17
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Potong Sapi adalah ternak anggota Suku Bovidae dan Anak Suku Bovinae. Sapi dipelihara terutama untuk dimanfaatkan susu dan dagingnya sebagai bahan pangan manusia. Hasil sampingan produk pemeliharaan sapi seperti: kulit , jeroan, dan tanduknya juga dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia. Pada sejumlah tempat, sapi juga digunakan sebagai penggerak alat transportasi, pengolahan lahan (bajak), dan alat industri lain (seperti peremas tebu). Oleh karena banyaknya kegunaan tersebut, maka sapi telah menjadi bagian dari kebudayaan manusia sejak lama (Bambang, 2000). Menurut Bambang (2000), sapi dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu: Bos Indicus (zebu/sapi berponok) yang berkembang di India dan sudah tersebar ke berbagai negara terlebih negara tropis; Bos Taurus merupakan bangsa sapi yang menurunkan bangsa sapi potong dan perah di Eropa serta sudah tersebar ke seluruh penjuru dunia; serta Bos Sondaicus (Bos Bibos) yang merupakan sumber asli bangsa sapi di Indonesia. Sapi yang kini ada merupakan keturunan banteng (Bos Bibos) yang sekarang dikenal sebagai sapi Bali, Madura, Sumatra, dan sapi Peranakan Ongole (PO). Ternak sapi, khususnya sapi potong, merupakan salah satu sumber daya penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi, dan penting artinya didalam kehidupan masyarakat. Seekor atau kelompok ternak sapi bisa memenuhi berbagai macam kebutuhan, terutama sebagai bahan makanan berupa daging, disamping

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Potongeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5632/3/BAB II.pdfyaitu: Bos Indicus (zebu/sapi berponok) yang berkembang di India dan sudah tersebar ke berbagai negara

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Potongeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5632/3/BAB II.pdfyaitu: Bos Indicus (zebu/sapi berponok) yang berkembang di India dan sudah tersebar ke berbagai negara

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sapi Potong

Sapi adalah ternak anggota Suku Bovidae dan Anak Suku Bovinae. Sapi

dipelihara terutama untuk dimanfaatkan susu dan dagingnya sebagai bahan

pangan manusia. Hasil sampingan produk pemeliharaan sapi seperti: kulit , jeroan,

dan tanduknya juga dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia. Pada

sejumlah tempat, sapi juga digunakan sebagai penggerak alat transportasi,

pengolahan lahan (bajak), dan alat industri lain (seperti peremas tebu). Oleh

karena banyaknya kegunaan tersebut, maka sapi telah menjadi bagian dari

kebudayaan manusia sejak lama (Bambang, 2000).

Menurut Bambang (2000), sapi dapat digolongkan menjadi tiga kelompok,

yaitu: Bos Indicus (zebu/sapi berponok) yang berkembang di India dan sudah

tersebar ke berbagai negara terlebih negara tropis; Bos Taurus merupakan bangsa

sapi yang menurunkan bangsa sapi potong dan perah di Eropa serta sudah tersebar

ke seluruh penjuru dunia; serta Bos Sondaicus (Bos Bibos) yang merupakan

sumber asli bangsa sapi di Indonesia. Sapi yang kini ada merupakan keturunan

banteng (Bos Bibos) yang sekarang dikenal sebagai sapi Bali, Madura, Sumatra,

dan sapi Peranakan Ongole (PO).

Ternak sapi, khususnya sapi potong, merupakan salah satu sumber daya

penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi, dan penting artinya didalam

kehidupan masyarakat. Seekor atau kelompok ternak sapi bisa memenuhi berbagai

macam kebutuhan, terutama sebagai bahan makanan berupa daging, disamping

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Potongeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5632/3/BAB II.pdfyaitu: Bos Indicus (zebu/sapi berponok) yang berkembang di India dan sudah tersebar ke berbagai negara

4

hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kulit, dan tulang. Tata cara pengaturan

pemeliharaan ternak potong ini dimulai dari cara pemilihan bibit, tempat

berproduksi/kandang, cara pemberian pakan, cara perkawinan dan cara

pencegahan penyakit serta tatalaksana pemeliharaan (Sugeng, 2008).

Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi peranakan ongole merupakan salah satu rumpun yang telah ditetapkan

berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian nomor 2907/Kpts/OT.140/6/2011, yang

merupakan sapi lokal Indonesia dan telah menyebar di sebagian besar wilayah

Indonesia. Sapi peranakan ongole mempunyai peran dalam penyediaan daging

nasional. Sapi peranakan ongole mempunyai karakteristik bentuk fisik dan

komposisi genetik serta kemampuan beradaptasi pada berbagai lingkungan di

Indonesia (Anonimus, 2015).

Sapi peranakan ongole memiliki ciri-ciri: warna bulu putih, abu-abu, bulu

sekitar mata berwarna hitam, badan besar, gelambir longgar bergantung, punuk

besar, leher pendek dan tanduk pendek. (Gambar 1).

Gambar 1.Sapi Peranakan Ongole (PO)

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Potongeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5632/3/BAB II.pdfyaitu: Bos Indicus (zebu/sapi berponok) yang berkembang di India dan sudah tersebar ke berbagai negara

5

Saat dewasa, jantan PO bisa mencapai bobot sekitar 600 kg dan yang

betina rata-rata 450 kg. Pertambahan bobot sapi PO berkisar antara 0,4-0,8

kg/hari.Persilangan Sapi Ongole dengan sapi lokal Indonesia, tipe sapi pedaging

dan sapi pekerja, mampu beradaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan, cepat

bereproduksi, berat badan 600 kg, dan pertumbuhan bobot harian 0,75

kg/ekor/hari (Murtidjo, 2013)

Sapi Simmental Peranakan Ongole (SimPO)

Sapi Simmental Peranakan Ongole (SimPO) merupakan sapi hasil

persilangan induk sapi PO dengan menggunakan straw pejantan sapi Simmental

melalui metode Inseminasi Buatan atau IB (Hardjosubroto,1994). Karakteristik

sapi ini menyerupai sapi PO, Simmental dan perpaduan kedua ciri sapi PO dan

sapi Simmental, antara lain: warna bulu penutup badan bervariasi mulai dari putih

sampai coklat kemerahan, warna kipas ekor, ujung hidung, lingkar mata, dan

tanduk ada yang berwarna hitam dan coklat kemerahan, profil kepala datar,

panjang dan lebar, dahi berwarna putih, pertulangan besar, postur tubuh panjang

dan besar, warna tracak bervariasi dari hitam dan coklat kemerahan (Murtidjo,

2013). Perbedaan yang lain yaitu adanya punuk pada sapi PO, sedangkan untuk

sapi SimPO tidak memiliki punuk (Hastuti, 2007).

Sapi SimPO memiliki bobot lahir yang tinggi, adaptasi yang baik dengan

lingkungan dan pakan serat kasar serta memiliki penampilan yang eksotik (Parera

& Hadisutanto, 2014). Sapi SimPO memiliki pertumbuhan daging yang lebih

cepat dibandingkan dengan Sapi PO (Hasbullah, 2003). Ciri khas sapi SimPO

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Potongeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5632/3/BAB II.pdfyaitu: Bos Indicus (zebu/sapi berponok) yang berkembang di India dan sudah tersebar ke berbagai negara

6

adalah adanya warna putih berbentuk segitiga diantara kedua tanduknya (Gambar

2).

Gambar 2.Sapi Peranakan Simmental Ongole (SimPO)

Sapi ini memiliki ciri-ciri yaitu ukuran tubuh besar, pertumbuhan otot

bagus, penimbunan lemak di bawah kulit rendah, Ukuran tanduk kecil, bobot sapi

betina mencapai 800 kg dan yang jantan 1.150 kg (Sugeng, 2008). Sapi Simental

memunyai sifat jinak, tenang, dan mudah dikendalikan.

Sapi Limousin Peranakan Ongole (LimPO)

Persilangan sapi limousin dengan sapi ongole dikenal dengan nama sapi

limousin ongole (Limpo). Sapi limpo memiliki ciri tidak berpunuk dan tidak

bergelambir, serta warna bulunya hanya cokelat tua kehitaman dan cokelat muda.

Sapi Limpo merupakan sapi hasil persilangan antara pejantan sapi Limousin

dengan induk sapi PO, kebanyakan sapi-sapi ini merupakan hasil perkawinan IB,

sapi Limpo sebagai turunan sapi tipe besar sehingga secara genetik mempunyai

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Potongeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5632/3/BAB II.pdfyaitu: Bos Indicus (zebu/sapi berponok) yang berkembang di India dan sudah tersebar ke berbagai negara

7

laju pertumbuhan yang lebih besar dan lebih cepat dibanding sapi PO

(Hastuti,2007).

Peternak lebih menyukai sapi jenis ini dibanding sapi lokal (sapi PO)

karena berat lahir yang lebih besar, pertumbuhan lebih cepat, adaptasi baik pada

lingkungan serta pakan yang sederhana, ukuran tubuh dewasa lebih besar dan

penampilan yang eksotik (Anonimus, 2015).

Gambar 3.Sapi Peranakan Limousin Ongole (LimPO)

Sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH)

Sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH) merupakan hasil persilangan

antara sapi Friesian Holstein (FH) dengan sapi setempat atau sapi lokal yang ada

di Indonesia (Mukhtar, 2006). Sejak tersebarnya sapi FH di Indonesia khususnya

pulau Jawa, telah terjadi perkawinan secara tidak terencana antara sapi FH dengan

sapi lokal dan menghasilkan keturunan yang disebut Peranakan Friesian Holstein

(Soetarno, 2003).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Potongeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5632/3/BAB II.pdfyaitu: Bos Indicus (zebu/sapi berponok) yang berkembang di India dan sudah tersebar ke berbagai negara

8

Gambar 4. Sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH)

Ciri morfologi sapi PFH adalah warna putih dengan belang hitam atau

hitam dengan belang putih. Ekor harus putih, warna hitam tidak diperkenankan,

juga tidak diperbolehkan warna hitam di daerah bawah persendian siku dan lutut,

tetapi warna hitam pada kaki mulai dari bahu atau paha sampai ke kuku

diperbolehkan (Syarief dan Sumoprastowo, 1984). Sapi PFH memiliki ciri-ciri

kepala agak panjang, mulut yang lebar, lubang hidung terbuka luas, ukuran tubuh

besar, pinggang sedang dan ukuran telinga sedang (Sosroamidjojo dan Soeradji,

1984). Sapi PFH betina dewasa memiliki rata-rata bobot badan bekisar antara

570-730 kg dan panjang laktasi rata-rata kurang dari 10 bulan (Siregar, 1992).

Produksi susu sapi PFH relatif tinggi namun masih lebih rendah dibandingkan

dengan sapi FH (Pane, 1993).

Pertumbuhan dan Perkembangan Tubuh Sapi Potong

Pertumbuhan adalah proses bertambahnya ukuran tubuh dan tinggi seekor

ternak serta bobot badan sampai ukuran dewasa tubuh tercapai (Lawrie, 1985).

Perubahan yang terjadi selama pertumbuhan bobot hidup, bentuk, dimensi linier,

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Potongeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5632/3/BAB II.pdfyaitu: Bos Indicus (zebu/sapi berponok) yang berkembang di India dan sudah tersebar ke berbagai negara

9

komposisi tubuh, komponen tubuh (otot, lemak, dan tulang), organ dan komponen

kimia (Field et al., 1995 dan Taylor et al., 1985). Pertumbuhan adalah proses

pertambahan sel (hyperplasia) dan peningkatan ukuran sel (hypertrophy) (Hafez,

1993).

Proses pertumbuhan terdiri dari dua tahapan yaitu pertumbuhan prenatal

dan pertumbuhan postnatal. Pertumbuhan prenatal terjadi pada embrio yang

meliputi perkembangan sel dan pertambahan jumlah sel tubuh serta perubahan

fungsi sel tubuh menjadi organ tubuh (Field et al., 1995., dan Taylor et al., 1985).

Pertumbuhan postnatal meliputi beberapa aspek antara lain proses pematangan

organ reproduksi (Butterfield, 1986).

Philips (2001), menjelaskan laju pertumbuhan tubuh ternak setelah lahir

membentuk suatu kurva sigmoid. Peningkatan bobot badan dari lahir sampai masa

pubertas berlangsung cepat dan cenderung tetap setelah periode pubertas tercapai.

Masa pubertas pada sapi dipengaruhi oleh umur, bobot badan, dan bangsa

(Neuman dan Lusby, 1996). Pertumbuhan otot bagian leher atau tengkuk dan

rongga dada relatif cepat pada awal dewasa kelamin. Laju pertumbuhan

dipengaruhi oleh jenis kelamin, 16 hormon, pakan, gen, iklim, dan kesehatan

induk (Philips, 2001). Lajupertumbuhan sapi tipe besar lebih cepat daripada sapi

tipe kecil. Perbedaan laju pertumbuhan ini mengakibatkan bobot potong sapi tipe

besar lebih tinggi dari pada sapi kecil (Neuman dan Lusby, 1986).

Perkembangan adalah perubahan konformasi dan bentuk serta tubuh

perubahan bermacam-macam fungsi tubuh. Pertumbuhan dan perkembangan

ditentukan oleh faktor genetik, lingkungan, manajemen pakan dan manipulasi

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Potongeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5632/3/BAB II.pdfyaitu: Bos Indicus (zebu/sapi berponok) yang berkembang di India dan sudah tersebar ke berbagai negara

10

genetik (Lawrie, 1985). Maka dalam perhitungan kemampuan/performan seekor

ternak dapat diukur dengan mengukur laju pertumbuhan.

Tulloh (1978) menyatakan bahwa pertumbuhan dapat diukur dengan tiga

cara, yakni: (1) laju pertumbuhan komulatif (comulative growth rate), (2) laju

pertumbuhan relative (relative growth rate) dan (3) laju pertumbuhan absolut

(absolute growth rate). Dua fase yang terjadi selama pertumbuhan adalah self

accelerating dan self inhibitung phase. Pada self accelerating phase terjadi

peningkatan kecepatan pertumbuhan dan pada self inbihitung phase terjadi

penurunan dala bertabah bobot badan per unit sampai mencapai nol. Bobot badan

dewasa telah tercapai. Titik antara kedua fase ini disebut titik balik atau

“inflection point”.

Kurva laju pertumbuhan kumulatif adalah kurva bobot badan versus

waktu, yang kurva berbentuk sigmoid. Menurut Tulloh (1978), pertumbuhan sapi

jantan pada kondisi lingkungan yang terkendali dapat digambarkan sebagai kurva

yang berbentuk sigmoid. Kurva pertumbuhan kumulatif diperoleh dengan cara

menimbang bobot hidup ternak selanjutnya dibuat kurva dengan aksisnya adalah

umur dan koordinatnya adalah bobot hidup. Kurva pertumbuhan sigmoid ternak

dari lahir sampai mati dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Potongeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5632/3/BAB II.pdfyaitu: Bos Indicus (zebu/sapi berponok) yang berkembang di India dan sudah tersebar ke berbagai negara

11

Keterangan:

Y : Bobot hidup, pertambahan bobot harian atau persen laju pertumbuhan

X : Umur

M : Dewasa Tubuh

C : Pembuahan

D : Mati

B : Kelahiran

P : Pubertas

Gambar 5. Kurva pertumbuhan sejak lahir sampai ternak mati (Tulloh,1978)

Bobot tubuh ternak muda pada kondisi lingkungan yang terkendali

meningkat dengan laju yang tinggi sampai masa pubertas dicapai. Bobot tubuh

meningkat setelah masa pubertas terus dengan laju yang semakin menurun dan

akhirnya tidak terjadi peningkatan bobot pada saat dewasa tubuh telah tercapai.

Pertumbuhan selanjutnya adalah pertumbuhan negatif atau tidak adanya

penambahan bobot badan bahkan penurunan bobot badan karena ketuaan (Tulloh,

1978; Edey, 1983)

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Potongeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5632/3/BAB II.pdfyaitu: Bos Indicus (zebu/sapi berponok) yang berkembang di India dan sudah tersebar ke berbagai negara

12

Pendugaan Umur Ternak

Umur berpengaruh terhadap pertumbuhan dan bobot tubuh sapi.

Pertumbuhan merupakan suatu proses yang terjadi pada setiap mahluk hidup dan

dimanifestasikan dalam bentuk peningkatan bobot organ dan jaringan tubuh

lainya, antara lain tulang, daging, urat, dan lemak dalam tubuh (Soeparno,2005).

Pendugaan umur pada sapi potong dapat dilakukan dengan cara melihat jumlah

gigi seri permanen.

Gambar 6. Jumlah gigi seri permanen pada sapi untuk pendugaaan umur gigi seri

pada sapi (Abidin, 2002)

Ternak ruminansia termasuk sapi tidak mempunyai gigi taring. Gigi

seripun hanya terdapat pada rahang bawah, sedangkan rahang atas hanyalah

berupa bantalan tenunan pengikat yang kuat. Gigi geraham terdapat pada kedua

rahang. Jumlah gigi seri ada 4 pasang (8 buah). Gigi seri susu ini sifatnya hanya

sementara, karena pada suatu saat akan tanggal (rontok) dan digantikan dengan

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Potongeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5632/3/BAB II.pdfyaitu: Bos Indicus (zebu/sapi berponok) yang berkembang di India dan sudah tersebar ke berbagai negara

13

gigi seritetap. Pergantian gigi seri susu dan gigi seri tetap ini yang digunakan

untuk menaksir umur ternak, sedangkan pada ternak tua ditaksir berdasarkan

keausangigi seri ini, berhubungan dengan kondisi pakan. Ternak yang

dilepas/diangon, gigi serinya relatif lebih cepat tanggal atau aus dari pada ternak

yang dikandang (Sugeng, 2008).

Karkas

Karkas sapi adalah bagian tubuh hasil pemotongan setelah dikurangi

darah, kepala, keempat kaki pada bagian bawah (mulai dari carpus dan tarsus),

kulit, saluran pencernaan, usus, urine, jantung, tenggorokan, paru-paru, limpa, hati

dan jaringan-jaringan lemak yang melekat pada bagian tubuh, sedangkan ginjal

sering dimasukkan sebagai karkas. Faktor utama yang diperhatikan untuk menilai

karkas yang dipasarkan adalah; bobot karkas, potongan karkas yang dapat dijual

(cutability) dan kualitas daging (Soeparno 1992).

Bobot karkas merupakan salah satu parameter yang penting dalam sistem

evaluasi karkas. Sebagai indikator, karkas bukanlah merupakan prediktor

produktivitas karkas yang baik karena adanya variasi tipe bangsa, nutrisi dan jenis

pertumbuhan jaringan, sehingga mengakibatkan penurunan tingkat akurasi.

Untuk memperkecil sumber keragaman tersebut bobot karkas perlu

dikombinasikan dengan variabel lain seperti tebal lemak punggung atau subkutan

dan luas urat daging mata rusuk (Suryadi, 2006).

Faktor genetik dan lingkungan mempengaruhi komposisi tubuh yang

meliputi distribusi berat dan komposisi kimia komponen karkas. Faktor

lingkungan dibagi menjadi dua kategori yaitu fisiologi dan nutrisi. Umur, bobot

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Potongeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5632/3/BAB II.pdfyaitu: Bos Indicus (zebu/sapi berponok) yang berkembang di India dan sudah tersebar ke berbagai negara

14

hidup dan kadar laju pertumbuhan juga dapat mempengaruhi komposisi karkas

(Suryadi, 2006).

Komponen utama karkas yang diharapkan adalah proporsi daging yang

maksimal, proporsi lemak optimal dan proporsi tulang minimal. Pada umumnya

penilaian hasil karkas dilakukan melalui persentase karkas. Semakin tinggi

persentase karkas semakin baik performan karkas. Bobot karkas ada dua macam

yaitu bobot karkas segar (fresh carcass weight) atau bobot karkas sebelum

dilayukan dan bobot karkas layu (cold carcass weight) yaitu bobot karkas setelah

dilayukan selama kurang lebih 24 jam (Berg dan Butterfield, 1976).

Persentase Karkas

Persentase karkas adalah perbandingan antara berat karkas dengan berat

hidup dikalikan 100%. Menurut Berg dan Butterfield (1976), persentase karkas

dipengaruhi oleh bobot karkas, bobot ternak, kondisi,bangsa ternak, proporsi

bagian-bagian non karkas, ransum yang diberikan dan cara pemotongan.

Bobot karkas merupakan salah satu parameter yang penting dalam system

evaluasi karkas. Sebagai indikator, karkas bukanlah merupakan predictor

produktivitas karkas yang baik karena adanya variasi tipe bangsa, nutrisi dan jenis

pertumbuhan jaringan sehingga mengakibatkan penurunan tingkat akurasi. Untuk

memperkecil sumber keragaman tersebut bobot karkas perlu dikombinasikan

dengan variabel lain seperti tebal lemak subkutan dan luas urat daging mata rusuk

(loin eye area) dalam memprediksi bobot komponen karkas dan hasil daging

(Priyanto et al., 1993).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Potongeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5632/3/BAB II.pdfyaitu: Bos Indicus (zebu/sapi berponok) yang berkembang di India dan sudah tersebar ke berbagai negara

15

Faktor yang Mempengaruhi Persentase Karkas

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi persentase karkas, yang utama

yaitu konformasi tubuh dan derajat kegemukan. Ternak yang gemuk, persentase

karkasnya tinggi dan umumnya berbentuk tebal seperti balok. Sedangkan ternak

yang langsing, badan panjang, leher panjang dan berbentuk segitiga seperti sapi

perah, persentase karkasnya umumnya rendah (Soeparno 1992).

Faktor lain yang berpengaruh terhadap persentase karkas adalah jumlah

pakan yang ada dan air pada saluran pencernaan ternak. Bila jumlahnya cukup

banyak maka persentase karkasnya akan rendah. Kulit yang besar dan juga tebal

akan berpengaruh terhadap persentase karkas (Soeparno 1992).

Menurut Berg dan Butterfield (1978), beberapa faktor yang mempengaruhi

produksi karkas seekor ternak antara lain adalah bangsa, jenis kelamin, umur dan

bobot potong disamping faktor nutrisi. Bangsa yang memiliki bobot potong besar

menghasilkan karkas yang besar. Soeparno (1992) menyatakan bahwa bobot

potong yang semakin meningkat menghasilkan karkas yang semakin meningkat

pula sehingga diharapkan bagian daging menjadi lebih besar. Semakin tinggi

bobot potong menyebabkan bobot karkas segar dan persentase karkas semakin

tinggi. Dalam kaitannya dengan faktor umur, bertambahnya umur ternak yang

sejalan dengan pertambahan bobot hidup maka bobot karkas akan bertambah.

Persentase Daging

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak

menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Daging yang

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Potongeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5632/3/BAB II.pdfyaitu: Bos Indicus (zebu/sapi berponok) yang berkembang di India dan sudah tersebar ke berbagai negara

16

dihasilkan dari seekor ternak sangat ditentukan oleh bangsa atau tipe ternaknya

sendiri, umur, jenis kelamin dan bobot karkas, yang pada gilirannya akan

mempengaruhi persentase masing-masing jenis potongan daging yang dihasilkan

Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor

sebelum pemotongan antara lain genetik (spesies, bangsa, tipe ternak, jenis

kelamin), umur, dan pakan (Soeparno, 1992).Daging juga merupakan bagian dari

karkas setelah tulang-tulangnya dan sebagian lemaknya (lemak subcutan dan

lemak intermusculer) dikeluarkan (Wello, 1986).

Semakin tinggi bobot badan seekor ternak, maka presentase dari bobot

karkasnya akan semakin tinggi pula. Meatiness (daging yang mengandung

beberapa bagian lemak intramuskular dan lemak subcutan yang dapat diterima

oleh konsumen) dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya bangsa, bobot

tubuh, umur, tingkat kegemukan, bobot karkas, homon dan jenis kelamin

(Awaluddin, 2006).

Faktor yang Mempengaruhi Persentase Daging

a. Bangsa.

Perbedaan bangsa ternak akan berpengaruh terhadap produksi daging sapi.

Bangsa dengan tipe besar akan lebih berdaging (lean) dan mempunyai banyak

protein, proporsi tulang lebih tinggi dan lemak lebih rendah dari pada ternak

tipe kecil (Williams, 1992). Proporsi komponen karkas dapat dipengaruhi oleh

umur ternak. Pertumbuhan ternak paling cepat adalah pada waktu pedet

sampai umur dua tahun, kemudian pada umur empat tahun mulai berkurang

dan setelahnya pertumbuhan mulai konstan (Pane, 1993). Hasil penelitian

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Potongeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5632/3/BAB II.pdfyaitu: Bos Indicus (zebu/sapi berponok) yang berkembang di India dan sudah tersebar ke berbagai negara

17

Zajulie (2015) pada sapi (BX) menunjukkan bahwa kelompok umur ternak

yang lebih tua mempunyai bobot lemak yang lebih tinggi dibandingkan

dengan ternak muda. Komponen lain yang dapat mempengaruhi proporsi

karkas adalah jenis kelamin. Klasifikasi jenis kelamin (sex-class) berpengaruh

nyata terhadap terhadap bobot karkas, luas urat daging mata rusuk, tebal

lemak punggung rusuk ke-12 dan persentase lemak ginjal, pelvis dan jantung

(Harapin, 2006).

b. Bobot Tubuh

Pertambahan bobot tubuh akan diikuti oleh peningkatan bobot karkas dan

menyebabkan pula produksi karkas meningkat. Dilaporkan bahwa 75-80%

dari keragaman karkas ditentukan oleh bobot tubuhnya. Soeparno (2005)

menyatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan mempengaruhi laju

petumbuhan dan komposisi tubuh yang meliputi distribusi berat, dan

komposisi kimia komponen karkas. Variasi fenotip yaitu penampilan

performan suatu individu ternak pedaging disebabkan oleh hereditas,

lingkungan atau interaksi keduanya.

c. Tingkat Kegemukan

Tingkat kegemukan berpengaruh terhadap persentase karkas, dimana pada

tingkat kegemukan yang sama persentasenya tidak berubah dengan

meningkatnya bobot tubuh. Juga pada taraf lemak yang sama persentasenya

tidak berubah dengan meningkatnya bobot tubuh. Karkas sapi pada fase awal

penggemukan menunjukan bobot yang lebih rendah. Komposisi karkas sapi

bervariasi antara individu dalam bangsa yang sama. Bangsa ternak tertentu

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Potongeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5632/3/BAB II.pdfyaitu: Bos Indicus (zebu/sapi berponok) yang berkembang di India dan sudah tersebar ke berbagai negara

18

memiliki persentase lemak yang tinggi dibandingkan dengan bangsa ternak

lain pada bobot badan yang sama. (Lawrie, 1985)

d. Makanan

Perbedaan kualitas makanan tidak saja mengakibatkan perbedaan

pertumbuhan secara umum, tetapi juga perbedaan jaringan- jaringan dan organ

tubuh. Karena itu perbedaan kualitas makanan walaupun pada bangsa dan

bobot yang sama akan meyebabkan perbedaan yang sangat nyata dalam

bentuk komponen karkas.

e. Jenis Kelamin dan Hormon

Jenis kelamin (sex) memengaruhi perkembangan jaringan dan komposisi

karkas. Sapi dara (heifer) menyelesaikan fase penggemukan pada bobot tubuh

yang lebih rendah dari pada sapi jantan, sehingga bobot potong optimal sapi

betina lebih rendah daripada sapi jantan. Penggemukan sapi jantan

memerlukan waktu yang lebih lama daripada sapi dara atau sapi kebiri (Berg,

dan Butterfield 1976). Otot sapi jantan lebih banyak namun kandungan lemak

lebih rendah daripada sapi betina. Tulang dan jaringan ikat (connective tissue)

pada sapi jantan dan lebih banyak daripada sapi betina (Fortin et al., 1981).

Persentase urat daging bagian proksimat dan abdomen sapi dara lebih besar

daripada jantan, dan sapi kebiri lebih besar daripada sapi jantan. Proporsi urat

daging bagian leher dan dada sapi jantan lebih tinggi daripada sapi dara

(Mukhoty, dan Berg 1973) Sapi betina lebih ringan jika dibanding dengan sapi

jantan pada umur yang sama, dan sebagian pada hewan mamalia perbedaan

jenis kelamin meyebabkan perbedaan proporsi badan. Karkas sapi jantan lebih

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Potongeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5632/3/BAB II.pdfyaitu: Bos Indicus (zebu/sapi berponok) yang berkembang di India dan sudah tersebar ke berbagai negara

19

banyak mengandung lean kira-kira lemaknya lebih rendah 5-12% dari pada

sapi jantan kebiri pada berat yang sama, sedangkan proporsi tulang merata

hampir sama sehingga sapi jantan memiliki lean lebih banyak, sedangkan sapi

dara lebih berlemak dibanding sapi jantan kebiri pada berat yang sama.

Persentase edible meat dan tulang pada sapi jantan kebiri lebih tinggi, jika

dibandingkan dengan sapi dara dan induk sapi, (Wello, 1986). Hafid (2002)

menyatakan bahwa testosteron atau androgen merupakan suatu hormon steroid

yang dihasilkan oleh testis yang menyebabkan pertumbuhan ternak jantan

lebih cepat dibandingkan betina terutama setelah timbulnya pubertas. Kastrasi

terhadap sapi jantan muda mempengaruhi karakteristik karkas. Ukuran karkas

urat daging bagian paha (round) lebih berat, daging mata rusuk (loin eye area)

lebih luas daripada sapi betina. Selain itu, kualitas daging lebih baik, lemak

yang menyelimuti daging (intramuscullar fat) lebih tebal, persentase serabut

otot “putih” lebih banyak, dan diameter serabut otot pada otot longissimus

lebih kecil daripada sapi betina (Ockerman et al., 1985). Kandungan lemak

sapi pejantan lebih tinggi dibandingkan sapi. Sapi pejantan mempunyai

serabut kolagen di antara otot yang lebih sedikit daripada sapi jantan. Sapi

pejantan dapat memiliki nilai lemak tinggi apabila ternak tersebut mendapat

perlakuan khusus (Kirchgessener et al., 1994). Sapi jantan akan mempunyai

pertumbuhan yang lebih cepat dari pada sapi betina karena adanya hormon

androgen (Bureš dan Barton, 2012).