Upload
dangthuan
View
251
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
31
BAB III
SEJARAH KESENIAN LENGGER
DESA GERDUREN
A. Sejarah Kesenian Lengger
Sekitar tahun 1820 mulailah perkembangan kesenian lengger di desa
Gerduren. Awal pertama mengenai keberadaan lengger terdapat di dusun Lor
(utara) bernama Garut sekarang masuk wilayah Kadus I, dimana pada saat itu para
pemuda dusun tersebut sering mengadakan permainan dengan teman-teman
sebayanya seperti gandon, slobor, jim-jiman. Ketika suasana sudah riuh ramai
oleh permainan itu para pemuda bersama-sama menari-nari dibawah indahnya
bulan purnama, tari-tarian ini yang nantinya akan menjadi cikal bakal terciptanya
tarian lengger.
Pada suatu masa desa Gerduren kedatangan anak perempuan yang sangat
cantik yang mempunyai daya tarik yang sangat luar biasa. Anak perempuan itu
mempunyai kesukaan menari-nari, namun yang menjadi aneh adalah tidak ada
satu orang pun yang mengetahui asal muasal dari perempuan tersebut, karena
anak itu sering kelihatan di desa tersebut sehingga ada orang tua yang memupu
(menjadikan anak angkat) kepada anak tersebut, hampir setiap malam jumat
kliwon rumah orang itu pun akhirnya menjadi ramai, karena kedatangan anak itu
yang disebut orang sebagai Nyai Kuning untuk sekedar menari-nari dengan di
32
iringi alat musik sederhana seperti bongkel dan kenthong yang di mainankan oleh
para pemuda desa tersebut.
Ketika anak tersebut sedang menari-nari di iringi oleh alat musik
kenclung, alat msuik kenclung pada awalnya digunakan sebagai pertanda para
petani palawija di dalam menanam pala tersebut jadi bisa ketahui mana pekerja
yang rajin dan tidak oleh bunyi kencung itu semakin rajin di dalam menanam
maka bunyi akan semakin cepat. Ketika para pemuda-pemudi yang sedang asik
bermain dan menari-nari tiba-tiba anak tersebut tersungkur ( kesurupan ), para
sesepuh desa berusaha menyembuhkan namun tidak ada satupun yang bisa
kemudian ada salah satu warga yang memangil Ki Warga Dipa untuk
menyembuhkan anak gadis tersebut sesampainya disana anak gadis itu lari
melihat Ki Warga Dipa menuju ibu angkatnya tadi dan berlindung di bawah
pelukan ibu angkatnya tersebut.
Anak gadis itupun berbicara kepada ibunya saya takut kepada Ki Lurah,
padahal saat itu Ki Warga Dipa belum diangkat menjadi Lurah, dan memang pada
saat itu belum ada pemimpin desa ataupun lurah di sana. Kemudian Ki Warga
Dipa berusaha menyadarkan anak gadis itu tadi, ditanya oleh Ki Warga Dipa,
nama kamu siapa dia menjawab saya Kastinem berasal dari Jawa Barat saya
ditugasi untuk melatih tari disini. Keberadaan asal-usul Kastinem oleh masyarakat
umum sebagai misteri hanya ibu angkatnya yang tahu dan Ki Warga Dipa asal
muasal dari gadis tersebut.
33
Ketika gadis itu masih dalam pengaruh indang (kerasukan roh halus),
gadis itu mengatakan kepada ibu angkatnya nanti kalau Ki Warga Dipa menikah
dia akan menari disana sebagai rasa hormat kepada Ki Warga Dipa. Karena
Kastinem (Nyai Kuning) sudah mengetahui bahwa kelak Ki Warga Dipa akan
memimpin desa ini sebagai seorang Lurah.
Tidak lama kemudian Ki Warga Dipa dinikahkan oleh Mbah Kasut dengan
seorang perempuan dari Pasir Luhur, pada awalnya Ki Warga Dipa tidak mau,
karena teringat istrinya yang berada di Canduk, ketika itu dalam pelariannya Ki
Warga Dipa menikahi gadis desa Canduk, Lumbir. Namun belum mempunyai
seorang anak. Karena merasa tidak mau Ki Warga Dipa sempat pergi dari desa
tersebut namun sesampainya di hutan dia seakan bimbang ingin melanjutkan
perjalanan atau kembali ke desa tersebut semalaman dia pun merenungkan mana
jalan yang harus di ambil pada akhirnya dia kembali ke desa tersebut, ternyata Ki
Warga Dipa tidak bisa meninggalkan desa tersebut karena bajunya dimasukan ke
pedaringan (tempat menyimpan beras). Pada zaman dahulu orang yang bajunya
dimasukan kepedaringan dan diucapkan mantra-mantra tertentu maka orang itu
akan kembali dengan sendirinya (Wawancara dengan Bambang Suharso tanggal
21 Mei dan 23 Juni 2012)
Akhirnya prosesi pernikahan Ki Warga Dipa pun dilaksanakan. Sesuai
dengan janjinya maka Nyai Kuning pun menari disana dengan sebelumnya Nyai
Kuning meminta sesaji sebagai prasarat yaitu ikat wulung dan slendang hujan
gadung. Mendengar Nyai Kuning menari maka warga desa berbondong-bondong
ingin menyaksikan Nyai Kuning menari, bahkan para pemuda kaya rela
34
membayar (nyawer) hanya untuk bisa menari dengan Nyai Kuning, pada zaman
dahulu pemuda yang bisa menari dengan penari lengger maka kedudukan
sosialnya menjadi lebih tinggi di mata masyarakat lainya. Maka tak jarang ada
yang rela menyerahkan harta bendanya hanya untuk menari dengan penari
lengger, bahkan seorang laki-laki yang sudah beristripun melakukan hal yang
sama dan anehnya para istri mereka sangat mendukung.
Pertunjukan tarian dilakukan hampir semalam suntuk suasana keakraban
dan kebahagiaan menaungi kedua mempelai dan masyarakat desa sekitar, Nyai
Kuning hampir tak kenal lelah masih terus menari dan ketika slendang hujan
gadung dipakai maka tariannya semakin bagus membuat mata yang memandang
tak mau untuk berkedip. Melihat kecantikan dan kemolekan tarian Nyai Kuning.
Tidak terasa waktu hampir menuju dini hari maka pertunjukanpun harus segera
diselesaikan, setelah pertunjukan selesai Nyai Kuning membawa slendangnya
kerumah untuk disimpan, warga desa pulang kerumah masing-masing dengan hati
senang gembira.
Pada jumat kliwon berikutnya Nyai Kuning pamitan atau meminta izin
kepada ibu angkatnya untuk menari di sekitar wilayah Cilacap yang lebih dikenal
kelak dengan desa Banjarwaru, ketika ibunya sedang pergi kesumur setibanya
dirumah Nyai Kuning sudah tidak ada maka ibunya mencarinya ke rumah
tetanganya dan menanyakan keberadaan Nyai Kuning, setelah lelah untuk
bertanya ada salah satu warga yang mengaku melihat Nyai Kuning pergi ke lor
arah utara, ibunya heran karena Nyai Kuning tadi berpamitan akan menari ke
kidul arah selatan, tetapi malah perginya ke utara, benar saja ternyata di utara ada
35
tempat nggayung (tempat pemandian) untuk lengger, ada sebuah tempat yang
biasa untuk mandi lengger di dusun lor masyarakat desa tersebut menyebutnya
Sumur Gua. Nyai Kuning pergi kesana, maka pergi pula Nyai Kuning dan
slendangnya tanpa bekas.
Pada malam jumat berikutnya rumah ibu angkat Nyai Kuning terasa sepi
sekali tidak ada lagi alunan musik angklung dan tarian-tarian para pemudi,
melihat suasana yang tidak biasa warga menjadi aneh dan timbul pertanyaan
karena berkat kedatangan Nyai Kuning disetiap malam jumat biasanya sudah
menjadi kegiatan rutin untuk menari-nari dan memainkan alat musik sederhana
sebagai sarana hiburan masyarakat. Ketika para pemuda sudah berkumpul maka
ibu angakat dari Nyai Kuning keluar dan mengatakan Nyai Kuning sudah pergi
dia pamitan mau menari di daerah kidul selatan kelak Banjarwaru, wajah kecewa
menghiasi para pemuda dan warga desa, tidak mau terlarut dalam kekecewaan
maka para pemuda dan warga memukul-mukulkan alat musik, seketika para
remaja putri menari, dan diikuti oleh warga yang lainya. Para remaja putri sudah
mulai latihan menari dengan serius, kebanyakan para remaja putri ketika itu ingin
menjadi seperti Nyai Kuning yang diagumi hingga keluar daerah mereka maka
pada saat itu lengger sudah mulai diakui masyarakat dan digunakan sebagai seni
hiburan yang menyenangkan. Karena melibatkan masyarakat banyak yang tidak
dibatasi oleh kedudukan.
Dilihat dari perkembangan kebudayaan, lengger merupakan perkembangan
dari tarian ledhek dan doger yang merupakan perkembangan dari seni Jaipong asal
Jawa Barat memang ada kaitanya karena pada zaman dahulu daerah Gerduren
36
masuk kedalam kekuasaan kerajaan Pajajaran dari cerita babad Pasir Luhur
dijelaskan bahwa sebagaian wilayah Banyumas pernah masuk kedalam wilayah
kerajaan Pajajaran. Hal ini menjadi masuk akal dengan cerita yang berkembang di
masyarakat desa Gerduren, mengenai asal-usul dari Nyai Kuning (Mbah
Kastinem) yang menyebutkan dari daerah Jawa Barat. Asal kata lengger sendiri
adalah menurut masyarakat adalah perpaduan antara ledhek dan doger yang
digabungkan menjadi Lengger (Wawancara dengan Kasmiarjo/Nakim pada
tanggal 24 Mei dan 7 Juni 2012).
B. Penyebaran Lengger Gerduren
Sekitar tahun 1880 masyarakat desa Gerduren selain diundang oleh
masyarakat luar daerah tersebut untuk mengadakan lenggeran karena ada momen-
momen tertentu seperti syukuran setelah panen dan hajatan, masyarakat desa
Gerduren mengamen dan membawakan kesenian lengger sampai ke Ciamis Jawa
Barat dan Kediri, yang paling dekat dengan daerah tersebut dan mempunyai
hubungan emosional adalah Kediri karena hubungan antar kedua daerah tersebut
memang sudah berjalan cukup lama sehingga menyebabkan tukar menukar
kebudayaan. Hubungan yang dibangun dengan baik oleh masyarakat desa
Gerduren yang mengantarkan juga, mengapa kesenian ini dapat menyebar dan
diterima jauh dari tempat asalnya.
Grup tertua kesenian lengger tidak diketahui sumbernya namun
masyarakat setempat menamakan lengger Gerduren, sebenarnya antara lengger
Gerduren dengan lengger yang ada di tempat-tempat lain tidak jauh berbeda hanya
37
perbedanya adalah ritual pemangilan roh gaibnya saja, di desa tesebut sosok roh
yang dipercayai adalah Mbah Kastinem (Nyai Kuning) yang dipercaya
masyarakat setempat merupakan orang yang pertama mengajarkan tarian ini.
Berikut para ketua lengger desa Gerduren dari masa kemasa:
1. Bapak Kartawijaya
2. Bapak Sadikin
3. Bapak Martadaman
4. Bapak Tamiaji
5. Bapak Warsan (hingga sekarang), (Wawancara dengan Warsan pada
tanggal 3 Juni 2012).
Prosesi dalam pemilihan lengger tidak sembarangan hanya orang-orang
yang terpilih saja yang bisa menjadi lengger, orang-orang yang terpilih itu
menurut bapak Nakim langsung dipilih oleh arwah para leluhur dalam hal ini
indang Kastinem. Indang Kastinem menurut masyarakat setempat merupakan
arwah Nyai Kuning orang pertama yang mengajarkan tarian di daerah tersebut
yang konon ceritanya berasal dari daerah Pajajaran Jawa Barat. Namun bisanya
orang yang akan menjadi lengger tidak jauh-jauh dari lingkungan para pelaku
kesenian itu sendiri, biasanya kalau tidak anaknya masih dalam lingkungan
keluarga para pelaku kesenian.
Tetua lengger setempat biasanya sudah mengetahui siapa yang akan
mewarisi lengger Gerduren secara turun-temuran dan untuk orang yang sudah
keliatan dalam pengarainya yang akan menjadi lengger berikutnya maka akan
38
dimandikan di Kali Gua (Sumur Gua), sumur yang dikeramatkan untuk
memandikan lengger di desa Gerduren dengan tujuan berdoa memohon agar di
dalam jalanya pertunjukan kesenian semuanya berjalan lancar. Tetapi sebelumnya
dilakukan sebuah ritual oleh tetua lengger setempat dengan iringan doa tertentu,
kemudian langkah yang terakhir adalah lengger yang sudah dimandikan tadi
dimasukan ke kusan (tempat menanak nasi), kusan itu tadi dilambangkan sebagai
perlindungan agar supaya lengger tersebut selalu dalam lindungan yang kuasa.
Ketika pulang sudah mengunakan pinjungan sebuah baju tradisional Jawa sejenis
dengan baju kebaya dalam tradisi masyarakat Jawa, Ketika prosesi itu sudah
selesai maka anak gadis itu sudah resmi menjadi lengger yang baru.
Ketika lengger itu sudah melakukan pentas sebanyak tujuh kali maka akan
diadakan ritual sejenis berupa mandi di tujuh sumur yang dianggap keramat oleh
masyarakat setempat, ketujuh sumur itu adalah :
1. Sumur Gua
2. Sumur Krama
3. Sumur Sepi
4. Sumur Waru
5. Sumur Bau
6. Sumur Robert
7. Sumur Karet
39
Yang paling sering digunakan untuk memandikan lengger adalah Sumur Gua dan
juga dianggap oleh masyarkat setempat sebagai sumur yang mempunyai kekuatan
magis lebih besar dari ketujuh sumur diatas.
Sumur Gua terletak diwilayah kadus I bagian utara dari desa Gerduren.
Untuk menuju ke Sumur Gua medan yang ditempuh cukup berat karena melewati
hutan dan jalanya sempit berdekatan dengan tebing yang curam, kondisi Sumur
Gua untuk sekarang tidak terlalu terawat dan seakan dibiarkan, Sumur Gua
mempunyai keunikan yaitu air yang ada di sumur tersebut tidak pernah kering
padahal untuk sekarang sumur itu dimanfaatkan warga untuk minum dan mandi,
ketika musim penghujan tiba permukaan air tetap rata tidak berlebih dengan
genangan airnya (Wawancara dengan Nakim pada tanggal 4 juli 2012).
Berikut nama-nama lengger desa Gerduren dari masa ke masa:
1. Ibu Lajem
2. Ibu Kadem
3. Ibu Ratiah
4. Ibu Tasem
5. Ibu Watiah
6. Ibu Natiah
7. Ibu Warsiah
8. Septi dan Fitri (sekarang).
Didalam menyelengarakan hari didalam pementasanpun tidak
sembarangan harus dihitung lewat hitungan Jawa mana yang hari yang di anggap
40
tepat atau baik, mereka menghindari hari Natunem. Hari natunem adalah hari yang
dianggap buruk (hari naas) dalam tradisi masyarakat Jawa. Untuk menghitung hari
natunem tinggal dijumlahkan saja antara hari nasional dan hari pasaranya jika
jumlahnya 6 maka hari itu disebut hari natunem. Berikut adalah jumlah Jejom
(isi). Dina (hari):
Tabel. 1
Jumlah Jejom (isi) dan Dina (Hari).
NO HARI
NASIONAl JEJOM(ISI)
HARI
PASARAN JEJON (ISI)
1 Senen 1 Kliwon 1
2 Selasa 2 Manis 2
3 Rabu 3 Pahing 3
4 Kamis 4 Pon 4
5 Jumat 5 Wage 5
6 Sabtu 6
7 Minggu 7
Sumber: Wawancara Nakim 17 Juni 2012.
C. Tledek, Ronggeng Dan Lengger
Tari lengger disebut juga tari cari calung Banyumas yang pertama disebut
tledek. Tledek mempunyai ciri-ciri sbb:
1. Penarinya terdiri dari dua orang laki-laki yang dihias berpakain pria
41
2. Jumlah penarinya ada 2
3. Iringan musiknya berupa calung
4. Gending-gending pendukungnya adalah gending-gending khas Banyumas
tledek berkembang subur di daerah –daerah subur sepert di Kecamatan Subang,
Baturaden, Kedung Banteng, Somagede, Jatilawang dan Purwokerto.
Tarian ini ternyata tidak tahan lama kira-kira pada tahun 1918 bentuk
kesenian tledek berubah menjadi longger atau lengger pada dasarnya sebenarnya
tarian itu sama, perbedaanya berada diperan penarinya , apabila tledek penarinya
adalah seorang pria yang memerankan peran wanita dengan berpakaian wanita
sedangkan lengger adalah dua orang penari perempuan karena kodrat dan naluri
wanita memang lebih menarik perhatian pria. Sejak itu lengger menjadi populer,
dan tledek menjadi terdesak, dan lengger menjadi lebih populer apabila kita
menguak latar belakang sejarahnya lengger digunakan sebagai faktor hiburan
rakyat maka tidak heran dalam perkembangnya lengger menjudi jauh populer dari
pada tledek yang hanya ritual sehabis panen raya tiba.
D. Perlengkapan Pentas
Sebelum penulis memaparkan jalanya kesenian lengger akan terlebih
dahulu dijelaskan peserta dan peralatan dalam kesenian lengger:
a. Peserta dan pelaku
Pelaku dalam kesenian lengger terdiri dari 2 kelompok yaitu penari dan
pengrawit.
1. Penari
42
Penari dalam pertunjukan lengger terdiri dari 2 orang penari putri atau
lebih dari 1 orang penari laki-laki ketika lengger tampil sendirian biasanya
ditemani bador/badut. Dua orang penari putri disini juga merangkap
menjadi pesinden (vokalis) disamping 2 orang penari putri terdapat juga
seorang penari putra yang disebut bador atau badut , fungsi bador adalah
untuk memberikan humor yang menarik sehingga menambah suasana
rame dan ceria didalam seni pertunjukan lengger, tidak hanya
menampilkan bador terkadang di dalam seni pertunjukan lengger juga
menampilkan pertunjukan ebeg (kuda kepang).
2. Pengrawit
Pengrawit terdiri dari 6 orang dan berfungsi untuk mengiringi pertunjukan
tersebut. Gamelan tersebut terbuat dari bambu masyarakat menyebutnya
calung. Calung mempunyai ricik-ricik:
a. Gambang barung
b. Gambang penerus
c. Slenthem
d. Kethuk-kenong
e. Kendhang
f. Gong
Intrument musik diatas merupakan intrument khas lenggeran Banyumasan
namun dalam perkembanganya sekarang instrument ditambah lagi dengan alat-
alat musik modern yang lebih disukai oleh para pengunjung, seperti organ tunggal
43
dan drum. Pengrawit yang ada juga berfungsi sebagai gerong maupun senggak
disamping itu ada juga tetua lengger yang sering disebut juga bapak lengger.
E. Intrument Musik Pertama Dalam Kesenian Lengger Gerduren
Instrument musik untuk mengiringi pertunjukan lengger yang ada di desa
Gerduren pada awalnya hanya iringan musik sederhana yang sudah tidak terpakai
lagi, instrument musik yang diciptakan warga justru pada awalnya untuk mengusir
hama tanaman atau sebagai pertanda kejadian yang ada di desa tersebut, untuk
lebih mengerti tentang sejarah instrument musik yang ada di desa tersebut maka
penulis akan mencoba menggali instrument apa saja yang yang digunakan pada
awal kesenian lengger.
1. Kenclong dan Bongkel
Cikal bakal alat musik untuk mengiringi tarian kesenian lengger adalah
kenclong, kenclong digunakan pada awalnya hanya alat untuk mengusir hawa
pertanian seperti celeng dan anjing hutan, dan juga sebagai pertanda orang
yang sedang bekerja untuk menanam Palawija, dari bunyi dari Kenclong itu
maka akan diketahui siapa pekerja yang rajin dan malas, ketika pekerja itu
rajin maka akan semakin terdengar sering bunyi kenclong itu. Dalam
perkembangannya kenclong berubah menjadi bongkel bedanya adalah kalau
kenclong suaranya tidak ada larasnya sedangkan bongkel sudah ada larasnya.
Hingga sekarang bongkel atau gondolio masih berkembang di desa
Tambaknegara, Kecamatan Rawalo dan desa Gerduren, Kecamatan Purwojati,
Kabupaten Banyumas. Bongkel atau gondolio, musik tradisional yang mirip
44
angklung, hanya terdiri atas satu buah instrumen dengan empat buah bilah
berlaras slendro dengan nada 2 (ro), 3 (lu), 5 (ma) dan 6 (nem).
2. Gong Bumbung
Gong Bumbung merupakan sebuah alat musik tiup yang terkenal di daerah
Jawa dan Bali. Gong ini digunakan untuk alat musik tradisional. Saat ini tidak
banyak lagi perajin gong seperti ini. Gong yang telah ditempa belum dapat
ditentukan nadanya. Nada gong bumbung baru terbentuk setelah dibilas dan
dibersihkan. Apabila nadanya masih belum sesuai, gong bumbung dikerok
sehingga lapisan kulitnya menjadi lebih tipis. bumbung yang berarti tabung,
terbuat dari Bambu berukuran sedang cara memainkanya ditiup menghasilkan
suara seperti Gong yang dipukul.
3. Ketuk Kenong
Ketuk merupakan bagian ricikan gamelan berbentuk pencon. Dalam sajian
karawitan bebas atau klenengan maupun karawitan iringan, ketuk berfungsi
sebagai ricikan pamangku irama. Teknik memainkan ketuk dengan cara
dipukul dengan alat pemukul yang disebut tabuh.
4. Kendang
Kendang dalam gamelan Jawa, kendang adalah sebuah alat musik Jawa
(tepatnya dari Jawa Tengah) yang digunakan untuk mengimbangi alat musik
lain atau mengatur irama. Cara menggunakan kendang yaitu dengan tangan
tanpa alat bantu apapun. Kendang kecil disebut ketipung. Kendang menengah
45
disebut kendang ciblon atau kebar. Kendang gedhe (pasangan kendang
ketipung) disebut kendang kalih. Memainkan alat musik kendang termasuk
tidak mudah, hanya mereka yang sudah professional dalam bidang musik Jawa
yang bisa memainkannya. Memainkan kendang adalah mengikuti naluri si
pengendang, jadi irama kendang yang dihasilkan mungkin saja berlainan pada
tiap pemain kendang yang berbeda.
5. Calung Babon
disebut calung babon karena babon dalam bahasa yang lebih halus adalah ibu
yang membuat keturunan, calung babon merupakan alat musik yang dituakan
dan menjadi simbol alat musik calung tertua di daerah desa Gerduren. dirumah
bapak Tamiaji yang sekarang sudah berumur 78 tahun ada calung yang
sekarang berusia kira-kira 100 tahun kondisi calung tersebut samapi sekarang
masih baik tidak ada yang rusak apalagi kena bubuk, ketika memang rusak
paling hanya tempat duduknya dan memang biasanya sengaja diganti supaya
supaya tidak terlalu kelihatan ketinggalan zaman. Calung sendiri adalah
perkembangan dari Kenclong, bongkel, angklung menurut bapak Tamiaji dari
dahulu sudah ada menyukai alat musik yang terbuat dari bambu. Antara
bongkel dan angklung hampir sama wujud dan suaranya bedanya kalo bongkel
wilahanya ada empat larasnya beda-beda kalau angklung wilahannya ada tiga
dan larasnya sama. Sampai sekarang tiada sumber yang mengetahui siapa yang
pada awalnya membuat calung di desa Gerduren yang mereka tahu calung
yang ada di desa tersebut yang membuat adalah kaki Kartawijaya bapaknya
46
dari kaki Tamiaji yang dibuat kira-kira pada tahun 1921. Calong babon itu
sebagai patokan atau contoh untuk membuat calung yang lainya jadi nada-
nadanya sama seperti calung babon. Sampai sekarang kaki Tamiaji masih aktif
melestarikan pembuatan calung bahkan menurut beliau banyak warga dari
Negara lain juga memesan calungnya. Karena memang calung buatan kaki
Tamiaji bunyinya nyaring dan berkualitas.
F. Peralatan Sarana Pendukung
Peralatan dalam pertunjukan lengger meliputi peralatan yang dipergunakan
untuk:penari, pengrawit,gamelan dan lain-lain
1. Peralatan penari
Penari atau lengger membutuhkan peralatan-peralatan seperti kain, stagen,
kemben, angkin, slendan atau sampur dan gelung konde. Sesuai dengan
perkembanganya dalam tata rias dan busana pada saat ini lengger juga
menggunakan lulur, lipstil, chunduk mentul, chunduk jungkat, kalung,
bros, bunga penghias, mekak sebagai pengganti kemben dan boro samir.
Untuk pakaian badhor (badut) ialah ikat kepala, beskap, stagen, kain, dan
sedikit bermake-up.
2. Peralatan pengrawit
Pengrawit membutuhkan peralatan seperti kain, baju (beskep) dan ikat
kepala (blangkon).
3. Gamelan
47
Untuk mengiringi pertunjukan lengger dipergunakan seperangkat gamelan
yang terbuat dari bambu. Pada awalnya pertunjukan lengger di desa
Gerduren menggunakan kenclong, bongkel dalam perkembanganya
berubah menjadi angklung dan disempurnakan menjadi calung, adapun
ricikan-ricikan calung adalah gambang barung, gambang penerus,kethuk
kenong, slenthem, Gong dan kendang.
4. Sesajen
Biasanya didalam seni pertunjukan lengger terdapat pula sesajen. Sesajen
berarti sajian atau hidangan. Sesajen memiliki nilai sakral di sebagaian
besar masyarakat pada umumnya. Acara sakral ini dilakukan untuk ngalap
berkah (mencari berkah) yang meliputi (lenga wangi, kapur barus,
kembang, gedang raja, teh, kopi) sesaji disediakan sebagai bentuk rasa
syukur kepada yang kuasa dan sekaligus sebagai simbol doa supaya
jalanya pementasan menjadi lancar.
5. Alat-alat lain meliputi Ebeg/kuda kepang dan pengeras suara 1 unit.
G. Pentas Lengger
Disini penulis akan memaparkan mengenai bentuk gerak tani lengger dan
jalanya pementasan yang biasanya selalu ada dalam seni pertunjukan tarian
lengger.
1. Bentuk gerak tari
Tari lengger apabila dikaji dalam bentuk gerakanya dan macam gerakanya
serta diperbandikan dengan tarian sejenis yang berkembang di daerah
Surakarta dan Yogyakarta boleh dikatakan sangat sederhana. Tidak
48
menggunakan pola lantai dan belum ada pembakuan. Sifatnya masih
sederhana dan banyak gerakan-gerakan ulang , gerakan tari jauh lebih
bebas dari tarian klasik, hentakan dan lemparan kaki lebih berani, sehingga
terkesan lincah dan dinamis. Tarian yang terdapat di Banyumas tidak
mengenal bentuk dan nama gerakan, penari lengger hanya mengenal
runtutan tariannya saja selebihnya menari menuruti irama gamelan yang
dimainkan oleh pengrawit.
2. Jalanya pementasan pertunjukan lenggeran dilaksanakan pada malam dan
siang hari menurut kebutuhanya, apabila dilaksanakan pada siang hari
maka urutan pertunjukanya dibuka dengan suatu gending ricik-ricik
Banyumasan kemudian disusul dengan gending sekar gadung. Gending ini
merupakan suatu lagu yang menandakan bahwa pertunjukan lenggeran
akan dimulai. Mempunyai arti sebagai pengumpul masa, setelah masa
berkumpul barulah dimulai pertunjukan lengger beserta tarianya. Lagu-
lagu yang biasanya dibawakan dalam kesenian tarian lengger adalah:
a) Sekar gading
b) Eling-eling
c) Ilo gondang
d) Pacul goang
e) Gunung sari
f) Winding tugel
g) Renggong manis
h) Renggong lor
49
i) Bendrong kulon
j) Pisang mbalik
k) Jaksan
l) Jemuah wage
m) Surung gayung dll.
Semua lagu-lagu yang dibawakan lengger adalah lagu-lagu Banyumasan.
Dan tidak semua lagu Banyumasan yang ada diatas dinyanyikan semua, lagu-lagu
yang biasanya selalu ada didalam pementesan tarian lengger adalah: Sekar gading,
Eling-eling, Renggong lor, Renggong manis, Bendrong kulon. Sebagai lagu
pembuka adalah Sekar gading dan Eling-eling Banyumasan. Berfungsi sebagai
lagu penarik masa. Selebihnya adalah lagu permintaan dari para pengunjung
dengan cara meminta lagu dan memberikan uang (nyawer) sembari juga ada yang
bergoyang dengan lengger tersebut. Dalam perkembanganya lagu-lagu yang
dibawakan adalah lagu-lagu pop atau dangdut zaman sekarang yang di Aransemen
ulang karena permintaan dari penonton, untuk menyawer juga ada cara-cara
tertentu dan yang mengatur disebut Jomblong fungsi Jomblong adalah untuk
mengatur para penonton yang mau nyawer sehingga dalam perjalan pertunjukan
lenggeran berjalan lebih tertib.
Para pemuda-pemuda biasanya saling berebut untuk bisa berjoged bersama
lengger kedudukan pemuda di anggap lebih tinggi dimata masyarakat ketika bisa
bergoyang bersama lengger pemuda yang menyawernya lebih besar maka oleh
Jomblong akan diurutkan pertama untuk bisa berjoged bersama lengger, saweran
itu tidak hanya berbentuk uang bahkan berupa benda-benda perhiasan dan hewan-
50
hewan ternak seperti kebau, sapi, kambing dan lain-lain. Yang menjadi lebih
menarik adalah pemuda yang sudah mempunyai istri, para istri ikut mendukung
supaya suaminya bisa berjoged dengan lengger karena bagi sebagian masyarakat
setempat meyakini bahwa orang yang bisa menari dengan lengger maka akan
diberi kehidupan yang lebih baik oleh Tuhan.
Tidak seperti cerita dalam novel Dukuh paruk yang ditulis oleh Ahmad
Tohari dan di filmkan oleh Ifa Isfansyah lewat film yang berjudul “Sang penari”
tidak ada acara buka klambu di dalam pagelaran tarian lengger Gerduren,
anggapan lengger identik dengan sex dan minum-minuman keras di tepis oleh
masyarkat setempat. Menurut bambang suharso pegelaran kesenian lengger
sifatnya adalah hiburan kesenian rakyat belaka, sehabis itu tidak ada acara siapa
yang menyawer paling banyak maka sebagai imbalan sipenyawer akan
berhubungan intim dengan penari lengger (Wawancara pada tanggal 24 juni
2012).
Tarian lengger ini mengikuti dari pada sekaran-sekarang kendang yang
ada. Maka sepintas kilas seolah-olah gerakan lengger ini sangat membosankan
sebab hanya itu-itu saja padahal apabila kita telusuri lebih dalam memang salah
satu ciri dari seni rakyat adalah bersifat sederhana bahkan cenderung monoton.
Demikian diulang-ulang sampai menjelang senja baru baru pertunjukan itu
selesai.
Apabila pertunjukan lengger dipentaskan pada malam hari maka susunan
pentas lengger akan berbeda yaitu sebagai berikut:
51
1. Dibuka dengan ricik-ricik Banyumas kemudian disusul dengan gending
sekar gadung sebagai pengumpul masa.
2. Setelah itu lengger menari seperti apa yang dilakukan di siang hari.
3. Setelah tengah malam maka keluarlah badutan, badut disini berfungsi
disamping menari juga sebagai pelawak, sering juga badut ini menari
menggunakan kuda kepang, sehingga bentuk pertunjukanya lebih meriah.
Apabila pertunjukan sudah dianggap cukup maka akan ditutup dengan tari
baladewa.
4. Tari baladewa yakni tarian penutup tanda pertunjukan hampir selesai tari
ini dilaksanakan oleh penari putri (lengger) dengan berpakain laki-laki jadi
saat pertunjukan badutan salah satu lengger berganti pakaian untuk menari
baladewa. lengger ini dipilih salah satu dari dua anggota lengger yang
paling menarik. Pengertian menarik disini mengandung beberapa
kemungkinan contohnya yang di anggap lebih senior, yang di anggap
paling cantik, manis, yang tarianya paling indah, yang paling muda. Atas
permintaan dari yang punya hajat. Adapun pakain yang digunakan pada
tarian baladewa yakni irah-irahan jamang, jeblogan atau tropong, kaca
mata hitam, sumping, kelat bahu, celana pendek hitam bergaris putih,kain
batik, kemben, kaluing kace, tretep, sabuk, uncal, gelang, tangan, binggal
kaki, sampur dan keris.
Tujuan dan maksud yang terkandung diadakanya tarian penutup pada
pagelaran lengger antara lain:
52
1. Sebagai alat pengikat dan daya tarik pengunjung/ penghayat untuk tetep
menunggu dan berada ditemapat pegelaran tersebut mengingat bahwa
lengger memerlukan waktu yang panjang.
2. Sebagai selingan yang segar dan merupakan kejutan, karena sudah
semalaman hanya menikmati tari lengger yang itu-itu saja.
3. Usaha popularitas dan daya tarik bagi rombongan kesenian lengger
tersebut agar frekuensi tanggapan lebih banyak (banyak pesanan)
(Wawancara dengan Warsan pada tanggal 3 dan 12 Juni 2012).