22
19 BAB II ULAMA DAN AKHLAK REMAJA A. Konsep Ulama 1. Pengertian Ulama Kata ulama berasal dari bahasa Arab, bentuk jamak dari alim; orang yang tahu, orang yang memiliki ilmu agama, atau orang memiliki pengetahuan. Seorang ulama tumbuh dan berkembang dari kalangan umat agamanya, yakni umat Islam. Secara terminologi ulama adalah orang yang tahu atau orang yang memiliki ilmu agama dan ilmu pengetahuan keulamaan yang dengan pegetahuannya tersebut memiliki rasa takut dan tunduk kepada Allah SWT. 1 Dalam upaya merumuskan kata ulama, hendaknya kita merujuk pada pendapat para mufassir salaf (sahabat dan tabi’in) yang dekat dengan pusat ilmu keislaman. Beberapa diantara pendapat mereka disajikan berikut ini. Menurut Imam Mujahid yang dikutip Rosehan Anwar dan Andi Bahruddin dalam buku Ulama dalam Penyebaran Pendidikan dan Khazanah Keagamaan menjelaskan : “Ulama adalah orang yang takut kepada Allah 1 Rosehan Anwar, dan Andi Bahruddin Malik, Ulama dalam Penyebaran Pendidikan dan Khazanah Keagamaann,(Jakarta : Proyek Pengkajian dan Pengkajian Lektur Pendidikan Agama,2003),hlm,15

BAB II ULAMA DAN AKHLAK REMAJA A. Konsep Ulamarepository.iainpekalongan.ac.id/591/8/11 BAB II.pdfDilema Ulama Dalam Perubahan Zaman menjelaskan : “Ulama adalah orang ... Menegakkan

Embed Size (px)

Citation preview

19

BAB II

ULAMA DAN AKHLAK REMAJA

A. Konsep Ulama

1. Pengertian Ulama

Kata ulama berasal dari bahasa Arab, bentuk jamak dari alim; orang

yang tahu, orang yang memiliki ilmu agama, atau orang memiliki

pengetahuan. Seorang ulama tumbuh dan berkembang dari kalangan umat

agamanya, yakni umat Islam. Secara terminologi ulama adalah orang yang

tahu atau orang yang memiliki ilmu agama dan ilmu pengetahuan keulamaan

yang dengan pegetahuannya tersebut memiliki rasa takut dan tunduk kepada

Allah SWT.1

Dalam upaya merumuskan kata ulama, hendaknya kita merujuk pada

pendapat para mufassir salaf (sahabat dan tabi’in) yang dekat dengan pusat

ilmu keislaman. Beberapa diantara pendapat mereka disajikan berikut ini.

Menurut Imam Mujahid yang dikutip Rosehan Anwar dan Andi

Bahruddin dalam buku Ulama dalam Penyebaran Pendidikan dan Khazanah

Keagamaan menjelaskan : “Ulama adalah orang yang takut kepada Allah

1 Rosehan Anwar, dan Andi Bahruddin Malik, Ulama dalam Penyebaran Pendidikan dan

Khazanah Keagamaann,(Jakarta : Proyek Pengkajian dan Pengkajian Lektur Pendidikan

Agama,2003),hlm,15

20

SWT”. Malik bin Anas pun menegaskan, “Orang yang tidak takut kepada

Allah bukanlah ulama.”

Menurut Hasan Basri yang dikutip Badruddin Hsubky dalam buku

Dilema Ulama Dalam Perubahan Zaman menjelaskan : “Ulama adalah orang

yang takut kepada Allah disebabkan perkara gaib, suka terhadap setiap

sesuatu yang disukai Allah, dan menolak segala sesuatu yang dimurkai-Nya.”

Menurut Ibnu Katsir yang dikutip Badruddin Hsubky dalam buku

Dilema Ulama Dalam Perubahan Zaman menjelaskan : “Ulama adalah yang

benar-benar ma’rifatnya kepada Allah sehingga mereka takut kepada-Nya.

Jika ma’rifatnya sudah sangat dalam maka sempurnalah takutnya kepada

Allah.2

Sementara itu, dalam Musyawarah Antar Pemimpin Pesantren Tinggi

(A Ma’hadul Ali al-Islami), Pimpinan pesantren se-Indonesia merumuskan

pengertian ulama sebagai berikut:

“Ulama adalah hamba Allah yang khasyyatullah, yaitu mengenal Allah

secara hakiki. Mereka adalah pewaris nabi, pelita umat dengan ilmu dan

bimbingannya. Mereka menjadi pemimpin dan panutan yang uswah hasanah

dalam ketakwaan dan istiqomah. Sifat ini menjadi landasan beribadah dan

beramal saleh. Mereka bersikap benar dan adil serta tidak takut kepada celaan.

Tidak mengikuti hawa nafsu, aktif menegakkan kebaikan, dan mencegah

kemungkaran. Mereka adalah pemersatu umat, teguh memperjuangkan dan

meninggikan Islam, berjuang dijalan Allah, serta melanjutkan perjuangan

Rasulullah dalam mencapai keridhaan Allah SWT. 3

2 Badruddin Hsubky, Dilema Ulama Dalam Perubahan Zaman, (Jakarta : Gema Insani Press,

1995), hlm. 45 3Ibid, hlm 47

21

Dari ungkapan di atas dapat disimpulkan bahwa ulama adalah orang

memiliki penegtahuan agama Islam yang luas dan berfungsi sebagai

pengayom, panutan, panutan, dan pembimbing di tengah umat atau

masyarakat. Sebagai orang yang mempunyai pengetahuan luas, maka ulama

telah mengukir berbagai peran di masyarakat, salah satu peran ulama sebagai

tokoh islam, yang patut dicatat adalah posisi mereka sebagai kelompok

terpelajar yang membawa pencerahan kepada masyarakat sekitarnya. 4

Kesimpulanya seorang ulama sekurang-kurangnya harus memenuhi

kriteria :

a. Menguasai ilmu agama Islam (tafaqquh fiddin) dan sanggup membimbing

umat dengan memberikan bekal ilmu-ilmu ke islaman yang bersumber

dari Al-Quran, hadis, ijma’, dan qiyas.

b. Ikhlas melaksanakan ajaran Islam.

c. Mampu menghidupkan Sunnah Rasul dan mengembangkan Islam secara

kaffah.

d. Berakhlak luhur, berpikir kritis, aktif mendorong masyarakat melakukan

perbuatan positif, bertanggung jawabm, dan istiqamah.

e. Berjiwa besar, kuat mental dan fisik, tahan uji, hidup sederhana, amanah,

beribadah, berjamaah, tawadhu’, kasih saying terhadap sesama, mahabah,

serta khasyyah dan tawakal kepada Allah SWT.

4 Op. cit hlm. 113

22

f. Mengetahui dan peka terhadap situasi zaman serta mampu menjawab

setiap persoalan untuk kepentingan Islam dan umatnya.

g. Berwawasan luas dan menguasai beberapa cabang ilmu demi

pengwmbangannya. Menerima pendapat orang lain yang tidak

bertentangan dengan Islam dan bersikap tawadhu’.

2. Peran Ulama

Ulama merupakan pengalih fungsi kenabian. Setiap ulama ulama

harus mampu mengemban misi para nabi kepada seluruh masyarakat, dalam

keadaan sangat sulit sekalipun. Amanat menegakkan Islam pada setiap sisi

kehidupan menuntut peran aktif ulama dengan perjuangan, kesabaran,

keikhlasan, dan sikap tawakal. Dengan demikian, umat Islam dapat

mengamalkan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan sehari-hari. 5

Salah satu peran ulama sebagai pemuka agama Islam yang patut

dicatat adalah posisi mereka sebagai kelompok terpelajar yang membawa

pencerahan kepada kepada masyarakat sekitarnya. Berbagai lembaga

pendidikan telah dilahirkan oleh mereka, baik dalam bentuk sekolah ataupun

pondok pesantren. Lembaga-lembaga tersebut memiliki kontribusi yang besar

5 Badruddin Hsubky, Dilema Ulama Dalam Perubahan Zaman, (Jakarta : Gema Insani Press,

1995), hlm. 65

23

dalam meningkatkan tingkat melek huruf bangsa Indonesia, baik dalam

bidang agama maupun dalam bidang pengetahuan umum.6

Menurut Al-Munawar yang dikutip Rosehan Anwar dan Andi

Bahruddin dalam buku Ulama dalam Penyebaran Pendidikan dan Khazanah

Keagamaan menjelaskan peran ulama yaitu sebagai berikut :

a. Tabligh

Tabligh yaitu menyampaikan pesan-pesan yang menyentuh hati

dan memberi stimulasi bagi orang untuk melakukan pengamalan agama.

Berkaitan dengan posisi ulama sebagai pewaris nabi pada fungsi tabligh,

maka ulama harus mengacu beberapa tugas, yaitu : memberi ketenangan

jiwa kepada pendengarnya, memberikan motivasi dengan ikhlas,

merancang materi tabligh dan metode penyampaian yang dapat

membangkitkan intensitas imaniah, untuk kemudian direalisasikan dalam

bentuk tingkah laku perbuatan sehari-hari.

b. Tibyan

Tibyan yaitu ulama berperan dalam menjelaskan masalah-masalah

agama berdasarkan referensi kitab suci secara lugas, jelas dan tegas.

Sehingga dalam penyampaiannya ulama memerlukan nalar yang jernih

`6 Rosehan Anwar, dan Andi Bahruddin Malik, Ulama dalam Penyebaran Pendidikan dan

Khazanah Keagamaann,(Jakarta : Proyek Pengkajian dan Pengkajian Lektur Pendidikan

Agama,2003),hlm,13

24

untuk dapat memaparkan ajaran agama secara jelas, sederhana dan mudah

dipahami.

c. Uswatun hasanah

Uswatun hasanah yaitu, yaitu menjadikan dirinya sebagai

tauladan yang baik dalam pengamalan agama dan ulama harus menjadi

suri tauladan dan pemimpin yang baik bagi masyarakat.7

3. Upaya Ulama dalam Menanamkan Akhlak Remaja

Dewasa ini ulama diharapkan berperan dalam proses perubahan dunia

menuju modernisasi. Namun, tanpa disertai pengembangan nilai keagamaan,

proses ini akan menimbulkan berbagai bahaya. Tanpa diimbangi etika

keislaman, peradaban umat manusia pada kurun ilmu pengetahuan dan

teknologi ini akan hancur.

Ulama mengemban tugas mulia menunaikan amar ma’ruf nahi

munkar sebagaimana para nabi. Mereka harus aktif menegakkan tauhid dan

mengajarkan ilmu pengetahuan kepada masyarakat terutama para remaja.

Adapun beberapa kewajiban ulama yang perlu dikembangkan dalam

upaya menanamkan akhlak remaja yaitu meliputi :

7 Ibid, hlm 17

25

a. Menegakkan dakwah

1) Menanamkan aqidah Islam dan membebaskan semua manusia dari

segala macam kemusyrikan.

2) Mengatur dan melaksanakan dakwah Islam, baik terhadap umat ijabah

maupun umat dakwah, termasuk suku-suku tersaing diseluruh pelosok

pedesaan.

3) Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran Islam secara

menyeluruh.

4) Membentuk kader-kader penerus ulama demi eksistensi perjuangan

dakwah Islam.

b. Mengkaji dan mengembangkan Islam.

1) Menggali nilai-nilai Islam yang bersumber dari Al-Quran, As-Sunah,

ijma’ dan qiyas.

2) Mencari gagasan baru yang islami untuk memperbaiki dan

meningkatkan taraf hidup masyarakat.8

B. Akhlak Remaja

1. Pengertian Akhlak

Kata “akhlak” berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun yang

menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kata

tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalq yang

berarti “kejadian”, serta erat hubungannya dengan kata khaliq yang berarti

“pencipta” dan makhluk yang berarti “yang diciptakan”.

Sedangkan secara terminologi ulama sepakat mengatakan bahwa

akhlak adalah hal yang berhubungan dengan perilaku manusia. Namun ada

perbedaan ulama menjelaskan pengertiannya. Menurut Imam Ghazali yang

dikutip Ulil Amri Syafri dalam buku Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an

dalam Kitab Ihya’ Ulumuddin Imam Ghazali mengatakan bahwa akhlak

8 Badruddin Hsubky, Dilema Ulama Dalam Perubahan Zaman, (Jakarta : Gema Insani Press,

1995), hlm. 66

26

adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-

perbuatan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

Sedangkan Muhammad Abdullah Darraz mendefinisikan akhlak sebagai

sesuatu kekuatan dari dalam diri yang berkombinasi antara kecenderungan

pada sisi yang baik (akhlaq al-karimah) dan sisi yang buruk (akhlaq al-

madzmumah).9

Sedangkan menurut Ibnu Maskawih yang dikutip Rosihon Anwar

dalam buku Akhlak Tasawuf akhlak ialah keadaan jiwa seseorang yang

mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui

pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Keadaan ini terbagi dua, ada yang

berasal dari tabiat aslinya ada pula yang diperoleh dari kebiasaan yang

berulang-ulang. Boleh jadi, pada mulanya tindakan itu melalui pikiran dan

pertimbangan, kemudian dilakukan terus-menerus, maka jadilah suatu bakat

dan akhlak.10

Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa akhlak

merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang dapat melahirkan

perbuatan-perbuatan baik atau buruk secara spontan tanpa memerlukan

pikiran atau dorongan dari luar. Dari situlah timbul berbagai macam perbuatan

dengan cara spontan tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pikiran.

9Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012),

hlm. 73 10

Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2010), hlm. 13

27

Dalam Islam, dasar atau alat pengukur yang menyatakan bahwa sifat

seseorang itu baik atau buruk adalah Al-Quran dan As-Sunnah. Segala sesuatu

yang baik menurut Al-Quran dan As-Sunnah, itulah yang baik untuk dijadikan

pegangan dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, segala sesuatu yang buruk

menurut Al-Quran dan As-Sunnah, berarti tidak baik dan harus dijauhi.

2. Tujuan Menanamkan Akhlak

Kepentingan akhlak dalam kehidupan manusia dinyatakan dengan

jelas dalam Al-Quran. Al-Quran menerangkan berbagai pendekatan yang

meletakan Al-Quran sebagai sumber pengetahuan mengenai nilai dan akhlak

yang paling jelas. Pendekatan Al-Quran dalam menerangkan akhlak yang

mulia, bukan pendekatan teoritikal melainkan dalam bentuk konseptual dan

penghayatan. Akhlak mulia dan akhlak buruk digambarkan dalam perwatakan

manusia, dalam sejarah dan dalam realitas kehidupan manusia semasa Al-

Quran diturunkan. 11

Dalam Islam, akhlak memiliki posisi yang sangat penting, yaitu

sebagai salah satu rukun agama Islam. Dalam kaitan ini, Rasulullah SAW

pernah ditanya, “Beragama itu apa?” Beliau menjawab, “Berakhlak yang

baik” (H.R. Muslim). Pentingnya kedudukan akhlak dapat dilihat ketika

melihat bahwa salah satu sumber akhlak adalah wahyu.

11

Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2010), hlm. 20

28

Akhlak memberikan peran penting bagi kehidupan, baik yang bersifat

individual maupun kolektif. Tak heran jika kemudian Al-Quran memberi

penekanan terhadapnya. Al-Quran meletakkan dasar-dasar akhlak mulia.

Demikian pula Al-Hadis telah memberikan porsi cukup banyak dalam bidang

akhlak.12

3. Pengertian Remaja

Kata “remaja” berasal dari bahasa Latin yaitu adolescene yang berarti

to grow atau to grow maturity. Banyak tokoh yang memberikan definisi

tentang remaja, seperti DeBrun mendefinisikan remaja sebagai periode

pertumbuhan antara masa kanak-kanak dan dewasa. Papilia dan Olds, tidak

memberikan pengertian remaja (adolescent) secara eksplisit melainkan secara

implicit memalui pengertian masa remaja (adolescence). 13

Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat

penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga

mampu bereproduksi. Menurut Konopka masa remaja ini meliputi (a) remaja

awal : 12-15 tahun; (b) remaja madya : 15-18 tahun: dan (c) remaja akhir : 19-

22 tahun. Sementara Salzman mengemukakan, bahwa remaja merupakan

masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orangtua kearah

12

Ibid, Rosihon Anwar, hlm.23 13

Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan,(Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011),

hlm.219-220.

29

kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, dan

perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.14

Sedangkan menurut WHO definisi remaja dikemukakan ada tiga

kriteria, yaitu biologis, psikologis dan social ekonomi. Sehingga secara

lengkap definisi remaja yaitu suatu masa dimana individu berkembang dari

saat pertama kali ia menunjukan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat

ia mencapai kematangan seksual, kemudian individu tersebut juga mengalami

perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi

dewasa dan terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh

kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.15

Menurut Papilia dan Olds, masa remaja adalah masa transisi

perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang pada umumnya

dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun

atau awal dua puluh tahun.

Menurut para psikolog, masa remaja menjadi sangat penting, karena

merupakan fase peralihan cepat yang dialami seseorang. Mengalihkannya dari

masa kanak-kanak namun kadang tidak langsung memasuki masa dewasa. Ia

tetap berada dalam fase peralihan, namun tidak sama dengan kedua fase

14

Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,(Bandung : PT Remaja

Posdakarya, 2005), hlm.184 15

Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja,(Jakarta : PT Rajagrafindo persada, 2013),

hlm. 12

30

tersebut. Remaja menganggap dirinya bukan lagi anaak-anak, dan menurutnya

terlihat jelas berbeda dengan anak-anak. Sementara orang dewasa menilai

remaja sama sekali belum dewasa. Orang-orang dewasa bahkan tidak

menerimanya. Seperti itulah peralihan yang dilalui remaja dari masa kanak-

kanak menuju masa dewasa.

Kesimpulannya remaja menurut ilmu psikologi, secara singkat adalah

masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, dengan ciri

perubahan-perubahan cepat dan menyeluruh pada diri seseorang. Keresahan

dan guncangan tidak bersifat pasti pada fase ini. Lama singkatnya fase remaja

tergantung peradaban yang ada ditengah masyarakat.16

4. Perkembangan pemahaman remaja tentang agama

Bagi remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan

moral. Bahkan sebagaimana dijelaskan oleh Adam dan Gullota, agama

memberikan sebuah kerangka moral sehingga membuat seseorang mampu

membandingkan tingkah lakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku

dan bisa memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada

didunia ini. Agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi

remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya.

16

Khalid Ahmad Asy-Syanut, Mendidik Anak Laki-Laki, ( Solo : PT Aqwam Media

Provetika, 2013), hlm.29

31

Apabila remaja kurang mendapat bimbingan keagamaan dalam

keluarga, kondisi keluarga yang kurang harmonis, orangtua yang kurang

memberikan kasih sayang dan berteman dengan kelompok sebaya yang

kurang menghargai nilai-nilai agama, maka kondisi diatas akan menjadi

pemicu berkembangnya sikap dan perilaku remaja yang kurang baik atau

asusila, seperti pergaulan bebas (free sex), minum-minuman keras,

menghisap ganja dan menjadi trouble maker (pengganggu

ketertiban/pembuat keonaran) dalam masyarakat.

Dibandingkan dengan masa awal anak-anak contoh keyakinan

agama remaja telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau

pada masa awal anak-anak ketika mereka baru memiliki kemampuan

berpikir simbolik Tuhan dibayangkan sebagai person yang berada diawan,

maka pada masa remaja mereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep

yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensinya. Perkembangan

pemahaman remaja terhadap keyakinan agama ini sangat dipengaruhi oleh

perkembangan kognitifnya. 17

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akhlak Remaja

Dalam bukunya yang berjudul Psikologi Agama Jalaluddin

menjelaskan mengenai faktor yang mempengaruhi perilaku keagamaan

remaja yaitu antara lain :

17

M. Sugeng Sholehudin, Psikologi Perkembangan Dalam Perspektif Pengantar, (Pekalongan

: STAIN Pekalongan Press, 2008), hlm. 145

32

a. Faktor Intern

Perkembangan jiwa keagamaan selain oleh faktor ekstern juga ada

faktor intern seseorang. Yang termasuk dalam faktor intern ini adalah :

1) Faktor hereditas

Sejak penemuan sifat kebakaan pada tanaman oleh Johan

Gregot Mendel (1822 – 1884) telah dilakukan sejumlah kajian

terhadap hewan dan manusia. Jiwa keagaamaan atau perilaku

beragama memang bukan secara langsung sebagai faktor bawaan yang

diwariskan secara turun temurun, melainkan terbentuk dari berbagai

unsur kejiwaan lainnya yang mencangkup kognitif, afektif dan

kognitif. Akan tetapi dalam penelitian terhadap janin terungkap bahwa

makan dan perasaan ibu berpengaruh terhadap kondisi janin yang

dikandungnya. Demikan pula, Margareth Mead menemukan dalam

penelitiannya terhadap suku Mundugumor dan Arapeseh bahwa

terdapat hubungan anatar cara menyusui dengan sikap bayi. Bayi yang

disusukan secara tergesa-gewsa (Arapesh) menampilkan sosok yang

agresif dan yang disusukan secara wajar dan tenang (Mundugumor)

akan menampilkan perilaku yang toleran dimasa remajanya.

Selain itu Rasul SAW juga mengajurkan untuk memilih

pasangan hidup yang baik dalam membina rumah tangga, sebab

menurut beliau keturunan itu berpengaruh bagi perkembangan jiwa

33

keagamaan seseorang yang akan berdampak pada perilaku keagamaan

yang mereka jalani di masa yang akan datang.18

2) Tingkat usia

Dalam The Developmennt og Religius on Chilidren, Ernest

Harms mengungkapkan bahwa perkembangan agama pada masa anak-

anak ditentukan oleh tingkat usia mereka. Perkembangan tersebut

dipengaruhi pula oleh perkembangan berbagai aspek kejiwaan,

termasuk perkembangan berfikir. Ternyata, anak yang menginjak usia

berfikir kritis lebih kritis pula dalam memahami ajaran agama. Tingkat

perkembangan usia dan kondisi yang dialami para remaja

menimbulkan konfilk kejiwaan yang cenderung memengaruhi

terjadinya konversi agama.

3) Kepribadian

Kepribadian menurut pandangan psikologi terdiri dari dua

unsur yaitu unsur hereditas dan pengaruh lingkungan. Hubungan

antara unsur hereditas dan pengaruh lingkungan inilah yang

membentuk kepribadian. Dan adanya dua unsur tersebut akan

menyebabkan munculnya konsep tipologi dan karakter.

18

Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000),hlm.213-215

34

4) Kondisi kejiwaan

Menurut pendekatan-pendekatan psiokologi jelas bahwa antara

keperibadian dan kejiwaan maka akan menghasilkan perilaku yang

normal ataupun perilaku abnormal.19

b. Faktor ekstern

Manusia sering disebut dengan homoreligius (makhluk

beragama) faktor ekstern yang mempengarui akhlak remaja remaja

adalah :

1) Lingkungan Keluarga

Pengaruh kedua orang tua terhadap perkembangan kejiwaan

keagamaan yang berdampak pula perilaku keagamaan remaja. Oleh

karena itu, sebagai intervensi terhadap perkembangan jiwa keagamaan

perkembangan jiwa keagamaan tersebut, orang tua diberikan beban

tanggung jawab. Keluarga dinilai sebagai faktor yang paling dominan

dalam meletakkan dasar bagi perkembangan jiwa keagamaan.

2) Lingkungan Sekolah

Sekolah juga ikut mempengaruhi perilaku keagamaan remaja

dari segi meteri pengajaran, sikap dan keteladanan guru sebagai

pendidik serta pergaulan antar teman di sekolah berperan dalam

menanamkan kebiasaan yang baik pula.

19

Ibid,hlm.215-218

35

3) Lingkungan Masyarakat

Kehidupan bermasyarakat dibatasi oleh berbagai norma dan

nilai-niali yang didukung warganya, oleh karena itu, setiap warga

berusaha untuk menyesuaikan sikap dan tingkah laku dengan norma

dan nilai-nilai yang ada.20

6. Pendidikan Akhlak Remaja

Pendidikan akhlak (moral) adalah serangkaian prinsip dasar moral

dan keutamaan sikap serta watak (tabiat) yang harus dimiliki dan

dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa pemula hingga menjadi seorang

mukalaf, yakni siap untuk mengarungi lautan kehidupan.

Imam Al-Ghazali menekankan bahwa akhlak merupakan sifat yang

tertanam dalam jiwa manusia, yang dapat dinilai baik atau buruk dengan

menggunakan ukuran ilmu pengetahuan dan norma agama.

Jika sejak masa remaja tumbuh dan berkembang dengan berpijak

pada landasan iman kepada Allah dan terdidik untuk selalu takut, ingat,

pasrah, meminta pertolongan dan berserah diri kepada Allah, ia akan

memiliki kemampuan dan bekal pengetahuan di dalam menerima setiap

keutamaan dan kemuliaan, disamping terbiasa dengan sikap akhlak mulia.

Sebab, benteng pertahanan religius yang berakar pada hati sanubarinya,

kebiasaan mengingat Allah yang telah dihayati dalam dirinya, dan

20

Ibid,hlm.219-222

36

introspeksi diri yang telah menguasai seluruh pikiran dan perasaan, dapat

memisahkan remaja dari sifat-sifat jelek, kebiasaan dosa, dan tradisi-

tradisi jahiliyah yang merusak. Setiap kebaikan akan diterima menjadi

salah satu kebiasaan dan kesenangan, dan kemuliaan akan menjadi akhlak

dan sifat yang paling utama. Dengan demikian, pendidikan iman memiliki

kaitan erat dengan pendidikan akhlak (moral).21

Remaja merupakan penopang masyarakat, dan pondasi bangunan

umat. Untuk itu para da’i, ulama dan pendidik seharusnya lebih menaruh

perhatian terhadap anak-anak, dan pemuda ketimbang orang tua. Adapun

alasan kenapa anak-anak dan pemuda harus lebih diutamakan yaitu

sebagai berikut :

Pertama, remaja lebih dekat pada fitrah. Fitrah adalah islam,

dimana setiap manusia diciptakan Allah sesuai dengan fitrahnya.

Penyimpangan fitrah di kalangan pemuda tidak sampai pada batas seperti

yang dialami orang-orang dewasa ytang jauh dari ilmu, yang

pemikirannya telah dikotori oleh musuh-musuh Islam, hingga

menyimpang dari fitrah. Hati kaum muda lebih lembut, saat Allah

mengutus Muhammad SAW membawa kebenaran untuk menyampaikan

21

Dindin Jamaluddin, Paradigma Pendidikan Anak dalam Islam, (Bandung : CV Pustaka

Setia, 2013), hlm. 76-77

37

berita gembira dan peringatan, para pemuda memberikan pembelaan

sementara kaum tua menentangnya.

Kedua, para remaja adalah representasi mayoritas umat. Karena

jumlah penduduk kian meningkat, kaum muda membentuk piramida

social dengan landasan anak-anak, sementara yang berada dipuncak

adalah para orang tua. Itulah sebab, perhatian terhadap kaum muda adalah

perhatian mayoritas umat dari sisi kuantitas.

Ketiga, para remaja adalah generasi masa depan sekaligus ibu bagi

generasi berikutnya. Untuk mengetahui esensi dan hakikat umat, jangan

tanyakan seberapa banyak simpanan emas dan uangnya, tapi perhatikan

kaum mudanya. Jika anda melihatnya sebagai pemuda yang taat

beragama, berarti itulah umat mualia dan kuat bangunannya. Namun jika

anda melihatnya sebagai pemuda tidak bermoral, sibuk dengan hal-hal tak

berguna dan jatuh dalam kehinaan, itulah umat yang lemah dan terpecah,

serta akan segera runtuh dihadapan musuh.

Keempat, remaja adalah perisai umat untuk menangkal serangan-

serangan musuh. Jihad wajib hukumnya bagi kaum muslimin demi

tersebarnya risalah dan membela tanah Islam. Allah SWT berfirman, “dan

perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu

semata-mata untuk Allah.” ( QS. Al-Anfal : 39) jihad akan senantiasa

38

berlangsung hingga akhir zaman. Siapa yang lebih berhak berjihad kalau

bukan para pemuda. 22

Untuk menumbuhkan akhlak mulia atau perilaku yang baik pada

seseorang termasuk juga bagi kalangan para remaja, seseorang harus

dibiasakan melakukan hal-hal yang baik dan meninggalkan hal-hal yang

buruk sejak kecil, sehingga pada saat dewasa seseorang diharapkan telah

mengetahui dan memahami antara akhlak terpuji dan akhlak yang tercela.

Pembinaan akhlak tersebut dititik beratkan pada pembentukan

mental remaja agar tidak terjadi penyimpangan. Dengan demikian akan

mencegah terjadinya kenakalan remaja, sebab pembinaan akhlak berarti

bahwa anak remaja dituntut agar memiliki rasa tanggung jawab.

7. Metode pendidikan akhlak remaja

Pendidikan akhlak merupakan tumpuan perhatian utama dalam

Islam. Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi

Muhammad SAW yang utama adalah untuk menyempurnakan akhlak

yang mulia. Perhatian Islam yang demikian terhadap pendidikan akhlak

ini dapat pula dilihat dari perhatian Islam terhadap pembinaan jiwa yang

harus didahulukan daripada pembinaan fisik.

22 Khalid Ahmad Asy-Syanut, Mendidik Anak Laki-Laki, ( Solo : PT Aqwam Media

Provetika, 2013), hlm.15-18

39

Adapun beberapa metode yang dapat ditempuh dalam mendidik

akhlak remaja menurut Abuddin Nata yaitu sebagai berikut :

a. Metode pembiasaaan

Metode pembiasaan adalah sebuah cara mebiasakan anak untuk

berfikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntunan agama Islam

yaitu dengan cara melakukan sesuatu tersebut secara berulang-ulang.

Pembiasaaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung

secara kontinyu. Berkenaan dengan ini Imam Ghazali mengatakan

bahwa kepribadian manusia itu pada dasarnya dapat menerima segala

usaha pembentukan melalui kebiasaan. Jika manusia membiasakan

berbuat jahat, maka ia akan menjadi orang jahat. Untuk ini Imam

Ghazali menganjurkan agar akhlak diajarkan, yaitu dengan cara

melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah laku yang mulia.

b. Metode keteladanan

Metode keteladanan adalah suatu metode yang diterapkan

dengan cara memberi contoh-contoh (teladan) yang baik yang berupa

perilaku nyata, khususnya ibadah dan akhlak.

Akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya dengan pelajaran,

intruksi dan larangan, sebab tabi’at jiwa untuk menerima keutamaan

40

itu tidak cukup dengan hanya seorang guru mengatakan kerjaan ini dan

jangan kerjakan itu. Menanamkan sopan santun membutuhkan

pendidikan yang panjang dan harus ada pendekatan yang lestari.

Pendidikan itu tidak akan sukses, melainkan jika disertai dengan

pemberian contoh teladan yang baik dan nyata.23

23

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,

2013),hlm.141