Upload
asmoni-situbondo-madura
View
129
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. KAJIAN TEORI TENTANG PEMBELAJARAN KOOPERATIF
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran matematika tidaklah sama maknanya dengan
mengajar matematika. Mengajar adalah mengatur, mengorganisasikan
lingkungan yang ada disekitar siswa, sehingga dapat mendorong dan
menumbuhkan minat siswa melakukan kegiatan belajar. Pembelajaran
adalah upaya menciptakan pelayanan terhadap kemampuan, potensi,
minat, bakat, dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi
optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa
(Suyitno, 2004:2). Para guru diharapkan merancang pembelajaran
matematika, sehingga memberikan kesempatan yang seluas – luasnya
kepada siswa untuk berperan aktif dalam membangun konsep secara
mandiri atau bersama – sama.
Menurut Amin Suyitno (2006:1), suatu kegiatan pembelajaran di
kelas disebut model pembelajaran jika: (1) ada kajian ilmiah dari
penemunya, (2) ada tujuannya, (3) ada tingkah laku yang spesifik, (4) ada
kondisi spesifik yang diperlukan agar tindakan/kegiatan pembelajaran
tersebut dapat berlangsung secara efektif.
Menurut Eggen dan Kauchak dalam Wardhani(2005), model
pembelajaran adalah pedoman berupa program atau petunjuk strategi
mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu pembelajaran. Pedoman
itu memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan,
11
12
dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Salah satu tujuan dari
penggunaan model pembelajaran adalah untuk meningkatkan kemampuan
siswa selama belajar. Dengan pemilihan metode, strategi, pendekatan
serta teknik pembelajaran, diharapkan adanya perubahan dari mengingat
(memorizing) atau menghapal (rote learning) ke arah berpikir (thinking)
dan pemahaman (understanding), dari model ceramah ke pendekatan
discovery learning (pembelajaran penemuan) atau inquiry learning
(pembelajaran penyelidikan), dari belajar individual kekooperatif, serta
dari subject centered keclearer centered atau terkonstruksinya
pengetahuan siswa (Setiawan, 2005).
Setiap siswa dalam satu kelas pasti mempunyai tingkat kemampuan
yang berbeda – beda (tinggi, sedang dan rendah) dan juga tidak menutup
kemungkinan akan adanya perbedaan ras, budaya, dan suku. Untuk itu
kita harus menggunakan model pembelajaran yang bisa kita diterapkan
pada kondisi siswa seperti di atas.
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model
pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok – kelompok. Setiap
siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang
berbeda – beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan
anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta
memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif
mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk
menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai
tujuan pembelajaran.
13
"Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan
menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat
sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan
akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen)" (Wina
Sanjaya, 2006:242).
Sedangkan menurut Eggen dan Kauchak (dalam Trianto, 2007: 42)
"Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang
melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan
bersama". Menurut Isjoni (2009:14) "Pembelajaran kooperatif merupakan
strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil
yang tingkat kemampuannya berbeda". Dan menurut Muslimin Ibrahim
(2000:12) mengatakan bahwa “model pembelajaran kooperatif selain
membantu siswa memahami konsep – konsep yang sulit, juga berguna
untuk membantu siswa menumbuhkan keterampilan kerjasama, berfikir
kritis, dan kemampuan membantu teman”.
”Pembelajaran kooperatif adalah suatu pembelajaran sangat tepat
digunakan untuk melatihkan keterampilan – keterampilan kerja sama dan
kolaborasi, dan juga keterampilan – keterampilan tanya jawab (Ibrahim,
dkk, 2000: 9)”. Sedangkan Menurut Sutawijaya (dalam Suhito, 2003: 16),
pembelajaran kooperatif adalah salah satu alternatif yang perlu
digalakkan dalam konstruktivisme, karena pertimbangan sebagai berikut:
a. Siswa yang sedang menyelesaikan masalah bersama – sama dengan
teman sekelas, akan dapat menumbuhkan refleksi yang membutuhkan
kesadaran tentang apa yang sedang dipikirkan dan dikerjakan.
14
b. Menjelaskan kepada temannya biasanya mengarah kepada suatu
pemahaman yang lebih jelas dan sering menemukan ketidak
konsistenan pada pikirannya sendiri.
c. Ketika suatu kelompok kecil menerangkan solusinya ke seluruh kelas
(tidak peduli apakah solusi itu cocok atau tidak) kelompok
memperoleh kesempatan berharga untuk mempelajari hasil yang
diperoleh.
d. Mengetahui bahwa ada teman sekelompok belum bisa menjawab, akan
meningkatkan gairah setiap anggota kelompok untuk mencoba
menemukan jawabannya.
e. Keberhasilan suatu kelompok menemukan suatu jawaban, akan
menumbuhkan motivasi untuk menghadapi masalah baru.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan suatu metode pembelajaran dimana
siswa belajar dalam kelompok – kelompok kecil yang memiliki tingkat
kemampuan berbeda. Dan dalam menyelesaikan tugas kelompoknya,
setiap anggota kelompok saling bekerjasama dan saling membantu untuk
memahami materi pelajaran.
2. Prinsip dan Unsur – unsur Penting Pembelajaran Kooperatif
Menurut Nur (2000), prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif
sebagai berikut:
a) Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.
15
b) Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua
anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.
c) Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung
jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
d) Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
e) Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan
membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses
belajarnya.
f) Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta
mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani
dalam kelompok kooperatif.
Sementara itu menurut Ibrahim dkk (2000), unsur – unsur
pembelajaran kooperatif adalah :
a. Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka
”sehidup sepenanggungan bersama”.
b. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu dalam kelompoknya.
c. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota dalam kelompoknya
memiliki tujuan yang sama.
d. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di
antaranggota kelompoknya.
e. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan
yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.
f. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan
untuk belajar bersama.
16
g. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual
materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Selain itu, menurut Johnson & Johnson (1994) dan Sutton (1992),
terdapat lima unsur penting dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:
a) Saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa
Dalam pembelajaran kooperatif siswa merasa bahwa mereka sedang
bekerja sama untuk mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain.
Seorang siswa tidak akan sukses kecuali semua anggota kelompoknya
juga sukses. Siswa akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari
kelompok yang juga mempunyai andil terhadap suksesnya kelompok.
b) Interaksi antara siswa yang semakin meningkat
Pembelajaran kooperatif akan meningkatkan interaksi antara siswa.
Hal ini, terjadi dalam hal seorang siswa akan membantu siswa lain
untuk sukses sebagai anggota kelompok. Saling memberikan bantuan
ini akan berlangsung secara alamiah karena kegagalan seseorang
dalam kelompok memengaruhi suksesnya kelompok. Untuk mengatasi
masalah ini, siswa yang membutuhkan bantuan akan mendapatkan
dari teman sekelompoknya. Interaksi yang terjadi dalam pembelajaran
kooperatif adalah dalam hal tukar – menukar ide mengenai masalah
yang sedang dipelajari bersama.
c) Tanggung jawab individual
Tanggung jawab individual dalam belajar kelompok dapat berupa
tanggung jawab siswa dalam hal: (a) membantu siswa yang
17
membutuhkan bantuan (bukan waktu ujian) dan (b) siswa tidak dapat
hanya sekadar ”membonceng” pada hasil kerja teman.
d) Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil
Dalam belajar kooperatif, selain dituntut untuk mempelajari materi
yang diberikan, seorang siswa dituntut untuk belajar bagaimana
berinteraksi dengan siswa lain dalam kelompoknya. Bagaimana siswa
bersikap sebagai anggota kelompok dan menyampaikan ide dalam
kelompok akan menuntut keterampilan khusus.
e) Proses kelompok
Pembelajaran kooperatif tidak akan berlangsung tanpa proses
kelompok. Proses kelompok terjadi jika anggota kelompok
mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai tujuan dengan baik
dan membuat hubungan kerja yang baik.
3. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Adapun tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran kooperatif
antara lain (Ibrahim, 2000: 7):
a. Hasil belajar akademik
Dalam pembelajaran kooperatif selain mencakup beragam tujuan
sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas – tugas akademis
penting lainnya. Para pengembang model ini telah menunjukkan
bahwa model struktur penghargaan kooperatif dapat meningkatkan
nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang
berhubungan dengan hasil belajar.
18
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain dari pembelajaran kooperatif adalah penerimaan
secara luas terhadap orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, dll.
Dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling
menghargai satu sama lain.
c. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting yang ketiga pembelajaran kooperatif adalah
mengajarkan pada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi yang
sangat penting untuk dimiliki peserta didik supaya mampu dalam
menghadapi persaingan global untuk memenangkan persaingan
tersebut.
4. Langkah – langkah Pembelajaran Kooperatif
Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan
komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling
belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi
kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling
menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain.
Terdapat 6 (enam) langkah dalam model pembelajaran kooperatif.
Fase Tingkah Laku Guru
Fase – 1
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan
pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran
tersebut dan memotivasi siswa belajar
Fase – 2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa
dengan lewat bahan bacaan
19
Fase – 3
Mengorganisasikan siswa
ke dalam kelompok
kooperatif
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
caranya membentuk kelompok belajar dan
membantu setiap kelompok agar
melakukan transisi secara efisien
Fase – 4
Membimbing kelompok
bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok – kelompok
belajar pada saat mereka mengerjakan
tugas mereka
Fase – 5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari atau masing –
masing kelompok mempresentasikan hasil
kerjanya
Fase – 6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara – cara untuk
menghargai hasil belajar individu dan
kelompok
5. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Penggunaan model pembelajaran kooperatif untuk mengajar
mempunyai tujuan agar siswa mampu bekerjasama dengan teman lain
dalam mencapai tujuan bersama. Adapun kelebihan penggunaan
pembelajaran kooperatif adalah :
a) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan
keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah.
b) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih intensif
mengadakan penelitian mengenai suatu masalah.
c) Mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan
keterampilan berdiskusi.
d) Memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan sebagai individu
serta kebutuhannya dalam belajar.
20
e) Siswa lebih aktif bergabung dengan teman mereka dalam pelajaran,
mereka lebih aktif berpartisipasi dalam berdiskusi.
f) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa
menghargai dan menghormati antar siswa, dimana mereka telah
saling bekerja sama dalam kelompok untuk mencapai tujuan
bersama.
Tetapi disamping adanya kelebihan dalam pembelajaran kooperatif,
pembelajaran kooperatif juga mempunyai kelemahan – kelemahan antara
lain sebagai berikut :
a) Kerja sama kelompok seringkali hanya melibatkan kepada siswa
yang mampu, sebab mereka cukup memimpin dan mengarahkan
kepada mereka yang kurang mampu.
b) Strategi ini kadang menuntut pengaturan tempat duduk yang berbeda
– beda dan gaya mengajar yang berbeda pula.
c) Keberhasilan strategi kelompok ini bergantung kepada kemampuan
siswa memimpin kelompok atau bekerja sendiri.
(Sumber : http://techonly13.wordpress.com/2009/07/04/pengertian-
pembelajaran-kooperatif/)
B. KAJIAN TEORI TENTANG PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
THINK – PAIR – SHARE (TPS)
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS
TPS (think – pair – share) adalah merupakan jenis pembelajaran
yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa. Think – pair –
21
share pertama kali kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan koleganya
di Universitas Maryland sesuai yang dikutip Arends (1997), menyatakan
bahwa think – pair – share merupakan suatu cara yang efektif untuk
membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua
diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara
keseluruhan, dan prosedur yang dalam think – pair – share dapat
memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespons dan saling
membantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat
atau siswa membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya.
Sekarang guru menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa
yang telah dijelaskan dan dialami. Guru memilih menggunakan think –
pair – share untuk membandingkan tanya jawab kelompok keseluruhan.
2. Langkah – langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS
Tahapan utama dalam pembelajaran think – pair – share adalah
sebagai berikut:
Tahap I
Tahap II
:
:
Thinking (berpikir). Guru mengajukan pertanyaan
atau masalah yang berhubungan dengan pelajaran,
dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa
menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah
tersebut.
Pairing (berpasangan). Guru meminta siswa
berpasangan dengan siswa yang lain untuk
mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh.
Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi
22
Tahap III :
jawaban atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus
telah diidentifikasi. Secara normal guru memberi
waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk
berpasangan.
Sharing (berbagi). Pada langkah akhir, guru meminta
pasangan – pasangan untuk berbagi dengan
keseluruhan kelas tentang apa yang telah mereka
bicarakan. Hal ini efektif dilakukan dengan cara
bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan
sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapat
kesempatan untuk melaporkan.
Adanya kegiatan berpikir – berpasangan – berbagi dalam metode
think – pair – share memberi banyak keuntungan. Siswa secara individual
dapat mengembangkan pemikirannya masing – masing karena adanya
waktu berpikir (think time) sehingga kualitas jawaban siswa juga dapat
meningkat. Menurut Nurhadi (2004), akuntabilitas berkembang karena
setiap siswa harus saling melaporkan hasil pemikiran masing – masing
dan berbagi dengan seluruh kelompok dalam satu kelas. Jumlah anggota
kelompok yang kecil mendorong setiap anggota untuk terlibat secara
aktif, sehingga siswa yang jarang atau bahkan tidak pernah berbicara di
depan kelas paling tidak memberi ide atau jawaban kepada pasangannya.
3. Kelebihan dan kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS
Menurut Ibrahim, dkk. (2000:6) pembelajaran kooperatif tipe TPS
mempunyai kelebihan sebagai berikut :
23
a. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas
Penggunaan metode pembelajaran TPS menuntut siswa
menggunakan waktunya untuk mengerjakan tugas – tugas atau
permasalahan yang diberikan oleh guru di awal pertemuan sehingga
diharapkan siswa mampu memahami materi dengan baik sebelum
guru menyampaikannya pada pertemuan selanjutnya.
b. Memperbaiki kehadiran
Tugas yang diberikan oleh guru pada setiap pertemuan selain
untuk melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran juga
dimaksudkan agar siswa dapat selalu berusaha hadir pada setiap
pertemuan. Sebab bagi siswa yang sekali tidak hadir maka siswa
tersebut tidak mengerjakan tugas dan hal ini akan mempengaruhi hasil
belajar mereka.
c. Sikap apatis berkurang
Sebelum pembelajaran dimulai, kencenderungan siswa merasa
malas karena proses belajar di kelas hanya mendengarkan apa yang
disampaikan guru dan menjawab semua yang ditanyakan oleh guru.
Dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar,
metode pembelajaran TPS akan lebih menarik dan tidak monoton
dibandingkan metode konvensional.
d. Penerimaan terhadap individu lebih besar
Dalam model pembelajaran konvensional, siswa yang aktif di
dalam kelas hanyalah siswa tertentu yang benar – benar rajin dan
cepat dalam menerima materi yang disampaikan oleh guru sedangkan
24
siswa lain hanyalah “pendengar” materi yang disampaikan oleh guru.
Dengan pembelajaran TPS hal ini dapat diminimalisir sebab semua
siswa akan terlibat dengan permasalahan yang diberikan oleh guru.
e. Hasil belajar lebih mendalam
Parameter dalam proses belajar mengajar adalah hasil belajar
yang diraih oleh siswa. Dengan pembelajaran TPS perkembangan
hasil belajar siswa dapat diidentifikasi secara bertahap. Sehingga pada
akhir pembelajaran hasil yang diperoleh siswa dapat lebih optimal.
f. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
Sistem kerjasama yang diterapkan dalam model pembelajaran
TPS menuntut siswa untuk dapat bekerja sama dalam tim, sehingga
siswa dituntut untuk dapat belajar berempati, menerima pendapat
orang lain atau mengakui secara sportif jika pendapatnya tidak
diterima.
Sedangkan kelemahan metode TPS ini adalah pembelajaran yang
baru diketahui, kemungkinan yang dapat timbul adalah sejumlah siswa
bingung, sebagian kehilangan rasa percaya diri, saling mengganggu antar
siswa (Ibrahim, 2000:18). Selain itu, pembelajaran kooperatif tipe TPS
membutuhkan waktu yang banyak dalam pelaksanaanya.
25
C. KAJIAN TEORI TENTANG CONTEXTUAL TEACHING AND
LEARNING
1. Pengertian Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching
and learning (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru
mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan
memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga
negara, dan tenaga kerja (US. Departement of Education the National
School-to-work Office yang dikutip oleh Blanchard, 2001).
Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan
siswa – siswa TK sampai dengan SMA untuk menguatkan, memperluas,
dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam
berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar sekolah agar dapat
memecahkan masalah – masalah dunia nyata atau masalah – masalah
yang disimulasi (University of Washington, 2001).
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching And Learning)
adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari – hari, dengan melibatkan tujuh
komponen utama pembelajaran kontekstual, yakni: konstruktivisme
(constructivisme), inkuiri (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat
26
belajar (learning community), pemodelan (modeling), Refleksi
(reflection), dan penilaian autentik (authentic assessment).
2. Langkah – langkah Pembelajaran Contextual Teaching And Learning
Pendekatan Contextual Teaching And Learning memiliki tujuh
komponen utama yaitu konstruktivisme (constructivisme), inkuiri
(inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning
community), pemodelan (modeling), Refleksi (reflection), dan penilaian
autentik (authentic assessment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan
pendekatan Contextual Teaching And Learning jika menerapkan ketujuh
komponen tersebut dalam pembelajarannya. CTL (Contextual Teaching
And Learning) dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi
apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya (Depdiknas, 2002).
Secara garis besar langkah – langkah penerapan CTL (Contextual
Teaching And Learning) dalam kelas sebagai berikut:
a) Konstruktivisme (constructivisme)
Salah satu landasan teoritis pendidikan modern adalah
pembelajaran konstruktivisme. Pendekatan ini pada dasarnya
menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan
mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar mengajar.
Konsep ini yang menuntut siswa untuk menyusun dan
membangun makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada
pengetahuan tertentu. Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit
demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan
tidak secara tiba – tiba. Strategi pemerolehan pengetahuan lebih
27
diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa
mendapatkan dari atau mengingat pengetahuan.
b) Inkuiri (inquiry)
Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan
pembelajaran berbasis kontekstual, karena pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil
mengingat seperangkat fakta – fakta tetapi hasil dari menemukan
sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus
yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning),
mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data
gathering), penyimpulan (conclusion).
c) Bertanya (questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari
bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran
berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk :
1)menggali informasi, 2)menggali pemahaman siswa,
3)membangkitkan respon kepada siswa, 4)mengetahui sejauh mana
keingintahuan siswa, 5) mengetahui hal – hal yang sudah diketahui
siswa, 6)memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki
guru, 7)membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa,
8)untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
d) Masyarakat Belajar (learning community)
Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran
diperoleh dari hasil kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar
28
diperoleh dari ‘sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antar
yang tahu ke yang belum tahu. Masyarakat belajar terjadi apabila
ada proses komunikasi dua arah. Maksudnya dalam masyarakat
belajar, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi
pembelajaran saling belajar satu sama lain.
Seorang guru yang mengajari siswanya bukan contoh
masyarakat belajar karena komunikasi hanya terjadi satu arah, yaitu
informasi hanya datang dari guru ke arah siswa, tidak ada arus
informasi yang perlu dipelajari guru yang datang dari arah siswa.
e) Pemodelan (modeling)
Pemodelan pada dasarnya akan membahas langkah – langkah
yang dipikirkan dengan cara demontrasi sebelum siswanya
melakukan suatu tugas tertentu. Kemudian guru menginginkan
siswanya untuk belajar mengerjakan suatu tugas dengan
menggunakan cara yang sudah didemontrasikan. Dalam
pembelajaran kontekstual guru bukan satu – satunya model, model
dapat dirancang dengan melibatkan siswa dan juga mendatangkan
ahli dari luar.
f) Refleksi (reflection)
Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa
yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa yang
sudah dilakukan dimasa sebelumnya. Realisasinya dalam
pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa
29
melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa
yang diperoleh hari itu.
g) Penilaian Autentik (authentic assessment)
Penialaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang
bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa.
Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan
belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa
siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah
pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta
penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil.
3. Kelebihan Dan Kelemahan Pembelajaran Contextual Teaching And
Learning
Kelebihan model pembelajaran contextual teaching and learning
(pembelajaran kontekstual) adalah sebagai berikut :
1) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa
dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman
belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting,
sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan
kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi
secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan
tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah
dilupakan.
2) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan
konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut
30
aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk
menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis
konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami”
bukan ”menghafal”. (sumber : http://nadhirin.blogspot.com)
Selain kelebihan yang didapat dalam pembelajaran ini, juga ditemui
beberapa Kelemahan yaitu :
1) Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL,
guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah
mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk
menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa.
Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang.
Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat
perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan
demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ”
yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa
agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
2) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau
menerapkan sendiri ide – ide dan mengajak siswa agar dengan
menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi – strategi mereka
sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru
memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa
agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.
(sumber : http://nadhirin.blogspot.com)
31
D. PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS (Think – Pair – Share)
DENGAN PENDEKATAN CTL (Contextual Teaching And Learning)
Pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan pendekatan Contextual
Teaching And Learning adalah suatu pembelajaran berkelompok yang konten
mata pelajarannya dikaitkan dengan keadaan dunia nyata serta pemecahan
masalah dilakukan oleh siswa secara mandiri dan beberapa saat kemudian
berpasangan dengan siswa yang lain untuk berbagi ide. Selanjutnya pasangan
tersebut berbagi dengan seluruh pasangan lain dalam satu kelas tentang apa
yang telah mereka bicarakan.
Langkah – langkah Pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan
pendekatan Contextual Teaching And Learning adalah sebagai berikut :
LANGKAHAKTIVITAS
GURU SISWAKegiatan Awal
a. Menyampaikan indikator
pencapaian hasil belajar materi
Deret Aritmetika (Sn, suku ke-n
barisan aritmetika jika diketahui
suku pertama).Memperhatikan dan
menelaah apa yang
disampaikan gurub. Memotivasi siswa dengan
memberitahukan manfaat dari
belajar materi Deret Aritmetika
(Sn, suku ke-n barisan aritmetika
jika diketahui suku pertama).
Kegiatan Inti
a. Menjelaskan tentang materi Deret
Aritmetika (Sn, suku ke-n barisan
aritmetika jika diketahui suku
pertama).
Mendengarkan
penjelasan guru
b. Memberikan suatu permasalahan
yang ada dilembar kerja siswa
Mengerjakan LKS
secara mandiri
32
(LKS terlampir)
kemudian menyuruh siswa
mengerjakan secara mandiri.
(Think dengan
pendekatan
Contextual Teaching
And Learning
(Konstruktivisme,
Inquiry, Bertanya))
c. Siswa diminta mendiskusikan hasil
pemikirannya dengan teman
sebangkunya (kelompok 2 orang).
Berpasangan dengan
teman sebangku dan
mendiskusikan
pekerjaan masing –
masing (Pair dengan
pendekatan
Contextual Teaching
And Learning
(Bertanya,
Masyarakat Belajar,
Pemodelan,
Refleksi))
d. Memanggil sebagian kelompok
untuk mengemukakan hasil
diskusinya pada kelompok lain
dalam kelas.
Pasangan yang
dipanggil maju dan
mempresentasikan
pekerjaannya.
Sementara itu
kelompok yang lain
mengoreksi pekerjaan
pasangan yang
sedang
berpresentasikan
(Share dengan
pendekatan
Contextual Teaching
And Learning
33
(Bertanya,
Masyarakat Belajar,
Pemodelan, Refleksi,
Authentic
Assessment))
e. Guru mengarahkan pembicaraan
pada pokok permasalahan dan
menambah materi yang belum
diungkapkan para peserta didik
kemudian diberikan kesimpulan
tentang materi Deret Aritmetika
(Sn, suku ke-n barisan aritmetika
jika diketahui suku pertama).
Dengan bimbingan
guru menyimpulkan
tentang materi Deret
Aritmetika (Sn, suku
ke-n barisan
aritmetika jika
diketahui suku
pertama)
f. Guru memberikan soal untuk
dikerjakan secara berkelompok.
Mengerjakan secara
berkelompok
Kegiatan Akhir
a. Guru memberikan pekerjaan
rumah (LKS Hayati Kelas XII-hal
9).
Mengerjakan tugas
rumah
b. Mengakhiri pelajaran.
E. MATERI DERET ARITMETIKA
a) Deret Aritmetika
Misalkan Andi ingin membeli sepeda motor seharga Rp. 500.000,-,
ia berusaha menabung di celengan dengan perincian sebagai berikut :
Minggu ke-1 = Rp. 5.000,- ⇒ U1
Minggu ke-2 = Rp. 5.000,- + Rp. 1.000,- = Rp. 6.000,- ⇒ U2
Minggu ke-3 = Rp. 5.000,- + Rp. 1.000,- + Rp. 1.000,- = Rp. 7.000,- ⇒
U3
dan seterusnya.
34
Apabila kita buat menjadi suatu barisan maka diperoleh sebagai
berikut, dimana Barisan tersebut mempunyai beda atau selisih 1.000 dan
merupakan barisan aritmetika (5.000, 6.000, 7.000, 8.000 …..).
Kita anggap jumlah uang sampai dengan minggu pertama sebagai
S1, jumlah uang sampai dengan minggu ke-2 sebagai S2, jumlah uang
sampai dengan minggu ke-3 sebagai S3, jumlah uang sampai dengan
minggu ke-4 sebagai S4 dan seterusnya sehingga diperoleh.
S1 = U1
S2 = U1 + U2
S3 = U1 + U2 + U3
S4 = U1 + U2 + U3 + U4
…
Sn = U1 + U2 + U3 + U4 …. + Un
Jumlah seluruhnya uang yang diperoleh dari tiap minggu tersebut
merupakan deret matematika.
Dari ilustrasi di atas, terlihat bahwa jika suku – suku barisan
aritmetika dijumlahkan, akan diperoleh deret matematika. Secara umum,
deret matematika didefinisikan sebagai berikut.
Deret matematika dari n suku barisan aritmetika ditulis dengan
notasi Sn. dengan demikian rumus umum untuk Sn dapat ditentukan
dengan langkah sebagai berikut.
Misalkan U1, U2, U3, U4, …Un, merupakan suku – suku dari
suatu barisan aritmetika. U1 + U2 + U3 + U4 …+ Un disebut
Deret Matematika, dengan Un = a + (n-1)b
35
Diketahui rumus umum suku ke-n dari barisan aritmetika adalah :
Un = a + (n – 1)b, maka
U1 = a
U2 = a + b
U3 = a + 2b
U4 = a + 3b
…
Un = a + (n – 1)b
Dengan demikian diperolah
Sn = a + (a + b) + (a + 2b) + (a + 3b) + … + (a + (n – 1)b) …………(1)
Dapat pula dinyatakan bahwa nilai setiap suku adalah b kurang dari
suku berikutnya.
Un-1 = Un – b
Un-2 = Un – b = Un – 2b
Un-3 = Un – b = Un – 3b
demikian seterusnya sehingga Sn dapat dituliskan
Sn = a + (a + b) + …. + (Un – 2b) + (Un – b) + Un ………………… (2)
dari persamaan (1) dan (2) jika kita jumlahkan, diperoleh
Sn = a + (a + b) + (a + 2b) + … +(Un – b) + Un
Sn = Un + (Un – b) + (Un – 2b) + … + (a + b) + a +
2Sn = (a + Un) + (a + Un) + (a + Un) + … + (a + Un)
n suku
dengan demikian , 2Sn = n (a + Un)
⟺ Sn = 12
n(a+U n)
36
⟺ Sn = 12
n(a+(a+ (n−1 )b ))
⟺ Sn = 12
n(2 a+ (n−1 ) b)
Jadi rumus umum jumlah n suku pertama deret aritmetika adalah
keterangan :
Sn : jumlah n suku pertama Un : suku ke-n
a : suku pertama n : banyak suku
b : beda
b) Sedangkan untuk menentukan suku ke-n barisan
arimetika jika diketahui rumus jumlah n suku pertamanya.
suku ke-n dapat ditentukan dengan rumus :
Contoh:
Budi seorang anak SD kelas 3. Mulai tanggal 1 Nopember 2010
setiap hari dia menabungkan uang sakunya kepada gurunya. Hari
pertama dia menabung Rp. 100, hari kedua Rp. 200, hari ketiga Rp. 300.
Berapakah jumlah tabungan Budi selama satu bulan?
Jawab:
Diketahui:
a = Rp. 100, b = 200 – 100 = Rp. 100, dan n = 30
Sn = 12
n(a+U n)
Sn = 12
n(2a+ (n−1 ) b)
Un = Sn – Sn-1
37
Sn = 12
n(2a+ (n−1 ) b)
S30 = 12
30(2.100+ (30−1 ) 100)
S30 = 15(200+ (29 )100)
S30 = 15(200+ (2900 ))
S30 = 15(3100)
S30 = 46.500
Jadi jumlah tabungan Budi selama bulan Nopember 2010 adalah
Rp. 46.500,-
Contoh permasalahan:
Seorang nelayan ingin menangkap ikan untuk dipelihara. Pada hari
pertama ia menangkap ikan mendapatkan 1 ekor, hari kedua 2 ekor, hari
ketiga 3 ekor. Setelah beberapa hari nelayan tersebut menghitung ikan
hasil tangkapannya sudah mencapai 55 ekor. Berapa hari nelayan
tersebut menangkap ikan sehingga menghasilkan jumlah seperti diatas!
F. PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK –
PAIR – SHARE (TPS) DENGAN PENDEKATAN CONTEXTUAL
TEACHING AND LEARNING PADA MATERI DERET ARITMETIKA
Pendahuluan
Guru
a. Menyampaikan indikator pencapaian hasil belajar materi Deret Aritmetika,
yaitu:
38
Sn, suku ke-n barisan aritmetika jika diketahui suku pertama.
b. Memotivasi siswa dengan memberitahukan manfaat dari belajar materi
Deret Aritmetika.
Siswa
Memperhatikan dan menelaah apa yang disampaikan guru.
Kegiatan Inti
Guru
a. Menjelaskan tentang materi Deret Aritmetika (Sn, suku ke-n barisan
aritmetika jika diketahui suku pertama).
b. Memberikan suatu permasalahan yang ada dilembar kerja siswa (LKS
terlampir) kemudian menyuruh siswa mengerjakan secara mandiri.
c. Siswa diminta mendiskusikan hasil pemikirannya dengan teman
sebangkunya (kelompok 2 orang) dan guru membimbingnya.
d. Memanggil sebagian kelompok untuk mengemukakan hasil diskusinya
pada kelompok lain dalam kelas.
e. Guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah
materi yang belum diungkapkan para peserta didik kemudian diberikan
kesimpulan tentang materi Deret Aritmetika (Sn, suku ke-n barisan
aritmetika jika diketahui suku pertama).
f. Guru memberikan soal untuk dikerjakan secara berkelompok.
Siswa
a. Mendengarkan penjelasan guru.
39
b. Mengerjakan LKS secara mandiri (Think dengan pendekatan Contextual
Teaching And Learning (Konstruktivisme, Inquiry, Bertanya)).
c. Berpasangan dengan teman sebangku dan mendiskusikan pekerjaan
masing – masing (Pair dengan pendekatan Contextual Teaching And
Learning (Bertanya, Masyarakat Belajar, Pemodelan, Refleksi)).
d. Pasangan yang dipanggil maju dan mempresentasikan pekerjaannya.
Sementara itu kelompok yang lain mengoreksi pekerjaan pasangan yang
sedang berpresentasikan (Share dengan pendekatan Contextual Teaching
And Learning (Bertanya, Masyarakat Belajar, Pemodelan, Refleksi,
Authentic Assessment)).
e. Dengan bimbingan guru menyimpulkan tentang materi Deret Aritmetika
(Sn, suku ke-n barisan aritmetika jika diketahui suku pertama).
f. Mengerjakan secara berkelompok.
Penutup
Guru
a. Guru memberikan pekerjaan rumah (LKS Hayati Kelas XII-hal 9).
b. Mengakhiri pelajaran.
Siswa
a. Mengerjakan tugas rumah.