Upload
nguyenquynh
View
242
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
19
BAB II
ULAMA DAN AKHLAK REMAJA
A. Konsep Ulama
1. Pengertian Ulama
Kata ulama berasal dari bahasa Arab, bentuk jamak dari alim; orang
yang tahu, orang yang memiliki ilmu agama, atau orang memiliki
pengetahuan. Seorang ulama tumbuh dan berkembang dari kalangan umat
agamanya, yakni umat Islam. Secara terminologi ulama adalah orang yang
tahu atau orang yang memiliki ilmu agama dan ilmu pengetahuan keulamaan
yang dengan pegetahuannya tersebut memiliki rasa takut dan tunduk kepada
Allah SWT.1
Dalam upaya merumuskan kata ulama, hendaknya kita merujuk pada
pendapat para mufassir salaf (sahabat dan tabi’in) yang dekat dengan pusat
ilmu keislaman. Beberapa diantara pendapat mereka disajikan berikut ini.
Menurut Imam Mujahid yang dikutip Rosehan Anwar dan Andi
Bahruddin dalam buku Ulama dalam Penyebaran Pendidikan dan Khazanah
Keagamaan menjelaskan : “Ulama adalah orang yang takut kepada Allah
1 Rosehan Anwar, dan Andi Bahruddin Malik, Ulama dalam Penyebaran Pendidikan dan
Khazanah Keagamaann,(Jakarta : Proyek Pengkajian dan Pengkajian Lektur Pendidikan
Agama,2003),hlm,15
20
SWT”. Malik bin Anas pun menegaskan, “Orang yang tidak takut kepada
Allah bukanlah ulama.”
Menurut Hasan Basri yang dikutip Badruddin Hsubky dalam buku
Dilema Ulama Dalam Perubahan Zaman menjelaskan : “Ulama adalah orang
yang takut kepada Allah disebabkan perkara gaib, suka terhadap setiap
sesuatu yang disukai Allah, dan menolak segala sesuatu yang dimurkai-Nya.”
Menurut Ibnu Katsir yang dikutip Badruddin Hsubky dalam buku
Dilema Ulama Dalam Perubahan Zaman menjelaskan : “Ulama adalah yang
benar-benar ma’rifatnya kepada Allah sehingga mereka takut kepada-Nya.
Jika ma’rifatnya sudah sangat dalam maka sempurnalah takutnya kepada
Allah.2
Sementara itu, dalam Musyawarah Antar Pemimpin Pesantren Tinggi
(A Ma’hadul Ali al-Islami), Pimpinan pesantren se-Indonesia merumuskan
pengertian ulama sebagai berikut:
“Ulama adalah hamba Allah yang khasyyatullah, yaitu mengenal Allah
secara hakiki. Mereka adalah pewaris nabi, pelita umat dengan ilmu dan
bimbingannya. Mereka menjadi pemimpin dan panutan yang uswah hasanah
dalam ketakwaan dan istiqomah. Sifat ini menjadi landasan beribadah dan
beramal saleh. Mereka bersikap benar dan adil serta tidak takut kepada celaan.
Tidak mengikuti hawa nafsu, aktif menegakkan kebaikan, dan mencegah
kemungkaran. Mereka adalah pemersatu umat, teguh memperjuangkan dan
meninggikan Islam, berjuang dijalan Allah, serta melanjutkan perjuangan
Rasulullah dalam mencapai keridhaan Allah SWT. 3
2 Badruddin Hsubky, Dilema Ulama Dalam Perubahan Zaman, (Jakarta : Gema Insani Press,
1995), hlm. 45 3Ibid, hlm 47
21
Dari ungkapan di atas dapat disimpulkan bahwa ulama adalah orang
memiliki penegtahuan agama Islam yang luas dan berfungsi sebagai
pengayom, panutan, panutan, dan pembimbing di tengah umat atau
masyarakat. Sebagai orang yang mempunyai pengetahuan luas, maka ulama
telah mengukir berbagai peran di masyarakat, salah satu peran ulama sebagai
tokoh islam, yang patut dicatat adalah posisi mereka sebagai kelompok
terpelajar yang membawa pencerahan kepada masyarakat sekitarnya. 4
Kesimpulanya seorang ulama sekurang-kurangnya harus memenuhi
kriteria :
a. Menguasai ilmu agama Islam (tafaqquh fiddin) dan sanggup membimbing
umat dengan memberikan bekal ilmu-ilmu ke islaman yang bersumber
dari Al-Quran, hadis, ijma’, dan qiyas.
b. Ikhlas melaksanakan ajaran Islam.
c. Mampu menghidupkan Sunnah Rasul dan mengembangkan Islam secara
kaffah.
d. Berakhlak luhur, berpikir kritis, aktif mendorong masyarakat melakukan
perbuatan positif, bertanggung jawabm, dan istiqamah.
e. Berjiwa besar, kuat mental dan fisik, tahan uji, hidup sederhana, amanah,
beribadah, berjamaah, tawadhu’, kasih saying terhadap sesama, mahabah,
serta khasyyah dan tawakal kepada Allah SWT.
4 Op. cit hlm. 113
22
f. Mengetahui dan peka terhadap situasi zaman serta mampu menjawab
setiap persoalan untuk kepentingan Islam dan umatnya.
g. Berwawasan luas dan menguasai beberapa cabang ilmu demi
pengwmbangannya. Menerima pendapat orang lain yang tidak
bertentangan dengan Islam dan bersikap tawadhu’.
2. Peran Ulama
Ulama merupakan pengalih fungsi kenabian. Setiap ulama ulama
harus mampu mengemban misi para nabi kepada seluruh masyarakat, dalam
keadaan sangat sulit sekalipun. Amanat menegakkan Islam pada setiap sisi
kehidupan menuntut peran aktif ulama dengan perjuangan, kesabaran,
keikhlasan, dan sikap tawakal. Dengan demikian, umat Islam dapat
mengamalkan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan sehari-hari. 5
Salah satu peran ulama sebagai pemuka agama Islam yang patut
dicatat adalah posisi mereka sebagai kelompok terpelajar yang membawa
pencerahan kepada kepada masyarakat sekitarnya. Berbagai lembaga
pendidikan telah dilahirkan oleh mereka, baik dalam bentuk sekolah ataupun
pondok pesantren. Lembaga-lembaga tersebut memiliki kontribusi yang besar
5 Badruddin Hsubky, Dilema Ulama Dalam Perubahan Zaman, (Jakarta : Gema Insani Press,
1995), hlm. 65
23
dalam meningkatkan tingkat melek huruf bangsa Indonesia, baik dalam
bidang agama maupun dalam bidang pengetahuan umum.6
Menurut Al-Munawar yang dikutip Rosehan Anwar dan Andi
Bahruddin dalam buku Ulama dalam Penyebaran Pendidikan dan Khazanah
Keagamaan menjelaskan peran ulama yaitu sebagai berikut :
a. Tabligh
Tabligh yaitu menyampaikan pesan-pesan yang menyentuh hati
dan memberi stimulasi bagi orang untuk melakukan pengamalan agama.
Berkaitan dengan posisi ulama sebagai pewaris nabi pada fungsi tabligh,
maka ulama harus mengacu beberapa tugas, yaitu : memberi ketenangan
jiwa kepada pendengarnya, memberikan motivasi dengan ikhlas,
merancang materi tabligh dan metode penyampaian yang dapat
membangkitkan intensitas imaniah, untuk kemudian direalisasikan dalam
bentuk tingkah laku perbuatan sehari-hari.
b. Tibyan
Tibyan yaitu ulama berperan dalam menjelaskan masalah-masalah
agama berdasarkan referensi kitab suci secara lugas, jelas dan tegas.
Sehingga dalam penyampaiannya ulama memerlukan nalar yang jernih
`6 Rosehan Anwar, dan Andi Bahruddin Malik, Ulama dalam Penyebaran Pendidikan dan
Khazanah Keagamaann,(Jakarta : Proyek Pengkajian dan Pengkajian Lektur Pendidikan
Agama,2003),hlm,13
24
untuk dapat memaparkan ajaran agama secara jelas, sederhana dan mudah
dipahami.
c. Uswatun hasanah
Uswatun hasanah yaitu, yaitu menjadikan dirinya sebagai
tauladan yang baik dalam pengamalan agama dan ulama harus menjadi
suri tauladan dan pemimpin yang baik bagi masyarakat.7
3. Upaya Ulama dalam Menanamkan Akhlak Remaja
Dewasa ini ulama diharapkan berperan dalam proses perubahan dunia
menuju modernisasi. Namun, tanpa disertai pengembangan nilai keagamaan,
proses ini akan menimbulkan berbagai bahaya. Tanpa diimbangi etika
keislaman, peradaban umat manusia pada kurun ilmu pengetahuan dan
teknologi ini akan hancur.
Ulama mengemban tugas mulia menunaikan amar ma’ruf nahi
munkar sebagaimana para nabi. Mereka harus aktif menegakkan tauhid dan
mengajarkan ilmu pengetahuan kepada masyarakat terutama para remaja.
Adapun beberapa kewajiban ulama yang perlu dikembangkan dalam
upaya menanamkan akhlak remaja yaitu meliputi :
7 Ibid, hlm 17
25
a. Menegakkan dakwah
1) Menanamkan aqidah Islam dan membebaskan semua manusia dari
segala macam kemusyrikan.
2) Mengatur dan melaksanakan dakwah Islam, baik terhadap umat ijabah
maupun umat dakwah, termasuk suku-suku tersaing diseluruh pelosok
pedesaan.
3) Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran Islam secara
menyeluruh.
4) Membentuk kader-kader penerus ulama demi eksistensi perjuangan
dakwah Islam.
b. Mengkaji dan mengembangkan Islam.
1) Menggali nilai-nilai Islam yang bersumber dari Al-Quran, As-Sunah,
ijma’ dan qiyas.
2) Mencari gagasan baru yang islami untuk memperbaiki dan
meningkatkan taraf hidup masyarakat.8
B. Akhlak Remaja
1. Pengertian Akhlak
Kata “akhlak” berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun yang
menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kata
tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalq yang
berarti “kejadian”, serta erat hubungannya dengan kata khaliq yang berarti
“pencipta” dan makhluk yang berarti “yang diciptakan”.
Sedangkan secara terminologi ulama sepakat mengatakan bahwa
akhlak adalah hal yang berhubungan dengan perilaku manusia. Namun ada
perbedaan ulama menjelaskan pengertiannya. Menurut Imam Ghazali yang
dikutip Ulil Amri Syafri dalam buku Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an
dalam Kitab Ihya’ Ulumuddin Imam Ghazali mengatakan bahwa akhlak
8 Badruddin Hsubky, Dilema Ulama Dalam Perubahan Zaman, (Jakarta : Gema Insani Press,
1995), hlm. 66
26
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-
perbuatan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Sedangkan Muhammad Abdullah Darraz mendefinisikan akhlak sebagai
sesuatu kekuatan dari dalam diri yang berkombinasi antara kecenderungan
pada sisi yang baik (akhlaq al-karimah) dan sisi yang buruk (akhlaq al-
madzmumah).9
Sedangkan menurut Ibnu Maskawih yang dikutip Rosihon Anwar
dalam buku Akhlak Tasawuf akhlak ialah keadaan jiwa seseorang yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui
pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Keadaan ini terbagi dua, ada yang
berasal dari tabiat aslinya ada pula yang diperoleh dari kebiasaan yang
berulang-ulang. Boleh jadi, pada mulanya tindakan itu melalui pikiran dan
pertimbangan, kemudian dilakukan terus-menerus, maka jadilah suatu bakat
dan akhlak.10
Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa akhlak
merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang dapat melahirkan
perbuatan-perbuatan baik atau buruk secara spontan tanpa memerlukan
pikiran atau dorongan dari luar. Dari situlah timbul berbagai macam perbuatan
dengan cara spontan tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pikiran.
9Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012),
hlm. 73 10
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2010), hlm. 13
27
Dalam Islam, dasar atau alat pengukur yang menyatakan bahwa sifat
seseorang itu baik atau buruk adalah Al-Quran dan As-Sunnah. Segala sesuatu
yang baik menurut Al-Quran dan As-Sunnah, itulah yang baik untuk dijadikan
pegangan dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, segala sesuatu yang buruk
menurut Al-Quran dan As-Sunnah, berarti tidak baik dan harus dijauhi.
2. Tujuan Menanamkan Akhlak
Kepentingan akhlak dalam kehidupan manusia dinyatakan dengan
jelas dalam Al-Quran. Al-Quran menerangkan berbagai pendekatan yang
meletakan Al-Quran sebagai sumber pengetahuan mengenai nilai dan akhlak
yang paling jelas. Pendekatan Al-Quran dalam menerangkan akhlak yang
mulia, bukan pendekatan teoritikal melainkan dalam bentuk konseptual dan
penghayatan. Akhlak mulia dan akhlak buruk digambarkan dalam perwatakan
manusia, dalam sejarah dan dalam realitas kehidupan manusia semasa Al-
Quran diturunkan. 11
Dalam Islam, akhlak memiliki posisi yang sangat penting, yaitu
sebagai salah satu rukun agama Islam. Dalam kaitan ini, Rasulullah SAW
pernah ditanya, “Beragama itu apa?” Beliau menjawab, “Berakhlak yang
baik” (H.R. Muslim). Pentingnya kedudukan akhlak dapat dilihat ketika
melihat bahwa salah satu sumber akhlak adalah wahyu.
11
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2010), hlm. 20
28
Akhlak memberikan peran penting bagi kehidupan, baik yang bersifat
individual maupun kolektif. Tak heran jika kemudian Al-Quran memberi
penekanan terhadapnya. Al-Quran meletakkan dasar-dasar akhlak mulia.
Demikian pula Al-Hadis telah memberikan porsi cukup banyak dalam bidang
akhlak.12
3. Pengertian Remaja
Kata “remaja” berasal dari bahasa Latin yaitu adolescene yang berarti
to grow atau to grow maturity. Banyak tokoh yang memberikan definisi
tentang remaja, seperti DeBrun mendefinisikan remaja sebagai periode
pertumbuhan antara masa kanak-kanak dan dewasa. Papilia dan Olds, tidak
memberikan pengertian remaja (adolescent) secara eksplisit melainkan secara
implicit memalui pengertian masa remaja (adolescence). 13
Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat
penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga
mampu bereproduksi. Menurut Konopka masa remaja ini meliputi (a) remaja
awal : 12-15 tahun; (b) remaja madya : 15-18 tahun: dan (c) remaja akhir : 19-
22 tahun. Sementara Salzman mengemukakan, bahwa remaja merupakan
masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orangtua kearah
12
Ibid, Rosihon Anwar, hlm.23 13
Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan,(Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011),
hlm.219-220.
29
kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, dan
perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.14
Sedangkan menurut WHO definisi remaja dikemukakan ada tiga
kriteria, yaitu biologis, psikologis dan social ekonomi. Sehingga secara
lengkap definisi remaja yaitu suatu masa dimana individu berkembang dari
saat pertama kali ia menunjukan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat
ia mencapai kematangan seksual, kemudian individu tersebut juga mengalami
perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi
dewasa dan terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh
kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.15
Menurut Papilia dan Olds, masa remaja adalah masa transisi
perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang pada umumnya
dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun
atau awal dua puluh tahun.
Menurut para psikolog, masa remaja menjadi sangat penting, karena
merupakan fase peralihan cepat yang dialami seseorang. Mengalihkannya dari
masa kanak-kanak namun kadang tidak langsung memasuki masa dewasa. Ia
tetap berada dalam fase peralihan, namun tidak sama dengan kedua fase
14
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,(Bandung : PT Remaja
Posdakarya, 2005), hlm.184 15
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja,(Jakarta : PT Rajagrafindo persada, 2013),
hlm. 12
30
tersebut. Remaja menganggap dirinya bukan lagi anaak-anak, dan menurutnya
terlihat jelas berbeda dengan anak-anak. Sementara orang dewasa menilai
remaja sama sekali belum dewasa. Orang-orang dewasa bahkan tidak
menerimanya. Seperti itulah peralihan yang dilalui remaja dari masa kanak-
kanak menuju masa dewasa.
Kesimpulannya remaja menurut ilmu psikologi, secara singkat adalah
masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, dengan ciri
perubahan-perubahan cepat dan menyeluruh pada diri seseorang. Keresahan
dan guncangan tidak bersifat pasti pada fase ini. Lama singkatnya fase remaja
tergantung peradaban yang ada ditengah masyarakat.16
4. Perkembangan pemahaman remaja tentang agama
Bagi remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan
moral. Bahkan sebagaimana dijelaskan oleh Adam dan Gullota, agama
memberikan sebuah kerangka moral sehingga membuat seseorang mampu
membandingkan tingkah lakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku
dan bisa memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada
didunia ini. Agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi
remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya.
16
Khalid Ahmad Asy-Syanut, Mendidik Anak Laki-Laki, ( Solo : PT Aqwam Media
Provetika, 2013), hlm.29
31
Apabila remaja kurang mendapat bimbingan keagamaan dalam
keluarga, kondisi keluarga yang kurang harmonis, orangtua yang kurang
memberikan kasih sayang dan berteman dengan kelompok sebaya yang
kurang menghargai nilai-nilai agama, maka kondisi diatas akan menjadi
pemicu berkembangnya sikap dan perilaku remaja yang kurang baik atau
asusila, seperti pergaulan bebas (free sex), minum-minuman keras,
menghisap ganja dan menjadi trouble maker (pengganggu
ketertiban/pembuat keonaran) dalam masyarakat.
Dibandingkan dengan masa awal anak-anak contoh keyakinan
agama remaja telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau
pada masa awal anak-anak ketika mereka baru memiliki kemampuan
berpikir simbolik Tuhan dibayangkan sebagai person yang berada diawan,
maka pada masa remaja mereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep
yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensinya. Perkembangan
pemahaman remaja terhadap keyakinan agama ini sangat dipengaruhi oleh
perkembangan kognitifnya. 17
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akhlak Remaja
Dalam bukunya yang berjudul Psikologi Agama Jalaluddin
menjelaskan mengenai faktor yang mempengaruhi perilaku keagamaan
remaja yaitu antara lain :
17
M. Sugeng Sholehudin, Psikologi Perkembangan Dalam Perspektif Pengantar, (Pekalongan
: STAIN Pekalongan Press, 2008), hlm. 145
32
a. Faktor Intern
Perkembangan jiwa keagamaan selain oleh faktor ekstern juga ada
faktor intern seseorang. Yang termasuk dalam faktor intern ini adalah :
1) Faktor hereditas
Sejak penemuan sifat kebakaan pada tanaman oleh Johan
Gregot Mendel (1822 – 1884) telah dilakukan sejumlah kajian
terhadap hewan dan manusia. Jiwa keagaamaan atau perilaku
beragama memang bukan secara langsung sebagai faktor bawaan yang
diwariskan secara turun temurun, melainkan terbentuk dari berbagai
unsur kejiwaan lainnya yang mencangkup kognitif, afektif dan
kognitif. Akan tetapi dalam penelitian terhadap janin terungkap bahwa
makan dan perasaan ibu berpengaruh terhadap kondisi janin yang
dikandungnya. Demikan pula, Margareth Mead menemukan dalam
penelitiannya terhadap suku Mundugumor dan Arapeseh bahwa
terdapat hubungan anatar cara menyusui dengan sikap bayi. Bayi yang
disusukan secara tergesa-gewsa (Arapesh) menampilkan sosok yang
agresif dan yang disusukan secara wajar dan tenang (Mundugumor)
akan menampilkan perilaku yang toleran dimasa remajanya.
Selain itu Rasul SAW juga mengajurkan untuk memilih
pasangan hidup yang baik dalam membina rumah tangga, sebab
menurut beliau keturunan itu berpengaruh bagi perkembangan jiwa
33
keagamaan seseorang yang akan berdampak pada perilaku keagamaan
yang mereka jalani di masa yang akan datang.18
2) Tingkat usia
Dalam The Developmennt og Religius on Chilidren, Ernest
Harms mengungkapkan bahwa perkembangan agama pada masa anak-
anak ditentukan oleh tingkat usia mereka. Perkembangan tersebut
dipengaruhi pula oleh perkembangan berbagai aspek kejiwaan,
termasuk perkembangan berfikir. Ternyata, anak yang menginjak usia
berfikir kritis lebih kritis pula dalam memahami ajaran agama. Tingkat
perkembangan usia dan kondisi yang dialami para remaja
menimbulkan konfilk kejiwaan yang cenderung memengaruhi
terjadinya konversi agama.
3) Kepribadian
Kepribadian menurut pandangan psikologi terdiri dari dua
unsur yaitu unsur hereditas dan pengaruh lingkungan. Hubungan
antara unsur hereditas dan pengaruh lingkungan inilah yang
membentuk kepribadian. Dan adanya dua unsur tersebut akan
menyebabkan munculnya konsep tipologi dan karakter.
18
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000),hlm.213-215
34
4) Kondisi kejiwaan
Menurut pendekatan-pendekatan psiokologi jelas bahwa antara
keperibadian dan kejiwaan maka akan menghasilkan perilaku yang
normal ataupun perilaku abnormal.19
b. Faktor ekstern
Manusia sering disebut dengan homoreligius (makhluk
beragama) faktor ekstern yang mempengarui akhlak remaja remaja
adalah :
1) Lingkungan Keluarga
Pengaruh kedua orang tua terhadap perkembangan kejiwaan
keagamaan yang berdampak pula perilaku keagamaan remaja. Oleh
karena itu, sebagai intervensi terhadap perkembangan jiwa keagamaan
perkembangan jiwa keagamaan tersebut, orang tua diberikan beban
tanggung jawab. Keluarga dinilai sebagai faktor yang paling dominan
dalam meletakkan dasar bagi perkembangan jiwa keagamaan.
2) Lingkungan Sekolah
Sekolah juga ikut mempengaruhi perilaku keagamaan remaja
dari segi meteri pengajaran, sikap dan keteladanan guru sebagai
pendidik serta pergaulan antar teman di sekolah berperan dalam
menanamkan kebiasaan yang baik pula.
19
Ibid,hlm.215-218
35
3) Lingkungan Masyarakat
Kehidupan bermasyarakat dibatasi oleh berbagai norma dan
nilai-niali yang didukung warganya, oleh karena itu, setiap warga
berusaha untuk menyesuaikan sikap dan tingkah laku dengan norma
dan nilai-nilai yang ada.20
6. Pendidikan Akhlak Remaja
Pendidikan akhlak (moral) adalah serangkaian prinsip dasar moral
dan keutamaan sikap serta watak (tabiat) yang harus dimiliki dan
dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa pemula hingga menjadi seorang
mukalaf, yakni siap untuk mengarungi lautan kehidupan.
Imam Al-Ghazali menekankan bahwa akhlak merupakan sifat yang
tertanam dalam jiwa manusia, yang dapat dinilai baik atau buruk dengan
menggunakan ukuran ilmu pengetahuan dan norma agama.
Jika sejak masa remaja tumbuh dan berkembang dengan berpijak
pada landasan iman kepada Allah dan terdidik untuk selalu takut, ingat,
pasrah, meminta pertolongan dan berserah diri kepada Allah, ia akan
memiliki kemampuan dan bekal pengetahuan di dalam menerima setiap
keutamaan dan kemuliaan, disamping terbiasa dengan sikap akhlak mulia.
Sebab, benteng pertahanan religius yang berakar pada hati sanubarinya,
kebiasaan mengingat Allah yang telah dihayati dalam dirinya, dan
20
Ibid,hlm.219-222
36
introspeksi diri yang telah menguasai seluruh pikiran dan perasaan, dapat
memisahkan remaja dari sifat-sifat jelek, kebiasaan dosa, dan tradisi-
tradisi jahiliyah yang merusak. Setiap kebaikan akan diterima menjadi
salah satu kebiasaan dan kesenangan, dan kemuliaan akan menjadi akhlak
dan sifat yang paling utama. Dengan demikian, pendidikan iman memiliki
kaitan erat dengan pendidikan akhlak (moral).21
Remaja merupakan penopang masyarakat, dan pondasi bangunan
umat. Untuk itu para da’i, ulama dan pendidik seharusnya lebih menaruh
perhatian terhadap anak-anak, dan pemuda ketimbang orang tua. Adapun
alasan kenapa anak-anak dan pemuda harus lebih diutamakan yaitu
sebagai berikut :
Pertama, remaja lebih dekat pada fitrah. Fitrah adalah islam,
dimana setiap manusia diciptakan Allah sesuai dengan fitrahnya.
Penyimpangan fitrah di kalangan pemuda tidak sampai pada batas seperti
yang dialami orang-orang dewasa ytang jauh dari ilmu, yang
pemikirannya telah dikotori oleh musuh-musuh Islam, hingga
menyimpang dari fitrah. Hati kaum muda lebih lembut, saat Allah
mengutus Muhammad SAW membawa kebenaran untuk menyampaikan
21
Dindin Jamaluddin, Paradigma Pendidikan Anak dalam Islam, (Bandung : CV Pustaka
Setia, 2013), hlm. 76-77
37
berita gembira dan peringatan, para pemuda memberikan pembelaan
sementara kaum tua menentangnya.
Kedua, para remaja adalah representasi mayoritas umat. Karena
jumlah penduduk kian meningkat, kaum muda membentuk piramida
social dengan landasan anak-anak, sementara yang berada dipuncak
adalah para orang tua. Itulah sebab, perhatian terhadap kaum muda adalah
perhatian mayoritas umat dari sisi kuantitas.
Ketiga, para remaja adalah generasi masa depan sekaligus ibu bagi
generasi berikutnya. Untuk mengetahui esensi dan hakikat umat, jangan
tanyakan seberapa banyak simpanan emas dan uangnya, tapi perhatikan
kaum mudanya. Jika anda melihatnya sebagai pemuda yang taat
beragama, berarti itulah umat mualia dan kuat bangunannya. Namun jika
anda melihatnya sebagai pemuda tidak bermoral, sibuk dengan hal-hal tak
berguna dan jatuh dalam kehinaan, itulah umat yang lemah dan terpecah,
serta akan segera runtuh dihadapan musuh.
Keempat, remaja adalah perisai umat untuk menangkal serangan-
serangan musuh. Jihad wajib hukumnya bagi kaum muslimin demi
tersebarnya risalah dan membela tanah Islam. Allah SWT berfirman, “dan
perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu
semata-mata untuk Allah.” ( QS. Al-Anfal : 39) jihad akan senantiasa
38
berlangsung hingga akhir zaman. Siapa yang lebih berhak berjihad kalau
bukan para pemuda. 22
Untuk menumbuhkan akhlak mulia atau perilaku yang baik pada
seseorang termasuk juga bagi kalangan para remaja, seseorang harus
dibiasakan melakukan hal-hal yang baik dan meninggalkan hal-hal yang
buruk sejak kecil, sehingga pada saat dewasa seseorang diharapkan telah
mengetahui dan memahami antara akhlak terpuji dan akhlak yang tercela.
Pembinaan akhlak tersebut dititik beratkan pada pembentukan
mental remaja agar tidak terjadi penyimpangan. Dengan demikian akan
mencegah terjadinya kenakalan remaja, sebab pembinaan akhlak berarti
bahwa anak remaja dituntut agar memiliki rasa tanggung jawab.
7. Metode pendidikan akhlak remaja
Pendidikan akhlak merupakan tumpuan perhatian utama dalam
Islam. Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi
Muhammad SAW yang utama adalah untuk menyempurnakan akhlak
yang mulia. Perhatian Islam yang demikian terhadap pendidikan akhlak
ini dapat pula dilihat dari perhatian Islam terhadap pembinaan jiwa yang
harus didahulukan daripada pembinaan fisik.
22 Khalid Ahmad Asy-Syanut, Mendidik Anak Laki-Laki, ( Solo : PT Aqwam Media
Provetika, 2013), hlm.15-18
39
Adapun beberapa metode yang dapat ditempuh dalam mendidik
akhlak remaja menurut Abuddin Nata yaitu sebagai berikut :
a. Metode pembiasaaan
Metode pembiasaan adalah sebuah cara mebiasakan anak untuk
berfikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntunan agama Islam
yaitu dengan cara melakukan sesuatu tersebut secara berulang-ulang.
Pembiasaaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung
secara kontinyu. Berkenaan dengan ini Imam Ghazali mengatakan
bahwa kepribadian manusia itu pada dasarnya dapat menerima segala
usaha pembentukan melalui kebiasaan. Jika manusia membiasakan
berbuat jahat, maka ia akan menjadi orang jahat. Untuk ini Imam
Ghazali menganjurkan agar akhlak diajarkan, yaitu dengan cara
melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah laku yang mulia.
b. Metode keteladanan
Metode keteladanan adalah suatu metode yang diterapkan
dengan cara memberi contoh-contoh (teladan) yang baik yang berupa
perilaku nyata, khususnya ibadah dan akhlak.
Akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya dengan pelajaran,
intruksi dan larangan, sebab tabi’at jiwa untuk menerima keutamaan
40
itu tidak cukup dengan hanya seorang guru mengatakan kerjaan ini dan
jangan kerjakan itu. Menanamkan sopan santun membutuhkan
pendidikan yang panjang dan harus ada pendekatan yang lestari.
Pendidikan itu tidak akan sukses, melainkan jika disertai dengan
pemberian contoh teladan yang baik dan nyata.23
23
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2013),hlm.141