Upload
vantuong
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Tidur
a. Definisi
Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana
persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun bahkan
hilang, dan dapat dibangunkan dengan rangsangan yang cukup.
Tujuan seseorang tidur tidak jelas diketahui, namun diyakini tidur
diperlukan untuk menjaga keseimbangan mental emosional,
fisiologis, dan kesehatan (Asmadi, 2008).
Tidur merupakan kondisi tidak sadar dimana individu dapat
dibangunkan oleh stimulus atau sensoris yang sesuai (Guyton,
1986), atau juga dapat dikatakan sebagai keadaan tidak sadarkan
diri yang relatif, bukan hanya keadaan penuh ketenangan tanpa
kegiatan, tetapi lebih merupakan suatu urutan siklus yang berulang,
dengan ciri adanya aktifitas yang minim, memiliki kesadaran yang
bervariasi, terdapat perubahan proses fisiologis, dan terjadi
penurunan respons terhadap rangsangan dari luar (Hidayat, 2006).
Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa tidur
merupakan salah satu kebutuhan dasar setiap organisme untuk
menjaga kondisi tubuh, tidur juga merupakan suatu proses dimana
tubuh yang semula bekerja penuh akan turun saat tidur dan di saat
tidur tersebut tubuh akan merilekskan organ tubuh dan
memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak secara maksimal, dan juga
membantu merileksasi kerja otak.
b. Fisiologi tidur
Tidur adalah proses fisiologis yang bersiklus yang
bergantian dengan priode yang lama dari keterjagaan. Siklus tidur
terjaga mempengaruhi dan mengatur fungsi fisiologis dan respon
prilaku. Dua sistem didalam batang otak, sistem pengaktifasi
retikulum dan daerah sinkronisasi bulbar diyakini bekerja bersama
mengontrol sifat siklus pada tidur formasi retikulum ditemukan
dibatang otak, ini membentang keatas sampai ke medula, pons, otot
tengah dan kemudian ke hipotalamus, ini bisa terjadi banyak sel
saraf dan serabut saraf mempunyai hubungan yang melalui impul
kedalam korteks serebral dan kedalam medula spinalis. Formasi
retikulum membantu reflek dan gerakan voliunter maupun aktifitas
kortek yang berkaitan dengan keadaan sadar penuh selama tidur,
sistem reticulum mengalami beberapa setimulasi dari korteks
serebral dan dari sel dan organ sensori tepi. Sebagai contoh : ketika
alam membangunkan kita dari tidur keadaan sadar apabila
menyadari bahwa harus mempersiapkan diri kita untuk hari ini.
Sensasi nyeri, tekanan dan suara menimbulkan keadaan terbangun
melalui sel dan organ tepi, keadaan terbangun di aktifasi oleh
korteks serebral dan sensasi tubuh selama tidur stimulasi dari
korteks adalah minimal (Potter & Perry, 2006).
c. Tahapan Siklus Tidur
Menurut (Asmadi, 2008), tahapan tidur dapat diklasifikasikan
dalam dua kategori yaitu tidur dengan gerakan bola mata yang
lambat Non-Rapid Eye Movement (NREM), dan tidur dengan
gerakan bola mata yang cepat Rapid Eye Movement (REM).
1) Tidur Non-REM
Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan
dalam. Pada tidur NREM gelombang otak lebih lambat
dibandingkan pada orang yang sadar atau tidak tidur.
Tanda-tanda tidur NREM antara lain: mimpi berkurang,
tekanan darah turun, frekuensi pernafasan menurun, proses
metabolisme menurun, dan gerakan bola mata melambat.
Tidur NREM memiliki empat tahap diantaranya:
a) Tahap I
Tahap I merupakan tahap transisi dimana seseorang
beralih dari sadar menjadi tidur. Pada tahap I ini
ditandai dengan sesorang merasa rileks, seluruh otot
menjadi lemas, kelopak mata menutup mata, kedua bola
mata bergerak ke kiri ke kanan, kecepatan jantung dan
pernapasan menurun secara jelas. Seseorang yang tidur
pada tahap I ini dapat dibangunkan dengan mudah.
b) Tahap II
Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh
terus menurun. Tahap II ini ditandai dengan kedua bola
mata berhenti bergerak, suhu tubuh menurun, tonus otot
perlahan-lahan berkurang, serta kecepatan jantung dan
pernapasan turun dengan jelas. Tahap II ini berlangsung
sekitar 10-15 menit.
c) Tahap III
Pada tahap ini, keadaan fisik lemah karena kekuatan
tonus otot lenyap secara menyeluruh. Kecepatan
jantung, pernapasan, dan proses tubuh pun ikut
mengalami penurunan akibat dominasi sistim saraf
parasimpatis. Sesorang yang tidur pada tahap III ini
sulit untuk dibangunkan.
d) Tahap IV
Tahap IV merupakan tahap tidur dimana seseorang
berada dalam keadaan rileks, jarang bergerak karena
keadaan fisik yang sudah lemah lunglai, dan sulit
dibangunkan. Denyut jantung dan pernapasan menurun
sekitar 20-30%, pada tahap ini dapat terjadi mimpi,
selain itu tahap IV ini juga dapat memulihkan keadaan
tubuh.
Selama tidur malam sekitar 7-8 jam, seseorang
mengalami REM dan NREM bergantian sekitar 4-6
kali. Apabila seseorang mengalami kehilangan tidur
NREM, maka akan menunjukan gejala-gejala sebai
berikut:
(a) Menarik diri, apatis, dan respon menurun.
(b) Merasa tidak enak badan.
(c) Ekpresi wajah kuyu.
(d) Malas bicara.
(e) Kantuk yang berlebihan.
2) Tidur REM
Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif
atau tidur paradoksal. Hal tersebut berarti tidur REM ini
sifatnya nyenyak sekali, tidur REM ditandai dengan mimpi,
otot-otot kendor, tekanan darah bertambah, gerakan mata
cepat (mata cenderung bergerak bolak-balik), sekresi
lambung meningkat, gerakan otot tidak teratur, kecepatan
jantung dan pernafasan teratur sering lebih cepat, serta suhu
dan metabolisme meningkat.
Apabila seorang mengalami kehilangan tidur REM,
maka akan menunjukan gejala-gejala sebagai berikut:
a) Cenderung hiperaktif.
b) Kurang dapat mengendalikan diri dan emosi (emosinya
labil).
c) Nafsu makan bertambah.
d) Bingung dan curiga.
Sedangkan apabila seseorang kehilangan tidur
keduanya, maka akan menunjukan manifestasi sebagai
berikut:
a) Kemampuan memberikan keputusan atau pertimbangan
menurun.
b) Tidak mampu untuk konsentrasi (kurang perhatian).
c) Terlihat tanda-tanda keletihan seperti penglihatan
kabur, mual, dan pusing.
d) Sulit melakukan aktifitas sehari-hari.
e) Daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan
ilusi penglihatan atau pendengaran.
Perubahan tahap ke tahap cenderung beriringan
dengan pergerakan tubuh dan pergerakan untuk tidur yang
dangkal cenderung terjadi tiba-tiba, dengan perpindahan
untuk tidur yang nyenyak cenderung bertahap.
d. Fungsi Tidur
Kegunaan tidur masih belum jelas diketahui (Hodgson,
1991), tidur juga dipercaya dapat mengkontribusi pemulihan
fisiologis dan psikologis manusia (Oswald, 1984). Menurut teori,
tidur adalah waktu perbaikan dan persiapan untuk priode terjaga
berikutnya. Selama tidur NREM, fungsi biologis menurun (Potter
& Perry, 2006).
Tidur merupakan salah satu kebutuhan untuk memperbaiki
proses biologis secara rutin. Selama tidur gelombang rendah yang
dalam (NREM tahap IV), tubuh melepaskan hormon pertumbuhan
manusia untuk memperbaiki dan memperbaharui sel epitel dan
khusus seperti sel otak (Horne, 1983; mandleson, 1987; Born,
Muth & Fehm, 1988; dalam Potter & Perry, 2006).
Menurut Kelly (2005) mengatakan bahwa manfaat tidur
sering diremehkan. Tidur nyenyak sangat penting dalam hal
menjaga tingkat energi untuk lingkaran kesibukan di kantor, di
rumah, bahkan aktifitas di waktu luang. Dengan tidur juga dapat
memacu pertumbuhan badan, merangsang pembentukan jaringan,
mempercepat penyembuhan dan dapat menurunkan jumlah
kolesterol di dalam darah sebab selama tidur REM berlangsung
banyak hormon adrenalin yang dilepas secara bergelombang atau
gelombang demi gelombang di dalam aliran darah yang akan
memberikan efek menyegarkan (Diahwati, 2001).
e. Pola tidur normal
Menurut Hidayat (2008), kebutuhan tidur pada manusia
bergantung pada tingkat perkembangan individu itu sendiri.
Tabel 2.1 kebutuhan tidur manusia berdasarkan usia dan tingkat
perkembangan.
Umur Tingkat perkembangan Jumlah kebutuhan
tidur
0-1 bulan Bayi baru lahir 14-18 jam/hari
1-18 bulan Masa bayi 12-14 jam/hari
18 bulan – 3 tahun Masa anak 11-12 jam/hari
3-6 tahun Masa prasekolah 11 jam/hari
6-12 tahun Masa sekolah 10 jam/hari
12-18 tahun Masa remaja 8,5 jam/hari
18-40 tahun Masa dewasa 7-8 jam/hari
40-60 tahun Masa muda paruh baya 7 jam/hari
60 tahun keatas Masa dewasa tua 6 jam/hari
Menurut Lanywati (2001), secara umum pola tidur normal
diawali dengan tahap mengantuk, yaitu suatu keadaan saat
hubungan antara kesadaran dengan lingkungan berkurang. Jika
proses tidur berlanjut, maka kesadaran semakin berkurang dan
timbulah suatu tahap yang sering disebut sebagai tahap tidur ayam.
Tahap berikutnya merupakan tahap yang terakhir, yaitu tahap tidur
nyenyak.
1) Pola tidur biasa
Pola tidur biasa juga sering disebut sebagai tidur Non-REM
(Non-Rapid Eye Morement). Pada keadaan ini, sebagian besar
organ tubuh secara berangsur-angsur menjadi kurang aktif,
pernafasan teratur, kecepatan denyut jantung berkurang, tonus
otot mulai berelaksasi, mata dan muka diam tanpa gerak. Fase
Non-REM berlangsing kurang lebih 1 jam, pada fase ini
biasanya orang masih dapat mendengar suara di sekitarnya.
2) Pola tidur paradoksal
Pola tidur paradoksal disebut juga sebagai tidur REM
(Rapid Eye Morement). Pada fase ini, akan terjadi gerakan-
gerakan mata secara cepat, denyut jantung dan pernafasan
yang naik turun, sedangkan otot-otot mengalami pengendoran
(relaksasi total). Fase tidur REM (fase tidur nyenyak)
berlangsung selama kurang lebih 20 menit. Pada fase ini,
sering timbul mimpi-mimpi, mengigau, atau bahkan
mendengkur. Dalam tidur malam yang berlangsung selama 6-8
jam, kedua pola tidur tersebut (REM dan Non-REM) terjadi
secara bergantian sebanyak 4-6 siklus.
f. Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur,
sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah,
mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar
mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih,
perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau
mengantuk (Hidayat, 2006).
Kualitas tidur adalah pengalaman subyektif. Hanya klien
yang dapat melaporkan apakah tidurnya cukup dan nyenyak atau
tidak. Apabila klien merasa puas dengan kuantitas dan kualitas
tidur yang dialaminya, hal tersebut dapat dianggap normal (Closs,
1988). Apabila klien mengaku, atau perawat mencurigai adanya
masalah tidur, diperlukan riwayat yang lebih rinci (Potter & Perry,
2006). Kualitas tidur menunjukan adanya kemampuan individu
untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat yang sesuai
kebutuhanya (Hidayat, 2008).
Selain itu, menurut Hidayat (2006), kualitas tidur seseorang
dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan
tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Tanda-tanda
kekurangan tidur dapat dibagi menjadi tanda fisik dan tanda
psikologis.
1) Tanda fisik
Ekspresi wajah (area gelap di sekitar mata, bengkak di
kelopak mata, konjungtiva kemerahan dan mata terlihat
cekung), kantuk yang berlebihan (sering menguap), tidak
mampu untuk berkonsentrasi (kurang perhatian), terlihat tanda-
tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual dan pusing.
2) Tanda psikologis
Menarik diri, apatis dan respons menurun, merasa tidak
enak badan, malas berbicara, daya ingat berkurang, bingung,
timbul halusinasi, dan ilusi penglihatan atau pendengaran,
kemampuan memberikan pertimbangan atau keputusan
menurun.
g. Gangguan tidur
Gangguan tidur adalah kondisi yang jika tidak di obati,
secara umum akan menyebabkan gangguan tidur malam yang
mengakibatkan munculnya salah satu dari ketiga masalah berikut:
insomnia; gerakan atau sensasi abnormal dikala tidur atau ketidak
terjagaan ditengah malam; atau rasa mengantuk yang berlebihan di
siang hari (Naylor & Aldrich, 1994; Potter & Perry, 2006).
Menurut Tarwoto & Wartonah (2010) Gangguan pada tidur
seseorang diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Insomnia
Insomnia adalah ketidak mampuan memperoleh secara
cukup kualitas dan kuantitas tidur. Ada 3 macam insomnia
yaitu Initial Insomnia adalah ketidakmampuan untuk tidur
tidak ada, Intermiten Insomnia merupakan ketidakmampuan
untuk tetap mempertahankan tidur sebab terbangun, dan
Terminal Insomnia adalah bangun lebih awal tapi tidak pernah
tertidur kembali. Penyebab insomnia adalah ketidakmampuan
fisik, kecemasan, dan kebiasaan minum alkohol dalam jumlah
banyak.
2) Hipersomnia
Berlebihan jam tidur pada malam hari, lebih dari 9 jam,
biasanya disebabkan oleh depresi, kerusakan saraf tepi,
beberapa penyakit ginjal, liver, dan metabolisme.
3) Parasomnia
Merupakan sekumpulan penyakit yang menggangu tidur
anak seperti samnabolisme (tidur sambil berjalan).
4) Narcolepsy
Suatu keadaan atau kondisi yang ditandai oleh keinginan
yang tidak terkendali untuk tidur. Gelombang otak penderita
pada saat tidur sama dengan orang yang sedang tidur normal,
juga tidak terdapat gas darah atau endokrtin.
5) Apnoe tidur dan mendengkur
Mendengkur bukan dianggap sebagai ganguan tidur, namun
bila disertai apnoe maka bisa menjadi masalah. Mendengkur
disebabkan oleh adanya rintangan pengeluaran udara di hidung
dan mulut, misalnya amandel, adenoid, otot-otot di belakang
mulut mengendor dan bergetar. Periode apnoe berlangsung
selama 10 detik sampai 3 menit.
6) Mengigau
Hampir semua orang pernah mengigau, hal itu terjadi
sebelum tidur REM.
h. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tidur
Menurut Asmadi (2008), kualitas tidur yang diperoleh
senantiasa dipengaruhi oleh banyak faktor dan kebutuhan tidur
setiap orang berbeda-beda. Berikut faktor-faktor yang bisa
mempengaruhi tidur antaralain:
1) Status kesehatan
Seseorang yang kondisi tubuhnya sehat memungkinkan ia
dapat tidur dengan nyenyak. Tetapi pada orang yang sakit dan
rasa nyeri, maka kebutuhan istirahat dan tidurnya tidak dapat
dipenuhi dengan baik sehingga ia tidak dapat tidur dengan
nyenyak. Misalnya, pada pasien yang menderita gangguan
pada sistim pernapasan. Dalam kondisinya yang sesak nafas,
maka seseorang tidak mungkin dapat istirahat dan tidur.
2) Lingkungan
Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi
seseorang untuk tidur. Pada lingkungan yang tenang
memungkinkan seseorang dapat tidur dengan nyenyak.
Sebaliknya lingkungan yang bising dan gaduh akan
menyebabkan seseorang sulit untuk tidur.
3) Stres psikologis
Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan pada
frekwensi tidur. Hal ini disebabkan karena pada kondisi cemas
akan meningkatkan norepinefrin darah melalui sistim saraf
simpatis. Zat ini akan mengurangi tahap IV NREM dan REM.
4) Diet
Makanan yang banyak mengandung L-Triptofan seperti
keju, susu, daging, dan ikan tuna dapat menyebabkan
seseorang mudah tidur. Sebaliknya, minuman yang
mengandung kafein maupun alkohol akan mengganggu tidur.
5) Gaya hidup
Kelelahan dapat mempengaruhi pola tidur seseorang.
Kelelahan tingkat menengah orang dapat tidur dengan
nyenyak, sedangkan pada kelelahan yang berlebihan akan
menyebabkan periode tidur REM lebih pendek.
6) Obat-obatan
Obat-obatan yang dikonsumsi seseorang ada yang berefek
menyebabkan tidur, ada pula yang sebaliknya menggangu
tidur. Misalnya, obat golongan amfetamin akan menurunkan
kualitas tidur REM.
2. Stres Psikologi
a. Definisi
Stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap stresor
psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan)’’ (Hawari,
2001). Secara umum stres adalah reaksi tubuh terhadap situasi
yang menimbulkan tekanan, perubahan, ketegangan emosi.
Menurut vincent cornelli, sebagaimana dikutip oleh (grant brecht,
2000) bahwa yang dimaksut stres adalah gangguan pada tubuh dan
pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan,
yang dipengaruhi baik oleh lingkungan maupun penampilan
individu di dalam lingkungan tersebut (Sunaryo, 2004).
Secara harfiah psikologi umumnya dimengerti sebagai
“ilmu jiwa”. Pengertian ini didasarkan pada terjemahan kata
Yunani: psyche dan logos. Psyhe nerarti “jiwa” atau “nyawa” atau
“alat untuk berfikir”. Logos berarti “ilmu” atau “yang mempelajari
tentang”. Dengan demikian, psikologi diterjemahkan ilmu yang
mempelajari jiwa (Irwanto, 2002).
Kecemasan tentang masalah pribadi atau stuasi dapat
mengganggu tidur. Stres emosional menyebabkan seseorang
menjadi tenang dan seringkali mengarah frustasi apabila tidak
tidur. Sters juga menyebabkan seseorang mencoba terlalu keras
untuk tertidur, sering terbangun selama siklus tidur, atau terlalu
banyak tidur. Stres yang berlanjut dapat menyebabkan kebiasaan
tidur yang buruk (Potter & Perry, 2006).
b. Penyebab stres
Apabila ditinjau dari penyebab stres, menurut Kusmiati dan
Desminiarti (1990 dalam Sunaryo, 2004) dapat digolongkan
sebagai berikut:
1) Stres fisik
Stres yang disebabkan karena keadaan fisik seperti karena
temperatur yang tinggi atau yang sangat rendah, suara yang
bising, sinar matahari, atau tersengat arus listrik.
2) Stres kimiawi
Stress ini disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat
beracun, gas, prinsipnya karena senyawa kimia.
3) Stres mikrobiologik
Stres ini disebabkan karena kuman seperti adanya virus, bakteri
atau parasite.
4) Stres fisiologik
Stres yang disebabkan karena gangguan fungsi organ tubuh,
diantaranya gangguan struktur tubuh, fungsi organ, jaringan
dan lain-lain.
5) Stres proses pertumbuhan dan perkembangan
Stres yang disebabkan karena proses pertumbuhan dan
perkembangan seperti pada masa bayi hingga tua.
6) Stres psikis atau emosional
Stres yang disebabkan karena gangguan situasi psikologis atau
ketidakmampuan kondisi psikologis untuk menyesuaikan diri
seperti hubungan interpersonal, social budaya, atau factor
keagamaan.
c. Tanda gejala stres
Kemampuan seseorang berbeda-beda dalam menghadapi
stres. Dari sisi jenis kelamin misalnya, wanita cenderung memiliki
level kortisol yang tinggi dalam aliran darahnya ketimbang pria.
Seseorang yang bersifat sensitif dan cenderung sering mengalami
stres sejak usia dini juga mudah sekali bereaksi menurunkan fungsi
tubuhnya terhadap hal-hal sepele sekalipun. Itu sebabnya kita perlu
mengetahui tanda-tanda dan gejala stres yang harus di kenali
sebagai berikut (Pangkalan Ide, 2008).
Tabel 2.2 : tanda dan gejala stres.
Fisik Psikologis Sikap
Sakit kepala
Gigi gemeretak
Tenggorokan tegang
dan kering
Rahang mengejang
Nyeri dada
Sesak napas
Jantung berdebar-
debar
Tekanan darah tinggi
Nyeri otot
Gangguan
pencernaan
Sembelit/diare
Keringatan
Tangan dingin,
berkeringat
Cepat lelah
Insomnia
Sering sakit
Cemas
Mudah jengkel
Merasa terancam
bahaya atau akan
mati
Banyak yang
dipikirkan
Merasa tak berdaya
Merasa apatis
Merasa tidak
berguna
Merasa buta
orientasi
Merasa tidak aman
Sedih
Defensif
Pemarah
Hipersensitif
Apatis
makan terus/tidak nafsu
makan
tidak sabar
suka berdebat
suka menunda-nunda
konsumsi alkohol atau
obat terlarang meningkat
merokok secara
berlebihan
menarik diri dan
mengurung diri
menghindari atau
mengabaikan tanggung
jawab
hasil kerjanya buruk
tidak bersemangat
mengabaikan kebersihan
diri
berubah dalam kegiatan
agama
hubungan dengan
keluarga dan teman
berubah
d. Tingkat stres
Menurut Rasmun (2004), stres dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu
stres ringan, sedang dan berat.
1) Stres ringan
Stres ringan adalah stres yang tidak merusak aspek
fisiologis dari seseorang. Stres ringan umumnya dirasakan oleh
setiap orang misalnya lupa, ketiduran, dikritik, dan kemacetan.
Stres ringan biasanya hanya terjadi dalam beberapa menit atau
beberapa jam.
Situasi ini tidak akan menimbulkan penyakit kecuali jika
dihadapi terus menerus.
2) Stres sedang
Stres sedang terjadi lebih lama, dari beberapa jam hingga
beberapa hari. Contoh dari stresor yang menimbulkan stres
sedang adalah kesepakatan yang belum selesai, beban kerja
yang berlebihan, mengharapkan pekerjaan baru, dan anggota
keluarga yang pergi dalam waktu yang lama.
3) Stres berat
Stres berat adalah stres kronis yang terjadi beberapa
minggu sampai beberapa tahun. Contoh dari stresor yang dapat
menimbulkan stres berat adalah hubungan suami istri yang
tidak harmonis, kesulitan finansial, dan penyakit fisik yang
lama.
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat stres
Menurut Sunaryo (2004), setiap individu akan mendapat efek
stres yang berbeda-beda. Hal ini bergantung pada beberapa faktor,
yaitu faktor biologis dan faktor psikoedukatif:
1) Faktor biologis: herediter, konstitusi tubuh, kondisi fisik,
neurofsiologik, dan neurohormonal.
2) Faktor psikoedukatif/sosiokultural: perkembangan kepribadian,
pengalaman dan kondisi lain yang mempengaruhi.
f. Tahapan stres
Menurut Amberg (1979), sebagaimana dikemukakan oleh
Hawari (2001, dalam Sunaryo, 2004) bahwa tahapan stress sebagai
berikut:
1) Stres tahap pertama
Merupakan tahap yang paling ringan, yang disertai
perasaan nafsu bekerja yang besar dan berlebihan, mampu
menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang
dimiliki, dan penglihatan menjadi tajam.
2) Stres tahap kedua
Pada tahap ini seseorang merasa letih sewaktu bangun pagi,
terasa lelah setelah makan siang, cepat lelh menjelang sore,
sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman, denyut
jantung berdebar-debar lebih dari biasanya, otot-otot punggung
dan tengkuk semakin tegang dan tidak bias santai.
3) Stres tahap ketiga
Seseorang mengalami gangguan lambung dan usus seperti
keluhan gastritis, buang air besar tidak teratur, gangguan pola
tidur seperti sulit untuk tidur kembali, tenaga seperti tidak ada,
perasaan tidak tenang, ketegangan otot semakin terasa.
4) Stres tahap keempat
Pada tahap ini seseorang akan merasa pekerjaan yang
menyenagkan menjadi membosankan, tidak mampu
melaksanakan tugas sehari-hari, kemampuan mengingat dan
konsentrasi menurun karena adanya perasaan ketakutan dan
kecemasan yang tidak diketahui penyebabnya, gangguan pola
tidur.
5) Stres tahap kelima
Ditandai adanya kelelahan fisik secara mendalam, tidak
mampu menyelesaikan pekerjaan yang ringan dan sederhana,
gangguan pada system pencernaan semakin berat dan perasaan
ketakutan dan kecemasan semakin meningkat.
6) Stres tahap keenam
Tahap ini merupakan puncak dan seseorang mengalami
panik dan perasaan takut mati dengan ditemukan gejala seperti
detak jantung semakin keras, susah bernafas, terasa gemetar
seluruh tubuh dan berkeringat, kemungkinan terjadi kolaps atau
pingsan.
g. Pengukuran tingkat stres
Tingkat stres adalah hasil penelitian terhadap berat
ringannya stress yang dialami seseorang. Tingkatan stres ini diukur
dengan menggunakan Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS
42) oleh Lovilbond & Lovilbond (1995). Psychometric Properties
of The Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS) terdiri dari 42
item. DASS adalah seperangkat skala subyektif yang dibentuk
untuk mengukur status emosional negatif dari depresi, kecemasan
dan stres. DASS 42 dibentuk tidak hanya untuk mengukur secara
konvensional mengenai status emosional, tetapi untuk proses yang
lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian dan pengukuran yang
berlaku di manapun dari status emosional, secara signifikan
biasanya digambarkan sebagai stres.
Kategori tingkatan stres menggunakan instrumen DASS 42
yang terdiri dari normal, ringan, sedang, berat dan sangat berat.
Jumlah skor dari pernyataan item tersebut, memiliki makna 0-14
(normal), 15-18 (ringan), 19-25 (sedang), 25-33 (berat), dan > 34
(sangat berat).
3. Obat-obatan
a. Definisi
Obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang
dipergunakan oleh semua mahluk untuk bagian dalam dan luar
tubuh guna mencegah, meringankan, dan menyembuhkan penyakit
(Syamsuni, 2005).
b. Pengolongan obat
Obat dapat digolongkan berdasarkan kriteria, yaitu kegunaan
obat, cara penggunaan obat, cara kerja obat, undang-undang,
sumber obat, bentuk sediaan obat, serta proses fisiologis dan
biokimia dalam tubuh (Syamsuni, 2005).
c. Menurut kegunaan obat
Menurut Syamsuni (2005), penggolongan obat berdasarkan
kegunanya dalam tubuh, yaitu:
1) Untuk menyembuhkan (terapeutic);
2) Untuk mencegah (prophylaclic);
3) Untuk diagnosis (diagnostik).
d. Cara pembarian obat
Menurut Syamsuni (2005) berdasarkan cara penggunaanya,
obat digolongkan atas
1) Medicamentum ad usum internum (pemakaian dalam) melalui
oral-diberi etiket putih.
2) Medicamentum ad usum externum (pemakaian luar) melalui
inplantasi, injeksi, membran muskosa, rektal, vagina, nasal,
opthalmic,aurical, collutio/gargarisma/gargle- diberi etiket biru.
e. Menurut cara kerja obat
Menurut Syamsuni (2005), penggolongan obat berdasarkan
cara kerjanya dalam tubuh, yaitu:
1) Lokal : obat yang berkerja pada jaringan setempat, seperti
pemakaian topikal
2) Sistemik : obat yang didistribusikan ke seluruh tubuh, seperti
tablet analgetik.
f. Jenis obat yang mempengaruhi tidur
Dari daftar obat di PDR 1990, dengan 584 obat resep atau obat
bebas menuliskan mengantuk sebagai salah satu efek samping, 486
menulis insomnia, dan 281 menyebabkan kelelahan Buysse (1991,
dalam Poter & Perry 2006). Mengantuk dan deprivasi tidur adalah
efek samping mediksi yang umum. Mediksi yang diresepkan untuk
tidur seringkali memberi banyak masalah daripada keuntungan.
Orang dewasa muda dan deawasa tengah dapat terganggu pada
obat tidur untuk mengatasi stresor gaya hidupnya. Lansia
seringkali menggunakan variasi obat untuk mengontrol atau
mengatasi penyakit kroniknya, dan efek kombinasi dari beberapa
obat dapat mengganggu tidur secara serius, diantaranya yaitu
hipnotik, diuretik, antidepresan dan anti stimulan, alkohol, kafein,
penyekat beta, benzodiazepin, narkotik.
1) Obat yanag mengganggu tidur
a) Hipnotik
Menurut Syamsuni (2005), hipnotik adalah obat
yang bekerja sebagai depresan terhadap sistim saraf
pusat sehingga menyebabkan tidur, menambah
keinginan tidur, atau mempermudah tidur. Golongan
obat ini digunakan untuk mengatasi ansietas dan
insomnia, yaitu gannguan tidur.
Menurut Gery sehmitz, hans Lapper, & Michael
Heidrich (2003), salah satu jenis obat Hipnotik ialah
Zolpidem lama jam ± 6 jam, dan Zopiklon lama jam ±
7 jam.
Efek samping
(1) Vertigo dan linglung; nyeri kepala; kantuk
sepanjang hari dan hang over, lelah; gejala
psikotik dan amnesia anterograd (jarang).
(2) Otot lemah dan keragu-raguan berjalan (bahaya
jatuh).
(3) Setelah penggunaan zopiklon, relatif sering
(sampai 10% kasus) timbul pengecapan rasa
logam (disebabkan oleh ekskresi zat melalui
saliva di mulut).
b) Diuretik
Menurut Permadi (2006), obat diuretik adalah obat
yang berfungsi untuk meluruhkan air seni atau obat
yang berfungsi meningkatkan pembuangan air seni oleh
ginjal. (Gery sehmitz, 2003) juga berpendapat diuretik
adalah zat-zat yang mengakibatkan ekskresi urine.
Klasifikasi diuretik
(1) Diuretik osmotik : manitol, sorbitol
(2) Penghambat karboanhidrase : asetazolamid
(3) Diuretik jerat henle tipe furosemid : furosemid,
bumetamid, azosemid, torasemid.
(4) Diuretik jerat henie yang lain : asam etakrinat
(5) Diuretik tiazid : benzotiadiazin sebagai
hidroklorotiazid, mefrusid, xipamid, klortalidon.
(6) Diuretik penghambat kalium, antagonis
aldosteron : spironolakton, kaliumkanrenoat.
(7) Diuretik hemat kalium, tidak tergantung pada
aldosteron, tipe sikloamidin : amilorid,
triamteren.
c) Antidepresan dan stimulan
Antidepresan merupakan obat yang digunakan
untuk menangani depresi. Tiga kelompok utama
antidepresan adalah inhibitor monoamin oksidase
(MAOI), selective serotonin re-uptake inhibitor (SSRI),
dan antidepresan trisiklik (TCA). => gangguan alam
perasaan (depresi psikosisi) (Brooker, 2005).
Stimulan adalah golongan obat yang dapat membuat
orang lebih aktif, lebih kuat bekerja, menghilangkan
kantuk, menggugah semangat, dan memberikan
perasaan tersedianya tenaga tanpa batas. Contoh
stimulan, yaitu amfetamin sejenis kokain (Budi
suryatin, 2004).
d) Alkohol
Alkohol adalah sekelompok senyawa organik.
Alkohol absolut (etanol yang mengandung kerang dari
1% air) kadang digunakan melalui injeksi untuk
meredakan neuralgia trigeminal dan nyeri lain yang
sulit ditangani. Etil alkohol (etanol) adalah minuman
alkohol yang mengandung bahan memabukkan. Etanol
menguatkan efek hipnotik dan penenang (Brooker,
2008).
e) Kafein
Kafein adalah zat stimulan yang terkemuka dan
paling kuat dalam kelompok obat-obatan yang disebut
methylxanthines. Kafein terjadi secara alami dalam
kopi, teh, dan coklat, serta kafein juga ditambahkan
pada berbagai minuman dan pada obat-obat penawar
(Semiun, 2006).
f) Penyekat beta
Menurut Marliani dan Tantan (2007), obat-obat
golongan penyekat beta (beta blocker) ini dapat
menurunkan tekanan darah dengan menghambat kerja
hormon epinefrin (adrenalin) dan memperlambat
pengeluaran enzim renin yang dapat memproduksi
angiotensin II yang dapat menyebabkan pembuluh
darah menyempit. Kerja obat dari golongan ini terbagi
dua:
(1) Menghambat respon beta 1 yang dapat ditemukan
terutama pada jantung, disebut dengan beta bloker
kardioselektif yang mempunyai efek samping yang
minimal.
(2) Menhambat respon beta 1 dan beta 2 yang ditemukan
pada otot polos pembuluh darah dan otot bronkus.
Efeksamping yang paling sering adalah
menurunnya kemampuan untuk melakukan aktivitas
fisik berat, mudah lelah, keringat dingin pada telapak
tangan, sulit tidur, impotensi, hipoglikemi atau
menurunya kadar gula dalam darah yang cepat.
Contohnya propanolol, timolol, pindolol, penbutolol,
nadolol, atenolol, metoprolol, labetalol, carvedilol,
cartelol, bisoprolol, betaxolol, acebutolol.
g) Benzodiazepin
Menurut Kee dan Hayes (1996), benzodiazepin
mempunyai banyak kegunaan, seperti antikonvulsi,
antihipertensi, sedatif hipnotik, obat-obat preoperasi,
dan antiansietas. Kebanyakan dari benzodiazepin
dipakai terutama untuk ansietas yang berat atau yang
berkepanjangan; contohnya adalah klordiazepoksid
(Librium), diazepam (Valium), klorazepat dipotassium
(tranxene), oksazepam (serax), lorazepam (ativan),
alprazolam (xanax), prazepam (centrax), dan
halazepam (paxipam). Benzodiazepin bersifat larut
dalam lemak dan cepat diabsorsi dari saluran
gastrointestinal.
Efek samping:
Efek samping dari benzodiazepin adalah efek
sedasi, pusing, sakit kepala, mulut kering, penglihatan
kabur, kadang-kadang inkotinensia urin, dan konstipasi.
Reaksi yang merugikan adalah lekopenia (menurunya
jumlah sel darah putih) dengan gejala-gejala demam,
malaise, dan nyeri tenggorokan; toleransi terhadap
dosis obat pada pemakaian yang terusmenerus; dan
ketergantungan fisik.
2) Obat yang membantu tidur
a) Narkotika ( morfin/demerol)
Menurut Syamsuni (2005), narkotik (obat bius atau
daftar O = opium) merupakan obat yang diperlukan
dalam bidang pengobatan dan IPTEK serta dapat
menimbulkan ketergantungan dan ketagihan (adiksi)
yang sangat merugikan masyarakat dan individu apabila
digunakan tanpa pembatasan dan pengawasan dokter;
misalnya candu/ opium, morfin, petidin, metadon, dan
kodein.
B. Kerangka Teori
Skema 2.1. Kerangka Teori : Faktor yang mempengaruhi pola tidur
pasien yang dirawat : (Asmadi, 2008; Potter & Perry, 2006).
C. Kerangka Konsep
Berdasarkan uraian pada tujuan teori maka dapat disusun kerangka
konsep sebagai berikut.
Variabel bebas Variabel terikat
Skema 2.2. Kerangka konsep penelitian
D. Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini adalah:
1. Variabel Bebas (indenpendent variable) : Stres psikologi, obat-
obatan.
2. Variabel Terikat(dependent variable): Kualitas tidur.
Kondisi pasien kritis di ruang
intensif memiliki berbagai faktor
yang dapat mempengaruhi tidur
1. Stres psikologi
2. Obat-obatan Kualitas tidur
Kualitas tidur
Faktor-faktor yang mempengaruhi
tidur
a. Status kesehatan
b. Lingkungan
c. Stres Psikologi
d. Diet
e. Obat-obatan
f. Gaya hidup
E. Hipotesis
1. Ada hubungan antara stres psikologis dengan kualitas tidur pasien
yang dirawat di ruang perawatan kritis di RSUD Tugurejo
Semarang.
2. Ada hubungan antara obat-obatan dengan kualitas tidur pasien
yang dirawat di ruang perawatan kritis di RSUD Tugurejo
Semarang.