Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
12
BAB III. METODE PELAKSANAAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di Lahan Pendem dan Laboratorium Agronomi
Universitas Muhammadiyah Malang. Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan dari
bulan Oktober 2019 sampai april 2020.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung reaksi, beaker gelas
1000ml, alat sprayer, erlenmeyer, spatula, autoclave, Laminar Air Flow (LAF),
bunsen, jarum ose, pipet tetes, jangka sorong, kaca preparat dan cover glass,
mikroskop, shaker, cawan petri, pinset, penggaris, rak besi, penjepit preparat,
vortex, papan penanda, pisau, timbangan analitik, alat dokumentasi dan alat tulis.
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol, Nutrient Agar
(NA), Nutrient Borth (NB), Potato Dextrose Agar (PDA), aquades steril, tip biru,
kertas label, plastic warp, kapas, tisu, aluminium foil, NaOCL, karet, plastic PP,
cutton buds, bibit sengon sehat yang berusia 3 sampai 6 bulan, jamur
Uromycladium tepperianum, fungisida folicur (dengan bahan aktif tebukonazol
yang memiliki konsentrasi sebesar 25%), bakteri Pseudomonas fluorescens, dan
bakteri Bacillus sp.
3.3. Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan metode eksploratif dan deskriptif dengan
rancangan percobaan Rancangan Acak Kelompok (RAK) 7 perlakuan yang
memiliki 3 ulangan yang tiap ulangan memiliki 4 sampel. B0 adalah perlakuan
13
dengan menggunakan air, B1 adalah perlakuan dengan menggunakan fungisida, B2
adalah perlakuan dengan menggunakan bakteri isolat 1, B3 adalah perlakuan
dengan menggunakan bakteri isolat 2, B4 adalah perlakuan dengan menggunakan
bakteri isolat 3, B5 perlakuan dengan menggunakan bakteri Pseudomonas
fluorescens, dan B6 adalah perlakuan dengan menggunakan bakteri Bacillus sp.
Berikut ini adalah denah plot penelitian:
Gambar 1. Denah Plot Penelitian
3.4. Tahapan Penelitian
3.4.1. Persiapan Bibit Sengon
Persiapan bibit sengon yang dilakukan sebagai berikut:
1. Ke lokasi pembelian bibit sengon yang berada di desa Bringan kecamatan
Wajak, Malang, Jawa Timur.
2. Memilih bibit sengon yang akan digunakan.
3. Bibit sengon yang berusia kurang lebih 3 sampai 6 bulan.
4. Menyusun bibit sengon dilahan yang telah disiapkan.
3.4.2. Inokulasi Jamur Uromycladium tepperianum
Metode inokulasi jamur Uromycladium tepperianum sebagai berikut:
Keterangan:
U1, U2, U3: Ulangan
B0, B1, B2, B3, B4. B5, B6: Perlakuan
A: Jarak Antar Ulangan 25cm
B: Jarak Antar Tanaman 25cm
C: Jarak Antar Perlakuan 25cm
D: Jarak Antar Baris 25cm
E: Jarak Bedengan Ke Parit 50cm
U1B1
U1B6
U1B5
U1B4
U1B2
U1B3
U1B0
U2B0
U2B4
U2B1
U2B3
U2B6
U2B5
U2B2
U3B4
U3B5
U3B3
U3B6
U3B2
U3B1
U3B0
U
14
1. Mengambil jamur Uromycladium tepperianum dari lapang atau pohon yang
telah terserang jamur Uromycladium tepperianum.
2. Mencuci jamur Uromycladium tepperianum sebelum digunakan untuk
menghilangkan kotoran yang menempel.
3. Mengambil spora yang ada pada jamur dengan cara mengeriknya
menggunakan pisau hingga spora terkumpul.
4. Melarutkan spora dalam aquadest kurang lebih sebanyak 250 ml.
5. Menambahkan bahan perekat spreader untuk meningkatkan daya rekat dan
untuk mencegah pencucian oleh air hujan.
6. Kemudian menghomogenkan hingga semua bahan tercampur secara merata.
7. Melukai tanaman yang sehat untuk memudahkan proses menginfeksi jamur
Uromycladium tepperianum.
8. Menginfeksi jamur Uromycladium tepperianum dengan cara
menyemprotkan spora pada tanaman yang telah dilukai. Dalam 1 tetes
larutan (± 0,05 ml) mengandung spora sebanyak 500 – 700 spora
9. Kemudian diinkubasi selama 4 minggu hingga muncul gejala serangan
jamur Uromycladium tepperianum.
3.4.3. Pelaksanaan di Laboratorium
A. Sterilisasi Alat dan Bahan
Metode sterilisasi alat dan bahan dilakukan sesuai dengan penelitian
(Mawarni, 2016) sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat-alat yang digunakan antara lain petridish, scalpel, pinset,
dan botol yang sudah dicuci dengan sabun cuci lalu dikeringkan.
15
2. Selanjutnya menyiapkan autoclave, tabung gas dan kompor. Memasang
sekat dalam autoclave dan memasukkan cawan petri dan alat – alat
penunjang untuk isolasi yang akan disteril ke dalam autoclave dengan rapi,
3. Kemudian autoclave ditutup rapat. Memanaskan autoclave autoclave
dengan tekanan 10 psi selama 20 menit, lalu kompor dimatikan. Autoclave
dapat dibuka setelah suhu menurun untuk menghindari rusaknya cawan
petri atau pun alat - alat penunjang untuk isolasi akibat tekanan tinggi dalam
autoclave.
4. Setelah dingin cawan petri atau pun alat - alat penunjang untuk isolasi bisa
dikeluarkan dan siap untuk dipakai.
B. Pembuatan Media
Metode pembuatan media NA sesuai dengan penelitian Rinaldhi (2016) sebagai
berikut:
1. Menyiapkan semua alat-alat dan bahan-bahan yang akan digunakan.
2. Menimbang serbuk NA sebanyak 20 gram.
3. Melarutkan serbuk NA dengan aquades sebanyak 1000 ml.
4. Menghomogenkan larutan dengan bantuan pemanas dan pengadukan.
5. Memasukkan larutan ke dalam Erlenmeyer yang ditutup dengan kapas dan
aluminium foil
6. Kemudian dilakukan steriliasai menggunakan autoklaf dengan suhu 1210C
selama 15 menit.
Metode pembuatan media PDA dilakukan sebagai berikut:
1. Menyiapkan semua alat-alat dan bahan-bahan yang akan digunakan.
2. Mencuci, mengupas, serta memotong kentang sebanyak 200 gram.
16
3. Merebus kentang dialam panic yang sudah berisi 1 liter aquadest sampai
sari kentang terkumpul.
4. Kemudian meyaring sari kentang dari ampasnya.
5. Menambahkan 15 gram dextrose dan 15 gram agar powder secara perlahan
sambal diaduk agar tidak menggumpal.
6. Kemudian ditambahkan aquadesr hingga 1 liter
7. Menuangkan larutan PDA yang telah matang ke dalam Erlenmeyer yang
kemudian ditutup menggunakan aluminium foil dan plastic yang ditali karet
untuk menghindari kontaminasi.
8. Kemudian larutan PDA di steril di dalam autoclaf pada suhu 121oC selama
20 menit.
9. Setelah disteril media siap digunakan.
C. Teknik Isolasi Bakteri
Metode isolasi bakteri dilakukan sebagai berikut:
1. Menyiapkan sampel dari daun, ranting, dan batang tanaman sengon yang
sehat tidak terserang oleh karat puru.
2. Mencuci bagian-bagian dari tanaman dengan air bersih.
3. Mensterilkan menggunakan NaOCl.
4. Mencuci kembali menggunakan alkohol 70%.
5. Kemudian disterilkan menggunakan aquadest steril.
6. Setelah itu dilap menggunakan tissue steril.
7. Kemudian sampel dipotong-potong sebesar 2 cm.
8. Kemudian ditanam di media NA yang telah disiapkan sebelumnya.
9. Dilakukannya inkubasi selama 48 jam.
17
D. Purifikasi Hasil Isolasi Bakteri
Teknik purifikasi bakteri menggunakan metode penelitian Huda (2012) sebagai
berikut:
1. Koloni yang telah tumbuh dimurnikan sampai diperoleh isolat murni.
2. Satu koloni isolat bakteri diambil dari cawan petri secara aseptis dan
diinokulasikan ke permukaan media NA dengan metode streak plate dan
diinkubasi selama 48 jam.
3. Koloni bakteri dapat dikatakan murni jika koloni-koloni pada ujung goresan
(streak) berbentuk sama. Jika masih terdapat koloni yang berbeda pada
ujung goresan (streak) maka perlu dilakukan goresan (streak) ulang pada
setiap koloni-koloni yang berbeda tersebut sampai diperoleh koloni murni.
E. Uji Gram
Uji reaksi gram dilakuakan untuk mengetahui apakah termasuk bakteri gram
positif atau gram negatif. Bakteri yang terwarnai oleh kristal violet dan tidak luntur
dengan pemberian alkohol, akan berwarna ungu dan disebut bakteri Gram positif,
sedangkan bakteri yang telah terwarna oleh kristal violet namun luntur pada saat
diberi alkohol, akan terwarnai merah oleh pewarna pembanding (safranin) dan
disebut bakteri Gram negatif. Warna ungu pada bakteri Gram positif terjadi akibat
pembentukan senyawa kompleks kristal violet-lugol yang tidak larut dengan
alkohol.
Metode pengujian gram dilakukan sebagai berikut:
1. Mengambil bakteri dari biakan murni pada media NA dengan menggunakan
jarum ose steril diatas nyala api spiritus yang kemudian dioleskan pada kaca
18
preparat dengan diameter 1 – 2 cm, kemudian mencampurnya dengan
aquadest steril hampai homogen kemudian ditipiskan.
2. Meneteskan larutan crystal violet sebanyak 1 tetes yang kemudian
didiamkan kurang lebih 1 menit setelah itu dibilas dengan air.
3. Meneteskan larutan iodine sebanyak 1 tetes yang kemudian didiamkan
kurang lebih 30 detik setelah itu dibilas dengan air.
4. Meneteskan alkohol 96% sebanyak 1 tetes yang kemudian langsung dibilas
dengan air.
5. Meneteskan safranin sebanyak 1 tetes yang kemudian langsung dibilas
dengan air.
6. Setelah dikeringkan kaca preparat diamati menggunakan mikroskop.
F. Karakteristik Isolat Bakteri
Metode karakteristik isolat bakteri dilakukan dengan makroskopis dan
mikroskopis sebagai berikut:
1. Secara makroskopis:
Pengamatan secara makrokopis adalah pengamatan bentuk pertumbuhan koloni
bakteri yang tumbuh dipermukaan media NA. Adapun pengamatan secara
makrokopis meliputi bentuk koloni bakteri berupa titik-titik, bulat, berbenang, tak
teratur, serupa akar, serupa kumparan; permukaan koloni berupa rata, timbul datar,
melengkung, membukit, serupa kawah; tepi koloni berupa utuh, berombak,
bergerigi, berbenang; warna koloni berupa keputih-putihan, kelabu, kekuning-
kuningan atau hampir bening (Riska A., 2014).
2. Secara mikroskopis:
19
Adapun pengamatan secara mikroskopis bentuk sel meliputi bentuk batang
(basil), bentuk bulat (kokus), bentuk spiral (spirillum). Bentuk sel menunjukkan
spesies dari bakteri tersebut. Tapi dapat bervariasi tergantung kondisi pertumbuha
bakteri. Bentuk sel dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, media dan umur dari
bakteri. Oleh karena itu untuk membandingkan bentuk serta ukuran bakteri,
kondisinya harus sama.
G. Uji Hipersensitif
Metode Uji hipersensitif dilakukan menurut (Lacy dan Lukezic, 2004) dengan
metode sebagai berikut:
1. Mengambil biakan murni bakteri yang telah disuspensi 10-7 cfu/ml selama
24 jam menggunakan aquadest steril.
2. Kemudian diinjeksikan pada daun tembakau yang sehat.
3. Dilakukan inokulasi selama 24jam sampai 48 jam.
4. Dilakukan pengamatan untuk mengetahui reaksi positif bila timbul gejala
nekrosis pada jaringan daun tembakau yang telah diinjeksi untuk
mengetahui apakah isolat bakteri yang diperoleh bersifat patogenik.
5. Percobaan diulang dua kali. Sebagai kontrol digunakan aquades steril.
H. Uji Antagonis secara In Vitro
Pengujian antagonis in vitro dilakukan secara metode spread plate. Metode yang
dilakukan sebagai berikut:
1. Isolat bakteri yang telah dibiakkan selama 48 jam diambil dengan jarum ose
dibuat suspensi 10-7 cfu/ml dalam 10 ml media NB.
2. Setelah disuspensi sampai konsentrasi 10-7 cfu/ml kemudian dishaker
selama 24 jam menggunakan tabung reaksi.
20
3. Mengambil bakteri yang telah suspensi sebanyak 100 mikropipet yang
kemudian disebar pada media PDA menggunakan spatula drigalski hingga
tersebar secara merata.
4. Kemudian jamur Uromycladium tepperianum dengan diameter 1 – 2 cm
ditanam pada media PDA yang telah berisi bakteri.
5. Setelah diinkubasi selama 48 jam kemudian mengamati hingga munculnya
zona bening.
6. Mengukur jari – jari zona bening menggunakan jangka sorong.
Data hasil pengukuran jari-jari miselium cendawan patogen selanjutnya
dihitung menggunakan rumus persentase hambatan pertumbuhan radial (Royse dan
Ries 1977 dalam Soesanto et al. 2013) sebagai berikut:
% penghambatan pertumbuhan radial = 𝑅1−𝑅2
𝑅1𝑥100%
Keterangan:
R1: jari-jari miselium cendawan patogen yang menjauhi isolat bakteri.
R2: jari-jari miselium cendawan patogen yang mendekati isolat bakteri.
R1 = Jari – jari koloni jamur ke arah luar,
R2 = Jari – jari koloni jamur ke arah dalam.
I. Tingkat Kerapatan Spora
Pengamatan kerapatan Spora dilakukan dengan teknik cawan pengenceran
(Hastuti dan Ginting 2007). Yang dilakukan adalah mengambil penyakit karat puru
sebanyak 10 gram pada 5 ulangan yang ada. Kemudian dimasukkan ke dalam botol
yang berisi 95 ml aquadest streril. Kemudian dikocok secara manual selama 2 menit
dan diberi label sebagai pengenceran 10-1. Setelah dikocok, sebanyak 1 ml suspensi
dipindahkan ke tabung reaksi yang berisi aquades steril kemudian dikocok
21
menggunakan vortex. Pengenceran dilakukan sampai pada pengenceran 10-7.
Penyebaran mikroba dengan 0.1 ml suspense pada pengenceran 10-4 sampai 10-7
disemprottkan pada bibit. Setiap pengenceran diulang dua kali (duplo). Adapun
media yang digunakan yaitu media NA (Nutrient agar) Selanjutnya disebar dengan
batang penyebar steril. Inkubasi cawan petri pada posisi terbalik selama 3 sampai 4
hari pada suhu ruang. Perhitungan koloni bakteri dilakukan dari cawan petri yang
mempunyai 30 sampai 300 koloni. Penentuan kerapatan spora jamur dengan cara
suspensi spora dari perlakuan perbanyakan isolat diambil sebanyak 1 ml kemudian
dengan menggunakan hemasitometer yang telah ditetesi suspensi tersebut dihitung
kerapatan sporanya di bawah mikroskop binokuler dengan perbesaran 400 kali.
Kerapatan spora dihitung dengan menggunakan rumus Gabriel & Riyatno (1989)
sebagai berikut:
C = 𝑡
(𝑛 𝑥 0,25) 𝑥 100%
Keterangan:
C: kerapatan spora per ml larutan
t: jumlah total spora dalam kotak sampel yang diamati
N: jumlah kotak sampel (5 kotak besar x 16 kotak kecil)
0,25: faktor koreksi penggunaan kotak sampel skala kecil pada
hemasitometer.
3.4.4. Aplikasi Bakteri Antagonis Secara In Vivo
Teknik aplikasi bakteri antagonis yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Setelah kurang lebih 4 minggu tanaman dilukai dan diinkubasi. Tanaman
dapat dilakukan aplikasi penyemprotan menggunakan beberapa isolat yang
telah disiapkan.
22
2. Bakteri yang telah disuspensi dengan kerapatan 10-7 cfu/ml maka dapat
dilakukan perbanyakan.
3. Setelah itu dilakukan penyemprotan pada seluruh bagian tanaman yang
telah terserang penyakit karat puru.
4. Penyemprotan dilakukan sebanyak 4 kali yang dilakukan 3 hari sekali.
5. Setelah itu dilakukan pengamatan untuk mengetahui perubahan setelah
diberikannya perlakuan.
3.5. Variabel Pengamatan
Dalam penelitian ini variabel pengamatan yang dilakukan sebagai berikut:
1. Tinggi Tanaman (cm)
Pada fase vegetatif diukur mulai dari 5 cm diatas leher akar sampai ke ujung
daun terpanjang dan dinyatakan dalam cm. Pengukuran dilakukan sebelum
inokulasi jamur Uromycladium tepperianum dan setelah 4 minggu dilakukannya
inokulasi jamur Uromycladium tepperianum setiap seminggu 1 kali selama 4
minggu kembali dilakukan pengukuran dan setelah diberi perlakuan pengendali
penyakit, tanaman kembali diukur seminggu 1 kali selama 4 minggu untuk
mengetahui perubahan yang terjadi setelah diberi perlakuan.
2. Jumlah Daun (cm)
Penghitungan jumlah daun dilakukan sebelum inokulasi jamur Uromycladium
tepperianum dan setelah 4 minggu dilakukannya inokulasi jamur Uromycladium
tepperianum setiap seminggu 1 kali selama 4 minggu kembali dilakukan
penghitungan jumlah daun dan setelah diberi perlakuan pengendali penyakit,
tanaman kembali dihitung jumlah daun seminggu 1 kali selama 4 minggu untuk
mengetahui perubahan yang terjadi setelah diberi perlakuan.
23
3. Diameter Batang (cm)
Pengukuran dilakukan sebelum inokulasi jamur Uromycladium tepperianum
dan setelah 4 minggu dilakukannya inokulasi jamur Uromycladium tepperianum
setiap seminggu 1 kali selama 4 minggu kembali dilakukan pengukuran dan setelah
diberi perlakuan pengendali penyakit, tanaman kembali diukur seminggu 1 kali
selama 4 minggu untuk mengetahui perubahan yang terjadi setelah diberi
perlakuan.
4. Saat Munculnya Gejala (HSI)
Pada saat munculnya gejala dapat dilihat apakah mulai ada bercak-bercak tanda
adanya karat puru, daun yang mulai melengkung, batang mulai banyak mengalami
kerusakan, dll.
5. Intensitas Penyakit (%)
Tanaman yang menunjukkan gejala sistemik di lahan dihitung persentase
intensitas penyakit dengan rumus:
IS = 𝑛
𝑁𝑥 100%
Keterangan :
I = Tingkat serangan
n = tanaman yang rusak
Z = nilai tertinggi skala kategori serangan
N = jumlah tanaman yang diamati
24
Tingkat keparahan serangan penyakit dilakukan dengan sistem scoring, untuk
sistem scoring adalah:
Nilai Skala Presentase Kategori serangan
0 0 Tidak ada
1 < 25% Ringan
2 26 – 50% Sedang
3 51 – 75% Berat
4 >75 % Sangat berat
3.5.3. Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk mengetahui intensitas serangan penyakit
karat puru. Data dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA). Apabila
terdapat perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan
dengan taraf 5%.