31
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Locus of Control 2.1.1 Pengertian Locus of Control Locus of control didefinisikan sebagai kecenderungan seseorang melihat terhadap kejadian kejadian dalam hidupnya dikontrol faktor internal atau eksternal (Rotter, 1966 dalam Shojaee dan French, 2014). Sementara menurut Greenberg (2011), locus of control adalah persepsi seseorang terhadap sejauh mana seseorang percaya bahwa ia dapat mengontrol kejadian kejadian dalam hidupnya. Menurut Lefcourt locus of control mengacu pada derajat di mana individu memandang peristiwa peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya sebagai konsekuensi perbuatannya, dengan demikian dapat dikontrol, atau sebagai sesuatu kejadian yang tidak berhubungan dengan perilakunya sehingga di luar kontrol pribadinya (Smet, 1994). 2.1.2 Jenis Locus of Control Locus of control dibagi menjadi dua yaitu locus of control internal dan locus of control eksternal. Locus of control internal menghubungkan hasil tindakan sendiri, sementara locus of control eksternal menghubungkan hasil keadaan di luar kendali seseorang (Rotter, 1966; Kreitner & Kinicki, 2014). Seorang individu dapat memiliki kecenderungan locus of control internal, eksternal, maupun memiliki kedua-duanya, karena locus of control merupakan konsep kontinum, yaitu pusat kendali internal pada satu sisi dan eksternal pada sisi yang lain. Oleh karenanya tidak satupun individu yang benar - benar internal atau yang benar benar eksternal (Ghufron & Risnawita, 2010 dalam Sulistin 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Locus of Control

2.1.1 Pengertian Locus of Control

Locus of control didefinisikan sebagai kecenderungan seseorang melihat

terhadap kejadian – kejadian dalam hidupnya dikontrol faktor internal atau eksternal

(Rotter, 1966 dalam Shojaee dan French, 2014). Sementara menurut Greenberg

(2011), locus of control adalah persepsi seseorang terhadap sejauh mana seseorang

percaya bahwa ia dapat mengontrol kejadian – kejadian dalam hidupnya.

Menurut Lefcourt locus of control mengacu pada derajat di mana individu

memandang peristiwa – peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya sebagai

konsekuensi perbuatannya, dengan demikian dapat dikontrol, atau sebagai sesuatu

kejadian yang tidak berhubungan dengan perilakunya sehingga di luar kontrol

pribadinya (Smet, 1994).

2.1.2 Jenis Locus of Control

Locus of control dibagi menjadi dua yaitu locus of control internal dan locus of control

eksternal. Locus of control internal menghubungkan hasil tindakan sendiri, sementara

locus of control eksternal menghubungkan hasil keadaan di luar kendali seseorang

(Rotter, 1966; Kreitner & Kinicki, 2014). Seorang individu dapat memiliki

kecenderungan locus of control internal, eksternal, maupun memiliki kedua-duanya,

karena locus of control merupakan konsep kontinum, yaitu pusat kendali internal

pada satu sisi dan eksternal pada sisi yang lain. Oleh karenanya tidak satupun

individu yang benar - benar internal atau yang benar – benar eksternal (Ghufron

& Risnawita, 2010 dalam Sulistin 2012).

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

12

Phares (1976, dalam Sukma, 2012) juga menjelaskan aspek – aspek locus of

control lebih terperinci, ada dua aspek dalam locus of control yaitu:

1. Aspek Internal. Seseorang yang memiliki locus of control internal selalu

menghubungkan peristiwa yang dialaminya dengan faktor dalam dirinya,

karena mereka percaya bahwa hasil dan perilakunya disebabkan faktor dalam

dirinya. Faktor dalam aspek internal antara lain kemampuan, minat dan usaha.

a. Kemampuan. Seseorang yakin bahwa kesuksesan dan kegagalan yang

telah terjadi sangat dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki.

b. Minat. Seseorang memiliki minat yang lebih besar terhadap kontrol

perilaku, peristiwa dan tindakannya.

c. Usaha. Seseorang yang memiliki locus of control internal bersikap optimis,

pantang menyerah dan akan berusaha semaksimal mungkin untuk

mengontrol perilakunya.

2. Aspek Eksternal, Seseorang yang memiliki locus of control eksternal percaya

bahwa hasil dan perilakunya disebabkan faktor luar dirinya. Faktor dalam

aspek ini antara lain nasib, keberuntungan, sosial ekonomi, dan pengaruh

orang lain.

a. Nasib. Seseorang akan menganggap kesusesan dan kegagalan yang

dialami telah ditakdirkan dan mereka tidak dapat merubah kembali

peristiwa yang telah terjadi. Mereka percaya akan firasat baik dan buruk.

b. Keberuntungan. Seseorang yang memiliki tipe eksternal sangat

mempercayai adanya keberuntungan, mereka menganggap bahwa setiap

orang memiliki keberuntungan.

c. Sosial ekonomi. Seseorang yang memiliki tipe eksternal menilai orang

lain berdasarkan tingkat kesejahteraan dan bersifat materialistik.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

13

d. Pengaruh orang lain. Seseorang yang memiliki tipe eksternal menganggap

bahwa orang yang memiliki kekuasaan dan kekuatan yang lebih tinggi

mempengaruhi perilaku mereka dan sangat mengharapkan bantuan

orang lain.

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Locus of Control

Individu membentuk sikap kontrol sebagai internal dan eksternal dengan

mempertimbangkan reinforcements yang mereka dapatkan dari hasil pengalaman –

pengalaman mereka sebelumnya baik dari diri mereka sendiri atau kekuatan luar

(Cetin, 2008 dalam Kutanis et al, 2011). Locus of control tidak bersifat statis, tetapi

dapat berubah. Individu yang berorentasi internal dapat berubah menjadi individu

yang berorentasi eksternal, Begitu pula sebaliknya (Ghufron & Risnawita, 2010

dalam Sulistin 2012). Faktor yang mempengaruhi locus of control diantaranya adalah :

1. Pola asuh orang tua

Interaksi antara anak dengan orang tua yang hangat dan fleksibel akan

menghasilkan anak yang berorientasi ke internal, bila dibandingkan orang

tua yang menolak, memusuhi dan mendominasi dalam segala sesuatu.

Selain itu anak - anak yang orang tuanya sering tidak berada dirumah lebih

berorientasi ke eksternal bila dibandingkan anak dengan orang tua yang

sering berada dirumah (Ghufron & Risnawita, 2010 dalam Sulistin 2012).

2. Pengalaman masa lalu

Lefcourt menyatakan perkembangan locus of control individu dipengaruhi oleh

dua faktor, yaitu episodic antecedent dan accumulative antecedent. Episodic antecedent

adalah kejadian - kejadian yang relatif mempunyai makna penting yang

muncul pada waktu tertentu, seperti kematian orang yang dicintai, kecelakaan

atau bencana alam. Sedangkan accumulative antecedent adalah kejadian atau

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

14

faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

mempengaruhi locus of control. Ada tiga faktor penting yang merupakan

accumulative antecedent, yaitu diskriminasi sosial, ketidakmampuan yang

berkepanjangan, dan pola asuh anak. Diskriminasi sosial yang dimaksud

adalah adanya perbedaan ras, status sosial dan status ekonomi. Individu yang

berasal dari status ekonomi rendah memandang segala sesuatu yang terjadi

pada dirinya tergantung pada nasib dan kesempatan yang ada, sehingga

mereka cenderung memiliki locus of control eksternal (Sulistin 2012).

3. Budaya

Sejarah dan konteks budaya juga penting dalam perkembangan locus of

control karena dapat mempengaruhi kontrol persepsi seseorang tentang

perhitungan nilai - nilai sosial. Secara umum budaya barat lebih pada

kendali internal, sedangkan budaya timur lebih pada kendali eksternal

(Benson & Steele, 2005; Rothbaum et al 1982; dalam Sulistin, 2012).

4. Usia

Perkembangan locus of control kearah internal terjadi sesuai bertambahnya

usia seseorang. Semakin dewasa usia maka locus of control berkembang ke

arah internal dan stabil pada usia paruh baya. Hal ini disebabkan karena

semakin bertambahnya kemampuan persepsi sehingga memungkinkan

mereka melakukan penyesuaian – penyesuaian terhadap model – model

penalaran logis yang menyangkut sebab akibat yang terjadi antara perilaku

dan motivasi yang melatar belakanginya (Ghufron & Risnawita, 2010

dalam Sulistin 2012).

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

15

5. Lingkungan Tempat Tinggal

Individu yang cenderung berorientasi pada locus of control internal dibesarkan

dalam lingkungan yang penuh kehangatan dan demokratis. Sedangkan

individu yang cenderung berorientasi pada locus of control eksternal

dibesarkan dari lingkungan yang banyak menerapkan hukuman fisik,

hukuman afektif, dan pengurangan hak-hak istimewa (Phares, 1976 dalam

Sulistin, 2012).

2.1.4 Karakteristik Locus of Control

Menurut Darshani (2014); dan Kutanis et al (2011), perbedaan karakteristik

individu locus of control internal dan locus of control eksternal, yaitu:

1. Locus of Control Internal

a. Berhati – hati (careful)

b. Waspada (alert)

c. Dominan (dominant)

d. Fokus terhadap kesuksesan (focused on success)

e. Percaya diri (self – confident)

f. Berbakat (ingenious)

g. Motivasi berprestasi tinggi

h. Memiliki tujuan hidup

i. Lebih ekstrovert dan mudah bergaul

j. Aktif dan pro aktif

k. Mempunyai persepsi bahwa usaha perlu dilakukan jika ingin berhasil

2. Locus of Control Eksternal

a. Kurang berhati – hati

b. Dipengaruhi anggota kelompok

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

16

c. Mudah dipengaruhi faktor luar

d. Kurang percaya diri

e. Menampilkan performa tidak stabil.

f. Motivasi berprestasi rendah

g. Tidak memiliki tujuan jelas

h. Kurang mudah bergaul

i. Pasif dan reaktif

j. Mempunyai harapan bahwa ada sedikit korelasi antara usaha dan

kesuksesan

2.1.5 Komponen Locus of Control

Locus of control merupakan hal yang penting dalam mempengaruhi kehidupan

sehari – hari. Banyak studi telah membuktikan sikap individu dapat mempengaruhi

performa dan kepuasan kerja (Mali, 2013). Lebih jauh perbedaan antara komponen

locus of control internal dan locus of control eksternal dijelaskan sebagai berikut.

Tabel 2.1 Perbedaan Antara Individu dengan Locus of Control Internal dan Locus of Control Eksternal.

Variabel - variabel Locus of control internal Locus of control eksternal

Kemampuan Memiliki kecenderungan untuk memilih kegiatan dimana mereka dapat menampilkan kemampuan mereka

Memilih kegiatan di mana mereka dapat menunjukan peran kesempatan pada kehidupan mereka

Tanggung jawab Merasa bahwa mereka bertanggung jawab atas keputusan mereka sendiri, dan mereka merasa bahwa nasib mereka tidak terpengaruh oleh factor dari luar kendali mereka, tetapi dengan keputusan mereka sendiri

Mereka mencoba untuk meningkatkan kondisi yang baik dalam hidup mereka, disisi lain mereka melakukan upaya untuk mengurangi tingkat kondisi buruk

Perubahan Mereka percaya mereka memiliki kontrol terhadap takdir mencegah mereka dari

Mereka biasanya melihat perubahan sebagai bahaya, karena mereka merasa

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

17

curiga terhadap perubahan periode karena mereka merasa bertanggung jawab terhadap tindakannya sendiri.

tidak mengontrol kekuatan yang mempengaruhi hidup mereka. Mereka lebih senang pada status dimana mereka bisa pasif terhadap perubahan.

Lingkungan Menggunakan lebih banyak control di lingkungan dan menampilkan kinerja belajar yang lebih baik. Ketika informasi tentang kondisi mereka sendiri, mereka secara aktif mencari informasi baru. Juga mereka menggunakan informasi lebih baik bila membutuhkannya untuk menghadapi masalah sulit.

Menampilkan sikap kepatuhan kurang dari individu dengan locus of control internal

Stres Dapat disimpulkan bahwa memiliki locus of control internal dapat membantu pekerja untuk mengatasi stres dan kesulitan lain dalam bisnis

Pekerja tidak dapat mengatasi stress dan kesulitan dengan cara yang tepat

Kepuasan kerja Kepuasan kerja seseorang individu dengan locus of control internal lebih tinggi dari seseorang dengan locus of control eksternal. Mereka dapat melakukan bisnis dan mendapatkan keuntungan atau hadiah yang lebih baik. Mereka meningkat atau progresnya lebih cepat dan mendapat upah lebih baik.

Memiliki korelasi negative dengan kepuasan kerja, namun memiliki korelasi positif dengan kesehatan mental dan fisik

Motivasi kerja Percaya bahwa upaya mereka akan berakhir dengan kinerja yang baik. Mereka lebih percaya diri dan mempercayai kemampuan mereka. Memiliki lebih banyak harapan bahwa kinerja yang baik akan dihadiahi dan mereka cenderung melihat bahwa statusnya dalam bisnis yang lebih tepat dan adil.

Jika tidak pada hadiah untuk performance, mereka tidak memiliki performance – prize expectation yang berbeda dari individu dengan internal locus of control.

Dikutip dari Demirkan, Selcan (2006, dalam Kutanis dkk, 2011)

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

18

2.1.6 Kesalahpahaman Terhadap Locus Of Control

Konsep locus of control Rotter sudah menjadi satu topik yang diteliti secara

keseluruhan dalam bidang psikologi juga ilmu lainnya, serta telah menghasilkan

beberapa ribu publikasi semenjak awal kemunculannya. Walaupun populer, konsep

dari kontrol internal dan eksternal tidak selalu dipahami dengan jelas. Walaupun

Rotter menunjukkan beberapa kesalahan dalam pemahaman umum mengenai

kontrol internal dan eksternal dari penguatan (ia jarang menyebutnya sebagai “locus of

control”), orang menggunakan dan menginterpretasikan instrumen ini dengan salah

Berikut kesalahpahaman yang terjadi mengenai penilaian locus of control (Feist & Feist,

2010), yakni:

1. Kesalahan dalam pemahaman pertama adalah bahwa skor dari skala ini adalah

determinan dari perilaku. Rotter bersikeras bahwa skor ini tidak untuk

dipandang sebagai penyebab dari perilaku, tetapi sebagai indikator atas

ekspektasi umum.

2. Kesalahan dalam pemahaman kedua adalah bahwa locus of control bersifat

spesifik dan dapat memprediksikan pencapaian dalam situasi spesifik. Sekali

lagi, konsep ini merujuk pada ekspektasi umum atas penguatan dan

mengindikasikan sejauh mana orang secara umum meyakini bahwa mereka

memegang kendali atas hidup mereka.

3. Kesalahan dalam pemahaman ketiga adalah bahwa skala ini membagi manusia

ke dalam dua tipe yang sangat berbeda – internal dan eksternal. Rotter

bersikeras bahwa ekspektasi umum mengindikasikan adanya rentang dalam

generalisasi dan bahwa, dalam situasi spesifik tertentu, seseorang dengan

perasaan kontrol internal yang tinggi dapat meyakini bahwa hasil dari perilaku

mereka adalah akibat dari keberuntungan, takdir, atau tindakan orang lain.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

19

4. Keempat, kebanyakan orang terlihat yakin bahwa skor internal yang tinggi

mengindikasikan adanya sifat yang diterima secara sosial, dan bahwa skor

eksternal yang tinggi mengindikasikan karakterisik yang tidak diterima.

Sebenarnya, skor ekstrem dari kedua arah sama – sama tidak diinginkan. Skor

eksternal yang tinggi dapat dihubungkan dengan sikap apatis dan kesedihan,

dengan meyakini bahwa mereka tidak mempunyai kontrol atas lingkungan

mereka, sementara skor internal yang terlalu tinggi dapat berarti orang

mengambil tanggung jawab atas apa yang terjadi pada diri mereka – kegagalan

bisnis, anak yang nakal, kesedihan orang lain, dan badai petir yang

mengganggu kegiatan di luar ruangan yang sudah direncanakan. Skor yang

berada di tengah tengah dari kedua titik ekstrem ini, tetapi memiliki sedikit

kecenderungan ke arah kontrol internal, mungkin adalah yang paling sehat

atau yang paling diinginkan.

2.1.7 Alat Ukur Locus of Control (Skala IPC – Locus of Control)

Suatu cara yang pernah dilakukan untuk kategorisasi skor pusat kendali (locus

of control) guna keperluan penelitian. Skala yang digunakan adalah skala IPC Levenson

yang dalam konsepnya mengatakan bahwa pusat kendali terbagi atas tiga arah

orientasi kendali, yaitu orientasi internal (I), orientasi Powerful Others (P), dan orientasi

Chance (C). Dalam skalanya, ketiga orientasi pusat kendali tersebut diungkap oleh

subskala (komponen) yang berbeda yang masing – masing berisi delapan aitem.

Tujuan pengukuran skala ini adalah untuk memilahkan individu menurut

kecenderungan arah pusat kendalinya, sebagai arah internal atau eksternal. Arah

kendali internal (I) tentu saja diungkap oleh subskala I sedangkan arah kendali

eksternal (E) diungkap secara bersama – sama oleh sub skala P dan subskala C. Jadi

komponen yang mengungkap arah kendali E berisi enam belas aitem (Azwar, 2012).

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

20

Leverson (1972, dalam Azwar (2012) membagi pusat pengendali (locus of

control) yang merupakan orientasi atribusi ke dalam tiga faktor, yaitu:

1. Faktor Internal, adalah keyakinan seseorang bahwa kejadian – kejadian dalam

hidupnya ditentukan terutama oleh kemampuan dirinya sendiri.

2. Faktor Powerful Others, adalah keyakinan seseorang bahwa kejadian – kejadian

dalam hidupnya ditentukan terutama oleh orang lain yang lebih berkuasa.

3. Faktor Chance, adalah keyakinan seseorang bahwa kejadian – kejadian dalam

hidupnya ditentukan terutama oleh nasib, peluang, dan keberuntungan.

Faktor internal merupakan pusat kendali internal (locus of control internal),

Sedangkan faktor powerful others dan faktor change merupakan pusat kendali eksternal

(locus of control eksternal) (Azwar, 2012).

Masing – masing aitem dalam Skala IPC tersebut diberi skor dalam enam

jenjang, yaitu SS=6, S=5, AS=4, ATS=3, TS=2, dan STS=1. Setiap subjek mendapat

dua skor pusat kendali, yaitu pada arah orientasi internal (komponen I) dan skor pada

arah orientasi eksternal (komponen P dan C). Dari distribusi kedua skor ini dapat

diperoleh rata – rata (mean) dan deviasi standarnya masing – masing, yaitu Mint, Meks,

Sint, dan Seks. Kemudian skor mentah subjek dikonversikan atau menjadi skor z. Skor

z inilah yang digunakan sebagai dasar kategorisasi pusat kendali. Sedangkan semua

individu dengan skor z nya tidak memenuhi kriteria tersebut dianggap sebagai

individu dengan arah pusat kendali yang tidak terklasifikasikan (Azwar, 2012).

Tabel 2.2 Rumus Skor Skala IPC Levenson (1972)

locus of control Skor individu Skor z Kategori locus of control

Locus of control internal 𝑋𝑖𝑛𝑡 =

𝛴𝑋𝐼8

𝑧𝑖𝑛𝑡 =(𝑋𝑖𝑛𝑡 −𝑀𝑖𝑛𝑡)

𝑠𝑖𝑛𝑡

𝑧𝑖𝑛𝑡 ≥ 0,50

dan 𝑧𝑒𝑘𝑠 < 0

Locus of control eksternal 𝑋𝑒𝑘𝑠 =

(𝛴𝑋𝑝 + 𝛴𝑋𝐶)

16 𝑧𝑒𝑘𝑠 =

(𝑋𝑒𝑘𝑠 −𝑀𝑒𝑘𝑠)

𝑠𝑒𝑘𝑠

𝑧𝑒𝑘𝑠 ≥ 0,50

dan 𝑧𝑖𝑛𝑡 < 0

Dikutip dari Azwar (2012)

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

21

2.2 Stres

2.2.1 Pengertian Stres

Stres adalah reaksi dari tubuh (respons) terhadap lingkungan yang dapat

memproteksi diri kita yang juga merupakan bagian dari sistem pertahanan yang

membuat kita tetap hidup. Stress adalah kondisi yang tidak menyenangkan dimana

manusia melihat adanya tuntutan dalam suatu situasi sebagai beban atau diluar

batasan kemampuan mereka untuk memenuhi tuntutan tersebut (Nasir & Muhith,

2011).

Pendapat lain menurut Brecht (2000, dalam sunaryo, 2013) stres adalah

gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan

kehidupan, baik yang dipengaruhi oleh lingkungan maupun penampilan individu di

lingkungan tersebut (Sunaryo, 2013).

Individu menggunakan istilah stres dalam berbagai cara. Stres merupakan

pengalaman individu yang disembunyikan melalui suatu rangsangan atau stresor.

Stres juga merupakan bentuk penghargaan atau persepsi dari stresor. Stres dalam

konteks ini ditujukan pada konsekuensi dari stresor, begitu juga dengan penghargaan

seseorang terhadap stresor (Potter & Perry, 2013).

2.2.2 Penyebab Stres

Stresor adalah faktor – faktor dalam kehidupan manusia yang mengakibatkan

terjadinya respon stres. Stresor dapat berasal dari berbagai sumber, baik dari kondisi

fisik, psikologis, maupun sosial dan juga muncul pada situasi kerja, di rumah, dalam

kehidupan sosial, dan lingkungan luar lainnya. Secara garis besar, stresor bisa

dikelompokkan menjadi dua (Patel, 1996, dalam Nasir & Muhith, 2011), yaitu:

1. Stresor mayor, yang berupa major live events yang meliputi peristiwa kematian

orang yang disayangi, masuk sekolah pertama kali, dan perpisahan.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

22

2. Stresor minor, yang biasanya berawal dari stimulus tentang masalah hidup

sehari – hari, misalnya ketidaksenangan emosional terhadap hal – hal tertentu

sehingga menyebabkan munculnya stres.

Lebih lanjut Taylor (1991, dalam Nasir & Muhith (2011), merinci beberapa

karakteristik kejadian yang berpotensi dan dinilai dapat menciptakan stressor:

1. Kejadian negatif agaknya lebih banyak menimbulkan stres daripada kejadian

positif.

2. Kejadian yang tidak terkontrol dan tidak terprediksi lebih membuat stres

daripada kejadian yang terkontrol dan terprediksi.

3. Kejadian “ambigu” sering kali dipandang lebih mengakibatkan stres daripada

kejadian yang jelas.

4. Manusia yang tugasnya melebihi kapasitas (overload) lebih mudah mengalami

stres daripada orang yang memiliki tugas lebih sedikit.

2.2.3 Mekanisme Koping

Koping adalah usaha individu untuk megatasi stres psikologis. Efektivitas

strategi koping tergantung kapada kebutuhan individu. Usia individu dan latar

belakang budaya mempengaruhi mempengaruhi kebutuhan tersebut. Karena alasan

tersebut tidak ada strategi koping tunggal bekerja pada setiap orang atau untuk setiap

stres. Individu yang sama dapat berkoping secara berbeda dai satu waktu ke waktu

yang lain. Dalam situasi yang penuh tekanan, sebagian besar individu menggunakan

kombinasi koping berfokus pada masalah dan strategi koping berfokus pada emosi.

Dengan kata lain,ketika berada dalam tekanan, seseorang memperoleh informasi dan

mengambil tindakan untuk mengubah situasi, sama baiknya dengan mengatur emosi

yang terkait dengan stres. Pada beberapa kasus, seseorang menghindari pikiran

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

23

tentang situasi atau perubahan cara seseorang berpikir tentang hal itu, tanpa

mengubah situasi aktual itu sendiri (Potter & Perry, 2010).

2.2.3.1 Penggolongan Koping

Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi dua (Stuart

dan Sundeen, 1995), yaitu:

1. Mekanisme koping adaptif. Mekanisme koping yang mendukung fungsi

integrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Koping disebut adaptif

bila memenuhi kriteria berikut:

a. Masih mengontrol emosi pada dirinya dengan cara berbicara pada orang

lain

b. Melakukan aktivitas konstruktif

c. Memiliki persepsi luas

d. Dapat menerima dukungan dari orang lain

e. Dapat memecahkan masalah secara efektif

2. Mekanisme koping maladaptif. Mekanisme koping yang menghambat fungsi

integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung

menguasai lingkungan. Koping disebut maladaptif bila memenuhi kriteria :

a. Perilaku cenderung merusak

b. Melakukan aktivitas kurang sehat seperti obat – obatan dan alkohol

c. Tidak mampu berpikir apa – apa atau disorientasi

d. Perilaku cenderung menghindaratau menarik diri

e. Tidak mampu menyelesaikan masalah

2.2.3.2 Strategi Koping

Dalam melakukan koping ada dua strategi yang biasa dilakukan (Nasir dan

Muhith, 2011), yaitu:

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

24

1. Koping yang berfokus pada masalah (problem focused coping), yaitu usaha

mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi

dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadinya tekanan. Problem

focused coping ditujukan dengan mengurangi demands dari situasi yang penuh

dengan stres atau memperluas sumber untuk mengatasinya. Seseorang

cenderung menggunakan metode problem focused coping apabila mereka percaya

bahwa sumber atau demands dari situasinya dapat diubah. Strategi yang dapat

dipakai dalam problem focused coping antara lain sebagai berikut.

a. Confrontative coping, yaitu usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap

menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi

dan pengambilan resiko.

b. Seeking social support, yaitu usaha untuk mendapatkan kenyamanan

emosional dan bantuan informasi dari orang lain.

c. Planful problem solving, yaitu usaha untuk mengubah keadaan yang

dianggap menekan dengan cara yang hati – hati, bertahap, dan analitis.

2. Emotion focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur

respon emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan

ditimbukan oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan.

Emotion focused coping ditujukan untuk mengontrol respon emosional terhadap

situasi stres. Seseorang dapat mengatur respon emosionalnya melalui

pendekatan perilaku dan kognitif. Strategi yang digunakan dalam Emotion

focused coping antara lain sebagai berikut.

a. Self – control, yaitu usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapi

situasi yang menekan.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

25

b. Distancing, yaitu usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan , seperti

menghindar dari permasalahan seakan tidak terjadi apa – apa atau

menciptakan pandangan – pandangan yang positif, seperti menggap

masalah sebagai lelucon.

c. Positif reappraisal, yaitu usaha untuk mencari makna positif dari

permasalahan dengan berfokus pada pengembangan diri, biasanya juga

melibatkan hal – hal yang bersifat religius.

d. Accapting responsibility, yaitu usaha untuk menyadari tanggung jawab diri

sendiri dalam permasalahan yang dihadapinya dan mencoba

menerimanya untuk membuat semuanya menjadi lebih baik. Strategi ini

baik, terlebih bila masalah terjadi karena pikiran dan tindakannya sendiri.

Namun, strategi ini menjadi tidak baik bila individu tidak seharusnya

bertanggung jawab atas masalah tertentu.

e. Escape/avoidance, yaitu usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari

dari situasi tersebut atau menghindarinya dengan beralih pada hal lain

seperti makan, minum, merokok, atau menggunakan obat –obatan.

Individu cenderung untuk menggunakan problem focused coping dalam

menghadapi masalah – masalah yang yang menurut mereka dapat dikontrolnya.

Sebaliknya, individu cenderung menggunakan emotion focused coping dalam menghadapi

masalah yang sulit dikontrol. Terkadang individu dapat menggunakan kedua strategi

tersebut secara bersamaan, namun tidak semua strategi koping pasti digunakan oleh

individu (Nasir dan Muhith, 2011).

2.2.3.3 Hal yang Mempengaruhi Strategy Koping

Faktor – faktor yang mempengaruhi strategi koping (Lazarus dan Folkman,

1984 dalam Nasir dan Muhith, 2011), yaitu:

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

26

1. Kesehatan fisik. Kesehatan merupakan halyang penting, karena selama dalam

usaha menngatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang

cukup besar.

2. Keyakinan atau pandangan positif. Keyakinan menjadi sumber daya

psikologis yang penting, seperti keyakinan akan nasib (eksternal locus of control)

yang mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang

akan menurunkann kemampuan strategi koping tipe problem solving focused

coping.

3. Keterampilan memecahkan masalah. Meliputi kemampuan untuk mencari

informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk

menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif

tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya

melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tin dakan dengan cepat.

4. Keterampilan sosial. Meliputi kemaampuan untuk berkomunikasi dan

bertingkah laku dengan cara – cara yang sesuaai dengan nilai – nilai sosial yang

berlaku di masyarakat.

5. Dukungan sosial. Meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan

emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga

yang lain,, saudara, teman dan lingkuangan masyarakat sekitarnya.

2.2.4 Jenis Stres

Menurut Nasir dan Muhith (2011) ada dua jenis stres, yaitu “baik” dan

“buruk”. Stres melibatkan perubahan fisiologis yang kemungkinan dapat dialami

sebagai perasaan yang baik anxiousness (distres) atau pleasure (eustres):

1. Stres yang baik atau eustres adalah sesuatu yang positif. Stres dikatakan

berdampak baik apabila seseorang mencoba untuk memenuhi tuntutan untuk

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

27

menjadikan orang lain maupun dirinya sendiri mendapatkan sesuatu yang baik

dan berharga. Dengan stres yang baik, semua pihak merasa diuntungkan.

Dengan begitu stres yang baik akan memberikan kesempatan untuk

berkembang dan memaksa seseorang mencapai performanya yang lebih

tinggi. Stres yang baik terjadi jika setiap stimulus mempunyai arti sebagai hal

yang memberikan pelajaran bagi kita, betapa suatu hal yang dirasakan

seseorang memberikan arti sebuah pelajaran, dan bukan sebuah tekanan.

Tahu diri sendiri, tahu menempatkan diri, dan tahu membawa diri akan

menempatkan kita pada suasana yang baik dan menyenangkan, terutama

dalam menghadapi suatu stimulus internal maupun eksternal. Dengan

demikian, bisa dikatakan stres positif apabila setiap kejadian dihadapi dengan

selalu berpikiran yang positif dan setiap stimulus yang masuk merupakan

suatu pelajaran yang berharga dan mendorong seseorang untuk selalu berpikir

dan berperilaku bagaimana agar apa yang dilakukan selalu membawa manfaat

dan bukan bencana (Nasir dan Muhith, 2011).

2. Stres yang buruk atau distres adalah stres yang bersifat negatif. Distres

dihasilkan dari sebuah proses yang memaknai sesuatu yang buruk, dimana

respon yang digunakan selalu negatif dan ada indikasi mengganggu integritas

diri sehingga bisa diartikan sebagai sebuah ancaman. Distres akan

menempatkan pikiran dan perasaan kita pada tempat dan suasana yang serba

sulit. Hal tersebut dikarenakan cara memandang suatu masalah hanya dilihat

dari sisi yang sempit dan merugikan saja. Belum pernah dieksplorasi betapa

sebuah kejadian ini membawa makna yang luas sebagai suatu pelajaran yang

berharga dan bermakna untuk kepentingan diri sendiri dan orang lain.

Dengan demikian, distres terjadi apabila suatu stimulus diartikan sebagai

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

28

sesuatu yang merugikan dirinya sendiri dalam hal kenikmatan saja dan bisanya

terjadi pada saat itu juga, dimana sebuah stimulus dianggap mencoba untuk

menyerang dirinya (Nasir dan Muhith, 2011).

Suatu stres diakatakan “baik” dan “buruk” bergantung pada seberapa besar

perasaan dan respons kita terhadap sumber stres tersebut atau bagaimana kita

memaknai sumber stres. Stres sudah ada sejak kita dalam kandungan dan tak pernah

lepas dari kehidupan kita. Stres adalah suatu kondisi normal pada waktu menghadapi

perubahan dan ancaman dengan respons yang dapat adaptif (Nasir dan Muhith,

2011).

2.2.5 Tingkat Stres

Menurut Crowford dan Henry (2003, dalam Sari, 2015), setiap individu

mempunyai persepsi dan respon yang berbeda – beda terhadap stres. Persepsi

seseorang didasarkan pada keyakinan dan norma, pengalaman, dan pola hidup, faktor

lingkungan, struktur dan fungsi keluarga, tahap perkembangan keluarga, pengalaman

masa lalu dengan stres serta mekanisme koping. Stres dibagi menjadi lima tingkatan

yaitu:

1. Stres normal. Stres normal yang dihadapi secara teratur dan merupakan

bagian alamiah dari kehidupan. Seperti dalam situasi kelelahan, setelah

mengerjakan tugas, takut tidak lulus ujuan, merasakan detak jantung berdetak

lebih keras setelah aktivitas.

2. Stres ringan. Stres ringan adalah stresor yang dihadapi secara teratur yang

dapat berlangsung beberapa menit atau jam. Situasi seperti ini akibat dari

banyak tidur, kemacetan, dan lain – lain. Gejala yang ditimbulkan antara lain

bibir kering, kesulitan bernafas, kesulitan menelan, merasa goyah, merasa

lemas, keringat berlebihan, takut tanpa alasan, tremor.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

29

3. Stres sedang. Stres ini terjadi lebih lama, antara beberapa jam sampai beberapa

hari. Misalnya masalah yang tidak terselesaikan dengan antara teman dan

orang terdekat lainnya. Gejala yang ditimbulkan antara lain mudah marah,

sulit beristirahat, mudah tersinggung, merasa cemas.

4. Stres berat. Stres berat adalah stres kronis yang terjadi beberapa minggu

sampai tahun, seperti perselisihan dengan keluarga secara terus menerus,

kesulitan ekonomi, dan penyakit fisik jangka panjang. Gejala yang

ditimbulkan antara lain sedih dan tertekan, putus asa, merasa tidak berharga.

5. Stres sangat berat. Stres sangat berat adalah situasi yang terjadi dalam

beberapa bulan dan dalam waktu yang tidak ditentukan. Orang yang

mengalami stres sangat berat tidak memiliki motivasi untuk hidup dan

cenderung pasrah.

2.2.6 Dampak Stres

Pendapat lain menurut Colman (1990, dalam Nasir dan Muhith (2011), Stres

akan memberikan dapak pada fisiologis, psikologis dan perubahan perilaku yaitu:

1. Fisiologis. Sebagai tanda peringatan awal antara lain nyeri dada, diare, sakit

perut, sakit kepala, atau pusing – pusing, mual, insomnia, kelelahan, dan

jantung berdebar – debar.

2. Psikologis. Tidak mau santai pada saat yang tepat, merasa tegang, tidak tahan

terhadap suara atau gangguan lain, cepat marah atau mudah tersinggung,

ingatan melemah, tidak mampu konsentrasi, daya kemauan berkurang, emosi

tidak terkendali, tidak sanggup melaksanakan tugas yang sudah dimulai,

impulsif, dan reaksi berlebihan terhadap hal – hal sepele.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

30

3. Perubahan perilaku. Misalnya ingin mengerjakan segalanya dengan cepat

sehingga menjadi bingung, frustasi, cemas, ketidakberdayaan atau

keputusasaan, depresi dan kehilangan semangat.

2.2.7 Respon Stres

Respon terhadap stres mencakup aktivasi sistem saraf simpatis dan pelepasan

berbagai hormon dan peptida, yang meliputi hormon dan peptida pada aksis

hipotalamus-hipofisis-adrenal (Hypothalamic Pituari Adrenal, HPA), sistem opioid

endogen, vasopresin arginin dan oksitosin. Respon sistem saraf simpatis diaktivasi

setelah respon fight or flight dimulai. Segera setelah pajanan stresor, Sistem syaraf

simpatis (SSS) berespon dengan pelepasan katekolamin efinefrin dan norefinefrin

neuron simpatis dan medula adrenal yang terletak di pusat kelenjar adrenal (Corwin,

2009).

Aktivasi susunan saraf pusat oleh stres menstimulasi aksis HPA. Aktivasi

aksis HPA dimulai dengan sekresi corticotropin – realising hormone (CRH) dari nukleus

paraventikular hipotalamus ke dalam sistem aliran darah portal hipotalamus –

hipofisis, yang secara berturturut – turut menstimulasi sekresi adrenocortropic hormon

(ACTH) dari hipofisis anterior, serta vasopresin arginin (angine vasopressin, AVP) dari

kelenjar hipofisi posterior. Ketika AVP bekerjabekerja secara sentral untuk

mendukung respon fight or flight, ACTH bersirkulasi ke korteks kelenjar adrenal untuk

menstimulasi pelepasan glukokortiroid yang mencakup pelepasan kortikosteroid

serta norepinefrine (Corwin, 2009)

Reaksi normal pada seseorang yang sehat pada keadaan darurat, yang

mengancam jiwanya, akan merangsang pengeluaran hormon adrenalin, yang

menyebabkan meningkatnya denyut nadi, pernapasan, memperbaiki tonus otot dan

rangsangan kesadaran yang kesemuanya akan meningkatkan kewaspadaan dan siap

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

31

akan kecemasan dan antisipasi yang akan di hadapi, untuk kembali pada keadaan yang

normal setelah suatu krisis yang dihadapinya. Walaupun kondisi ini akan dilanjutkan

dengan keadaan stress yang siap akan terjadinya suatu kerusakan pada tubuh.

Selanjutnya apabila suatu krisis terjadi dengan suatu kasus sangat ekstrem maka dapat

menimbulkan suatu kepanikan yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan atau

cidera (Reilly, 1985 dalam Kadir, 2010).

Peran kortisol dalam membantu tubuh mengatasi stress, berkaitan dengan

efek metabolik nya. Kortisol mempunyai efek metabolik yaitu meningkatkan

konsentrasi glukosa darah dengan menggunakan simpanan protein dan lemak.

Peningkatan simpanan glukosa, asam amino, dan asam lemak tersedia untuk

digunakan bila diperlukan, misalnya dalam keadaan stress (Sherwood 1996, dalam

Kadir, 2010).

Gambar 2.1 Sindrom Adaptasi Umum dikutip dari Potter & Perry (2010).

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

32

2.2.8 Faktor yang Mempengaruhi Stres

2.2.8.1 Tipe Kepribdian A/B

Rosenmen & Chesney (1980, dalam Sunaryo, 2013) mengungkapkan bahwa

stres apa bila ditinjau dari tipe kepribadian individu dibedakan menjadi dua macam,

yaitu tipe rentan dan kebal:

1. Tipe yang rentan (vulnerable). Tipe ini terdapat pada tipe A yang disebut A

Type Personality, dengan pola perilaku Type A Behavioral Pattern. Individu dengan

tipe ini memiliki resiko tinggi mengalami stres dengan ciri – ciri kepribadian

sebbagai berikut.

a. Cita – cita yang tinggi (ambisius)

b. Suka menyerang (agresif)

c. Suka bersaing (kompetitif) yang kurang sehat

d. Banyak jabatan rangkap

e. Emosional, yang ditandai dengan mudah marah, mudah tersinggung,

mudah mengalami ketegangan, dan kurang sabar

f. Terlalu percaya diri (overconfident)

g. Self – control kuat

h. Terlalu waspada

i. Tindakan dan cara bicaranya cepat dan tidak dapat diam (hiperaktif)

j. Cakap dalam berorganisasi (organisatoris)

k. Cakap dalam memimpin (leader)

l. Tipe kepemimpinan otoriter

m. Bekerja tidak mengenal waktu (workaholic)

n. Bila menghadapi tantangan suka bekerja sendiri

o. Disiplin waktu yang ketat

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

33

p. Kurang rileks dan serba terburu – buru

q. Kurang atau tidak ramah

r. Tidak mudah bergaul

s. Mudah empati, namun mudah bersikap bermusuhan

t. Sulit dipengaruhi

u. Sifatnya kaku (tidak fleksibel)

v. Pikirannya tercurah ke pekerjaan walaupun sedang libur

w. Berusaha keras agar segala sesuatunya terkendali

2. Tipe yang kebal (immune). Tipe ini terdapat pada Tipe B yang disebut B Type

Personality, dengan pola perilaku Type B Behavioral Pattern. Individu dengan tipe

ini kebal terhadap stres dan memiliki ciri – ciri kepribadian sebagai berikut.

a. Cita – cita yang wajar

b. Tidak suka menyerang (tidak agresif)

c. Berkompetisi secara sehat

d. Tidak memaksakan diri

e. Emosi terkendali yang ditandai dengan tidak mudah marah, tidak mudah

tersinggung, tidak mudah mengalami ketegangan, tenang, dan penyabar

f. Self – confident wajar

g. Self – control wajar

h. Kewaspadaan wajar

i. Cara bicara tenang

j. Cara bertindak tenang dan dilakukan pada saat yang tepat

k. Sikap dalam memimpin dan berorganisasi akomodatif dan manusiawi

l. Ada keseimbangan antara waktu bekerja dan istirahat

m. Mudah bekerja sama (akomodatif)

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

34

n. Tidak memaksakan diri dalam menghadapi tantangan

o. Bersikap ramah

p. Mudah bergaul

q. Dapat menimbulkan empati, untuk mencapai kebersamaan dan tidak

mudah bersikap bermusuhan

r. Sifatnya fleksibel dan akomodatif, dan tidak merasa dirinya paling pintar

s. Dapat melepaskan masalah pekerjaan maupun kehidupan di saat libur

t. Mampu menahan dan mengendalikan diri

2.2.8.2 Sifat dan Hakikat Stres

Aspek stresor yang dapat mempengaruhi stres (Potter & Perry, 2010), yaitu:

1. Intensitas

2. Jangkauan

3. Durasi

4. Jumlah dan sifat stresor lain

5. Prediktabilitas

2.2.8.3 Penggunaan Obat – obatan

Obat yang umum disalahgunakan (Potter & Perry, 2005), antara lain:

1. alkohol

2. amfetamin

3. kafein

4. cannabis

5. kokain

6. halusinogen (LSD, peyote)

7. inhalan (lem, bensin)

8. nikotin

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

35

9. opioid (morfin, heroin)

10. ansiolotik, sedatif, hipnotik, (diazepam, barbiturat)

11. anabolik steroid

12. PCP

2.2.9 Teknik Untuk Mengurangi Stres

Stres dapat menimbulkan masalah yang merugikan individu sehingga

diperlukan beberapa cara untuk mengendalikannya. Ada beberapa kiat

mengendalikan stres menurut Brecht (2000, dalam Sunaryo (2013), yaitu:

1. Positifkan sikap, keyakinan, dan pikiran; bersikaplah fleksibel, rasional, dan

adaptif terhadap orang lain. Artinya, jangan terlebih dahulu menyalahkan

orang lain sebelum melakukan instrospeksi diri dengan pengendalian internal.

2. Kendalikan faktor – faktor penyebab stres dengan cara mengasah

a. Kemampuan menyadari (awarness skills)

b. Kemampuan untuk menerima (acceptance skills)

c. Kemampuan untuk menghadapi (coping skills)

d. Kemampuan untuk bertindak (action skills)

3. Perhatikan diri sendiri, proses interpersonal dan interaktif, serta lingkingan

anda

4. Kembangkan sikap efisien

5. Lakukan relaksasi

6. Lakukan visualisasi (angan – angan terarah)

7. Circuit braker dan koridor stres

2.2.10 Alat Ukur Stres (Skala DASS)

DASS (Depression Anxiety Stress Scale) adalah skala self – report untuk mengukur

depresi, kecemasan, dan stress yang terdiri dari 42 item yang dikembangkan oleh

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

36

Lovibond and Lovibond (Crawford & Henry, 2003). Menurut Lovibond (1995,

dalam Sari (2015) DASS adalah satu set tiga laporan diri skala yang dirancang untuk

mengukur keadaan emosional negatif dari depresi, kecemasan dan stres. DASS tidak

hanya dibangun sebagai satu set timbangan untuk mengukur keadaan emosional

konvensional didefinisikan, tetapi untuk memajukan proses mendefinisikan,

memahami, dan mengukur keadaan emosional di mana – mana dan klinis signifikan

biasanya digambarkan sebagai depresi, kecemasan dan stres.

Masing – masing dari tiga skala DASS berisi 14 item. Dibagi menjadi subskala

dari 2 – 5 item dengan isi serupa. Skala depresi menilai dysphoria, keputusasaan,

devaluasi hidup, sikap meremehkan diri, kurangnya minat / keterlibatan, anhedonia,

dan inersia. Skala kecemasan menilai efek otot rangka, kecemasan situasional, dan

pengalaman subjektif dari pengaruh cemas. Skala stres menilai kesulitan untuk santai,

tegang, mudah marah / gelisah, mudah tersinggung / over reaktif dan tidak sabar.

Responden diminta untuk mengisi derajat keparahan yang mereka rasakan. Skor dari

stres dihitung dengan menjumlahkan skor untuk item yang relevan. Item pertanyaan

skala stres adalah 1, 6, 8, 11, 12, 14, 18, 22, 27, 29, 32, 33, 35, 39. Skor kemudian

dievaluasi sesuai dengan indeks keparahan skor (Patnaik et al, 2015).

Tabel 2.3 Tabel Skor DASS (Depression Anxiety Stress Scale)

Kategori Stres

Normal 0 – 14

Ringan 15 – 18

Sedang 19 – 25

Berat 26 – 33

Sangat Berat ≥ 34

Dikutip dari Lovibond & Lovibond (1995, dalam Rizvi et al, 2015)

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

37

2.3 Tugas Akhir Mahasiswa

2.3.1 Pengertian Tugas Akhir

Karya ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan

ditulis menurut metodelogi penulisan yang baik dan benar. Ada beberapa jenis karya

ilmiah yang biasa ditulis orang. Ada makalah dan skripsi, tesis, dan desertasi (Arifin,

2008). Menurut panduan skripsi PSIK UMM Tugas akhir adalah karya ilmiah dan

kegiatan ilmiah di bidang kesehatan yang wajib disusun oleh setiap mahasiswa

program diploma dan sarjana sebagai prasarat memperoleh gelar akademik di FIKES

Universitas Muhammadiyah Malang (Handayani, 2010).

Skripsi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis

berdasarkan pendapat orang lain. Pendapat yang diajukan harus didukung oleh data

dan fakta empiris – objectif, baik berdasarkan penelitian langsung/observasi lapangan

maupun penelitian tidak langsung/studi kepustakaan (Arifin, 2008). Menurut

panduan skripsi PSIK UMM Skripsi adalah laporan tertulis hasil penelitian yang

dilakukan oleh mahasiswa program sarjana di lingkungan FIKES Universitas

Muhammadiyah Malang dengan bimbingan dosen pembimbing skripsi untuk

dipertahankan di hadapan sidang sarjana sebagai syarat untuk memperoleh derajat

sarjana (Handayani, 2010).

Penulisan skripsi adalah syarat lulus mendapatkan gelar kesarjanaan

khususnya gelar S – 1. Skripsi merupakan jenis laporan riset atau sering disebut

sebagai laporan penelitian (Iswidharmanjaya & Enterprise, 2006). Setiap fakultas

memiliki syarat tersendiri yang diberlakukan bagi para mahasiswanya dalam penulisan

skripsi (Maahesh, 2009).

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

38

2.3.2 Hambatan Tugas Akhir

Skripsi sering jadi hambatan mahasiswa semester akhir. Tidak jarang, masalah

dalam pengerjaan skripsi memperlambat mahasiswa di dalam meraih gelar akademis.

Bagi mahasiswa, ada beberapa alasan yang menyebabkan skripsi menjadi beban yang

berat. Beberapa hal yang bisa menjadi hambatan bagi mahasiswa dalam mengerjakan

skripsi sebagai berikut (Darmono & Hasan, 2002):

1. Masalah sulitnya mencari literatur. Kesulitan ini semakin terasa untuk

mahasiswa yang perpustakaan perguruan tingginya kurang kuat koleksinya,

dalam arti kurang mempunyai koleksi yang baik dari segi jumlah maupun

keterbaruan koleksinya. Masalah ini dapat diselesaikan dengan menghubungi

saluran baik formal maupun tidak formal. Yang dimaksud saluran informasi

formal adalah perpustakaan atau unut lainnya yang bertugas secara formal

memberikan pelayanan informasi ilmiah. Sedangkan yang dimaksud dengan

saluran tidak formal adalah saluran informasi yang sifatnya bukan lembaga

atau institusi yang bertugas memberikan pelayanan informasi. Contohnya

dosen, teman dekat, para ahli bidang tertentu, dan para praktisi.

2. Tidak terbiasa menulis. Apalagi menulis sebuah karya tulis ilmiah yang cukup

serius seperti skripsi yang memerlukan waktu dan proses yang cukup panjang.

Untuk mengatasi hal ini, mahasiswa harus banyak membaca tulisan orang lain

atau hasil penelitian, dan membaca skripsi – skripsi yang sudah ada yang

disimpan di perpustakaan. Melalui banyak membaca akan mempunyai

gambaran bagaimana bentuk skripsi, teknik penulisannya, gamabaran

rancangan penelitian dan metodelogi yang digunakan, serta teknik analisa

data.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

39

3. Masalah dana. Masalah ini menjadi kendala untuk jenis skripsi yang harus

menggunakan eksperimen dilaboratorium. Masalah kesulitan dana dapat

diatasi dengan cara mempertimbangkan topik yang mudah dilaksanakan dan

yang tidak memerlukan dana yang terlalu besar.

4. Masalah kurang terbiasa dengan sistem kerja yang terjadwal dengan

pengaturan waktu yang demikian ketat. Masalah ini mahasiswa harus mulai

mendisiplinkan diri, dan menyusun jadwal kegiatan penulisan skripsi sesuai

dengan alokasi waktu yang akan anda proyeksikan.

5. Masalah sulitnya mengembangkan komunikasi dengan pembimbing secara

konstruktif. Masalah ini dapat diatasi dengan disiplin dan menumbuhkan

sikap percaya terhadap pembimbing, bahwa ia akan membantu anda. Ia

membantu untuk mengatasi kesulitan dan membantu menyelesaikan masalah

penulisan skripsi dengan pendekatan akademis. Demikian juga mahasiswa

harus dapat memenuhi harapan pembimbing, harus mampu menunjukkan

kepada pembimbing bahwa anda bisa bekerja keras, disiplin tinggi, dengan

jadwal yang padat dan teratur.

2.4 Hubungan Antara Orientasi Locus of Control dengan Tingkat Stres pada Mahasiswa yang Menghadapi Tugas Akhir

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi kedua skripsi adalah karangan

ilmiah yang harus ditulis oleh mahasiswa sebagai bagian dari persyaratan akhir

pendidikan akademisnya (Lapau, 2012). Dalam pengertian lain, penelitian untuk

menyusun skripsi adalah kegiatan akademik ilmiah yang menggunakan penalaran

empiris atau non – empiris dan memenuhi syarat metodologi disiplin ilmu

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

40

keperawatan, dilaksanakan berdasarkan usulan penelitian yang telah disetujui oleh

pembimbing dan panitia penilai usulan (Nursalam, 2008).

Pada masa skripsi ini mahasiswa akan menghadapi berbagai masalah baru

yang dapat menjadi stres. Masalah ini antara lain kesulitan penulisan skripsi, tuntutan

untuk segera lulus, minder dengan teman yang sudah lulus duluan, adaptasi dengan

kehidupan baru seperti pekerjaan dan pernikahan, sampai pada habisnya masa studi.

Dalam proses pengerjaaan skripsi mahasiswa dituntut untuk lebih mandiri dan

disiplin. Permasalahan - permasalahan ini bisa tumbuh menjadi penyebab stres bila

tidak ditangani dengan baik. Sumber stres psikologis bisa disebabkan frustasi, konflik,

tekanan, dan krisis (Maramis, 1999 dalam Sunaryo, 2013).

Bagaimana individu bereaksi terhadap stres akan bergantung pada bagaimana

mereka memandang dan mengevaluasi dampak dari stressor, efeknya pada situasi dan

dukungan saat mengalami stres, dan mekanisme koping mereka (Potter & Perry,

2010). Rotter dalam Smet (1994) mendefinisikan locus of control sebagai persepsi

seseorang terhadap sumber – sumber yang mengontrol kejadian – kejadian dalam

hidupnya, dalam hal ini ada locus of control eksternal dan internal.

Setiap individu mempunyai kemampuan yang berbeda – beda dalam

menahan stres. Hal itu bergantung dari sifat dan hakikat stres (intensitas, lamanya,

lokal, dan general) dan sifat individu yang terkait dengan proses adaptasi. Tipe

kepribadian individu dibedakan menjadi dua macam, yaitu tipe rentan dan kebal

(Sunaryo, 2013). Individu dengan locus of control internal memiliki kecenderungan

memiliki motivasi tinggi, memiliki tujuan hidup, lebih ekstrovert, mudah bergaul, dan

lebih aktif daripada individu dengan locus of control eksternal. Sehingga individu dengan

locus of control internal lebih tahan terhadap stres dan memiliki kemampuan koping

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42109/3/jiptummpp-gdl-didikwahyu-48953-3-babii.… · faktor yang bersifat berkelanjutan atau terus menerus yang dapat

41

yang lebih baik sementara individu dengan locus of control eksternal lebih rentan

terhadap stres (Darshani, 2014).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa stres dapat

disebabkan permasalahan – permasalahan yang dihadapi mahasiswa yang

mengerjakan tugas akhir. Terjadinya stres sangat erat kaitannya dengan persepsi dan

kepribadian individu dalam melihat suatu kejadian. Masing masing jenis locus of control

memiliki karakteristik perilaku yang dapat mempengaruhi tingkat stres pada

mahasiswa yang mengerjakan tugas akhir.