Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
49
BAB III
Hasil Penelitian dan Analisis
A. Hasil Penelitian
Pemaparan dalam Bab ini dibagi melalui dua cara penyajian.
Penyajian yang pertama adalah akan dikemukakan mengenai kerangka
periodisasi yang di lihat dari pengaturan sejak 1973 sampai sekarang.
Yang kedua adalah mengenai deskripsi periodisasi yang di dalamnya
berbicara bahwa setelah diketahui indikator nya dapat di buat
pergolongan berdasarkan periode waktu atas peraturan perundang-
undangan yang mengatur lembaga pembiayaan.
Argumen tersebut dimulai dengan menjelaskan lebih dahulu
bahwa konsep dari kelembagaan bisa di pilah dalam dua klasifikasi.
Pertama, bila berkaitan dengan proses, maka kelembagaan merujuk
kepada upaya untuk mendesain pola interaksi antarpelaku ekonomi
sehingga mereka bisa melakukan kegiatan transaksi. Kedua, jika
berhubungan dengan tujuan, maka kelembagaan berkonsentrasi untuk
menciptakan efisiensi ekonomi berdasarkan struktur kekuasaan
ekonom, politik, dan social antarpelaku.
50
PERIODE II 1984-1988
PERIODE III 1989-1991
PERIODE IV 1992-2007
PERIODE V
2008-
Sekarang
Kegiatan usaha diarahkan dan digunakan untuk kebijakan
pemerintah dalam bidang
pembangunan perekonomian dalam bentuk menjalankan kegiatan leasing
melalui perizinan usaha leasing.
jumlah permodalan dasar masih kecil dan pelaksanaan pendirinya di
kuasakan kepada Menteri Keuangan.
Pada periode ini mengatur untuk pengurangan beban administrasi
bagi pengusaha kena pajak. Bidang usaha, batasan, pengawasan
pembinaan, permodalan (modal setor), kegiatan sewa guna usaha,
dan bentuk hukumnya. Dalam permodalan jumlah modal setor nya
lebih besar di bandingkan dengan periode I.
Periode untuk peranan lembaga pembiayaan sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan perlu lebih di tingkatkan. Bentuk hukum, bidang
usaha, batasan, permodalan, kegiatan sewa guna usaha, lampiran ijin menteri
merger, konsolidasi, akuisisi dan kantor cabang. Dalam permodalan pun lebih
besar dari periode sebelumnya. Dan yang berbeda periode ini dan sebelumnya
menjelaskan tentang lampiran ijin menteri, merger, konsolidasi, akuisisi dan
kantor cabang yang tidak ada dalam periode sebelumnya.
Periode ini semakin terlihat perkembangannya. Dimana memiliki tujuan mendukung
kegiatan dunia usaha yang semakin berkembang pesat. Bentuk hukum, bidang usaha, batasan, permodalan, kegiatan sewa guna usaha, lampiran ijin menteri, merger,
konsolidasi, akuisisi dan lembaga pembiayaan syariah. Jumlah modal setorannyapun
semakin lebih besar di bandingkan dengan periode sebelumnya. Dan masuknya
lembaga pembiayaan syariah dalam rangka memberikan kerangka hukum yang
memadai terhadap sumber pendanaan bagi perusahaan pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah.
Periode ini cukup terlihat jelas mengalami pergeseran di bandingkan
dengan periode sebelumnya. Tujuan periode ini meningkatkan peran
perusahaan pembiayaan dalam pembangunan nasional. Bentuk hukum,
bidang usaha, batasan, pengawasan dan pembinaan, permodalan (modal
setor), kegiatan sewa guna usaha, lampiran ijin menteri, merger,
konsolidasi, akuisisi, dan kantor cabang. Periode ini modal setornyan
lebih besar dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya dan
kegiatan usahanya mulai berkembang.
PERIODE I 1973-1974
1. Kerangka Periodesasi Tahun 1973-Sekarang
Gambar 2. Gambaran Periodisasi
51
2. Isi Substansi Per Periodisasi Kelembagaan
1. PERIODE I S/D 1973-1974
a. Dasar Hukum Lembaga Leasing
1) Peraturan Pemerintah Nomor 18/1973 Tentang
Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia
Untuk Pendirian Perusahaan Perseroan Dalam
Bidang Pengembangan Usaha Swasta Nasional
Presiden Republik Indonesia.
2) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor Kep.649/MK/IV/5/1974 tentang Perizinan
Usaha Leasing.
b. Isi Pengaturan
Dalam periode pertama pengaturan tentang
kelembagaan leasing terdapat hal-hal penting yang dapat
dicermati yaitu: kebijaksanaan pemerintah dalam bidang
pembangunan perekonomian baru terdapat satu lembaga
keuangan yang bergerak disetor pengembangan usaha
swasta nasional dengan bentuk Perusahaan Perseroan
Terbatas.
c. Usaha Leasing Dapat Dilakukan Oleh
1) Lembaga keuangan;
2) Badan usaha tersendiri baik berbentuk perusahaan
nasional maupun perusahaan campuran.
d. Pengawasan dan Pembinaan
52
Sebelum dapat melakukan kegiatan leasing, lembaga
keuangan dan badan usaha harus terlebih dahulu
memperoleh izin usaha leasing dari menteri keuangan.
Permodalan pada periode ini di tentukan sebesar
dengan modal dasar persero berjumlah Rp. 10.000. 000,-
(sepuluh milyar rupiah). Modal dasar perusahaan
nasional yang harus disetor sedikitnya sebesar Rp.
50.000.000,-(lima puluh juta rupiah). Modal dasar
perusahaan campuran yang harus disetor sedikitnya Rp.
150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
2. PERIODE II 1984-1988
a. Dasar Hukum Lembaga Leasing
1) Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 827/KMK.04/1984 Tentang
Penangguhan Pembayaran Pajak Pertambahan
Nilai Atas Perolehan Atau Impor Barang Modal
Tertentu.
2) Keputusan Presiden Nomor 61/1988 Tentang
Pembiayaan.
3) Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 1251/KMK.013/1988
Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga
Pembiayaan.
4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
28 Tahun 1988 Tentang Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Barang
53
Kena Pajak Yang Dilakukan Oleh Pedagang
Besar dan Penyerahan Jasa Kena Pajak
Disamping Jasa Yang Di Lakukan Oleh
Pemborong.
b. Isi Pengaturan
Periode ini untuk menunjang pertumbuhan
ekonomi maka sarana penyediaan dana yang
dibutuhkan masyarakat perlu lebih diperluas sehingga
peranannya sebagai sumber dana pembangunan makin
meningkat. Peranan lembaga pembiayaan sebagai salah
satu sumber pembiayaan pembangunan perlu lebih
ditingkatkan.
c. Bentuk Hukum Perusahaan Pembiayaan
Perusahaan pembiayaan berbentuk Perseroan Terbatas
atau Koperasi
d. Bidang Usaha
Adapun bidang usaha dalam periode ini meliputi:
1) Sewa Guna Usaha;
2) Modal Venture;
3) Perdagangan Surat Berharga;
4) Anjak Piutang;
5) Usaha Kartu Kredit;
6) Pembiayaan Konsumen.
e. Batasan
Perusahaan pembiayaan dilarang menarik dana secara
langsung dari masyarakat dalam bentuk:
54
1) Giro;
2) Deposito;
3) Tabungan;
4) Surat sanggup bayar (promissory note).
f. Pengawasan dan Pembinaan
Setiap perusahaan pembiayaan, bank dan lembaga
keuangan bukan bank yang melakukan usaha di
bidang pembiayaan wajib menyampaikan laporan
operasional dan laporan keuangan secara tahunan
kepada Menteri. Menteri melakukan pengawasan dan
pembinaan atas usaha perusahaan pembiayaan.
g. Permodalan (Modal Disetor)
Jumlah modal di setor atau simpanan wajib bagi
perusahaan pembiayaan yang melakukan salah satu
dari kegiatan sewa guna usaha dan modal ventura
ditetapkan sebagai berikut:
1) Perusahaan swasta nasional sekurang-kurangnya
sebesar Rp. 3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah);
2) Perusahaan patungan Indonesia dan asin
sekurang-kurangnya sebesar Rp. 10.000.000.000,-
(sepuluh milyar rupiah);
3) Koperasi sekurang-kurangnya sebesar Rp.
3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah).
h. Kegiatan Sewa Guna Usaha
Kegiatan sewa guna usaha di lakukan dalam bentuk
pengadaan barang modal bagi penyewa sewa guna
55
usaha, baik dengan maupun tanpa hak opsi untuk
membeli barang tersebut.
i. Tata Cara Pendirian dan Perizinan
Lembaga pembiayaan dapat di lakukan oleh;
1) Bank;
2) Lembaga keuangan bukan bank;
3) Perusahaan pembiaya.
j. Lampiran Ijin Menteri
1) Akta Pendirian Perusahaan Pembiayaan yang
telah disyahkan menurut ketentuan perundang-
undangan yang berlaku;
2) Bukti pelunasan modal setor untuk Perseroan
Terbatas atau simpanan pokok dan simpanan
wajib untuk Koperasi, pada salah satu Bank di
Indonesia;
3) Contoh Perjanjian Pembayaran yang akan
digunakan;
4) Daftar susunan pengurus perusahaan Pembiayaan;
5) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan;
6) Neraca Pembukaan Perusahaan Pembiayaan;
7) Perjanjian Usaha Patungan antara pihak asing dan
pihak Indonesia bagi Perusahaan Pembiayaan
Patungan yang di dalamnya tercermin arah
Indonesia dalam pemilikan saham.
56
3. PERIODE III 1989-1991
a. Dasar Hukum Lembaga Leasing
1) KEPUTUSAN Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 1256/KMK.00/1989 Tentang
Perubahan Ketentuan Mengenai Perusahaan
Perdagangan Surat Berharga Dalam Keputusan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
1251/KMK.013/1988 Tanggal 20 Desember
1988 Tentang Ketentuan Dan Tata Cara
Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.
2) Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 577/KMK.00/1989
Penangguhan Pembayaran pajak Pertambahan
Nilai Atas Impor Atau Perolehan Barang Modal
Tertentu.
3) Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 634/KMK.013/1990
Pengadaan Barang modal Berfasilitas
Penghasilan Leasing.
4) Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 1169/KMK.01/1991 Kegiatan
Sewa Guna Usaha.
5) Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 48/KMK.013/1991 Kegiatan
Sewa Guna Usaha.
b. Isi Pengaturan
57
Pengaturan di periode ini memiliki tujuan untuk
menunjang pertumbuhan ekonomi melalui sumber
pembiayaan pembangunan oleh Lembaga Pembiayaan dan
perlu di arahkan untuk lebih menunjang pertumbuhan dan
stabilitas ekonomi. Sehingga kegiatan investasi nasional
lebih meningkat melalui perusahaan sewa guna usaha
(perusahaan leasing) dan menunjang penanaman modal di
Indonesia dan membantu likuiditas Perusahaan. Adapun
konsep dari periode ini yang menyatakan bahwa salah satu
sumber pembiayaan pembangunan perlu meningkat karena
merupakan salah satu bentuk usaha yang memiliki peranan
penting dalam pengelolaan sumber pembangunan.
Berhubungan dengan itu perlu untuk menetapkan
perubahan peraturan di bidang kegiatan lembaga
pembiayaan melalui Perusahaan Sewa Guna Usaha
(Perusahaan Leasing) dalam Keputusan Menteri.
e. Bentuk Hukum Perusahaan Pembiayaan
Perusahaan pembiayaan Berbentuk Perseroan Terbatas atau
Koperasi.
f. Bidang Usaha
Lembaga pembiayaan melakukan kegiatan yang meliputi
bidang usaha:
1) Sewa Guna Usaha;
2) Modal Venture;
3) Perdagangan Surat Berharga;
4) Anjak Piutang;
5) Usaha Kartu Kredit;
58
6) Pembiayaan Konsumen.
g. Batasan
Perusahaan pembiayaan dilarang menarik dana secara
langsung dari masyarakat dalam bentuk:
1) Giro;
2) Deposito;
3) Tabungan;
4) Surat Sanggup Bayar (Promissory Note).
Setiap perusahaan pembiayaan dilakukan pengawasan
dan pembinaan oleh Menteri yang melakukan pengawasan
dan pembinaan atas usaha Perusahaan Pembiayaan.
h. Permodalan (Modal Disetor)
Berkaitan dengan jumlah modal disetor atau simpanan
pokok dan simpanan wajib bagi perusahaan pembiayaan
yang melakukan salah satu dari kegiatan Sewa Guna Usaha
dan Modal Venture di tetapkan sebagai berikut:
1) Perusahaan Swasta Nasional sekurang-kurangnya
sebesar Rp. 3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah);
2) Perusahaan Patungan Indonesia san Asing sekurang-
kurangnya sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh milyar
rupiah);
3) Koperasi sekurang-kurangnya sebesar Rp.
3.000.000.000,-(tiga milyar rupiah).
i. Kegiatan Sewa Guna Usaha
Berkaitan dengan kegiatan sewa guna usahanya dilakukan
secara:
59
1) Kegiatan Sewa Guna Usaha dilakukan dalam bentuk
pengadaan barang modal bagi penyewa Guna Usaha,
baik dengan maupun tanpa hak opsi untuk membeli
barang tersebut;
2) Sewa Guna Usaha dengan hak opsi (Finance Lease);
3) Sewa Guna Usaha tanpa hak Opsi (Operating Lease).
j. Lampiran Ijin Menteri meliputi:
1) Akta Pendirian Perusahaan Pembiayaan yang telah
disahkan menurut ketentuan perundang-undangan
yang berlaku;
2) Bukti pelunasan modal setor untuk Perseroan
Terbatas atau simpanan pokok dan simpanan wajib
untuk Koperasi, pada salah satu Bank di Indonesia;
3) Contoh Perjanjian Pembayaran yang akan digunakan;
4) Daftar susunan pengurus perusahaan Pembiayaan;
5) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan;
6) Neraca Pembukaan Perusahaan Pembiayaan;
7) Perjanjian Usaha Patungan antara pihak asing dan
pihak Indonesia bagi Perusahaan Pembiayaan
Patungan yang di dalamnya tercermin arah Indonesia
dalam pemilikan saham.
k. Merger, Konsolidasi dan Akuisisi
Adapun merger, konsolidasi dan akuisisi yaitu kegiatan
usaha pembiayaan tetap dapat melanjutkan kegiatannya
dengan mengadakan penyesuaian terhadap ketentuan yang
di tetapkan oleh Menteri.
l. Kantor Cabang
60
Yang mempunyai kantor cabang perusahaan sewa guna
usaha atau perusahaan pembiayaan yang melakukan
kegiatan sewa guna usaha, dapat membuka kantor
cabang/kantor perwakilan dan menggunakan tenaga asing
setelah memperoleh izin/persetujuan, dan rekomendasi
dari Menteri Keuangan.
4. PERIODE IV 1992-2007
a. Dasar Hukum Lembaga Leasing
1) Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-
29/PJ.42/1992 Tentang Perlakukan Pajak
Penghasilan Sewa Guna Usaha (Leasing).
2) Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 468/KMK.017/1995
perubahan KMK 2251 dan 1256 Tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga
Pembiayaan Sebagaimana Telah Diubah
Dengan Keputusan Menteri Keuangan.
3) Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor: 398/KMK.05/1999 Tentang
Perubahan Keputusan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 298/KMK.01/1997
Tentang Ketentuan Pemindah Tanganan Barang
Modal Bagi Perusahaan Penanaman Modal
Asing (PMA) Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) dan Perusahaan Non PMA/PMDN.
61
4) Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 448/KMK.017/2000
Perusahaan Pembiayaan.
5) Peraturan Menteri Keuangan Nomor
84/PMK.012/2006 Perusahaan Pembiayaan.
6) Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal
Dan Lembaga Keuangan Nomor Per-03/BL/2007
tentang Kegiatan Perusahaan Pembiayaan
Berdasarkan Prinsip Syariah.
b. Isi Pengaturan
Periode ini untuk meningkatkan peran Perusahaan
Pembiayaan dalam pembangunan nasional, perlu
dilakukan penyempurnaan ketentuan di bidang
Perusahaan Pembiayaan sehingga perlu menetapkan
Peraturan Menteri Keuangan tentang Perusahaan
Pembiayaan. Untuk mendukung kegiatan dunia usaha
yang makin berkembang pesat, maka kemampuan dan
kualitas pengelola lembaga pembiayaan perlu lebih
ditingkatkan sehingga keuangan lainnya dapat
menunjang peningkatan efisiensi kegiatan perekonomian
nasional secara sehat. Berhubungan dengan hal itu perlu
mengubah beberapa ketentuan mengenai tata cara
pendirian dan perizinan serta pengawasan lembaga
pembiayaan.
c. Bentuk Hukum Lembaga Pembiayaan
62
Perusahaan pembiayaan didirikan dalam bentuk badan
hukum Perseroan Terbatas atau Koperasi.
d. Bidang Usaha
Perusahaan pembiayaan melakukan kegiatan usaha:
1) Sewa Guna Usaha;
2) Anjak Piutang;
3) Usaha Kartu Kredit;
4) Pembiayaan Konsumen.
e. Batasan
Periode ini mempunyai batasan yaitu apabila perusahaan
pembiayaan tidak melakukan kegiatan usaha, Menteri
mencabut izin usaha perusahaan pembiayaan yang
bersangkutan. Berkaitan dengan pengawasan dan
pembinaan di lakukan oleh Menteri. Pelaksanaan
pengawasan lembaga pembiayaan kecuali Perusahaan
Modal Venture dilakukan oleh Departemen Keuangan
dengan di bantu oleh Bank Indonesia.
f. Pengawasan dan Pembinaan
Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap perusahaan pembiayaan.
g. Permodalan (Modal Disetor)
Jumlah modal disetor atau simpanan pokok dan
simpanan wajib Perusahaan Pembiayaan yang
melakukan satu atau lebih kegiatan sewa guna usaha,
anjak piutang, kartu kredit, dan pembiayaan konsumen
ditetapkan sebagai berikut:
63
1) Perusahaan Swasta Nasional sekurang-kurangnya
sebesar Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar
rupiah);
2) Perusahaan Patungan sekurang-kurangnya sebesar
Rp. 25.000.000.000,- (dua puluh lima milyar
rupiah);
3) Koperasi sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,-
(lima milyar rupiah).
h. Kegiatan Sewa Guna Usaha
Kegiatan Sewa Guna Usaha dilakukan bentuk
pengadaan barang modal bagi Penyewa Guna Usaha,
baik dengan maupun tanpa hak opsi untuk membeli
barang tersebut.
i. Tata Cara Pendirian
1) Warga Negara Indonesia dan/atau badan hukum
Indonesia;
2) Badan usaha asing dan warga Negara Indonesia
atau badan hukum Indonesia (usaha patungan).
j. Lampiran Ijin Menteri
Untuk memperoleh izin usaha harus ada lampiran ijin
menteri antara lain:
1) Akta pendirian badan hukum termasuk anggaran
dasar yang telah disahkan oleh instansi berwenang;
2) Data direksi dan dewan komisaris atau pengurus
dan pengawas;
3) Data pemegang saham atau anggota;
64
4) Sistem dan prosedur kerja, struktur organisasi, dan
personalia;
5) Bukti pelunasan modal disetor minimum dalam
bentuk deposit berjangka pada salah satu bank
umum di Indonesia dan dilegalisasi oleh bank
penerima setoran;
6) Rencana kerja untuk 2 (dua tahun pertama);
7) Bukti kesiapan operasional;
8) Perjanjian usaha patungan antara pihak asing dan
pihak Indonesia bagi perusahaan patungan.
k. Merger, Konsolidasi dan Akuisisi
Berkaitan dengan merger, konsolidasi dan akuisisi
perusahaan pembiayaan yang telah memperoleh izin
usaha untuk melakukan lebih dari satu kegiatan
termasuk kegiatan modal venture sebelum keputusan ini
ditetapkan, wajib memilih untuk menjadi Perusahaan
Pembiayaan atau perusahaan Modal Venture. Dalam
menjalankan kegiatan usahanya, Perusahaan
Pembiayaan dapat melalukan pembiayaan berdasarkan
prinsip Syariah yang di atur dalam Keputusan Menteri
tersendiri.
l. Kantor Cabang
Pembukaan kantor cabang perusahaan pembiayaan
hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri.
m. Lembaga Pembiayaan Syariah
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, perusahaan
pembiayaan dapat melakukan pembiayaan berdasarkan
65
Prinsip Syariah. Ketentuan tentang kegiatan pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah di atur dalam Keputusan
Menteri sendiri.
5. Periode V 2008-Sekarang a. Dasar Hukum Lembaga Leasing
1) Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 255/PMK.03/2008 Tentang
Penghitungan Besarnya Angsuran pajak
Penghasilan Dalam Tahun Pajak Berjalan
Yang Harus Dibayar Sendiri Oleh Wajib
Pajak Lainnya yang berdasarkan Ketentuan
Di Harus kan Membuat Laporan Keuangan
Berkala Termasuk Wajib Pajak Orang
Pribadi Pengusaha Tertentu.
2) Prepares No. 9 tahun 2009 Lembaga
Pembiayaan.
3) Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan Nomor Pr-
03/BL/2010 bentuk, susunan, dan
penyampaian laporan keuangan Triwulan dan
laporan kegiatan usaha.
4) Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 11/PMK.011/2014 Tentang
Bea Masuk Ditanggung Pemerintah Atas
Impor Barang dan Bahan Untuk
Memproduksi Barang Dan/Atau Jasa Guna
66
Kepentingan Umum dan Peningkatan Untuk
Tahun Anggaran 2014.
5) Peraturan OJK No. 29/POJK.05/2014
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan
Pembiayaan.
b. Isi Peraturan
Periode ini untuk meningkatkan peran lembaga
pembiayaan dalam proses pembangunan nasional, perlu
didukung oleh ketentuan mengenai lembaga pembiayaan
yang memadai. Berdasarkan dengan hal itu maka perlu
menetapkan peraturan ketua badan susunan, dan
penyampaian laporan keuangan triwulan dan laporan
kegiatan usaha sementara perusahaan pembiayaan
infrastruktur. Dalam rangka memberikan kerangka
hukum yang memadai terhadap sumber pendanaan bagi
perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
maka dipandang perlu untuk menetapkan peraturan
bapepam dan lembaga keuangan tentang kegiatan
perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
c. Bentuk Hukum Lembaga Pembiayaan
Berkaitan dengan bentuk hukum lembaga pembiayaan
dimana perusahaan pembiayaan didirikan dalam bentuk
badan hukum Perseroan Terbatas atau Koperasi.
d. Bidang Usaha
1) Kegiatan usaha perusahaan pembiayaan meliputi:
2) Sewa Guna Usaha;
67
3) Anjak piutang;
4) Usaha Kartu Kredit; dan/ atau
5) Pembiayaan Konsumen.
e. Batasan
Dilarang menarik dana secara langsung dari masyarakat
dalam bentuk:
1) Giro;
2) Deposito;
3) Tabungan;
4) Bentuk lainnya yang dipersamakan.
f. Pengawasan dan Pembinaan
Menteri melakukan pengawasan dan pembinaan atas
Lembaga Pembiayaan baik secara langsung maupun
tidak langsung.
g. Permodalan (Modal Disetor)
Berkaitan dengan modal disetor atau simpanan pokok
dan simpanan wajib dalam rangka pendirian
Perusahaan Pembiayaan ditetapkan sebagai berikut:
1) Perusahaan swasta nasional atau perusahaan
patungan sekurang-kurangnya sebesar Rp.
100.000.000,00;- (seratus miliar rupiah);
2) Koperasi sekurang-kurangnya sebesar Rp.
50.000.000,00;- (lima puluh miliar rupiah).
h. Kegiatan Sewa Guna Usaha
Kegiatan Sewa Guna Usaha dilakukan dalam bentuk
pengadaan barang modal bagi Penyewa Guna Usaha,
68
baik dengan maupun tanpa hak opsi untuk membeli
barang tersebut.
i. Lampiran Ijin Menteri
Adapun lampiran ijin menteri antara lain:
1) Akta pendirian badan hukum termasuk anggaran
dasar yang telah disahkan oleh instansi
berwenang;
2) Data direksi dan dewan komisaris atau pengurus
dan pengawas;
3) Data pemegang saham atau anggota;
4) Sistem dan prosedur kerja, struktur, organisasi,
dan personalia;
5) Fotokopi bukti pelunasan modal disetor dalam
bentuk deposito berjangka pada salah satu bank
umum di Indonesia dan dilegalisasi oleh bank
penerima setoran yang masih berlaku selama
dalam proses pengajuan izin usaha;
6) Rencana kerja 2 (dua) tahun pertama;
7) Bukti kesiapan operasional;
8) Perjanjian usaha patungan antara pihak asing dan
pihak Indonesia bagi perusahaan patungan;
9) Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip
Mengenal Nasabah (P4MN).
j. Merger, Konsolidasi dan Akuisisi
Berkaitan dengan merger, konsolidasi dan akuisisi,
merger, konsolidasi dan akuisisi wajib dilaporkan
kepada Menteri selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari
69
setelah merger, akuisisi, dan konsolidasi dilakukan.
Merger, konsolidasi dan akuisisi di lakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
k. Kantor Cabang
Pembukaan Kantor Cabang Perusahaan Pembiayaan
hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri. Untuk dapat
membuka Kantor Cabang, Perusahaan Pembiayaan
harus memiliki ekuitas sekurang-kurangnya 50% (lima
puluh per seratus) dari modal disetor berdasarkan
laporan keuangan bulanan terakhir. Kantor Pusat dan
Kantor Cabang dari Perusahaan Pembiayaan yang
menggabungkan diri atau konsolidasi dapat
diberlakukan sebagai Kantor Cabang Perusahaan
Pembiayaan hasil Merger atau hasil Konsolidasi.
B. Analisis Kelembagaan Leasing Sebelum Tahun 1973
Sampai Sekarang
Analisis ini dimulai dengan melihat persamaan dan
perbedaan bentuk-bentuk bidang usaha leasing pada table berikut
ini.
Tabel: Persamaan dan Perbedaan
Periodisasi Persamaan Perbedaan
Periodisasi I - Bidang permodalan
dalam periode I
70
dan II
lebih kecil
dibandingkan
dengan periode II.
- Masuknya bidang
usaha dalam periode
II yang berbeda
dengan periode I.
- Batasan-batasan
yang berbeda
dengan periode I.
- Masuknya kegiatan
sewa guna usaha
dalam periode II.
Periode II
dan III
- Sistem pengawasannya sama-
sama dilakukan oleh menteri.
- Jumlah modal setor nya sama
dengan periode II dan periode III.
- Kegiatan sewa guna usahanya
sama dengan periode II dan III.
- Dalam bidang
usahanya berbeda
dengan periode II
dan III.
- Batasan-batasan
berbeda dengan
periode II dan III.
- Munculnya Merger,
konsolidasi dan
akuisisi dalam
periode III.
- munculnya kantor
cabang dalam
periode III.
Periode III
dan IV
- Sama-sama mendukung kegiatan
yang semakin berkembang pesat.
- Bentuk hukum perusahaan
- Bidang usahanya
berbeda dengan
periode III dan IV.
71
pembiayaan sama dengan periode
III dan IV.
- Pengawasan dan pembinaan sama
dengan periode III dan IV.
- Kegiatan sewa guna usaha sama
dengan periode III dan IV.
- Jumlah modal setor
periode IV lebih
besar di bandingkan
dengan periode III.
- Masuknya lembaga
pembiayaan syariah.
Periode IV
dan V
- Bentuk hukumnya sama dengan
periode IV dan V.
- Dalam bidang usaha sama dengan
periode IV dan V.
- Pengawasan dan pembinaan sama
dengan periode IV dan V.
- Kegiatan sewa guna usaha sama
dengan periode IV dan V.
- Lampiran dn ijin menteri sama
dengan periode IV dan V.
- Masuknya lembaga pembiayaan
syariah.
- Modal setor dalam
periode IV
perusahaan patungan
memberikan wajib
setor. Sedangkan
dalam periode V
tidak ada perusahaan
patungan dalam
wajib setor.
- Batasan dalam
periode IV tidak
melakukan kegiatan
usaha dan menteri
mencabut usaha
perusahaan
pembiayaan yang
bersangkutan.
Sedangkan periode
V dilarang menarik
dana secara
langsung dari
masyarakat dalam
bentuk giro,
deposito, tabungan,
dan bentuk lainnya
72
yang di persamaan.
- Kantor cabang
berbeda dengan
periode IV dan V.
Di lihat dari kelembagaanya dalam periode I,II,II,IV dan V
perkembangan kelembagaan leasing pada tahun 1974 kegiatan leasing
secara resmi diperbolehkan beroperasi di Indonesia setelah keluar surat
keputusan bersama antara Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian
dan Perdagangan yang mengatur mengenai ketentuan tata cara
perizinan dan kegiatan usaha leasing di Indonesia. Diketahui untuk
industri leasing ini mulai tumbuh di Indonesia pada 1974. Setiap
kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-
barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka
waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala
disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli
barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka
waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang telah disepakati bersama.
Berkaitan dengan perubahan peraturan leasing dari tahun ke
tahun merupakan terjadi pergeseran. Pada tahun 1974 sampai dengan
tahun 1983. Dengan keluarnya beberapa peraturan pada tahun 1974,
yang khusus mengatur tentang hukum leasing tersebut. Leasing belum
begitu dikenal dalam masyarakat, dan perkembangannya tidak begitu
pesat. Berkaitan dengan perkembangan bisnis leasing yang sudah mulai
terasa di Indonesia, banyak pihak yang mengatakan bahwa
perkembangannya masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini disebabkan
73
karena bisnis leasing masih terbilang relatif baru dimana masih kurang
promosi dan lemahnya aturan hukum hal ini masyarakat masih lebih
terfokus pada barang -barang primer, dan belum terhadap barang-
barang lainnya.
Leasing baru mulai diatur secara khusus untuk pertama kalinya
dalam perundang-undangan Negara Republik Indonesia pada tahun
1974. Beberapa peraturan di tahun 1974 tersebut merupakan sejarah
perkembangan hukum leasing di Indonesia, peraturan-peraturan
leasing sebagai salah satu bentuk kegiatan ekonomi di bidang bisnis
pembiayaan bersumber dari berbagai ketentuan hukum, baik perjanjian
maupun perundang-undangan.
Berkaitan dengan keluarnya kebijaksanaan Deregulasi yang
mengatur tentang usaha leasing di Indonesia dan dengan keluarnya
kebijaksanaan ini, maka ketentuan mengenai usaha leasing sebelumnya
tidak berlaku lagi. Kemudian diperkenalkan kembali adanya istilah
pembiayaan yaitu kegiatan dalam bentuk dana atau barang modal
dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat yang luas.
Pemerintah membuka lebih luas lagi bagi bisnis pembiayaan, dengan
cakupan kegiatan meliputi leasing, factoring, consumer finance, modal
ventura dan kartu kredit. Sebagai sesama industri keuangan,
perkembangan industri leasing relatif tertinggal dibandingkan yang
lain, misalnya perbankan. Meski demikian, perusahaan pembiayaan
juga mampu berkembang cukup mengesankan. Hingga saat ini leasing
di Indonesia telah ikut berkembang dalam pembiayaan perusahaan.
Jenis barang yang dibiayai pun terus meningkat. Jika sebelumnya
hanya berfokus pada pembiayaan transportasi, kini berkembang pada
74
keperluan kantor, manufaktur, konstruksi dan pertanian. Hal ini
mengindikasikan multi finance kian dikenal pelaku usaha nasional.
Yang secara formal mengangkat kegiatan usaha pembayaran ke
permukaan, sebagai bagian resmi sektor jasa keuangan.
Perkembangan kelembagaan leasing yang di lihat dalam
periodesasinya, perkembangan kelembagaannya semakin pesat.
Kegiatan Sewa Guna Usaha (leasing), kegiatan pembiayaan barang
modal baik secara leasing dengan hak opsi (finance lease) maupun
leasing tanpa hak opsi atau sewa guna usaha (operating lease) untuk
digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran secara berkala. Yang dimaksud finance lease adalah
kegiatan leasing dimana lessee pada akhir kontrak mempunyai opsi
untuk membeli objek leasing berdasarkan nilai sisa yang disepakati.
Sedangkan yang dimaksud dengan operating lease adalah kegiatan
leasing dimana lessee pada akhir kontrak tidak memiliki hak opsi untuk
membeli objek leasing.
Mengenai tentang Perusahaan Pembiayaan, memberikan
pengertian lembaga pembiayaan sebagai suatu kegiatan pembiayaan
yang dilakukan dalam bentuk penyediaan dana bagi konsumen untuk
pembelian barang yang pembayarannya dilakukan secara angsuran atau
berkala oleh konsumen. Berdasarkan periode tersebut dapat diketahui
bahwa sebenarnya antara kredit konsumsi dengan pembiayaan
konsumen sama saja. Hanya pihak pemberi kreditnya yang berbeda.
Pembiayaan konsumen sebagai salah satu lembaga pembiayaan lebih
banyak diminati oleh konsumen ketika mereka memerlukan barang
yang pembayarannya dilakukan secara angsuran/cicilan. Barang yang
75
menjadi obyek pembiayaan konsumen umumnya adalah barang-barang
seperti, alat-alat elektronik, sepeda motor, komputer dan alat-alat
kepentingan rumah tangga yang menjadi kebutuhan konsumen.
Besarnya pembiayaan yang diberikan kepada konsumen umumnya
relatif kecil, sehingga kandungan risiko yang mesti harus dipikul oleh
perusahaan pembiayaan konsumen juga relatif kecil.
Perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar bank dan
lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan
kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan.
Perusahaan pembiayaan dalam periode ini merupakan dasar bagi
pengembangan perusahaan pembiayaan. Selain itu sekarang ada yang
namanya usaha pembiayaan Syariah, dimana dalam hal ini juga
memiliki kegiatan usahanya yaitu meliputi Sewa guna usaha, yang
berbeda dengan periode sebelumnya. Dengan hal ini pemerintah
diharapkan selalu memberi bimbingan dan pengarahan terhadap
masyarakat tentang perekonomian, sehingga dapat memberikan
kontribusi yang baik dan pembangunan hukum yang memadai dengan
meningkatkan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat
akan kebutuhan dana.
Berkaitan dengan Teori perkembangan hukum. Sebagaimana
dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman bahwa perubahan hukum
akan mengikuti perkembangan dan bergantung pada perubahan sosial.1
Demikian bahwa hukum berkembang sejalan dengan perkembangan
kondisi di masyarakat juga. Demikian bahwa hukum berkembang
1 Lawrence M. Friedman, Terjemahan oleh M. Khozim, Nusa Media,2009, h.
353.
76
sejalan dengan perkembangan kondisi di masyarakat juga. Selanjutnya
Friedman menjelaskan bahwa secara teoritis perubahan hukum dapat
dilihat dari empat tipe perubahan, menurut titik awal perubahannya dan
titik dampak akhirnya.
1. Perubahan yang berawal dari luar sistem hukum, yakni,
dari masyarakat, tetapi mempengaruhi sistem hukum
saja dan berakhir di sana seperti sebuah peluru yang
ditembakkan dan sampai ke sasarannya.
2. Perubahan yang berawal dari luar sistem hukum dan
melewati sistem hukum tersebut (dengan atau tanpa
proses internal tertentu) kemudian sampai ke titik
dampak di luar sistem hukum, yakni, di masyarakat.
3. Perubahan yang berawal dari sistem hukum dengan
menghasilkan dampak di dalam sistem hukum juga.
4. Perubahan yang berawal dari dalam sistem hukum,
kemudian menebus sistem hukum tersebut dengan
dampak akhir di luarnya, yakni, di masyarakat.2
Kelembagaan adalah sebagai aturan main (rule of the game)
dalam masyarakat. Aturan main tersebut mencakup regulasi yang
memaparkan masyarakat untuk melakukan interaksi. Kelembagaan
dapat mengurangi ketidakpastian yang inheren dalam interaksi manusia
melalui penciptaan pola prilaku.3 Demikian bahwa lembaga hukum
dapat diartikan sebagai aturan hukum atau hukum positif yang lahir
untuk mengatur perilaku tertentu dalam kehidupan masyarakat.
2 Ibid, 353-354. 3 Ahmad Erani Yustika, Op. Cit., h. 26.
77
Dalam setiap kehidupan, hukum menjadi pegangan setiap orang
agar hidup mereka aman dan nyaman tanpa gangguan dari orang lain,
Oleh karena itu, lembaga-lembaga ekonomi juga harus di atur oleh
hukum atau ada lembaga hukum yang melindungi baik pelaku ekonomi
maupun kegiatan ekonomi itu sendiri agar pada prosesnya lembaga-
lembaga tersebut dapat terlaksana dengan baik. Sehingga tuntutan yang
terjadi dalam bidang ekonomi akan menghasilkan perubahan di bidang
(lembaga) hukum.4
Keberadaan lembaga perbankan tidak mencukupi kebutuhan akan
dana yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Oleh karena itu
diperlukan adanya alternatif pembiayaan lainnya selain bank. Adanya
alternatif pembiayaan lainnya dimaksud dibutuhkan mengingat akses
untuk mendapatkan dana dari bank sangat terbatas. Mengantisipasi hal
tersebut, maka pemerintah pada tahun 1988 melalui Kepres Nomor 61
Tahun 1988 membuka peluang bagi berbagai badan usaha untuk
melakukan kegiatan-kegiatan pembiayaan sebagai alternatif lain untuk
menyediakan dana guna menunjang pertumbuhan perekonomian
Indonesia.
Meski demikian, perusahaan pembiayaan juga mampu
berkembang cukup mengesankan. Hingga saat ini leasing di Indonesia
telah ikut berusaha dalam pembiayaan perusahaan. Jenis barang yang
dibiayai pun terus meningkat. Pada Tahun 1989, misalnya, industri di
Indonesia cenderung berupaya memperbesar asset. Dengan asset
tersebut diantaranya disebabkan tantangan perekonomian menuntut
mereka tampil lebih besar. Dengan asset dan skala usaha yang besar,
4 Lawrence M. Fiedman, Op. Cit., h. 361.
78
muncul anggapan perusahaan lebih andal dibandingkan yang lain. Bagi
yang kapasitasnya memang terbatas, mereka berupaya agar tetap tampil
megah dan gagah. Banyak perusahaan leasing yang melakukan
penggabungan menjadi satu grup. Tampaknya, langkah ini
membuahkan hasil positif. Selain modal dan asset menggelembung,
kredibilitas dan penguasaan pasar pun ikut terdongkrak.
Namun gairah menggelembungkan asset tersebut berangsur-
angsur mulai pudar. Karena pada tahun berikutnya Tahun 1990,
industri leasing mulai kembali pada prinsip dasar ekonomi. mereka
lebih mengutamakan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sebetulnya,
berubahnya orientasi ini dipicu oleh kian sengit nya persaingan di
industri leasing. Akibatnya, kehati-hatian menjadi agak terabaikan.
Indikasi nya, persyaratan untuk memperoleh sewa guna usaha menjadi
semakin longgar. Bahkan, orang bisa mendapatkan sewa guna usaha
hanya dengan menyerahkan selembar kartu tanda penduduk (KTP).
Pada tahun 1991, kembali terjadi perubahan besar-besaran pada
perusahaan pembiayaan. Akibatnya, banyak kredit yang sudah disetujui
terpaksa ditunda pencariannya. Itulah sebabnya banyak di antara
perusahaan yang menggabungkan usahanya. Dengan bergabung,
mereka lebih mudah dalam memperoleh kredit, termasuk dari luar
negeri.
Kegiatan-kegiatan pembiayaan tersebut dilakukan oleh suatu
lembaga yang namanya lembaga pembiayaan. Melalui lembaga
pembiayaan dimaksud para pelaku bisnis bisa mendapatkan dana atau
modal yang dibutuhkan. Keberadaan lembaga pembiayaan ini sangat
penting, karena fungsinya hampir mirip dengan bank. Dalam
79
prakteknya sekarang ini lembaga pembiayaan banyak dimanfaatkan
oleh pelaku bisnis ketika membutuhkan dana atau barang modal untuk
kepentingan perusahaan. Sejalan dengan itu pemerintah sejak tahun
1988 pemerintah telah menempuh berbagai kebijakan untuk lebih
memperkuat sistem lembaga keuangan nasional melalui pengembangan
dan perluasan berbagai jenis lembaga keuangan, diantaranya lembaga
pembiayaan, dengan tujuan memperluas penyediaan pembiayaan
alternatif bagi dunia bisnis/usaha sejalan dengan semakin
meningkatnya kebutuhan dana untuk menunjang kegiatan usaha.5
Menyikapi perkembangan lembaga pembiayaan saat ini sudah
tiba saatnya tersedia peraturan yang lebih memadai dan tidak hanya
sekedar berbentuk Kepres dan Surat Keputusan Menteri. Sektor hukum
diharapkan lebih berperan dalam mengantisipasi perkembangan di
bidang ekonomi dan bisnis, termasuk perkembangan dalam bisnis
lembaga pembiayaan, yang diharapkan. Sehingga dengan adanya
peraturan hukum yang berbentuk Undang-Undang mengatur lembaga
pembiayaan, guna lebih menjamin kepastian hukum. Perkembangan di
bidang bisnis menuntut secara cepat agar bidang hukum juga dapat
mengimbanginya, bahwa perkembangan sektor hukum bisnis yang
begitu cepat menyertai perkembangan di bidang bisnis, membawa
konsekuensi terhadap perlunya sektor hukum di bidang itu ditelaah
ulang, dengan perkembangan masa. Karena tidak dapat dipungkiri
bahwa hukum yang mengatur tentang lembaga pembiayaan atau hukum
Lembaga Pembiayaan merupakan hal urgen harus ada dalam konteks
perkembangan di bidang bisnis, yang nantinya diharapkan dapat
5 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, Cet. II, Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, Jakarta, 2001, h. 28
80
mengatur aktivitas bisnis lembaga pembiayaan tersebut dan yang akan
datang.