Upload
vuongduong
View
230
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
45 Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian yang akan peneliti buat ini menggunakan pendekatan
kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk memahami fenomena yang ada
secara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa tanpa ada pengujian
hipotesis, tanpa ada pengujian hubungan. Menurut Sugiyono (2008, hlm.
7-8) mentode penelitian kualitatif dinamakan sebagai metode baru, karena
popularitasnya belum lama, dinamakan postpositivistik karena
berlandaskan pada filsafat postpositivisme. Metode ini disebut juga
sebagai metode artistik karena proses penelitian lebih bersifatt seni
(kurang terpola), dan disebut sebagai metode interpretarif karena data hasil
penelitian lebih berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang
ditemukan dilapangan. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-
upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-
prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari partisipan, menganalisis
data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema
umum, dan menafsirkan data (Creswell, 2014, hlm. 4-5).
Penelitian kualitatif didasarkan pada asumsi-asumsi yang sangat
berbeda dengan rancangan kuantitatif. Dalam penelitian kualitatif, tidak
ada teori atau hipotesis-hipotesis yang dibangun secara priori (Creswell,
2014, hlm. 293). Menurut Sugiyono (2008, hlm. 9) metode kualitatif
digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang
mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti
yang merupakan suatu nilai di balik data yang tampak. Oleh karena itu
dalam penelitian kualitatif tidak menekankan pada generalisasi, tetapi
lebih menekankan pada makna.
Alasan utama peneliti menggunakan metode kualitatif ini yakni
dikarenakan metode kualitatif merupakan metode yang sangat relevan
dalam menemukan jawaban dari pertanyaan penelitian ini. Dengan
46
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
menggunakan metode kualitatif diharapkan peneliti dapat memperoleh
berbagai informasi yang jelas serta lengkap dari narasumber secara
langsung. Selain itu dengan metode kualitatif ini peneliti kan terjun
kelapangan langsung untuk melakukan wawancara secara mendalam
kepada tim redaksi dari harian umum Republika terkait foto cover
headline edisi 8 Oktober 2015. Data penelitian bersifat deskriptif
merupakan data yang disajikan dalam bentuk kata-kata (utamanya kata-
kata partisipan) atau gambar-gambar ketimbang angka-angka (Creswell,
2014, hlm. 293).
Pada penelitian ini peneliti ingin mengkaji dan mendalami makna
foto cover headline pada harian umum Republika edisi 8 Oktober 2015
dengan menggunakan analisis semiotika Roland Barthes. Semiotika, atau
dalam istilah Barhtes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagai
mana kemanusiaan (humanity) memakai hal-hal (things). Melalui
paradigma semiotika Roland Barthes peneliti berusaha
menginterpretasikan dan memaknai tanda-tanda yang terkandung dalam
foto cover headline pada harian umum Republika edisi 8 Oktober 2015
secara denotatif, konotatif, dan mitos.
Karakteristik pada penelitian memiliki sejumlah karakter seperti yang
diungkapkan Creswell (2014, hlm. 261-263) sebagai berikut :
1. Lingkungan Alamiah (natural setting).
Pada penelitian kualitatif cenderung mengumpulkan data lapangan di
lokasi di mana para partisipan mengalami isu atau masalah yang akan
diteliti. Pada penelitian ini lingkungan alamiah yang dimaksud yakni
dengan mengumpulkan informasi dengan melalui diskusi bersama
Redaktur foto dan wartawan foto selaku orang yang paling mengetahui
terkait objek yang diteliti.
2. Peneliti sebagai instrumen kunci (researcher as key instrument).
Para peneliti kualitatif mengumpulkan sendiri data melalui dokumentasi,
observasi perilaku, atau wawancara dengan para partisipan. Pada
penelitian ini, peneliti akan menjadi satu-satunya instrumen dalam
47
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mengumpulkan informasi ini melalui beberapa pengumpulan data dengan
para partisipan.
3. Beragam sumber data (multiple sources of data).
Peneliti akan memilih mengumpulkan data dari beragam sumber, seperti
wawancara, observasi, dan dokumentasi, ketimbang hanya bertumpu pada
satu sumber data saja. Pada penelitian ini, sumber data tersebut akan
diambil melalui observasi, focus group discussion, wawancara, dan studi
dokumentasi.
4. Analisis data induktif (inductive data analysis).
Peneliti membangun pola-pola, kategori-kategori, dan tema-temanya dari
bawah ke atas (induktif), dengan mengolah data ke dalam unit-unit
informasi yang lebih abstrak. Pada penelitian ini, peneliti akan mengolah
data penelitian secara berulang-ulang dengan tema-tema dan database
yang ada hingga peneliti berhasil membangun serangkaian tema yang
utuh.
5. Makna dari partisipan (participants’ meaning).
Peneliti akan fokus pada usaha mempelajari makna yang disampaikan para
partisipan tentang masalah atau isu penelitian, bukan makna yang
disampaikan oleh peneliti atau penulis lain dalam literaturu-literatur
tertentu.
6. Rancangan yang berkembang (emergent design).
Proses penelitian yang dilakukan peneliti berkembang dinamis. Hal ini
berarti bahwa rencana awal penelitian tidak secara ketat dipatuhi oleh
peneliti. Semua tahap dalam proses ini bisa saja berubah setelah peneliti
masuk ke lapangan dan mulai mengumpulkan data.
7. Perspektif teoretis (theoretical lens).
Para peneliti seringkali menggunakan perspektif tertentu dalam penelitian
mereka, seperti konsep kebudayaan, etnografi, perbedaan-perbedaan
gender, ras, dan lain-lain.
8. Bersifat penafsiran (interpretive).
48
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Peneliti membuat suatu interpretasi atas apa yang mereka lihat, dengar,
dan pahami. Interpretasi ini bisa saja berbeda dengan latar belakang,
sejarah, konteks, dan pemahaman-pemahaman antara peneliti dengan
pembaca ataupun partisipan.
9. Pandangan menyeluruh (holistic account).
Para peneliti berusaha mendapat gambaran kompleks dari suatu masalah
yang atau isu yang diteliti. Peneliti dalam penelitian ini dapat membuat
suatu model visual dari berbagai aspek mengenai proses utama pada
penelitian ini. Model ini yang akan membantu membangun gambaran
holistik.
B. Semiotika Roland Barthes
Seperti yang sudah dipaparkan di atas Penelitian ini menggunakan
analisis semiotika Roland Barthes. Roland Barthes dikenal sebagai pemikir
strukturalis yang getol mempraktikan model linguistik dan semiologi
Saussurean, pemikiran Barthes mengenai semiotika merupakan
penyempurnaan semiologi Sausure yang berhenti pada penandaan dalam
tataran denotatif. Berikut terdapat peta tanda Roland Barthes (dalam
Sobur, 2003, hlm. 69).
Tabel 3. 1. Peta Tanda Roland Barthes
Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas
penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda
denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Jadi, dalam konsep Barthes,
1. Signifer
(penanda)
1. Signifer
(petanda)
3. Denotative Sign (tanda denotatif)
4. Conotative Signifier
(penanda Konotatif)
5. Conotative Signified
(Petanda Konotatif)
6. Conotative Sign (Tanda Konotatif)
49
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tanda konotatif tidak sekedar memiliki mkakna tambahan namun juga
mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya.
Kemudian di katakan oleh Fiske (dalam Sobur, 2001, hlm. 127-128) Fokus
penelitian Barthes lebih tertuju kepda gagasan tentang signifikansi dua
tahap (two order signification) seperti pada gambar berikut :
Gambar 3. 1. Signifikasi dua tahap Barthes
Pada gambar diatas signifikasni pertama merupakan hubungan antara
signifier (penanda) dan signifiel (petanda) di dalam sebuah tanda terhadap
realita eksternal.
1. Denotasi
Pada dasarnya terdapat perbedaan antara denotasi dan konotasi
dalam pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang
dimengerti oleh Barthes. Dalam pengertian umum, denotasi
biasanya dimengerti sebaagi makna harfiah, makna yang
sesungguhnya. Proses signifikansi yang secara tradisional disebut
sebagai denotasi ini biasanya mengacu kepada penggunaan bahasa
dengan arti sesuai dengan apa yang terucap. Selain itu Fiske (dalam
Sobur, 2001, hlm.128) mengungkapkan bahwa denotasi adalah apa
yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan
konotasi adalah bagaimana menggambarkannya.
50
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pada semiologi Barthes dan para pengikutnya, denotasi
merupakan sistem signifikansi tingkat pertama, sementara konotasi
merupakan tingkat kedua. Kerangka teori Bathes (dalam Sobur,
2003, hlm. 71) konotasi identik dengan operasi ideologi, yang
disebutnya sebagai mitos, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan
memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku
dalam suatu periode.
Maka dalam fotografi makna denotasi merupakan apa yang
ditangkap audiens secara kasat mata dari foto yang diamatinya.
Hanya sebatas itu saja, jika lebih dari ini maka sudah berpindah
pada tataran yang berbeda yakni tataran makna konotasi.
2. Konotasi
Telah dipaparkan sebelumnya konotasi merupakan proses
penyelusupan makna kedua, hal tersebut juga terkandung dalam
pesan yang berbentuk visual khususnya fotografi. Roland Barthes
(1977, hlm. 20) mengungkapkan “Connotation, the imposition of
second meaning on the photographic message proper, is realized at
the different levels of the production of the photograph (choice,
technical treatment, framing, lay-out) and represents, finally, a
coding of the photographic analogue”. Maksudnya konotasi dalam
fotografi dapat terbangun dengan proses produksi foto mulai dari
pemilihan, teknis pengambilan gambar, framing, dan juga layout.
Pada sebuah karya fotografi Roland Barthes (1977, hlm. 21-
25) menyebutkan prosedur-prosedrur yang dapat membangkitkan
makna konotasi dalam sebuah foto :
a. Trick effects (olah digital)
A photograph given wide circulation in the American press in
1951 is reputed to have cost Senator Millard Tydings his seat;
it showed the Senator in conversation with the Communist
leader Earl Browder. In fact, the photograph had been faked,
created by the artificial bringing together of the two faces. The
51
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
methodological interest of trick effects is that they intervene
without warning in the plane of denotation; they utilize the
special credibility of the photograph - this, as was seen, being
simply its exceptional power of denotation - in order to pass
off as merely denoted a message which is in reality heavily
connoted; in no other treatment does connotation assume so
completely the 'objective' mask of denotation. Dapat
disimpulkan bahwa olah digital yang berlebihan menimbulkan
makna konotasi yang sangat tinggi terhadap sebuah foto.
b. Pose (pose)
Consider a press photograph of President Kennedy widely
distributed at the time of the 1960 election: a half-length
profile shot, eyes looking upwards, hands joined together.
Here it is the- very pose of the subject which prepares the
reading of the signifieds of connotation: youthfulness,
spirituality, purity. The photograph clearly only signifies
because of the existence of a store of stereotyped attitudes
which form ready-made elements of signification (eyes raised
heavenwards, hands clasped). Maka dapat disimpulkan bahwa
pose sebuah objek foto memiliki pengaruh dalam pemaknaan
konotasi. Dalam hal ini peran seorang wartawan foto sangat
penting dalam memilih pose (posisi, ekspresi, gaya) saat
pengambilan sebuah gambar.
c. Object (objek)
Special importance must be accorded to what could be called
the posing of objects, where the meaning comes from the
objects photographed (either because these objects have, if the
photographer had the time, been artificially arranged in front
of the camera or because the person responsible for lay-out
chooses a photograph of this or that object). Dapat di simpulkan
bahwa pemilihan objek dalam sebuah frame foto terdapat makna
konotasi dilamnya.
52
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
d. Photogenia (teknik fotografi)
In photogenia the connoted message is the image itself,
'embellished' (which is to say in general sublimated) by
techniques of lighting, exposure and printing. An inventory
needs to be made of these techniques, but only insofar as each
of them has a corresponding signified of connotation
sufficiently constant to allow its incorporation in a cultural
lexicon of technical 'effects' (as for instance the 'blurring of
movement' or 'flowingness' launched by Dr Steinert and his
team to signify space-time). Maksudnya adalah teknik fotografi
mempengaruhi adanya pemaknaan konotasi. teknik fotografi
tersebut meliputi pemilihan lensa, shot size, sudut pandang,
pencahayaan, penempatan objek. Budyatna (2006, hlm. 43)
menyebutkan pemaknaan photogenia dalam menganalisi foto
sebagai berikut :
Tanda
Photogenia Teknis Fotografi Makna Konotasi
Normal Normalitas
Pemilihan lensa Lebar Dramatis
Tele Tidak Personal
Close up Intimate, dekat
Medium up Hubungan tidak personal
Shot size Full shot Hubungan tidak personal
Long shot Menghubungkan subjek
dengan konteks tidak
personal
High level Membuat subjek tampak
tidak berdaya, didominasi,
dikuasai, kurang otoritas
Sudut pandang Eye level Khalayak tampil sejajar,
kesamaan, sederajat
53
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Low angel Menambah kesan subjek
berkuasa, mendominasi, dan
memperlihatkan otoritas.
High key Kebahagiaan, cerah
Pencahayaan Low key Suram, muram
Datar Keseharian, realitas
Atas Memberi kesan subjek
berkuasa
Penempatan subjek/objek
pada bidang foto
Tengah Subjek penting
Bawah Subjek tidak penting
Pinggir Subjek tidak penting
Tabel 3.2
Pemaknaan Photogenia Dalam Menganalisis Foto
e. Aestheticism (estetika)
For if one can talk of aestheticism in photography, it is
seemingly in an ambiguous fashion: when photography turns
painting, composition or visual substance treated with
deliberation in its very material 'texture', it is either so as to
signify itself as 'art' (which was the case with the
'pictorialism' of the beginning of the century) or to impose a
generally more subtle and complex signified than would be
possible with other connotation procedures. Maksudnya
yaitu estetika dalam fotografi merujuk pada komposisi foto.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa, komposisi foto
mempengaruhi pemaknaan konotasi.
f. Syntax
We have already considered a discursive reading of object-
signs within a single photograph. Naturally, several
photographs can come together to form a sequence (this is
commonly the case in illustrated magazines); the signifier of
54
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
connotation is then no longer to be found at the level of any
one of the fragments of the sequence but at that - what the
linguists would call the suprasegmental level - of the
concatenation. Maksud penjelasan di atas, syntax merupakan
rankaian cerita dari karya fotografi. Namun pada karya
fotografi yang bersifat foto tunggal biasanya rangkaian cerita
tersebut dihadirkan dalam bentuk teks singkat atau caption.
3. Mitos
Menurut Sobur (2001, hlm 128) mitos adalah bagaimana
kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang
realitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk kelas sosial
yang sudah mempunyai suatu dominasi. Sementara menurut
Roland barthes (1991, hlm. 108) myth is type of speech, Of course,
it is not any type: language needs special conditions in order to
become myth: we shall see them in a minute. But what must be
firmly established at the start is that myth is a system of
communication, that it is a message. This allows one to perceive
that myth cannot possibly be an object, a concept, or an idea; it is a
mode of signification, a form. Later, we shall have to assign to
thisform historical limits, conditions of use, and reintroduce society
into it: we must nevertheless first describe it as a form. Maksdud
dari penjelasan di atas yakni mitos dalam pangan Barthes berbeda
dengan mitos yang lain. Mitos menurut Barthes merupakan bahasa
yang dimana bahasa merupakan sistem komunikasi, Barthes
menyebut mitos sebagai type of speech.
Roland Barthes (1991, hlm. 121-126) menyebutkan ciri-ciri
mitos yakni meliputi :
a. Deformatif
The relation which unites the concept of the myth to its meaning
is essentially a relation of deformation. We find here again a
certain formal analogy with a complex semiological system such
as that of the various types of psycho analysis. Just as for Freud
55
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
the manifest meaning of behaviour is distorted by its latent
meaning, in myth the meaning is distorted by the concept. Of
course, this distortion is possible only because the form of the
myth is already constituted by a linguistic meaning. Maksudnya
adalah mitos berfungsi mendistorsi bukan untuk menghilangkan.
Pada teorinya Barthes menerapkan unsur Sausure menjadi form
(signifer), concept (signifiel). Kemudian Barthes menambahkan
signification yang berasal dari hubungan unsur tadi, Barthes
menyebutnya sebagai mitos. Dengan katalain hubungan form dan
concept ini bersifat distorsif.
b. Intensional
Myth has an imperative, buttonholing character: stemming from
an historical concept, directly springing from contingency (a
Latin class, a threatened Empire), it is I whom it has come to
seek. It is turned towards me, I am subjected to its intentional
force, it summons me to receive its expansive ambiguity. Dari
penjelasan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa, mitos
merupakan sesuatu yang berakar dari konsep budaya atau historis
yang berada pada lingkup masyarakat itu sendiri.
c. Motivasi
We know that in a language, the sign is arbitrary: nothing
compels the acoustic image tree 'naturally' to mean the
concept tree: the sign, here, is unmotivated. Yet this
arbitrariness has limits, which come from the associative
relations of the word: the language can produce a whole
fragment of the sign by analogy with other signs (for
instance one says aimable in French, and not amable, by
analogy with aime). The mythical signification, on the other
hand, is never arbitrary; it is always in part motivated, and
unavoidably contains some analogy. Maksud dari penjelasn
di atas yakni bahasa merupakan sesuatu yang bersifat
arbitrer tetapi memiliki sifat arbitrer yang terbatas.
Sementara untuk mitos tidak memiliki sifat arbitrer, dalam
mitos selalu terdapat analogi dan motivasi.
56
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pada penelitian ini peneliti mencoba untuk mengetahui makna denotasi,
konotasi, dan mitos pada foto cover headline bencana kabut asap di harian
umum Republika edisi 8 Okober 2015. Kemudian untuk menjelaskan hal
tersebut, maka peneliti menggunakan teori semiotika foto Roland Barthes
untuk mengupas makna yang muncul dari foto tersebut.
C. Partisipan dan Tempat Penelitian
Menurut Sugiyono (2008, hlm. 215-216) dalam penelitian
kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh Spradley
dinamakan ”social situation” atau situasi sosial yang terdiri atas tiga
elemen yaitu:
1. Tempat (place)
2. Pelaku (actors)
3. Aktivitas (activity)
Situasi sosial tersebut dapat dinyatakan sebagai objek penelitian
yang ingin diketahui. Sementara sampel dalam penelitian kualitatif bukan
dinamakan responden, tetapi sebagai narasumber, atau partisipan,
informasn, teman dan guru dalam penelitian.
Pada penelitian ini peneliti akan menganalisa makna yang muncul
dari foto cover di harian Republika. Peneliti dapat menganalisa foto secara
langsung akan tetapi hasil analisanya dapat bersifat subjektif. Guna
menemukan tanda-tanda yang muncul pada foto tersebut secara objektif
maka peneliti akan melakukan wawancara. Sehingga hasil analisa yang
akan peneliti lakukan akan cenderung objektif. Secara umum partisipan
dalam penelitian ini yaitu berlokasi di harian umum Republika. Menurut
Arikunto (1991, hlm. 31) subjek penulisan bisa diartikan sebagai sumber
data yang diperoleh. Subjek penulisan ini bisa berarti orang atau, atau apa
saja yang menjadi sumber penulisan. Pada penelitian ini yang menjadi
subjek penelitian yaitu sebagai berikut :
Makna Sumber Analisis Teknik Informan/Partisipan
57
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Denotasi Gambar
Teks/caption
Wawancara Staf Redaksi Desk Foto
Harian Republika
Wartawan Foto Harian
Republika
Dosen Fotografi
Gambar
Teks/caption
FGD Masyarakat yang aktif
dibidang fotografi
Konotasi Gambar
Teks/caption
Wawancara Staf Redaksi Desk Foto
Harian Republika
Wartawan Foto Harian
Republika
Dosen Fotografi
Gambar
Teks/caption
FGD Masyarakat yang aktif
dibidang fotografi
Mitos Gambar
Teks/caption
Wawancara Dosen Fotografi
Studi Kepustakaan -
Tabel 3.3
Partisipan penelitian
Sumber: Diolah Peneliti 2016
Peneliti menggunakan teknik sampel secara purposeive sampling
dalam memilih partisipan dalam penelitian ini. Menurut Sugiyono (2008,
hlm. 218-219) purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel
sumber data dengan pertimbangan tertentu, pertimbangna tertentu ini
misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita
harapkan atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan
peneliti menjelajahi objek/ situasi sosial yang diteliti.
Peneliti menggunakan teknik purposive sampling ini bertujuan
untuk memudahkan peneliti dalam mengumpulkan informasi yang
dibutuhkan oleh peneliti. Melalui tekni ini juga partisipan yang ditentukan
akan memberikan informasi yang mendalam terkait foto cover headline
58
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pada harian umum Republika edisi 8 Oktober 2015. Selain itu partsipan
penelitian ini dipilih karena dianggap sebagai key person atau pemegang
kunci, karena memiliki pengetahuan yang mendalam terkait foto
jurnalistik dan foto cover headline pada harian umum REPUBLIKA edisi
8 Oktober 2015. Sehingga peneliti dapat mengumpulkan informasi yang
sesuai dan dapat memiliki informasi yang cukup objektif.
Pada proses penentuan sampel penelitian dengan teknik purposive
sampling, Sugiyono (2008, hlm. 219) mengatakan beberapa besar sampel
tidak dapat ditentukan sebelumnya, tetapi dalam purposive sampling besar
sampel ditentukan oleh pertimbangan informasi. S. Nasution (dalam
Sugiyono, 2008, hlm. 220) juga menjelaskan bahwa penentuan unit sampel
dianggap telah memadai apabila sampai kepada taraf “redundancy” artinya
bahwa dengan menggunakan respon selanjutnya boleh dikatakan tidak lagi
diperoleh tambahan informasi baru yang berarti. Dengan penjelasan di atas
dapat disimpulkan bahwa partisipan atau narasumber dalam penelitian ini
dapat di ganti atau juga ditambah, akan tetapi berdasarkan pertimbangan
tertentu. Berikut adalah pertimbangan kriteria yang dapat dijadikan acuan
dalam memilih partisipan pada penelitian ini :
1. Partisipan merupakan pegawai aktif di hariam umum
Republika.
2. Partisipan merupakan orang yang mengetahui informasi
mendalam terkait pembuatan foto cover headline di harian
umum Republika edisi 8 Oktober 2015.
3. Partisipan merupakan orang yang ikut andil dalam pembuatan
cover headline di harian umum REPUBLIKA edisi 8 Oktober
2015.
Amirin (1995, hlm. 15) mengungkapkan objek penulisan adalah
masalah yang akan diteliti atau yang akan dijadikan penelitian. Objek
dalam penelitian ini peneliti mengambil satu buah foto untuk dikaji lebih
dalam yaitu, foto cover headline di harian umum Republika edisi 8
Oktober 2015.
59
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
D. Unit Analisis
Pada penelitian ini unit analisis tertuju pada foto cover harian
Republika edisi 8 Oktober 2015. Berikut adalah tabel unit analis yang
menjadi fokus pada penelitian ini :
Unit Analisis Kategori Fokus Analisis
Teks Verabal Keterangan foto
(caption)
Gambar Non verbal 6 unit analisis:
Tricks Effects
(manipulasi foto)
Pose
Objek
Fotogenia
Aestheticism
Syntax
Tabel 3.4
Tabel Unit analisis
Sumber: Diolah Peneliti 2016
Dalam pandangan Roland Barthes terkait sanalisis semiotika
terhadap foto, caption atau keterangan foto memiliki pengaruh dalam
membangun sebuah makna. Meskipun dalam caption lebih mengulanig
apa yang nampak pada foto atau pengulangan makan denotasi. Akan tetapi
bukan menutup kemungkinan caption tidak memiliki makna konotasi.
E. Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah paling strategis
dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
60
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka
peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data
yang ditetapkan (Sugiyono, 2008, hlm. 224). Teknik pengumpulan
data dalam penelitian ini yaitu :
a. Focus Group Discussion (FGD)
Focus Group Discussion (FGD) atau dapat disebut sebagai
grup interview, tergolong dalam jenis wawancara terfokus atau
terstruktur. Minichiello (dalam Baswori & Suwandi, 200, hlm.
165) mengungkapkan bahwa FGD merupakan wawancara
menggunakan panduan diskusi tersusun dari beberapa topik
tetapi urutan pertanyaan tidak disusun secara kaku, melainkan
lebih fleksibel. Penjelasan lain di ungkapkan oleh Hoed &
Kruger (dalam Baswori & Suwandi, 2008, hlm. 165) FGD
dirancang dengna tujuan mengungkapkan presepsi kelompok
mengenai suatu gejala budaya.
Kruger dan Hoed (dalam Baswori & Suwandi, 2008, hlm.
165) mengungkapkan bahwa pelaksanaan FGD tidak bertujuan
mencari “consensus”, tidak mencari pemecahan masalah, dan
tidak bertujuan memberikan rekomendasi atau membuat
keputusan. Penelitian kualitatif disini lebih kepada proses.
Kriyantono (2010, hlm. 63) menyebut FGD merupakan metode
riset dimana periset memilih orang-orang yang dianggap
mewakili sejumlah publik atau populasi yang berbeda. Di
dalam forum diskusi inilah moderator mengeksplorasi opini
dan pandangan-pandangan responden tentang topik yang
dibicarakan. Periset dapat bertindak sebagai moderator atau
memercayakan kepada orang lain. Maka FGD merupakan
meotde pengumpulan data atau riset untuk memahami sikap
dan prilaku khalayak. Biasanya terdisi dari 6-12 orang yang
secara bersama dikumpulkan, diwawancarai dengan dipandu
oleh moderator. (Kriyantono, 2010, hlm 120).
61
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pada bagian ini peneliti akan bertindak selaku moderator
dan memandu berjalannya proses FGD. Partisipan dalam
proses FGD ini yakni terdiri dari masyarakat dengan berbagai
latarbelakang tetapi aktif dibidang fotografi.
b. Interview/wawancara
Pada penelitian ini wawancara digunakan sebagai data
pendukung atau data sekunder dalam penelitian ini. Esterberg
(dalam Sugiyono, 2008, hlm. 233) mengemukakan macam-
macam wawancara, yaitu sebagai berikut :
1) Wawancara terstruktur (structured interview)
Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik
pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data
telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa
yang akan diperoleh. Oleh karena itu dalam melakukan
wawancara, pengumpul data telah menyiapkan
instrumen berupa pertanyaan tertulis yang alternatif
jawabannya pun telah disiapkan. Dengan wawancara
terstruktur ini setiap responden diberi pertanyaan yang
sama, dan pengumpul data mencatatnya.
2) Wawancara semistruktur (Semistructure interview)
Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori
in-dept interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih
bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur.
Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk
menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana
pihak yan gdiajak wawancara diminta pendapat, dan
ide-idenya. Dalam melakukan wawancara, peneliti
perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang
dikemukakan oleh informan.
62
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3) Wawancara tak berstruktur (unstructured interview)
Wawancara ini tidak terstruktur, adalah wawancara
yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan
pedoman wawancara yang telah tersusun secara
sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.
Pedoman wawancara hanya berupa gari-garis besar
permasalahan yang akan ditanyakan.
Pada wawancara kualitatif, peneliti dapat melakukan face-
to-face interview (wawancara berhadap-hadapan) dengan
partisipan, mewawancarai mereka dengan telepon, atau atau
terlibat dalam focus group interview (interview dalam
kelompok tertentu) yang terdiri dati enam sampai delapan
partisipan per kelompok (Creswell, 2014, hlm 267). Licoln dan
Guba dalam (Sugiyono, 2008, hlm. 235) mengemukakan ada
tujuh langkah dalam penggunaan wawancara untuk
mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif yaitu :
1) Menetapkan kepada siapa wawancara itu akan
dilakukan
2) Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan
menjadi bahan pembicaraan
3) Mengawali atau membuka alur wawancara
4) Melangsungkan alur wawancara
5) Mengkonfirmasi ikhtisar hasil wawancara dan
mengakhirinya
6) Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan
lapangan
7) Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara
Patton (dalam Sugiyono, 2008, hlm. 235) menggolongkan
enam jenis pertanyaan yang saling berkaitan yaitu :
1) Pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman.
63
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pertanyaan ini digunakan untuk
mengungkapkan pengalawan yang telah dialami
oleh informan atau subyek yang diteliti dalam
hidupnya, baik dalam kehidupan pada waktu masih
kanak-kanak, selama di sekolah, di masyarakat, di
tempat kerjad dan lain-lain. Hasil dari wawancara
ini, selanjutnya peneliti dapat mengkontruksi profil
kehidupan seseorang sejak lahir sampai akhir
hayatnya.
2) Pertanyaan yang berkaitan dengna pendapat.
Ada kalanya penelti ingin meminta pendapat
informan terhadap data yang diperoleh dari sumber
tertentu. Oleh karena itu peneliti pertanyaan yang
dilontarkan kepada informan berkenaan dengan
perdapatnnya tentang data tersebut.
3) Pertanyaan yang berkaitan dengan perasaan.
Mendapatkan data tendang perasaan orang
yang sifatnya afektif lebih sulit dibandingkan
mendapatkan data yang sifatnnya kognitif atau
psikhomotorik. Namun demikian perasaan orang
yang sedang susah atau senang dapat terlihat dari
ekspresi wajahnya. Oleh karena itu pertanyaan yang
digunakan untuk mengungkapkan perasaan
seseorang menggunakan pertanyaan yang tidak
langsung.
4) Pertanyaan tentang pengetahuan.
Pertanyaan ini digunakan untuk
mengungkapkan pengetahuan informan suatu kasus
atau peristiwa yang mungkin diketahui. Mereka ini
dipilih menjadi narasumber karena diduga ia ikut
terlibat dalam peristiwa tersebut.
5) Pertanyaan yang berkenaan dengan indera.
64
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pertanyaan ini digunakan untuk
mengungkapkan data atu informasi karena yang
bersangkutan melihat, mendengarkan, meraba dan
mencium suatu peristiwa.
6) Pertanyaan berkaitan dengan latar belakang atau
demografi.
Pertanyaan ini digunakan untuk
mengungkapkan latar belakang subyek yang
dipelajari yang meliputi status sosial ekonomi, latar
belakang pendidikan, asal usul, tempat lahir, usia,
pekerjaan dan lain-lain.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara semi-
terstruktur. Melalui teknik wawancara semi-terstruktur ini
diharapkan memperoleh informasi atau data terkait pembuatan
foto cover headline pada harian umum Republika edisi 8
Oktober 2015. Dalam penelititan ini penelititi akan
mewawancara tim redaksi dari harian umum Republika
sebagai narasumber utama dalam penelitian ini.
Saat melakukan wawancara, peneliti tak luput membuat
pedoman wawancara. Hal tersebut dilakukan agar jalannya
wawancara lebih terfokus pada bidang atau objek yang diteliti.
hingga pada saat pelaksanaannya pertanyaan wawancara dapat
berkembang namun tidak keluar jalur dari pedoman yang telah
disediakan. Pengumpulan data dengan wawancara ini hanya
menjadi data sekunder atau data pelengkap dari penelitian ini.
c. Studi Dokumentasi
Sugiyono (2008, hlm. 240) mengungkapkan bahwa
dokumentasi merupakan catatan perisitiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang. Dalam penelitian ini dokumentasi
65
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
merupakan suatu hal yang sangat diperlukan dalam mendukung
pengumpulan data dan pengolahan data. Studi dokumentasi
pada penelitian ini akan terdiri dari gambar atau foto seputar
pelaksanaan penelitian di harian umum Republika, dan foto
headline harian umum Republika edisi 8 Oktober 2015. Selain
dalam bentuk gambar, studi dokumentasi ini berupa gambar
hidup atau dokumen berupa audio visual. Dengan adanya
dokumen-dokumen tersebut sebagai pendukung maka
penelitian ini akan lebih kredibel. Seperti yang dikatakan
Sugiyono (2008, hlm. 240) dokumen berbentuk gambar,
misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Hasil
penelitian akan semakin kredibel apabila didukung oleh foto-
foto.
d. Studi Kepustakaan
Pada pengumpulan data melalui cara studi kepustakaan ini
makssudnya adalah pencarian sumber-sumber yang dapat
memperkuat objektifitas penelitian ini. Studi kepustakaan ini
meliputi berbagai literasi seperti jurnal ilmiah, penelitian
(skripsi, tesis, desertasi), artikel, dan internet searching.
Melalui cara ini diharapkan dapat membantu peneliti dalam
menyusun penelitian ini baik dari awal hingga nanti padasaat
mengelola data dan menarik kesimpulan dari hasil penelitian
ini.
2. Instrumen Penelitian
Pada setiap penelitian, kualitas hasil penelitian dapat
dipengaruhi oleh instrumen penelitian, begitupun dengan penelitian
ini. Menurut Arikunto (dalam Kriyantono, 2010, hlm. 96) instrumen
penelitian atau instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang
dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatan mengumpulkan
data agar kegiatan itu menjadi sistematika dan dipermudah olehnya.
66
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Melalui instrumen dapat diketahui data dan jawaban yang dibutuhkan
terhadap permasalahan penelitian. Berikut adalah instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini :
a. Pedoman Focus Group Discusion (FGD)
Proses FGD pada penelitian ini yakni dennga
mengumpulkan 6 orang narasumber yang terdiri dari golongan
akademisi, praktisi wartawan foto, mahasiswa dengan
mengajukan sejumlah pertanyaan setelah melihat foto headline
harian umum Republika edisi 8 Oktober 2015.
Pedoman ini peneliti gunakan demi kelancara proses
wawancara dan berguna sebagai batasan-batasan yang dapat
menghalangi pertanyaan yang tidak sesuai dengan penelitian
ini. Pedoman FGD ini disusun dalam bentuk pertanyaan guna
memperoleh data mengenai makna denotasi & konotasi yang
di tangkap oleh masyarakat terkait foto headline di harian
umum Republikaedisi 8 Oktober 2015.
Pedoman FGD
Nama :
Tanggal :
Tempat :
Pekerjaan :
Makna Denotasi
1) Agar menyamakan presepsi terhadap objek yang diteliti, Objek apa yang
nampak pada foto cover headline harian umum REPUBLIKA edisi 8 Oktober
2015?
2) Objek apa yang nampak menonjol dari foto foto headline di harian umum
REPUBLIKA edisi 8 Oktober 2015 ?
Makna Konotasi
1) Setelah melihat foto headline di harian umum REPUBLIKA edisi 8 Oktober
2015 adakah pesan yang tidak nampak terlihat secara kasat mata ?
2) Bagaimana trick effects (olah digital) yang nampak pada foto headline di
harian umum REPUBLIKA edisi 8 Oktober 2015 ?
67
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3) Bagaimana pemilihan object dari foto headline di harian umum REPUBLIKA
edisi 8 Oktober 2015?
4) Apa yang anda tangkap dari pemilihan object dalam foto headline di harian
umum REPUBLIKA edisi 8 Oktober 2015 ?
5) Bagaimana pose yang nampak pada objek dari foto headline di harian umum
REPUBLIKA edisi 8 Oktober 2015 ?
6) Apa yang anda tangkap dari pose object dalam foto headline di harian umum
REPUBLIKA edisi 8 Oktober 2015?
7) Bagaimana teknik fotografi yang nampak dari foto headline di harian umum
REPUBLIKA edisi 8 Oktober 2015?
8) Apa yang anda tangkap dari caption yang nampak pada foto headline di
harian umum REPUBLIKA edisi 8 Oktober 2015?
Sumber: Diolah Peneliti 2016
Tabel 3.5
Pedoman Focus Group Discussion (FGD)
b. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara ini digunakan sebagai batasan atau
acuan untuk mengembangkan pertanyaan selama penelitian
berlangsung. Pertanyaan ini akan di ajukan kepada tim redaksi
dari harian umum REPUBLIKA terkait foto headline edisi 8
Oktober 2015. Dalam penelitian ini pedoman waancara
dirangkai menjadi butiran pertanyaan yang semi-terstruktur,
agar lebih mudah dalam mengembangkan pertanyaan yang
relevan terkait bidang yang diteliti. Berikut adalah pedoman
wawancara semi-terstruktur yang dibuat :
Pedoman Wawancara dengan Staf Redaktur harian umum Republika
Tanggal :
Tempat :
Narasumber :
68
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pekerjaan :
a) Wawancara ini sebagai salah satu sumber data dalam penelitian dengan judul
“ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP “Analisis
semiotika Roland Barthes pada foto cover headline di harian umum
Republika edisi 8 Oktober 2015”. Peneliti melakukan wawancara ini dengna
tujuan agar mendapat gambaran secara utuh dari permasalahan tersebut.
b) Metode pengumpulan data ini berasal dari Redaktur foto harian umum
Republika.
c) Agar menjamin kerahasiaan, maka setiap data yang bersifat internal dan
pribadi tidak untuk kepentingan umum akan dirahasiakan sepenuhnya oleh
peneliti.
Makna Denotasi
1) Agar menyamakan presepsi terhadap objek yang diteliti, Objek apa yang
nampak pada foto headline harian umum Republika edisi 8 Oktober 2015?
2) Objek apa yang nampak menonjol dari foto foto headline harian umum
Republika edisi 8 Oktober 2015 ?
Makna Konotasi
3) Mengapa topik kabut asap yang dipilih menjadi headline edisi 8 Oktober
2015 ?
4) Hal apa yang mendasari anda menentukan topik kabut asap sebagai foto
headline harian umum Republika edisi 8 Oktober 2015 ?
5) Mengapa foto headline dengan topik kabut asap tersebut dimuat pada tanggal
8 Oktober 2015 ?
6) Berapa lama tim redaksi menentukan konsep headline harian umum
Republika edisi 8 Oktober 2015 ?
7) Apakah terbitan harian umum Republika edisi 8 Oktober 2015 merupakan
edisi spesial ?
8) Mengapa foto bencana kabut asap dikombinasikan dengan topik pemberitaan
yang membahas tentang turunnya harga solar ?
69
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9) Terdapat berapa foto yang dikirimkan fotografer kepada tim redaksi ?
10) Sebelum memilih foto tersebut sebagai foto cover, adakah foto pengganti
untuk foto headline tersebut ? jika ada apa objek yang di tanngkap ?
11) Adakah arahan terhadap wartawan foto untuk pengambilan gambar (baik
objek maupun pose) ?
12) Apa foto yang dikirim disertakan dengan captionnya ?
13) SOP caption di harian republika seperti apa ?
14) Mengapa foto tersebut yang terpilih menjadi healine edisi 8 Oktober 2015 ?
15) Pada foto headline harian umum REPUBLIKA edisi 8 Oktober 2015 foto
yang dicetak penuh satu halaman, mengapa demikian ?
16) Apa yang anda harapkan dari pembaca setelah dimuatnya foto healine edisi 8
Oktober 2015 ?
17) Menurut anda pengertian healine itu apa ?
18) Fungsi utama dari headline itu apa ?
19) Apakah headline bisa dijadikan alat atau ruang dalam sebuah surat kabar
untuk menyampaikan pesannya secara efektif ?
20) Pesan yang lebih mudah sampai pada pembaca itu pesan yang berbentuk
gambar atau tulisan ?
21) Apakah objek dalam foto memiliki pengaruh yang kuat dalam mempersuasi
pembaca ?
22) Dalam praktiknya apakan proses olah digital pada foto dapat merubah pesan
dari foto itu sendiri ?
23) Pada foto jurnalistik apakah olah digital diperbolehkan ?
24) Apa Ideologi dari harian umum Republika ?
Sumber: Diolah Peneliti 2016
Tabel 3.6
Pedoman wawancara dengan Staf Redaktur harian umum Republika
Pedoman Wawancara dengan Wartawan Foto Harian Umum Republika
Tanggal :
Tempat
Narasumber :
70
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pekerjaan :
a) Wawancara ini sebagai salah satu sumber data dalam penelitian dengan judul
“ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP “Analisis
semiotika Roland Barthes pada foto cover headline di harian umum
REPUBLIKA edisi 8 Oktober 2015”. Peneliti melakukan wawancara ini
dengna tujuan agar mendapat gambaran secara utuh dari permasalahan
tersebut.
b) Metode pengumpulan data ini berasal dari wartawan foto di harian umum
REPUBLIKA.
c) Agar menjamin kerahasiaan, maka setiap data yang bersifat internal dan
pribadi tidak untuk kepentingan umum akan dirahasiakan sepenuhnya oleh
peneliti.
Makna Denotasi
1) Agar menyamakan presepsi terhadap objek yang diteliti, Objek apa yang
nampak pada foto headline harian umum Republika edisi 8 Oktober 2015?
2) Objek apa yang nampak menonjol dari foto foto headline harian umum
Republika edisi 8 Oktober 2015 ?
Makna Konotasi
3) Foto headline harian umum Republika edisi 8 Oktober 2015 nampak objek
seorang anak sekolah, mengapa objek tersebut yang diambil ?
4) Dimana lokasi objek yang nampak pada foto foto headline harian umum
Republika edisi 8 Oktober 2015 ? beserta waktu dan tempat kejadian.
5) Bagaimana situasi di lokasi pengambilan gambar (situasi masyarakat dan
situasi kabut asap yang nampak)?
6) Pengambilan foto dalam foto headline harian umum Republika edisi 8
Oktober 2015 berbentuk potrait atau landscape ?
7) Apakan foto tersebut di ambil secara candid (spontanitas) ?
8) Dalam pengambilan gambar tersebut terdapat berapa frame ?
9) Adakah rasa iba/prihatin terhadap objek yang ditangkap ?
71
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
10) Apakah di lokasi kejadian ada objek lain yang di ambil gambarnya ?
11) Dari berbagai foto yang di ambil dan tersimpan di kartu memori, berapa foto
yang dikirim ke tim redaksi ?
12) Adakah olah digital yang dilakukan sebelum foto dikirim ke tim redaksi ?
13) Apakah foto dikirimkan beserta caption atau hanya foto saja ?
14) Kamera apa yang digunakan dalam mengambil kambar tersebut (merek serta
jenis kamera) ? serta jenis lensa apa yang digunakan ?
15) Apa hal yang mendasari anda memilih foto tersebut untuk dikirimkan pada
tim redaksi ?
Sumber: Diolah Peneliti 2016
Tabel 3.7
Pedoman wawancara dengan wartawan foto harian umum Republika
c. Pedoman Dokumentasi
Pada bagian pedoman dokumentasi peneliti lebih mengacu
pada pengumpulan dokumen atau berkas yang bersifat fisik,
dan bersifat audio. Dokumen yang bersifat fisik ini digunakan
untuk menjadi bukti fisik dari foto cover headline di hariam
umum Republika edisi 8 Oktober 2015, sedangkan dokumen
yang bersifat audio visual merupakan bukti otentik dalam
pelaksanaan penelitian. Meski menggunakan bantuan alat
perekam audio, peneliti juga tak luput untuk menyiapkan
catatan yang berguna untuk mengatasi sesuatu kendala yang
bersifat teknis. Dengan begitu data dalam penelitian ini
menjadi lebih kuat dan nantinya akan dilaporkan dalam hasil
akhir penelitian.
d. Pedoman Studi Kepustakaan
Mengingat penelitian analisis semiotika tidak hanya dapat
dilakukan pada sebuah foto maka, pada penelitian analisis
semiotika ini dibutuhkan studi kepustakaan seperti mencari
buku, jurnal, atau pun dokumen lainnya jika diperlukan. Hal
72
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tersebut dilakukan guna menafsirkan lebih mendalam terkait
makna denotasi, konotasi, dan mitos pada objek yang diteliti.
Dalam penelitian ini studi kepustakaan yang dilakukan yakni
mencari berbagai literatur terkait pembangunan makna dalam
fotografi. Dalam foto cover di hariam umum Republika edisi 8
Oktober 2015.
F. Analisis Data
Terdapat dua buah analisis data yang digunakan dalam mengolah
hasil data yang telah dikumpulkan. Dalam mengolah data hasil observasi
yakni peneliti menggunakan analisis semiotika Roland Barthes terhadap
foto headline di harian umum Republika edisi 8 Oktober 2015. Sedangkan
untuk mengolah data secara keseluruhan yakni merujuk pada teori yang
dikemukakan oleh Miles dan Huberman.
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum
memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan
(Sugiyono, 2008, hlm. 245). Pada penelitian ini peneliti menggunakan
analisis data model Miles dan Huberman. Miles dan Huberman (dalam
Sugiyono, 2008, hlm. 246) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis
data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus
menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Dalam model Miles
dan Huberman aktivitas analisis data mencakup 3 hal yakni : (1) Reduksi
data, (2) Display data, (3) Conclusion drawing/kesimpulan. Berikut
penjelasan lebih rinci dari analisis data model Miles dan Huberman :
1. Reduksi Data
Pada saat melakukan penelitian data yang diperoleh dari
lapangan jumlahnya akan sangat banyak, dari jumlah data yang
sangat banyak dan bahkan kompleks, maka diperlukan adanya
reduksi data. Sugiyono (2008, hlm. 247) mengemukakan
mereduksi berarti merangkum memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan
73
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah
peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya. Pada
proses ini peneliti mencari data yang benar-benar valid. Dalam
proses reduksi ini peneliti selaku peneliti baru maka dapat
mendiskusikannya dengan orang yang memiliki kempetensi
terkait foto cover headline di harian umum Republika edisi 8
Oktober 2015.
Sebelum menganalisa tanda-tanda yang muncul dari foto
cover headline di harian umum Republika edisi 8 Oktober 2015,
peneliti mereduksi terhadap hasil wawancara. Hal tersebut
dilakukan agar memilah dan memilih jawaban yang tidak
diperlukan dalam penelitian ini. Setelah reduksi dilakukan maka
proses analisis terhadap foto cover headline di harian umum
Republika edisi 8 Oktober 2015 dapat dilakukan, berikut
langkah-langkahnya :
a. Mengidentifikasi foto headline di harian umum Republika
edisi 8 Oktober 2015. Dalam proses ini diperlukan
pencarian dukumen fisik maupun dalam bentuk digital
koran di harian umum Republika edisi 8 Oktober 2015.
b. Penyajian data pada penelitian ini yaitu berupa hasil dan
interpretasi foto cover headline di harian umum Republika
edisi 8 Oktober 2015. Peneliti menyajikan hasil
interpretasi tersebut secara deskriptif atau dengan cara
memaparkan apa adanya.
c. Menganalisis dan juga menginterpretasi data, maksud dari
analisa di sini adalah mengamati tanda-tanda yang nampak
pada foto cover headline di harian umum Republika edisi
8 Oktober 2015. Sedangkan untuk interpretasi merupakan
pemberian makna terhadap data dari peristiwa yang
nampak pada foto yang telah ditemukan, dengan tujuan
untuk memberikan jawaban dari peristiwa dalam foto.
74
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pada penelitian ini hasil dari jawaban FGD (Focus Group
Discussion) bersama masyarakat dari berbagai latar belakang
akan peneliti rangkum dan pilih untuk menentukan jawaban
mana yang memang benar-benar diperlukan dalam melengkapi
data dalam penelitian ini. Peneliti melakukan hal tersebut agar
lebih memisahkan data yang tidak perlu dalam penelitian ini,
sehingga pertanyaan dari penelitian ini bisa terjawab.
2. Display data/ penyajian data
Setelah data direduksi maka langkah selanjutnya adalah
mendisplay atau menyajikan data. Sugiyono (2008, hlm. 249)
mengemukakan dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar
kategori, flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles dan
Huberman (dalam Sugiyono, 2008, hlm. 249) menyatakan “the
most frequent from of display data for qualitative reaserch data
in the past has been narative text”. Yang paling sering
digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif
adalah dengan teks naratif.
Dengan mendisplay data, maka akan memudahkan untuk
memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya
berdasarkan apa yang telah difahami tersebut. Sugiyono (2008,
hlm. 249) mengemukakan dalam melakukan display data, selain
dengan teks yang naratif, juga dapat berupa, grafik, matrik,
network (jejaring kerja) dan chart. Hal tersebut dilakukan agar
data lebih mudah terorganisasikan, tersusun dalam pola
hubungan, sehingga akan semakin mudah difahami.
Pada penelitian ini peneliti melakukan penyajian data
berupa teks naratif. Penyajian data dengan bentuk naratif ini
telah dikumpulkan sebelumnya dan melalui tahap reduksi.
Penyajian data tersebut berisikan bagaimana makna denotasi,
75
Alwan Husni Ramdani, 2016 ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BENCANA KABUT ASAP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dan konotasi yang ditangkap oleh masyarakat terkait foto cover
headline di harian umum Republika edisi 8 Oktober 2015.
3. Conclusion Drawing/Verification
Langka ke tiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles
dan Huberman yakni penarikan kesimpulan dan verivikasi.
Sugiyono (2008, hlm. 252) mengemukakan pada bagian ini
kesimpulan awal yang ditemukan masih bersifat sementara, dan
akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat
mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Sugiyono
(2008, hlm. 253) menjelaskan bahwa kesimpulan dalam
penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang
sebelumnya belumpernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi
atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang
atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas.
Pada bagian ini peneliti berusaha untuk menginterferensi
data secara jelas dan mendalam agar nantinya pembaca dapat
mengerti dan memahami hasil dari penelitian terkait analisis
semiotika terhadap foto cover headline di harian umu
Republikaedisi 8 Oktober 2015.