37
31 BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA WANITA DAN KECELAKAAN KERJA YANG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANGUNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) A. Ketenagakerjaan Pada Umumnya a. Pengertian Pekerja dan Pengusaha Dahulu istilah pekerja belum dikenal, karena pada zaman penjajahan Belanda lebih mengenal kata buruh daripada pekerja. Arti buruh itu sendiri adalah pekerja kasar seperti kuli, tukang, mandor yang melakukan pekerjaan kasar. Sedangkan yang melakukan pekerjaan dikantor maupun swasta disebut pegawai atau karyawan. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan yakni Buruh adalah barang siapa yang bekerja pada majikan dengan menerima upah (pasal 1 ayat 1a). Dalam perkembangan hukum perburuhan di Indonesia, istilah buruh diupayakan untuk diganti dengan istilah pekerja, sebagaimana yang diusulkan oleh pemerintah (Depnaker) pada waktu kongres FBSI II Tahun 1985. Alasan pemerintah repository.unisba.ac.id

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA WANITA DAN

KECELAKAAN KERJA YANG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANGUNDANG

NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN

SOSIAL (BPJS)

A. Ketenagakerjaan Pada Umumnya

a. Pengertian Pekerja dan Pengusaha

Dahulu istilah pekerja belum dikenal, karena pada zaman penjajahan

Belanda lebih mengenal kata buruh daripada pekerja. Arti buruh itu sendiri adalah

pekerja kasar seperti kuli, tukang, mandor yang melakukan pekerjaan kasar.

Sedangkan yang melakukan pekerjaan dikantor maupun swasta disebut pegawai

atau karyawan.

Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian

Perselisihan Perburuhan yakni Buruh adalah barang siapa yang bekerja pada

majikan dengan menerima upah (pasal 1 ayat 1a). Dalam perkembangan hukum

perburuhan di Indonesia, istilah buruh diupayakan untuk diganti

dengan istilah pekerja, sebagaimana yang diusulkan oleh pemerintah (Depnaker)

pada waktu kongres FBSI II Tahun 1985. Alasan pemerintah

repository.unisba.ac.id

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

32

karena istilah buruh kurang sesuai dengan kepribadian bangsa, buruh lebih

cenderung menunjuk pada golongan yang selalu ditekan dan berada dibawah pihak

lain yakni majikan.19

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1

angka (3) memberikan pengertian Pekerja :

"Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau

imbalan dalam bentuk apapun."

Untuk kepentingan santunan jaminan kecelakaan kerja dalam perlindungan

Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) berdasarkan UndangUndang No. 3

Tahun 1992, pengertian "pekerja" diperluas yakni termasuk :

1. Magang dan murid yang bekerja pada perusahaan baik yang menerima upah

maupun tidak,

2. Mereka yang memborong pekerjaan kecuali jika yang memborong adalah

perusahaan,

3. Narapidana yang dipekerjakan di perusahaan.

Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk

memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis

kelamin, suku, ras, agama, tennasuk perlakuan yang sama terhadap para

penyandang cacat. Pasal 6 Undang-undang nomor 13 tahun 2003 menyatakan

19

Husni Lalu, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,

2007, hlm.34

repository.unisba.ac.id

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

33

bahwa setiap pekerja/buruh memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari

pengusaha.20

Pengertian pengusaha menurut Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000

Pasal 1 ayat (7), yaitu :

.,pengusaha adalah :

a. Orang perorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan

perusahaan milik sendiri.

b. Orang perorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri

sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya.

c. Orang perorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di

Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan

b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia."

Secara umum, pengertian pengusaha adalah mencakup orang pribadi, persekutuan

atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan.

b. Pengertian Pekerja Wanita

Pekerja wanita adalah setiap orang (dalam hal ini adalah wanita) yang

mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk

memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat.21

20

Rusli Hardijan, Op.Cit, hlm.7 21

www.google.com

repository.unisba.ac.id

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

34

Puluhan juta wanita yang bekerja di Indonesia, sebagaimana kodratnya

wanita mengalami menstruasi, hamil dan menyusui. Mengenai hal ini pekerja

wanita perlu mengetahui aturan dan hak pekerja wanita. Hak-hak pekerja wanita

diantaranya adalah 22

:

a. Larangan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja wanita

Pasal 153 UUKK mengatur larangan pemutusan hubungan kerja

terhadap pekerja wanita dengan lasan pekerja wanita menikah, sedang

hamil dan melahirkan, merupakan bentuk perlindungan bagi pekerja

wanita sesuai kodrat, harkat dan martabatnya.

Kodrat wanita mengalami menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui

adalah suatu keadaan dan wilayah yang tidak bisa dijangkau oleh

manusia. Diskriminasi atas kodrat adalah suatu yang mustahil.

b. Cuti haid

Cuti haid bagi wanita adalah suatu yang tetap menjadi pro dan kontra.

Pasal 81 UUKK menyatakan, "pekerja/buruh perempuan yang dalam

masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha,

tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.”

22

Editus Adisu dan Libertus Jaehani, Hak-hak pekerja perempuan, Visimedia, Jakarta, 2006, hlm.33

repository.unisba.ac.id

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

35

Bagi sebagian wanita yang tidak setuju dimaksudkan Pasal 81 UUKK

tentang cuti haid melihat bahwa pengaturan tersebut merupakan

perlakuan diskriminatif karena haid adalah kodrat. Alasan mereka,

dengan semakin canggihnya teknologi dan semakin tingginya

kesadaran wanita akan kesehatan maka masalah haid bukan lagi

menjadi faktor penghambat untuk beraktifitas. Masalah haid adalah

berkaitan dengan reproduksi dan reproduksi adalah masalah kodrat.

Sebagian wanita ada yang setuju dengan Pasal tersebut menganggap

bahwa kewajiban cuti haid bagi pekerja wanita adalah masalah hak,

dan hak boleh diambil atau tidak. Memang sering dengan bergulirnya

pendapaat pro dan kontra tersebut, walaupun cuti haid adalah sesuatu

yang wajib dilaksanakan tetapi kenyataannya, banyak sekali pekerja

wanita di perusahaan tertentu tidak menggunakan haknya atau

mengabaikan ketentuan tersebut, artinya bahwa pekerja wanita tetap

melaksanakan tugas dan kewajibannya walaupun dalam keadaan haid.

c. Cuti hamil

Kebijakan pemerintah untuk memberikan cuti hamil kepada wanita

adalah sesuatu yang wajib karena kodrat sebagai wanita. Ketentuan

Pasal 82 UUKK tersebut menyatakan, "pekerja/buruh perempuan

berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan

repository.unisba.ac.id

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

36

sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau

bidan."

Pekerja wanita juga selain diberikan cuti hamil juga diberikan

kesempatan untuk menyusui anaknya selama melakukan pekerjaan.

Ketentuan Pasal 83 UUKK tersebut menyatakan, "peketja/buruh

perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan

sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama

waktu kerja."

UUKK memperbolehkan untuk melakukan itu, tetapi pada

kenyataannya pekerja wanita tidak melakukannya bukan karena

dilarang oleh pengusaha tetapi kemauan pekerja itu sendiri dengan

alasan menghambat pekerjaan. Selama pekerja wanita melaksanakan

cuti melahirkn selama 3 (tiga) bulan maka pekerja tersebut tetap

berhak mendapatkan upah penuh.

Hak-hak pekerja pada umumnya dan pekerja wanita pada khususnya sudah

diatur lebih rinci baik dalam UUKK maupun dalam peraturan pelaksanaannya.

Dalam UUKK ada banyak Pasal yang mencantumkan sanksi atau hukuman yang

dapat dijatuhkan kepada pengusaha atau siapapun yang melakukan pelanggaran.

Sanksi-sanksi terhadap pelanggaran hak pekerja wanita yaitu :

a. Sanksi Administratif

repository.unisba.ac.id

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

37

Sanksi administratif terjadi apabila pengusaha atau siapapun

memperlakukan pekerja wanita secara diskriminasi, misalnya dalam

hal kesempatan yang berbeda dalam mendapatkan kesempatan kerja.

Bentuk sanksi administratif tersebut dapat berupa :

1) Teguran

2) Peringatan tertulis

3) Pembatasan kegiatan usaha

4) Pembekuan kegiatan usaha

5) Pembatalan persetujuan

6) Pembatalan pendaftaran

7) Penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi

8) Pencabutan izin usaha (Pasal 190 UUKK)

b. Sanksi Perdata

Alasan-alasan pemberlakuan sanksi perdata adalah apabila pekerjaan

yang diperjanjikan tersebut ternyata bertentangan dengan kesusilaan

dan norma-norma umum. Akibat hukumnya perjanjian tersebut batal

demi hukum (Pasal 52 dan 155 UUKK)

c. Sanksi Pidana

Sanksi pidana penjara atau denda terhadap pelanggaran hak pekerja

wanita termuat dalam beberapa pasal UUKK. Berikut beberapa

repository.unisba.ac.id

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

38

ketentuan yang mengatur tentang sanksi pidana penjara atau denda

tersebut.

1) Sanksi tindak pidana kejahatan dengan ancaman pidana penjara

paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan

atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

dan paling banyak Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah )

bagi pengusaha yang tidak memberikan kepada pekerja wanita

hak istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya

melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan

menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan (Pasal 185

UUKK)

2) Sanksi tindak pidana pelanggaran dan diancam penjara paling

singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) bulan dan atau

denda paling sedikit Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan

paling banyak Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) bagi

pengusaha yang tidak membayar upah bagi pekerja wanita yang

sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak

dapat menjalankan pekerjaannya (Pasal 185 UUKK)

3) Sanksi tindak pidana pelanggaran dengan ancaman hukuman

kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua

belas) bulan dan atau denda paling sedikit Rp. 10.000.000,00

repository.unisba.ac.id

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

39

(sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000,00

(seratus juta rupiah) bagi pengusaha yang :

a) Mempekerjakan pekerja perempuan yang berumur kurang dari

18 (delapan belas) tahun antara pukul 23.00 sampai dengan

pukul 07.00

b) Mempekerjakan pekerja wanita hamil menurut keterangan

Dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan

kandungannya maupun bagi dirinya bila bekerja pada pukul

23.00 sampai dengan pukul 07.00

c) Mempekerjakan pekerja wanita antara pukul 23.00 sampai

dengan pukul 07.00 yang tidak memberikan makanan dan

minuman serta tidak menjaga kesusilaan dan keamanan selama

di tempat kerja

d) Tidak menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja wanita

yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai

dengan pukul 05.00

c. Perlindungan Hukum terhadap Pekerja

1. Perlindungan Pekerja pada Umumnya

Pekerja adalah tulang punggung perusahaan, tanpa adanya pekerja

tidak akan mungkin suatu perusahaan akan berjalan dengan lancar.

repository.unisba.ac.id

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

40

Menyadari peran penting pekerja sebagai salah satu faktor pendukung

keberhasilan perusahaan harus diimbangi pula dengan memperhatikan

keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan pekerja, sehingga perlu upaya

peningkatan perlindungan pekerja.

Pemikiran-pemikiran itu merupakan program perlindungan pekerja, yang

dalam praktek sehari-hari berguna untuk dapat mempertahankan produktivitas

dan kestabilan perusahaan.23

Menurut Soepomo perlindungan pekerja dibagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu :24

1. Perlindungan Ekonomis

Perlindungan pekerja dalam bentuk penghasilan yang cukup, termasuk bila

pekerja tidak mampu bekerja di luar kehendaknya.

2. Perlindungan Sosial

Perlindungan pekerja dalam bentuk jaminan kesehatan kerja, kebebasan

berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi.

3. Perlindungan Teknis

Perlindungan pekerja dalam bentuk keamanan dan keselamatan kerja.

Perlindungan pekerja yang melakukan pekerjaan baik dalam hubungan kerja

maupun di luar hubungan kerja melalui program Jaminan Sosial

23

Zainal Asikin, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993,

hlm.75 24

Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,

2003, hlm.62

repository.unisba.ac.id

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

41

Tenaga kerja, selain memberikan ketenangan kerja juga mempunyai dampak

positif terhadap usaha-usaha peningkatan disiplin dan produktivitas pekerja.

Perlindungan pekerja dapat dilakukan, baik dengan jalan memberikan tuntunan,

maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan hak-hak asasi manusia,

perlindunga fisik dan teknis serta sosial dan ekonomi melalui norma yang

berlaku dalam lingkungan kerja itu. Dengan demikian maka perlindungan

pekerja mencakup :25

1. Norma Keselamatan Kerja

Meliputi keselamatan kerja yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat-

alat kerja bahan dan proses pengerjaannya, keadaan tempat kerja dan

lingkungan serta cara-cara melakukan pekerjaan.

2. Norma Kesehatan Kerja dan Heigiene Kesehatan Perusahaan

Meliputi pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan pekerja,

dilakukan dengan mengatur pemberian obat-obatan, perawatan

pekerja yang sakit, mengatur persediaan tempat, cara dan syarat kerja

yang memenuhi heigiene kesehatan perusahaan dan kesehatan pekerja

untuk mencegah penyakit, baik sebagai akibat bekerja atau penyakit

umum serta menetapkan syarat kesehatan bagi perumahan pekerja.

25

Zainal Asikin, Op.Cit, hlm.76

repository.unisba.ac.id

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

42

3. Norma Kerja

Meliputi perlindungan terhadap pekerja yang bertalian dengan waktu

bekerja, sistem pengupahan, istirahat, cuti, pekerja wanita, anak,

kesusilaan ibadah menurut agama keyakinan masig-masing yang

diakui oleh pemerintah, kewajiban sosial kemasyarakatan dan

sebaginya guna memelihara kegairahan dan moril kerja yang

menjamin Jaya guna kerja yang tinggi serta menjaga perlakuan yang

sesuai dengan martabat manusia dan moral.

4. Kepada Pekerja yang mendapat Kecelakaan dan/atau menderita

penyakit kuman akibat pekerjaan, berhak atas ganti rugi perawatan dan

rehabilitasi akibat kecelakaan dan atau penyakit akibat pekerja, ahli

warisnya berhak mendapat ganti kerugian.

d. Perlindungan Hukum terhadap Pekerja Wanita

Perlindungan hak-hak pekerja wanita dalam Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, selanjutnya disingkat UUKK, dan beberapa

peraturan pelaksanaannya sudah mengatur hak-hak/perlindungan terhadap pekerja

wanita, walaupun harus diakui regulasi tersebut belum sempurna.

repository.unisba.ac.id

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

43

Dalam UUKK hak-hak pekerja Indonesia termasuk pekerja wanita

mendapatkan kepastian tentang ketentuan normatif/nominal yang wajib

diberikan pengusaha kepada pekerja. Sedangkan untuk hak-hak lain yang

disebut dengan "kepentingan" seperti tunjangan-tunjangan, bonus, insentif dan

lain-lain diluar hak-hak normatif Undnag-Undnag ini mengamanatkan kepada

pengusaha dan pekerja untuk negosiasi mencapai kesepakatan dan hal tersebut

diminta dituangkan dalam perjanjian kerja bersama atau peraturan perusahaan.

Undang-undang telah memberikan perlindungan terhadap hak-hak dasar

pekerja. Pengusaha atau sipapun yang melanggar hak-hak dasar pekerja dapat

dijatuhkan sanksi, mulai dan sanksi ringan seperti teguran, peringantan,

pencabutan usaha sampai pada tingkat pelanggaran yang dapat digolongkan

sebagai kejahatan sehingga dapat dikenakan sanksi kurungan atau pidana penjara.

Hak-hak pekerja antara lain menyangkut :26

1. Perlindungan Upah

2. Jam kerja

3. Tunjangan Hari raya

4. Jaminan Sosial Tenaga Kerja

5. Kompensasi PHK

6. Hak istirahat/cuti

26

Perlindungan Hukum Pekerja Wanita, Universitas Pendidikan Indonesia (www.google.com),

hlm.49, pukul 08.23

repository.unisba.ac.id

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

44

Lalu dalam konvensi PBB tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi

terhadap wanita yang telah diratifikasi dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun

1984, secara khusus memberikan perlindungan bagi hak-hak pekerjaa wanita salah

satu implementasinya adalah untuk jenis pekerjaan yang sama, pengusaha tidak

boleh membeda-bedakan kompensasi yang diberikan kepada setiap pekerja baik

laki-laki maupun wanita.

Filosofi dibalik peraturan perundang-undangan tersebut tidak lain karena

menguatnya kesadaran bahwa sesungguhnya manusia, laki-laki dan wanita sama

derajat dan martabatnya. Karena itu bentuk diskriminasi dan ketidakadilan dalam

relasi antara pekerja dan pengusaha/majikan maupun antara laki-laki dan

perempuan harus dicegah.27

e. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu bentuk

perlindungan tenaga kerja dan menjadi hak dasar pekerja/buruh (Pasal 86 ayat (1)

huruf a Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ).

Keselamtan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin,

pesawat alat kerja, bahan dan proses pengelolaannya, landasan tempat kerja, dan

lingkungannya, serta cara-cara melakukan pekerjaan.28

27

Ibid, hlm.50 28

Abdul Khakim, Dasar-dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2009, hlm.116

repository.unisba.ac.id

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

45

Sedangkan kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang

bertujuan agar tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna, baik

fisik, mental, maupun sosial sehingga memungkinkan dapat bekerja secara

optimal.

Keselamatan dan kesehatan kerja diselenggarakan untuk melindungi

keselamatan pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal. Upaya

keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dimaksudkan untuk memberikan jaminan

keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara

pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat

kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.29

Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan

kesehatan kerja (K3) yang terintegerasi dengan manajemen perusahaan. Eksistensi

dari peraturan perundang-undangan keselamatan dan kesehatan kerja adalah :30

1. Melindungi pekerja dari resiko kecelakaan kerja

2. Meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh

3. Agar pekerja/buruh dan orang-orang disekitarnya terjamin keselamatannya

4. Menjaga agar sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan

berdaya guna.

29

Rusli Hardijan, Hukum Ketenagakerjaan, Ghalia Indonesia, Bogor, 2011, hlm.82 30

Abdul Khakim, Op.Cit, hlm.118

repository.unisba.ac.id

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

46

f. Ruang Lingkup Keselamatan kerja

Ruang lingkup keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah di setiap

tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun

di udara, dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Keselamatan dan kesehatan

kerja harus diterapkan dan dilaksanakan di setiap tempat kerja.

Unsur tempat kerja ada tiga, yaitu :31

1. Adanya suatu usaha, baik bersifat ckonomis maupun social.

2. Adanya sumber bahaya.

3. Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya, baik terus menerus maupun

sewaktu-waktu.

Penanggung jawab keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di tempat kerja

ialah pengusaha atau pimpinan atau pengurus tempat kerja. Pelaksanaan

keselamtan kerja di tempat kerja dilakukan secara bersama oleh pimpinan atau

pengurus perusahaan dan seluruh pekerja/buruh.

Pengawasan atas pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3)

dilakukan oleh pejabat/petugas yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja, yaitu :

a. Pegawai pengawas keselamatan dan kesehatan kerja, sebagai

pegawai teknis berkeahlian khusus dan Depnaker.

31

Ibid, hlm.119

repository.unisba.ac.id

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

47

b. Ahli keselamatan dan kesehatan kerja, sebagai ahli teknis berkeahlian

khusus dari luar Depnaker.

g. Pengertian Kecelakaan Kerja

Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970, kecelakaan kerja

adalah :

"Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak

dikehendaki, yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan

dapat menimbulkan kerugian, baik korban manusia atau harta Benda."

Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan

hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian

pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari perjalanan rumah

menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar

dilalui.

Kecelakaan tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya. Oleh karena

itu kecelakaan dapat dicegah, asal kita cukup kemauan untuk mencegahnya,

sebab-sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar untuk selanjutnya

dengan usaha-usaha koreksi yang ditujukan kepada sebab kecelakaan itu dapat

dicegah dan tidak berulang kembali.32

32

Sumakmur, Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, CV. Haji Masagung, Jakarta,

1989, hlm.212

repository.unisba.ac.id

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

48

h. Klasifikasi Kecelakaan Kerja

klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut Organisasi Perburuhan

Internasional (ILO) tahun 1962 terdiri dari :33

1. Klasifikasi kecelakaan kerja dilihat dari jenis kecelakaannya

a) Terjatuh

b) Tertimpa benda jatuh

c) Tertumbuk

d) Terjepit oleh benda

e) Gerakan-gerakan melebihi kemampuan

f) Pengaruh suhu tinggi

g) Terkena arus listrik

h) Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi Jenis-jenis lain

termasuk kecelakaan-kecelakaan yanga datanya tidak cukup atau

kecelakaan lain yang belum masuk klasifikasi tersebut.

2. Klasifikasi kecelakaan kerja menurut penyebabnya

a) Penyebab mesin, memungkinkan terjadinya kecelakaan di dalam

mempergunakan alat-alat di bawah ini :

1) Pembangkit tenaga, terkecuali motor-motor listrik

2) Mesin penyalur (transmisi)

3) Mesin-mesin pengolah kayu

33

Encyclopedia of occupational health and safety, vol I A.K, ILO, Geneva, 1971

repository.unisba.ac.id

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

49

4) Mesin-mesin untuk mengerjakan logam

5) Mesin-mesin pertanian

6) Mesin-mesin pertambangan

7) Mesin-mesin yang tidak termasuk klasifikasi tersebut.

b) Penyebab alat angkut dan alat angkat, memungkinkan terjadinya

kecelakaan di dalam mempergunakan alat-alat di bawah ini :

1) Mesin angkat dan peralatannya

2) Alat angkutan di atas rel

3) Alat angkutan lain yang beroda

4) Alat angkutan udara

5) Alat angkutan air

6) Alat-alat angkutan lain.

c) Penyebab dari peralatan lain yang juga memungkinkan terjadinya

kecelakaan antara lain oleh alat-alat di bawah ini :

1) Bejana bertekanan

2) Dapur pembakar dan pemanas

3) Instalasi pendingin

4) Instalasi listrik, termasuk motor listrik, tetapi dikecualikan alatalat

listrik (tangan)

5) Alat-alat listrik (tangan)

repository.unisba.ac.id

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

50

6) Alat-alat kerja clan perlengkapannya. kecuali alat-alat listrik

7) Tangga

8) Perancah (steger)

9) Peralatan lain yang belum termasuk klasifikaasi tersebut.

d) Penyebab dari digunakannya bahan-bahan, zat-zat dan radiasi di bawah

ini :

1) Bahan peledak

2) Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia, terkecuali bahan peledak

3) Benda-benda melayang

4) Radiasi

5) Bahan-bahan dan zat-zat lain yang belum termasuk golongan

tersebut.

e) Penyebab dari lingkungan kerja memungkinkan tejadi kecelakaan di

bawah ini :

1) Kecelakaan di luar bangunan

2) Kecelakaan di dalam bangunan

3) Kecelakaan di bawah tanah

repository.unisba.ac.id

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

51

f) Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan-golongan

tersebut:

1) Hewan

2) Penyebab lain

g) Penyebab-penyebab yang belum termasuk golongan tersebut atau data

tidak memadai

3. Klasifikasi kecelakaan kerja menurut sifat luka atau kelainan yang

mungkin ditimbulkan, antara lain :

a) Patah tulang

b) Dislokasi/keseleo

c) Regang otot/urat

d) Memar dan luka dalam yang lain

e) Amputasi

f) Luka-luka lain

g) Luka di permukaan

h) Gegar dan remuk

i) Luka bakar

j) Keracunan-keracunan mendadak (akut)

k) Akibat cuaca, dan lain-lain

1) Mati lemas

repository.unisba.ac.id

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

52

m) Pengaruh arus listrik

n) Pengaruh radiasi

o) Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya

p) Lain-lain

4. Klasifikasi kecelakaan kerja menurut letak kelainan atau luka di tubuh, antara lain

dibagian tubuh dibawah ini :

a) Kepala

b) Leher

c) Badan

d) Anggota badan atas

e) Anggota badan bawah

f) Banyak tempat

g) Kalman umum

h) Letak lain yang tidak dapat dimasukkan klasifikasi tersebut.

Klasifikasi tersebut yang bersifat jamak adalah pencerminan kenyataan,

bahwa kecelakaan akibat kerja jarang sekali disebabkan oleh suatu faktor,

melainkan oleh berbagai faktor. Klasifikasi menurut jenis menunjukkan

peristiwa yang langsung mengakibatkan kecelakaan dan menyatakan

bagaimana suatu Benda atau zat sebagai penyebab kecelakaan

repository.unisba.ac.id

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

53

menyebabkan terjadinya kecelakaan, sehingga sering dipandang sebagai kunci

bagi penyelidikan lebih lanjut.

Klasifikasi menurut penyebab dapat dipakai untuk menggolongkan

penyebab menurut kelainan atau luka-luka akibat kecelakaan atau menurut jenis

kecelakaan yang diakibatkannya. Keduanya membantu dalam usaha pencegahan

kecelakaan, tetapi klasifikasi yang disebut terakhir merupakan klasifikasi yang

palig utama dan sangat penting. Klasifikasi menurut sifat dan letak luka atau

kelainan di tubuh berguna bagi penelaahan tentang kecelakaan lebih lanjut dan

terperinci.

Suatu kecelakaan itu dapat terjadi pasti ada sebabnya, faktor yang

menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja, diantaranya :34

1. Faktor Manusia

Meliputi aturan kerja, kemampuan pekerja (usia, masa kerja/ pengalaman,

kurangnya kecakapan dan lambatnya dalam mengambil keputusan )

misalnya karena kurangnya keterampilan atau kurangnya pengetahuan,

salah penempatannya seperti seorang tenaga kerja lulusan Sekolah

Teknologi Menengah (STM) akan tetapi oleh perusahaan ditempatkan di

bagian tata usaha.

2. Faktor materialnya /bahannya/ peralatannya

34

Sendjun H Manulang, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta,

1988, hlm.87

repository.unisba.ac.id

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

54

Misalnya bahan yang seharusnya terbuat dari besi, akan tetapi supaya Iebih

murah dibuat dan bahan lainnya sehingga dengan mudah dapat menimbulkan

kecelakaan.

3. Faktor bahaya/ sumber bahaya, ada dua sebab :

a. Perbuatan berbahaya

Misalnya karena metode kerja yang salah, keletihan/kelesuan, sikap

kerja yang tidak sempurna dan sebagainya.

b. Kondisi/ keadaan berbahaya

Yaitu keadaan yang tidak aman dan mesin/ peralatan-peralatan,

lingkungan, proses, sifat pekerjaan.

4. Faktor yang dihadapi

Misalnya kurangnya pemeliharaan/perawatan mesin-mesin/ peralatan

sehingga tidak bisa bekerja dengan sempurna.

Tiap kecelakaan adalah kerugian. Kerugian ini terlihat dan adanya dan

besarnya biaya kecelakaan. Biaya untuk kecelakaan ini sering-sering sangat

besar. Biaya ini dapat bagi menjadi biaya langsung dan biaya tersembunyi. Biaya

langung adalah biaya atas PPPK, pengobatan dan perawatan, biaya rumah sakit,

biaya angkutan, upah selama pekerja tak mampu bekerja, kompensasi cacat dan

biaya atas kerusakan bahan-bahan, alat-alat dan mesin. Biaya tersembunyi

meliputi segala sesuatu yang tidak terlihat pada waktu dan beberapa waktu

setelah kecelakaan terjadi. Biaya ini meliputi berhentinya operasi perusahaan

oleh karena pekerja-pekerja lainnya

repository.unisba.ac.id

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

55

menolong atau tertarik oleh peristiwa kecelakaan itu, biaya yang harus

diperhitungkan untuk mengganti orang yang sedang menderita oleh karena

kecelakaan dengan orang baru yang belum biasa bekerja di tempat itu, dan lain-

lain.35

Faktor manusia dalam timbulnya kecelakaan sangat penting, hal ini karena

hampir 80-85% kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan manusia.

Upaya untuk mencari sebab kecelakaan disebut analisa sebab kecelakaan. Analisa

ini dilakukan dengan mengadakan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap

peristiwa kecelakaan. Untuk melakukan analisa kecelakaan bukanlah hal yang

mudah. Hal ini dikarenakan penenuan sebabsebab keclakaan secara tepat.

Kecelakaan tersebut harus secara tepat dan jelas diketahui, bagaimana dan

mengapa sampai terjadi kecekaan tersebut.

Adapun sebab-sebab kecelakaan36

terbagi atas sebab dasar atau asal mula

dan sebab utama atau gejala. Sebab-sebab tersebut dapat diuraikan sebagai

berikut :

a) Sebab dasar adalah merupakan sebab atau faktor yang mendasari secara

umum terhadap kejadian kecelakaan, yaitu :

1. Pertisipasi pihak manajemen/pimpinan perusahaan dalam pelaksanaan

keselamatan dan kesehatan kerja

2. Faktor manusia atau dalam hal ini pekerja

35

Suma’mur, Op.Cit, hlm.213 36

Sri Warjiati, Hukum Ketenagakerjaan Keselamatan Kerja dan Perlindungan Upah Pekerja

Wanita, Tarsito, Bandung, 1998, hlm.84-85

repository.unisba.ac.id

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

56

3. Faktor kondisi dan lingkungan kerja

b) Sebab utama adalah sebab yang timbul akibat adanya faktor dan persyaratan

yang belum dilaksanakan. Maka dengan kata lain adalah apabila pimpinan

perusahaan/ manajemen telah melaksanakan program-program K3 di

perusahaannya sebab ini tidak akan timbul. Sebab utama yang kita kenal

yaitu :

1. Kondisi tidak aman (unsafe conditions), yaitu kondisi yang tidak aman

dan ; mesin, peralatan, pesawat, bahan dan sebagainya; lingkungan;

proses; sifat pekerjaan;cara kerja.

2. Perbuatan yang tidak aman (unsafe actions), yaitu perbuatan berbahaya

dari manusia.

i. Kerugian Yang Disebabkan Kecelakaan Kerja

Kerugian yang disebabkan oleh kecelakaan kerja dapat dikelompokkan

menjadi dua, yaitu :37

1. Kerugian yang bersifat ekonomis, antara lain :

a. Kerusakan/kehancuran mesin, peralatan, bahan dan bangunan.

b. Biaya pengobatan dan perawatan korban.

c. Tunjangan kecelakaan.

d. Hilangnya waktu kerja.

e. Menurunnya jumlah maupun mutu produksi.

37

Sendjun H Manulang, Op.Cit, hlm.88

repository.unisba.ac.id

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

57

2. Kerugian yang bersifat non ekonomis

Pada Umumnya berupa penderitaan manusia yaitu tenaga kerja yang

bersangkutan, baik itu merupakan kematian, luka/cedera berat maupun

luka ringan.

Perusahaan wajib menjamin keselamatan kerja para pekerjanya dan tidak dapat

melepaskan tanggung jawabnya dalam memberikan perlindungan pada para pekerjanya

jika terjadi kecelakaan kerja yang disebabkan karena kelalaian dan pekerja itu sendiri.

kerugian yang nampak berupa biaya perawatan medis dan kompensasi yang

diasuransikan. Sedangkan biaya akibat kecelakaan yang tidak Nampak dan tidak

diasuransikan, antara lain : biaya kerusakan gedung, biaya kerusakan peralatan dan

perkakas, kerusakan produk dan bahan, biaya pengeluaran persediaan dan peralatan

darurat, serta biaya reparasi dan penggantian. Besarnya biaya kerugian tersebut seharusnya

membuat perusahaan lebih memperhatikan aspek keselamatan dan kesehatan kerja dalam

setiap proses pekerjaan untuk menghindari kerugian.38

Dalam hal perusahaan belum ikut serta dalam program BPJS Kesehatan, maka

pengusaha wajib memberikan jaminan kecelakaan kerja kepada tenaga kerjanya seperti

tercantum dalam pasal 4 PP no.14 Tahun 1993 tentang penyelenggaraan program Jaminan

Sosial Tenaga Kerja.

38

Katia, Analisis Kecelakaan kerja, FKM Universitas Indonesia, Jakarta, 2009, hlm.14

repository.unisba.ac.id

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

58

B. Undang-undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS)

a. Pengertian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(UU BPJS), secara tegas menyatakan bahwa BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah

badan hukum publik. BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah BPJS Kesehatan dan

BPJS Ketenagakerjaan.

Sebagai Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam bidang asuransi sosial BPJS

Ketenagakerjaan yang dahulu bernama PT Jamsostek (Persero) merupakan pelaksana

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek).

1) BPJS Ketenagakerjaan sebelumnya bernama Jamsostek (jaminan sosial tenaga

kerja), yang dikelola oleh PT. Jamsostek (Persero), namun sesuai UU No. 24

Tahun 2011 tentang BPJS, PT. Jamsostek berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan

sejak tanggal 1 Januari 2014.

2) BPJS Kesehatan dahulu bernama Askes bersama BPJS Ketenagakerjaan

merupakan program pemerintah dalam kesatuan Jaminan Kesehatan Nasional

(JKN) yang diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013. BPJS Kesehatan mulai

beroperasi sejak 1 Januari 2014, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan yang mulai

berlaku 1 Januari 2014, dan mulai beroperasi paling lambat 1 Januari 2015

menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua,

program jaminan pensiun, dan program jaminan kematian bagi peserta.

repository.unisba.ac.id

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

59

Kedua BPJS tersebut pada dasarnya mengemban misi negara untuk memenuhi hak

konstitusional setiap orang atas jaminan sosial dengan menyelenggarakan program jaminan

yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh

rakyat Indonesia. Penyelenggaraan jamianan sosial yang adekuat dan berkelanjutan

merupakan salah satu pilar Negara kesejahteraan, disamping pilar lainnya, yaitu

pendidikan bagi semua, lapangan pekerjaan yang terbuka luas dan pertumbuhan ekonomi

yang stabil dan berkeadilan.

Mengingat pentingnya peranan BPJS dalam menyelenggarakan program jaminan

sosial dengan cakupan seluruh penduduk Indonesia, maka UU BPJS memberikan batasan

fungsi, tugas dan wewenang yang jelas kepada BPJS. Dengan demikian dapat diketahui

secara pasti batas-batas tanggung jawabnya dan sekaligus dapat dijadikan sarana untuk

mengukur kinerja kedua BPJS tersebut secara transparan.

BPJS Sebagai Pelaksana Undang-undang Jamsostek Berdasarkan PP No 14

tahun 1993 tentang penyelenggaraan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja :39

"pengusaha yang memperkerjakan tenaga kerja sebanyak 10 (sepuluh) orang atau

lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp. 1.000.000.- (satu juta rupiah)

sebulan, wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program Jaminan Sosial

Tenaga Kerja."

Dari peraturan diatas dapat diketahui bahwa seriap pekerja yang bekerja disuatu

perusahaan atau kepada pengusaha yang mempunyai tenaga kerja sebanyak 10 (sepuluh)

orang atau lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah)

sebulan, wajib untuk diikutsertakan dalam program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

39

Abdul Khakim, Op.Cit, hlm.100

repository.unisba.ac.id

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

60

Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja diselenggarakan oleh Negara, tetapi

pelaksanaannya dilakukan oleh Badan Penyelenggaraan yang ditunjuk. Dalam hal ini

Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan melimpahkan tugas dan

wewenang penyelenggaraan program tersebut kepada Badan Penyelenggaraan yang

ditunjuk dalam hal ini adalah BPJS Ketenagakerjaan.

b. Ruang Lingkup BPJS Ketenagakerjaan sebagai Pelaksana Jamsostek

Berdasarkan ketentuan pasal 6 ayat (1) Undang-undnag Nomor 3 Tahun

1992, ruang lingkup program Jamsostek meliputi :40

a. Jaminan Kecelakaan Kerja

b. Jaminan Kematian

c. Jaminan Hari Tua

d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana diimaksud dalam Pasal 6

diperuntukkan bagi tenaga kerja. Tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, setiap

saat menghadapi risiko sosial berupa peristiwa yang dapat mengakibatkan

berkurangnya atau hiangnya penghasilan. Oleh karena itu, perlu adanya

peningkatan perlindungan tenaga kerja dalam program jamina sosial tenaga kerja

yang bertujuan untuk memberikan ketenangan bekerja dan menjamin

kesejahteraan tenaga kerja beserta keluarganya.

a) Jaminan Kecelakaan Kerja

40

Wijayanti Asri, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm.126

repository.unisba.ac.id

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

61

Yang dimaksud dengan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) adalah santunan berupa

uang sebagai biaya pengganti pengangkutan, biaya pemeriksaan, biaya pengobatan

dan atau perawatan, biaya rehabilitasi serta santunan sementara tidak mampu

bekerja, santunan cacat sebagian untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental,

santunan kematian sebagai akibat peristiwa berupa kecelakaan kerja.

Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak atas jaminan

kecelakaan kerja berupa penggantian biaya yang meliputi :41

a. Biaya pengangkutan tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja ke Rumah

Sakit dan atau kerumahnya, termasuk biaya pertolongan pertama pada

kecelakaan;

b. Biaya pemeriksaan, biaya pengobatan dan atau perawatan selama di Rumah

sakit, termasuk rawat jalan;

c. Biaya rehabilitasi berupa alat bantu (orthese) dan atau alat ganti (prothese) bagi

tenaga kerja yang anggota badannya hilang atau tidak berfungsi akibat

kecelakaan kerja.

Selain penggantian biaya tersebut, kepada tenaga kerjja yang tertimpa kecelakaan

kerja diberikan juga santunan berupa uang yang meliputi

a. Santunan sementara tidak mampu bekerja.

b. Santunan cacat sebagian untuk selama-lamanya.

c. Santunan cacat total untuk selama-lamanya baik fisiik maupun mental.

d. Santunan kematian.

41

Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993

repository.unisba.ac.id

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

62

Berdasarkan PP No. 64 Tahun 2005 jo PP No. 14 Tahun 1993 tentang

penyelenggaraan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja dijelaskan mengenai

besarnya jaminan sosial tenaga kerja :

A. Santunan

1. Santunan sementara tidak mampu bekerja (STMB) 4 bulan pertama

100% x upah sebulan, 4 bulan kedua 75% x upah sebulan dan

bulan seterusnya 50% x upah sebulan.

2. Santunan cacat :

a. Santunan cacat sebagian untuk selama-lamanya dibayarkan

secara sekaligus (lumpsum) dengan besarnya sesuai table x 70

bulan upah.

b. Santunan cacat total untuk selama-lamanya dibayarka secara

sekaligus (lumpsum) dan secara berkala dengan besarnya

santunan adalah :

b. 1. santunan sekaligus sebesar 70% x 70 bulan upah;

b.2. santunan berkala sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah)

selama 24 (dua puluh empat) bulan;

c. santunan cacat kekurangan fungsi dbayarkan secara sekaligus

(lumpsum) dengan besarnya santunan adalah :

% berkurang fungsi x % sesuai label x 70 bulan upah

repository.unisba.ac.id

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

63

3. Santunan kematian dibayarkan secara sekaligus (lumpsum) dan secara

berkala dengan besarnya santunan adalah :

a. Santunan sekaligus sebesar 60% x 70 bulan upah,

sekurang-kurangnya sebesar santunan kematian;

b. Santunan berkala sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu

rupiah) selama 24 (dua puluh empat) bulan;

c . B i a y a p e m a k a ma n s e b e s a r R p . 1 . 5 0 0 . 0 0 0 , -

( s a t u j u t a l i ma r a t u s r i b u r u p i a h )

B . P e n g o b a t a n d a n p e r a w a t a n s e s u a i d e n g a n b i a y a y a n g

d i k e l u a r k a n :

1. Dokter,

2. Obat,

3. Operasi,

4. Rontgen, laboratorium,

5. Perawatan puskesmas, Rumah sakit umum kelas I,

6. Gigi,

7. Mata,

8. Jasa tabib/sinshe/tradisional yang telah mendapatkan ijin resmi

dan instansi yang berwenang.

Seluruh biaya yang dikeluarkan untuk satu peristiwa kecelakaan

tersebut pada B1 sampai B8 dibayarkan maksimum Rp. 8.000.000,-

(delapan juta rupiah).

repository.unisba.ac.id

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

64

C. Biaya rehabilitasi harga berupa penggantian pembelian alat bantu

(orthose) dan atau alat pengganti (prothese) diberikan satu kali untuk

setiap kasus dengan patokan harga yang ditetapkan oleh pusat

rehabilitasi ditambah 40% (empat puluh persen) dari harga tersebut.

D. Penyakit yang timbul karena hubungan kerja.

Besarnya santunan dan biaya pengobatan/perawatan sama dengan A

dan B.

E. Ongkos pengangkutan tenaga kerja dari tempat kejadian kecelakaan

kerja ke rumah sakit diberikan penggantian biaya sebagai berikut :

1. Bilamana hanya menggunakan jasa angkutan darat/sungai

maksimum sebesar Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah).

2. Bilamana hanya menggunakan jasa angkutan laut maksimal sebesar

Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah).

3. Bilamana hanya menggunakan jasa angkutan udara maksimal

sebesar Rp. 400.000,- (empat ratus ribu rupah).

iuran jaminan kecelakaan kerja ditanggung oleh pengusaha, besarnya iuran

jaminan kecelakaan kerja yang didasarkan pada kelompok jenis usaha

adalah :

repository.unisba.ac.id

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

65

Kelompok I : 0,24% (nol koma dua puluh empat persen) dari upah sebulan

Kelompok II : 0,54% (nol koma lima puluh empat persen) dari upah

sebulan

Kelompok III : 0,89% (nol koma delapan puluh Sembilan persen) dari upah

sebulan

Kelompok IV : 1,24% (satu koma dua puluh empat persen) dari upah

sebulan

Kelompok V : 1,74% (satu koma tujuh puluh empat peersen) dari upah

sebulan.

b) Jaminan Kematian

Yang dimaksud dengan Jaminan Kematian (JKM) adalah santunan

kematian berupa uang tunai dan santunan berupa uang untuk pengganti biaya

pemakaman, seperti pembelian tanah (sewa/retribusi), peti jenazah, kain kafan,

transportasi dan lain-lain yang berkaitan dengan tata cara pemakaman sesuai

dengan adat istiadat, agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta

kondisi daerah masing-masing dari tenagga kerja yang bersangkutan. Tenaga

kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja, keluarganya berhak

atas jaminan kematian (JKM). Besarnya iuran Jaminan Kematian, sebesar 0,30%

(nol komma tiga puluh persen) dari upah sebulan dan ditanggung oleh

pengusaha.

repository.unisba.ac.id

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

66

c) Jaminan Hari Tua

Yang dimaksud dengan Jaminan Hari Tua (JHT) adalah santunan berupa

uang yang dibayarkan secara sekaligus atau berkala atau sebagian dan berkala

kepada tenaga kerja karena :

a. Telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun, atau;

b. Cacat total tetap setelah ditetapkan oleh dokter

Besarnya iuran Jaminan Hari Tua, sebebsar 5,70% (lima koma tujuh puluh

persen) dari upah sebulan, sebesar 3,70% (tiga koma tujuh puluh persen) oleh

pengusaha dan 2% (dua persen) ditanggung oleh tenaga kerja.

d) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Yang dimaksud dengan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) adalah

jaminan berupa pelayanan kesehatan yang diberikan kepada tenaga kerja atau

suami istri yang sah dan anak yang bersifat menyeluruh dan meliputi pelayanan

peningkatan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, serta pemulihan

kesehatan.

Besarnya iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, sebesar 6% (enam

persen) dan upah sebulan bagi tenaga kerja yang sudah berkeluarga, dan 3%

(tiga persen) dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang belum berkeluarga, iuran

ini ditanggung oleh pengusaha. Perbedaan besar iuran Jaminan Pemeliharaan

Kesehatan (JPK) bagi tenaga kerja yang sudah berkeluarga dan yang belum

berkeluarga dimaksudkan agar adanya keseimbangan antara

repository.unisba.ac.id

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN …

67

kewajiban pengusaha dan pelayanan yang diberikan kepada tenaga kerja itu

sendiri.

Pengusaha wajib membayar iuran dan pemungutan iuran yang menjadi kewajiban

tenaga kerja melalui pemotongan upah tenaga kerja serta membayarkan kepada Badan

Penyelenggara.

Iuran Jaminan Kecelakaan kerja (JKK), iuran Jaminan Kematian (JKM), dan

iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) ditanggung oleh pengusaha, sedang iuran

Jaminan Hari Tua (JHT) ditanggung oleh pengusaha dan tenaga kerja. Pada dasarnya

besar iuran yang harus dibayarkan perusahaan kepada Badan Penyelenggara diatur dalam

Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan program Jaminan

Sosial Tenaga Kerja. Tetapi bagi perusahaan jasa konstruksi, pemerintah mengeluarkan

aturan yang terperinci, hal ini diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. kep-

196/MEN/1999 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan kerja bagi Tenaga Kerja Harian

Lepas, borongan, dan perjanjian kerja waktu tertentu pada sektor jasa konstruksi.

Dalam UU no. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dinyatakan

sanksi bagi perusahaan yang tidak memenuhi kewajibannya dalam program Jaminan Sosial

Tenaga Kerja diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau

denda setinggi-tingginya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)

repository.unisba.ac.id