Upload
truongthuan
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Untuk membedakan penelitian Analisis Penggunaan Gaya Bahasa Guru Dalam
Kegiatan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas VII SMP Negeri 3 Cilacap Tahun Ajaran
2009-2010 dengan penelitian yang telah ada sebelumnya, maka penulis meninjau 3 buah hasil
penelitian mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto, sebagai berikut:
1. Skripsi berjudul Gaya Bahasa Pada Kumpulan Cerpen Kabut Negeri Si Dali karya Ali Akbar Navis Oleh Tity Somiatun, NIM 0201040001. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto Tahun 2007 a. Landasan Teori
Untuk landasan teori penelitiannya, Tity Somiatun menggunakan pengertian
cerpen, bahasa sastra, pengertian gaya bahasa dan jenis gaya bahasa. Analisis yang
dilakukan adalah Gaya bahasa Pada Kumpulan Cerpen Kabut Negeri Si Dali karya Ali
Akbar Navis
b. Data dan Sumber Data
Data yang dijadikan objek dalam penelitian ini adalah kumpulan cerpen Kabut
Negeri Si dali karya Ali Akbar Navis.
c. Meatode Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif yang
mendeskripsikan penggunaan gaya bahasa personifikasi dan gaya bahasa sarkasme pada
kumpulan cerpen Kabut Negeri Si Dali karya Ali Akbar Navis.
8
2. Skripsi berjudul Gaya Bahasa Dalam Lirik Lagu Iwan Fals Sebagai Cermin Deskripsi Problematika Sosial Budaya Oleh Duhita Hayuningsih, NIM 99001040018. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto Tahun 2003 a. Landasan Teori
Dalam landasan teori penelitiannya, Duhita Hayuningsih menggunakan
pengertian bahasa, aspek bahasa, tujuan bahasa, dan pengertian gaya bahasa, keberadaan
gaya bahasa dalam lirik lagu, problematika sosial budaya, jenis problema sosial budaya.
Analisis yang dilakukan adalah Gaya Bahasa Dalam Lirik Lagu Iwan Fals
Sebagai Cermin Deskripsi Problematika Sosial Budaya.
b. Data dan Sumber Data
Data yang dijadikan objek penelitian adalah kumpulan lirik lagu karya Iwan Fals.
c. Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif yang bersifat
eksploratif bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau status fenomena
3. Skripsi berjudul Kajian Pendayagunaan Diksi dan Gaya Bahasa Dalam Lirik Lagu Indonesia Populer Karya Ebiet G. Ade oleh Erni Hardiyati, NIM 9801040018. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto Tahun 2002
a. Landasan Teori
Dalam landasan teori penelitiannya, Erni Hardiyati menggunakan pengertian
diksi, gaya bahasa, batasan lagu, lirik lagu, lagu populer, dan kemenarikan diksi dan gaya
bahasa. Untuk melengkapi penelitian yang sedang dia lakukan.
b. Data dan sumber data
Data yang digunakan adalah kumpulan lirik lagu yang dipopulerkan oleh Ebiet G.
Ade.
c. Metode penelitian
Metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif secara
tekstual dan kontekstual. tekhnik analisis data adalah proses mengorganisasikan dan
menurunkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian sehingga dapat ditemukan
tema yang akhirnya menjadi teori subtantif.
Dengan perbedaan-perbedaan yang ada tersebut, maka telah terbukti bahwa
penelitian ini berbeda dengan penelitian yang ada sebelumnya.
B. Landasan Teori
1. Bahasa
a. Pengertian Bahasa
Bahasa merupakan suatu sistim komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol
vokal (bunyi ujaran), yang bersifat arbiter, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik
badaniyah yang nyata. Bahasa merupakan simbol karena rangkaian bunyi yang dihasilkan
oleh alat ucap manusia harus diberikan makna tertentu. Simbol adalah tanda yang diberikan
makna tertentu yaitu mengacu kepada sesuatu yang dapat diserap oleh panca indra (Keraf,
2001: 2).
Menurut Chaer dan Leoni Agustina (2004: 11) bahasa adalah sebuah sistim, artinya
bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan tidak
dikaidahkan. Sedangkan menurut Nababan (1991: 46) bahasa adalah suatu sistim
perisyaratan (semiotik) yang terdiri dari unsur-unsur isyarat dan hubungan antara unsur-
unsur itu.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah sistim simbol bunyi
(lambang bunyi) yang bersifat arbiter, konvensional, dan makna yang membentuk identitas
pemakainya serta mengembangkan suatu budaya tertentu, baik dalam suatu wilayah maupun
suatu negara pemakai bahasa yang ada dan menggunakan bahasa.
b. Fungsi Bahasa
Tujuan bahasa dapat diturunkan dari dasar dan motif pertumbuhan bahasa pada saat
itu sendiri. Menurut Keraf (2001: 3) dasar dan motif pertumbuhan bahasa dalam garis
besarnya dapat berupa:
1) Alat Untuk Menyatakan Ekspresi Diri
Sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa menyatakan secara terbuka segala
sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan
keberadaan kita. Unsur-unsur yang mendorong ekspresi diri antara lain: a). Agar menarik
perhatian orang lain terhadap kita. b). Keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua
tekanan emosi.
2) Alat Komunikasi
Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak
akan sempurna jika ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan
komunikasi kita dapat menyampaikan semua yang kita rasakan, pikirkan, dan kita ketahui
kepada orang-orang lain. Dengan komunikasi pula kita mempelajari dan mewarisi semua
yang pernah dicapai oleh nenek moyang kita, serta apa yang dicapai oleh orang-orang yang
sejaman dengan kita (Keraf, 2001: 4)
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita,
melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita melakukan kerjasama dengan sesama
warga. Bahasa mengatur berbagai macam aktifitas kemasyarakatan, merencanakan, dan
mengarahkan masa depan kita (Keraf, 2001: 4).
3) Sebagai Alat untuk Mengadakan Integrasi dan Adaptasi Sosial
Bahasa, di samping sebagai salah satu unsur kebudayaan, memungkinkan pula
manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil
bagian dalam pengalaman-pengalaman itu, serta dapat melakukan semua kegiatan
kemasyarakatan dengan efisien melalui bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi, lebih jauh
memungkinkan setiap orang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial yang
dimasukinya, serta dapat melakukan semua kegiatan kemasyarakatan dengan menghindari
sejauh mungkin bentrokan-bentrokan untuk memperoleh efisiensi yang tinggi. Bahasa
merupakan alat integrasi (pembauran) yang sempurna tiap individu dengan masyarakatnya
(Keraf, 2001: 4).
Melalui bahasa seorang anggota masyarakat akan perlahan-lahan belajar mengenal
segala adat istiadat, tingkah laku, dan tata krama masyarakatnya. Ia akan mencoba
menyesuaikan diri (adaptasi) dengan semuanya melalui bahasa.
4) Alat Mengadakan Kontrol Sosial
Yang dimaksud dengan kontrol sosial adalah usaha untuk mempengaruhi tingkah laku
dan tindak-tanduk orang lain. Tingkah laku itu dapat bersifat terbuka (overt: yaitu tingkah
laku yang dapat diamati atau diobservasi), maupun yang bersifat tertutup (convert: yaitu
tingkah laku yang tidak dapat diobervasi dan diamati (Keraf, 2001: 5).
c. Ragam Bahasa
Menurut Martin Goos (dalam Chaer dan Leoni Agustina, 2004: 70) membagi
variasi bahasa menjadi lima macam gaya yaitu:
1) Ragam beku
Adalah ragam bahasa yang paling formal yang digunakan dalam situasi-situasi
kidmat, dan upacara-upacara resmi. Disebut ragam beku karena pola dan kaidahnya
sudah ditetapkan secara mantap, tidak boleh diubah.
2) Ragam Resmi atau Formal
Adalah variasai bahasa yang digunakan dalam pidato kenegaraan, rapat dinas,
surat menyurat dinas, ceramah keagamaan, buku-buku pelajaran dan sebagainya.
3) Ragam Usaha atau Ragam Konsultatif
Ragam bahasa usaha atau konsultatif adalah ragam bahasa yang lazim digunakan
oleh pembicara di Sekolah, rapat-rapat, dan pembicaraan yang berorientasi pada hasil
atau produksi.
4) Ragam Santai atau Ragam Kasual
Adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi yang tidak resmi untuk
berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib pada waktu istirahat, berolahraga,
rekreasi, dan sebagainya.
5) Ragam Akrab atau Intim
Adalah variasi bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur yang hubungannya
sudah akrab, seperti antara nggota keluarga, teman yang sudah akrab.
Menurut Keraf (1991: 5-7) bahasa yang dipakai perseorangan masih dapat
bervariasi berdasarkan ragam dan gaya yang digunakan. Variasai berdasarkan ragamnya
dapat diklasifikasikan berdasarkan.
a) Ragam Berdasarkan Bidang Wacana
Objek pembicaraan atau wacana sering mempengaruhi penutur tau pemakai
bahasa untuk mempergunakan ragam-ragam khusus. Dalam hubungan ini dapat
dibedakan ragam bahasa berdasarkan bidang wacana sebagai berikut :
1) Ragam ilmiah, yaitu bahasa yang biasa digunakan dalam kegiatan ilmiah seperti:
perkuliahan, ceramah ilmiah, dan tulisan-tulisan ilmiah.
2) Ragam populer, yaitu bahasa yang digunakan dalam kegiatan tidak ilmiah, dalam
kehidupan sehari-hari, dan tulisan-tulisan populer. Ragam bahasa ini dapat
dipahami oleh semua penutur suatu bahasa
b) Ragam Berdasarkan Cara Berwacana
Ragam didasarkan pada cara berwacana bergantung pada medium yang dipakai
dan relasi antara partisipan yang terlibat dalam tutur. Berdasarkan cara berwacana atau
media dengan digunakan, secara umum dapat dibedakan:
1) Ragam Tulis, masih dapat dibedakan lagi atas bahasa yang dipergunakan dalam
buku, majalah, surat kabar, surat menyurat, dan telegrafi. Sementara itu ragam tulis
belum setiap media dipengaruhi oleh sasaran pembacanya.
2) Ragam Lisan, adalah bahasa yang diucapkan langsung oleh penuturnya kepada
khalayak ragam lisan yang masih dapat dibedakan atas ragam percakapan, ceramah
pidato, dan ragam yang digunakan melalui telepon, radio, televisi.
c) Ragam Berdasarkan Peran
Ragam berdasarkan peran adalah pemakaian bahasa yang didasarkan pada tujuan
sosial atau tujuan lain dari tindak tutur.
d) Ragam Berdasarkan Formalitas Hubungan
Berdasarkan dimensi formalitas hubungan, bahasa sangat dipengaruhi oleh
hubungan antar pesona partisipan. Dalam hal ini dapat dibedakan:
1) Ragam Netral
Biasanya digunakan oleh dua partisipan yang sama derajatnya, tanpa menyentuh
masalah sopan santun.
2) Ragam Sopan
Terjadinya bila seseorang berbicara dengan orang yang lebih tinggi kedudukannya,
atau orang yang dihormati misalnya guru dengan murid, pekerja dengan atasannya.
3) Ragam Kasar
Adalah bahasa yang dipergunakan untuk orang yang lebih rendah kedudukannya.
2. Gaya Bahasa
a. Pengertian Gaya Bahasa
Menurut Keraf (2004: 112), gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style,
kata style diturunkan dari kata latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada
lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan
pada lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan dititikberatkan pada keahlian untuk
menulis indah, maka style lalu berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis
atau mempergunakan kata-kata secara indah.
Sedangkan menurut HB. Jassin (dalam Tjahjono, 1993: 201) gaya bahasa adalah
perihal memilih dan mempergunakan kata sesuai dengan isi yang mau disampaikan. Gaya
bahasa juga menyangkut bagaimana menyusun kalimat secara efektif, secara estetis, dan
mampu memberikan gambaran secara kongkret kepada pembaca.
Dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah pemakaian kata-kata kiasan dan
perbandingan yang tepat untuk melukiskan sesuatu maksud tanpa untuk membentuk plastik
bahasa. Plastik bahasa adalah daya cipta pengarang dalam membuat cipta bahasa dengan
mengemukakan pemilihan kata yang tepat. Namun suatu gaya bahasa mempunyai ciri umum
bahwa suatu gaya bahasa digunakan untuk mengungkapkan sesuatu dengan makna kias.
Selain itu suatu gaya bahasa tentu saja harus berupa suatu ungkapan bahasa yang bergaya.
b. Jenis Gaya Bahasa
Menurut Tjahjono (1993: 201), gaya bahasa dibedakan menjadi empat jenis
yaitu: gaya bahasa perbandingan, gaya bahasa penegasan, gaya bahasa sindiran, dan gaya
bahasa pertentangan.
1) Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat
Struktu sebuah kalimat dapat dijadikan landasan untuk menciptakan gaya bahasa.
Yang dimaksud dengan struktur kalimat di sini adalah kalimat bagaimana tempat sebuah
unsur kalimat yang dipentingkan dalam kalimat tersebut. Ada kalimat yang bersifat
periodik, bila bagian yang terpenting atau gagasan yang mendapat penekanan ditempatlkan
dalam akhir kalimat. Ada kalimat yang bersifat kendur, yaitu bila bagian kalimat yang
mendapat penekanan ditempatkan pada awal kalimat. Bagian-bagian yang kurang penting
dideretkan sesudah kalimat yang dipentingkan tadi. Dan jenis kalimat yang ke tiga adalah
kalimat berimbang, yaitu kalimat yang mengandung dua bagian kalimat atau lebih yang
kedudukannya sama tinggi atau sederajat (Keraf, 2004: 124).
Berdasarkan ketiga macam struktur kalimat yang dikemukakan di atas, maka dapat
diperoleh gaya-gaya bahasa sebagai berikut:
a) Klimaks
Gaya bahasa klimaks diturunkan dari kalimat yang bersifat periodik. Klimaks
adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urrutan-urutan pikiran yang setiap kali
semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya. Misalnya:
- Kesengsaraan membuahkan kesabaran, kesabaran pengalaman, dan pengalaman
harapan.
- Dalam dunia perguruan tinggi yang dicengkam rasa takut dan rasa rendah diri,
tidak dapat diharapkan pembaharuan, kebanggaan akan hasil-hasil pemikiran yang
obyektif dan keberanian untuk mengungkapkan pendapat secara bebas.
b) Antiklimaks
Antiklimaks dihasilkan oleh kalimat yang berstruktur mengendur. Antiklimaks
sebagai gaya bahasa merupakan suatu acuan yang gagasan-gagasanya diurutkan dari yang
terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang penting. Misalnya:
- Ketua pengadilan negeri itu adalah seorang yang kaya, pendiam dan tidak terkenal
namanya (mengandung ironi).
- Pembangunan lima tahun telah dilancarkan serentak di Ibu kota negara, ibu kota-
ibu kota propinsi, kabupaten, kecamatan, dan semua daerah di seluruh indonesia.
c) Paralelisme
Paralelisme adalah semacam gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran
dalam pemakaian kata-kata atau frasa-frasa yang menduduki tujuan yang sama dalam
bentuk gramatikal yang sama. Kesejajaran tersebut dapat juga berbentuk anak kalimat yang
bergantung pada induk kalimat. Gaya bahsasa ini lahir dari kalimat yang berimbang.
Misalnya:
- Sangat ironis kedengaran bahwa dia menderita kelaparan dalam sebuah daerah
yang subur dan kaya, serta mati terbunuh dalam sebuah negeri yang sudah ratusan
tahun hidup dalam ketentraman dan kedamaian.
- Bukan saja perbuatan itu harus dikutuk, tetapi juga harus diberantas.
- Dia merasa kesepian hidup disekitar keramaian.
d) Antitesis
Antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang
bertentangan, dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan.
Gaya ini timbul dari kalimat berimbang. Misalnya:
- Mereka sudah kehilangan banyak dari harta bendanya, tetapi mereka juga telah
banyak memperoleh keuntungan daripadanya.
- Ia sering menolak, tapi sekali pun tak pernah melukai hati.
e) Repetisi
Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang
dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Misalnya:
- Atau maukah kau pergi bersama serangga-serangga tanah, pergi bersama kecoak-
kecoak, pergi bersama mereka yang menyusupi tanah, menyusupi alam?
- Dia pergi, dia pergi bersama Anton dan Adam.
- Mobil itu dibawa Ayah, Ayah membawa mobil itu tadi pagi.
- Ibu pergi belanja, Ibu pergi belanja dengan Adik
2) Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna
Gaya bahasa berdasarkan makna diukur dari langsung tidaknya makna, yaitu acuan
yang dipakai apakah masih mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada
penyimpangan. Bila acuan yang digunakan masih mempertahankan makna dasar, maka
bahasa itu masih bersifat polos. Tetapi bila sudah ada perubahan makna, entah berupa
makna konotatif atau sudah menyimpang jauh dari makna denotatifnya, maka acuan itu
dianggap sudah memiliki gaya sebagai yang dimaksud disini. Gaya bahasa berdasarkan
ketidaklangsungan ini dibagi atas dua kelompok, yaitu gaya bahasa retoris dan gaya
bahasa kiasan (Keraf, 2004: 129).
1) Gaya Bahasa Retoris
Macam-macam gaya bahasa retoris seperti yang dimaksud di atas adalah:
a) Aliterasi
Aliterasi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan
yang sama. Biasanya digunakan dalam puisi, kadang-kadang dalam prosa, untuk
perhiasan atau untuk penekanan. Misalnya:
- Takut titik lalu tumpah
- Keras-keras kerak kena air lembut juga
b) Asonansi dan Anastrof
Asonansi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal
yang sama. Biasanya digunakan dalam puisi, kadang juga dalam prosa untuk
memperoleh efek penekanan. Anastrof atau inversi adalah semacam gaya retoris yang
diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat. Misalnya:
- Ini luka penuh luka siapa punya.
- Kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu.
Sedangkan anastrof adalah semacam gaya retoris yang diperoleh dengan
pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat. Misalnya:
- Pergilah ia meninggalkan kami, keheranan kami melihat peranggainya.
- Bersorak-sorak orang ditepi jalan memukul bermacam-macam bunyian melalui
gerbang dihiasi bunga dan panji berkibar.
- Dia telah pergi, dia pergi untuk selama-lamanya
c) Apofasis atau preterisio
Apofasis atau disebut juga preterisio merupakan sebuah gaya dimana penulis
atau pengarang menegaskan sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal. Berpura-pura
membiarkan sesuatu berlalu, tetapi sebenarnya ia menekankan hal itu. Misalnya:
- Saya tidak mau menungkapakan dalam forum ini bahwa saudara telah
menggelapkan ratusan juta rupiah uang negara.
- Jika saya tidak menyadari reputasimu dalam kejujuran, maka sebenarnya saya
ingin mengatakan bahwa anda pasti membiarkan anda menipu diri sendiri.
- Sya hanya ingin berbicara sedikit tentang kecurangan andi sewaktu ujian
nasional sedang dilakukan.
- Janganlah membodohi diri kalian sendiri dengan hal-hal yang tidak penting.
d) Apostrof dan Asidenton
Apostrof adalah semacam gaya yang berbentuk pengalihan amanat dari para
hadirin kepada sesuatu yang tidak hadir. Cara ini biasanya dipergunakan oleh orator
klasik. Misalnya:
- Hai kamu dewa-dewa yang berada di surga, datanglah dan bebaskanlah kami
dari belenggu penindasan ini.
- Hai kamu semua yang telah menumpahkan darahmu untuk tanah air tercinta ini
berilah agar kami dapat mengenyam keadilan dan kemerdekaan seperti yang
pernah kamu perjuangkan.
Asidenton adalah suatu gaya yang berupa acuan, yang bersifat padat dan
mampat di mana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan
dengan kata sambung. Bentuk-bentuk itu biasanya dipisahkan dengan koma. Misalnya:
- Dan kesesakan, kepedihan, kesakitan, seribu derita detik-detik penghabisan orang
melepaskan nyawa.
- Materi pengalaman diaduk-aduk, modus eksitensi dari cargito erga sum dicoba,
medium bahasa dieksploitir, imaji-imaji, metode, prosedur di jungkir balik, masih
itu-itu juga.
e) Polisindeton
Polisidenton adalah suatu gaya yang merupakan kebalikan dari asidenton.
Beberapa kata, frasa, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan
kata-kata sambung. Misalnya:
- Dan ke manakah burung-burung yang gelisah dan tak berumah dan tak menyerah
pada gelap dan dingin yang bakal merontokan bulu-bulunya.
f) Kiasmus
Kiasmus adalah semacam acuan atau gaya bahasa yang terdiri dari dua bagian,
baik frasa atau klausa, yang sifatnya berimbang, dan dipertentangkan satu sama lain,
tetapi susunan kata atau klausanya itu terbalik jika dibandingkan dengan frasa atau
klausa lainnya. Misalnya:
- Semua kesabaran kami sudah hilang, lenyap sudah ketekunan kami untuk
melanjutkan usaha itu.
g) Elipsis
Elipsis adalah suatu gaya yang berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat
yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembacanya atau
pendengar, sehingga struktur gramatikal atau kalimatnya memenuhi pola yang berlaku.
Misalnya:
- Masihkah kau tidak percaya bahwa dari segi fisik engkau tak apa-apa, badanmu
sehat; tetapi psikis. . . .
- Jika anda gagal melaksanakan tugasmu . . . . tetapi baiklah kita tidak
membicarakan hal itu.
h) Eufemismus
Sebagai gaya bahasa, eufemismus adalah semacam acuan berupa ungkapan-
ungkapan yang tidak mentyinggung perasaan orang, atau ungkapan-ungkapan yang
halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina,
menyinggung perasaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan.
Misalnya:
- Ayah sudah tak ada di tengah-tengah mereka (mati).
- Pikiran sehatnya semakin merosot akhir-akhir ini (gila).
i) Litotes
Adalah semacam gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan
tujuan merendahkan diri. Sesuatu hal dinyatakan kurang dari keadaan yang sebenarnya.
Misalnya:
- Kedudukan saya ini tidak ada artinya sama sekali.
- Saya tidak akan merasa bahagia bila mendapat warisan satu milyar rupiah.
j) Histeron Proteron
Adalah semacam gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis
atau kebalikan dari sesuatu yang wajar, misalnya menempatkan sesuatu yang terjadi
kemudian pada awal pada awal peristiwa. Misalnya:
- Kereta melaju dengan cepat di depan kuda yang menarinya.
k) Pleonasme dan Tautologi
Pada dasarnya pleonasme dan tautologi adalah acuan yang dipergunakan kata-
kata lebih banyak dari yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan.
suatu acuan disebut pleonasme bila kata yang berlebihan itu dihilangkan, artinya tetap
utuh. Sebaliknya, acuan itu disebut tautologi kalau kata yang berlebihan itu sebenarnya
mengandung perulangan sebuah kata yang lain. Misalnya:
- Saya telah mendengar hal itu dengan telinga saya sendiri.(Pleonasme)
- Globe itu bundar bentuknya. (Tautologi)
- Afganistan berada di benua asia. (Tautologi)
l) Perifrasis
Sebenarnya perifresis adalah gaya yang mirip dengan pleonasme, yaitu
mempergunakan kata lebih banyak dari yang diperlukan. Perbedaannya terletak dalam
hal bahwa kata-kata yang berlebihan itu sebenarnya dapat diganti dengan satu kata saja.
Misalnya:
- Ia telah beristirahat dengan damai (mati, atau meninggal)
- Jawaban dari permintaan saudara adalah tidak (ditolak)
- Kamu adalah anakyang paling ujung dari seluruh saudaramu (terahir, atau anak
terahir.
m) Prolepsis atau Antisipasi
Prolepsis atau antisipasi adalah semacam gaya bahasa dimana orang
mempergunakan lebih dahulu kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau
gagasan yang sebenarnya terjadi. Misalnya:
- Almarhum Pardi pada waktu itu menyatakan bahwa ia tidak mengenal orang itu.
- Kedua orang itu bersama calaon pembunuhnya segera meninggalkan tempat itu.
n) Erotesis, Silepsis, dan Zeugma
Erotesis atau pertanyaan retoris adalah semacam pertanyaan yang dipergunakan
dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan
penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban.
Misalnya:
- Rakyatkah yang harus menanggung akibat semua korupsi dan manipulasi di
negara ini?
- Terlalu banyak komisi dan perantara yang masing-masing menghendaki pula
imbalan jasa. Herankah saudara kalau harga-harga itu terlalu tinggi?
Silepsis dan zeugma adalah gaya dimana orang mempergunakan dua konstruksi
rapatan dengan menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang sebenarnya
hanya salah satunya mempunyai hubungan dengan kata pertama. Contoh:
- Ia sudah kehilangan topi dan semangatnya.
- Dan membedakan mata dan telinganya, ia mengusir orang itu.
- Dia telah merelakan mata dan penglihatannya.
o) Koreksio atau Epanortosis
Koreksio dan epanortosis adalah suatu gaya yang berwujud, mula-mula
menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memperbaikinya. Contoh:
- Sudah empat kali saya mengunjungi daerah itu, ah bukan, sudah lima kali.
p) Hiperbola dan Paradoks
Adalah semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pertanyaan yang
berlebihan, dengan membesar-besarkan suatu hal. Misalnya:
- Jika kau terlambat sedikit saja, pasti aku tidak akan diterima lagi.
- Prajurut itu masih tetap berjuang dan sama sekali tidak tahu bahwa ia sudah
mati.
Paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang
nyata dengan fakta-fakta yang ada. Paradoks dapat juga berarti semua hal yang menarik
perhatian karena kebenarannya. Misalnya:
- Musuh sering merupakan kawan yang akrab.
- Ia mati kelaparan ditengah-tengah kelaparan yang berlimpah-limpah.
q) Oksimoron
Oksimoron adalah suatu acuan yang berusaha untuk menggabungkan kata-kata
untuk mencapai efek yang bertentangan. Atau dapat juga dikatakan, oksimoron adalah
gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan mempergunakan kata-kata yang
berlawanan dalam frasa yang sama, dan sebab itu sifatnya lebih tajam dan padat dari
paradoks. Misalnya: Keramah-tamahan yang bengis. Untuk menjadi manis seseorang
harus menjadi kasar. Senyum membawa luka. Tangisan kebahagiaan.
2) Gaya Bahasa Kiasan
Gaya bahasa ini pertama-tama dibentuk berdasarkan perbandingan atau
persamaan. Membandingkan sesuatu hal yang lain, berarti mencoba menemukan ciri-
ciri yang menunjukkan kesamaan antara kedua hal tersebut. Pada mulanya, bahasa
kiasan bekembang dari analogi. Mula-mula, analogi dipakai dengan pengertian proporsi.
sebab itu, analogi hanya menyatakan hubungan kuantitatif (Keraf, 2004: 136).
Perbandingan analogi ini kemudian muncul dalam bermacam-macam gaya bahasa
kiasan, seperti di bawah ini;
a. Persamaan atau Simile
Persamaan atau simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Yang
dimaksud sebagai perbadingan yang bersifat eksplisit adalah ia langsung menyatakan
sesuatu sama dengan hal yang lain. Untuk itu, ia memerlukan upaya yang secara
eksplisit menunjukkan kebersamaan itu, yaitu: seperti sama, sebagai, bagaikan, laksana,
dan sebagainya. Misalnya:
- Kikirnya seperti kepiting batu.
- Bibirnya seperti delima merekah.
- Tubuhnya kecil seperti liliput
- Matanya indah seperti berlian
b. Metafora
Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung,
tetapi dalam bentuk yang singkat, misalkan: bunga bangsa, buaya darat, buah hati,
cindera mata, dan sebagainya. Misalnya:
- Pemuda itu seperti bunga bangsa.
- Orang itu seperti buaya darat
c. Alegori, parabel, dan fabel
Jika sebuah metafor mengalami perluasan, maka ia dapat berwujud alegori,
parabel, atau fabel. Ketiga bentuk perluasan ini biasanya mengandung ajaran-ajaran
moral dan sering sukar dibedakan antara satu dengan yang lain.
Alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan. Makna kias ini
harus ditarik dari bawah permukaan ceritanya. Dalam alegori, nama-nama pelakunya
adalah sifat-sifat yang abstrak, serta tujuan selalu jelas dan tersurat.
Parabel (parabola) adalah suatu kiasan singkat dengan tokoh-tokoh biasanya
manusia, yang selalu mengandung tema moral. Istilah parabel biasanya dipakai untuk
menyebut cerita-cerita fiktif di dalam kitab suci yang bersifat alegoris, untuk
menyampaikan suatu kebenaran moral atau kebenaran spiritual.
Fabel adalah suatu metafor yang berbentuk cerita mengenai dunia binatang, di
mana binatang-binatang bahkan binatang-binatang atau mahluk yang tidak bernyawa
bertindak seolah-olah sebagai manusia. Fabel mempunyai tujuan seperti parabel yaitu
menyampaikan ajaran moral atau tentang budi pekerti.
d. Personifikasi atau Prosopopoeia
Personifikasi atau prosopopoeia semacam gaya bahasa kiasan yang
menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah
mempunyai sifat-sifat kemanusiaan. Personifikasi merupakan salah satu corak khusus
dari metafora yang mengkiasakan benda-benda mati bisa bertindak, berbuat, berbicara
seperti manusia. Misalnya:
- Angin yang meraung ditengah malam yang gelap itu menambah lagi ketakutan
kami.
- Matahari barusaja kembali keperaduannya, ketika kami tiba di sana.
e. Alusi
Alusi adalah semacam acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan antara
orang, tempat, atau peristiwa. Biasanya, alusi ini adalah suatu referensi yang eksplisit
atau impisit kepada peristiwa-peristiwa, tokoh-tokoh, atau tempat dalam kehidupan
nyata, mitologi, atau dalam sebuah karya sastra yang terkenal.
f. Eponim dan Epitet
Eponim adalah suatu gaya dimana seseorang yang namanya begitu sering
dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan suatu
sifat itu. Misalnya:
- Hercules adalah seorang pahlawan sejati.
- Jendral Sudirman Adalah pahlawan nasional
Epitet adalah semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus
dari seseorang atau suatu hal. Keterangan itu adalah suatu frase deskriptif yang
menjelaskan atau menggantikan nama seseorang atau suatu barang. Misalnya: Lonceng
pagi, Puteri malam, Raja rimba.
g. Sinekdoke
Sinekdoke adalah suatu istilah yang diturunkan dari bahasa yunani
“synekdechesthai” yang berarti menerima bersama-sama. Sinekdoke adalah semacam
bahasa figuratif yang menggunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan
keseluruhan atau memperguanakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian. Misalnya:
- Setiap kepala dikenakan sumbangan sebesar Rp 1.000,-
- Dalam pertandingan sepak bola antara malaysia di Stadion Utama Senayan, tuan
rumah menderita kekalahan 3-4.
h. Metonimia
Metonomian adalah sebuah gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk
menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat. Misalnya:
- Ia membeli sebuah chevrolet.
- Saya minum satu gelas, ia dua gelas.
i. Antonomisia dan Hipalase
Anatonomisia adalah sebuah bentuk khusus dari sinekdoke yang berwujud
penggunaan sebuah epiteta untuk menggantikan nama diri, atau gelar resmi, atau
jabatan untuk menggantikan nam diri. Misalnya:
- Yang mulia tidak dapat menghadiri pertemuan ini.
- Pangeran yang meresmikan pembukaan seminar itu.
Hipalase adalah semacam gaya bahasa dimana sebuah kata tertentu
dipergunakan untuk menerangkan sebuah kata, yang seharusnya dikenakan pada kata
yang lain. Misalnya:
- Ia terbaring di atas sebuah bantal yang gelisah.
- Ia masih menuntut almarhumah maskawin dari sinta putrinya.
j. Ironi, Sinisme, dan Sarkasme
Ironi atau sindiran adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan
makna dan maksud yang berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-
katanya. Sedangkan sinisme yang diartikan sebagai sindiran yang berbentuk kesangsian
yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Dan sarkasme
merupakan satu acuan yang lebih kasar dari ironi san sinisme. Misalnya:
- Tidak diragukan lagi bahwa andalah orangnya, sehingga kebijaksanaan
terdahulu harus dibatalkan seluruhnya!
- Saya tahu bahwa anda adalah seorang gadis yang paling cantik di dunia ini yang
perlu mendapat tempat yang terhormat!
k. Satire dan Inuendo
Satire adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu. Bentuk ini
tidak perlu bersifat ironis. Satire mengandung kritik tentang kelemahan manusia.
Sedangkan inuedo adalah semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang
sebenarnya. Ia menyatakan kritik sugesti dengan tidak langsung, dan sering tampaknya
tidak menyakitkan hati jika sambil lalu. Misalnya:
- Setiap kali ada pesta, pasti ia akan sedikit mabuk karena terlalu kebanyakan
minum.
- Ia sedikit kaya raya karena sedikit menggandakan komersialisasi jabatannya.
l. Antifrasis dan Paronomasia
Antifrasis adalah semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan
makna kebalikannya, yang bisa dikatakan sebagai ironi sendiri, atau kata-kata yang
dipakai untuk menangkal kejahatan, roh jahat, dan lainnya. Sedangkan paronomasia
adalah kiasan dengan mempergunakan kemiripan bunyi. Ia merupakan permainan kata
yang didasarkan pada kemiripan bunyi, tetapi terdapat perbedaan besar dalam
maknanya. Misalnya:
- Lihatlah sang raksasa telah tiba (magsudnya si Cebol).
c. Tujuan Gaya Bahasa
Tujuan dari gaya bahasa adalah untuk memungkinkan kita menilai pribadi, watak,
dan kemampuan seseorang yang mempergunakan bahasa itu (Keraf, 2004: 113). Gaya
bahasa memerlukan sebuah kejujuran, kejujuran dalam bahasa sendiri adalah mengikuti
aturan-aturan, kaidah-kaidah yang baik dan benar dalam berbahasa.
Gaya bahasa juga akan menimbulkan sebuah efek bagi pengguna bahasa, efek yang
akan timbul adalah suatu kejelasan dalam berbahasa. Menyampaikan sesuatu secara jelas
berarti membuat pembaca atu pendengar memeras keringat untuk mencari tahu apa yang
disengarkannya. Disamping itu penggunaan gaya bahasa akan membuat pendengar tidak
membuang-buang waktu untuk mendengar secara panjang lebar, kalau hal itu dapat
diungkapkan dalam beberapa rangkaian saja (Keraf, 2004: 115).
Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan gaya bahasa adalah mempergunakan bahasa
secara efektif agar pendengar bisa mengetahui maksud dari apa yang didengarkannya
terutama dari makna bahasa yang dituturkan oleh pemakai bahasa sehingga tujuan dari
sebuah tuturan dapat dimengerti dengan mudah oleh pendengar.
Macam-macam tujuan penggunaan gaya bahasa antara lain:
1) Untuk Menyatakan Penolakan
Tujuan gaya bahasa untuk menyampaikan sebuah penolakan biasanya digunakan
ketika penutur tidak menyukai sesuatu yang ada di sekelilingnya, ataupun penutur merasa
tidak nyaman dengan keadaaan yang ada di sekelilingnya sehingga penutur
mengungkapkannya secara langsung namun penutur menggunakan gaya bahasa untuk
menyampaikannya. Contoh tujuan gaya bahasa untuk menyampaikan penolakan: Saya tidak
ingin jika kalian mendapatkan harta yang banyak dengan cara mencuri.
2) Untuk Menyampaikan Larangan
Tujuan gaya bahasa untuk menyampaikan larangan biasanya digunakan dalam
sebuah kalimat atau tuturan karena adanya sebuah kejadian yang dianggap menyimpang
oleh penutur sehingga penutur menyampaikan sebuah larangan dengan gaya bahasa. Contoh
tujuan gaya bahasa untuk menyampaikan larangan: Kalian jangan membodohi diri kalian
sendiri dengan mencontek ketika ujian nasional.
3) Untuk Menyampaikan Informasi
Tujuan gaya bahasa untuk menyampaikan informasi adalah bahwa gaya bahasa dapat
digunakan untuk menyampaikan berbagai informasi yang ada, baik dilakukan oleh penutur
maupun lawan tuturnya. Contoh tujuan gaya bahasa untuk menyampaikan informasi adalah:
Amir sebenarnya anak yang pintar, tapi dia menjadi bodoh karena tidak pernah belajar.
4) Untuk Menyampaikan Sebuah Penegasan
Tujuan gaya bahasa untuk menyampaikan penegasan biasanya digunakan untuk
menyampaikan sesuatu hal yang dianggap penting, atau sesuatu yang dipentingkan dalam
suatu kalimat atau tuturan. Contoh: kemarin hujan turun sangat lebat, karena hujan turun
sangat lebat kemarin saya tidak berangkat ke sekolah.
5) Untuk Menyatakan Persamaan
Tujuan gaya bahasa untuk menyatakan persamaan bisanya digunakan untuk
menyatakan sesuatu hal yang dipersamakan dengan hal lain, namun yang dipersamakan bisa
sanya mempunyai makna yang berbeda antara hal yang satu dengan hal yang lainnya.
Contoh: wajah Andi merah seperti delima merekah.
6) Untuk Menyampaikan Pendapat
Tujuan gaya bahasa untuk menyampaikan pendapat digunakan ketika penutur ingin
menyampaikan sesuatu kepada lawan tutur tetapi penutur menggunakan gaya bahasa untuk
menyampaikannya. Contoh: ani lebih cantik mengenakan kerudung karena dia terlihat
anggun seperti ibunya.
7) Untuk Menyampaikan Perintah
Tujuan gaya bahasa untuk menyampaikan perintah digunakan untuk menympaikan
sebuah perintah kepada lawan tuturnya, perintah yang biasanya disampaikan tidak secara
langsung tetapi menggunakan bahasa-bahasa yang sesuai dengan keadaan yang ada. Contoh:
Andi tolong ambilkan buku di meja saya, iya buku bahasa indonesia di meja saya.
8) Sebagai Kalimat Sapaan
Tujuan gaya bahasa sebagai kaliamat sapaan biasanya digunakan untuk
menghangatkan situasi, menghangatkan situasi yang dimagsud di sini adalah tuturan yang
ada bertujuan untuk menyapa lawan tutur, kaliamat sapaan ayang ada biasanya digunakan
ketika tuturan baru saja berlangsung walupun penutur dan lawan tutur belum saling
mengenal. Contoh: bagaimana kabar Anto, sudah satu minggu tidak kelihatan batang
hidungnya.
9) Untuk Menyampaikan Pertanyaan
Tujuan gaya bahasa untuk menyampaikan pertanyaan biasanya digunakan oleh
penutur maupun lawan tutur untuk melontorkan sebuah pertanyaan. Contoh: apakah kalian
puas dengan nilai lima, apakah kalian puas?
10) Untuk Membandingkan
Tujuan gaya bahasa untuk membandingkan biasanya digunakan untuk
membandingkan sesuatu dengan sesuatu hal laina. Contoh: anak perempuan biasanya lebih
tertib dibandingkan anak laki-laki.
3. Kegiatan Pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran merupakan interaksi yang dilakukan antara guru dan peserta
didik dalam suatu pengajaran untuk mewujudkan tujuan yang ditetapkan. Kegiatan
pembelajaran diarahkan untuk memberdayakan semua potensi peserta didik agar menguasai
kompetensi yang diharapkan. Kegiatan pembelajaran mengembangkan kemampuan untuk
mengetahui, memahami, melakukan sesuatu, hidup dalam kebersamaan dan
mengaktualisasikan diri (Majid, 2008: 24). Sedangkan pengajaran dapat diartikan sebagai
suatu proses yang dilakukan oleh para guru dalam membimbing, membantu, dan
mengarahkan peserta didik untuk memiliki pengalaman belajar. Dengan kata lain pengajaran
adalah suatu cara bagaimana mempersiapkan pengalaman belajar bagi peserta didik.
Kegiatan pembelajaran selain diawali dengan perencanaan yang bijak, serta
didukung dengan komunikasi yang baik, juga harus didukung dengan pengembangan
strategi yang mampu membelajarkaan siswa. Kegiatan pembelajaran merupakan suatu
proses penyelenggaraan interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar (Majid,
2008: 111). Belajar adalah kegiatan yang bersifat universal dan multi dimensional.
Dikatakan universal karena belajar bisa dilakukan siapa pun, kapan pun dan di mana pun.
Karena itu bisa saja siswa tidak butuh dengan proses pembelajaran yang terjadi dalam
ruangan yang terkontrol atau lingkungan terkendali.
Dalam kegiatan pembelajaran peran seorang guru sangatlah penting, karena guru
harus dapat menempatkan diri dan menciptakan suasana yang kondusif, karena tujuan guru
di sekolah sebagai orang tua kedua yang bertanggung jawab atas pertumbuhan dan
perkembangan jiwa anak (Majid, 2008:128).
Jadi dapat didimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran dapat terlaksana sesuai dengan
tujuan yang diharapkan haruslah ada sebuah komunikasi yang baik antara guru dan siswa,
baik komunikasi yang dilakukan mengenai materi pembelajaran maupun diluar materi
pembelajaran. Guru juga harus memberikan motifasi terhadap siswa yang nantinya akan
mendorong siswa untuk lebih bergairah mengikuti pembelajaran