33
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Perawat a. Pengertian Menurut PERMENKES RI No. 161 tahun 2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan, dijelaskan tentang tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau ketrampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (PERMENKES RI No. 161 tahun 2010). Iradianti (2004) menambahkan bahwa perawat atau nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti merawat atau memelihara. Lebih lanjut Iradianti (2004) menyatakan bahwa perawat yaitu seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injuri dan proses penuaan. Menurut Depkes RI tahun 2002 (dikutip oleh Iradianti 2004) perawat profesional adalah perawat yang bertanggungjawab dan berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenangannya. Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

  • Upload
    others

  • View
    16

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Perawat

a. Pengertian

Menurut PERMENKES RI No. 161 tahun 2010 tentang

Registrasi Tenaga Kesehatan, dijelaskan tentang tenaga kesehatan

adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan

serta memiliki pengetahuan dan/atau ketrampilan melalui pendidikan

di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan

kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (PERMENKES RI

No. 161 tahun 2010). Iradianti (2004) menambahkan bahwa perawat

atau nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti

merawat atau memelihara. Lebih lanjut Iradianti (2004) menyatakan

bahwa perawat yaitu seseorang yang berperan dalam merawat atau

memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injuri

dan proses penuaan. Menurut Depkes RI tahun 2002 (dikutip oleh

Iradianti 2004) perawat profesional adalah perawat yang

bertanggungjawab dan berwenang memberikan pelayanan

keperawatan secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga

kesehatan lain sesuai dengan kewenangannya.

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

13

b. Peran dan Fungsi Perawat

Potter dan Perry (2005, hh.286-287) menyatakan saat ini perawat

memiliki peran yang lebih luas dengan penekanan pada peningkatan

kesehatan dan pencegahan penyakit, juga memandang klien secara

komprehensif. Perawat kontemporer menjalankan fungsi dalam

kaitannya dengan berbagai peran pemberi perawatan, pembuat

keputusan klinik dan etika, pelindung dan advokat bagi klien, manajer

kasus, rehabilitator, pemberi kenyamanan, komunikator, penyuluh dan

pendidik.

Doheny (dalam Asmadi 2008, h.102) mangidentifikasi beberapa

elemen peran perawat profesional, meliputi:

1) Care giver yaitu pemberi asuhan keperawatan perawat dapat

memberikan pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak

langsung kepada klien, dengan menggunakan proses keperawatan

meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, dan evaluasi.

2) Client advocate (pelindung klien)

3) Counsellor (pembimbing)

4) Educator (pendidik klien)

5) Collaborator (bekerja sama dengan tim)

6) Coordinator yaitu perawat memanfaatkan semua sumber dan

potensi yang ada baik materi maupun kemampuan klien secara

terkoordinasi sehingga tidak ada intervensi yang terlewatkan

maupun tumpang tindih.

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

14

7) Change Agent (sebagai pembaharu)

8) Consultant yaitu sebagai sumber informasi yang berkaitan dengan

kondisi spesifik klien.

Iradianti (2004) menjelaskan fungsi perawat dalam melakukan

pengkajian pada individu sehat maupun sakit dimana segala aktifitas

yang dilakukan perawat berguna untuk pemulihan kesehatan

berdasarkan pengetahuan yang dimiliki. Aktifitas ini dilakukan

dengan berbagai cara untuk mengembalikan kemandirian pasien

secepat mungkin dalam bentuk proses keperawatan yang terdiri dari

tahap pengkajian, identifikasi masalah (Diagnosa Keperawatan),

perencanaan, implementasi dan evaluasi. Henderson tahun 1980

(dikutip oleh Zaidin 2001, h.12) menyatakan keperawatan dalam

menjalankan pelayanannya sebagai nursing service menyangkut

bidang yang amat luas sekali, secara sederhana dapat diartikan sebagai

suatu upaya untuk membantu orang baik sakit maupun sehat, dari

sejak lahir sampai meninggal dunia dalam bentuk peningkatan

pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki, sehingga orang tersebut

dapat secara optimal melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri

tanpa memerlukan bantuan ataupun tergantung pada orang lain.

Berkanis (2008) mengatakan bahwa tugas dan fungsi perawat

dalam memberikan asuhan keperawatan menuntut konsekuensi yang

cukup berat, baik fisik maupun mental. Hal ini dikarenakan pelayanan

keperawatan merupakan pelayanan kepada manusia sebagai pribadi

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

15

yang utuh secara bio-psyko-sosial-spiritual. Selain bahwa perawat

merupakan tenaga kesehatan yang paling sering berhubungan dengan

pasien, pekerjaan perawat juga merupakan jenis pekerjaan yang

berisiko kontak dengan darah, cairan tubuh pasien, tertusuk jarum

suntik dan bahaya-bahaya lainnya yang dapat menjadi media

penularan penyakit. Untuk itu, dituntut sebuah kepatuhan terhadap

standar operasional pelayanan, demi safety, baik untuk diri sendiri,

pasien dan keluarga pasien, teman sejawat, anggota keluarga juga

lingkungan pekerjaan.

c. Kode Etik Keperawatan

Kode etik adalah pernyataan standar profesional yang digunakan

sebagai pedoman perilaku dan menjadi kerangka kerja untuk membuat

keputusan. Aturan yang berlaku untuk seorang perawat Indonesia

dalam melaksanakan tugas/fungsi perawat adalah kode etik perawat

nasional Indonesia, dimana seorang perawat selalu berpegang teguh

terhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat

dihindarkan (Asmadi 2008, h.102).

1) Kode etik keperawatan Indonesia

Menurut Asmadi (2008, h.102) kode etik keperawatan

Indonesia meliputi:

a) Perawat dan Klien

(1) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan

menghargai harkat dan martabat manusia, keunikan klien

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

16

dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan,

kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik

dan agama yang dianut serta kedudukan sosial.

(2) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan

senantiasa memelihara suasana lingkungan yang

menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan

kelangsungan hidup beragama klien.

(3) Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka

yang membutuhkan asuhan keperawatan.

(4) Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang

dikehendaki sehubungan dengan tugas yang dipercayakan

kepadanya kecuali jika diperlukan oleh berwenang sesuai

dengan ketentuan hukum yang berlaku.

b) Praktek Keperawatan

(1) Perawat memelihara dan meningkatkan kompetensi

dibidang keperawatan melalui belajar terus menerus.

(2) Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan

keperawatan yang tinggi disertai kejujuran profesional

yang menerapkan pengetahuan serta ketrampilan

keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.

(3) Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada

informasi yang akurat dan mempertimbangkan

kemampuan serta kualifikasi seseorang bila melakukan

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

17

konsultasi, menerima delegasi dan memberikan delegasi

kepada orang lain.

(4) Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi

keperawatan dengan selalu menunjukkan perilaku

profesional.

c) Perawat dan Masyarakat

Perawat mengemban tanggung jawab bersama

masyarakat untuk memprakarsai dan mendukung berbagai

kegiatan dalam memenuhi kebutuhan dan kesehatan

masyarakat.

d) Perawat dan Teman Sejawat

(1) Perawat senantiasa memelihara hubungan baik dengan

sesama perawat maupun dengan tenaga kesehatan lainnya,

dan dalam memelihara keserasian suasana lingkungan

kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan

secara keseluruhan.

(2) Perawat bertindak malindungi klien dari tenaga kesehatan

yang memberikan pelayanan kesehatan secara tidak

kompeten, tidak etis dan ilegal.

e) Perawat dan Profesi

(1) Perawat mempunyai peran utama dlam menentukan

standar pendidikan dan pelayanan keperawatan serta

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

18

menerapkannya dalam kegiatan pelayanan dan pendidikan

keperawatan.

(2) Perawat berperan aktif dalam berbagai kegiatan

pengembangan profesi keperawatan.

(3) Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk

membangun dan memelihara kondisi kerja yang kondusif

demi terwujudnya asuhan keperawatan yang bermutu

tinggi.

2) Kode etik keperawatan menurut International Council of Nurses

(ICN)

Kode etik keperawatan menurut ICN (Asmadi 2008, h.105)

adalah sebagai berikut:

a) Tanggung jawab utama perawat

Tanggung jawab utama perawat adalah meningkatkan

kesehatan, mencegah timbulnya penyakit, memelihara

kesehatan dan mengurangi penderitaan. Untuk melaksanakan

tanggung jawab utama tersebut, perawat harus meyakini

bahwa:

(1) Kebutuhan terhadap pelayanan keperawatan di berbagai

tempat adalah sama.

(2) Pelaksanaan praktik keperawatan dititik beratkan pada

penghargaan terhadap kehidupan yang bermartabat dan

menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

19

(3) Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dan/atau

keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan

masyarakat, perawat mengikutsertakan kelompok dan

masyarakat.

b) Perawat, individu, dan anggota kelompok masyarakat

Tanggung jawab utama perawat adalah melaksanakan

asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Oleh karena itu, dalam menjalankan tugas, perawat perlu

meningkatkan keadaan lingkungan kesehatan dengan

menghargai nilai-nilai yang ada dimasyarakat, menghargai

adat kebiasaan serta kepercayaan individu, keluarga, kelompok

dan masyarakat yang menjadi pasien atau kliennya. Perawat

dapat memegang teguh rahasia pribadi (privasi) dan hanya

dapat memberikan keterangan bila diperlukan oleh pihak yang

berkepentingan atau pengadilan.

c) Perawat dan pelaksanaan praktik keperawatan

Perawat memegang peranan penting dalam menentukan

dan melaksanakan standar praktik keperawatan untuk

mencapai kemampuan yang sesuai dengan standar pendidikan

keperawatan. Perawat dapat mengembangkan pengetahuan

yang dimilikinya secara aktif untuk menopang peranannya

dalam situasi tertentu. Perawat sebagai anggota profesi, setiap

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

20

saat dapat mempertahankan sikap sesuai dengan standar

profesi keperawatan.

d) Perawat dan lingkungan masyarakat

Perawat dapat memprakarsai pembaharuan, tanggap,

mempunyai inisiatif, dan dapat berperan serta secara aktif

dalam menentukan masalah kesehatan dan masalah sosial yang

terjadi di masyarakat.

e) Perawat dan sejawat

Perawat dapat menopang hubungan kerja sama dengan

teman kerja, baik tenaga keperawatan maupun tenaga profesi

lain di keperawatan. Perawat dapat melindungi dan menjamin

seseorang, bila dalam masa perawatannya merasa terancam.

f) Perawat dan profesi keperawatan

Perawat memainkan peran yang besar dalam menentukan

pelaksanaan standar praktik keperawatan dan pendidikan

keperawatan. Perawat diharapkan ikut aktif dalam

mengembangkan pengetahuan dalam menopang pelaksanaan

perawatan secara profesional. Perawat sebagai anggota profesi

berpartisipasi dalam memelihara kestabilan sosial dan ekonomi

sesuai dengan kondisi pelaksanaan praktik keperawatan.

d. Tindakan Keperawatan

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional sebagai

bagian integral pelayanan kesehatan berbentuk pelayanan biologi,

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

21

psikologi, sosial dan spiritual secara komprehensif, ditujukan kepada

individu, keluarga dan masyarakat sehat maupun sakit mencakup

siklus hidup manusia (Gaffar 1999, h.44). keperawatan berlandaskan

atas teori hubungan interpersonal yang menitik beratkan pada sifat

unik individu atau klien dalam ekspresi herbal yang mengisyaratkan

adanya kebutuhan dan cara-cara memenuhi kebutuhan. Teori Jean

Orlando 1961 (dikutip oleh Awie 2008) mengandung konsep kerangka

kerja untuk perawat professional yang mengandung 3 elemen yaitu:

perilaku klien, reaksi dan tindakan keperawatan, mengubah situasi

perawat setelah perawat memperkirakan kebutuhan klien, perawat

mengetahui penyebab yang mempengaruhi derajat kesehatan, lalu

bertindak secara spontan atau berkolaborasi untuk memberikan

pelayanan kesehatan.

Tindakan keperawatan diarahkan pada pemeliharaan hubungan

timbal balik dalam kesehatan, sakit dan perilaku. Perawat

berkonsentrasi pada peningkatan kesehatan mempertahankan suatu

kesehatan dalam pencegahan (Awie 2008). Tindakan keperawatan

diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan

pengetahuan serta kurang kemauan menuju kepada kemampuan

melaksanakan kegiatan sehari-hari secara mandiri. Kegiatan ini

dilakukan dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,

penyembuhan, pemilihan serta pemeliharaan kesehatan dengan

penekanan pada upaya pelayanan kesehatan utama (primary health

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

22

care) untuk meningkatkan setiap orang mencapai kemampuan hidup

sehat dan produktif. Kegiatan ini dilakukan sesuai dengan wewenang,

tanggung jawab serta etik profesi keperawatan (Gaffar 1999, h.44).

Jenis tindakan keperawatan yang dapat diberikan, seperti

perawatan khusus (dekubitus, luka diabetes, inkontinensia, demensia),

perawatan umum (membantu & mendorong penderita agar mampu

mandiri dalam ADS), pengobatan (pemberian antibiotik atau obat-obat

lain melalui suntikan atau infus, pemberian makanan lewat NGT,

pasang kateter urin, tranfusi darah, pengobatan nyeri karena berbagai

sebab, pengobatan simptomatis atau suportif terhadap penderita

terminal), rehabilitasi (fisik pada stroke, berbaring lama, rehab mental

& sosial), pencegahan terhadap kecacatan & hambatan lain akibat

sakitnya serta promosi penyuluhan, pendidikan terhadap keluarga

penderita, tenaga semi atau nonskilled seperti pramurukti, kader

lansia, dan lain-lain (Probosuseno 2007).

2. Alat Pelindung Diri (APD)

a. Pengertian

Alat pelindung diri adalah suatu alat yang dipakai untuk

melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja,

dimana secara tehnis dapat mengurangi tingkat keparahan dari

kecelakaan kerja yang terjadi. Peralatan pelindung tidak

menghilangkan ataupun mengurangi bahaya yang ada (Mulyanti

2008).

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

23

APD digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir

petugas kesehatan dari resiko pejanan darah, semua jenis cairan tubuh,

sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir pasien. Jenis

tindakan berisiko mencakup tindakan rutin, tindakan bedah tulang,

otopsi, ataupun perawatan gigi dimana menggunakan bor dengan

kecepatan putar yang tinggi (Depkes RI 2010, h.17).

b. Jenis-jenis APD

Menurut Depkes RI (2010, hh.17-26) dan Potter & Perry (2011,

hh.32-33) jenis-jenis APD meliputi:

1) Sarung tangan

Rasional penggunaan sarung tangan ada tiga. Pertama, sarung

tangan melindungi tangan jika terdapat kemungkinan perawat

kontak dengan cairan tubuh, misalnya darah, urine, feses, sputum,

membran mukosa dan kulit yang tidak utuh. Kedua, sarung tangan

mengurangi kemungkinan perawat menyebarkan mikroorganisme

endogen mereka kepada individu yang menerima asuhan. Perawat

yang memiliki luka terbuka atau goresan pada tangan harus

menggunakan perlindungan diri sebagai perlindungan diri. Ketiga,

sarung tangan mengurangi kemungkinan tangan perawat

menyebarkan mikroorganisme dari satu klien atau dari benda

tercemar kepada klien lain. Sarung tangan harus selalu dipakai oleh

setiap petugas sebelum kontak dengan darah atau semua jenis

cairan tubuh sekret, ekskreta dan benda yang terkontaminasi.

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

24

Ada tiga jenis sarung tangan yaitu:

a) Sarung tangan bersih

Adalah sarung tangan yang didisinfeksi tingkat tinggi,

dan digunakan sebelum tindakan rutin pada kulit dan selaput

lendir misalnya tindakan medik pemeriksaan dalam, merawat

luka terbuka. Sarung tangan bersih dapat digunakan untuk

tindakan bedah bila tidak ada sarung tangan steril.

b) Sarung tangan steril

Adalah sarung tangan yang disterilkan dan harus

digunakan pada tindakan bedah. Bila tidak tersedia sarung

tangan steril baru digunakan sarung tangan yang didisfeksi

tingkat tinggi.

c) Sarung tangan rumah tangga

Sarung tangan tersebut terbuat dari latex atau vinil yang

tebal, seperti sarung tangan yang biasa digunakan untuk

keperluan rumah tangga. Sarung tangan rumah tangga dipakai

pada waktu membersihkan alat kesehatan dan permukaan meja

kerja dan lain-lain. Sarung tangan ini dapat digunakan lagi

setelah dicuci atau dibilas bersih.

Beberapa hal yang harus diperhatikan pada penggunaan

sarung tangan diantaranya adalah cuci tangan harus selalu

dilakukan sebelum memakai dan sesudah melepas sarung tangan,

gunakan pasangan sarung tangan yang berbeda untuk setiap pasien,

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

25

segera lepas sarung tangan apabila telah selesai dengan satu pasien

dan ganti sarung tangan yang lain apabila akan menangani pasien

yang lain. Hindari kontak pada benda-benda lain selain yang

berhubungan dengan tindakan yang sedang dilakukan, misalnya

membuka pintu selagi masih memakai sarung tangan dan

sebagainya. Tidak dianjurkan menggunakan sarung tangan rangkap

bila tidak benar-benar diperlukan karena tidak meningkatkan

perlindungan, bahkan akan meningkatkan risiko keceelakaan

karena akan mengurangi kepekaan (raba). Sarung tangan tidak

perlu digunakan untuk tindakan tanpa kemungkinan terpajan darah

atau cairan tubuh lain seperti memberi makan pasien, membantu

minum obat pasien, membantu jalan dan lain-lain.

Menurut Depkes RI (2010, hh.19-20), kadang-kadang perlu

dipakai sarung tangan ganda pada keadaan khusus, seperti pada:

a) Tindakan yang memakan waktu lama (lebih dari 60 menit) dan

atau melakukan tindakan operasi di area yang sempit dengan

kemungkinan besar robekan sarung tangan oleh alat tajam

seperti jarum, gunting atau penjepit.

b) Tindakan yang berhubungan dengan jumlah darah atau cairan

tubuh yang banyak seperti operasi cesar, persalinan dan lain-

lain.

c) Bila memakai sarung tangan pakai ulang yang seharusnya

sekali dipakai.

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

26

Sarung tangan tidak perlu dikenakan untuk tindakan tanpa

kemungkinan terpajan darah atau cairan tubuh lain. Prosedur

pemakaian sarung tangan dapat dilihat pada bagan 2.1.

Bagan 2.1

Bagan alur Pemilihan Jenis Sarung Tangan

2) Pelindung wajah (masker dan kaca mata)

Menurut Depkes (2010, h.24) pelindung wajah terdiri dari 2

macam pelindung yaitu masker dan kaca mata, dengan berbagai

bentuk yaitu ada yang terpisah dan ada yang menjadi satu.

Pemakaian pelindung wajah tersebut dimaksudkan untuk

Apakah kontak

dengan darah atau

cairan tubuh ? Tidak

TANPA SARUNG

TANGAN

Tidak

Tidak

S.T.RUMAH TANGGA

atau

SARUNG TANGAN BERSIH

SARUNG TANGAN BERSIH

atau

SARUNG TANGAN DTT

SARUNG TANGAN STERIL

atau

SARUNG TANGAN DTT

Ya

Apakah kontak

dengan pasien ?

Apakah kontak

dengan jaringan di

bawah kulit ?

Ya

Ya

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

27

melindungi selaput lendir hidung, mulut dan mata selama

melakukan tindakan atau perawatan pasien yang memungkinkan

terjadi percikan darah dan cairan tubuh lain, termasuk tindakan

bedah ortopedi atau perawatan gigi.

Masker tanpa kaca mata hanya digunakan pada saat tertentu

misalnya merawat pasien tuberkulosis terbuka tanpa luka dibagian

kulit atau perdarahan. Masker digunakan bila berada 1 meter dari

pasien. Masker, kacamata dan pelindung wajah secara bersamaan

digunakan petugas yang melaksanakan atau membantu

melaksanakan tindakan berisiko tinggi terpajan lama oleh darah

dan cairan tubuh lainnya antara lain pembersihan luka, membalut

luka, mengganti kateter atau dekontaminasi alat bekas pakai.

3) Penutup kepala

Tujuan pemakaian tutup kepala adalah mencegah jatuhnya

mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas

terhadap alat atau daerah steril dan juga sebaliknya untuk

melindungi kepala atau rambut petugas dari percikan bahan-bahan

dari pasien (Depkes 2010, h.24).

4) Gaun

Gaun pelindung atau jubah atau celemek, merupakan salah

satu jenis pakaian kerja. Pakaian kerja dapat berupa seragam kerja,

gaun bedah, jas laboratorium dan celemek (Depkes 2010, h.24).

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

28

a) Tujuan pemakaian gaun pelindung

Tujuan pemakaian gaun pelindung adalah untuk

melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau percikan

darah atau cairan tubuh lain yang dapat mencemari baju atau

seragam (Depkes 2010, h.25).

b) Jenis gaun pelindung

Jenis gaun pelindung berbagai macam bila dipandang dari

berbagai aspeknya seperti gaun pelindung kedap air dan tidak

kedap air, gaun pelindung steril dan non steril. Gaun pelindung

steril dipakai oleh ahli bedah dan asistennya pada saat

melakukan pembedahan. Gaun pelindung non steril digunakan

di berbagai unit yang berisiko tinggi misalnya pengunjung

kamar bersalin, ruang pulih di kamar bedah, ruang rawat

intensif (ICU), rawat darurat dan kamar bayi (Depkes 2010,

h.25).

c) Penggunaan gaun pelindung

Gaun pelindung harus dipakai apabila ada indikasi

misalnya saat membersihkan luka, melakukan tindakan

drainase, membuang cairan terkontaminasi, mengganti

pembalut, menangani pasien dengan pendarahan masif,

melakukan tindakan bedah termasuk otopsi, perawatan gigi,

dan sebagainya (Depkes 2010,h.25).

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

29

5) Sepatu pelindung (pelindung kaki)

Menurut Depkes (2010, h.25) sepatu pelindung adalah sepatu

khusus yang digunakan oleh petugas yang bekerja di ruang tertentu

misalnya ruang bedah, laboratorium, ICU, ruang isolasi, ruang

pemulasaran, dan petugas sanitasi. Sepatu hanya dipakai di ruang

tersebut dan tidak boleh dipakai ke ruang lainnya.

Tujuan pemakaian adalah melindungi kaki petugas dari

tumpahan atau percikan darah atau cairan tubuh lainnya dan

mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan

alat kesehatan. Sepatu harus menutupi seluruh ujung dan telapak

kaki. Sepatu khusus terbuat dari bahan yang mudah di cuci dan

tahan tusukan seperti karet atau plastik (Depkes 2010, h.25).

Tabel 2.1

Pemilihan alat pelindung sesuai jenis pajanan

Jenis pajanan Contoh Pemilihan Alat

Pelindung

Risiko rendah:

1. Kontak dengan

kulit

2. Tidak terpajan

darah langsung

1. Injeksi

2. Perawatan luka

ringan

Sarung tangan tidak

esensial

Risiko sedang:

Kemungkinan terpajan

darah namun tidak ada

cipratan

1. Pemeriksaan pelvis

2. Insersi IUD

3. Melepas IUD

4. Pemasangan kateter

intravena

5. Penanganan

spesimen

laboratorium

6. Perawatan luka

berat

7. Ceceran darah

1. Sarung tangan

2. Mungkin perlu

gaun pelindung

atau celemek

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

30

Risiko tinggi:

1. Kemugkinan

terpajan darah dan

cipratan

2. Perdarahan masif

1. Tindakan bedah

mayor

2. Tindakan bedah

mulut

3. Persalinan

pervagina

1. Sarung tangan

2. Celemek

3. Kacamata

pelindung

4. Masker

Sumber : Depkes (2010, h.26)

3. Kepatuhan

a. Pengertian

Kepatuhan adalah istiah yang dipakai untuk menjelaskan

ketaatan atau pasrah pada tujuan yang telah ditentukan (Batable 2002,

h.139). Sedangkan menurut Adiwimarta dkk (1999 dalam Dewi 2010)

kepatuhan didefinisikan sebagai kesetiaan, ketaatan atau loyalitas.

Kemudian Anugrahini (2010) menambahkan bahwa kepatuhan adalah

ketaatan menerima instruksi, koreksi, penyediaan, dan perlindungan

dari pimpinan. Perilaku yang disiplin merupakan perilaku yang taat

dan patuh dalam peraturan. Perubahan sikap dan perilaku individu

dimulai dengan tahap kepatuhan, identifikasi, kemudian baru menjadi

internalisasi, artinya bahwa kepatuhan merupakan suatu tahap awal

perilaku, maka semua faktor yang mendukung atau mempengaruhi

perilaku juga akan mempengaruhi kepatuhan. Patuh adalah sikap

positif individu yang ditunjukkan dengan adanya perubahan secara

berarti sesuai dengan dengan tujuan yang ditetapkan. Ketidakpatuhan

merupakan suatu kondisi pada individu atau kelompok yang

sebenarnya mau melakukannya, tetapi dapat dicegah untuk

melakukannya oleh faktor-faktor yang menghalangi ketaatan terhadap

anjuran, prosedur atau peraturan yang harus dilakukan atau ditaati.

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

31

Kepatuhan merupakan model dasar seseorang berperilaku.

Menurut Kelman (1958 dalam Dewi 2010) dijelaskan bahwa

perubahan sikap dan perilaku individu diawali dengan proses patuh,

identifikasi, dan tahap terakhir berupa internalisasi. Pada awalnya

individu mematuhi anjuran/instruksi tanpa kerelaan untuk melakukan

tindakan tersebut dan seringkali karena ingin menghindari hukuman

atau sangsi jika dia tidak patuh, atau untuk memperoleh imbalan yang

dijanjikan jika dia memenuhi anjuran tersebut. Tahap ini disebut tahap

kepatuhan (compliance). Biasanya perubahan yang terjadi pada tahap

ini sifatnya sementara, artinya bahwa tindakan itu dilakukan selama

masih ada pengawasan. Tetapi begitu pengawasan itu mengendur atau

hilang, perilaku itupun ditinggalkan.

Kepatuhan individu yang berdasarkan rasa terpaksa atau

ketidakpatuhan tentang pentingnya perilaku yang baru, dapat disusul

dengan kepatuhan yang berbeda jenisnya, yaitu kepatuhan demi

menjaga hubungan baik dengan tokoh yang menganjurkan perubahan

tersebut (change agent). Perubahan perilaku individu baru dapat

menjadi optimal jika perubahan tersebut terjadi melalui proses

internalisasi dimana perilaku yang baru itu dianggap bernilai positif

bagi diri individu itu sendiri dan diintegrasikan dengan nilai-nilai lain

dari hidupnya (Dewi 2010).

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

32

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan

Menurut Bastable (2002, h.139), Bady, Kusnanto dan Handono

(2007), Kepatuhan (2010), Anugrahini (2010), dan Amalia dkk

(2011), faktor-faktor yang diduga dapat mempengaruhi kepatuhan

adalah:

1) Usia

Usia berkaitan erat dengan tingkat kedewasaan atau

maturitas seseorang. Semakin tinggi usia semakin mampu

menunjukkan kematangan jiwa dan semakin dapat berfikir

rasional, semakin bijaksana, mampu mengendalikan emosi dan

semakin terbuka terhadap pandangan orang lain. Semakin

bertambah usia semakin terlihat pengalaman, pertimbangan, etika

kerja yang kuat, dan komitmen terhadap mutu. Dari berbagai

periode umur tersebut, umur yang produktif dalam bekerja dan

yang merupakan angkatan kerja ditunjukan oleh periode dewasa

muda (20-40 tahun) dan dewasa madia (40-65 tahun). Usia yang

semakin meningkat akan meningkatkan pula kebijaksanaan

kematangan seseorang dalam mengambil keputusan, berfikir

rasional, mengendalikan emosi, dan bertoleransi terhadap

pandangan orang lain, berarti kinerja orang itu juga meningkat.

2) Pendidikan

Tingkat pendidikan perawat mempengaruhi kinerja perawat

yang bersangkutan. Tenaga keperawatan yang berpendidikan

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

33

tinggi kinerjanya akan lebih baik karena telah memiliki

pengetahuan dan wawasan yang lebih luas dibandingkan dengan

perawat yang berpendidikan lebih rendah. Selain itu juga

pendidikan perawat yang tinggi akan lebih memudahkan perawat

dalam memahami tugas sehingga akan meningkatkan

kepatuhannya dalam penggunaan APD.

3) Masa kerja

Masa kerja adalah lama seorang perawat bekerja pada suatu

organisasi yaitu dari mulai perawat itu resmi dinyatakan sebagai

pegawai atau karyawan suatu rumah sakit. Senioritas dan

produktivitas pekerjaan berkaitan secara positif. Semakin lama

seseorang bekerja semakin terampil dan akan lebih

berpengalaman dalam melaksanakan pekerjaannya. Perawat harus

mempunyai pengalaman kerja yang cukup sehingga dapat

mengerti tentang kebutuhan pasien yang spesifik. Perawat juga

harus mempunyai pengalaman yang cukup untuk memahami

peraturan dan prosedur dalam pekerjaannya sehingga akan

mempengaruhi kepatuhannya dalam melaksanakan standar

precaution termasuk dalam penggunaan APD. Menurut Amalia

dkk (2011), perawat yang mempunyai masa kerja ≥ 10 tahun

relatif semakin terampil dalam melaksanakan pekerjaannya serta

cukup memahami peraturan dan prosedur dalam pekerjaannya.

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

34

4) Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu”, dan ini

terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu

objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia,

yakni indra penglihatan, pendengaran, rasa dan raba. Pengetahuan

dan pemahaman perawat tentang APD dan manfaatnya

mempengaruhi kepatuhan dalam tindakan keperawatan. Oleh

karena itu, pengetahuan tentang APD sangat penting untuk

petugas kesehatan dan sarana kesehatan lainnya yaitu untuk

mencegah tranmisi infeksi di rumah sakit dan upaya pencegahan

infeksi adalah langkah pertama dalam pemberian pelayanan

kesehatan yang bermutu.

5) Fasilitas APD di rumah sakit

Sarana dan fasilitas pendukung universal precaution yang

tersedia di rumah sakit adalah berupa APD seperti sarung tangan,

masker, baju pelindung, kacamata pelindung dan sepatu

pelindung. Walaupun tingkat pengetahuan, ketrampilan dan sikap

tenaga keperawatan dalam penggunaan APD sudah baik apabila

fasilitas pendukung APD rumah sakit tidak terpenuhi/tidak

standar maka kepatuhan penggunaan APD oleh perawat tidak

maksimal. Fasilitas pendukung APD pada masing-masing

ruangan perawatan di rumah sakit biasanya bisa berbeda antara

ruang kelas III yang diperuntukkan bagi pasien yang mempunyai

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

35

latar belakang ekonomi rendah dengan ruang VIP yang

diperuntukkan bagi pasien dengan latar belakang ekonomi tinggi.

4. Rumah Sakit

a. Pengertian

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor: 1045/Menkes/Per/XI/2006 Tentang Pedoman Organisasi

Rumah Sakit, rumah sakit adalah suatu fasilitas pelayanan kesehatan

perorangan yang menyediakan rawat inap dan rawat jalan yang

memberikan pelayanan kesehatan jangka pende dan jangka panjang

yang terdiri dari observasi, diagnostik, terapeutik dan rehabilitatif

untuk orang-orang yang menderita sakit, cidera dan melahirkan.

Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan

kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Sedangkan menurut

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang

Rumah Sakit yang dimaksud dengan rumah sakit adalah institusi

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,

rawat jalan, dan gawat darurat.

b. Azaz dan tujuan

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun

2009 Tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan

Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan

profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

36

diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta

mempunyai fungsi sosial.

Pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan:

1) Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan.

2) Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien,

masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di

rumah sakit.

3) Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan

rumah sakit; dan

4) Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber

daya manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.

c. Kedudukan, Tugas dan Fungsi

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor: 1045/Menkes/Per/XI/2006 Tentang Pedoman Organisasi

Rumah Sakit, kedudukan, tugas dan fungsi rumah sakit adalah:

1) Kedudukan

Rumah sakit merupakan Unit Pelaksana Teknis di lingkungan

Departemen Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung

jawab kepada Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik.

2) Tugas

Rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan

peripurna, pendidikan dan pelatihan, dapat juga melakukan

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

37

penelitian, pengembangan serta penapisan teknologi bidang

kesehatan.

3) Fungsi

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Rumah Sakit

menyelenggarakan fungsi:

(a) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui

pelayanan kesehatan paripurna tingkat sekunder dan tersier;

(b) Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan

dalam rangka meningkatkan kemampuan sumber daya

manusia dalam pemberian pelayanan kesehatan;

(c) Pelaksanaan penelitian dan pengembangan serta penampisan

teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan

pelayanan kesehatan;

(d) Pelaksanaan administrasi rumah sakit.

d. Jenis dan klasifikasi

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor: 1045/Menkes/Per/XI/2006 Tentang Pedoman Organisasi

Rumah Sakit, berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah

sakit dikategorikan dalam:

1) Rumah Sakit Umum selanjutnya disebut RSU;

2) Rumah Sakit Khusus selanjutnya disebut RSK. Rumah Sakit

Khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama

pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu, berdasarkan

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

38

disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau

kekhususan lainnya.

Klasifikasi rumah sakit adalah pengelompokkan rumah sakit

berdasarkan perbedaan yang bertingkat mengenai kemampuan

pelayanan kesehatan yang dapat disediakan dan kapasitas sumber daya

organisasi, RSU diklasifikasikan sebagai berikut:

1) RSU Kelas A

Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan

kemampuan pelayanan medis spesialistik luas dan sub spesialistik

luas. Berdasarkan fungsinya RSU Kelas A dan RSU Kelas B

Pendidikan menyelenggarakan dan/atau digunakan untuk

pelayanan, pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang

pendidikan profesi kedokteran dan pendidikan kedokteran

berkelanjutan.

Susunan organisasi RSU Kelas A adalah:

(a) RSU Kelas A dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur

Utama.

(b) Direktur Utama membawahi paling banyak 4 (empat)

Direktorat.

(c) Masing-masing Direktorat terdiri paling banyak 3 (tiga)

Bidang atau 3 (tiga) Bagian.

(d) Masing-masing Bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga)

Seksi.

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

39

(e) Masing-masing Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga)

Subbagian.

2) RSU Kelas B Berpendidikan

Rumah Sakit Kelas B Pendidikan adalah rumah sakit yang

menyelenggarakan dan atau digunakan untuk pelayanan,

pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan

Kedokteran berkelanjutan.

Susunan organisasi RSU Kelas B Pendidikan adalah:

(a) RSU Kelas B Pendidikan dipimpin oleh seorang Kepala

disebut Direktur Utama.

(b) Direktur Utama membawahi paling banyak 3 (tiga) Direktorat.

(c) Masing-masing Direktorat terdiri dari paling banyak 3 (tiga)

Bidang atau 3 (tiga) Bagian.

(d) Masing-masing Bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga)

Seksi.

(e) Masing-masing Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga)

Subbagian.

3) RSU Kelas B Non-Pendidikan

RSU Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas

dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11

spesialistik dan subspesialistik. Rumah Sakit non pendidikan, yaitu

rumah sakit yang tidak memiliki hubungan kerjasama dengan

universitas.

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

40

Susunan organisasi RSU Kelas B Non-Pendidikan adalah:

(a) RSU Kelas B Non-Pendidikan dipimpin oleh seorang Kepala

disebut Direktur Utama.

(b) Direktur Utama membawahi paling banyak 2 (dua) Direktorat.

(c) Masing-masing Direktorat terdiri dari paling banyak 3 (tiga)

Bidang atau 3 (tiga) Bagian.

(d) Masing-masing Bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga)

Seksi.

(e) Masing-masing Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga)

Subbagian.

4) RSU Kelas C

RSU Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas

dan kemampuan pelayanan mdis spesialistik dasar.

Susunan organisasi RSU Kelas C adalah:

(a) RSU Kelas C dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur.

(b) Direktur membawahi paling banyak 2 (dua) Bidang dan 1

(satu) Bagian.

(c) Masing-masing Bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga)

Seksi.

(d) Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Subbagian.

5) RSU Kelas D

RSU Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas

dan kemampuan pelayanan medis dasar.

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

41

Susunan organisasi RSU Kelas D adalah:

(a) RSU Kelas D dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur.

(b) Direktur membawahi paling banyak 2 (dua) Seksi dan 3 (tiga)

Subbagian.

(c) Masing-masing Bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga)

Seksi.

(d) Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Subbagian.

e. Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Kepemilikan

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun

2009 Tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit dapat didirikan oleh

Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau Swasta. Rumah Sakit yang

didirikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah harus berbentuk

Unit Pelaksana Teknis dari Instansi yang bertugas di bidang

kesehatan, Instansi tertentu, atau Lembaga Teknis Daerah dengan

pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum

Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta harus berbentuk badan

hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang

perumahsakitan.

f. Bangunan Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun

2009 Tentang Rumah Sakit, bangunan Rumah Sakit harus dapat

digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

42

paripurna, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.

Bangunan rumah sakit sebagaimana dimaksud paling sedikit

terdiri atas ruang: rawat jalan, rawat inap, ruang gawat darurat, ruang

operasi, ruang tenaga kesehatan, ruang radiologi, ruang laboratorium,

ruang sentralisasi, ruang farmasi, ruang pendidikan dan latihan, ruang

kantor dan administrasi, ruang ibadah, ruang tunggu, ruang

penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit, ruang menyusui, ruang

mekanik, ruang dapur, laundry, kamar jenazah, taman, pengolahan

sampah, dan pelataran parkir yang mencukupi.

g. Pembagian Tipe Bangsal

Menurut PERMENKES RI Nomor 004 Tahun 2012 yang

merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

378/Menkes/Per/V/1993 tentang Pelaksanaan Fungsi Sosial Rumah

Sakit dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

582/Menkes/SK/VII/1997 tentang Pola Tipe Rumah Sakit Pemerintah

mengatur kewajiban rumah sakit untuk menyediakan sebagian tempat

tidurnya untuk masyarakat miskin. Untuk itu, maka bangsal-bangsal

rawat inap di rumah sakit dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu: kelas

Utama, Kelas I, Kelas II, dan Kelas III.

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

43

C. Kerangka Konsep

Bagan 3.1

Kerangka Konsep Penelitian

D. Hipotesis

Menurut Arikunto (2010, h.110) hipotesis adalah suatu jawaban yang

bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui

data yang terkumpul.

Hipotesis dalam penelitian ini penulis rumuskan dalam bentuk hipotesis

statistik sebagai berikut:

1. Hipotesis Nol

Tidak terdapat perbedaan tingkat kepatuhan penggunaan Alat Pelindung

Diri (APD) pada perawat bangsal kelas non utama dan utama di Rumah

Sakit Wijayakusuma Purwokerto.

Perawat Bangsal Kelas

Non Utama

Usia

Pendidikan

Masa kerja

Pengetahuan

Fasilitas APD di

Bangsal

Perawat Bangsal Kelas

Utama

Usia

Pendidikan

Masa kerja

Pengetahuan

Fasilitas APD di

Bangsal

Kepatuhan Perawat

dalam Penggunaan

APD

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan ...repository.ump.ac.id/3862/3/Ratna Setianingsih BAB II.pdfterhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan

44

2. Hipotesis Alternatif

Terdapat perbedaan tingkat kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri

(APD) pada perawat bangsal kelas non utama dan utama di Rumah Sakit

Wijayakusuma Purwokerto.

Perbedaan Tingkat Kepatuhan..., Ratna Setianingsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014