Upload
dokhuong
View
218
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
36
BAB III
HAK GUNA USAHA AIR DALAM PASAL 9 UU SUMBER DAYA AIR
(SDA) NO. 7 TH. 2004
A. Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Sumber Daya Air (SDA) No. 7
Th. 2004.
1. Isu Kelangkaan Air.
Air merupakan sumber kehidupan. Kurang lebih 80 %-90 % tubuh
tanaman, hewan, dan manusia terdiri atas air.1 Manusia mengasumsikan
bahwa di bumi ini terdapat pasokan air yang cukup. Realita mengatakan
jumlah air tawar yang tersedia kurang dari 1,5 % dari seluruh air di muka
bumi. Sedangkan penduduk bumi meningkat dua kali lipat tiap 20 tahun.
Hal ini diprediksikan akan berakibat pada kenaikan permintaan air sebesar
56 % melebihi yang tersedia pada saat ini pada tahun 2025.2
Pada level global, isu kelangkaan air mendapat perhatian khusus
dari para pemimpin dunia. Di Den Haag misalnya, pada pertengahan
Maret 2000 telah dilakukan pertemuan World Water Forum II yang
dihadiri oleh 3000 delegasi dari seluruh dunia. Laporan terpenting dari
pertemuan ini adalah bahwa sekitar 1 milyar penduduk dunia tidak
memiliki akses terhadap air, dan 2 milyar jiwa lainnya sistem sanitasinya
buruk. Sedangkan populasi penduduk dunia akan terus meningkat dari 6
1 Saryono, Pengelolaan, Tanah, Hutan, dan AIrdalam Perspekrif al- Qur’an, Jakarta:
Pustaka Alhusna Baru, 2002, Cet. ke-1, hlm.101. 2 P. Raja Siregar, et al., Politik Air: Penguasaan AIr Malalui Utang, Jakarta: Walhi-
KAU,2004, Cet. ke-1, hlm. 150.
37
milyar menjadi 8 milyar jiwa pada tahun 2025.3 Statemen tersebut lebih
dipertegas lagi dalam World Water Forum III di Jepang. Dalam forum ini
dihasilkan sebuah kesimpulan bahwa 1 dari 4 orang di dunia kekurangan
air minum, dan 1 dari 3 orang tidak mendapatkan sarana sanitasi yang
layak. Bahkan diperkirakan menjelang tahun 2005 sekitar 2,7 milyar orang
atau sekitar 1/3 dari penduduk dunia akan menghadapi kekurangan air
dalam tingkat yang parah.4
Pencemaran air adalah salah satu faktor kelangkaan air. Pada
dasarnya sumber pencemaran air ini dibagi menjadi dua. Pertama, sumber
pencemaran domestik (rumah tangga), yaitu sumber pencemaran yang
berasal dari perkampungan, kota, pasar, jalan, terminal, rumah sakit, dan
lain sebagainya. Kedua, sumber pencemaran non domestik, yaitu sumber
pencemaran yang berasal dari pabrik, industri, perikanan, peternakan, dan
sumber lainnya.5 Disamping itu, kelangkaan air juga disebabkan karena
ketidakmampuan pemerintah khususnya negara sedang berkembang dalam
mengalokasikan dananya untuk sarana air bersih dan sanitasi.
Dalam situasi kelangkaan air ini maka akan melahirkan dua
paradigma yang saling bertentangan, yaitu paradigma pasar dan
paradigama ekologis. Pertama, paradigma pasar melihat kekurangan air
3 Soeparmono, “Privatisasi Air dan Kepentingannya”, Http//
www.pu.go.id/humas/mei/sp0605006.htm. hlm.1. 4 P. Raja Siregar, et al., op.cit., hlm. 12. 5 A. Trisna Sastro Wijaya, Pencemaran Lingkungan, Jakarta: Rineka Cipta, 2000,
hlm.105.
38
disebabkan karena absennya perdagangan air.6 Cara pandang ini
didasarkan pada argumen bahwa saat air mengalami kelangkaan, dijawab
dengan hukum ekonomi dengan kelangkaan. Hukum ekonomi
menyebutkan ketika sumber air terbatas memerlukan pengelolaan yang
efisien dan efektif. Sehingga berlakulah hukum pasar yang menyebutkan
bahwa semakin langka kuantitas air, sedangkan jumlah pemakai air
meningkat, maka akan semakin tiggi nilai ekonomis air tersebut.7
Semangat kapitalisme ini diilhami dari pandangan Adam Smith tentang
pasar bebas dengan menerapkan sistem free competition (persaingan
bebas) untuk mencapai kesejahteraan seluruh masyarakat.8
Cara pandang di atas dalam perspektif teori etika lingkungan
menurut A. Sonny Keraf selaras dengan teori lingkungan antroposestris.
Teori ini memandang bahwa manusia adalah pusat dari sistem alam
semesta. Alam sebagai objek, alat, dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan
dan kepentingan manusia. Alam tidak mempunyai nilai bagi dirinya
sendiri. Pandangan ini akan berimplikasi pada minimnya tanggung jawab
moral manusia terhadap lingkungan. Adanya tuntutan perlunya kewajiban
dan tanggung jawab moral manusia terhadap lingkungan hidup dianggap
sebagai sebuah tuntutan yang berlebihan.9
6 Vandhana Shiva, Water Wars: Privatization, Pollution, and Profit, Terj. Ahmad Uzair “
Water Wars: Privatisasi, Provit, dan Polusi”, Yogyakarta: Insist Pres, 2002, Cet. ke-1, hlm. 18. 7 P. Raja Siregar, et al., op.cit., hlm. 15. 8 Fx. Adji Samekto, Kapitalisme, Modernisasi, dan Kerusakan Lingkungan, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, Cet. ke-1, 2005, hlm. 14. 9 A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan, Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, Cet. ke-1,
2002, hlm. 33-34.
39
Kedua, paradigma ekologis atau ekosentris merupakan suatu
pandangan yang mendorong kesadaran untuk hidup serasi dengan alam.10
Paradigma ekosentrisme menunjukkan adanya upaya pelestarian terhadap
seluruh komunitas ekologi baik yang hidup atau tidak (biotik dan abiotik),
karena secara ekologi mahluk hidup dan benda-benda abiotik lainnya
saling terkait satu sama lain. Oleh karena itu kewajiban dan tanggung
jawab moral yang sama juga berlaku pada semua realitas ekologi.11
Demikian juga air sebagai komunitas ekologis abiotik dan merupakan
kekayaan alam yang tidak dapat diperbaharui, untuk itu diperlukan sebuah
upaya konservatif untuk menjaga kelestarian air.
2. Kegagalan BUMN/D dan Utang Luar Negeri.
Selama 3 dekade terakhir perusahaan milik negara (State-Owned
Enterprise/SOE atau BUMN/D) memainkan peran yang terus tumbuh
berkembang. Bank Dunia sebagai kreditur internasional memperkirakan
ada 3000 BUMN yang tumbuh subur di sub-Saharan Afrika.12
Sementara itu tidak ada devinisi yang universal diterima tentang
sebuah perusahaan publik. Istilah ini pada umumnya digunakan untuk
mendevinisikan unit milik pemerintah atau yang diawasi pemerintah,
apapun yang menghasilkan barang, industri, komersil, atau keuangan
kepada publik. Sedangkan devinisi BUMN menurut UU RI No. 19 Th.
2003 tentang BUMN, menyebutkan bahwa BUMN adalah badan usaha
10 Emil Salim, “Hidup Serasi dengan Alam”, dalam Kompas, Jakarta, 31 Desember 2005,
hlm. 5. 11 A. Sonny Keraf, op. cit., hlm. 75-76. 12 Erna Wahyuni, et al.,Kebijakan dan Manajemen Privatisasi BUMN/BUMD,
Yogyakarta: YPAPI, t.t., hlm. 1.
40
yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan.13 Kekayaan negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara
yang berasal dari anggaran pandapatan dan belanja negara (APBN).14
Dalam sebuah negara yang sedang berkembang (Less Developed
Countries) keberadaan BUMN telah menambah hutang luar negeri suatu
negara. PDAM misalnya, sebagai penyedia jasa air bersih kepada
masyarakat tercatat sebagai BUMN yang tidak sehat. Karena saat ini lebih
dari 80 % PDAM yang ada di Indonesia menanggung utang hingga
mencapai Rp. 4,5 triliun. Hampir semua PDAM tidak mampu melunasi
utang-utangnya dan banyak yang menuju kepailitan.
Untuk memulihkan kembali fungsi PDAM yaitu memberikan
pelayanan kepada masyarakat dalam pemenuhan air bersih, maka
Departemen Keuangan (Depkeu) dalam 100 hari program kerja SBY-JK
telah menghapuskan (write off) hak tagih piutang Rekening Dana Investasi
(RDI) disejumlah Perusahaan Air Minum (PAM) sebesar 2,6 triliun.15
13 UU RI No. 19 Th. 2003 tentang BUMN, Jakarta: Sinar Grafika, Cet. ke-1, 2003, hlm.
2. 14 Ibid, hlm. 4. 15 Kompas, Bisnis Investasi, 4 November 2004, hlm. 13
41
Secara umum buruknya kinerja BUMN disebabkan karena
beberapa faktor sebagai berikut:
1. Banyak pemerintah cenderung memakainya untuk tujuan lain dari
pembentukan BUMN yang semula direncanakan. Misalnya BUMN
dijadikan sebagai Sapi perah oleh para pejabat daerah.
2. Rekruetmen jajaran BUMN yang tidak berpengalaman sehingga tidak
mampu mengoperasikan bisnis secara profesional.
3. Banyak pemerintah gagal mengembangkan sarana efektif untuk
memonitor jumlah dan kinerja BUMN.16
Lemahnya monitoring pemerintah terhadap BUMN ini dibuktikan
dengan belum adanya metode akuntansi standarisasi untuk mengukur
profitabilitas BUMN. Dalam beberapa kasus pemerintah begitu longgar
dimana tidak ada pengetahuan secara rinci tentang laporan fiskal
perusahaan. Disamping itu, adanya pembelanjaan subsidi yang tidak
realistis dan didasarkan atas pertimbangan politis bukan atas dasar
ekonomis akan berdampak pada struktur keuangan BUMN.17
Di Indonesia, ada beberapa BUMN penyedia pelayanan publik -
PDAM,PLN, rumah sakit, pertamina- yang memiliki kinerja buruk dan
beban utang yang tinggi. Untuk menyehatkan BUMN tersebut pemerintah
16 Erna Wahyuni, et al., op. cit., hlm. 7. 17 Ibid, hlm. 8.
42
menempuh 3 kebijakan utama yaitu, Privatisasi18, Liberalisasi19, dan
penghapusan subsidi. Dari ketiga kebijakan tersebut yang sudah
diimplementasikan di Indonesia adalah privatisasi dan penghapusan
subsidi.
Tekanan yang melatarbelakangi gerakan privatisasi menurut Savas
sebagaimana yang dikutip Erma Wahyuni, adalah disebabkan oleh tekanan
pragmatic, idiological, commercial,dan populist.20 Menurut penulis
fenomena privatisasi yang dilakukan di Indonesia lebih dilatarbelakangi
oleh tekanan idiological yaitu dengan mengurangi peranan pemerintah dan
memperbesar peran swasta dengan argumen pertumbuhan
ekonomi/peningkatan pasar.
Bila ditinjau dari filosofi ekonomi-politik, pola privatisasi
Indonesia tidak terlepas dari intervensi asing. Hal ini ditandai dengan
ketergantungan Indonesia dengan International Monetary Fund (IMF),
World Bank (BD), dan Asian Development Bank (ADB) sejak era
18 Privatisasi adalah penjualan saham persero baik sebagian maupun seluruhnya kepada
pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat. lihat UU No.19 Th. 2003 tentang BUMN, op. cit., hlm. 4.
19 Liberalisasi adalah pelonggaran status monopoli atau lisensi yang digunakan untuk mencegah sektor swasta memasuki pasar yang sebelumnya dikuasai oleh sektor publik. Lihat Erma Wahyuni, et al., hlm. 15.
20 Tekanan pragmatis bertujuan agar pemerintah dapat lebih baik dalam menjalankan perannya dalam menyediakan pelayanan publik dan dapat mengefektifkannya. Tekanan idiologi bertujuan agar pemerintah mengurangi peranannya namun sebaliknya (vis-a-vis) peranan swasta meningkat, karena berdasarkan filosifis ekonomis, peranan pemerintah yang terlalu besar dan berkuasa akan mengancam demokrasi. Tekanan commercial lebih bersifat bisnis, perusahaan negara dan aset pemerintah yang cukup besar dapat dimanfaatkan secara lebih baik oleh perusahaan swasta sehingga secara komersial lebih baik. Tekanan populist ditujukan untuk membentuk masyarakat yang lebih baik dan diberdayakan dalam nementukan keperluan bersama tanpa bergantung kepada birokrasi, karena masyarakat perlu memiliki banyak pilihan dalam memperoleh pelayanan publik. Lihat Erma Wahyuni, et al., op.cit., hlm. 27
43
pemerintahan Presiden Suharto sampai sekarang (Susilo Bambang
Yudoyono). Akibat dari dependensi ini maka kedaulatan ekonomi
Indonesia sering dirampas oleh para kreditur Internasional.
Di Indonesia, Bank Dunia setidaknya telah membiayai 40 proyek
yang terkait air mulai dari irigasi dan drainase, sampai distribusi air.
Namun yang terkait langsung dengan penyediaan air bersih (water suplay)
mencapai 9 proyek. Dari sekian proyek air Bank Dunia di Indonesia,
proyek WATSAL (Water Resources Sector Adjusment Loan) yang paling
menekan Indonesia di sektor air.21 Proyek senilai US$ 300 juta yang
ditandatangani pada tahun 1998 ini merupakan sebuah proyek yang terkait
dengan penyesuaian struktural/SAP (Structural Adjustment program –
program penyesuaian struktural) yaitu adanya reformasi di sektor air yang
meliputi kerangka regulasi dan institusi, pengelolaan daerah aliran sungai
dan irigasi sebagai syarat pencairan dana.22
Selain proyek Watsal, menyusul terjadinya krisis pada tahun 1997,
pemerintah pada bulan Oktober 1998 meminta Bank Dunia untuk
membiayai progran penyelamatan PDAM (Water Utility Rescue Program)
senilai US$ 396.000 yang berjalan mulai 14 Februari 2000 dan berakhir
tanggal 31 Juli 2001. Disamping itu ADB (Asian Development Bank -
Bank Pembangunan Asia) juga ikut berperan dalam proyek air ini yaitu
dengan bantuan teknis Reform of Water Enter Prises senilai US$ 600.000
pada Februari 2001. Begitu juga IMF, sebagai sebuah lembaga keuangan
21 P. Raja Siregar, et al., hlm. 75. 22 P. Raja Siregar, “Privatisasi dan Komersialisasi Air”,
Http//www.walhi.or.id/kampanye/air/privatisasi/priv-air, hlm. 1.
44
Internasional di bawah naungan PBB juga merupakan sebuah lembaga
kreditur yang menjalankan agenda privatisasi dalam setiap kucuran
dananya kepada negara debitur. Sebuah kajian atas dokumen pinjaman
IMF di 40 negara sepanjang tahun 2000 terdapat pinjaman IMF di 12
negara debitur memasukkan privatisasi air atau instrumen “full cost
recovery”23sebagai persyaratan pinjaman.24
Atas tekanan dari Bank Dunia, ADB, dan IMF maka pemerintah
Indonesia melalui Bappenas dan Departemen Kimpraswil bersama-sama
dengan Bank Dunia sejak tahun 1998 menyusun program strukturisasi air
di Indonesia yaitu menyusun rancangan undang-undang Sumber Daya Air
yang di dalamnya diatur mengenai kebijakan pengelolaan di sektor air
yang meliputi kerangka regulasi dan institusi, pengelolaan daerah aliran
sungai dan irigasi.
Dengan persetujuan DPR, Presiden Megawati Soekarno Putri telah
menandatangani dan mensahkan RUU Sumber Daya Air tersebut menjadi
sebuah undang-undang pada tanggal 18 Maret 2004. Undang-undang
Sumber Daya Air ini menggantikan UU No. 11 Th. 74 tentang pengairan
yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan kehidupan rakyat,
ekologi, dan desentralisasi. Berkurangnya sumber air dan disertai dengan
populasi manusia dan aktifitas industri yang terus meningkat menjadi latar
belakang dikeluarkannya Undang-undang ini.
23 Full Cost Recovery secara sederhana berarti konsumen membayar harga yang meliputi
seluruh biaya, termasuk juga ikut menanggung beban utang luar negeri dan tentunya ini akan menyebabkan kenaikan tarif air. Lihat Soeparmono, “Privatisasi Air dan Kepentingannya”, loc. cit.
24 P. Raja Siregar, et al., op.cit., hlm. 76-83.
45
B. Gambaran Umum Undang-Undang Sumber Daya Air (SDA) No. 7 Th.
2004.
Undang-undang Sumber Daya Air (SDA) No. 7 Th. 2004 terdiri dari
18 bab yang tertuang dalam 100 pasal dengan uraian sebagai berikut:
Bab pertama menjelaskan tentang pengertian sumber daya air dan
ruang lingkupnya termasuk di dalamnya pengertian air permukaan dan air
tanah. Di samping itu, dijelaskan pula mengenai kegiatan pengelolaan sumber
daya air secara umum yaitu dengan adanya penetapan hak guna air yang
meliputi hak guna pakai air dan hak guna usaha air dengan tujuan supaya air
bisa dimanfaatkan secara merata dan adil oleh seluruh masyarakat. Kemudian,
untuk menjaga kelestarian sumber daya air, maka dilakukanlah kegiatan
konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan
pengendalian daya rusak air agar kualitas dan kuantitas air senantiasa tersedia
untuk memenuhi kebutuhan mahluk hidup secara berkesinambungan. Bab ini
memuat pasal 1-12.
Bab kedua tentang wewenang dan tanggung jawab pemerintah yang
meliputi wewenang dan tanggung jawab presiden, pemerintah pusat,
pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten, dan pemerintah propinsi dalam
pengelolaan sumber daya air.
Presiden sebagai kepala negara berwenang untuk memutuskan batas
wilayah pengelolaan air tanah dan air permukaan yang meliputi wilayah
sungai dalam satu kabupaten/kota, wilayah sungai lintas kabupaten/kota,
wilayah sungai lintas propinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah
46
sungai strategis nasional. Sementara pemerintah pusat, pemerintah propinsi,
dan pemerintah kabupaten, mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang
sama dalam dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya air, yaitu mengatur
tentang kebijakan pengelolaan sumber daya air serta mengatur produr
perizinan tentang pengusahaan air di wilayah masing-masing. Sedangkan
wewenang dan tanggung jawab pemerintah desa adalah melaksanakan
pengelolaan sumber daya air di wilayah desanya selama masyarakat atau
pemerintahan di atasnya belum melakukan pengelolaan sumber daya air
tersebut. Dalam hal pemerintah daerah belum dapat melaksanakan wewenang
dan tanggung jawabnya, maka wewenang dan tanggung tersebut bisa diambil
alih oleh pemerintah di atasnya. Bab ini memuat pasal 13-19.
Bab ketiga merupakan konservasi sumber daya air yang dilakukan
melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber daya air, pengawetan
air, serta pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Kegiatan
konservasi sumber daya air merupakan sebuah sarana untuk melestarikan
sumber daya air, sehingga air tetap berfungsi sebagai daya dukung
perikehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya secara berkelanjutan. Bab
ini memuat pasal 20-25.
Bab keempat memuat tentang pendayagunaan sumber daya air yang
dilakukan melalui kegiatan penatagunaan, penyediaan, penggunaan,
pengembangan dan pengusahaan sumber daya air.
Penatagunaan sumber daya air ditujukan untuk menetapkan zona
pemanfaatan sumber daya air dan peruntukan air pada sumber air. Zona
47
pemanfaatan sumber air adalah ruang pada sumber air (waduk, danau, rawa,
atau sungai) yang dialokasikan baik sebagai fungsi budi daya atau fungsi
lindung, misalnya membagi permukaan suatu danau sebagai zona
pemanfaatan oleh raga air dan pariwisata serta pelestarian cagar alam. Adapun
peruntukan air pada sumber air merupakan upaya pengelompokan penggunaan
air yang terdapat pada sumber air sesuai dengan penggunaan air untuk
keperluan air baku untuk rumah tangga, pertanian, dan usaha industri.
Penyediaan sumber daya air ditujukan bagi masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan akan air dan daya air yang meliputi pemenuhan
kebutuhan pokok, sanitasi lingkungan, pertanian, ketenagaan industri, dan
kebutuhan akan air lainnya. Pemakai jasa penyediaan air berkewajiban untuk
membayar kompensasi atas pemakaian jasa tersebut.
Penggunaan sumber daya air ditujukan untuk memanfaatkan sumber
daya air dan prasarananya dalam dua bentuk penggunaan yaitu penggunaan air
sebagai media dan penggunaan air sebagai materi. Penggunaan air sebagai
media misalnya pemanfaatan sungai untuk transportasi dan oleh raga arung
jeram. Sedangkan penggunaan air sebagai materi misalnya pemanfaatan air
untuk minum, rumah tangga, dan industri.
Pengembangan sumber daya air ditujukan untuk peningkatan
kemanfaatan fungsi sumber daya air guna memenuhi kebutuhan air baku
untuk rumah tangga, pertanian, pariwisata, industri, pertahanan,
pertambangan, ketenagaan, perhubungan, dan untuk berbagai keperluan
lainnya. Dalam melaksanakan pengembangan sumber daya air ini, pemerintah
48
melibatkan peran swasta melalui prosedur perizinan pengusahaan sumber daya
air. Bab ini memuat pasal 26-50.
Bab kelima tentang pengendalian daya rusak air yang dilakukan
secara menyeluruh mencakup upaya pencegahan, penanggulangan dan
pemulihan sumber daya air. Daya rusak air ini dapat berupa bencana banjir,
erosi dan sedimentasi, tanah longsor, banjir lahar dingin, tanah ambles,
perubahan sifat dan kandungan kimiawi, biologi, dan fisika air, terancam
punahnya jenis tumbuhan atau satwa, wabah penyakit, intrusi dan atau
perembesan. Pengendalian daya rusak air ini menjadi tanggung jawab bersama
pemerintah, pengelola sumber daya air, dan masyarakat.
Pencegahan daya rusak air dilakukan melalui kegiatan fisik seperti
seperti pembangunan sarana dan prasarana serta upaya lainnya dalam rangka
pencegahan kerusakan atau bencana yang diakibatkan oleh daya rusak air, dan
juga melalui kegiatan non fisik yang meliputi antara lain pengaturan,
pembinaan, pengawasan, dan pengendalian pada wilayah sungai.
Penanggulangan daya rusak air merupakan sebuah upaya
penanggulangan terhadap korban bencana seperti menyediakan fasilitas
pengungsian, dan pembangunan wadah air yang rusak.
Pemulihan daya rusak air merupakan sebuah upaya memulihkan
kembali fungsi lingkungan hidup dan sistem prasarana sumber daya air. Bab
ini memuat pasal 51-58.
Bab keenam mendeskripsikan tentang perencanaan pengelolaan
sumber daya air. Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun untuk
49
menghasilkan rencana yang berfungsi sebagai pedoman untuk arahan
pelaksanaan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan
pengendalian daya rusak air. Perencanaan pengelolaan sumber daya air
dilaksanakan berdasarkan atas asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan
umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian serta transparansi
dan akuntabilitas. Bab ini memuat pasal 59-62.
Bab ketujuh menjelaskan tentang pelaksanaan konstruksi, operasi dan
pemeliharaan. Pelaksanaan konstruksi atau pembangunan sarana dan
prasarana sumber daya air ditujukan dalam rangka pemanfaatan sumber daya
air untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang dalam pelaksanaannya
melibatkan peran swasta melalui prosedur perizinan.
Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sumber daya air dalam bab ini
meliputi kegiatan pengaturan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi untuk
menjamin kelestarian fungsi dan manfaat sumber daya air. Termasuk operasi
dan pemeliharaan sumber daya air adalah pemeliharaan dan operasi sistem
irigasi primer dan sekunder yang menjadi tanggung jawab pemerintah, dan
sistem irigasi tersier yang menjadi tanggung jawab petani pemakai air. Bab ini
memuat pasal 63-64.
Bab kedelapan menjelaskan tentang sistem informasi sumber daya air
yang dilakukan oleh pemerintah. Sistem informasi ini meliputi informasi
mengenai kondisi hidrologis, hidrometeorologis, hidrogeologis, kebijakan
sumber daya air, prasarana sumber daya air, lingkungan pada sumber daya air
dan sekitarnya, serta kegiatan sosial ekonomi budaya masyarakat yang terkait
50
dengan sumber daya air. Disamping itu, pengelola sumber daya air baik
pemerintah maupun swasta berkewajiban untuk menyampaikan laporan hasil
kegiatannya kepada instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang
pengelolaan sumber daya air. Bab ini memuat pasal 65-69.
Bab kesembilan mengatur tentang pemberdayaan dan pengawasan
pemerintah terhadap pelaksanaan pengelolaan sumber daya air dengan
melibatkan peran swasta. Pemberdayaan ini ditujukan kepada para pengelola
sumber daya air dalam bentuk pendidikan dan pelatihan, penelitian dan
pengembangan serta pendampingan, yang ditujukan untuk peningkatan kinerja
dalam melakukan pengelolaan sumber daya air. Kemudian untuk menjamin
tercapainya tujuan pengelolaan sumber daya air, maka dilakukanlah kegiatan
pengawasan terhadap pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah sungai.
Bab ini memuat pasal 70-76.
Bab kesepuluh berisi tentang pengaturan pembiayaan pengelolaan
sumber daya air. Biaya ini meliputi: biaya sistem informasi, biaya
perencanaan, biaya pelaksanaan konstruksi, biaya operasi dan pemeliharaan,
biaya pemantauan, evaluasi dan pemberdayaan mansyarakat. Sumber dana
pembiayaan pengelolaan sumber daya air berasal dari anggaran pemerintah,
anggaran swasta, dan pendapatan dari pemakai jasa pengelolaan air. Bab ini
memuat pasal 77-81.
Bab kesebelas memuat tentang hak, kewajiban, dan peran serta
masyarakat. Salah satu hak masyarakat adalah hak untuk menyatakan
keberatan atas dilakukannya pengelolaan sumber daya air diwilayahnya yang
51
karenanya dapat menyebabkan kerugian bagi masyarakat di sekitarnya. Di sisi
yang lain, masyarakat berkewajiban untuk memperhatikan kepentingan umum
dalam pemanfaatan hak guna air yang dimilikinya. Kemudian masyarakat
diberi kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam proses perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengelolaan sumber daya air. Bab ini
memuat pasal 82-84.
Bab kedua belas menjelaskan tentang koordinasi dalam pengelolaan
sumber daya air. Koordinasi ini di bawah wadah Dewan Sumber Daya Air
atau disebut dengan nama lain sesuai dengan kedudukannya yang
beranggotakan unsur dari pemerintah dan non pemerintah. Dewan ini
mempunyai tugas mengintegrasikan kepentingan berbagai sektor, wilayah,
dan para pemilik kepentingan dalam bidang sumber daya air. Bab ini memuat
pasal 85-87.
Bab ketiga belas tentang penyelesaian sengketa sumber daya air.
Penyelesaian sengketa ini dengan jalan musyawarah mufakat antara pihak-
pihak yang terkait, atau penyelesaian sengketa melalui jalur hukum, yaitu
proses peradilan. Bab ini memuat pasal 88-89.
Bab keempat belas mengatur tentang gugatan masyarakat dan
organisasi terhadap pengelolaan sumber daya air. Bagi masyarakat yang
merasa dirugikan dari kegiatan pengelolaan sumber daya air dapat melakukan
pengajuan gugatan ke pengadilan melalui perwakilan dari masyarakat tersebut.
Kemudian diatur pula mengenai organisasi yang berhak untuk mengajukan
gugatan ke pengadilan. Bab ini memuat pasal 90-92.
52
Bab kelima belas mengatur tentang penyidikan. Penyidikan dilakukan
manakala terjadi perbuatan pidana sumber daya air. Perbuatan pidana ini bisa
berupa perbuatan perusakan sarana dan prasarana pengelolaan sumber daya
air, dan tindak pidana yang lainnya. Petugas yang berwenang dalam
penyidikan ini adalah pegawai negeri sipil yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya dalam bidang sumber daya air, dan juga pihak kepolisian yang
sudah terbiasa dalam penyidikan perbuatan pidana. Bab ini memuat pasal 93.
Bab keenam belas mengatur tentang ketentuan pidana bagi pelaku
tindak pidana sumber daya air. Termasuk tindak pidana sumber daya air
adalah setiap orang yang dengan sengaja menyewakan atau
memindahtangankan sebagian atau seluruhnya hak guna air kepada orang lain.
Penentuan masa kurungan dan besarnya denda sesuai dengan jenis pidana
yang telah dilakukannya. Bab ini memuat pasal 94-96.
Bab ketujuh belas tentang ketentuan peralihan, yang menjelaskan
tentang tetap berlakunya semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan
sumber daya air selama tidak bertentangan dengan undang-undang sumber
daya air yang baru ini, dan sepanjang aturan pelaksanaan yang baru belum
dibentuk. Demikian juga segala perizinan yang berkaitan dengan pengelolaan
sumber daya air yang telah diterbitkan sebelum undang-undang ini ditetapkan,
masih tetap berlaku sampai dengan batas waktunya habis. Bab ini memuat
pasal 97-98.
Bab kedelapan belas merupakan penutup yang menjelaskan tidak
berlakunya lagi Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang pengairan,
53
dan menyatakan Undang-undang sumber daya air ini berlaku sejak tanggal
diundangkan yaitu tanggal 18 Maret 2004. Bab ini memuat pasal 99-100.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Undang-undang Sumber
Daya Air (SDA) No. 7 Th. 2004 adalah sebuah undang-undang yang mengatur
tentang pengelolaan sumber daya air. Secara prinsipil, undang-undang ini
mengatur dua komponen dasar akan air yaitu penetapan hak guna pakai air
dan hak guna usaha air. Adanya dua penetapan hak akan air ini dimaksudkan
agar air bisa memberikan nilai manfaat yang lebih merata kepada masyarakat
pemakai air, mengingat adanya kuantitas air yang tidak merata di muka bumi.
Sesuai dengan kajian penulis, agar dapat memberikan makna yang
lebih komprehansip berkenaan dengan hak guna usaha air ini, maka penulis
akan membahasnya lebih detail sebagaimana yang akan dideskripsikan dalam
sub bab berikutnya.
C. Substansi dari Pasal 9 Undang-Undang Sumber Daya Air (SDA) No. 7
Th. 2004.
Pasal 9 Undang-undang Sumber Daya Air (SDA) No. 7 Th. 2004
menyatakan:
1). Hak guna usaha air dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha dengan izin dari pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
2). Pemegang hak guna usaha air dapat mengalirkan air di atas tanah orang lain berdasarkan persetujuan dari pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.
3). Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa kesepakatan ganti kerugian atau kompensasi.25
25 UU Sumber Daya Air (SDA) No. 7 Th 2004. Jakarta: CV. Eko Jaya, hlm. 8.
54
Pasal 9 Undang-undang Sumber Daya Air (SDA) No. 7 Th. 2004 ini
memberikan kesempatan yang luas bagi badan usaha dan perseorangan26
untuk melakukan pengusahaan terhadap air, baik air permukaan maupun air
tanah. Dalam pasal 1 ayat 3 dan 4, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
air permukaan adalah semua air yang terdapat dalam permukaan tanah, seperti
air sungai, danau, rawa, dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud dengan air
tanah adalah semua air yang terdapat dalam lapisan tanah ataupun batuan di
bawah permukaan tanah, seperti aliran air bawah tanah.27
Untuk mendapatkan penjelasan dari subtansi yang terkandung dalam
pasal 9 undang-undang sumber daya air ini, maka penulis menempuh sebuah
pendekatan interpretasi (penafsiran) hukum yang relevan dengan pembahasan
tersebut. Adapun pendekatan interpretasi tersebut adalah model interpretasi
sistemis (dogmatis), yaitu sebuah model penafsiran dengan menilik pada
susunan yang berhubungan dengan bunyi pasal-pasal yang lainnya yang
terdapat dalam undang-undang tersebut.28
Penjabaran dari pasal 9 Undang-undang ini dapat dilihat lebih lanjut
dalam pasal 45, 46, 48, dan 49. Selengkapnya bunyi pasal tersebut adalah:
Pasal 45:
1). Pengusahaan sumber daya air diselenggarakan dengan memperhatikan fungsi sosial dan kelestarian lingkungan hidup.
2). Pengusahaan sumber daya air permukaan yang meliputi satu wilayah sungai hanya dapat dilaksanakan oleh badan usaha milik negara atau
26 yang dimaksud dengan ‘perseorangan’ adalah subjek nonbadan usaha yang
memerlukan air untuk keperluan usahanya misalnya usaha pertambakan dan usaha industri rumah tangga. Lihat dalam penjelasan pasal 9 ayat 1; Ibid, hlm. 60.
27 Ibid, hlm. 4. 28 Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. ke-1, 1991, hlm. 133.
55
badan usaha milik daerah dibidang pengelolaan sumber daya air atau kerja sama antara badan usaha milik negara dengan badan usaha milik daerah.
3). Pengusahaan sumber daya air selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan oleh perseorangan, badan usaha, atau kerjasama antar badan usaha berdasarkan izin pengusahaan dari pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
4). Pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berbentuk: a. Penggunaan air pada suatu lokasi tertentu sesuai persyaratan yang
ditentukan dalam perizinan; b.Pemanfaatan wadah air pada suatu lokasi tertentu sesuai persyaratan
yang ditentukan dalam perizinan; dan/atau c. Pemanfaatan daya air pada suatu lokasi tertentu sesuai persyaratan yang
ditentukan dalam perizinan. Pasal 46:
1). Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya, mengatur dan menetapkan alokasi air pada sumber air untuk pengusahaan sumber daya air oleh badan usaha atau perseorangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (3).
2). Alokasi air untuk pengusahaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada rencana alokasi air yang ditetapkan dalam rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai bersangkutan.
3). Alokasi air untuk pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam izin pengusahaan sumber daya air dari pemerintah atau pemerintah daerah.
4). Dalam hal rencana pengelolaan sumber daya air belum ditetapkan, izin pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai ditetapkan pada alokasi air sementara.
Pasal 48:
1). Pengusahaan sumber daya air dalam suatu wilayah sungai yang dilakukan dengan membangun dan/atau menggunakan saluran distribusi hanya dapat hanya dapat digunakan untuk wilayah sungai lainnya apabila masih terdapat ketersediaan air yang melebihi keperluan penduduk pada wilayah sungai yang bersangkutan.
2). Pengusahaan sumber daya air sebagaimana disebut pada ayat (1) didasarkan pada rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai bersangkutan.
Pasal 49:
1). Pengusahaan untuk negara lain tidak diizinkan, kecuali apabila penyediaan air untuk berbagai kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat (2) telah dapat terpenuhi.
56
2). Pengusahaan air uutuk negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai yang bersangkutan, serta memperhatikan kepentingan daerah di sekitarnya.
3). Rencana pengusahaan air untuk negara lain dilakukan melalui proses konsultasi publik oleh pemerintah sesuai dengan kewenangannya.
4). Pengusahaan air untuk negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) wajib mendapat izin dari pemerintah berdasarkan rekomendasi dari pemerintah daerah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.29
Pemegang hak guna usaha air dapat mengalirkan air di atas tanah milik
orang lain berdasarkan persetujuan dari pemegang hak atas tanah yang
bersangkutan. Persetujuan yang dimaksud dalam hal ini adalah persetujuan
yang dilakukan secara tertulis yang berupa kesepakatan ganti rugi atau
kompensasi. Yang dimaksud dengan ganti kerugian adalah pemberian imbalan
kepada pemegang hak atas tanah sebagai akibat dari pelepasan hak atas tanah,
bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang berada di atasnya, yang
besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak. Sedangkan yang
dimaksud dengan kompensasi adalah pemberian imbalan kepada pemegang
hak atas tanah sebagai akibat dari dilewatinya area tanahnya oleh aliran air
pemegang hak guna usaha air sehingga pemegang hak atas tanah tidak dapat
memanfaatkan sepenuhnya hak atas tanah yang dimilikinya. Besarnya
kompensasi ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak. Hal yang sama
berlaku terhadap masyarakat hukum adat. Dalam hal yang terkena adalah aset
negara, penggantian kerugian atau kompensasi dilakukan sesuai peraturan
perundang-undangan.30
29 UU SDA, op. cit., hlm. 25-27. 30 Ibid, hlm. 60-61
57
Pengaturan mengenai pengusahaan air sebagaimana yang telah
dideskripsikan di atas, mengandung arti bahwa kegiatan pengusahaan air yang
dimaksud adalah bukan menguasai sumber airnya, tetapi hanya terbatas pada
hak untuk menggunakan air sesuai dengan alokasi air baku sebagaimana yang
telah ditentukan oleh pemerintah untuk sebuah kegiatan usaha tertentu. Karena
sumber air merupakan kekayaan negara yang tidak bisa dikuasai atau dimiliki
oleh swasta. Dalam penjelasan umum undang-undang sumber daya air ini
disebutkan bahwa pengusahaan sumber daya air dapat berupa pengusahaan air
baku sebagai bahan baku produksi, sebagai salah satu media atau unsur utama
dari kegiatan usaha, seperti perusahaan daerah air minum, perusahaan air
mineral, perusahaan minuman dalam kemasan, pembangkit listrik tenaga air,
oleh raga arung jeram; atau pengusahaan air sebagai bahan pembantu proses
produksi, seperti air untuk pendingin mesin (water cooling system), dan air
untuk pencucian hasil eksplorasi bahan tambang.31
D. Tujuan dan Manfaat dari Pasal 9 Undang-Undang Sumber Daya Air No.
7 Th. 2004.
Undang-undang Sumber Daya Air (SDA) No. 7 Th. 2004 merupakan
sebuah undang-undang yang mengatur tentang pengelolaan sumber daya air.
Lahirnya undang-undang ini antara lain dilatarbelakangi oleh adanya
ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun sebagai
akibat dari pencemaran terhadap air, sedangkan kebutuhan akan air yang
semakin meningkat sesuai dengan bertambahnya tingkat populasi penduduk.
31 Ibid, hlm. 53.
58
Sementara itu air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang
pemanfaatannya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia dalam segala bidang. 32
Pengelolaan sumber daya air meliputi tiga kegiatan utama, yaitu
kegiatan konservasi sumber daya air, pengendalian daya rusak air, dan
pendayagunaan sumber daya air, termasuk di dalamnya juga kegiatan
penyediaan sumber daya air serta pengusahaan sumber daya air. Dalam
melaksanakan pengelolaan sumber daya air, dengan didasari semangat
demokratisasi, desentralisasi dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan
berbangsa dan bernegara, maka pemerintah memberikan kesempatan kepada
masyarakat dan dunia usaha untuk berperan serta dalam pengelolaan sumber
daya air ini. 33 Peran masyarakat dan dunia usaha ini tertuang dalam pasal 9
undang-udang sumber daya air yang memuat tentang hak guna usaha air.
Adapun bunyi dari pasal tersebut sebagaimana yang telah disebutkan dalam
pembahasan yang lalu. Pasal 9 ini merupakan pasal induk dari pasal-pasal
yang lain yang memuat tentang pelibatan pihak swasta dalam melakukan
pengelolaan air.
Tujuan dan manfaat yang ingin dicapai dari pasal 9 ini adalah agar
sumber daya air bisa dimanfaatkan secara keberlanjutan untuk memenuhi
kebutuhan pokok masyarakat sebagaimana yang tertuang dalam pasal 26 ayat
2 undang-undang ini dan sebagaimana amanah pasal 33 ayat 3 UUD 45.
Dengan memberikan regulasi kepada pihak swasta, maka pemerintah
32 Ibid, hlm. 3. 33 Ibid, hlm. 52.
59
mengharapkan akses masyarakat terhadap kebutuhan air akan lebih luas. Hal
ini karena insentif dan keuntungan yang berkelanjutan bagi perusahaan swasta
dapat menjangkau pembangunan infra struktur khususnya bagi daerah-daerah
yang belum memiliki sarana air bersih.
Agar sumber daya air bisa dimanfaatkan secara keberlanjutan, maka
dalam melaksanakan penglolaannya sebagaimana yang telah disebutkan dalam
penjelasan umum undang-undang ini, harus didasarkan atas asas kelestarian,
asas keseimbangan fungsi sosial, lingkungan hidup, ekonomi, asas
kemanfaatan umum, asas keterpaduan dan keserasian, asas kemandirian, serta
asas transparansi dan akuntabilitas.34
34 Ibid.