Upload
trinhhanh
View
234
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Budi Daya Kedelai
Kedelai merupakan tumbuhan serba guna. Karena akarnya memiliki bintil
pengikat nitrogen bebas, kedelai merupakan tanaman dengan kadar protein tinggi
sehingga tanamannya dapat digunakan sebagai pupuk hijau dan pakan ternak.
Kedelai terutama dimanfaatkan bijinya. Biji kedelai kaya protein dan lemak serta
beberapa bahan gizi penting lain, misalnya vitamin (asam fitat) dan lesitin. Olahan
biji kedelai dapat dibuat menjadi berbagai bentuk seperti tahu, bermacam-macam
saus penyedap (salah satunya kecap, yang aslinya dibuat dari kedelai hitam),
tempe, susu kedelai, tepung kedelai, minyak (dari sini dapat dibuat sabun, plastik,
kosmetik, resin, tinta, krayon, pelarut, dan biodiesel), serta taosi atau tauco
(Komalasari, 2008).
Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri dari paling tidak dua
spesies: Glycine max (disebut kedelai putih, yang bijinya bisa berwarna kuning,
agak putih, atau hijau) dan Glycine soja (kedelai hitam, berbiji hitam). Glycine
max merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti RRC dan Jepang
Selatan, sementara Glycine soja merupakan tanaman asli Asia tropis di Asia
Tenggara. Tanaman ini telah menyebar ke Jepang, Korea, Asia Tenggara dan
Indonesia (Wikipedia).
Kedelai dibudidayakan di lahan sawah maupun lahan kering (ladang). Di
lahan sawah, kedelai umumnya ditanam pada musim kemarau setelah pertanaman
10
padi. Sedangkan di lahan kering (tegalan) kedelai umumnya ditanam pada musim
hujan. Langkah-langkah utama dalam budi daya kedelai ialah pemilihan benih,
persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, panen dan pascapanen.
Berdasarkan informasi dari Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan
dan Umbi-umbian – Kementan (2011), kualitas benih sangat menentukan
keberhasilan usaha tani kedelai. Pada penanaman kedelai, biji atau benih ditanam
secara langsung, sehingga apabila kemampuan tumbuhnya rendah, jumlah
populasi per satuan luas akan berkurang. Oleh karena itu, agar dapat memberikan
hasil yang memuaskan, harus dipilih varietas kedelai yang sesuai dengan
kebutuhan, mampu beradaptasi dengan kondisi lapang, dan memenuhi standar
mutu benih yang baik. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan
benih kedelai adalah:
1. Pilih varietas unggul yang memenuhi sifat-sifat yang diinginkan: ukuran
bijinya besar atau kecil, kulit bijinya kuning atau hitam, toleransinya terhadap
hama/penyakit dan kondisi lahan.
2. Benih murni dan bermutu tinggi merupakan syarat terpenting dalam budi
daya kedelai. Benih harus sehat, bernas, dan daya tumbuh minimal 85 persen,
serta bersih dari kotoran.
3. Kebutuhan benih bergantung pada ukuran benih dan jarak tanam yang
digunakan. Untuk benih ukuran kecil–sedang (9–12 g/100 biji), diperlukan
55–60 kg/ha, sedang untuk benih ukuran besar (14–18 g/100 biji) dibutuhkan
65–75 kg/ha.
11
Persiapan lahan penanaman kedelai di areal persawahan dapat dilakukan
secara sederhana. Mula-mula jerami padi yang tersisa dibersihkan, kemudian
dikumpulkan, dan dibiarkan mengering. Selanjutnya, dibuat petak-petak
penanaman dengan lebar 3-10 m, yang panjangnya disesuaikan dengan kondisi
lahan. Diantara petak penanaman dibuat saluran drainase selebar 25-30 cm,
dengan kedalaman 30 cm. Setelah didiamkan selama 7-10 hari, tanah siap
ditanami.
Jika areal penanaman kedelai yang digunakan berupa lahan kering atau
tegalan, sebaiknya dilakukan pengolahan tanah terlebih dahulu. Tanah dicangkul
atau dibajak sedalam 15–20 cm. Di sekeliling lahan dibuat parit selebar 40 cm
dengan kedalaman 30 cm. Selanjutnya, dibuat petakan-petakan dengan panjang
antara 10–15 cm, lebar antara 3–10 cm, dan tinggi 20–30 cm. Antara petakan yang
satu dengan yang lain (kanan dan kiri) dibuat parit selebar dan sedalam 25 cm.
Antara petakan satu dengan petakan di belakangnya dibuat parit selebar 30 cm
dengan kedalaman 25 cm. Selanjutnya, lahan siap ditanami benih.
Sebelum dilakukan kegiatan penanaman, terlebih dulu tanah diberi pupuk
dasar. Pupuk yang digunakan berupa TSP sebanyak 50–100 kg/ha, KCl 50–100
kg/ha, dan Urea 50-75 kg/ha. Dosis pupuk dapat pula disesuaikan dengan anjuran
petugas penyuluh pertanian setempat. Pupuk disebar secara merata di lahan, atau
dimasukkan ke dalam lubang di sisi kanan dan kiri lubang tanam sedalam 5 cm
(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian - Departemen Pertanian, 2008).
Selanjutnya penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang tanam
memakai tugal dengan kedalaman antara 1,5–2 cm. Setiap lubang tanam diisi
12
sebanyak 3–4 biji. Penanaman ini dilakukan dengan jarak tanam 40 cm x 10–15
cm. Pada lahan subur, jarak dalam barisan dapat diperkecil menjadi 15–20 cm.
Perawatan tanaman dilakukan berkaitan dengan tiga kegiatan: pengairan,
penyiangan, dan pengendalian hama serta penyakit tanaman. Tanaman kedelai
sangat peka terhadap kekurangan air pada awal pertumbuhan, pada umur 15–21
hari, saat berbunga (umur 25–35 hari), dan saat pengisian polong (umur 55–70
hari). Pada fase-fase tersebut tanaman harus dijaga agar tidak kekeringan.
Penyiangan untuk menghilangkan gulma perlu dilakukan dua kali pada umur 15
dan 45 hari. Penggunaan pestisida untuk pengendalian hama dilakukan
berdasarkan hasil pemantauan, hanya digunakan bila populasi hama telah melebihi
ambang kendali. Pestisida dipilih sesuai dengan hama sasaran, dan dipilih yang
terdaftar/diijinkan.
Panen dilakukan apabila 95 persen polong pada batang utama telah
berwarna kuning kecoklatan. Panen dilakukan dengan memotong pangkal batang
dengan sabit. Hasil panenan ini segera dijemur beberapa hari, kemudian dikupas
dengan thresher atau pemukul. Butir biji dipisahkan dari kotoran/sisa kulit polong,
dan dijemur kembali hingga kadar air biji mencapai 10–12 persen saat disimpan.
Berdasarkan penilaian kelayakan usaha tani kedelai dengan cara return of
investment (ROI) dan perbandingan biaya dengan pendapatan (benefit cost ratio,
B/C rasio) diperoleh hasil sebagai berikut (Irwan, 2006):
1. Return of investment (ROI), merupakan ukuran perbandingan antara
keuntungan dengan total biaya produksi. Cara ini digunakan untuk
mengetahui tingkat efisiensi penggunaan modal atau mengukur keuntungan
13
usaha tani dalam kaitannya dengan jumlah modal yang diinvestasikan. Nilai
ROI untuk usaha tani kedelai sebesar 2,39. Berarti, setiap modal Rp 1 yang
dikeluarkan untuk usaha tani kedelai akan menghasilkan keuntungan sebesar
Rp 2,39. Dengan demikian, usaha tani kedelai tersebut dinilai efisien dalam
penggunaan modal.
2. Benefit cost ratio (B/C rasio), merupakan suatu ukuran perbandingan antara
keuntungan bersih dengan total biaya produksi sehingga dapat diketahui
kelayakan usaha taninya. Hasil perhitungan nilai B/C rasio pada usaha tani
kedelai senilai 1,39. Artinya, setiap satuan biaya yang dikeluarkan akan
diperoleh hasil penjualan sebesar 1,39 kali lipat. Hasil ini menunjukkan
bahwa usaha tani kedelai layak untuk dikembangkan.
2.1.2. Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Produksi adalah kegiatan perusahaan/produsen dalam memproses input
(faktor produksi) menjadi suatu output yang dikehendaki. Dari kegiatan yang
dilakukan produsen tersebut dapat dibangun sebuah fungsi produksi, yaitu sebuah
model yang menggambarkan bagaimana hubungan antara input yang digunakan
produsen dengan output yang dihasilkan berdasarkan pengetahuan teknis yang
dimiliki produsen (Jones, 2004).
Sebuah fungsi produksi menghubungkan input dengan output. Sukirno
(2005) mengemukakan bahwa fungsi produksi memperlihatkan kemungkinan
output maksimum yang bisa diproduksi dengan sejumlah input tertentu atau
sebaliknya, kuantitas input minimum yang diperlukan untuk memproduksi suatu
14
tingkat output tertentu. Bentuk umum persamaan matematik dari fungsi produksi
adalah:
Y = f (X) = f (K,L,M, ...) (2.1)
Y : output produksi
X : faktor produksi (modal (K), tenaga kerja (L), bahan baku (M), dan lain-lain)
Salah satu fungsi produksi yang banyak digunakan dalam penelitian adalah
fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas diperkenalkan
pada tahun 1928 oleh C.W. Cobb dan P.H. Douglas dalam tulisannya yang
berjudul “A Theory of Production” yang dimuat dalam American Economic
Review. Secara umum fungsi Cobb-Douglas menggambarkan tingkat produksi
atau penciptaan nilai tambah (Y) yang diakibatkan oleh pengaruh dua faktor
produksi, yaitu input modal (X1) dan input tenaga kerja (X2). Bentuk dasar
persamaan fungsi Cobb-Douglas adalah: ܇ = (܆,܆) ן= (2.2)܆܆
Parameter yang merupakan ukuran kemajuan teknologi yang melekat
pada semua faktor produksi. Untuk kasus dengan berbagai input produksi,
persamaan fungsi Cobb-Douglas dapat ditulis menjadi: ܇ = (ܖ܆,,…,܆,܆) ן= ܆܆ ܖܖ܆ … (2.3)
Beberapa kelebihan atau kemudahan dari fungsi Cobb Douglas adalah
sebagai berikut:
1. Penyelesaian fungsi lebih sederhana dan tidak rumit karena bisa
ditransformasikan atau diubah dalam bentuk fungsi linier (fungsi logaritma
natural), sehingga memudahkan dalam proses analisis.
15
2. Nilai koefisien regresi yang dihasilkan menunjukkan besarnya nilai elastisitas
produksi dari setiap faktor produksi, sehingga fungsi produksi ini dapat
secara langsung digunakan untuk mengetahui tingkat produksi optimum
berdasarkan pemakaian faktor produksi.
3. Penjumlahan nilai elastisitas dari setiap faktor produksi menunjukkan skala
hasil usaha (return to scale).
Berdasarkan persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas, terdapat tiga situasi
yang mungkin dalam tingkat pengembalian terhadap skala:
1. Jika kenaikan yang proporsional dalam semua input sama dengan kenaikan
yang proporsional dalam output (ip = 1), maka fungsi produksi tersebut
memiliki tingkat pengembalian terhadap skala yang konstan.
2. Jika kenaikan yang proporsional dalam output kemungkinan lebih besar
daripada kenaikan dalam input (ip > 1), maka fungsi produksi tersebut
memiliki tingkat pengembalian terhadap skala yang meningkat.
3. Jika kenaikan output lebih kecil dari proporsi kenaikan input (ip < 1), maka
fungsi produksi tersebut memiliki tingkat pengembalian terhadap skala yang
menurun.
2.1.3. Hukum Perluasan Produksi
Perluasan produksi dalam jangka panjang dapat dilakukan dengan
menambah semua faktor produksi secara bersama-sama. Menurut Tasman (2006),
dengan asumsi tingkat teknologi yang konstan, maka akan berlaku hukum
perluasan produksi sebagai berikut:
16
a. Skala hasil meningkat (increasing returns to scale), artinya adalah perluasan
produksi yang dilakukan menghasilkan output produksi yang proporsinya
lebih besar daripada penambahan faktor-faktor produksi. Jika input modal
atau tenaga kerja ditambah secara proposional sebesar k, maka akan
menyebabkan peningkatan output produksi yang lebih besar dari k atau ( ଵ,ଶ) > ( ଵ,ଶ) dengan nilai k>1. Dalam kondisi ini perluasan
produksi masih bisa terus dilakukan karena kondisi perusahaan masih dalam
skala hasil usaha yang meningkat.
b. Skala hasil tetap (constant returns to scale), artinya adalah perluasan produksi
yang dilakukan menghasilkan output produksi yang proporsinya sama dengan
penambahan faktor-faktor produksi. Jika input modal maupun tenaga kerja
ditambah secara proposional sebesar k akan menyebabkan peningkatan output
produksi sebesar k pula atau ( ଵ,ଶ) = ( ଵ,ଶ). Dalam kondisi ini,
perluasan produksi yang dilakukan tidak akan meningkatkan pertambahan
jumlah output.
c. Skala hasil menurun (decreasing returns to scale), artinya adalah perluasan
produksi yang dilakukan menghasilkan output produksi yang proporsinya
lebih kecil daripada penambahan faktor-faktor produksi. Penambahan input
modal atau tenaga kerja secara proporsional sebesar k, akan menyebabkan
peningkatan output produksi yang lebih kecil dari k atau ( ଵ,ଶ) <( ଵ,ଶ). Dalam kondisi ini sudah tidak mungkin dilakukan perluasan
produksi karena kondisi perusahaan berada dalam skala hasil usaha yang
menurun.
17
2.1.4. Elastisitas Produksi dan Efisiensi
Dari persamaan umum fungsi produksi fungsi produksi Y= f(X) =
f(K,L,M, ...), Y melambangkan total produksi dari kombinasi faktor-faktor
produksi X (TPx). Dengan mengasumsikan ketika satu variabel berubah maka
variabel lainnya dianggap konstan atau tetap (ceteris paribus), tambahan produksi
yang diperoleh akibat penggunaan tambahan satu unit faktor produksi X dikenal
dengan istilah produk marginal X (MPx). Sedangkan rata-rata produk yang
dihasilkan per unit faktor produksi X yang digunakan dikenal dengan istilah
produksi rata-rata X (APx) (Nicholson, 1995).
Secara matematis, produk marginal X dirumuskan sebagai berikut:
MPX=Tambahan Output Y
Tambahan Input X=įY
įX=f
'(X) (2.4)
Secara matematis produk rata-rata X dirumuskan sebagai berikut: ܆۾ۯ =܆ ܜܝܘܖ۷ ܔ܉ܜܗ܂܇ ܜܝܘܜܝ۽ ܔ܉ܜܗ܂ =
(2.5) ܆܇
Perubahan jumlah output produksi yang disebabkan oleh perubahan
penggunaan faktor produksi atau input dapat dinyatakan dengan elastisitas
produksi ( ,ߝ ). Elastisitas produksi dapat dinyatakan dalam rumus sebagai
berikut: , = Τ Τ =
.. = (2.6)
Bentuk kurva TPx (Total Produksi), kurva MPx (Produk Marjinal) dan
kurva APx (Produk Rata-rata), dimana X menyatakan salah satu faktor produksi
dengan asumsi faktor produksi lain ceteris paribus adalah seperti seperti pada
gambar berikut:
18
Sumber: Nicholson (1995)
Gambar 2.1. Kurva TPx (Total Produksi), kurva MPx (Produk Marjinal) dan kurva
APx (Produk Rata-rata)
Hubungan antara kurva TPX dan MPX seperti pada gambar 2.1 adalah MPX
akan bernilai nol pada saat TPX berada pada titik maksimum. Ketika kurva TPX
mulai menurun setelah melalui titik maksimum, maka MPX akan bernilai negatif.
Pada saat kurva TPX mengalami kenaikan, maka kurva MPX mengalami
penurunan. Pada saat nilai MPX positif, maka kurva TPX tidak akan mengalami
penurunan. Kesimpulannya adalah penambahan input pada saat slope TPX negatif
(nilai MPX < 0) tidak akan meningkatkan jumlah output.
Sedangkan hubungan kurva MPX dan APX seperti dalam Gambar 2.1
adalah APX akan mencapai titik maksimal ketika nilai APX sama dengan nilai
MPX, artinya nilai elastisitas produksinya sama dengan satu (, = 1). Ketika
nilai MPX < nilai APX, maka kurva APX akan memiliki slope negatif, sehingga
nilai elastisitas produksinya kurang dari satu (1 > , atau 0< 1 >,). Pada saat
TPX
MPX
APX
Input Faktor Produksi
Jumlah per
periode (Y)
X* X** X***
Daerah I
Daerah II
Daerah III
19
nilai MPX > nilai APX, maka kurva APX akan memiliki slope positif, sehingga
nilai elastisitas produksi lebih dari satu (ߝ, > 1).
Berdasarkan nilai elastisitas produksinya, hubungan antara ketiga kurva
tersebut menghasikan tiga daerah produksi. Daerah I, yakni pada saat nilai MP
lebih besar dari nilai AP sehingga nilai elastisitasnya lebih besar dari satu (, >
1). Daerah ini merupakan daerah yang tidak rasional (Irrational Region) bagi
perusahaan untuk berhenti berproduksi karena belum mencapai keuntungan
maksimum. Perusahaan masih bisa meningkatkan output produksi dengan
menambahkan input lebih banyak lagi sehingga keuntungan maksimum bisa
tercapai (Nicholson,1995).
Daerah II terjadi pada saat kurva MPX dan kurva APX menurun atau
mempunyai slope negatif, sehinga nilai elastisitas berkisar antara nol sampai
dengan satu (0 < ߝ, < 1). Daerah II merupakan daerah yang rasional bagi
perusahaan untuk terus berproduksi atau menggunakan faktor produksi secara
optimal. Pada daerah ini terjadi hukum pengembalian yang semakin berkurang
(the law of diminishing returns) yakni penurunan jumlah pertambahan output
akibat peningkatan jumlah input yang digunakan atau nilai ∆Y yang semakin
kecil.
Daerah III juga merupakan daerah yang tidak rasional bagi perusahaan
untuk berproduksi karena penambahan input justru akan menurunkan jumlah
output yang dihasilkan. Daerah III terjadi pada saat MPX bernilai negatif dan nilai
APX menurun atau pada saat nilai elastisitasnya kurang dari nol (ߝ, < 0).
20
Jaya (1993) menyatakan bahwa secara sederhana pengertian efisiensi adalah
menghasilkan suatu nilai output yang maksimum dengan sejumlah output tertentu.
Efisiensi dapat dilihat dari segi kuantitas fisik (teknik) maupun nilai (harga).
Efisiensi ekonomi merupakan produk dari efisiensi teknik dan efisiensi harga.
Artinya efisiensi ekonomi akan tercapai jika efiensi teknik dan harga tercapai
(Yotopoulos dalam Juwandi, 2003)
Yotopoulos dalam Juwandi (2003), mengemukakan bahwa efisiensi
ekonomi akan tercapai jika terpenuhi dua kondisi:
1. Necessary condition atau syarat perlu yang berkaitan dengan efisiensi teknik.
Untuk mencapai efisiensi teknik, hubungan fisik antara input dan output
ditunjukkan dengan elastisitas produksi antara 0 dengan 1. Dengan kata lain
efisiensi teknik tercapai jika proses produksi berada dalam daerah produksi II.
2. Sufficient condition atau syarat cukup yang berkaitan dengan tujuan mencapai
keuntungan maksimum. Keuntungan maksimum tercapai dengan syarat nilai
produk marginal sama dengan biaya marginal.
2.1.5. Analisis Regresi
Analisis regresi linier berganda adalah suatu metode analisis yang
digunakan untuk mengetahui hubungan antara berbagai variabel, yaitu satu
variabel tidak bebas (dependent variable) dengan beberapa variabel bebas yang
menjelaskan (independent variables). Bentuk matematis model regresi linier
berganda dengan k variabel, yang terdiri dari satu variabel tidak bebas Y dan k-1
variabel bebas X1, X2,….., Xk-1 serta jumlah pengamatan observasi sebanyak i
(i=1,2,3,...,n) dapat ditulis dalam bentuk sebagai berikut (Gujarati, 2004):
21
܇ = + ܆ + ܆ + +ڮ (ܓ)܆(ܓ) + (2.7) ܃
Ada empat asumsi yang harus dipenuhi untuk membentuk sebuah model
persamaan regresi linier berganda, yaitu:
1. Asumsi Normalitas atau ),0(~ 2 Ni
Maksudnya adalah setiap sisaan (i, i=1,2,3,..,n) distribusikan secara normal
dengan rata-rata nol dan varians sama dengan 2.
2. Asumsi Autokorelasi
Autokorelasi mengandung arti ada korelasi atau hubungan yang berurutan
antara sisaan dari suatu observasi dengan sisaan observasi yang lain. Jika
tidak ada hubungan yang berurutan antarsisaan dikatakan tidak ada
autokorelasi.
3. Asumsi Heteroskedastisitas
Secara teknis homoskedastisitas atau penyebaran sama adalah asumsi yang
menyatakan bahwa sisaan dari observasi memiliki varians yang sama.
Maksudnya adalah varian dari kesalahan pengganggu merupakan suatu
konstanta positif yang sama dengan 2. Jika ߤ)ݎݒ| ) ଶߪ maka dapat
disimpulkan terjadi heteroskedastisitas antar sisaan dalam model.
4. Asumsi Multikolinearitas
Artinya adalah tidak terdapat hubungan linier yang pasti antara variabel-
variabel bebas yang menjelaskan.
Nilai koefisien dari persamaan regresi (i) dapat diketahui menggunakan
metode kuadrat terkecil. Metode kuadrat terkecil akan menghasilkan estimator
yang mempunyai sifat linier, tidak bias dan mempunyai varian yang minimum
22
atau biasa disebut Best Linier Unbiased Estimator (BLUE) jika memenuhi
keempat asumsi tersebut.
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Ada beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan topik faktor
produksi tanaman kedelai. Selain perbedaan lokasi dan periode waktu penelitian,
perbedaan penelitian ini dengan beberapa penelitian sebelumnya adalah terkait
variabel penggunaan pupuk yang dalam penelitian ini dipecah menjadi tiga
variabel yaitu urea, TSP/SP36, dan KCl.
Okabe, et al. (1984), dalam studinya mengenai sosial ekonomi sistem
komoditas kedelai di Indonesia di Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan
Lampung menunjukkan bahwa tingkat pemakaian benih beragam, dan sering lebih
tinggi daripada yang dianjurkan. Pemakaian benih yang banyak itu disebabkan
oleh usaha petani untuk mengimbangi daya perkecambahan yang sering rendah
dan pertumbuhan tanaman yang lambat. Fungsi-fungsi produksi menunjukkan
bahwa tidak ada perbaikan yang akan diperoleh melalui peningkatan pemakaian
pupuk. Pemakaian pupuk tampaknya telah melampaui tingkat yang wajar.
Pestisida merupakan masukan yang dapat berdampak nyata pada produktivitas
kedelai. Akan tetapi pengalaman membuktikan, pemakaian yang sembarangan
dapat menurunkan produksi. Para petani tampaknya kurang/belum tahu tentang
hama-hama penting dan cara pengendaliannya.
Al-Mudatsir (2009) melakukan analisis faktor-faktor yang memengaruhi
respon penawaran kacang kedelai di Indonesia. Dalam penelitiannya respon
penawaran kacang kedelai diduga secara tidak langsung melalui persamaan respon
23
areal dan respon produktivitas. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui
faktor-faktor yang memengaruhi luas areal panen yaitu harga kacang kedelai,
harga jagung, harga kacang tanah, luas areal teririgasi, dan luas areal panen tahun
sebelumnya. Faktor-faktor yang memengaruhi produktivitas yaitu harga pupuk,
upah buruh dan produktivitas tahun sebelumnya.
Irdhoni (2010) melakukan analisis keunggulan kompetitif usaha tani
kedelai. Penelitiannya difokuskan di Desa Wonokalang, Kecamatan Wonoayu,
Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Berdasarkan hasil penelitiannya, faktor
produksi yang mempengaruhi produksi kedelai yaitu luas lahan, benih, pupuk
kimia, pupuk organik, insektisida dan tenaga kerja semuanya berpengaruh positif.
Usaha tani kedelai di Desa Wonokalang, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten
Sidoarjo mempunyai keunggulan kompetitif dengan nilai koefisien 0,584.
Penelitian Khai dan Yabe (2011) tentang pengukuran efisiensi teknis pada
produksi padi di Vietnam dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas
menunjukkan bahwa benih, pestisida, pupuk, mesin pertanian, buruh tani, pekerja
keluarga, luas lahan, perlengkapan kerja, dan pengeluaran lainnya memberikan
pengaruh terhadap produksi padi dengan efisiensi teknis 81,6 persen. Selanjutnya
dengan fungsi Tobin diketahui bahwa faktor-faktor penting yang mempengaruhi
efisiensi teknis adalah intensitas tenaga kerja, pengairan, dan pendidikan petani.
Matakena, Syam’un, dan Ghany (2011), melakukan penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi dan kemitraan
terhadap produksi usaha tani kedelai di Distrik Makimi Kabupaten Nabire. Dalam
studi ini digunakan bantuan fungsi produksi Cobb-Douglas dan NPM. Hasil
24
penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan (simultan) variabel yang
diamati berpengaruh nyata terhadap produksi, namun secara parsial lahan, tenaga
kerja dan pupuk berpengaruh nyata, sedangkan benih, pestisida dan kemitraan
tidak berpengaruh terhadap produksi usaha tani kedelai.
2.3. Kerangka Pemikiran
kebutuhan kedelai dalam negeri cenderung meningkat pada lima tahun
terakhir, dan produksi kedelai dalam negeri hanya mampu memenuhi 29-42
persen dari kebutuhan tersebut. Saat ini lebih dari 50 persen kebutuhan kedelai
nasional diperoleh dari hasil impor, suatu kondisi yang dapat mengancam
kedaulatan pangan Indonesia jika suatu saat negara pengekspor kedelai
menghentikan ekspornya.
Untuk mengatasi permasalahan di atas, pemerintah Indonesia melalui
Kementan telah menargetkan Indonesia untuk berswasembada kedelai pada tahun
2014 dengan produksi sebesar 2,70 juta ton. Dalam rencana strategis Kementan
dicantumkan bahwa target produksi tersebut diharapkan tercapai dengan adanya
kenaikan produksi secara bertahap dari tahun ke tahun mulai tahun 2005 sampai
dengan tahun 2014. Pada tahun 2010, sasaran produksi kedelai di Pulau Jawa
adalah sebesar 780.900 ton.
Dalam realisasi di lapangan, catatan BPS menunjukkan produksi kedelai di
Pulau Jawa pada tahun 2010 adalah sebesar 633.212 ton. Sehingga bisa
disimpulkan angka sasaran produksi kedelai yang telah ditetapkan oleh Kementan
tidak tercapai. Dengan terjadinya hal ini maka upaya-upaya peningkatan produksi
kedelai harus dilakukan dengan lebih baik lagi.
25
Gambar 2.2. Alur kerangka pemikiran
Produksi kedelai, seperti produksi-produksi lainnya dalam ilmu ekonomi,
merupakan suatu fungsi dari input-input produksinya. Sehingga untuk
meningkatkan produksi kedelai, terlebih dahulu perlu diketahui faktor produksi
apa saja yang berpengaruh terhadap produksi kedelai. Selanjutnya dengan
melakukan analisis terhadap fungsi produksi kedelai dapat diperoleh informasi
tentang elastisitas produksi dari setiap faktor produksi. Nilai elastisitas produksi
Impor kedelai > Produksi
nasional
Kebutuhan
kedelai terus
meningkat
Peningkatan produksi kedelai
menuju swasembada 2014
Sasaran produksi kedelai setiap tahun
Evaluasi s/d 2010:
Sasaran produksi tidak
tercapai
Implikasi kebijakan
Realisasi
produksi kedelai
Identifikasi faktor
produksi kedelai
Analisis fungsi
produksi kedelai:
Peranan setiap faktor
terhadap produksi
26
tersebut dapat dijadikan sebagai dasar dalam merumuskan kebijakan yang
ditujukan untuk meningkatkan produksi kedelai.