Upload
fitria-handamar
View
24
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
AMDAL
Citation preview
BAB III PEMBAHASAN
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT
Adapun beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak dibidang lingkungan
hidup yang berada diIndonesia diantaranya :
Air Minum dan Penyehatan Masyarakat
Alami Indonesia
Aliasi Organis Indonesia
Arupa
Berau-Borneo.Org
Barita Habitat
Biodiversity Conservatin Indonesia
Buyat Disease
BuyatBayFacts.Com
Cifor
Conservation International Indonesia
Coral Triagle Center
Coremap
Dana Mitra Lingkungan
Ecoton
Eye on Forest
FFI Aceh
Forest Watch Indonesia
Forum Komunikasi Kuhutanan
Masyarakat
GEF_SGP Indonesia
Gibbon Indonesia
Go Blue
Greenomics
Mitra Insani
My Baby Tree
Peka Indonesia
Pelangi Indonesia
Petungsewu Wildlife Education Center
PIA Pendidikan lingkungan Hidup
PILI
PPLH Bali
PPS Cikananga
Pusat Pendidikan Lingkungan Pesisir
Rully Syumanda
Sawit Watch
Segar Jakartaku
Setara
Shorea
Source of Indonesia
Subterra
Silawesi Community Foundation
Telapak Indonesia
Terangi
Toloka Foundation
Tunas Hijau Club
Video Komunitas
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia
3-1
BAB III PEMBAHASAN
Greenpeace Asia Tenggara
Hans Seidel Foundation
Himpunan Pemerhati Lingkungan Hidup
Indonesia
Indecon
Info Jawa
Info Sumatera
Jatam
Jikalahari
Jurnal Celebes
Kaliandra Sejati
Kemitraan Air indonesia
Komite Penghapusan Bensin Bertimbal
Konus
KPSHK
KRUHA
Kutilang
LATIN
Lembaga Ekolabel Indonesia
Lembaga Studi & Pemantauan
Lingkungan
Lestari M3
Leuser International Foundation
Matoa
Walhi Jogjakarta
Walhi Kalsel
Warsi
Watala
Wetlands Internasional
WWF Indonesia
XS Project
Yayasan Bina Usaha Lingkungan
Yayasan Cakrawala hijau Indonesia
Yayasan citra Mandiri
Yayasan hijau
Yayasan Kawan Komodo
Yayasan Papan
Yayasan Pembangunan Berkelanjutan
Yayasan Pusaka Alam nusantara
Yayasan Wisnu
YKL Indonmesia
Yayasan Keanekaragaman Hayati
Indonesia
3-2
BAB III PEMBAHASAN
3.2. PERMASALAHAN LINGKUNGAN AKIBAT AKTIVITAS PENAMBANGAN DI SITE ASAM-ASAM
Greenpeace Indonesia menemukan indikasi kebocoran limbah dari kegiatan tambang
batubara yang bisa mencemari air dan merusak bentang alam Kalimantan Selatan.
Temuan itu diluncurkan pada sebuah laporan berjudul “Terungkap: Tambang Batubara
Meracuni Air di Kalimantan Selatan”, dalam laporan menjelaskan bahwa aktivitas pertambangan
batubara yang luas di Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia, telah merusak sumber air, membahayakan
kesehatan dan masa depan masyarakat setempat.
Laporan yang merupakan hasil investigasi lapangan Greenpeace selama kurang lebih enam
bulan ini juga menyajikan bukti kuat betapa perusahaan-perusahaan tambang batubara itu telah
menggelontorkan limbah berbahaya ke dalam sungai dan sumber-sumber air masyarakat, melanggar
standar nasional untuk pembuangan limbah di pertambangan “Ini masalah serius yang harus segera
diatasi. Sepertiga wilayah Kalimantan Selatan telah menjadi wilayah tambang batubara. Badan
Lingkungan Hidup setempat telah gagal menghentikan atau mencegah pelanggaran. Karena jumlah
pertambangan batubara sangat banyak, hampir setengah dari jumlah sungai di Kalimantan Selatan
berisiko terpapar dampak pencemaran air dari pertambangan,” tegas Arif Fiyanto, Jurukampanye Iklim
dan Energi Greenpeace Asia Tenggara.
3-3
BAB III PEMBAHASAN
Data mencatat pada 2008 pemerintah pusat mengeluarkan 26 izin tambang dan pemerintah
daerah menerbitkan 430 izin tambang di Kalimantan Selatan. Dan, tahun 2011, ia melanjutkan, lebih dari
30 persen produksi batubara Indonesia yang berkisar 353 Mt dihasilkan oleh 14 perusahaan batubara
terbesar di Kalimantan Selatan.
Salah satu tempat, yang membuat Arif terperangah karena begitu dasyatnya kerusakan
lingkungan dan kehancuran bentang alam yang terjadi di tempat itu adalah wilayah Asam-asam,
Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan.
Asam-asam, merupakan salah satu wilayah di Kalimantan Selatan, yang termasuk provinsi
penghasil batubara terbesar kedua di Indonesia. Di daerah ini terdapat beberapa konsesi pertambangan
batubara. Dua diantaranya adalah konsesi PT. Arutmin Indonesia, dan PT. Jorong Barutama Greston,
salah satu konsesi pertambangan batubara milik Banpu, perusahaan raksasa dari Thailand.
Greenpeace yakin bahwa terdapat bahaya yang nyata dari limbah berbahaya yang dilepaskan
oleh perusahaan pertambangan ke badan-badan air dan lingkungan di sekitar konsesinya. Ketika anda
membaca laporan ini, masyarakat di sekitar konsesi pertambangan batubara mungkin sedang
menggunakan air yang berpotensi tercemari limbah berbahaya untuk mandi, mencuci dan mengairi
lahan pertanian mereka. Risiko-risiko yang mereka hadapi sangat tidak bisa diterima,” ujar Arif dalam
rilisnya.
Selain menyisakan ratusan lubang-lubang tambang beracun, korporasi yang meraup untung dari
mengeruk batubara dari bumi Asam-asam, juga meninggalkan bentang alam yang hancur, kering dan
tandus. Melihat bentang alam yang porak poranda ini, saya teringat dengan laporan salah satu lembaga
riset lingkungan internasional yang memprediksi bahwa pada tahun 2030 Pulau Kalimantan akan
3-4
BAB III PEMBAHASAN
mengalami desertifikasi atau penggurunan. Proses penggurunan bahkan sudah terjadi di Asam-asam
saat ini.
Menurut kesaksian salah satu warga setempat, aktivitas pertambangan batubara di Asam-asam
bukan hanya menghancurkan bentang alam tetapi juga menghilangkan begitu banyak sungai yang dulu
mengalir di wilayah tersebut, sebelum tambang batubara beroperasi di Asam-asam, masyarakat tidak
pernah mengalami kekeringan pada saat musim kemarau atau kebanjiran saat musim penghujan,
namun kini warga harus mengalami krisis air di musim kemarau dan kebanjiran di saat musim
penghujan.
Apa yang saya saksikan di Asam-Asam, Kalimantan Selatan, tidak seharusnya terjadi,
pengrusakan lingkungan dan penghancuran bentang alam atas nama pembangunan dan investasi tidak
seharusnya terjadi. Seluruh rakyat Indonesia, termasuk masyarakat Asam-asam Kalimantan Selatan
berhak menikmati kualitas lingkungan yang baik, akses air bersih yang sehat, dan masa depan yang lebih
baik.
Greenpeace melakukan investigasi sekitar enam bulan dengan mengambil sampel di 29 titik dari
kolam limbah, dan lubang tambang terbengkalai perusahaan tambang yang bocor. Temuan ini juga
memberikan bukti kuat perusahaan-perusahaan tambang batubara menyumbangkan limbah berbahaya
ke sungai dan sumber-sumber air masyarakat, melanggar standar nasional untuk pembuangan limbah di
pertambangan. Dari kejauhan, lubang-lubang bekas tambang beragam warna tersebut tampak indah,
padahal air di dalamnya mengandung limbah beracun, yang sangat berbahaya bagi lingkungan dan
masyarakat sekitar.
3-5
BAB III PEMBAHASAN
Studi kasus ini dilakukan di beberapa konsesi perusahaan tambang, seperti milik Arutmin, anak
usaha Bumi Resources, di Distrik Asam-asam. Kondisi di sini terburuk dari semua konsesi yang dikunjungi
Greenpeace. Satu sampel mengandung kadar pH 2,32, mangan tinggi 10 kali ambang legal. Ambang
batas air limbah batubara sesuai aturan Kementerian Lingkungan Hidup No 113, 2003, pH maksimum
antara enam sampai sembilan, besi tujuh mm atau mg dan mangan empat mg.
Grafis lokasi kolam tambang Banpu-Jorong, dengan pemukiman dan sumber air warga. Sumber:
Greenpeace
“Saat uji juga temukan kandungan zat itu di atas ambang batas. Ditemukan juga logam berat lain, misal,
nikel, arsenik, mercuri. Seluruh logam berat ini sangat berbahaya. Apalagi terakumulasi dalam jangka
dan waktu lama. Bahaya bagi biota air, kala terserap bisa jadi racun. Konsentrasi rendah aja beracun
3-6
BAB III PEMBAHASAN
apalagi terakumulasi dalam waktu lama,” kata Hindun Mulaika, juru Kampanye Iklim dan Energi
Greenpeace Indonesia, hari itu di Jakarta.
Endapan kotor dan terkontaminasi juga mengalir ke lingkungan. Tim mengidentifikasi jelas jejak-
jejak luapan air di kolam pengendapan. Air melimpah. Bahkan, di kolam lain, tampak air baru melimpah
keluar dan merembes ke anak sungai. Parahnya lagi, kolam-kolam kotor itu berada di dekat jalan umum
yang sehari-hari dilalui masyarakat. “Rembesan ini berpotensi mencemari air yang bisa berdampak pada
penduduk Desa Salaman.”
Hilda Mutia, peneliti utama sekaligus koordinator Waterpatrol Greenpeace Indonesia
mengatakan, seharusnya kolam-kolam Arutmin ini bisa menampung air asam. “Karena hujan dan
longsor akhirnya bocor. Keluar ke lingkungan. Warna air coklat dan ada di pinggir jalan, dilalui warga
desa.”
Bahkan, kolam asam Arutmin, ada yang keluar, menyeberang ke saluran jalan dan mengarah ke
rawa terdekat. “Jadi rawa sudah tercampur antara warna kuning dan hijau.”
Lalu, di Banpu, anak perusahaan Jorong Barutama Greston. Di sini ditemukan, lubang bekas tambang
sepanjang dua km dengan keasaman dan kandungan logam berat mangan di atas ambang batas. Tak
jauh dari sana, ditemukan kolam asam menyerupai rawa, tampak tak terawasi. Citra saltelit
menunjukkan, air kolam asam mengalir hingga bisa mengkontaminasi badan air atau sungai-sungai kecil.
Jorong pernah diprotes terkait reklamasi minim dan pelanggaran batas hutan lindung. Studi lain, di
Tanjung Alam Jaya di Kabupaten Tapin, Kalsel. Menurut Hilda, di konsesi ini ada satu kolam tambang
terbengkalai mengandung air asam.
3-7
BAB III PEMBAHASAN
Kolam limbah tambang yang mengandung logam berat di konsesi Arutmin di Asam-asam, Kalsel.
Foto: Yudhi Mahatma / Greenpeace. Danau besar itu terkesan menyejukkan, tetapi kala dites pH asam
tinggi, 3,74. Di salah satu dinding danau bocor dan air keluar serta jatuh ke sungai kecil. “Ada warna lain
di bagian tepi sungai. Bisa dibayangkan dampak tambang dekat dengan warga dan kehidupan warga,”
ujar dia. Pada 2011, lebih 30% batubara Indonesia hasil 14 perusahaan di Kalsel, yakni 118 Mt dari total
produksi nasional 353 Mt. Pada 2008, ada 26 izin tambang pusat dan 430 izin pemerintah daerah.
Dengan riset ini, Greenpeace mengindikasikan, 3.000-an km atau 45% dari total sungai di Kalsel,
mengalir melewati kawasan tambang batubara dan berpotensi tercemar dari tambang-tambang itu. Arif
Fiyanto, Jurukampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara memaparkan, di Kalsel, mereka
mendatangi sekitar 300-an lubang-lubang tambang dan kolam limbah yang menghasilkan air asam.
Parahnya lagi, dari sekitar 300-an kolam tambang itu, sebagian besar berbentuk bak kolam dan
danau biasa. Tak ada plang atau tanda-tanda yang menyatakan kalau itu kolam limbah atau lubang
tambang. “Ada yang memasang tanda-tanda, tapi itu sedikit sekali. Sebagian besar, sudahlah berada
dekat pemukiman, di dekat jalan raya. Tak ada rambu-rambu pula,” katanya.
Menurut dia, batubara merusak, tak hanya mencemari air juga menghancurkan bentang alam
Kalsel yang indah. “Dalam tempo tak sampai dua dekade hancur. Misal di Tanah Laut di Kabupaten
Tanjung, Adaro, di sana. Bagaimana bentang alam dihancurkan tanpa mereka mempedulikan standar
nasional tentang pengelolaan air dan hak-hak masyayarakat maupun reklamasi. Setelah keruk tinggalkan
begitu saja dan tinggalkan ratusan lubang tambang yang bahayakan masyarakat sekitar.”
Dampak buruk terhadap masyarakat sekitar ini, kata Arief, harus dihentikan. Perusahaan-
perusahaan tambang, harus punya tanggung jawab legal. “Yang melanggar hukum harus perbaikan.“
Pemerintah Indonesia, katanya, harus mengawasi lebih baik, sekaligus tegas dalam penegakan hukum
bagi pelanggar. “Sektor tambang batubara bawa ancaman sangat serius di Kalsel. Apa yang ditemukan
ini beri konfirmasi, pulau Kalimantan salah satu pulau yang akan hadapi dampak paling buruk dari
perubahan iklim. Proses ini sudah dilihat pada konsesi-konsesi itu. Tak perlu dilihat sampai 2050.” Untuk
itu, Greenpece rekomendasikan pemerintah melakukan investigasi terbuka. Sebab, temuan ini
memperlihatkan ancaman terbuka terhadap kualitas air dan kesehatan masyarakat di Kalsel.
Rekomendasi lain, proses alokasi izin tambang mencakup pertimbangan yang jauh lebih kuat
bagi rekam jejak kinerja lingkungan perusahaan. “Kalau perusahaan melanggar, pemerintah harus
punya keberanian buat cabut izin mereka. Ini harus dihentikan, izin dicabut. Di-review. Ini berlaku juga
pada perusahaan-perusahaan di Kalsel,” katanya.
3-8
BAB III PEMBAHASAN
Greenpeace mendesak, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membuka rincian dana
jaminan reklamasi dan rehabilitasi lahan untuk Kalsel. “Apakah dana itu cukup mencegah dampak jangka
panjang setelah tambang ditutup.”
Badan Lingkungan Hidup Kalsel dan Kementerian LHK, kata Arief, harus mempublikasikan
informasi pelanggaran-pelanggaran pembuangan air limbah berkala. “Ini akan membantu investor,
badan perizinan tambang pusat, dan masyarakat sipil untuk mengikuti kinerja
perusahaan.”Greenpeaace, katanya, siap bekerja sama dengan pemerintah. “Ada harapan pada
pemerintah baru dapat memberikan hal berbeda dari pemerintah sebelumnya. Masyarakat layak hidup
sehat, tak berada dalam ancaman industri tambang luar biasa merusak ini.”
Setelah kawasan digunakan untuk tambang di Asam-asam, pepohonan pun mengering dan tak bisa
tumbuh. Foto: Yudhi Mahatma / Greenpeace
Perusahaan pertambangan batubara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan, pencemaran
air, dan penghancuran bentang alam di Kalimantan Selatan harus bertanggung jawab terhadap
kerusakan yang mereka buat. Pemerintah harus berani mencabut ijin-ijin perusahaan yang bertanggung
jawab atas kehancuran ini. Pemerintah juga harus segera mengubah kebijakan energi negeri ini,
hentikan segera ketergantungan terhadap bahan bakar fossil kotor ini. Kontribusi batubara terhadap
perekonomian Indonesia, tidak sebanding sama sekali dengan kehancuran yang mereka buat. Sudah
saatnya Indonesia mengakhiri era batubara, dan memulai era baru yang lebih cerah dan bersih dengan
energi terbarukan.
3-9
BAB III PEMBAHASAN
Organisasi kampanye global lingkungan Greenpeace sebagai lembaga yang menyoroti kasus di atas
dapat melaporkan berita tersebut ke pihak yang berwajib, agar para pelaku pencemaran lingkungan
(dalam hal ini adalah perusahaan tambang di sekitar kawasan Tanah Laut hingga Kota Baru, Kalimantan
Selatan) dapat segera dihukum sesuai undang-undang yang berlaku. Pemerintah juga harus bersikap
responsif terhadap apa yang telah terjadi dan segera mengambil tindakan. Pemerintah seharusnya
memberikan hukuman yang berat bagi para pelaku pencemaran lingkungan dan bersikap tegas guna
memberikan efek jera sehingga kedepannya tidak ada lagi yang berani mencemari lingkungan dengan
tidak bertanggung jawab. Peraturan yang mengatur tentang pelanggaran lingkungan hidup di Indonesia
harus diperketat. Perusahaan yang bersangkutan seharusnya menerapkan sistem manajemen
lingkungan yang berkelanjutan dan konsisten demi menjaga kelestarian lingkungan, melakukan
pengolahan limbah secara benar serta menghasilkan produk yang ramah lingkungan. Dengan begitu
diharapkan limbah yang dihasilkan perusuhaan dapat diminimalisir dan tidak mencemari lingkungan
sekitar pabrik. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan antara lain, melakukan auditing secara berkala
guna mengawasi dan mencegah terjadinya pelanggaran terhadap sertifikasi ISO yang dimiliki PT.
Arutmin, PT. Tanjung Alam Jaya dan PT. Banpu beserta anak perusahaannya, Jorong Barutama Greston,
meningkatkan kepedulian mulai dari diri sendiri untuk menjaga kelestarian lingkungan sekitar pabrik,
melakukan pemeriksaan kadar asam air di sungai sekitar pabrik secara berkala, memanfaatkan sungai
dengan sebaik-baiknya, serta adanya kerja sama yang bersinergi dari berbagai pihak demi menciptakan
lingkungan yang bersih dan nyaman demi kelangsungan hidup semua makhluk hidup. Apabila langkah-
langkah tersebut dapat direalisasikan, diharapkan mampu mengatasi permasalahan pencemaran sungai
di lingkungan tersebut.
3-10