Upload
lamkiet
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penelitian Pendahuluan
4.1.1 EkstraksiUmbi Ubi Ungu
Umbi ubi unguyang digunakan di dalam penelitian memiliki kadar airsekitar
61,57%. Umbi ubi ungu dikeringkan terlebih dulu dan dihancurkan menjadi
bubuk sebelum masuk ke dalam proses ekstraksi. Pengeringan dilakukan karena
air yang terkandung di dalam bahan baku akan mengganggu proses ekstraksi dan
penguapan pelarut. Kadar air umbi ubi ungu setelah dikeringkan adalah ±9,26%.
Proses ekstraksi umbi ubi ungu dilakukan dengan tiga tahap perlakuan parsial
yaitu perbedaan kombinasi pelarut etanol dan etil asetat (100:0, 80:20, 60:40,
40:60, 20:80, dan 0:100)
Menurut Jawi et al. (2008) selain antosianin yang berkontribusi memberikan
warna ungu dan merah, umbi ubi ungu juga mengandung karotenoid yang
berwarna kuning. Umbi ubi ungu yang diekstrak menggunakan kombinasi pelarut
etanol dan etil asetat (100:0, 80:20, 60:40, dan 40:60) akan berwarna ungu
kehitaman karena etanol yang bersifat polar dalam jumlah yang besar dapat
mengekstrak antosianin dalam jumlah yang lebih banyak. Umbi ubi ungu yang
diekstrak menggunakan etanol dan etil asetat (20:80) akan berwarna merah karena
jumlah etanol yang sedikit tidak dapat mengekstrak antosianin secara optimal.
Ekstrak yang didapatkan dari maserasi menggunakan etanol dan etil asetat (0:100)
berwarna kuning karena etil asetat tidak dapat mengekstrak antosianin dan hanya
34
mengekstrak komponen karotenoid yang bersifat nonpolar. Rendemen ekstrak
yang dihasilkan dari proses maserasi dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Rendemen ekstrak umbi ubi ungu
Ekstrak Rendemen ekstrak (%)
Perlakuan tahap pertama kombinasi pelarut (etanol : etil asetat)
100:0 10,67
80:20 9,74
60:40 6,10
40:60 3,39
20:80 2,52
0:100 0,84
Perlakuan tahap kedua suhu ekstraksi
Suhu ruang (25°C) 9,46
Suhu 40°C 9,97
Perlakuan tahap ketiga waktu ekstraksi
1 jam 3,48
2 jam 5,67
3 jam 7,66
4 jam 8,92
5 jam 9,19
Hasil penelitian pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa kombinasi pelarut yang
digunakan dalam ekstraksi sangat memberikan pengaruh terhadap jumlah ekstrak
yang didapatkan. Umbi ubi ungu dapat diekstrak baik menggunakan pelarut etanol
maupun etil asetat tetapi ekstrak yang menggunakan kombinasi dengan komposisi
pelarut etanol lebih besar (100:0, 80:20, dan 60:40) memiliki rendemen yang lebih
besar dibandingkan ekstrak yang menggunakan kombinasi dengan komposisi
pelarut etil asetat lebih besar (40:60, 20:80, dan 0:100). Hal ini menunjukkan
bahwa umbi ubi ungu lebih banyak mengandung senyawa yang bersifat polar
dibandingkan semipolar atau nonpolar karena dapat diekstrak secara efektif
menggunakan pelarut polar. Nilai rendemen ekstrak paling besar ditunjukkan
ekstrak yang menggunakan kombinasi pelarut etanol dan etil asetat (100:0) yaitu
10,67% dan nilai rendemen ekstrak paling kecil ditunjukkan ekstrak yang
menggunakan kombinasi pelarut etanol dan etil asetat (0:100) yaitu 0,84%.
Penelitian yang dilakukan Winarsih (2005) menunjukkan bahwa etanol
35
merupakan pelarut yang paling tepat untuk mengekstrakumbi ubi ungu karena
umbi ubi ungu mengandung lebih banyak senyawa polar dibandingkan semipolar
atau nonpolar.
Umbi ubi ungu yang diekstrak pada suhu 40°C menghasilkan ekstrak
dengan rendemen yang lebih besar yaitu 9,97% dibandingkan umbi ubi ungu yang
diekstrak pada suhu kamar (25°C) yaitu 9,46%. Hal ini disebabkan bahwa
ekstraksi yang menggunakan perlakuan panas akan meningkatkan kelarutan
sampel sehingga rendemen yang dihasilkan akan lebih besar (Kwartiningsih et al.,
2009).
Umbi ubi ungu yang diekstrak menggunakan waktu yang berbeda-beda
menunjukkan hasil bahwa semakin lama waktu ekstraksi yang digunakan maka
semakin banyak ekstrak yang dihasilkan. Rendemen ekstrak umbi ubi ungu paling
banyak didapatkan jika umbi ubi ungudiekstrak selama 6 jam yaitu sebesar 9,74%
sedangkan umbi ubi ungu yang diekstrak selama 1 jam menghasilkan rendemen
yang paling kecil yaitu 3,48%. Pengaruh waktu ekstraksi terhadap rendemen
ekstrak yang didapatkan sudah pernah diteliti oleh Ibrahim (2007). Proses
ekstraksi akan lebih optimal jika dilakukan dalam waktu yang lama karena
keseimbangan konsentrasi sampel dan pelarut akan tercapai. Maulida dan
Zulkarnaen (2010) juga menyatakan bahwa semakin lama waktu ekstraksi maka
kontak antara sampel dan pelarut menjadi lebih lama sehingga proses ekstraksi
akan terjadi terus menerus sampai pelarut jenuh terhadap sampel.
36
4.1.2 Optimasi Ekstraksi Umbi Ubi Ungu Menggunakan RSM
Response Surface Methodology (RSM) merupakan sebuah sistem yang
dapat digunakan untuk optimasi ekstraksi umbi ubi ungu. Sistem ini akan
memberikan pola kombinasi variabel perlakuan ekstraksi yang dapat digunakan
untuk menghasilkan ekstrak dengan aktivitas antimikroba terbaik.Hasil konversi
pola kombinasi variabel yang diberikan RSM dapat dilihat pada Lampiran 2.
Rendemen ekstrak yang didapatkan dari proses optimasi menggunakan RSM
dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Rendemen ekstrak hasil RSM
No
Kombinasi variabel perlakuan ekstraksi Rendemen
ekstrak (%) Kombinasi etanol dan
etil asetat (X1)
Waktu ekstraksi (X2)
(jam)
1 75:25 2 2,86
2 75:25 6 2,98
3 25:75 2 0,68
4 25:75 6 1,21
5 85:15 4 8,57
6 15:85 4 7,82
7 50:50 1,2 2,20
8 50:50 6,8 1,12
9 50:50 4 1,79
10 50:50 4 1,75
11 50:50 4 1,70
12 50:50 4 1,88
13 50:50 4 1,80
Berdasarkan Tabel 4.2, ekstrak umbi ubi ungu yang memiliki rendemen
paling besar adalah ekstrak yang dihasilkan dari ekstraksi menggunakan
kombinasi pelarut etanol dan etil asetat (85:15) selama 4 jam sebesar 8,57%.
Rendemen ekstrak yang didapatkan dari proses ekstraksi menggunakan kombinasi
pelarut etanol dan etil asetat (85:15) memiliki rendemen yang besar karena etanol
merupakan senyawa yang paling polar sehingga etanol dalam jumlah lebih besar
dibandingkan etil asetat dapat meningkatkan efektivitas ekstraksi senyawa polar
yang banyak terdapat di umbi ubi ungu (Jawi et al., 2008). Rendemen paling kecil
37
dihasilkan oleh ekstrak umbi ubi ungu yang menggunakan kombinasi pelarut
etanol dan etil asetat (25:75) selama 2 jam yaitu sebesar 0,68%. Hal ini
disebabkan umbi ubi ungu mengandung komponen semipolar dan nonpolar yang
sedikit (Winarsih, 2005) sehingga komponen yang dapat diekstrak oleh etil asetat
terbatas sedangkan komponen polar tidak dapat diekstrak secara maksimal karena
jumlah etanol lebih sedikit dibandingkan etil asetat. Selain itu, waktu ekstraksi 2
jam tidak cukup untuk mengekstrak komponen-komponen yang terkandung di
dalam umbi ubi ungu secara optimal.
4.1.3 Analisis Total Fenolik EkstrakUmbi Ubi Ungu
Analisis total fenolik ekstrak umbi ubi ungu dilakukan dengan metode
Folin-Ciocalteau. Folin-Ciocalteau adalah reagen yang akan bereaksi dengan
senyawa fenolik yang ada di dalam sampel sehingga dapat menghasilkan warna
yang dapat diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 765 nm.
Standar yang digunakan untuk menghitung total fenolik pada penelitian ini adalah
asam galat karena asam galat adalah komponen yang paling sering ditemui pada
tanaman. Oleh karena itu, komponen fenolik pada umbi ubi ungu juga dapat
dinyatakan sebagai total asam galat (Slinkard dan Singleton, 1997).
Aktivitas antimikroba yang dimiliki oleh umbi ubi ungu diduga disebabkan
oleh kandungan fenolik yang ada di dalam umbi ubi ungu. Senyawa fenolik dapat
menghambat pertumbuhan mikroba karena senyawa ini memiliki kemampuan
untuk merusak membran lipid mikroba sehingga menyebabkan kebocoran isi sel.
Analisis total fenolik dilakukan pada semua jenis ekstrak yang didapatkan
pada penelitian ini. Contoh perhitungan total fenolik dapat dilihat pada Lampiran
38
3. Total fenolik pada ekstrak umbi ubi ungu dapat dilihat pada Gambar 4.1, 4.2,
dan 4.3.
Keterangan: Notasi huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada α
0.05, notasi huruf yang berbeda menunjukkan ada perbedaan signifikan.
Gambar 4.1 Total fenolik ekstrakumbi ubi ungu tahap pertama yang menggunakan perbedaan
kombinasi pelarut etanol dan etil asetat pada suhu 25° selama enam jam
Keterangan: Notasi huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada α
0.05, notasi huruf yang berbeda menunjukkan ada perbedaan signifikan.
Gambar 4.2 Total fenolik ekstrak umbi ubi ungu tahap kedua yang menggunakan perbedaan
suhu ekstraksi, kombinasi pelarut etanol dan etil asetat (80:20) selama enam jam
43,23 9,25a
109,00 1,09b
75,15 2,18c 77,46 1,09c
45,54 0,54a
32,46 0,54a
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
100:0 80:20 60:40 40:60 20:80 0:100
Tota
l fe
noli
k e
kst
rak
um
bi
ub
i u
ngu
(mG
AE
/L s
am
pel)
Kombinasi pelarut (etanol : etil asetat)
108,62 0,54a
99,38 0,54b
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
Suhu kamar 25 C Suhu 40 C
Tota
l fe
noli
k e
kst
ra
k u
mb
i u
bi
un
gu
(mg
GA
E/L
sa
mp
el)
Suhu ekstraksi
39
Keterangan: Notasi huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada α
0.05, notasi huruf yang berbeda menunjukkan ada perbedaan signifikan.
Gambar 4.3 Total fenolik ekstrak umbi ubi ungu tahap ketiga yang menggunakan perbedaan waktu ekstraksi, kombinasi pelarut etanol dan etil asetat (80:20), dan suhu 25°C
Gambar 4.1dan pengujian secara statistik pada Lampiran 3 menunjukkan
bahwa ekstrak umbi ubi ungu yang diekstrak menggunakan kombinasi pelarut
etanol dan etil asetat (80:20) memiliki kandungan fenolik paling tinggi sebesar
109,00 mgGAE/L sampel (P < 0.05). Hal ini disebabkan oleh komponen fenolik
di dalam sampel akan lebih optimal terekstrak jika diekstrak menggunakan
campuran pelarut yang memiliki polaritas yang berbeda seperti etanol dan etil
asetat sehingga dapat mengekstrak komponen fenolik baik yang polar maupun
semi polar (Maulida dan Zulkarnaen, 2010). Kombinasi pelarut etanol dan etil
asetat (80:20) merupakan kombinasi pelarut yang dapat mengekstrak komponen
fenolik di dalam umbi ubi ungu dalam jumlah paling banyak. Tingginya
kandungan fenolik menunjukkan bahwa semakin banyak senyawa fenolik yang
terekstrak dari umbi ubi ungu, namun hasil pengujian fenolik tidak berbanding
lurus dengan rendemen ekstrak yang dihasilkan. Rendemen ekstrak paling tinggi
ditunjukkan oleh ekstrak umbi ubi ungu 100:0 (10,67%) sedangkan total fenolik
paling tinggi ditunjukkan oleh ekstrak 80:20. Hal ini dapat disebabkan pelarut
39,00 1,09a 42,85 1,09a
55,54 1,63b
71,69 0,54c 75,54 0,54c
109,00 1,09d
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
1 2 3 4 5 6
Tota
l fe
noli
k e
kst
rak
um
bi
ub
i u
ngu
(mgG
AE
/L s
am
pel)
Lama ekstraksi (jam)
40
etanol dan etil asetat (100:0) lebih banyak mengekstrak komponen umbi ubi ungu
selain senyawa fenolik.
Gambar 4.2dan pengujian secara statistik pada Lampiran 3 menunjukkan
bahwa ekstrak umbi ubi ungu yang diekstrak pada suhu kamar (25°C) memiliki
kandungan fenolik (108,6 mgGAE/L sampel) lebih tinggi dibandingkan ekstrak
umbi ubi ungu yang diekstrak pada suhu 40°C (99,38 mgGAE/L sampel) (P <
0.05). Hal ini dapat disebabkan adanya kenaikan suhu yang menyebabkan
dekomposisi komponen-komponen fenolik sehingga komponen-komponen
tersebut lebih mudah menguap(Maulida dan Zulkarnaen, 2010).
Gambar 4.3dan pengujian secara statistik pada Lampiran 3 menunjukkan
bahwa ekstrak umbi ubi ungu yang didapatkan dari proses ekstraksi selama 6 jam
memiliki kandungan fenolik yang paling tinggi yaitu sebesar 109,00 mgGAE/L
sampel (P < 0.05). Hal ini membuktikan bahwa semakin lama proses ekstraksi
maka komponen-komponen yang ada di dalam sampel akan lebih maksimal
terekstrak termasuk komponen fenolik (Ibrahim, 2007).
4.1.4 Analisis Total Flavonoid Ekstrak Umbi Ubi Ungu
Total flavonoid yang terkandung di dalam sampel ditentukan dengan
mereaksikan sampel dengan larutan AlCl3. Larutan AlCl3 yang digunakan
memiliki konsentrasi 2% (2 gram dalam 100 ml metanol). Senyawa flavonoid
yang terkandung di dalam sampel akan bereaksi dengan AlCl3 membentuk
komponen warna yang akan diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer
dengan panjang gelombang 367 nm. Total flavonoid dinyatakan dalam total
quercetin(Huang et al., 2004).
41
Senyawa flavonoid dapat digunakan sebagai antimikroba karena flavonoid
memiliki kemampuan untuk menembus membran sel mikroba. Analisis total
flavonoid dilakukan pada semua jenis ekstrak yang didapatkan pada penelitian ini.
Cara perhitungan total flavonoid yang terkandung di dalam ekstrak umbi ubi ungu
dapat dilihat pada Lampiran 4. Total flavonoid ekstrak umbi ubi ungu dapat
dilihat pada Gambar 4.4, 4.5, dan 4.6.
Keterangan: Notasi huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada α
0.05, notasi huruf yang berbeda menunjukkan ada perbedaan signifikan.
Gambar 4.4 Total flavonoid ekstrak tahap pertama yang menggunakan kombinasi pelarut
yang berbeda pada suhu 25°C selama enam jam
Keterangan: Notasi huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada α
0.05, notasi huruf yang berbeda menunjukkan ada perbedaan signifikan.
Gambar 4.5 Total flavonoid ekstrak umbi ubi ungu tahap kedua yang menggunakan
perbedaan suhu ekstraksi, kombinasi pelarut etanol dan etil asetat (80:20) selama
enam jam
36,55 0,10a
113,93 0,05b
46,28 0,10c 48,49 0,05d
33,15 0,10e
16,35 0,10f
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
100:0 80:20 60:40 40:60 20:80 0:100
Tota
l fl
avon
oid
ek
strak
um
bi
ub
i
un
gu
(m
gQ
E/L
sam
pel)
Kombinasi pelarut (etanol : etil asetat)
113,66 0,14a
107,23 0,19b
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
Suhu ruang 25 C Suhu 40 C
Tota
l fl
avon
oid
ek
stra
k u
mb
i
ub
i u
ngu
(m
gQ
E/L
sa
mp
el)
Suhu ekstraksi
42
Keterangan: Notasi huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada α
0.05, notasi huruf yang berbeda menunjukkan ada perbedaan signifikan.
Gambar 4.6 Total flavonoid ekstrak umbi ubi ungu tahap ketiga yang menggunakan
perbedaan waktu ekstraksi, kombinasi pelarut etanol dan etil asetat (80:20), dan
suhu 25°C
Senyawa flavonoid merupakan kelas terbesar senyawa fenolik sehingga
senyawa flavonoid memiliki sifat yang sama dengan senyawa fenolik (Putri,
2008). Hasil pengujian kandungan total flavonoid pada Gambar 4.4, 4.5, dan 4.6
menunjukkan hasil yang sama dengan hasil pengujian kandungan total fenolik.
Kandungan senyawa flavonoid paling tinggi ditunjukkanoleh ekstrak yang
didapatkan dari kombinasi pelarut etanol dan etil asetat (80:20) (113,93 mgQE/L
sampel) (P < 0.05), ekstrak umbi ubi ungu yang dihasilkan pada suhu kamar
(25°C) (113,66 mgQE/L sampel) (P < 0.05) dan ekstrak yang dihasilkan dari
proses ekstraksi selama 6 jam (113,93 mgQE/L sampel) (P < 0.05).
4.1.5 Pengujian Aktivitas Antimikroba Ekstrak Umbi Ubi Ungu dan
Penentuan Ekstrak Umbi Ubi Ungu Terpilih
Aktivitas antimikroba ekstrak umbi ubi ungu diuji dengan metode difusi
sumur dengan konsentrasi ekstrak 5%, 10%, 15%, 20%, 25% (b/v) dan satu
kontrol berupa pelarut. Penghitungan jumlah koloni bakteri dan kapang dengan
metode TPC (Total Plate Count) dengan pengenceran sampai 10-6
untuk bakteri
23,66 0,05a
33,18 0,05b39,58 0,14c 42,23 0,05d
54,10 0,10e
113,93 0,05f
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
1 2 3 4 5 6
Tota
l fl
avon
oid
ek
strak
um
bi
ub
i
un
gu
(m
gQ
E/L
sam
pel)
Lama ekstraksi (jam)
43
dan 10-4
untuk kapang dilakukan setiap kultur digunakan untuk difusi sumur untuk
memastikan jumlah mikroba yang digunakan berada pada fase log. Perhitungan
jumlah mikroba dapat dilihat pada Lampiran 5.
4.1.5.1 Penentuan kombinasi pelarut (etanol dan etil asetat) terbaik
Aktivitas antimikroba setiap ekstrak umbi ubi ungu yang didapatkan pada
ekstraksi tahap pertama diuji menggunakan metode difusi sumur untuk
menentukan ekstrak yang menggunakan kombinasi pelarut etanol dan etil asetat
yang memiliki aktivitas antimikroba terbaik yang dapat menghambat mikroba
lebih dari 6 mm dengan konsentrasi terkecil. Penentuan jenis ekstrak dengan
kombinasi pelarut terpilih dapat dilakukan dengan pengujian efisiensi masing-
masing ekstrak dan analisis statistik.
Pengaruh kombinasi pelarut etanol dan etil asetat pada proses ekstraksi
umbi ubi ungu yang menggunakan suhu kamar (25°C) selama 6 jam terhadap
zona penghambatan dapat dilihat pada Gambar 4.7 untuk bakteri Gram positif dan
Gambar 4.8 untuk bakteri Gram negatif.Pengujian efisiensi ekstrak dapat
dilakukan dengan menentukan ekstrak yang menghasilkan zona penghambatan
paling besar (lebih dari 6 mm) dengan konsentrasi paling kecil. Data pengukuran
zona penghambatan yang dipengaruhi kombinasi pelarut etanol dan etil asetat
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Cara pengujian secara statistik dapat
dilihat pada Lampiran 14 untuk B.cereus, Lampiran 15 untuk L.monocytogenes,
Lampiran 16 untuk E.coli, dan Lampiran 17 untuk P.aeruginosa.
44
Keterangan: Notasi huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada α
0.05, notasi huruf yang berbeda menunjukkan ada perbedaan signifikan.
Gambar 4.7 Pengaruh kombinasi pelarut etanol dan etil asetat yang digunakan dalam
ekstraksi umbi ubi ungu terhadap aktivitas antimikroba ekstrak umbi ubi ungu
pada bakteri Gram positif (P<0.05)
1,0
10,0
8a 7
,40
0,2
1b
11,1
30,2
5c
13,1
80,2
5d
16
,15
0,1
4e
5,0
50,2
1a
8,3
50,0
4b
12,7
80,1
8c
17,9
50,0
7d
20,7
50,1
4e
3,3
50,2
1a
7,9
30,6
0b
11,2
00,2
8c
15,1
00,3
5d
19,4
50,7
8e
1,7
30,3
2a
6,5
80,6
7b
10,3
30,0
4c
13,0
50,7
1d
18,0
00,6
4e
1,1
50,3
5a
5,3
80
,39
b
8,5
50,4
2c
11
,30
0,2
8d
16
,28
0,6
7e
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
5% 10% 15% 20% 25%
Zon
a p
en
gh
am
bata
n (
mm
)
Konsentrasi ekstrak (%)
B.cereus
100:0
80:20
60:40
40:60
20:80
0:100
0,7
30
,25
a
4,2
80
,04
b
6,8
50
,21
c
7,5
00
,21
d
10
,98
0,2
5e
4,1
50
,71
a
6,4
50
,21
b
8,5
00
,28
c
11
,68
0,3
9d
13
,60
0,3
5e
0,0
80
,11
a
3,1
30
,81
b
6,1
30
,32
c
9,6
50
,21
d
11
,08
0,1
8e
0,0
0a 2
,35
0,4
9b
4,8
00
,21
c
7,0
80
,04
d
8,5
30
,04
e
0,0
0a 1,6
50
,07
b
4,2
00
,21
c
6,2
00
,28
d
8,9
00
,00
e
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
5% 10% 15% 20% 25%
Zon
a p
en
gh
am
ba
tan
(m
m)
Konsentrasi ekstrak (%)
L. monocytogenes
100;0
80;20
60;40
40;60
20;80
0;100
45
Keterangan: Notasi huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada α
0.05, notasi huruf yang berbeda menunjukkan ada perbedaan signifikan.
Gambar 4.8 Pengaruh kombinasi pelarut etanol dan etil asetat yang digunakan dalam
ekstraksi umbi ubi ungu terhadap aktivitas antimikroba ekstrak umbi ubi ungu
pada bakteri Gram negatif (P<0.05)
Gambar 4.7dan 4.8 menunjukkan bahwa ekstrak yang memiliki aktivitas
antimikroba paling besar adalah ekstrak yang menggunakan kombinasi pelarut
etanol dan etil asetat (80:20) yang dapat menghasilkan zona penghambatandengan
0,2
00,0
7a
1,0
80
,04
b
3,0
80,2
5c
5,6
00
,14
d
6,5
80,0
8e
1,3
80,1
1a
3,9
80,3
2b
7,0
80,0
4c
9,1
50,3
5d
11,8
30,3
9e
0,3
30,4
6a
2,5
3,1
1b
5,1
80,9
5c
8,3
01,3
4d
10,1
30,1
1e
0,0
0a 2,6
30,2
5b
4,7
30,3
9c
6,8
50,3
5d
8,6
30,4
6e
0,0
0a
1,6
00,1
4b
2,4
00
,21
c
5,5
00,2
1d
8,2
00
,28
e
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
5% 10% 15% 20% 25%
Zon
a p
en
gh
am
bata
n (
mm
)
Konsentrasi ekstrak (%)
E. coli
100;0
80;20
60;40
40;60
20;80
0;1000
,95
0,0
7a
2,6
80
,60
b
4,1
30
,11
c
5,7
30
,39
d
6,9
80
,95
e
1,5
50
,64
a
4,0
30
,46
b
6,6
80
,25
c
9,8
80
,11
d
12
,03
0,1
8e
0,3
30
,11
a
2,5
50
,07
b
4,6
80
,25
c
7,7
00
,28
d
10
,48
0,6
0e
0.0
0
1,1
00
,64
b
4,1
30
,11
c
7,3
50
,00
d
9,0
00
,64
e
0.0
0
0.0
0
0.0
0
0.0
0 2,7
50
,07
e
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
5% 10% 15% 20% 25%
Zon
a p
en
gh
am
ba
tan
(m
m)
Konsentrasi ekstrak (%)
P. aeruginosa
100:0
80:20
60:40
40:60
20:80
0:100
46
kisaran 4,15 – 20,75 mm untuk bakteri Gram positif (B.cereus dan
L.monocytogenes) dan 1,38 – 12,03 mm untuk bakteri Gram negatif (E.coli dan
P.aeruginosa). Ekstrak tersebut sudah mampu menghambat lebih dari 6 mm pada
konsentrasi 10% untuk B.cereus (8,35 mm) dan L.monocytogenes (6,45 mm) serta
konsentrasi 15% untuk bakteri E.coli (7,08 mm) dan P.aeruginosa (6,68 mm)
dibandingkan ekstrak yang menggunakan kombinasi pelarut lain.
Hasil ini juga didukung oleh hasil analisis statistik pada Lampiran 14, 15,
16, dan 17 yang menunjukkan bahwa ekstrak umbi ubi ungu dengan kombinasi
pelarut (80:20) memiliki aktivitas antimikroba paling besar terhadap B.cereus
(7,08 mm) dan L.monocytogenes (6,45 mm) pada konsentrasi 10% serta E.coli
(7,07 mm) dan P.aeruginosa (6,68 mm) pada konsentrasi 15%. Oleh karena itu
ekstrak umbi ubi ungu etanol dan etil asetat 80:20 dengan konsentrasi 10%
merupakan ekstrak terpilih untuk B.cereus dan L.monocytogenes sedangkan
ekstrak umbi ubi ungu etanol dan etil asetat 80:20 dengan konsentrasi 15%
merupakan ekstrak terpilih untuk E.coli dan P.aeruginosa. Konsentrasi ekstrak
umbi ubi ungu memberikan pengaruh terhadap zona penghambatan yang
dihasilkan (P < 0.05). Semakin besar konsentrasi ekstrak maka semakin besar
penghambatan yang dapat dihasilkan seperti yang dikatakan oleh Priyono dan
Praptiwi (2010).
Berdasarkan hasil penelitian, semua jenis ekstrak umbi ubi ungu kecuali
ekstrak yang menggunakan kombinasi pelarut etanol dan etil asetat (0:100)
terbukti memiliki aktivitas antimikroba untuk menghambat pertumbuhan bakteri
Gram positif (B.cereus dan L.monocytogenes) dengan zona penghambatan
berkisar antara 0,73 – 20,75 mm dan bakteri Gram negatif (E.coli dan
47
P.aeruginosa) dengan zona penghambatan berkisar antara 0,20 – 12,03 mm
namun semua jenis ekstrak umbi ubi ungu tidak dapat menghambat pertumbuhan
kapang (A.niger dan Penicillium sp). Ekstrak umbi ubi ungu tidak dapat
menghambat pertumbuhan kapang dapat disebabkan oleh struktur kapang yang
lebih kompleks dan ukuran sel kapang (10 µm – 1 mm) yang lebih besar daripada
bakteri (0,5 – 5 µm).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan penghambatan
ekstrak terhadap bakteri Gram positif lebih besar dibandingkan dengan bakteri
Gram negatif. Bakteri Gram positif memiliki struktur dinding sel satu lapis
dengan kandungan peptidoglikan lebih dari 50% dan kandungan lipid yang
rendah. Bakteri Gram negatif memiliki dinding sel tiga lapis dengan kandungan
peptidoglikan sebesar 10% dan kandungan lipid yang tinggi serta membran luar
yang terdiri dari lipopolisakarida dan protein (Mardiati, 2008). Perbedaan struktur
dinding sel antara bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif menyebabkan
hasil penghambatan yang berbeda. Ekstrak umbi ubi ungu diduga lebih mudah
masuk dan merusak dinding sel satu lapis yang dimiliki oleh bakteri Gram positif
dibandingkan dinding sel tiga lapis yang dimiliki oleh bakteri Gram negatif
karena penghambatan yang dihasilkan lebih besar pada bakteri Gram positif
dibandingkan bakteri Gram negatif.
4.1.5.2 Penentuan suhu ekstraksi terbaik
Suhu ekstraksi terbaik ditentukan dengan cara mengekstrakumbi ubi ungu
dengan kombinasi pelarut terbaik selama enam jam pada suhu kamar (25°C) dan
40°C. Suhu ekstraksi terbaik adalah suhu yang dapat menghasilkan ekstrak
48
dengan aktivitas antimikroba lebih besar. Pada penelitian ini, kombinasi pelarut
terbaik yang digunakan adalah kombinasi pelarut etanol dan etil asetat (80:20)
karena dapat menghasilkan ekstrak dengan aktivitas antimikroba yang paling
besar.
Pengujian ekstrak umbi ubi ungu untuk menentukan suhu ekstraksi terbaik
dilakukan menggunakan difusi sumur dengan konsentrasi 10% untuk bakteri
Gram positif (B.cereus dan L.monocytogenes) dan konsentrasi 15% untuk bakteri
Gram negatif (E.coli dan P.aeruginosa). Pengaruh suhu pada proses ekstraksi
umbi ubi ungu yang menggunakan kombinasi pelarut etanol dan etil asetat (80:20)
selama 6 jam terhadap zona penghambatanB.cereus, L.monocytogenes, E.coli, dan
P.aeruginosa dapat dilihat pada Gambar 4.9. Data pengukuran zona
penghambatan yang dipengaruhi suhu ekstraksi selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 7.
Keterangan: Notasi huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada α
0.05, notasi huruf yang berbeda menunjukkan ada perbedaan signifikan. Gambar 4.9 Pengaruh suhu ekstraksi yang digunakan terhadap aktivitas antimikroba ekstrak
umbi ubi ungu (P > 0.05)
Penentuan jenis ekstrak umbi ubi ungu dengan suhu ekstraksi terpilih dapat
dilakukan secara visual dan statistik. Penentuan secara visual dapat dilakukan
13
,98
0,9
5a
12
,95
0,1
4a
9,1
80
,18
a
8,6
50
,49
a
6,9
80
,46
a
6,9
30
,60
a
7,1
30
.25
a
6,6
80
,18
a
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
suhu 25 suhu 40
Zon
a p
en
gh
am
ba
tan
(m
m)
Suhu ekstraksi ( C)
B.cereus
L.monocytogenes
E.coli
P.aeruginosa
49
dengan melihat ekstrak yang memiliki aktivitas antimikroba paling besar. Gambar
4.9 menunjukkan bahwa ekstrak umbi ubi ungu yang dihasilkan pada suhu
ekstraksi 25°C memiliki aktivitas antimikroba yang lebih besar terhadap semua
bakteri baik Gram positif (13,98 mm untuk B.cereus dan 6,98 mm untuk
L.monocytogenes) maupun bakteri Gram negatif (9,18 mm untuk E.coli dan 7,13
mm untuk P.aeruginosa) dibandingkan dengan ekstrak umbi ubi ungu yang
dihasilkan pada suhu ekstraksi 40°C (12,95 mm untuk B.cereus, 6,93 mm untuk
L.monocytogenes, 8,65 mm untuk E.coli, dan 6,68 mm untuk P.aeruginosa). Hal
ini dapat disebabkan adanya komponen aktif umbi ubi ungu yang mengalami
dekomposisi dan menguap karena ada peningkatan suhu saat ekstraksi sehingga
menyebabkan aktivitas antimikroba menurun (Maulida dan Zulkarnaen, 2010).
Pengujian secara statistik yang dapat dilihat pada Lampiran 18, 19, 20, dan
21 menunjukkan bahwa aktivitas antimikroba ekstrak yang dihasilkan pada suhu
kamar (25°C) dan suhu 40°C tidak berbeda signifikan (P > 0.05). Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh suhu ekstraksi terhadap aktivitas
antimikroba ekstrak umbi ubi ungu. Oleh karena itu pada penelitian ini ekstrak
umbi ubi ungu yang dihasilkan pada suhu ekstraksi 25°C ditentukan sebagai
ekstrak terpilih karena ekstrak tersebut memiliki aktivitas antimikroba yang lebih
besar, selain itu ekstraksi pada suhu 25°C lebih mudah dilakukan karena tidak
membutuhkan pemanasan.
4.1.5.3 Penentuan waktu ekstraksi terbaik
Waktu ekstraksi terbaik ditentukan dengan cara mengekstrakumbi ubi ungu
menggunakan kombinasi pelarut etanol dan etil asetat terbaik (80:20) pada suhu
50
ekstraksi 25°C selama 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 jam. Waktu ekstraksi terbaik adalah
waktu dimana ekstrak umbi ubi ungu dengan zona penghambatan lebih dari 6 mm
untuk semua jenis bakteri patogen pangan dapat dihasilkan.
Pengujian ekstrak umbi ubi ungu untuk menentukan waktu ekstraksi terbaik
dilakukan menggunakan difusi sumur dengan konsentrasi 10% untuk bakteri
Gram positif (B.cereus dan L.monocytogenes) dan konsentrasi 15% untuk bakteri
Gram negatif (E.coli dan P.aeruginosa). Pengaruh waktu pada proses ekstraksi
umbi ubi ungu yang menggunakan kombinasi pelarut etanol dan etil asetat
(80:20)pada suhu 25°C terhadap zona penghambatanB.cereus, L.monocytogenes,
E.coli, dan P.aeruginosa dapat dilihat Gambar 4.10. Data pengukuran zona
penghambatan yang dipengaruhi waktu ekstraksi selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 8.
Keterangan: Notasi huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada α
0.05, notasi huruf yang berbeda menunjukkan ada perbedaan signifikan.
Gambar 4.10 Pengaruh waktu ekstraksi yang digunakan terhadap aktivitas antimikroba ekstrak
umbi ubi ungu (P < 0.05)
Penentuan waktu ekstraksi dapat dilakukan secara visual dan statistik.
Gambar 4.10 menunjukkan bahwa semakin lama waktu ekstraksi maka zona
penghambatan yang dihasilkan ekstrak umbi ubi ungu semakin besar. Pengujian
3,8
80
,25
a
4,8
30
,67
a
6,9
00
,14
b
7,9
50
,57
b
9,7
00
,07
c
14
,13
0,2
5c
1,5
30
,32
a
2,9
00
,07
b
3,9
00
,14
b
5,0
80
,60
c
6,2
80
,46
d
8,8
00
,07
e
0,3
30
,25
a
1,6
80
,32
b
2,3
00
,00
b
4,0
50
,00
c
5,2
80
,11
d
7,8
30
,04
e
0,5
30
,32
a
1,7
30
,04
b
1,9
00
,07
bc
2,7
80
,18
c
5,0
30
,18
d
7,7
50
,28
e
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
1 2 3 4 5 6
Zon
a p
en
gh
am
ba
tan
(m
m)
Lama ekstraksi (jam)
B.cereus
L.monocytogenes
E.coli
P.aeruginosa
51
visual berdasarkan Gambar 4.10 didapatkan hasil bahwa zona penghambatan lebih
dari 6 mm dihasilkan oleh ekstrak 3 jam untuk B.cereus(6,90 mm), ekstrak 5 jam
untuk L.monocytogenes(6,28 mm), dan ekstrak 6 jam untuk E.coli (7,83 mm) dan
P.aeruginosa (7,75 mm).
Pengujian secara statistik yang dapat dilihat pada Lampiran 22, 23, 24, dan
25 memberikan hasil bahwa adanya pengaruh waktu ekstraksi terhadap aktivitas
antimikroba ekstrak umbi ubi ungu (P < 0.05). Semakin lama waktu ekstraksi
maka semakin besar zona penghambatan yang dihasilkan oleh ekstrak umbi ubi
ungu. Oleh karena itu, ekstrak umbi ubi ungu 6 jam ditentukan sebagai ekstrak
terpilih karena ekstrak umbi ubi ungu 6 jam dapat memberikan penghambatan
lebih dari 6 mm untuk semua jenis bakteri baik Gram positif (14,13 mm untuk
B.cereus dan 8,80 mm untuk L.monocytogenes) maupun Gram negatif (7,85 mm
untuk E.coli dan 7,75 mm untuk P.aeruginosa). Jadi ekstrak terpilih dari ketiga
tahap perlakuan parsial maserasi adalah ekstrak umbi ubi ungu yang
menggunakan kombinasi pelarut etanol dan etil asetat (80:20) pada suhu 25°C
selama enam jam.
4.1.5.4 Pengujian aktivitas antimikroba ekstrak umbi ubi ungu hasil optimasi
menggunakan RSM
Ekstrak umbi ubi ungu yang didapatkan dari optimasi ekstraksi
menggunakan RSM diuji untuk menghambat bakteri B.cereus dan E.colidengan
metode difusi sumur. Hasil pengujian ekstrak umbi ubi ungu dapat dilihat pada
Tabel 4.3 dan Gambar 4.11 dan 4.12.
52
Tabel 4.3Zona penghambatan ekstrak umbi ubi ungu hasil optimasi menggunakan RSM
X1 X2 Konversi X1 Konversi X2
(jam)
Zona penghambatan (mm)
B.cereus E.coli
-1 -1 75:25 2 8,85 9,13
-1 1 75:25 6 20,78 15,98
1 -1 25:75 2 4,40 5,00
1 1 25:75 6 5,83 6,28
-1,41421 0 85:15 4 0,00 0,00
1,41421 0 15:85 4 0,00 0,00
0 -1,4121 50:50 1,2 6,48 6,73
0 1,41214 50:50 6,8 5,68 6,00
0 0 50 : 50 4 4,83 5,38
0 0 50 : 50 4 4,67 5,43
0 0 50 : 50 4 4,74 5,17
0 0 50 : 50 4 4,91 5,29
0 0 50 : 50 4 4,39 5,36
Berdasarkan data pada Tabel 4.3 untuk B. cereus dan hasil RSM yang ada di
Lampiran 26 didapatkan R2 sebesar 0,452848 yang artinya hanya 45,2848% data
yang bisa diplotkan dengan persamaan RSM yang diperoleh adalah sebagai
berikut:
Y = 47,08–24,25X1+15,28579X2–6,2275X12X1–26,25X2
2X1+24,1725X2
2X2
Nilai tersebut juga menunjukkan terdapatnya 54,7152% faktor-faktor lain yang
mempengaruhi selain faktor kombinasi pelarut dan waktu ekstraksi. Persamaan
RSM menunjukkan bahwa perubahan lama ekstraksi memiliki pengaruh yang
lebih besar daripada kombinasi pelarut yang digunakan terhadap aktivitas
antimikroba ekstrak umbi ubi ungu terhadap B. cereus. Hal ini dapat dilihat pada
koefisien lama ekstraksi (X2) lebih besar dari pada koefisien kombinasi pelarut
(X1). Solusi yang disarankan software adalah X1 (kombinasi pelarut) sebesar -
0,597208 atau kombinasi etanol:etil asetat (64:36) dan X2 (waktu ekstraksi)
sebesar -0,640449 atau 2,72 jam dengan hasil diperkirakan sebesar 4,9426263%.
Optimasi zona penghambatan RSM untuk B. cereus dapat dilihat pada Gambar
4.11.
53
Gambar 4.11 Pengujian aktivitas antimikroba ekstrak umbi ubi unguhasil RSM terhadap
B.cereus
Tabel 4.3 dan hasil RSM yang ada di Lampiran 26 menyatakan bahwa R2
untuk E. coli yang didapatkan dari penelitian sebesar 0,435372 yang artinya hanya
43,5372% data yang bisa diplotkan dengan persamaan RSM yang diperoleh
adalah sebagai berikut:
Y = 53,26–17,2875X1+8,87203X2–11,8425X12X1–13,925X2
2X1+19,9825X2
2X2
Nilai R2 tersebut juga menunjukkan ada pengaruh faktor lain sebesar 56,4628%
selain faktor kombinasi pelarut (etanol dan etil asetat) dan waktu ekstraksi.
Koefisien lama ekstraksi (X2) yang lebih besar daripada koefisien kombinasi
pelarut (X1) pada persamaan RSM menunjukkan bahwa perubahan lama ekstraksi
memiliki pengaruh yang lebih besar daripada kombinasi pelarut yang digunakan
terhadap aktivitas antimikroba ekstrak umbi ubi ungu terhadap E. coli. Software
menyarankan suatu solusi yaitu X1 (kombinasi pelarut) sebesar -0,487469 atau
kombinasi etanol:etil asetat(72:28) dan X2 (waktu ekstraksi) sebesar -
54
0,395328atau 2,41 jam dengan hasil diperkirakan sebesar 55,806317%. Optimasi
zona penghambatan RSM untuk E. coli dapat dilihat pada Gambar 4.12.
Gambar 4.12 Pengujian aktivitas antimikroba ekstrak umbi ubi unguhasil RSM terhadap
E.coli
Nilai R2yang tidak terlalu tinggi, menunjukkan bahwa metode RSM kurang
sesuai digunakan. Kecocokan suatu metode dikatakan lebih baik apabila nilai R2
semakin mendekati nilai 1. Pada penelitian ini, ekstrak umbi ubi ungu yang
didapatkan melalui optimasi menggunakan RSM tidak dapat digunakan sebagai
ekstrak terpilih karena R2 yang dihasilkan hanya sebesar 0,450771 untuk B.
cereus dan 0,434668 untuk E. coli. Hal ini dapat disebabkan oleh penentuan titik
tengah yang kurang tepat pada saat konversi variabel. Oleh karena itu, ekstrak
umbi ubi ungu tersebut tidak dapat digunakan lebih lanjut ke dalam penelitian
utama.
55
4.2 Penelitian Utama
4.2.1 Penentuan Nilai MIC, MBC, dan MFC ekstrak umbi ubi ungu
Nilai MIC adalah konsentrasi minimal ekstrak yang menunjukkan aktivitas
penghambatan terhadap mikroba. MBC merupakan konsentrasi minimal ekstrak
yang dapat membunuh bakteri sedangkan MFC merupakan konsentrasi minimal
ekstrak yang dapat membunuh fungi. Nilai MIC, MBC, dan MFC ditentukan dari
data pengujian aktivitas antimikroba ekstrak umbi ubi ungu yang menggunakan
kombinasi pelarut etanol dan etil asetat yang berbeda. Cara perhitungan MIC dan
MBC dapat dilihat pada Lampiran 9. Hasil perhitungan MIC, MBC, dan MFC
dapat dilihat pada Tabel 4.4 untuk B.cereus, L.monocytogenes, E.coli, dan
P.aeruginosa serta Tabel 4.5 untuk A.niger dan Penicillium sp.
Tabel 4.4 Nilai MIC dan MBC ekstrak umbi ubi ungu Ekstrak umbi ubi
ungu Bakteri uji
Nilai MIC
(%)
Nilai MBC
(%)
100:0
B. cereus 1,46 5,82
L. monocytogenes 1,53 6,12
E. coli 1,71 6,83
P. aeruginosa 1,53 6,10
80:20
B. cereus 1,44 5,74
L. monocytogenes 1,32 5,28
E. coli 1,56 6,25
P. aeruginosa 1,58 6,30
60:40
B. cereus 1,50 5,98
L. monocytogenes 1,63 6,51
E. coli 1,84 7,34
P. aeruginosa 1,70 6,80
40:60
B. cereus 1,63 6,52
L. monocytogenes 1,63 6,52
E. coli 1,62 6,49
P. aeruginosa 1,73 6,91
20:80
B. cereus 1,62 6,47
L. monocytogenes 1,72 6,88
E. coli 1,79 7,15
P. aeruginosa 1,98 7,94
0:100
B. cereus 0,00 0,00
L. monocytogenes 0,00 0,00
E. coli 0,00 0,00
P. aeruginosa 0,00 0,00
56
Tabel 4.5 Nilai MIC dan MFC ekstrak umbi ubi ungu Ekstrak umbi ubi
ungu Kapang uji
Nilai MIC
(%)
Nilai MFC
(%)
100:0 A. niger 0,00 0,00
Penicillium sp 0,00 0,00
80:20 A. niger 0,00 0,00
Penicillium sp 0,00 0,00
60:40 A. niger 0,00 0,00
Penicillium sp 0,00 0,00
40:60 A. niger 0,00 0,00
Penicillium sp 0,00 0,00
20:80 A. niger 0,00 0,00
Penicillium sp 0,00 0,00
0:100 A. niger 0,00 0,00
Penicillium sp 0,00 0,00
Semakin kecil nilai MIC, MFC, dan MBC maka ekstrak bekerja lebih
efektif untuk menghambat atau membunuh mikroba. Berdasarkan Tabel 4.4 nilai
MIC dan MBC ekstrak umbi ubi ungu lebih kecil terhadap bakteri Gram positif
(1,32 – 1,72%) dibandingkan bakteri Gram negatif (1,53 – 1,98%) dimana hasil
ini menunjukkan bahwa ekstrak umbi ubi ungu lebih efektif menghambat bakteri
Gram positif dibandingkan bakteri Gram negatif karena diduga senyawa fenolik
dan flavonoid yang terkandung di dalam ekstrak umbi ubi ungu lebih efektif
merusak dinding sel bakteri Gram positif.
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa ekstrak umbi ubi ungu 80:20 merupakan
ekstrak yang paling efektif menghambat bakteri karena memiliki nilai MIC (1,32
– 1,58%) dan MBC (5,28 – 6,30%) paling kecil. Ekstrak umbi ubi ungu 0:100
tidak memiliki nilai MIC dan MBC karena berdasarkan hasil difusi sumur, ekstrak
tersebut tidak dapat menghambat bakteri uji. Tabel 4.5 menunjukkan bahwa tidak
didapatkan nilai MIC dan MFC untuk A.niger dan Penicillium sp karena
pengujian difusi sumur menunjukkan ekstrak umbi ubi ungu tidak dapat
menghambat kapang.
57
4.2.2 Stabilitas Ekstrak Umbi Ubi Ungu Terpilih
Aktivitas antimikroba ekstrak dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pH,
konsentrasi garam, konsentrasi gula, serta suhu dan lama pemanasan. Dalam
aplikasi pada produk pangan, ekstrak umbi ubi ungu diharapkan memiliki
kestabilan pada berbagai kondisi proses produksi dan sifat produk pangan yang
dihasilkan. Pengujian stabilitas ekstrak umbi ubi ungu mengacu pada metode yang
dilakukan oleh Ardiansyah (2002) yang melakukan pengujian stabilitas ekstrak
terhadap pH, konsentrasi garam, konsentrasi gula, suhu dan lama pemanasan.
Aktivitas antimikroba ekstrak dikatakan stabil jika pada kondisi yang berbeda-
beda, ekstrak tersebut dapat menghambat bakteri uji lebih dari 6 mm.
4.2.2.1 Stabilitas ekstrak umbi ubi ungu terhadap pH
Pengujian stabilitas ekstrak umbi ubi ungu terhadap pH dilakukan dengan
mencampurkan ekstrak dengan larutan bufferKH2PO4. Hal ini bertujuan untuk
mengubah pH ekstrak umbi ubi ungu. Ekstrak yang sudah dicampurkan dengan
larutan buffer kemudian diuji untuk menghambat bakteri dengan metode difusi
sumur. Kontrol yang berisi larutan buffer pH diberikan untuk memastikan bahwa
larutan buffer tidak menghambat bakteri uji.
Hasil pengujian stabilitas ekstrak umbi ubi ungu pada pH yang berbeda-
beda dapat dilihat pada Gambar 4.13. Data stabilitas ekstrak umbi ubi ungu
terhadap pH selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 27a.
58
Keterangan: Notasi huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada α
0.05, notasi huruf yang berbeda menunjukkan ada perbedaan signifikan.
Gambar 4.13 Stabilitas ekstrak umbi ubi ungupada beberapa interval pH (P < 0.05)
Gambar 4.13 menunjukkan bahwa aktivitas antimikroba ekstrak umbi ubi
ungu menurun saat nilai pH mendekati pH basa. Penurunan aktivitas antimikroba
terjadi pada semua bakteri uji. Aktivitas antimikroba ekstrak umbi ubi ungu paling
baik dihasilkan pada pH 4 (12,68 mm untuk B.cereus, 8,40 mm untuk
L.monocytogenes, 7,08 mm untuk E.coli, dan 7,28 mm untuk P.aeruginosa).
Aktivitas antimikroba ekstrak umbi ubi ungu menjadi tidak stabil pada pH 8
ditunjukkan dengan zona penghambatan yang dihasilkan sangat kecil (6,68 mm
untuk B.cereus, 2,60 mm untuk L.monocytogenes, 3,08 mm untuk E.coli, dan 2,65
mm untuk P.aeruginosa). Hal ini disebabkan oleh aktivitas komponen fenolik
yang terkandung di dalam tanaman akan stabil pada pH asam dan tidak stabil pada
pH basa (Friedman dan Jurgens, 2000).
Hal ini juga didukung dengan hasil analisis statistikpada Lampiran 28.
Hasil pengujian statistik terhadap stabilitas ekstrak umbi ubi ungu terhadap pH
12,6
80,1
1a
11,5
30,0
4ab
8,9
50,2
8b
7,3
50,2
1c
6,6
80,1
8c
8,4
00,2
1a
7,2
50,1
4ab
5,8
80,0
4b
3,1
00
,21
c
2,6
00,1
4c
7,0
80,0
4a
6,4
30,0
4ab
6,0
30,3
9b
3,7
30,3
2c
3,0
80,0
4c
7,2
80
,32
a
6,2
80,1
1ab
5,9
30,3
2b
3,6
30,2
5c
2,6
50
,14
c
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
4 5 6 7 8
Zon
a p
en
gh
am
bata
n (
mm
)
Nilai pH
B. cereus
L.monocytogenes
E.coli
P.aeruginosa
59
menunjukkan bahwa ada pengaruh perbedaan pH terhadap stabilitas antimikroba
ekstrak umbi ubi ungu (P < 0.05). Pengujian secara statistik juga membuktikan
bahwa ekstrak stabil pada pH 4, 5, dan 6 (6,70 – 8,86 mm) tapi tidak stabil pada
pH 7 dan pH 8 (3,75 – 4,45 mm).
4.2.2.2 Stabilitas ekstrak umbi ubi ungu terhadap konsentrasi garam
Pengujian stabilitas ekstrak umbi ubi ungu terhadap konsentrasi garam
dilakukan dengan mencampurkan ekstrak dengan larutan garam. Ekstrak yang
sudah dicampurkan dengan larutan garam kemudian diuji untuk menghambat
bakteri dengan metode difusi sumur. Hasil pengujian stabilitas ekstrak umbi ubi
ungu pada konsentrasi garam yang berbeda-beda dapat dilihat pada Gambar 4.14.
Data stabilitas ekstrak umbi ubi ungu terhadap konsentrasi garam selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 27b.
Keterangan: Notasi huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada α
0.05, notasi huruf yang berbeda menunjukkan ada perbedaan signifikan.
Gambar 4.14 Stabilitas ekstrak umbi ubi ungupadabeberapa konsentrasi garam(P > 0.05)
11
,28
0,7
4a
12
,45
0,0
0a
12
,33
0,8
8a
12
,53
0,6
7a
7,5
30
,11
a
8,4
30
,11
a
9,1
80
,25
a
9,7
80
,11
a
6,9
50
,21
a
7,1
80
,18
a
8,2
50
,07
a
8,6
00
,99
a
6,9
30
,04
a
7,4
00
,14
a
8,0
80
,04
a
8,6
00
,14
a
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
1% 2% 3% 4%
Zon
a p
en
gh
am
ba
tan
(m
m)
Konsentrasi garam (%b/v)
B.cereus
L.monocytogenes
E.coli
P.aeruginosa
60
Gambar 4.14 menunjukkan bahwa aktivitas antimikroba ekstrak umbi ubi
ungu meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi garam tetapi tidak
signifikan (P > 0.05). Zona penghambatan paling besar ditunjukkan pada
konsentrasi garam 4% yaitu sebesar 12,53 mm untuk B.cereus, 9,78 mm untuk
L.monocytogenes, 8,60 mm untuk E.coli, dan 8,60 mm untuk P.aeruginosa. Hal
ini disebabkan kondisi yang diciptakan ekstrak umbi ubi ungu dan konsentrasi
garam tinggi merupakan kondisi yang tidak sesuai bagi pertumbuhan bakteri
sehingga pertumbuhan bakteri terhambat.
Stabilitas ekstrak umbi ubi ungu terhadap konsentrasi garam juga diuji
secara statistik yang dapat dilihat pada Lampiran 29. Pengujian stabilitas ekstrak
umbi ubi ungu terhadap konsentrasi garam secara statistik menunjukkan bahwa
tidak ada pengaruh konsentrasi garam terhadap stabilitas ekstrak umbi ubi ungu (P
> 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas antimikroba ekstrak umbi ubi ungu
stabil pada berbagai konsentrasi garam karena di setiap konsentrasi garam, ekstrak
umbi ubi ungu masih menunjukkan penghambatan di atas 6 mm (8,17 mm pada
konsentrasi 1%, 8,86 mm pada konsentrasi 2%, 9,45 mm pada konsentrasi 3%,
dan 9,88 mm pada konsentrasi 4%) untuk semua jenis bakteri uji.
4.2.2.3 Stabilitas ekstrak umbi ubi ungu terhadap konsentrasi gula
Pengujian stabilitas ekstrak umbi ubi ungu terhadap konsentrasi gula
dilakukan dengan mencampurkan ekstrak dengan larutan gula. Ekstrak yang
sudah dicampurkan dengan larutan gula kemudian diuji untuk menghambat
bakteri dengan metode difusi sumur. Hasil pengujian stabilitas ekstrak umbi ubi
ungu pada konsentrasi gula yang berbeda-beda dapat dilihat pada Gambar 4.15.
61
Data stabilitas ekstrak umbi ubi ungu terhadap konsentrasi gula selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 27c.
Keterangan: Notasi huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada α
0.05, notasi huruf yang berbeda menunjukkan ada perbedaan signifikan.
Gambar 4.15 Stabilitas ekstrak umbi ubi ungu padakonsentrasi gula yang berbeda (P > 0.05)
Gambar 4.15 menunjukkan adanya peningkatan zona penghambatan seiring
dengan meningkatnya konsentrasi gula namun peningkatannya tidak signifikan (P
> 0.05). Jadi semakin tinggi konsentrasi gula maka semakin tinggi pula aktivitas
dan kelarutan senyawa fenolik yang terkandung di dalam ekstrak umbi ubi ungu.
Stabilitas ekstrak umbi ubi ungu terhadap konsentrasi gula juga diuji secara
statistik yang dapat dilihat pada Lampiran 30. Pengujian stabilitas ekstrak umbi
ubi ungu terhadap konsentrasi gula secara statistik menunjukkan bahwa tidak ada
pengaruh konsentrasi gula terhadap stabilitas ekstrak umbi ubi ungu (P > 0.05).
Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas antimikroba ekstrak umbi ubi ungu stabil
pada berbagai konsentrasi gula karena di setiap konsentrasi gula, ekstrak umbi ubi
ungu masih menunjukkan penghambatan di atas 6 mm (9,06 mm pada konsentrasi
14
,50
0,0
7a
15,0
30,1
1a
15
,88
0,1
8a
16,5
50,0
0a
9,2
00,1
4a
9,8
00,0
7a
10,3
30,1
1a
11,1
30,1
1a
6,7
00,0
0a
7,1
80,0
4a
7,8
30,0
4a
8,2
50,0
7a
5,8
50,2
8a
6,5
00
,14
a
7,2
80,1
8a
7,8
30,1
1a
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
10% 20% 30% 40%
Zon
a p
en
gh
am
ba
tan
(m
m)
Konsentrasi gula (%b/v)
B.cereus
L.monocytogenes
E.coli
P.aeruginosa
62
10%, 9,63 mm pada konsentrasi 20%, 10,33 mm pada konsentrasi 30%, dan 10,94
mm pada konsentrasi 40%) untuk semua jenis bakteri uji.
4.2.2.4 Stabilitas ekstrak umbi ubi unguterhadap suhu dan lama pemanasan
Pengujian stabilitas ekstrak umbi ubi ungu terhadap suhu dan lama
pemanasan dilakukan dengan memanaskan ekstrak pada suhu 80°C dan 100°C
selama 5, 10, dan 15 menit. Ekstrak yang sudah melalui proses pemanasan
kemudian diuji untuk menghambat bakteri dengan metode difusi sumur. Hasil
pengujian stabilitas ekstrak umbi ubi ungu terhadap suhu dan lama pemanasan
dapat dilihat pada Gambar 4.16 Data stabilitas ekstrak umbi ubi ungu terhadap
suhu dan lama pemanasan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 27d.
63
64
Gambar 4.16 menunjukkan bahwa kisaran diameter yang dihasilkan ekstrak
umbi ubi ungu adalah 11,00 – 12.35 mm pada suhu 80°C dan 10,93 – 12.05 mm
pada suhu 100°C untuk B.cereus, 7,85 – 8,98 mm pada suhu 80°C dan 7,70 – 9,15
mm pada suhu 100°C untuk L.monocytogenes, 7,10 – 7,75 mm pada suhu 80°C
dan 6,38 – 7,48 mm pada suhu 100°C untuk E.coli, 6,20 – 7,50 mm pada suhu
80°C dan 6,45 – 7,40 mm pada suhu 100°C untuk P.aeruginosa. Hasil ini
didukung oleh analisis secara statistik yang dapat dilihat pada Lampiran 31 yang
menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh suhu dan lama pemanasan terhadap
stabilitas umbi ubi ungu (P > 0.05). Perbedaan zona penghambatan yang
dihasilkan oleh setiap ekstrak dapat disebabkan oleh adanya komponen-komponen
yang menguap saat dipanaskan pada suhu yang lebih tinggi dan waktu yang lebih
lama. Jawi et al. (2008) menyatakan bahwa komponen yang ada di umbi ubi ungu
stabil pada pemanasan mencapai suhu 80°C. Jika dipanaskan pada suhu melebihi
80°C maka kestabilan komponen di dalam umbi ubi ungu akan mengalami
penurunan. Oleh karena itu, aktivitas antimikroba ekstrak umbi ubi ungu tetap
stabil walaupun sudah diberi perlakuan pemanasan.
4.2.3 Analisis Fitokimia Ekstrak Umbi Ubi UnguTerpilih
Analisis fitokimia ekstrak umbi ubi ungu terpilih dilakukan secara kualitatif
yang meliputi uji alkaloid, tanin, flavonoid, saponin, steroid, dan triterpenoid.
Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.6 dan Lampiran 32.
65
Tabel 4.6 Hasil pengujian komponen fitokimia ekstrak umbi ubi ungu terpilih
Komponen fitokimia Hasil pengujian
Alkaloid -
Hidroquinon -
Tanin +
Flavonoid +
Saponin +
Steroid -
Triterpenoid +
Keterangan: + = terdeteksi
- = tidak terdeteksi
Hasil pengujian fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak umbi ubi ungu
terpilih mengandung tanin, flavonoid, saponin, dan triterpenoid. Komponen-
komponen fitokimia ini merupakan komponen fitokimia yang sudah pernah
diteliti memiliki aktivitas antimikroba. Priyono dan Praptiwi (2010) menyatakan
bahwa saponin, tanin, dan flavonoid merupakan zat antibakteri yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan. Aktivitas antimikroba ekstrak umbi ubi ungu diduga
dikontribusi oleh komponen tanin, flavonoid, dan saponin yang terkandung di
dalamnya.
4.2.4 Uji Toksisitas Ekstrak Umbi Ubi UnguTerpilih
Menurut Dewi M et al. (2009) uji toksisitas suatu sampel dapat dilakukan
dengan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test). Metode BSLT adalah suatu
metode pengujian toksisitas terhadap larva Artemia salinadengan menghitung
persentase kematian larva tersebut setelah sampel diberikan. Hasil pengujian
dinyatakan dalam nilai LC50 dimana nilai LC50 menunjukkan konsentrasi yang
menyebabkan kematian pada 50% hewan uji. Semakin kecil nilai LC50 maka
semakin besar tingkat toksisitasnya. Cahyadi (2009) juga menyatakan bahwa
suatu sampel memiliki potensi toksisitas jika memiliki nilai LC50 kurang dari
1000 µg/ml. Nilai toksisitas suatu sampel dibagi menjadi tiga kelompok
66
berdasarkan nilai LC50 yaitu toksisitas sangat tinggi (< 30 µg/ml), tinggi (30-100
µg/ml), dan rendah (100-1000 µg/ml). Semakin mendekati nilai 1000 µg/ml maka
toksisitas suatu sampel semakin rendah (Suryaningrum et al., 2007).
Hasil pengujian toksisitas terhadap ekstrak umbi ubi ungu dapat dilihat pada
Lampiran 32 dimana nilai LC50 ekstrak umbi ubi ungu adalah 889,446 µg/ml.
Nilai ini menyatakan bahwa ekstrak umbi ubi ungu memiliki tingkat toksisitas
yang rendah sehingga ekstrak umbi ubi ungu aman untuk diaplikasikan ke dalam
produk pangan.