suster semua baik. (P2.98-

    100).“Kamuka yang awal-awal tu sa dong kasi ingat

    par minum obat musti. Deng paleng kalo beta

    terlambat datang 1, 2 hari begitu kan dapa tanya

    to”(P2.107-109)

    RP: “Ya begitulah.. datang kasi obat la

    sudah”(P4.253). “Biasa pengobat baru. Kalo baru-

    baru begitu kan masih ada. Masih harus diawasi kan.

    Tapi kalo su pengobatan di atas 1 tahun akang

    tindakan Cuma ambil obat saja.”(P4.256-259)

    4.3. Pembahasan

    Dalam pembahasan ini peneliti akan mendiskusikan

    tetang tema yang telah didapatkan dari hasil wawancara

    berdasarkan indikator yang telah ditentukan. Intepretasi hasil

  • 49

    penelitian dilakukan dengan cara membandingkan pada

    penelitian sebelumnya.

    1. Tanggung jawab dalam keluarga sebagai motivasi

    kepatuhan minum obat

    Penelitian ini menemukan bahwa adanya rasa

    tanggung jawab partisipan terhadap keluarga merupakan

    alasan utama bagi partisipan untuk dapat bertahan hidup

    dan tidak ingin sakit. Interaksi yang terjalin antara

    partisipan dengan pihak anggota keluarga yang telah

    mengetahui status partisipan sebagai ODHA mampu

    mendorong partisipan untuk patuh dalam menjalani terapi

    melalui peran keluarga sebagai pengawas minum obat.

    Hal serupa juga pernah dikemukakan Yuniar dan

    Lestari (2014) dalam hasil penelitiannya bahwa faktor

    yang mendukung ODHA dalam minum obat ARV adalah

    faktor keluarga, teman selain itu faktor internal dalam diri

    ODHA seperti motivasi diri untuk tetap hidup dan

    melakukan aktifitas yang baik.Dalam membahas motivasi

    sebagai salah satu faktor kepatuhan, persepsi seseorang

    turut memegang peranan penting sebelum melaksanakan

    atau memilih suatu tindakan atau pekerjaan. Dalam hal ini

    keberadaan pasien ditengah keluarga dengan peran serta

  • 50

    tanggung jawabnya tentu dapat membantu untuk

    membentuk persepsi pasien. Hal tersebut yang akan

    memunculkan alasan dari sikap kepatuhan pasien sebagai

    motivasi.

    2. Penerimaan dan peran keluarga sebagai Pengawas

    Minum Obat (PMO)

    Pada penelitian ini, status para partisipan sebagai

    orang dengan HIV/AIDS dapat diterima oleh pihak

    keluarga. Keluarga yang mengetahui status tersebut

    bahkan turut serta berperan sebagai pengawas minum

    obat bagi responden. Dalam penelitiannya Payuk, Arsin &

    Abdullah (2012) mengungkapkan bahwa ODHA yang

    memiliki kualitas hidup yang baik, berbanding terbalik

    dengan ODHA yang mendapatkan dukungan yang kurang.

    Dukungan keluarga (orangtua, suami, istri, anak atau

    saudara) dapat meningkatkan kepatuhan minum obat ARV

    bagi ODHA. Keluarga dalam hal ini bisa berfungsi menjadi

    pengawas minum obat. Dukungan dari teman melalui sms

    dan telepon untuk mengingatkan jadwal minum obat

    memberikan pengaruh dalam meningkatkan kepatuhan

    minum obat (Yuniar, 2013).

    Dalam pembahasan diatas dapat terlihat betapa

    pentingnya keterlibatan keluarga bagi pasien dalam

  • 51

    menjalani terapi antiretroviral ini. Oleh sebab itu penilaian

    pihak keluarga mengenai status pasien dengan HIV/AIDS

    turut memberikan pengaruh selama pengobatan.

    Keluarga yang mengetahui dan menerima anggota

    keluarganya dengan status HIV/AIDS dapat dilibatkan oleh

    pihak petugas kesehatan di klinik sebagai pengawas

    minum obat. Hal tersebut dibutuhkan terkait dengan

    tingkat kepatuhan yang tinggi untuk mencegah resistensi.

    3. Dukungan informasional dan emosional keluarga

    dalam mempertahankan kepatuhan minum obat

    pasien

    Hasil penelitian menunjukan bentuk dukungan

    informasional yang didapat partisipanberupa nasehat atau

    saran dari keluarga sedangkan dukungan emosional yang

    ada tergambar dalam keadaan keluarga yang tidak

    mendiskriminasi serta adanya kasih saying dari keluarga

    yang membuat partisipan merasa nyaman. Hal yang sama

    pernah ditemukan pada penelitian Chakrapani,

    velayudham & Shunmugam (2014) di India Selatan yang

    mengungkapkan bahwa kurangnya dukungan keluarga

    dan ketakutan didiskriminasi merupakan hambatan

    terhadap pengobatan antiretrovial.

  • 52

    Terkait dengan pembahasan di atas dapat dilihat

    bahwa proses pengobatan yang harus berlangsung

    seumur hidup ini tidak menutup kemungkinan bahwa di

    dalamnnya pasien mengalami kejenuhan. Dukungan

    informasional dan emosional sebagai bagian dari bentuk

    dukungan keluarga diharapkan dapat membantu

    mempertahankan kepatuhan minum obat.

    4. Ketersediaan stok obat ARVdan akses pelayanan

    kesehatan

    Ketersediaan obat ARV dari rumah sakit yang

    menyediakan sangat penting mengingat kebutuhan ODHA

    yang harus mengkonsumsi obat tersebut setiap hari.

    Dalam penelitian ini para partisipan mengaku sempat

    diberikan obat dengan jumlah yang lebih sedikit dari

    biasanya akibat kekurangan stok obat diklinik.Meskipun

    demikian akses menuju kIinik tidak menjadi hambatan

    untuk partisipan kembali mengambil obat. Hal ini dukung

    dengan hasil penelitian Senkonago, Guwatudde, Breda &

    Khoshnood (2011) di Uganda yang menemukan bahwa

    salah satu alasan ketidakpatuhan terapi ARV disebabkan

    pasien kehabisan obat dan tidak ada transportasi ke klinik

    untuk mengambil obat lagi.

  • 53

    Seperti telah diuangkapkan Senkonagi dkk (2011)

    pada penelitian diatas yang mendukung hasil penelitian

    ini, peneliti juga menyimpulkan bahwa ketersediaan obat

    dan akses ke klinik tempat mengambil obat turut

    berpengaruh dalam kepatuhan terapi. Hal ini mengingat

    obat ARV yang hanya dapat di akses hanya melalui rumah

    sakit umum Dr. Haulussy Ambon untuk provinsi Maluku,

    banyaknya pasien yang mengikuti pengobatan dan obat

    yang harus diminum setiap harinya serta jarak tempuh dan

    biaya yang di keluarkan dapat menjadi penghambat bagi

    pasien yang memiliki keterbatasan waktu dan keadaan

    ekonomi.

    5. Kualitas layanan kesehatan yang di berikan

    Dalam penyelengaraan layanan kesehatan,

    kepuasan layanan merupakan hal yang perlu di perhatikan

    karena cukup berpengaruh dalam kepatuhan minum

    obat.Penelitian ini menemukan bahwa dalam

    penyelengaraan layanan kesehatan yang di berikan

    diklinik partisipan dilayani dengan ramah dan komunikasi

    yang baik membuat partisipan measa nyaman. Hal

    tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan

    oleh Broaddus, Hanna, Schuman & Meier (2015)

    menunjukan adanya hubungan baik antara pasien dan

  • 54

    petugas kesehatan dalam menanggapi stigma tentang HIV

    yang beredar dapat membantu pasien untuk tetap

    mengikuti pengobatan.

    Hasil tema mengenai kualitas layanan kesehatan ini

    dapat disimpulkan peneliti bahwa komunikasi yang baik

    dengan pihak yang berwenang (perawat, konselor dan

    dokter) di klinik pada setiap kunjungan dapat membantu

    mempertahankan kepatuhan minum obat pada pasien.

    4.4. Keterbatasan Penelitian

    Keterbatasan pada penelitian ini adalah hanya membahas

    mengenai tiga faktor kepatuhanyaitu motivasi, dukungan

    keluarga dan pelayanan kesehatanberdasarkan teori

    kepatuhan Neven (2012) sehingga peneliti dalam area

    penelitian ini diharapkanmengangkat landasan teori yang

    berbeda agar fakor kepatuhan yang diteliti lebih bervariasi.