17
Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Banjir di Perkotaan Banjir pada dasarnya adalah surface runoff yang merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Sun Evaporation fro m so il f r o m o c e a n tr an p ir ation from streams tranpir ation from vegetation from vegetation while failling Surface Runoff Ground water Water Table Percolation Soil Rock Deep Percolation Ocean Infiltration PRECIPITATION Rain Formation Rain Clouds The Hydrologic Cycle Gambar II.1 Siklus hidrologi (Kusuma, M. S. B., 2005) Ilustrasi di atas menggambarkan secara sederhana siklus hidrologi. Kondisi yang terjadi sebenarnya di alam lebih kompleks. Pada gambar terlihat hujan yang turun sebagian akan mengalami proses infiltrasi dan sebagian lagi mengalir diatas permukaan. Aliran yang ada di permukaan akan tereduksi juga dengan adanya evaporasi dan transpirasi oleh tumbuhan. Pemodelan aliran limpasan permukaan akibat hujan telah dilakukan oleh Dantje K., et. al., (2005). Model numerik yang dikembangkan dapat mensimulasikan aliran limpasan permukaan dengan baik. Hal ini terbukti melalui perbandingan yang dilakukan dengan solusi analitik. Hasil yang diperoleh melalui simulasi numerik mendekati dengan solusi analitiknya. Di samping itu juga, penerapan II-1

Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileinfiltrasi, transpirasi, dan evaporasi pada daerah perkotaan dapat diabaikan. Pada kota-kota yang dilintasi oleh sungai-sungai besar, seringkali

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileinfiltrasi, transpirasi, dan evaporasi pada daerah perkotaan dapat diabaikan. Pada kota-kota yang dilintasi oleh sungai-sungai besar, seringkali

Bab II Tinjauan Pustaka

II.1 Banjir di Perkotaan

Banjir pada dasarnya adalah surface runoff yang merupakan salah satu bagian dari

siklus hidrologi.

Sun

Evaporation

from

soi

l

from

oce

an

tran

pirat

ion

from

str

eam

s

tran

pira

tion

from veg

etation

from ve

geta

tion

while faillin

g

Surface Runoff

Ground waterWater Table

PercolationSoil

RockDeep Percolation Ocean

Infiltration

PRECIPITATION

Rain Formation

Rain Clouds

The Hydrologic Cycle

Gambar II.1 Siklus hidrologi (Kusuma, M. S. B., 2005)

Ilustrasi di atas menggambarkan secara sederhana siklus hidrologi. Kondisi yang

terjadi sebenarnya di alam lebih kompleks. Pada gambar terlihat hujan yang turun

sebagian akan mengalami proses infiltrasi dan sebagian lagi mengalir diatas

permukaan. Aliran yang ada di permukaan akan tereduksi juga dengan adanya

evaporasi dan transpirasi oleh tumbuhan.

Pemodelan aliran limpasan permukaan akibat hujan telah dilakukan oleh Dantje

K., et. al., (2005). Model numerik yang dikembangkan dapat mensimulasikan

aliran limpasan permukaan dengan baik. Hal ini terbukti melalui perbandingan

yang dilakukan dengan solusi analitik. Hasil yang diperoleh melalui simulasi

numerik mendekati dengan solusi analitiknya. Di samping itu juga, penerapan

II-1

Page 2: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileinfiltrasi, transpirasi, dan evaporasi pada daerah perkotaan dapat diabaikan. Pada kota-kota yang dilintasi oleh sungai-sungai besar, seringkali

pada kontur alam dapat mewakili kondisi sebenarnya yang terjadi. Akan tetapi,

model-model ini belum memiliki kemampuan untuk mensimulasikan adanya

daerah kering dan basah. Simulasi banjir dengan menggunakan adanya batasan

kering basah dilakukan oleh Tawatchai Tingsanchal (1999) untuk kasus banjir

akibat dambreak dengan hasil yang baik.

Jika dikaitkan dengan siklus hidrologi, maka banjir merupakan surface runoff

yang tidak lagi tertampung di dalam saluran. Parameter penting dari banjir adalah

luas genangan, durasi genangan, kedalaman, dan arah aliran. Besarnya parameter

tersebut tergantung dari volume dan waktu banjir yang terjadi dan lahan yang

tergenang. Untuk daerah perkotaan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Arah aliran yang terjadi tidak sepenuhnya bergantung kepada topografi lahan

dikarenakan adanya bangunan.

Gambar II.2 Siklus hidrologi pada urban area

Besarnya infiltrasi sangat tergantung pada faktor penutup lahan. Di daerah

perkotaan dimana kondisi penutup lahan pada umumnya adalah beton atau aspal,

nilai infiltrasi sangat kecil. Demikian juga halnya dengan nilai transpirasi.

Minimnya jumlah tanaman di daerah perkotaan menyebabkan nilai transpirasi

sangat kecil. Evaporasi sendiri nilainya sangat kecil. Oleh karena itu, nilai

II-2

Page 3: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileinfiltrasi, transpirasi, dan evaporasi pada daerah perkotaan dapat diabaikan. Pada kota-kota yang dilintasi oleh sungai-sungai besar, seringkali

infiltrasi, transpirasi, dan evaporasi pada daerah perkotaan dapat diabaikan. Pada

kota-kota yang dilintasi oleh sungai-sungai besar, seringkali air meluap akibat

besarnya debit dari hulu dan menyebabkan terjadinya banjir .

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa besarnya banjir di daerah perkotaan

dipengaruhi oleh:

- Hujan

- Debit dari luar, dalam hal ini outflow dari upper catchment

Salah satu permasalahan dalam memodelkan banjir di perkotaan adalah pengaruh

adanya bangunan terhadap rambatan banjir. Pemodelan banjir akibat debit di

sungai di daerah perkotaan telah dilakukan oleh C. Beffa (1998). Bangunan

dimodelkan sebagai syarat batas dinding. Skema numerik yang digunakan adalah

finite volume. Skema ini dipilih agar grid dapat menyesuaikan dengan dinding

bangunan. Hasil dari studi ini menunjukkan komparasi yang baik dengan data

lapangan.

Pada studi yang dilakukan oleh Alemseged Tamiru Haile, et. al (2005), dilakukan

beberapa alternatif pemodelan bangunan, yang pertama sebagai dinding, dalam

hal ini kecepatan arah tegak lurus bangunan diberi nilai nol. Model ini serupa

dengan model yang dikembangkan oleh C. Beffa. Alternatif lainnya dalam

memodelkan bangunan adalah sebagai suatu area dengan nilai manning sangat

tinggi (>1) dan nilai kontur yang diberikan adalah elevasi tanah. Alternatif

terakhir dalam memodelkan bangunan adalah sebagai kontur dengan memberikan

elevasi bangunan, dan nilai manning sesuai dengan kondisi bangunan. Model

disimulasikan dengan adanya debit banjir dari hulu. Ketiga tipe model yang

bangunan memberikan hasil yang tidak terlalu jauh berbeda.

II.2 Banjir Akibat Hujan

Pada umumnya, banjir akibat hujan terjadi akibat saluran drainase yang ada tidak

dapat menampung beban akibat hujan yang terjadi. Banjir yang terjadi akibat

hujan tergantung dari besarnya volume hujan (curah hujan) yang turun pada

II-3

Page 4: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileinfiltrasi, transpirasi, dan evaporasi pada daerah perkotaan dapat diabaikan. Pada kota-kota yang dilintasi oleh sungai-sungai besar, seringkali

daerah tangkapan dan tingkat intensitasnya. Karakteristik banjir yang terjadi

akibat hujan dengan intensitas kecil dalam durasi yang lama tidak akan sama

dengan banjir yang terjadi akibat hujan dengan intensitas besar dalam durasi yang

sebentar.

II.2.1 Curah Hujan

Curah hujan yang terjadi pada suatu daerah pada umumnya diwakili oleh nilai

rata-rata dari beberapa titik pengukuran di daerah tersebut dan sekitarnya. Ada

tiga cara pendekatan untuk menghitung hujan rata-rata wilayah sebagai berikut:

1. Rata-rata Aljabar

2. Poligon Thiessen

3. Isohyet

Metoda isohyet merupakan metoda terbaik akan tetapi memerlukan banyak titik

pengukuran, sedangkan metoda polygon thiessen pada umumnya digunakan di

daerah pegunungan.

Metoda rata-rata aljabar adalah metoda yang paling sederhana dan dapat

diterapkan di daerah perkotaan. Berdasarkan metoda ini, hujan rata-rata dapat

dihitung sebagai berikut.:

R HH ii

n

= 1n

=∑

1

dimana:

Hi = hujan pada masing-masing stasiun 1,2,…., n dalam areal yang ditinjau,

n = jumlah stasiun stasiun pengamat

RH= rata-rata hujan

II-4

Page 5: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileinfiltrasi, transpirasi, dan evaporasi pada daerah perkotaan dapat diabaikan. Pada kota-kota yang dilintasi oleh sungai-sungai besar, seringkali

Salah satu masalah dalam besarnya hujan yang turun adalah sebaran pola

distribusi hujan yang terjadi. Masalah ini dapat diatasi dengan menggunakan

pendekatan kurva intensitas hujan.

II.2.2 Intensitas Hujan

Intensitas hujan diperlukan untuk mendapatkan gambaran besarnya hujan diskrit

yang terjadi. Untuk memperolehnya, diperlukan data curah hujan jangka pendek,

misalnya 5 menit, 30 menit, 60 menit dan jam-jaman. Data curah hujan jangka

pendek ini biasanya hanya didapatkan dari data pengamatan curah hujan otomatik.

Seandainya data curah hujan yang ada hanya curah hujan harian, maka dapat

digunakan pendekatan yang disampaikan oleh Dr. Mononobe sebagai berikut :

I = R

t24

2 3

2424⎛

⎝⎜⎞⎠⎟

/

dimana :

I = intensitas curah hujan (mm/jam)

t = lamanya curah hujan (jam)

R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

IDF

0.000

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

600.000

700.000

0 50 100 150 200 250 300

t (menit)

I (m

m/ja

m)

Gambar II.3 Kurva IDF

II-5

Page 6: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileinfiltrasi, transpirasi, dan evaporasi pada daerah perkotaan dapat diabaikan. Pada kota-kota yang dilintasi oleh sungai-sungai besar, seringkali

II.3 Banjir Akibat Debit dari Hulu (Upper Catchment)

Ada kalanya banjir terjadi ketika besar debit dari hulu melebihi kapasitas saluran.

Banjir ini sering kali kita kenal dengan sebutan banjir kiriman. Besarnya banjir

yang terjadi akan ditentukan oleh volume banjir dari hidrograf banjir yang terjadi.

Secara garis besar, volume banjir yang terjadi akan sama dengan volume

hidrograf yang memiliki debit lebih besar dari kapasitas saluran.Besarnya debit

yang masuk akan ditentukan oleh luas daerah tangkapan di bagian upper

cathment, kondisi penutup lahan, dan besarnya hujan yang terjadi.

II.3.1 Kurva Hidrograf Aliran

Salah satu paramater banjir di perkotaan adalah debit yang datang dari hulu

(upper catchment). Besarnya debit dapat didekati dengan menggunakan hidrograf

aliran sungai. Pada dasarnya, hidrograf aliran sungai terdiri atas baseflow dan

hidrograf akibat hujan.

Gambar II.4 Hidrograf

Adanya source dari upper catchment dapat diwakili oleh hidrograf aliran sungai

yang membawanya. Hidrograf dapat diperoleh dari pengukuran maupun dari

pendekatan dengan menggunakan metoda-metoda yang sudah ada.

Beberapa parameter yang menentukan dari hidrograf aliran adalah :

- Debit puncak, maksimum debit yang terjadi

II-6

Page 7: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileinfiltrasi, transpirasi, dan evaporasi pada daerah perkotaan dapat diabaikan. Pada kota-kota yang dilintasi oleh sungai-sungai besar, seringkali

- Time peak, waktu saat terjadinya debit puncak

- Time base, durasi pengaruh hidrograf dari mulai naik hingga kembali ke

normal

- Kurva naik, kurva dari mulai naik hingga debit puncak

- Kurva turun, kurva dari mulai debit puncak hingga kembali ke normal

Volume banjir yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan integral dari

kurva hidrograf.

Saluran meluap pada saat debit yang terjadi melebihi kapasitas saluran. Hal ini

berarti, dalam pemodelan banjir dengan adanya pengaruh debit dari luar, hidrograf

source dapat diambil sebagian saja dari mulai besarnya debit saat ketinggian air di

saluran sudah berada di bibir saluran (debit masuk lebih besar dari pada kapasitas

saluran).

II.3.2 Hidrograf Sintetik Metoda Rasional

Salah satu formula hujan-limpasan yang banyak digunakan untuk keperluan

desain drainase adalah Metoda Rasional, yang merupakan formula untuk

memprediksikan debit puncak (Qp) akibat suatu kejadian hujan.

Q = k C I A

Dimana :

k = koefisien konversi = 0,278

C = koefisien aliran (non dimensional)

I = intensitas hujan (mm/jam)

A = luas daerah aliran sungai (km2)

Q = debit puncak (m3/det)

II-7

Page 8: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileinfiltrasi, transpirasi, dan evaporasi pada daerah perkotaan dapat diabaikan. Pada kota-kota yang dilintasi oleh sungai-sungai besar, seringkali

Dalam metoda rasional ini diasumsikan bahwa hujan adalah konstan dalam ruang

dan waktu. Dengan demikian, metoda ini hanya berlaku pada DAS yang kecil.

Menurut Weather Bureau US Deptartment of Commerce, luas DAS yang masih

dianggap homogen berkisar antara 0,65 – 12,5 km2, dan menurut Subarkah 0,4 –

0,8 km2. Penggunaan Metoda Rasional untuk area yang lebih luas dapat dilakukan

dengan membagi DAS menjadi beberapa Sub-DAS, dengan tetap

mempertimbangkan ruas saluran eksisting yang ada.

Koefisien aliran (C) merupakan harga yang konstan, merupakan perbandungan

antara hujan yang mengalir di permukaan dan hujan yang jatuh. Hujan yang

mengalir di permukaan diperoleh dari dari hujan yang jatuh dikurangi infiltrasi,

evaporasi, intersepsi, penurunan tampungan air dalam tanah, dsb. Nilai C dapat

diasumsikan menurut tata guna lahan yang ada di DAS.

Tabel II.1 Koefisien runoff Keadaan Daerah Aliran Koefisien Runoff

bergunung dan curam

pegunungan tersier

sungai berhutan dibagian atas dan bawahnya

tanah datar yang ditanami

sawah waktu diairi

sungai bergunung

sungai dataran

0,75 - 0,90

0,70 - 0,80

0,50 - 0,75

0,45 - 0,60

0,70 - 0,80

0,75 - 0,85

0,45 - 0,75

II-8

Page 9: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileinfiltrasi, transpirasi, dan evaporasi pada daerah perkotaan dapat diabaikan. Pada kota-kota yang dilintasi oleh sungai-sungai besar, seringkali

Tabel II.2 Koefisien Manning dari beberapa bahan ground cover Kondisi Ground Cover nd

Cement Concrete and asphalt concrete

Smooth and imprevious surface

Smooth and tight surface

Poor grassland, cultivated land, and bare lot with a suitable surface roughness

Meadow land and ordinary grassland

Deciduous forest land

Coniferous forest land, and dense deciduous forest land with dese or spares undergress

0.013

0.02

0.10

0.20

0.40

0.60

0.80

II.3.3 Hidrograf Sintetik Metoda Nakayasu

Untuk memprediksi unit hidrograf dari suatu DAS berdasarkan data-data

karakteristik fisik DAS sungai yang bersangkutan, dapat digunakan metoda unit

hidrograf sintetik. Salah satu metoda yang umum dipakai adalah metoda

Nakayasu.

Rumus dari hidrograf satuan sintetik Nakayasu adalah sebagai berikut:

).3,0(6,3..

3,0

0

TTRAC

Qp

p +=

dimana:

Qp = debit puncak banjir (m3/det)

Ro = hujan satuan (mm)

Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)

T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari puncak sampai

30% dari debit puncak

II-9

Page 10: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileinfiltrasi, transpirasi, dan evaporasi pada daerah perkotaan dapat diabaikan. Pada kota-kota yang dilintasi oleh sungai-sungai besar, seringkali

A = luas daerah pengaliran sampai outlet

C = koofisien pengaliran

Untuk menentukan Tp dan T0,3 digunakan pendekatan rumus sebagai berikut.

Tp = tg + 0,8 tr

T0,3 = α tg

tr = 0,5 tg sampai tg

tg adalah time lag yaitu waktu antara hujan sampai debit puncak banjir (jam)

dimana tg dihitung dengan ketentuan sebagai berikut:

- Sungai dengan panjang alur L > 15 km : tg = 0,4 + 0,058 L.

- Sungai dengan panjang alur L < 15 km : tg = 0,21 L0,7.

dimana

tr = satuan waktu hujan (jam)

α = parameter hidrograf, untuk

α = 2 → pada daerah pengaliran biasa

α = 1,5 → pada bagian naik hidrograf lambat dan turun cepat

α = 3 → pada bagian naik hidrograf cepat, dan turun lambat

Pada waktu kurva naik : 0 < t < Tp

pp

t QTtQ 4,2)(=

dimana

Q(t) = limpasan sebelum mencari debit puncak (m3)

t = waktu (jam)

II-10

Page 11: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileinfiltrasi, transpirasi, dan evaporasi pada daerah perkotaan dapat diabaikan. Pada kota-kota yang dilintasi oleh sungai-sungai besar, seringkali

Pada waktu kurva turun

a. Selang nilai: )( 3,0TTt p +≤

3,0

)(

)( 3,0. TTt

pt

p

QQ−

=

b. Selang nilai: )5,1()( 3,03,03,0 TTTtTT pp ++≤≤+

3.0

3,0

5,1)5,0(

)( 3,0. TTTt

pt

p

QQ+−

=

c. Selang nilai: t > (Tp+T0,3 + 1,5 T0,3)

3,0

3,0

2)5,0(

)( 3,0. TTTt

pt

p

QQ+−

=

Q

i tr

t

lengkung turun lengkung naik

tg 0,8 tr

0,32 QP0,3 QP

QP

1,5 TO.3TO.3TP

Gambar II.5 Hidrograf sintetik Nakayasu

II-11

Page 12: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileinfiltrasi, transpirasi, dan evaporasi pada daerah perkotaan dapat diabaikan. Pada kota-kota yang dilintasi oleh sungai-sungai besar, seringkali

II.4 Persamaan Pengatur

II.4.1 Persamaan Kontinuitas (Hukum Kekekalan Massa)

Konsep control volume (ruang tilik) digunakan dalam menurunkan persamaan

kontinuitas mengikuti Hukum Kekekalan Massa dimana:

“Laju massa air yang masuk RT – Laju massa air yang keluar RT = Laju

akumulasi massa air dalam RT”.

Pada gambar II.6 dapat dilihat ilustrasi yang menggambarkan definisi dari Hukum

Kekekalan Massa.

v4

Gambar II.6 Ruang tilik

Volume air pada kotak hanya dapat berubah jika kedalaman air berubah, maka

laju perubahan volume adalah:

A . ∆h ; dimana A = ∆x . ∆y

Dari gambar diatas, laju massa masuk adalah

xvhxvhyuhyuh ∆−∆+∆−∆= 44332211

Penerapan kekekalan massa dapat ditulis sebagai berikut

u2

v3

u1∆y

∆x

II-12

Page 13: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileinfiltrasi, transpirasi, dan evaporasi pada daerah perkotaan dapat diabaikan. Pada kota-kota yang dilintasi oleh sungai-sungai besar, seringkali

xvhxvhyuhyuht

hyx∆−∆+∆−∆=

∆∆∆∆

44332211

Persamaan diatas ditulis kembali ke dalam bentuk

yvhvh

xuhuh

th

∆−

+∆−

=∆∆ )()( 44332211

Atau

0)()(=

∆∆

+∆

∆+

∆∆

yhv

xhu

th

Untuk ∆t 0

0)()(=

∂∂

+∂

∂+

∂∂

yhv

xhu

th

II.4.2 Persamaan Momentum (Hukum Kekekalan Momentum)

F4M4

P1 P2

Gambar II.7 Titik kontrol

P1 dan P2 adalah gaya akibat tekanan air pada sisi kubus, Pb gaya tekan akibat

kemiringan dasar. M1,M2 adalah flux momentum pada arah y dan M3, M4 adalah

flux momentum pada arah x. Fb adalah gaya friksi dasar. F3, F4 adalah gaya geser

F6

M2

F3M3

F5

M1

Fb

∆y

Pb

∆x

II-13

Page 14: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileinfiltrasi, transpirasi, dan evaporasi pada daerah perkotaan dapat diabaikan. Pada kota-kota yang dilintasi oleh sungai-sungai besar, seringkali

dan F5, F6 adalah gaya normal. Pada gambar diatas, gaya akibat angin dan coriolis

diabaikan.

Berdasarkan hokum kekekalan momentum, laju perubahan momentum pada arah

x adalah:

5634214321 )()()( FFFFFPPPMMMMt

Mbb

x −+−+−+−+−+−=∆∆

Momentum adalah massa dikalikan dengan kecepatan (M. V) sedangkan massa

adalah volume dikalikan dengan massa jenisnya, maka laju perubahan momentum

dapat ditulis sebagai:

tHUyx

tM x

∆∆

∆∆=∆∆ )(ρ

Dengan asumsi bahwa tidak ada perbedaan kecepatan dalam arah vertical (depth

average), maka:

2111 UyHM ∆= ρ

2222 UyHM ∆= ρ

3333 VUxHM ∆= ρ

4444 VUxHM ∆= ρ

Dengan mengasumsikan tekanan sebagai tekanan hidrostatis akibat kedalaman,

maka:

2

21

1HygP ∆= ρ

2

22

2HygP ∆= ρ

xb yHSxgP 0∆∆= ρ

II-14

Page 15: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileinfiltrasi, transpirasi, dan evaporasi pada daerah perkotaan dapat diabaikan. Pada kota-kota yang dilintasi oleh sungai-sungai besar, seringkali

Sox adalah kemiringan dasar dalam arah x.

Gaya geser pada sisi dan dasar kotak serta gaya normal dapat dihitung sebagai:

yxF bxb ∆∆=τ

333 xyxHF τ∆=

444 xyxHF τ∆=

555 xyyHF τ∆=

666 xyyHF τ∆=

Suku-suku F3, F4, F5, dan F6 dalam hal ini disebut juga sebagai suku-suku turbulen

yang dalam hal ini diabaikan.

Dengan mensubstitusikan semua persamaan diatas kedalam persamaan kekekalan

momentum arah x dengan ∆t 0

( )fxghS

xzhghU

yVU

xU

tU

−=∂+∂

+∂∂

+∂∂

+∂∂

Dimana

3/4

222

HVUUnS fx

+=

Dengan cara yang sama maka untuk arah y didapatkan

( )fyghS

yzhghV

yVV

xU

tV

−=∂+∂

+∂∂

+∂∂

+∂∂

II-15

Page 16: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileinfiltrasi, transpirasi, dan evaporasi pada daerah perkotaan dapat diabaikan. Pada kota-kota yang dilintasi oleh sungai-sungai besar, seringkali

Bab II Tinjauan Pustaka ............................................................................. II-1

II.1 Banjir di Perkotaan.......................................................................... II-1

II.2 Banjir Akibat Hujan ........................................................................ II-3

II.2.1 Curah Hujan .................................................................................... II-4

II.2.2 Intensitas Hujan............................................................................... II-5

II.3 Banjir Akibat Debit dari Hulu (Upper Catchment) ........................ II-6

II.3.1 Kurva Hidrograf Aliran................................................................... II-6

II.3.2 Hidrograf Sintetik Metoda Rasional ............................................... II-7

II.3.3 Hidrograf Sintetik Metoda Nakayasu ............................................. II-9

II.4 Persamaan Pengatur ...................................................................... II-12

II.4.1 Persamaan Kontinuitas (Hukum Kekekalan Massa)..................... II-12

II.4.2 Persamaan Momentum (Hukum Kekekalan Momentum) ............ II-13

Gambar II.1 Siklus hidrologi (Kusuma, M. S. B., 2005)................................. II-1

Gambar II.2 Siklus hidrologi pada urban area................................................ II-2

Gambar II.3 Kurva IDF ................................................................................... II-5

Gambar II.4 Hidrograf ..................................................................................... II-6

Gambar II.5 Hidrograf sintetik Nakayasu ..................................................... II-11

Gambar II.6 Ruang tilik................................................................................. II-12

Gambar II.7 Titik kontrol .............................................................................. II-13

II-16

Page 17: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileinfiltrasi, transpirasi, dan evaporasi pada daerah perkotaan dapat diabaikan. Pada kota-kota yang dilintasi oleh sungai-sungai besar, seringkali

Tabel II.1 Koefisien runoff .............................................................................. II-8

Tabel II.2 Koefisien Manning dari beberapa bahan ground cover .................. II-9

II-17