Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
31
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA WANITA DAN
KECELAKAAN KERJA YANG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANGUNDANG
NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN
SOSIAL (BPJS)
A. Ketenagakerjaan Pada Umumnya
a. Pengertian Pekerja dan Pengusaha
Dahulu istilah pekerja belum dikenal, karena pada zaman penjajahan
Belanda lebih mengenal kata buruh daripada pekerja. Arti buruh itu sendiri adalah
pekerja kasar seperti kuli, tukang, mandor yang melakukan pekerjaan kasar.
Sedangkan yang melakukan pekerjaan dikantor maupun swasta disebut pegawai
atau karyawan.
Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan yakni Buruh adalah barang siapa yang bekerja pada
majikan dengan menerima upah (pasal 1 ayat 1a). Dalam perkembangan hukum
perburuhan di Indonesia, istilah buruh diupayakan untuk diganti
dengan istilah pekerja, sebagaimana yang diusulkan oleh pemerintah (Depnaker)
pada waktu kongres FBSI II Tahun 1985. Alasan pemerintah
repository.unisba.ac.id
32
karena istilah buruh kurang sesuai dengan kepribadian bangsa, buruh lebih
cenderung menunjuk pada golongan yang selalu ditekan dan berada dibawah pihak
lain yakni majikan.19
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1
angka (3) memberikan pengertian Pekerja :
"Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk apapun."
Untuk kepentingan santunan jaminan kecelakaan kerja dalam perlindungan
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) berdasarkan UndangUndang No. 3
Tahun 1992, pengertian "pekerja" diperluas yakni termasuk :
1. Magang dan murid yang bekerja pada perusahaan baik yang menerima upah
maupun tidak,
2. Mereka yang memborong pekerjaan kecuali jika yang memborong adalah
perusahaan,
3. Narapidana yang dipekerjakan di perusahaan.
Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk
memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis
kelamin, suku, ras, agama, tennasuk perlakuan yang sama terhadap para
penyandang cacat. Pasal 6 Undang-undang nomor 13 tahun 2003 menyatakan
19
Husni Lalu, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2007, hlm.34
repository.unisba.ac.id
33
bahwa setiap pekerja/buruh memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari
pengusaha.20
Pengertian pengusaha menurut Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000
Pasal 1 ayat (7), yaitu :
.,pengusaha adalah :
a. Orang perorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan
perusahaan milik sendiri.
b. Orang perorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri
sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya.
c. Orang perorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di
Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia."
Secara umum, pengertian pengusaha adalah mencakup orang pribadi, persekutuan
atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan.
b. Pengertian Pekerja Wanita
Pekerja wanita adalah setiap orang (dalam hal ini adalah wanita) yang
mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat.21
20
Rusli Hardijan, Op.Cit, hlm.7 21
www.google.com
repository.unisba.ac.id
34
Puluhan juta wanita yang bekerja di Indonesia, sebagaimana kodratnya
wanita mengalami menstruasi, hamil dan menyusui. Mengenai hal ini pekerja
wanita perlu mengetahui aturan dan hak pekerja wanita. Hak-hak pekerja wanita
diantaranya adalah 22
:
a. Larangan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja wanita
Pasal 153 UUKK mengatur larangan pemutusan hubungan kerja
terhadap pekerja wanita dengan lasan pekerja wanita menikah, sedang
hamil dan melahirkan, merupakan bentuk perlindungan bagi pekerja
wanita sesuai kodrat, harkat dan martabatnya.
Kodrat wanita mengalami menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui
adalah suatu keadaan dan wilayah yang tidak bisa dijangkau oleh
manusia. Diskriminasi atas kodrat adalah suatu yang mustahil.
b. Cuti haid
Cuti haid bagi wanita adalah suatu yang tetap menjadi pro dan kontra.
Pasal 81 UUKK menyatakan, "pekerja/buruh perempuan yang dalam
masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha,
tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.”
22
Editus Adisu dan Libertus Jaehani, Hak-hak pekerja perempuan, Visimedia, Jakarta, 2006, hlm.33
repository.unisba.ac.id
35
Bagi sebagian wanita yang tidak setuju dimaksudkan Pasal 81 UUKK
tentang cuti haid melihat bahwa pengaturan tersebut merupakan
perlakuan diskriminatif karena haid adalah kodrat. Alasan mereka,
dengan semakin canggihnya teknologi dan semakin tingginya
kesadaran wanita akan kesehatan maka masalah haid bukan lagi
menjadi faktor penghambat untuk beraktifitas. Masalah haid adalah
berkaitan dengan reproduksi dan reproduksi adalah masalah kodrat.
Sebagian wanita ada yang setuju dengan Pasal tersebut menganggap
bahwa kewajiban cuti haid bagi pekerja wanita adalah masalah hak,
dan hak boleh diambil atau tidak. Memang sering dengan bergulirnya
pendapaat pro dan kontra tersebut, walaupun cuti haid adalah sesuatu
yang wajib dilaksanakan tetapi kenyataannya, banyak sekali pekerja
wanita di perusahaan tertentu tidak menggunakan haknya atau
mengabaikan ketentuan tersebut, artinya bahwa pekerja wanita tetap
melaksanakan tugas dan kewajibannya walaupun dalam keadaan haid.
c. Cuti hamil
Kebijakan pemerintah untuk memberikan cuti hamil kepada wanita
adalah sesuatu yang wajib karena kodrat sebagai wanita. Ketentuan
Pasal 82 UUKK tersebut menyatakan, "pekerja/buruh perempuan
berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan
repository.unisba.ac.id
36
sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau
bidan."
Pekerja wanita juga selain diberikan cuti hamil juga diberikan
kesempatan untuk menyusui anaknya selama melakukan pekerjaan.
Ketentuan Pasal 83 UUKK tersebut menyatakan, "peketja/buruh
perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan
sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama
waktu kerja."
UUKK memperbolehkan untuk melakukan itu, tetapi pada
kenyataannya pekerja wanita tidak melakukannya bukan karena
dilarang oleh pengusaha tetapi kemauan pekerja itu sendiri dengan
alasan menghambat pekerjaan. Selama pekerja wanita melaksanakan
cuti melahirkn selama 3 (tiga) bulan maka pekerja tersebut tetap
berhak mendapatkan upah penuh.
Hak-hak pekerja pada umumnya dan pekerja wanita pada khususnya sudah
diatur lebih rinci baik dalam UUKK maupun dalam peraturan pelaksanaannya.
Dalam UUKK ada banyak Pasal yang mencantumkan sanksi atau hukuman yang
dapat dijatuhkan kepada pengusaha atau siapapun yang melakukan pelanggaran.
Sanksi-sanksi terhadap pelanggaran hak pekerja wanita yaitu :
a. Sanksi Administratif
repository.unisba.ac.id
37
Sanksi administratif terjadi apabila pengusaha atau siapapun
memperlakukan pekerja wanita secara diskriminasi, misalnya dalam
hal kesempatan yang berbeda dalam mendapatkan kesempatan kerja.
Bentuk sanksi administratif tersebut dapat berupa :
1) Teguran
2) Peringatan tertulis
3) Pembatasan kegiatan usaha
4) Pembekuan kegiatan usaha
5) Pembatalan persetujuan
6) Pembatalan pendaftaran
7) Penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi
8) Pencabutan izin usaha (Pasal 190 UUKK)
b. Sanksi Perdata
Alasan-alasan pemberlakuan sanksi perdata adalah apabila pekerjaan
yang diperjanjikan tersebut ternyata bertentangan dengan kesusilaan
dan norma-norma umum. Akibat hukumnya perjanjian tersebut batal
demi hukum (Pasal 52 dan 155 UUKK)
c. Sanksi Pidana
Sanksi pidana penjara atau denda terhadap pelanggaran hak pekerja
wanita termuat dalam beberapa pasal UUKK. Berikut beberapa
repository.unisba.ac.id
38
ketentuan yang mengatur tentang sanksi pidana penjara atau denda
tersebut.
1) Sanksi tindak pidana kejahatan dengan ancaman pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan
atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah )
bagi pengusaha yang tidak memberikan kepada pekerja wanita
hak istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya
melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan
menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan (Pasal 185
UUKK)
2) Sanksi tindak pidana pelanggaran dan diancam penjara paling
singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) bulan dan atau
denda paling sedikit Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) bagi
pengusaha yang tidak membayar upah bagi pekerja wanita yang
sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak
dapat menjalankan pekerjaannya (Pasal 185 UUKK)
3) Sanksi tindak pidana pelanggaran dengan ancaman hukuman
kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua
belas) bulan dan atau denda paling sedikit Rp. 10.000.000,00
repository.unisba.ac.id
39
(sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000,00
(seratus juta rupiah) bagi pengusaha yang :
a) Mempekerjakan pekerja perempuan yang berumur kurang dari
18 (delapan belas) tahun antara pukul 23.00 sampai dengan
pukul 07.00
b) Mempekerjakan pekerja wanita hamil menurut keterangan
Dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan
kandungannya maupun bagi dirinya bila bekerja pada pukul
23.00 sampai dengan pukul 07.00
c) Mempekerjakan pekerja wanita antara pukul 23.00 sampai
dengan pukul 07.00 yang tidak memberikan makanan dan
minuman serta tidak menjaga kesusilaan dan keamanan selama
di tempat kerja
d) Tidak menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja wanita
yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai
dengan pukul 05.00
c. Perlindungan Hukum terhadap Pekerja
1. Perlindungan Pekerja pada Umumnya
Pekerja adalah tulang punggung perusahaan, tanpa adanya pekerja
tidak akan mungkin suatu perusahaan akan berjalan dengan lancar.
repository.unisba.ac.id
40
Menyadari peran penting pekerja sebagai salah satu faktor pendukung
keberhasilan perusahaan harus diimbangi pula dengan memperhatikan
keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan pekerja, sehingga perlu upaya
peningkatan perlindungan pekerja.
Pemikiran-pemikiran itu merupakan program perlindungan pekerja, yang
dalam praktek sehari-hari berguna untuk dapat mempertahankan produktivitas
dan kestabilan perusahaan.23
Menurut Soepomo perlindungan pekerja dibagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu :24
1. Perlindungan Ekonomis
Perlindungan pekerja dalam bentuk penghasilan yang cukup, termasuk bila
pekerja tidak mampu bekerja di luar kehendaknya.
2. Perlindungan Sosial
Perlindungan pekerja dalam bentuk jaminan kesehatan kerja, kebebasan
berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi.
3. Perlindungan Teknis
Perlindungan pekerja dalam bentuk keamanan dan keselamatan kerja.
Perlindungan pekerja yang melakukan pekerjaan baik dalam hubungan kerja
maupun di luar hubungan kerja melalui program Jaminan Sosial
23
Zainal Asikin, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993,
hlm.75 24
Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
2003, hlm.62
repository.unisba.ac.id
41
Tenaga kerja, selain memberikan ketenangan kerja juga mempunyai dampak
positif terhadap usaha-usaha peningkatan disiplin dan produktivitas pekerja.
Perlindungan pekerja dapat dilakukan, baik dengan jalan memberikan tuntunan,
maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan hak-hak asasi manusia,
perlindunga fisik dan teknis serta sosial dan ekonomi melalui norma yang
berlaku dalam lingkungan kerja itu. Dengan demikian maka perlindungan
pekerja mencakup :25
1. Norma Keselamatan Kerja
Meliputi keselamatan kerja yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat-
alat kerja bahan dan proses pengerjaannya, keadaan tempat kerja dan
lingkungan serta cara-cara melakukan pekerjaan.
2. Norma Kesehatan Kerja dan Heigiene Kesehatan Perusahaan
Meliputi pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan pekerja,
dilakukan dengan mengatur pemberian obat-obatan, perawatan
pekerja yang sakit, mengatur persediaan tempat, cara dan syarat kerja
yang memenuhi heigiene kesehatan perusahaan dan kesehatan pekerja
untuk mencegah penyakit, baik sebagai akibat bekerja atau penyakit
umum serta menetapkan syarat kesehatan bagi perumahan pekerja.
25
Zainal Asikin, Op.Cit, hlm.76
repository.unisba.ac.id
42
3. Norma Kerja
Meliputi perlindungan terhadap pekerja yang bertalian dengan waktu
bekerja, sistem pengupahan, istirahat, cuti, pekerja wanita, anak,
kesusilaan ibadah menurut agama keyakinan masig-masing yang
diakui oleh pemerintah, kewajiban sosial kemasyarakatan dan
sebaginya guna memelihara kegairahan dan moril kerja yang
menjamin Jaya guna kerja yang tinggi serta menjaga perlakuan yang
sesuai dengan martabat manusia dan moral.
4. Kepada Pekerja yang mendapat Kecelakaan dan/atau menderita
penyakit kuman akibat pekerjaan, berhak atas ganti rugi perawatan dan
rehabilitasi akibat kecelakaan dan atau penyakit akibat pekerja, ahli
warisnya berhak mendapat ganti kerugian.
d. Perlindungan Hukum terhadap Pekerja Wanita
Perlindungan hak-hak pekerja wanita dalam Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, selanjutnya disingkat UUKK, dan beberapa
peraturan pelaksanaannya sudah mengatur hak-hak/perlindungan terhadap pekerja
wanita, walaupun harus diakui regulasi tersebut belum sempurna.
repository.unisba.ac.id
43
Dalam UUKK hak-hak pekerja Indonesia termasuk pekerja wanita
mendapatkan kepastian tentang ketentuan normatif/nominal yang wajib
diberikan pengusaha kepada pekerja. Sedangkan untuk hak-hak lain yang
disebut dengan "kepentingan" seperti tunjangan-tunjangan, bonus, insentif dan
lain-lain diluar hak-hak normatif Undnag-Undnag ini mengamanatkan kepada
pengusaha dan pekerja untuk negosiasi mencapai kesepakatan dan hal tersebut
diminta dituangkan dalam perjanjian kerja bersama atau peraturan perusahaan.
Undang-undang telah memberikan perlindungan terhadap hak-hak dasar
pekerja. Pengusaha atau sipapun yang melanggar hak-hak dasar pekerja dapat
dijatuhkan sanksi, mulai dan sanksi ringan seperti teguran, peringantan,
pencabutan usaha sampai pada tingkat pelanggaran yang dapat digolongkan
sebagai kejahatan sehingga dapat dikenakan sanksi kurungan atau pidana penjara.
Hak-hak pekerja antara lain menyangkut :26
1. Perlindungan Upah
2. Jam kerja
3. Tunjangan Hari raya
4. Jaminan Sosial Tenaga Kerja
5. Kompensasi PHK
6. Hak istirahat/cuti
26
Perlindungan Hukum Pekerja Wanita, Universitas Pendidikan Indonesia (www.google.com),
hlm.49, pukul 08.23
repository.unisba.ac.id
44
Lalu dalam konvensi PBB tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi
terhadap wanita yang telah diratifikasi dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun
1984, secara khusus memberikan perlindungan bagi hak-hak pekerjaa wanita salah
satu implementasinya adalah untuk jenis pekerjaan yang sama, pengusaha tidak
boleh membeda-bedakan kompensasi yang diberikan kepada setiap pekerja baik
laki-laki maupun wanita.
Filosofi dibalik peraturan perundang-undangan tersebut tidak lain karena
menguatnya kesadaran bahwa sesungguhnya manusia, laki-laki dan wanita sama
derajat dan martabatnya. Karena itu bentuk diskriminasi dan ketidakadilan dalam
relasi antara pekerja dan pengusaha/majikan maupun antara laki-laki dan
perempuan harus dicegah.27
e. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu bentuk
perlindungan tenaga kerja dan menjadi hak dasar pekerja/buruh (Pasal 86 ayat (1)
huruf a Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ).
Keselamtan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin,
pesawat alat kerja, bahan dan proses pengelolaannya, landasan tempat kerja, dan
lingkungannya, serta cara-cara melakukan pekerjaan.28
27
Ibid, hlm.50 28
Abdul Khakim, Dasar-dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2009, hlm.116
repository.unisba.ac.id
45
Sedangkan kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang
bertujuan agar tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna, baik
fisik, mental, maupun sosial sehingga memungkinkan dapat bekerja secara
optimal.
Keselamatan dan kesehatan kerja diselenggarakan untuk melindungi
keselamatan pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal. Upaya
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dimaksudkan untuk memberikan jaminan
keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara
pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat
kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.29
Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) yang terintegerasi dengan manajemen perusahaan. Eksistensi
dari peraturan perundang-undangan keselamatan dan kesehatan kerja adalah :30
1. Melindungi pekerja dari resiko kecelakaan kerja
2. Meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh
3. Agar pekerja/buruh dan orang-orang disekitarnya terjamin keselamatannya
4. Menjaga agar sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan
berdaya guna.
29
Rusli Hardijan, Hukum Ketenagakerjaan, Ghalia Indonesia, Bogor, 2011, hlm.82 30
Abdul Khakim, Op.Cit, hlm.118
repository.unisba.ac.id
46
f. Ruang Lingkup Keselamatan kerja
Ruang lingkup keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah di setiap
tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun
di udara, dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Keselamatan dan kesehatan
kerja harus diterapkan dan dilaksanakan di setiap tempat kerja.
Unsur tempat kerja ada tiga, yaitu :31
1. Adanya suatu usaha, baik bersifat ckonomis maupun social.
2. Adanya sumber bahaya.
3. Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya, baik terus menerus maupun
sewaktu-waktu.
Penanggung jawab keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di tempat kerja
ialah pengusaha atau pimpinan atau pengurus tempat kerja. Pelaksanaan
keselamtan kerja di tempat kerja dilakukan secara bersama oleh pimpinan atau
pengurus perusahaan dan seluruh pekerja/buruh.
Pengawasan atas pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
dilakukan oleh pejabat/petugas yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja, yaitu :
a. Pegawai pengawas keselamatan dan kesehatan kerja, sebagai
pegawai teknis berkeahlian khusus dan Depnaker.
31
Ibid, hlm.119
repository.unisba.ac.id
47
b. Ahli keselamatan dan kesehatan kerja, sebagai ahli teknis berkeahlian
khusus dari luar Depnaker.
g. Pengertian Kecelakaan Kerja
Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970, kecelakaan kerja
adalah :
"Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak
dikehendaki, yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan
dapat menimbulkan kerugian, baik korban manusia atau harta Benda."
Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan
hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian
pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari perjalanan rumah
menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar
dilalui.
Kecelakaan tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya. Oleh karena
itu kecelakaan dapat dicegah, asal kita cukup kemauan untuk mencegahnya,
sebab-sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar untuk selanjutnya
dengan usaha-usaha koreksi yang ditujukan kepada sebab kecelakaan itu dapat
dicegah dan tidak berulang kembali.32
32
Sumakmur, Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, CV. Haji Masagung, Jakarta,
1989, hlm.212
repository.unisba.ac.id
48
h. Klasifikasi Kecelakaan Kerja
klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut Organisasi Perburuhan
Internasional (ILO) tahun 1962 terdiri dari :33
1. Klasifikasi kecelakaan kerja dilihat dari jenis kecelakaannya
a) Terjatuh
b) Tertimpa benda jatuh
c) Tertumbuk
d) Terjepit oleh benda
e) Gerakan-gerakan melebihi kemampuan
f) Pengaruh suhu tinggi
g) Terkena arus listrik
h) Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi Jenis-jenis lain
termasuk kecelakaan-kecelakaan yanga datanya tidak cukup atau
kecelakaan lain yang belum masuk klasifikasi tersebut.
2. Klasifikasi kecelakaan kerja menurut penyebabnya
a) Penyebab mesin, memungkinkan terjadinya kecelakaan di dalam
mempergunakan alat-alat di bawah ini :
1) Pembangkit tenaga, terkecuali motor-motor listrik
2) Mesin penyalur (transmisi)
3) Mesin-mesin pengolah kayu
33
Encyclopedia of occupational health and safety, vol I A.K, ILO, Geneva, 1971
repository.unisba.ac.id
49
4) Mesin-mesin untuk mengerjakan logam
5) Mesin-mesin pertanian
6) Mesin-mesin pertambangan
7) Mesin-mesin yang tidak termasuk klasifikasi tersebut.
b) Penyebab alat angkut dan alat angkat, memungkinkan terjadinya
kecelakaan di dalam mempergunakan alat-alat di bawah ini :
1) Mesin angkat dan peralatannya
2) Alat angkutan di atas rel
3) Alat angkutan lain yang beroda
4) Alat angkutan udara
5) Alat angkutan air
6) Alat-alat angkutan lain.
c) Penyebab dari peralatan lain yang juga memungkinkan terjadinya
kecelakaan antara lain oleh alat-alat di bawah ini :
1) Bejana bertekanan
2) Dapur pembakar dan pemanas
3) Instalasi pendingin
4) Instalasi listrik, termasuk motor listrik, tetapi dikecualikan alatalat
listrik (tangan)
5) Alat-alat listrik (tangan)
repository.unisba.ac.id
50
6) Alat-alat kerja clan perlengkapannya. kecuali alat-alat listrik
7) Tangga
8) Perancah (steger)
9) Peralatan lain yang belum termasuk klasifikaasi tersebut.
d) Penyebab dari digunakannya bahan-bahan, zat-zat dan radiasi di bawah
ini :
1) Bahan peledak
2) Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia, terkecuali bahan peledak
3) Benda-benda melayang
4) Radiasi
5) Bahan-bahan dan zat-zat lain yang belum termasuk golongan
tersebut.
e) Penyebab dari lingkungan kerja memungkinkan tejadi kecelakaan di
bawah ini :
1) Kecelakaan di luar bangunan
2) Kecelakaan di dalam bangunan
3) Kecelakaan di bawah tanah
repository.unisba.ac.id
51
f) Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan-golongan
tersebut:
1) Hewan
2) Penyebab lain
g) Penyebab-penyebab yang belum termasuk golongan tersebut atau data
tidak memadai
3. Klasifikasi kecelakaan kerja menurut sifat luka atau kelainan yang
mungkin ditimbulkan, antara lain :
a) Patah tulang
b) Dislokasi/keseleo
c) Regang otot/urat
d) Memar dan luka dalam yang lain
e) Amputasi
f) Luka-luka lain
g) Luka di permukaan
h) Gegar dan remuk
i) Luka bakar
j) Keracunan-keracunan mendadak (akut)
k) Akibat cuaca, dan lain-lain
1) Mati lemas
repository.unisba.ac.id
52
m) Pengaruh arus listrik
n) Pengaruh radiasi
o) Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya
p) Lain-lain
4. Klasifikasi kecelakaan kerja menurut letak kelainan atau luka di tubuh, antara lain
dibagian tubuh dibawah ini :
a) Kepala
b) Leher
c) Badan
d) Anggota badan atas
e) Anggota badan bawah
f) Banyak tempat
g) Kalman umum
h) Letak lain yang tidak dapat dimasukkan klasifikasi tersebut.
Klasifikasi tersebut yang bersifat jamak adalah pencerminan kenyataan,
bahwa kecelakaan akibat kerja jarang sekali disebabkan oleh suatu faktor,
melainkan oleh berbagai faktor. Klasifikasi menurut jenis menunjukkan
peristiwa yang langsung mengakibatkan kecelakaan dan menyatakan
bagaimana suatu Benda atau zat sebagai penyebab kecelakaan
repository.unisba.ac.id
53
menyebabkan terjadinya kecelakaan, sehingga sering dipandang sebagai kunci
bagi penyelidikan lebih lanjut.
Klasifikasi menurut penyebab dapat dipakai untuk menggolongkan
penyebab menurut kelainan atau luka-luka akibat kecelakaan atau menurut jenis
kecelakaan yang diakibatkannya. Keduanya membantu dalam usaha pencegahan
kecelakaan, tetapi klasifikasi yang disebut terakhir merupakan klasifikasi yang
palig utama dan sangat penting. Klasifikasi menurut sifat dan letak luka atau
kelainan di tubuh berguna bagi penelaahan tentang kecelakaan lebih lanjut dan
terperinci.
Suatu kecelakaan itu dapat terjadi pasti ada sebabnya, faktor yang
menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja, diantaranya :34
1. Faktor Manusia
Meliputi aturan kerja, kemampuan pekerja (usia, masa kerja/ pengalaman,
kurangnya kecakapan dan lambatnya dalam mengambil keputusan )
misalnya karena kurangnya keterampilan atau kurangnya pengetahuan,
salah penempatannya seperti seorang tenaga kerja lulusan Sekolah
Teknologi Menengah (STM) akan tetapi oleh perusahaan ditempatkan di
bagian tata usaha.
2. Faktor materialnya /bahannya/ peralatannya
34
Sendjun H Manulang, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta,
1988, hlm.87
repository.unisba.ac.id
54
Misalnya bahan yang seharusnya terbuat dari besi, akan tetapi supaya Iebih
murah dibuat dan bahan lainnya sehingga dengan mudah dapat menimbulkan
kecelakaan.
3. Faktor bahaya/ sumber bahaya, ada dua sebab :
a. Perbuatan berbahaya
Misalnya karena metode kerja yang salah, keletihan/kelesuan, sikap
kerja yang tidak sempurna dan sebagainya.
b. Kondisi/ keadaan berbahaya
Yaitu keadaan yang tidak aman dan mesin/ peralatan-peralatan,
lingkungan, proses, sifat pekerjaan.
4. Faktor yang dihadapi
Misalnya kurangnya pemeliharaan/perawatan mesin-mesin/ peralatan
sehingga tidak bisa bekerja dengan sempurna.
Tiap kecelakaan adalah kerugian. Kerugian ini terlihat dan adanya dan
besarnya biaya kecelakaan. Biaya untuk kecelakaan ini sering-sering sangat
besar. Biaya ini dapat bagi menjadi biaya langsung dan biaya tersembunyi. Biaya
langung adalah biaya atas PPPK, pengobatan dan perawatan, biaya rumah sakit,
biaya angkutan, upah selama pekerja tak mampu bekerja, kompensasi cacat dan
biaya atas kerusakan bahan-bahan, alat-alat dan mesin. Biaya tersembunyi
meliputi segala sesuatu yang tidak terlihat pada waktu dan beberapa waktu
setelah kecelakaan terjadi. Biaya ini meliputi berhentinya operasi perusahaan
oleh karena pekerja-pekerja lainnya
repository.unisba.ac.id
55
menolong atau tertarik oleh peristiwa kecelakaan itu, biaya yang harus
diperhitungkan untuk mengganti orang yang sedang menderita oleh karena
kecelakaan dengan orang baru yang belum biasa bekerja di tempat itu, dan lain-
lain.35
Faktor manusia dalam timbulnya kecelakaan sangat penting, hal ini karena
hampir 80-85% kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan manusia.
Upaya untuk mencari sebab kecelakaan disebut analisa sebab kecelakaan. Analisa
ini dilakukan dengan mengadakan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap
peristiwa kecelakaan. Untuk melakukan analisa kecelakaan bukanlah hal yang
mudah. Hal ini dikarenakan penenuan sebabsebab keclakaan secara tepat.
Kecelakaan tersebut harus secara tepat dan jelas diketahui, bagaimana dan
mengapa sampai terjadi kecekaan tersebut.
Adapun sebab-sebab kecelakaan36
terbagi atas sebab dasar atau asal mula
dan sebab utama atau gejala. Sebab-sebab tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut :
a) Sebab dasar adalah merupakan sebab atau faktor yang mendasari secara
umum terhadap kejadian kecelakaan, yaitu :
1. Pertisipasi pihak manajemen/pimpinan perusahaan dalam pelaksanaan
keselamatan dan kesehatan kerja
2. Faktor manusia atau dalam hal ini pekerja
35
Suma’mur, Op.Cit, hlm.213 36
Sri Warjiati, Hukum Ketenagakerjaan Keselamatan Kerja dan Perlindungan Upah Pekerja
Wanita, Tarsito, Bandung, 1998, hlm.84-85
repository.unisba.ac.id
56
3. Faktor kondisi dan lingkungan kerja
b) Sebab utama adalah sebab yang timbul akibat adanya faktor dan persyaratan
yang belum dilaksanakan. Maka dengan kata lain adalah apabila pimpinan
perusahaan/ manajemen telah melaksanakan program-program K3 di
perusahaannya sebab ini tidak akan timbul. Sebab utama yang kita kenal
yaitu :
1. Kondisi tidak aman (unsafe conditions), yaitu kondisi yang tidak aman
dan ; mesin, peralatan, pesawat, bahan dan sebagainya; lingkungan;
proses; sifat pekerjaan;cara kerja.
2. Perbuatan yang tidak aman (unsafe actions), yaitu perbuatan berbahaya
dari manusia.
i. Kerugian Yang Disebabkan Kecelakaan Kerja
Kerugian yang disebabkan oleh kecelakaan kerja dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu :37
1. Kerugian yang bersifat ekonomis, antara lain :
a. Kerusakan/kehancuran mesin, peralatan, bahan dan bangunan.
b. Biaya pengobatan dan perawatan korban.
c. Tunjangan kecelakaan.
d. Hilangnya waktu kerja.
e. Menurunnya jumlah maupun mutu produksi.
37
Sendjun H Manulang, Op.Cit, hlm.88
repository.unisba.ac.id
57
2. Kerugian yang bersifat non ekonomis
Pada Umumnya berupa penderitaan manusia yaitu tenaga kerja yang
bersangkutan, baik itu merupakan kematian, luka/cedera berat maupun
luka ringan.
Perusahaan wajib menjamin keselamatan kerja para pekerjanya dan tidak dapat
melepaskan tanggung jawabnya dalam memberikan perlindungan pada para pekerjanya
jika terjadi kecelakaan kerja yang disebabkan karena kelalaian dan pekerja itu sendiri.
kerugian yang nampak berupa biaya perawatan medis dan kompensasi yang
diasuransikan. Sedangkan biaya akibat kecelakaan yang tidak Nampak dan tidak
diasuransikan, antara lain : biaya kerusakan gedung, biaya kerusakan peralatan dan
perkakas, kerusakan produk dan bahan, biaya pengeluaran persediaan dan peralatan
darurat, serta biaya reparasi dan penggantian. Besarnya biaya kerugian tersebut seharusnya
membuat perusahaan lebih memperhatikan aspek keselamatan dan kesehatan kerja dalam
setiap proses pekerjaan untuk menghindari kerugian.38
Dalam hal perusahaan belum ikut serta dalam program BPJS Kesehatan, maka
pengusaha wajib memberikan jaminan kecelakaan kerja kepada tenaga kerjanya seperti
tercantum dalam pasal 4 PP no.14 Tahun 1993 tentang penyelenggaraan program Jaminan
Sosial Tenaga Kerja.
38
Katia, Analisis Kecelakaan kerja, FKM Universitas Indonesia, Jakarta, 2009, hlm.14
repository.unisba.ac.id
58
B. Undang-undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS)
a. Pengertian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(UU BPJS), secara tegas menyatakan bahwa BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah
badan hukum publik. BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah BPJS Kesehatan dan
BPJS Ketenagakerjaan.
Sebagai Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam bidang asuransi sosial BPJS
Ketenagakerjaan yang dahulu bernama PT Jamsostek (Persero) merupakan pelaksana
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek).
1) BPJS Ketenagakerjaan sebelumnya bernama Jamsostek (jaminan sosial tenaga
kerja), yang dikelola oleh PT. Jamsostek (Persero), namun sesuai UU No. 24
Tahun 2011 tentang BPJS, PT. Jamsostek berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan
sejak tanggal 1 Januari 2014.
2) BPJS Kesehatan dahulu bernama Askes bersama BPJS Ketenagakerjaan
merupakan program pemerintah dalam kesatuan Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) yang diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013. BPJS Kesehatan mulai
beroperasi sejak 1 Januari 2014, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan yang mulai
berlaku 1 Januari 2014, dan mulai beroperasi paling lambat 1 Januari 2015
menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua,
program jaminan pensiun, dan program jaminan kematian bagi peserta.
repository.unisba.ac.id
59
Kedua BPJS tersebut pada dasarnya mengemban misi negara untuk memenuhi hak
konstitusional setiap orang atas jaminan sosial dengan menyelenggarakan program jaminan
yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Penyelenggaraan jamianan sosial yang adekuat dan berkelanjutan
merupakan salah satu pilar Negara kesejahteraan, disamping pilar lainnya, yaitu
pendidikan bagi semua, lapangan pekerjaan yang terbuka luas dan pertumbuhan ekonomi
yang stabil dan berkeadilan.
Mengingat pentingnya peranan BPJS dalam menyelenggarakan program jaminan
sosial dengan cakupan seluruh penduduk Indonesia, maka UU BPJS memberikan batasan
fungsi, tugas dan wewenang yang jelas kepada BPJS. Dengan demikian dapat diketahui
secara pasti batas-batas tanggung jawabnya dan sekaligus dapat dijadikan sarana untuk
mengukur kinerja kedua BPJS tersebut secara transparan.
BPJS Sebagai Pelaksana Undang-undang Jamsostek Berdasarkan PP No 14
tahun 1993 tentang penyelenggaraan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja :39
"pengusaha yang memperkerjakan tenaga kerja sebanyak 10 (sepuluh) orang atau
lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp. 1.000.000.- (satu juta rupiah)
sebulan, wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja."
Dari peraturan diatas dapat diketahui bahwa seriap pekerja yang bekerja disuatu
perusahaan atau kepada pengusaha yang mempunyai tenaga kerja sebanyak 10 (sepuluh)
orang atau lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah)
sebulan, wajib untuk diikutsertakan dalam program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
39
Abdul Khakim, Op.Cit, hlm.100
repository.unisba.ac.id
60
Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja diselenggarakan oleh Negara, tetapi
pelaksanaannya dilakukan oleh Badan Penyelenggaraan yang ditunjuk. Dalam hal ini
Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan melimpahkan tugas dan
wewenang penyelenggaraan program tersebut kepada Badan Penyelenggaraan yang
ditunjuk dalam hal ini adalah BPJS Ketenagakerjaan.
b. Ruang Lingkup BPJS Ketenagakerjaan sebagai Pelaksana Jamsostek
Berdasarkan ketentuan pasal 6 ayat (1) Undang-undnag Nomor 3 Tahun
1992, ruang lingkup program Jamsostek meliputi :40
a. Jaminan Kecelakaan Kerja
b. Jaminan Kematian
c. Jaminan Hari Tua
d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana diimaksud dalam Pasal 6
diperuntukkan bagi tenaga kerja. Tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, setiap
saat menghadapi risiko sosial berupa peristiwa yang dapat mengakibatkan
berkurangnya atau hiangnya penghasilan. Oleh karena itu, perlu adanya
peningkatan perlindungan tenaga kerja dalam program jamina sosial tenaga kerja
yang bertujuan untuk memberikan ketenangan bekerja dan menjamin
kesejahteraan tenaga kerja beserta keluarganya.
a) Jaminan Kecelakaan Kerja
40
Wijayanti Asri, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm.126
repository.unisba.ac.id
61
Yang dimaksud dengan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) adalah santunan berupa
uang sebagai biaya pengganti pengangkutan, biaya pemeriksaan, biaya pengobatan
dan atau perawatan, biaya rehabilitasi serta santunan sementara tidak mampu
bekerja, santunan cacat sebagian untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental,
santunan kematian sebagai akibat peristiwa berupa kecelakaan kerja.
Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak atas jaminan
kecelakaan kerja berupa penggantian biaya yang meliputi :41
a. Biaya pengangkutan tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja ke Rumah
Sakit dan atau kerumahnya, termasuk biaya pertolongan pertama pada
kecelakaan;
b. Biaya pemeriksaan, biaya pengobatan dan atau perawatan selama di Rumah
sakit, termasuk rawat jalan;
c. Biaya rehabilitasi berupa alat bantu (orthese) dan atau alat ganti (prothese) bagi
tenaga kerja yang anggota badannya hilang atau tidak berfungsi akibat
kecelakaan kerja.
Selain penggantian biaya tersebut, kepada tenaga kerjja yang tertimpa kecelakaan
kerja diberikan juga santunan berupa uang yang meliputi
a. Santunan sementara tidak mampu bekerja.
b. Santunan cacat sebagian untuk selama-lamanya.
c. Santunan cacat total untuk selama-lamanya baik fisiik maupun mental.
d. Santunan kematian.
41
Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993
repository.unisba.ac.id
62
Berdasarkan PP No. 64 Tahun 2005 jo PP No. 14 Tahun 1993 tentang
penyelenggaraan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja dijelaskan mengenai
besarnya jaminan sosial tenaga kerja :
A. Santunan
1. Santunan sementara tidak mampu bekerja (STMB) 4 bulan pertama
100% x upah sebulan, 4 bulan kedua 75% x upah sebulan dan
bulan seterusnya 50% x upah sebulan.
2. Santunan cacat :
a. Santunan cacat sebagian untuk selama-lamanya dibayarkan
secara sekaligus (lumpsum) dengan besarnya sesuai table x 70
bulan upah.
b. Santunan cacat total untuk selama-lamanya dibayarka secara
sekaligus (lumpsum) dan secara berkala dengan besarnya
santunan adalah :
b. 1. santunan sekaligus sebesar 70% x 70 bulan upah;
b.2. santunan berkala sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah)
selama 24 (dua puluh empat) bulan;
c. santunan cacat kekurangan fungsi dbayarkan secara sekaligus
(lumpsum) dengan besarnya santunan adalah :
% berkurang fungsi x % sesuai label x 70 bulan upah
repository.unisba.ac.id
63
3. Santunan kematian dibayarkan secara sekaligus (lumpsum) dan secara
berkala dengan besarnya santunan adalah :
a. Santunan sekaligus sebesar 60% x 70 bulan upah,
sekurang-kurangnya sebesar santunan kematian;
b. Santunan berkala sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu
rupiah) selama 24 (dua puluh empat) bulan;
c . B i a y a p e m a k a ma n s e b e s a r R p . 1 . 5 0 0 . 0 0 0 , -
( s a t u j u t a l i ma r a t u s r i b u r u p i a h )
B . P e n g o b a t a n d a n p e r a w a t a n s e s u a i d e n g a n b i a y a y a n g
d i k e l u a r k a n :
1. Dokter,
2. Obat,
3. Operasi,
4. Rontgen, laboratorium,
5. Perawatan puskesmas, Rumah sakit umum kelas I,
6. Gigi,
7. Mata,
8. Jasa tabib/sinshe/tradisional yang telah mendapatkan ijin resmi
dan instansi yang berwenang.
Seluruh biaya yang dikeluarkan untuk satu peristiwa kecelakaan
tersebut pada B1 sampai B8 dibayarkan maksimum Rp. 8.000.000,-
(delapan juta rupiah).
repository.unisba.ac.id
64
C. Biaya rehabilitasi harga berupa penggantian pembelian alat bantu
(orthose) dan atau alat pengganti (prothese) diberikan satu kali untuk
setiap kasus dengan patokan harga yang ditetapkan oleh pusat
rehabilitasi ditambah 40% (empat puluh persen) dari harga tersebut.
D. Penyakit yang timbul karena hubungan kerja.
Besarnya santunan dan biaya pengobatan/perawatan sama dengan A
dan B.
E. Ongkos pengangkutan tenaga kerja dari tempat kejadian kecelakaan
kerja ke rumah sakit diberikan penggantian biaya sebagai berikut :
1. Bilamana hanya menggunakan jasa angkutan darat/sungai
maksimum sebesar Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah).
2. Bilamana hanya menggunakan jasa angkutan laut maksimal sebesar
Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah).
3. Bilamana hanya menggunakan jasa angkutan udara maksimal
sebesar Rp. 400.000,- (empat ratus ribu rupah).
iuran jaminan kecelakaan kerja ditanggung oleh pengusaha, besarnya iuran
jaminan kecelakaan kerja yang didasarkan pada kelompok jenis usaha
adalah :
repository.unisba.ac.id
65
Kelompok I : 0,24% (nol koma dua puluh empat persen) dari upah sebulan
Kelompok II : 0,54% (nol koma lima puluh empat persen) dari upah
sebulan
Kelompok III : 0,89% (nol koma delapan puluh Sembilan persen) dari upah
sebulan
Kelompok IV : 1,24% (satu koma dua puluh empat persen) dari upah
sebulan
Kelompok V : 1,74% (satu koma tujuh puluh empat peersen) dari upah
sebulan.
b) Jaminan Kematian
Yang dimaksud dengan Jaminan Kematian (JKM) adalah santunan
kematian berupa uang tunai dan santunan berupa uang untuk pengganti biaya
pemakaman, seperti pembelian tanah (sewa/retribusi), peti jenazah, kain kafan,
transportasi dan lain-lain yang berkaitan dengan tata cara pemakaman sesuai
dengan adat istiadat, agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta
kondisi daerah masing-masing dari tenagga kerja yang bersangkutan. Tenaga
kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja, keluarganya berhak
atas jaminan kematian (JKM). Besarnya iuran Jaminan Kematian, sebesar 0,30%
(nol komma tiga puluh persen) dari upah sebulan dan ditanggung oleh
pengusaha.
repository.unisba.ac.id
66
c) Jaminan Hari Tua
Yang dimaksud dengan Jaminan Hari Tua (JHT) adalah santunan berupa
uang yang dibayarkan secara sekaligus atau berkala atau sebagian dan berkala
kepada tenaga kerja karena :
a. Telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun, atau;
b. Cacat total tetap setelah ditetapkan oleh dokter
Besarnya iuran Jaminan Hari Tua, sebebsar 5,70% (lima koma tujuh puluh
persen) dari upah sebulan, sebesar 3,70% (tiga koma tujuh puluh persen) oleh
pengusaha dan 2% (dua persen) ditanggung oleh tenaga kerja.
d) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Yang dimaksud dengan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) adalah
jaminan berupa pelayanan kesehatan yang diberikan kepada tenaga kerja atau
suami istri yang sah dan anak yang bersifat menyeluruh dan meliputi pelayanan
peningkatan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, serta pemulihan
kesehatan.
Besarnya iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, sebesar 6% (enam
persen) dan upah sebulan bagi tenaga kerja yang sudah berkeluarga, dan 3%
(tiga persen) dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang belum berkeluarga, iuran
ini ditanggung oleh pengusaha. Perbedaan besar iuran Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan (JPK) bagi tenaga kerja yang sudah berkeluarga dan yang belum
berkeluarga dimaksudkan agar adanya keseimbangan antara
repository.unisba.ac.id
67
kewajiban pengusaha dan pelayanan yang diberikan kepada tenaga kerja itu
sendiri.
Pengusaha wajib membayar iuran dan pemungutan iuran yang menjadi kewajiban
tenaga kerja melalui pemotongan upah tenaga kerja serta membayarkan kepada Badan
Penyelenggara.
Iuran Jaminan Kecelakaan kerja (JKK), iuran Jaminan Kematian (JKM), dan
iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) ditanggung oleh pengusaha, sedang iuran
Jaminan Hari Tua (JHT) ditanggung oleh pengusaha dan tenaga kerja. Pada dasarnya
besar iuran yang harus dibayarkan perusahaan kepada Badan Penyelenggara diatur dalam
Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan program Jaminan
Sosial Tenaga Kerja. Tetapi bagi perusahaan jasa konstruksi, pemerintah mengeluarkan
aturan yang terperinci, hal ini diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. kep-
196/MEN/1999 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan kerja bagi Tenaga Kerja Harian
Lepas, borongan, dan perjanjian kerja waktu tertentu pada sektor jasa konstruksi.
Dalam UU no. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dinyatakan
sanksi bagi perusahaan yang tidak memenuhi kewajibannya dalam program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau
denda setinggi-tingginya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)
repository.unisba.ac.id