42
BAB II TINJAUAN TEORI A. EDUKASI KESEHATAN 1. Definisi Edukasi Kesehatan Edukasi Kesehatan adalah suatu proses perubahan pada diri manusia yang ada hubungannya degan tercapainya tujuan kesehatan perorangan dan masyarakat. Edukasi Kesehatan bukanlah sesuatu yang dapat diberikan oleh seseorang kepada orang lain dan bukan pula sesuatu rangkaian tata laksana yang akan dilaksanakan ataupun hasil yang akan dicapai, melainkan suatu proses perkembangan yang selalu berubah secara dinamis dimana seseorang dapat menerima atau menolak keterangan baru, sikap baru dan perilaku baruyang ada hubungannya dengan tujuan hidup (Notoatmojo, 2010) Edukasi kesehatan dalam arti edukasi secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok, atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku edukasi atau promosi kesehatan. Batasan ini tersirat unsur-unsur input (sasaran dan pendidik dari edukasi), proses (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain) dan output (melakukan apa yang diharapkan). Hasil yang diharapkan dari suatu edukasi kesehatan adalah perilaku kesehatan, atau perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif oleh sasaran dari promosi kesehatan (Notoatmodjo, 2012). Menurut WHO 1954 dalam Ali (2010) edukasi kesehatan merupakan upaya kesehatan yang bertujuan : a. Menjadikan kesehatan sesuatu yang bernilai di masyarakat. b. Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup c. Mendorong dan mengembangkan secara tepat sarana pelayanan kesehatan yang ada. 9

BAB II TINJAUAN TEORI A. EDUKASI KESEHATAN 1. Definisi

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

9

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. EDUKASI KESEHATAN

1. Definisi Edukasi Kesehatan

Edukasi Kesehatan adalah suatu proses perubahan pada diri manusia

yang ada hubungannya degan tercapainya tujuan kesehatan perorangan dan

masyarakat. Edukasi Kesehatan bukanlah sesuatu yang dapat diberikan oleh

seseorang kepada orang lain dan bukan pula sesuatu rangkaian tata laksana

yang akan dilaksanakan ataupun hasil yang akan dicapai, melainkan suatu

proses perkembangan yang selalu berubah secara dinamis dimana seseorang

dapat menerima atau menolak keterangan baru, sikap baru dan perilaku

baruyang ada hubungannya dengan tujuan hidup (Notoatmojo, 2010)

Edukasi kesehatan dalam arti edukasi secara umum adalah segala

upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu,

kelompok, atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang

diharapkan oleh pelaku edukasi atau promosi kesehatan. Batasan ini tersirat

unsur-unsur input (sasaran dan pendidik dari edukasi), proses (upaya yang

direncanakan untuk mempengaruhi orang lain) dan output (melakukan apa

yang diharapkan). Hasil yang diharapkan dari suatu edukasi kesehatan

adalah perilaku kesehatan, atau perilaku untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan yang kondusif oleh sasaran dari promosi kesehatan

(Notoatmodjo, 2012).

Menurut WHO 1954 dalam Ali (2010) edukasi kesehatan

merupakan upaya kesehatan yang bertujuan :

a. Menjadikan kesehatan sesuatu yang bernilai di masyarakat.

b. Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok

mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup

c. Mendorong dan mengembangkan secara tepat sarana pelayanan

kesehatan yang ada.

9

10

2. Tujuan Edukasi Kesehatan

Edukasi kesehatan masayarakat bertujuan maningkatkan

pengetahuan, kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup

sehat dan aktif berperan serta dalam upaya kesehatan. Tujuan tersebut dapat

lebih diperinci menjadi :

1) Menjadikan kesehatan sesuatu yang bernilai di masyarakat

2) Menolong individu agar mampu secara mandiri/berkelompok

mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat

3) Mendorong pengembangan diri dan penggunaan sarana pelayanan

kesehatan yang ada secara tepat

4) Agar klien mempelajari apa yang dapat dilakukan sendiri dan

bagaimana caranya tanpa meminta pertolongan kepada sarana

pelayanan kesehatan formal

5) Agar terciptanya suasana yang kondusif dimana individu, keluarga,

kelompok dan masayarakt mengubah sikap dan tingkah lakunya Ali

(2010).

3. Ruang Lingkup Edukasi Kesehatan

Menurut Ali (2010), ruang lingkup edukasi kesehatan dapat dilihat

dari berbagai dimensi, yaitu :

a. Dimensi sasaran, edukasi kesehatan dapat dikelompokkan menjadi 3,

yaitu :

1) Edukasi kesehatan individual dengan sasaran individu.

2) Edukasi kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok.

3) Edukasi kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas.

b. Dimensi tempat pelaksanaannya, edukasi kesehatan dapat berlangsung

di berbagai tempat dengan sendirinya sasarannya berbeda pula,

misalnya :

1) Edukasi kesehatan di Sekolah, dilakukan di sekolah dengan sasaran

murid.

11

2) Edukasi kesehatan di rumah sakit dilakukan di rumah sakit dengan

sasaran pasien atau keluarga pasien.

3) Edukasi kesehatan di tempat-tempat kerja dengan sasaran buruh atau

karyawan yang bersangkutan.

c. Dimensi tingkat pelayanan kesehatan, edukasi kesehatan dapat

dilakukan berdasarkan 5 tingkat pencegahan (five level prevention)

menurut Leavel& Clark yaitu :

1) Health promotion

2) General and specific protection

3) Early diagnosis and prompt treatment

4) Disability limitation

5) Rehabilitation Ali (2010).

4. Metode Edukasi Kesehatan

Metode edukasi kesehatan merupakan pendekatan yang digunakan

dalam proses edukasi untuk penyampaian pesan kepada sasaran edukasi

kesehatan (Uha Suliha, 2001). Metode edukasi dibagi menjadi :

a. Metode edukasi individual

b. Metode edukasi kelompok

c. Metode edukasi massa

5. Teori Edgar Dale

Edgar Dale merupakan tokoh paling berjasa dalam pengembangan

teknologi pembelajaran modern (Bambang Warsita, 2008). Ia berpendapat

bahwa pembelajaran sebaiknya diselenggarakan dengan memperhatikan

unsur-unsur yang mempengaruhi pencapaian tujuan. Dalam studinya, Edgar

menemukan pencapaian tujuan berhubungan dengan cara manusia

melakukannya. Edgar Dale meyakini bahwa proses dan hasil belajar akan

dipengaruhi oleh cara belajar mereka. Berikut uraia pandangan Edgar Dale

mengenai pengaruh cara belajar terhadap kemampuan mengingat dan hasil

belajar.

12

Gambar 1 Edgar Dale Cone Learning

Sumber Arif S. Sadiman, dkk. 2009

Diuraikan bahwa jika individu belajar pada apa yang dibaca maka

pengaruhnya terhadap ingatan hanya sebesar 10%. Jika dia belajar pada apa

yang didengarnya maka ingatannya akan meningkat menjadi 20%. Strategi

membaca dan mendengar keduanya menghasilkan kemampuan

mendefinisikan, membuat list, menggambarkan, dan menjelaskan. Jika

individu belajar pada apa yang dilihat, seperti melihat gambar atau video,

cara itu mempengaruhi kemampuan mengingat menjadi 30%. Jika apa yang

dilihatnya itu disertai suara yang dapat didengar maka akan meningkat

menjadi 50%.

Strategi melihat dan mendengar dapat diimplementasikan dengan

mengikuti exebisi atau melihat pertunjukan akan mendorong kemampuan

mendemostrasikan, mendesain, menciptakan atau menilai. Jika yang

dipelajari itu diucapkan dan ditulis maka akan mempengaruhi peningkatan

ingatan hingga 70%. Strategi yang bisa dikembangkan dalam workshop atau

mengikuti pembelajaran dengan desain kolaborasi. Sedangkan jika apa yang

dipelajari itu diperaktekkan atau dilakukan maka ingatan akan naik 90%.

Strategi yang tepat untuk menfasilitasi kemampuan nyata. Seperti halnya

dengan belajar dengan mengucapkan dan menulis, yang terakhir ini juga

10% what we read

20% what we listen

30% what we watch

50% what we watch and listen

70% what we watch

90% what we watch

Read a book

Listen to hear

Watch a figure

Watch a demo

Have a conversation

Practice the object of

the traunung

13

mendorong kemampuan belajar tingkat tinggi; analisi, desain, mencipta dan

menilai (Yusuf T, 2013)

6. Media Edukasi Kesehatan

Media edukasi kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu edukasi.

Alat-alat tersebut merupakan alat untuk memudahkan penyampaian dan

penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat. Berdasarkan

fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan (media) maka dibagi

menjadi 3 (Fitriani, 2011), yakni:

a. Media cetak seperti booklet, leaflet, flyer (selebaran), flipchart (lembar

balik, rubrik, poster, foto.

1) Poster adalah sehelai kertas atau papan yang berisikan gambar-

gambar dengan sedikit kata-kata. Kata-kata dalam poster harus jelas

artinya, tepat pesannya dan dapat dengan mudah dibaca pada jarak

kurang lebih 6 meter. Poster biasanya ditempelkan pada suatu

tempat yang mudah dilihat dan banyak dilalui orang misalnya di

dinding balai desa, pinggir jalan, papan pengumuman, dan lain-lain.

Poster yang baik adalah poster yang mempunyai daya tinggal lama

dalam ingatan orang yang melihatnya serta dapat mendorong untuk

bertindak (Notoatmodjo, 2010). Media poster memiliki kelebihan

dan kekurangan seperti yang dipaparkan oleh Notoatmodjo (2010)

sebagai berikut :

a) Kelebihan

1. Dapat menarik perhatian khalayak

2. Dapat digunakan untuk diskusi kelompok maupun pleno

3. Dapat dipasang (berdiri sendiri)

b) Kekurangan

1. Pesan yang disampaikan terbatas

2. Perlu keahlian untuk menafsirkan

3. Beberapa poster perlu keterampilan membaca serta menulis

agar pesan tersampaikan dengan baik.

14

2) Leaflet adalah selembaran kertas yang berisi tulisan dengan kalimat-

kalimat yang singkat, padat, mudah dimengerti dan gambar-gambar

yang sederhana. Ada beberapa yang disajikan secara berlipat.

Leaflet digunakan untuk memberikan keterangan singkat tentang

suatu masalah, misalnya deskripsi pengolahan air di tingkat rumah

tangga, deskripsi tentang diare dan penecegahannya, dan lain- lain.

Leaflet dapat diberikan atau disebarkan pada saat pertemuan-

pertemuan dilakukan seperti pertemuan FGD (Focus Group

Discution) , pertemuan Posyandu, kunjungan rumah, dan lain-lain.

Leaflet dapat dibuat sendiri dengan perbanyakan sederhana seperti

di photo copy (Notoatmodjo, 2010). Media leaflet memiliki

kelebihan dan kekurangan, seperti yang dipaparkan oleh

Notoatmodjo (2010) sebagai berikut :

a) Kelebihan

1. Media leaflet simpel dan ringkas.

2. Dapat didistribusikan dalam berbagai kesempatan.

3. Tidak membutuhkan banyak waktu untuk membacanya

karena bentuknya yang simpel..

b) Kekurangan

1. Informasi yang disajikan sifatnya terbatas dan kurang

spesifik sehingga pembaca harus lebih jeli lagi dalam

menafsirkan pesan dalam tulisan.

2. Desain yang digunakan harus menyorot fokus-fokus tertentu

yang diinginkan, sehingga dalam leaflet tidak terlalu banyak

memainkan tulisan dan hanya memuat sedikit gambar

pendukung.

3) Booklet, media cetak yang berbentuk buku kecil. Ciri lain dari

booklet adalah : berisi informasi pokok tentang hal yang dipelajari,

ekonomis dalam arti waktu dalam memperoleh informasi, yang

memungkinkan seseorang mendapat informasi dengan caranya

sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dengan

15

booklet antara lain booklet itu sendiri, kondisi lingkungan dan

kondisi individual penderita (Notoatmodjo, 2010). Media booklet

memiliki kelebihan dan kekurangan, hal tersebut diperjelas oleh

Roza (2012) sebagai berikut :

a) Kelebihan

1. Dapat digunakan sebagai media belajar mandiri.

2. Dapat dipelajari isinya dengan mudah.

3. Dapat dijadikan informasi bagi keluarga dan teman.

4. Mudah dibuat, diperbanyak, diperbaiki dan disesuaikan.

5. Mengurangi kebutuhan mencatat.

6. Dapat dibuat dengan sederhana dan biaya relatif lebih

murah.

7. Tahan lama.

8. Memiliki daya tampung lebih luas.

9. Dapat diarahkan pada segmen tertentu.

b) Kekurangan

1. Mencetak medianya dapat memakan waktu beberapa hari

sampai berbulan-bulan, tergantung kepada kompleksnya

pesan yang dicetak dan keadaan alat percetakan setempat.

2. Mencetak gambar atau foto berwarna biasanya memerlukan

biaya yang mahal.

3. Sukar menampilkan gerak di halaman media cetak.

4. Pelajaran yang terlalu banyak disajikan, dengan media cetak

cenderung untuk mematikan minat dan menyebabkan

kebosanan. Demikian juga desain pelajarannya harus benar-

benar dipikirkan dengan matang.

5. Tanpa perawatan yang baik, media cetak akan cepat rusak,

hilang, atau musnah.

4) Flipchart (lembar balik) adalah media penyampaian pesan atau

informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik. Biasanya didalam

setiap lembaran buku berisi gambar peragaan dan dibaliknya

16

terdapat kalimat yang berisi pesan-pesan dan informasi yang

berkaitan dengan gambar tersebut (Fitriani, 2011). Tetapi, media

inipun memiliki kelebihan dan kekurangan, menurut (Nurhasnawati,

2015) sebagai berikut:

a) Kelebihan

1. Mampu menyajikan pesan pembelajaran secara ringkas dan

praktis.

2. Dapat digunakan di dalam ruangan maupun di luar ruangan

3. Bahan pembuatannya relatif murah.

4. Mudah di bawa kemana–mana (moveable).

5. Meningkatkan aktivitas belajar

b) Kekurangan

1. Tidak dapat digunakan untuk kelompok besar

2. Membutuhkan kepandaian menulis dan menggambar yang

cukup baik.

5) Rubrik adalah tulisan dalam surat kabar atau majalah mengenai

bahasan suatu masalah kesehatan atau hal yang berkaitan dengan

kesehatan (Fitriani, 2011).

6) Brosur adalah suatu alat publikasi resmi dari perusahaan yang

berbentuk cetakan, yang berisi berbagai informasi mengenai suatu

produk, layanan, program dan sebagainya. Brosur berisi pesan yang

selalu tunggal, dibuat untuk menginformasikan, mengedukasi, dan

membujuk atau mempengaruhi orang.

b. Media elektronik yaitu televisi, film atau video dan radio.

1) Televisi yaitu media penyampaian pesan atau informasi melalui

media televisi dapat bentuk sandiwara, sinetron, forum diskusi atau

tanya jawab yang berkaitan dengan masalah kesehatan, pidato, TV

spot, cerdas cermat atau kuis dan sebagainya (Fitriani, 2011).

2) Radio yaitu penyampaian pesan atau informasi melalui berbagai

obrolan seperti tanya jawab, sandiwara, ceramah, radio spot dan

17

sebagainya (Fitriani, 2011). Menurut Astuti (2008) media radio

memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut :

a) Kelebihan

1. Radio dapat membidik khalayak secara khusus. Artinya,

radio memiliki kemampuan untuk berfokus pada kelompok

masyarakat yang dikehendaki.

2. Radio jauh lebih fleksibel dibandingkan media komunikasi

massa lainnya.

3. Radio bersifat mobile dan portable. Orang bisa menjinjing

radio ke mana saja.

4. Radio bisa menyatu dengan fungsi alat penunjang kehidupan

lainnya, mulai dari senter, mobil, hingga handphone

sehingga semua orang bisa mengaksesnya.

b) Kekurangan

1. Satu-satunya cara yang diandalkan radio untuk

menyampaikan pesan adalah bunyi.

2. Radio tidak dilengkapi dengan kemampuan untuk

menyampaikan pesan lewat gambar. Untuk membayangkan

kejadian sesungguhnya, orang pada dasarnya menggunakan

teater imajinasinya sendiri.

3. Pesan radio bersifat satu arah, sekilas, dan tak dapat ditarik

lagi begitu di udarakan sehingga pesan harus disimak dengan

seksama agar sampai kepada pendengar dengan baik.

4. Mendengarkan radio rentan gangguan.

5. Radio hanya berurusan dengan satu indra saja yaitu

pendengaran

3) Film atau video yaitu merupakan media yang dapat menyajikan

pesan bersifat fakta maupun fiktif yang dapat bersifat informatif,

edukatif maupun instruksional (Fitriani, 2011). Media video sebagai

media pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri.

Arief S. Sadiman (2012) menyatakan bahwa media video sebagai

18

media pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai

berikut :

a) Kelebihan

1. Dapat menarik perhatian untuk periode-periode singkat dari

rangsangan luar lainnya.

2. Demonstrasi yang sulit dapat dipersiapkan dan direkam

sebelumnya, sehingga pada waktu mengajar, pengajar bisa

memusatkan perhatian pada penyajian dan audiens nya.

3. Dapat menghemat waktu dan rekaman dapat diputar

berulang-ulang sehingga jika audiens belum paham dapat

diputar kembali pada bagian yang belum jelas tentang

pemaparan yang diputar.

4. Keras lemahnya suara dapat diatur.

5. Gambar proyeksi dapat di-beku-kan untuk diamati sehingga

penyimak dapat lebih seksama dalam mengamati.

6. Objek yang sedang bergerak dapat dapat diamati lebih dekat.

b) Kekurangan

1. Komunikasi bersifat satu arah dan perlu diimbangi dengan

pencarian bentuk umpan balik yang lain.

2. Kurang mampu menampilkan detail objek yang disajikan

secara sempurna.

3. Memerlukan peralatan yang mahal dan kompleks

c. Media papan seperti billboard Media papan disini mencakup berbagai

pesan yang ditulis pada kain, papan yang ditempel tempat-tempat umum

(Fitriani, 2011).

Pada garis besar nya hanya ada 3 macam alat bantu edukasi (alat peraga).

1. Alat bantu lihat (visual aids) yang berguna dalam membantu

menstimulasi indra mata (penglihatan) pada waktu terjadinya proses

edukasi. Alat ini ada 2 bentuk :

19

a. Alat alat yang di proyeksikan, misalnya slide,film,film strip,dan

sebagainya.

b. Alat alat yang tidak di proyeksikan:

1) Dua dimensi, gambar peta, bagan dan sebagainya

2) Tiga dimensi, misalnya bola dunia, boneka dan sebagainya

2. Alat bantu dengar (audio aids), yaitu alat yang dapat membantu untuk

menstimulasi indra pendengar pada waktu proses penyampaian bahan

edukasi/pengajaran. Misalnya : radio, pita suara, piringan hitam,CD

musik/kaset.

3. Alat bantu lihat dan dengar (audio visual Aids)

Media audio-visual disebut juga sebagai media video. Video merupakan

media yang digunakan untuk menyampaikan pesan pembelajaran.

Dalam media video terdapat dua unsur yang saling bersatu yaitu audio

dan visual. Adanya unsur audio memungkinkan 39 audience untuk dapat

menerima pesan pembelajaran melalui pendengaran, sedangkan unsur

visual memungkinkan penciptakan pesan belajar melalui bentuk

visualisasi (Azwar, 2013).

b. Pengertian media audio visual

Bentuk-bentuk media pembelajaran itu sendiri terdapat

berbagai macam bentuk. Klasifikasi menurut pemakaiannya ada tiga

macam bentuk media yang digunakan, yaitu media auditif, media

visual, dan media audiovisual. Media audiovisual mempunyai unsur

memadukan antara media auditif dan mediavisual (Djamarah,

2010).

Media audio visual adalah jenis media yang digunakan

dalam kegiatan pembelajaran dengan melibatkan pendengaran dan

penglihatan sekaligus dalam satu proses atau kegiatan. Pesan dan

informasi yang dapat disalurkan melalui media ini dapat berupa

pesan verbal dan nonverbal yang mengandalkan baik penglihatan

maupun pendengaran. Beberapa contoh media audio visual adalah

film, video, program TV dan lain-lain (Asyhar, 2011).

20

c. Kelebihan dan kekurangan Audio visual

Setiap jenis media yang digunakan dalam proses

pembelajaranmemiliki kelebihan dan kelemahan begitu pula dengan

media audiovisual. Arsyad (2011) mengungkapkan beberapa

kelebihan dan kelemahan media audio visual dalam pembelajaran

sebagai berikut.

1) Kelebihan media audio visual:

a) Film dan vidio dapat melengkapi pengalaman dasar siswa.

b) Film dan vidio dapat menggambarkan suatu proses secara

tepat yang dapat disaksikan secara berulang-ulang jika perlu.

c) Di samping mendorong dan meningkatkan motivasi film dan

video menanamkan sikap-sikap dan segi afektif lainnya.

d) Film dan video yang mengandung nilai-nilai positif dapat

mengundang pemikiran dan pembahasan dalam kelompok.

e) Film dan video dapat menyajikan peristiwa yang berbahaya

jika dilihat secara langsung.

f) Film dan video dapat ditunjukkan kepada kelompok besar

atau kelompok kecil, kelompok yang heterogen maupun

homogen maupun perorangan.

g) Film yang dalam kecepatan normal memakan waktu satu

minggu dapat ditampilkan dalam satu atau dua menit.

2) Kelemahan media audio visual:

a) Pengadaan film dan video umumnya memerlukan biaya

mahal dan waktu yang banyak.

b) Tidak semua siswa mampu mengikuti informasi yang ingin

disampaikan melalui film tersebut.

c) Film dan vidio yang tersedia tidak selalu sesuai dengan

kebutuhan dan tujuan belajar yang diinginkan

c. Tujuan pembelajaran menggunakan media audio visual

Anderson (1994) mengemukakan tentang beberapa tujuan dari

pembelajaraan mengunakan media video, antara lain:

21

1) Untuk tujuan kognitif :

a) Dapat mengembangkan mitra kognitif yang menyangkut

kemampuan mengenal kembali dan kemampuan

memberikan rangsangan gerak dan serasi.

b) Dapat menunjaukan serangkaian gambar diam tanpa suara

sebagai media foto dan film bingkai meskipun kurang

ekonomis.

c) Melalui video dapat pula diajarkan pengetahuaan tentang

hukum-hukum dan prinsip-prinsip tertentu.

d) Video dapat digunakan untuk menunjukan contoh dan cara

bersikap atau berbuat dalam suatu penampilan, khususnya

yang menyangkut interaksi.

2) Untuk tujuan afektif :

a) Video merupakan media yang baik sekali untuk

menyampaikan informasi dalam matra afektif.

b) Dapat menggunakan efek dan teknik, video dapat menjadi

media yang sangat baik dalam mempengaruhi sikap dan

emosi.

3) Untuk tujuan psikomotorik :

a) Video merupakan media yang tepat untuk memperlihatkan

contoh ketrampilan yang menyangkut gerak. Dengan alat ini

dijelaskan, baik dengan cara memperlambat maupun

mempercepat gerakan yang ditampilkan.

b) Melalui video dapat langsung mendapat umpan balik secara

visual terhadap kemampuan mereka sehingga mampu

mencoba ketrampilan yang menyangkut gerakan tadi

(Arsyad, 1997)

Menurut Widyanto, F.C, (2014), Tujuan dan Fungsi Edukasi

Kesehatan Menggunakan Media Audiovisual : Edukasi kesehatan

untuk membantu individu, keluarga dan masyarakat untuk mencapai

22

tingkat kesehatan yang optimal. Edukasi kesehatan bertujuan untuk

mengubah perilaku individu, keluarga, serta masyarakat dari

perilaku yang tidak sehat menjadi sehat. Perilaku yang tidak sesuia

dengan nilai – nilai kesehatan menjadi perilaku yang sesuai dengan

nilai – nilai kesehatan atau dari perilaku yang negatif menjadi

perilaku yang positif. Edukasi kesehatan juga bertujuan untuk

merubah perilaku yang kaitan dengan budaya. Sikap dan perilaku

merupakan bagian dari budaya yang ada di lingkungan.

Sehingga edukasi kesehatan menggunakan media audio

visual merupakan suatu perantara yang dapat di nikmati dengan

indera penglihatan dan indera pendengaran. Dengan penggunaan

media audiovisual sangat memungkinkan terjadinya komunikasi dua

arah antara guru dan peserta didik di dalam proses belajar mengajar.

Media audio visual dalam pembelajaran dimaksudkan sebagai bahan

yang mengandung pesan dalam bentuk audio dan visual yang dapat

merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan peserta didik

sehingga dapat tejadi proses pembelajaran yang efisien dan efektif.

B. Sectio Caesarea

1. Pengertian Sectio Caesarea

Sectio Caesarea adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan

melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang

ibu dan uterus untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya

dilakukan ketika kelahiran melalui vagina akan mengarah pada komplikasi-

komplikasi kendati cara ini semakin umum sebagai pengganti kelahiran

normal (Mitayani, 2011). Sectio Caesarea merupakan suatu persalinan

buatan, yaitu janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut dan dinding

rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta bobot janin diatas 500

gram (Solehati, 2015).Pelahiran caesarea adalah pelahiran janin melalui

insisi yang dibuat pada dinding abdomen dan uterus (Reeder, 2016).

23

Berdasarkan pengertian diatas dapat diambil kesimpulan Sectio

Caesarea (SC) adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin melalui

insisi pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan, sehingga janin

dilahiran melalui perut dan dinding rahim agar bayi lahir dengan keadaan

utuh dan sehat (Jitowiyono, S dan Kristiyanasari, 2012).

2. Etiologi Sectio Caesarea

a. Etiologi yang berasal dari ibu

Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai

kelainan letak ada, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin /

panggul), ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat

kesempitan panggul, Plasenta previa terutama pada primigravida,

solutsio plasenta tingkat I – II, komplikasi kehamilan yang disertai

penyakit ( jantung, DM ). Gangguan perjalanan persalinan (kista

ovarium, mioma uteri, dan sebagainya).

b. Etiologi yang berasal dari janin

Fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan

janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan

persalinan vakum atau forceps ekstraksi (Nurarif dan Handi, 2015).

3. Patofisiologi

Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang

menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya karena

ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan panggul ibu, keracunan

kehamilan yang parah, pre eklampsia dan eklampsia berat, kelainan letak

bayi seperti sungsang dan lintang, kemudian sebagian kasus mulut rahim

tertutup plasenta yang lebih dikenal dengan plasenta previa, bayi kembar,

kehamilan pada ibu yang berusia lanjut, persalinan yang berkepanjangan,

plasenta keluar dini, ketuban pecah dan bayi belum keluar dalam 24 jam,

kontraksi lemah dan sebagainya. Kondisi tersebut menyebabkan perlu

adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (Sari, 2016).

24

4. Pathway

Gambar 2 Pathway

Sumber : Nurarif dan Handi (2015)

25

5. Indikasi dan Kontra Indikasi Sectio Caesarea

Dokter spesialis kebidanan akan menyarankan Seksio Sesarea (SC) ketika

proses kelahiran melalui vagina kemungkinan akan menyebabkan risiko

kepada sang ibu atau bayi. adapun hal-hal yang dapat menjadi pertimbangan

disaran nya bedah caesar antar lain :

a. Indikasi

1) Indikasi yang berasal dari ibu

Yaitu pada plasenta previa terutama pada primigravida,

primi para tua disertai letak ada, disproporsi sefalo pelvic

(disproporsi janin/panggul, sejarah kehamilan dan persalinan yang

buruk, terdapat kesempitan panggul, solusio plasenta tingkat I-II,

komplikasi kehamilan yaitu preeklamsia-eklampsia, atas

permintaan, kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM,

gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri, dan

sebagainya).

2) Indikasi yang berasal dari janin

Fetal distress/gawat janin, prolapsus tali pusat dengan

pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau forseps

ekstraksi (Benson, 2013).

b. Kontra Indikasi Sectio Caesarea

1) Kalau janin sudah mati atau berada dalam keadaan jelek sehingga

kemungkinan hidup kecil. Dalam keadaaan ini tidak ada alasan

untuk melakukan operasi berbahaya yang tidak diperlukan.

2) Kalau jalan lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas

untuk caesarea extrapertoneal tidak tersedia.

3) Kalau dokter bedahnya tidak berpengalaman, kalau keadaannya

tidak menguntungkan bagi pembedahan, dan kalau tidak tersedia

tenaga asisten yang memadai.

26

6. Komplikasi Sectio Caesarea

Menurut Prawirohardjo (2011) komplikasi yang mungkin timbul dalam Post

Seksio Sesarea (SC) :

a. Syok

Peristiwa ini terjadi karena insufisiensi akut dari sistem sirkulasi

dengan akibat sel-sel jaringan tidak mendapat zat-zat makanan dan O2

dengan akibat terjadi kematian nya. Penyebab-penyebab syok adalah:

hemoragi merupakan penyebab terbanyak dan harus selalu dipikirkan

bila terjadi pada 24 jam pertama pascabedah, sepsis, neurogenik dan

kardiogenik, atau kombinasi antara berbagai sebab tersebut. Gejala-

gejalanya ialah nadi dan pernafasan meningkat, tensi menurun, oliguri,

penderita gelisah, eksteremitas dan muka dingin, serta warna kulit

keabuabuan. Dalam hal ini sangat penting untuk membuat diagnosis

sedini mungkin yang dikenal dengan sistem peringatan dini (early

warning system), karena jika terlambat, perubahanya sudah tidak dapat

dipengaruhi lagi.

b. Gangguan Saluran Kemih

Pada operasi ada kemungkinan terjadi retensio urinae.

Pengeluaran air seni perlu diukur, jika air seni yang dikeluarkan jauh

berkurang, ada kemungkinan oliguri atau retensio urinae. Pemeriksaan

abdomen seringkali dapat menentukan adanya retensi. Apabila daya

upaya supaya penderita dapat berkemih tidak berhasil, maka terpaksa

dilakukan kateterisasi.

c. Infeksi Saluran Kemih

Kemungkinan infeksi saluran kemih selalu ada, terutama pada

penderita-penderita yang untuk salah satu sebab dikateter. Penderita

menderita panas dan seringkali menderita nyeri pada saat berkemih, dan

pemeriksaan air seni (yang dikeluarkan dengan kateter atau sebagai

midstream urine) mengandung leukosit dalam kelompok. Hal ini dapat

segera diketahui dengan meningkatnya leukosit esterase.

27

d. Distensi Perut

Pada pasca laparatomi tidak jarang perut agak kembung akan

tetapi,setelah flatus keluar, keadaan perut menjadi normal. Akan tetapi,

ada kemungkinan bahwa distensi bertambah, terdapat timpani diatas

perut pada periksa ketok, serta penderita merasa mual dan muntah.

e. Infeksi puerperal

Pada komplikasi ini biasanya bersifat ringan, seperti kenaikan

suhu selama beberapa hari dalam masa nifas, bersifat berat seperti

Tromboflebitis, peritonitis, sepsis dan lainya.

f. Terbukanya Luka Operasi Eviserasi

Sebab-sebab terbukanya luka operasi pasca pembedahan ialah

luka tidak dijahit dengan sempurna, distensi perut, batuk atau muntah

keras, serta mengalami infeksi.

7. Penatalaksanaan Post Operasi SC

Menurut (Hartanti, 2014), ibu post sectio caesarea perlu mendapatkan

perawatan sebagai berikut :

a. Ruang Pemulihan

Pasien dipantau dengan cermat jumlah perdarahan dari vagina

dan dilakukan palpasi fundus uteri untuk memastikan bahwa uterus

berkontraksi dengan kuat. Selain itu, pemberian cairan intravena juga

dibutuhkan karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka

pemberian cairan intravena harus cukup banyak dan mengandung

elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada

organ tubuh lainnya. Wanita dengan berat badan rata-rata dengan

hematokrit kurang dari atau sama dengan 30 dan volume darah serta

cairan ekstraseluler yang normal umumnya dapat mentoleransi

kehilangan darah sampai 2.000 ml.

b. Ruang Perawatan

1) Monitor tanda-tanda vital

Tanda-tanda vital yang perlu di evaluasi adalah tekanan darah, nadi,

28

suhu, pernafasan, jumlah urine, jumlah perdarahan, dan status

fundus uteri.

2) Pemberian obat-obatan

Analgesik dapat diberikan paling banyak setiap 3 jam untuk

menghilangkan nyeri seperti, Tramadol, Antrain, Ketorolak.

Pemberian antibiotik seperti Ceftriaxone, Cefotaxime, dan

sebagainya.

3) Terapi Cairan dan Diet

Pemberian cairan intravena, pada umumnya mendapatkan 3

liter cairan memadai untuk 24 jam pertama setelah dilakukan

tindakan, namun apabila pengeluaran urine turun, dibawah 30

ml/jam, wanita tersebut harus segera dinilai kembali. Cairan yang

biasa diberikan biasanya DS 1%, garam fisiologi dan RL secara

bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb

rendah dapat diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan. Pemberian

cairan infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus, lalu

dianjurkan untuk pemberian minuman dan makanan peroral.

Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh

dilakukan pada 6-8 jam pasca operasi, berupa air putih.

4) Pengawasan fungsi vesika urinaria dan usus.

Kateter umumnya dapat dilepas dalam waktu 12 jam pasca

operasi atau keesokan paginya setelah pembedahan dan pemberian

makanan padat bisa diberikan setelah 8 jam, bila tidak ada

komplikasi.

5) Ambulasi

Ambulasi dilakukan 6 jam pertama setelah operasi harus

tirah baring dan hanya bisa menggerakan lengan, tangan,

menggerakan ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki,

mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta menekuk dan

menggeser kaki. Setelah 6 jam pertama dapat dilakukan miring

kanan dan kiri. Latihan pernafasan dapat dilakukan sedini mungkin

29

setelah ibu sadar sambil tidur telentang. Hari kedua post operasi,

pasien dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas

dalam lalu menghembuskannya. Pasien dapat diposisikan setengah

duduk atau semi fowler. Selanjutnya pasien dianjurkan untuk belajar

duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri

pada hari ke tiga sampai hari ke lima pasca operasi.

6) Perawatan Luka

Luka insisi diperiksa setiap hari dan jahitan kulit, bila

balutan basah dan berdarah harus segera dibuka dan diganti.

Perawatan luka juga harus rutin dilakukan dengan menggunakan

prinsip steril untuk mencegah luka terinfeksi.

7) Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah diperlukan setiap pagi hari setelah

pembedahan, untuk mengukur hematokrit apabila terdapat

kehilangan darah yang banyak pada saat pembedahan atau terjadi

oliguria atau tanda-tanda lain yang mengisyaratkan hipovolemia.

8) Menyusui dapat dimulai pada hari pasca operasi sectio caesarea.

C. Nifas

1. Pengertian Masa Nifas

Nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta,

serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan

seperti sebelum hamil dan waktu kurang lebih 6 minggu (Purwoastuti dan

Wahyani, 2015). Masa nifas (puerperium) adalah masa pemulihan kembali,

mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti

sebelum hamil, lama masa nifa yaitu 6-8 minggu (Amru, 2012).

Masa nifas atau perperium dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya

plasenta sampai dengan 6 jam (42 hari) setelah itu. Puerperium adalah masa

pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan

kembali seperti prahamil (Sunarsih, 2015).

30

Jadi postpartum atau masa nifas (puerperium) adalah masa dimana

kondisi pemulihan sesudah persalinan selesai hingga kembali ke kondisi

sebelum hamil yang terjadi kurang lebih 6-8 minggu. Wanita pasca

persalinan harus cukup istirahat dengan tidur telentang selama 8 jam pasca

persalinan. Setelah itu, ibu boleh miring ke kanan dan ke kiri untuk

mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, hari kedua ibu

diperbolehkan duduk. Pada hari ke tiga ibu dianjurkan berjalan-jalan dan

pada hari keempat atau hari kelima diperbolehkan pulang. Makanan yang

dikonsumsi sebaiknya mengandung protein, sayur-sayuran, dan buah-

buahan (Mochtar, 2013).

2. Periode Masa Nifas

Adapun tahapan atau periode masa nifas menurut (Purwoastuti dan

Wahyani, 2015) menjadi 3, yaitu :

a. Puerperium dini, yaitu kepulihan ketika ibu telah diperbolehkan berdiri

atau berjalan, serta beraktivitas layaknya wanita normal.

b. Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia

yang lamanya sekitar 6-8 minggu.

c. Remote puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat

sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai

komplikasi.

3. Perubahan Fisiologis pada Ibu Nifas

Sistem tubuh ibu akan kembali beradaptasi untuk menyesuaikan dengan

kondisi postpartum. Organ-organ tubuh ibu yang mengalami perubahan

menurut (Wulandari, 2017) setelah melahirkan antara lain :

a. Perubahan Sistem Reproduksi

1) Uterus Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada

kondisi sebelum hamil. Perubahan ini dapat diketahui dengan

melakukan pemeriksaan palpasi untuk meraba dimana TFU-nya

(Tinggi Fundus Uteri).

31

Tabel 2.1. Perubahan tinggi dan berat uterus masa nifas

Involusi TFU Berat

Bayi Lahir Setinggi Pusat, 2 jari bawah pusat 1.000 gr

1 Minggu Pertengahan pusat simfisis 750 gr

2 Minggu Tidak teraba diatas simfisis 500 gr

6 Minggu Normal 50 gr

8 Minggu Normal tapi sebelum hamil 30

Sumber : Saleha, 2013

Namun pada keadaan yang abnormal tinggi fundus

mengalami perlambatan akibat adanya luka insisi pada posisi Seksio

Caesarea (SC) timbul rasa nyeri akibat luka insisi sehingga involusi

lebih lambat.

Hasil penelitian bahwa sebagian besar (60,6%) ibu nifas Post

sectio caesarea mengalami keterlambatan penurunan TFU. Hal ini

disebabkan oleh ibu post sectio caesarea kurang melakukan

mobilisasi dini karena rasa nyeri yang timbul akibat pada luka

jahitan pada abdomen (Fitriana dan Dwi, 2012).

2) Perubahan Vulva dan Vagina

Vulva dan vagina mengalami pembekakan serta peregangan

yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dalam beberapa

hari pertama setelah partus keadaan vulva dan vagina masih kendur,

setelah 3 minggu secara perlahan akan kembali ke keadaan sebelum

hamil.

3) Perubahan Perineum

Perineum akan menjadi kendur karena sebeumnya teregang

oleh tekanan kepala bayi dan tapak terdapat robekan jika dilakukan

episiotomi yang akan terjadi masa penyembuhan selama 2 minggu.

4) Perubahan Serviks

Serviks mengalami involusi bersama uterus, setelah

persalinan ostium eksterna dapat dimasuki oleh 2 hingga 3 jari

tengah, setelah 6 minggu persalinan serviks menutup.

5) Perubahan pada Payudara

Suplai darah ke payudara meningkat dan menyebabkan

pembengkakan vaskular sementara, air susu saat diproduksi diispan

32

di alveoli dan harus dikeluarkan dengan efektif dengan cara dihisap

oleh bayi untuk pengadaan dan keberlangsungan laktasi.

b. Perubahan Pada Abdomen

Pada ibu yang melahirkan dengan cara operasi sectio caesarea

biasanya terdapat luka post sectio caesarea dengan berbagai bentuk

insisi. Selain luka insisi terdapat perubahan pada pola pencernaan ibu

post nifas yang biasanya membutuhkan waktu sekitar 103 hari agar

fungsi saluran cerna dan nafsu makan dapat kembali normal.

Dibandingkan ibu yang melahirkan secara spontan lebih cepat lapar

karena telah mengeluarkan energi yang begitu banyak pada proses

persalinan.

c. Perubahan Pada Genetalia

Lokhea adalah eksresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea

berbau amis atau anyir dengaan volume yang berbeda-beda pada setiap

wanita. Lokhea yang berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi.

Pengeluaran lokhea dibagi berdasarkan jumlah dan warnanya sebagai

berikut:

1) Lokhea Rubra

Lokhea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-4 masa

postpartum. Cairan yang keluar berwarna merah karena terisi darah

segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo

(rambut bayi), dan mekonium.

2) Lokhea Sanguinolenta

Lokhea ini berwarna merah kecokelatan dan berlendir, serta

berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 postpartum.

3) Lokhea Serosa (Keluar pada hari ke-7 sampai hari ke-14.)

Lokhea ini berwarna kuning kecokelatan karena

mengandung serum,leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta.

4) Lokhea Alba

Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel,

selaput lendir serviks, dan serabut jaringan yang mati, berupa cairan

33

putih. Lokhea alba dapat berlangsung selama 2-6 minggu

postpartum.

5) Lokhea Purulenta

Lokhea ini disebabkan karena terjadinya infeksi, cairan yang

keluar seperti nanah yang berbau busuk.

6) Lochiostatis (Pengeluaran lokhea yang tidak lancar).

d. Perubahan Sistem Perkemihan

Buang air kecil sulit selama 24 jam, urine dalam jumlah besar

akan dihasilkan dalam waktu 12-36 jam sesudah melahirkan. Keadaan

ini meyebabkan dieresis, ureter yang berdilatasi akan kembali normal

dalam tempo 6 minggu. Maka hal ini baisanya di perlukan katerisasi pada

ibu karena kondisi organ reproduksi ibu belum berfungsi secara optimal

pasca operasi.

e. Perubahan Sistem Muskuloskeletal

Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus, pembuluh

darah yang berada diantara anyaman otot-otot uterus akan terjepit,

sehingga akan menghentikan perdarahan. Ambulasi dini sangat

membantu untuk mencegah komplikasi dan mempercepat proses

involusi. Pada umumnya ambulasi dimulai 4-8 jam postpartum.

f. Perubahan Sistem Hematologi

Pada minggu-minggu terakhir keham ilan, kadar fibrogen dan

plasma serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari

pertama postpartum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun

tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas sehingga

meningkatkan fakktor pembekuan darah.

g. Perubahan Sistem Kardiovaskuler

Cardiac output meningkat selama persalinan dan berlangsung

sampai kala III ketika volume darah uterus dikeluarkan. Penurunan

terjadi pada beberapa hari pertama postpartum dan akan kembali normal

pada akhir minggu ke 3 postpartum.

34

h. Perubahan Sistem Endokrin

Kadar estrogen menurun 10% dalam waktu sekitar 3 jam

postpartum, progesteron turun pada hari ke 3 postpartum, kadar prolaktin

dalam darah berangsur-angsur hilang.

i. Perubahan Tanda-tanda Vital

Tanda-tanda vital yang sering digunakan sebagai indikator bagi

tubuh yang mengalami gangguan atau masalah kesehatan adalah nadi,

pernafasan, suhu dan tekanan darah. Denyut nadi normal berkisar antara

60-80 kali permenit. Pada proses persalinan biasanya akan mengalami

peningkatan, tetapi pada masa nifas denyut nadi akan kembali normal.

Frekuensi pernafasan normal berisar antara 18-24 kali permenit.

Setelah persalinan, frekuensi pernafasan akan kembali normal,

keadaan pernafasan biasanya berhubungan dengan suhu dan denyut nadi.

Suhu tubuh dapat meningkat sekitar 0,5o C dari keadaan normal 36o -

37,5o C, hal ini disebabkan karena meningkatnya metabolisme tubuh

pada saat proses persalinan. Tekanan darah normal untuk sistol berkisar

antara 110-140 mmHg dan untuk diastol antara 60-80 mmHg, setelah

persalinan tekanan darah sedikit menurun karena terjadinya perdarahan

pada saat proses persalinan.

4. Perubahan Psikologis pada Ibu Nifas

Perubahan psikologis pada masa nifas menurut Purwoastuti dan

Wahyani (2015), yaitu :

a. Fase taking in

Fase taking in yaitu periode ketergantungan, berlangsung dari

hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan, pada fase ini ibu

sedang berfokus terutama pada dirinya sendiri, ibu akan berulang kali

menceritakan proses persalinan yang dialaminya dari awal sampai

akhir.

35

b. Fase taking hold

Fase taking hold adalah periode yang berlangsung antara 3-10

hari setelah melahirkan, pada fase ini timbul rasa khawatir akan

ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi.

c. Fase letting go

Fase letting go adalah periode menerima tanggung jawab akan

peran barunya sebagai orang tua, fase ini berlangsung 10 hari setelah

melahirkan.

5. Perawatan Nifas

Perawatan ibu setelah melahirkan secara sesarea merupakan

kombinasi antara asuhan keperawatan bedah dan maternitas (Bobak,

2004). Ibu yang telah mengalami pembedahan seksio sesarea, mempunyai

kebutuhan perawatan pascapartum yang sama dengan ibu yang melahirkan

pervagina (Ladewig, Patria, 2005).

Perawatan nifas meliputi perawatan diri ibu. Perawatan diri ibu

nifas yang akan diteliti oleh peneliti terdiri dari perawatan luka, nutrisi

masa nifas, mobilisasi dini, perawatan perineum, perawatan payudara,

miksi, defekasi, dan kebersihan diri.

a. Perawatan Luka Sectio Caesaria

Luka adalah suatu keadaan terputusnya kontinuitas jaringan

tubuh, yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi tubuh sehingga

dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Perawatan luka merupakan

tindakan untuk merawat luka dan melakukan pembalutan dengan tujuan

mencegah infeksi silang (masuk melalui luka) dan mempercepat proses

penyembuhan luka (Alimul Hidayat, 2006). Pembalut luka berfungsi

sebagai penghalang dan pelindung terhadap infeksi selama proses

penyembuhan. Penutup luka dipertahankan selama hari pertama selama

pembedahan untuk mencegah infeksi pada saat proses penyembuhan

berlangsung (Wiknjosastro, 2009).

36

Beberapa cara untuk merawat luka bekas operasi yang dapat

dilakukan oleh ibu sebagai berikut :

1) Menjaga kebersihan diri, untuk mengindari infeksi

2) Ibu post sectio caesarea tidak diperkenankan mengangkat benda

berat

3) Jangan membungkuk dalam melakukan pekerjaan apapun

4) Istirahat yang cukup

5) Gunakan pakaian yang longgar dan nyaman

6) Makan makanan bergizi

7) Merawat bekas sayatan luka.

8) Setelah mandi,segera keringkan bekas sayatan tersebut dengan

handuk yang lembut, kertas tisu, atau kapas.

9) Jangan memakai celana yang pendek(jenis bikini) karena karet

celana jenis ini akan menekan bekas sayatan sehingga akan terasa

sakit.

10) Jika bekas sayatan menjadi bengkak kemerahan dan terasa tanda-

tanda ini menunjukkan terjadinya infeksi.

11) Jika merasa gatal jangan digaruk,luka operasi

Berdasrkan teori Perry & Potter (2005) menyatakan bahwa

vaskularisasi mempengaruhi luka karena luka membutuhkan keadaan

peredaran darah yang baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel.

b. Nutrisi Masa Nifas

Nutrisi atau gizi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk

keperluan metabolismenya. Kebutuhan gizi pada masa nifas meningkat

25 % dari kebutuhan biasa karena berguna untuk proses kesembuhan

sehabis melahirkan dan untuk memproduksi air susu yang cukup

(Sulistyawati, 2009).

Tindakan operasi caesaria kembalinya organ pencernaan ke

kondisi semula memakan waktu lebih lama. Pemeriksaan organ

pencernaan dilakukan enam jam setelah bedah apabila kondisi tubuh ibu

37

baik dapat diberikan minum hangat sedikit kemudian bertahap minum

yang lebih banyak, dan dapat makan makanan lunak pada hari pertama

setelah operasi. Pada bius total diperbolehkan minum setelah berhasil

buang gas (Kasdu, 2003).

Ibu post sectio caesarea harus menghindari makanan dan

minuman yang menimbulkan gas karena gas perut kadang-kadang

menimbulkan masalah sesudah seksio sesarea. Jika ada gas dalam perut,

ibu akan merasakan nyeri yang menusuk. Gerak fisik dan bangun dari

tempat tidur, pernapasan dalam, dan bergoyang di kursi dapat membantu

mencegah dan menghilangkan gas (Simkin, Penny, 2008).

Tabel. 2.2 Nutrisi masa nifas

Nutrisi Masa Nifas

• Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari.

• Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan

vitamin yang cukup.

• Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum setiap kali

menyusui).

• Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari

pasca bersalin.

• Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A

kepada bayinya melalui ASInya.

Sumber : JNPKKR-POGI, 2000

c. Mobilisasi Dini Masa Nifas

Mobilisasi dini merupakan suatu upaya mempertahankan

kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk

mempertahankan fungsi fisiologi. Mobilisasi post sectio caesarea

adalah suatu pergerakan posisi atau adanya kegiatan yang dilakukan ibu

setelah beberapa jam setelah melahirkan dengan persalinan sectio

caesarea (Winarta,2010). Mobilisasi akan memperlancar sirkulasi

darah dan segera mungkin mengalami pemulihan atau penyembuhan

(Susilowati D,2015)

38

Tabel. 2.3. Mobilisasi dini masa nifas

Waktu Tindakan

6 jam pertama post

SC

a) Anjurkan pasien distraksi relaksasi nafas dalam dengan

Tarik nafas perlahan-lahan lewat hidung dan keluarkan

lewat mulut sambal mengencangkan dinding perut

sebanyak 3 kali kurang lebih selama 1 menit.

b) Latih Gerakan tangan, lakukan Gerakan abduksi dan

adduksi pada jari tangan, lengan dan siku selama

setengah menit.

c) Kedua lengan diluruskan diatas kepala dengan telapak

tangan menghadap ke atas.

d) Lakukan gerakan menarik keatas secara bergantian

sebanyak 5-10 kali.

e) Latihan gerak kaki yaitu dengan menggerakkan abduksi

dan adduksi rotasi pada seluruh bagian kaki.

6-10 jam berikutnya

1. Latih miring kanan dan kiri

2. Latihan dilakukan dengan miring kesalah satu bagian

terlebih dahulu, bagian lutut fleksi keduanya selama

setengah menit,turunkan salah satu kaku,anjurkan ibu

berpegangan pada pelindung tempat tidur dengan

menarik badan kearah berlawanan kaki yang ditekuk.

Tahan selama 1 menit dan lakukan hal yang sama ke sisi

yang lain.

24 jam post SC

1. Posisikan semi fowler 30-400 secara perlahan selama 1-

2 jam sambal mengobservasi nadi, jika mengeluh

pusing turunkan tempat tidur secara perlahan.

2. Bila tidak ada keluhan selama waktu yang ditentukan,

ubah posisi pasien sampai posisi duduk

Hari ke 2 post SC 1. Lakukan latihan duduk secara mandiri jika tidak pusing,

perlahan kaki diturunkan Pada hari ke 3 post SC 1.

Pasien duduk dan menurunkan kaki kearah lantai.

2. Jika pasien merasa kuat dibolehkan berdiri secara

mandiri, atau dengan posisi dipapah dengan kedua

tangan pegangan pada perawat atau keluarga, jika

pasien tidak pusing dianjurkan untuk latihan berjalan

disekitar tempat tidur.

Sumber :Rismawati, 2015

39

d. Perawatan perineum

Perawatan perineum pada ibu post sectio caesarea juga penting, yang

dianjurkan untuk ibu postpartum adalah membasuh perineum dengan air

bersih dan sabun setelah berkemih dan buang air besar. Perineum harus

dalam keadaan kering dan dibersihkan dari depan ke belakang (Potter

PA, Perry AG. Buku ajar fundamental keperawatan : konsep, proses,

dan praktik. Terjemahan: Renata, Komalasari dkk. Edisi keempat.

Jakarta: EGC; 2006). Ibu dianjurkan untuk mengganti pembalut setiap

kali mandi, setelah buang air besar atau kecil atau setiap tiga sampai

empat jam sekali (Murray SS, McKinney ES. Foundations of maternal-

newborn and women's health nursing: Elsevier Health Sciences; 2014.)

e. Perawatan Payudara

Perawatan payudara dapat dilakukan dengan cara :

1) Menjaga payudara tetap bersih dan kering, terutama puting susu.

2) Menggunakan BH yang menyokong payudara.

3) Mengoleskan kolostrum atau ASI yang keluar sekitar puting susu

apabila puting susu lecet dan menyusui tetap dilakukan dimulai dari

puting susu yang tidak lecet.

4) Mengistirahatkan payudara apabila lecet sangat berat selama 24

jam.Asi dikeluarkan dan diminumkan dengan menggunakan sendok.

5) Meminum parasetamol 1 tablet setiap 4-6 jam untuk menghilangkan

nyeri.

6) Apabila payudara bengkak akibat bendungan ASI, lakukan :

a) Melakukan pengompresan dengan menggunakan kain basah

dan hangat selama 5 menit.

b) Urut payudara dari arah pangkal menuju putting atau gunakan

sisir untuk mengurut payudara dengan arah “Z” menuju putting.

c) Keluarkan ASI Sebagian dari bagian depan payudara sehingga

putting susu menjadi lunak.

d) Susukan bayi setiap 2-3 jam sekali. Apabila tidak dapat

menghisap seluruh ASI dikeluarkan dengan tangan.

40

e) Letakkan kain dingin pada payudara

f) Payudara dikeringkan.

(JNPKKR-POGI, 2000)

Adapun langkah-langkah dalam melakukan perawatan

payudara yang baik, yaitu : mengompres kedua puting dengan baby

oil selama 2-3 menit, membersihkan puting susu , melakukan

pegurutan dari pangkal ke putting susu sebanyak 20-30 kali pada tiap

payudara, pengurutan dengan menggunakan sisi kelingking,

pengurutan dengan posisi tangan mengepal sebanyak 20-30 kali

pada tiap payudara dan kompres dengan air kemudian keringkan

dengan handuk kering (Yanti AD, Anggraeni L. Hubungan

perawatan payudara dengan kelancaran pengeluaran asi pada ibu

post partum Di Desa Wonorejo Kecamatan Trowulan Kabupaten

Mojokerto. Jurnal Keperawatan Bina Sehat. 2015).

f. Eliminasi Urin

Berkemih hendaknya dapat dilakukan ibu nifas sendiri dengan

secepatnya. Sensasi kandung kencing mungkin dilumpuhkan dengan

analgesia spinal dan pengosongan kandung kencing terganggu selama

beberapa jam setelah persalinan akibatnya distensi kandung kencing

sering merupakan komplikasi masa nifas (Kasdu, 2003). Pemakaian

kateter dibutuhkan pada prosedur bedah. Semakin cepat melepas

kateter akan lebih baik mencegah kemungkinan infeksi dan ibu semakin

cepat melakukan mobilisasi (Wiknjosastro, 2009).

Kadang-kadang wanita mengalami sulit buang air kecil selama

24 jam pertama setelah melahirkan. Hal ini terjadi karena kandung

kemih mengalami trauma atau lebam selama melahirkan akibat tertekan

oleh janin sehingga ketika sudah penuh tidak mampu untuk mengirim

pesan agar mengosongkan isinya, dan juga karena sfingter utertra yang

tertekan oleh kepala janin (Hanafiah TM. Perawatan masa nifas bagian

obstetri dan ginekologi. 2004).

41

g. Defekasi

Fungsi gastrointestinal pada pasien obstetrik yang tindakannya

tidak terlalu berat akan kembali normal dalam waktu 12 jam. Buang air

besar secara spontan biasanya tertunda selama 2-3 hari setelah ibu

melahirkan. Keadaan ini disebabkan karena tonus otot usus menurun

selama proses persalinan dan pada masa pascapartum, dehidrasi, kurang

makan dan efek anastesi (Bobak, 2004). Buang air besar harus

dilakukan 3-4 hari setelah melahirkan. Namun buang air besar secara

spontan biasanya tertunda selama 2-3 hari setelah ibu melahirkan.

Keadaan ini disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses

persalinan dan pada masa pascapartum, dehidrasi, kurang makan dan

efek anastesi. (Bobak, Lowdermilk, Jensen. Buku ajar keperawatan

maternitas edisi 4. Jakarta: EGC; 2005.)

Fungsi defekasi dapat diatasi dengan mengembalikan fungsi

usus besar dengan diet teratur, pemberian cairan yang banyak, makanan

cukup serat dan olahraga atau ambulasi dini. Jika pada hari ketiga ibu

juga tidak buang air besar maka dapat diberikan laksatif per oral atau

per rectal.(Sofian A. Rustam mochtar sinopsis obstetri. 3 ed. Jakarta:

EGC; 2011. p.85- 92)

h. Kebersihan Diri

Mandi di tempat tidur dilakukan sampai ibu dapat mandi sendiri

di kamar mandi yang terutama dibersihkan adalah puting susu dan

mamae dilanjutkan perawatan payudara (Wulandari, 2009). Payudara

harus diperhatikan pada saat mandi. Payudara dibasuh dengan

menggunakan alat pembasuh muka yang disediakan secara khusus

(Farrer, 2004). Ibu dapat mandi, jangan khawatir terhadap luka bekas

irisan yang terkena air karena akan aman selama luka ditutup kain kassa

lembut yang atasnya dilapisi plester kedap air, maka akan mencegah

terjadinya infeksi karena terkena air. Kebersihan vagina juga harus

dijaga dengan mengganti pembalut bila terasa terisi penuh. Personal

Hygiene yang bisa dilakukan ibu nifas untuk memelihara kebersihan

42

diri tidak hanya mandi, tetapi juga menggosok gigi dan menjaga

kebersihan mulut, menjaga kebersihan rambut dengan keramas,

menjaga kebersihan pakaian, dan menjaga kebersihan kaki, kuku,

telinga, mata dan hidung. (Potter PA, Perry AG. Buku ajar fundamental

keperawatan : konsep, proses, dan praktik. Terjemahan: Renata,

Komalasari dkk. Edisi keempat. Jakarta: EGC; 2006.)

D. Konsep Kemandirian

1. Definisi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) , kemandirian

adalah hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepada orang

lain. Menurut Rahmawati (2005) dikutip dari Lie dan Prasasti (2004)

menyatakan bahwa kemandirian adalah kemampuan untuk melakukan

kegitan atau tugas sehari-hari atau dengan sedikit bimbingan, sesuai dengan

tahapan perkembangan dan kapasitasnya.

Kemandirian mempunyai lima komponen utama yaitu (1). Bebas,

artinya bertindak atas kehendaknya sendiri bukan karena orang lain dan

tidak tergantung pada orang lain (2). Progresif dan ulet, artinya berusaha

untuk mengejar prestasi, tekun dan terencana dalam mewujudkan

harapannya (3). Inisiatif, yaitu mampu berpikir dan bertindak secara

original, kreatif dan penuh inisiatif, terkendali dari dalam dimana individu

mampu mengatasi masalah yang dihadapi, mampu mengendalikan

tindakannya serta mampu mempengaruhi lingkungan dan atas usahanya

sendiri (4). Kemantapan diri (harga diri dan percaya diri ) termasuk dalam

hal ini mempunyai kepercayaan terhadap kemampuan diri sendiri,

menerima dirinya dan memperoleh kepuasan dari usahanya (Masrun dalam

Irianti Pergola, 1997).

Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa kemandirian

adalah kemampuan seseorang untuk mengontrol perilakunya dan

menyelesaikan masalahnya secara bebas, bertanggung jawab, percaya diri

43

dan penuh inisiatif serta dapat memperkecil ketergantungannya pada orang

lain.

2. Perawatan Mandiri

Berdasarkan teori keperawatan Self Care Deficit yang dikemukakan

oleh Dorothea Orem, manusia pada dasarnya mempunyai kemampuan

dalam merawat dirinya sendiri. Yang dimaksud dengan self care (perawatan

mandiri) adalah aktivitas seseorang untuk menolong dirinya sendiri dalam

mempertahankan hidup, kesehatan dan kesejahteraan (Alligood MR.

Nursing theorists and their work: Elsevier Science Health Science; 2013).

Perawatan mandiri adalah suatu aktivitas yang dimulai secara

individu dan dilakukan atas kemampuan dan kepentingan mereka sendiri

dalam memelihara hidupnya, mencapai fungsi yang menyeluruh dan

meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan. Dalam teori ini Orem

mengemukakan bahwa untuk dapat memenuhi kebutuhan dirinya sendiri,

perawat dapat memberikan bantuan berdasarkan tingkat kemandirian

pasien. Orem membaginya dalam tiga bentuk yaitu:

1. Perawatan total (wholly compensatory), individu belum mampu

mengontrol dan memonitor lingkungan dan informasi dalam

melakukan self carenya.

2. Perawatan sebagian (partial compensatory), individu belum mampu

melakukan beberapa atau sebagian dari aktivitas self carenya.

3. Edukasi dan dukungan (educative ssupportif), individu hanya

membutuhkan edukasi dan dukungan lebih lanjut dalam melakukan self

care, ini berarti individu mampu secara mandiri melakukan perawatan

diri.

(Nababan ED. Tingkat kemandirian ibu post seksio sesarea dalam merawat

diri dan bayinya selama early postpartum di RSUP Adam Malik Medan:

Universitas Sumatra Utara; 2010)

Kemandirian dalam perawatan postpartum tidak hanya penting

untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas ibu, tetapi juga penting untuk

44

memperkuat dan meningkatkan perilaku sehat ibu post partum dalam

perawatan. Perilaku sehat dimulai ketika postpartum dan diperlukan untuk

memastikan bahwa baik ibu mendapatkan perawatan kesehatan yang baik

(Mardiatun. Pengaruh pendekatan supportive-educative “orem” terhadap

peningkatan kemandirian ibu nifas dalam perawatan diri selama early

postpartum di Puskesmas Karang Taliwang Mataram Nusa Tenggara Barat.

Jurnal Keperawatan Poltekkes Kemenkes Mataram.)

E. Perilaku

a. Pengertian perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk

hidup) yang bersangkutan (S. Notoadmodjo, 2012).

Perilaku juga diartikan Lahey, (2009) sebagai segala sesuatu

aktivitas seseorang yang tampak dan dapat diobservasi oleh orang lain

secara langsung (Wawan & Dewi, 2012).

Kesehatan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keadaan

sehat tubuh, jiwa dan raga (Pusat Bahasa Kemdikbud, 2016). Kesehatan

menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 di

defenisikan sebagai keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual

maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif

secara sosial dan ekonomis.

Perilaku kesehatan adalah semua akitivitas atau kegiatan seseorang

baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati

(unobservable) yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan

kesehatan. Pemeliharaan Kesehatan ini mencakup mencegah atau

melindungi diri dari penyakit serta masalah kesehatan lain, meningkatkan

kesehatan dan mencari penyembuhan apabila sakit (S. Notoadmodjo, 2012).

b. Klasifikasi Perilaku

Perilaku kesehatan dibagi ke dalam 2 kelompok besar yaitu :

1) Perilaku Orang Sehat

45

Perilaku ini disebut perilaku sehat (healthy behavior) yang

mencakupperilaku yang tampak maupun tidak (overt and covert

behavior) dalamhal pencegahan penyakit (preventif) dan perilaku dalam

upaya meningkatkan kesehatan (promotif).

2) Perilaku Orang yang Sakit

Perilaku orang yang sakit terjadi pada orang yang sudah

mengalamimasalah dengan kesehatannya.Perilaku ini disebut dengan

perilakupencarian masalah kesehatan (health seeking behavior). Perilaku

ini mencakup tindakan-tindakan yang diambil seseorang untuk

memperoleh kesembuhan atas penyakit yang dideritanya (S.

Notoadmodjo, 2012).

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku manusia menurut

Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2012) terdapat tiga faktor utama,

yaitu:

1) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors)

Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat

terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-

hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut

masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan pemberian

Informasi (Notoatmodjo, 2012).

a) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam

pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau

kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri

individu, keluarga atau masyarakat (Notoatmodjo, 2012). Keyakinan

seseorang didapat dari pengetahuan, latar belakang pendidikan dan

pengalaman masa lalu. Kemampuan kognitif akan membentuk cara

berfikir seseorang termasuk kemampuan untuk memahami faktor-

faktor yang berhubungan dan menggunakan pengetahuan tersebut

untuk menyelesaikan masalahnya (Suprajitno, 2010).

46

b) Sosial ekonomi

Tingkat sosial Ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang

dalam masyarakat, tingkat sosial ekonomi adalah gambaran tentang

keadaan seseorang atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi

sosial ekonomi.Tingkat sosial ekonomi meliputi pendidikan,

pendapatan, dan pekerjaan yang merupakan penyebab secara tidak

langsung dari masalah kesehatan (Adi, 2009). Faktor sosial dan

psikososial dapat meningkatkan resiko terjdinya penyakit dan

mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap

penyakitnya. Hal ini mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara

pelaksanaannya. Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang,

biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit yang

dirasakan (Suprajitno, 2010). Pekerjaan menurut Thomas yang

dikutip oleh Nursalam (2008), adalah kebutuhan yang harus

dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan

keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi merupakan

cara mencari nafkah, berulang dan banyak tantangan. Pekerjaan

seseorang dapat mencerminkan pendapatan, status sosial,

pendidikan serta masalah kesehatan. Pekerjaan dapat mengukur

status sosial ekonomi sertamasalah kesehatan dan kondisi tempat

seseorang bekerja (S. Notoadmodjo, 2012)

c) Pemberian Informasi Informasi adalah data yang sudah diolah

menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi pengguna, yang bermanfaat

dalam pengambilan keputusan saat ini atau mendukung sumber

informasi (Kusrini, 2007). Dengan memberikan informasi,

penyuluhan dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan

masyarakat tentang hal tersebut. Dalam pemberian surat kabar

maupun radio atau media komunikasi lainnya, berita yang

seharusnya faktual disampaikan secara objektif cenderung

dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap

sikap konsumennya (Wawan & Dewi, 2010)

47

2) Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau

fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya : air bersih, ketersediaan

makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas

pelayanan kesehatan seperti : Puskesmas, rumah sakit, poliklinik,

Posyandu, Polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta, dan

sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

3) Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat

(Toma), tokoh agama (Toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk

petugas kesehatan (Notoatmodjo, 2014).

d. Bentuk perubahan perilaku

Perubahan perilaku adalah suatu proses yang lama, karena memerlukan

pemikiran-pemikiran dan pertimbangan orang lain.

1) Perubahan alamiah (Neonatal chage) : Perilaku manusia selalu berubah

sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila

dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau

sosial, budaya dan ekonomi maka anggota masyarakat didalamnya yang

akan mengalami perubahan.

2) Perubahan Rencana (Plane Change) : Perubahan perilaku ini terjadi

karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.

e. Kesediaan Untuk Berubah (Readiness to Change) :

Apabila terjadi sesuatu inovasi atau program pembangunan di dalam

masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat

untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut dan sebagian lagi sangat

lambat untuk menerima perubahan tersebut.Hal ini disebabkan setiap orang

mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda (Notoatmodjo,

2014).

48

F. Penelitian Terkait

1. Pada penelitian yang dilakukan oleh Anafrin Yugistyowati tahun 2013

dengan judul “Pengaruh Edukasi Kesehatan Masa Nifas Terhadap

Kemampuan Perawatan Mandiri Ibu Nifas Post Sectio Caesarea (SC) di RS

PKU Muhammadiyah Yogyakarta” dengan sampel berjumlah 20 responden,

terdiri dari 10 orang kelompok eksperimen dan 10 orang kelompok kontrol.

Hasil uji statistik Independent Samples T-Test didapatkan hasil t hitung

sebesar 4,664 dengan taraf signifi kansi 0,000 dan t tabel sebesar 2,101

dengan taraf signifi kansi 0,05 yang artinya ada pengaruh edukasi kesehatan

yang diberikan terhadap kemampuan perawatan mandiri pada Ibu post SC di

RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Pada penelitian yang dilakukan oleh Pera Setiawati, dkk.tahun 2020 dengan

judul “Pengaruh Edukasi Kesehatan Menggunakan Media Audio Visual

Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Nifas di Rumah Sakit

Dr.R.Hardjanto Balikpapan Tahun 2020”. Desain penelitian ini adalah Quasi

Eksperimen dengan pendekatan one grup pre-post test design. Populasi ibu

nifas yang melahirkan di RS dr.R.Hardjanto. Tehnik pengambilan sampel

dengan consecutive sampling sebanyak 26 orang. hasil penelitian ini terdapat

pengaruh dari edukasi kesehatan tentang tanda bahaya nifas menggunakan

media audiovisual terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku ibu nifas dengan

nilai signifikan sebesar 0,000 (P < 0,05).

3. Pada penelitian yang dilakukan oleh Sri Yuniar Butar-Butar, tahun 2017

dengan judul “Perbedaan kemampuan perawatan mandiri periode nifas antara

ibu primipara dengan ibu multipara”. Dengan menggunakan desain deskriptif

komparatif dan menggunakan Teknik purposive sampling.sampel dalam

penelitin ini yaitu 38 responden untuk setiap kelompoknya. Hasil penelitian

ini menemukan bahwa terdapat perbedaan kemampuan perawatan mandiri

periode nifas antara ibu primipara dan multipara dengan nilai signifikansi (p=

0,000, dimana kemamuan ibu primipara mayoritas dalam kategori sedang 25

orang (65,8%) sedangkan ibu multipara ditemukan mayoritas berada dalam

kategori baik 56 orang (96,6%).

49

G. Kerangka Teori

Gambar 3

Kerangka Teori

Sumber : (S. Notoadmodjo, 2012, Self Care Defisit Dorothea Orem dalam

Alligood MR. Nursing theorists and their work: Elsevier Science Health Science;

2013)

Predisposising faktor :

1. Pendidikan

2. Sosial Ekonomi

3. Pemberian Informasi

Enabling factor :

sarana dan prasarana atau

fasilitas kesehatan bagi

masyarakat, misalnya : air

bersih, ketersediaan

makanan yang bergizi, dan

sebagainya. Termasuk juga

fasilitas pelayanan kesehatan

Reinforcing factor :

inovasi atau program

pembangunan

Edukasi Kesehatan

Media edukasi

kesehatan :

1. Cetak

2. Elektronik

- Video/Audio

Visual

3. Papan

Perawatan mandiri (self Care deficit)

1. Perawatan total (wholly

compensatory),

2. Perawatan sebagian (partial

compensatory),

3. Edukasi dan dukungan (educative

ssupportif).

Perilaku

50

H. Kerangka Konsep

Gambar 4

Kerangka Konsep Penelitian

I. Hipotesis Penelitian

1. Ha

Ada pengaruh edukasi kesehatan menggunakan media audiovisual

terhadap kemampuan perawatan mandiri ibu nifas post sectio caesarea

pada masa pandemi covid-19 di RSIA Puti Bungsu Lampung Tengah

tahun 2021 kelompok intervensi.

2. Ho

Tidak ada pengaruh edukasi kesehatan menggunakan media audiovisual

terhadap kemampuan perawatan mandiri ibu nifas post sectio caesarea

pada masa pandemi covid-19 di RSIA Puti Bungsu Lampung Tengah

tahun 2021 kelompok intervensi.

Tingkat Kemandirian

• Mandiri

• Ketergantungan ringan

• Keterngantungan sedang

• Ketergantungan total

Edukasi kesehatan

Perawatan masa nifas

menggunakan audio visual