26
BAB III PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG SABAR Kesabaran merupakan ungkapan keteguhan dorongan agama dalam menghadapi dorongan nafsu. Jika kesabaran itu yang teguh dan dapat mengalahkan nafsu, maka diapun tergabung dalam golongan orang-orang yang sabar. Apabila kesabaran itu melemah dan nafsu yang menang maka diapun tergabung dalam golongan syetan. Jika sudah ada ketetapan bahwa sabar itu merupakan ungkapan tentang dorongan agama dalam menghadapi nafsu, maka upaya menghadapi nafsu ini merupakan kekhususan yang dimiliki manusia. 1 Sabar merupakan produk dari mengingat janji-janji Alah yang akan diberikan kepada orang orang yang rela memikul kesusahan melaksanakan amal- amal bakti yang sukar dikerjakan, rela menanggung kepahitan karena mengekang diri dari syahwat yang diharamkan serta ia sadar bahwa segala bencana itu dari perbuatan Allah dan dari tasharruf-Nya kepada makhluknya. 2 Dengan demikian kesabaraan membekali manusia untuk mempunyai kendali diri sehingga tidak terombang-ambing oleh nafsunya sendiri. 3 Dalam bab III ini akan dijelaskan sabar menurut al-Ghazali yang meliputi: pengertian sabar, kedudukan sabar sebagian dari iman, pembagian sabar, sabar sebagai maqamat dalam tasawuf, jalan untuk memiliki sifat sabar, serta aplikasi sabar dalam pendidikan. A. Biografi al-Ghazali Untuk menganalisis secara mendalam terhadap pemikiran seorang tokoh, akan lebih baik jika disertai dengan latar belakang tokoh tersebut. Dengan demikian akan diperoleh suatu pemahaman yang komprehensif tentang tokoh tersebut, karena tidak jarang hasil pemikiran seorang tokoh 1 Ibnu Qudamah, MINHAJUL QASHIDIN, Jalan Orang-orang yang Mendapat Petunjuk, terj. Katur Suhardi, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003), hlm.343. 2 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Al Islam I, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1998), hlm.515. 3 Muhammad al-Ghazali, Menghidupkan Ajaran Rohani Islam, terj. Cecep Bihar Anwar, (Jakarta: Lentera, 2001), hlm.317.

BAB III PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG SABARlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · menempuh berbagai jalan yaitu melalui ilmu kalam, filsafat, aliran batiniyah

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB III PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG SABARlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · menempuh berbagai jalan yaitu melalui ilmu kalam, filsafat, aliran batiniyah

BAB III

PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG SABAR

Kesabaran merupakan ungkapan keteguhan dorongan agama dalam

menghadapi dorongan nafsu. Jika kesabaran itu yang teguh dan dapat

mengalahkan nafsu, maka diapun tergabung dalam golongan orang-orang yang

sabar. Apabila kesabaran itu melemah dan nafsu yang menang maka diapun

tergabung dalam golongan syetan. Jika sudah ada ketetapan bahwa sabar itu

merupakan ungkapan tentang dorongan agama dalam menghadapi nafsu, maka

upaya menghadapi nafsu ini merupakan kekhususan yang dimiliki manusia.1

Sabar merupakan produk dari mengingat janji-janji Alah yang akan

diberikan kepada orang orang yang rela memikul kesusahan melaksanakan amal-

amal bakti yang sukar dikerjakan, rela menanggung kepahitan karena mengekang

diri dari syahwat yang diharamkan serta ia sadar bahwa segala bencana itu dari

perbuatan Allah dan dari tasharruf-Nya kepada makhluknya.2 Dengan demikian

kesabaraan membekali manusia untuk mempunyai kendali diri sehingga tidak

terombang-ambing oleh nafsunya sendiri.3

Dalam bab III ini akan dijelaskan sabar menurut al-Ghazali yang meliputi:

pengertian sabar, kedudukan sabar sebagian dari iman, pembagian sabar, sabar

sebagai maqamat dalam tasawuf, jalan untuk memiliki sifat sabar, serta aplikasi

sabar dalam pendidikan.

A. Biografi al-Ghazali

Untuk menganalisis secara mendalam terhadap pemikiran seorang

tokoh, akan lebih baik jika disertai dengan latar belakang tokoh tersebut.

Dengan demikian akan diperoleh suatu pemahaman yang komprehensif

tentang tokoh tersebut, karena tidak jarang hasil pemikiran seorang tokoh 1Ibnu Qudamah, MINHAJUL QASHIDIN, Jalan Orang-orang yang Mendapat Petunjuk, terj. Katur Suhardi, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003), hlm.343. 2Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Al Islam I, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1998), hlm.515. 3Muhammad al-Ghazali, Menghidupkan Ajaran Rohani Islam, terj. Cecep Bihar Anwar, (Jakarta: Lentera, 2001), hlm.317.

Page 2: BAB III PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG SABARlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · menempuh berbagai jalan yaitu melalui ilmu kalam, filsafat, aliran batiniyah

dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan serta kultur sosial yang

melingkupinya. 4 Demikian juga dengan tokoh yang penulis teliti saat ini yaitu

al-Ghazali yang merupakan sosok tokoh yang memiliki kemampuan

dimensional dalam arti intelektual.

1. Kehidupan al-Ghazali

Nama lengkap al-Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad bin

Muhammad bin Ahmad al-Ghazali5, dilahirkan di Thus, salah satu kota di

negeri Khurasan Persi (Iran)6, pada tahun 450 H bertepatan dengan tahun

1058 M.7 Beliau keturunan Persia dan mempunyai hubungan keluarga

dengan raja-raja Saljuk yang memerintah daerah Khurasan, Jibal, Irak,

Jazirah, Persia dan Ahwaz.8

Kata-kata al-Ghazali kadang diucapkan dengan al-Ghazzali (dua “z”)

yang diambil dari kata ghazzal, artinya tukang pemintal benang, karena

pekerjaan ayahnya ialah memintal benang wol. Sedang al-Ghazali (satu

“z”) diambil dari kata Ghazali yang merupakan nama kampung kelahiran

al-Ghazali. Sebutan terakhir ini yang banyak dipakai.9

Al-Ghazali adalah pemikir ulung Islam yang menyandang gelar

“Pembela Islam” (Hujjatul Islam), “Hiasan Agama” (Zainuddin),

“Samudera yang Menghanyutkan” (Bahrun Mughriq), dan lain-lain.10

Ayahnya adalah seorang muslim yang saleh. Sekalipun ia seorang

miskin dengan usaha tenun wol, namun ia termasuk orang yang tekun

4Siti Masitoh, Hukuman Sebagai Alat Pendidikan dalam Pandangan al-Ghazali, Skripsi, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, skripsi, (Semarang: Perpustakaan Fakultas Tarbiyah, IAIN Walisongo, 2001), hlm.36, t.d. 5Thaha Abdul Baqi Surur, Alam Pemikiran al-Ghazali, terj. LPMI, (Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1993), hlm.20. 6Fathiyah Hasan Sulaiman, Aliran-aliran dalam Pendidikan, Studi tentang Aliran Pendidikan menurut al-Ghazali, terj. S. Agil Husin Al-Munawar dan Hadri Hasan, (Semarang: Dina Utama, 1993), hlm.9. 7Al-Ghazali, Mutiara Ihya Ulumuddin, terj. Irwan Kurniawan, (Bandung: Mizan, 1997), hlm.9. 8Zainuddin, dkk, Seluk-Beluk Pendidikan dari al-Ghazali, (Jakarta:Bumi Aksara, 1991), hlm.7. 9Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1996), hlm.135. 10Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran al-Ghazali tentang Pendididkan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm.9.

Page 3: BAB III PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG SABARlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · menempuh berbagai jalan yaitu melalui ilmu kalam, filsafat, aliran batiniyah

mengikuti majlis para ulama dan pencinta ilmu. Ia selalu berdoa agar

putranya menjadi seorang ulama yang pandai dan berguna bagi sesama

manusia. Tetapi usia ayahnya tidak memberi kesempatan untuk

menyaksikan segala keinginannya dan doanya terkabul. Beliau meninggal

dunia ketika al-Ghazali dan saudaranya, Ahmad masih kecil. Kedua anak

itu diamanatkan kepada sahabatnya yang sufi agar memberikan pendidikan

kepadanya.11

Mula-mula al-Ghazali belajar agama sebagai pendidikan dasar

kepada Ahmad bin Muhammad Razkafi. Kemudian pergi ke Jurjan dan

menjadi santri Abu Nasir Ismaili. Setelah menamatkan studinya, al-

Ghazali meningkatkan pendidikannya di Naisabur dan mengaji kepada al-

Juwainy, salah seorang pemuka agama yang terkenal dengan sebutan

Imamul Haramain. Kepadanya al-Ghazali belajar ilmu kalam, ilmu ushul,

madzhab fiqh, retorika, logika, tasawuf dan filsafat.12

Al-Ghazali sanggup bertukar pikiran dengan berbagai aliran agama

dan menulis beberapa buku di berbagai cabang ilmu, sehingga keahliannya

itu diakui dapat mengimbangi gurunya.13 Al-Juwainy sendiri kagum

terhadap kepandaian al-Ghazali sehingga ia mengibaratkan dengan

predikat bagaikan “lautan dalam menenggelamkan” (bahrun al-mughriq)

karena al-Ghazali ahli dalam beberapa ilmu terutama dalam ilmu jadal

(ilmu berdebat).14

Al-Ghazali sejak kecil dikenal sebagai seorang anak pecinta ilmu

pengetahuan dan senang mencari kebenaran. Dalam sebuah karyanya

beliau mengisahkan: “kehausanku untuk menggali segala hakikat, segala

persoalan telah menjadi kebiasaanku semenjak aku masih muda belia dan

11M. Bahri Ghazali, Konsep Ilmu menurut al-Ghazali: Suatu Tinjauan Psikologis Paedagogik, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1991), hlm.22. 12Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran al-Ghazali … Op. Cit., hlm. 10-11. 13Zainuddin, dkk, Seluk-Beluk……..Op.Cit, hlm.8. 14M. Bahri Ghazali, Konsep Ilmu……..Op.Cit, hlm.23.

Page 4: BAB III PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG SABARlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · menempuh berbagai jalan yaitu melalui ilmu kalam, filsafat, aliran batiniyah

hal itu merupakan tabiat dan fitrah yang telah diberikan Allah dalam

kejadianku, bukan merupakan usaha dan rekaan saja.”15

Kewafatan al-Juwainy pada tahun 478 H / 1085 M menyebabkan

kesedihan yang mendalam baginya. Peristiwa ini mengharuskannya

melangkah lebih jauh, meninggalkan Naisabur menuju Mu’askar yang

mana tempat ini sering digunakan untuk berkumpul para ulama ternama.16

Kegiatan pokok yang dilakukan al-Ghazali sebelum terjun menjadi

guru besar Nizhamiyah adalah mengikuti pertemuan-pertemuan ilmiah

yang diadakan oleh Perdana Menteri Nizhamul Muluk.

Pada tahun 484 H / 1091 M, al-Ghazali diangkat menjadi dosen di

Universitas Nidhamiyah, Baghdad. Atas prestasinya yang kian meningkat,

pada usia 34 tahun al-Ghazali diangkat menjadi rektor universitas tersebut.

Selama menjadi rektor al-Ghazali banyak menulis buku yang meliputi

beberapa bidang seperti fiqh, ilmu kalam dan buku-buku sanggahan

terhadap aliran-aliran Kebatinan, Ismailiyah dan filsafat.17

Hanya empat tahun al-Ghazali mengajar di Universitas Nizhamiyah.

Setelah itu ia mengalami krisis rohani, merasa hampa jiwanya. Secara

diam-diam ia meninggalkan jabatannya dan menuju Syam untuk mencari

ketenangan batin dengan cara berkhalwat (menyepi sambil merenung). Hal

ini dilakukan setelah ia bergelut dengan skeptisisme yang tak kunjung usai,

dan konflik psikis antara kepentingan dunia dan kepentingan akhirat.18

Selama hampir dua tahun al-Ghazali menghabiskan waktunya untuk

berkhalwat, ibadah dan itikaf di sebuah masjid di Damaskus. Untuk

melanjutkan taqarrubnya kepada Allah, al-Ghazali pindah ke Baitul

Maqdis. Kemudian al-Ghazali menjalankan ibadah haji ke Mekkah,

15Imam Ghazali, Penyelamat Jalan Sesat, terj. Nasib Musthafa, (Jakarta: CV. Cendekia Sentra Muslim, 2002), hlm.87. 16Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran al-Ghazali……Op.cit, hlm.11. 17Ibid 18Victor Said Basil, Al-Ghazali Mencari Makrifah, terjemahan Ahmadie Thaha, (Jakarta:Pustaka Panji Mas, 1990), hlm.8.

Page 5: BAB III PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG SABARlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · menempuh berbagai jalan yaitu melalui ilmu kalam, filsafat, aliran batiniyah

Madinah dan berziarah ke makam Rasulullah SAW, serta makam Nabi

ibrahim as. Setelah itu ia meninggalkan kedua kota itu menuju Hijaz.19

Atas desakan Fakhrul Muluk (putera Nizhamul Muluk), pada tahun

499 H/1106 M al-Ghazali kembali ke Naisabur untuk melanjutkan

kegiatannya mengajar di Universitas Nizhamiyah. Kali ini ia tampil

sebagai tokoh pendidikan yang betul-betul mewarisi dan mengarifi ajaran

Rasulullah SAW.20 Disamping sebagai orang yang beragama kuat, juga

seorang sufi dan penunjuk jalan yang agamis yang sama sekali telah

melepaskan motivasi kepentingan diri dalam menjalankan misinya.21

Tidak diketahui secara pasti berapa lama al-Ghazali memberikan

kuliah di Nizhamiyah setelah sembuh dari krisis rohani. Tidak lama

setelah Fakhrul Muluk wafat pada tahun 500 H / 1107 M, al-Ghazali

kembali ke Thus. Ia menghabiskan sisa umurnya untuk membaca al-

Qur’an dan hadits serta mengajar. Disamping rumahnya, didirikan

madrasah untuk para santri yang mengaji dan sebagai tempat berkhalwat

bagi para sufi.22

Al-Ghazali meninggal dunia di Thus pada hari senin 14 Jumadil

Akhir 505 H / 19 Desember 1111 M, dihadapan adiknya, Abu Ahmadi

Mujiduddin.23

2. Latar Belakang Pemikiran al-Ghazali

Kondisi pemikiran Islam pada masa al-Ghazali diwarnai dengan

pertentangan antar berbagai aliran pemikiran. Hal ini menandakan bahwa

pemikiran Islam tengah berkembang pesat. Namun, sangat disayangkan,

dialog-dialog intelektual dengan nuansa perdebatan itu mengarah pada

upaya mempertahankan doktrin aliran masing-masing yang cenderung

19Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran al-Ghazali…,Op.Cit. hlm.12. 20Ibid 21Fathiyah Hasan Sulaiman, Aliran-aliran…….,Op.Cit, hlm.13. 22Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran al-Ghazali…., Op.Cit, hlm.13. 23 Zainuddin, dkk, Seluk-Beluk …Op. Cit., hlm. 10.

Page 6: BAB III PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG SABARlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · menempuh berbagai jalan yaitu melalui ilmu kalam, filsafat, aliran batiniyah

saling antagonistik. Aliran-aliran yang sangat populer ketika itu adalah

aliran kalam, aliran filsafat, aliran tasawauf dan aliran batiniah.24

Al-Ghazali bertekad untuk mengetahui hakekat fitrah manusiawi,

hakekat akidah-akidah, aliran-aliran filsafat yang dianut masyarakat

dengan jalan mengikuti dua orang gurunya, kemudian membedakan mana

yang benar dan yang salah dengan tetap memelihara perbedaan, jumlah

serta pertentangannya.25

Untuk merealisasikan tekadnya, al-Ghazali mulai belajar ilmu

kalam aliran kebatinan, kemudian teori-teori filsafat dan aliran tasawuf.

Meskipun al-Ghazali selalu berbeda dengan para filosof, namun perbedaan

itu kadang dalam istilah dan pikiran tertentu, atau dalam bukunya yang

lain dipertahankannya.

Al-Ghazali juga menentang ilmu kalam dan ulama kalam, namun

ia tetap menjadi seorang tokoh ilmu kalam. Tantangannya hanya

ditunjukkan pada tingkah laku dan kejauhan hati mereka dari agama yang

dipertahankan oleh mereka dengan mulut.26

Pada masa al-Ghazali, kehadiran aliran Batiniyah atau Ta’limiyah

yaitu madzhab Isma’illiyah dari Syi’ah juga mendapat kritikan al-Ghazali

karena telah mengakibatkan generasi muda banyak yang tersesat jalan.

Mereka berpendapat bahwa merekalah yang memperoleh pengajaran

khusus dari Imam Ma’shum (yang terhindar dari dosa), yang mereka

pandang sang penunjuk, karena Nabi Muhammad SAW telah meninggal

dunia sehingga tidak bisa dimintai petunjuknya lagi. al-Ghazali menolak

aliran tersebut dan membantah pendapat mereka dengan jawaban-jawaban

yang fundamental serta kokoh, bahkan dijelaskannya bahwa Imam itu pun

terkadang melakukan kekeliruan. Oleh karena itu, al-Ghazali sangat

menaruh perhatian untuk mengkritik habis pendapat-pendapat mereka, 24M. Solihin, Epistimologi Ilmu, dalam Sudut Pandang al-Ghazali, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001), hlm. 23. 25Imam Ghazali, Pembebas … Loc. Cit. 26Ahmad Hanafi, Pengantar … Op. Cit., hlm. 153.

Page 7: BAB III PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG SABARlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · menempuh berbagai jalan yaitu melalui ilmu kalam, filsafat, aliran batiniyah

dengan dasar pertimbangan bahwa tersebar luasnya aliran tersebut akan

menimbulkan disintegrasi sosial.27

Penguasaan terhadap aliran itu menyebabkan al-Ghazali ahli di

bidang itu dengan memunculkan karya-karyanya pada setiap bidang

tentang faham tersebut yang bersifat kritik dan verifikatif developmental.

Hal itulah yang melatar belakangi pemikiran al-Ghazali yang pada

akhirnya dapat melakukan suatu pemikiran Islam terhadap aliran-aliran

yang muncul pada masanya, sehingga ia mampu tampil dengan teori

tersendiri tentang kebenaran yang selalu dikaitkannya dengan ajaran

islam.28

3. Corak Pemikiran al-Ghazali

Yang menarik perhatian dalam sejarah hidup al-Ghazali adalah

kehausannya akan segala macam pengetahuan serta keinginannya untuk

mencapai keyakinan dan mengetahui hakikat segala sesuatu. Pengalaman

pengembaran intelektual dan spiritualnya berpindah-pindah dari ilmu

kalam ke filsafat, kemudian ke dunia batiniyah dan akhirnya membawanya

kepada tasawuf.29 Menurutnya, para sufilah pencari kebenaran yang paling

hakiki dan jalan yang ditempuh merupakan paduan ilmu dan amal yang

buahnya adalah moralitas.30

Dalam upaya mencari kebenaran yang hakiki, al-Ghazali

menempuh berbagai jalan yaitu melalui ilmu kalam, filsafat, aliran

batiniyah dan tasawuf.

1. Melalui Jalan Ilmu Kalam

Mula-mula beliau mengkaji kitab-kitab yang ditulis para tokoh

kalam dan menulis beberapa kitab tentang persoalan kalam. Ulama

kalam dilahirkan untuk membela sunnah dengan argumentasi logis

27Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, Suatu Pengantar tentang Tasawuf, terj. A.R. Utsmani, (Bandung: Pustaka, 1997), hlm. 164. 28M. Bahri Ghazali, Konsep Ilmu …… Op. Cit., hlm. 27. 29Zainuddin, dkk, Seluk-Beluk… … Op. Cit., hlm. 17. 30Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman…….Op.Cit, hlm.165.

Page 8: BAB III PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG SABARlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · menempuh berbagai jalan yaitu melalui ilmu kalam, filsafat, aliran batiniyah

sehingga mampu membongkar kepalsuan para ahli bid'ah.31 Dari sini

jelas bahwa dasar yang digunakan yaitu dengan menggunakan akal

disertai wahyu. Namun metode kalam tidak memuaskan al-Ghazali

dalam mencari kebenaran yang hakiki, sehingga beliau kemudian

menempuh jalan filsafat.

2. Melalui Jalan Filsafat

Menurutnya seseorang tidak akan mengetahui sisi lemah suatu

ajaran sampai ia mempelajari secara mendalam seluk-beluk ajaran

yang dimaksud. Mula-mula al-Ghazali mengkonsentrasikan diri untuk

belajar filsafat, sampai akhirnya paham seluk-beluk ilmu filsafat. Hal

ini ditandai dengan hasil karyanya yaitu Maqasid al-Falasifah (Tujuan

Para Filosuf) dan Tahafut al-Falasifah (Kerancuan Para Filosuf).

Dalam filsafat, kaum filosof terpecah dalam berbagai madzhab dan

pemikiran. Hal ini merupakan akibat dari bentuk pemikiran bebas yang

pada akhirnya malah mengantarkan pada kekufuran dan atheisme.32

Dari sini al-Ghazali sadar bahwa setelah mendalami filsafat, ternyata

tidak mampu memenuhi hasratnya dan rasio tidak mampu mencapai

segala tujuan, juga tidak mampu membuka tabir segala kesulitan.

3. Melalui Jalan Aliran Ta'limiyyah (Kebatinan).

Golongan ini berpendapat bahwa mereka bisa mengerti makna

segala sesuatu dengan perantaraan seorang imam yang ma'sum. Mula-

mula al-Ghazali mengkaji buku-buku mereka yang lama maupun yang

baru, yang pada akhirnya al-Ghazali berkesimpulan bahwa ajaran

Ta'limiyyah tidak mampu memenuhi hasrat orang yang ingin

menjelaskan tuntas untuk menghilangkan keraguan. Juga tidak bisa

membantu orang yang ingin keluar dari kegelapan akibat simpang

siurnya berbagai pendapat.33

31Imam al-Ghazali, Kegelisahan al-Ghazali, Sebuah Otobiografi Intelerktual, tej. Achmad Khudori Soleh, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1998), hlm. 23. 32Ibid, hlm. 27. 33Ibid, hlm. 52.

Page 9: BAB III PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG SABARlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · menempuh berbagai jalan yaitu melalui ilmu kalam, filsafat, aliran batiniyah

4. Melalui Jalan Tasawuf

Setelah tidak menemukan apa yang dicarinya, akhirnya al-

Ghazali mengkonsentrasikan diri pada jalan sufi34 yang untuk

mengikutinya dengan ilmu dan amal. Dalam upaya mencari kebenaran,

tidak hanya menggunakan alkal semata, tapi juga mengandalkan hati

yang merupakan kekekuatan intuisi (kasyaf) dalam membuka tabir

Ilahy. Dari sini al-Ghazali sadar dan berkeyakinan bahwa akal pikiran

saja tidaklah cukup untuk memahami kebenaran dan pengetahuan

tentang kebenaran itu tergantung sepenuhnya pada sesuatu yang berada

di luar akal pikiran manusia, dimana dapat terjadi hubungan dengan

hal-hal yang bersifat ghaib.

Akal menurut al-Ghazali merupakan jembatan dalam mencapai

kebenaran sejati yang mempunyai batas kemampuan. Sehingga ketika

kemampuan akal mencapai titik optimumnya, tugas berpikir diteruskan

oleh hati.35

Bagi Imam Ghazali, masalah kebenaran adalah sesuatu yang

identik dengan kebahagiaan dan kebahagiaan adalah sesuatu yang

identik dengan kebebasan. Dan kebebasan hanya mungkin dicapai jika

manusia mampu melepaskan diri dari ketergantungannya terhadap

benda-benda materiel. Disinilah akal (filsafat) tidak mungkin

melepaskan dari ketergantungannya terhadap benda-benda tersebut,

sehingga sebagai jalan terakhirnya adalah tasawuf yang memadukan

keduanya (akal dan hati). Karena sebagaiman diketahui pemikiran

tasawuf itu didasari oleh kesadaran untuk mengadakan hubungan yang

disadari dan sedekat mungkin dengan Tuhan yang tujuannya adalah

untuk mencapai kepuasan spiritual yang merupakan kebahagiaan

sejati, dan salah satunya yaitu kesabaran yang akan dijelaskan pada

penjelasan berikutnya.

34Ibid, hlm.53. 35Abdul Munir Mulkan, Mencari Tuhan dan Tujuh Jalan Kebebasan, Sebuah Esai Pemikiran Imam al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm.106.

Page 10: BAB III PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG SABARlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · menempuh berbagai jalan yaitu melalui ilmu kalam, filsafat, aliran batiniyah

Kontradiksi pemikiran al-Ghazali juga sangat dipengaruhi oleh

perkembangan pikirannya, mulai dari seorang murid biasa, kemudian

menjadi murid yang cemerlang namanya, meningkat menjadi guru, bahkan

guru yang benar-benar kenamaan. Akhirnya menjadi kritikus kuat,

menguasai dan menyikap bermacam-macam pendapat kemudian menjadi

pegangan besar yang membanjiri dunia dengan pembahasan dan buku-

bukunya. Sehingga jelas perbedaan antara karya al-Ghazali yang ditulis

pada masa mudanya yang masih kuat pengaruh logikanya dengan karya

yang ditulis pada masa tuanya karena pengaruh tasawufnya.36

Dari sini jelas bahwa al-Ghazali mempunyai karakteristik dan

kelainan alur pemikiran yang berbeda serta mampu membuat suatu kajian

yang tidak terpengaruh oleh alam sekitarnya yaitu mutakallimin dan

filosof. Ia membangun satu teori sendiri yang lebih lengkap dan

komprehensif, mengimbangi teori yang telah berkembang baik tumbuh di

dunia Islam sendiri pada masanya maupun teori yang berkembang di

dunia barat setelah wafatnya.37

4. Karya-karya al-Ghazali

Al-Ghazali adalah seorang pemikir Islam yang dalam ilmunya dan

mempunyai nafas panjang dalam karangan-karangannya.38 Al-Ghazali

telah banyak menghasilkan karya-karya monumental dalam berbagai

disiplin ilmu antara lain: filsafat, ilmu kalam, fiqh, ushul fiqh, tasawuf,

akhlak dan otobiografi.39

Di dalam muqaddimah kitab “Ihya Ulumuddin” Dr. Badawi

Thabana, menulis hasil-hasil karya al-Ghazali yang berjumlah 47 kitab,

yang disusun menurut kelompok ilmu pengetahuan yaitu:

36Zainuddin, dkk, Seluk-Beluk….Op.Cit, hlm. 18. 37M. Bahri Ghazali, Konsep Ilmu……. Op. Cit., hlm. 34. 38Ibid. 39Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran al-Ghazali….Op. Cit., hlm. 26.

Page 11: BAB III PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG SABARlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · menempuh berbagai jalan yaitu melalui ilmu kalam, filsafat, aliran batiniyah

a. Kelompok Filsafat dan Ilmu Kalam, yang meliputi :

1). Maqasid al-Falasifah (Tujuan para Filosuf) 2). Tahafut al-Falasifah (Kerancuan para Filosuf) 3). Al-Iqtishod Fi al-I’tiqad (Moderasi dalam Aqidah) 4). Al-Munqid Min al-Dhalal (Pembebas dari Kesesatan) 5). Al-Muqashidul Asna Fi Ma’ani Asmillah al-Husna (Arti Nama-

Nama Tuhan Allah yang Hasan) 6). Faishalut Tafriqah Bainal Islam Waz Zindiqah (Perbedaan antara

Islam dan Zindiq) 7). Al-Qishasul Mustaqim (Jalan untuk Mengatasi Perselisihan

Pendapat) 8). Al-Mustadhiri (Penjelasan-Penjelasan) 9). Hujjatul Haq (Argumen yang Benar) 10). Mufsilul Khilaf Fi Ushuluddin (Memisahkan Perselisihan dalam

Ushuluddin) 11). Al-Muntahal Fi ‘Ilmil Jidal (Tata Cara dalam Ilmu Diskusi) 12). Al-Madhnun Bin ‘Ala Ghairi Ahlihi (Persangkaan pada Bukan

Ahlinya) 13). Mahkum Nadlar (Metodologika) 14). Asrar ‘Ilmiddin (Rahasia Ilmu Agama) 15). Al-Arba’in Fi Ushuluddin (40 Masalah Ushuluddin) 16). Ijamul Awwam ‘An ‘Ilmil Kalam (Menghalangi Orang Awan dari

Ilmu Kalam) 17). Al Qulul Jamil Fir Raddi Ala Man Ghayaral Injil (Kata yang Baik

untuk Orang-orang yang Mengubah Injil) 18). Mi’yarul ‘Ilmi (Timbangan Ilmu) 19). Al-Intishar (Rahasia-Rahasia Alam) 20). Isbatun Nadlar (Pemantapan Logika)

b. Kelompok Ilmi Fiqh dan Ushul Fiqh, yang meliputi:

1). Al-Bastih (Pembahasan yang Mendalam) 2). Al-Wasith (Perantara) 3). Al-Wajiz (Surat-surat Wasiat) 4). Khulashatul Mukhtashar (Intisari Ringkasan Karangan) 5). Al-Mutasyfa (Pilihan) 6). Al- Mankhul (Adat Kebiasaan) 7). Syifakul ‘Alil Fi Qiyas wat Ta’lil (Penyembuh yang Baik dalam

Qiyas dan Ta’lil) 8). Adz- Dzari’ah Ila Makarimis Syari’ah (Jalan kepada Kemuliaan

Syari’ah)

c. Kelompok Ilmu Akhlak dan Tasawuf , yang meliputi:

1). Ihya’ Ulumuddin (Menghidupkan Kembali Ilmu-ilmu Agama) 2). Mizanul Amal (Timbangan amal) 3). Kimiyaus Sa’adah (Kimia Kebahagiaan) 4). Misykatul Anwar (Relung-relung Cahaya)

Page 12: BAB III PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG SABARlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · menempuh berbagai jalan yaitu melalui ilmu kalam, filsafat, aliran batiniyah

5). Minhajul ‘Abidin (Pedoman Beribadah) 6). Ad-Dardarul Fakhirah fi Kasyfi Ulumil Akhirah (Mutiara

Penyingkap Ilmu Akhirat) 7). Al- ‘Ainis fil Wahdah (Lembut-lembut dalam Kesatuan) 8). Al-Qurbah Ilallahi Azza Wajalla (Mendekatkan Diri kepada Allah) 9). Akhlak al-Abrar Wan Najat Minal Asrar (Akhlak yang luhur dan

Menyelamatkan dari Keburukan) 10). Bidayatul Hidayah (Permulaan Mencapai Petunjuk) 11). Al-Mabadi Wal ghayyah (Permulaan dan Tujuan) 12). Talbis al-Iblis (Tipu Daya Iblis) 13). Nasihat Al-Mulk (Nasihat untuk Raja-raja) 14). Al-‘Ulum al-Laduniyyah (Ilmu-ilmu Laduni) 15). Ar-Risalah al-Qudsiyah (Risalah Suci) 16). Al-Ma’khadz (Tempat Pengambilan) 17). Al-amali (Kemuliaan)

d. Kelompok Ilmu Tafsir yang meliputi :

1). Yaaquutut Ta’wil Fi Tafsiririt Tanzil (Metodologi Ta’wil di dalam Tafsir yang Diturunkan), Terdiri 40 Jilid.

2). Jawahir al-Qur’an (Rahasia yang Terkandung dalam Al-Qur’an).40

Sebenarnya masih banyak kitab al-Ghazali yang tidak ditulis Dr.

Al-Badawi Thabanah tersebut di atas, akan tetapi yang demikian itu telah

mencukupi, karena dianggap dapat mewakili kitab-kitab karangannya yang

musnah, hilang atau pun belum ditemukan.

B. Sabar Menurut al-Ghazali

1. Pengertian Sabar

Manusia dalam hidupnya seringkali diberi ujian dan cobaan oleh

Alah SWT, baik berupa musibah maupun nikmat. Berhasil atau tidaknya

dalam menghadapi cobaan tersebut tergantung pada diri manusia itu

sendiri. Allah SWT telah memeberikan petunjuk kepada hamba-Nya dalam

menghadapi cobaan yang ada yaitu dengan cara bersabar diri, sehingga

akan memperoleh kesuksesan dalam hidupnya.

Sabar merupakan suatu maqam (tingkat) dari tingkat-tingkat agama.

Adapun maqam-maqam agama itu terdiri dari tiga hal yaitu:ma’rifah, hal-

40Zainuddin, dkk, Seluk-Beluk……. Op.Cit, hlm.19-21.

Page 13: BAB III PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG SABARlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · menempuh berbagai jalan yaitu melalui ilmu kalam, filsafat, aliran batiniyah

ihwal dan amal perbuatan. Ma’rifah (ilmu) merupakan pokok atau dasar

yang mewariskan hal-ihwal, sedangkan hal-ihwal (pembawaan) akan

membuahkan amal perbuatan. Sebagai contoh, ma’rifah diibaratkan seperti

pohon, hal-ihwal itu ranting sedang amal perbuatan itu buahnya.41 Dan

sabar pada hakekatnya ibarat ma’rifah serta amal perbuatan itu seperti

buah yang keluar dari ma’rifah.

Sabar merupakan karakter yang hanya dimiliki manusia. Binatang

hanya dikuasai oleh dorongan nafsu birahi, sedangkan malaikat tidaklah

dikuasai oleh hawa nafsu. Mereka semata-mata diarahkan pada kerinduan

untuk menelusuri keindahan hadirat ketuhanan dan dorongan ke arah

derajat kedekatan kepada-Nya.

Sementara pada diri manusia cenderung dikendalikan oleh dua

kekuatan (potensi) yang saling mempengaruhi (menyerang) dan berebut

untuk menguasainya. Yang pertama adalah potensi yang berasal dari Allah

dan malaikat-Nya yang berupa pendorong agama dan akal pikiran berikut

instrumennya. Yang kedua adalah potensi yang mengarah pada

pengingkaran serta kontra dengan potensi yang pertama. Potensi ini

merupakan pengaruh dari syetan yang berupa hawa nafsu dan seluruh

instrumennya (dapat disebut juga dengan penggerak hawa nafsu) yang akan

menuntun nafsu syahwat dengan semua keinginan yang dikehendaki.42

Potensi ketuhanan yang berupa unsur pendorong agama dan akal

selalu memerangi pasukan syetan dengan berbagai daya upaya yang akan

menjerumuskan manusia ke lembah kemaksiatan dan kehinaan. Jika

dorongan agama lebih kuat dalam menghadapi dorongan hawa nafsu

hingga dapat mengalahkannnya, berarti telah mencapai tingkatan (maqam)

sabar. Begitu pula sebaliknya jika ia kalah oleh hawa nafsunya maka akan

berhubungan dan menjadi pengikut syetan. Peperangan tersebut berlaku

terus-menerus dan bertempat di hati.

41al-Ghazali, Ihya’Ulumuddin, (Beirut: Libanon, Darul Kitab, t.t), hlm.65. 42Ibid.

Page 14: BAB III PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG SABARlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · menempuh berbagai jalan yaitu melalui ilmu kalam, filsafat, aliran batiniyah

Berbicara tentang hati (al-qalbu) menurut al-Ghazali ada dua

pengertian:

a. al-Qalbu (hati jantung) dalam arti segumpal daging yang berbentuk bulat panjang dan terletak di dada yaitu segumpal daging yang mempunyai tugas tertentu yang didalamnya ada rongga-rongga yang mengandung darah hitam sebagai sumber roh.

b. al-Qalbu dalam arti yang halus bersifat ketuhanan dan rohaniah yang ada hubungannya dengan hati jasmani di atas, dimana hati dalam hal ini merupakan hakekat manusia yang dapat menangkap segala pengetahuan dan arif.43

Hati (al-Qalbu) mempunyai dua pasukan yaitu:

a. Pasukan lahir, berupa syahwat (nafsu, emosi) dan ghadhab (amarah, ambisi) bertempat pada kedua tangan, kaki, mata, telinga dan anggota tubuh lainnya.

b. Pasukan batin, bertempat pada otak yang mempunyai kemampuan berimajinasi, merenung, menghafal, mengingat dan menduga.44

Hati manusia diistimewakan dengan adanya ilmu dan iradah. Ilmu

yaitu mengetahui urusan-urusan dunia dan akhirat serta kenyataan-

kenyataan yang bersifat akal. Sedang iradah (kehendak) maksudnya dengan

adanya akal seseorang dapat melihat, menangkap akibat suatu urusan dan

mengetahui jalan terbaik dalam suatu urusan, sehingga akan bangkit

keinginan kearah kemaslahatan melakukan hal-hal yang menyebabkannya

dan kehendak padanya.45

Jadi, yang dimaksud sabar adalah tetapnya penggerak agama dalam

menghadapi penggerak hawa nafsu. Tetapnya penggerak agama adalah

suatu hal (pembawaan) yang dihasilkan oleh ma’rifah, dengan memusuhi

nafsu syahwat serta melawannya.46 Dengan demikian, sabar dapat diartikan

mengendalikan keinginan-keinginan yang dapat menjadi hambatan dalam

43Imam Ghazali, Keajaiban Hati, alih bahasa, Nurhickmah, (Jakarta: Tintamas, 1984), hlm. 1. 44Imam al-Ghazali, Kimia Kebahagiaan, terj. Fathurrahman, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004), hlm.23. 45Imam Ghazali, Keajaiban…….Op.Cit. hlm.15. 46Al-Ghazali, Ihya……Op.Cit. hlm.66.

Page 15: BAB III PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG SABARlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · menempuh berbagai jalan yaitu melalui ilmu kalam, filsafat, aliran batiniyah

pencapaian sesuatu yang luhur atau mendorong jiwa pelakunya mendorong

jiwa pelakunya mencapai cita-cita yang didamba.

2. Kedudukan Sabar Sebagian dari Iman

Iman merupakan keyakinan terhadap ajaran agama yang

diwujudkan dengan perbuatan. Sabar sendiri merupakan sebagian dari

iman, dan menurut al-Ghazali dalam hal ini ada dua pandangan.

Pandangan pertama: iman diartikan sebagai pengakuan dengan

ikhlas akan kebenaran ajaran Tuhan beserta amalnya. Dalam hal ini iman

mengandung dua unsur yaitu keyakinan dan sabar. Keyakinan adalah ilmu

pengetahuan tentang dasar agama yang diperoleh melalui petunjuk Alah

SWT kepada hamba-Nya. Sedangkan yang dimaksud dengan sabar adalah

beramal sesuai keyakinan.47 Sebagai gambaran seseorang yang

meninggalkan perbuatan maksiat dan tetap dalam ketaatan kepada Allah

Maka hal ini tidak mungkin dilakukan tanpa adanya kesabaran, yakni

dengan mengekang hawa nafsu, sehingga sabar dalam pandangan ini

dikatakan sebagian dari iman.

Pandangan kedua, bahwa iman diartikan sebagai sesuatu yang

membuahkan amal. Dalam hal ini iman terdiri dari sabar dan syukur.48

Belum sempurna iman seseorang bila tidak disertai dengan sabar dan

syukur. Karena hidup pada intinya merupakan sebuah perjalanan yang di

dalamnya pasti dijumpai dengan berbagai hal, baik yang menyenangkan

atau tidak. Bila manusia mendapat kenikmatan hendaknya mendahulukan

syukur kemudian diikuti dengan sabar. Karena dengan syukur, nikmat yang

telah ada terasa menjadi lebih banyak dan tidak menyesatkan pemiliknya.

Begitu pula jika ditimpa hal-hal yang tidak menyenangkan (bancana),

hendaknya bersabar atas bencana itu diikuti rasa syukur. Karena pada

dasarnya berbagai bencana yang ada itu adalah takdir Allah dan sebagai

wahana pendewasaan diri. Dengan rasa syukur juga sebagai ungkapan

47Ibid, hlm.69. 48Ibid.

Page 16: BAB III PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG SABARlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · menempuh berbagai jalan yaitu melalui ilmu kalam, filsafat, aliran batiniyah

bahwa Allah tidak memberikan musibah (bencana) yang lebih besar dari

itu.

3. Pembagian Sabar

Sebagaimana diketahui bahwa sabar bukan hanya dalam

menghadapi musibah, tetapi dalam segala aspek kehidupan.

Al-Ghazali membagi sabar dalam beberapa bagian:

a. Sabar yang berhubungan dengan keadaan b. Sabar berdasarkan kuat lemahnya c. Sabar berdasarkan hukumnya d. Sabar dilihat dari kondisi yang menimpa seseorang49

Pertama, Sabar yang berhubungan dengan keadaan

1). Berhubungan dengan badaniah seperti menanggung kesukaran badan dan tetap bertahan atasnya, seperti mengerjakan pekerjaan sulit, sabar dari pukulan keras, dan sakit keras.

2). Berhubungan dengan rohaniah atau sabar diri, terbagi menjadi beberapa

macam, yaitu:

a.) Iffah (pemeliharaan diri) yaitu sabar menahan hawa nafsu dan seksual (kemaluan)

b.) Sabar atau teguh hati menahan musibah, lawannya gelisah dan keluh kesah.

c.) Mengekang atau menahan diri diwaktu kaya, lawannya yaitu sombong dengan kesenangan (al-bathar).

d.) Syaja’ah yaitu sabar dalam perjuangan atau peperangan, lawannya adalah pengecut

e.) Lemah lembut (hilm) yaitu sabar atau menahan diri dari amarah dan marah, lawannya at-tadhamur (pengutukan diri kepada sesuatu yang sudah hilang)

f.) Lapang dada yaitu sabar pada suatu pergantian masa yang membosankan, lawannya adalah membosankan, mangkal hati dan sempit dada.

g.) Kitman (menyembunyikam rahasia)yaitu sabar mernyembunyikan perkataan.

h.) Zuhud, yaitu sabar atau menahan diri pada daya tarik keduniawian, lawanya adalaah rakus.

i.) Qana’ah, yaitu menahan diri dari hidup berlebih-lebihan dan merasa puas atau cukup seadanya, lawannya lahap.50

49Ibid, hlm.70-75. 50Ibid, hlm.70.

Page 17: BAB III PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG SABARlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · menempuh berbagai jalan yaitu melalui ilmu kalam, filsafat, aliran batiniyah

Kedua, Sabar berdasarkan kuat dan lemahnya, dalam hal ini ada tiga

golongan, yaitu:

1) Orang yang dapat memaksakan penggerak hawa nafsunya sehingga penggerak hawa nafsu itu tidak mempunyai kekuatan untuk melawan.Yang termasuk dalam golongan ini adalah orang-orang shiddiq (Ash –Shiddiqun)

2) Orang yang tidak dapat mengalahkan hawa nafsunya kemudian menyerahkan dirinya kepada tentara setan dan tidak berjuang (bermujahadah) untuk melawannya. Golongan ini disebut orang-orang yang lalai.

3) Orang yang berjuang (al-mujahidin) yaitu orang-orang yang kadang dapat mengalahkan hawa nafsunya tetapi kadang tidak dapat.51

Sebagian orang arifin berkata bahwa orang-orang yang kuat

sabarnya (ahlu’sh-shabri) itu ada tiga maqam, yaitu:

1). Meninggalkan nafsu syahwat. Merupakan derajat orang-orang yang taubat.

2). Ridla dengan yang ditaqdirkan Tuhan, ini adalah derajat orang-orang zahid.

3). Suka terhadap apa yang diperbuat Tuhannya, ini adalah derajat orang-orang shiddiq.52

Ketiga, Sabar berdasarkan hukumnya.

1). Fardlu (wajib) yaitu sabar dalam menahan diri dari perbuatan yang haram menurut syariah.

2). Sunat yaitu sabar dari segala yang makruh. 3). Makruh, yaitu menerima tindakan tidak adil atau bencana yang tidak

disenangi syariah. 4). Haram, misal seperti orang yang akan dipotong tangannya atau tangan

anaknya, bersabar atas hal ini dengan berdiam diri maka termasuk sabar yang haram atau tidak diperbolehkan.53

Keempat, Sabar dilihat dari kondisi yang menimpa seseorang, maka tidak

akan terlepas dari dua hal yaitu:

1). Yang sesuai dengan keinginannya, seperti kesehatan, keselamatan,

harta, kemegahan, banyak keluarga dan semua kesenangan duniawi.

Sabar pada hal ini lebih sulit karena dibarengi dengan kemampuan serta

menjaga diri sehingga orang yang tidak dapat menahan (sabar) terhadap

segala kesenangan dapat menimbulkan fitnah. 51Ibid. 52Ibid, hlm.72. 53Ibid.

Page 18: BAB III PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG SABARlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · menempuh berbagai jalan yaitu melalui ilmu kalam, filsafat, aliran batiniyah

2). Yang tidak sesuai dengan keinginan dan tabiatnya, ada tiga macam

yaitu:

a.) Yang terikat dengan pilihannya (ikhtiarnya) terdiri dari tha’at dan

maksiat.

a.1). Tha’at

Sabar dalam ketaatan itu sangat berat bagi sesorang

karena pada dasarnya manusia itu menghindari pengabdian

(Ubudiyah) dan senang dipertuhan (Rububiyah). Dalam hal ini

dibutuhkan sabar dalam tiga hal yaitu sebelum melaksanakan,

saat melaksanakan dan setelah selesai melaksanakan.

a.1.1). Sebelum melaksanakan.

Niat dengan ikhlas sebelum melaksanakan

ibadah (membetulkan niat) bahwa ibadahnya benar-

benar karena mengharapkan keridhaaan Allah semata,

tidak riya, serta tidak ingin memperlihatkan kepada

manusia. Niat merupakan getaran hati yang

merencanakan ingin melakukan suatu perbuatan dalam

bentuk nyata. Niat dalam hati untuk mengantarkan

suatu perbuatan dalam bentuk nyata adalah sangat

penting. Oleh karena itu Islam sangat menganjurkan

agar meluruskan dan membenarkan niat dalam beramal

agar tidak timbul perbuatan yang sia-sia serta rasa

kecewa setelah perbuatan yang dilakukan berakhir.54

a.1.2). Saat melaksanakan

Yaitu supaya tidak lalai pada Allah saat sedang

mengerjakan dengan terus-menerus melakukannya

berdasarkan syariat yang ditentukan sampai pekerjaan

54S. Ansory Al-Mansor, Jalan Kebahagiaan yang Diridhai, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2001), hlm.253.

Page 19: BAB III PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG SABARlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · menempuh berbagai jalan yaitu melalui ilmu kalam, filsafat, aliran batiniyah

itu berakhir, serta terus menerus sabar (menahan diri)

dari semua yang menyebabkan lunturnya perbuatan

sampai selesai (tidak tergesa-gesa).

a.1.3). Setelah selesai melaksanakan

Yaitu memerlukan sabar (menahan diri) untuk

tidak menyiarkan perbuatan itu dan menampakkannya

pada umum untuk keharuman namanya (as-sum’ah),

dan riya. Dan sabar terhadap merasa bangga pada

perbuatannya serta dari hal-hal yang dapat

membatalkan perbuatan tersebut dan menghapus bekas-

bekasnya.

a.2). Perbuatan Maksiat

Perbuatan maksiat itu merupakan tempat kehendak

penggerak hawa nafsu. Dan sabar yang paling sulit dari

perbuatan maksiat itu adalah sabar dari perbuatan maksiat

yang telah menjadi kesukaan orang menurut adat kebiasaan.55

b.) Yang tidak terikat dengan pilihannya (ikhtiarnya) dan mempunyai

pilihan menolaknya.

Sebagai contoh adalah jika disakiti orang lain dengan

perbuatan atau perkataan baik atas dirinya maupun pada hartanya,

maka bersabar pada hal ini, dengan meniadakan pembalasan yang

setimpal (balas dendam) adalah lebih baik. Sebagaiman firman

Allah:

)10: املزمل. (واصِبر علَى ما يقُولُونَ واهجرهم هجرا جِميالً

“Hendaklah engkau bersabar terhadap perkataan yang dikatakan mereka dan menghindarlah dari mereka dengan cara yang sebaik-baiknya,” (Q.S. Al-Muzzamil:10) 56

55Al-Ghazali, Ihya…...Op.Cit, hlm.74. 56A. Soenarjo, dkk, Al Qur'an dan terjemahnya, (Jakarta: CV. Alwaah, 1995), hlm.989.

Page 20: BAB III PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG SABARlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · menempuh berbagai jalan yaitu melalui ilmu kalam, filsafat, aliran batiniyah

Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada nabi

Muhammad SAW supaya sabar menahan diri menghadapi orang-

orang musyrik yang melontarkan kata-kata yang tidak senonoh

terhadap dirinya dan Tuhannya, karena kesabaran membawa kepada

tercapainya cita-cita. Dan supaya Nabi Muhammad SAW

memutuskan pergaulan dengan orang-orang seperti itu dengan

bijaksana tanpa melontarkan cercaan terhadap mereka.57

c.) Yang tidak masuk dalam kategori pilihan, baik awal maupun

akhirnya, seperti malapetaka (musibah). Musibah tidak berarti

menunjukkan celakanya seseorang. Banyak hikmah dibalik musibah

yang terjadi. Dibalik musibah terdapat kebaikan bagi seseorang

serta tersimpan karunia rahmat Ilahy. Begitu pula dengan nikmat,

tidak selamnya dapat diartikan sebagai ridha Ilahy. Karena kadang

dibalik nikmat yang ada terkandung beberapa musibah yang akan

menimpa seseorang seperti fitnah. Oleh karena itu seseorang

hendaknya sesalu berpegang pada prinsip kesabaran.

4. Sabar Sebagai Maqamat Dalam Tasawuf

Sebagaimana telah dikemukakan pada penjelasan terdahulu, bahwa

setelah mengkaji aliran-aliran para teolog, filosof, dan bathiniyah akhirnya

al-Ghazali memilih jalan tasawuf sebagai jalan hidunya. Ia yakin bahwa

para sufilah pencari kebenaran yang paling hakiki karena jalan para sufi

adalah paduan ilmu dengan amal.

Sabar merupakan kondisi mental dalam mengendalikan hawa nafsu

yang tumbuhnya atas dorongan ajaran agama. Karena sabar merupakan

kondisi mental dalam mengendalikan diri, maka sabar merupakan salah

satu maqam (tingkatan) yang harus dijalani oleh sufi dalam mendekatkan

diri kepada Allah SWT.58

57Depag. RI, Al Qur'an dan tafsirnya, Jilid X, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti {Wakaf Milik UII}, 1995), hlm.438. 58Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1993), hlm. 184.

Page 21: BAB III PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG SABARlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · menempuh berbagai jalan yaitu melalui ilmu kalam, filsafat, aliran batiniyah

Maqam sabar merupakan tingkat kedua setelah taubat. Taubat yang

sempurna, memerlukan kesabaran untuk mengendalikan nafsu ingin

berbuat dosa dan menghilangkan keengganan kewajiban.

Sabar sebagai maqam dalam tasawuf bisa dikatakan tercapai kalau

dapat dijalankan dalam semua keadaan yang memerlukan sabar tanpa

kesulitan. Karena ini membuktikan bahwa motif agamanya telah kuat,

sehingga tidak bisa dikalahkan oleh motif hawa nafsunya. Jika seseorang

bisa berlaku sabar dalam beberapa situasi saja, tidak dalam semua keadaan

atau dalam semua situasi bias berlaku sabar dengan lebih banyak

kesusahan ketimbang mudah, berarti motif agamanya belum kuat, ia

sedang belajar sabar (tashabur) dan belum memilikinya. Motif agama

mendapatkan kekuatan dari latihan bersabar dan dari pengetahuan. Setelah

latihan kesabaran dalam waktu lama, dorongan agama menjadi kuat

sehingga sabar dalam segala keadaan menjadi mudah.59

Jadi dari sini dapat diketahui bahwa tingkat kesabaran seseorang

tergantung pada kemampuan berpikir (ilmu pengetahuan), banyaknya

pengalaman yang dimiliki serta kekuatan dorongan agama. Kesabaran juga

merupakan proses atau tahapan yang untuk memperolehnya diperlukan

ilmu serta amal sehingga betul-betul dapat menjhadi orang yang sabar

yaitu dapat mengendalikan diri. Kesabaran merupakan tahapan sebagai

tangga dalam menuju puncak yaitu ma'rifatullah.

5. Jalan untuk dapat Memiliki Sifat Sabar

Allah menurunkan suatu penyakit tentu juga menurunkan obat dan

menjanjikan sembuh. Dan sabar itu walaupun sukar (banyak

penghalangnya), tapi masih memungkinkan diperoleh dengan ilmu dan

amal. Sabar ibarat pertarungan antara kekuatan kebaikan yang bersumber

dari agama dengan keburukan yang bersumber dari hawa nafsu. Sehingga

untuk memperoleh sabar ini, manusia hendaknya menguatkan motivasi

59Muhammad Abul Quasem, Etika al-Ghazali, terj. J. Mahyudin, (Bandung: Pustaka, 1988), cet. I, hlm. 178.

Page 22: BAB III PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG SABARlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · menempuh berbagai jalan yaitu melalui ilmu kalam, filsafat, aliran batiniyah

agama dan melemahkan pembangkit hawa nafsu. Untuk melemahkan

kekuatan hawa nafsu yaitu:

a. Dengan cara berpuasa serta sederhana ketika berbuka puasa. Selain itu

juga menjaga diri dari makanan yang dapat mengobarkan nafsu

syahwat.

Munculnya nafsu syahwat menurut al-Ghazali pada dasarnya

bersumber dari makanan. Dengan berpuasa maka seorang akan dapat

mengurangi makanan yang dapat mengobarkan hawa nafsu.

b. Menghindarkan diri dari hal-hal yang secara langsung dapat

mengobarkan hawa nafsu. Yaitu dapat dilakukan dengan

menghindarkan diri dari tempat-tempat maksiat, serta menjaga

pandangan dari yang menggerakkan hati yang akan menimbulkkan

hawa nafsu.

c. Menghiasi diri dengan yang mubah (yang diperbolehkan), misal

dengan menikah. Segala sesuatu yang diharamkan dan disenangi

tabiatnya, berubah menjadi yang pasti dibutuhkan dalam hal-hal yang

mubah.

Begitu pula dengan menikah maka nafsu syahwat yang selama ini

dipendam (ditahan) dalam tubuh akan dapat tersalurkan bahkan

bernilai ibadah.

Adapun untuk menguatkan pembangkit agama ada dua jalan yaitu:

a. Memberi masukan pada pembangkit agama pada segala faedah

mujahadah dan hasilnya tentang agama dan dunia. Yaitu dengan

memperbanyak pikiran pada hadis-hadis atau ayat-ayat misal tentang

keutamaan sabar dan akibatnya. Dengan mengetahui keutamaan-

keutamaan sabar maka diharapkan dapat menerapkannya dalm

kehidupan karena orang tersebut telah mengetahui hal-hal yang akan

diperoleh jika segala sesuatunya dilakukan dengan sabar.

Page 23: BAB III PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG SABARlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · menempuh berbagai jalan yaitu melalui ilmu kalam, filsafat, aliran batiniyah

b. Membiasakan dan melatih diri dengan perbuatan-perbuatan yang

sulit.60

Segala sesuatu bila sudah dibiasakan, sesulit apapun pasti akan

tertanam (membekas) dalam jiwa seseorang. Begitu pula jika

seseorang sudah membiasakan dan melatih diri dengan perbuatan-

perbuatan yang sulit, diharapkan apabila suatu saat menjumpai

kesulitan yang kadarnya sama ataupun lebih tinggi tidak akan putus

asa, tetapi dihadapinya dengan penuh optimis dan keyakinan diri,

sesulit apapun pasti ada jalan keluarnya.

6. Aplikasi Sabar dalam Pendidikan

Sebagaimana diketahui bahwa sabar diperlukan bukan hanya ketika

mendapat musibah saja, tetapi dibutuhkan juga dalam setiap aktivitas

kehidupan, salah satunya yaitu pendidikan yang menunjukkan kualitas

suatu bangsa . Karena maju dan tidaknya suatu bangsa itu tergantung dari

kualitas pendidikan bangsa tersebut.

Dalam pendidikan terdiri dari beberapa komponen yang saling

terkait dan dibutuhkan satu dengan yang lainnya. al-Ghazali menyebutkan

bahwa komponen pendidikan itu terdiri dari faktor tujuan, pendidik, anak

didik, alat dan lingkungan pendidikan.

Untuk mengetahui aplikasi sabar dalam dunia pendidikan, penulis

akan mengambil dua komponen yaitu: faktor pendidik (guru), anak didik

(murid).

a. Faktor Pendidik (guru)

Al-Ghazali mengibaratkan pendidik sebagai matahari yang

menyinari (memberi cahayanya) kepada orang lain dan ia sendiri pun

bercahaya. Menurutnya syarat-syarat menjadi sosok guru ideal adalah :

1). Bersikap lembut dan kasih sayang kepada murid

Dalam hal ini guru sebagai orang tua, kedua didepan murid

sehingga seorang guru akan berhasil melaksanakan tugasnya

60Al-Ghazali, Ihya……Op.Cit, hlm.80.

Page 24: BAB III PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG SABARlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · menempuh berbagai jalan yaitu melalui ilmu kalam, filsafat, aliran batiniyah

apabila mempunyai rasa tanggung jawab dan kasih sayang kepada

muridnya sebagaimana orang tua kepada anaknya sendiri, serta

mendorongnya agar mempersiapkan diri untuk mendapatkan

kehidupan diakhirat yang kekal dan bahagia.

2). Memiliki motivasi mengajar yang tulus yaitu ikhlas dalam

mengamalkan ilmunya serta tidak meminta imbalan atas tugas

mengajarnya. Oleh sebab itu seorang guru harus melaksanakan

tugas mengajarnya sebagai anugerah dan rasa kasih sayang kepada

orang yang membutuhkan atau memintanya tanpa rasa disertai

keinginan untuk mendapatkan upah.

3). Tidak menyembunyikan ilmu yang dimilikinya sedikitpun. Guru

harus sungguh-sungguh tampil sebagai penasehat, pembimbing

para murid ketika mereka membutuhkannya.

4). Menjauhi akhlak yang buruk dengan cara menghindarinya sedapat

mungkin.

5). Tidak mewajibkan kepada para murid agar mengikuti guru tertentu

dan kecenderungannya.

6). Memperlakukan murid sesuai dengan kesanggupannya

(mempertimbangkan kemampuan intelektual) yaitu mengajar

setahap- demi setahap dan tidak beralih dari satu tema ketema yang

lain kecuali murid telah betul-betul paham dan menguasai

pelajaran tersebut.

7). Bekerjasama dengan murid dalam membahas dan menjelaskan

(dalam memecahkan masalah).

8). Seorang guru harus mengamalkan ilmunya.61

Dengan demikian guru seharusnya dapat mengarahkan,

membimbing dan menunjukan kepada muridnya untuk mencapai

pendewasaan diri sehingga menjadi manusia yang mandiri dan

bertanggung jawab serta menanamkan nilai-nilai pendidikan agama

61Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-Murid, Studi Pemikiran Tasawuf al-Ghazali, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2001), hlm. 98-101.

Page 25: BAB III PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG SABARlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · menempuh berbagai jalan yaitu melalui ilmu kalam, filsafat, aliran batiniyah

dan akhlak sehingga selain pandai, murid juga memiliki akhlak yang

mulia. Dalam mengajar, guru harus memandang murid sebagai

individu yang utuh, satu dengan yang lain tentu berbeda baik,

kemampuan, bakat, kesenangan,62 sifat karakter dan latar belakang

sosial, ekonomi dan budaya.63

Disinilah beratnya menjadi seorang guru, selain dituntut untuk

mendidik membimbing serta mengarakan murid juga sangat

diperlukan kesabaran, pemahaman serta strategi yang tepat. Karena

jika tidak, maka guru akan stress dengan berbagai perbedaan yang ada

pada murid.

Kesabaran harus dimiliki oleh seorang guru, baik dalam

melakukan tugas mendidik maupun dalam menanti hasil dari jerih

payahnya. Hasil pekerjaan guru dalam mendidik seorang anak tidak

dapat ditunjukkan dan tidak dapat dilihat dengan seketika. Banyak

usaha atau jerih payah guru yang baru dapat dipetik buahnya setelah

muridnya menjadi orang dewasa, setelah ia berdiri sendiri dalam

masyarakat.64

Sifat sabar ada pada seorang pendidik jika pendidik itu

mempunyai rasa cinta terhadap anak didiknya. Sehingga tidak

berlebihanlah rupanya apa yang dikatakan Jan Lighthart sebagaimana

dikutip oleh M. Ngalim Purwanto bahwa pendidikan itu harus

berdasarkan cinta, sabar dan bijaksana.65

Dari sini jelas bahwa untuk menjadi seorang guru tidaklah

mudah karena selain harus mempunyai kecakapan dalam ilmu

pengetahuan juga harus mempunyai kesabaran, tanggung jawab serta

kasih sayang.

62Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran……Op.Cit, hlm.67. 63Abuddin Nata, Perspektif Islam……Op.Cit, hlm. 34. 64M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 144. 65Ibid, hlm. 145.

Page 26: BAB III PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG SABARlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · menempuh berbagai jalan yaitu melalui ilmu kalam, filsafat, aliran batiniyah

b. Faktor Anak Didik (Murid)

Menurut al-Ghazali akhlak harus dimiliki seseorang murid adalah :

1). Berniat mencari ilmu semata-mata untuk beribadah kepada Allah. 2). Bersikap zuhud dan memuliakan ilmu akhirat. 3). Ilmu harus dipelajari secara sistematik integtraed dimulai dari yang

umum kepada yang khusus. 4). Tidak menyombongkan diri dengan ilmunya. 5). Tidak menengelamkan diri dari satu bidang ilmu saja tetapi harus

menguasai ilmu pendukung lainnya. 6). Mengetahui macam-macam hubungan ilmu dan manfaatnya.66

Dan yang tidak kalah pentingnya yaitu seorang murid harus

membekali dirinya dengan kesabaran. Sabar dalam segala hal, terutama

menuntut ilmu demi masa depan dan cita-cita sehingga seorang murid harus

senantiasa berjuang dengan belajar dengan disertai berdo’a. Karena hanya

orang yang mau berjuang dalam hidup ini yang bisa mencapai puncak dan

menikmati lezatnya perjuangan. Sehingga benarlah apa kata pepatah “tiada

bahagia tanpa penderitaan, tiada sukses tanpa ujian” dan senjata yang

ampuh dalam ujian adalah sabar.

Jika dalam dunia kaum sufi ada tahapan-tahapan yang harus

ditempuh demi mencapai puncak yaitu kedekatan dengan Allah, maka

seorang sufi akan dapat memasuki tahap yang lebih tinggi apabila betul-

betul telah memenuhi segala sesuatu (aturan atau hukum) dalam tahapan

tersebut salah satunya yaitu tahap sabar. Begitu juga dalam pendidikan

murid dalam menuntut haruslah sistematik, artinya dimulai dari tingkat

dasar menuju ketingkat yang lebih tinggi. Murid haruslah sabar dalam

menekuni ilmu, sehingga ia tidak boleh berpindah pada satu materi

sebelum paham bentul materi tersebut.

Murid juga harus sabar terhadap berbagai kesulitan yang dihadapi

dalam menanti hasil dan apapun hasilnya sudah seharusnya diterima

dengan lapang dada. Karena tugas manusia adalah berusahan semaksimal

mungkin sedangkan hasilnya Allahlah yang menentukan.

66Ibid, hlm 106-108.