36
II-1 BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Pengendalian meliputi semua metode, kebijakan dan prosedur organisasi yang menjamin keamanan harta kekayaan organisasi, akurasi dan kelayakan data manajemen serta standar operasi manajemen lainnya. Istilah yang biasa dipakai untuk pengendalian intern adalah sistem pengendalian intern, sistem pengawasan intern, dan struktur pengendalian intern. Dalam buku Accounting Information System yang dibuat oleh (Dull, Gelinas dan Wheeler 2012, 3), terdapat kutipan dari COSO (Committee of Sponsoring Organitations), yang menyatakan bahwa definisi pengendalian intern adalah: Internal control is a process-effected by an entity’s board of directors, management and other personnel-designed to provide reasonable assurance regarding achieving objectives in the following categories: efficiency and effectiveness of operations, reliabilityof reporting, and compliance with applicable laws and regulations.” Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian intern adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan direksi, manajemen, dan karyawan yang dirancang untuk memberikan jaminan yang meyakinkan bahwa tujuan organisasi akan dapat dicapai melalui efisiensi dan efektivitas operasi, penyajian laporan keuangan yang dapat dipercaya, ketaatan terhadap undang-undang dan aturan yang berlaku”. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 Pasal 1 Ayat 1 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, menyatakan bahwa: “Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan”.

BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

II-1

BAB II

TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

Pengendalian meliputi semua metode, kebijakan dan prosedur organisasi

yang menjamin keamanan harta kekayaan organisasi, akurasi dan kelayakan data

manajemen serta standar operasi manajemen lainnya. Istilah yang biasa dipakai

untuk pengendalian intern adalah sistem pengendalian intern, sistem pengawasan

intern, dan struktur pengendalian intern.

Dalam buku Accounting Information System yang dibuat oleh (Dull,

Gelinas dan Wheeler 2012, 3), terdapat kutipan dari COSO (Committee of

Sponsoring Organitations), yang menyatakan bahwa definisi pengendalian intern

adalah:

“Internal control is a process-effected by an entity’s board of directors, management and other personnel-designed to provide reasonable assurance regarding achieving objectives in the following categories: efficiency and effectiveness of operations, reliabilityof reporting, and compliance with applicable laws and regulations.”

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian intern adalah

suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan direksi, manajemen, dan karyawan

yang dirancang untuk memberikan jaminan yang meyakinkan bahwa tujuan

organisasi akan dapat dicapai melalui efisiensi dan efektivitas operasi, penyajian

laporan keuangan yang dapat dipercaya, ketaatan terhadap undang-undang dan

aturan yang berlaku”.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 Pasal 1 Ayat 1

tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, menyatakan bahwa:

“Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan”.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 2: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SPIP

adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di

lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Menteri/pimpinan lembaga,

gubernur dan bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas

penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. Tanggung jawab ini sebagai bagian dari

tanggung jawab pengelolaan penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, efisien,

transparan, dan akuntabel.

Sistem Pengendalian Intern dalam Peraturan Pemerintah ini dilandasi pada

pemikiran bahwa sistem pengendalian intern melekat sepanjang kegiatan,

dipengaruhi oleh sumber daya manusia, serta hanya memberikan keyakinan yang

memadai, bukan keyakinan mutlak. Untuk itu dibutuhkan suatu sistem yang dapat

memberi keyakinan memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan pada suatu

instansi pemerintah dapat mencapai tujuannya secara efisien dan efektif,

melaporkan pengelolaan keuangan negara secara andal, mengamankan aset

negara, dan mendorong ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Dengan

latar belakang pemikiran tersebut, dikembangkan Sistem Pengendalian Intern

Pemerintah (SPIP) yang berfungsi sebagai pedoman dalam penyelenggaraan dan

tolok ukur efektivitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern, maka

dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem

Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) untuk menjawab tantangan birokrasi

pemerintahan di Indonesia dalam mengelola keuangan negara.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa sistem

pengendalian intern pemerintah adalah semua metode yang terkoordinasi dan

pengukuran yang diterapkan diintegrasikan/dipengaruhi oleh manusia, struktur

organisasi, kebijakan, dan prosedur untuk memberikan jaminan yang meyakinkan

bahwa tujuan organisasi akan dapat dicapai melalui kegiatan yang efektif dan

efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan

terhadap peraturan perundang-undangan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 3: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

2.1.1 Tujuan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

Pengendalian intern bukan akhir atau tujuan dari pemerintah, tetapi

sebagai alat mencapai tujuan dan menjadi tanggung jawab manajemen dalam

pemerintah tersebut.

Tujuan Sistem Pengendalian Intern menurut (Dull, Gelinas dan Wheeler

2012, 8) adalah:

“Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku yang terdiri dari: 1. Tujuan pengendalian proses operasi, yaitu keefektifan operasi

(effectiveness of operations), keefisienan pegawai terhadap aset (efficient employment of resources), dan keamanan aset (resource security).

2. Tujuan pengendalian proses informasi, yaitu kebenaran masukan (input validity), kelengkapan masukan (input completeness), ketelitian masukan (input accuracy), kelengkapan dan ketelitian kemutakhiran (update completeness and accuracy).”

Tujuan SPIP pada PP No. 60 Tahun 2008 mengarah pada empat tujuan

yang ingin dicapai dengan dibangunnya SPIP, yaitu:

1) Kegiatan yang efektif dan efisien

2) Laporan keuangan yang dapat diandalkan

3) Pengamanan Aset

4) Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan sistem

pengendalian intern yaitu untuk menciptakan kegiatan yang efektif dan efisien,

laporan keuangan yang dapat diandalkan, pengamanan aset, dan ketaatan terhadap

peraturan perundang-undangan serta untuk mencapai tujuan sistem informasi dan

sistem operasi. Dimana tujuan sistem operasi berupa jaminan terhadap efektivitas

operasi, efisiensi operasi dalam penggunaan sumber-sumber daya, dan keamanan

sumber sumber daya. Sedangkan yang menjadi tujuan sistem informasi adalah

memberikan jaminan mengenai keabsahan masukan data, kelengkapan masukan

data, akurasi masukan data, kelengkapan pemutakhiran, dan output berupa

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 4: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

informasi didistribusikan secara tepat sampai kepada pihak pihak yang

semestinya.

Dalam penelitian ini peneliti berfokus pada tujuan sistem pengendalian

intern menurut COSO atau PP No 60 Tahun 2008.

2.1.2 Prinsip Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

Prinsip-prinsip pengendalian intern harus dilaksanakan oleh perusahaan/

instansi pemerintah untuk melindungi aset dan mempertinggi keakuratan dan

kebenaran pencatatan akuntansinya serta mencapai tujuan pengendalian akuntansi.

Menurut (Weygandt 2003, 455), prinsip-prinsip pengendalian intern

meliputi:

1. Pembentukan Tanggung Jawab

Pengendalian akan paling efektif jika hanya seseorang yang bertanggung jawab

pada sebuah pekerjaan tertentu.

2. Pemisahan Tugas

Pemisahan tugas meruupakan hal yang tak terelakkan dalam sistem

pengendalian intern, ada dua penerapan yang umum dari prinsip ini yaitu:

a. Aktivitas-aktivitas terkait seharusnya ditugaskan ke orang yang berbeda-

beda.

b. Penciptaan akuntabilitas (dengan pencatatan) atas aset yang seharusnya

terpisah dari penjagaan fisik aset tersebut.

3. Prosedur dokumentasi

Dokumentasi memberikan bukti bahwa transaksi dan peristiwa sudah terjadi.

Dokumen seharusnya diberi nomor terlebih dahulu (prenumbered), dan seluruh

dokumen seharusnya dihitung. Dokumen merupakan sumber untuk jurnal

akuntansi seharusnya diseerahkan dengan benar ke departemen akuntansi.

Pengendalian ini membantu penjaminan pencatatan transaksi secara tepat

waktu dan berkontribusi secara langsung untuk keakuratan dan kebenaran

pencatatan akuntansi.

4. Pengendalian fisik, mekanik, dan elektronik

Penggunaan pengendalian fisik, mekanik, dan elektronik adalah penting.

Pengendalian fisik sangat terkait dengan perlindungan aset. Pengendalian

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 5: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

mekanik dan elektronik berhubungan dengan penggunaan alat-alat mekanis

dan elektronis dalam pelaksanaan dan pencatatan transaksi untuk

mempertinggi keakuratan dan kebenaran pencatatan akuntansi juga melindungi

aset.

5. Verifikasi Intern Dependen

Prinsip ini melibatkan tinjauan, perbandingan, dan rekonsiliasi data yang

dibuat oleh karyawan lain. Untuk mendapatkan manfaat yang maksimal dari

verifikasi internal dependen:

a. Verifikasi seharusnya dilaksanakan setiap periodik atau mendadak.

b. Verifikasi seharusnya dilaksanakan oleh seseorang yang independen atas

karyawan yang bertanggung jawab atas informasi terkait.

c. Perselisihan dan pengecualian seharusnya dilaporkan ditingkat manajemen

yang dapat memberikan tindakan korektif.

2.1.3 Unsur Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

Dalam penerapan pengendalian intern organisasi/instansi permerintah

terdapat unsur-unsur yang harus diterapkan untuk mencapai tujuan sistem

pengendalian intern. Menurut (Tunggal 2014, 3), Committee of Sponsoring

Organizations of the Treatway Commission (COSO) memperkenalkan adanya

lima komponen/unsur pengendalian intern yang meliputi :

1. Control Environment (Lingkungan pengendalian);

2. Risk Assesment (Penilaian Resiko);

3. Control Activities (Aktivitas Pengendalian);

4. Information and Comunication (Infomasi dan Komunikasi);

5. Monitoring (Pemantauan).

Menurut (Gondodiyoto 2007, 281) menyebutkan ada empat domain dalam

pengendalian intern, meliputi:

1. Planning and Organization (Perencanaan dan Organisasi)

2. Acquisition and Implementation (Perolehan dan implementasi)

3. Delivery and Support (Penyerahan dan Pendukungan)

4. Monitoring (Pemantauan)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 6: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

Menurut Standar Auditing Amerika Serikat (1988) struktur pengendalian

intern suatu perusahaan meliputi tiga elemen :

1. Lingkungan pengendalian (control environment)

2. Sistem akuntansi (the accounting system)

3. Prosedur pengendalian (control procedures)

Tabel II.1 Perbandingan Unsur Sistem Pengendalian Intern

No. PP No. 60 Tahun 2008 (COSO)

Gondodiyoto (CobiT) (2007:281)

Standar Auditing

Amerika Serikat (1988)

1 Lingkungan Pengendalian

Perencanaan dan Organisasi

Lingkungan pengendalian

2 Penilaian Risiko Perolehan dan implementasi

Sistem akuntansi

3 Aktivitas Pengendalian

Penyerahan dan Pendukungan

Prosedur pengendalian

4 Informasi dan Komunikasi Pemantauan

5 Pemantauan

Sumber: Data yang telah diolah

Dalam penelitian ini peneliti berfokus pada unsur sistem pengendalian

intern menurut COSO atau PP No 60 Tahun 2008 karena pemerintah Indonesia

dalam penyelenggaraan sistem pengendalian intern mengacu pada PP No 60

Tahun 2008.

Berdasarkan PP No. 60 Tahun 2008, unsur-unsur Sistem Pengendalian

Intern dalam Pemerintah mengacu pada unsur Sistem Pengendalian Intern yang

telah dipraktikan di lingkungan pemerintahan di berbagai negara yang diadopsi

dari COSO. Penerapan unsur ini dilaksanakan dengan maksud untuk menyatukan

dan menjadi bagian integral dari kegiatan instansi pemerintah, yang meliputi:

1. Lingkungan Pengendalian

Pimpinan Instansi Pemerintah dan seluruh pegawai harus menciptakan dan

memelihara lingkungan dalam keseluruhan organisasi yang menimbulkan

perilaku positif dan kondusif untuk mendukung terhadap sistem pengendalian

intern dan manajemen yang sehat. Lingkungan pengendalian mencakup:

a. Penegakan integritas dan nilai etika;

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 7: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

b. Komitmen terhadap kompetensi;

c. Kepemimpinan yang kondusif;

d. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan;

e. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat;

f. Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan

sumber daya;

g. Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif;

h. Hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait.

2. Penilaian Risiko

Pengendalian intern harus memberikan penilaian atas risiko yang dihadapi unit

organisasi baik dari luar maupun dari dalam. Pimpinan instansi pemerintah

wajib melakukan penilaian risiko yang terdiri atas:

a. Identifikasi risiko, sekurang-kurangnya dilaksanakan dengan

menggunakan metodologi yang sesuai untuk tujuan Instansi Pemerintah

dan tujuan pada tingkatan kegiatan secara komprehensif, menggunakan

mekanisme yang memadai untuk mengenali risiko dari faktor eksternal

dan faktor internal, dan menilai faktor lain yang dapat meningkatkan

risiko.

b. Analisis risiko, dilaksanakan untuk menentukan dampak dari risiko yang

telah diidentifikasi terhadap pencapaian tujuan instansi pemerintah.

Pimpinan instansi pemerintah menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian

dalam menentukan tingkat risiko yang dapat diterima.

Dalam rangka penilaian risiko, pimpinan instansi pemerintah menetapkan

tujuan instansi pemerintah dan tujuan pada tingkatan kegiatan, dengan

berpendoman peraturan perundang-undangan.

3. Kegiatan Pengendalian

Kegiatan pengendalian membantu memastikan bahwa arah pimpinan Instansi

Pemerintah dilaksanakan. Kegiatan pengendalian harus efisien dan efektif

dalam pencapaian tujuan organisasi serta sesuai dengan ukuran, kompleksitas

dan sifat dari tugas dan fungsi suatu instansi pemerintah yang bersangkutan.

Jenis-jenis kegiatan pengendalian terdiri atas:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 8: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

a. Reviu atas kinerja instansi pemerintah yang bersangkutan;

b. Pembinaan sumber daya manusia;

c. Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi;

d. Pengendalian fisik atas aset;

e. Penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja;

f. Pemisahan fungsi;

g. Otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting;

h. Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian;

i. Pembatasan akses dan sumber daya dan pencatatannya;

j. Akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya; dan

k. Dokumentasi yang baik atas sistem pengendalian intern serta transaksi dan

kejadian penting.

Menurut (Dull, Gelinas dan Wheeler 2012, 3), dalam kegiatan pengendalian

terdapat 3 tipe pengendalian, yaitu pengendalian preventif, pengendalian

detektif dan pengendalian korektif. Perbandingan antara ketiga tipe tersebut

adalah sebagai berikut:

a. Pengendalian Preventif

Yaitu kegiatan pengendalian yang dilakukan untuk mencegah terjadinya

suatu permasalahan (error condition) dari suatu proses bisnis/kegiatan

pemerintah, atau dengan kata lain pengendalian yang dilakukan sebelum

masalah timbul. Kegiatan pengendalian ini relatif murah jika dibandingkan

kedua tipe pengendalian lainnya. Contoh pengendalian preventif antara

lain dibuatnya standar operasional prosedur untuk suatu kegiatan entitas,

dibuatnya pemisahan fungsi dalam suatu entitas dan dibuatnya rentang

otorisasi dalam suatu entitas.

b. Pengendalian Detektif

Yaitu kegiatan pengendalian yang dilakukan dalam rangka mencari atau

mendeteksi adanya suatu permasalahan dan mencari akar permasalahan

tersebut, atau dengan kata lain pengendalian yang dilakukan dimana telah

terdapat suatu permasalahan. Kegiatan pengendalian ini lebih mahal dari

kegiatan pengendalian preventif. Contoh pengendalian detektif adalah

dilaksanakannya audit secara periodik.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 9: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

c. Pengendalian Korektif

Yaitu kegiatan pengendalian yang dilakukan untuk memperbaiki kondisi

jika terdapat suatu permasalahan yang menyebabkan risiko tidak

tercapainya tujuan organisasi, yang telah ditemukan pada kegiatan

pengendalian preventif maupun detektif. Kegiatan Korektif relatif lebih

mahal dari kegiatan peventif maupun detektif. Contoh kegiatan korektif

antara lain dilakukannya perbaikan suatu sistem informasi atas kesalahan

data yang disebabkan adanya eror dalam sistem informasi suatu entitas.

4. Informasi dan Komunikasi

Informasi harus dicatat dan dilaporkan kepada instansi pemerintah dan pihak

lain yang ditentukan. Informasi disajikan dalam suatu bentuk dan sarana

tertentu serta tepat waktu yang diselenggarakan secara efektif sehingga

memungkinkan pimpinan instansi pemerintah melaksanakan pengendalian dan

tanggungjawabnya. Untuk menyelenggarakan sistem informasi yang efektif

pimpinan instansi pemerintah harus:

a. Menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi;

b. Mengelola, mengembangkan, dan memperbaharui sistem informasi secara

terus-menerus.

5. Pemantauan Pengendalian Intern

Pimpinan instansi pemerintah wajib melakukan pemantauan sistem

pengendalian intern. Pemantauan harus dapat menilai kualitas kinerja dari

waktu ke waktu dan memastikan bahwa rekomendasi hasil audit dan reviu

lainnya dapat segara ditindak lanjuti. Pemantauan sistem pengendalian intern

dilaksanakan melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak

lanjut hasil rekomendasi audit dan reviu lainnya. Dalam PP No. 60 Tahun 2008

Pasal 43, ayat (2), antara lain disebutkan bahwa pemantauan SPI dilaksanakan

melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah dan tindak lanjut

rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya.

Unsur sistem pengendalian intern yang pertama merupakan unsur yang

menjadi pondasi bagi unsur lainnya. Karena itu, dalam penetapan risiko

pengendalian, jika dijumpai ada kelemahan pada unsur lingkungan pengendalian

tanpa melihat unsur lainnya, risiko harus ditetapkan tinggi. Walaupun demikian,

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 10: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

untuk mengukur risiko secara keseluruhan maka unsur yang lainnya tetap harus

diukur.

2.1.4 Pengendalian Dalam Sistem Informasi

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 Pasal 21, Kegiatan

pengendalian atas pengelolaan sistem informasi dilakukan untuk memastikan

akurasi dan kelengkapan informasi. Sistem informasi berbasis komputer

dikendalikan oleh kombinasi dari pengendalian umum (General Controls) dan

pengendalian aplikasi (Application Controls).

Pengendalian umum mengontrol rancangan, keamanan, dan penggunaan

software sistem informasi manajemen serta keamanan dari file-file datanya secara

umum melalui organisasi. Secara keseluruhan, pengendalian umum diterapkan

pada semua aplikasi komputer yang merupakan kombinasi dari prosedur manual

yang diarahkan kepada terciptanya pelaksanaan pengendalian secara menyeluruh.

Sedangkan, pengendalian aplikasi merupakan pengendalian khusus bagi setiap

aplikasi komputer.

1. Pengendalian Umum

Pengendalian umum merupakan pengendalian yang menyeluruh bertujuan

untuk memberikan keyakinan bahwa prosedur telah berjalan secara efektif berlaku

pada banyak aplikasi. Pengendalian Umum (General Controls) meliputi:

a. Pengamanan Sistem Informasi;

b. Pengendalian atas akses;

c. Pengendalian atas pengembangan dan perubahan perangkat lunak

aplikasi;

d. Pengendalian atas perangkat lunak sistem;

e. Pemisahan Tugas.

f. Kontinuitas Pelayanan.

2. Pengendalian Aplikasi

Pengendalian aplikasi merupakan pengendalian khusus atas setiap aplikasi

komputer yang digunakan. Pengendalian ini juga meliputi prosedur-prosedur baik

yang diotomatisasi maupun manual dalam pelaksanaannya untuk menjamin

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 11: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

bahwa hanya ada data-data yang sah untuk diproses secara lengkap dan akurat

oleh suatu aplikasi.

Pengendalian Aplikasi (Application Controls) yang terdiri atas:

a. Pengendalian Otorisasi;

b. Pengendalian Kelengkapan;

c. Pengendalian Akurasi;

d. Pengendalian terhadap keandalan pemrosesan dan file data.

2.1.5 Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Penerapan SPIP

Pencapaian tujuan dari suatu sistem tidak lepas dari faktor-faktor yang

mempengaruhinya terutama faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan.

Keberhasilan penerapan Sistem Pengendalian Intern juga dapat dipengaruhi oleh

faktor-faktor keberhasilan tersebut.

Menurut Wibisono (2010), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

keberhasilan penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yaitu :

1. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia merupakan modal utama dan penggerak dalam suatu

organisasi, dan merupakan soft control dalam penerapan SPIP. Sumber daya

manusia yang dimaksudkan adalah sumber daya manusia yang memiliki

integritas dan mentaati nilai etika. Sumber daya manusia yang mempunyai

integritas dan mentaati etika adalah merupakan komponen penting dalam

mendorong agar organisasi dapat berjalan pada relnya.

2. Komitmen

Keberhasilan dan kunci sukses tercapainya tujuan organisasi sangat

dipengaruhi oleh komitmen dari seluruh pimpinan dan pegawai dalam

menjalankan organisasi. Dalam penerapan Sistem Pengendalian Internal

Pemerintah, komitmen pimpinan sangat diharapkan sehingga apapun

keputusan maupun kebijakan yang akan diambil terkait dengan perbaikan

terhadap pengendalian internal, prosedur dan aturan yang akan dilaksanakan

mendapat dukungan sepenuhnya dari pimpinan.

3. Keteladanan Pimpinan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 12: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

Lingkungan pekerjaan sangat mempengaruhi pembentukan karakter dan

budaya kerja dalam suatu organisasi. Dalam suatu kondisi lingkungan yang

kondusif, dengan pimpinan yang selalu memberikan contoh perilaku yang

positif, selalu mendorong bawahan untuk terbiasa bersikap terbuka, jujur dan

disiplin akan memudahkan organisasi dalam pencapaian tujuannya.

Keteladanan pimpinan dalam bersikap dan bertingkah laku akan dapat

mendorong terciptanya budaya kerja yang selalu mengedepankan nilai-nilai

kejujuran, etika dan disiplin.

4. Ketersediaan Infrastruktur Keberadaan infrastruktur mencakup antara lain :

pedoman, kebijakan dan prosedur yang terintegrasi dengan unsur-unsur SPIP

lainnya, sesuai dengan proses bisnis dan karakteristik suatu instansi

pemerintah terkait dengan penyelenggaraan SPIP. Keberadaan infrastruktur

harus didukung oleh implementasi dari infrastruktur SPIP tersebut.

Berdasarkan papran di atas faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan

penerapan sistem pengendalian internal terdiri dari sumber daya manusia yang

memiliki intergritas, adanya komitmen dari seluruh komponen organisasi,

keteladanan pimpinan dan ditunjang dengan ketersediaan infrastruktur yang

memadai.

2.1.6 Hambatan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

Pengendalian intern yang memadai dalam suatu perusahaan/organisasi,

tidaklah menjamin tercapainya tujuan perusahaan/organisasi. Hal ini disebabkan

karena pengendalian intern memiliki hambatan yang dapat melemahkan

pengendalian.

Menurut (Tugiman 2002, 8), beberapa hambatan dalam sistem

pengendalian intern adalah sebagai berikut:

1. Banyak pengendalian yang ditetapkan memiliki tujuan yang tidak jelas.

2. Pengendalian lebih diartikan sebagai tujuan akhir yang harus dicapai dan

bukan sebagai alat atau sarana untuk mencapai tujuan organisasi.

3. Pengendalian ditetapkan terlalu berlebihan (overcontrolling) tanpa

memperhatikan sisi manfaat dan biayanya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 13: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

4. Penerapan yang tidak tepat dari pengendalian juga mengakibatkan

berkurangnya atau bahkan hilangnya inisiatif dan kreatifitas setiap orang.

5. Pengendalian tidak memperhitungkan aspek perilaku (behavioral) padahal

faktor manusia merupakan kunci utama untuk berhasilnya pengendalian.

2.2 Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Menurut (Thai 2009, 2), berpendapat bahwa setiap negara akan

mengutamakan prinsip “do more with less” dalam pengadaan barang/jasa

pemerintah. Lebih lanjut Thai menjelaskan:

“Indeed, all governmental entities of rich and poor countries are struggling in the face of unrelenting budget constraints; government downsizing; public demand for increased transparency in public procurement; and greater concerns about efficiency, fairness, and equity. Additionally, public procurement professionals have faced a constantly changing environment typified by rapidly emerging technologies, increasing product choice, environment concerns, and the complexities of international and regional trading agreements. Further, policy makers have increasingly used public procurement as a tool to achieve socioeconomic goals (Tentunya, bagi setiap pemerintahan baik kaya maupun miskin berusaha menghadapi tekanan keuangan yang tak henti-hentinya; perampingan pemerintahan; tuntutan publik untuk meningkatkan transparansi dalam pengadaan publik; dan mengutamakan efisiensi, keadilan, dan persamaan. Pada dasarnya, pengadaan publik yang profesional telah siaga dalam mengikuti perubahan yang terjadi di lingkungan dengan meningkatkan produk pilihan, memperhatikan lingkungan, dan kompleksitas perjanjian luar maupun dalam negeri. Nantinya, pembuat kebijakan akan dapat meningkatkan hasil dari pengadaan publik sebagai alat untuk mencapai tujuan sosio-ekonomi)”

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2015 Pasal 1 Angka 1

tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yaitu:

“Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.”

Salah satu amanat yang harus dilakukan oleh pemerintah menurut Peraturan

Presiden No. 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah,

dengan mendasarkan pada arus utama reformasi birokrasi di lingkungan

pemerintahan, adalah implementasi sistem pengadaan barang dan jasa secara

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 14: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

elektronis. Di antara beberapa tujuan dan manfaat terselenggaranya aktivitas

pengadaan barang dan jasa secara elektronik adalah diharapkan kebocoran

anggaran yang disebabkan oleh dis-integritas panitia dan pimpinan projek (PPK)

dapat dikurangi, atau bahkan dihilangkan.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengadaan

barang/jasa pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh barang atau jasa yang

prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh

kegiatan secara transparan, efektif, dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan

keinginan penggunanya.

2.2.1 Prinsip dan Etika Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Pada implementasinya, pengadaan barang/jasa dilaksanakan dengan

menggunakan prinsip dasar dan etika pengadaan barang/jasa pemerintah dipatuhi

oleh semua pihak, mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga penyerahan

pengadaan barang/jasa pemerintah. LKPP (2011:22-23) mengemukakan tentang

prinsip-prinsip dan etika pengadaan barang/jasa yang mengacu kepada Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia No. 4 Tahun 2015 Tentang Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah, yaitu sebagai berikut:

1. Efisien, berarti pengadaan barang/jasa harus diusahakan dengan

menggunakan dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas dan

sasaran dalam waktu yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah

ditetapkan untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitasyang maksimum.

2. Efektif, berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan dan

sasaran yang telah ditetapkan serta memberikan manfaat yang sebesar-

besarnya.

3. Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai Pengadaan

Barang/Jasa bersifat jelas dan dapat diketahui secara luas oleh penyedia

barang/jasa yang berminat serta oleh masyarakat pada umumnya.

4. Terbuka, berarti pengadaan barang/jasa dapat diikuti oleh semua Penyedia

barang/jasa yang memenuhi persyaratan/kriteria tertentu berdasarkan

ketentuan dan prosedur yang jelas.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 15: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

5. Bersaing, berarti pengadaan barang/jasa harus dilakukan melalui persaingan

yang sehat diantara sebanyak mungkin penyedia barang/jasa yang setara dan

memenuhi persyaratan, sehingga dapat diperoleh barang/jasa yang ditawarkan

secara kompetitif dan tidak ada intervensiyang mengganggu terciptanya

mekanisme pasar dalam pengadaan barang/jasa.

6. Adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi

semua calon penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberi

keuntungan kepada pihak tertentu, dengan tetap memperhatikan kepentingan

nasional.

7. Akuntabel, berarti harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait

dengan pengadaan barang/jasa sehingga dapatdipertanggungjawabkan.

Semua fungsi/pihak yang terlibat dalam pengadaan barang/jasa wajib mematuhi

etika sebagai berikut:

1. Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk

mencapai sasaran, kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan Pengadaan

Barang/Jasa; melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab

untuk mencapai sasaran, kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan

Pengadaan Barang/Jasa.

2. Bekerja secara profesional dan mandiri, serta menjaga kerahasiaan

Dokumen Pengadaan Barang/Jasa yang menurut sifatnya harus dirahasiakan

untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam Pengadaan Barang/Jasa.

3. Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang

berakibat terjadinya persaingan tidak sehat.

4. Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan

sesuai dengan kesepakatan tertulis para pihak.

5. Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak

yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses

Pengadaan Barang/Jasa.

6. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran

keuangan negara dalam Pengadaan Barang/Jasa.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 16: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

7. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi

dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang

secara langsung atau tidak langsung merugikan negara.

8. Tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi

atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dari atau

kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan

Pengadaan Barang/Jasa.

2.2.2 e-Procurement

Pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik (e-Procurement)

mulai mendapat perhatian di Indonesia setelah terbitnya Keputusan Presiden No.

61 Tahun 2004 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Kemudian

terakhir diperbaharui lagi dengan Peraturan Presiden No 54 Tahun 2010 dan

Peraturan Presiden No 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,

Peraturan Presiden ini merupakan sebuah langkah penting berkembangnya e-

Procurement di Indonesia.

Menurut Croom & Jones (2004) dalam (Vaidya, Sajeev dan Callender

2006, 72), yaitu:

“E-Procuremen trefers to the use of Internet-based (Integrated) information and communication techonologies (ICTs) to carry out individual or all stages of the procurement process including search, sourcing, negottiation, ordering, receipt, and post-purchase review.”

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pengadaan secara

elektronik mengacu pada penggunaan teknologi informasi dan komunikasi

berbasis internet untuk melaksanakan proses pengadaan setahap atau seluruh

tahap di dalam proses pengadaan termasuk pencarian sumber, negosiasi,

pemesanan, penerimaan dan koreksi setelah pembelian.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2015 Pasal 1 Angka 37

tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menyatakan:

“Pengadaan secara elektronik atau e-Procurement adalah pengadaan

barang/jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi

dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan”.

Pengadaan barang/jasa secara elektronik bertujuan untuk:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 17: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

1. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas;

2. Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat;

3. Memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan;

4. Mendukung proses monitoring dan audit; dan

5. Memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time guna mewujudkan

clean and good government dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.

Pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik yang dibiayai

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBN/APBD) dapat dilaksanakan secara lebih efektif dan efisien melalui

Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Sistem Pengadaan Secara

Elektronik (SPSE) merupakan aplikasi e-Procurement yang dikembangkan oleh

Direktorat e-Procurement-LKPP untuk digunakan oleh LPSE di seluruh

Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/lnstitusi Lainnya. Layanan

yang tersedia dalam Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE), antara lain:

1. e-Tendering merupakan tata cara pemilihan penyedia barang/jasa yang

dilakukan secara terbuka dan dapat diikuti oleh semua penyedia barang/jasa

yang terdaftar pada sistem pengadaan elektronik dengan cara menyampaikan

satu kali penawaran dalam waktu yang telah ditentukan.

2. e-Purchasing merupakan tata cara pembelian barang/jasa melalui sistem

katalog elektronik.

3. e-Catalogue (Katalog Elektronik) yang merupakan sistem informasi

elektronik yang memuat daftar,jenis, spesifikasi teknis dan harga barang

tertentu dari berbagai penyedia barang/jasa pemerintah.

4. e-Audit yang merupakan proses audit secara online .

Berikut ini adalah pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan pengadaan

barang/jasa pemerintah secara elektronik (e-Procurement), diantaranya adalah:

1. Pengguna Anggaran (PA)

Pengguna Anggaran adalah Pejabat pemegang kewenangan penggunaan

anggaran Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat

yang disamakan pada Institusi Pengguna APBN/APBD.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 18: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

2. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)

Kuasa Pengguna Anggaran adalah pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk

menggunakan APBN atau ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk

menggunakan APBD.

3. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

Pejabat Pembuat Komitmen adalah pejabat yang bertanggung jawab atas

pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.

4. Unit Layanan Pengadaan (ULP)

Unit Layanan Pengadaan adalah unit organisasi Kementerian/ Lembaga/

Pemerintah Daerah/Institusi yang berfungsi melaksanakan Pengadaan

Barang/Jasa yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada

unit yang sudah ada.

5. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK)

Di pemerintah daerah, Pengguna Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran

personil dapat menunjuk pejabat pada unit kerja SKPD selaku Pejabat

Pelaksana Teknis Kegiatan untuk melaksanakan satu atau beberapa kegiatan

dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya.

6. Pejabat Pengadaan

Pejabat Pengadaan adalah personil yang ditunjuk untuk melaksanakan

Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung, dan e-Purchasing.

7. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan.

Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan adalah panitia/pejabat yang

ditetapkan oleh PA/KPA yang bertugas memeriksa dan menerima hasil

pekerjaan.

8. Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP)

Aparat Pengawas Intern Pemerintah atau pengawas intern pada institusi lain

adalah aparat yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, evaluasi,

pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas

dan fungsi organisasi.

9. Penyedia Barang/Jasa

Penyedia Barang adalah badan usaha atau orang perseorangan yang

menyediakan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 19: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

10. Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)

Layanan Pengadaan Secara Elektronik adalah unit kerja K/L/D/I yang

dibentuk untuk menyelenggarakan sistem pelayanan Pengadaan Barang/Jasa

secara elektronik.

11. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah lembaga

Pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

2.2.3 Tata Cara Pelaksanaan e-Procurement

Berdasarkan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

(LKPP) No. 1 Tahun 2015 tentang e-Tendering, metode pelaksanaan e-Tendering

sebagai berikut:

a. Pelaksanaan Pemilihan e-Lelang/e-Seleksi

1) Pembuatan paket, pengumuman dan pendaftaran

a) Paket pemilihan yang dilakukan dalam aplikasi SPSE merupakan

paket pemilihan baru atau paket pemilihan ulang pengadaan

secara elektronik.

b) Pokja ULP membuat paket dalam aplikasi SPSE lengkap dengan

informasi paket dan sistem pengadaan berdasarkan informasi

yang diberikan PPK maupun keputusan internal Pokja ULP.

c) Pokja ULP memasukkan nomor surat/dokumen rencana

pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang diterbitkan oleh PPK

dan menjadi dasar pembuatan paket sebagaimana dimaksud pada

huruf b).

d) Pokja ULP menyusun jadwal pelaksanaan pemilihan berdasarkan

hari kalender dengan alokasi waktu mengacu pada ketetapan

waktu yang diatur pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010

tentang Pangadaan Barang/Jasa Pemerintah beserta

Perubahannya.

e) Pokja ULP menyusun jadwal sebagaimana dimaksud pada huruf

d) dengan memperhatikan jam kerja dan hari kerja untuk tahapan:

1. Pemberian penjelasan;

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 20: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

2. Batas akhir pemasukan penawaran;

3. Pembukaan penawaran;

4. Pembuktian kualifikasi; dan

5. Batas akhir sanggah.

f) Pokja ULP dapat melakukan perubahan jadwal tahap pemilihan

dan wajib mengisi alasan perubahan yang dapat

dipertanggungjawabkan:

g) Penyusunan dokumen pengadaan secara elektronik dilakukan

dengan cara:

1. Dokumen pengadaandibuat oleh Pokja ULP mengikuti

standar dokumen pengadaan secara elektronik yang melekat

pada aplikasi SPSE dan diunggah (upload)pada aplikasi

SPSE; atau

2. Dokumen pengadaan dibuat oleh Pokja ULP menggunakan

form isian elektronik dokumen pengadaan yang melekat pada

aplikasi SPSE.

h) Penyusunan dokumen pengadaan sebagaimana dimaksud pada

huruf g) disesuaikan dengan syarat dan ketentuan penggunaan

aplikasi SPSE dan/atau panduan penggunaan aplikasi SPSE (user

guide).

i) Aplikasi SPSE secara otomatis akan menampilkan informasi

pengumuman pemilihan Penyedia barang/jasa paket pekerjaan

dengan format dan isi yang tersedia pada aplikasi SPSE.

2) Pemberian Penjelasan

a) Pemberian penjelasan dilakukan secara online tanpa tatap muka

melalui aplikasi SPSE.

b) Pokja ULP dapat memberikan informasi yang dianggap penting

terkait dengan dokumen pengadaan.

c) Pokja ULP menjawab setiap pertanyaan yang masuk, kecuali

untuk substansi pertanyaan yang telah dijawab.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 21: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

d) Pokja ULP pada saat berlangsungnya pemberian penjelasan dapat

menambah waktu batas akhir tahapan pemberian penjelasan

sesuai dengan kebutuhan.

e) Dalam hal waktu tahap pemberian penjelasan telah berakhir,

Penyedia barang/jasa tidak dapat mengajukan pertanyaan namun

Pokja ULP masih mempunyai tambahan waktu untuk menjawab

pertanyaan yang masuk pada akhir jadwal.

f) Kumpulan tanya jawab dan keterangan lain pada saat pemberian

penjelasan merupakan Berita Acara Pemberian Penjelasan.

g) Jika dianggap perlu dan tidak dimungkinkan memberikan

informasi lapangan ke dalam dokumen pemilihan dan Berita

Acara Pemberian Penjelasan, Pokja ULP dapat melaksanakan

proses pemberian penjelasan lanjutan dengan peninjauan

lapangan/lokasi pekerjaan.

h) Hasil pemberian penjelasan lanjutan dituangkan ke dalam Berita

Acara Pemberian Penjelasan Lanjutan dan diunggah (upload)

pada aplikasi SPSE oleh Pokja ULP.

i) Adendum dokumen pengadaan dapat dilakukan secara berulang

dengan mengunggah (upload) adendum dokumen pengadaan

melalui aplikasi SPSE paling kurang 2 (dua) hari sebelum batas

akhir pemasukan dokumen penawaran.

j) Apabila adendum dokumen pengadaan mengakibatkan kebutuhan

penambahan waktu penyiapan dokumen penawaran maka Pokja

ULP memperpanjang batas akhir pemasukan penawaran.

3) Pemasukan Data Kualifikasi

a) Data kualifikasi disampaikan melalui form isian elektronik

kualifikasi yang tersedia pada aplikasi SPSE.

b) Jika form isian elektronik kualifikasi yang tersedia pada aplikasi

SPSE belum mengakomodir datakualifikasi yang disyaratkan

Pokja ULP, maka data kualifikasi tersebut diunggah (upload)

pada fasilitas pengunggahan lain yang tersedia pada aplikasi

SPSE.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 22: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

c) Pada prakualifikasi, Pokja ULP wajib meminta Penyedia

barang/jasa untuk melengkapi data kualifikasi dengan

memanfaatkan fasilitas komunikasi yang tersedia pada aplikasi

SPSE dan/atau fasilitas komunikasi lainnya

d) Dengan mengirimkan data kualifikasi secara elektronik

Penyedia barang/jasa menyetujui pernyataan sebagai berikut:

1. Yang bersangkutan dan manajemennya tidak dalam

pengawasan pengadilan, tidak pailit, dan kegiatan usahanya

tidak sedang dihentikan;

2. Yang bersangkutan berikut pengurus badan usaha tidak masuk

dalam daftar hitam;

3. Perorangan/yang bertindak untuk dan atas nama badan usaha

tidak sedang dalam menjalani sanksi pidana;

4. Data kualifikasi yang diisikan benar, dan jika dikemudian hari

ditemukan bahwa data/dokumen yang disampaikan tidak benar

dan ada pemalsuan, maka direktur utama/pimpinan

perusahaan, atau kepala cabang, atau pejabat yang menurut

perjanjian kerja sama berhak mewakili badan usaha yang

bekerja sama dan badan usaha yang diwakili bersedia

dikenakan sanksi administratif, sanksi pencantuman dalam

daftar hitam, gugatan secara perdata,dan/atau pelaporan secara

pidana kepada pihak berwenang sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang undangan.

5. Pimpinan dan pengurus badan usaha bukan sebagai pegawai

K/L/D/I atau pimpinan dan pengurus badan usaha sebagai

pegawai K/L/D/I yangsedang mengambil cuti diluar

tanggungan K/L/D/I.

6. Pernyataan lain yang menjadi syarat kualifikasi yang

tercantum dalam dokumen pengadaan.

e) Untuk Penyedia barang/jasa yang berbentuk konsorsium/

kemitraan/ bentuk kerjasama lain, pemasukan kualifikasi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 23: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

dilakukan oleh badan usaha yang ditunjuk mewakili

konsorsium/kemitraan/bentuk kerjasama lain.

4) Pemasukan/Penyampaian Dokumen Penawaran

a) Dokumen penawaran disampaikan melalui fitur penyampaian

penawaran pada aplikasi SPSE atau Apendo/Spamkodok.

b) Dalam hal penyampaian dokumen penawaran ditetapkan secara:

1. Satu file maka dokumen penawaran administrasi, teknis dan

harga disampaikan secara bersamaan dalam file penawaran

terenkripsi.

2. Dua filemaka dokumen penawaran administrasi dan teknis

disampaikan dalam satu file penawaran terenkripsi, serta

penawaran harga disampaikan dalam satu file penawaran

terenkripsi lainnya, yang disampaikan bersamaan.

3. Dua tahap, maka dokumen penawaran administrasi dan teknis

disampaikan dalam satu file penawaran terenkripsi, serta

penawaran harga disampaikan dalam satu file penawaran

terenkripsi lainnya sesuai waktu yang ditentukan.

c) Enkripsi file penawaran menggunakan Apendo/ Spamkodok.

d) Surat/Form penawaran dan/atau surat/form lain sebagai bagian

dari dokumen penawaran yang diunggah (upload) ke dalam

aplikasi SPSE dianggap sah sebagai dokumen elektronik dan

telah ditandatangani secara elektronik oleh pemimpin/direktur

perusahaanatau kepala cabang perusahaan yang diangkat oleh

kantor pusat yang dibuktikan dengan dokumen otentik atau

pejabat yang menurut perjanjian kerjasama adalah yang berhak

mewakili perusahaan yang bekerjasama.

e) Penyedia barang/jasa dapat mengunggah (upload) ulang file

penawaran untuk mengganti atau menimpa file penawaran

sebelumnya, sampai dengan batas akhir pemasukan penawaran.

f) Pengguna SPSE wajib mengetahui dan melaksanakan ketentuan

penggunaanApendo/Spamkodok yang melekat pada

Apendo/Spamkodok.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 24: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

g) Untuk Penyedia barang/jasa yang berbentuk konsorsium/

kemitraan/bentuk kerjasama lain, pemasukan penawaran

dilakukan oleh badan usaha yang ditunjuk mewakili konsorsium/

kemitraan/bentuk kerjasama lain.

h) Untuk menjamin pelaksanaan pengadaan sesuai dengan prinsip-

prinsip pengadaan, Pokja ULP dapat melakukan perubahan

jadwal pemasukan dokumen penawaran dan memberikan

penjelasan alasan perubahan.

i) Pokja ULP dapat memperpanjang batas akhir jadwal pemasukkan

penawaran dalam hal setelah batas akhir pemasukan penawaran

tidak ada peserta yang memasukkan penawaran.

j) Pepanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf i)

dilakukan pada hari yang sama dengan batas akhir pemasukan

penawaran.

5) Pembukaan dan EvaluasiDokumen Penawaran,serta Pengumuman

Pemenang

a) Pada tahap pembukaan penawaran, Pokja ULP mengunduh

(download) dan melakukan dekripsi file penawaran dengan

menggunakan Apendo/Spamkodok.

b) Harga penawaran dan hasil koreksi aritmatik dimasukkan pada

fasilitas yang tersedia pada aplikasi SPSE.

c) Terhadap file penawaran terenkripsi yang tidak dapat dibuka

(dekripsi), Pokja ULP wajib menyampaikan file penawaran

tersebut kepada LPSE dan bila dianggap perlu LPSE dapat

menyampaikan file penawaran tersebut kepada LKPP.

d) Terhadap file penawaran terenkripsi yang tidak dapat dibuka yang

disampaikan kepada LPSE atau LKPP, maka LPSE atau LKPP

akan memberikan keterangan kondisi file penawaran kepada

Pokja ULP.

e) Berdasarkan keterangan dari LPSE/LKPP apabila file penawaran

tidak dapat dibuka maka Pokja ULP dapat menetapkan bahwa file

penawaran tersebut tidak memenuhi syarat sebagai penawaran

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 25: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

dan Penyedia barang/jasa yang mengirimkan file penawaran

tersebut dianggap tidak memasukkan penawaran.

f) Dengan adanya proses penyampaian file penawaran yang tidak

dapat dibuka (dekripsi) sebagaimana dimaksud dalam huruf c),

Pokja ULP dapat melakukan penyesuaian jadwal evaluasi dan

tahapan selanjutnya.

g) Pembuktian kualifikasi dilakukan diluar aplikasi SPSE (offline).

h) Dalam tahapan pembuktian kualifikasi, Pokja ULP tidak perlu

meminta seluruh dokumen kualifikasi apabila Penyedia

barang/jasa sudah pernah melaksanakan pekerjaan yang

sejenis,dan/atau data Kualifikasi Penyedia sudah terverifikasi

dalam Sistem Informasi Kinerja Penyedia (SIKaP)

i) Pokja ULP memasukkan hasil evaluasi penawaran dan hasil

evaluasi kualifikasi pada aplikasi SPSE.

j) Pokja ULP mengumumkan Pemenang dan Pemenang Cadangan

melalui aplikasi SPSE dengan format dan isi yang tersedia pada

aplikasi SPSE.

6) Sanggahan

a) Peserta pemilihan yang dapat menyanggah adalah peserta yang

telah memasukkan data kualifikasi/ penawaran.

b) File yang dianggap sebagai penawaran adalah dokumen

penawaran yang berhasil dibuka dan dapat dievaluasi yang

sekurang-kurangnya memuat:

1. Satu file: harga penawaran, daftar kuantitas dan harga untuk

kontrak harga satuan/gabungan, jangka waktu penawaran, dan

deskripsi/spesifikasi barang/jasa yang ditawarkan.

2. Dua file atau dua tahap:

(a) File I atau file tahap I: jangka waktu penawaran, dan

deskripsi/spesifikasi barang/jasa yang ditawarkan.

(b) File II atau file tahap II: harga penawaran, daftar kuantitas

dan harga untuk kontrak harga satuan/gabungan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 26: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

c) Peserta pemilihan hanya dapat mengirimkan 1 (satu) kali

sanggahan kepada Pokja ULP melalui aplikasi SPSE.

d) Pokja ULP menjawab sanggahan melalui aplikasi SPSE.

e) Dalam hal terjadi keadaan kahar atau gangguan teknis yang

menyebabkan peserta pemilihan tidak dapat mengirimkan

sanggahan secara online melalui aplikasi SPSE dan/atau Pokja

ULP tidak dapat mengirimkan jawaban sanggah secara online

melalui aplikasi SPSE maka sanggahan dapat dilakukan diluar

aplikasi SPSE (offline).

7) Evaluasi Ulang, Penyampaian Ulang DokumenPenawaran, atau

Pemilihan Ulang Dalam hal Pokja ULP memutuskan untuk evaluasi

ulang, penyampaian ulang dokumen penawaran atau pemilihan

ulang, maka Pokja ULP harus memasukkan alasan pemilihan harus

dievaluasi diulang atau penyampaian ulang dokumen penawaran

atau pemilihan ulang.

8) Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ)

a) PPK membuat dan mencetak SPPBJ melalui aplikasi SPSE.

b) PPK menandatangani SPPBJ yang telah dibuat dan dicetak

melalui aplikasi SPSE.

c) PPK mengirimkan hasil pemindaian SPPBJ melalui aplikasi

SPSE kepada Penyedia barang/jasa yang ditunjuk.

d) Dalam hal aplikasi SPSE belum dapat mengakomodir pembuatan

SPPBJ maka PPK menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia

Barang/Jasa (SPPBJ) di luar aplikasi SPSE (offline),

menginputkan informasi dan mengunggah (upload) hasil

pemindaian SPPBJ pada aplikasi SPSE.

9) Penandatanganan Kontrak

a) PPK membuat dan mencetak kontrak melalui aplikasi SPSE.

b) PPK menandatangani kontrak yang telah dibuat dan dicetak

melalui aplikasi SPSE.

c) Pemenang pemilihan melakukan penandatanganan kontrak

dengan PPK di luar aplikasi SPSE.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 27: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

d) Dalam hal aplikasi SPSE belum dapat mengakomodir pembuatan

Kontrak maka PPK membuat dan mencetak Kontrak di luar

aplikasi SPSE (offline) dan PPK memasukkan informasi dan

mengunggah (upload) hasil pemindaian (scan) dokumen kontrak

pada aplikasi SPSE.

10) Pengenaan Sanksi

a) Apabila Penyedia barang/jasa melakukan pelanggaran terhadap

persyaratan dan ketentuan penggunaan SPSE, pelanggaran

terhadap peraturan perundangundangan berlaku, atau masuk ke

dalam daftar hitam maka LPSE atau Pengelola Agregasi Data

Penyedia dapat menonaktifkan kode akses Pengguna SPSE.

b) Dalam hal Penyedia barang/jasa telah ditetapkan ke dalam daftar

hitam, maka LPSE atau Pengelola Agregasi Data Penyedia dapat

memasukkan Penyedia barang/jasa ke dalam menu daftar hitam di

dalam aplikasi SPSE.

2.3 Akuntabilitas dan Transparansi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Reformasi birokrasi menginginkan pelayanan publik yang bersifat

transparan dan akuntabel. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

14 Tahun 2008 sendiri mengenai Keterbukaan informasi menyebutkan bahwa:

1. Informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan

pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi

ketahanan nasional;

2. Hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan

Informasi Publik merupakan salah satu ciri penting negara demokrasi yang

menjungjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan

penyelenggaraan Negara yang baik;

3. Keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan

pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik

lainnya serta segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik.

Selain itu, pada pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa setiap informasi publik

bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik. Dengan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 28: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

demikian, keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan

politik yang sehat dan jauh dari penyimpangan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

(KKN) serta kebijakan dibuat berdasarkan pada referensi publik. Prinsip ini

memiliki 2 aspek, yaitu (1) Komunikasi publik oleh pemerintah, dan (2) Hak

masyarakat terhadap akses informasi. Keduanya akan sangat sulit dilakukan jika

pemerintah tidak menangani dengan baik kinerjanya.

Menurut LKPP (2009:38) mengenai sarana untuk monitoring dan evaluasi

(money) atas indikator kinerja pengadaan barang/jasa pemerinyah yang dapat

ditinjau dari beberapa kategori diantaranya tata kelola yang mencakup aspek

transparansi dan akuntabilitas yaitu:

1. Jumlah pengadaan yang diumumkan secara elektronik.

2. Jumlah dokumen pengadaan yang diunggah secara elektronik.

3. Jumlah pengadaan yang telah ditentukan pemenangnya

4. Persaingan : seberapa luas e-Procurementmemberikan kesempatan kepada

penyedia barang/jasa untuk ikut berkompetisi

5. Sanggah : seberapa banyak penurunan jumlah sanggah yang muncul dari

masing-masing paket pengadaan.

6. Kinerja pelaku usaha: e-Procumenet dapat digunakan untuk melakukan

monitoring kinerja pelaku usaha termasuk mengkategorikan dalam daftar

hitam bagi pelaku usaha yang tidak memiliki integritas.

2.3.1 Akuntabilitas

Akuntabilitas (accountability) adalah ukuran yang menunjukkan apakah

aktivitas birokrasi publik atau pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah sudah

sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang dianut oleh rakyat dan apakah pelayanan

publik tersebut mampu mengakomodasi kebutuhan rakyat yang sesungguhnya

(Kumorotomo 2005, 4). Penjelasan yang serupa dijelaskan oleh Candler dan

Plano (Widodo 2001, 148)mengartikan akuntabilitas sebagai “...refers to the

institution of checks and balances in an administrative system”. Artinya,

akuntabilitas suatu birokrasi publik tergantung kepada bagaimana mekanisme

checks and balances tersebut berlaku.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 29: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

Menurut (Dwiyanto 2008, 98), menjelaskan akuntabilitas sebagai suatu

derajat yang menunjukkan besarnya tanggungjawab aparat atas kebijkan maupun

proses pelayanan publik yang dilaksanakan oleh birokrasi pemeintah.

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 4 tahun 2015 akuntabel berarti harus

sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait dengan Pengadaan Barang/Jasa

sehingga dapat dipertanggungjawabkan.

Menurut (Sedermayanti 2007, 15), akuntabilitas adalah setiap kegiatan dan

hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan Negara harus dapat

dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang

kedaulatan tertinggi Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Akuntabilitas pemerintah didasarkan atas kepercayaan masyarakat yang

memiliki hak untuk mengetahui, hak untuk memperoleh fakta-fakta yang

diumumkan secara terbuka, yang memungkinkan untuk diperdebatkan oleh

masyarakat atau para wakilnya. Menutur (Sedermayanti 2007, 23) indikator

minimal keberhasilan akuntabilitas yaitu:

1. Adanya Kesesuaian antara pelaksanaan dengan standar prosedur

pelaksanaan

2. Adanya sanksi yang ditetapkan pada setiap kesalahan atau kelalaian dalam

pelaksanaan kegiatan.

Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa akuntabilitasa adalah

pertanggungjawaban pemerintah kepada publik atas setiap aktivitas yang

dilakukan pemerintah dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tolak ukur

dalam akuntabilitas pelayanan publik adalah publik itu sendiri yaitu arti nilai-nilai

atau norma-norma yang diakui, berlaku dan berkembang dalam kehidupan publik.

2.3.2 Transparansi

Menurut Bappenas & Departemen Dalam Negeri (2002:18) transparansi

adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk

memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintah, yakni informasi

tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang

dicapai.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 30: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 dalam kerangka

konseptuan akuntasi pemerintah, dijelaskan bahwa:

“Transparansi adalah pemberian informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak atau mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepada ketaatannya pada peraturan perundang-undangan.”

Menurut (Andrianto 2007, 21), transparansi publik adalah suatu

keterbukaan secara sunggung-sunggung menyeluruh, dan memberi tempat bagi

partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakan dalam proses pengelolaan

sumber daya publik.

Menurut (Sedermayanti 2007, 14), transparansi adalah membuka diri

terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, tidak

deskriminatif tentang penyelenggaraan Negara.

Transparansi merupakan suatu prinsip yang menjamin akses atau

kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi yang akan

diselenggarakan oleh pemerintah yaitu informasi tentang kebikan pemerintah,

proses pembuatan kebijakan dan pelaksanaan yang akan diselenggarakan

pemerintah dan juga hasil-hasil yang dicapai oleh pemerintah. Menurut

(Sedermayanti 2007, 22), indikator minimal keberhasilan transparansi yaitu:

1. Tersedianya informasi yang memadai pada setiap proses penyusunan dan

implementasi kebijakan publik.

2. Adanya akses pada informasi yang siap, mudah dijangkau, bebas

diperolehan dan tepat waktu.

Dari definisi di atas maka, transparansi itu sendiri dapat disimpulkan

sebagai hal yang menjadi kebebasan dan hak masyarakat untuk

mengakses/memperoleh informasi yang jujur dan akurat agar masyarakat bisa

mengawasi secara langsung kegiatan pemerintah sehingga pemerintah dapat

meyakinkan masyarakat bahwa tidak ada kecurangan/penyimpangan dan akhirnya

dapat menciptakan tata pemerintah yang baik.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 31: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

2.4 Pengaruh Pengendalian Intern E-Procumenet terhadap Akuntabilitas

dan Transparansi Pengadaan Barang/Jasa pemerintah

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 Pasal 1 Ayat 1

tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah menyatakan:

“Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan”.

Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) bertujuan untuk

memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi

pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan

keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-

undangan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 Pasal 1 Ayat 1

tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah menyatakan:

“Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan”.

Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) bertujuan untuk

memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi

pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan

keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-

undangan.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2015 disebutkan bahwa

pengadaan secara elektronik atau e-Procumenet adalah pengadaan barang/jasa

yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi

elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pengadaan barang/jasa

secara elektronik bertujuan untuk:

1. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas;

2. Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat;

3. Memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan;

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 32: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

4. Mendukung proses monitoring dan audit; dan

5. Memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time guna mewujudkan

clean and good government dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.

Berdasarkan uraian diatas dan menurut Syilva Parlina (2013) dalam tugas

akhir yang berjudul Hubungan Antara Implementasi e-Procumenet dengan

Transparansi dan Akuntabilitas Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dengan

mengambil populasi dan sampel pada Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai

pendukung dalam penelitian ini. Metode Penelitian yang digunakan adalah

metode deskriptif. Dalam hasil penelitiannya menunjukkan terdapat hubungan

yang positif dan signifikan anatara implementasi e-Procumenet dengan

Transparansi dan Akuntabilitas Pengadaan Barang/Jasa Pemerinta Provinsi Jawa

Barat. Hal ini dibuktikan dengan nilai koefisien korelasi Spearman’s Rank sebesar

0,798 dan nilai probabilitas < 0,05.

2.5 Kerangka Berfikir dan Paradigma Penelitian

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 Pasal 1 Ayat 1

tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, menyatakan bahwa:

“Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan”.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2015 Pasal 1 Angka 37

tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menyatakan:

“Pengadaan secara elektronik atau e-Procumenet adalah pengadaan

barang/jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi

dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan”.

Pengadaan barang/jasa secara elektronik bertujuan untuk:

1. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas;

2. Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat;

3. Memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan;

4. Mendukung proses monitoring dan audit; dan

5. Memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time guna mewujudkan

clean and good government dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 33: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

Berdasarkan dari uraian latar belakang dan dengan teori yang telah

dijelaskan sebelumnya terhadap penelitian ini, maka sebagai kerangka pikir dan

paradigma dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

Gambar II-1 Model Kerangka Berfikir

Gambar II-2 Paradigma Penelitian

X

Y1

Y2

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 34: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

2.6 Penelitian Terdahulu

Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, maka akan dicantumkan

beberapa hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang mengambil topik

yang sama, yaitu:

Tabel II-2Penelitian Terdahulu

No. Nama Peneliti dan Tahun Judul dan Hasil Penelitian Perbedaan Penelitian

1. Parlina, Syilva (2013)

“Hubungan Antara Implementasi e-Procumenet dengan Transparansi dan Akuntabilitas Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Studi Kasus di Pemerintah Provinsi Jawa Barat)”

Objek penelitian yang dilakukan oleh Parlina, Syilva implementasi e-Procumenet dan hubungannya dengan transparansi dan akuntabilitas pengadaan barang/jasa pemerintah sedangkan penelitian ini berfokus pada penerapan sistem pengendalian intern e-Procurement, berfokus terhadap pengaruhnya pada akuntabilitas dan transparansi pengadaan barang/jasa pemerintah. Berfokus pada pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik yang sesuai dengan aturan. Berfokus pada pencapaian tujuan E-Procurement yaitu meningkatkan akuntabilitas dan transparansi.

Menggunakan metode deskriptif dengan instrument data berupa wawancara, observasi dan kuesioner. Proses pengolahan data dilakukan dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excel dan SPSS versi 20, dengan model pemgujian hipotesis menggunakan analisis korelasi Spearman’s Rank.

Menunjukan hasil bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan anatara implementasi e-Procumenet dengan Transparansi dan Akuntabilitas Pengadaan Barang/Jasa Pemerinta Provinsi Jawa Barat. Hal ini dibuktikan dengan nilai koefisien korelasi Spearman’s Rank sebesar 0,798 dan nilai probabilitas < 0,05

2. Karlina, Elia (2015)

“Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik Terhadap Efektivitas dan Efisiensi Belanja Modal (Studi Kasus Pada Unit Layanan Pengadaan Provinsi Jawa Barat)”

Objek penelitian yang dilakukan oleh Karlina, Elia adalah pengaruh sistem pengendalian intern pengadaan barang/jasa secara elektronik terhadap efektivitas dan efisiensi belanja modal sedangkan penelitian ini berfokus

Menggunakan metode penelitian deskriptif verifikatif dengan instrument data berupa kuesioner, wawancara dan dokumentasi. Data yang diperoleh

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 35: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

diolah dengan menggunakan SPSS versi 22 dengan pengujian adalah uji t, regresi sederhana, korelasi dan koefisien determinasi.

pada penerapan sistem pengendalian intern e-Procurement, berfokus terhadap pengaruhnya pada akuntabilitas dan transparansi pengadaan barang/jasa pemerintah. Berfokus pada pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik yang sesuai dengan aturan. Berfokus pada pencapaian tujuan E-Procurement yaitu meningkatkan akuntabilitas dan transparansi.

E-Procurementtidak menjadi ukuran dalam efektivitas belanja modal, namun efektivitas dapat dilihat dari sisi pelaksanaan pengadaan barang/jasa secara elektronik (SPSE) dapat mengurangi resiko tersedianya barang/jasa secara tepat waktu, tepat guna dan tepat lokasi

3. Fauziyah Winarto, Kartika (2016)

“Analisis Implementasi sistem Pengendalian Intern Pemerintah E-ProcurementUntuk Mencegah Fraud Pada Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (Studi Kasus Pemerintah Provinsi Jawa Barat)”

Objek penelitian yang dilakukan oleh Fauziyah Winarto, Kartika adalah analisis implementasi sistem pengendalian intern pemerintah e-Procurementuntuk mencegah fraud pada pengadaan barang jasa pemerintah sedangkan penelitian ini berfokus pada penerapan sistem pengendalian intern e-Procurement, berfokus terhadap pengaruhnya pada akuntabilitas dan transparansi pengadaan barang/jasa pemerintah. Berfokus pada pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik yang sesuai dengan aturan. Berfokus pada pencapaian tujuan E-Procurement yaitu meningkatkan akuntabilitas dan transparansi.

Menggunakan metode penelitian deskriptif analisis dengan instrument data berupa dokumentasi, wawancara, dan kuesioner. Proses pengolahan data dilakukan dengan software Microsoft Excel 2010 dan IBM SPSS versi 22 dengan pengujian statistik menggunakan uji hipotesis, regresi sederhana, korelasi, dan koefisien determinasi.

Menunjukan Hasil Bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara implementasi sistem pengendalian intern pemerintah e-Procurementterhadap pencegahan fraud pengadaan barang/jasa di Pemerintahan Provinsi Jawa Barat. Hal ini dibuktikan dengan nilai koefisien determinasi sebesar 0,617.

Sumber: Data yang telah diolah

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 36: BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Sistem

2.7 Pengajuan Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran dan paradigma penelitian maka dapat

dilakukan perumusan hipotesis. Menurut (Sugiyono 2015, 64), Hipotesis

merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana

rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.

Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori

yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui

pengumpulan data.

Jadi, hipotesis dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan

masalah penelitian, belum jawaban empirik. Hipotesis penelitian dapat

digambarkan, sebagai berikut:

H1

H2

Gambar II-3 Model Ganda dengan Dua Variabel Dependen

Keterangan:

X = Sistem Pengendalian Intern Y

1= Akuntabilitas

e-Procurement Y2= Transparansi

Berdasarkan gambar di atas, menunjukan hubungan antara satu variabel

independen dengan dua variabel dependen. Maka pengajuan hipotesis dalam

penelitian ini dapat diuraikan, sebagai berikut:

Hipotesis Penelitian1 : Sistem pengendalian intern e-Procumenet memiliki

pengaruh yang positif dan signifikan terhadap akuntabilitas pengadaan barang/jasa

pemerintah.

Hipotesis Penelitian2 : Sistem pengendalian intern e-Procumenet memiliki

pengaruh yang positif dan signifikan terhadap transparansi pengadaan barang/jasa

pemerintah.

X Y1

Y2