32
49 BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian Pemaparan dalam Bab ini dibagi melalui dua cara penyajian. Penyajian yang pertama adalah akan dikemukakan mengenai kerangka periodisasi yang di lihat dari pengaturan sejak 1973 sampai sekarang. Yang kedua adalah mengenai deskripsi periodisasi yang di dalamnya berbicara bahwa setelah diketahui indikator nya dapat di buat pergolongan berdasarkan periode waktu atas peraturan perundang- undangan yang mengatur lembaga pembiayaan. Argumen tersebut dimulai dengan menjelaskan lebih dahulu bahwa konsep dari kelembagaan bisa di pilah dalam dua klasifikasi. Pertama, bila berkaitan dengan proses, maka kelembagaan merujuk kepada upaya untuk mendesain pola interaksi antarpelaku ekonomi sehingga mereka bisa melakukan kegiatan transaksi. Kedua, jika berhubungan dengan tujuan, maka kelembagaan berkonsentrasi untuk menciptakan efisiensi ekonomi berdasarkan struktur kekuasaan ekonom, politik, dan social antarpelaku.

BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian...7) Perjanjian Usaha Patungan antara pihak asing dan pihak Indonesia bagi Perusahaan Pembiayaan Patungan yang di dalamnya

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 49

    BAB III

    Hasil Penelitian dan Analisis

    A. Hasil Penelitian

    Pemaparan dalam Bab ini dibagi melalui dua cara penyajian.

    Penyajian yang pertama adalah akan dikemukakan mengenai kerangka

    periodisasi yang di lihat dari pengaturan sejak 1973 sampai sekarang.

    Yang kedua adalah mengenai deskripsi periodisasi yang di dalamnya

    berbicara bahwa setelah diketahui indikator nya dapat di buat

    pergolongan berdasarkan periode waktu atas peraturan perundang-

    undangan yang mengatur lembaga pembiayaan.

    Argumen tersebut dimulai dengan menjelaskan lebih dahulu

    bahwa konsep dari kelembagaan bisa di pilah dalam dua klasifikasi.

    Pertama, bila berkaitan dengan proses, maka kelembagaan merujuk

    kepada upaya untuk mendesain pola interaksi antarpelaku ekonomi

    sehingga mereka bisa melakukan kegiatan transaksi. Kedua, jika

    berhubungan dengan tujuan, maka kelembagaan berkonsentrasi untuk

    menciptakan efisiensi ekonomi berdasarkan struktur kekuasaan

    ekonom, politik, dan social antarpelaku.

  • 50

    PERIODE II 1984-1988

    PERIODE III 1989-1991

    PERIODE IV 1992-2007

    PERIODE V

    2008-

    Sekarang

    Kegiatan usaha diarahkan dan digunakan untuk kebijakan

    pemerintah dalam bidang

    pembangunan perekonomian dalam bentuk menjalankan kegiatan leasing

    melalui perizinan usaha leasing.

    jumlah permodalan dasar masih kecil dan pelaksanaan pendirinya di

    kuasakan kepada Menteri Keuangan.

    Pada periode ini mengatur untuk pengurangan beban administrasi

    bagi pengusaha kena pajak. Bidang usaha, batasan, pengawasan

    pembinaan, permodalan (modal setor), kegiatan sewa guna usaha,

    dan bentuk hukumnya. Dalam permodalan jumlah modal setor nya

    lebih besar di bandingkan dengan periode I.

    Periode untuk peranan lembaga pembiayaan sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan perlu lebih di tingkatkan. Bentuk hukum, bidang

    usaha, batasan, permodalan, kegiatan sewa guna usaha, lampiran ijin menteri

    merger, konsolidasi, akuisisi dan kantor cabang. Dalam permodalan pun lebih

    besar dari periode sebelumnya. Dan yang berbeda periode ini dan sebelumnya

    menjelaskan tentang lampiran ijin menteri, merger, konsolidasi, akuisisi dan

    kantor cabang yang tidak ada dalam periode sebelumnya.

    Periode ini semakin terlihat perkembangannya. Dimana memiliki tujuan mendukung

    kegiatan dunia usaha yang semakin berkembang pesat. Bentuk hukum, bidang usaha, batasan, permodalan, kegiatan sewa guna usaha, lampiran ijin menteri, merger,

    konsolidasi, akuisisi dan lembaga pembiayaan syariah. Jumlah modal setorannyapun

    semakin lebih besar di bandingkan dengan periode sebelumnya. Dan masuknya

    lembaga pembiayaan syariah dalam rangka memberikan kerangka hukum yang

    memadai terhadap sumber pendanaan bagi perusahaan pembiayaan berdasarkan

    prinsip syariah.

    Periode ini cukup terlihat jelas mengalami pergeseran di bandingkan

    dengan periode sebelumnya. Tujuan periode ini meningkatkan peran

    perusahaan pembiayaan dalam pembangunan nasional. Bentuk hukum,

    bidang usaha, batasan, pengawasan dan pembinaan, permodalan (modal

    setor), kegiatan sewa guna usaha, lampiran ijin menteri, merger,

    konsolidasi, akuisisi, dan kantor cabang. Periode ini modal setornyan

    lebih besar dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya dan

    kegiatan usahanya mulai berkembang.

    PERIODE I 1973-1974

    1. Kerangka Periodesasi Tahun 1973-Sekarang

    Gambar 2. Gambaran Periodisasi

  • 51

    2. Isi Substansi Per Periodisasi Kelembagaan

    1. PERIODE I S/D 1973-1974

    a. Dasar Hukum Lembaga Leasing

    1) Peraturan Pemerintah Nomor 18/1973 Tentang

    Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia

    Untuk Pendirian Perusahaan Perseroan Dalam

    Bidang Pengembangan Usaha Swasta Nasional

    Presiden Republik Indonesia.

    2) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia

    Nomor Kep.649/MK/IV/5/1974 tentang Perizinan

    Usaha Leasing.

    b. Isi Pengaturan

    Dalam periode pertama pengaturan tentang

    kelembagaan leasing terdapat hal-hal penting yang dapat

    dicermati yaitu: kebijaksanaan pemerintah dalam bidang

    pembangunan perekonomian baru terdapat satu lembaga

    keuangan yang bergerak disetor pengembangan usaha

    swasta nasional dengan bentuk Perusahaan Perseroan

    Terbatas.

    c. Usaha Leasing Dapat Dilakukan Oleh

    1) Lembaga keuangan;

    2) Badan usaha tersendiri baik berbentuk perusahaan

    nasional maupun perusahaan campuran.

    d. Pengawasan dan Pembinaan

  • 52

    Sebelum dapat melakukan kegiatan leasing, lembaga

    keuangan dan badan usaha harus terlebih dahulu

    memperoleh izin usaha leasing dari menteri keuangan.

    Permodalan pada periode ini di tentukan sebesar

    dengan modal dasar persero berjumlah Rp. 10.000. 000,-

    (sepuluh milyar rupiah). Modal dasar perusahaan

    nasional yang harus disetor sedikitnya sebesar Rp.

    50.000.000,-(lima puluh juta rupiah). Modal dasar

    perusahaan campuran yang harus disetor sedikitnya Rp.

    150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).

    2. PERIODE II 1984-1988

    a. Dasar Hukum Lembaga Leasing

    1) Keputusan Menteri Keuangan Republik

    Indonesia Nomor 827/KMK.04/1984 Tentang

    Penangguhan Pembayaran Pajak Pertambahan

    Nilai Atas Perolehan Atau Impor Barang Modal

    Tertentu.

    2) Keputusan Presiden Nomor 61/1988 Tentang

    Pembiayaan.

    3) Keputusan Menteri Keuangan Republik

    Indonesia Nomor 1251/KMK.013/1988

    Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga

    Pembiayaan.

    4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

    28 Tahun 1988 Tentang Pengenaan Pajak

    Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Barang

  • 53

    Kena Pajak Yang Dilakukan Oleh Pedagang

    Besar dan Penyerahan Jasa Kena Pajak

    Disamping Jasa Yang Di Lakukan Oleh

    Pemborong.

    b. Isi Pengaturan

    Periode ini untuk menunjang pertumbuhan

    ekonomi maka sarana penyediaan dana yang

    dibutuhkan masyarakat perlu lebih diperluas sehingga

    peranannya sebagai sumber dana pembangunan makin

    meningkat. Peranan lembaga pembiayaan sebagai salah

    satu sumber pembiayaan pembangunan perlu lebih

    ditingkatkan.

    c. Bentuk Hukum Perusahaan Pembiayaan

    Perusahaan pembiayaan berbentuk Perseroan Terbatas

    atau Koperasi

    d. Bidang Usaha

    Adapun bidang usaha dalam periode ini meliputi:

    1) Sewa Guna Usaha;

    2) Modal Venture;

    3) Perdagangan Surat Berharga;

    4) Anjak Piutang;

    5) Usaha Kartu Kredit;

    6) Pembiayaan Konsumen.

    e. Batasan

    Perusahaan pembiayaan dilarang menarik dana secara

    langsung dari masyarakat dalam bentuk:

  • 54

    1) Giro;

    2) Deposito;

    3) Tabungan;

    4) Surat sanggup bayar (promissory note).

    f. Pengawasan dan Pembinaan

    Setiap perusahaan pembiayaan, bank dan lembaga

    keuangan bukan bank yang melakukan usaha di

    bidang pembiayaan wajib menyampaikan laporan

    operasional dan laporan keuangan secara tahunan

    kepada Menteri. Menteri melakukan pengawasan dan

    pembinaan atas usaha perusahaan pembiayaan.

    g. Permodalan (Modal Disetor)

    Jumlah modal di setor atau simpanan wajib bagi

    perusahaan pembiayaan yang melakukan salah satu

    dari kegiatan sewa guna usaha dan modal ventura

    ditetapkan sebagai berikut:

    1) Perusahaan swasta nasional sekurang-kurangnya

    sebesar Rp. 3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah);

    2) Perusahaan patungan Indonesia dan asin

    sekurang-kurangnya sebesar Rp. 10.000.000.000,-

    (sepuluh milyar rupiah);

    3) Koperasi sekurang-kurangnya sebesar Rp.

    3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah).

    h. Kegiatan Sewa Guna Usaha

    Kegiatan sewa guna usaha di lakukan dalam bentuk

    pengadaan barang modal bagi penyewa sewa guna

  • 55

    usaha, baik dengan maupun tanpa hak opsi untuk

    membeli barang tersebut.

    i. Tata Cara Pendirian dan Perizinan

    Lembaga pembiayaan dapat di lakukan oleh;

    1) Bank;

    2) Lembaga keuangan bukan bank;

    3) Perusahaan pembiaya.

    j. Lampiran Ijin Menteri

    1) Akta Pendirian Perusahaan Pembiayaan yang

    telah disyahkan menurut ketentuan perundang-

    undangan yang berlaku;

    2) Bukti pelunasan modal setor untuk Perseroan

    Terbatas atau simpanan pokok dan simpanan

    wajib untuk Koperasi, pada salah satu Bank di

    Indonesia;

    3) Contoh Perjanjian Pembayaran yang akan

    digunakan;

    4) Daftar susunan pengurus perusahaan Pembiayaan;

    5) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan;

    6) Neraca Pembukaan Perusahaan Pembiayaan;

    7) Perjanjian Usaha Patungan antara pihak asing dan

    pihak Indonesia bagi Perusahaan Pembiayaan

    Patungan yang di dalamnya tercermin arah

    Indonesia dalam pemilikan saham.

  • 56

    3. PERIODE III 1989-1991

    a. Dasar Hukum Lembaga Leasing

    1) KEPUTUSAN Menteri Keuangan Republik

    Indonesia Nomor 1256/KMK.00/1989 Tentang

    Perubahan Ketentuan Mengenai Perusahaan

    Perdagangan Surat Berharga Dalam Keputusan

    Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

    1251/KMK.013/1988 Tanggal 20 Desember

    1988 Tentang Ketentuan Dan Tata Cara

    Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.

    2) Keputusan Menteri Keuangan Republik

    Indonesia Nomor 577/KMK.00/1989

    Penangguhan Pembayaran pajak Pertambahan

    Nilai Atas Impor Atau Perolehan Barang Modal

    Tertentu.

    3) Keputusan Menteri Keuangan Republik

    Indonesia Nomor 634/KMK.013/1990

    Pengadaan Barang modal Berfasilitas

    Penghasilan Leasing.

    4) Keputusan Menteri Keuangan Republik

    Indonesia Nomor 1169/KMK.01/1991 Kegiatan

    Sewa Guna Usaha.

    5) Keputusan Menteri Keuangan Republik

    Indonesia Nomor 48/KMK.013/1991 Kegiatan

    Sewa Guna Usaha.

    b. Isi Pengaturan

  • 57

    Pengaturan di periode ini memiliki tujuan untuk

    menunjang pertumbuhan ekonomi melalui sumber

    pembiayaan pembangunan oleh Lembaga Pembiayaan dan

    perlu di arahkan untuk lebih menunjang pertumbuhan dan

    stabilitas ekonomi. Sehingga kegiatan investasi nasional

    lebih meningkat melalui perusahaan sewa guna usaha

    (perusahaan leasing) dan menunjang penanaman modal di

    Indonesia dan membantu likuiditas Perusahaan. Adapun

    konsep dari periode ini yang menyatakan bahwa salah satu

    sumber pembiayaan pembangunan perlu meningkat karena

    merupakan salah satu bentuk usaha yang memiliki peranan

    penting dalam pengelolaan sumber pembangunan.

    Berhubungan dengan itu perlu untuk menetapkan

    perubahan peraturan di bidang kegiatan lembaga

    pembiayaan melalui Perusahaan Sewa Guna Usaha

    (Perusahaan Leasing) dalam Keputusan Menteri.

    e. Bentuk Hukum Perusahaan Pembiayaan

    Perusahaan pembiayaan Berbentuk Perseroan Terbatas atau

    Koperasi.

    f. Bidang Usaha

    Lembaga pembiayaan melakukan kegiatan yang meliputi

    bidang usaha:

    1) Sewa Guna Usaha;

    2) Modal Venture;

    3) Perdagangan Surat Berharga;

    4) Anjak Piutang;

    5) Usaha Kartu Kredit;

  • 58

    6) Pembiayaan Konsumen.

    g. Batasan

    Perusahaan pembiayaan dilarang menarik dana secara

    langsung dari masyarakat dalam bentuk:

    1) Giro;

    2) Deposito;

    3) Tabungan;

    4) Surat Sanggup Bayar (Promissory Note).

    Setiap perusahaan pembiayaan dilakukan pengawasan

    dan pembinaan oleh Menteri yang melakukan pengawasan

    dan pembinaan atas usaha Perusahaan Pembiayaan.

    h. Permodalan (Modal Disetor)

    Berkaitan dengan jumlah modal disetor atau simpanan

    pokok dan simpanan wajib bagi perusahaan pembiayaan

    yang melakukan salah satu dari kegiatan Sewa Guna Usaha

    dan Modal Venture di tetapkan sebagai berikut:

    1) Perusahaan Swasta Nasional sekurang-kurangnya

    sebesar Rp. 3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah);

    2) Perusahaan Patungan Indonesia san Asing sekurang-

    kurangnya sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh milyar

    rupiah);

    3) Koperasi sekurang-kurangnya sebesar Rp.

    3.000.000.000,-(tiga milyar rupiah).

    i. Kegiatan Sewa Guna Usaha

    Berkaitan dengan kegiatan sewa guna usahanya dilakukan

    secara:

  • 59

    1) Kegiatan Sewa Guna Usaha dilakukan dalam bentuk

    pengadaan barang modal bagi penyewa Guna Usaha,

    baik dengan maupun tanpa hak opsi untuk membeli

    barang tersebut;

    2) Sewa Guna Usaha dengan hak opsi (Finance Lease);

    3) Sewa Guna Usaha tanpa hak Opsi (Operating Lease).

    j. Lampiran Ijin Menteri meliputi:

    1) Akta Pendirian Perusahaan Pembiayaan yang telah

    disahkan menurut ketentuan perundang-undangan

    yang berlaku;

    2) Bukti pelunasan modal setor untuk Perseroan

    Terbatas atau simpanan pokok dan simpanan wajib

    untuk Koperasi, pada salah satu Bank di Indonesia;

    3) Contoh Perjanjian Pembayaran yang akan digunakan;

    4) Daftar susunan pengurus perusahaan Pembiayaan;

    5) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan;

    6) Neraca Pembukaan Perusahaan Pembiayaan;

    7) Perjanjian Usaha Patungan antara pihak asing dan

    pihak Indonesia bagi Perusahaan Pembiayaan

    Patungan yang di dalamnya tercermin arah Indonesia

    dalam pemilikan saham.

    k. Merger, Konsolidasi dan Akuisisi

    Adapun merger, konsolidasi dan akuisisi yaitu kegiatan

    usaha pembiayaan tetap dapat melanjutkan kegiatannya

    dengan mengadakan penyesuaian terhadap ketentuan yang

    di tetapkan oleh Menteri.

    l. Kantor Cabang

  • 60

    Yang mempunyai kantor cabang perusahaan sewa guna

    usaha atau perusahaan pembiayaan yang melakukan

    kegiatan sewa guna usaha, dapat membuka kantor

    cabang/kantor perwakilan dan menggunakan tenaga asing

    setelah memperoleh izin/persetujuan, dan rekomendasi

    dari Menteri Keuangan.

    4. PERIODE IV 1992-2007

    a. Dasar Hukum Lembaga Leasing

    1) Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-

    29/PJ.42/1992 Tentang Perlakukan Pajak

    Penghasilan Sewa Guna Usaha (Leasing).

    2) Keputusan Menteri Keuangan Republik

    Indonesia Nomor 468/KMK.017/1995

    perubahan KMK 2251 dan 1256 Tentang

    Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga

    Pembiayaan Sebagaimana Telah Diubah

    Dengan Keputusan Menteri Keuangan.

    3) Keputusan Menteri Keuangan Republik

    Indonesia Nomor: 398/KMK.05/1999 Tentang

    Perubahan Keputusan Menteri Keuangan

    Republik Indonesia Nomor 298/KMK.01/1997

    Tentang Ketentuan Pemindah Tanganan Barang

    Modal Bagi Perusahaan Penanaman Modal

    Asing (PMA) Penanaman Modal Dalam Negeri

    (PMDN) dan Perusahaan Non PMA/PMDN.

  • 61

    4) Keputusan Menteri Keuangan Republik

    Indonesia Nomor 448/KMK.017/2000

    Perusahaan Pembiayaan.

    5) Peraturan Menteri Keuangan Nomor

    84/PMK.012/2006 Perusahaan Pembiayaan.

    6) Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal

    Dan Lembaga Keuangan Nomor Per-03/BL/2007

    tentang Kegiatan Perusahaan Pembiayaan

    Berdasarkan Prinsip Syariah.

    b. Isi Pengaturan

    Periode ini untuk meningkatkan peran Perusahaan

    Pembiayaan dalam pembangunan nasional, perlu

    dilakukan penyempurnaan ketentuan di bidang

    Perusahaan Pembiayaan sehingga perlu menetapkan

    Peraturan Menteri Keuangan tentang Perusahaan

    Pembiayaan. Untuk mendukung kegiatan dunia usaha

    yang makin berkembang pesat, maka kemampuan dan

    kualitas pengelola lembaga pembiayaan perlu lebih

    ditingkatkan sehingga keuangan lainnya dapat

    menunjang peningkatan efisiensi kegiatan perekonomian

    nasional secara sehat. Berhubungan dengan hal itu perlu

    mengubah beberapa ketentuan mengenai tata cara

    pendirian dan perizinan serta pengawasan lembaga

    pembiayaan.

    c. Bentuk Hukum Lembaga Pembiayaan

  • 62

    Perusahaan pembiayaan didirikan dalam bentuk badan

    hukum Perseroan Terbatas atau Koperasi.

    d. Bidang Usaha

    Perusahaan pembiayaan melakukan kegiatan usaha:

    1) Sewa Guna Usaha;

    2) Anjak Piutang;

    3) Usaha Kartu Kredit;

    4) Pembiayaan Konsumen.

    e. Batasan

    Periode ini mempunyai batasan yaitu apabila perusahaan

    pembiayaan tidak melakukan kegiatan usaha, Menteri

    mencabut izin usaha perusahaan pembiayaan yang

    bersangkutan. Berkaitan dengan pengawasan dan

    pembinaan di lakukan oleh Menteri. Pelaksanaan

    pengawasan lembaga pembiayaan kecuali Perusahaan

    Modal Venture dilakukan oleh Departemen Keuangan

    dengan di bantu oleh Bank Indonesia.

    f. Pengawasan dan Pembinaan

    Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan

    terhadap perusahaan pembiayaan.

    g. Permodalan (Modal Disetor)

    Jumlah modal disetor atau simpanan pokok dan

    simpanan wajib Perusahaan Pembiayaan yang

    melakukan satu atau lebih kegiatan sewa guna usaha,

    anjak piutang, kartu kredit, dan pembiayaan konsumen

    ditetapkan sebagai berikut:

  • 63

    1) Perusahaan Swasta Nasional sekurang-kurangnya

    sebesar Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar

    rupiah);

    2) Perusahaan Patungan sekurang-kurangnya sebesar

    Rp. 25.000.000.000,- (dua puluh lima milyar

    rupiah);

    3) Koperasi sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,-

    (lima milyar rupiah).

    h. Kegiatan Sewa Guna Usaha

    Kegiatan Sewa Guna Usaha dilakukan bentuk

    pengadaan barang modal bagi Penyewa Guna Usaha,

    baik dengan maupun tanpa hak opsi untuk membeli

    barang tersebut.

    i. Tata Cara Pendirian

    1) Warga Negara Indonesia dan/atau badan hukum

    Indonesia;

    2) Badan usaha asing dan warga Negara Indonesia

    atau badan hukum Indonesia (usaha patungan).

    j. Lampiran Ijin Menteri

    Untuk memperoleh izin usaha harus ada lampiran ijin

    menteri antara lain:

    1) Akta pendirian badan hukum termasuk anggaran

    dasar yang telah disahkan oleh instansi berwenang;

    2) Data direksi dan dewan komisaris atau pengurus

    dan pengawas;

    3) Data pemegang saham atau anggota;

  • 64

    4) Sistem dan prosedur kerja, struktur organisasi, dan

    personalia;

    5) Bukti pelunasan modal disetor minimum dalam

    bentuk deposit berjangka pada salah satu bank

    umum di Indonesia dan dilegalisasi oleh bank

    penerima setoran;

    6) Rencana kerja untuk 2 (dua tahun pertama);

    7) Bukti kesiapan operasional;

    8) Perjanjian usaha patungan antara pihak asing dan

    pihak Indonesia bagi perusahaan patungan.

    k. Merger, Konsolidasi dan Akuisisi

    Berkaitan dengan merger, konsolidasi dan akuisisi

    perusahaan pembiayaan yang telah memperoleh izin

    usaha untuk melakukan lebih dari satu kegiatan

    termasuk kegiatan modal venture sebelum keputusan ini

    ditetapkan, wajib memilih untuk menjadi Perusahaan

    Pembiayaan atau perusahaan Modal Venture. Dalam

    menjalankan kegiatan usahanya, Perusahaan

    Pembiayaan dapat melalukan pembiayaan berdasarkan

    prinsip Syariah yang di atur dalam Keputusan Menteri

    tersendiri.

    l. Kantor Cabang

    Pembukaan kantor cabang perusahaan pembiayaan

    hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri.

    m. Lembaga Pembiayaan Syariah

    Dalam menjalankan kegiatan usahanya, perusahaan

    pembiayaan dapat melakukan pembiayaan berdasarkan

  • 65

    Prinsip Syariah. Ketentuan tentang kegiatan pembiayaan

    berdasarkan Prinsip Syariah di atur dalam Keputusan

    Menteri sendiri.

    5. Periode V 2008-Sekarang a. Dasar Hukum Lembaga Leasing

    1) Peraturan Menteri Keuangan Republik

    Indonesia Nomor 255/PMK.03/2008 Tentang

    Penghitungan Besarnya Angsuran pajak

    Penghasilan Dalam Tahun Pajak Berjalan

    Yang Harus Dibayar Sendiri Oleh Wajib

    Pajak Lainnya yang berdasarkan Ketentuan

    Di Harus kan Membuat Laporan Keuangan

    Berkala Termasuk Wajib Pajak Orang

    Pribadi Pengusaha Tertentu.

    2) Prepares No. 9 tahun 2009 Lembaga

    Pembiayaan.

    3) Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar

    Modal dan Lembaga Keuangan Nomor Pr-

    03/BL/2010 bentuk, susunan, dan

    penyampaian laporan keuangan Triwulan dan

    laporan kegiatan usaha.

    4) Peraturan Menteri Keuangan Republik

    Indonesia Nomor 11/PMK.011/2014 Tentang

    Bea Masuk Ditanggung Pemerintah Atas

    Impor Barang dan Bahan Untuk

    Memproduksi Barang Dan/Atau Jasa Guna

  • 66

    Kepentingan Umum dan Peningkatan Untuk

    Tahun Anggaran 2014.

    5) Peraturan OJK No. 29/POJK.05/2014

    Penyelenggaraan Usaha Perusahaan

    Pembiayaan.

    b. Isi Peraturan

    Periode ini untuk meningkatkan peran lembaga

    pembiayaan dalam proses pembangunan nasional, perlu

    didukung oleh ketentuan mengenai lembaga pembiayaan

    yang memadai. Berdasarkan dengan hal itu maka perlu

    menetapkan peraturan ketua badan susunan, dan

    penyampaian laporan keuangan triwulan dan laporan

    kegiatan usaha sementara perusahaan pembiayaan

    infrastruktur. Dalam rangka memberikan kerangka

    hukum yang memadai terhadap sumber pendanaan bagi

    perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,

    maka dipandang perlu untuk menetapkan peraturan

    bapepam dan lembaga keuangan tentang kegiatan

    perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

    c. Bentuk Hukum Lembaga Pembiayaan

    Berkaitan dengan bentuk hukum lembaga pembiayaan

    dimana perusahaan pembiayaan didirikan dalam bentuk

    badan hukum Perseroan Terbatas atau Koperasi.

    d. Bidang Usaha

    1) Kegiatan usaha perusahaan pembiayaan meliputi:

    2) Sewa Guna Usaha;

  • 67

    3) Anjak piutang;

    4) Usaha Kartu Kredit; dan/ atau

    5) Pembiayaan Konsumen.

    e. Batasan

    Dilarang menarik dana secara langsung dari masyarakat

    dalam bentuk:

    1) Giro;

    2) Deposito;

    3) Tabungan;

    4) Bentuk lainnya yang dipersamakan.

    f. Pengawasan dan Pembinaan

    Menteri melakukan pengawasan dan pembinaan atas

    Lembaga Pembiayaan baik secara langsung maupun

    tidak langsung.

    g. Permodalan (Modal Disetor)

    Berkaitan dengan modal disetor atau simpanan pokok

    dan simpanan wajib dalam rangka pendirian

    Perusahaan Pembiayaan ditetapkan sebagai berikut:

    1) Perusahaan swasta nasional atau perusahaan

    patungan sekurang-kurangnya sebesar Rp.

    100.000.000,00;- (seratus miliar rupiah);

    2) Koperasi sekurang-kurangnya sebesar Rp.

    50.000.000,00;- (lima puluh miliar rupiah).

    h. Kegiatan Sewa Guna Usaha

    Kegiatan Sewa Guna Usaha dilakukan dalam bentuk

    pengadaan barang modal bagi Penyewa Guna Usaha,

  • 68

    baik dengan maupun tanpa hak opsi untuk membeli

    barang tersebut.

    i. Lampiran Ijin Menteri

    Adapun lampiran ijin menteri antara lain:

    1) Akta pendirian badan hukum termasuk anggaran

    dasar yang telah disahkan oleh instansi

    berwenang;

    2) Data direksi dan dewan komisaris atau pengurus

    dan pengawas;

    3) Data pemegang saham atau anggota;

    4) Sistem dan prosedur kerja, struktur, organisasi,

    dan personalia;

    5) Fotokopi bukti pelunasan modal disetor dalam

    bentuk deposito berjangka pada salah satu bank

    umum di Indonesia dan dilegalisasi oleh bank

    penerima setoran yang masih berlaku selama

    dalam proses pengajuan izin usaha;

    6) Rencana kerja 2 (dua) tahun pertama;

    7) Bukti kesiapan operasional;

    8) Perjanjian usaha patungan antara pihak asing dan

    pihak Indonesia bagi perusahaan patungan;

    9) Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip

    Mengenal Nasabah (P4MN).

    j. Merger, Konsolidasi dan Akuisisi

    Berkaitan dengan merger, konsolidasi dan akuisisi,

    merger, konsolidasi dan akuisisi wajib dilaporkan

    kepada Menteri selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari

  • 69

    setelah merger, akuisisi, dan konsolidasi dilakukan.

    Merger, konsolidasi dan akuisisi di lakukan sesuai

    dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    k. Kantor Cabang

    Pembukaan Kantor Cabang Perusahaan Pembiayaan

    hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri. Untuk dapat

    membuka Kantor Cabang, Perusahaan Pembiayaan

    harus memiliki ekuitas sekurang-kurangnya 50% (lima

    puluh per seratus) dari modal disetor berdasarkan

    laporan keuangan bulanan terakhir. Kantor Pusat dan

    Kantor Cabang dari Perusahaan Pembiayaan yang

    menggabungkan diri atau konsolidasi dapat

    diberlakukan sebagai Kantor Cabang Perusahaan

    Pembiayaan hasil Merger atau hasil Konsolidasi.

    B. Analisis Kelembagaan Leasing Sebelum Tahun 1973

    Sampai Sekarang

    Analisis ini dimulai dengan melihat persamaan dan

    perbedaan bentuk-bentuk bidang usaha leasing pada table berikut

    ini.

    Tabel: Persamaan dan Perbedaan

    Periodisasi Persamaan Perbedaan

    Periodisasi I - Bidang permodalan

    dalam periode I

  • 70

    dan II

    lebih kecil

    dibandingkan

    dengan periode II.

    - Masuknya bidang

    usaha dalam periode

    II yang berbeda

    dengan periode I.

    - Batasan-batasan

    yang berbeda

    dengan periode I.

    - Masuknya kegiatan

    sewa guna usaha

    dalam periode II.

    Periode II

    dan III

    - Sistem pengawasannya sama-

    sama dilakukan oleh menteri.

    - Jumlah modal setor nya sama

    dengan periode II dan periode III.

    - Kegiatan sewa guna usahanya

    sama dengan periode II dan III.

    - Dalam bidang

    usahanya berbeda

    dengan periode II

    dan III.

    - Batasan-batasan

    berbeda dengan

    periode II dan III.

    - Munculnya Merger,

    konsolidasi dan

    akuisisi dalam

    periode III.

    - munculnya kantor

    cabang dalam

    periode III.

    Periode III

    dan IV

    - Sama-sama mendukung kegiatan

    yang semakin berkembang pesat.

    - Bentuk hukum perusahaan

    - Bidang usahanya

    berbeda dengan

    periode III dan IV.

  • 71

    pembiayaan sama dengan periode

    III dan IV.

    - Pengawasan dan pembinaan sama

    dengan periode III dan IV.

    - Kegiatan sewa guna usaha sama

    dengan periode III dan IV.

    - Jumlah modal setor

    periode IV lebih

    besar di bandingkan

    dengan periode III.

    - Masuknya lembaga

    pembiayaan syariah.

    Periode IV

    dan V

    - Bentuk hukumnya sama dengan

    periode IV dan V.

    - Dalam bidang usaha sama dengan

    periode IV dan V.

    - Pengawasan dan pembinaan sama

    dengan periode IV dan V.

    - Kegiatan sewa guna usaha sama

    dengan periode IV dan V.

    - Lampiran dn ijin menteri sama

    dengan periode IV dan V.

    - Masuknya lembaga pembiayaan

    syariah.

    - Modal setor dalam

    periode IV

    perusahaan patungan

    memberikan wajib

    setor. Sedangkan

    dalam periode V

    tidak ada perusahaan

    patungan dalam

    wajib setor.

    - Batasan dalam

    periode IV tidak

    melakukan kegiatan

    usaha dan menteri

    mencabut usaha

    perusahaan

    pembiayaan yang

    bersangkutan.

    Sedangkan periode

    V dilarang menarik

    dana secara

    langsung dari

    masyarakat dalam

    bentuk giro,

    deposito, tabungan,

    dan bentuk lainnya

  • 72

    yang di persamaan.

    - Kantor cabang

    berbeda dengan

    periode IV dan V.

    Di lihat dari kelembagaanya dalam periode I,II,II,IV dan V

    perkembangan kelembagaan leasing pada tahun 1974 kegiatan leasing

    secara resmi diperbolehkan beroperasi di Indonesia setelah keluar surat

    keputusan bersama antara Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian

    dan Perdagangan yang mengatur mengenai ketentuan tata cara

    perizinan dan kegiatan usaha leasing di Indonesia. Diketahui untuk

    industri leasing ini mulai tumbuh di Indonesia pada 1974. Setiap

    kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-

    barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka

    waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala

    disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli

    barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka

    waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang telah disepakati bersama.

    Berkaitan dengan perubahan peraturan leasing dari tahun ke

    tahun merupakan terjadi pergeseran. Pada tahun 1974 sampai dengan

    tahun 1983. Dengan keluarnya beberapa peraturan pada tahun 1974,

    yang khusus mengatur tentang hukum leasing tersebut. Leasing belum

    begitu dikenal dalam masyarakat, dan perkembangannya tidak begitu

    pesat. Berkaitan dengan perkembangan bisnis leasing yang sudah mulai

    terasa di Indonesia, banyak pihak yang mengatakan bahwa

    perkembangannya masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini disebabkan

  • 73

    karena bisnis leasing masih terbilang relatif baru dimana masih kurang

    promosi dan lemahnya aturan hukum hal ini masyarakat masih lebih

    terfokus pada barang -barang primer, dan belum terhadap barang-

    barang lainnya.

    Leasing baru mulai diatur secara khusus untuk pertama kalinya

    dalam perundang-undangan Negara Republik Indonesia pada tahun

    1974. Beberapa peraturan di tahun 1974 tersebut merupakan sejarah

    perkembangan hukum leasing di Indonesia, peraturan-peraturan

    leasing sebagai salah satu bentuk kegiatan ekonomi di bidang bisnis

    pembiayaan bersumber dari berbagai ketentuan hukum, baik perjanjian

    maupun perundang-undangan.

    Berkaitan dengan keluarnya kebijaksanaan Deregulasi yang

    mengatur tentang usaha leasing di Indonesia dan dengan keluarnya

    kebijaksanaan ini, maka ketentuan mengenai usaha leasing sebelumnya

    tidak berlaku lagi. Kemudian diperkenalkan kembali adanya istilah

    pembiayaan yaitu kegiatan dalam bentuk dana atau barang modal

    dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat yang luas.

    Pemerintah membuka lebih luas lagi bagi bisnis pembiayaan, dengan

    cakupan kegiatan meliputi leasing, factoring, consumer finance, modal

    ventura dan kartu kredit. Sebagai sesama industri keuangan,

    perkembangan industri leasing relatif tertinggal dibandingkan yang

    lain, misalnya perbankan. Meski demikian, perusahaan pembiayaan

    juga mampu berkembang cukup mengesankan. Hingga saat ini leasing

    di Indonesia telah ikut berkembang dalam pembiayaan perusahaan.

    Jenis barang yang dibiayai pun terus meningkat. Jika sebelumnya

    hanya berfokus pada pembiayaan transportasi, kini berkembang pada

  • 74

    keperluan kantor, manufaktur, konstruksi dan pertanian. Hal ini

    mengindikasikan multi finance kian dikenal pelaku usaha nasional.

    Yang secara formal mengangkat kegiatan usaha pembayaran ke

    permukaan, sebagai bagian resmi sektor jasa keuangan.

    Perkembangan kelembagaan leasing yang di lihat dalam

    periodesasinya, perkembangan kelembagaannya semakin pesat.

    Kegiatan Sewa Guna Usaha (leasing), kegiatan pembiayaan barang

    modal baik secara leasing dengan hak opsi (finance lease) maupun

    leasing tanpa hak opsi atau sewa guna usaha (operating lease) untuk

    digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan

    pembayaran secara berkala. Yang dimaksud finance lease adalah

    kegiatan leasing dimana lessee pada akhir kontrak mempunyai opsi

    untuk membeli objek leasing berdasarkan nilai sisa yang disepakati.

    Sedangkan yang dimaksud dengan operating lease adalah kegiatan

    leasing dimana lessee pada akhir kontrak tidak memiliki hak opsi untuk

    membeli objek leasing.

    Mengenai tentang Perusahaan Pembiayaan, memberikan

    pengertian lembaga pembiayaan sebagai suatu kegiatan pembiayaan

    yang dilakukan dalam bentuk penyediaan dana bagi konsumen untuk

    pembelian barang yang pembayarannya dilakukan secara angsuran atau

    berkala oleh konsumen. Berdasarkan periode tersebut dapat diketahui

    bahwa sebenarnya antara kredit konsumsi dengan pembiayaan

    konsumen sama saja. Hanya pihak pemberi kreditnya yang berbeda.

    Pembiayaan konsumen sebagai salah satu lembaga pembiayaan lebih

    banyak diminati oleh konsumen ketika mereka memerlukan barang

    yang pembayarannya dilakukan secara angsuran/cicilan. Barang yang

  • 75

    menjadi obyek pembiayaan konsumen umumnya adalah barang-barang

    seperti, alat-alat elektronik, sepeda motor, komputer dan alat-alat

    kepentingan rumah tangga yang menjadi kebutuhan konsumen.

    Besarnya pembiayaan yang diberikan kepada konsumen umumnya

    relatif kecil, sehingga kandungan risiko yang mesti harus dipikul oleh

    perusahaan pembiayaan konsumen juga relatif kecil.

    Perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar bank dan

    lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan

    kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan.

    Perusahaan pembiayaan dalam periode ini merupakan dasar bagi

    pengembangan perusahaan pembiayaan. Selain itu sekarang ada yang

    namanya usaha pembiayaan Syariah, dimana dalam hal ini juga

    memiliki kegiatan usahanya yaitu meliputi Sewa guna usaha, yang

    berbeda dengan periode sebelumnya. Dengan hal ini pemerintah

    diharapkan selalu memberi bimbingan dan pengarahan terhadap

    masyarakat tentang perekonomian, sehingga dapat memberikan

    kontribusi yang baik dan pembangunan hukum yang memadai dengan

    meningkatkan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat

    akan kebutuhan dana.

    Berkaitan dengan Teori perkembangan hukum. Sebagaimana

    dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman bahwa perubahan hukum

    akan mengikuti perkembangan dan bergantung pada perubahan sosial.1

    Demikian bahwa hukum berkembang sejalan dengan perkembangan

    kondisi di masyarakat juga. Demikian bahwa hukum berkembang

    1 Lawrence M. Friedman, Terjemahan oleh M. Khozim, Nusa Media,2009, h.

    353.

  • 76

    sejalan dengan perkembangan kondisi di masyarakat juga. Selanjutnya

    Friedman menjelaskan bahwa secara teoritis perubahan hukum dapat

    dilihat dari empat tipe perubahan, menurut titik awal perubahannya dan

    titik dampak akhirnya.

    1. Perubahan yang berawal dari luar sistem hukum, yakni,

    dari masyarakat, tetapi mempengaruhi sistem hukum

    saja dan berakhir di sana seperti sebuah peluru yang

    ditembakkan dan sampai ke sasarannya.

    2. Perubahan yang berawal dari luar sistem hukum dan

    melewati sistem hukum tersebut (dengan atau tanpa

    proses internal tertentu) kemudian sampai ke titik

    dampak di luar sistem hukum, yakni, di masyarakat.

    3. Perubahan yang berawal dari sistem hukum dengan

    menghasilkan dampak di dalam sistem hukum juga.

    4. Perubahan yang berawal dari dalam sistem hukum,

    kemudian menebus sistem hukum tersebut dengan

    dampak akhir di luarnya, yakni, di masyarakat.2

    Kelembagaan adalah sebagai aturan main (rule of the game)

    dalam masyarakat. Aturan main tersebut mencakup regulasi yang

    memaparkan masyarakat untuk melakukan interaksi. Kelembagaan

    dapat mengurangi ketidakpastian yang inheren dalam interaksi manusia

    melalui penciptaan pola prilaku.3 Demikian bahwa lembaga hukum

    dapat diartikan sebagai aturan hukum atau hukum positif yang lahir

    untuk mengatur perilaku tertentu dalam kehidupan masyarakat.

    2 Ibid, 353-354. 3 Ahmad Erani Yustika, Op. Cit., h. 26.

  • 77

    Dalam setiap kehidupan, hukum menjadi pegangan setiap orang

    agar hidup mereka aman dan nyaman tanpa gangguan dari orang lain,

    Oleh karena itu, lembaga-lembaga ekonomi juga harus di atur oleh

    hukum atau ada lembaga hukum yang melindungi baik pelaku ekonomi

    maupun kegiatan ekonomi itu sendiri agar pada prosesnya lembaga-

    lembaga tersebut dapat terlaksana dengan baik. Sehingga tuntutan yang

    terjadi dalam bidang ekonomi akan menghasilkan perubahan di bidang

    (lembaga) hukum.4

    Keberadaan lembaga perbankan tidak mencukupi kebutuhan akan

    dana yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Oleh karena itu

    diperlukan adanya alternatif pembiayaan lainnya selain bank. Adanya

    alternatif pembiayaan lainnya dimaksud dibutuhkan mengingat akses

    untuk mendapatkan dana dari bank sangat terbatas. Mengantisipasi hal

    tersebut, maka pemerintah pada tahun 1988 melalui Kepres Nomor 61

    Tahun 1988 membuka peluang bagi berbagai badan usaha untuk

    melakukan kegiatan-kegiatan pembiayaan sebagai alternatif lain untuk

    menyediakan dana guna menunjang pertumbuhan perekonomian

    Indonesia.

    Meski demikian, perusahaan pembiayaan juga mampu

    berkembang cukup mengesankan. Hingga saat ini leasing di Indonesia

    telah ikut berusaha dalam pembiayaan perusahaan. Jenis barang yang

    dibiayai pun terus meningkat. Pada Tahun 1989, misalnya, industri di

    Indonesia cenderung berupaya memperbesar asset. Dengan asset

    tersebut diantaranya disebabkan tantangan perekonomian menuntut

    mereka tampil lebih besar. Dengan asset dan skala usaha yang besar,

    4 Lawrence M. Fiedman, Op. Cit., h. 361.

  • 78

    muncul anggapan perusahaan lebih andal dibandingkan yang lain. Bagi

    yang kapasitasnya memang terbatas, mereka berupaya agar tetap tampil

    megah dan gagah. Banyak perusahaan leasing yang melakukan

    penggabungan menjadi satu grup. Tampaknya, langkah ini

    membuahkan hasil positif. Selain modal dan asset menggelembung,

    kredibilitas dan penguasaan pasar pun ikut terdongkrak.

    Namun gairah menggelembungkan asset tersebut berangsur-

    angsur mulai pudar. Karena pada tahun berikutnya Tahun 1990,

    industri leasing mulai kembali pada prinsip dasar ekonomi. mereka

    lebih mengutamakan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sebetulnya,

    berubahnya orientasi ini dipicu oleh kian sengit nya persaingan di

    industri leasing. Akibatnya, kehati-hatian menjadi agak terabaikan.

    Indikasi nya, persyaratan untuk memperoleh sewa guna usaha menjadi

    semakin longgar. Bahkan, orang bisa mendapatkan sewa guna usaha

    hanya dengan menyerahkan selembar kartu tanda penduduk (KTP).

    Pada tahun 1991, kembali terjadi perubahan besar-besaran pada

    perusahaan pembiayaan. Akibatnya, banyak kredit yang sudah disetujui

    terpaksa ditunda pencariannya. Itulah sebabnya banyak di antara

    perusahaan yang menggabungkan usahanya. Dengan bergabung,

    mereka lebih mudah dalam memperoleh kredit, termasuk dari luar

    negeri.

    Kegiatan-kegiatan pembiayaan tersebut dilakukan oleh suatu

    lembaga yang namanya lembaga pembiayaan. Melalui lembaga

    pembiayaan dimaksud para pelaku bisnis bisa mendapatkan dana atau

    modal yang dibutuhkan. Keberadaan lembaga pembiayaan ini sangat

    penting, karena fungsinya hampir mirip dengan bank. Dalam

  • 79

    prakteknya sekarang ini lembaga pembiayaan banyak dimanfaatkan

    oleh pelaku bisnis ketika membutuhkan dana atau barang modal untuk

    kepentingan perusahaan. Sejalan dengan itu pemerintah sejak tahun

    1988 pemerintah telah menempuh berbagai kebijakan untuk lebih

    memperkuat sistem lembaga keuangan nasional melalui pengembangan

    dan perluasan berbagai jenis lembaga keuangan, diantaranya lembaga

    pembiayaan, dengan tujuan memperluas penyediaan pembiayaan

    alternatif bagi dunia bisnis/usaha sejalan dengan semakin

    meningkatnya kebutuhan dana untuk menunjang kegiatan usaha.5

    Menyikapi perkembangan lembaga pembiayaan saat ini sudah

    tiba saatnya tersedia peraturan yang lebih memadai dan tidak hanya

    sekedar berbentuk Kepres dan Surat Keputusan Menteri. Sektor hukum

    diharapkan lebih berperan dalam mengantisipasi perkembangan di

    bidang ekonomi dan bisnis, termasuk perkembangan dalam bisnis

    lembaga pembiayaan, yang diharapkan. Sehingga dengan adanya

    peraturan hukum yang berbentuk Undang-Undang mengatur lembaga

    pembiayaan, guna lebih menjamin kepastian hukum. Perkembangan di

    bidang bisnis menuntut secara cepat agar bidang hukum juga dapat

    mengimbanginya, bahwa perkembangan sektor hukum bisnis yang

    begitu cepat menyertai perkembangan di bidang bisnis, membawa

    konsekuensi terhadap perlunya sektor hukum di bidang itu ditelaah

    ulang, dengan perkembangan masa. Karena tidak dapat dipungkiri

    bahwa hukum yang mengatur tentang lembaga pembiayaan atau hukum

    Lembaga Pembiayaan merupakan hal urgen harus ada dalam konteks

    perkembangan di bidang bisnis, yang nantinya diharapkan dapat

    5 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, Cet. II, Fakultas Ekonomi

    Universitas Indonesia, Jakarta, 2001, h. 28

  • 80

    mengatur aktivitas bisnis lembaga pembiayaan tersebut dan yang akan

    datang.