Upload
vuongliem
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Psychological Well Being
1. Pengertian
Penelitian mengenai psychological well being dipelopori oleh
Ryff, Diener dan Jahoda mengatakan bahwa, penelitian mengenai
psychological well being mulai berkembang sejak para ahli menyadari
bahwa selama ini ilmu psikologi lebih banyak memberikan perhatian
kepada penderitaan atau ketidakbahagiaan seseorang daripada bagaimana
seseorang dapat berfungsi secara positif.Psychological well being
merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kesehatan
psikologis individu berdasarkan pemenuhan kriteria fungsi psikologi
positif (Ryff, 1989 dalam Astuti 2011).
Psychological well being tidak hanya bagian dari kesehatan
mental yang bersifat negatif, tetapi lebih mengarah kepada kemampuan
individu untuk dapat mengembangkan potensi dan kemampuan yang
dimilikinya secara optimal, sebagai individu yang utuh baik secara fisik,
emosional maupun psikologisnya (Ryff, 1995). Well being merupakan
suatu konsep yang terbentuk dari berbagai pengalaman dan fungsi-fungsi
individu sebagai manusia yang utuh (Ryff& Singer, 2006). Konsep Ryff
(dalam Azani, 2012) berawal dari adanya keyakinan bahwa kesehatan
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
16
yang positif tidak sekedar adanya penyakit fisik saja. Menurut Ryff
(Papalia dkk, 2008), orang yang sehat secara psikologis memiliki sikap
positif terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Individu membuat
keputusannya sendiri dan mengatur perilakunya sendiri, dan memilih
atau membentuk lingkungan yang sesuai dengan kebutuhannya.Individu
memiliki tujuan yang membuat hidupnya lebih bermakna, dan berjuang
serta mengembangkan diri dengan semaksimal mungkin.
Ryff (dalam Astuti, 2011) menjelaskan bahwa psychological well
beingyang kemudian disingkat PWB merupakan pencapaian penuh dari
potensi psikologis seseorang, dimana individu tersebut dpat menerima
kekuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya, menciptakan hubungan
positif dengan orang lain yang ada disekitarnya, memiliki kemampuan
untuk mengambil keputusan dan mandiri, mampu dan berkompetensi
untuk mengatur lingkungan, memiliki tujuan hidup dan merasa mampu
untuk melalui perkembangan dalam kehidupannya.
Menurut Synder dan Lopez (dalam Tenggara, dkk, 2008),
kesejahteraan psikologis bukan hanya merupakan ketiadaan penderitaan,
namun kesejahteraan psikologis meliputi keterikatan aktif dalam dunia,
memahami arti dan tujuan hidup dan hubungan seseorang pada objek
ataupun orang lain.
Individu yang memiliki psychologicall well-being yang positif
adalah individu yang memiliki respon positif terhadap dimensi-dimensi
psychological well-being yang berkesinambungan. Pada intinya
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
17
psychological well-being merujuk pada perasaan seseorang mengenai
aktifitas hidup sehari-hari. Perasaan ini dapat berkisar dari kondisi mental
negatif misalnya, ketidakpuasan hidup, kecemasan, merasa tertekan, rasa
percayadiri yang rendah, dan sering berperilaku agresif, sampai pada
kondisi mental yang positif seperti, realisasi potensi dan aktualisasi diri
(Bradburndalam Liwarti, 2013).
Psychological well-being bukan hanya kepuasan hidup dan
keseimbangan antara afek positif dan afek negatif namun juga melibatkan
persepsi dari keterlibatan dengan tantangan-tantangan sepanjang hidup
(Keyes, Shmotkin & Ryff, dalam Liwarti, 2013). Individu dengan
Psychological well-being yang baik akan memiliki kemampuan untuk
memilih dan menciptakan lingkungan sesuai dengan kondisi fisik dirinya.
Dengan kata lain mempunyai kemampuan dalam menghadapi kejadian-
kejadian di luar dirinya. Selain itu individu juga dapat menerima
kekuatan dan kelemahan diri sendiri sebagaimana adanya, memiliki
hubungan positif dengan orang lain, mampu mengarahkan perilakunya
sendiri.
Ryff mendifinisikan PWB sebagai hasil evaluasi dan penilaian
seseorang terhadap dirinya yang merupakan evaluasi atas pengalaman-
pengalaman hidupnya. Evaluasi terhadap pengalaman akan dapat
menyebabkan seseorang menjadi pasrah terhadap keadaan yang membuat
kesejahteraan psikologisnya menjadi rendah atau berusaha untuk
memperbaiki keadaan hidupnya agar kesejahteraan psikologisnya
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
18
meningkat. Robinson mendefinisikan PWB sebagai evaluasi terhadap
bidang-bidang kehidupan tertentu (misalnya evaluasi terhadap kehidupan
keluarganya, pekerjaan, masyarakat) atau dengan kata lain seberapa baik
seseorang dapat menjalankan peran-perannya dan dapat memberikan
peramalan yang baik terhadap well being (Ramdhani, 2009).
Dari pengertian yang telah disebutkan di atas dapat disimpulkan
bahwapsychological well being merupakan kondisi individu yang
memiliki kondisi mental positif, dimana individu tidak hanya
memikirkan dirinya sendiri dan berusaha melakukan yang terbaik untuk
dirinya tetapi juga orang lain,serta tidak adanya gejala-gejala depresi
yang dialami, sehingga tercapai kepuasaan hidup dan merasa lebih
bahagia.
2. Dimensi-dimensi
Carol Ryff dan beberapa koleganya (Keyes & Ryff, 1999; Ryff,
1995; ryff & Singer, 1998 dalam Papalia, dkk, 2008) menggunakan
berbagai teori dari mulai Erikson sampai Maslow untuk mengembangkan
model multidimensi yang mencakup enam dimensi kenyamanan dan
skala self-report untuk melakukan pengukuran. Keenam dimensi
tersebut, diantaranya:
a. Penerimaan diri
Nilai yang tinggi: memiliki sikap positif terhadap diri,
mengakui dan menerima multi aspek diri termasuk kualitas yang
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
19
bagus dan yang buruk, merasa positif terhadap kehidupan yang sudah
lalu.
Nilai yang rendah: merasa tidak puas dengan diri, merasa
dikecewakan dengan apa yang telah terjadi dimasa lalu, merasa
bermasalah dengan beberapa kualitas personal, serta ingin menjadi
berbeda dari dirinya pada saat ini.
b. Relasi positif dengan orang lain
Nilai yang tinggi:memiliki kehangatan, kepuasan, hubungan
terpercaya dengan orang lain, merasa peduli dengan kesejahteraan
orang lain, memiliki kemampuan empati, afeksi dan intimasi yang
kuat, mengerti member dan menerima dalam hubungan antar manusia.
Nilai yang rendah: memiliki sedikit hubungan dengan orang
lain yang dekat dan dapat dipercaya, merasa sulit untuk bersikap
hangat, terbuka, dan peduli terhadap orang lain, merasa terisolasi dan
frustasi dalam hubungan interpersonal, tidak berniat membuat
kompromi untuk mempertahankan ikatan yang penting dengan orang
lain.
c. Otonomi
Nilai yang tinggi: bisa mengambil keputusan sendiri dan
independen, dapat menolak tekanan sosial untuk berpikir dan
bertindak dalam cara tertentu, mengatur perilaku dari dalam diri,
mengevaluasi diri dengan standar personal.
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
20
Nilai yang rendah: peduli dengan perkiraan evaluasi orang
lain, bergantung kepada penilaian orang lain untuk membuat
keputusan yang penting, mengkonfirmasi tekanan sosial untuk
berpikir dan bertindak dengan cara tertentu.
d. Penguasaan lingkungan
Nilai yang tinggi: memiliki perasaan bisa menguasai dan
kompeten dalam menata lingkungan, mengontrol susunan kompleks
aktifitas eksternal, membuat penggunaan yang efektif terhadap
peluang yang ada, mampu membuat atau memilih konteks yang sesuai
dengan kebutuhan dan nilai personal.
Nilai yang rendah: memiliki kesulitan mengelola tugas sehari-
hari, hanya memiliki sedikit tujuan atau target, merasa tidak mampu
mengubah atau meningkatkan konteks yang mengelilinginya, tidak
dapat menyadari peluang yang ada disekelilingnya, kurang memiliki
control terhadap duia luar.
e. Tujuan dalam hidup
Nilai yang tinggi: memiliki tujuan dalam hidup dan perasaan
diarahkan, merasa adanya makna dalam kehidupan dimasa yang akan
datang dan di masa lalu, memegang keyakinan yang memberikan
tujuan dalam hidup, memiliki tujuan dan objektifitas untuk hidup.
Nilai yang rendah: kurang peka terhadap makna kehidupan,
memiliki sedikit tujuan atau target, kurang peka terhadap arah, tidak
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
21
melihat adanya tujuan dalam kehidupan masa lalu, tidak memiliki
pandangan atau keyakinan yang memberikan makna kehidupan.
f. Pertumbuhan personal
Nilai yang tinggi: memiliki perasaan perkembangan yang
berkensinambungan, melihat diri tumbuh dan berkembang, terbuka
terhadap pengalaman baru, memiliki kepekaan untuk menyadari
potensinya, mencari peningkatan pada diri dan perilaku dari waktu ke
waktu, memiliki perubahan dalam cara merefleksikan pengetahuan
diri dan efektitas yang lebih banyak.
Nilai yang rendah: memiliki perasaan stagnan, kurang peka
terhadap peningkatan atau perluasan dari waktu ke waktu, merasa
bosan dan tidak tertarik kepada kehidupan, merasa tidak mampu
mengembangkan sikap atau perilaku baru.
Dimensi kesejahteraan psikologis yang dikemukakan Ryff
mengacu pada teori positif functioning (Maslow, Rogers, Jung dan
Alport), teori perkembangan (Erikson, Buhler, dan Neugarten), dan teori
kesehatan mental (Jahoda). Ryff menyebutkan terdapat enam dimensi
kesejahteraan psikologis, yaitu: penerimaan diri, hubungan positif dengan
orang lain, kemandirian, tujuan hidup, dan pengembangan pribadi
(Ramdhani, 2009).
Sedangkan dalam Aini dan Asiyah (2013) Ryff menjelaskan
beberapa dimensi dari Psychological well being, yaitu:
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
22
a. Self acceptance (penerimaan diri)
Penerimaan diri yang dimaksud adalah kemampuan seseorang
menerima dirinya secara keseluruhan baik pada masa kini dan masa
lalunya. Individu yang menilai positif diri sendiri adalah individu yang
memahami dan menerima berbagai aspek diri termasuk di dalamnya
kualitas baik maupun buruk, dapat mengaktualisasikan diri, berfungsi
optimal dan bersikap positif terhadap kehidupan yang dijalaninya.
Sebaliknya, individu yang menilai negatif diri sendiri menunjukkan
adanya ketidakpuasan terhadap kondisi dirinya, merasa kecewa
dengan apa yang telah terjadi pada kehidupan masa lalu, bermasalah
dengan kualitas personalnya dan ingin menjadi orang yang berbeda
dari diri sendiri atau tidak menerima diri apa adanya.
b. Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others)
Merupakan kemampuan individu menjalin hubungan yang
baik dengan orang lain di sekitarnya. Individu yang tinggi dalam
dimensi ini ditandai dengan mampu membina hubungan yang hangat
dan penuh kepercayaan dari orang lain. Selain itu, individu tersebut
juga memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain, dapat
menunjukkan empati, afeksi, serta memahami prinsip memberi dan
menerima dalam hubungan antarpribadi. Sebaliknya, individu yang
rendah dalam dimensi hubungan positif dengan orang lain, terisolasi
dan merasa frustasi dalam membina hubungan interpersonal, tidak
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
23
berkeinginan untuk berkompromi dalam mempertahankan hubungan
dengan orang lain.
c. Otonomi (autonomy)
Otonomi digambarkan sebagai kemampuan individu untuk
bebas namun tetap mampu mengatur hidup dan tingkah lakunya.
Individu yang memiliki otonomi yang tinggi ditandai dengan bebas,
mampu untuk menentukan nasib sendiri (self-determination) dan
mengatur perilaku diri sendiri, kemampuan mandiri, tahan terhadap
tekanan sosial, mampu mengevaluasi diri sendiri, dan mampu
mengambil keputusan tanpa adanya campur tangan orang lain.
Sebaliknya, individu yang rendah dalam dimensi otonomi akan sangat
memperhatikan dan mempertimbangkan harapan dan evaluasi dari
orang lain, berpegangan pada penilaian orang lain untuk membuat
keputusan penting, serta mudah terpengaruh oleh tekanan sosial untuk
berpikir dan bertingkah laku dengan cara-cara tertentu. Kematangan
dalam berfikir dan bertindak mempengaruhi otonomi seseorang.
Kematangan dalam hal ini bukan dari usia tetapi dari
pengalaman. Untuk pemecahan sebuah masalah individu yang matang
akan dapat menentukan sendiri sebuah keputusan yang akan di ambil,
dan dapat menentukan sikapnya sendiri berdasarkan dengan
pengalaman sebelumnya. Sedangkan individu yang belum matang ia
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
24
akan bergantung kepada orang lain atas keputusan yang akan
digunakan.
d. Penguasaan lingkungan (environmental mastery)
Merupakan kemampuan individu untuk mengatur
lingkungannya, memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungan,
menciptakan, dan mengontrol lingkungan sesuai dengan kebutuhan.
Individu yang tinggi dalam dimensi penguasaan lingkungan memiliki
keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat
mengendalikan aktivitas eksternal yang berada di lingkungannya
termasuk mengatur dan mengendalikan situasi kehidupan sehari-hari,
memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungan, serta mampu
memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan
pribadi. Sebaliknya individu yang memiliki penguasaan lingkungan
yang rendah akan mengalami kesulitan dalam mengatur situasi sehari-
hari, merasa tidak mampu untuk mengubah atau meningkatkan
kualitas lingkungan sekitarnya serta tidak mampu memanfaatkan
peluang dan kesempatan diri lingkungan sekitarnya.
e. Tujuan hidup (purpose of life)
Tujuan hidup memiliki pengertian individu memiliki
pemahaman yang jelas akan tujuan dan arah hidupnya, memegang
keyakinan bahwa individu mampu mencapai tujuan dalam hidupnya,
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
25
dan merasa bahwa pengalaman hidup di masa lampau dan masa
sekarang memiliki makna. Individu yang tinggi dalam dimensi ini
adalah individu yang memiliki tujuan dan arah dalam hidup,
merasakan arti dalam hidup masa kini maupun yang telah dijalaninya,
memiliki keyakinan yang memberikan tujuan hidup serta memiliki
tujuan dan sasaran hidup.
Sebaliknya individu yang rendah dalam dimensi tujuan hidup
akan kehilangan makna hidup, arah dan cita-cita yang tidak jelas,
tidak melihat makna yang terkandung untuk hidupnya dari kejadian di
masa lalu, serta tidak mempunyai harapan atau kepercayaan yang
memberi arti pada kehidupan.
f. Pertumbuhan pribadi (personal growth)
Individu yang tinggi dalam dimensi pertumbuhan pribadi
ditandai dengan adanya perasaan mengenai pertumbuhan yang
berkesinambungan dalam dirinya, memandang diri sebagai individu
yang selalu tumbuh dan berkembang, terbuka terhadap pengalaman-
pengalaman baru, memiliki kemampuan dalam menyadari potensi diri
yang dimiliki, dapat merasakan peningkatan yang terjadi pada diri dan
tingkah lakunya setiap waktu serta dapat berubah menjadi pribadi
yang lebih efektif dan memiliki pengetahuan yang bertambah.
Sebaliknya, individu yang memiliki pertumbuhan pribadi
rendah akan merasakan dirinya mengalami stagnasi, tidak melihat
peningkatan dan pengembangan diri, merasa bosan dan kehilangan
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
26
minat terhadap kehidupannya, serta merasa tidak mampu dalam
mengembangkan sikap dan tingkah laku yang baik.
Dari beberapa pernyataan di atas maka diambil kesimpulan, pada
umumnya seseorang yang memiliki psychological well being yang baik
adalah adanya penerimaan diri, adanya hubungan positif dengan orang
lain, mampu mandiri, memiliki penguasaan lingkungan yang baik,
memiliki tujuan hidup, dan dapat berkembang. Semua dimensi atau aspek
di atas tentunya tidak langsung diperoleh dalam diri individu, melainkan
diperoleh secara bertahap.Dimensi penerimaan diri diperoleh terlebih
dahulu, melalui adaptasi terhadap diri sendiri sampai individu mampu
menerima dengan baik setiap kondisi yang dialaminya.
Hubungan positif positif dengan orang lain diperoleh melalui
interaksi dengan individu lain maupun dengan kelompok agar menjadi
bagian dalam suatu kelompok. Otonomi merupakan hak yang dimiliki
seseorang untuk mengatur dirinya sendirinya tanpa adanya paksaan dari
luar.Mampu mengatur dan mengelola lingkungan sesuai dengan
keinginan individu tersebut juga merupakan bagian dari pencapaian
peningkatan psychological well being.Untuk memperoleh suatu kepuasan
hidup tentunya individu harus mampu menentukan tujuan hidupnya, agar
lebih memiliki arti dan mencapai kebahagiaan yang
diinginkan.Pertumbuhan pribadi menjadi salah satu hal penting dalam
pencapaian psychological well being, dimana individu mampu mampu
untuk terus tumbuh dan berkembang atas potensi yang dimilikinya.
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
27
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Menurut Ryff dan Singer (dalam Astuti, 2011) menyebutkan
faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well being, antara lain:
a. Usia
Berdasarkan data yang diperoleh dari beberapa penelitian yang
dilakukan Ryff (1989; Ryff & Keyes 1995; Ryff & Singer 1996),
penguasaan lingkungan dan kemandirian menunjukan peningkatan
seiring perbandingan usia (usia 25-39, usia 40-59, usia 60-74). Tujuan
hidup dan pertumbuhan pribadi secara jelas menunjukan penurunan
seiring bertambahnya usia. Skor dimensi penerimaan diri, hubungan
positif dengan orang lain secara signifikan bervariasi berdasarkan
usia.
b. Jenis Kelamin
Berdasarkan data yang diperoleh dari beberapa penelitian yang
dilakukan Ryff (1989; Ryff 1995; Ryff & Singer 1996), faktor jenis
kelamin menunjukan perbedaan yang signifikan pada dimensi
hubungan positif dengan orang lain dan dimensi pertumbuhan pribadi.
Dari keseluruhan perbandingan usia (usia 25-39, usia 40-59, usia 60-
74), wanita menunjukan angka yang lebih tinggi daripada pria.
Sementara dimensi yang lain tidak menunjukan perbedaan yang
signifikan.
c. Tingkat pendidikan dan pekerjaan
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
28
Status pekerjaan yang tinggi atau tingginya pendidikan
seseorang menunjukan bahwa individu memiliki faktor pengaman
(uang, ilmu, keahlian) dalam hidupnya untuk menghadapi masalah,
tekanan dan tantangan (Ryff & Singer, 1996).Hal ini dapat terkait
dengan kesulitan ekonomi, dimna kesulitan ekonomi menyebabkan
sulitnya individu untuk memenuhi kebutuhan pokoknya sehingga
menyebabkan menurunnya kesejahteraan psikologis.
d. Latar belakang budaya
Menurut Sugianto (2000), perbedaan budaya Barat dan Timur
juga memberikan pengaruh yang berbeda. Dimensi yang lebih
berorientasi pada diri(seperti penerimaan diri dan kemandirian) lebih
menonjol dalam konteks budaya Barat, sedangkan dimensi yang
berorientasi pada orang lain (seperti hubungan positif dengan orang
lain) lebih menonjol pada budaya Timur.
Liwarti (2013) dari beberapa penelitian yang telah dilakukan
mengenai psychological well being, terdapat perbedaan serta faktor-
faktor yang mempengaruhi psychological well being.Faktor-faktor
tersebut diantaranya:
a. Usia
Ryff dan Keyes (1995), Ryff at all.(2002), Ryff (1989, 1991,
1998), beranggapanusia menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
psychological well being pada aspek penerimaan diri, otonomi,
penguasaan lingkungan dan hubungan baik dengan orang lain.
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
29
Terdapat peningkatan psychological well being pada usia yang
semakin dewasa. Sedangkan pada tujuan hidup dan pertumbuhan
pribadi menunjukan penurunan pada setiap periode kehidupan dewasa.
Helsondan Srivastava, menemukan keterkaitan usia dengan
pertumbuhan pribadi dan penguasaan lingkungan. Perbedaan usia ini
terbagi menjadi tiga fase kehidupan dewasa yakni, dewasa muda,
dewasa tengah dan dewasa akhir, dimana dewasa tengah memiliki
tingkat psychological well being yang lebih tinggi dibandingkan
dengan dewasa awal dan dewasa akhir (Papalia, dkk, 2008).
b. Tingkat Pendidikan
Ryff, Magee, Kling & Wling, menyatakan tingkat pendidikan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi psychological well
being.Individu yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih baik
maka akan mempunyai kemampuan pengenalan lingkungan dan
psychological well being yang lebih baik pula. Sedangkan Keyes, Ryff
dan Shmootkin, menyatakan tingkat pendidikan meletakan individu
pada posisi tertentu disebuah struktur sosial.
c. Jenis Kelamin
Ryff; Ryff dan Singer, menyatakan perdebadaan jenis kelamin
memberikan pengaruh terhadap psychological well being seseorang.
Dimana wanita cenderung memiliki psychological well being lebih
tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Hal tersebut berkaitan dengan
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
30
aktivitas sosial yang yang dilakukan.Wanita cenderung memiliki
hubungan interpersonal yang lebih baik daripada laki-laki.
d. Faktor Status Sosial Ekonomi
Ryff, menyatakan bahwa faktor status sosial ekonomi menjadi
sangat penting dalam peningkatan psychological well being, bahwa
tingkat keberhasilan pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik,
menunjukan tingkat psychological well being yang juga lebih baik.
Ryan dan Deci menegaskan status sosial ekonomi berhubungan
dengan dimensi penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan
lingkungan, tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi. Status sosial
ekonomi mempengaruhi kesejahteraan psikologis seperti besarnya
income keluarga, tingkat pendidikan, keberhasilan pekerjaan,
kepemilikian materi dan status sosial di masyarakat (Pinquart &
Sorenson).
e. Dukungan Sosial
Lingkungan individu terutama keluarga sangat berpengaruh
pada psychological well being seseorang. Dukungan sosial dari
keluarga terdekat atau dari lingkungannya, menjadikan seseorang
lebih dapat menerima, hubungan baik lebih terjagadan hal tersebut
dapat berpengaruh pada peningkatan psychological well
beingseseorang (Listwan, Colvin, Hanley, & Flannery).
Andan Cooney, menyatakan bahwa bimbingan dan arahan dari
orang lain (generativity) memiliki peran yang penting dalam
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
31
psychological well being. Dimana individu yang pada masa kecilnya
memiliki hubungan yang baik dengan orang tua dan mendapatkan
dukungan dan kepercayaan dari orang tua memiliki psychological well
being yang baik pada masa dewasa. Daalen, Sanders, dan Willemsen,
menyatakan bahwa wanita yang mendapat dukungan sosial yang baik
dari keluarga melaporkan memilikikepuasan hidup dan psychological
well beingyang lebih tinggi daripada laki-laki.
f. Kepribadian
Gutie`rrez, Jime`nez, Herna`ndez, dan Puente, menyatakan
kepribadian merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh
dalam kesejahteraan menemukan keterbukaan merupakan salah satu
faktor yang secara signifikan mempengaruhi kesejahteraan terutama
dimensi demografis.Schmutte dan Ryff (1997); Steel, Schmidt, dan
Schultz (2008), Ryff at all. (2002) dalam penelitiannya mengenai
hubungan lima tipe kepribadian (the big five traits) dengan dimensi-
dimensi psychological well being menemukan bahwa sifat, low
neurotikism, ekstrovert dan conscientiousness, berpengaruh pada
psychological well being khususnya pada penerimaan diri, penguasaan
lingkungan dan tujuan hidup.
Meskipun demikian aspek-aspek psychological well being
yang lain juga berkorelasi dengan kepribadian yang lainnya. Sifat
keterbukaan terhadap pengalaman baru dan ekstrovert berpengaruh
pada pertumbuhan diri, sedangkan agreeableness berpengaruh pada
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
32
hubungan positif dengan orang lain dan dimensi otonomi berkorelasi
dengan beberapa kepribadian namun yang paling menonjol
dalamneurotik.
g. Spiritualitas
Spiritualitas juga berpengaruh pada psychological well being,
Wink dan Dillon, menyatakan bahwa spiritualitas berkaitan dengan
psychological well being terutama pada aspek pertumbuhan pribadi
dan hubungan positif dengan orang lain. Menurut Kirby, Coleman,
dan Daley, menyatakan spiritualitas merupakan sumberdaya dalam
mempertahankan psychological well being, dimana individu yang
merasa mendapatkan dukungan spiritual cenderung memiliki
psychological well being yang tinggi dan dapat mengurangi angka
kematian (McClain, Rosenfeld, & Breitbart).
Selain keenam dimensi yang telah disebutkan, terdapat faktor-
faktor lain yang mampu mempengaruhi kondisi psychological well being
seseorang diantaranya faktor usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin,
faktor sosial ekonomi, dukungansosial, kepribadian dan spiritualitas.
Berdasarkan penelitian para ahli, terdapat korelasi antara keenam dimensi
dari psychological well beingdengan ketujuh faktor tersebut. Ketujuh
faktor tersebut juga menentukan tinggi rendahnya psychological well
being yang dapat diperolehseseorang.
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
33
Sedangkan menurut Huppert (2009) bahwasanya tingkat
kesejahteraan psikologis dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:
a. Personality (kepribadian)
Berkaitan dengan gaya emosional yang positif sedangkan neurotisme
dikaitkan dengan gaya emosional yang negatif.
b. Faktor Demografi
Pada jenis kelamin, tingkat kesejahteraan perempuan memiliki
kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.
c. Faktor SosialEkonomi
Pada umumnya, status sosial ekonomi dan tingkat pendapatan yang
tinggi mempengaruhi tingkat kesejahteraan individu.
d. Faktor Lainnya (perilaku, kognisi dan motivasi)
Individu yang memiliki perilaku, kognisi dan motivasi yang baik
untuk berjuang mencapai tujuannya mencerminkan nilai-nilai yang
dipegang teguh dari dalam dirinya, sebagai langkah untuk mencapai
kebahagiaan.
Dari beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan faktor-faktor
yang mempengaruhi psychological well being adalah usia, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, ekonomi, dukungan social, kepribadian dan
spiritualitas.
B. Penerimaan Diri
1. Pengertian
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
34
Penerimaan diri merupakan sikap yang pada dasarnya merasa
puas dengan diri sendiri, kualitas-kualitas dan bakat-bakat sendiri, dan
pengakuan akan keterbatasan-keterbatasan sendiri (Chaplin, 2011).
Santrock (2007) menjelaskan penerimaan diri merupakan suatu
kesadaran untuk menerima diri sendiri apa adanya. Menurut Johnson
(dalam Putri, 2012), penerimaan diridipandang sebagai suatu keadaan
dimanaseseorang memiliki penghargaan yang tinggipada dirinya sendiri.
Untuk mencapai suatukonsep diri maka seseorang harus
dapatmenjalankan penerimaan atas dirinya. Jikaseseorang memiliki
konsep diri yang positifmaka ia akan memiliki penerimaan diri
yangpositif, dan jika ia memiliki konsep diri yangnegatif maka ia tidak
akan memilikipenerimaan atas dirinya (Burns dalam Putri, 2012).
Dengan kata lain, seseorang yang memilikipenerimaan diri yang baik
adalah ketika individu sudah dapat memahami dan menerima segala
kelebihan serta kekurangan yang dimilikinya.
Seseorang yang dapat menerima dirinya adalah individu yang
sudah mampu belajar untuk dapat hidup dengan dirinya sendiri, dalam
arti individu dapat menerima kelebihan dan kekurangan yang ada dalam
dirinya. Ceyhan dan Ceyhan (dalam Ardila & Herdiana, 2013) individu
yang dapat menerima keadaan dirinya dapat menghormati dirinya sendiri,
dapat menyadari sisi negatif dalam dirinya, dan mengetahui bagaimana
untuk hidup bahagia dengan sisi negatif yang dimilikinya, selain itu
individu yang dapat menerima dirinya memiliki kepribadian yang
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
35
sehatdan kuat, sedangkan orang yang tidak dapat menerima dirinya
mengalami kesulitan dalam penerimaan diri tidak menyukai karateristik
dirinya sendiri, merasa dirnya tidak berguna dan tidak percaya diri.
Sheerer (dalam Machdan dan Hartini, 2012) menjelaskan bahwa
penerimaan diri adalah sikap dalam menilai diri dan keadaanya secara
objektif, menerima kelebihan dan kelemahannya. Menerima diri berarti
telah menyadari, memahami dan menerima apa adanya dengan disertai
keinginan dan kemampuan untuk selalu mengembangkan diri sehingga
dapat menjalani hidup dengan baik dan penuh tanggung jawab.
Definisi penerimaan diri menurut Sheerer yang kemudian
dimodifikasi Berger adalah sebagai berikut yaitu yang pertama nilai-nilai
dan standar diri tidak dipengaruhi lingkungan luar, keyakinan dalam
menjalani hidup, bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukan,
mampu menerima kritik dan saran seobjektif mungkin, tidak
menyalahkan diri atas perasaannya terhadap orang lain, menganggap
dirinya sama dengan orang lain, tidak ingin orang lain menolaknya dalam
kondisi apapun, tidak menganggap dirinya berbeda dari orang lain, dan
tidak mau atau rendah diri (Denmarkdalam Putri, dkk, 2013).
Individu yang dapat menerima keadaan dirinya dapat
menghormati diri individu sendiri, dapat menyadari sisi negatif dalam
dirinya, dan mengetahui Individu yang dapat menerimakeadaan dirinya
dapat menghormati diriindividu sendiri, dapat menyadari sisinegatif
dalam dirinya, dan mengetahui bagaimana untuk hidup bahagia dengan
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
36
sisi negatif yang dimilikinya, selain itu individu yang dapat menerima
dirinya memiliki kepribadian yang sehat dan kuat, sebaliknya, orang
yang mengalami kesulitan dalam penerimaan diri tidak menyukai
karakteristik individu sendiri, merasa diri individutidak berguna dan tidak
percaya diri (Ceyhan & Ceyhan dalam Putri, dkk, 2013).
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa penerimaan diri adalah kondisi dimana individu
mampu menerima setiap kondisi baik fisik maupun non-fisik yang ada
dalam dirinya, baik masa lalu maupun masa sekarang, serta mengetahui
bagaimana membuat hidupnya bahagia melalui kekurangan dan
kelebihannya.
2. Ciri-ciri Penerimaan Diri
Menurut Johnson (dalam Putri & Hamidah, 2012) menyebutkan
ciri-ciri seseorang yang menerima dirinya adalah menerima diri sendiri
apa adanya, tidak menolak diri sendiri, apabila memiliki kelemahan dan
kekurangan memiliki keyakinan bahwa untuk mencintai diri sendiri,
maka seseorang tidak harus dicintai oleh orang lain dan dihargai oleh
oleh orang lain, seseorang merasa berharga, maka seseorang tidak perlu
merasa benar-benar sempurna, memiliki keyakinan bahwa dia mampu
untuk menghasilkan kerja yang berguna.
Ciri-ciri individu dengan penerimaan diri yang baik menurut
Jersild (dalam Sari & Nuryoto, 2002) adalah memiliki penghargaan yang
realistis terhadap kelebihan-kelebihan dirinya, memiliki keyakinan akan
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
37
standar-standar dan prinsip-prinsip dirinya tanpa harus diperbudak oleh
opini individu-individu lain, memiliki kemampuan untuk memandang
dirinya secara realistis tanpa harus menjadi malu akan keadaannya,
mengenali kelebihan-kelebihan dirinya dan bebas memanfaatkannya,
mengenali kelemahan-kelemahan dirinya tanpa harus menyalahkan
dirinya, memiliki spontanitas dan rasa tanggung jawab dalam diri,
menerima potensi dirinya tanpa menyalahkan dirinya atas kondisi-
kondisi yang berada di luar kontrol individu, tidak melihat diri individu
sebagai individu yang harus dikuasai rasa marah atau takut atau menjadi
tidak berarti karena keinginan-keinginannya tapi dirinya bebas dari
ketakutan untuk berbuat kesalahan, merasa memiliki hak untuk memiliki
ide-ide dan keinginan-keinginan serta harapan-harapan tertentu, tidak
merasa iri akan kepuasan-kepuasan yang belum individu raih.
Sedangkan Sheerer (dalam Machdan dan Hartini, 2012)
menjelaskan bahwa ciri-ciri orang yang menerima dirinya adalah:
a. Individu mempunyai keyakinan akan kemampuannya untuk
menghadapi persoalan
b. Individu menganggap dirinya berharga sebagai seorang manusia dan
sederajat dengan orang lain
c. Individu tidak menganggap dirinya aneh atau abnormal dan tidak ada
harapan ditolak orang lain
d. Individu tidak malu atau hanya memperhatikan dirinya sendiri
e. Individu berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
38
f. Individu dapat menerima pujian atau celaan secara objektif
g. Individu tidak menyalahkan diri atau keterbatasan yang dimilikinya
ataupun mengingkari kelebihannya.
Untuk dapat melihat kemampuan seorang individu menerima
dirinya dengan baik atau tidak adalah berdasarkan delapan ciri-ciri di
atas.Memiliki kemampuan menghadapi persoalan, menganggap dirinya
berharga, menganggap dirinya sama dengan orang lain, tidak merasa
malu atau minder, mampu bertanggung jawab atas setiap perbuatan,
objektif, dan bersyukur atau tidak menyalahkan diri atas keterbatasan
yang dimiliki merupakan ciri-ciri atau karateristik dari individu yang
memiliki penerimaan diri yang baik atas dirinya.
3. Aspek-Aspek Penerimaan Diri
Menurut Supratiknya (1995) aspek-aspek penerimaan diri
berkaitan dengan:
a. Kerelaan
Kerelaan untuk membuka atau rnengungkapkan aneka pikiran,
perasaan, dan reaksi kita kepada orang lain. Membuka atau
mengungkapkan aneka pikiran, perasaan, dan reaksi kita kepada orang
lain, pertama-tama harus melihat bahwa diri kita tidak seperti apa
yang dibayangkan, dan pembukaan diri yang akan kita lakukan
tersebut diterima atau tidak oleh orang lain.
Kalau kita sendiri menolak diri (self-rejecting), maka
pembukaan diri akan sebatas dengan pemahaman yang kita punya
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
39
saja. Dalam penerimaan diri individu, terciptanya suatu penerimaan
diri yang baik terhadap kekurangan dan kelebihan yang dimiliki, dapat
dilihat dari bagaimana ia mampu untuk menghargai dan menyayangi
dirinya sendiri, serta terbuka pada orang lain.
b. Kesehatan psikologis
Kesehatan psikologis berkaitan erat dengan kualitas perasaan
kita terhadap diri sendiri. Orang yang sehat secara psikologis
rnemandang dirinya disenangi, mampu, berharga, dan diterima oleh
orang lain. Orang yang menolak dirinya biasanya tidak bahagia dan
tidak mampu rnembangun serta melestarikan hubungan baik dengan
orang lain. Maka, agar kita tumbuh dan berkembang secara psikologis,
kita harus menerima diri kita. Untuk rnenolong orang lain tumbuh dan
berkernbang secara psikologis, kita harus menolongnya dengan cara
memberikan pemahaman terhadap kesehatan psikologis, agar rnenjadi
lebih bersikap menerima diri.
c. Penerimaan terhadap orang lain
Orang yang menerima diri biasanya lebih bisa menerima orang
lain. Bila kita berpikiran positif tentang diri kita, maka kita pun akan
berpikir positif tentang orang lain. Sebaliknya bila kita menolak diri
kita, maka kita pun akan menolak orang lain.
Aspek penerimaan diri menurut Sheerer (dalam Utami, 2013)
meliputi perasaan sederajat dengan individu lain, percaya dengan
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
40
kemampuan diri, bertanggung jawab, berorientasi keluar diri,
berpendirian, menyadari keterbatasan, dan menerima sifat kemanusiaan.
KemudianSheerer (dalam Trimulyaningsih dan Rachmahana,
2008) menjelaskan aspek-aspek penerimaan diri yaitu:
a. Memiliki keyakinan penuh akan kemampuan diri dalam menjalankan
kehidupannya.
Penerimaan diri akan beriringan dengan rasa aman pribadi.
Rasa aman pribadi berkaitan dengan kemampuan untuk memandang
sesuatu permasalahan dengan hati-hati dan melihat berbagai sudut
pandang untuk mengukur resiko-resiko yang dihadapi serta untuk
mengantisipasi kesulitan yang terjadi.
b. Berfikir bahwa dirinya berharga dan sederajat dengan orang lain.
Individu dengan penerimaan diri akan menghargai dirinya
meskipun hanya memiliki potensi kecil yang tersembunyi dan akan
mampu menghargai kelebihan tersebut. Berbeda dengan individu yang
tidak mampu menerima dirinya, individu tidak pernah merasa puas
akan keberhasilannya, dan juga mengalami keputusaasaan walaupun
derajatnya sama dengan individu yang percaya bahwa dirinya telah
gagal.
c. Menyadari dan tidak merasa malu atas keadaan dirinya.
Individu yang menerima diri akan menyadari kekurangan-
kekurangannya dan tidak berusaha menutupi kekurangannya tersebut,
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
41
individu juga tidak bersembunyi karena kekurangan yang dimilikinya,
serta tidak bersikap defensife dibalik topeng atau peranan sosial.
d. Menempatkan dirinya sebagaimana orang lain sebagaimana individu
yang lain menempatkan dirinya.
Penerimaan diri berkaitan dengan penyesuaian dalam
kehidupan. Tingkat individu menerima dirinya akan menentukan
tingkat penyesuaiannya.
e. Bertanggung jawab atas segala perbuatannya
Salah satu manfaat yang didapat dari penerimaan diri adalah
adanya perasaan percaya diri dan harga diri. Individu yang mampu
menerima diri dengan baik, akan mampu menerima kritik
dibandingkan dengan yang tidak mampu melakukan penerimaan diri.
f. Yakin dan memahami terhadap pilihan dirinya sendiri dan tidak
diperbudak oleh opini-opini orang lain.
Individu yang memiliki peneriman diri yang baik yakin dan
percaya atas pilihannya sendiri, dan berusaha melakukan yang terbaik
untuk dirinya sendiri dan untuk orang lain. Individu yang memiliki
penerimaan diri akan mempunyai keyakinan atas keputusan yang
diambil, serta tidakmenakhlukan pendapatnya diantara kelompoknya.
g. Menerima pujian dan celaan secara objektif.
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
42
Individu dengan penerimaan diri tidak berfikir tentang
kesempurnaan dirinya, serta mampu memndang diri dengan apa
adanya. Individu juga dapat mengkompensasi keterbatasannya dengan
memperbaiki dan meningkatkan karakter-karakter dirinya tanpa harus
melarikan diri dari kenyataan yang ada.
h. Tidak mengingkari atau merasa bersalah atas dorongan-dorongan dan
emosi-emosi pada dirinya.
Individu yang memiliki penerimaan diri memiliki kemampuan
untuk mengekspresikan kehangatan dan perasaan secara spontan
terhadap orang lain, begitu juga dengan pemberian kasih sayang,
individu tidak pasif dan emosional.
C. Narapidana Remaja
1. Pengertian Narapidana
Menurut UU No. 12 tahun 1995, narapidana adalah terpidana
yang hilang kebebasan dipenjara, sedangkan Wilson (dalam Azani, 2012)
menjelaskan bahwa narapidana adalah manusia yang bermasalah yang
harus dipisahkan dari masyarakat untuk belajar bermasyarakat dengan
baik, dan menurut Harsono (dalam Azani, 2012) narapidana adalah
manusia yang sedang berada dipersimpangan jalan karena harus memilih
akan meninggalkan atau tetap pada perilakunya yang dahulu dan tengah
mengalami krisis disosialisasi (merasa takut diasingkan di
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
43
dalammasyarakat dan keluarga, tidak mampu bersosialisasi dengan baik
akibat rasa minder dan putus harapan.
Menurut KUHP pasal 10 (dalam KUHAP dan KUHP, 2002)
narapidana adalah predikat lazim diberikan kepada orang yang
terhadapnya dikenakan pidana hilang kemerdekaan, yakni hukuman
penjara (kurungan).Harsono (Siahaan, 2008) mengatakan bahwa
narapidana adalah seseorang yang telah dijatuhkan vonis bersalah oleh
hukum dan harus menjalani hukuman atau sanksi, yang kemudian akan
ditempatkan di dalam sebuah bangunan yang disebut rutan, penjara atau
lembaga pemasyarakatan.
Menurut Petrus dan Pandapotan (dalam Fransiska, 2010)
menyatakan bahwa “narapidana adalah orang yang tersesat yang
mempunyai waktu dan kesempatan untuk bertaubat yang keberadaannya
perlu mendapat pembinaan”.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
narapidana merupakan individu yang mengalami hilang kebebasan dan
harus menjalani masa hukuman untuk mempertanggungjawabkan
perbuatannya, agar setelah selesai masa hukuman dapat memperbaiki
perilakunya dan dapat kembali hidup bermasyarakat dengan baik.
2. Pengertian Remaja
Masa remaja sering disebut sebagai adolesensi atau adolescence
dalam bahasa Inggris, dan berasal dari kata latin adolescere yang berarti
tumbuh ke arah kematangan (Sarwono, 2011). Menurut Sarwono (2004)
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
44
kematangan yang dimaksud meliputi kematangan fisik, psikis dan sosial.
Remaja adalah suatu masa dimana individu mengalami perkembangan
psikologis dan pola identifikasi dari anak-anak ke dewasa (Sarwono,
2004).
Sarwono (2011) mengatakan bahwa masa remaja adalah masa
peralihan dari anak-anak ke dewasa, bukan hanya dalam artian psikologis
tetapi juga fisik. Bahkan perubahan-perubahan fisik yang terjadi itulah
yang merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja, sedangkan
perubahan-perubahan psikologis muncul antara lain sebagai akibat dari
perubahan-perubahan fisik itu.
Menurut Hurlock (1981) remaja adalah individu yang berada
pada usia 12-18 tahun. Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja
pada rentang usia 12-23 tahun.
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa
dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis dalam rentang umur 12 –
23 tahun.
3. Tahap Perkembangan Remaja
Desmita (2013) menyatakan bahwa batasan usia remaja yang
umum digunakan ole para ahli adalah antara 12 tahun hinggga 21 tahun,
rentang waktu ini biasanya dibedakan atas tiga yaitu: 12 – 15 tahun yakni
masa remaja awal, 15 – 18 tahun adalah masa remaja pertengahan,
sedangkan 18 – 21 tahun merupakan masa remaja akhir.
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
45
Semua aspek perkembangan dalam masa remaja secara global
berlangsung antara umur 12-21 tahun, dengan pembagian usia 12-15
tahun adalah remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan,
18-21 tahun adalah masa remaja akhir (Sarwono, 2004).
Sarwono juga menjelaskan tahap perkembangan remaja, masa
remaja di bagi menjadi tiga tahap perkembangan, yaitu:
a. Masa remaja awal (12-15 tahun) dengan ciri khas antara lain :
1) Lebih dekat dengan teman sebaya
2) Ingin bebas
3) Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir
abstrak
b. Masa remaja tengah (15-18 tahun) dengan ciri khas antara lain :
1) Mencari identitas diri
2) Timbulnya keinginan untuk kencan
3) Mempunyai rasa cinta yang mendalam
4) Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak
5) Berkhayal tentang aktivitas seks
c. Masa remaja akhir (18-21 tahun) dengan ciri khas antara lain :
1) Pengungkapan identitas diri
2) Lebih selektif dalam mencari teman sebaya
3) Mempunyai citra jasmani dirinya
4) Dapat mewujudkan rasa cinta
5) Mampu berfikir abstrak
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
46
Sarwono (2011) mengatakan bahwa konsekwensi dari adanya
ketiga perkembangan yang dialami dimasa remaja menyebabkan perilaku
remaja sering dianggap kurang dewasa.
a. Perkembangan fisik
Perubahan-perubahan fisik yang terbesar pengaruhnya pada
perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh (yaitu badan
menjadi panjang dan tinggi), mulai berfungsinya alat-alat reproduksi
(ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki)
dan adanya tanda-tanda seksual sekunder.
Adanya perubahan fisik menyebabkan kecanggungan bagi
remaja. Hal tersebut dikarenakan remaja harus menyesuaikan diri
dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Pertumbuhan badan yang
mencolok misalnya, atau pembesaran payudara yang cepat, membuat
remaja merasa tersisih dari teman-temannya. Demikian pula dalam
menghadapi haid dan ejakulasi pertama, remaja perlu mengadakan
penyesuaian-penyesuaian tingkah laku yang tidak selalu bisa
dilakukan dengan mulus, dan terutama apabila tidak mendapat
dukungan dari orang tua (Sarwono, 2011).
b. Perkembangan Psikologis
Perkembangan psikologis meliputi perkembangan kepribadian
dan emosi, perkembangan kognitif dan perkembangan penalaran
moral serta religi. Pada perkembangan kematangan kepribadian dan
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
47
emosi, remaja memerlukan status, kemandirian, prestasi dan falsafah
hidup yang memuaskan.
Emosi atau perasaan meliputi rasa senang-tak senang, rasa
benci-sayang, suka-tak suka dan sebagainya, dan semua itu relatif
cepat berubah di dalam masa ini. Bentuk-bentuk emosi yang cepat
berubah di dalam masa ini. Bentuk-bentuk emosi yang sering nampak
pada masa remaja adalah marah, takut, cemas, malu, irihati, cemburu,
sedih, gembira, kasih sayang, dan ingin tahu
c. Perkembangan Sosial
Pada perkembangan sosial remaja terjadi dua macam gerak
pada remaja. Gerak tersebut berupa gerak memisahkan diri dari orang
tua dan gerak menuju teman sebaya individu mencari teman sebaya.
Individu mencari teman sebaya, karena individu berada pada nasib
yang sama, yaitu berada dalam keadaan sementara. Sebagian besar
kehidupan sosial remaja dengan orang tua ditinggalkan dan bergabung
dengan sebaya atau anggota kelompok lain dalam usaha untuk
mencari nilai-mlai baru. Remaja mulai meragukan kewajiban dan
kebijaksanaan orang tua, maupun norma-norma yang ada.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa masa remaja merupakan peralihan dari masa
kanak-kanak, bukan hanya mengalami perubahan fisik tapi juga
psikis.Remaja terbagi menjadi 3 berdasarkan umurnya remaja awal
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
48
usia 12-15 tahun, remaja tengah 15-18 tahun dan remaja akhir 18-21
tahun.
D. Kecanduan
1. Pengertian
Menurut Chaplin (2011) kecanduan merupakan keadaan
bergantung secara fisik pada suatu obat bius.Pada umumnya, kecanduan
tersebut menambah dosis (toleransi) terhadap suatu obat bius,
ketergantungan fisik dan psikologis, dan menambah pula gejala-gejala
pengasingan diri dari masyarakat, apabila pemberian obat bius tersebut
dihentikan.
Beberapa derajat toleransi dapat melalui penggunaan secara
berulang suatu obat bius.Toleransi tersebut menunjukan adanya bukti,
bahwa reaksi individual terhadap obat bius tersebut cenderung semakin
menurun atau berkurang dengan pengulangan dosisnya. Secara
konsekuen, untuk memperoleh pengaruh yang sama kuat, maka individu
yang memakai obat-obatan tersebut secara berangsur-angsur harus
menambahkan dosisnya (Chaplin, 2011).
Banyak obat bius, terutama obat penenang dan narkotik (bahan
pembius), menyebabkan ketergantungan fisik, yaitu suatu kondisi yang
ditandai dengan gejala-gejala mengasingkan diri apabila penggunaan
obat tersebut diakhiri.Tremor, sering melamun, kejang, dan halusinasi
merupakan kondisi-kondisi putus zat yang banyak ditemukan.
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
49
Menurut Baker et al (dalam Pinel, 2009) pecandu kadang-kadang
memakai obat untuk mencegah atau mengurangi gejala-gejala putus zat
(withdrawa)l, tetapi ini bukan faktor pendorong utama dalam adiksinya.
Akan tetapi, kebanyakan pecandu memperbaharui pemakaian obatnya
bahkan setelah berbulan-bulan.
Sedangkan menurut DSM-IV pengertian kecanduan adalah
sebagai kumpulan gejala yang mengindikasikan bahwa seseorang
memiliki kesulitan untuk mengontrol penggunaan suatu zat dan
meneruskan penggunaanya tanpa memperdulikan akibatnya. Sedangkan
pecandu NAPZA adalah seorang penyalahguna NAPZAyang telah
mengalami ketergantungan terhadap satu atau lebih narkotik,
psikotropika, dan zat adiktif lain, baik secara fisik maupun psikis.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa kecanduan adalah kondisi ketergantungan inidividu
terhadap sesuatu atau tehadap suatu zat tertentu, dimana jika tidak
terpenuhi maka akan menimbulkan kondisi putus zat.
E. NAPZA
1. Pengertian
NAPZA merupakan akronim dari Narkoba, Psikotropika, dan Zat
Adiktif lainnya yang merupakan jenis obat-obatan yang dapat
mempengaruhi gangguan kesehatan dan kejiwaan (Martono & Joewana,
2008).NAPZA secara umum adalah zat-zat kimiawi yang apabila
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
50
dimasukan kedalam tubuh baik secara oral (diminum, dihisap, dishirup
dan disedot) maupun disuntik, dapat mempengaruhi pikiran, suasana hati,
perasaan dan perilaku seseorang. Hal ini dapat menimbulkan gangguan
keadaan sosial yang ditandai dengan indikasi negatif, waktu pemakaian
yang panjang dan pemakaian yang berlebihan (Lumbantobing, 2007)
Napza pada dasarnya merupakan jenis obat atau zat yang berguna
bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan kesehatan seperti terapi,
contohnya adalah morfin, opium, sabu-sabu (amfetamina), PCP
(halusinogen) dan lain-lain (Rozak & Sayitu, 2006).Menurut Budiarta
(2000) Napza merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman, baik
sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi bahkan
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Menurut UU RI No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika
menyebutkan bahwa:
a. Narkotika adalah suatu zat atau obat yang berasal dari tanaman
maupun bukan tanaman baik sitesis maupun semi sintesis yang
menyebabkan penurunan dan perubahan kesadaran, mengurangi dan
menghilangkan rasa nyeri serta dapat menimbulkan ketergantungan
secara fisik maupun psikologis.
b. Psikotropika adalah setiap bahan baik alami maupun buatan bukan
narkotika, yng berkhasiat psikoaktof mempunyai pengaruh selektif
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
51
pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada
aktifitas mental dan perilaku.
c. Zat adiktif yaitu bahan lain yang buka narkotika atau psikotropika
yang merupakan inhalsi yang penggunannya apat menimbulkan
ketergantungan, misalnya lem, aceton, eter, premix, thiner dan lain-
lain.
Dari beberapa pengertian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa
NAPZA merupakan akronim dari Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnya yang dapat menggangku kesehatan dan kejiwaan
seseorang.Obat-obatan tersebut dapat bermanfaat untuk bidang
kesehatan, tetapi jika disalahgunakan dengan dosis yang tidak tepat
menyebabkan perubahan perilaku dan perasaan seseorang.
2. Jenis-jenis NAPZA
Jenis NAPZA sangat beragam antara lain Narkotika, merupakan
zat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sinteisis maupun
semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri
dan dapat menimbulkan ketergantungan. Contoh narkotika yang terkenal
adalah ganja, heroin, kokain, morfin, amfetamin, dan lain-
lain.Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintesis
bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif
pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada
aktifitas mental dan perilaku.Sedangkan zat adiktif lainnya adalah zat,
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
52
bahan kimia, dan biologi dalam bentuk tunggal maupun campuran yang
dapat membahayakan kesehatan lingkungan hidup secara langsung,
maupun secara tidak langsung yang mempunyai sifat karsinogenik,
teratogenik, korosif, dan iritasi.Bahan-bahan tersebut merupakan zat
adiktif yang bukan termasuk dalam narkotika dan psikotropika, tetapi
mempunyai pengaruh dan efek merusak fisik seseorang jika
disalahgunakan (Martono & Joewana, 2008).
Sedangkan dalam UU No. 22 Tahun 1997 dan UU No. 5 Tahun
1997 tentang narkotika dan psikotropika dijelaskan pembagian obat-
obatan jenis NAPZA sebagai berikut:
a. Narkotika
Menurut UU No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika, narkotika
digolongkan kedalam tiga golongan, yaitu:
1) Narkotika golongan I adalah narkotika yang dapat digunakan untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan
dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Contoh:heroin, kokain, dan ganja.
2) Narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat untuk
pengobatan, digunakan dalam terapi atau tujuan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Contoh: morfin, petidin, turunan
garam dalam golongan tertentu.
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
53
3) Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat dalam
pengobatan yang banyak digunakan dalam terapi atau tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
menyebabkan ketergatungan. Contoh: kodein, garam-garam
narkotika dalam golongan tertentu.
b. Psikotropika
Menurut UU No. 5 Tahun 1997 tentang psikotropika yang
dapat digolongkan menjadi empat golongan:
1) Golongan I adalah psikotropika yang hanya digunakan untuk tujuan
ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi yang sangat kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Yang termasuk dalam golongan ini yaitu: MDMA,
ekstasi, LSD, ST
2) Golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan
dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi kuat menimbulkan
ketergantungan. Contoh: amfetamin, fensiklidin, sekobarbital,
metakualon, metilfenidat (Ritalin)
3) Golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi sedang menyebabkan
ketergantungan. Contoh: fenobarbital dan flunitrasepam.
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
54
4) Golongan IV adalah psikotropika yang mempunyai khasiat
pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan untuk
tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan. Contoh: diazepam, klobazam,
bromazepam, klonazepam, khlordiazepoxiase, nitrazepam (BK,
DUM, MG).
c. Zat Adiktif
Zat adiktif merupakan penghantar untuk memasuki dunia
penyalahgunaan narkoba.Pada mulanya seseorang sekedar mencoba
zat-zat adiktif ini sebelum menjadi pecandu aktif. Zat-zat adiktif yang
banyak digunakan adalah nikotin dalam rokok dan etanol dalam
minuman beralkohol dan pelarut lain yang mudah menguap seperti
aseton, tiner dan lain-lain (Riadi, 2013).
Minuman alcohol dibagi menjadi tiga golongan sesuai dengan
kadar alkoholnya, yaitu:
1) Golongan A adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol 1%-
5%. Contoh: bir, greend sand
2) Golongan B adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol 5%-
20%. Contoh: anggur kolesom.
3) Golongan C adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol 20%-
55%. Contoh: arak, wisky, vodka.
Dari beberapa penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan
pembagian NAPZA yaitu, Narkotika: Narkotika jenis I, Narkotika jenis II,
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
55
dan Narkotika jenis II, Psikotropika: Psikotropika jenis I, Psikotropika
jenis II, Psikotropika jenis III, dan Psikotropika jenis IV serta Zat Adiktif
lainnya: Golongan A, Golongan B, dan Golongan C.
F. Lembaga Pemasyarakatan
1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan
Pengertian Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut
LAPAS menurut Pasal 1 ke- 3 UU No. 12 Tahun 1995 (Lembaran
Negara Nomor 77 tahun 1995) tentang Pemasyarakatan, adalah tempat
untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik
Pemasyarakatan (Riyadi, 2012).Menurut Budiyono (2009) Lembaga
Pemasyarakatan adalah temapt untuk melaksanakan pembinaan
narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Dalam ketentuan Pasal 1
ayat (3) Undang-undang Nomer: 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
disebutkan bahwa: Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut
LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan
anak didik pemasyarakatan.
G. Pengaruh Penerimaan Diri terhadapPsychological Well BeingPada
Narapidana Remaja
Menurut Soedjono (dalam Rukiman, 2005) penyalahgunaan narkotika
tersebar secara merata dari kalangan atas hingga anak jalanan terutama di
kalangan remaja, pelajar dan mahasiswa.Penyalahgunaan narkotika tersebar
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
56
secara merata dari kalangan atas hingga anak jalanan terutama di kalangan
remaja, pelajar dan mahasiswa.Penyalahgunaan narkoba di Indonesia sudah
sampai ke tingkat yang sangat mengkhawatirkan, fakta di lapangan
menunjukkan bahwa 50% penghuni LAPAS (Lembaga Pemasyarakatan)
disebabkan oleh kasus narkoba (Eleanora, 2011).
Menurut Hutapea (2011) pada awal menjalani kehidupan di dalam
Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS), seorang narapidana memasuki suatu
dunia yang amat berbeda dengan kehidupan sebelumnya diluar Lembaga
Permasyarakatan. Cohen dan Tylor (dalam Hutapea, 2011) bahkan
menyebutnya sebagai keruntuhan hidup menyeluruh (“massive life
disruption”).Remaja yang telah masuk dalam Lembaga Permasyarakatan
akan mendapatkan stereotip buruk dari masyarakat, selain itu kondisi yang
penuh tekanan juga akan mempengaruhi kondisi mental para remaja (Holmes
& Rahe, dalam Liwarti, 2013).
Menurut Bartol (Azani, 2012) dampak psikologis hukuman penjara
antara lain: kehilangan identitas diri, kehilangan rasa aman, kehilangan
kemerdekaan individual, kehilangan kebebasan untuk berkomunikasi,
kehilangan pelayanan, kehilangan kasih sayang keluarga, kehilangan harga
diri, kehilangan rasa percaya diri dan kehilangan kehilangan kreatifitas
bahkan impian serta cita-cita narapidana. Kehilangan hak-hak tersebut
menyebabkan terjadinya perubahan dalam kehidupan para narapidana, yang
menyebabkan para narapidana sulit untuk menerima dirinya sendiri.
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
57
Penerimaan diri merupakan sikap yang pada dasarnya merasa puas
dengan diri sendiri, kualitas-kualitas dan bakat-bakat sendiri, dan pengakuan
akan keterbatasam-keterbatasan sendiri (Chaplin, 2011). Santrock (2007)
menjelaskan penerimaan diri merupakan suatu kesadaran untuk menerima diri
sendiri apa adanya. Menurut Johnson (dalam Putri, 2012), penerimaan
diridipandang sebagai suatu keadaan dimanaseseorang memiliki penghargaan
yang tinggipada dirinya sendiri. Untuk mencapai suatukonsep diri maka
seseorang harus dapatmenjalankan penerimaan atas dirinya. Ceyhan dan
Ceyhan (dalam Ardila & Herdiana, 2013) individu yang dapat menerima
keadaan dirinya dapat menghormati dirinya sendiri, dapat menyadari sisi
negatif dalam dirinya, dan mengetahui bagaimana untuk hidup bahagia
dengan sisi negatif yang dimilikinya, selain itu individu yang dapat
menerima dirinya memiliki kepribadian yang sehatdan kuat, sedangkan orang
yang tidak dapat menerima dirinya mengalami kesulitan dalam penerimaan
diri tidak menyukai karateristik dirinya sendiri, merasa dirnya tidak berguna
dan tidak percaya diri.
Agar mencapai psychological well being dimensi penerimaan diri
diperoleh terlebih dahulu, melalui adaptasi terhadap diri sendiri sampai
individu mampu menerima dengan baik setiap kondisi yang dialaminya (Aini
& Asiyah, 2013). Remaja yang belum memiliki penerimaan diri yang baik
atas kondisinya saat ini akan berpengarug pada kondisi psychological well
beingnya.
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
58
Ryff (dalam Astuti, 2011) menjelaskan bahwa psychological well
being yang kemudian disingkat PWB merupakan pencapaian penuh dari
potensi psikologis seseorang, dimana individu tersebut dpat menerima
kekuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya, menciptakan hubungan
positif dengan orang lain yang ada disekitarnya, memiliki kemampuan untuk
mengambil keputusan dan mandiri, mampu dan berkompetensi untuk
mengatur lingkungan, memiliki tujuan hidup dan merasa mampu untuk
melalui perkembangan dalam kehidupannya.
Robinson mendefinisikan PWB sebagai evaluasi terhadap bidang-
bidang kehidupan tertentu (misalnya evaluasi terhadap kehidupan
keluarganya, pekerjaan, masyarakat) atau dengan kata lain seberapa baik
seseorang dapat menjalankan peran-perannya dan dapat memberikan
peramalan yang baik terhadap well being (Ramdhani, 2009).
H. Kerangka Pemikiran
Bagan I. Kerangka Berfikir Penelitian Pengaruh Penerimaan Diri Terhadap
Psychological Well Being Pada Narapidana Remaja
Remaja Penyalahgunaan Obat-obatan
Lembaga Pemasyarakatan
Psychological Well Being
Penerimaan Diri
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015
59
I. Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah ada
pengaruhpenerimaan diriterhadappsychological well being pada narapidana
remaja pecandu NAPZA.
Tinggi Rendah Tinggi Rendah
Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015